Wahabi, Siapakah Yang Kalian Bela?
Bagi orang yang memiliki dua mata yang mampu memandang kebenaran,
cobalah buka kedua matamu pasti kamu akan mengetahui bahwa Wahabiyah
adalah pendukung pertama penjajahan barat terhadap negara-negara Islam.
Tidak sampai di sini saja, apabila kamu mengikuti sejarah Muhammad ibn
Abdul Wahhab dan para pemimpin Wahabiyah setelahnya, kamu tidak akan
pernah menemukan upaya nyata mereka dalam mensejahterakan umat,
menegakkan keadilan, mencegah kedzaliman dan melawan kebodohan. Juga
andil mereka dalam upaya perdamaian dan kesejahteraan.
Tidak
akan kamu temukan dalam sejarah mereka kecuali pengkafiran terhadap umat
Islam dan tuduhan syirik, mewajibkan untuk memerangi mereka serta
menghalalkan darah dan harta mereka. Dalam diri mereka yang ada
hanyalah aqidah
tajsim,
tasybih, kufur, sesat dan
pengingkaran ziarah makam Rasulullah dan makam orang-orang yang
shalih untuk bertabarruk, dan pengkafiran terhadap orang yang
mengatakan: “Wahai nabi pembawa rahmat mintakan syafaat untukku kepada
Allah!!”. Dan mengingkari perayaan maulid nabi yang mulia seperti yang
telah biasa dilakukan oleh kalangan ahlussunnah, mengharamkan membaca al
Qur’an bagi umat Islam yang telah meninggal dunia, inilah rutinitas
mereka tidak ada yang lain.
Inilah satu-satunya tujuan
mereka dengan kedok agama mereka menumpahkan darah umat Islam yang tidak
berdosa, menghalalkan yang haram, dan menyebarkan fitnah demi fitnah.
Sungguh licik hati mereka penuh dengan kedengkian dan kebencian serta
suka membuat masalah pada umat.
Bahkan, mereka jadikan
barat sebagai qiblat dan mereka dukung para penjajah untuk
menginjak-injak martabat negara-negara Arab dan Islam. Mereka adalah
kepanjangan tangan musuh-musuh Islam yang dengan semaunya mereka
permainkan Islam.
Sedangkan permusuhan Wahabiyah kepada
umat Islam secara gamblang bisa dilihat dari fatwa Nashiruddin al
Albani ketika memberikan fatwa kepada penduduk palestina dengan
mewajibkannya keluar dari Palestina, apa kemaslahatan dari ini semua?
Dan untuk siapa kita tinggalkan Palestina jika kita mewajibkan
penduduknya meninggalkan Palestina? Berapa harga fatwa ini? Orang yang
cerdas adalah orang yang memahami isyarat ini. Siapa yang membayar al
Albani untuk fatwanya ini???
Inilah kenyataan dari apa
yang telah mereka dilakukan, atau yang sedang mereka lakukan juga
rencana busuk mereka di masa mendatang.
Wahabiyah
mengklaim bahwa mereka hanya mengikuti Nabi dan tidak membuat bid’ah.
Aqidah mereka yang telah kita paparkan bersumber dari kitab-kitab mereka
adalah saksi kebohongan mereka, jelas mereka pembuat bid’ah dalam
aqidah. Dalam sebagian aqidah Wahabi mengikuti Yahudi, Fir’aun dan
Hamman terbukti mereka berhujjah dengan aqidah orang-orang ini. Bahkan
dalam hal menetapkan arah, batasan, tempat, duduk, bergerak, diam,
berat, timbangan, lisan, mulut kepada Allah, mereka mengambil pernyataan
Yahudi, Fir’aun dan Hamman. Juga Aqidah Wahabi yang mengatakan Allah
berada di atas Arsy dengan dzat-Nya, di langit dengan dzat-Nya, Allah
memiliki kursi di setiap langit untuk tempat dudukNya.
Kami
menantang mereka, apakah mereka siap untuk menunjukkan siapa yang
mereka ikuti dalam hal itu? Apabila mereka berbicara atau menulis tidak
ada yang diikuti oleh mereka dalam hal itu kecuali Fir’aun, Hamman,
Yahudi dan
Musyabbihahsebagaimana hal itu terlihat jelas, sejelas matahari di siang bolong yang tidak terhalang mendung. Apabila kita
beri
waktu dari sekarang hingga dunia berakhir mereka tidak akan mampu untuk
membuktikan satu hurufpun apa yang mereka selewengkan bahwa hal itu
berdasarkan sabda Nabi, pendapat para sahabat, tabi’in atau dari seorang
mujtahid
Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Jadi Aqidah
Wahabiyah adalah aqidah yang rapuh bahkan lebih rapuh dari sarang
laba-laba. Tidak ada panutan mereka kecuali orang-orang bodoh dan kafir
yang telah Allah kehendaki bahwa mereka sesat menyesatkan serta tidak
ada cahaya dalam hati-hati mereka. Jadi Wahabiyah adalah pembawa bid’ah
dan bukan
muttabiah (orang yang mengikuti nabi).
Keterangan gambar: Makam Muawiyah bin Abu Sofyan di Syria.
Digembok rapat karena orang-orang suka membuang kotoran di makam ini.
Konon di sekitarnya juga tumbuh pohon berduri yang tidak tumbuh di
tempat lain.Dinasti Umayyah dan Abbasiyah menganiaya dengan kejam dan
memburu keturunan MUHAMMAD dengan racun dan pedang, merampas kekuasaan
mereka dengan beragama kejahatan dan banjir darah...
http://achehkarbala.blogspot.com/2010/02/keselamatan-seseorang-tergantung-kepada.html
KESELAMATAN SESEORANG TERGANTUNG KEPADA KESANGGUPANNYA UNTUK TIDAK MASUK DALAM SYSTEM YANG MENZALIMI KEHIDUPANN KAUM DHUAFA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
SETELAH TERLEPAS DARI KEJARAN SANG HARIMAU LAPAR DAN GANAS
DAPAT BERLINDUNG DALAM SEBUAH GUA, SESEORANG MERASA LEGA,
NAMUN KETIKA MELIHAT KERUMUNAN ULAR BESAR DAN BERBISA
SIAP MENANTI KEJATUHANNYA (AZAB KUBUR).
ANGIN SPOI-SPOI BASAH YANG MEMBAWA PERCIKAN MADU,
MEMBUAT SESEORANG LUPA LAGI
BAHAYA YANG AKAN DIA HADAPI.
Acheh - Sumatra.
Ketika
seseorang anggota DPRA mempertanyakan transparansi pembahagian hasil
minyak Bumi di Acheh pada penguasa Jawakarta, mereka akan mengatakan
bahwa 10 milyar per anggota DPRA adalah termasuk manipulasi dari
persentase minyak bumi Acheh juga. Apa bila kalian masih mempertanyakan
transparansinya, 10 milyar peranggota DPRA itu akan kami tarik balik.
Kira-kira apa jawaban DPRA andaikata terjadi dialog seperti itu?
Sepertinya penguasa Jawakarta bukan setakat itu sepakterjangnya, masih
lebar lagi, termasuk berdaya upaya untuk menumbal mulut DPRA dengan uang
haram itu agar tidak memperjuangkan Self Government, sebaliknya
menerima saja Otonomi, pepesan kosong itu. Kheun ureueng Acheh: "Meunje
peng kadjisumpai lam babah, soemanteng akan meulolo, handjeuetle
djimarit, hana keutjuali atawa hana pileh bulee. 'Ulama gadeh
djanggot'". Kalau Ulama benaran pantang tunduk patuh kepada penguasa
taghut zalim, bukan?
10 milyar perorang bukan lagi belajar untuk
korupsi tapi sekali saja sudah jadi konglomerat, konon pula kalau masih
ada lagi kesempatan setelah itu. Kalau hal ini menjadi realita, bukan si
Kontoro saja yang sangat kurang ajar, masih ada lagi 'Kontoro-kontoro'
kelas kakap lainnya. Jadi pantaslah berbuih air liurnya ketika
berkampanje dulu. Maaf ini saya gunakan andaikata. Kita mengharap sangat
semoga bang Hasbi cs yang masih kami muliakan, cepat menanggapi
persoalan ini. Kalau setelah lama baru anda tanggapi dengan pernyataan
menolak dana yang membuat seluruh DPR Acheh masuk neraka secara pasti,
kami sudah mulai curiga barang kali kalian akan menunggu kesempatan
lainnya yang agak tertutup dalam pandangan umum.
Sepertinya DPRA
tidak menganggap itu dana terkutuk buat DPR tapi dana kebijaksanaan
pemerintah agar tidak korupsi sebagaimana penguasa Jawakarta
melegitimate Kontoro cs dengan gaji yang tinggi dengan alasan yang sama.
Itu adalah pemahaman orang yang berpedoman dengan Pancasila atau
puncasilap, bukan Al Qur-an. Andaikata DPRA itu termasuk orang yang
beriman, pastinya berpegang teguh dengan Al Qur-an. Berdasarkan Al
Qur-an itu dana yang berjumlah 10 milyar peranggota DPRA adalah korusi
yang mendapat legitimate aturan systemnya buat seluruh DPR dalam system
tersebut. Sebagaimana kita ketahui pihak Indonesia tidak berbuat sesuai
MoU Helsinki terhadap Acheh - Sumatra. Menurut yang mereka sepakati
Acheh - Sumatra berstatus Self Government tapi pihak indonesia telah
menggantikan dengan Otonomi, padahal kalau memang untuk memperoleh
otonomi buat apa kita berperang? Nah pihak Indonesia menganggap itu
adalah POLITIS (baca sesuai pedoman hidup mereka Pancasila alias
puncasilap). Kalau pandangan orang yang beriman, yaitu orang yang haqqul
yakin akan firman Allah, sepakterjang penguasa Indonesia yang demikian
adalah MUNAFIQ. Mereka yang demikian sepakterjangnya sesuai dengan
firman Allah: "Dan diantara manusia ada yang berkata: "Kami beriman
kepada Allah dan hari Kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya
bukanlah orang yang beriman" (QS, al Baqarah : 8)
Ketika Irwandi,
gubernur Indonesia di Acheh memata-matai para dokter Rumah Sakit Zainal
Abidin Banda Acheh, agar tidak menelantarkan pasen, para dokter tau
bahwa kerjanya lebih lumaian daripada DPR yang hanya duduk doang, dapar
fulus 10 milyar perorang, belum lagi fasilitas dan dana kongkalikong
lainnya. Jadi semua aparat yang berada dalam system tersebut berdaya
upaya untuk memiliki juga sebagaimana yang dimiliki para dewan
'terhormat' itu. Disinilah kezaliman system secara keseluruhan. Dalam
kontek seperti ini benarnya pikiran oran g yang tidak percaya lagi
kepada siapapun yang mengatasnamakan 'rakyat' demi meraih kesenangan
keluarganya sendiri. Andaikata tidak adalagi hukuman Allah di Akhirat,
sungguh semua seluruh kuam dhuafa dimanapun mereka berada akan mengalami
stress berat menghadapi sepakterjang mereka yang terlibat vdalam system
taghut zalim, hipokrit dan korrup secara systematis.
Disuatu
arena training saya pernah menyampaikan materi bahwa kita tidak boleh
bekerja dalam system yang menjejaskan kaum dhuafa sebagaimana system
Indonesia termasuk Acheh kedalamnya, kecuali benar-benar sebagai taktik
strategi buat sementara, seperti bekas tentera di Chechenia dulu atau
Hur yang terkenal cemerlang di medan Karbala. Saya menjelaskan dengan
kasus 7 Aulia dalam Gua, meninggalkan gemerlapnya singgasana Diklidianus
dalam surah al Kahfi. Dan dengan keyakinan itu juga saya meninggalkan
segala-galanya, kendatipun saya sudah lumaian golongannya sebagai
pegawai negeri. Yang menjadi persoalan disini, ada beberapa guru agama
yang berdaya-upaya untuk mencari jalan keluar supaya tetap sebagai
pegawai negeri. Saya katakan kepada orang tersebut bahwa secara system
apasaja kedhaliman yang dibuat penguasa melalui kaki tangannya terhadap
kaum dhuafa, kita juga terimbas kedhaliman tersebut. Jadi bukan orang
yang mendhalimi itu saja. Itulah yang namanya system. Kita umpama berada
dalam sebuah bahtera yang sedang menuju Neraka secara pelan tapi pasti.
Guru
tersebut sepulang dari training, bertamu ke rumah seorang tgk, dmana
anaknya sendiri sebagai pemborong yang dipelintirkan orang sebagai
pembohong. Guru tersebut mendapat penjelasan dibenarkan dengan
menyebutkan beberapa orang pegawai negeri Saudi dan Mesir. Perlu saya
sampaikan bahwa tidak semua tgk selugu tgk tersebut.
Kembali
kepada DPRA yang bekerjasama dengan Indonesia yang statusnya sudah jelas
dalam surah al Baqarah ayat 8 diatas, otomatis akan dibangkitkan Allah
kelak bersama orang-orang yang pedoman hidupnya, Puncasilap tersebut
diatas, kecuali DPRA mampu memainkan peranan seperti Hur di Karbala atau
bekas tentara Chechenia diatas, sanggupkah? Sanggupkah selagi belum
jadi Hur, tidak korupsi. Baik korupsi secara terang-terangan macam DPR
Jawakarta maupun korupsi terselubung sebagaimana yang sedang kita sorot
ini. Jangan anda pedomani DPRA yang lalu yang sudah melahap 5 milyar
perorang dan pasti akan berhadapan dengan firman Allah berikut ini
kelak:
"Bukankah sudah kuperintahkan kepadamu hai Bani Adam
supaya kamu tidak tunduk patuh kepada syaithan. Sesungguhnya syaithan
itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan tunduk patuhlah kepada da Ku. Inilah
jalan yang selurus-lurusnya. Sesungguhnya syaithan itu telah
menyesatkan sebahagian besar diantarakamu. Apakah kamu tidak berfikir ?
Inilah Jahannam yang dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah kamu
kedalamnya hari ini disebabkan kamu dahulu mengingkarinya. Pada hari ini
Kami tutup mulut mereka, tangan dan kaki Kami minta kesaksian terhadap
apa yang telah mereka kerjakan dahulu" (QS,36: 60-65)
Betapa
jelasnya Ancaman Allah kepada orang orang yang membangkang perintahNya
saat di dunia, namun orang orang yang telah banyak melakukan kesalahan
sudah tertutup hatinya untuk taubat, betapapun jelasnya dakwah yang
dialamatkan kepada mereka, malah mereka menganggap pendakwah itu telah
menghinanya dan sebagainya.
Billahi fi sabilil haq
hsndwsp
di Ujung Dunia
Ketika
Negara dikuasai oleh Muawiyah bin Abu Sofyan, Al Qur-an itu dikaburkan
dengan hadist-hadist palsu dari Abu Hurairah cs, untuk ini beliau
mendapat finansial hidup dari Muawiyah sebagaimana orang-orang alim lugu
yang berjingkrak-jingkrak dalam ketiak penguasa dhalim.
jerat
hukum Syari’at pada masa Umayyah semakin biadab dengan adanya upaya
penghapusan jerat hukum bagi kalangan elit-kerajaan, bahkan mereka
berusaha menyelewengkan Syari’at hanya demi mendukung tindakan yang
diambil raja pada masa itu.
Langkah-langkah yang mengundang
amarah Muslimin pada masa Umayyah sudah ada pada masa kepemimpinan
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, namun pemberontakan kaum Muslim terhadap
kerajaan baru mulai berkecamuk pasca wafatnya cucu Rasul saw Husein bin
Ali bin Abi Thalib dalam peristiwa Karbala.
Dalam
peristiwa Karbala terjadi pembantaian al Husein beserta tujuh puluh dua
orang sahabat dan keluarganya, oleh empat ribu pasukan yang dipimpin
Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash dikirim oleh Abdullah bin Ziyad gubernur
Kufah pada waktu itu atas perintah Yazid bin Muawiyah. Upaya tersebut
Yazid lakukan atas dasar pengambilan bai’at (pengakuan) atas
kepemimpinannya, namun al Husein menolak karena beranggapan agama yang
telah dibawa Rasul saw kakeknya telah jauh menyimpang dari yang
sebenarnya berada di bawah kepemimpinan Yazid.
Membunuh, Sembelih Bayi, Perbudak Muslimah.
Tatkala
khalifah Ali masih hidup, Mu’awiyah mengirim ‘malikil maut’ yang
bernama Busr bin Arthat dengan 4.000 anggota pasukan berkeliling ke
seluruh negeri untuk membunuh siapa saja pengikut dan sahabat Ali yang
ia temui termasuk perempuan dan anak-anak kemudian merampas harta
bendanya. Perempuan Muslimah ditawan dan dijadikan budak untuk pertama
kalinya dalam sejarah Islam. Busr melakukannya dengan baik sepanjang
perjalannnya sampai ia tiba di Madinah dan ia telah membunuh ribuan
Syi’ah Ali yang tidak bersalah. Abu Ayyub al-Anshari -rumahnya ditempati
Rasul Allah saw tatkala baru sampai di Madinah ketika hijrah- pejabat
gubernur Ali di Madinah, melarikan diri ke tempat Ali di Kufah.
Kemudian
Busr ke Makkah dan membunuh sejumlah keluarga Abi Lahab. Abu Musa,
gubernur Ali juga melarikan diri. Ia lalu ke Sarat dan membunuh semua
yang turut Ali di perang Shiffin, sampai di Najran ia membunuh Abdullah
bin ‘Abdul Madan al-Harai dan anaknya, ipar keluarga Banu Abbas yang
ditunjuk Ali sebagai gubernur. Kemudian ia sampai di Yaman. Pejabat di
sana adalah Ubaidillah bin Abbas. Ubaidillah melarikan diri tatkala
mengetahui kedatangan Busr. Busr menemukan kedua anaknya yang masih
balita. Ia lalu menyembelih dengan tangannya sendiri kedua anak itu di
hadapan ibunya. Kekejamannya sukar dilukiskan dengan kata-kata dan
memerlukan buku tersendiri. Seorang dari Banu Kinanah berteriak tatkala
Busr hendak membunuh kedua anak tersebut:
‘Jangan bunuh
mereka! Keduanya adalah anak-anak yang tidak herdosa dan bila Anda
hendak membunuhnya, bunuhlah saya bersama mereka’. Maka Busr bin Arthat
membunuhnya kemudian menyembelih kedua anak yang berada di tangan
ibunya, yaitu Qatsm dan Abdurrahman. Sang ibu, Juwairiah binti Khalid
bin Qarizh al-Kinaniah, istri Ubaidillah bin Abbas jadi linglung dan
gila. Di musim haji ia berkeliling mencari kedua anaknyadan dengan
menyayat hati ia bertanya tentang anaknya yang kemudian ditulis oleh
penulis-penulis sejarah seperti yang tertulis dalam al-Kamil berikut:
Siapa yang tahu di mana kedua anakku,
Dua mutiara, baru lepas dari kerang,
Sapa yang tahu di mana kedua bocahku,
Kuping dan jantung-hatiku telah diculik orang,
Siapa yang tahu di mana kedua puteraku,
Sumsum tulang dan otakku disedot orang,
Kudengar Busr, aku tidak percaya apa orang bilang,
Berita itu bohong, mana mungkin ia lakukan,
Menyembelih dua bocah, leher kecil ia potong?
Aku bingung, tunjukkan kepadaku, sayang,
Mana bayiku, tersesat setelah salaf hilang,
Ia
juga mengirim Sufyan bin ‘Auf al-Ghamidi dengan 6.000 prajurit menyerbu
Hit104, al-Anbar dan al-Mada’in. Disini mereka membunuh pejabat Ali
Hassan bin Hassan al-Bakri dan orang-orangnya. Kemudian di Anbar mereka
membunuh 30 dari seratus orang yang mempertahankan kota ini, mengambil
semua barang yang ada, membumi-hanguskan kota al-Anbar sehingga kota itu
hampir lenyap. Orang mengatakan bahwa pembumi hangusan ini sama dengan
pembunuhan, karena, hati korban sangat pedih sekali. Kepedihan Ali tidak
terlukiskan sehingga ia tidak dapat membaca khotbahnya dan menyuruh
maulanya yang bernama Sa’d untuk membacakannya. Al-Aghani melukiskan
bahwa setelah Ghamidi sampai di kota Anbar ia membunuh pejabat Ali dan
juga membunuhi kaum lelaki maupun perempuan.
Mu’awiyah
juga mengirim Dhuhhak bin Qays al-Fihfi dengan pasukan yang terdiri dari
4.000 orang ke kota Kufah untuk membuat kekacauan dengan membunuh siapa
saja yang ditemui sampai ke Tsa’labiah dan menyerang kafilah haji yang
akan menunaikan haji ke Makkah serta merampoksemua bawaan mereka.
Kemudian ia menyerang al-Qutqutanah dan turut dibunuh kemanakan Ibnu
Mas’ud, sahabat Rasul, ‘Amr bin ‘Uwais bin Mas’ud bersama pengikutnya.
Fitnah di mana-mana. Di mana-mana bumi disiram dengan darah orang yang
tidak berdosa. Pembersihan etnik terhadap Syi’ah Ali berjalan dengan
terencana dan mengenaskan.
Kemudian Mu’awiyah mengirim
Nu’man bin Basyir105 pada tahun 39 H/659 M. menyerang ‘Ain at-Tarm106
dengan 1.000 prajurit dan menimbulkan bencana. Di sana hanya ada seratus
prajurit Ali. Perkelahian dahsyat terjadi. Untung, kebetulan ada
sekitar 50 orang dari desa tetangga lewat. Pasukan Nu’man mengira
bantuan datang untuk menyerang dan mereka pergi.
Meracuni Hasan, Cucu Nabi Berkali-kali
Setelah
Ali bin Abi Thalib meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam dengan
pedang pada waktu subuh tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H/24 Januari 661
M, Hasan bin Ali dibaiat dan pertempuran-pertempuran dengan Mu’awiyah
berlanjut. Pada pertengahan Jumadil Awal tahun 41 H/I 6 September 661 M.
tercapai persetujuan damai antara Hasan bin Ali dan Mu’awiyah. Surat
perdamaian berbunyi sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim.
Ini
adalah pernyataan damai dari Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, bahwa Hasan menyerahkan kepada Mu’awiyah wilayah Muslimin, dan
Mu’awiyah akan menjalankan Kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul Allah saw
dan tatacara Khulafa ur-Rasyidin yang tertuntun, dan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan tidak boleh mengangkat seseorang jadi khalifah sesudahnya, tetapi
akan diadakan lembaga syura di antara kaum Muslimin dan bahwa
masyarakat akan berada dalam keadaan aman di daerah Allah SWT di Syam,
Iraq, Hijaz dan Yaman, dan bahwa sahabat-sahabat Ali dan Syi’ah-nya
terpelihara dalam keadaan aman, bagi diri, harta, para wanita dan
anak-anak mereka, dan bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan setuju dan berjanji
dengan nama Allah bahwa Mu’awiyah tidak akan mengganggu atau menganiaya
secara tersembunyi atau terbuka terhadap Hasan bin Ali atau saudaranya
Husain bin Ali atau salah seorang ahlu’l-bait Rasul Allah saw dan tidak
akan mengganggu mereka yang berada di seluruh penjuru dan bahwa
Mu’awiyah akan menghentikan pelaknatan terhadap Ali…
Dan
sebagaimana biasa Mu’awiyah melanggar janji. Ia meracuni Hasan bin Ali
bin Abi Thalib, dan setelah Hasan meninggal ia bersujud yang diikuti
semua yang hadir seperti dilakukannya tatkala imam Ali meninggal dunia.
Ibnu
Sa’d menceritakan: Mu’awiyah meracuni Hasan berulang-ulang’. Waqidi
berkata: Mu’awiyah meminumkan racun kepada Hasan, kemudian ia selamat,
kemudian diminumkan racun lagi dan selamat, kemudian yang terakhir Hasan
meninggal. Tatkala maut mendekat, dokter (thabib) yang menjenguknya
berulang-ulang mengatakan bahwa Hasan diracun orang.’ Adiknya Husain
berkata: ‘Ya ayah Muhammad, beritahukan saya, siapa yang meminumkanracun
kepadamu?’. Hasan menjawab: ‘Mengapa, wahai saudaraku?’. Husain: ‘Demi
Allah, aku akan membunuhnya sebelum engkau dimakamkan. Dan bila aku
tidak berhasil, akan aku meminta orang mencarinya’. Hasan berkata:
‘Wahai saudaraku, sesungguhnya dunia ini adalah malam-malam yang fana.
Doakan dia, agar dia dan aku bertemu di sisi Allah, dan aku melarang
meracuninya’.
Mas’udi mengatakan: ‘Tatkala ia diberi
minum racun, ia bangun menjenguk beberapa orang kemudian, setelah sampai
di rumah, ia berkata: ‘Aku telah diracuni, berkali-kali tetapi belum
pernah aku diberi minum seperti ini, aku sudah keluarkan racun itu
sebagian, tetapi kemudian kembali biasa lagi’. Husain berkata: ‘Wahai
saudaraku, siapa yang meracunimu?’. Hasan menjawab: ‘Dan apa yang hendak
kau lakukan dengannya? Bila yang kuduga benar, maka Allahlah yang
melakukan hisab terhadapnya. Bila bukan dia, aku tidak menghendaki orang
membebaskan diriku.’ Dan dia berada dalam keadaan demikian sampai 3
hari sebelum ia ra akhirnya meninggal. Dan yang meminumkan racun
kepadanya adalah Ja’dah binti Asy’ats bin Qais al-Kindi, dan Mu’awiyah
yang memerintahkan kepadanya, dan bila ia berhasil membunuh Hasan ia
akan dapat 100.000 dirham dan ‘aku akan mengawinkan kau dengan Yazid’.
Dialah yang mengirim racun kepada Ja’dah, istri Hasan. Dan tatkala Hasan
meninggal, ia mengirim uang tersebut dengan surat: ‘Sesungguhnya kami
mencintai nyawa Yazid, kalau tidak maka tentu akan kami penuhi janji dan
mengawinkan engkau dengannya’.
Abu’l-Faraj
al-Ishfahani menulis: ‘Hasan telah mengajukan syarat perdamaian kepada
Mu’awiyah: Mu’awiyah bin Abi Sufyan tidak boleh mengangkat seseorang
jadi khalifah sesudahnya. Dan bila Mu’awiyah akan mengangkat Yazid,
anaknya, jadi khalifah, maka yang memberatkannya adalah Hasan bin Ali
dan Sa’d bin Abi Waqqash110, maka Mu’awiyah meracuni mereka berdua dan
mereka meninggal. Ia mengirim racun kepada putri Asy’ats bin Qais: ‘Aku
akan kawinkan kau dengan anakku Yazid, bila kau racuni Hasan’, dan ia
mengirim 100.000 dirham dan ia tidak mengawinkannya dengan Yazid.
Abul
Hasan at-Mada’ini berkata: ‘Hasan meninggal tahun 49 H/669 M setelah
sakit selama 40 hari pada umur 47 tahun. Ia diracuni Mu’awiyah melalui
tangan Ja’dah binti Asy’ats, istri Hasan dengan kata-kata: ‘Bila engkau
membunuhnya dengan racun, maka engkau dapat 100.000 dan akan aku
kawinkan kau dengan Yazid, anakku’. Dan tatkala Hasan meninggal, maka ia
memberikan uang tersebut dan tidak mengawinkannya dengan Yazid. Ia
berkata: ‘Aku takut kau akan lakukan terhadap anakku seperti yang engkau
lakukan terhadap anak Rasul Allah saw’.112 Hushain bin Mundzir
ar-Raqasyi berkata: ‘Demi Allah Mu’awiyah tidak memenuhi sama sekali
janjinya, ia membunuh Hujur dan teman-temannya, membaiat anaknya Yazid
dan meracuni Hasan.’
Abu Umar berkata dalam al-Isti’ab:
‘Qatadah dan Anu Bakar bin Hafshah berkata: Mu’awiyah meracuni Hasan
bin Ali, melalui istri Hasan, yaitu putri Asy’ats bin Qais al-Kindi’.
Sebagian orang berkata: Mu’awiyah memaksanya, dan tidak memberinya
apa-apa, hanya Allah yang tahu!’. Kemudian ia menyebut sumbernya, yaitu
Mas’udi.’
Ibnu al-Jauzi mengatakan dalam ‘at-Tadzkirah
Khawashsh’l-Ummah’: ‘Para ahli sejarah di antaranya ‘Abdul Barr
meriwayatkan bahwa ia diracuni istrinya Ja’dah binti Asy’ats bin Qais
al-Kindi.
As-Sudi berkata: Yang memerintahkannya adalah
Yazid bin Mu’awiyah agar meracuni Hasan dan bahwa ia berjanji akan
mengawininya. Dan tatkala Hasan meninggal, Ja’dah mengirim surat kepada
Yazid menagih janjinya. Dan Yazid berkata: ‘Hasan saja kamu bunuh,
apalagi aku, demi Allah, aku tidak rela’. Asy-Sya’bi mengatakan:
‘Sesungguhnya yang melakukan tipu muslihat adalah Mu’awiyah. Ia berkata
kepada istri Hasan: ‘Racunilah Hasan, maka akan aku kawinkan engkau
dengan Yazid dan memberimu 100.000 dirham.
Dan tatkala Hasan
meninggal Ja’dah menuntut janjinya. Mu’awiyah lalu mengiriminya uang
tersebut dan menambahkan: ‘Sesungguhnya aku mencintai Yazid, dan
mengharapkan agar ia tetap hidup, kalau tidak demikian tentu aku akan
kawinkan engkau dengannya’.
Sya’bi berkata lagi: ‘Dan
ini benar dengan berdasarkan saksi yang dapat dipercaya: ‘Sesungguhnya
Hasan berkata tatkala akan mati dan telah sampai kepadanya apa yang
dilakukan Mu’awiyah: ‘Aku telah tahu minumannya dan kebohongannya, demi
Allah ia tidak memenuhi janjinya, dia tidak jujur dalam perkataannya’.
Kemudian Sya’bi mengutip ath-Thabaqat dari Ibnu Sa’d: “Mu’awiyah
meracuninya berulang ulang”.
Ibnu’Asakir berkata: ‘Ia
diberi minum racun, berulang-ulang, banyak, mula-mula ia bisa pulih,
lalu diberi minum lagi dan ia tidak bisa pulih dan dikatakan:
Sesungguhnya Mu’awiyah telah memperlakukan dengan ramah seorang
pembantunya agar meracuninya dan ia lalu melakukannya dan berpengaruh
sedikit demi sedikit, sampai ia memakai alat untuk bisa duduk dan ia
bertahan sampai 40 kali. Muhammad bin at-Mirzuban meriwayatkan: ‘Ja’dah
binti Asy’ats bin Qais adalah istri Hasan dan Yazid melakukan tipu
muslihat agar ia mau meracuni Hasan. ‘Dan saya akan mengawininya, dan
Ja’dah melakukannya. Dan tatkala Hasan meninggal Ja’dah menanyakan janji
Yazid dan Yazid berkata: ‘Sesungguhnya, demi Allah, kalau Hasan saja
kamu bunuh, apalagi kami’.
Hasan bin Ali sakit yang
berakhir dengan kematiannya. Ia diracun istrinya, atas suruhan Mu’awiyah
dengan bayaran 100.000 dinar. Ia lalu memerintahkan Marwan bin Hakam
yang diangkatnya jadi gubernur Madinah untuk terus mengamati Hasan dan
menyuratinya.
Tatkala datang berita bahwa Hasan telah
meninggal seluruh penduduk Syam bertakbir. Seorang wanita, Fakhitab
binti Quraidhah bertanya kepada Mu’awiyah: ‘Apakah kamu bertakbir bagi
matinya putri Fathimah?. ‘Ya aku bertakbir karena hatiku gembira’117. Ia
sangat gembira dan bahagia dan bersujud, dan semua yang hadir ikut
bersujud.
Ia juga terkenal karena membunuh sahabat
Rasul Allah saw Hujur bin ‘Adi dan kawan-kawannya pada tahun 51 H/671 M
karena tidak mau melaknat Ali.
Membunuh Muhammad bin Abu Bakar; Mempermainkan Jenazah
Mu’awiyah
membunuh Muhammad bin Abu Bakar, anak khalifah Abu Bakar. Mula-mula ia
disiksa, tidak diberi minum, kemudian dimasukkan ke dalam perut keledai
dan dibakar.
Untuk pertama kali dalam sejarah Islam, penguasa
mempermainkan jenazah yang mereka bunuh. Dan jenazah ini adalah jenazah
kaum Muslimin.
Penguasa memenggal kepala mereka setelah
diikat kedua tangan ke belakang, menyayat-nyayat mayat, mengarak
kepala-kepala mereka berkeliling kota, membawanya dari kota ke kota dan
akhirnya dikirim ke ‘khalifah’ di Damaskus dengan menempuh jarak
beratus-ratus kilometer.
Cukup dengan sedikit curiga
bahwa seorang itu Syi’ah, maka mereka akan memotong tangan, kaki atau
lidah mereka. Bila ada yang menyebut mencintai anak cucu Rasul saja maka
ia akan dipenjarakan atau hartanya dirampas, rumah dimusnahkan. Bencana
makin bertambah dan makin menyayat hati. Sampai gubernur Ubaidillah bin
Ziyad membunuh Husain kemudian gubernur Hajjaj bin Yusuf yang membunuh
mereka seperti membunuh semut. Ia lebih senang mendengar seorang mengaku
dirinya zindiq atau kafir dari mendengar orang mengaku dirinya Syi’ah
Ali.
Abu al-Husain Ali bin Muhammad bin Abi Saif
al-Madani dalam kitabnya al-Ahdats, berkata: Mu’awiyah menulis sebuah
surat kepada semua gubernurnya setelah tahun perjanjian dengan Hasan
agar mereka mengucilkan orang yang memuliakan Ali dan keluarganya.
Pidatokan dan khotbahkan di tiap desa dan di tiap mimbar pelaknatan Ali
dan kucilkan dia dan keluarganya. Dan alangkah besar bencana yang
menimpa Syi’ah Ali di Kufah.
Diangkatlah Ziyad bin Sumayyah
menjadi gubernur Kufah. Ia lalu memburu kaum Syi’ah. Ia sangat mengenal
kaum Syi’ah karena ia pernah jadi pengikut Ali. Dan ia lalu memburu dan
membunuh mereka di mana pun mereka berada, tahta kulli hajar wa madar
membuat mereka ketakutan, memotong tangan dan kaki mereka, menyungkil
bola mata mereka; samala al ‘uyun, dan menyalib mereka di batang-batang
pohon korma. Ia memburu danmengusir mereka ke luar dari ‘Irak dan tiada
seorang pun yang mereka kenal, luput dari perburuan ini.
Di
samping itu istri dan putri-putri Syi’ah dijadikan budak dan untuk
pertama kali dilakukan Mu’awiyah dengan Busr bin Arthat pada akhir tahun
39 H/660 M. Mereka memaksa kaum Syi’ah membaiat khalifah yang
sebenarnya adalah raja yang lalim. Setelah membaiat, biasanya mereka
belum merasa puas, sehingga mereka merasa perlu membumi hanguskan desa
mereka seperti diriwayatkan Bukhari dalam tarikhnya.
Mu’awiyah
melalui jenderalnya Busr bin Arthat tersebut membakar rumah-rumah
Zararah bin Khairun, Rifaqah bin Rafi, Abdullah bin Sa’d dari Banu
‘Abdul Asyhal, semua adalah para sahabat kaum Anshar. Celakanya Ziyad
bin Abih, yang mula-mula berpihak kepada Ali bin Abi Thalib, menyeberang
ke u’awiyah, karena pengakuan Abu Sufyan bahwa Ziyad yang lahir dari
seorang budak perempuan asal Iran adalah anaknya. Mu’awiyah yang melihat
Ziyad sebagai seorang yang berbakat, mengakuinya sebagai saudaranya.
Ummu Habibah, istri Rasul Allah, saudara Mu’awiyah tidak pernah mau
mengakui Ziyad sebagai saudaranya.
Karena pernah
bersama Ali maka Ziyad mengenal semua pengikut Ali dalam Perang Shiffin
dan dengan mudah memburu dan membunuhi mereka.
Orang
pertama yang dipenggal kepalanya oleh Mu’awiyah adalah Amr bin Hamaq
sebagai Syi’ah Ali yang turut mengepung rumah Utsman dan dituduh
membunuh Utsman dengan 9 tusukan. Ia melarikan diri ke Mada’in bersama
Rifa’ah bin Syaddad dan terus ke Mosul. Ia ditangkap dan gubernur Mosul
Abdurrahman bin Abdullah bin Utsman mengenalnya. Ia mengirim surat ke
Mu’awiyah. Mu’awiyah menjawab seenaknya: “Ia membunuh Utsman dengan
tusukan dengan goloknya (masyaqish) dan kita tidak akan bertindak lebih,
tusuklah dia dengan sembilan tusukan”. Setelah ditusuk -baru tusukan
pertama atau kedua, kelihatannya ia sudah mati- kepalanya dipenggal dan
dikirim ke Syam, diarak kemudian diserahkan kepada Mu’awiyah dan
Mu’awiyah mengirim kepala ini kepada istrinya Aminah binti al-Syarid
yang sedang berada di penjara Mu’awiyah. Kepala itu dilemparkan ke
pangkuan istrinya. Istrinya meletakkan tangannya di dahi kepala suaminya
kemudian mencium bibirnya berkata:
Mereka hilangkan dia dariku amat lama,
Mereka bunuh dan sisakan untukku kepalanya,
Selamat datang, wahai hadiah,
Selamat datang, wahai wajah tanpa roma.
Melaknat Ali Dalam Khotbah
Mu’awiyah
memanfaatkan masjid untuk membentuk opini masyarakat. Dalam khotbah
Jum’atnya ia selalu berdoa: ‘Allahumma, ya Allah. Sesungguhnya Abu Turab
(Ali bin Abi Thalib) menghalang-halangi perkembangan agama-Mu,
menyimpang dari jalan-Mu, maka laknati dia dengan laknat yang
sebesar-besarnya dan siksalah dia dengan siksa yang seberat-beratnya!”.
Tatkala ia melaknat Ali dalam khotbahnya di masjid Madinah,
ummu’l-mu’minin Ummu Salamah menyurati Mu’awiyah: ‘Sesungguhnya kamu
telah melaknat Allah dan Rasul-Nya di atas mimbar-mimbarmu dan kamu
melaknat Ali bin Abi Thalib dan yang mencintainya. Aku bersaksi bahwa
Allah dan Rasul-Nya mencintainya’. Tetapi Mu’awiyah tidak peduli dengan
kata-kata istri Rasul Ummu Salamah tersebut.
Az-Zamakhsyari dalam
Rabi’al-Abrar dan Suyuthi menceritakan: ‘Di zaman Banu ‘Umayyah lebih
dari 70.000 mimbar digunakan melaknat Ali bin Abi Tholib’. Mimbar-mimbar
ini menyebar di seluruh wilayah dari ufuk Timur ke ufuk Barat.
Al-Hamawi berkata: ‘Ali bin Abi Thalib dilaknat di atas mimbar-mimbar
masjid dari Timur sampai ke Barat kecuali masjid jami’ di Sijistan”. Di
masjid ini hanya sekali terjadi khatib melaknat Ali. Tetapipelaknatan di
mimbar haramain, Makkah dan Madinah, berjalan terus’.
Mu’awiyah
juga memerintahkan untuk memakzulkan Ali (bara’ah) dan menuduhnya
sebagai pembunuh Utsman. Ia melanggar perjanjian dengan Hasan bin Ali
tahun 41 H/661 M untuk tidak membunuh Syi’ah Ali dan tidak melaknat Ali
di masjid.
Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Abi Saif
al-Madani dalam kitabnya al-Ahdats menggambarkannya untuk kita:
Mu’awiyah menulis dan mengirim satu naskah kepada gubernur-gubernurnya,
sesudah ‘Tahun Persatuan’ (Am al-Jama’ah), agar memakzulkan siapa saja
yang meriwayatkan Hadis yang mengutamakan Ali dan keluarganya
(ahlu’l-bait).
Dirikanlah khotbah-khotbah di seluruh
desa dan di atas setiap mimbar yang melaknat Ali dan memakzulkannya
‘(yabra’fin minhu)’ kecilkan dia dan keluarganya. Dan bila kamu telah
menerima surat ini maka ajaklah manusia untuk mendengar riwayat
keutamaan sahabat, dan khalifah-khalifah awal, yaitu Abu Bakar, Umar dan
Utsman serta kabarkan kepadaku segera bila ada seorang saja yang
meriwayatkan Abu Turab (Ali, pen.) yang berarti menentang sahabat. Hal
ini akan menyenangkan hati saya dan menyejukkan mata saya. Dan lumpuhkan
hujjah, argumen, Abu Turab dan Syi’ahnya, dan kuatkan uji-pujian
keutamaan Utsman’.
Waktu orang mengingatkan Mu’awiyah
agar memperlunak pelaknatan ‘terhadap lelaki itu’, Mu’awiyah menjawab:
‘Tidak demi Allah, kita teruskan sampai anak-anak menjadi tua dan orang
tua menjadi renta. Jangan memberikan keutamaan kepadanya’.
Khalifah
Walid bin’Abdul Malik mengajarkan khotbah berikut untuk melaknat Ali:
‘Mudah-mudahan Allah melaknatinya, dengan jerat, pencuri anak pencuri’
(lish ibnu lish). Orang-orang heran, seorang khalifah bisa mengeluarkan
kata-kata dalam bahasa Arab yang buruk seperti itu terhadap Ali.
Bunyi
pelaknatan sering berubah-ubah. Khalid bin Abdullah al-Qasri, yang
diangkat sebagai gubernur Makkah dalam khotbahnya menyebut: ‘Allahumma
ya Allah, laknatilah Ali bin Abi Thalib bin Hasyim, menantu Rasul Allah
saw, ayah Hasan dan Husain’.
Mughirah bin Syu’bah Melaknat Ali
Mughirah
bin Syu’bah yang jadi gubernur di Kufah menyuruh jemaah masjid mengutuk
Ali dengan kata-kata: ‘Wahai manusia, pemimpinmu menyuruh kepadaku
untuk melaknat Ali, maka kamu laknatilah dia’. jemaah berteriak
‘Mudah-mudahan Allah melaknati dia!’. Tetapi dalam hati, yang mereka
maksudkan dengan ‘dia’ adalah Mughirah. Pelaknatan Mughirah terhadap
Imam Ali dilakukan terus menerus. Sekali ia mengatakan dalam khotbahnya:
Sesungguhnya Rasul Allah saw tidak menikahkan putrinya dengan Ali
karena Rasul menyukai Ali, tetapi untuk memperbaiki hubungannya dengan
keluarga Abu Thalib’. Pada suatu ketika ia ditegur sahabat Zaid bin
Arqam: ‘Hai Mughirah, apakah engkau tidak tahu bahwa Rasul saw melarang
mencerca orang yang sudah mati? Tidakkah engkau melaknat Ali dan ia
sudah meninggal?
Umar Selamatkan Mughirah, Mughirah Berzina, Empat Sahabat Jadi Saksi
Mughirah
bin Syu’bah ini pun turut bersama Abu Bakar dan Umar dalam peristiwa
Saqifah dan oleh Umar ia diangkat sebagai gubernur. Ia punya riwayat
yang menarik dan ditulis serta dibahas oleh para ahli fiqih karena
terbebasnya ia dari peristiwa rajam karena perzinaan pada masa
kekhalifahan Umar. Empat orang yang menyaksikan perbuatannya dan
semuanya adalah sahabat Rasul Allah saw. Riwayat masuk Islamnya
diceritakannya sendiri sebagaimana dimuat oleh Abu’l-Faraj Ali ibnu
Husain al-Ishfahani dalam kitabnya al-Aghani143. Ia berkata: ‘Aku pergi
bersama kaum Banu Malik -dan kami berada dalam agama ‘jahiliah’– ke
al-Maququs, raja Mesir. Kami masuk ke Iskandariah dan kami memberikan
hadiah kepada raja tersebut dengan barang yang kami bawa.
Dan
milikku yang sangat sedikit itu aku titipkan pada mereka. Sang raja
menerima hadiah mereka dan menyuruh mereka mengambil hadiahnya secara
bergantian. Mereka hanya memberiku sedikit. Kami keluar dan Banu Malik
membeli hadiah-hadiah untuk keluarga mereka. Mereka sangat gembira dan
mereka tidak menunjukkan kepada saya kemurahan hati mereka. Dan tatkala
pergi mereka membawa khamr, minuman keras, dan kami minum bersama-sama.
Akhirnya aku mengambil keputusan untuk membunuh mereka. Mereka
menuangkan minuman dan mengajakku terusminum. Aku berkata: ‘Aku pening’.
Dan aku mulai menuangkan minuman untuk mereka sehingga mereka tidak
sadarkan diri. Aku lalu meloncat ke arah mereka, membunuh mereka semua
dan mengambil semua yang mereka bawa. Aku datang ke Madinah dan menemui
Nabi saw.
Nabi sedang duduk bersama Abu Bakar yang
telah mengenalku. Dan tatkala melihatku, Abu Bakar bertanya: ‘Anak
saudaraku ‘Urwah ‘ Aku menjawab: ‘Ya, aku datang untuk mengucapkan ‘Aku
bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah
pesuruhNya’. Dan Rasul Allah saw mengatakan: ‘Alhamdulillah’. Abu Bakar
berkata: ‘Apakah engkau datang dari Mesir?’ Aku menjawab: ‘Ya’. Dan Abu
Bakar melanjutkan: ‘Dan apa yang dilakukan oleh kaum Banu Malik yang
berjalan bersamamu?’. Aku menjawab: ‘Antara aku dan mereka tidak akan
terjadi antara orang Arab, kami berada dalam agama syirk, aku telah
membunuh mereka dan aku mengambil barang muatan mereka dan aku
membawanya kepada Rasul Allah saw agar Rasul mengambil khumus,
seperlimanya, yaitu barang rampasan dari kaum musyrikin. Rasul Allah saw
lalu bersabda: ‘Tentang engkau masuk Islam, aku terima, dan kami tidak
akan mengambil dari barangmu sedikit pun jua apalagi seperlimanya,
karena barangmu itu adalah hasil pengkhianatan dan pengkhianatan tiada
sedikit pun mengandung kebaikan.Aku berkata: ‘Ya Rasul Allah, aku
membunuh mereka sedang aku berada dalam agama kaumku!’ Kemudian aku
telah menjadi Muslim sesaat setelah menemuimu’. Demikian Mughirah. Ia
ternyata telah membunuh 13 orang.
Diriwayatkan oleh
Abdurrahman bin Abi Bakrah: Abu Bakrah, Ziyad, Nafi’ dan Syabl bin
Ma’bad berada di sebuah kamar tingkat dua dan Mughirah berada di kamar
bawah yang berseberangan. Angin bertiup, pintu terbuka dan tirai
terangkat. Dan mereka menyaksikan Mughirah berada di antara kedua paha
seorang perempuan. Dan mereka berkata satu dengan yang lain: Kami telah
diberi percobaan oleh Mughirah. Abdurrahman melanjutkan: Kemudian Abu
Bakrah ra, Nafi’ ra dan Syabl ra memberi kesaksian, tetapi Nafi’ tidak
mengungkapkan dengan pasti bahwa Mughirah telah menzinai perempuan itu.
Dan Umar mencambuk mereka bertiga kecuali Ziyad. Tetapi Abu Bakrah ra
tidak puas. Ia berkata: ‘Bukankah kamu telahmencambukku? Umar menjawab:
‘Benar’. Abu Bakrah melanjutkan: ‘Dan aku bersaksi dengan nama Allah,
bahwa Mughirah telah melakukannya’. Umar mau mencambuknya sekali lagi.
Namun Ali berkata: ‘Bila penyaksian Abu Bakrah dijadikan penyaksian dua
orang, maka rajamlah juga sahabatmu’.
Dan dalam lafal
lain: “Umar hendak mengulangi hukuman dan Ali ra menyelanya dengan
berkata: ‘Bila engkau mencambuknya, maka rajamlah sahabatmu’. Maka
pergilah Umar tanpa mencambuknya. Dan dalam lafal lain lagi: “Umar
berniat memukulnya tetapi Ali berkata: ‘Bila engkau memukulyang ini,
maka rajamlah yang itu!’ Anas bin Malik menceritakan: ‘Mughirah bin
Syu’bah keluar dari kantor gubernur pada tengah hari, dan bertemu dengan
Abu Bakrah dan Nafi’ ats-Tsaqafi. Abu Bakrah menegur:
‘Hendak
ke mana wahai gubernur?’ Mughirah: ‘Ada keperluan!’ Abu Bakrah: ‘Ada
keperluan apa? Mughirah: ‘Pemimpin itu dikunjungi orang, bukan
mengunjungi orang!’ Anas melanjutkan: ‘Dan perempuan yang bernama Jamil
binti al-Afqam yang dikunjungi Mughirah, adalah tetangga bersebelahan
dengan Abu Bakrah. Abu Bakrah berada di kamarnya bersama sahabat-sahabat
dan dua orang saudaranya, Nafi’ dan Ziyad serta seorang lagi yang
dipanggil orang Syabl bin Ma’bad; kamar perempuan itu berhadapan dengan
kamar Abu Bakrah. Angin meniup, pintu kamar perempuan itu terbuka dan
mereka melihat Mughirah sedang berhubungan seks dengannya. Abu Bakrah
berkata: ‘Ini percobaan’. Mereka melihat sampai mereka yakin dan Abu
Bakrah keluar rumah. Mughirah keluar dari rumah perempuan itu dan ia
pergi untuk mengimami shalat dzuhur dan Abu Bakrah menahannya dan
berkata: ‘Demi Allah, jangan menjadi imam kami setelah apa yang engkau
lakukan!’. Jemaah berkata: ‘Panggil dia untuk mengimami shalat, karena
dia adalah pemimpin’. Maka dengan kejadian ini mereka membuat surat yang
dikirim kepada khalifah Umar. Dan Umar memerintahkan untuk menghadirkan
Mughirah dan para saksi.
Mush’ab bin Sa’d
menceritakan: ‘ Umar bin Khaththab ra sedang duduk dan ia memanggil
Mughirah dan para saksi. Abu Bakrah maju ke depan dan Umar bertanya:
‘Apakah engkau melihat dia berada di antara kedua paha perempuan itu?’.
Abu Bakrah: ‘Ya, demi Allah, aku melihat dari celah dinding ia berada
diantara kedua pahanya!’ Mughirah: ‘Dia telah salah lihat!’. Abu Bakrah:
‘Apakah engkau tidak merasa aib bila dihina Allah? Umar: ‘Tidak, demi
Allah, sampai engkau menyaksikan bahwa engkau telah melihat seperti
masuknya tangkai celak ke dalam botolnya’. Abu Bakrah: Benar, aku
menyaksikan demikian itu!’, Umar: ‘Berangkat seperempat dirimu, hai
Mughirah!’. Kemudian Nafi’ dipanggil dan Umar berkata: ‘Engkau
menyaksikan apa? Nafi’: ‘Seperti yang disaksikan Abu Bakrah!’ Umar:
‘Engkau tidak melihat seperti masuknya tangkai celak ke dalam botol!’
Nafi’: ‘Aku melihat pas seperti itu!’. Umar: ‘Berangkat, hai Mughirah
setengah dirimu!’ Kemudian dipanggil saksi ketiga dan Umar berkata: ‘Apa
yang engkau saksikan?’ Dia berkata: ‘Seperti yang disaksikan kedua
teman saya!’. Umar: ‘Berangkat tiga perempat nyawamu, Mughirah!’.
Kemudian Umar menulis surat kepada Ziyad danZiyad masuk untuk menghadap.
Ia melihat Umar sedang duduk di masjid dikerumuni tokoh-tokoh kaum
Muhajirin dan Anshar. Mughirah lalu berkatakepadanya: ‘Berikan kepadaku
kata-kata yang engkau pernah ucapkan untuk mengasihani suatu kaum!’.
Tiba-tiba Umar datang. Ia berkata: ‘Aku melihat lidah lelaki yang tidak
akan pernah dipermalukan Allah bila berbicara di hadapan kaum
Muhajirin’. Ziyad: ‘Ya, Amiru’l-mu’minin, suatu kaum memiliki haq dan
aku tidak memilikinya. Aku melihat majlis yang buruk dan aku mendengar
suara yang makin cepat dan meninggi dan aku melihat ia menutupinya
dengan tubuhnya!’. Maka Umar berkata: ‘Apakah engkau melihatnya masuk
seperti tangkai celak ke dalam botol?’ Ia berkata: ‘Tidak!’.
Dan
dalam lafal lain, ia berkata: ‘Aku melihat ia di atas, di antara kedua
kaki perempuan itu dan aku melihat kedua buah zakarnya maju mundur di
antara kedua pahanya dan aku melihat gerakan cepat serta aku mendengar
suara napas yang meninggi’. Dalam lafal Thabari, ia berkata: ‘Aku
melihat dia duduk di antara kedua kaki perempuan itu dan melihat kedua
buah zakarnya maju dan bergoyang dan bokongnya telanjang dan aku dengar
suara gesekan’. Dan Umar berkata: ‘Apakah engkau melihat ia
memasukkannya seperti tangkai masuk kedalam botol celak?’. Ia berkata:
‘Tidak!. Maka berkatalah Umar: ‘Allahu akbar, datangi mereka dan pukul
mereka (bertiga). Maka ia pun mendatangi Abu Bakrah dan mencambuknya 80
kali dan begitu pula dua yang lain. Mereka heran akan perkataan Ziyad
untuk menyelamatkan Mughirah dari hukum rajam. Selesai dicambuk, Abu
Bakrah berkata: ‘Aku benar-benar bersaksi bahwa Mughirah melakukannya!’.
Umar hendak mencambuknya, tapi Ali menyela: Bila engkau mencambuknya
maka sahabatmu harus dirajam!’. Dan Umar tidak jadi mencambuknya.
Orang
heran akan perkataan Umar seperti ditulis dalam al-Aghani: ‘Aku melihat
seorang lelaki yang tidak akan dipermalukan Allah lidahnya di hadapan
kaum Muhajirin’ atau ‘Aku melihat wajah seorang lelaki yang mengharap
tidak akan merajam seorang sahabat Rasul Allah, dan tidak
mempermalukannya dengan penyaksiannya’ seperti yang tertulis dalam Futuh
al-Buldan, atau kata-katanya ‘Aku melihat seorang letaki cerdik yang
tidak akan berkata kecuali benar dan tidak akan menyembunyikan apa pun
di hadapanku’ seperti dimuat dalam Sunan al-Baihaqi, atau kata-kata
Umar: ‘Aku melihat seorang lelaki cerdik, tidak akan bersaksi, insya
Allah, kecuali yang benar, seperti tertulis dalam Kanzu’l-’Ummal. Orang
berpendapat bahwa Umar telah menyelamatkan Mughirah dari hukum rajam.
Abu’I-Faraj
al-Ishfahani menceritakan dalam al-Aghani bahwa Raqtha’, wanita yang
berhubungan dengan Mughirah di Bashrah tersebut, sering mengunjungi
Mughirah tatkala Mughirah pindah jadi gubernur di Kufah. Umar dalam
perjalanan haji, setelah peristiwa tersebut, melihat Raqtha’ dan
Mughirah di Makkah. Umar bertanya pada Mughirah apakah dia mengenal
wanita itu. Mughirah mengatakan bahwa dia adalah Ummu Kaltsum binti Ali.
Umar
yang mengenal Ummu Kaltsum menjawab: ‘Jahanam kau, engkau membohongiku.
Demi Allah, saya yakin Abu Bakrah benar dalam kesaksiannya. Saya
khawatir bila saya melihatmu, batu akan jatuh ke kepalaku dari langit!’
Ya’qubi menceritakan bahwa mulai saat itu, bila Umar bertemu dengan
Mughirah ia mengatakan: ‘Hai Mughirah, tiap kali aku melihatmu aku takut
Allah akan merajam aku dengan batu’.
Hassan bin Tsabit membuat syair untuk Mughirah seperti dimuat dalam al-Aghani:
Andaikata ketercelaan bernasab insan,
Maka dialah si pecak bermuka buruk,
Kau tinggalkan agama, kau lepaskan Islam,
Menyusup di bawah selendang wanita,
Kau kira telah kembali muda remaja,
Bermain cinta dengan para budak atas nama istana.145
Mughirah
ini juga yang mengusulkan agar Mu’awiyah menunjuk anaknya Yazid jadi
khalifah: ‘Serahkan penduduk Kufah kepadaku dan serahkan urusan Bashrah
kepada Ziyad dan setelah kedua daerah itu tak seorang pun akan
menentang’ katanya pada Mu’awiyah. Ia memberi 30.000 dirham untuk
sepuluh tokoh Kufah dan dengan dipimpin oleh Musa bin Mughirah bin
Syu’bali mereka menghadap ke Mu’awiyah dan menyatakan janji mereka.
Waktu meninggal, ia meninggalkan 300 dan ada yang mengatakan 600 budak.
Membunuh Husain, Cucu Rasul, Membunuh Muhajirin dan Anshar,
Memperkosa Seribu Wanita, Gubernur Pembunuh 120.000 Orang
Di
masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah, tahun 61 H/681 M pasukan yang
dipimpin oleh Umar Sa’d bin Abi Waqqash yang berjumlah 4.000 orang telah
membunuh Husain bin Ali bin Abi Thalib dan keluarga serta
sahabat-sahabatnya yang berjumlah 72 orang. Mereka digiring ke daerah
tandus Karbala dan dicegah mengambil air dari sungai Efrat untuk
diminum. Sebelum dibunuh tenda mereka yang sedang kehausan itu dibakar.
Mereka menginjak-injak tubuh Husain dengan kaki kuda sampai hancur.
Semua kepala mereka di pancung dan diarak di kota Kufah. Wanita-wanita
diarak sebagai tawanan, milik mereka termasuk pakaian dirampas.
Yang mengherankan mereka membunuh keluarga Rasul Allah saw ini dengan bangga sambil bersenandung.
Mas’udi
melukiskan: Mereka membunuh dan membunuh sampai Husain terbunuh dan
seorang lelaki dari suku Madzhaj memenggal kepalanya hingga lepas dari
tubuh sambil berteriak gembira:
Akulah pembunuh sang raja terselubung,
Putera terbaik telah luluh,
Turunan termulia telah kubunuh.
Setelah
diarak seketiling kota, Ziyad, gubernur Kufah mengirim kepala Husain ke
Yazid bin Mu’awiyah di Damaskus. Bersama Yazid ada Abu Burdah
al-Islami. Yazid meletakkan kepala itu di depannya dan memukul-mukul
mulut kepala itu dengan tongkat sambil bersenandung:
Pecah sudah bagian penting seorang tercinta,
Bagi kami mereka adalah lalim dan pemecah,
Abu
Burdah lalu berkata: “Angkat tongkatmu. Demi Allah saya melihat Rasul
Allah saw menciumi bibir itu!”128. Ada orang mengatakan bahwa Yazid
menyesali perbuatannya, tetapi ia tidak pernah menghukum, memecat bahkan
tidak pernah mengecam Ibnu Ziyad, gubernur Kufah sebagai
penanggungjawab pembunuhan terhadap cucu, buah mata Rasul Allah saw.
Contoh lain, betapa ‘sifatjahiliah’ hampir melampaui keyakinan agama
adalah apa yang dilakukan ‘Amr bin Said bin ‘Ash.
‘Amr
bin Said bin ‘Ash menjabat gubernur Madinah tatkala Husain dibunuh.
Ziyad mengirim ‘Abdul Malik bin Abi Harits al-Sulami ke Madinah untuk
mengabarkan berita kematian itu kepada ‘Amr bin Said. Salmi masuk dan
‘Amr bertanya: ‘Ada berita apa?’. Salmi: ‘Alangkah bahagianya wahai
Pemimpin, Husain bin Ali bin Abu Thalib telah dibunuh’. ‘Amr: ‘Sebarkan
berita kematiannya!’. Dan aku menyebarkan berita kematiannya dan demi
Allah aku belum pernah mendengar tangisan memilukan seperti tangisan
kaum wanita Banu Hasyim mendengar kematian Husain. Dan ‘Amr berkata
sambil tertawa:
Bersoraklah hai Wanita Banu Ziyad,
Bak sorakan wanita kami setelah perang Arnab.
Tangisan
ini seperti tangisan untuk Utsman. Ia lalu naik mimbar dan memberi tahu
jemaah akan kematian Husain. Kemudian ia menunjuk ke kubur Nabi dan
berkata: “Ya Muhammad. Sebuah pembalasan untuk Perang Badr”. Dan
orang-orang Anshar mengingkarinya.
Ia juga memanggil
Abu Rafi’, maula Rasul Allah: ‘Maula siapa engkau?’ Abu Rafi’: ‘Saya
maula Rasul Allah saw!’. Dan ia lalu memecutnya seratus kali. ‘Amr
pergi. Setelah itu ia panggif lagi Abu Rafi: ‘Maula siapa engkau?’
Abu
Rafi’: ‘Mauld Rasul Allah!’ Ia lalu dipecut seratus kali, dan pergi. Ia
mengulanginya lagi sampai 500 kali cambukan. Akhirnya karena takut mati
AbuRafi’ berkata: ‘Aku maula paduka!”
Hal serupa juga
terjadi sebelum ini, yaitu pada Perang Shiffin, dua orang yang membawa
kepala ‘Ammar bin Yasir kepada Mu’awiyah, bertengkar, masing-masing
mengaku bahwa dialah yang memenggal kepala ‘Ammar yang oleh Rasul
dikatakan bahwa pembunuh ‘Ammar adalah komplotanpemberontak.
Ibnu
Qutaibah menceriterakan dalam al-Ma’arif bahwa yang mengaku membunuh
‘Ammar yang telah berumur 93 tahun itu adalah Abu al-Ghadiyah. Ia
sendiri yeng mengaku membunuh ‘Ammar: “Sesungguhnya seorang lelaki
menikam dan membuka tutup kepala ‘Ammar dan memenggal kepalanya.Kepala
‘Ammar telah berubah rupa”.
Abu Umar menceriterakan ‘Ammar dibunuh oleh Abu al-Ghadiyah dan yang memenggal kepalanya adalah Ibnu Jaz as-Saksaki.131
Yang
lain lagi terjadi tahun 63 H/683 M, pasukan Yazid yang dipimpin Muslim
bin ‘Uqbah menyerbu kota Madinah dengan 12.000 anggota pasukan, yang
terkenal dengan perang Harrah. Yazid menyerbu dari arah Timur Madinah,
yang disebut Harrah Syarqiyah, agar orang Madinah silau oleh
sinarmatahari. Ia lalu membunuh 7.000 tokoh dan 10.000 rakyat jelata, di
antaranya 80 sahabat pengikut Perang Badr, 1.000 orang Anshar dan 800
kaum Quraisy. Ia membolehkan pasukannya menjarah dan merampok kota
Madinah selama 3 hari dan menurut Ibnu Katsir ada seribu gadis yang
hamil akibat perkosaan pada masa itu.
Khalifah Umar bin
Abdul Aziz, khalifah berhati mulia, yang memerintah dua setengah tahun
dari 92 tahun pemerintahan dinasti Umayyah, mengatakan: ‘Bila ada
pertandingan kekejaman pemimpin, maka kita kaum Muslimin pasti akan jadi
juara bila kita kirim Hajjaj bin Yusuf ‘.
Seperti
dicatat oleh Tirmidzi, Ibnu ‘Asakir, dalam 20 tahun sebagai gubernur
‘khalifah’ Abdul Malik bin Marwan di Iraq ia telah membunuh 120.000
Muslim dengan berdarah dingin; shabran , dan ditemukan dalam penjaranya
80.000 orang dan di antaranya 30.000 wanita yang dihukum tanpa diadili
dan banyak yang sudah membusuk. Ia menembaki ka’bah dengan katapel (alat
pelempar batu, manjaniq) pada musim haji dalam memerangi Ibnu Zubair.
Ia melakukan tindakan kejam yang sukar dilukiskan, terutama terhadap
pengikut-pengikut Imam Ali dan memerlukan buku tersendiri untuk menulis
riwayat Hajjaj bin Yusuf. Ketika ‘Abdul Malik akan meninggal ia berpesan
agar berlaku baik terhadap Hajjaj bin Yusuf, ‘karena dia telah
mengalahkan musuh-musuhmu’.
Ia tidak segan menghina sahabat yang
sudah meninggal sekalipun: ‘A’masy menceritakan: ‘Demi Allah, aku
mendengar Hajaj bin Yusuf berkata: ‘Mengherankan Abu Hudzail (maksudnya
Abdullah bin Mas’ud). Ia mengatakan ia membaca Al-Qur’an, demi Allah ia
hanya kotoran dari kotoran-kotoran orang Badwi. Demi Allah bila aku bisa
menemuinya, akan aku tebas lehernya’.134 Di bagian lain, ia berkhotbah:
‘Demi Allah, bertakwalah kepada Allah sesanggupmu, tidak ada itu hari
Pembalasan. Dengar dan patuhlah kepada Amiru’l-mu’minin ‘Abdul Malik
karena ia dapat membalas. Demi Allah bila aku suruh kamu keluar melalui
pintu itu dan kamu keluar dari pintu lain, aku akan ambil darah dan
hartamu.
Hafizh Ibnu ‘Asakir berkata: ‘Hajjaj
berkhotbah di Kufah dan setelah menyebut orang-orang yang berziarah ke
kubur Nabi saw di Madinah, ia berkata: ‘mengapa mereka tidak mengunjungi
dan bertawaf di istana Amiru’l mu’minin’ ‘Abdul Malik, apakah mereka
tidak tahu bahwa khalifah ‘Abdul Malik adalah orang yang lebih baik dari
Rasulnya”.
Al-Hafizh Ibnu ‘Asakir mengatakan: ‘Suatu
ketika ada dua orang berbeda pendapat tentang Hajjaj. Seorang mengatakan
Hajjaj kafir, dan yang lain mengatakan ia mu’min yang tersesat. Mereka
lalu menanyakan pada asy-Syu’bah yang berkata kepada keduanya:
‘Sesungguhnya ia Mu’min di jubahnya tetapi ia sebenarnya adalah thaghut
dan kafir sekafir-kafirnya’. Tatkala Washil bin ‘Abdul A’la bertanya
kepadanya tentang Hajjaj bin Yusuf ia menjawab: ‘Anda menanyaiku tentang
si kafir itu?’
Di zaman itu, memenggal kepala seorang
muslim oleh penguasa dianggap sebaga permainan anak-anak. Menyayat dan
menginjak-injak jenazah Muslim adalah perbuatan sehari-hari. Rata-rata
Hajjaj bin Yusuf selama 20 tahun jadi gubernur Iraq membunuh 7 orang
sehari secara berdarah dingin. Di zaman itu, lebih baik orang mengaku
zindiq atau kafir daripada mengaku Syi’ah. Dan orang-orang Syi’ah yang
terancam nyawanya melakukan taqiyah.
Di zaman Banu Abbas kekejaman terhadap Syi’ah lebih parah. Orang-orang Syi’ah ingin kembali di zaman Bani ‘Umayyah.
Pelanggaran Janji Bani AbbasBelum lama janji
yang mereka ucapkan, telah tampak benih-benih kebobrokan perilaku serta
tindakan-tindakan yang berada di luar batas peri kemanusiaan. Berbagai
naskah sejarah klasik mencatat tindakan-tindakan mereka, di antaranya;
Pasukan tentara Bani Abbas menaklukkan kota Damsyik, ibukota Bani
Umayyah, dan mereka pun “memainkan” pedangnya di kalangan penduduk,
sehingga membunuh kurang lebih limapuluh ribu orang. Masjid Jami’ milik
Bani Umayyah, mereka jadikan kandang kuda-kuda mereka selama tujuhpuluh
hari, dan mereka menggali kembali kuburan Mu’awiyah serta Bani Umayyah
lainnya
.
Dan ketika mendapati jasad Hisyam bin Abdul Malik
masih utuh, mereka lalu menderanya dengan cambuk-cambuk dan
menggantungkannya di hadapan pandangan orang banyak selama beberapa
hari, kemudian membakarnya dan menaburkan abunya. Mereka juga mambunuh
setiap anak dari kalangan Bani Umayyah, kemudian menghamparkan permadani
di atas jasad-jasad mereka yang sebagiannya masih menggeliat dan
gemetaran, lalu mereka duduk di atasnya sambil makan. Mereka juga
membunuh semua anggota keluarga Bani Umayyah yang ada di kota Basrah dan
menggantungkan jasad-jasad mereka dengan lidah-lidah mereka, kemudian
membuang mereka di jalan-jalan kota itu untuk makanan anjing-anjing.
Demikian pula yang mereka lakukan terhadap Bani Umayyah di Makkah dan
Madinah
.
Janji Abbasiyin yang akan senantiasa membela dan
memperjuangkan hak-hak keluarga Rasul saw dan Muslimin serta senantiasa
bertindak dengan hukum Allah, merupakan kepalsuan belaka. Hal ini
terbukti melalui penyelewengan-penyelewengan moral yang kerap terjadi
dalam keluarga kerajaan. Perseliran yang berlebihan dan khamr (minuman
keras) telah menjadi kebiasaan mereka, padahal hukum Islam telah
menentukan secara jelas mengenai larangan khamr. Hukum haram, yang
menjadi salah satu ciri khas hukum Islam, tidak lagi diterapkan [pada
arak] seperti halnya amandemen konstitusi Amerika abad ke-18. Bahkan
para khalifah, wazir, putra mahkota, dan para hakim tidak lagi peduli
dengan ketentuan agama.
Para sarjana, penyair, penyanyi, dan
musisi sering berkumpul bersama. Praktik ini, yang berasal dari Persia,
telah melembaga pada masa awal Dinasti Abbasiyah, dan menjadi profesi
pada masa al-Rasyid. Selain al-Rasyid, al-Hadi, al-Amin, al-Ma’mun,
al-Mu’tashim, al-Watsiq dan al-Mutawakkil terbiasa minum arak;
al-Manshur dan al-Muhtadi menentang minuman arak. Al-Nawaji kekurangan
halaman dalam bukunya untuk menuliskan semua khalifah, wazir, dan
sekertaris yang telah kecanduan mengonsumsi minuman terlarang itu.
Khamr, yang dibuat dari buah kurma, adalah minuman favorit
.
Selain
minuman keras, praktek prostitusi telah membudaya pada masa Abbasiyah.
Bahkan budaya-budaya berkumpul dalam suatu rumah yang menyajikan
tari-tarian serta nyanyian wanita yang mengundang birahi sudah menjadi
konsumsi masyarakat umum, keadaan tersebut dapat kita lihat dari
penjelasan berikut. Pesta persahabatan yang menyajikan arak dan nyanyian
menjadi hal yang lazim dijumpai. Pada pesta anggur ini (tunggal, majlis
al-syirab) tuan rumah dan para tamu memercikkan parfum, atau air mawar
pada janggut mereka, serta mengenakan busana khusus berwarna terang
(tsiyab al-munadamah). Ruangan dibuat harum dengan ambergris dan kayu
cendana yang dibakar dalam pedupaan. Para biduanita yang berpartisipasi
dalam perjamuan semacam itu kebanyakan adalah para budak tuna susila,
seperti digambarkan dalam berbagai cerita, yang sangat merusak moral
kaum muda pada masanya. Gambaran tentang sebuah rumah khusus di Kufah
selama pemerintahan al-Manshur terdengar mirip dengan sebuah cafe
chantant, dengan Sallamah al-Zarqa’ (bermata biru) sebagai ratunya
.
Sudah
tercatat dua dari tiga janji kaum Abbas yang telah mereka ingkari. Bani
Abbas telah melanggar hukum-hukum Allah serta menumpuk harta demi
kepentingan pribadi. Atas dasar demi memenuhi nafsu birahi semata,
keluarga kerajaan menjarah harta Muslimin (Bayt al-Mal). Bahkan pada
masa Harun al-Rasid sendiri digambarkan dirinya kerap kali
menghambur-hamburkan harta yang tidak sedikit jumlahnya hanya demi
memenuhi hasrat keinginannya memiliki koleksi selir. Telah disebutkan
bahwa al-Rasyid membelanjakan uang senilai 70. 000 dirham hanya demi
membeli Dzat al-Khal (budak wanita yang ia inginkan). Dan istri
al-Rasyid sendiri Zubaydah, menghadiahi suaminya sepuluh orang gadis
muda hanya bertujuan agar suaminya tidak lagi tertarik dengan wanita
lainnya. Disebutkan pula al-Rasyid hendak membelanjakan uang senilai
100. 000 dinar hanya untuk membeli Tawaddud, seorang budak wanita cantik
jelita serta berbakat yang digambarkan dalam cerita Seribu Satu Malam
.
Tidak
cukup melanggar dua janji saja, ternyata Bani Abbas juga tidak menepati
janji terbesarnya yakni membela dan menjaga hak-hak serta kehormatan
putera-putera Abu Thalib. Dalam riwayat sejarah Syi’ah Imamiyah meyakini
bahwa ada beberapa manusia suci yang hidup pada masa pemerintahan Bani
Abbas. Setelah ini akan kita simak realitas yang terjadi menyangkut
perlakuan Bani Abbas terhadap manusia suci tersebut yang juga merupakan
putera keturunan Rasul saw dan Amir al-Mu’minin Ali bin abi Thalib, juga
beberapa ungkapan mereka mengenai pemerintah pada masa itu
.
Ja’far
bin Muhammad as-Shadiq (83-148 H), meninggal diracuni oleh orang
suruhan al-Manshur. Dia menyatakan; “Bentuk kepemimpinan yang terlarang
adalah kepemimpinan orang yang zalim (aniaya) beserta stafnya baik
tingkat tinggi maupun tingkat rendah. Haram bekerja di bawah sistem
mereka, mengusahakan keperluan mereka. Pelakunya berdosa dan pantas
mendapat siksa dari Allah, baik kecil atau besar yang ia sumbangkan.
Karena segala sesuatu yang ditujukan untuk membantu mereka termasuk dosa
besar. Sebab kepemimpinan yang zalim akan menghapus yang haq dan
menghidupkan kebatilan serta menampilkan kezaliman dan kerusakan juga
pengabaian terhadap kewajiban-kewajiban, pembunuh para nabi dan kaum
mukmin sekaligus merobohkan masjid dan merubah ketentuan Allah dalam
syariat-Nya. Karena itulah bekerja dan membantu mereka diharamkan
kecuali dalam keadaan terpaksa seperti keterpaksaan memakan darah dan
bangkai.”
.
Musa bin Ja’far al-Kadzim (128-183 H), meninggal
diracun oleh orang suruhan al-Rasyid yang bernama Sanadi bin Sahik. Dia
menyatakan; “Barangsiapa yang mengejar kedudukan akan celaka. Dan yang
terkena penyakit ujub juga akan binasa.”
.
Ali bin Musa
ar-Ridha (148-203 H), meninggal diracun oleh orang suruhan al-Ma’mun. Ia
juga menyatakan; Beliau menggambarkan tentang perbuatan raja (yang
zalim): “Yang bekerja sama dengannya dan yang membantunya serta yang
berusaha memenuhi kebutuhannya sama dengan kekafiran. Melihat mereka
dengan sengaja termasuk dosa besar yang layak mendapat siksa neraka.”
Ali
bin Muhammad al-Hadi (212-254 H), meninggal diracun oleh al-Mu’taz
sendiri yang meletakkan racun dalam makanannya. Syair Imam Ali an-Naqi
yang ditujukan kepada al-Mutawakkil al-Abbasi: Mereka mendirikan rumah
di puncak-puncak gunung yang dijaga ketat. Oleh para serdadunya yang
kuat, namun itu semua sudah tiada berguna lagi. Lalu mereka digiring ke
kuburan, dan di sanalah sejelek-jelek tempat baginya. Tiba-tiba
seseorang datang dan memanggil-manggil setelah penguburannya. Mana
emas-emas, serta mahkota-mahkota dan baju-baju indah. Mana wajah-wajah
yang mendapat nikmat sangat banyak. Yang dengannya bisa mendapatkan
sesuatu tanpa kesulitan dan kerepotan. Dengan jelas kuburan itu
mengungkapkan perkabaran keadaan mereka. Itulah wajah-wajah yang kini
sedang digerogoti oleh ular-ular yang saling berebutan. Telah lama
mereka hidup dan menikmati masa hidupnya. Dan kini setelah mereka
merasakan nikmat itu, mereka jadi santapan ular-ular. Lama mereka bina
rumah-rumah megah untuk dihuni. Namun rumah-rumah itu telah diwariskan
untuk keluarganya, setelah kepindahan dirinya. Telah lama mereka
menimbun harta dan hanya menyimpannya. Kini harta itu telah ditinggalkan
dan jadi rebutan musuh-musuhnya.
Hasan bin Ali al-Asykari
(232-260 H), meninggal diracun oleh orang suruhan al-Mauktamid. Beliau
berkata; “Akan kepada manusia suatu zaman, wajah mereka dalam keadaan
berseri-seri, sementara hati mereka gelap dan ternodai. Yang sunnah
sudah dianggap bid’ah sedangkan yang bid’ah dianggap sunnah. Seorang
mukmin yang hidup di antara merekaterhina sementara si fasik menjadi
mulia. Para pemimpin mereka adalah orang-orang bodoh yang berlaku aniaya
sedang ulamanya duduk di pintu para penguasa zalimin (penganiaya).”
Telah
disebutkan pula dalam riwayat sejarah yang lain bahwa seseorang yang
bernama Humaid bin Qahthabah datang kepada al-Rasyid untuk menyatakan
kesetiaannya padanya. Kemudian al-Rasyid menyuruhnya mengikuti
pembantunya untuk membuktikan kesetiaannya tersebut. Kemudian ia diantar
oleh pembantu tersebut ke suatu rumah yang terkunci yang di dalamnya
terdapat 60 orang putra keturunan Rasul saw. Seketika itu pula ia
diperintah untuk membunuh mereka semuanya. Setelah ia membunuhnya
dikatakan Humaid menjadi hilang kendali serta berputus-asa atas rahmat
ampunan Allah. Dari berbagai pemaparan di atas, dapat kita simpulkan
pemerintahan Bani Abbas tidak ubahnya Bani Umayyah bahkan lebih kejam,
dan tidak satupun janji yang mereka ucapkan mereka realisasikan.
REFERENSI:Al-Maududi, Abul A’la. Khilafah dan Kerajaan; Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam. Mizan. Bandung. 1998.
Guven, Fatih. 560 Hadis dari 14 Manusia Suci. Yayasan Islam Al-Baqir. Bangil. 1995.
Hitti, Philip K. History of The Arabs. Serambi Ilmu Semesta. Jakarta. 2005.