Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Bani Abbaisiyyah. Show all posts
Showing posts with label Bani Abbaisiyyah. Show all posts

BAni Umayyah dan Bani Abasiyah hancur karena telah menyakiti Ahlul Bait nabi SAW

Wahabi, Siapakah Yang Kalian Bela?


Bagi orang yang memiliki dua mata yang mampu memandang kebenaran, cobalah buka  kedua matamu pasti kamu akan mengetahui bahwa Wahabiyah adalah pendukung pertama penjajahan barat terhadap negara-negara Islam. Tidak sampai di sini saja, apabila kamu mengikuti sejarah Muhammad ibn Abdul Wahhab dan para pemimpin Wahabiyah setelahnya, kamu tidak akan pernah menemukan upaya nyata mereka dalam mensejahterakan umat, menegakkan keadilan, mencegah kedzaliman dan melawan kebodohan. Juga andil mereka dalam upaya perdamaian dan kesejahteraan.


Tidak akan kamu temukan dalam sejarah mereka kecuali pengkafiran terhadap umat Islam dan tuduhan syirik, mewajibkan untuk memerangi mereka serta menghalalkan darah dan harta mereka.  Dalam diri mereka yang ada hanyalah aqidah tajsimtasybih, kufur, sesat dan pengingkaran ziarah makam Rasulullah dan makam orang-orang yang shalih untuk bertabarruk, dan pengkafiran terhadap orang yang mengatakan: “Wahai nabi pembawa rahmat mintakan syafaat untukku kepada Allah!!”. Dan mengingkari perayaan maulid nabi yang mulia seperti yang telah biasa dilakukan oleh kalangan ahlussunnah, mengharamkan membaca al Qur’an bagi umat Islam yang telah meninggal dunia, inilah rutinitas mereka tidak ada yang lain.

Inilah satu-satunya tujuan mereka dengan kedok agama mereka menumpahkan darah umat Islam yang tidak berdosa, menghalalkan yang haram, dan menyebarkan fitnah demi fitnah. Sungguh licik hati mereka penuh dengan kedengkian dan kebencian serta suka membuat masalah pada umat.

Bahkan, mereka jadikan barat sebagai qiblat dan mereka dukung para penjajah untuk menginjak-injak martabat negara-negara Arab dan Islam. Mereka adalah kepanjangan tangan musuh-musuh Islam yang dengan semaunya mereka permainkan Islam.

Sedangkan permusuhan Wahabiyah kepada umat Islam secara gamblang bisa dilihat dari fatwa Nashiruddin al Albani ketika memberikan fatwa kepada penduduk palestina dengan mewajibkannya keluar dari Palestina, apa kemaslahatan dari ini semua? Dan untuk siapa kita tinggalkan Palestina jika kita mewajibkan penduduknya meninggalkan Palestina? Berapa harga fatwa ini? Orang yang cerdas adalah orang yang memahami isyarat ini. Siapa yang membayar al Albani untuk fatwanya ini???

Inilah kenyataan dari apa yang telah mereka dilakukan, atau yang sedang mereka lakukan juga rencana busuk mereka di masa  mendatang.

Wahabiyah mengklaim bahwa mereka hanya mengikuti Nabi dan tidak membuat bid’ah. Aqidah mereka yang telah kita paparkan bersumber dari kitab-kitab mereka adalah saksi kebohongan mereka, jelas mereka pembuat bid’ah dalam aqidah. Dalam sebagian aqidah Wahabi mengikuti Yahudi, Fir’aun dan Hamman terbukti mereka berhujjah dengan aqidah orang-orang ini. Bahkan dalam hal menetapkan arah, batasan, tempat, duduk, bergerak, diam, berat, timbangan, lisan, mulut kepada Allah, mereka mengambil pernyataan Yahudi, Fir’aun dan Hamman. Juga Aqidah Wahabi yang mengatakan Allah berada di atas Arsy dengan dzat-Nya, di langit dengan dzat-Nya, Allah memiliki kursi di setiap langit untuk tempat dudukNya.

Kami menantang mereka, apakah mereka siap untuk menunjukkan siapa yang mereka ikuti dalam hal itu? Apabila mereka berbicara atau menulis tidak ada yang diikuti oleh mereka dalam hal itu  kecuali Fir’aun, Hamman, Yahudi dan Musyabbihahsebagaimana hal itu terlihat jelas, sejelas matahari di siang bolong yang tidak terhalang mendung. Apabila kita

beri waktu dari sekarang hingga dunia berakhir mereka tidak akan mampu untuk membuktikan satu hurufpun apa yang mereka selewengkan bahwa hal itu berdasarkan sabda Nabi, pendapat para sahabat, tabi’in atau dari seorang mujtahid Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Jadi Aqidah Wahabiyah adalah aqidah  yang rapuh bahkan lebih rapuh dari sarang laba-laba. Tidak ada panutan mereka kecuali orang-orang bodoh dan kafir yang telah Allah kehendaki bahwa mereka sesat menyesatkan serta tidak ada cahaya dalam hati-hati mereka. Jadi Wahabiyah adalah pembawa bid’ah dan bukan muttabiah (orang yang mengikuti nabi).


Keterangan gambar: Makam Muawiyah bin Abu Sofyan di Syria. Digembok rapat karena orang-orang suka membuang kotoran di makam ini. Konon di sekitarnya juga tumbuh pohon berduri yang tidak tumbuh di tempat lain.Dinasti Umayyah dan Abbasiyah menganiaya dengan kejam dan memburu keturunan MUHAMMAD dengan racun dan pedang, merampas kekuasaan mereka dengan beragama kejahatan dan banjir darah...

KESELAMATAN SESEORANG TERGANTUNG KEPADA KESANGGUPANNYA UNTUK TIDAK MASUK DALAM SYSTEM YANG MENZALIMI KEHIDUPANN KAUM DHUAFA

http://achehkarbala.blogspot.com/2010/02/keselamatan-seseorang-tergantung-kepada.html

KESELAMATAN SESEORANG TERGANTUNG KEPADA KESANGGUPANNYA UNTUK TIDAK MASUK DALAM SYSTEM YANG MENZALIMI KEHIDUPANN KAUM DHUAFA


Bismillaahirrahmaanirrahiim


SETELAH TERLEPAS DARI KEJARAN SANG HARIMAU LAPAR DAN GANAS
DAPAT BERLINDUNG DALAM SEBUAH GUA, SESEORANG MERASA LEGA,
NAMUN KETIKA MELIHAT KERUMUNAN ULAR BESAR DAN BERBISA
SIAP MENANTI KEJATUHANNYA (AZAB KUBUR).
ANGIN SPOI-SPOI BASAH YANG MEMBAWA PERCIKAN MADU,
MEMBUAT SESEORANG LUPA LAGI
BAHAYA YANG AKAN DIA HADAPI.


Acheh - Sumatra.
Ketika seseorang anggota DPRA mempertanyakan transparansi pembahagian hasil minyak Bumi di Acheh pada penguasa Jawakarta, mereka akan mengatakan bahwa 10 milyar per anggota DPRA adalah termasuk manipulasi dari persentase minyak bumi Acheh juga. Apa bila kalian masih mempertanyakan transparansinya, 10 milyar peranggota DPRA itu akan kami tarik balik. Kira-kira apa jawaban DPRA andaikata terjadi dialog seperti itu? Sepertinya penguasa Jawakarta bukan setakat itu sepakterjangnya, masih lebar lagi, termasuk berdaya upaya untuk menumbal mulut DPRA dengan uang haram itu agar tidak memperjuangkan Self Government, sebaliknya menerima saja Otonomi, pepesan kosong itu. Kheun ureueng Acheh: "Meunje peng kadjisumpai lam babah, soemanteng akan meulolo, handjeuetle djimarit, hana keutjuali atawa hana pileh bulee. 'Ulama gadeh djanggot'". Kalau Ulama benaran pantang tunduk patuh kepada penguasa taghut zalim, bukan?

10 milyar perorang bukan lagi belajar untuk korupsi tapi sekali saja sudah jadi konglomerat, konon pula kalau masih ada lagi kesempatan setelah itu. Kalau hal ini menjadi realita, bukan si Kontoro saja yang sangat kurang ajar, masih ada lagi 'Kontoro-kontoro' kelas kakap lainnya. Jadi pantaslah berbuih air liurnya ketika berkampanje dulu. Maaf ini saya gunakan andaikata. Kita mengharap sangat semoga bang Hasbi cs yang masih kami muliakan, cepat menanggapi persoalan ini. Kalau setelah lama baru anda tanggapi dengan pernyataan menolak dana yang membuat seluruh DPR Acheh masuk neraka secara pasti, kami sudah mulai curiga barang kali kalian akan menunggu kesempatan lainnya yang agak tertutup dalam pandangan umum.

Sepertinya DPRA tidak menganggap itu dana terkutuk buat DPR tapi dana kebijaksanaan pemerintah agar tidak korupsi sebagaimana penguasa Jawakarta melegitimate Kontoro cs dengan gaji yang tinggi dengan alasan yang sama. Itu adalah pemahaman orang yang berpedoman dengan Pancasila atau puncasilap, bukan Al Qur-an. Andaikata DPRA itu termasuk orang yang beriman, pastinya berpegang teguh dengan Al Qur-an. Berdasarkan Al Qur-an itu dana yang berjumlah 10 milyar peranggota DPRA adalah korusi yang mendapat legitimate aturan systemnya buat seluruh DPR dalam system tersebut. Sebagaimana kita ketahui pihak Indonesia tidak berbuat sesuai MoU Helsinki terhadap Acheh - Sumatra. Menurut yang mereka sepakati Acheh - Sumatra berstatus Self Government tapi pihak indonesia telah menggantikan dengan Otonomi, padahal kalau memang untuk memperoleh otonomi buat apa kita berperang? Nah pihak Indonesia menganggap itu adalah POLITIS (baca sesuai pedoman hidup mereka Pancasila alias puncasilap). Kalau pandangan orang yang beriman, yaitu orang yang haqqul yakin akan firman Allah, sepakterjang penguasa Indonesia yang demikian adalah MUNAFIQ. Mereka yang demikian sepakterjangnya sesuai dengan firman Allah: "Dan diantara manusia ada yang berkata: "Kami beriman kepada Allah dan hari Kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukanlah orang yang beriman" (QS, al Baqarah : 8)

Ketika Irwandi, gubernur Indonesia di Acheh memata-matai para dokter Rumah Sakit Zainal Abidin Banda Acheh, agar tidak menelantarkan pasen, para dokter tau bahwa kerjanya lebih lumaian daripada DPR yang hanya duduk doang, dapar fulus 10 milyar perorang, belum lagi fasilitas dan dana kongkalikong lainnya. Jadi semua aparat yang berada dalam system tersebut berdaya upaya untuk memiliki juga sebagaimana yang dimiliki para dewan 'terhormat' itu. Disinilah kezaliman system secara keseluruhan. Dalam kontek seperti ini benarnya pikiran oran g yang tidak percaya lagi kepada siapapun yang mengatasnamakan 'rakyat' demi meraih kesenangan keluarganya sendiri. Andaikata tidak adalagi hukuman Allah di Akhirat, sungguh semua seluruh kuam dhuafa dimanapun mereka berada akan mengalami stress berat menghadapi sepakterjang mereka yang terlibat vdalam system taghut zalim, hipokrit dan korrup secara systematis.

Disuatu arena training saya pernah menyampaikan materi bahwa kita tidak boleh bekerja dalam system yang menjejaskan kaum dhuafa sebagaimana system Indonesia termasuk Acheh kedalamnya, kecuali benar-benar sebagai taktik strategi buat sementara, seperti bekas tentera di Chechenia dulu atau Hur yang terkenal cemerlang di medan Karbala. Saya menjelaskan dengan kasus 7 Aulia dalam Gua, meninggalkan gemerlapnya singgasana Diklidianus dalam surah al Kahfi. Dan dengan keyakinan itu juga saya meninggalkan segala-galanya, kendatipun saya sudah lumaian golongannya sebagai pegawai negeri. Yang menjadi persoalan disini, ada beberapa guru agama yang berdaya-upaya untuk mencari jalan keluar supaya tetap sebagai pegawai negeri. Saya katakan kepada orang tersebut bahwa secara system apasaja kedhaliman yang dibuat penguasa melalui kaki tangannya terhadap kaum dhuafa, kita juga terimbas kedhaliman tersebut. Jadi bukan orang yang mendhalimi itu saja. Itulah yang namanya system. Kita umpama berada dalam sebuah bahtera yang sedang menuju Neraka secara pelan tapi pasti.

Guru tersebut sepulang dari training, bertamu ke rumah seorang tgk, dmana anaknya sendiri sebagai pemborong yang dipelintirkan orang sebagai pembohong. Guru tersebut mendapat penjelasan dibenarkan dengan menyebutkan beberapa orang pegawai negeri Saudi dan Mesir. Perlu saya sampaikan bahwa tidak semua tgk selugu tgk tersebut.

Kembali kepada DPRA yang bekerjasama dengan Indonesia yang statusnya sudah jelas dalam surah al Baqarah ayat 8 diatas, otomatis akan dibangkitkan Allah kelak bersama orang-orang yang pedoman hidupnya, Puncasilap tersebut diatas, kecuali DPRA mampu memainkan peranan seperti Hur di Karbala atau bekas tentara Chechenia diatas, sanggupkah? Sanggupkah selagi belum jadi Hur, tidak korupsi. Baik korupsi secara terang-terangan macam DPR Jawakarta maupun korupsi terselubung sebagaimana yang sedang kita sorot ini. Jangan anda pedomani DPRA yang lalu yang sudah melahap 5 milyar perorang dan pasti akan berhadapan dengan firman Allah berikut ini kelak:

"Bukankah sudah kuperintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak tunduk patuh kepada syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan tunduk patuhlah kepada da Ku. Inilah jalan yang selurus-lurusnya. Sesungguhnya syaithan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantarakamu. Apakah kamu tidak berfikir ? Inilah Jahannam yang dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah kamu kedalamnya hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya. Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, tangan dan kaki Kami minta kesaksian terhadap apa yang telah mereka kerjakan dahulu" (QS,36: 60-65)

Betapa jelasnya Ancaman Allah kepada orang orang yang membangkang perintahNya saat di dunia, namun orang orang yang telah banyak melakukan kesalahan sudah tertutup hatinya untuk taubat, betapapun jelasnya dakwah yang dialamatkan kepada mereka, malah mereka menganggap pendakwah itu telah menghinanya dan sebagainya.

Billahi fi sabilil haq
hsndwsp
di Ujung Dunia

Ketika Negara dikuasai oleh Muawiyah bin Abu Sofyan, Al Qur-an itu dikaburkan dengan hadist-hadist palsu dari Abu Hurairah cs, untuk ini beliau mendapat finansial hidup dari Muawiyah sebagaimana orang-orang alim lugu yang berjingkrak-jingkrak dalam ketiak penguasa dhalim.

jerat hukum Syari’at pada masa Umayyah semakin biadab dengan adanya upaya penghapusan jerat hukum bagi kalangan elit-kerajaan, bahkan mereka berusaha menyelewengkan Syari’at hanya demi mendukung tindakan yang diambil raja pada masa itu.

Langkah-langkah yang mengundang amarah Muslimin pada masa Umayyah sudah ada pada masa kepemimpinan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, namun pemberontakan kaum Muslim terhadap kerajaan baru mulai berkecamuk pasca wafatnya cucu Rasul saw Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peristiwa Karbala.

Dalam peristiwa Karbala terjadi pembantaian al Husein beserta tujuh puluh dua orang sahabat dan keluarganya, oleh empat ribu pasukan yang dipimpin Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash dikirim oleh Abdullah bin Ziyad gubernur Kufah pada waktu itu atas perintah Yazid bin Muawiyah. Upaya tersebut Yazid lakukan atas dasar pengambilan bai’at (pengakuan) atas kepemimpinannya, namun al Husein menolak karena beranggapan agama yang telah dibawa Rasul saw kakeknya telah jauh menyimpang dari yang sebenarnya berada di bawah kepemimpinan Yazid.

Membunuh, Sembelih Bayi, Perbudak Muslimah.
Tatkala khalifah Ali masih hidup, Mu’awiyah mengirim ‘malikil maut’ yang bernama Busr bin Arthat dengan 4.000 anggota pasukan berkeliling ke seluruh negeri untuk membunuh siapa saja pengikut dan sahabat Ali yang ia temui termasuk perempuan dan anak-anak kemudian merampas harta bendanya. Perempuan Muslimah ditawan dan dijadikan budak untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Busr melakukannya dengan baik sepanjang perjalannnya sampai ia tiba di Madinah dan ia telah membunuh ribuan Syi’ah Ali yang tidak bersalah. Abu Ayyub al-Anshari -rumahnya ditempati Rasul Allah saw tatkala baru sampai di Madinah ketika hijrah- pejabat gubernur Ali di Madinah, melarikan diri ke tempat Ali di Kufah.

Kemudian Busr ke Makkah dan membunuh sejumlah keluarga Abi Lahab. Abu Musa, gubernur Ali juga melarikan diri. Ia lalu ke Sarat dan membunuh semua yang turut Ali di perang Shiffin, sampai di Najran ia membunuh Abdullah bin ‘Abdul Madan al-Harai dan anaknya, ipar keluarga Banu Abbas yang ditunjuk Ali sebagai gubernur. Kemudian ia sampai di Yaman. Pejabat di sana adalah Ubaidillah bin Abbas. Ubaidillah melarikan diri tatkala mengetahui kedatangan Busr. Busr menemukan kedua anaknya yang masih balita. Ia lalu menyembelih dengan tangannya sendiri kedua anak itu di hadapan ibunya. Kekejamannya sukar dilukiskan dengan kata-kata dan memerlukan buku tersendiri. Seorang dari Banu Kinanah berteriak tatkala Busr hendak membunuh kedua anak tersebut:

‘Jangan bunuh mereka! Keduanya adalah anak-anak yang tidak herdosa dan bila Anda hendak membunuhnya, bunuhlah saya bersama mereka’. Maka Busr bin Arthat membunuhnya kemudian menyembelih kedua anak yang berada di tangan ibunya, yaitu Qatsm dan Abdurrahman. Sang ibu, Juwairiah binti Khalid bin Qarizh al-Kinaniah, istri Ubaidillah bin Abbas jadi linglung dan gila. Di musim haji ia berkeliling mencari kedua anaknyadan dengan menyayat hati ia bertanya tentang anaknya yang kemudian ditulis oleh penulis-penulis sejarah seperti yang tertulis dalam al-Kamil berikut:

Siapa yang tahu di mana kedua anakku,
Dua mutiara, baru lepas dari kerang,
Sapa yang tahu di mana kedua bocahku,
Kuping dan jantung-hatiku telah diculik orang,
Siapa yang tahu di mana kedua puteraku,
Sumsum tulang dan otakku disedot orang,
Kudengar Busr, aku tidak percaya apa orang bilang,
Berita itu bohong, mana mungkin ia lakukan,
Menyembelih dua bocah, leher kecil ia potong?
Aku bingung, tunjukkan kepadaku, sayang,
Mana bayiku, tersesat setelah salaf hilang,

Ia juga mengirim Sufyan bin ‘Auf al-Ghamidi dengan 6.000 prajurit menyerbu Hit104, al-Anbar dan al-Mada’in. Disini mereka membunuh pejabat Ali Hassan bin Hassan al-Bakri dan orang-orangnya. Kemudian di Anbar mereka membunuh 30 dari seratus orang yang mempertahankan kota ini, mengambil semua barang yang ada, membumi-hanguskan kota al-Anbar sehingga kota itu hampir lenyap. Orang mengatakan bahwa pembumi hangusan ini sama dengan pembunuhan, karena, hati korban sangat pedih sekali. Kepedihan Ali tidak terlukiskan sehingga ia tidak dapat membaca khotbahnya dan menyuruh maulanya yang bernama Sa’d untuk membacakannya. Al-Aghani melukiskan bahwa setelah Ghamidi sampai di kota Anbar ia membunuh pejabat Ali dan juga membunuhi kaum lelaki maupun perempuan.

Mu’awiyah juga mengirim Dhuhhak bin Qays al-Fihfi dengan pasukan yang terdiri dari 4.000 orang ke kota Kufah untuk membuat kekacauan dengan membunuh siapa saja yang ditemui sampai ke Tsa’labiah dan menyerang kafilah haji yang akan menunaikan haji ke Makkah serta merampoksemua bawaan mereka. Kemudian ia menyerang al-Qutqutanah dan turut dibunuh kemanakan Ibnu Mas’ud, sahabat Rasul, ‘Amr bin ‘Uwais bin Mas’ud bersama pengikutnya. Fitnah di mana-mana. Di mana-mana bumi disiram dengan darah orang yang tidak berdosa. Pembersihan etnik terhadap Syi’ah Ali berjalan dengan terencana dan mengenaskan.

Kemudian Mu’awiyah mengirim Nu’man bin Basyir105 pada tahun 39 H/659 M. menyerang ‘Ain at-Tarm106 dengan 1.000 prajurit dan menimbulkan bencana. Di sana hanya ada seratus prajurit Ali. Perkelahian dahsyat terjadi. Untung, kebetulan ada sekitar 50 orang dari desa tetangga lewat. Pasukan Nu’man mengira bantuan datang untuk menyerang dan mereka pergi.


Meracuni Hasan, Cucu Nabi Berkali-kali
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam dengan pedang pada waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H/24 Januari 661 M, Hasan bin Ali dibaiat dan pertempuran-pertempuran dengan Mu’awiyah berlanjut. Pada pertengahan Jumadil Awal tahun 41 H/I 6 September 661 M. tercapai persetujuan damai antara Hasan bin Ali dan Mu’awiyah. Surat perdamaian berbunyi sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim.
Ini adalah pernyataan damai dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwa Hasan menyerahkan kepada Mu’awiyah wilayah Muslimin, dan Mu’awiyah akan menjalankan Kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul Allah saw dan tatacara Khulafa ur-Rasyidin yang tertuntun, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalifah sesudahnya, tetapi akan diadakan lembaga syura di antara kaum Muslimin dan bahwa masyarakat akan berada dalam keadaan aman di daerah Allah SWT di Syam, Iraq, Hijaz dan Yaman, dan bahwa sahabat-sahabat Ali dan Syi’ah-nya terpelihara dalam keadaan aman, bagi diri, harta, para wanita dan anak-anak mereka, dan bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan setuju dan berjanji dengan nama Allah bahwa Mu’awiyah tidak akan mengganggu atau menganiaya secara tersembunyi atau terbuka terhadap Hasan bin Ali atau saudaranya Husain bin Ali atau salah seorang ahlu’l-bait Rasul Allah saw dan tidak akan mengganggu mereka yang berada di seluruh penjuru dan bahwa Mu’awiyah akan menghentikan pelaknatan terhadap Ali…

Dan sebagaimana biasa Mu’awiyah melanggar janji. Ia meracuni Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan setelah Hasan meninggal ia bersujud yang diikuti semua yang hadir seperti dilakukannya tatkala imam Ali meninggal dunia.
Ibnu Sa’d menceritakan: Mu’awiyah meracuni Hasan berulang-ulang’. Waqidi berkata: Mu’awiyah meminumkan racun kepada Hasan, kemudian ia selamat, kemudian diminumkan racun lagi dan selamat, kemudian yang terakhir Hasan meninggal. Tatkala maut mendekat, dokter (thabib) yang menjenguknya berulang-ulang mengatakan bahwa Hasan diracun orang.’ Adiknya Husain berkata: ‘Ya ayah Muhammad, beritahukan saya, siapa yang meminumkanracun kepadamu?’. Hasan menjawab: ‘Mengapa, wahai saudaraku?’. Husain: ‘Demi Allah, aku akan membunuhnya sebelum engkau dimakamkan. Dan bila aku tidak berhasil, akan aku meminta orang mencarinya’. Hasan berkata: ‘Wahai saudaraku, sesungguhnya dunia ini adalah malam-malam yang fana. Doakan dia, agar dia dan aku bertemu di sisi Allah, dan aku melarang meracuninya’.

Mas’udi mengatakan: ‘Tatkala ia diberi minum racun, ia bangun menjenguk beberapa orang kemudian, setelah sampai di rumah, ia berkata: ‘Aku telah diracuni, berkali-kali tetapi belum pernah aku diberi minum seperti ini, aku sudah keluarkan racun itu sebagian, tetapi kemudian kembali biasa lagi’. Husain berkata: ‘Wahai saudaraku, siapa yang meracunimu?’. Hasan menjawab: ‘Dan apa yang hendak kau lakukan dengannya? Bila yang kuduga benar, maka Allahlah yang melakukan hisab terhadapnya. Bila bukan dia, aku tidak menghendaki orang membebaskan diriku.’ Dan dia berada dalam keadaan demikian sampai 3 hari sebelum ia ra akhirnya meninggal. Dan yang meminumkan racun kepadanya adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindi, dan Mu’awiyah yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia akan dapat 100.000 dirham dan ‘aku akan mengawinkan kau dengan Yazid’. Dialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan. Dan tatkala Hasan meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat: ‘Sesungguhnya kami mencintai nyawa Yazid, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan mengawinkan engkau dengannya’.

Abu’l-Faraj al-Ishfahani menulis: ‘Hasan telah mengajukan syarat perdamaian kepada Mu’awiyah: Mu’awiyah bin Abi Sufyan tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalifah sesudahnya. Dan bila Mu’awiyah akan mengangkat Yazid, anaknya, jadi khalifah, maka yang memberatkannya adalah Hasan bin Ali dan Sa’d bin Abi Waqqash110, maka Mu’awiyah meracuni mereka berdua dan mereka meninggal. Ia mengirim racun kepada putri Asy’ats bin Qais: ‘Aku akan kawinkan kau dengan anakku Yazid, bila kau racuni Hasan’, dan ia mengirim 100.000 dirham dan ia tidak mengawinkannya dengan Yazid.

Abul Hasan at-Mada’ini berkata: ‘Hasan meninggal tahun 49 H/669 M setelah sakit selama 40 hari pada umur 47 tahun. Ia diracuni Mu’awiyah melalui tangan Ja’dah binti Asy’ats, istri Hasan dengan kata-kata: ‘Bila engkau membunuhnya dengan racun, maka engkau dapat 100.000 dan akan aku kawinkan kau dengan Yazid, anakku’. Dan tatkala Hasan meninggal, maka ia memberikan uang tersebut dan tidak mengawinkannya dengan Yazid. Ia berkata: ‘Aku takut kau akan lakukan terhadap anakku seperti yang engkau lakukan terhadap anak Rasul Allah saw’.112 Hushain bin Mundzir ar-Raqasyi berkata: ‘Demi Allah Mu’awiyah tidak memenuhi sama sekali janjinya, ia membunuh Hujur dan teman-temannya, membaiat anaknya Yazid dan meracuni Hasan.’

Abu Umar berkata dalam al-Isti’ab: ‘Qatadah dan Anu Bakar bin Hafshah berkata: Mu’awiyah meracuni Hasan bin Ali, melalui istri Hasan, yaitu putri Asy’ats bin Qais al-Kindi’. Sebagian orang berkata: Mu’awiyah memaksanya, dan tidak memberinya apa-apa, hanya Allah yang tahu!’. Kemudian ia menyebut sumbernya, yaitu Mas’udi.’
Ibnu al-Jauzi mengatakan dalam ‘at-Tadzkirah Khawashsh’l-Ummah’: ‘Para ahli sejarah di antaranya ‘Abdul Barr meriwayatkan bahwa ia diracuni istrinya Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindi.

As-Sudi berkata: Yang memerintahkannya adalah Yazid bin Mu’awiyah agar meracuni Hasan dan bahwa ia berjanji akan mengawininya. Dan tatkala Hasan meninggal, Ja’dah mengirim surat kepada Yazid menagih janjinya. Dan Yazid berkata: ‘Hasan saja kamu bunuh, apalagi aku, demi Allah, aku tidak rela’. Asy-Sya’bi mengatakan: ‘Sesungguhnya yang melakukan tipu muslihat adalah Mu’awiyah. Ia berkata kepada istri Hasan: ‘Racunilah Hasan, maka akan aku kawinkan engkau dengan Yazid dan memberimu 100.000 dirham.
Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menuntut janjinya. Mu’awiyah lalu mengiriminya uang tersebut dan menambahkan: ‘Sesungguhnya aku mencintai Yazid, dan mengharapkan agar ia tetap hidup, kalau tidak demikian tentu aku akan kawinkan engkau dengannya’.

Sya’bi berkata lagi: ‘Dan ini benar dengan berdasarkan saksi yang dapat dipercaya: ‘Sesungguhnya Hasan berkata tatkala akan mati dan telah sampai kepadanya apa yang dilakukan Mu’awiyah: ‘Aku telah tahu minumannya dan kebohongannya, demi Allah ia tidak memenuhi janjinya, dia tidak jujur dalam perkataannya’. Kemudian Sya’bi mengutip ath-Thabaqat dari Ibnu Sa’d: “Mu’awiyah meracuninya berulang ulang”.

Ibnu’Asakir berkata: ‘Ia diberi minum racun, berulang-ulang, banyak, mula-mula ia bisa pulih, lalu diberi minum lagi dan ia tidak bisa pulih dan dikatakan: Sesungguhnya Mu’awiyah telah memperlakukan dengan ramah seorang pembantunya agar meracuninya dan ia lalu melakukannya dan berpengaruh sedikit demi sedikit, sampai ia memakai alat untuk bisa duduk dan ia bertahan sampai 40 kali. Muhammad bin at-Mirzuban meriwayatkan: ‘Ja’dah binti Asy’ats bin Qais adalah istri Hasan dan Yazid melakukan tipu muslihat agar ia mau meracuni Hasan. ‘Dan saya akan mengawininya, dan Ja’dah melakukannya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menanyakan janji Yazid dan Yazid berkata: ‘Sesungguhnya, demi Allah, kalau Hasan saja kamu bunuh, apalagi kami’.

Hasan bin Ali sakit yang berakhir dengan kematiannya. Ia diracun istrinya, atas suruhan Mu’awiyah dengan bayaran 100.000 dinar. Ia lalu memerintahkan Marwan bin Hakam yang diangkatnya jadi gubernur Madinah untuk terus mengamati Hasan dan menyuratinya.

Tatkala datang berita bahwa Hasan telah meninggal seluruh penduduk Syam bertakbir. Seorang wanita, Fakhitab binti Quraidhah bertanya kepada Mu’awiyah: ‘Apakah kamu bertakbir bagi matinya putri Fathimah?. ‘Ya aku bertakbir karena hatiku gembira’117. Ia sangat gembira dan bahagia dan bersujud, dan semua yang hadir ikut bersujud.

Ia juga terkenal karena membunuh sahabat Rasul Allah saw Hujur bin ‘Adi dan kawan-kawannya pada tahun 51 H/671 M karena tidak mau melaknat Ali.


Membunuh Muhammad bin Abu Bakar; Mempermainkan Jenazah
Mu’awiyah membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar. Mula-mula ia disiksa, tidak diberi minum, kemudian dimasukkan ke dalam perut keledai dan dibakar.
Untuk pertama kali dalam sejarah Islam, penguasa mempermainkan jenazah yang mereka bunuh. Dan jenazah ini adalah jenazah kaum Muslimin.

Penguasa memenggal kepala mereka setelah diikat kedua tangan ke belakang, menyayat-nyayat mayat, mengarak kepala-kepala mereka berkeliling kota, membawanya dari kota ke kota dan akhirnya dikirim ke ‘khalifah’ di Damaskus dengan menempuh jarak beratus-ratus kilometer.

Cukup dengan sedikit curiga bahwa seorang itu Syi’ah, maka mereka akan memotong tangan, kaki atau lidah mereka. Bila ada yang menyebut mencintai anak cucu Rasul saja maka ia akan dipenjarakan atau hartanya dirampas, rumah dimusnahkan. Bencana makin bertambah dan makin menyayat hati. Sampai gubernur Ubaidillah bin Ziyad membunuh Husain kemudian gubernur Hajjaj bin Yusuf yang membunuh mereka seperti membunuh semut. Ia lebih senang mendengar seorang mengaku dirinya zindiq atau kafir dari mendengar orang mengaku dirinya Syi’ah Ali.

Abu al-Husain Ali bin Muhammad bin Abi Saif al-Madani dalam kitabnya al-Ahdats, berkata: Mu’awiyah menulis sebuah surat kepada semua gubernurnya setelah tahun perjanjian dengan Hasan agar mereka mengucilkan orang yang memuliakan Ali dan keluarganya. Pidatokan dan khotbahkan di tiap desa dan di tiap mimbar pelaknatan Ali dan kucilkan dia dan keluarganya. Dan alangkah besar bencana yang menimpa Syi’ah Ali di Kufah.
Diangkatlah Ziyad bin Sumayyah menjadi gubernur Kufah. Ia lalu memburu kaum Syi’ah. Ia sangat mengenal kaum Syi’ah karena ia pernah jadi pengikut Ali. Dan ia lalu memburu dan membunuh mereka di mana pun mereka berada, tahta kulli hajar wa madar membuat mereka ketakutan, memotong tangan dan kaki mereka, menyungkil bola mata mereka; samala al ‘uyun, dan menyalib mereka di batang-batang pohon korma. Ia memburu danmengusir mereka ke luar dari ‘Irak dan tiada seorang pun yang mereka kenal, luput dari perburuan ini.

Di samping itu istri dan putri-putri Syi’ah dijadikan budak dan untuk pertama kali dilakukan Mu’awiyah dengan Busr bin Arthat pada akhir tahun 39 H/660 M. Mereka memaksa kaum Syi’ah membaiat khalifah yang sebenarnya adalah raja yang lalim. Setelah membaiat, biasanya mereka belum merasa puas, sehingga mereka merasa perlu membumi hanguskan desa mereka seperti diriwayatkan Bukhari dalam tarikhnya.

Mu’awiyah melalui jenderalnya Busr bin Arthat tersebut membakar rumah-rumah Zararah bin Khairun, Rifaqah bin Rafi, Abdullah bin Sa’d dari Banu ‘Abdul Asyhal, semua adalah para sahabat kaum Anshar. Celakanya Ziyad bin Abih, yang mula-mula berpihak kepada Ali bin Abi Thalib, menyeberang ke u’awiyah, karena pengakuan Abu Sufyan bahwa Ziyad yang lahir dari seorang budak perempuan asal Iran adalah anaknya. Mu’awiyah yang melihat Ziyad sebagai seorang yang berbakat, mengakuinya sebagai saudaranya. Ummu Habibah, istri Rasul Allah, saudara Mu’awiyah tidak pernah mau mengakui Ziyad sebagai saudaranya.

Karena pernah bersama Ali maka Ziyad mengenal semua pengikut Ali dalam Perang Shiffin dan dengan mudah memburu dan membunuhi mereka.

Orang pertama yang dipenggal kepalanya oleh Mu’awiyah adalah Amr bin Hamaq sebagai Syi’ah Ali yang turut mengepung rumah Utsman dan dituduh membunuh Utsman dengan 9 tusukan. Ia melarikan diri ke Mada’in bersama Rifa’ah bin Syaddad dan terus ke Mosul. Ia ditangkap dan gubernur Mosul Abdurrahman bin Abdullah bin Utsman mengenalnya. Ia mengirim surat ke Mu’awiyah. Mu’awiyah menjawab seenaknya: “Ia membunuh Utsman dengan tusukan dengan goloknya (masyaqish) dan kita tidak akan bertindak lebih, tusuklah dia dengan sembilan tusukan”. Setelah ditusuk -baru tusukan pertama atau kedua, kelihatannya ia sudah mati- kepalanya dipenggal dan dikirim ke Syam, diarak kemudian diserahkan kepada Mu’awiyah dan Mu’awiyah mengirim kepala ini kepada istrinya Aminah binti al-Syarid yang sedang berada di penjara Mu’awiyah. Kepala itu dilemparkan ke pangkuan istrinya. Istrinya meletakkan tangannya di dahi kepala suaminya kemudian mencium bibirnya berkata:
Mereka hilangkan dia dariku amat lama,
Mereka bunuh dan sisakan untukku kepalanya,
Selamat datang, wahai hadiah,
Selamat datang, wahai wajah tanpa roma.

Melaknat Ali Dalam Khotbah
Mu’awiyah memanfaatkan masjid untuk membentuk opini masyarakat. Dalam khotbah Jum’atnya ia selalu berdoa: ‘Allahumma, ya Allah. Sesungguhnya Abu Turab (Ali bin Abi Thalib) menghalang-halangi perkembangan agama-Mu, menyimpang dari jalan-Mu, maka laknati dia dengan laknat yang sebesar-besarnya dan siksalah dia dengan siksa yang seberat-beratnya!”. Tatkala ia melaknat Ali dalam khotbahnya di masjid Madinah, ummu’l-mu’minin Ummu Salamah menyurati Mu’awiyah: ‘Sesungguhnya kamu telah melaknat Allah dan Rasul-Nya di atas mimbar-mimbarmu dan kamu melaknat Ali bin Abi Thalib dan yang mencintainya. Aku bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya mencintainya’. Tetapi Mu’awiyah tidak peduli dengan kata-kata istri Rasul Ummu Salamah tersebut.
Az-Zamakhsyari dalam Rabi’al-Abrar dan Suyuthi menceritakan: ‘Di zaman Banu ‘Umayyah lebih dari 70.000 mimbar digunakan melaknat Ali bin Abi Tholib’. Mimbar-mimbar ini menyebar di seluruh wilayah dari ufuk Timur ke ufuk Barat. Al-Hamawi berkata: ‘Ali bin Abi Thalib dilaknat di atas mimbar-mimbar masjid dari Timur sampai ke Barat kecuali masjid jami’ di Sijistan”. Di masjid ini hanya sekali terjadi khatib melaknat Ali. Tetapipelaknatan di mimbar haramain, Makkah dan Madinah, berjalan terus’.

Mu’awiyah juga memerintahkan untuk memakzulkan Ali (bara’ah) dan menuduhnya sebagai pembunuh Utsman. Ia melanggar perjanjian dengan Hasan bin Ali tahun 41 H/661 M untuk tidak membunuh Syi’ah Ali dan tidak melaknat Ali di masjid.

Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Abi Saif al-Madani dalam kitabnya al-Ahdats menggambarkannya untuk kita: Mu’awiyah menulis dan mengirim satu naskah kepada gubernur-gubernurnya, sesudah ‘Tahun Persatuan’ (Am al-Jama’ah), agar memakzulkan siapa saja yang meriwayatkan Hadis yang mengutamakan Ali dan keluarganya (ahlu’l-bait).

Dirikanlah khotbah-khotbah di seluruh desa dan di atas setiap mimbar yang melaknat Ali dan memakzulkannya ‘(yabra’fin minhu)’ kecilkan dia dan keluarganya. Dan bila kamu telah menerima surat ini maka ajaklah manusia untuk mendengar riwayat keutamaan sahabat, dan khalifah-khalifah awal, yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman serta kabarkan kepadaku segera bila ada seorang saja yang meriwayatkan Abu Turab (Ali, pen.) yang berarti menentang sahabat. Hal ini akan menyenangkan hati saya dan menyejukkan mata saya. Dan lumpuhkan hujjah, argumen, Abu Turab dan Syi’ahnya, dan kuatkan uji-pujian keutamaan Utsman’.

Waktu orang mengingatkan Mu’awiyah agar memperlunak pelaknatan ‘terhadap lelaki itu’, Mu’awiyah menjawab: ‘Tidak demi Allah, kita teruskan sampai anak-anak menjadi tua dan orang tua menjadi renta. Jangan memberikan keutamaan kepadanya’.

Khalifah Walid bin’Abdul Malik mengajarkan khotbah berikut untuk melaknat Ali: ‘Mudah-mudahan Allah melaknatinya, dengan jerat, pencuri anak pencuri’ (lish ibnu lish). Orang-orang heran, seorang khalifah bisa mengeluarkan kata-kata dalam bahasa Arab yang buruk seperti itu terhadap Ali.
Bunyi pelaknatan sering berubah-ubah. Khalid bin Abdullah al-Qasri, yang diangkat sebagai gubernur Makkah dalam khotbahnya menyebut: ‘Allahumma ya Allah, laknatilah Ali bin Abi Thalib bin Hasyim, menantu Rasul Allah saw, ayah Hasan dan Husain’.

Mughirah bin Syu’bah Melaknat Ali
Mughirah bin Syu’bah yang jadi gubernur di Kufah menyuruh jemaah masjid mengutuk Ali dengan kata-kata: ‘Wahai manusia, pemimpinmu menyuruh kepadaku untuk melaknat Ali, maka kamu laknatilah dia’. jemaah berteriak ‘Mudah-mudahan Allah melaknati dia!’. Tetapi dalam hati, yang mereka maksudkan dengan ‘dia’ adalah Mughirah. Pelaknatan Mughirah terhadap Imam Ali dilakukan terus menerus. Sekali ia mengatakan dalam khotbahnya: Sesungguhnya Rasul Allah saw tidak menikahkan putrinya dengan Ali karena Rasul menyukai Ali, tetapi untuk memperbaiki hubungannya dengan keluarga Abu Thalib’. Pada suatu ketika ia ditegur sahabat Zaid bin Arqam: ‘Hai Mughirah, apakah engkau tidak tahu bahwa Rasul saw melarang mencerca orang yang sudah mati? Tidakkah engkau melaknat Ali dan ia sudah meninggal?

Umar Selamatkan Mughirah, Mughirah Berzina, Empat Sahabat Jadi Saksi
Mughirah bin Syu’bah ini pun turut bersama Abu Bakar dan Umar dalam peristiwa Saqifah dan oleh Umar ia diangkat sebagai gubernur. Ia punya riwayat yang menarik dan ditulis serta dibahas oleh para ahli fiqih karena terbebasnya ia dari peristiwa rajam karena perzinaan pada masa kekhalifahan Umar. Empat orang yang menyaksikan perbuatannya dan semuanya adalah sahabat Rasul Allah saw. Riwayat masuk Islamnya diceritakannya sendiri sebagaimana dimuat oleh Abu’l-Faraj Ali ibnu Husain al-Ishfahani dalam kitabnya al-Aghani143. Ia berkata: ‘Aku pergi bersama kaum Banu Malik -dan kami berada dalam agama ‘jahiliah’– ke al-Maququs, raja Mesir. Kami masuk ke Iskandariah dan kami memberikan hadiah kepada raja tersebut dengan barang yang kami bawa.

Dan milikku yang sangat sedikit itu aku titipkan pada mereka. Sang raja menerima hadiah mereka dan menyuruh mereka mengambil hadiahnya secara bergantian. Mereka hanya memberiku sedikit. Kami keluar dan Banu Malik membeli hadiah-hadiah untuk keluarga mereka. Mereka sangat gembira dan mereka tidak menunjukkan kepada saya kemurahan hati mereka. Dan tatkala pergi mereka membawa khamr, minuman keras, dan kami minum bersama-sama. Akhirnya aku mengambil keputusan untuk membunuh mereka. Mereka menuangkan minuman dan mengajakku terusminum. Aku berkata: ‘Aku pening’. Dan aku mulai menuangkan minuman untuk mereka sehingga mereka tidak sadarkan diri. Aku lalu meloncat ke arah mereka, membunuh mereka semua dan mengambil semua yang mereka bawa. Aku datang ke Madinah dan menemui Nabi saw.

Nabi sedang duduk bersama Abu Bakar yang telah mengenalku. Dan tatkala melihatku, Abu Bakar bertanya: ‘Anak saudaraku ‘Urwah ‘ Aku menjawab: ‘Ya, aku datang untuk mengucapkan ‘Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah pesuruhNya’. Dan Rasul Allah saw mengatakan: ‘Alhamdulillah’. Abu Bakar berkata: ‘Apakah engkau datang dari Mesir?’ Aku menjawab: ‘Ya’. Dan Abu Bakar melanjutkan: ‘Dan apa yang dilakukan oleh kaum Banu Malik yang berjalan bersamamu?’. Aku menjawab: ‘Antara aku dan mereka tidak akan terjadi antara orang Arab, kami berada dalam agama syirk, aku telah membunuh mereka dan aku mengambil barang muatan mereka dan aku membawanya kepada Rasul Allah saw agar Rasul mengambil khumus, seperlimanya, yaitu barang rampasan dari kaum musyrikin. Rasul Allah saw lalu bersabda: ‘Tentang engkau masuk Islam, aku terima, dan kami tidak akan mengambil dari barangmu sedikit pun jua apalagi seperlimanya, karena barangmu itu adalah hasil pengkhianatan dan pengkhianatan tiada sedikit pun mengandung kebaikan.Aku berkata: ‘Ya Rasul Allah, aku membunuh mereka sedang aku berada dalam agama kaumku!’ Kemudian aku telah menjadi Muslim sesaat setelah menemuimu’. Demikian Mughirah. Ia ternyata telah membunuh 13 orang.

Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abi Bakrah: Abu Bakrah, Ziyad, Nafi’ dan Syabl bin Ma’bad berada di sebuah kamar tingkat dua dan Mughirah berada di kamar bawah yang berseberangan. Angin bertiup, pintu terbuka dan tirai terangkat. Dan mereka menyaksikan Mughirah berada di antara kedua paha seorang perempuan. Dan mereka berkata satu dengan yang lain: Kami telah diberi percobaan oleh Mughirah. Abdurrahman melanjutkan: Kemudian Abu Bakrah ra, Nafi’ ra dan Syabl ra memberi kesaksian, tetapi Nafi’ tidak mengungkapkan dengan pasti bahwa Mughirah telah menzinai perempuan itu. Dan Umar mencambuk mereka bertiga kecuali Ziyad. Tetapi Abu Bakrah ra tidak puas. Ia berkata: ‘Bukankah kamu telahmencambukku? Umar menjawab: ‘Benar’. Abu Bakrah melanjutkan: ‘Dan aku bersaksi dengan nama Allah, bahwa Mughirah telah melakukannya’. Umar mau mencambuknya sekali lagi. Namun Ali berkata: ‘Bila penyaksian Abu Bakrah dijadikan penyaksian dua orang, maka rajamlah juga sahabatmu’.

Dan dalam lafal lain: “Umar hendak mengulangi hukuman dan Ali ra menyelanya dengan berkata: ‘Bila engkau mencambuknya, maka rajamlah sahabatmu’. Maka pergilah Umar tanpa mencambuknya. Dan dalam lafal lain lagi: “Umar berniat memukulnya tetapi Ali berkata: ‘Bila engkau memukulyang ini, maka rajamlah yang itu!’ Anas bin Malik menceritakan: ‘Mughirah bin Syu’bah keluar dari kantor gubernur pada tengah hari, dan bertemu dengan Abu Bakrah dan Nafi’ ats-Tsaqafi. Abu Bakrah menegur:

‘Hendak ke mana wahai gubernur?’ Mughirah: ‘Ada keperluan!’ Abu Bakrah: ‘Ada keperluan apa? Mughirah: ‘Pemimpin itu dikunjungi orang, bukan mengunjungi orang!’ Anas melanjutkan: ‘Dan perempuan yang bernama Jamil binti al-Afqam yang dikunjungi Mughirah, adalah tetangga bersebelahan dengan Abu Bakrah. Abu Bakrah berada di kamarnya bersama sahabat-sahabat dan dua orang saudaranya, Nafi’ dan Ziyad serta seorang lagi yang dipanggil orang Syabl bin Ma’bad; kamar perempuan itu berhadapan dengan kamar Abu Bakrah. Angin meniup, pintu kamar perempuan itu terbuka dan mereka melihat Mughirah sedang berhubungan seks dengannya. Abu Bakrah berkata: ‘Ini percobaan’. Mereka melihat sampai mereka yakin dan Abu Bakrah keluar rumah. Mughirah keluar dari rumah perempuan itu dan ia pergi untuk mengimami shalat dzuhur dan Abu Bakrah menahannya dan berkata: ‘Demi Allah, jangan menjadi imam kami setelah apa yang engkau lakukan!’. Jemaah berkata: ‘Panggil dia untuk mengimami shalat, karena dia adalah pemimpin’. Maka dengan kejadian ini mereka membuat surat yang dikirim kepada khalifah Umar. Dan Umar memerintahkan untuk menghadirkan Mughirah dan para saksi.

Mush’ab bin Sa’d menceritakan: ‘ Umar bin Khaththab ra sedang duduk dan ia memanggil Mughirah dan para saksi. Abu Bakrah maju ke depan dan Umar bertanya: ‘Apakah engkau melihat dia berada di antara kedua paha perempuan itu?’. Abu Bakrah: ‘Ya, demi Allah, aku melihat dari celah dinding ia berada diantara kedua pahanya!’ Mughirah: ‘Dia telah salah lihat!’. Abu Bakrah: ‘Apakah engkau tidak merasa aib bila dihina Allah? Umar: ‘Tidak, demi Allah, sampai engkau menyaksikan bahwa engkau telah melihat seperti masuknya tangkai celak ke dalam botolnya’. Abu Bakrah: Benar, aku menyaksikan demikian itu!’, Umar: ‘Berangkat seperempat dirimu, hai Mughirah!’. Kemudian Nafi’ dipanggil dan Umar berkata: ‘Engkau menyaksikan apa? Nafi’: ‘Seperti yang disaksikan Abu Bakrah!’ Umar: ‘Engkau tidak melihat seperti masuknya tangkai celak ke dalam botol!’ Nafi’: ‘Aku melihat pas seperti itu!’. Umar: ‘Berangkat, hai Mughirah setengah dirimu!’ Kemudian dipanggil saksi ketiga dan Umar berkata: ‘Apa yang engkau saksikan?’ Dia berkata: ‘Seperti yang disaksikan kedua teman saya!’. Umar: ‘Berangkat tiga perempat nyawamu, Mughirah!’. Kemudian Umar menulis surat kepada Ziyad danZiyad masuk untuk menghadap. Ia melihat Umar sedang duduk di masjid dikerumuni tokoh-tokoh kaum Muhajirin dan Anshar. Mughirah lalu berkatakepadanya: ‘Berikan kepadaku kata-kata yang engkau pernah ucapkan untuk mengasihani suatu kaum!’. Tiba-tiba Umar datang. Ia berkata: ‘Aku melihat lidah lelaki yang tidak akan pernah dipermalukan Allah bila berbicara di hadapan kaum Muhajirin’. Ziyad: ‘Ya, Amiru’l-mu’minin, suatu kaum memiliki haq dan aku tidak memilikinya. Aku melihat majlis yang buruk dan aku mendengar suara yang makin cepat dan meninggi dan aku melihat ia menutupinya dengan tubuhnya!’. Maka Umar berkata: ‘Apakah engkau melihatnya masuk seperti tangkai celak ke dalam botol?’ Ia berkata: ‘Tidak!’.

Dan dalam lafal lain, ia berkata: ‘Aku melihat ia di atas, di antara kedua kaki perempuan itu dan aku melihat kedua buah zakarnya maju mundur di antara kedua pahanya dan aku melihat gerakan cepat serta aku mendengar suara napas yang meninggi’. Dalam lafal Thabari, ia berkata: ‘Aku melihat dia duduk di antara kedua kaki perempuan itu dan melihat kedua buah zakarnya maju dan bergoyang dan bokongnya telanjang dan aku dengar suara gesekan’. Dan Umar berkata: ‘Apakah engkau melihat ia memasukkannya seperti tangkai masuk kedalam botol celak?’. Ia berkata: ‘Tidak!. Maka berkatalah Umar: ‘Allahu akbar, datangi mereka dan pukul mereka (bertiga). Maka ia pun mendatangi Abu Bakrah dan mencambuknya 80 kali dan begitu pula dua yang lain. Mereka heran akan perkataan Ziyad untuk menyelamatkan Mughirah dari hukum rajam. Selesai dicambuk, Abu Bakrah berkata: ‘Aku benar-benar bersaksi bahwa Mughirah melakukannya!’. Umar hendak mencambuknya, tapi Ali menyela: Bila engkau mencambuknya maka sahabatmu harus dirajam!’. Dan Umar tidak jadi mencambuknya.
Orang heran akan perkataan Umar seperti ditulis dalam al-Aghani: ‘Aku melihat seorang lelaki yang tidak akan dipermalukan Allah lidahnya di hadapan kaum Muhajirin’ atau ‘Aku melihat wajah seorang lelaki yang mengharap tidak akan merajam seorang sahabat Rasul Allah, dan tidak mempermalukannya dengan penyaksiannya’ seperti yang tertulis dalam Futuh al-Buldan, atau kata-katanya ‘Aku melihat seorang letaki cerdik yang tidak akan berkata kecuali benar dan tidak akan menyembunyikan apa pun di hadapanku’ seperti dimuat dalam Sunan al-Baihaqi, atau kata-kata Umar: ‘Aku melihat seorang lelaki cerdik, tidak akan bersaksi, insya Allah, kecuali yang benar, seperti tertulis dalam Kanzu’l-’Ummal. Orang berpendapat bahwa Umar telah menyelamatkan Mughirah dari hukum rajam.

Abu’I-Faraj al-Ishfahani menceritakan dalam al-Aghani bahwa Raqtha’, wanita yang berhubungan dengan Mughirah di Bashrah tersebut, sering mengunjungi Mughirah tatkala Mughirah pindah jadi gubernur di Kufah. Umar dalam perjalanan haji, setelah peristiwa tersebut, melihat Raqtha’ dan Mughirah di Makkah. Umar bertanya pada Mughirah apakah dia mengenal wanita itu. Mughirah mengatakan bahwa dia adalah Ummu Kaltsum binti Ali.
Umar yang mengenal Ummu Kaltsum menjawab: ‘Jahanam kau, engkau membohongiku. Demi Allah, saya yakin Abu Bakrah benar dalam kesaksiannya. Saya khawatir bila saya melihatmu, batu akan jatuh ke kepalaku dari langit!’ Ya’qubi menceritakan bahwa mulai saat itu, bila Umar bertemu dengan Mughirah ia mengatakan: ‘Hai Mughirah, tiap kali aku melihatmu aku takut Allah akan merajam aku dengan batu’.

Hassan bin Tsabit membuat syair untuk Mughirah seperti dimuat dalam al-Aghani:
Andaikata ketercelaan bernasab insan,
Maka dialah si pecak bermuka buruk,
Kau tinggalkan agama, kau lepaskan Islam,
Menyusup di bawah selendang wanita,
Kau kira telah kembali muda remaja,
Bermain cinta dengan para budak atas nama istana.145

Mughirah ini juga yang mengusulkan agar Mu’awiyah menunjuk anaknya Yazid jadi khalifah: ‘Serahkan penduduk Kufah kepadaku dan serahkan urusan Bashrah kepada Ziyad dan setelah kedua daerah itu tak seorang pun akan menentang’ katanya pada Mu’awiyah. Ia memberi 30.000 dirham untuk sepuluh tokoh Kufah dan dengan dipimpin oleh Musa bin Mughirah bin Syu’bali mereka menghadap ke Mu’awiyah dan menyatakan janji mereka. Waktu meninggal, ia meninggalkan 300 dan ada yang mengatakan 600 budak.


Membunuh Husain, Cucu Rasul, Membunuh Muhajirin dan Anshar,
Memperkosa Seribu Wanita, Gubernur Pembunuh 120.000 Orang
Di masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah, tahun 61 H/681 M pasukan yang dipimpin oleh Umar Sa’d bin Abi Waqqash yang berjumlah 4.000 orang telah membunuh Husain bin Ali bin Abi Thalib dan keluarga serta sahabat-sahabatnya yang berjumlah 72 orang. Mereka digiring ke daerah tandus Karbala dan dicegah mengambil air dari sungai Efrat untuk diminum. Sebelum dibunuh tenda mereka yang sedang kehausan itu dibakar. Mereka menginjak-injak tubuh Husain dengan kaki kuda sampai hancur. Semua kepala mereka di pancung dan diarak di kota Kufah. Wanita-wanita diarak sebagai tawanan, milik mereka termasuk pakaian dirampas.

Yang mengherankan mereka membunuh keluarga Rasul Allah saw ini dengan bangga sambil bersenandung.
Mas’udi melukiskan: Mereka membunuh dan membunuh sampai Husain terbunuh dan seorang lelaki dari suku Madzhaj memenggal kepalanya hingga lepas dari tubuh sambil berteriak gembira:

Akulah pembunuh sang raja terselubung,
Putera terbaik telah luluh,
Turunan termulia telah kubunuh.
Setelah diarak seketiling kota, Ziyad, gubernur Kufah mengirim kepala Husain ke Yazid bin Mu’awiyah di Damaskus. Bersama Yazid ada Abu Burdah al-Islami. Yazid meletakkan kepala itu di depannya dan memukul-mukul mulut kepala itu dengan tongkat sambil bersenandung:
Pecah sudah bagian penting seorang tercinta,
Bagi kami mereka adalah lalim dan pemecah,

Abu Burdah lalu berkata: “Angkat tongkatmu. Demi Allah saya melihat Rasul Allah saw menciumi bibir itu!”128. Ada orang mengatakan bahwa Yazid menyesali perbuatannya, tetapi ia tidak pernah menghukum, memecat bahkan tidak pernah mengecam Ibnu Ziyad, gubernur Kufah sebagai penanggungjawab pembunuhan terhadap cucu, buah mata Rasul Allah saw. Contoh lain, betapa ‘sifatjahiliah’ hampir melampaui keyakinan agama adalah apa yang dilakukan ‘Amr bin Said bin ‘Ash.

‘Amr bin Said bin ‘Ash menjabat gubernur Madinah tatkala Husain dibunuh. Ziyad mengirim ‘Abdul Malik bin Abi Harits al-Sulami ke Madinah untuk mengabarkan berita kematian itu kepada ‘Amr bin Said. Salmi masuk dan ‘Amr bertanya: ‘Ada berita apa?’. Salmi: ‘Alangkah bahagianya wahai Pemimpin, Husain bin Ali bin Abu Thalib telah dibunuh’. ‘Amr: ‘Sebarkan berita kematiannya!’. Dan aku menyebarkan berita kematiannya dan demi Allah aku belum pernah mendengar tangisan memilukan seperti tangisan kaum wanita Banu Hasyim mendengar kematian Husain. Dan ‘Amr berkata sambil tertawa:

Bersoraklah hai Wanita Banu Ziyad,
Bak sorakan wanita kami setelah perang Arnab.
Tangisan ini seperti tangisan untuk Utsman. Ia lalu naik mimbar dan memberi tahu jemaah akan kematian Husain. Kemudian ia menunjuk ke kubur Nabi dan berkata: “Ya Muhammad. Sebuah pembalasan untuk Perang Badr”. Dan orang-orang Anshar mengingkarinya.

Ia juga memanggil Abu Rafi’, maula Rasul Allah: ‘Maula siapa engkau?’ Abu Rafi’: ‘Saya maula Rasul Allah saw!’. Dan ia lalu memecutnya seratus kali. ‘Amr pergi. Setelah itu ia panggif lagi Abu Rafi: ‘Maula siapa engkau?’
Abu Rafi’: ‘Mauld Rasul Allah!’ Ia lalu dipecut seratus kali, dan pergi. Ia mengulanginya lagi sampai 500 kali cambukan. Akhirnya karena takut mati AbuRafi’ berkata: ‘Aku maula paduka!”

Hal serupa juga terjadi sebelum ini, yaitu pada Perang Shiffin, dua orang yang membawa kepala ‘Ammar bin Yasir kepada Mu’awiyah, bertengkar, masing-masing mengaku bahwa dialah yang memenggal kepala ‘Ammar yang oleh Rasul dikatakan bahwa pembunuh ‘Ammar adalah komplotanpemberontak.

Ibnu Qutaibah menceriterakan dalam al-Ma’arif bahwa yang mengaku membunuh ‘Ammar yang telah berumur 93 tahun itu adalah Abu al-Ghadiyah. Ia sendiri yeng mengaku membunuh ‘Ammar: “Sesungguhnya seorang lelaki menikam dan membuka tutup kepala ‘Ammar dan memenggal kepalanya.Kepala ‘Ammar telah berubah rupa”.
Abu Umar menceriterakan ‘Ammar dibunuh oleh Abu al-Ghadiyah dan yang memenggal kepalanya adalah Ibnu Jaz as-Saksaki.131

Yang lain lagi terjadi tahun 63 H/683 M, pasukan Yazid yang dipimpin Muslim bin ‘Uqbah menyerbu kota Madinah dengan 12.000 anggota pasukan, yang terkenal dengan perang Harrah. Yazid menyerbu dari arah Timur Madinah, yang disebut Harrah Syarqiyah, agar orang Madinah silau oleh sinarmatahari. Ia lalu membunuh 7.000 tokoh dan 10.000 rakyat jelata, di antaranya 80 sahabat pengikut Perang Badr, 1.000 orang Anshar dan 800 kaum Quraisy. Ia membolehkan pasukannya menjarah dan merampok kota Madinah selama 3 hari dan menurut Ibnu Katsir ada seribu gadis yang hamil akibat perkosaan pada masa itu.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz, khalifah berhati mulia, yang memerintah dua setengah tahun dari 92 tahun pemerintahan dinasti Umayyah, mengatakan: ‘Bila ada pertandingan kekejaman pemimpin, maka kita kaum Muslimin pasti akan jadi juara bila kita kirim Hajjaj bin Yusuf ‘.

Seperti dicatat oleh Tirmidzi, Ibnu ‘Asakir, dalam 20 tahun sebagai gubernur ‘khalifah’ Abdul Malik bin Marwan di Iraq ia telah membunuh 120.000 Muslim dengan berdarah dingin; shabran , dan ditemukan dalam penjaranya 80.000 orang dan di antaranya 30.000 wanita yang dihukum tanpa diadili dan banyak yang sudah membusuk. Ia menembaki ka’bah dengan katapel (alat pelempar batu, manjaniq) pada musim haji dalam memerangi Ibnu Zubair. Ia melakukan tindakan kejam yang sukar dilukiskan, terutama terhadap pengikut-pengikut Imam Ali dan memerlukan buku tersendiri untuk menulis riwayat Hajjaj bin Yusuf. Ketika ‘Abdul Malik akan meninggal ia berpesan agar berlaku baik terhadap Hajjaj bin Yusuf, ‘karena dia telah mengalahkan musuh-musuhmu’.
Ia tidak segan menghina sahabat yang sudah meninggal sekalipun: ‘A’masy menceritakan: ‘Demi Allah, aku mendengar Hajaj bin Yusuf berkata: ‘Mengherankan Abu Hudzail (maksudnya Abdullah bin Mas’ud). Ia mengatakan ia membaca Al-Qur’an, demi Allah ia hanya kotoran dari kotoran-kotoran orang Badwi. Demi Allah bila aku bisa menemuinya, akan aku tebas lehernya’.134 Di bagian lain, ia berkhotbah: ‘Demi Allah, bertakwalah kepada Allah sesanggupmu, tidak ada itu hari Pembalasan. Dengar dan patuhlah kepada Amiru’l-mu’minin ‘Abdul Malik karena ia dapat membalas. Demi Allah bila aku suruh kamu keluar melalui pintu itu dan kamu keluar dari pintu lain, aku akan ambil darah dan hartamu.

Hafizh Ibnu ‘Asakir berkata: ‘Hajjaj berkhotbah di Kufah dan setelah menyebut orang-orang yang berziarah ke kubur Nabi saw di Madinah, ia berkata: ‘mengapa mereka tidak mengunjungi dan bertawaf di istana Amiru’l mu’minin’ ‘Abdul Malik, apakah mereka tidak tahu bahwa khalifah ‘Abdul Malik adalah orang yang lebih baik dari Rasulnya”.

Al-Hafizh Ibnu ‘Asakir mengatakan: ‘Suatu ketika ada dua orang berbeda pendapat tentang Hajjaj. Seorang mengatakan Hajjaj kafir, dan yang lain mengatakan ia mu’min yang tersesat. Mereka lalu menanyakan pada asy-Syu’bah yang berkata kepada keduanya: ‘Sesungguhnya ia Mu’min di jubahnya tetapi ia sebenarnya adalah thaghut dan kafir sekafir-kafirnya’. Tatkala Washil bin ‘Abdul A’la bertanya kepadanya tentang Hajjaj bin Yusuf ia menjawab: ‘Anda menanyaiku tentang si kafir itu?’

Di zaman itu, memenggal kepala seorang muslim oleh penguasa dianggap sebaga permainan anak-anak. Menyayat dan menginjak-injak jenazah Muslim adalah perbuatan sehari-hari. Rata-rata Hajjaj bin Yusuf selama 20 tahun jadi gubernur Iraq membunuh 7 orang sehari secara berdarah dingin. Di zaman itu, lebih baik orang mengaku zindiq atau kafir daripada mengaku Syi’ah. Dan orang-orang Syi’ah yang terancam nyawanya melakukan taqiyah.

Di zaman Banu Abbas kekejaman terhadap Syi’ah lebih parah. Orang-orang Syi’ah ingin kembali di zaman Bani ‘Umayyah.


Pelanggaran Janji Bani Abbas
Belum lama janji yang mereka ucapkan, telah tampak benih-benih kebobrokan perilaku serta tindakan-tindakan yang berada di luar batas peri kemanusiaan. Berbagai naskah sejarah klasik mencatat tindakan-tindakan mereka, di antaranya; Pasukan tentara Bani Abbas menaklukkan kota Damsyik, ibukota Bani Umayyah, dan mereka pun “memainkan” pedangnya di kalangan penduduk, sehingga membunuh kurang lebih limapuluh ribu orang. Masjid Jami’ milik Bani Umayyah, mereka jadikan kandang kuda-kuda mereka selama tujuhpuluh hari, dan mereka menggali kembali kuburan Mu’awiyah serta Bani Umayyah lainnya
.
Dan ketika mendapati jasad Hisyam bin Abdul Malik masih utuh, mereka lalu menderanya dengan cambuk-cambuk dan menggantungkannya di hadapan pandangan orang banyak selama beberapa hari, kemudian membakarnya dan menaburkan abunya. Mereka juga mambunuh setiap anak dari kalangan Bani Umayyah, kemudian menghamparkan permadani di atas jasad-jasad mereka yang sebagiannya masih menggeliat dan gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka juga membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah dan menggantungkan jasad-jasad mereka dengan lidah-lidah mereka, kemudian membuang mereka di jalan-jalan kota itu untuk makanan anjing-anjing. Demikian pula yang mereka lakukan terhadap Bani Umayyah di Makkah dan Madinah
.
Janji Abbasiyin yang akan senantiasa membela dan memperjuangkan hak-hak keluarga Rasul saw dan Muslimin serta senantiasa bertindak dengan hukum Allah, merupakan kepalsuan belaka. Hal ini terbukti melalui penyelewengan-penyelewengan moral yang kerap terjadi dalam keluarga kerajaan. Perseliran yang berlebihan dan khamr (minuman keras) telah menjadi kebiasaan mereka, padahal hukum Islam telah menentukan secara jelas mengenai larangan khamr. Hukum haram, yang menjadi salah satu ciri khas hukum Islam, tidak lagi diterapkan [pada arak] seperti halnya amandemen konstitusi Amerika abad ke-18. Bahkan para khalifah, wazir, putra mahkota, dan para hakim tidak lagi peduli dengan ketentuan agama.
Para sarjana, penyair, penyanyi, dan musisi sering berkumpul bersama. Praktik ini, yang berasal dari Persia, telah melembaga pada masa awal Dinasti Abbasiyah, dan menjadi profesi pada masa al-Rasyid. Selain al-Rasyid, al-Hadi, al-Amin, al-Ma’mun, al-Mu’tashim, al-Watsiq dan al-Mutawakkil terbiasa minum arak; al-Manshur dan al-Muhtadi menentang minuman arak. Al-Nawaji kekurangan halaman dalam bukunya untuk menuliskan semua khalifah, wazir, dan sekertaris yang telah kecanduan mengonsumsi minuman terlarang itu. Khamr, yang dibuat dari buah kurma, adalah minuman favorit
.
Selain minuman keras, praktek prostitusi telah membudaya pada masa Abbasiyah. Bahkan budaya-budaya berkumpul dalam suatu rumah yang menyajikan tari-tarian serta nyanyian wanita yang mengundang birahi sudah menjadi konsumsi masyarakat umum, keadaan tersebut dapat kita lihat dari penjelasan berikut. Pesta persahabatan yang menyajikan arak dan nyanyian menjadi hal yang lazim dijumpai. Pada pesta anggur ini (tunggal, majlis al-syirab) tuan rumah dan para tamu memercikkan parfum, atau air mawar pada janggut mereka, serta mengenakan busana khusus berwarna terang (tsiyab al-munadamah). Ruangan dibuat harum dengan ambergris dan kayu cendana yang dibakar dalam pedupaan. Para biduanita yang berpartisipasi dalam perjamuan semacam itu kebanyakan adalah para budak tuna susila, seperti digambarkan dalam berbagai cerita, yang sangat merusak moral kaum muda pada masanya. Gambaran tentang sebuah rumah khusus di Kufah selama pemerintahan al-Manshur terdengar mirip dengan sebuah cafe chantant, dengan Sallamah al-Zarqa’ (bermata biru) sebagai ratunya
.
Sudah tercatat dua dari tiga janji kaum Abbas yang telah mereka ingkari. Bani Abbas telah melanggar hukum-hukum Allah serta menumpuk harta demi kepentingan pribadi. Atas dasar demi memenuhi nafsu birahi semata, keluarga kerajaan menjarah harta Muslimin (Bayt al-Mal). Bahkan pada masa Harun al-Rasid sendiri digambarkan dirinya kerap kali menghambur-hamburkan harta yang tidak sedikit jumlahnya hanya demi memenuhi hasrat keinginannya memiliki koleksi selir. Telah disebutkan bahwa al-Rasyid membelanjakan uang senilai 70. 000 dirham hanya demi membeli Dzat al-Khal (budak wanita yang ia inginkan). Dan istri al-Rasyid sendiri Zubaydah, menghadiahi suaminya sepuluh orang gadis muda hanya bertujuan agar suaminya tidak lagi tertarik dengan wanita lainnya. Disebutkan pula al-Rasyid hendak membelanjakan uang senilai 100. 000 dinar hanya untuk membeli Tawaddud, seorang budak wanita cantik jelita serta berbakat yang digambarkan dalam cerita Seribu Satu Malam
.
Tidak cukup melanggar dua janji saja, ternyata Bani Abbas juga tidak menepati janji terbesarnya yakni membela dan menjaga hak-hak serta kehormatan putera-putera Abu Thalib. Dalam riwayat sejarah Syi’ah Imamiyah meyakini bahwa ada beberapa manusia suci yang hidup pada masa pemerintahan Bani Abbas. Setelah ini akan kita simak realitas yang terjadi menyangkut perlakuan Bani Abbas terhadap manusia suci tersebut yang juga merupakan putera keturunan Rasul saw dan Amir al-Mu’minin Ali bin abi Thalib, juga beberapa ungkapan mereka mengenai pemerintah pada masa itu
.
Ja’far bin Muhammad as-Shadiq (83-148 H), meninggal diracuni oleh orang suruhan al-Manshur. Dia menyatakan; “Bentuk kepemimpinan yang terlarang adalah kepemimpinan orang yang zalim (aniaya) beserta stafnya baik tingkat tinggi maupun tingkat rendah. Haram bekerja di bawah sistem mereka, mengusahakan keperluan mereka. Pelakunya berdosa dan pantas mendapat siksa dari Allah, baik kecil atau besar yang ia sumbangkan. Karena segala sesuatu yang ditujukan untuk membantu mereka termasuk dosa besar. Sebab kepemimpinan yang zalim akan menghapus yang haq dan menghidupkan kebatilan serta menampilkan kezaliman dan kerusakan juga pengabaian terhadap kewajiban-kewajiban, pembunuh para nabi dan kaum mukmin sekaligus merobohkan masjid dan merubah ketentuan Allah dalam syariat-Nya. Karena itulah bekerja dan membantu mereka diharamkan kecuali dalam keadaan terpaksa seperti keterpaksaan memakan darah dan bangkai.”
.
Musa bin Ja’far al-Kadzim (128-183 H), meninggal diracun oleh orang suruhan al-Rasyid yang bernama Sanadi bin Sahik. Dia menyatakan; “Barangsiapa yang mengejar kedudukan akan celaka. Dan yang terkena penyakit ujub juga akan binasa.”
.
Ali bin Musa ar-Ridha (148-203 H), meninggal diracun oleh orang suruhan al-Ma’mun. Ia juga menyatakan; Beliau menggambarkan tentang perbuatan raja (yang zalim): “Yang bekerja sama dengannya dan yang membantunya serta yang berusaha memenuhi kebutuhannya sama dengan kekafiran. Melihat mereka dengan sengaja termasuk dosa besar yang layak mendapat siksa neraka.”

Ali bin Muhammad al-Hadi (212-254 H), meninggal diracun oleh al-Mu’taz sendiri yang meletakkan racun dalam makanannya. Syair Imam Ali an-Naqi yang ditujukan kepada al-Mutawakkil al-Abbasi: Mereka mendirikan rumah di puncak-puncak gunung yang dijaga ketat. Oleh para serdadunya yang kuat, namun itu semua sudah tiada berguna lagi. Lalu mereka digiring ke kuburan, dan di sanalah sejelek-jelek tempat baginya. Tiba-tiba seseorang datang dan memanggil-manggil setelah penguburannya. Mana emas-emas, serta mahkota-mahkota dan baju-baju indah. Mana wajah-wajah yang mendapat nikmat sangat banyak. Yang dengannya bisa mendapatkan sesuatu tanpa kesulitan dan kerepotan. Dengan jelas kuburan itu mengungkapkan perkabaran keadaan mereka. Itulah wajah-wajah yang kini sedang digerogoti oleh ular-ular yang saling berebutan. Telah lama mereka hidup dan menikmati masa hidupnya. Dan kini setelah mereka merasakan nikmat itu, mereka jadi santapan ular-ular. Lama mereka bina rumah-rumah megah untuk dihuni. Namun rumah-rumah itu telah diwariskan untuk keluarganya, setelah kepindahan dirinya. Telah lama mereka menimbun harta dan hanya menyimpannya. Kini harta itu telah ditinggalkan dan jadi rebutan musuh-musuhnya.

Hasan bin Ali al-Asykari (232-260 H), meninggal diracun oleh orang suruhan al-Mauktamid. Beliau berkata; “Akan kepada manusia suatu zaman, wajah mereka dalam keadaan berseri-seri, sementara hati mereka gelap dan ternodai. Yang sunnah sudah dianggap bid’ah sedangkan yang bid’ah dianggap sunnah. Seorang mukmin yang hidup di antara merekaterhina sementara si fasik menjadi mulia. Para pemimpin mereka adalah orang-orang bodoh yang berlaku aniaya sedang ulamanya duduk di pintu para penguasa zalimin (penganiaya).”

Telah disebutkan pula dalam riwayat sejarah yang lain bahwa seseorang yang bernama Humaid bin Qahthabah datang kepada al-Rasyid untuk menyatakan kesetiaannya padanya. Kemudian al-Rasyid menyuruhnya mengikuti pembantunya untuk membuktikan kesetiaannya tersebut. Kemudian ia diantar oleh pembantu tersebut ke suatu rumah yang terkunci yang di dalamnya terdapat 60 orang putra keturunan Rasul saw. Seketika itu pula ia diperintah untuk membunuh mereka semuanya. Setelah ia membunuhnya dikatakan Humaid menjadi hilang kendali serta berputus-asa atas rahmat ampunan Allah. Dari berbagai pemaparan di atas, dapat kita simpulkan pemerintahan Bani Abbas tidak ubahnya Bani Umayyah bahkan lebih kejam, dan tidak satupun janji yang mereka ucapkan mereka realisasikan.

REFERENSI:
Al-Maududi, Abul A’la. Khilafah dan Kerajaan; Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam. Mizan. Bandung. 1998.
Guven, Fatih. 560 Hadis dari 14 Manusia Suci. Yayasan Islam Al-Baqir. Bangil. 1995.
Hitti, Philip K. History of The Arabs. Serambi Ilmu Semesta. Jakarta. 2005.

Penguasa Abbasiyah menempuh berbagai cara untuk membatasi gerakan Imam Askari as

Imam Hasan Askari as dilahirkan di Madinah tahun 232 Hijriah, dan syahid di Samarra, Irak tanggal 8 Rabiul Awal tahun 260 H. Imam kesebelas Syiah ini menjadi pemimpin umat di usia 22 tahun, dan syahid di usia 28 tahun setelah delapan hari sakit akibat racun antek-antek dinasti Abbasiyah. Para sahabatnya memanggil beliau dengan sebutan Abu Muhammad. Julukan beliau yang paling masyhur adalah Askari, karena beliau tinggal di sebuah tempat yang disebut Al-‘Askar.


Meskipun Imam Hasan Askari hidup tidak lebih dari 28 tahun, tapi di usia yang singkat ini telah menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah Islam. Manusia mulia ini mewariskan karya besar dan penting di bidang tafsir al-Quran, fiqih dan ilmu pengetahuan bagi umat Islam. Di tengah ketatnya pembatasan dan tingginya tekanan dinasti Abbasiyah terhadap Ahlul Bait Rasulullah Saw, Imam Askari masih tetap menyampaikan ajaran Islam kepada umat Islam secara terorganisir untuk menyiapkan kondisi keghaiban Imam Mahdi setelah beliau.

Penguasa Abbasiyah menempuh berbagai cara untuk membatasi gerakan Imam Askari as, akan tetapi Allah swt berkehendak lain dan juru selamat akan lahir ke dunia di tengah keluarga Sang Imam. Setelah kelahiran Imam Mahdi as, ayah beliau mulai mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi kondisi sulit di masa-masa mendatang. Imam Askari as di berbagai kesempatan berbicara tentang keadaan di masa keghaiban juru selamat, dan peran berpengaruh Imam Mahdi as dalam memimpin masa depan dunia. Beliau menekankan bahwa putranya akan menciptakan keadilan dan kemakmuran di seluruh penjuru dunia.

Di era kegelapan pemikiran dan penyimpangan akidah, Imam Askari as bangkit menyampaikan hakikat agama secara jernih kepada masyarakat. Beliau mengobati dahaga para pencari ilmu dan makrifat dengan pancaran mata air kebenaran. Argumentasi yang disampaikan Imam Askari as dalam berbagai forum ilmiah diakui oleh para pemikir di zamannya, bahkan menjadi panduan bagi mereka.Bahkan salah satu menteri dinasti Abbasiyah bernama Ahmad bin Khaqan, mengakui keutamaan akhlak dan keluruhan ilmu Imam Hasan Askari . Dia berkata, “Di Samarra, aku tidak melihat sosok seperti Hasan bin Ali. Dalam hal martabat, kesucian, dan kebesaran jiwa, aku tidak menemukan tandingannya. Meski ia seorang pemuda, Bani Hasyim lebih mengutamakannya dari kelompok tua di tengah mereka. Ia memiliki kedudukan yang sangat tinggi, yang dipuji oleh sahabat dan disegani musuhnya.”

Semua kehormatan dan kemuliaan itu karena ketaatan Imam Askari as kepada Allah Swt dan kebersamaan beliau dengan kebenaran. Beliau berkata, “Tidak ada orang mulia yang menjauhi kebenaran kecuali dia akan terhina, dan tidak ada orang hina yang menerima kebenaran kecuali dia akan mulia dan terhormat.”

Kedekatan dengan Tuhan dan sifat tawakkal merupakan keutamaan Ahlul Bait Nabi as dalam memikul beban penderitaan dan membuat mereka berkomitmen dalam memperjuangkan kebenaran. Manusia-manusia yang bertakwa dan taat, telah terbebas dari ikatan dan belenggu-belenggu hawa nafsu dan godaan duniawi. Mereka telah mencapai puncak kemuliaan akhlak.Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya adalah pribadi-pribadi sempurna yang menduduki puncak keluhuran akhlak. Mereka dengan ketaatan penuh di hadapan kekuasaan Tuhan, mencapai derajat spiritual yang tinggi konsisten dalam melawan kemusyrikan dan kekufuran serta membimbing masyarakat menuju jalan kebenaran. Dalam sirah Imam Askari as disebutkan bahwa beliau saat berada di penjara, menghabiskan seluruh waktunya dengan ibadah dan munajat kepada Tuhan. Pemandangan ini bahkan telah menyihir para sipir yang ditugaskan untuk mengawasi dan menyiksa beliau.

Beberapa pejabat dinasti Abbasiyah memerintahkan Saleh bin Wasif, kepala penjara untuk bersikap keras terhadap Imam Askari as. Mereka berkata kepada Wasif, “Tekan Abu Muhammad semampumu dan jangan biarkan ia menikmati kelonggaran!” Saleh bin Wasif menjawab, “Apa yang harus aku lakukan? Aku sudah menempatkan dua orang terkejam dari bawahanku untuk mengawasinya, keduanya sekarang tidak hanya menganggap Abu Muhammad sebagai seorang tahanan, tapi mereka juga mencapai kedudukan yang tinggi dalam ibadah, shalat, dan puasa.”

Para pejabat tersebut kemudian memerintahkan Wasif untuk menghadirkan kedua algojonya itu. Mereka berkata kepada para algojo tersebut, “Celaka kalian! Apa yang telah membuat kalian lunak terhadap tahanan itu?” Mereka menjawab, “Apa yang harus kami katakan tentang seseorang yang hari-harinya dilewati dengan puasa dan seluruh malamnya dihabiskan dengan ibadah? Ia tidak melakukan pekerjaan lain kecuali beribadah dan bermunajat dengan Tuhannya. Setiap kali ia menatap kami, wibawa dan kebesarannya menguasai seluruh wujud kami.”

Imam Askari as dalam sebuah riwayat menyinggung kedudukan orang-orang yang shalat, dan berkata, “Ketika seorang hamba beranjak ke tempat ibadah untuk menunaikan shalat, Allah berfirman kepada para malaikatnya, ?Apakah kalian tidak menyaksikan hamba-Ku bagaimana ia berpaling dari semua makhluk dan datang menghadap-Ku, sementara ia mengharapkan rahmat dan kasih sayang-Ku? Aku jadikan kalian sebagai saksi bahwa Aku khususkan rahmat dan kemuliaan-Ku kepadanya.” Imam Askari as senantiasa mewasiatkan kepada para pengikutnya untuk memperpanjang sujud, dan berkata, “Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa dalam agama kalian, dan berusaha karena Allah serta memperpanjang sujud.”

Pengaruh pemikiran dan spiritualitas Imam Askari as membuat para penguasa Abbasiyah ketakutan. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk membunuhnya. Penguasa dinasti Abbasiyah akhirnya menyusun sebuah skenario untuk membunuh Imam Askari as. Beliau syahid setelah beberapa hari menahan rasa sakit akibat diracun musuhnya. Seorang pembantu Imam Askari as berkata, “Ketika beliau terbaring sakit dan sedang melewati detik-detik terakhir dari kehidupannya, beliau teringat bahwa waktu shalat subuh telah tiba. Beliau berkata, ?Aku ingin shalat.’ Mendengar itu, aku langsung menggelar sajadah di tempat tidurnya. Abu Muhammad kemudian mengambil wudhu dan shalat subuh terakhir dilakukan dalam keadaan sakit dan selang beberapa saat, ruh beliau menyambut panggilan Tuhan.” Inna lillahi wa inna ilahi rajiun.

Kini para pencinta Ahlul Bait Rasulullah Saw hingga kini terus menziarahi makam Imam Hasan Askari, dan membaca doa di kompleks pemakaman suci, meskipun situasi Samarra rentan terhadap ancaman musuh. Semoga Allah Swt menjadikan kita semua termasuk para peziarah dan pembela haram suci Ahlul Bait Rasulullah Saw. “Ya Allah, shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya. Teriring salam bagi Imam Hasan bin Ali (Askari) yang telah menunjukkan jalan menuju agama-Mu, pembawa bendera hidayah, mata air ketakwaan, dan tambang akal, muara hikmah dan rahmah bagi umat. Wahai Imam yang terjaga dari dosa, wahai yang mewarisi ilmu kitab suci (al-Quran) yang dengannya menjadi pembeda antara hak dan batil. Salam bagimu, ya Imam Hasan Askari.”

Imam Askari, Mentari Keadilan


Imam Hasan Askari dilahirkan di kota Madinah tanggal 8 Rabiul Tsani tahun 232 Hijriah. Hari kelahiran Ahlul Bait Rasulullah Saw membawa keberkahan, sekaligus pelajaran penting dari kehidupan mulia mereka bagi umat manusia. Kehidupan Ahlul Bait Rasulullah Saw menjadi suri teladan terbaik bagi masyarakat. Manusia-manusia suci ini dalam kehidupannya senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan membela kebenaran dan keadilan.

Salah satu tujuan terpenting diutusnya para Nabi dan Rasul berdasarkan ayat suci al-Quran adalah penegakkan keadilan. Untuk mewujudkan keadilan diperlukan seorang pemimpin adil di tengah masyarakat. Dalam kitab suci al-Quran surat al-Hadid ayat 25, Allah swt berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata, dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan..".


Senada dengan ayat ini, Imam Ridha berkata,"... salah satu argumentasi pentingnya Imam dan pemimpin adalah perlunya masyarakat terhadap undang-undang. Mereka wajib mematuhinya, dan tidak boleh melanggar undang-undang. Sebab setiap pelanggaran terhadap batas-batas aturan yang telah ditetapkan menyebabkan terjadinya kerusakan di tengah masyarakat. Untuk melindungi batas-batas aturan diperlukan para penjaga yang terpercaya. Jika tidak, tidak ada seorangpun yang bersedia untuk meninggalkan kenikmatan dan kepentingan pribadinya, meskipun akan menyebabkan kerusakan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, Allah swt menyerahkan urusan masyarakat kepada orang yang bisa mencegah kerusakan yang disebabkan para perusak, dan menjalankan aturan di tengah masyarakat. Dalil lain [urgensi keberadaan Imam], bangsa manapun tidak akan berlanjut tanpa pemimpin untuk mengatur urusan dunia, dan akhirat mereka. Dengan demikian, hikmah Allah Yang Maha Bijaksana tidak akan membiarkan makhluknya berkaitan dengan masalah penting..."

Imam Hasan Askari adalah Imam kesebelas yang menjadi pembimbing umat. Kelahirannya memancarkan cahaya penerang kehidupan manusia, yang sudah lelah dari ketidakadilan dan kezaliman. Beliau menjadi Imam dalam usia 22 tahun  setelah ayahnya, Imam Ali al-Hadi syahid. Meskipun Imam Hasan Askari hidup tidak lebih dari 28 tahun, tapi di usia yang singkat ini telah menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah Islam. Manusia mulia ini mewariskan karya besar dan penting di bidang tafsir al-Quran, fiqih dan ilmu pengetahuan bagi umat Islam. Di tengah ketatnya pembatasan dan tingginya tekanan dinasti Abbasiyah terhadap Ahlul Bait Rasulullah Saw, Imam Askari masih tetap menyampaikan ajaran Islam kepada umat Islam secara terorganisir untuk menyiapkan kondisi keghaiban Imam Mahdi setelah beliau.

Di era kegelapan pemikiran dan penyimpangan akidah, Imam Askari as bangkit menyampaikan hakikat agama secara jernih kepada masyarakat. Beliau mengobati dahaga para pencari ilmu dan makrifat dengan pancaran mata air kebenaran. Argumentasi yang disampaikan Imam Askari as dalam berbagai forum ilmiah diakui oleh para pemikir di zamannya, dan menjadi panduan bagi mereka.

Lembaran sejarah menorehkan keagungan akhlak Imam Hasan Askari. Berbagai riwayat mengungkapkan kemuliaan manusia agung ini. Di tengah kondisi sulit karena tekanan pemerintah lalim saat itu, Imam Hasan Askari tetap menjadi rujukan masyarakat. Bahkan Imam tetap menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat, dan menyelesaikan masalah yang mereka alami. Kedermawanan Imam Hasan Askari sangat dirasakan oleh masyarakat.

Abu Yusuf, penyair dinasti Abbasiah, menuturkan "Aku pernah mengalami kondisi yang sangat sulit. Saat itu, aku baru saja mempunyai seorang anak. Kondisi sulit saat itu membuatku menulis surat memohon bantuan kepada para pembesar Bani Abbas. Namun sangat disayangkan, mereka sama sekali tidak membantuku.Ketika pesimis, aku teringat Imam Hasan Askari. Kemudian, aku mendatangi rumah beliau. Tidak lama setelah mengetuk pintu, seorang sahabat Imam membawa sekantong uang. Sahabat Imam itu berkata, "Ambillah uang 400 dirham ini! Imam mengatakan; Gunakanlah uang ini untuk anakmu yang baru lahir. Dengan keberadaan anak tersebut, Allah Swt memberikan berkah dan kebaikan kepadamu."

Mengenai ibadah dan penghambaan Imam Hasan, beliau adalah sosok yang sangat sempurna. Abu Hasyim Jafari, salah satu sahabat setia Imam Hasan Askari berkata, "Ketika tiba waktu shalat, Imam langsung meninggalkan pekerjaan dan aktivitasnya. Beliau tidak pernah mendahulukan pekerjaan lainnya dari pada shalat." Kehidupan Imam Askari merupakan manifestasi sejati dari ibadah dan penghambaan kepada Allah Swt. Bahkan, para sipir penjara dinasti Abbasiah menemukan jalan yang benar dan kebahagiaan sejati setelah menyaksikan ibadah Imam Askari di penjara.

Dalam nasehatnya, Imam Hasan Askari mengajak umat bersabar di tengah tekanan hidup. Kepada salah seorang sahabatnya, beliau berkata, "Selama kalian mampu dan bisa bertahan, janganlah memohon kepada orang lain. Sebab, setiap hari ada rejeki baru. Ketahuilah bahwa terus-menerus memohon atau mengemis dapat menghilangkan harga diri seseorang. Untuk itu, bersabarlah hingga Allah Swt membuka pintu bagimu. Kenikmatan itu ada masanya. Janganlah tergesa-gesa memetik buah yang belum waktunya dan petiklah pada waktunya."

Imam Hasan Askari menjadi pemimpin umat selama enam tahun. Tapi, dalam waktu yang singkat itu, beliau berperan besar dalam menyebarkan budaya dan ajaran Islam. Imam Hasan mengajar dan membina murid-murid yang menjadi ulama dan ilmuwan setelahnya. Selain itu, beliau membimbing umat dengan pemikiran dan ajaran Islam yang benar, di tengah derasnya serangan budaya dan pemikiran dari luar Islam. Ketika itu, di dunia Islam tengah marak penyimpangan pemikiran dan pandangan atheis yang dikembangkan dari pemikiran Yunani dan India.

Imam Hasan Askari terus berupaya menyelamatkan masyarakat dari segala bentuk penyimpangan budaya dan pemikiran dengan memberikan pencerahan pemikiran dan spiritualitas. Menyampaikan masalah agama, membina majlis-majlis ilmu, dan membina para sahabat unggulan termasuk bentuk perlawanan yang dilancarkan Imam Hasan Askari terhadap pemerintah zalim Dinasti Abbasiah. Melalui media ilmu dan pengetahuan, Imam Askari menjelaskan fakta sebenarnya bahwa pemerintahan zalim menjadi penghalang terlaksananya ajaran-ajaran agama dan keadilan di tengah masyarakat. Disamping itu, pemerintah zalim menginjak-injak hak-hak masyarakat dan menyelewengkannya menjauhi jalan kebenaran. Imam Hasan menguatkan spirit keadilan di tengah masyarakat, dan mengabarkan kehadiran putranya, Imam Mahdi sebagai hujah Tuhan, yang akan mewujudkan keadilan di dunia ini.

Imam Shadiq, Ufuk Kecemerlangan


Imam Jakfar Shadiq as dilahirkan pada hari Jumat, 17 Rabiul Awal 83 H di kota Madinah, dan beliau syahid pada 25 Syawal 148 H. Ayah Imam Shadiq adalah Imam Muhammad al-Baqir as. Lembaran sejarah kehidupan beliau merupakan periode yang dipenuhi berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam. Perebutan kekuasaan antara Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiah memicu beragam problematika sosial dan politik di tengah masyarakat.

Di luar gejolak politik yang panas, ketika itu berbagai pemikiran merasuki masyarakat Islam. Umat Islampun menyambut berbagai gelombang pemikiran dan budaya asing yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab. Bersamaan dengan berkembangannya pengajaran berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti kedokteran, astronomi, fisika, matematika dan disiplin ilmu lainnya, umat Islampun menyerap berbagai ideologi pemikiran dari luar, termasuk yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam situasi dan kondisi demikian, Imam Shadiq tampil meluruskan keyakinan umat Islam yang telah menyimpang melalui berbagai kajian ilmiah seperti diskusi dan debat ilmiah. Beliau menunjukkan kelebihan Islam dibandingkan berbagai aliran pemikiran dengan argumentasi dan logika yang kokoh.

Ketidaklayakan para khalifah Bani Abbasiah dan rendahnya komitmen mereka terhadap Islam, serta ketidakpeduliannya terhadap kepentingan rakyat, menimbulkan kekacauan di kalangan masyarakat Islam. Saat itu, pemikiran ateisme tersebar luas di tengah masyarakat, sementara para mubaligh pun kebanyakan hanya menjadi juru bicara pemerintah. Khalifah Bani Abbasiah yang tidak berbeda dengan bani Umayah, hanya memanfaatkan agama untuk mencapai tujuannya. Dengan gerakan yang jelas dan terarah, Imam Shadiq as memurnikan keyakinan dan pemikiran Islam dari penyimpangan yang berkembang di masyarakat kala itu. Beliau menjawab berbagai keraguan masyarakat tentang agama dan menjelaskan pokok-pokok penting pengetahuan agama dan ilmu-ilmu al-Quran dengan metode ilmiah.

Imam Shadiq as mendidik murid-murid besar di antaranya Hisyam bin Hakam, Muhammad bin Muslim dan Jabir bin Hayan. Sejarah menyebutkan bahwa murid-murid Imam Shadiq as mencapai 4000 orang. Sebagian dari mereka memiliki berbagai karya ilmiah yang tiada tara di zamannya. Misalnya Hisyam bin Hakam menulis 31 buku. Jabir bin Hayan menulis lebih dari 200 buku dan pada abad pertengahan, karya tersebut diterjemahkan ke berbagai bahasa Eropa. Mufadhal juga merupakan salah satu murid terkemuka Imam Shadiq as yang menulis buku "Tauhid Mufadhal".

Imam Shadiq memainkan peran penting dalam gerakan pemikiran dan budaya al-Quran. Beliau juga mengajarkan dengan baik kedudukan Ahlul Bait Rasulullah sebagai imam umat Islam. Imam mengajak manusia untuk merenungi ayat al-Quran. Terkait hal ini, Imam Shadiq berkata, "Quran merupakan cahaya petunjuk seperti pelita di malam hari. Maka orang-orang yang berpikir harus mengkajinya dengan teliti."

Ketika al-Quran berada di tangannya, Imam Shadiq dalam sebuah munajat dan doa memohon kepada Allah swt, "Ya Allah aku bersaksi bahwa al-Quran adalah dari-Mu yang turun kepada Rasulullah. Al-Quran adalah kalam-Mu yang disampaikan Rasulullah. Ya Allah, jadikanlah memandang Quran sebagai ibadah, dan terimalah bacaanku dan tafakurku. Engkau Maha Rahman dan Rahim." (Bihar al-Anwar jilid 82 hal, 207)

Imam Shadiq menegaskan peran Ahlul Bait Rasulullah dalam pemahaman dan penafsiran al-Quran. Beliau juga menyerukan umat Islam untuk menyelami lautan penegetahuan yang terkandung dalam al-Quran. Imam menjelaskan makna dan tafsir yang jelas mengenai imamah dan mengajak manusia untuk mengenal imam zamannya.

Khalifah Abbasiah melakukan berbagai cara untuk menjatuhkan kedudukan Imam Shadiq di mata masyarakat. Dengan beragam cara liciknya mereka berusaha mendekati Imam Shadiq as. Suatu hari penguasa Abbasiah Mansur Dawaniqi dalan surat yang dilayangkan kepada Imam Shadiq menulis, "Mengapa tidak mengunjungi majlis kami seperti kebanyakan orang lain ?" Imam Shadiq menjawab, "Kami tidak mengkhawatirkan kehilangan dalam urusan duniawi sehingga kami harus takut kepadamu. Dalam urusan spiritual tidak ada yang bisa aku harapkan darimu."

Mansur dalam surat balasannya menulis, "Kemarilah, nasihatilah kami !" Imam Shadiq yang mengetahui motif busuk Mansur memjawab, "Pencinta dunia yang takut kehilangan dunianya tidak akan menasehatimu, dan orang yang mengharapkan akhirat tidak akan mendatangi orang sepertimu." (Ushul Kafi jilid 1)

Imam menggunakan lisan dan tulisan dalam perlawanan menghadapi penguasa lalim. Sejarah membuktikan, jika beliau memiliki pasukan yang kuat dan pemberani, tentu saja manusia mulia itu akan mengangkat senjata menghancurkan rezim lalim di zamannya.

Setiap kali ada kesempatan, Imam Shadiq as selalu melakukan perlawanan terhadap pemimpin zalim dengan senjata ilmu dan penanya. Imam berkata, "Barang siapa yang memuji pemimpin zalim dan tunduk di hadapannya agar mendapatkan keuntungan dari pemimpin tersebut, maka ia akan berada dalam kobaran api neraka bersama pemimpin zalim itu". Di luar itu, Imam Shadiq melihat lemahnya pemikiran dan budaya umat Islam sebagai prioritas perjuangannya. Untuk itulah beliau memfokuskan dakwahnya untuk memperkuat keyakinan keagamaan umat Islam.

Abu Hanifah, pemimpin mazhab Hanafi mengungkapkan kalimat indah tentang keagungan Imam Shadiq as. Abu Hanifah sendiri merupakan cendekiawan yang terkenal di masa itu. Suatu hari Khalifah Mansur yang begitu dengki dengan keagungan Imam Shadiq as mengusulkan kepada Abu Hanifah untuk menggelar ajang debat dengan Imam Shadiq. Khalifah meminta Abu Hanifah merancang pertanyaan yang sulit sehingga dengan cara itu pamor Imam Shadiq as diharapkan akan turun ketika tak bisa menjawabnya.

Abu Hanifah mengatakan, "Aku telah siapkan 40 pertanyaan yang sulit kemudian aku menemui Mansur. Saat itu Imam Shadiq as juga berada dalam pertemuan tersebut. Ketika melihatnya aku begitu terpesona hingga aku tidak bisa menjelaskan perasaanku di waktu itu. 40 masalah aku tanyakan kepada Jakfar bin Muhammad. Beliau menjelaskan masalah tersebut tidak hanya dari pandangannya sendiri namun ia mengungkapkan pandangan berbagai mazhab. Di sebagian masalah ada yang sepakat dengan kami dan sebagian bertentangan. Terkadang beliau menjelaskan pula pandangan yang ketiga. Ia menjawab 40 soal yang aku tanyakan dengan baik dan terlihat sangat menguasainya hingga aku sendiri terpesona oleh jawabannya. Harus kuakui, tidak pernah kulihat orang yang lebih faqih dan lebih pandai selain Jakfar bin Muhammad. Selama dua tahun aku berguru padanya. Jika dua tahun ini tidak ada, tentu aku celaka".

Khalifah Mansur pun merasakan posisinya makin terancam. Lalu, ia meracuni Imam Shadiq as hingga akhirnya beliau gugur syahid pada 25 Syawal 148 H.

Di akhir acara ini, kita mengambil berkah dari petuah mulia Imam Shadiq. Beliau berkata,"Muslim yang mengenal kami (Ahlul Bait) adalah orang yang ilmunya bertambah setiap hari, dan selalu melakukan introspeksi dirinya. Ketika melihat kebaikan, ia selalu meningkatnya. Namun ketika melihat dosa ia memohon ampunan supaya terjaga di hari kiamat."

Imam Jawad dan Keridhaan Allah Swt


Setiap Imam dari Ahlul Bait as di setiap zamannya merupakan sosok termulia dan terpandai. Mereka memiliki metode berbeda untuk menyampaikan ajaran suci Rasulullah. Kepatuhan kepada Allah Swt merupakan landasan hidup para Imam Ahlul Bait. Oleh karena itu, mereka sangat peka terhadap masalah seperti keadilan, menyelamatkan manusia dari penyembahan selain Allah dan meluruskan hubungan pribadi serta sosial.

Meski para Imam dalam sejumlah masalah kecil tidak berhasil mendirikan pemerintahan, namun dalam pandangan mereka kekuasaan dan pangkat hanya sarana untuk menegakkan keadilan, hak, menghancurkan kebatilan dan menegakkan agama Tuhan. Namun mengingat para Imam di setiap prilakunya merupakan manifestasi nilai-nilai luhur kemanusiaan dan moral maka secara tidak langsung kharisma mereka menempati setiap lubuk hati manusia.

Imam Jawad as dilahirkan pada tahun 195 Hijriah di kota Madinah. Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan. Beliau memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu. Dalam sejarah disebutkan, saat musim haji sekitar 80 orang ahli fiqih dari Baghdad dan kota-kota lain menuju Madinah untuk bertemu dengan Imam Jawad as. Mereka mencecar Imam dengan pelbagai pertanyaan ilmiah, namun Imam Jawad as dengan tenang dan mantap menjawab semua yang ditanyakan. Kejadian ini memupuskan segala keraguan yang selama ini menggelayut benak mereka.

Imam Jawad as hidup sezaman dengan dua khalifah Bani Abbasiah, Makmun dan Mu`tashim al-Abbasi. Sementara itu, pemerintahan Bani Abbasiah terkenal menyimpang dari ajaran Islam. Mereka hanya menampilkan keislaman secara zahir. Di saat yang sama pemerintahan Bani Abbasiah juga memiliki program terencana untuk mengubah ajaran suci Islam. Sementara itu, sikap anti dan penentangan yang ditunjukkan Imam Jawad terhadap pemerintah berkuasa mendapat reaksi luas. Sikap Imam ini juga menjadi sebab kehidupan beliau senantiasa menghadapi rongrongan dari penguasa.

Imam Jawad seperti para Imam Ahlul Bait lainnya tidak tinggal diam menyaksikan kezaliman dan penyimpangan yang dilakukan penguasa Abbasyiah. Kebenaran terus disampaikan Imam meski kepada masyarakat dalam kondisi yang sesulit apapun. Keberanian, ketegasan dan perlawanan beliau terhadap kezaliman penguasa membuat Bani Abbasyiah tak mampu membiarkan beliau untuk bebas bergerak dan membiarkannya terus hidup. Oleh karena itu, penguasa Bani Abbasiah meneror Imam Jawad di usia yang relatif muda, 25 tahun.

Salah satu usaha penting Imam di bidang budaya adalah meriwayatkan hadis sahih dari Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait serta menjelaskannya kepada umat Islam. Kita pun kini menyaksikan warisan tak ternilai dari Imam Jawad berupa hadis dan petuah-petuah suci beliau. Selain meriwayatkan hadis, Imam Jawad juga aktif di tengah-tengah masyarakat menyebarkan budaya dan ajaran Islam. Imam juga tak kenal lelah memberikan petunjuk soal ekonomi dan kebutuhan pemikiran umat.

Di antara metode yang ditempuh Imam Jawad untuk melaksanakan perintah Allah adalah menciptakan relasi kuat antara manusia dan al-Quran. Menurut beliau ayat-ayat suci al-Quran harus merata di tengah masyarakat dan umat Islam di setiap ucapan serta prilakunya mencontoh ajaran al-Quran. Imam menandaskan bahwa mencari kerelaan Allah merupakan kunci kebahagiaan manusia. Dengan bersandar pada ajaran al-Quran, Imam menekankan kerelaan dan keridhaan Allah di atas segala sesuatu. Di ayat ke 72 Surat Taubah, Allah Swt menjelaskan bahwa kerelaan-Nya bagi seorang mukmin lebih utama dari segala sesuatu termasuk surga.

Imam Jawad as meminta masyarakat untuk senantiasa memikirkan kerelaan Allah Swt. Dalam hal ini beliau memberikan wejangan kepada umat Islam. Beliau bersabda, "Tiga hal dapat mengantarkan manusia kepada ridha Allah; banyaknya istighfar, keramah-tamahan dan banyak bersedekah. Tiga hal jika dimiliki oleh seseorang, ia tidak akan menyesal; tidak terburu-buru, bermusyawarah dan bertawakal kepada Allah ketika ia sudah mengambil keputusan".

Salah satu nikmat Ilahi bagi manusia adalah beristighfar dan bertaubat. Taubat dan istighfar merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu Ilahi bagi hambaNya. Dengan bertaubat, dosa-dosa yang ada tersapu bersih dan manusia memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri serta memperbaiki kesalahannya dengan melakukan perbuatan bajik. Oleh karena itu, dalam bertaubat manusia dilarang bermain-main. Taubat harus dilakukan dengan serius, karena penyesalan membawa beban di pundak manusia.

Istighfar berarti meminta pengampunan. Artinya manusia meminta Allah mengampuni kesalahannya dan mengharap dirinya masuk dalam rahmat Ilahi. Imam Ali as terkait hal ini berkata," Di alam ini terdapat dua sarana untuk menyelamatkan manusia dari siksaan Allah. Pertama adalah keberadaan Rasulullah yang terputus dengan wafatnya beliau. Namun sarana kedua kekal hingga hari Kiamat. Sarana itu adalah istighfar. Oleh karena itu, berpegang teguhlah dengan istighfar dan jangan sekali-kali kalian lepas.

Istighfar dapat menjadi perantara untuk menyingkirkan azab dunia dan akhirat yang ditimbulkan oleh perbuatan jelek manusia. Salah satu dampak dari istighfar menurut al-Quran adalah mencegah azab Ilahi, pengampunan dosa serta menambah rizki, kesejahteraan dan usia. Sikap ramah, menurut Imam Jawad dapat menuntun manusia mencapai keridhaan Allah. Di metode pertama (istighfar) Imam menjelaskan hubungan antara seorang hamba dan Tuhan. Metode kedua dan ketiga mengajarkan manusia bagaimana berinteraksi dengan sesamanya. Artinya keridhaan Allah dapat dicapai seseorang dengan melayani dan mengabdi kepada sesamanya.

Pastinya sifat ramah tamah membuat seseorang menjadi tawadhu (rendah hati) dan tidak congkak, karena kesombongan membuat seseorang tak segan-segan berlaku zalim kepada sesamanya. Metode ketiga menurut Imam Jawad untuk mencapai keridhaan Tuhan adalah bersedekah. Imam Jawad sendiri terkenal karena kedermawanannya sehingga dijuluki al-Jawad. Dengan demikian beliau sendiri telah memberi contoh kepada umatnya dan tidak sekedar menganjurkan.

Infak dan sedekah banyak disinggung dalam al-Quran. Ibarat ini disebut al-Quran setelah shalat yang merupakan ibadah paling urgen bagi manusia. Dengan demikian menurut Imam Jawad penghambaan memiliki dua sayap. Sayap pertama, interaksi dengan Allah dan sayap kedua interaksi dengan sesama manusia dengan penuh tawadhu. Sifat tawadhu pada diri manusia dapat dipupuk dengan membiasakan diri memberi sedekah dan berinfak.

Setiap manusia berhak mengeluarkan hartanya dengan berinfak di jalan Allah. Namun demikian jangan sampai manusia memaksakan diri sehingga dirinya malah mendapat kesulitan. Infak dan berbuat baik dengan segala bentuknya khususnya bersedekah merupakan salah satu jalan bagi manusia untuk mencapai keridhaan Allah Swt. Karena manusia dengan kerelaannya mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Orang seperti ini telah melepas keterikatan dirnya dengan materi demi keridhaan Allah.

Terkait Berita: