Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Umayyah. Show all posts
Showing posts with label Umayyah. Show all posts

Militer Pertama dalam Kekhalifahan Islam


Sejarah Islam mencatat puncak kegemilangan Islam dengan berdirinya sejumlah khilafah (pemerintahan) Islamiyah. Misalnya, khilafah Umayyah, Fathimiyah, Abbasiyah, Usmaniyah (Turki Usmani), dan lainnya. Bila yang satu runtuh, muncullah dinasti lainnya yang siap melanjutkan pemerintahan Islam.

Itu pulalah yang menandai berdirinya Dinasti Mamluk (Mamalik). Awalnya, Dinasti Mamluk ini merupakan bagian dari Dinasti Abbasiyah. Begitu juga dengan Dinasti Seljuk.

Tidak seperti kebanyakan dinasti Islam yang pada umumnya musnah dengan berakhirnya keturunan para pendirinya, Kesultanan Delhi berakhir setelah mengalami lima kali pergantian kepemimpinan.

Salah satu dinasti yang pernah memimpin Kesultanan Delhi ini adalah para keturunan Qutbuddin Aybak, seorang budak dari Turki. Mereka memerintah selama 84 tahun (1206-1290). Dinasti ini disebut juga dengan Dinasti Mamluk.

Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Khilafah, diterangkan bahwa kemunculan Kesultanan Delhi berawal dari kampanye militer yang dilakukan oleh Sultan Gur, Mu’izzuddin Muhammad bin Sam, yang juga terkenal dengan sebutan Mu’izzuddin Guri atau Muhammad Guri.


Dengan bantuan panglima militernya Qutbuddin Aybak, Sultan Guri berhasil merebut kembali daerah Gazni dari tangan orang-orang Ghuzz (Turki) pada 1173.

Mu’izzuddin kemudian menaklukkan wilayah Multan dan Uch pada 1175 dengan harapan dapat dijadikan sebagai jalan untuk merebut kembali wilayah Punjab yang pernah dikuasai Dinasti Gaznawi.
Namun, penaklukan Multan, yang semula akan dijadikan sebagai pintu gerbang masuk ke wilayah Hindustan, tidak berlangsung mulus karena mendapat perlawanan keras Mularaja II dari Gujarat pada 1178 yang mengakibatkan kekalahan di pihak Mu’izzuddin.

Setelah kekalahan tersebut, Mu’izzuddin kemudian mengalihkan perhatiannya ke wilayah utara dan berhasil menaklukkan Peshawar (1179), Sialkot (1185), dan Lahore (1186). Dengan takluknya daerah-daerah tersebut, berakhirlah kekuasaan Gaznawi di wilayah India dan digantikan Dinasti Guri.

Setelah berhasil merebut wilayah Punjab dari Dinasti Gaznawi, Mu’izzuddin kemudian meluaskan wilayahnya ke timur Punjab yang saat itu dikuasai oleh para pangeran dari marga Rajput. Wilayah timur Punjab berhasil direbut Mu’izzuddin setelah pasukannya berhasil mengalahkan pasukan Prativiraja pada tahun 1192.
Kemenangan tersebut menjadi dasar peletakan yang paling menentukan secara politik bagi berdirinya kerajaan Islam di India. Di samping itu, kemenangan ini benar-benar memberikan dukungan moral bagi semua pasukan Muslim untuk semakin percaya diri terhadap kekuatan yang dimilikinya dalam menghadapi kerajaan-keraajaan kecil di wilayah utara India.

Kemudian, secara berturut-turut, Mu’izzuddin berhasil menaklukkan Raja Chauhan, penguasa Ajmer dan Delhi, dan disusul dengan penaklukan Benares dan Kanauj dari tangan Raja Jayachandra.
Namun, seiring dengan makin melemahnya kekuatan Dinasti Abbasiyah dan banyaknya negara atau wilayah kekuasaan Abbasiyah yang berdiri sendiri, lama-kelamaan wilayah tersebut mulai melepaskan diri.
Mamluk atau Mamalik merupakan julukan yang diberikan kepada para budak asal Turki yang telah memeluk Islam dan direkrut menjadi tentara oleh penguasa Islam pada Abad Pertengahan. Mereka akhirnya menjadi tentara yang paling berkuasa sepanjang sejarah Islam dan juga pernah mendirikan Kesultanan Mamluk di dua tempat berbeda.

Terdapat dua pemerintahan yang didirikan oleh kaum Mamluk, yaitu Dinasti Mamluk yang berkuasa di India (1206-1290) yang dibentuk oleh Qutbuddin Aybak dan Dinasti Mamluk yang memerintah di Mesir (1250-1517).

Mengutip laman Wikipedia, pasukan Mamluk pertama kali dikerahkan pada zaman Abbasiyyah abad ke-9 Masehi. Bani Abbasiyyah merekrut tentara-tentara ini dari kawasan Kaukasus dan Laut Hitam. Dari Laut Hitam direkrut bangsa Turki dan kebanyakan dari suku Kipchak. Mereka ini pada mulanya bukanlah orang Islam.

Tentara Mamluk ini dikenal sebagai tentara-tentara Islam yang memiliki kesetiaan tinggi kepada syekh, pemimpin suku, dan juga bangsawan mereka. Loyalitas yang tinggi ini kemungkinan juga disebabkan mereka termasuk golongan orang asing dan merupakan kelompok lapisan yang terendah dalam masyarakat.
Sehingga, mereka tidak akan menentang khalifah dan mudah dijatuhkan hukuman jika menimbulkan masalah. Oleh karena itu, tentara Mamluk merupakan aset terpenting dalam militer.

Mamluk di India

Salah satu dinasti Islam yang telah berjasa dalam melakukan ekspansi ke wilayah India adalah Kesultanan Delhi. Dari awal berdiri (1206) hingga masa berakhir (1526), pusat pemerintahannya hampir selamanya di Kota Delhi, sebuah kota di India bagian utara. Bahkan, ketika Kesultanan Mogul mengambil alih, Delhi masih tetap dijadikan sebagai pusat pemerintahan sampai Mogul runtuh pada masa Sultan Bahadur Syah II (1858).

Sultan Bahadur Syah II 

Setelah menaklukkan daerah-daerah tersebut, Mu’izzuddin kembali ke Khurasan. Daerah taklukan baru tersebut diserahkan kepada panglima perang kepercayaannya, Qutbuddin Aybak.
Setelah Mu’izzuddin wafat pada 1206, Qutbuddin diakui para pembantunya sebagai sultan untuk wilayah India dan menjadikan Delhi sebagai pusat pemerintahannya. Sejak saat itulah, Dinasti Mamluk muncul sebagai penguasa baru di Kesultanan Delhi.

Kesultanan Mamluk di Mesir

Dinasti Mamluk yang memerintah di Mesir muncul pada saat dunia Islam tengah mengalami desentralisasi dan disintegrasi politik. Kekuasaan Mamluk di Mesir dimulai ketika terjadi perpecahan kekuasaan di kalangan anggota keluarga Salahuddin Al-Ayyubi, pendiri Dinasti Ayubiyah, penguasa Mesir kala itu.


Ketika Turansyah, yang merupakan keturunan terakhir dari Dinasti Ayubiyah, naik tahta menggantikan ayahnya, Al-Malik As-Salih; golongan Mamluk merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250, Mamluk di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah.

Istri Al-Malik As-Salih, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamluk berusaha mengambil kendali pemerintahan sesuai dengan kesepakatan golongan Mamluk itu. Kepemimpinan Syajarah hanya berlangsung sekitar tiga bulan.

Ia kemudian menikah dengan seorang tokoh Mamluk bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya. Akan tetapi, segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah Al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan.

Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayubiyah bernama Musa sebagai “sultan syar’i” (formal) di samping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari Dinasti Ayubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan Dinasti Mamluk. Dinasti Mamluk berkuasa di Mesir dari tahun 1250 sampai tahun 1517 sebelum akhirnya ditaklukan oleh Bani Usmani.

Wilayah kekuasaan Dinasti Mamluk meliputi Mesir, Suriah, Hijaz, Yaman, dan daerah di sepanjang aliran Sungai Eufrat. Saat berkuasa, dinasti ini berhasil menumpas bersih sisa-sisa tentara Perang Salib dengan mengusirnya dari Mesir dan Suriah.

Begitu juga ketika bangsa Mongol berhasil menghancurkan dan merebut negeri-negeri yang dikuasai oleh Islam, Dinasti Mamluk menjadi satu-satunya penguasa Muslim yang berhasil mempertahankan wilayah kekuasaannya. Oleh karena itu, Dinasti Mamluk di Mesir sangat berjasa dalam mengembangkan dan mempertahankan dunia Islam.

Syi’ah Di fatwa sesat oleh Produk Sejarah... Sejarah Khilafah Sunni tak lepas dari cerita kelam dan kejam ..!!

Sejarah Khilafah Sunni tak lepas dari cerita kelam dan kejam ..!!

Islam Sunni Sebagai Bagian dari Produk Sejarah dan Sasaran Penelitian.
Ada ungkapan Ulama Klasik bahwa Islam itu cocok untuk segala tempat dan zaman (Al-Islâmu shâlihun li kulli makân wa zamân).. Ternyata Syi’ah yang dulu dituduh sesat, kini berbalik banyak orang mengesahkan nya !

keterpautan antara bahasa, pemikiran dan sejarah, sekaligus dalam hubungannya dengan nilai-nilai etis yang hendak diraih, maka akan dimungkinkan pengembangan pemikiran Islam.
hubungan antara pemikiran (keislaman), budaya dan sejarah, yang melatarbelakanginya (sejarah penetapan hukum-hukum agama, sejarah terbentuknya pranata sosial  Islam, bahkan sejarah sosial-politik dan perkembangan kontemporer pemikiran Islam dan sebagainya). Pemikiran tidak terlepas dari historisitasnya.


Perlu ditegaskan, ternyata ada bagian dari islam Sunni yang merupakan produk sejarah, teologi Sunni adalah bagian dari wajah islam produk sejarah. Konsep Khulafa al-Rasyidin adalah produk sejarah, karena istilah ini muncul belakangan. Sejumlah  bangunan islam klasik , tengah dan modern YANG  MENUDUH  SYIAH  SESAT  adalah produk sejarah.

Andaikata khalifah Al-Mansur tidak meminta Imam Malik menulis Al-Mawatta’, kitab hadis semacam ini mungkin tidak ada, karena itu al-muwatta, sebagai kumpulan hadist juga merupakan produk sejarah.

Jadi ada faktor kekuasaan yang melingkupi  perjalanan aliran Sunni.


Kita mengetahui dalam sejarah adanya upaya untuk pemalsuan hadis. Imam Bukhari, Imam Muslim atau Imam Malik mengumpulkan dan melakukan mencatat hadis dengan upaya hati-hati. Imam Muslim, dalam pengantarnya mengatakan bahwa tadinya hadis yang dikumpulkan ada 300.000 (tiga ratus ribu) buah, tetapi setelah selesai menjadi 6.000 buah hadis.

Pertanyaannya, dari mana Hadis sebanyak itu dan sudah meresap kemana saja sisanya itu, sehingga tinggal 6.000 ?
Ketika Raja Dinasti  Abbasiyah berkuasa yaitu Al Ma’mun (198 – 218 H / 813 – 833 M)lalu Al Mu’tashim (218 – 228 H / 833 – 842 M) lalu Al Watsiq ( 228 – 233 H / 842 – 847 M) paham kerajaan Abbasiyah adalah Mu’tazilah ! Terjadilah  pertarungan antara Mu’tazilah  melawan  Ahlulhadis :
Tatkala Raja al-Mutawakil (847-864 M) berkuasa, ia melihat bahwa posisinya sebagai khalifah perlu mendapatkan dukungan mayoritas. Sementara, setelah peristiwa mihnah terjadi mayoritas masyarakat adalah pendukung dan simpatisan Ibn Hanbal. Oleh karenanya al-Mutawakil membatalkan paham Mu’tazilah sebagai paham negara dan menggantinya dengan paham Sunni.

Sunni mulai merumuskan ajaran-ajarannya. Salah seorang tokohnya, Syafi’i menyusun ‘Ushul al-Fiqh. Dalam bidang Hadis muncul tokoh Bukhari dan Muslim. Dalam bidang Tafsir, muncul al-Tabbari. Pada masa inilah kaum Sunni menegaskan sikapnya terhadap posisi terhadap 4 khalifah dengan mengatakan bahwa yang terbaik setelah Nabi adalah Abu Bakar, Umar, Uthman dan ‘Ali untuk memperoleh pengakuan dari penguasa, pemikiran politik  ulama Sunni menekankan pada ketaatan absolut terhadap khalifah yang sedang berkuasa, mereka  berhasil mempengaruhi Khalifah Al Mutawakil (847-861 M), sekaligus merubah haluan aliran resmi pemerintahan menjadi sunni.

Ini menjadi contoh betapa label selamat dan sesat dengan mudah dialihkan, tergantung ‘selera’ rezim yang berkuasa. Apa yang dikenal dengan ‘tragedi mihnah’ ini menjadi contoh tak terbantahkan bahwa antara keselamatan dan kesesatan yang semata dipagari dengan apa yang disebut kekuasaan. Ahli Sunnah Wa al-Jama’ah (Aswaja) selama ini difahami sebagai sebagai suatu sekte keagamaan terbesar dalam Islam…Pada masa Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim, dan Al-Wasiq, kelompok yang dianggap sesat adalah ahlul hadis dengan ikon intelektualnya Ahmad ibn Hanbal. Sebaliknya pada masa Al Mutawakkil, kelompok yang dianggap sesat adalah ahlu ar-ra’yi atau lebih populer disebut mu’tazilah.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela’nati” (Al-Baqarah: 159)
Menurut kita As-Sirah Nabawiyyah, Syilbi bag I hal.13-17 dikabarkan bahwa:
Zuhri Sejarahwan pertama yang menulis sejarah Islam pada masa pemerintahan Bani Umayah yakni Raja Abdul Malik 65 H..Zuhri adalah bekas budak Zubair yang sangat dekat dengan keluarga bangsawan Abdul Malik.

Zuhri ditugaskan dengan biaya Abdul Malik untuk menyusun Sejarah Islam dan menyusun Hadis  hadis  seluruh sejarah Kitab kitab suni ditulis setelahnya oleh orang  orang  yang berpengaruh dalam karya ini…
Dan Bukhari  banyak  hadis dalam shahihnya berasal dari hasi kumpulan Zuhri..Jadi tidak heran hadis hadis   sekarang ini banyak REKAYASA.. Cerita seperti cerita Bukhari, bahwa Nabi Musa MENAMPAR Malikul Maut sampai matanya pecah kemudian mengadu pada Allah.


Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.


Bagaimana “rekaman” sejarah soal ini? Ini daftar tahun berkuasanya khilafah yang sempat saya catat:
1. Ummayyah (661-750)
2. Abbasiyah (750-1258)
3. Umayyah II (780-1031)
4. Buyids (945-1055)
5. Fatimiyah (909-1171)
6. Saljuk (1055-1194)
7. Ayyubid (1169-1260)
8. Mamluks (1250-1517)
9. Ottoman (1280-1922)
10. Safavid (1501-1722)
11. Mughal (1526-1857)


Pendekatan Sejarah dalam Kajian Islam.
Salah satu sudut pandang yang dapat dikembangkankan bagi pengkajian Islam itu adalah pendekatan sejarah.Berdasarkan sudut pandang tersebut, Islam dapat dipahami dalam berbagai dimensinya.Betapa banyak persoalan umat Islam hingga dalam perkembangannya sekarang, bisa dipelajari dengan berkaca kepada peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga segala kearifan masa lalu itu memungkinkan untuk dijadikan alternatif rujukan di dalam menjawab persoalan-persoalan masa kini. Di sinilah arti pentingnya sejarah bagi umat Islam pada khususnya, apakah sejarah sebagai pengetahuan ataukah ia dijadikan pendekatan didalam mempelajari agama.


Ketika Bani Abbasiyah merebut khilafah, darah tertumpah di mana-mana. Ini “rekaman”. kejadiannya: Pasukan tentara Bani Abbas menaklukkan kota Damsyik, ibukota Bani Umayyah, dan mereka “memainkan” pedangnya di kalangan penduduk, sehingga membunuh kurang lebih lima puluh ribu orang. Masjid Jami’ milik Bani Umayyah, mereka jadikan kandang kuda-kuda mereka selama tujuh puluh hari, dan mereka menggali kembali kuburan Mu’awiyah serta Bani Umayyah lainnya. Dan ketika mendapati jasad Hisyam bin Abdul Malik masih utuh, mereka lalu menderanya dengan cambuk-cambuk dan menggantungkannya di hadapan pandangan orang banyak selama beberapa hari, kemudian membakarnya dan menaburkan abunya.

Mereka juga membunuh setiap anak dari kalangan Bani Umayyah, kemudian menghamparkan permadani di atas jasad-jasad mereka yang sebagiannya masih menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah dan menggantungkan jasad-jasad mereka dengan lidah-lidah mereka, kemudian membuang mereka di jalan-jalan kota itu untuk makanan anjing-anjing.
Demikian pula yang mereka lakukan terhadap Bani Umayyah di Makkah dan Madinah.

Kemudian timbul pemberontakan di kota Musil melawan as-Saffah yang segera mengutus saudaranya, Yahya, untuk menumpas dan memadamkannya. Yahya kemudian mengumumkan di kalangan rakyat: “Barangsiapa memasuki masjid Jami’, maka ia dijamin keamanannya.” .
Beribu-ribu orang secara berduyun-duyun memasuki masjid, kemudian Yahya menugaskan pengawal-pengawalnya menutup pintu-pintu Masjid dan menghabisi nyawa orang-orang yang berlindung mencari keselamatan itu. Sebanyak sebelas ribu orang meninggal pada peristiwa itu. Dan di malam harinya, Yahya mendengar tangis dan ratapan kaum wanita yang suami-suaminya terbunuh di hari itu, lalu ia pun memerintahkan pembunuhan atas kaum wanita dan anak-anak, sehingga selama tiga hari di kota Musil digenangi oleh darah-darah penduduknya dan berlangsunglah selama itu penangkapan dan penyembelihan yang tidak sedikit pun memiliki belas kasihan terhadap anak kecil, orang tua atau membiarkan seorang laki-laki atau melalaikan seorang wanita.

Seorang ahli fiqh terkenal di Khurasn bernama Ibrahim bin Maimum percaya kepada kaum Abbasiyin yang telah berjanji “akan menegakkan hukum-hukum Allah sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah”. Atas dasar itu ia menunjukkan semangat yang berkobar-kobar dalam mendukung mereka, dan selama pemberontakan itu berlangsung, ia adalah tangan kanan Abu Muslim al-Khurasani. Namun ketika ia, setelah berhasilnya gerakan kaum Abbasiyin itu, menuntut kepada Abu Muslim agar menegakkan hukum-hukum Allah dan melarang tindakan-tindakan yang melanggar kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya, segera ia dihukum mati oleh Abu Muslim.

Cerita di atas bukan karangan orientalis tapi bisa dibaca di Ibn Atsir, jilid 4, h. 333-340, al-Bidayah, jilid 10, h. 345; Ibn Khaldun, jilid 3, h. 132-133; al-Bidayah, jilid 10, h. 68; al-Thabari, jilid 6, h. 107-109. Buku-buku ini yang menjadi rujukan Abul A’la al-Maududi ketika menceritakan ulang kisah di atas dalam al-Khilafah wa al-Mulk.


Semua aspek kehidupan tidak lepas dari faktor sejarah, sejarah merupakan bukti yang nyata untuk melangkah lebih maju, karena dengan sejarah, manusia bisa belajar kesalahan-kesalahan yang telah lalu dan mengetahui data-data yang bisa di pertanggung jawabkan. Dalam metologi islam, diperlukan sejarah untuk mengetahui kebenaran yang valid yang tidak dicampuri oleh orang-orang terdahulu, untuk itu sangatlah urgan dalam penelitian sejarah.

Sementara itu, agama atau keagamaan sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang.Islam khususnya, sebagai agama yang telah berkembang selama empatbelas abad lebih menyimpan banyak banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran kegamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.


Sayyidina Al Husain ibn ‘Ali RA. adalah cucu sang Nabi yang amat dikasihi. Abu Hurairah meriwayatkan: “Aku pernah melihat Rasulullah saw. sedang menggendong Husain, seraya berkata, ‘Ya Allah, sungguh aku mencintainya, maka cintailah dia.’.
Ya’lâ bin Murrah meriwayatkan: “Kami pergi bersama Rasulullah untuk menghadiri undangan makan. Di suatu gang, kami melihat Husain sedang bermain-main. Ia mendekatinya seraya membentangkan kedua tangannya. Husain berlari kesana kemari hingga membuatnya tertawa, sampainya berhasil menangkapnya. Kemudian Rasulullah meletakkan satu tangannya di bawah dagu Husain dan tangan yang lain di atas kepalanya. Rasulullah mencium-ciumnya. Ia bersabda, ‘Husain dariku dan aku darinya. Allah mencintai orang yang mencintai Husain. Husain adalah salah satu cucuku.”.
Yazîd bin Abi Ziyâd meriwayatkan: “Rasulullah saw. keluar dari rumah ‘Aisyah dan melewati rumah Fathimah. Ketika itu Rasulullah saw. mendengar tangisan Husain. Rasulullah merasa gusar. Lalu berkata kepada Fathimah, ‘Tidakkah kau tahu bahwa tangisannya itu menyayat hatiku?”


Rasulullah mencintai al-Husain, sang cucu yang penuh kelembutan, meskipun fajar ‘Asyura di tahun 61 H menjadi akhir dari perjalanan hidup al-Husain, terbantai oleh penguasa-penguasa zhalim yang juga mengaku umat sang nabi.
Peristiwa Karbala adalah tragedi kemanusiaan yang menyayat hati siapa pun yang masih memiliki hati, bukan milik segelintir orang apalagi kelompok-kelompok tertentu. Karbala adalah medan syahid ahlu baitil musthofa.
Sayyidina Al-Husain adalah keturunan langsung sang nabi, putra dari Khalifah ke-4 Amirul Mu’minin Ali ibn Abi Thalib. Beliau tidak segera menerima paksaan untuk membai’at Yazid ibn Mu’awiyah; sang raja baru pada era Dinasti Umayyah.
Sayyidina Al-Husein memegang amanat agung, tapi kelembutannya tak membuatnya gila kekuasaan. Hari ini tanggal 9 Muharram beliau sudah berada di Karbala menerima pengkhianatan dalam sejarah Islam. Dan esok, tanggal 10 Muharram, padang Karbala menjadi saksi kesyahidan sang imam yang dibunuh oleh pasukan yang dipimpin Ubaidillah bin Ziyad atas perintah Yazid ibn Mu’awiyah.
Karbala banjir darah. Kekasih sang Nabi dari darah dagingnya sendiri berkalang tanah, kepalanya disembelih dan dicucuk di atas tombak, al-Husain berpulang bersama tiga putranya dan puluhan sahabat.
Ahlussunnah belakangan berhadapan dengan Syi’ah.. Label Aswaja kini  menjadi identitas yang diperebutkan (contested identity).. Buku yang ditulis Muhammad At-Tijani As-Samawi, doktor filsafat Universitas Sorbone, yang berjudul Asy-Syi’ah Hum Ahlu as-Sunnah [1993] menjadi contoh dari perebutan ini. Buku itu hendak menegaskan bahwa Syi’ah adalah Ahlussunnah, bahkan dinilai lebih Ahlussunnah ketimbang kelompok yang selama ini mendakwa dirinya Ahlussunnah
.
Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kalian dua hal yang berharga; Kitab Allah dan Itrah; Ahlul Baitku. Selama berpegang pada keduanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Dan keduanya juga tidak akan berpisah hingga menjumpaiku di telaga Kautsar kelak di Hari Kiamat.” (H.R. Sahih Muslim : jilid 7, hal 122. Sunan Ad-Darimi, jilid 2, hal 432. Musnad Ahad, jilid 3, hal 14, 17, 26 dan jilid 4, hal 371 serta jilid 5, hal 182 dan 189. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, hal 109, 147 dan 533.

Tangis Pecah Di Nisan Nabi


Hari itu, saat kalender hijriah menunjukkan Safar 61 Hijriah. Cucu-cucu Nabi yang tersisa telah sampai di mulut Damaskus–digiring bak binatang-binatang ternak. Di kejauhan sana, pucuk-pucuk menara Istana Yazid lamat-lamat terlihat. Seperti di kota-kota sebelumnya, gemerincing rebana kembali terdengar menaik saat mereka menjejak pintu kota. Aroma khamar menyeruap. Bendera-bendera dinasti Bani Umayyah berkibar di setiap sudut kota.
Kali ini “Khalifah” Yazid bin Muawiyah sendiri yang memandu pesta penyambutan besar-besaran. Dia meminta rakyatnya melihat langsung penyambutan tawanan keluarga Nabi di halaman istana.


Di depan sana, tepat di tengah halaman istana, telah bergerombol tahanan keluarga Nabi. Tangan dan kaki mereka masih terikat rantai. Khalayak terus menonton. Tak ada yang memalingkan mata meski mereka melihat jilbab hitam yang melekat di tubuh putri-putri Nabi telah sobek di banyak bagian. Mereka juga melihat seorang di antara tahanan itu, seorang peremuan yang perawakannya paling besar dan gurat-gurat kecantikan masih terbaca jelas di wajahnya, menjadi tempat bersandar seluruh tahanan lainnya. Ali Zainal Abidin yang masih sakit ikut bersandar ke bahu perempuan itu.
Itulah Zainab, adik perempuan Husein cucu Nabi.
“Selamat datang, pasukan pemberaniku.” Yazid, kini dalam busana kemewahannya, resmi menyambut kedatangan rombongan durjana pasukan Ibn Ziyad. Kepala Husein dan seluruh kepala syahid keluarga Nabi telah dilepas dari ujung-ujung tombak dan ditempatkan di belasan nampan.
Pesta penyambutan itu berakhir ketika malam bertengger di ufuk. Zainab dan adik-adiknya dikurung di sebuah ruang bawah tanah di pojok istana. Yazid sendiri tenggelam dalam mabuk. Tak seorang pun berani mendekat. Dia terus memukul-mukulkan tongkatnya ke kepala Husein hingga fajar terbit.
Masih pagi buta, Yazid memanggil seluruh warga Damaskus ke balairung utama kerajaan. Dia ingin mempertontonkan kembali satu per satu keluarga Nabi dan seluruh kepala syahid di Padang Karbala.
“Bagaimana kau melihat perlakuan Allah atas saudaramu?” Yazid mulai berbicara, mencoba menohok ulu hati Zainab dan keponakannya, Ali Zainal Abidin. Dia ingin membenarkan semua tindakannya di hadapan rakyat.
“Bukankah,” katanya memancing emosi, “ini bukti Tuhan telah memenangkanku dan menghinakan kalian dalam kekalahan? Bukankah ini berarti Tuhan telah berkehendak mendudukkanku di singgasana dan menelantarkan kalian di padang tandus tanpa bala bantuan?”
Ummu Kaltsum bicara pertama. “Hai putra keturunan manusia yang telah diusir kakekku, Rasulullah! Lihatlah selir-selirmu duduk terhormat di balik tirai, sedangkan putri-putri Rasul kau biarkan menjadi tontonan orang-orang bejat. Mereka bagai gelandangan dilempari korma dan keping-keping uang oleh orang-orang Nasrani dan Yahudi!”
Mata Yazid menyorot penuh kebencian mendengar jawaban Ummu Kaltsum. Dia tersinggung ketika Sukainah menimpali bahwa perlawanan ayahnya, Husein, bukan karena kekuasaan tapi karena “memenuhi panggilan kebenaran dan keadilan”.
“Tutup mulutmu!” Yazid memotong dengan nada tinggi. “Ayahmu lah yang telah memaksaku melakukan pembantaian ini! Dia melawanku dan menolak untuk mengakuiku sebagai pemimpin yang sah.”
Yazid mengalihkan perhatian. Dia meminta Zainab angkat suara. Rupanya Yazid lupa bahwa Zainab adalah wanita yang seluruh hidupnya, tiap-tiap rincian perbuatan, sikap dan pikirannya, lahir dari ketakwaan yang tinggi. Dia tak pernah melihat kejadian, sekeji apapun di dunia ini, tanpa kacamata ketakwaan.
“Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada kakekku, Muhammad Rasulullah, dan segenap keluarganya yang suci. Maha Benar Allah yang berfirman, ‘kemudian akibat orang-orang yang melakukan kejahatan adalah (siksa) yan lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah, dan mereka mengolok-oloknya.’”
“Apakah kau menduga, Hai Yazid, saat kau memburu kami di muka bumi dan menggiring kami laksana segerombolan domba dan budak, bahwa yang demikian itu karena kami hina sedangkan kau mulia di hadapan Allah? Apakah kau menduga bahwa tahtamu ini memiliki kemuliaan di sisi-Nya sehingga batang hidungmu memekar, dan kau memandang kami dengan memicingkan sebelah matamu yang nyalang, dan kau bersuka cita karena melihat kekayaan dunia yang terkumpul di sekitarmu dan segala urusan tampak sederhana di depanmu? Celaka, sungguh celakalah kau! Kau telah melupakan firman Allah: ‘Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir mengira bahwa penangguhan kami adalah baik bagi mereka. Kami beri tangguh mereka tak lain supaya dosa mereka bertambah dan bagi mereka siksa yang menyedihkan.’”
“Apakah adil, hai anak orang yang masuk Islam karena terpaksa, caramu menakut-nakuti orang-orang yang memberi kebebasan dan kau giring putri-putri Rasulullah bagaikan tawanan dan gelandangan? 
Kau telah mengoyak pakaian mereka lalu mempertontonkan wajah mereka yang kusut akibat duka yang panjang, kau pertunjukkan ke hadapan musuh-musuh mereka dari dusun ke dusun berikutnya, dari kota ke kota lainnya, kau seret mereka di tengah kaum lelaki dan para pejalan kaki, sehingga mereka menjadi tontotan percuma semua orang, tanpa seorang pun pelindung. Lalu kebaikan apa yang dapat diharapkan dan dinanti dari keturunan orang yang mulutnya mengunyah-ngunyah hati dan jantung orang-orang yang suci, dan daging badannya tumbuh sehat dari darah para syuhada yang dihisapnya?”
“Hai Yazid!” Zainab kembali memecah keheningan. “Aku tidak melihat dari semua kejadian ini kecuali keindahan.”
“Gunakanlah segala tipu dayamu, berusahalah sekuat tenagamu, dan jangan sedikit pun berpendek tangan dalam upayamu. Ketahuilah bahwa kau tidak akan mematikan nama kami atau mengubur wahyu yang turun pada kakek kami Muhammad Rasulullah.”
“Kau mengira bahwa kakakku, al-Husein, telah mati. Tapi, yang sebenarnya mati adalah kau dan semua perangkat kekuasaanmu, karena semua itu adalah bagian dari dunia ini. Sedangkan kehidupan kakakku takkan pernah berakhir.”
“Nama dan ruhnya akan selalu hidup dalam jiwa orang beriman. Kenangan tentangnya bakal senantiasa mengobarkan semangat juang para pencari kebenaran dan penegak keadilan. Kakakku akan menjadi ilham bagi orang-orang yang bertakwa.”
Damaskus gempar setelahnya, terlebih setelah Ali Zainal Abidin maju ke mimbar dan mendiamkan Yazid dengan kedalaman pengetahuannya.
“Hai lelaki yang tidak memahami Al-Qur’an!” kata Zainal Abidin setelah Yazid yang menyebut kematian Husein “telah ditentukan Al-Qur’an” dan “Allah lah yang membunuhnya”. “Jangan memutarbalikkan kenyataan dan jangan pula menjadikan Tuhan sebagai kedok… Yang ditentukan oleh Allah adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi atas kehendak manusia dan sebab-musabab yang dipersiapkannya sendiri!”
“Hai manusia! Sesiapa yang telah mengenalku, maka dia telah mengenalku, dan sesiapa yang tidak mengenalku, maka kini saatnya aku memperkenalkan diri. Akulah putra manusia yang
Yazid segera memotong pidato Ali Zainal Abidin itu. Dia mencium gelagat keresahan di kalangan penduduknya. Banyak yang mulai menundukkan kepala, menyadari bahwa mereka telah jadi korban rekayasa. Banyak yang beringsut setelah mengetahui bahwa kepala di ujung tombak itu adalah kepala Husein, cucu tercinta Nabi, dan tawanan perempuan itu adalah darah daging az-Zahra, putri semata wayang Nabi.
Yazid segera meminta seseorang mengumandangkan azan. Saat muazin menyebut ‘Allah Maha Besar’, Zainal Abidin menyahut: “Kau membesarkan Maha Besar yang tak terjangkau kebesaran-Nya.” Saat muazin menyebut ‘Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah’, Zainal Abidin menyahut: “Sungguh hatiku, tubuhku, tulang-belulangku, kulitku, bulu-buluku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.” Lalu, saat muazin menyebut ‘Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah’, Zainal Abidin menoleh ke arah Yazid lalu berteriak keras: “Hai Yazid, Muhammad yang disebut-sebut itu kakekku atau kakekmu?! Kalau kau bilang dia kakekku, mengapa kau perlakukan kami begini dan kau bantai anak cucunya?! Kalau kau bilang dia kakekmu, maka jelas semua orang tahu kau berdusta!”
Yazid pucat seperti baru tersambar halilintar. Melihat keadaan yang mulai berbalik itu, dia segera menjauhkan sumber keresahan. Di hadapan penduduk Damaskus, dia segera membebaskan kesembilan keluarga Nabi itu. Dia mengirim satu pasukan besar untuk mengawal Zainab dan adik-adiknya kembali ke Karbala, untuk mengubur jasad Husein dan seluruh syahid lainnya, sebelum akhirnya berputar arah ke Madinah.
Di Madinah, Jumat, 20 Safar tahun 61 Hijriah. Ummu Kaltsum setengah berlari ke kubur Rasulullah, kakeknya. Dia roboh begitu sampai. “Salam sejahtera padamu, kakekku,” katanya dengan air mata berlinang. “Oh, betapa kami tersiksa oleh rindu padamu. Kini aku sendiri, tanpa pelindung. Bawalah aku bersamamu.”
Sukainah menyusul. Dia hanya bisa merangkak. Tangannya berusaha memeluk pusara Nabi. Dia mengadukan keadaannya. “Salam sejahtera atasmu, Rasulullah,” katanya. “Kami sungguh kesepian dan sengsara! Umatmu telah membunuh putramu dan menganiaya putri-putrimu!”
Zainab sampai terakhir. Ali Zainal Abidin memapahnya. Dia ambruk di makam kakeknya, tangisnya panjang. Pekikannya pilu. Dia mengadukan kemalangan buah hati Nabi: “Salam rindu padamu! Inilah wanita-wanita keluargamu! Kami datang mengadukan derita. Al-Husein, cahaya hati dan matamu, telah diinjak-injak ratusan kaki kuda di Karbala. Al-Husein telah dipenggal. Sorbannya telah dikoyak-koyak, dan baju pakaiannya telah dilucuti oleh orang-orang yang mengaku sebagai umatmu. Kami datang untuk menyampaikan bela sungkawa kepadamu, kepada Az-Zahra, kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.”
Madinah berkabung hari itu, hingga 15 hari setelahnya. Tangis pecah di setiap sudut kota.

Di masa pernerintahan Banu ‘Umayyah selama 92 tahun, telah dibuat banyak sekali hadis palsu yang direncanakan untuk mengucilkan Ali dan membesarkan ketiga khalifah Rasyidun yang lain, atas perintah Mu’awiyah, raja pertama dalam sejarah Islam…. Fazlur Rahman dalam Buku Membuka Pintu Ijtihad, terjemahan Anas Mahyuddin, Pustaka Bandung, 1984. Pada hlm. 137, ia menulis, “Orang orang Sunni hampir selalu menjadi pendukung setiap pemimpin Negara”

Hampir pada semua pengantar buku tentang sejarah  hitam Saqifah, para penulis sejarah tradisional sunni  menutupi fakta  sejarah  memulai dengan hadis tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar. Misalnya, tulisan Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (M. 270 H/883 M.) dalam kitab tarikhnya alImamah wa’sSiyasah yang terkenal dengan Tarikh Khulafa’ur Rasyidin wa Daulah Banii Umayyah jilid pertama.
Dalam kata pengantarnya yang berjudul “Keutamaan Abu Bakar dan Umar”, ia mengemukakan empat hadis tentang keutamaan Abu Bakar dan Umar, dengan rangkaian isnad yang lengkap. Hadis yang pertama dilaporkan oleh Ali bin Abi Thalib, kedua oleh Abdullah bin Abbas, ketiga oleh Ali lagi, sedang yang keempat oleh Qasim bin Abdurrahman.

Sebagai contoh, baiklah kita ikuti hadis pertama secara lengkap, sekaligus sebagai contoh bagaimana pencatat sejarah zaman dulu merangkaikan isnad atau jalur pelapor dalam Ibnu Qutaibah, Tarikh alKhulafa’ur Rasyidin, Mesir, tanpa tahun, hlm. 12. : “Telah disampaikan kepada kami oleh Abi Mariam yang berkata: telah disampaikan kepada kami oleh Asad bin Musa yang berkata: telah disampaikan kepada kami oleh Waqi’ dari Yunus bin Abi Ishaq, dari AsySya’bi, dari Ali bin Abi Thalib, karramallahu wajhahu; “Aku sedang duduk bersama Rasul Allah saw ketika datang Abu Bakar dan Umar maka bersabdalah Rasul Allah saw kepadaku: ‘Mereka berdua itulah penghulu orang dewasa di surga, sejak orang terdahulu sampai pada orang terakhir, kecuali para Nabi dan para Rasul as; dan janganlah engkau sampaikan berita ini kepada mereka berdua, wahai Ali.’


Lafal ketiga hadis lainnya sejenis itu pula. Hadis seperti ini sangat banyak. Para penulis itu ingin menunjukkan bahwa pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah pertama berlangsung secara lancar dan wajar, karena yang berhak menjadi khalifah sekurang kurangnya menurut penulis itu adalah  Sahabat paling utama; dan yang paling utama di antara seluruh umat manusia, selain para Nabi dan Rasul, adalah Abu Bakar dan Umar.
Karena itu maka merekalah yang paling pantas menjadi khalifah; dan Ali sendiri.

konon mendengar hal ini langsung dari Rasul. Tetapi, dalam bab ‘Bagaimana Baiat Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu’, Ibnu Qutaibah memulai dengan kalimat-kalimat berikut: “Sesungguhnya Abu Bakar merasa kehilangan suatu kaum yang enggan membaiatnya, yang sedang berkumpul di rumah Ali. Mereka tidak mau keluar untuk membaiat Abu Bakar. Umar lalu mengumpul kayu bakar, seraya berkata:
‘Demi Allah, Pemilik jiwa Umar, kalau kalian tidak segera keluar, aku akan bakar rumah ini dengan seluruh isinya’. Orang lalu berkata kepada Umar: ‘Wahai, Ayah Hafshah (Umar), Fathimah (puteri Rasul Allah) ada di dalam!’ Dan Umar menjawab: Sekalipun!” ( Ibnu Qutaibah, Tarikh, ibid, hlm. 12. ).

Hadis hadis  keutamaan seperti itu sungguh sangat tidak adil, bertentangan dengan fakta sejarah. Sekiranya benar Ali bin Abi Thalib pernah mendengar Rasul Allah bersabda demikian, jalannya sejarah tidak akan seperti itu. Dalam kumpulan khotbah, ucapan dan tulisan Ali yang dikumpulkan dalam Nahju’l Balaghah, tidak ditemukan hadis semacam itu. Bila kita hendak berlaku jujur, hadis seperti ini haruslah dianggap sebagai “hadis hadis politik” yang muncul untuk membenarkan kekuasaan de facto.

Ini merupakan preseden timbulnya kebiasaan mendukung pemerintahan de facto oleh kebanyakan ulama Sunni, seperti yang dikemukakan oleh Fazlur  Rahman. (  Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, terjemahan Anas Mahyuddin, Pustaka Bandung, 1984. Pada hlm. 137, ia menulis, “Orang orang Sunni hampir selalu menjadi pendukung setiap pemimpin Negara” ).

Mu’awiyah, politikus penipu ulung itu, telah memerintahkan untuk mengumpul ‘para Sahabat’, agar menyampaikan hadis hadis yang mengutamakan para Sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman untuk mengimbangi keutamaan Abu Turab (Ali bin Abi Thalib).. Para penguasa dan para pendukungnya membawa hadis hadis tentang keutamaan sahabat untuk ‘membungkam’ kaum oposisi, dan demikian pula sebaliknya.. Untuk itu, Mu’awiyah memberikan imbalan berupa uang dan kedudukan kepada mereka.

Para peneliti juga mengetahui bahwa Mu’awiyah, politikus penipu yang ulung itu, telah memerintahkan untuk mengumpul ‘para Sahabat’, agar menyampaikan hadishadis
yang mengutamakan para Sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman untuk mengimbangi keutamaan Abu Turab (Ali bin Abi Thalib). Untuk itu, Mu’awiyah memberikan imbalan berupa uang dan kedudukan kepada mereka.

Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Abi Saif alMada’ini, dalam bukunya, alAhdats,
Mengutip sepucuk surat Mu’awiyah kepada bawahannya: ‘Segera setelah menerima surat ini, kamu harus memanggil orang orang, agar menyediakan hadis-hadis.

tentang para Sahabat dan khalifah; perhatikanlah, apabila seseorang Muslim menyampaikan hadis tentang Abu Turab (Ali), maka kamu pun harus menyediakan hadis yang sama tentang Sahabat lain untuk mengimbanginya. Hal ini sangat menyenangkan saya, dan mendinginkan hati saya dan akan melemahkan kedudukan Abu Turab dan Syi’ahnya’.

Ia juga memerintahkan untuk mengkhotbahkannya di semua desa dan mimbar (fi kulli kuratin wa’ala kulli minbarin). Keutamaan para Sahabat ini menjadi topik terpenting di kalangan para Sahabat, beberapa jam setelah Rasul wafat, sebelum lagi beliau dimakamkan. Keutamaan ini juga menjadi alat untuk menuntut kekuasaan dan setelah peristiwa Saqifah topik ini masih terus berkelanjutan. Para penguasa dan para pendukungnya membawa hadis hadis  tentang keutamaan sahabat untuk ‘membungkam’ kaum oposisi, dan demikian pula sebaliknya.

Dalam menulis buku sejarah, seperti tentang peristiwa Saqifah, yang hanya berlangsung beberapa jam setelah wafatnya Rasul Allah saw, harus pula diadakan penelitian terhadap para pelapor, prasangka prasangkanya, keterlibatannya dalam kemelut politik, derajat intelektualitas, latar belakang kebudayaannya, sifat sifat pribadinya, dengan melihat bahan bahan sejarah tradisional yang telah dicatat para penulis Muslim sebelum dan setelah peristiwa itu terjadi. Tulisan sejarah menjadi tidak bermutu apabila penulisnya terseret pada satu pihak, dan memilih laporan laporan tertentu untuk membenarkan keyakinannya.

Sebagai contoh, hadis hadis dan laporan lainnya dari Abu Hurairah. Laporannya sangat berharga untuk memahami kemelut politik pada zaman itu, bagaimana sikap masa bodoh penguasa terhadap agama setelah Khulafa’urRasyidin dan pengaruhnya terhadap perkembangan keagamaan. Tetapi mutu laporannya sendiri terhadap suatu peristiwa ‘politik’, haruslah diragukan.

Sunni bilang “Pedomanilah Sahabat”… Termasuk mempedomani Abdullah bin Umar yang tidak mau membaiat Ali di kemudian hari, malah membaiat Mu’awiyah dan Yazid bin Mu’awiyah dan gubernur Hajjaj bin Yusuf yang membuat buat hadis yang memojokkan Ali ????????????? Hadis Sunni Banyak Di Produksi Untuk Menjustifikasi Tindakan Para Khalifah / Sahabat…

Ibnu Umar: Ali Tidak Masuk Khalifah Rasyidun


Seluruh sejarawan baik dari pihak syiah maupun sunni mengatakan bahwa ahlulbait Nabi tinggal bermukim di kota madinah. Mengapa sedikit sekali orang-orang Madinah yang katanya sunni itu mengambil hadis dari para Imam Ahlul Bait?.

Abdullah bin Umar tidak mau membaiat Ali di kemudian hari, malah membaiat Mu’awiyah dan Yazid bin Mu’awiyah dan gubernur Hajjaj bin Yusuf. Keduanya membuat hadis hadis yang memojokkan Ali…Abu Hurairah menyampaikan 5374 hadis, Ibnu ‘Umar 2630, Anas bin Malik 2286 dan ‘A’isyah 2210.


Abdullah bin Umar, yang sering disebut Ibnu Umar, anak khalifah Umar bin Khaththab, tidak mau membaiat Ali, tapi ia membaiat Mu’awiyah setelah ‘Tahun Persatuan’, Yazid dan ‘Abdul Malik. Ia juga shalat di belakang Hajjaj bin Yusuf, gubernur ‘Abdul Malik. Diceritakan tatkala ia mengulurkan tangan untuk membaiat Hajaj, Hajjaj bin Yusuf memberikan kakinya. Ibnu Umar adalah pembuat hadis terbanyak sesudah Abu Hurairah. Ummu’l mu’minin Aisyah nomor empat.

Ibnu Umar juga dituduh menghidupkan ijtihad ayahnya. Beberapa hadisnyamengenai kuutamaan (fadha’il) akan dikemukakan disini:
Ibnu Umar berkata: ‘Kami tidak memilih milih antara sesama  kami dizaman Rasul saw dan kami memilih Abu Bakar, kemudian Unar bin Khaththab kemudian Utsman bin ‘Affan ra’. 177

Dan di bagian lain 178 : ‘Kami di zaman Nabi saw tidak mendahulukan Abu Bakar dengan siapapun, kemudian Umar kemudian Utsman, kemudian kami meninggalkan sahabat Nabi yang lain, kami tidak saling mengutamakan di antara mereka’ dan lain lain. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Thabrani dari Ibnu Umar: ‘Kami berbicara pada saat Rasul Allah saw masih hidup: ‘Yang paling utama di antara manusia adalah Nabi saw, setelah beliau Abu Bakar, kemudian Umar dan kemudian Utsman. Rasul Allah mendengarnya dan beliau tidak mengingkarinya. 179

Ibnu Umar tidak menyebut Ali karena ia tidak membaiat Ali.
Ibnu Umar baru berumur 15 tahun waktu pecah perang Khandaq. Oleh karena itu Ali bin alJa’d misalnya mengatakan: Lihat anak itu, mengurus istri saja tidak bisa, lalu dia berani mengatakan ‘Kami mengutamakan..! 180

Maka bila ada hadis yang berpasangan, misalnya, yang satu untuk Ali dan yang satu lagi untuk ‘Abu Bakar atau Umar atau Utsman maka telitilah. Lihatlah konteks keluarnya hadis itu. Misalnya ada hadis ‘Rasul menutup semua pintu kecuali pintu (bab) untuk Ali. Tapi ada pula hadis serupa ‘Rasul menutup semua pintu kecuali pintu (Khaukhah) untuk Abu Bakar.

Atau hadis yang diucapkan Rasul pada saat akan wafat: ‘Bawalah kemari tinta dan kertas agar kutuliskan bagimu surat agar kamu tidak akan pernah tersesat sepeninggalku’.

Hadis di atas ada pasangannya yang dimuat dalam shahih Bukhari, Muslim dan shahih shahih lain yang diriwayatkan Aisyah bahwa Rasul saw pada saat sakit berkata kepadanya: ‘Panggil ayahmu, aku akan menulis untuk Abu Bakar sebuah surat, karena aku takut seseorang akan mempertanyakan
atau menginginkan (kekhalifahan), karena Allah dan kaum mu’minin menolakinya, kecuali Abu Bakar’. 181

Rujuk:
177. Shahih Bukhari dalam Kitab alManaqib, bab Keutamaan Abu Bakar sesudah Nabi, dari jalur ‘Abdullah bin ‘Umar, jilid 5, hlm. 243.
178. Shahih Bukhari dalam Kitab alManaqib, bab Keutamaan ‘Utsman, dari jalur ‘Abdullah bin ‘Umar jilid 5, hlm. 262.
179. Fat’halBari, jilid 7, hlm. 13.
180. Khatib, Tarikh, jilid 11, hlm. 363.
181. Lihat juga Ibn AbilHadid,Syarh Nahju’lBalaghah,jilid 6, hlm. 13.

Malapetaka  besar  ibarat  bumerang  menimpa  umat Islam yang  tidak mau taat pada wasiat  Imamah  Ali…. Pada  masa  Yazid  la’natullah  berkuasa, tahun 63 H/683 M pasukan Yazid bin Mu’awiyah menduduki Madinah, membunuh ribuan kaum Anshar dan keluarga mereka dan menghamili 1000 perempuan mereka.


Anehnya  Ibnu  Umar  justru  dengan  senang hati  mengakui  keimamahan  Yazid !!!

dalam Ahlussunnah wal Jamaah, ternyata memiliki juga 12 Imam yg berbeda dengan versi Syiah. Meski hal ini sudah jarang diketahui, tapi sempat terdokumentasikan oleh Al Suyuthi dalam Tarikh al Khulafa h.140 diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, bersabda Nabi SAAW: “Para khalifah setelahku ada 12 dan semuanya berasal dari Quraisy,”Ia kemudian mengatakan;”12 Imam tersebut adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Muawiyah, Yazid, al-Sifah, Salam, Mansur, Jabir, al Mahdy, al Amin dan Amir Ashab. Mereka semuanya adalah orang-orang saleh yang tidak ada duanya di muka bumi”.

jelas dalam riwayat tersebut di atas, nama Imam Ali AS apalagi keturunannya tidak masuk dalam hitungan .

=================================================
Bagaimana mungkin Anda mematuhi para pemimpin yang dilantik oleh Bani Umayyah atau Bani Abbasiah lalu meninggalkan para imam yang telah dilantik oleh Rasulullah SAWW lengkap dengan jumlah nya yang dua belas orang….

Mencengangkan Sikap Ibnu Umar yang membai’at Yazid :
Shahih Bukhari | No. 6744 | KITAB FITNAH-FITNAH (UJIAN/SIKSAAN) Dari Nafi’ (maula Ibnu Umar), dia berkata: Ketika penduduk Madinah ingin menanggalkan (menurunkan jabatan) Yazid ibn Mu’awiyah, Ibnu Umar mengumpulkan jama’ahnya dan putra-putranya, lalu di berkata: “Sungguh aku mendengar Nabi saw. bersabda: “Akan dipasang sebuah bendera bagi setiap pengkhianat pada hari kiamat”. Dan sungguh kita telah membai’atkan laki-laki (Yazid) ini atas dasar berbai’at kepad Allah dan Rasul-Nya, dan sungguh aku tidak mengetahui suatu pengkhianatan yang lebih besar dari pada bai’atnya seorang laki-laki atas dasar berbai’at kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian dia menyatakan berperang kepadanya. Dan sungguh aku tidak mengetahui seorang dari kamu yang menanggalkan dia (Yazid) dan tidak berbai’at (kepada seseorang) dalam urusan (kepemimpinan) ini kecuali adalah pemisah antara aku dengan dia (seorang dari kamu)”.

——————————–
Inilah Bukti Kekejaman Perawi Hadis Aswaja Sunni :
Shahih Bukhari | No. 6744 | KITAB FITNAH-FITNAH (UJIAN/SIKSAAN)
Dari Nafi’ (maula Ibnu Umar), dia berkata: Ketika penduduk Madinah ingin menanggalkan (menurunkan jabatan) Yazid ibn Mu’awiyah, Ibnu Umar mengumpulkan jama’ahnya dan putra-putranya, lalu di berkata: “Sungguh aku mendengar Nabi saw. bersabda: “Akan dipasang sebuah bendera bagi setiap pengkhianat pada hari kiamat”. Dan sungguh kita telah membai’atkan laki-laki (Yazid) ini atas dasar berbai’at kepad Allah dan Rasul-Nya, dan sungguh aku tidak mengetahui suatu pengkhianatan yang lebih besar dari pada bai’atnya seorang laki-laki atas dasar berbai’at kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian dia menyatakan berperang kepadanya. Dan sungguh aku tidak mengetahui seorang dari kamu yang menanggalkan dia (Yazid) dan tidak berbai’at (kepada seseorang) dalam urusan (kepemimpinan) ini kecuali adalah pemisah antara aku dengan dia (seorang dari kamu)”.

Karena keimamam itu bukanlah berdasarkan pemilihan sahabat Nabi SAW, tapi berdasarkan Nash dari Rasulullah SAW…

Apa bukti Ahlul bait sampai matipun menolak Abubakar sebagai pemimpin keagamaan dan pemimpin negara secara yuridis ??? Ya, buktinya Sayyidah FAtimah sampai mati pun tidak mau memaafkan Abubakar dan Umar cs.

Umar bin Khattab Pembuka Jalan Bagi Berkuasanya Bani ‘Umayyah Memerangi dan Menzalimi Ahlul bait a.s


Sepeninggal Rasul, dari empat khalifah yang empat,  tiga di antaranya dibunuh tatkala sedang dalam tugas, yaitu Umar, Utsman dan Ali. Yang menarik adalah ramalan Umar bin Khaththab bahwa Utsman akan dibunuh kerana membuat pemerintahan yang nepotis sepertiyang dikatakannya.

Umar seperti melibat bahaya munculnya sifat-sifat jahiliah ini sehingga tatkala ia baru ditusuk oleh Abu Lu’lu’ah dan mengetahui bahwa ia akan meninggal pada tahun 24 H-645M, ia memanggil keenam anggota Syura yang ia pilih sendiri.

Umar berkata: “Sesungguhnya Rasul Allah telah wafat dan ia rida akan enam tokoh Quraisy: Ali, Utsman, Thalhah, Zubair, Sa’d dan Abdurrahman bin ‘Auf.”

Kepada Thalhah bin Ubaidillah ia berkata: “Boleh saya bicara atau tidak!”
Thalhah:‘Bicaralah!’.

Umar: “Engkau belum pernah berbicara baik sedikit pun juga. Aku ingat sejak jarimu putus pada perang Uhud, orang bercerita tentang kesombonganmu, dan sesaat sebelum RasulAllah wafat, ia marah kepadamu [34] karena kata-kata yang engkau keluarkan sehingga turun ayat hijab…Bukankah engkau telah berkata: “Bila Nabi saww wafat aku akan menikahi jandanya? “Bukankah Allah SWT lebih berhak terhadap wanita sepupu kita, yang menjadi istrinya, dari diri kita sendiri, sehingga Allah SWT menurunkan ayat:
“Tiadalah pantas bagi kamu untuk mengganggu Rasul Allah, atau menikahi janda-jandanya sesudah ia wafat. Sungguh yang demikian itu suatu dosa besar menurut Allah”.[1]

Di bagian lain: “Bila engkau jadi khalifah, engkau akan pasang cincin kekhalifahan di jari kelingking istrimu”. Demikian kata-kata Umar terhadap Thalhah.
Seperti diketahui ayat ini turun berkenaan dengan Thalhah yang mengatakan:“ Muhammad telah membuat pemisah antara kami dan putri-putri paman kami dan telah mengawini para wanita kami. Bila sesuatu terjadi padanya maka pasti kami akan mengawini jandanya”Dan  di bagian lain: “Bila Rasul Allah saw wafat akan aku kawini Aisyah kerana dia adalah sepupuku.” Dan berita ini sampai kepada Rasul Allah saw, Rasul merasa terganggu dan turunlah ayat hijab’. [2]
Kemudian kepada Zubair, Umar berkata : “Dan engkau, ya Zubair, engkau selalu gelisah dan resah, bila engkau senang engkau Mu’min, bila marah, engkau jadi kafir, satu hari engkau seperti manusia dan pada hari lain seperti setan. Dan andaikata engkau jadi khalifah, engkau akan tersesat dalam peperangan. Bisakah engkau bayangkan, bila engkau jadi khalifah? Aku ingin tahu apa yang akan terjadi pada umat pada hari engkau jadi manusia dan apa yang akan terjadi pada mereka tatkala engkau jadi setan, yaitu tatkala engkau marah. Dan Allah tidak akan menyerahkan kepadamu urusan umat ini selama engkau punya sifat ini” [3]

Di bagian lain: “Dan engkau ya Zubir, demi Allah, hatimu tidak pernah tenang siang maupun malam, dan selalu berwatak kasar sekasar-kasarnya; jilfan jafian”. [4]

 Bersama Aisyah, Thalhah dan Zubair setelah membunuh Utsman memerangi Ali dan menyebabkan paling sedikit 20.000 orang meninggal dalam Perang Jamal. Dan selama puluhan tahun menyusul, beribu-ribu kepala yang dipancung banyak tangan dan kaki yang dipotong, mata yang dicungkil dengan mengatas namakan menuntut darah Utsman.

Kepada Utsman, Umar berkata: “Aku kira kaum Quraisy akan menunjukmu untuk jabatan ini kerana begitu besar cinta mereka kepadamu dan engkau akan mengambil Bani‘Umayyah dan Bani Mu’aith untuk memerintah umat. Engkau akan melindungi mereka dan membagi-bagikan Uang baitul mal kepada mereka dan orang-orang akan membunuhmu, menyembelihmu di tempat tidur”[6]

Atau menurut riwayat dari Ibnu Abbas yang didengarnya sendiri dari Umar “Andaikata aku menyerahkan kekhalifahan kepada Utsman ia akan mengambil Banu Abi Mu’aith untuk memerintah umat. Bila melakukannya mereka akan membunuhnya”.[7]

Di bagian lain, dalam lafal Imam Abu Hanifah: “Andaikata aku menyerah kekhalifahan kepada Utsman, ia akan mengambil keluarga Abi Mu’aith untuk memerintah umat, demi Allah andaikata aku melakukannya, ia akan melakukannya, dan mereka akhirnya akan memotong kepalanya”. [8] Atau di bagian lain: Umar berwasiat kepada Utsman dengan kata-kata: “Bila aku menyerahkan urusan ini kepadamu maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah mengambil keluarga Banu Abi Mu’aith untuk memerintah umat’. [9]

Mari kita lihat ‘ramalan’ Umar bin Khaththab. Tatkala Imam Ali menolak mengikuti peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan (Sunnah) Abu Bakar dan Umar, dalam pertemuan anggota Syura,Utsman justru sebaliknya. Ia berjanji menaati peraturan dan keputusan Abu Bakar dan Umar. [10] Ia menjadi khalifah tanggal 1 Muharam tahun 24 H pada umur 79 tahun dan meninggal dibunuh tanggal 18 Dzulhijjah tahun 35 H/ 17 Juni 656 M.

Pemerintahannya dianggap nepotis oleh banyak kalangan. Misalnya, ia mengangkat anggota keluarganya, yang bernama Marwan anak Hakam Ibnu ‘Abi’l Ash yang telah diusir Rasul saww dari Madinah kerana telah bertindak sebagai mata-mata musuh. Utsman membolehkania kembali dan mengangkatnya menjadi Sekretaris Negara.

Utsman juga memperluas wilayah kekuasaan Mu’awiyah, yang mula-mula hanya kota Damaskus, sekarang ditambah dengan Palestina, Yordania dan Libanon. Ia memecat gubernur-gubernur yang ditunjuk Umar dan menggantinya dengan keluarganya yang Thulaqa  [11], ada di antaranya yang pernah murtad dan disuruh bunuh oleh Rasul, dilaknat Rasul, penghina Rasul dan pemabuk. Ia mengganti gubernur Kufah Sa’d bin Abi Waqqash dengan Walid bin ‘Uqbah bin Abi Mu’aith, saudara seibu dengannya. Walid disebut sebagai munafik dalam Al-Qur’an.

Ali, Thalhah dan Zubair, tatkala Utsman mengangkat Walid bin ‘Uqbah jadi gubernur Kufah, menegur Utsman: “Bukankah Umar telah mewasiatkan kepadamu agar jangan sekali-kali mengangkat keluarga Abi Waith dan Banu ‘Umayyah untuk memerintah umat?”  Dan Utsman tidak menjawab sama sekali’. [12]

Walid adalah seorang pemabuk dan penghambur uang negara. Utsman juga mengganti gubernur Mesir ‘Amr bin ‘Ash dengan Abdullah bin Sa’id bin Sarh, seorang yang pernah disuruh bunuh Rasul saww kerana menghujat Rasul. Di Bashrah ia mengangkat Abdullah binAmir, seorang yang terkenal sebagai munafik.
Utsman juga dituduh telah menghambur-hamburkan uang negara kepada keluarga dan paragubernur Banu ‘Umayyah’ yaitu orang-orang yang disebut oleh para sejarahwan sebagai takbermoral(fujur), pemabuk (shahibu‘l-khumur), tersesat(fasiq), malah terlaknat oleh Rasulsaww (la’in) atau tiada berguna(‘abats). Ia menolak kritik-kritik para sahabat yang terkenal jujur. Malah ia membiarkan pegawainya memukul saksi seperti Abdullah bin Mas’ud, pemegang baitul mal di Kufah sehingga menimbulkan kemarahan Banu Hudzail.

Ia juga membiarkan pemukulan ‘Ammir bin Yasir sehingga mematahkan rusuknya dan menimbulkan kemarahan Banu Makhzum dan Banu Zuhrah. Ia juga menulis surat kepada penguasa di Mesir agar membunuh Muhammad bin Abu Bakar. Meskipun tidak sampai terlaksana, tetapi menimbulkan kemarahan Banu Taim.

Ia membuang Abu Dzarr al-Ghifari –pemrotes ketidakadilan dan penyalahgunaan uang negara- ke Rabdzah dan menimbulkan kemarahan keluarga Ghifari. Para demonstran dating dari segala penjuru, seperti Mesir, Kufah, Bashrah dan bergabung dengan yang di Madinahyang mengepung rumahnya selama 40 hari  [13] yang menuntut agar Utsman memecat Marwan yang tidak hendak dipenuhi Utsman. Tatkala diingatkan bahwa uang Baitul Mal adalahmilik umat yang harus dikeluarkan berdasarkan hukum syariat seperti sebelumnya oleh ‘AbuBakar dan Umar ia mengatakan bahwa ia harus mempererat silaturahmi dengan keluarganya.Ia mengatakan: “Akulah yang memberi dan akulah yang tidak memberi. Akulah yang membagi  uang sesukaku!”.[14]

Utsman memberikan kebun Fadak kepada Marwan, yang telah diambil oleh Abu Bakar dari Fathimah  SA putrid Rasulullah SAWW.

Dirham adalah standar mata uang perak dan dinar adalah standar mata uang emas. Satudinar berharga sekitar 10-12 dirham. Satu dirham sama harganya dengan emas seberat 55butir gandum sedang. Satu dinar seberat 7 mitsqal. Satu mitsqal sama berat dengan 72 butirgandum. Jadi satu dinar sama berat dengan 7 X 72 butir gandum atau dengan ukuransekarang sama dengan 4 grain. Barang dagangan satu kafilah di zaman Rasul yang terdiridari 1.000 unta, dan dikawal oleh sekitar 70 orang berharga 50.000 dinar yang jadi milikseluruh pedagang Makkah. Seorang budak berharga 400 dirham.

Contoh penerima hadiah dari Utsman adalah Zubair bin ‘Awwam. Ia yang hanya kepercikanuang baitul mal itu, seperti disebut dalam shahih Bukhari, memiliki 11 (sebelas) rumah diMadinah, sebuah rumah di Bashrah, sebuah rumah di Kufah, sebuah di Mesir…Jumlahuangnya, menurut Bukhari adalah 50.100.000 dan di lain tempat 59.900.000 dinar, disamping [15] seribu ekor kuda dan seribu budak.  [16]

Aisyah menuduh Utsman telah kafir dengan panggilan Na’tsal [17] dan memerintahkan agar iadibunuh. Zubair menyuruh serbu dan bunuh Utsman. Thalhah menahan air minum untukUtsman. Akhirnya Utsman dibunuh. Siapa yang menusuk Utsman, tidak pernah diketahuidengan pasti. Siapa mereka yang pertama mengepung rumah Utsman selama empat bulandan berapa jumlah mereka dapat dibaca sekilas dalam catatan berikut. Mu’awiyah mengejarmereka satu demi satu.

—————————————————————————————————-
  1.  Sebagaimana biasa, banyak perdebatan telah terjadi mengenai kata-kata ‘Umar ini. Bukankah ‘Umar mengatakan bahwa Rasul Allah saww rida kepada mereka berenam?.
  2.  Al-Qur’an, al-Ahzab (33), ayat 53.
  3.  Lihat Tafsir al-Qurthubi jilid 14, hlm. 228; Faidh al-Qadir, jilid,4, hlm. 290; Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hlm.506; Tafsir Baqawi jilid 5, hlm. 225; Ibn Abil Hadid, Syarh Nahju’l-Balaghah, jilid 1, hlm. 185, 186, jilid 12, hlm. 259 dan lain-lain.
  4. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju’l-Balaghah, jilid 1, hlm. 175.
  5. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju’I-Balaghah, jilid 12, hlm. 259.
  6. Ibn Abil-Hadid, Syarh Nahju’l-Balaghah, jilid 1, hlm. 186.
  7. Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 16.
  8.  Abu uysuf dalamal-Atsar, hlm. 215.
  9. 9.      Ibnu Sa’d,Thabaqat, jilid 3, hlm. 247; Baladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm 16; Mithibbuddin Thabari,Ar-Riydah an-Nadhirah, jilid 2, hlm. 76
  10. Lihat Bab 15, ‘Sikap ‘Ali terhadap Peristiwa Saqifah’ dan Bab 14: ‘Pembaiatan ‘Umar dan’Utsman’.
  11. Yang dibebaskan, baru memeluk Islam setelah penaklukan Makkah.
  12. Ba-ladzuri, Ansab al-Asyraf, jilid 5, hlm. 30.
  13. Menurut Mas’udi, ‘Utsman dikepung selama 49 hari, Thabari 40 hari, dan ada yang mengatakan lebih dari itu. Ia dibunuh malam Jumat 3 hari sebelum berakhir bulan Dzul Hijah, tahun 34 H, 8 Juli 655 M. LihatMurujadz-Dzahab, jilid 1, hlm. 431-432
  14. Dengan lafal yang sedikit berbeda lihatlah Shahih Bukhari, jilid 5, hlm. 17; Sunan Abu Dawud, jilid 2, hlm.25.
  15. Shahih Bukhari, Kitab Jihad, jilid 5, hlm. 21 dll.
  16. Lihat Mas’udi, Muruj adz-Dzahab, jilid 1, hlm. 424.
  17. Nama lelaki asal Mesir dan berjanggut panjang menyerupai ‘Utsman. Dalam al-Lisan al-’Arab Abu Ubaid berkata: ‘Orang mencerca ‘Utsman dengan nama Na’tsal ini’. Ada yang mengatakan Na’tsal ini orang Yahudi.

Sunni adalah pengikut Bani Umayyah, bukan pengikut Bani Hasyim

Shiite History:Wahabi/Deobandi are the followers of Bani Umayyah not Bani Hashim.

[MUST WATCH] Imam Khomeini Talking about TODAY situation - Persian sub English - ShiaTV.net 

Many scholars of our Sunni brethren claim that the Prophet did not leave a successor. Is this true? watch to find out from their own books.

Imam Ali 1st Khalifa! [Eng] من كان اول خليفة لرسول الله (ص)؟؟


Dinasti Umawi sejak dari pertama kali mereka menyertai Islam, telah banyak kali mempermainkan Islam atau cuba mempermainkannya secara sembunyi-sembunyi. Mereka ingin mengatur Islam mengikut kehendak mereka, dan menjauhkan pengikutnya dari pelindungnya yang sebenar, yakni Ahlulbait(as) Nabi(sawa) yang suci.
“Golongan Umawi telah menipu Nabi serta dakwahnya, kita telah mengetahui,  bagaimana Islamnya pemimpin Umawi yakni Abu Sofyan, dan kita tahu bagaimana tidak tersisa sedikitpun untuk Umawiyin  kedudukan-kedudukan apapun secara aklamasi dalam lingkungan Islam, yang mana kemunculan Islam membawa keberuntungan dan kemenangan bagi pihak Bani Hasyim, dalam naungan Islam, mereka mempersiapkan langkah awal untuk diri mereka sendiri dan mengutamakan kekuasaan, dan mereka telah mendapatkan dalam kekuasaan Yazid bin Abi Sofyan dan Muawiyah setelahnya di Syam. Langkah pertama, mereka dapat menginjakkan kaki-kaki mereka, setelah itu mereka mendapatkan kesempatan untuk bangkit  melakukan kejahatan-kejahatan atau teror.” (Al Imam Husain karangan Abdullah Al Alili  (dari madrasah sahabat) pada hal 31).
Dalam kitab yang sama pada bab Inqilab Umawi atau Atsauroh Hukumah Al Khulafa hal 55.
“Sungguh kebanyakan mereka menjauhkan penisbatan pembrontakan kudeta ini kepada kelompok Umawi, padahal kudeta yg di maksud itu adalah Bani Umayah. akan tetapi kita memiliki nas nas dan yang pasti tidak ada yang sanggup menyanggah atau melawan. sesungguhnya aku menasihati kepada setiap orang yang sibuk dengan sejarah, bahwa pada situasi atau era ini hendaknya mereka mengutamakan diantara pelajaran-pelajaran mereka itu sebuah kitab yang berjudul “ An Niza’ Wattakhosum Fima Baina Bani Umayyah Wa Bani Hasyim (artinya keributan dan perselisihan yang terjadi antara Bani Umayah dan Bani Hasyim )“ karangan Taqiyudin Al Miqrizi yang mana didalamnya Al Miqrizi berkata :
“Tujuan pokok kelompok ini adalah mengumpulkan hukum-hukum yang dibuat oleh Bani Umayyah. Yang kemudian lahirlah ajaran-ajaran Islam  versi Umawi melalui riwayat-riwayat palsu tentang keutamaan-keutamaan Muawiyah bin Abi Sofyan yang mereka terapkan dan menyingkirkan keutaman-keutamaan Ali.
Adapun diantara pokok-pokok penting akidah madrasah Ahlul Bait adalah keyakinan mereka akan kemaksuman Ali dan Ahlul Bait. Sementara madrasah sahabat atau Ahlu Sunnah Wal Jamaah tidak meyakini kemaksuman Ali dan Ahlul Bait.

Adapun yang membezakan antara madrasah para sahabat dan madrasah Bani Umayyah adalah,  Madrasah para sahabat(Ahlulsunnah) meyakini dan mengakui kedudukan tinggi yang dimiliki oleh Ali dan Ahlulbait. Mereka meyakini bahawasanya Ahlulbait memiliki kedudukan, keutamaan dan menganggap kecintaan kepada mereka sebagai iman, dan membenci mereka sebagai kufur. Paling tidak, mereka meyakini samada Ali dan Fatimah atau Ali sahaja.

Berbeda dengan mazhab Bani Umayah yang selalu berusaha menyingkirkan Ali dari semua keutamaan-keutamaan serta kedudukan-kedudukannya.

Apa buktinya, kalau Islam versi Bani Umayyah berusaha menyingkirkan Ali dari semua keutamaan-keutamaannya?

Buktinya adalah mereka mensunahkan membenci Ali, mencacinya, dan berlepas diri darinya diatas mimbar-mimbar mereka. Hal itu diperkuat oleh Ibn Taimiah salah seorang dari para syekh Umawi dengan mengatakan : Sesungguhnya para pejabat Muawiyah mereka adalah para pejabat Usman, dan mereka adalah orang-orang yang membenci Ali.

Di dalam kitab Faidul Qodir Jilid 3 halaman 18 hadis ke 2631, terbitan Dar Fikr, cetakan pertama, tahun 1426 – 1427 H, (karangan Muhammad Abd Rouf lahir th 1545 wafat 1622 M / 952 – 1031 H):
Rasul saw bersabda“sesungguhnya aku tinggalkan pada kalian dua khalifah satu adalah Kitabullah tali yang terbentang antara langit dan bumi,dan yang kedua adalah Itrohku Ahlul Baitku. Sungguh keduanya tidak akan pernah berpisah hingga menjumpaiku di telaga .
Al Manawi mengomentari hadis ini : “ Itrohku Ahlul Baitku mereka adalah Ashabul Qisa, Allah telah menjaga mereka dari dosa dan mensucikan mereka sesuci-sucinya. dan disebut orang-orang yang di haramkan menerima zakat.
dan diperkuat oleh Qurtubi yang mengatakan :
” Wasiat ini dan penguatan agung ini menetapkan akan wajibnya menghormati kelurganya-pen. Ahlul bait-, berbuat baik kepada mereka, menghormati dan mencintai merekaadalah kewajiban yang di fardukan, yang mana tidak ada alasan bagi seseorang menyimpang darinya. hal ini seiring dengan sesuatu yang telah diketahui melalui karakteristik mereka dengan Nabi Saw karena mereka bagian darinya, sebagaimana Nabi Saw bersabda : ” Fatimah bagian dariku “. Pada saat yang sama Bani Umayah menolak kebenaran-kebenaran dengan cara menentang. Mereka menumpahkan darah Ahlul Bait, menawan wanita-wanita dan anak-anak kecil mereka, membakar rumah-rumah mereka, merendahkan kemulian dan keutamaan mereka, serta menganggap sunnah mencaci dan melaknat mereka,  mereka telah menentang Rasul saw dalam wasiatnya dan memutarbalikan maksudnya”.
Apa kata Ibn Taimiyah ? musykilah Bani Umayah adalah perbincangan mereka tentang Ali dan tidak berkata cacimaki mereka pada Ali, kata Ibn Taimiyah dalam kitabnya.

Apa yang telah dilakukan Bani Umayyah kepada Ahlul Bait, yangmana Allah swt telah memerintahkan untuk mencintai mereka.- kami tidak mengatakan taat pada mereka?

Para ulama bersepakat atas wajibnya mencintai Ahlul Bait, menghormati, dan bersolawat kepada mereka. Tidak ada yang berbeda pendapat tentangnya kecuali dia keluar dari Islam. Oleh Karena itu, hendaknya kita tidak mencampuradukkan antara mazhab Bani Umayyah dengan madrasah sahabat atau Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Apakah benar masalah seputar caci maki Bani Umayyah terhadap Ali terdapat dalam kitab-kitab hadis dan kitab-kitab sejarah???

Dalam kitab Tarikh Thabari Jilid 2 halaman 239, terbitan Maktabah At Taufiqiyah (karangan Abu Ja’far At-Thabari, lahir 839 wafat 923 M / 224 – 310 H):
“Sesungguhnya Muawiyah bin Abi Sofyan ketika melantik Mughiroh bin Syu’bah di Kufah pada bulan jumady tahun 41 H, dia memanggilnya. Lalu dia (Muawiyah bin Abi Sofyan) mengucapkan puja puji kepada Allah Swt kemudian berkata :
“Aku ingin mewasiatkan kepadamu mengenai banyak hal, dan aku serahkan karena aku percaya terhadapmu atas sesuatu yang membuat aku rido dan membahagiakan kekuasaanku, dan memperbaiki kepemimpinanku, namun aku tidak mau meninggalkan wasiat padamu mengenai satu hal :”Janganlah kamu berhenti dari mencaci dan menghina Ali, berkasih sayanglah kepada Usman dan memintakan ampunan untuknya, dan celalah para sahabat Ali, serta asingkanlah mereka, dan jangan hiraukan ucapan-ucapan mereka, dengan memuji Syiah Usman ridwanallah alaih, dekatilah, dan dengarkanlah mereka, Mugiroh bin Syu’bah menjawab :” sungguh aku telah melakukannya sebelum aku diperintahkan, dan aku telah mengerjakannya sebelum kamu dan selain kamu”.
Mugiroh bin Syu’bah berkuasa di kufah sebagai pelayan Muawiyah selama 7 tahun beberapa bulan. Dan itu adalah pejalanannya yang terbaik, dan kecintaannya yang sangat terhadap kesejahteraan, hanya saja ia tidak pernah  meninggalkan menghina Ali dan senantiasa melakukannya dan selalu mencela pembunuh Usman, serta melaknat mereka, berdoa untuk Usman dengan rahmat dan ampunan dan mensucikan para sahabatnya…..
Bagaimana riwayat ini dengan hadis yang terdapat dalam Sohih Muslim ketika Muawiyah bin Abi Sofyan menyuruh Sa’ad bin Abi Waqqos untuk mencela Ali??
Mustadrak Al Hakim Jilid 1 halaman 493, terbitan Dar Fikr tahun 1422 H/2002M (karangan Abu Abdillah Al Hakim An-naisabury, lahir 933 – 1015 M/321– 405 H):
Dari Zaid bin ‘Alaqoh dari pamannya : “ Sungguh Mughiroh bin Syu’bah mencaci Ali bin Abi Thalib. Kemudian Zaid bin Arqom berdiri seraya berkata :
“Hai, Mughiroh, tidakkah engkau tahu sesungguhnya Rasul saw telah melarang  mencacimaki orang mati. Kenapa engkau mencaci Ali sementara ia telah meninggal..?
Disini Zaid bin Arqom tidak mengatakan : ”kenapa engkau mencacimaki Ali, padahal dia adalah Nafsunnabi ( diri Nabi ), yang mencintai Allah dan Rasulnya, yang termasuk khalifah ke empat, dan yang……dst, sesungguhnya Zaid bin Arqom tidak mampu melakukan semua itu, karena dia takut terhadap kezaliman Bani Umayah).

Pertanyaannya sekarang adalah kenapa sebagian ulama meragukan kitab Mustadrak Sohihain ?
Dalam Kitab Silsilah Al-Ahadis Sohihah, Jilid 5 halaman 520, terbitan maktabah Ma’arif, cetakan pertama tahun 1422 H/ 2002 M (karangan Muhammad Nasirudin Albani, lahir 1914 wafat 1999 M/ 1332-1420 H) :
Al-Hakim telah mengeluarkan hadis dari Zaid bin ‘Alaqoh, dari pamannya : Sesungguhnya Mugiroh bin Syu’bah telah mencacimaki Ali bin Abi Thalib……. Al-Hakim berkata :” Hadis tersebut Sohih menurut syarat Muslim ” dan Adz dzahabi menyepakatinya. Aku (Al-Bani)berkata :” dan itu sebagaimana yang telah dikatakan oleh keduanya ……………….dst.
Jadi Al-Bani dan Adz-Dzahabi keduanya mensohihkan hadis berikut ini : “sesungguhnya mugiroh bin syu’bah telah mencacimaki Ali” dan cacimaki ini diriwayatkan didalam Tarikh At Thabari tentang wasiat Muawiyah.

Padahal Adz-Dzahabi termasuk dari mazhab Umawy bukan dari  madrasah Sahabat atau Ahlu Sunnah wal Jamaah.

Didalam kitab Siyar ‘Alam An-Nubala Jilid 12 halaman 573-574, terbitan Darul Hadis tahun 1427 H / 2006 M (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H):
“Aku telah mengumpulkan jalur-jalur hadis ”burung” kedalam satu bagian. Dan jalur-jalur hadis “ siapa yang menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya”, adalah hadis paling sohih. Dan yang paling sohih dari hadis tersebut adalah hadis yang telah dikeluarkan oleh Muslim dari Ali yang berkata:” Sesungguhnya Nabi saw mengamanahkan kepadaku: ” sungguh tidak ada yang mencintaimu kecuali mukmin dan tidak ada yang membencimu kecuali munafik”, disini terdapat tiga masalah[1] ada segolongan yang mencintainya dan ada golongan Nasibi yang membenci Ali karena kebodohan mereka “.
Dengan maksud untuk membebaskan Muawiyah bin Abi Sofyan dan Bani Umayyah.
Sementara dalam kitab yang sama ketika sampai pada Abu Bakar pada Jilid 12 halaman 266:
Dari Jabir :  seorang mukmin tidak membenci Abu Bakar dan Umar, dan seorang munafik tidak  akan mencintai keduanyahadisnya diabaikan dan matannya benar [2] Akan tetapi hadis tersebut dikenal tidak sohih.

Semua nas dan ketetapan mengenai keutamaan Ali biasanya mazhab bani Umayyah langsung memberikannya kepada orang lain dengan tujuan untuk menghilanglah keutamaan-keutamaan Ali.
———
Note :
  1. Didalam hadis itu tidak ditujukan untuk Ali, karena tidak menyebutkan sanadnya siapa yang meriwayatkan dalam sohih Muslim tersebut, akan tetapi permasalahannya ada pada matan hadisnya
  2. walaupun sanadnya bohong, namun untuk Ali ada permasalahan dikarenakan matannya
saudaraku….
Sesungguhnya Islam yang berusaha diterapkan oleh keturunan umayyah dan berusaha untuk mengatur umat Islam  dengan Islamnya itu. Mempunyai pengaruh  dan idiologi yang sangat berbahaya bagi umat Islam.Karena kita dapati bahwa sekte atau kelompok ini dan Islam yang terdapat dalam ajaran-ajarannya serta strategi-strateginya secara umum berusaha mengarah kepada sekelompok cendikiawan muslim untuk memberikan dasar-dasar serta berpendapat  dengan Islam yang telah diusahakan oleh bani umayyah.
Lebih berbahaya lagi adalah, kelompok ini berusaha mengaku sebagai Islam Sahabat atau Ahlusunnah wal Jamaah. Ini adalah beberapa bahaya yang sangat mendasar. Sementara Islam danajaran-ajaran yang terdapat dalam madrasah sahabat memiliki banyak perbedaan yang sangat asasi, baik dari sisi Islamnya, langkah-langkahnya, idiologinya dengan Islam  yang diterapkan oleh Bani Umayyah. Objek inilah yang harus kita pisahkan antara Mazhab Ahlusunnah Wal Jamaah dengan Mazhab Bani Umayyah.

Karena itu, kejadian in ibukan saja kejadian sejarah. Tentang bagaimana masuk Islamnya Bani Umayyah pada futuh Makkah, sedangkan mereka termasuk tulaqa (artinya-orang-orang yang dibebaskan oleh Nabi saww), bagaimana mereka dapat berkuasa sementara mereka tidak memiliki keahlianagama dan pengetahuan begitupun muawiyah dan keluarganya?. dan bagaimana merekadapat mengaku sebagai Amirul Mukminin kepada kaum muslimin ?, dan mengaku sebagaiKhalifah Rasulullah saww dan Muslimin ?.
Sesungguhnya Islamnya tersebut adalah Islam versi Umawi yaitu Muawiyah bin Abi Sofyan sangat bertolakbelakang dengan Islam Muhammadi atau Nabawi atau hakiki yang mana Rasul sawwingin mendidik umat dengan Islam yang hakiki.

Oleh karena itu, Ketika Muawiyah bin Abi Sofyan memperoleh kekuasaan politik dan menjadi seorang khalifah serta menjadi Amirul Mukminin yang kemudian dikenal dengan nama Islam Bani Umayyah, ia segera melakukan beberapa hal setelah itu.

Pertama :
Muawiyah bin Abi Sofyan menetapkan untuk menyebut Ali dan keutamaan-keutamaannya dan mengganti semua riwayat dari Rasul saww dan juga apa-apa yang telah diriwayatkan dari para sahabat tentang Ali dan keutamaan-keutamaannya dengan cara mengurangi keutamaan-keutamaan Ali.

Pertanyaannya adalah :
Benarkah  Muawiyah bin Abi Sofyan menyuruh demikian ?

Jawabnya terdapat:
Di dalam kitab Shahih Muslim, kitab keutamaan Sahabat,bab keutamaan Ali bin Abi Thalib Jilid 2 halaman 448 hadis ke 2404, cetakan DarFikr  tahun 1414 / 1993 (karangan Muslim bin Hajjaj An-naisaburi, lahir th 820 wafat th 875 M /  204-261 H):
Dari Amar bin Sa’ad bin Abi Waqqos dari ayahnya iaberkata: ” Muawiyah telah memerintahkan Sa’ad, apa yang mencegah engkau dari mencaci Abu Turab ?. Sa’ad menjawab: ” aku ingat Tiga hal  yang Rasul saww pernah bersabda, dan aku tidak akan pernah mencacinya, karena seandainya salah satu dari tiga itu aku miliki, lebih aku sukai daripada unta merah. :
  1. Ali berkata kepada Rasul Saww : ” Ya Rasulullah engkau tinggalkan akubersama para wanita dan anak-anak kecil ? kemudian Rasulullah menjawab :”tidakkah engkau rido menjadi bagian dariku sebagaimana  kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidakada Nabi setelahku.[Untuk lebih jelasnya, tentang apa yangdimaksud oleh Rasul saww dengan kedudukan tersebut maka silahkan buka Qs.20:30-32 "(yaitu) Harun, saudaraku teguhkanlah dengan dia kekuatanku danjadikankanlah dia sekutu dalam urusanku"hadis initerdapat pula dalam Bukhori Jilid 2 halaman 300.]
  2. Dan aku mendengar beliau bersabda pada perang Khaibar: “Pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya dan Allah serta Rosulnya mencintai dia.” [(buka Qs. 3:31). dalam ayat tsb menjelaskan bahwa amirul mukminin adalah sebagai tolok ukur yang paling utama bagi orang yang mengikuti Rasulullah saww. Dan hadis ini pun terdapat dalam kitab Bukhori Jilid 3 halaman 51. Rasul saww bersabda : "panggilkan untukku Ali, maka datanglah Ali menemui beliau dalam keadaan sakit mata, lalu Nabi memberi ludah pada matanya kemudian menyerahkan panji kepadanya,maka Allah memberikan kemenangan ditangannya.]
  3. Dan pada saat turun ayat ini “katakanlah mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian” kemudian Rasul saww memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu beliau berdoa” Ya Allah merekalah keluargaku. [Hadis ini menggugurkan pendapatyang mengatakan bahwa Istri-istri Nabi termasuk Ahlu Bait yang disucikan sesuci-sucinya sebagaimana yang terdapat dalam Qs. 33 : 33.]
Sementara Ibn Taymiyah adalah orang yang selalu meragukan semua riwayat yang didalamnya meriwayatkan keutamaan Ali dan Ahlul Bait.

Ketika kita sampai kepada nas-nas diatas kita mendapatkan kejelasan bahwa Muawiyah bin Abi Sofyan memang benar  telah memerintahkan Sa’ad bin Abi Waqqos untuk mencaci Ali. Hal itu, diperjelas oleh Ibn Taimiyah dalam kitabnya Minhajussunnah An-nabawiyah Jilid 5 halaman 23, terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004 (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H).  

Ibn Taimiyah berkata: “ Adapun hadis Sa’ad ketika Muawiyah bin Abi Sofyan memerintahkanpadanya untuk mencaci maki Ali lalu ia menolak”.

Dari perkataannya tersebut menunjukan bahwa Ibn Taymiyah memahami benar maksud dari hadis Sohih Muslim diatas?

Muawiyah adalah seorang sahabat, yang meminta sahabat lain untuk mencaci Ali. Bukankah hal ini termasuk mengurangi keutamaan sahabat ?

Dalam kitab Shawaiq al Muqriqahterbitan Maktabah Al Qohirah, cetakan ke 2 tahun 1385 H / 1965 M.Pada halaman 211, (karangan Ibn Hajar Al Haitami, lahir 1504 wafat 1567 M /909-974 H):
” Telah berkata Imam pada zamannya Abu Zur’ah Arrozi paling mulianyadiantara guru-guru Muslim, ia berkata : “jika kamu melihat seseorang mengurangi salah seorang sahabat Rasul saww. Ketahuilah sesungguhnya dia zindiq.
Dalam kitab yang sama dia berkata :” Abu Zur’ah Arrozi adalah orang yang duduk bersama Imam Ahmad bin Hanbal.
Bagaimana dengan Muawiyah bin Abi Sofyan yang menyuruh Sa’ad bin Abi Waqos untuk mencaci Ali. Bukankah Ali termasuk sahabat Rasulullah juga ?
Ibn Taimiyah berkeyakinan bahwa nas-nas yang menyatakan “Islam senantiasa Mulia hingga12 kholifah, semuanya dari Quraisy”, Ibn Taimiyah berkeyakinan bahwa dari 12 khalifah tersebut yang ke 7 dan ke 8 nya adalah dari Bani Umayah, bahkan dia meragukan apakah Ali termasuk dari mereka atau tidak ?.

Kedua:
Di dalam kitab Minhajus-Sunah An-Nabawiyah Jilid 8 halaman 238 terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H):
Maka para khalifah itu adalah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali kemudian diangkatlah seseorang yang disepakati manusia. ia mendapatkan kemuliaan, dan kekuasaan ia adalah Muawiyah dan anaknya Yazid kemudian Abdul Malik bin Marwan dan ke empat anaknya diantara mereka adalah Umar bin Abdul Aziz. Yang ke 8 dari 12 khalifah itu adalah mereka yang telah mendapatkan kabar gembira dari Nabi Ismail as. Dan sebagian daripara pembesar itu dari Bani Umayah.
Dengan kata lain Ibn Taymiyah tidak memasukkan Al-Hasan dan Al-Husain termasuk dari 12 Khalifah dan tidak termasuk para pembesar yang mendapatkan kabar gembira dari Nabi Ismail as. Secara tidak langsung Ibn Taimiyah lebih mengutamakan Yazid daripada Al-Hasan dan Al-Husain.

Sekarang nampak jelas bagi kita, bahwa mazhab Ibn Taymiyah sangat condong kepada Bani Umayah.
Ibn Taymiyah berkata : “Sebagian dari faktor-faktor semua itu adalah bahwa sesungguhnya mereka berada pada awal Islam dan era kejayaan. Kemudian Ibn Taimiyah berkata: ” yang sangat besar adalah manusia menaruh dendam kepada Bani Umayah dikarenakan dua hal, salah satunya adalah ” perbincangan mereka menjelek-jelekankan Ali” – (artinya caci maki mereka kepada Ali).
Ibn Taymiyah tidak berkata pelaknatan atau cacian mereka kepada Ali, akan tetapi menyepelekan masalah tersebut, dengan begitu dia dapat mengelabui dan menipu umat Islam terhadap sesuatu yang telah dilakukan Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait as.

Anehnya, Apabila menjelek-jelekan khalifah pertama, kedua dan ke tiga merupakan musykilah yang besar, namun apabila menjelek-jelekan Ali tidak termasuk musykilah yang besar.!

Kemudian Ibn Taymiyah berkata:
“yang dimaksud disini adalah sesungguhnya hadis yang didalamnya menyebutkan 12 khalifah, baik Ali ditetapkan termasuk darinya atau tidak adalah sama saja. (pen.Ibn taimiyah berusaha meragukan kembali, dengan alasan umat tidak sepakat terhadap Ali).
Kita kembali kepada nas yang disebutkan oleh Ibn Taymiyah yang berkata:
” yang sangat besar adalah manusia menaruh dendam kepada Bani Umayah karena dua hal salah satu dari keduanya adalah perbincangan mereka tentang Ali dan yang kedua mengakhirkan waktu Sholat.
Ibn Taymiyah berkata:
“Oleh karena itu, Umar bin Maroh Al Jumali telah meriwayatkan setelahkematiannya, dikatakan kepadanya. Apa yang telah Allah lakukan dengan semua itu? Ia (Umar bin Maroh Al Jumali) berkata : Allah telah mengampuniku karena aku selalu menjaga sholat-sholatku pada waktunya, dan karena kecintaanku kepada Ali bin Abi Thalib.  Ini adalah orang yang menjaga dua sunnah. Oleh karena itu, seseorang harus berpegang teguh dengan sunnah ketika telah bermunculan bid’ah” ( pen. Dari perkataannya Ibn Taymiyah mengakui bahwa cinta kepada Ali termasuk dari sunnah Nabawiyah. sekarang jelas bahwa Ibn Taimiyah kebanyakan lupa.)
Qs. 42 :23 (asy-Syura;23):

قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَىٰ ۗ وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada Al Qurba.” Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannyaitu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”.
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa Allah Swt telah mewajibkan kepada kita untuk mencintai Al Qurba sebagai upah atas dakwah Rasul saww, Siapakah Al Qurba yang wajib kita cintai itu ? mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein. Untuk lebih jelasnya silahkan rujuk beberapa kitab berikut :
  1. Tafsir Al Qurtubi Jilid 8 hal.16, terbitan Dar Fikr tahun 1424 H/ 2003M
  2. Tafsir fakhrurozi Jilid 14 hal.167, terbitan Dar Fikr tahun 2002/1423
  3. Mustadrak Al hakim Jilid 3 hal.51, terbitan Dar fikr tahun 2002/1422
  4. Fusulul Muhimmah hal. 27 karangan Ibn Shobag, terbitan Dar Adwa, cetakan ke dua
  5. Tafsir Baidowi Jilid 4 hal. 53, terbitan Dar Fikr
  6. Yanabiul Mawaddah karangan Al Qunduzy Al Hanafi, terbitan Muassasah Al Ilmiyah Beirut. dll
Qs 3:61(Ali Imran ;61):

فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta”.
Demikianlah riwayat-riwayat mereka mengenai kecintaan kepada para khalifah Bani Umayyah, sementara cinta kepada Ali terdapat dalam Al Qur’an. dan mereka wahabi selalu berkata :”kami pun mencintai Ali dan Ahlul Baitnya.”..!

jawabannya adalah : Jelas, mereka harus mencintai Ali dan Ahlul Bait, karena jika tidak maka mereka keluar dari Islam.
Dan Harus diketahui bahwa kecintaan kita kepada Ahlul Bait bukanlah suatu keberuntungan bagi Ahlul Bait akan tetapi manfaat kecintaan tersebut kembali kepada diri kita sendiri.Karena mencintai mereka adalah kewajiban dari Allah swt.

Ketiga:
Di dalam kitab Minhajus-Sunnah An-Nabawiyah, Jilid 5 halaman 244, terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M/ 661-728 H):
” Dan juga, sungguh kondisi politik lebih tertata / tertib pada masa Muawiyah sebagaimana belum tertata pada masa Ali, maka wajib menjadikan para pejabat Muawiyah lebih baik daripada para pejabat Ali”. (pen. Kalau ukurannya seperti itu kenapa Allah swt tidak mensucikan Muawiyah bin Abi Sofyan saja ???)
Para pejabat Muawiyah bin Abi Sofyan antara lain : Amr bin Ash, Mughiroh bin Syu’bah, Basar bin Arthat,Marwan, Hakam dan orang-orang yang telah dilaknat Rasul saww. Jadi, Ibn Taimiyah mengangap tingkatan dan kedudukan mereka ini lebih utama dari pada Salman, Abu Dzar,dan Amar. Demikianlah keyakinan Ibn Taimiyah mengenai sahabat.!

Siapakah para pejabat Muawiyah bin Abi Sofyan itu ?
Ibn Taymiyah berkata: “Para pejabat Muawiyah adalah Syiah Usman.”
Siapakah Syiah Usman itu?
Ibn Taymiyah berkata: “mereka itu adalah Nashibi yaitu orang-orang yang membenci Ali”.
Kalau begitu dimana kewajiban cinta kepada Ahlul Bait ??
Ibn Taimiyah berkata: “Syiah Usman  dan Nashibi keberadaannya lebih utama daripada Syiah Ali diatas semua standard.
Jadi Ibn Taymiyah meyakini bahwa orang-orang yang membenci Ali, keberadaannya  lebih utama daripada Syiah Ali dan orang-orang yang mencintai Ali.

Kemudian Ibn Taymiyah berkata:
” Para sahabat Ali itu tidak memiliki ilmu, agama, keberanian dan kedermawanan. Dan keadaan mereka tidak baik didunia maupun diakhirat.”
Artinya para pejabat Usman dan Syiahnya yang kemudian mereka menjadi Syiah Muawiyah. Menurut Ibn Taymiyah Mereka itu berilmu, beragama, berani, dan dermawan lebih utama daripada sahabat Ali as.

Demikianlah idiologi Ibn Taimiyah yang memperkuat existensi mazhab Bani Umayyah hingga sekarang.
Jadi, jawaban bagi orang yang mengatakan bahwa ini hanya kejadian sejarah saja, adalah salah besar, karena sekarang hadir dalam kehidupan kita dalam bentuk pemikiran, aqidah, agama, keimanan, serta politik, dll.

Di dalam kitab Fathul Bari Jilid 9 hadis ke 3649, terbitan Dar Fikr, cetakan pertama tahun 1425/2005, (karangan  Ibn Hajar Al ‘Asqolani, lahir 1372  wafat 1448 M / 773-852): kitab keutamaan sahabat, Manaqib Al-Anshari, Al Maghozi berkata  :
“Manusia terbagi dua kelompok. (sebelum peristiwa bani Umayyah dan Muawiyah) Akan tetapi para pembuat bid’ah hanya sedikit, kemudian terjadilah pada pemerintahan Ali apa yang terjadi, yang kemudian lahirlah kelompok lain yang memeranginya. (Ketika sampai pada masalah kekuasaan maka terdapat tiga kelompok yang berkeyakinan untuk memerangi Ali) Yang kemudian diparahkan lagi oleh para khotib. Mereka mengurangi keutamaan Ali, dan menjadikan laknat kepadanya dimimbar-mimbar sebagai sunnah, dari situ manusia kemudian terpecah menjadi tiga kelompok dalam masalah hak Ali.
  1. Kelompok Ahlu sunnah : kelompok ini sering diistilahkan dengan madrasah sahabat, mereka adalah orang-orang yang menghormati, mencintai serta mengagungkan Ali dan keutamaan-keutamaannya.
  2. Kelompok Khawarij – para pembuat bid’ah.
  3. Kelompok Bani Umayyah yaitu orang-orang yang memerangi Ali dan para pengikutnya.
Kelompok yang ketiga inilah yang ingin kita jelaskan kepada manusia mengenai karakter mereka  dan ciri-cirinya.

Kita tahu bahwa menurut keyakinan madrasah Ahlul Bait, Ali adalah khalifah pertama yang haq secara hukum. Sementara kelompok lain berkeyakinan bahwa Ali adalah Imam muslimin, khalifah ke empat dan salah satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira dengan surga.

Namun, Berbeda jauh dengan kelompok Bani Umayyah yang ingin menjadikan sebuah sunnah dengan cara melaknat Ali, mencaci, membenci dan memeranginya.

Didalam kitab Sohih Muslim, Jilid 2 halaman 979 hadis ke 2404, kitab keutamaan sahabat, bab keutamaan Ali bin Abi Thalib, cetakan Dar Fikr  tahun 1414 / 1993, (karangan Muslim bin Hajjaj An-naisaburi, lahir th 820 wafat th 875 M /  204-261 H):
“ Muawiyah bin Abi Sofyan telah memerintah Sa’ad’. ( Ada orang berkata : dalam hadis tersebut tidak ditemukan bahwa Muawiyah  telah memerintah Sa’ad untuk mencacimaki Ali )
Lalu Muawiyah berkata: “ Apa yang mencegah engkau dari mencaci maki  Abu Turab ??
Sa’ad menjawab: “ Aku ingat Tiga hal  yang Rasul saw pernah bersabda, dan aku tidak akan pernah mencacinya, karena seandainya salah satu dari tiga itu aku miliki, lebih aku sukai daripada unta merah.
  1. Ali berkata kepada Rasul :Ya Rasulullah engkau tinggalkan aku bersama para wanita dan anak-amak kecil ? kemudian Rasulullah menjawab : “Tidakkah engkau rido menjadi bagian dariku sebagaimana  kedudukan Harun disisi Musa hanya saja tidak ada Nabi setelahku.
  2. Dan aku mendengar beliau bersabda pada perang khaibar” pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya dan Allah serta Rasulnya mencintai dia. Rasul saw bersabda :” panggilkan untukku Ali, maka datanglah Ali menemui beliau dalam keadaan sakit mata, lalu Nabi memberi ludah pada matanya kemudian menyerahkan panji kepadanya, maka Allah memberikan kemenangan ditangannya.
  3. Dan pada saat turun ayat ini “katakanlah mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian” Rasul saw memanggil Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Lalu beliau berdoa : Ya Allah merekalah keluargaku.
Dalam kitab Sunan Ibn Majah Jilid 1 halaman 7, terbitan Dar fikr, (karangan Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al Qozwini lahir 824 wafat 887 M/ 209-273 H) Pada Mukaddimah kitabnya  ia berkata :
” Kami telah menyebutkan hukum-hukum syekh Muhammad Nasiruddin Albani atas hadis-hadis. Satu persatu hadis yang telah dinukil dari kitab-kitabnya sohihi sunan. Dan medoifkannya lalu kami susun semua itu sebagai berikut .
Jadi nas-nas yang diriwayatkan disini, apabila kita temukan terdapat didalam sumber hadis dia (albani) berkata “ sohih”.  Ini pensohihan (hadis) menurut Alamah AlBani.  sementara kita mengetahui pendirian Albani terhadap madrasah sahabat dan kelompok salafi.
Di dalam hadis ke 121:
“Shohih (diantara dua sisi) telah berkata kepada kami Ali bin Muhammad, telah berkata kepada kami Abu Muawiyah, telah berkata kepada kami Musa bin Muslim dari Abi Sabith dia adalah Abdurrahman dari Sa’ad bin Abi Waqos berkata: ” Muawiyah mengutarakan sebagian hajatnya, kemudian masuklah Sa’ad menemuinya, lalu keduanya memperbincangkan Ali – pen. Muawiyah dan Sa’ad- lalu (Muawiyah) menerimanya, kemudian marahlah Sa’ad seraya berkata: ” engkau mengatakan hal ini kepada seorang lelaki yang aku pernah mendengar Rasul saw bersabda: “ barang siapa yang menjadikan aku pemimpinnya  maka Ali adalah pemimpinnya pula” dan aku mendengar Rasul saw bersabda: ” engkau dariku  sebagaimana kedudukan Harun disisi Musa hanya saja  tidak ada Nabi setelahku”, dan aku pernah mendengar Rasul saw bersabda: ” suatu hari pasti akan aku berikan panji ini kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasulnya.
Jika ini tidak dianggap cacian, dan bukti akan kebencian Muawiyah terhadap Ali, maka bukti apa lagi ?
Sedangkan mereka (kelompok Bani Umayyah) selalu berkata : “Sesungguhnya Syiah Ahlul Bait dan para pengikutnya selalu mencaci maki sahabat ?”

Bagaimana dengan hadis diatas yang menjelaskan bahwa Muawiyah bin Abi Sofyan  telah melaknat Ali diatas mimbar-mimbar dan menjadikannya sunnah hingga puluhan tahun ?. Dan bagaimana dengan riwayat yang menyatakan bahwa: ” janganlah engkau mencaci maki sahabat-sahabatku…”

Pandangan-pandangan berikut: “ mereka berijtihad tapi salah “, dan pandangan-pandangan “tinggalkanlah apa yang telah terjadi diantara para sahabat Rasulullah saw, dan tentang keadilan para sahabat “.
Semua itu adalah isu dan propaganda yang dihembuskan guna membela Muawiyah bin Abi Sofyan dan keturunannya.

Kesimpulannya adalah: Muawiyahlah yang telah memulai sunnah yang buruk ini..!
Rasul saww bersabda:
“Barang siapa yang menjalankan sunnah yang baik maka pahalanya bagi dia, dan barang siapa yang menjalankan sunnah yang buruk maka baginya balasannya dan balasan orang yang mengamalkan nya hingga hari kiamat.
Di dalam kitab Minhajussunah An-Nabawiyah, Jilid 5 halaman 466 terbitan Darul Hadis Qohirah tahun 1425/2004, (karangan Ibn Taimiyah Taqiyyudin, lahir th 1263 wafat 1328 M / 661-728 H):
“Maka wajib menjadikan para pejabat Muawiyah lebih baik dari pada pejabat Ali, dan para pejabat Muawiyah adalah Syiah Usman, mereka itu adalah Nasibi yaitu orang-orang yang membenci Ali”.
Marwan bin Hakam termasuk dari Syiah Usman.
Aisyah berkata kepada Marwan bin Hakam:
” Engkau wahai Marwan , aku bersaksi bahwa Rasul saw telah melaknat bapakmu sementara engkau masih dalam sulbinya. (terdapat dalam kitab shahabat Fil Mizan).
SIAPAKAH NASHIBI ITU?
Dalam Siyar A’lam An Nubala terbitan Darul Hadis tahun 1427 H / 2006 M, dengan tahkik Syuaib Al Arnaut Jilid 18 halaman 184, (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H) :
Ibn Hazm berkata:
“Dan yang bertambah di dalam hatinya, adalah ke-syiaahnnya Ibn Hazm kepada pembesar Bani Umayah yang terdahulu maupun yang kemudian, dan keyakinannya terhadap sahnya kepemimpinan mereka, sampai dia (Ibn Hazm) dinisbatkan sebagai nashibi.
Syuaib Al Arnut (muhaqik kitab Siyaru A’lam An-Nubala) berkata:
Nashibi adalah benci kepada Ali r.a dan berwilayah kepada Muawiyah bin Abi Sofyan.
Sementara khawarij benci kepada Ali tapi tidak berwilayah kepada Muawiyah dan keluarganya.
Menurut Ibn Taimiyah:
Mereka Nashibi itu adalah orang-orang yang membenci Ali dan berwilayah kepada Muawiyah. namun jika dia mencintai Ali (bukan meyakini kemaksumannya) dan mengakui keutamaan-keutamaannya tetapi berpaling dari Muawiyah  bin Abi Sofyan maka dia syiah. Hal ini masih berlaku hingga zaman kita sekarang.
Contohnya adalah :
Al Hakim An-Naisabury, dia termasuk diantara orang yang meyakini bahwa seluruh sahabat itu baik serta meyakini syariat khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman, akan tetapi apa pendapat  Adzahabi terhadap Al Hakim An-Naisabury ?

Di dalam kitab Siyarul A’lam An-Nubala,  Jilid 17, terbitan Darul hadis tahun 1427 H / 2006 M (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H): dalam terjemah ke 100 (Al-Hakim An-Naisaburi):
” Dia (AL HAKIM) telah mengarang, lalu mengeluarkan, membedah, dan menimbang, kemudian mensohihkan, dan dia termasuk dari lautan ilmu namun sedikit syiah.”
Apa penyebab Al Hakim An Naisaburi dituduh syiah?
Pada kitab yang sama halaman 168:
Dan dia (Alhakim) berprinsip bahwa sesungguhnya hadis tersebut sohih menurut syarat bukhori dan muslim, -sebagian hadis-hadis itu- diantaranya adalah hadis tentang burung, hadis man kuntu maulah fa aliyun maulah, sementara ahli hadis telah mengingkari semua itu, ini adalah cerita yang kuat. Maka ia menerima dan mengeluarkan hadis tentang burung dalam mustadraknya ? (kenapa Alhakim mengeluarkan hadis burung itu ? ) sementara dia (Adzahabi) meyakini bahwa seandainya benar ada seseorang yang lebih utama dari Ali setelah Nabi.Karena Al-hakim mengatakan : “Seandainya hadis ini sohih ketika ada seseorang yang lebih utama dari Ali setelah Rasulullah. Karena Rasul saw berdoa : Ya Allah utuslah kepadaku mahlukmu yang paling aku cintai”.
Adz-Dzahabi menjelaskan dalam kitab Tadzkiratil Huffadz, Jilid 2 halaman 103 dia berkata:
“Adapun hadis burung, memiliki banyak sekali jalur-jalurnya.  Sungguh aku telah mengarangnya secara terpisah serta mengumpulkannya (jalur-jalurnya) yang mengharuskan  agar hadis tsb memiliki aslinya.”
Dia (Adz-Dzahabi) berkata:
“Mengabarkan kepadaku Ahmad (Fulan) dari Ibn Thohir, bahwa dia bertanya kepada Abu Ismail bin Muhammad Alharwi tentang Abi Abdillah Alhakim. Lalu dia menjawab: ” seorang yang terpercaya dalam hadis, seorang rafidoh (syiah) yang buruk. – pen. Kenapa ia rofidoh yang buruk ?, karena Al-Hakim menukil riwayat-riwayat tentang keutamaan Ali-. “ Dan dia (Alhakim) berpaling dari Muawiyah dan keluarganya. ( yaitu Yazid, Walid, Mugiroh bin Syu’bah dll dengan istilah Ibn Taimiyah : Sungguh Islam berada pada masa kejayaan dan kemakmuran di zaman mereka ).
Contoh lainnya adalah:
Al-Allamah Ibn Abil Hadid juga dituduh syiah!

Meskipun dalam pembukaan kitabnya yaitu kitab Syarah Nahzul Balagoh, (Ibn Abil Hadid, lahir th 1190  wafat 1258 M/ 586-656 H). dia (Ibn Abil Hadid) mengatakan:
” Aku berkeyakinan terhadap syariat yang disyariatkan oleh khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman. Dan tidak meyakini pandangan-pandangan nas.
Dan dia sangat menolak keras tuduhan Syiah pada dirinya, akan tetapi semuanya itu tidak memberi manfaat kepada mereka (kelompok Umawy). Selama Ibn Abil Hadid berpaling dari Muawiyah bin Abi Sofyan, dan selama dia tidak membenci Ali. Maka dia akan tetap dituduh Syiah.

Pada umumnya para ulama itu mencintai Ahlul Bait dikarenakan ayat Qs. 42 :23 yang penuh barkah yang bebunyi: “katakanlah wahai Muhammad aku tidak meminta upah kepada kalian atas seruanku kecuali kecintaan kalian kepada Al Qurba”. Dan disisi lain mereka pun mengagungkan musuh-musuh Ahlul Bait.
Qs. 58 : 22:
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan[1462] yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.
Sekarang perhatikanlah apa komentar Ibn Taimiyah dalam kitabnya pada Jilid 6 halaman 201:
“Adapun yang termasuk syiah Usman (para pejabat Usman) adalah orang yang mencaci maki Ali, dan menampakkan semua itu diatas mimbar-mimbar dan di tempat-tempat lainnya.”
Di dalam kitab Siyar A’lam An Nubala, jilid 10 nomer 113, terbitan Darul hadis tahun 1427 H / 2006 M. (karangan Syamsuddin Adzahabi, lahir 1275-1347 M / 673-748 H)
:
Terjemah al madaini : ”Dia keheranan, dalam memahami sejarah-sejarah, peperangan kecil, hari-hari arab membenarkan apa-apa yang ia nukil yang sanadnya bersambung keatas. Dia lahir tahun 230.”
Dalam kitab yang sama jilid 10 halaman 402:
Almadaini bercerita bahwa dia pernah menemui Al-Makmun, lalu ia menceritakan hadis-hadis tentang Ali, kemudian melaknat Bani Umayyah.
Aku (Al-Madaini) berkata: Al-Mutsanna bin Abdillah Al-Ansori telah menceritakan padaku, ia berkata : pada saat aku berada di Syam, aku tidak mendengar nama Ali, nama Hasan. aku hanya mendengar nama Muawiyah, Yazid, Al-Walid. kemudian aku melewati seorang lelaki yang berada di pintu. seraya berkata: ” berilah dia minum ya Hasan”.
lalu aku bertanya : apakah engkau namai Hasan ?, dengan cepat dia menjawab: ” Anak-anakku Hasan, Husain, dan Ja’far. Karena semua penduduk Syam menamai anak-anak mereka dengan nama-nama khalifah Allah, kemudian lelaki tersebut melaknat anaknya dan mencacinya, (kenapa?) Sesungguhnya budaya tersebut telah mengakar di Syam. Bahwa sesungguhnya menamakan anak-anaknya dengan nama-nama Hasan, Husain agar supaya dia tidak lupa mencaci dan melaknat Ahlul Bait. Karena apabila menamakan anaknya Yazid, dia akan lupa melaknat Al Hasan dan Al Husain. Inilah  didikan Bani Umayyah.
Aku berkata (Al Mutsanna kepada lelaki dari penduduk Syam itu) : ”aku kira engkau penduduk Syam yang baik, kalau begitu Neraka Jahannam tidak lebih buruk daripada kamu. Lalu Al-Makmun berkata (kepada Almadaini) :” Sungguh Allah swt telah menjadikan orang yang melaknat pada masa hidup dan meninggal mereka (Ahlul Bait). Dianggap Nasibi.
Muawiyah berangkat haji kemudian dia masuk kota madinah. Dan dia ingin melaknat Ali diatas mimbar Rasulullah, disampaikan kepadanya (muawiyah) :” bahwa disini ada Sa’ad bin Abi Waqqos, dan kami tidak melihat dia ridha dengan hal ini (melaknat Ali), maka utuslah kepada Sa’ad dan tariklah jubahnya. Maka (Muawiyah) mengutusnya dan menyebutkan kepadanya sebutan itu (keinginan Muawiyah melaknat Ali), maka dia berkata (Sa’ad) : jika engkau lakukan, aku akan keluar dari masjid dan tidak akan kembali lagi. Maka Muawiyahpun menunda melaknat Ali hingga Sa’ad meninggal dunia. Dan ketika (Sa’ad) telah meninggal dunia dia melaknatnya (Muawiyah melaknat diatas mimbar) serta menetapkan kepada para gubernurnya untuk melaknat Ali diatas mimbar-mimbar. Dan merekapun melakukannya.
Kemudian Ummu Salamah Istri Nabi menulis surat kepada Muawiyah: ”Sungguh kalian sedang melaknat Allah dan Rasulnya diatas mimbar-mimbar kalian yang secara tidak langsung kalian sedang melaknat Ali bin Abi Thalib sekaligus orang yang sangat mencintainya, dan aku bersaksi sesungguhnya Allah dan Rasulnya lebih mencintai dia”.
Di sini Ummu Salamah tidak mengatakan: “Kalian melaknat Ali” , tapi Ummu Salamah mengatakan: “Kalian melaknat Allah dan Rasul-Nya” (yang mana Imam Ali as adalah diri Nabi saww , melaknat Imam Ali berarti Melaknat Rasulullah saww).

Terkait Berita: