Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Syeikh Ibnu Taimiyah. Show all posts
Showing posts with label Syeikh Ibnu Taimiyah. Show all posts

Kata Siti Aisyah Nabi Saw. itu Sangat Takut kepada Umar ! ulama Ahlusunnah wal Jama’ah (ASWAJA) ketika mereka menghinakan kehormatan dan menjatuhkan kemuliaan Nabi agung Muhammad saw. demi membuat keutamaan palsu sahabat tertentu.. Setiap hadis palsu yang menghinakan Nabi mulia saw. pasti Anda temukan di dalamnya pengagungan sahabat tertentu yang dimaukan oleh para penguasa bani Umayyah dan bani Abbas dan yang disanjung oleh Ahlusunnah


Sepertinya ada kenikmatan tersendiri yang dirasakan para ulama Ahlusunnah wal Jama’ah (ASWAJA) ketika mereka menghinakan kehormatan dan menjatuhkan kemuliaan Nabi agung Muhammad saw. demi membuat keutamaan palsu sahabat tertentu.

Setiap hadis palsu yang menghinakan Nabi mulia saw. pasti Anda temukan di dalamnya pengagungan sahabat tertentu yang dimaukan oleh para penguasa bani Umayyah dan bani Abbas dan yang disanjung oleh Ahlusunnah. Beberapa tulisan membongkar masalah ini sudah kami terbitkan di sini… Kali ini, Anda kami ajak menyaksikan penghinaan lain lagi yang dilakukankan ulama Sunni terhadap Nabi saw.

Kata Siti Aisyah Nabi Saw. itu Sangat Takut kepada Umar !
Entah apa yang ada dalam benak si pemalsu hadis yang sangat digemari para ulama Sunni itu ketika mereka mengisahkan bahwa Nabi saw. sangat menikmati pertengkaran seru antara para istri beliau bahkan sampai-sampai beliau bertawa terbahak-bahak bak seorang yang sedang menyaksikan pentas Lawak Sri Mulat! Subhanallah, apa sebenarnya yang sedang terjadi di dalam rumah Nabi saw. sehingga beliau tertawa terbahak-behak seperti yang dikisahkan hadis andalan Sunni itu?

Ikuti laporan langsungnya dari dalam rumah Nabi pada hadis di bawah ini:
Dari Siti Aisyah, ia berkata, “Aku membawakan untuk Rasulullah saw. satu talam bubur Khazîrah yang aku masaknya sendiri. Lalu aku berkata kepada Saudah, ‘Makanlah! Saat itu Nabi berada di antara aku dan Saudah. Aku berkata kepada Saudah, ‘Makanlah bubur ini, jika tidak, aku akan lumuri wajahmu dengan bubur ini!

Saudah tidak mau memakannya, maka aku letakkan tanganku di bubur Khazîrah kemudian aku muluri wajahnya dengan bubur itu. Maka Nabi tertawa dan beliau meletakkan pahanya di atas Saudah dan berkata kepadanya, ‘Lumuri juga wajah Aisyah dengannya! Maka ia melumuri wajahku dengannya, dan Nabi pun tertawa. (AWAS ADEGAN KERAS HARAP PARA ISTRI UNTUK TIDAK MENCONTOHNYA SEBELUM DENGAN BAIK BERLATIH SECARA INTENSIF).

Lalu Umar lewat dan memanggil, ‘Hai Abdullah! Hai Abdullah!’ Nabi saw. mengira bahwa Umar akan masuk, maka beliau berkata, ‘Masuklah kalian berdua dan bersihkan wajah kalian!
Aisyah berkata, ‘Sejak saat itu aku takut kepada Umar karena aku melihat takutnya Nabi kepada Umar.!

Sumber Hadis:
Hadis lucu dan leceh itu dapat Anda temulam dalam, misalnya: Majma’ az Zawâid, 4/578 dan Kanzul ‘Ummâl,12/593.

Ibnu Jakfari berkata:
Demikianlah kalian menggambarkan Nabi mulia dalam kehidupan rumah tangganya! Beliau meniknati pertengkaran antara kedua istrinya!

Apakah benar kalian meyakini bahwa akhlak siti Aisyah itu seperti itu? Tidak berakhlak karimah? Bertindak seperti wanita yang tidak terhormat? Hanya kerena Saudah tidak mau mencicipi bubur buatannya ia serang seraca brutal dengan melumuri wajahnya dengan bubur Khazîrah yang mungkin masih panas?
Bukankah kalian juga meriwayatkan bahwa ketika ada seorang istri Nabi mengirim makanan ke rumah Rasulullah saw. Aisyah segera menampel talam terbuat dari kereweng sehingga jatuh dan pecah berantakan serta makannya berserakan? Mengapa Ahlusunnah mengggambarkan siti Aisyah segalak itu? Bukankah itu pengihnaan atas siti Aisyah?

Lalu di balik penghinaan kalian terhadap kemuliaan Nabi Muhammad saw., kalian mengada-ngada kepalsuan tentang kemulian dan keagungan Umar ibn al Khaththab… yang dengan sekedar mendengar suaranya saja Nabi saw. langusng ketakutan dan memintah kedua istri beliau yang sedang melampiaskan adegan konyolnya di hadapan Nabi saw. dan segera pula menghentikan canda tawa yang dilakukan Nabi mulia Muhammad saw.

Apa kalian beranggapan bahwa adalah kebiasaan Umar jika masuk rumah Nabi tanpa izin, langsung nyelonon begitu saja?

Demi Allah hadis-hadis palsu yang menghinakan Nabi saw. yang diriwayatkan ulama Ahlusunnah dan dipercayai keshahihannya serta dibangun di atasnya berbagai hukum dan pandangan atas nama Islam telah memberi peluang besar bagi musuh-musuh Islam untuk menghinakan Nabi kita dan mencemooh agama Islam kita!

Keberkahan Hadis-hadis Palsu Produk Ulama Sunni
Namun sebagaimana hadis-hadis palsu yang menghinakan Nabi mulia Muhammad saw. itu memmberikan bahan empuk bagi musuh-musuh Islam untuk menyerang Islam dan Nabinya, ia juga ternyata membawa keberkahan yang tak terhinggga karena dengannya banyak kaum berakal waras dan berfitrah suci dari kalangan para pemikir Sunni segera menaruh curiga atas mazhab Sunni dan kemudian menelitinya kembali dan hasilnya adalah mereka memdapat hidayah Allah bahwa mazhab yang haq ‘indallah adalah mazhabnya Ahlulbaitt Nabi as. bukan mazhab para pemalsu.. bukan mazhabnya Ka’abul Ahbâr –si Yahudi yang menyusup di kalangan kaum Muslimin Sunni- bukan mazhabnya ‘Ikrimah –si gembong Khawarij yang sangat benci Nabi saw. dan keluarganya- dan bukan pula mazhabnya Ibnu Taimiyah Cs yang selalu menjulurkan lidah beracunya untuk mengkufuri kebanaran tentang Ahlulbait Nabi as. … dan akhirnya hadis-hadis seperti itu menjadi inspirasi bagi pencari kebenaran untuk menemukannya bukan pada mazhab-mazhab selain mazhab Ahlulbait, keluarga suci Nabi as. maka mereka berbondong-bondok yadkhulûna fî dînillâhi AFWÂJA, wa yatrûkûna ASWAJA. Wal hamdulillahi alladzi hadânâ li hâdza!

Anggapan Akidah Sunni seperti N.U Sama dengan wahabi salafi, Sangat Rancu & Menyesatkan


Jumat, 06 Januari 2012 10:53 Redaksi
E-mail Cetak PDF


Sesungguhnya, akidah kita umat Islam tidak sama dengan akidah wahabi salafi. Jelas, wahabi salafi itu merupakan induk kesesatan. Jadi anggapan akidah Sunni sama dengan akidah wahabi adalah sebuah kerancuan yang luar biasa. Ini penipuan yang nyata.

“Meski kelak suatu saat, ada kerja sama antara umat Islam dengan kalangan wahabidi dalam memerangi kemiskinan dan keterbelakangan, bukan berarti akidahnya sama,” ujar Ustadz Husain Ardilla.

Seorang tokoh NU sendiri, seperti Gusdur  (almarhum), pernah merasa gusar terhadap sikap sejumlah intelektual dan ulama yang memposisikan wahabi  sama saja dengan Sunni, padahal mereka itu tidak tahu banyak soal wahabi.

Perbedaan akidah itu jelas, jika menyimak doktrin tentang :

Aqidah Wahabi yang Menyamai Aqidah Yahudi dan Nasrani

Aqidah Wahabi Menyamai Aqidah Yahudi dan Nasrani,
yaitu mereka mengatakan bahwa Allah SWT Duduk seperti Duduknya Makhluq.

Ketahuilah bahwa aqidah yg dibawa oleh Wahhabi adalah aqidah yang bersumberkan dari Yahudi dan Kristiani yang coba diserapkan dalam masyarakat islam demi memecahbelah umat islam dan bertujuan agar umat islam menjadi Yahudi dan Nasoro, kemudian bersenang-senanglah Iblis bersama mereka di neraka kelak!

Inilah Yahudi dengan kerjasama penuh dari Wahhabiyah dalam menyesatkan umat islam di tanah air kita ini :

– Akidah ” Allah Duduk” Adalah Akidah Yahudi
Dalam kitab Yahudi Safar Al-Muluk Al-Ishah 22 Nomor 19-20, Yahudi menyatakan akidah kufur di dalamnya :

قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسًا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عنيمينه و عن يساره

“Berkata : Dengarkanlah engkau kata-kata Tuhan,telah ku lihat Tuhan duduk di atas kursi dan ke semua tentera langit berdiri di sekitarnya kanan dan kiri” .

– Ibnu Taimiah ikut Membantu Yahudi Menyebarkan Akidah Yahudi ” Allah Duduk ” :
Dalam kitab Ibnu Taimiah Majmu Fatawa Jilid 4 / 374 :

إن محمدًا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه

“Sesungguhnya Muhammad Rasulullah, Tuhannya mendudukkannya diatas arasy bersamaNya”.

Tidak cukup dengan itu Ibnu Taimiah turut mengunakan lafaz kufur Yahudi demi men-yahudikan umat islam :

Dalam Kitab Ibnu Taimiyah berjudul Syarh Hadith Nuzul cetakan Darul Asimah :

إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سُمِع له أطيط كأطيط الرَّحل الجديد

artinya: ” Apabila Tuhan duduk di atas kursi maka akan terdengarlah bunyi seperti kursi baru diduduki”.

Lihatlah! Yahudi berkata Allah Duduk…Ibnu Taimiyah berkata Allah Duduk.

TAPI AL-QURAN DAN HADIST NABI YANG SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN ALLAH DUDUK.

Kalau kita lihat dalam website Kristiani : http://www.hesenthisword.com/lessons/lesson5.htm
lihat pada :

عاشرا: ذكر عنه ما ورد عن الله في العهد القديم

Kristiani berkata pada nomor 7 :

“الله جالس على الكرسي العالي” (اش 6 :1-10) .

artinya: “Allah Duduk Di atas Kursi Yang Tinggi”.

Wahhabi Turut Membantu Menghidupkan Kekufuran Kristian Dengan Memalsukan Hadith Nabi :
DALAM KITAB WAHHABI : FATHUL MAJID SYARH KITAB AT-TAUHID KARANGAN ABDUR RAHMAN BIN HASAN AAL AS-SYEIKH DISOHIHKAN OLEH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ CETAKAN PERTAMA TAHUN 1992 BERSAMAAN 1413 MAKTABAH DARUL FAIHA DAN MAKTABAH DARUL SALAM.

Cetakan ini pada hal 356 yg tertera kenyatan kufur yg dianut oleh Wahhabi sebagai hadis ( pd hakikatnya bukan hadis Nabi ) adalah tertera dalam bahasa arabnya berbunyi:

” IZA JALASA AR-ROBBU ‘ALAL KURSI “.

Artinya : ” Apabila Telah Duduk Tuhan Di Atas Kursi “.

TETAPI AL-QURAN DAN HADITH SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN DEMIKIAN !

Perlu diketahui, Imam asy-Syafi’I pun terang-terangan menyatakan kekufuran bagi orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.
Ibn al Mu’allim al Qurasyi (W. 725 H) menyebutkan dalam karyanya Najm al Muhtadi menukil perkataan al Imam al Qadli Najm ad-Din dalam kitabnya Kifayah an-Nabih …fi Syarh at-Tanbih bahwa ia menukil dari al Qadli Husayn (W. 462 H) bahwa al Imam asy-Syafi’I menyatakan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

Wahabi Menyebarkan Aqidah Rancu dan Memfitnah Imam Syafi’i

Wahabi Menyebarkan Aqidah Rancu dan Memfitnah Imam Syafi’i R.A.
Kembali kepada Alquran dan Hadits yang Sahih dengan pemahaman Salafusshalih, dan jangan lupa yang sahih pula. Sebab jika mengambil sebuah Hadits saja hanya boleh yang sahih-sahih saja dan harus membuang hadits-hadits yang Dlo,if di tempat sampah, kenapa dalam mengambil perkataan ‘Ulama tidak begitu memperdulikan jalur periwayatan atau sanadnya, sehingga banyak sekali menyebar kekacauan Aqidah yang mengatasnamakan Imam Syafi,i, IMAM MALIK, Imam Ibnu Hanbal atau Imam Abu Khanifah?

Mereka yang terkenal dalam dunia persilatan Internet dengan pedang bermata duanya Bid’ah dan Syirik adalah yang di kenal dengan nama besar Wahhabi – Salafy memang lihay memainkan jurus kambing hitam dan taktik meminjam tenaga lawan dan langkah tipuan Dengan Membawa Nama Para Imam demi membela dan menyebarkan kekacauan aqidah tajsimnya, beberapa hal di antaranya tidak malu-malu menyebarkan dan berdusta dengan menyandarkan perkataan dari Imam Syafi,i

” روى شيخ الإسلام أبو الحسن الهكاري ، والحافظ أبو محمد المقدسي بإسنادهم إلى أبي ثور وأبي شعيب كلاهما عن الإمام محمد بن إدريس الشافعي ناصر الحديث رحمه الله قال: القول في السنة التي أنا عليها ورأيت أصحابنا عليها أهل الحديث الذين رأيتهم وأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الاقرار بالشهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ، وأن الله تعالى على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وأن الله ينزل إلى السماء الدنيا كيف شاء “

“ Syaikhul Islam Abu Hasan Al-Hakary meriwayatkan dan Al-Hafidz Abu Muhammad Al-Muqoddasi dengan isnad mereka kepada Abu Tsaur dan Abu Syu’aib, keduanya dari imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, Nashirul hadits Rh, beliau berkata “ Pendapat di dalam sunnah yang aku pegang dan juga para sahabatku dari Ahli hadits yang telah aku saksikan dan aku ambil dari mereka seperti Sufyan, Malik dan selain keduanya adalah pengakuan dengan syahadah bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt, Muhammad adalah utusan Allah dan sesungguhnya Allah Swt di atas Arsy-Nya di dalam langit-Nya yang mendekat kepada makhluk-Nya kapan saja DIA kehendaki, dan sesungguhnya Allah turun ke langit dunia kapan saja DIA kehendaki “. (Mukhtashor Al-‘uluw halaman : 176).

Coba Anda Perhatikan Perkataan ini dari sisi sanadnya:
1. Al-Hafidz Adz-Dzahaby di dalam kitabnya MIZAN AL-I’TIDAL juz : 3 halaman : 112 berkata :

أبي الحسن الهكاري : أحد الكذابين الوضاعين

“ Abu Al-Hasan Al-Hakkari adalah salah satu orang yang suka berdusta dan sering memalsukan ucapan “

2. Abul Al-Qosim bin Asakir juga berkata :

قال أبو القاسم بن عساكر : لم يكن موثوقاً به

“ Dia (Abu Al-Hasan) orang yang tidak dapat dipercaya “

3. Ibnu Najjar berkata :

وقال ابن النجار : متهم بوضع الحديث وتركيب الأسانيد

“ Dia dicurigai memalsukan hadits dan menyusun-nysun sanad “

4. Al-Hafidz Ibnu Hajar di dalam kitab LISAN AL-MIZAN juz : 4 halaman : 159 berkata :

وكان الغالب على حديثه الغرائب والمنكرات ، وفي حديثه أشياء موضوعة

“ Kebanyakan hadits yg diriwayatkannya adalah ghorib dan mungkar dan juga terdapat hadits-hadits palsunya “.

5. Ibrahim bin Muhammad Ibn Sibth bin Al-Ajami di di dalam kitabnya Al-Kasyfu Al-Hatsits juz ; 1 halaman : 184 :

وهو كذاب وضاع

“ Dia adalah seorag yang suaka berdusta dan suka memalsukan hadits”

Dan perhatikan pula dari sisi masanya:
Mereka (wahhaby salafy) mengaku atsar tersebut diriwayatkan oleh Abu Syu’aib dari imam Syafi’i. Benarkah ??

Ini sebuah kedustaan yang nyata karena di dalam kitab-kitab tarikh / Sejarah bahwasanya Abu Syu’aib ini dilahirkan dua tahun setelah wafatnya imam Syafi’i, sebagaimana disebutkan dalam kitab TARIKH AL-BAGHDADI juz : 9 halaman : 436…

Sekarang bagaimanakah aqidah imam syafi’i yang sebenarnya tentang Istiwa Allah Swt ?

Berikut ini perkataan-perkataan imam Syafi’i yang kami nukil dari kitab-kitab yang mu’tabar dan dari riwayat-riwayat yang tsiqoh :

1. Ketika imam Syafi’I ditanya tentang makna ISTAWA dalam al-Quran beliau menjawab :

“ ءامنت بلا تشبيه وصدقت بلا تمثيل واتهمت نفسي في الإدراك وأمسكت عن الخوض فيه كل الإمساك”

ذكره الإمام أحمد الرفاعي في ( البرهان المؤيد) (ص 24) والإمام تقي الدين الحصني في (دفع شبه من شبه وتمرد ) (ص 18) وغيرهما كثير.

“ Aku mengimani istiwa Allah tanpa memberi penyerupaan dan aku membenarkannya tanpa melakukan percontohan, dan aku mengkhawatirkan nafsuku di dalam memahaminya dan aku mencegah diriku dari memperdalam persoalan ini dengan sebenar-benarnya pencegahan “
Ini telah disebutkan oleh imam Ahmad Ar-Rifa’i di dalam kitab “ Al-Burhan Al-Muayyad “ (Bukti yang kuat) halaman ; 24.

Juga telah disebutkan oleh imam Taqiyyuddin Al-Hishni di dalam kitab Daf’u syibhi man syabbaha wa tamarroda halaman : 18. Di dalam kitab ini juga pada halaman ke 56 disebutkan bahwa imam Syafi’I berkata :

ءامنت بما جاء عن الله على مراد الله وبما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله

“ Aku beriman dengan apa yang datang dari Allah Swt sesuai maksud Allah Swt, dan beriman dengan apa yang datang dari Rasulullah Saw menurut maksud Rasulullah Saw “.

Syaikh Salamah Al-Azaami dan selainnya mengomentari ucapan imam syafi’I tsb :

ومعناه لا على ما قد تذهب إليه الأوهام والظنون من المعاني الحسية والجسمية التي لا تجوز في حق الله تعالى.

“ Maknanya adalah bukan seperti yang terlitas oleh pikiran dan persangkaan dari makna fisik dan jisim yang tidak boleh bagi haq Allah Swt “

Dan masih banyak lagi yang lainnya.

2. Ketika imam Syafi’i ditanya tentang sifat Allah Swt, beliau menjawab :

حرام على العقول أن تمثل الله تعالى وعلى الأوهام أن تحد وعلى الظنون أن تقطع وعلى النفوس أن تفكر وعلى الضمائر أن تعمق وعلى الخواطر أن تحيط إلا ما وصف به نفسه – أي الله على لسان نبيه صلى الله عليه وسلم –

ذكره الشيخ ابن جهبل في رسالته انظر طبقات الشافعية الكبرى ج 9/40 في نفي الجهة عن الله التي رد فيها على ابن تيمية.

“Haram bagi akal membuat perumpamaan, Haram bagi pemikiran membuat batasan, dan haram bagi prasangka untuk membuat statemen, dan Haram juga bagi Jiwa untuk memikirkan (Dzat, perbuatan dan sifat-sifat) Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan haram bagi hati untuk memperdalam, dan Haram bagi lintasan-lintasan hati untuk meliputi, kecuali apa yang telah Allah sifati sendiri atas lisan nabi-Nya Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam” (Telah disebutkan oleh syaikh Ibnu Jahbal di dalam Risalahnya, lihatlah Thobaqot Asy-Syafi’iyyah Al-Kubra juz : 9 halaman : 40 tentang menafikan arah dari Allah Swt sebagai bantahan atas Ibnu Taimiyyah).

3. Di dalam kitab Ittihaafus saadatil muttaqin juz : 2 halaman ; 24, imam Syafi’I berkata :

إنه تعالى كان ولا مكان فخلق المكان وهو على صفة الأزلية كما كان قبل خلقه المكانَ لا يجوز عليه التغييرُ في ذاته ولا التبديل في صفاته”

“ Sesungguhnya Allah Ta’ala ada dan tanpa tempat, lalu Allah menciptakan tempat dan Allah senantiasa dalam shifat ‘AzaliNya (tidak berubah) sebagaimana wujud-Nya sebelum menciptakan tempat. Mustahil bagi Allah perubahan di dalam Dzat-Nya dan juga perpindahan di dalam sifat-sifat-Nya”

4. Di dalam kitab Syarh Al-Fiqhu Al-Akbar halaman : 52, imam Syafi’I berkata yang merupakan keseluruhan pendapat beliau tentang Tauhid :

من انتهض لمعرفة مدبره فانتهى إلى موجود ينتهي إليه فكره فهو مشبه وإن اطمأن إلى العدم الصرف فهو معطل وإن اطمأن لموجود واعترف بالعجز عن إدراكه فهو موحد

“ Barangsiapa yang berantusias untuk mengetahui Allah Sang Maha Pengatur-Nya hingga pikirannya sampai pada hal yang wujud, maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dgn makhluq). Dan jika ia merasa tenang dengan suatu hal yang tiada, maka ia adalah mu’aththil (meniadakan sifat Allah Swt). Dan jika ia merasa tenang pada kwujudan Allah Swt dan mengakui ketidak mampuan untuk memahaminya, maka ia adalah MUWAHHID (orang yang mengesakan Allah Swt) “

Sungguh imam Syafi’I begitu jeli dan luas pemahamannya akan hal ini, beliau sungguh telah mengambil dari ayat-ayat Allah Swt dalam Al-Quran :

- {لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ } [سورة الشورى]

“ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah “

- فَلاَ تَضْرِبُواْ لِلّهِ الأَمْثَالَ } [سورة النحل]

“ Janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpoamaan bagi Allah Swt “

- :{هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا } [سورة مريم]

“ Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia ? “

Semua ini membuktikan bahwa imam Syafi’i r.a mensucikan Allah Swt dan sifat-sifat-Nya dari apa yang terlintas dalam pikiran berupa makna-makna jisim / fisik seperti duduk, dibatasi dengan arah, tempat, gerakan dan diam serta yang semisalnya dan inilah aqidah Ahlus sunnah wal jama’ah.

SALAH KAPRAH SLOGAN ‘KEMBALI KEPADA AL QURAN & SUNNAH’

Oleh: Ustadz Ahmad Samanhudi – Ustadz Haji Imam Mustofa Mukhtar .

APA YANG SALAH DENGAN SLOGAN ‘KEMBALI KEPADA AL QURAN & SUNNAH’ ?

Telah disebutkan pada postingan sebelumnya, bahwa kaum Salafi & Wahabi memiliki slogan (motto) ‘Kembali kepada al Quran dan Sunnah‘. Mereka juga mengajak umat untuk kembali kepada al Quran dan Sunnah. Kenapa? Karena, tentunya, al Quran dan Sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang utama yang diwariskan oleh Rasulullah Saw., sehingga siapa saja yang menjadikan keduanya sebagai pedoman, maka ia telah berpegang kepada ajaran Islam yang murni dan berarti ia selamat dari kesesatan. Bukankah Rasulullah Saw. menyuruh yang sedemikian itu kepada umatnya?

Sampai di sini mungkin banyak orang bertanya, mengapa Ibnu Taimiyah & Muhammad bin Abdul Wahab yang menyerukan hal se-bagus dan se-ideal itu dianggap sesat oleh para ulama di zamannya? Mengapa pula paham Salafi & Wahabi yang merujuk semua ajarannya kepada al Quran dan Sunnah dianggap menyimpang bahkan divonis sesat??! Rasanya, hanya orang gila yang berani menyatakan begitu.
Tetapi, mari kita perhatikan permasalahan ini satu demi satu, agar terlihat “sumber masalah” yang ada pada sikap yang terlihat sangat ideal tersebut.

Prinsip “Kembali kepada al Quran dan Sunnah” adalah benar secara teoritis, dan sangat ideal bagi setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tetapi yang harus diperhatikan adalah, apa yang benar secara teoritis belum tentu benar secara praktis, menimbang kapasitas dan kapabilitas (kemampuan) tiap orang dalam memahami al Quran & Sunnah sangat berbeda-beda. Maka bisa dipastikan, kesimpulan pemahaman terhadap al Quran atau Sunnah yang dihasilkan oleh seorang ‘alim yang menguasai Bahasa Arab dan segala ilmu yang menyangkut perangkat penafsiran atau ijtihad, akan jauh berbeda dengan kesimpulan pemahaman yang dihasilkan oleh orang awam yang mengandalkan buku-buku “terjemah” al Quran atau Sunnah. Itulah kenapa di zaman ini banyak sekali bermunculan aliran sesat.


Jawabnya tentu karena masing-masing mereka berusaha kembali kepada al Quran dan Sunnah, dan mereka berupaya mengkajinya dengan kemampuan dan kapasitasnya sendiri. Bisa dibayangkan dan telah terbukti hasilnya, kesesatan yang dihasilkan oleh Ahmad Mushadeq (mantan petinju yang merintis sholat dengan bacaan yang diterjemah), Ahmad Mushadeq (mantan pengurus PBSI yang pernah mengaku nabi), Lia Eden (mantan perangkai bunga kering yang mengaku mendapat wahyu dari Jibril), Agus Imam Sholihin (orang awam yang mengaku tuhan), dan banyak lagi yang lainnya. Dan kesesatan mereka itu lahir dari sebab “Kembali kepada al Quran dan Sunnah”, mereka merasa benar dengan caranya sendiri. Pada kaum Salafi & Wahabi, kesalahpahaman terhadap al Quran dan Sunnah itu pun banyak terjadi, bahkan di kalangan mereka sendiri pun terjadi perbedaan pemahaman terhadap dalil. Dan yang terbesar adalah kesalahpahaman mereka terhadap dalil-dalil tentang bid’ah.

Al Quran dan Sunnah sudah dibahas dan dikaji oleh para ulama terdahulu yang memiliki keahlian yang sangat mumpuni untuk melakukan hal itu, sebut saja: Ulama mazhab yang empat, para mufassiriin (ulama tafsir), muhadditsiin (ulama hadis), fuqahaa’ (ulama fiqih), ulama aqidah ahus-sunnah wal-Jama’ah, dan mutashawwifiin (ulama tasawuf/akhlaq). Hasilnya, telah ditulis beribu-ribu jilid kitab dalam rangka menjelaskan kandungan al Quran dan Sunnah secara gamblang dan terperinci, sebagai wujud kasih sayang mereka terhadap umat yang hidup dikemudian hari. Karya-karya besar itu merupakan pemahaman para ulama yang disebut di dalam al Quran sebagai “ahludz-dzikr”, yang kemudian disampaikan kepada umat Islam secara turun-temurun dari generasi ke generasi secara berantai sampai saat ini. Adalah sebuah keteledoran besar jika upaya orang belakangan dalam memahami Islam dengan cara “kembali kepada al Qur’an dan Sunnah” dilakukan tanpa merujuk pemahaman para ulama tersebut. Itulah yang dibudayakan oleh sebagian kaum Salafi & Wahabi.

Dan yang menjadi pangkal penyimpangan paham Salafi & Wahabi sesungguhnya, adalah karena mereka memutus mata rantai amanah keilmuan mayoritas ulama dengan membatasi keabsahan sumber rujukan agama hanya sampai pada ulama salaf (yang hidup sampai abad ke-3 Hijriah), hal ini seperti yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah (hidup di abad ke-8 H.) dan para pengikutnya. Bayangkan, berapa banyak ulama yang dicampakkan dan berapa banyak kitab-kitab yang dianggap sampah yang ada di antara abad ke-3 hingga abad ke-8 hijriyah.

Lebih parahnya lagi, dengan rantai yang terputus jauh, Ibnu Taimiyah dan kaum Salafi & Wahabi pengikutnya seolah memproklamirkan diri sebagai pembawa ajaran ulama salaf yang murni, padahal yang mereka sampaikan hanyalah pemahaman mereka sendiri setelah merujuk langsung pendapat-pendapat ulama salaf. Bukankah yang lebih mengerti tentang pendapat ulama salaf adalah murid-murid mereka? Dan bukankah para murid ulama salaf itu kemudian menyampaikannya kepada murid-murid mereka lagi, dan hal itu terus berlanjut secara turun temurun dari generasi ke generasi baik lisan maupun tulisan?

Bijaksanakah Ibnu Taimiyah dan pengikutnya ketika pemahaman agama dari ulama salaf yang sudah terpelihara dari abad ke abad itu tiba di hadapan mereka di abad mana mereka hidup, lalu mereka campakkan sebagai tanda tidak percaya, dan mereka lebih memilih untuk memahaminya langsung dari para ulama salaf tersebut? Sungguh, ini bukan saja tidak bijaksana, tetapi juga keteledoran besar, bila tidak ingin disebut kebodohan. Jadi kaum Salafi & Wahabi bukan Cuma menggaungkan motto “kembali kepada al Quran dan Sunnah” secara langsung, tetapi juga “kembali kepada pendapat para ulama salaf” secara langsung dengan cara dan pemahaman sendiri. Mereka bagaikan orang yang ingin menghitung buah di atas pohon yang rindang tanpa memanjat, dan bagaikan orang yang mengamati matahari atau bulan dari bayangannya di permukaan air.

Para ulama telah menghidangkan penjelasan tentang al Quran dan Sunnah di dalam kitab-kitab mereka kepada umat sebagai sebuah “hasil jadi”. Para ulama itu bukan saja telah memberi kemudahan kepada umat untuk dapat memahami agama dengan baik tanpa proses pengkajian atau penelitan yang rumit, tetapi juga telah menyediakan jalan keselamatan bagi umat agar terhindar dari pemahaman yang keliru terhadap al Quran dan Sunnah yang sangat mungkin terjadi jika mereka lakukan pengkajian tanpa bekal yang mumpuni seperti yang dimiliki para ulama tersebut. Boleh dibilang, kemampuan yang dimiliki para ulama itu tak mungkin lagi bisa dicapai oleh orang setelahnya, terlebih di zaman ini, menimbang masa hidup mereka yang masih dekat dengan masa hidup Rasulullah Saw. & para Shahabat yang tidak mungkin terulang, belum lagi keunggulan hafalan, penguasaan berbagai bidang ilmu, lingkungan yang shaleh, wara’ (kehati-hatian), keikhlasan, keberkahan, dan lain sebagainya.

Pendek kata, para ulama seakan-akan telah menghidangkan “makanan siap saji” yang siap disantap oleh umat tanpa repot-repot meracik atau memasaknya terlebih dahulu, sebab para ulama tahu bahwa kemampuan meracik atau memasak itu tidak dimiliki setiap orang. Saat kaum Salafi & Wahabi mengajak umat untuk tidak menikmati hidangan para ulama, dan mengalihkan mereka untuk langsung merujuk kepada al Qur’an dan Sunnah dengan dalih pemurnian agama dari pencemaran “pendapat” manusia (ulama) yang tidak memiliki otoritas untuk menetapkan syari’at, berarti sama saja dengan menyuruh orang lapar untuk membuang hidangan yang siap disantapnya, lalu menyuruhnya menanam padi.

Seandainya tidak demikian, mereka mengelabui umat dengan cara menyembunyikan figur ulama mayoritas yang mereka anggap telah “mencemarkan agama”, lalu menampilkan dan mempromosikan segelintir sosok ulama Salafi & Wahabi beserta karya-karya mereka serta mengarahkan umat agar hanya mengambil pemahaman al Qur’an dan Sunnah dari mereka saja dengan slogan “pemurnian agama”.

Sesungguhnya, “pencemaran” yang dilakukan para ulama yang shaleh dan ikhlas itu adalah upaya yang luar biasa untuk melindungi umat dari kesesatan, sedangkan “pemurnian” yang dilakukan oleh kaum Salafi & Wahabi adalah penodaan terhadap ijtihad para ulama dan pencemaran terhadap al Quran dan Sunnah. Dan pencemaran terbesar yang dilakukan oleh kaum Salafi & Wahabi terhadap al Qur’an dan Sunnah adalah saat mereka mengharamkan begitu banyak perkara yang tidak diharamkan oleh al Quran dan Sunnah; saat mereka menyebutkan secara terperinci amalan-amalan yang mereka vonis sebagai bid’ah sesat atas nama Allah dan Rasulullah Saw., padahal Allah tidak pernah menyebutkannya di dalam al Qur’an dan Rasulullah Saw. tidak pernah menyatakannya di dalam Sunnah (hadis)nya.

Dari uraian di atas, nyatalah bahwa orang yang “kembali kepada al Quran dan Sunnah” itu belum tentu dapat dianggap benar, dan bahwa para ulama yang telah menulis ribuan jilid kitab tidak mengutarakan pendapat menurut hawa nafsu mereka. Amat ironis bila karya-karya para ulama yang jelas-jelas lebih mengerti tentang al Quran dan Sunnah itu dituduh oleh kaum Salafi & Wahabi sebagai kumpulan pendapat manusia yang tidak berdasar pada dalil, sementara kaum Salafi & Wahabi sendiri yang jelas-jelas hanya memahami dalil secara harfiyah (tekstual) dengan sombongnya menyatakan diri sebagai orang yang paling sejalan dengan al Quran dan Sunnah.

Nahi Munkar yang Benar Menurut Penjelasan Habib Ali Al Jufri


Nahi munkar dan amar ma’ruf, banyak dari umat Islam yang menjalankan perintah ini justru merusak citra ajaran Islam. Berikut ini adalah Penjelasan Tentang Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar yang benar menurut ajaran Nabi Muhammad saw, dipaparkan secara jelas oleh Al-Habib Ali Al-Jufriy dari Yaman.

Imam al-Ghazali Ra. mengatakan bahwa ada 3 sifat yang harus diterapkan dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Tanpa 3 sifat ini, amar ma’ruf nahi munkasulit terwujud. Ketiga sifat itu ialah:
1. Ilmu: Yaitu hendaknya para da’i memiliki ilmu (mengetahui) tentang apa yang dia ajak kepadanya atau larang darinya. Bisa jadi ia mengajak kepada sesuatu yang disangka baik padahal itu buruk, atau melarang sesuatu yang sepatutnya tidak ia larang. Hal ini tidak layak terjadi. Oleh karena itu hendaknya ilmu lebih diutamakan daripada amal, termasuk dalam amar ma’ruf nahi munkar.
2. Wara’: Yaitu hendaknya berdakwah itu bukan ditujukan untuk mencari kedudukan atau kehormatan, menunjukkan kekuatan jasmani dan ruhani, atau yang lainnya. Sifat wara’ yaitu kita beramal hanya karena Allah Swt.
3. Akhlak Mulia: Ini merupakan kunci dari ketiga sifat ini. Tanpa akhlak mulia, amar ma’ruf nahi munkar tidak akan berkesan, sekalipun da’i adalah seorang yang berilmu dan wara’. Salah satu bentuk akhlak mulia ialah bersabar. Bersabar merupakan sifat yang sangat penting dikala amar ma’ruf nahi munkar dibalas dengan celaan dan cacian.

Terdapat sebuah ungkapan dari Ibnu Taimiyah dalam hal bersabar ketika beramar ma’ruf nahi munkar. Beliau mengatakan: “Jika kamu tidak bersabar, kamu akan mendapatkan 2 hal:
a. Kemungkinan kamu akan berhenti dalam mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemunkaran, hal seperti ini sudah banyak terjadi.
b. Pelaku kemunkaran melakukan kemunkaran yang lebih buruk lagi daripada kemunkaran yang pernah kamu cegah. Na’udzu billah.

Mengenai hal ini, terdapat sebuah hadits Nabi Saw., ketika suatu saat beliau menyaksikan ada seorang badui yang tidak tahu apa-apa memasuki Masjid Nabi lalu kencing di salah satu bagian masjid.
Para sahabat yang juga mengetahuinya marah dan ingin segera melemparkannya keluar dari masjid. Namun tidak demikian sikap Nabi Saw., beliau bersabda kepada para sahabat: “Jangan, janganlah engkau menghentikan kencingnya.”

Lalu Nabi Saw. membiarkan badui tadi menyelesaikan kencingnya sedangkan para sahabat masih menahan marah. Setelah usai menunaikan hajatnya, Nabi Saw. menghampiri badui tadi. Beliau Saw. bersabda dengan penuh kelembutan: “Wahai orang badui, sesungguhnya masjid ini rumah Allah dan bangunan untuk beribadah dan berdzikir, ia tidak dibangun untuk perkara ini (menunaikan hajat).”

Melihat kelembutan Nabi Saw, si badui tadi lantas berdoa: “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan Engkau rahmati orang-orang yang bersama kami (para sahabat).”
Nabi Saw. kemudian bersabda: “Jangan kamu mempersempit rahmat Allah yang luas itu.”

Nabi Saw. lalu memerintahkan para sahabat mengambil seember air untuk mengguyur air kencing tersebut. Beliau Saw. bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk membuat kemudahan, dan tidak diutus untuk membuat kesulitan.” (HR. al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan yang lainnya).

Begitulah contoh pelaksanaan nahi munkar yang proporsional, nabi Muhammad tidak marah kepada orang yang tidak mengerti apa kesalahannya.


( Islam Institute – MusliMediaNews -  Ustadz Sya’roni As Samfuriy )

Berikut ini penjelasan beliau, silahkan menyimaknya langsung dari Habib Al Al Jufriy :

Video: 3 sifat amar ma'ruf dan nahi mungkar : al-Habib Ali al-Jufri.


https://www.youtube.com/watch?feature=player_detailpage&v=tKP_ARA9-sY

Fitnah Ibnu Taimiyah


Khalifa Ali (Karramallahu wajhahu) di Mata Ibnu Taimiyah
Seperti telah diketahui bersama ucapan Ibnu Hajar tentang sikap para ulama terhadap Ibnu Taimyah, bahwa di antara mereka ada yang memvonisnya sebagai munafiq karena berbagai stitmennya yang miring dan menghina Imam Ali (karramallahu wajhahu)… kata-kata keji dan tuduhan palsu tidak sungkan-sungkan ia alamatkan kepada Sayyidina Ali ra.

Di bawah ini perhatikaan komentar-komentar sumbang Ibnu Taimiyah tentang Sayyidina Ali ra.

Ali ra. Berparang Bukan Demi Menegakkan Kalimatullah, Tapi Demi Kekuasaan dan Menguasai Harta!
Semua mengatahui bahwa Imam Ali ra. Adalah seorang sahabat mulia dan menantu kesayangan Nabi saw…. jasa-jasanya terhadap Islam tak terhitung…. Ketaqwaanya bukan hal yang perlu diperdebatkan…. Ketulusannya demi kebaikan umat Islam tidak ada yang menyangsikannya…

Ketika para sahabat memilihnya sebagai khalifah setelah kematian Khalifah Utsman ibn Affân, pemberontakan mulai dikobarkan oleh sebagian rakyanya yang dipimpin oleh sebagian sahabat… Mu’awiyah ibn Abi Sufyan membangkang dan menolak mengakui kekhalifaan Sayyidina Ali ra. yang telah dipilih oleh mayoritas kaum Muhajirin dan Anshar, kecuali beberapa gelintir orang saja! Semua dengan alasan menuntut balas kematian Utsman Setelahnya, kaum Khawarij juga memberontak.
Tiga peperangan besar yang dikobarkan oleh para pemberontak atas Khalifah yang sah! Mereka yang menyulut api peperangan, bukan Sayyidina Ali ra.

Hukum memerangi Khalifah yang sah sudah jelas dalam Islam, ditambah lagi dengan hadis-hadis shahih dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda bahwa“memerangi Ali adalah sama dengan memerangi aku!” “Ali bersama kebenaran dan kebenaran bersama Ali” “Ali bersama Al Qur’an dan Al Qur’an bersama Ali” dan ucapan Ali ra. bahwa Nabi saw. telah memerintahnya untuk memerangi tiga golongan yaitu Nâkitsîn (yang melepas ikatan baiat), Qâsithîn (yang membangkang) dan Mâriqîn (yang melesit keluar agama)!

Dan apa yang dilakukan Imam Ali ra. adalah sesuai dengan aturan Islam dan tuntunan Nabi Muhammad saw. Para pemberontaklah yang harus dipersalahkan dalam sikap memberontak!!

Tetapi, buat Ibnu Taimiyah, peperangan yang disulut musuh-muusuh Ali ra. Justeru menjadi kesempatan yang tidak boleh dilewatkan begitu saja tanpa menghina dan menuduh Imam Ali ra. dengan tuduhan keji dan membuat bulu roma kita berdiri dari kebejatan ucapan dan analisa serta vonis kemunafikan yang ia lontarkan dengan tanpa tanggung jawab….

Dalam menilai peperangan Imam Ali ra., Ibnu Taimiyah bertaka:

وَعليٌ قاتَلَ لِيُطاعَ و يَتَصَرّفُ في النفوسِ و الأموال، فكيف يُجعَلُ هذا قتالاً غلى الدينِ؟!

“Ali berperang agar ia dita’ati dan berbuat sekehendaknya terhadap jiwa-jiwa dan harta-harta, lalu bagaimana peperangan seperti itu dijadikan peperangan demi agama?!” (Minhâj as Sunnah,8/329).
kemudian dalam kesempatan lain ia lebih meningkatkan tensi kecamannya atas Imam Ali ra. Yang menghalalkan darah-darah kaum Muslimin dengan tanpa izin Allah dan Rasul-Nya! Membunuh mereka hanya demi kekuasaannya semata! Walaupun seperti kebiasaannya, ia meminjam mulut kaum Nawâshib untuk menghujat Ali dan Syi’ahnya!

Ibnu Taimiyah begitu menikmati ketika menyajikan kecaman kaum Nawâshib, dan terkadang kecaman itu ia yang meramunya hanya saja ia nisbatkan kepada mereka!

Di sini Ibnu Taimiyah berkata,
“Jika kaum Nawâshib berkata kepada kaum Rafidhah: Ali telah menghalalkan darah-darah kaum Muslimin dengan tanpa perintah Allah dan Rasul-Nya hanya demi kekuasaan, sementara Nabi saw. telah bersabda:
“mencaci maki seorang Muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran.” Dan “jangan kalian kembali kafir sepeninggalku, sebagian dari kalian membunuh sebagian yang lain.” Maka Ali adalah kafir karena sebab itu! Maka hujjah kalian (Rafidhah) tidak lebih kuat dari hujjah kau Nawâshib…. “ (Minhâj as Sunnah,4/499-500)
.
Ibnu Taimiyah juga membebankan ke pundak Imam Ali ra. Tangung jawab kerusakan dan korban yang banyak dari kalangan umat Islam dalam peparangan tersebut!

Ia berkata:
“Sesungguhnya Ali berperang demi wilayah/kekuasaan, dan karenanya banyak jiwa mati terbunuh. Pada masa kekuasaannya tidak pernah terjadi peperangan melawan kaum kafir tidak juga menaklukkan negeri-negeri mereka! Dan kaum Muslimin tidak semakin membaik… “ (Minhâj as Sunnah,6/191)
Peperangan Imam Ali ra. menurut Ibnu Taimiyah Hanya menambah perpecahan di tengah-tengah ummat Islam! (Minhâj as Sunnah,7/243).

Semua yang salah hanya Ali ra…. Para pemberontak tidak patut dipersalahkan dan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang terjadi dan dampak-dampaknya!!

Demikianlah Ibnu Taimiya menilai Imam Ali ra.!!
Lalu salahkan para ulama Ahlusunnah yang menvonisnya sebagai gembong kaum Munafik?!

Apa yang saya sajikan di atas baru setetes dari kejahatan mulut si anak taimiyah itu. Pada edisi berikutnya, Anda akan menyaksikan lebih banyak lagi!

Jadi janganlah Anda heran jika kaum Wahhabiyah, Nawâshib Modern; para pengikut dan pemuja kesesatan akidah Ibnu Taimiyah sekarang juga menghembuskan nafas beracun dan memuntahkan luapan kebencian mereka kepada Imam Ali dan keturunan beliau!

Sebab seperti disabdakan Nabi mulia: Tiada mencintai Ali melainkan orang mukmin dan tiada membencinya melaikan orang munafik!! Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya:

وَ الذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ و بَرَأَ النَّسَمَةَ إنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِيِّ الأُمِّيْ أَنَّهُ : لاَ يُحِبُّنِيْ إلاَّ مُؤْمِنٌ ولاَ يُبْغِضُنِيْ إلا مُنافِقُ.

“Demi Dzat Yang membelah biji-bijian dan menciptakan makhluk bernyawa, ini adalah ketetapan Nabi yang Ummi kepadaku bahwa tiada mencintaiku kecuali mukmin dan tiada membenciku kecuali munafik.”(Diriwayatkan Oleh Imam Muslim,  Hadis senada juga diriwayatkan Imam Ahmad, An Nasa’i, At Turmudzi, Ibnu Majah Dll).

Salafi Wahabi & Dalil Larangan Ziarah Kubur Rasulullah Saw

Oleh: Ustadz Ahmad Samanhudi – Ustadz Imam Mustofa Mukhtar

Kaum Salafi & Wahabi dalam Memahami DALIL LARANGAN ZIARAH KUBUR RASULULLAH SAW.

Ada satu lagi dalil khusus dari ulama salaf yang juga sering digunakan oleh kaum Salafi & Wahabi, yaitu perkataan Imam Malik bin Anas (perintis Mazhab Maliki) tentang ziarah ke kuburan Rasulullah Saw. Bahkan Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah juz 27 hal. 111-112 sangat mengandalkan ungkapan Imam Malik ini. Ibnu Taimiyah berkata:

بل قد كره مالك وغيره أن يقال: زرت قبر النبي صلى الله عليه وسلم، ومالك أعلم الناس بهذا الباب، فإن أهل المدينة أعلم أهل الأمصار بذلك، ومالك إمام أهل المدينة. فلو كان في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: فيها لفظ «زيارة قبره» لم يخف ذلك على علماء أهل مدينته وجيران قبره ـ بأبي هو وأمي.

“… bahkan Imam Malik dan yang lainnya membenci kata-kata, ‘Aku menziarahi kubur Nabi Saw.’ sedang Imam Malik adalah orang paling alim dalam bab ini, dan penduduk Madinah adalah paling alimnya wilayah dalam bab ini, dan Imam Malik adalah imamnya penduduk Madinah. Seandainya terdapat sunnah dalam hal ini dari Rasulullah Saw yang di dalamnya terdapat lafaz ‘menziarahi kubur-nya’, niscaya tidak akan tersembunyi (tidak diketahui) hal itu oleh para ulama ahli Madinah dan penduduk sekitar makam beliau – demi bapak dan ibuku .”

Kaum Salafi & Wahabi, bahkan imam mereka yaitu Ibnu Taimiyah tampaknya salah paham terhadap ungkapan Imam Malik tersebut. Imam Malik adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah Saw., sampai-sampai ia enggan naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh Rasulullah Saw dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan, “Aku malu kepada Allah ta’ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah Saw. dengan kaki hewan (kendaraan-red)” (lihat Syarh Fath al-Qadir, Muhammad bin Abdul Wahid As-Saywasi, wafat 681 H, Darul Fikr, Beirut, juz 3, hal. 180).

Bagaimana mungkin sikap yang sungguh luar biasa itu dalam memuliakan jasad Rasulullah Saw seperti menganggap seolah beliau masih hidup, membuatnya benci kepada orang yang ingin menziarahi makam Rasulullah Saw? Sungguh ini adalah sebuah pemahaman yang keliru.

Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, di dalam kitab Fathul-Bari juz 3 hal. 66, menjelaskan, bahwa Imam Malik membenci ucapan “aku menziarahi kubur Nabi saw.” adalah karena semata-mata dari sisi adab, bukan karena membenci amalan ziarah kuburnya. Hal tersebut dijelaskan oleh para muhaqqiq (ulama khusus) mazhabnya. Dan ziarah kubur Rasulullah Saw. adalah termasuk amalan yang paling afdhal dan pensyari’atannya jelas, dan hal itu merupkan ijma’ para ulama.


Artinya, kita bisa berkesimpulan, setelah mengetahui betapa Imam Malik memperlakukan jasad Rasulullah Saw. yang dikubur di Madinah itu dengan akhlak yang luar biasa, seolah seperti menganggap beliau masih hidup, maka ia pun lebih suka ungkapan “aku menziarahi Rasulullah Saw.” dari pada ungkapan “aku menziarahi kubur Rasulullah Saw.” berhubung banyak hadis mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw di dalam kuburnya dapat mengetahui, melihat, dan mendengar siapa saja yang menziarahinya dan mengucapkan salam dan shalawat kepadanya. Sepertinya Imam Malik tidak suka Rasulullah Saw yang telah wafat itu diperlakukan seperti orang mati pada umumnya, dan asumsi ini dibenarkan oleh dalil-dalil yang sah.

Bila alasan pelarangan ziarah kubur Rasulullah Saw. itu kemudian dikaitkan dengan larangan mengupayakan perjalanan (syaddur-rihal) kecuali kepada tiga masjid (Masjidil-Haram, Masjid Nabawi, & Masjidil-Aqsha) yang terdapat di dalam hadis Rasulullah Saw., maka makin terlihatlah kejanggalannya. Karena dengan begitu, segala bentuk perjalanan (termasuk silaturrahmi kepada orang tua atau famili, menuntut ilmu, menunaikan tugas atau pekerjaan, berdagang, dan lain-lain) otomatis termasuk ke dalam perkara yang dilarang, kecuali perjalanan hanya kepada ke tiga masjid tersebut.

Di sinilah para ulama meluruskan pengertiannya, bahwa pada hadis tersebut terdapat ‘illat (benang merah) yang membuatnya tidak mencakup keseluruhan bentuk perjalanan, yaitu adanya kata “masjid“. Sehingga dengan begitu, yang dilarang adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk melakukakan perjalanan kepada suatu masjid selain dari tiga masjid yang utama tersebut, karena nilai ibadah di selain tiga masjid itu sama saja atau tidak ada keistimewaannya.

NU berbeda akidah dengan wahabi ! ini bukti kongkret Akidah Wahabi adalah akidah Yahudi

BARANG SIAPA MENGUCAPKAN SESUATU YANG BUKAN KEAHLIANNYA MAKA AKAN MENIMBULKAN PETAKA.
Yuk lihat buktinya: Mereka menuduh Syi’ah ahli taqiyyah…
Menggelikan, sungguh menggelikan,  tokoh wahabi telah melakukan sesuatu yang aneh tapi lucu.

Akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya disembunyikan ketika mereka berdakwah
Para pembaca sekalian, mungkin banyak yang tidak mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya akidah wahabi-salafi yang mereka sembunyikan, orang-orang awam pada umumnya hanya mengetahui bahwa akidah mereka menetapkan sifat-sifat Allah yang ada dalam al-Quran dan menghindari takwil karena takwil bagi mereka adalah perbuatan Yahudi.

Apalagi orang-orang yang telah menjadi doktrin mereka atau tertarik ajaran mereka sebab topeng yang mereka gunakan dengan slogan kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan, maka sudah pasti akan melihat ajaran dan akidah mereka murni ajaran tauhid yang suci. Usaha keras untuk memberantas segala bentuk kesyirikan yang ada dan telah merata di seluruh permukaan bumi ini.

Tapi tidak bagi kaum NU, mereka kan mampu mengetahui dan melihat misi jahat yang diselipkan di belakang slogan wahabi itu. Seiring waktu berjalan, semakin terlihat, semakin terbongkar akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya, semakin tercium dan tampak persamaan akidah wahabi-salafi dan Yahudi. Mereka secara lahir menampakkan pada kaum muslimin permusuhan pada Yahudi, tapi secara sembunyi berteman akrab dengan Yahudi.

Tulisan lalu saya akan bongkar untuk pembaca akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya yaitu “ AKIDAH WAHABI-SALAFI ADALAH AKIDAH YAHUDI “.

Tidak perlu saya mengambil sumber dari kitab-kitab para ulama ahlus sunnah yang menceritakan akidah wahabi. Jika saya nukil dari para ulama ahlu sunnah tentang perkataan tasybih dan tajsim mereka, maka mungkin mereka masih bisa menolak dan mengelak, mereka akan mengatakan itu fitnah dan tuduhan yang tak berdasar pada syaikh-syaikh kami, tapi saya akan tampilkan dengan bukti-bukti kuat akurat yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama mereka sendiri yang sudah mereka cetak, terutama Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Darimi (bukan ad-Darimi sunni pengarang kitab sunan), Albani, Ibnu Utsaimin dan yang lainnya, Yang tak akan mampu mereka bantah.

Saya pernah menampilkan bukti-bukti kongkrit ini semata-mata hanya untuk suadara-saudaraku yang telah terpengaruh dengan akidah wahabi. Dan petunjuk hanyalah dari Allah Swt.
Jika masih ada wahabi yang membantah bukti dan penjelasan nyata ini, maka ibarat orang yang berusaha menutupi cahaya matahari yang terang benderang di sinag hari dengan segenggam tangannya.

Usaha penyatuan Sunni-Syiah akan berhasil, dengan syarat wahabi  bersedia membuka ‘baju’  wahabi yang mereka pakai. Kemudian bersama menghormati ahl al-bait sesuai kewajaran, lalu duduk bersama membahas mana permasalahan yang boleh terjadi perbedaan pendapat dan mana yang tidak. Jika ini tak terwujud, maka hadits Nabi yang mengatakan bahwa “ummatku tidak akan bersepakat di dalam kesesatan” akan terwujud pada usaha penyatuan Sunni-Syiah.

WAHABi menuduh syi’ah sebagai KAUM PELAKNAT SAHABAT.
Ternyata syi’ah lebih dekat dengan NU daripada dengan wahabi.
NU berbeda akidah dengan wahabi ! ini bukti kongkret Akidah Wahabi adalah akidah Yahudi.


NU: Nahdliyin Tak Boleh Ikut  Wahabi.
“Jangan sampai,” tegas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siradj.

KH. Said Agil Siraj dan KH. Slamet Effendi Yusuf.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siradj, meminta kepada warga Nahdliyin agar tidak terseret gerakan Negara Islam Indonesia dan paham Wahabi.“Anak-anak Muslimat NU jangan sampai terlibat NII dan doktrin Wahabi yang antitahlil, antikubur (memegahkan kuburan). Jangan sampai. Jaga anak-anak, ya,” kata Said Aqil saat memberikan sambutan pada Kongres ke-16 Muslimat NU di Bandar Lampung, Kamis, 14 Juli 2011.

NU VS SALAFI WAHABI.
Konflik antara salafy dengan NU bukanlah konflik yang baru, namun sudah hampir mendarah daging. Warga NU baik di kota maupun pedesaan, baik yang liberal maupun yang tradisional, sepakat menolak segala bentuk pemahaman salafy, atau yang biasa mereka sebut sebagai “wahabi”.

Bukti kongkret Akidah Salafi – Wahabi adalah akidah Yahudi.


Bukti Kongkrit Akidah wahabi-salafi adalah Akidah Yahudi.
Para pembaca sekalian, mungkin banyak yang tidak mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya akidah wahabi-salafi, orang-orang awam pada umumnya hanya mengetahui bahwa akidah mereka menetapkan sifat-sifat Allah yang ada dalam al-Quran dan menghindari takwil karena takwil bagi mereka adalah perbuatan Yahudi.

Apalagi orang-orang yang telah menjadi doktrin mereka atau tertarik ajaran mereka sebab topeng yang mereka gunakan dengan slogan kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan, maka sudah pasti akan melihat ajaran dan akidah mereka murni ajaran tauhid yang suci. Usaha keras untuk memberantas segala bentuk kesyirikan yang ada dan telah merata di seluruh permukaan bumi ini.

Tapi tidak bagi kaum NU, mereka kan mampu mengetahui dan melihat misi jahat yang diselipkan di belakang slogan wahabi itu. Seiring waktu berjalan, semakin terlihat, semakin terbongkar akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya, semakin tercium dan tampak persamaan akidah wahabi-salafi dan Yahudi. Mereka secara lahir menampakkan pada kaum muslimin permusuhan pada Yahudi, tapi secara sembunyi berteman akrab dengan Yahudi.

Pada kali ini, saya akan bongkar untuk pembaca akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya yaitu “ AKIDAH WAHABI-SALAFI ADALAH AKIDAH YAHUDI “.

Tidak perlu saya mengambil sumber dari kitab-kitab para ulama ahlus sunnah yang menceritakan akidah wahabi. Jika saya nukil dari para ulama ahlu sunnah tentang perkataan tasybih dan tajsim mereka, maka mungkin mereka masih bisa menolak dan mengelak, mereka akan mengatakan itu fitnah dan tuduhan yang tak berdasar pada syaikh-syaikh kami, tapi saya akan tampilkan dengan bukti-bukti kuat akurat yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama mereka sendiri yang sudah mereka cetak, terutama Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Darimi (bukan ad-Darimi sunni pengarang kitab sunan), Albani, Ibnu Utsaimin dan yang lainnya, Yang tak akan mampu mereka bantah.

Saya hanya menampilkan bukti-bukti kongkrit ini semata-mata hanya untuk suadara-saudaraku yang telah terpengaruh dengan akidah wahabi. Dan petunjuk hanyalah dari Allah Swt.
Jika masih ada wahabi yang membantah bukti dan penjelasan nyata ini, maka ibarat orang yang berusaha menutupi cahaya matahari yang terang benderang di sinag hari dengan segenggam tangannya.

1. Akidah Yahudi :
Di dalam naskah kitab Taurat yang sudah dirubah yang merupakan asas akidah Yahudi yang mereka namakan “ SAFAR AL-MULUK “ Al-Ishah 22 nomer : 19-20 disebutkan :

و قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عن يمينه و عن يساره

“ Dan berkata “ Dengarkanlah, ucapan Tuhan..aku telah melihat Tuhanku duduk di atas kursinya dan semua pasukan langit berdiri di hadapannya dari sebelah kanan dan kirinya “.

Dalam kitab mereka yang berjudul “ SAFAR AL-MAZAMIR “ Al-Ishah 47 nomer 8 disebutkan :

الله جلس على كرسي قدسه

“ Allah duduk di atas kursi qudusnya “.

Akidah wahabi-salafi :
Di dalam kitab andalan wahabi-salafi yaitu Majmu’ al-Fatawa Ibnu Taimiyyah al-Harrani imam wahabi juz 4 halaman 374 :

إن محمدا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه

“ Sesungguhnya Muhammad Rasulullah didudukkan Allah di atas Arsy bersama Allah “.

Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ halaman 400 cetakan Dar al-‘Ashimah disebutkan bahwasanya Ibnu Taimiyyah berkata :

فما جاءت به الأثار عن النبى من لفظ القعود و الجلوس فى حق الله تعالى كحديث جعفر بن أبى طالب وحديث عمر أولى أن لا يماثل صفات أجسام العباد

“ Semua hadits yang datang dari Nabi dengan lafadz qu’ud dan julus (duduk) bagi Allah seperti hadits Ja’far bin Abi Thalib dan hadits Umar, lebih utama untuk tidak disamakan dengan anggota tubuh manusia “.

Dalam halaman yang sama Ibnu Taimiyyah berkata :

إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سمع له أطيط كأطيط الرحل الجديد

“ Jika Allah duduk di atas kursi, maka terdengarlah suara suara saat duduk sebagaimana suara penunggang bintang tunggangan karena beratnya ”.

Kitab tersebut dicetak di Riyadh tahun 1993, penerbit Dar al-‘Ashimah yang dita’liq oleh Muhammad al-Khamis.

Di dalam kitab ad-Darimi (bukan ulama sunni al-Hafdiz ad-Darimi pengarang hadits sunan) halaman 73 disebutkan :

هبط الرب عن عرشه إلى كرسيه

“ Allah turun dari Arsy ke kursinya “.

Kitab itu terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah yang dita’liq oleh Muhamamd Hamid al—Faqiy.
Kitab ad-Darimi (al-wahhabu) ini dipuji-puji oleh Ibnu Taimiyyah dan menganjurkannya untuk dipelajari, sebab inilah wahabi menjadi taqlid buta.

Tapi akidah mereka ini disembunyikan dan tidak pernah dipublikasikan ke khalayak umum.
Sekedar info : Lafadz duduk bagi Allah tidak pernah ada dalam al-Quran dan hadits.

2. Akidah Yahudi :
Di dalam naskah Taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan “ Safar at-Takwin Ishah pertama nomer : 26-28 disebutkan :

و قال الله نعمل الإنسان على صورتنا على شبهنا… فخلق الله الإنسان على صورته على صورة الله خلقه ذكرا و أنثى خلقهم

“ Allah berkata ; “ Kami buat manusia dengan bentuk dan serupa denganku…lalu Allah menciptakan manusia dengan bentuknya, dengan bentuk Allah, dia menciptakan laki-laki dan wanita “.

Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Aqidah ahlu Iman fii Khalqi Adam ‘ala shurati ar-Rahman “ karya Hamud bin Abdullah at-Tuajari syaikh wahabi, yang dicetak di Riyadh oleh penerbit Dar al-Liwa cetakan kedua, disebutkan dalam halama 16 :

قال ابن قتيبة: فرأيت في التوراة: إن الله لما خلق السماء و الأرض قال: نخلق بشرا بصورتنا

“ Berkata Ibnu Qathibah “ Lalu aku melihat di dalam Taurat : “ Sesungguhnya Allah ketika menciptakan langit dan bumi, Dia berkata : “ Kami ciptakan manusia dengan bentukku “.

Pada halaman berikutnya di halaman 17 disebutkan :

و في حديث ابن عباس: إن موسى لما ضرب الحجر لبني إسرائيل فتفجر و قال: اشربوا يا حمير فأوحى الله إليه: عمدت إلى خلق من خلقي خلقتهم على صورتي فتشبههم بالحمير ، فما برح حتى عوتب

“ Di dalam hadits Ibnu Abbas : “ Sesungguhnya Musa ketika memukul batu untuk Bani Israil lalu keluar air dan berkata : “ Minumlah wahai keledai, maka Allah mewahyukan pada Musa “ Engkau telah mencela satu makhluk dari makhlukku yang Aku telah ciptakan mereka dengan rupaku, lalu engkau samakan mereka dengan keledai “ Musa terus ditegor oleh Allah “.

Naudzu billah dari pendustaan pada Allah dan pada para nabi-Nya.

Akidah Yahudi :
Disebutkan dalam kitab Yahudi yang mereka namakan “ Safar Khuruj “ ishah 19 nomer : 3-6 :

فناداه الرب من الجبل … فالآن إن سمعتم لصوتي و حفظتم عهدي

“ Maka Tuhan memanggil kami dari bukit….sekarang jika kalian mendengar suaraku dan menjaga janjiku “.

Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Fatawa al-Aqidah “ karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang dicetak Maktabah as-Sunnah cetakan pertama tahun 1992 di Mesir, pada halaman 72 Ibnu Utsaimin berkata :

في هذا إثبات القول لله و أنه بحرف و صوت ، لأن أصل القول لا بد أن يكون بصوت فإذا أطلق القول فلا بد أن يكون بصوت

“ Dalam hal ini dijelaskan adanya penetapan akan ucapan Allah Swt. Dan sesungguhnya ucapan Allah itu berupa huruf dan suara. Karena asli ucapan itu harus adanya suara. Maka jika dikatakan ucapan, maka sudah pasti ada suara “.

3. Akidah Yahudi :
Di dalam kitab taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan dengan “ SAFAR ISY’IYA “ Ishah 25 nomer 10, Yahudi berkata :

لأن يد الرب تستقر على هذا الجبل

“ Sesungguhnya tangan Tuhan istiqrar / menetap di gunung ini “

Akidah wahabi :
dalam kitab Fatawa al-Aqidah karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang diterbitkan oleh Maktabah as-Sunnah cetakan pertama halaman 90, al-Utsaimin berkata :

و على كل فإن يديه سبحانه اثنتان بلا شك ، و كل واحدة غير الأخرى ، و إذا وصفنا اليد الأخرى بالشمال فليس المراد أنها أنقص من اليد اليمنى

“ kesimpulannya, sesungguhnya kedua tangan Allah itu ada dua tanpa ragu lagi. Satu tangannya berlainan dari tangan satunya. Jika kita sifatkan tangan Allah dengan sebelah kiri, maka yang dimaksud bukanlah suatu hal yang kurang dari tangan kanannya “.

4 Akidah Yahudi :
Di dalam kitab Yahud “ Safar Mazamir “ Ishah 2 nomer : 4 disebutkan :

الساكن في السموات يضحك الرب

“ Yang tinggal di langit, Tuhan sedang tertawa “.

Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ cetakan Dar al-’Ashimah halaman 182, Ibnu Taimiyyah berkata:

أن الله فوق السموات بذاته

“ Sesungguhnya Allah itu di atas langit dengan Dzatnya “

Di dalam kitab “ Qurrah Uyun al-Muwahhidin “ karya Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab (cicit Muhammad bin Abdul wahhab), cetakan Maktabah al-Muayyad tahun 1990 cetakan pertama, halaman 263 disebutkan:

أجمع المسلمون من أهل السنة على أن الله مستو على عرشه بذاته…استوى على عرشه بالحقيقة لا بالمجاز
“ Sepakat kaum muslimin dari Ahlus sunnah bahwa sesungguhnya Allah beristiwa di Arsy dengan dzat-Nya…Allah beristiwa di atas Arsy secara hakekat bukan majaz “.

Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakiniTuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi.

Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakini Tuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi. Dan jika saya beberkan semuanya, maka akan menjadi lembaran yang sangat banyak. Cukup yang singkat sedikit ini membuktikan bahwa akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya adalah akidah Yahudi.


Menelanjangi Kesesatan Salafi Wahabi
Judul: Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi
Penulis: Syaikh Idahram
Penerbit: LKiS Yogyakarta
Cetakan: I, 2011 
Tebal: 340 halaman, 13,5 x 20,5 cm 
ISBN: 602-8995-02-3

Peresensi: Hairul Anam
Selama ini, kaum Salafi Wahabi selalu getol menyesatkan umat Islam yang tak selaras dengan ideologinya. Mereka cenderung melakukan beragam cara, terutama melalui tindakan-tindakan anarkis yang meresahkan banyak kalangan.

Padahal, ketika dilakukan kajian mendalam, justru Salafi Wahabi-lah yang sarat dengan pemahaman menyesatkan. Sesat karena berbanding terbalik dengan ajaran Islam yang terkandung di dalam hadis dan al-Qur’an. Setidaknya, buku ini memberikan gambaran jelas akan hal itu.

Buku berjudul Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi, ini secara komprehensif mengungkap kesesatan pemikiran para ulama yang menjadi panutan utama kaum Salafi Wahabi. Didalamnya dijelaskan betapa para ulama Salafi Wahabi itu menggerus otentisitas ajaran Islam, disesuaikan dengan kepentingan mereka. Terdapat tiga tokoh utama Salafi Wahabi: Ibnu Taimiyah al-Harrani, Muhammad Ibnu Abdul Wahab, dan Muhammad Nashiruddin al-Albani. Pemikiran mereka nyaris tidak membangun jarak dengan kerancuan serta beragam penyimpangan.

Penyimpangan yang dilakukan Ibnu Taimiyah (soko guru Salafi Wahabi) ialah meliputi spirit menyebarkan paham bahwa zat Allah sama dengan makhluk-Nya, meyakini kemurnian Injil dan Taurat bahkan menjadikannya referensi, alam dunia dan makhluk diyakini kekal abadi, membenci keluarga Nabi, menghina para sahabat utama Nabi, melemahkan hadis yang bertentangan dengan pahamnya, dan masih banyak lagi lainnya.

Dalam pada itu, wajar manakala ratusan ulama terkemuka dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Ja’fari/Ahlul Bait, dan Syiah Itsna Asyariah) sepakat atas kesesatan Ibnu Taimiyah, juga kesesatan orang-orang yang mengikutinya, kaum Salafi Wahabi. Lihat di antaranya kitab al-Wahhabiyah fi Shuratiha al-Haqiqiyyah karya Sha’ib Abdul Hamid dan kitab ad-Dalil al-Kafi fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabi karya Syaikh Al-Bairuti. (hal. 90).

Sebagai penguat dari fenomena itu, terdapat ratusan tokoh ulama, ahli fikih dan qadhi yang membantah Ibnu Taimiyah. Para ulama Indonesia pun ikut andil dalam menyoroti kesesatan Ibnu Taimiyah ini, seperti  KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Rais ‘Am Nahdhatul Ulama dari Jombang Jawa Timur), KH. Abu al-Fadhl (Tuban Jawa Timur), KH. Ahmad Abdul Hamid (Kendal Jawa Tengah), dan ulama-ulama nusantara tersohor lainnya.

Pendiri Salafi Wahabi, Muhammad Ibnu Abdul Wahab, juga membiaskan pemikiran yang membuat banyak umat Islam galau kehidupannya. Ragam nama dan pemikiran ulama yang menguak penyimpangannya dimunculkan secara terang-terangan dalam buku ini, dilengkapi dengan argumentasi yang nyaris tak bisa terpatahkan.

Dibanding Ibnu Taimiyah, sikap keberagamaan Abdul Wahab tak kalah memiriskan. Ada sebelas penyimpangan Abdul Wahab yang terbilang amat kentara. Yakni: Mewajibkan umat Islam yang mengikuti mazhabnya hijrah ke Najd, mengharamkan shalawat kepada Nabi, menafsirkan al-Qur’an & berijtihad semaunya, mewajibkan pengikutnya agar bersaksi atas kekafiran umat Islam, merasa lebih baik dari Rasulullah, menyamakan orang-orang kafir dengan orang-orang Islam, mengkafirkan para pengguna kata “sayyid”, mengkafirkan ulama Islam di zamannya secara terang-terangan, mengkafirkan imam Ibnu Arabi, Ibnu Sab’in dan Ibnu Faridh, mengkafirkan umat Islam yang tidak mau mengkafirkan, dan memuji kafir Quraisy-munafik-murtad tapi mencaci kaum Muslimin. (hal. 97-120).

Nasib Abdul Wahab tidak jauh beda dengan Ibnu Taimiyah; ratusan tokoh ulama sezaman dan setelahnya menyatakan kesesatannya. Di antara para ulama yang menyatakan hal itu adalah ulama terkenal Ibnu Abidin al-Hanafi di dalam kitab Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar. Juga Syaikh ash-Shawi al-Mishri dalam hasyiah-nya atas kitab Tafsir al-Jalalain ketika membahas pengkafiran Abdul Wahab terhadap umat Islam.

Searah dengan Ibnu Taimiyah dan Abdul Wahab, Muhammad Nashiruddin al-Albani melakukan tindakan yang membentur kemurnian ajaran Islam. Ia telah mengubah hadis-hadis dengan sesuatu yang tidak boleh menurut Ulama Hadis. Sehingga, sebagaimana diakui Prof Dr Muhammad al-Ghazali, al-Albani tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam menetapkan nilai suatu hadis, baik shahih maupun dhaif.

Selain ketiga ulama di atas, ada 18 ulama Salafi Wahabi yang juga diungkap dalam buku ini. Mereka telah menelorkan banyak karya dan memiliki pengaruh besar terhadap konstelasi pemikiran kaum Salafi Wahabi. Di samping itu, Syaikh Idahram juga menghimbau agar umat Islam mewaspadai terhadap tokoh Salafi Wahabi generasi baru. Mereka adalah anak murid para ulama Salafi Wahabi. Secara umum, mereka berdomisili di Saudi Arabia.

Menariknya, buku ini kaya perspektif. Referensi yang digunakannya langsung merujuk pada sumber utama. Data-datanya terbilang valid. Validitas data tersebut dapat dimaklumi, mengingat karya fenomenal ini berpangkal dari hasil penelitian selama sembilan tahun, mulai 2001 sampai 2010. Selamat membaca!
Ibnu Taimiyyah dan wahabi Menshahihkan Hadis mungkar(“Nabi Melihat Allah SWT Dalam Bentuk Pemuda Amrad”) dan mengunakannya untuk masalah aqidah.

Kali ini hadis yang akan dibahas adalah hadis ru’yatullah riwayat Ibnu Abbas. Hadis ini juga tidak lepas dari kemungkaran yang nyata dengan lafaz “Melihat Allah SWT dalam bentuk pemuda amrad (yang belum tumbuh jenggot dan kumisnya)”.Tetapi anehnya hadis dengan lafaz mungkar ini tidak segan-segan dinyatakan shahih oleh syaikh salafy wahabi dan syaikh salafy yang terkenal Ibnu Taimiyyah.

Takhrij Hadis Ibnu Abbas:

ثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن عكرمة عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم رأيت ربي جعدا امرد عليه حلة خضراء

Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku melihat Rabbku dalam bentuk pemuda amrad berambut keriting dengan pakaian berwarna hijau”.

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asmaa’ was Shifaat no 938, Ibnu Ady dalam Al Kamil 2/260-261, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 13/55 biografi Umar bin Musa bin Fairuz, Adz Dzahabi dalam As Siyaar 10/113 biografi Syadzaan, Abu Ya’la dalam Ibthaalut Ta’wiilat no 122, 123, 125, 126,127 ,129, dan 143 (dengan sedikit perbedaan pada lafaznya), Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah no 15. Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas. Sedangkan yang meriwayatkan dari Hammad adalah Aswad bin Amir yakni Syadzaan (tsiqat dalam At Taqrib 1/102), Ibrahim bin Abi Suwaid (tsiqat oleh Abu Hatim dalam Al Jarh wat Ta’dil 2/123 no 377), Abdush Shamad bin Kaisan atau Abdush Shamad bin Hasan (shaduq oleh Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 6/51 no 272).

Hadis ini maudhu’ dengan sanad yang dhaif dan matan yang mungkar. Hadis ini mengandung illat
* Hammad bin Salamah, ia tidak tsabit riwayatnya dari Qatadah. Dia walaupun disebutkan sebagai perawi yang tsiqah oleh para ulama, dia juga sering salah karena kekacauan pada hafalannya sebagaimana yang disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 14 dan At Taqrib 1/238. Disebutkan dalam Syarh Ilal Tirmidzi 2/164 yang dinukil dari Imam Muslim bahwa Hammad bin Salamah banyak melakukan kesalahan dalam riwayatnya dari Qatadah. Oleh karena itu hadis Hammad bin Salamah dari Qatadah ini tidak bisa dijadikan hujjah apalagi jika menyendiri dan lafaznya mungkar.

* Tadlis Qatadah, Ibnu Hajar telah menyebutkannya dalam Thabaqat Al Mudallisin no 92 sebagai mudallis martabat ketiga, dimana Ibnu Hajar mengatakan bahwa pada martabat ketiga hadis perawi mudallis tidak dapat diterima kecuali ia menyebutkan penyimakannya dengan jelas. Dalam Tahrir At Taqrib no 5518 juga disebutkan bahwa hadis Qatadah lemah kecuali ia menyebutkan sama’ nya dengan jelas. Dalam hadis ini Qatadah meriwayatkan dengan ‘an ‘anah sehingga hadis ini lemah.

Kelemahan sanad hadisnya ditambah dengan matan yang mungkar sudah cukup untuk menyatakan hadis ini maudhu’ sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal no 15. Kemungkaran hadis ini juga tidak diragukan lagi bahkan diakui oleh Baihaqi dan Adz Dzahabi dalam As Siyaar. Bashar Awad Ma’ruf dalam tahqiqnya terhadap kitab Tarikh Baghdad 13/55 menyatakan hadis ini maudhu’.

Ibnu Taimiyyah dan Syaikh wahabi ikut-ikutan menshahihkan hadis Ibnu Abbas ini. Ibnu taymiyah dan wahabi dengan jelas menyatakan shahih marfu’ hadis dengan lafal pemuda amrad dalam kitabnya Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

 Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah.

Dan ini penggalan kitab tersebut juz 7 hal 290 dimana Ibnu Taimiyyah menshahihkan hadis Ru’yah dengan lafal pemuda amrad.

Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

Tentu saja fenomena ini adalah keanehan yang luar biasa. Bagaimana mungkin mereka begitu berani menshahihkan hadis tersebut bahkan mengecam orang yang mengingkarinya dan menggunakannya dalam masalah aqidah.

Inilah tuhan kaum hindu (dajjal kriting dari india ‘sami baba’) sama dengan tuhan yang dinanti nantikan oleh kaum mujasimmah wahabi :


tapi sayang sai baba sudah mampus. 
AQIDAH WAHHABI: “ALLAH SERUPA DENGAN NABI ADAM”. (berbukti)
INILAH AKIDAH SESAT WAHHABI YANG DISEBARKAN OLEH WAHHABI SEKARANG :” ALLAH SERUPA, SAMA & SEPERTI NABI ADAM “.


DI ATAS ADALAH COVER MUKA DEPAN KITAB WAHHABI YANG BERJUDUL: “AQIDAH AHL IMAN FI KHOLQI ADAM ‘ALA SURATIR RAHMAN”.

DALAM KITAB WAHHABI TERSEBUT MEREKA MENDAKWA BAHAWA RUPA BENTUK GAYA DAN DIRI ALLAH ITU SAMA DAN SERUPA DENGAN BENTUK RUPA NABI ADAM. NA’UZUBILLAH.

INILAH BUKTI BAHAWA WAHHABI SEMEMANGNYA MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK SEDANGKAN TIADA SATU AYAT ATAU HADITH PUN YANG MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK DAN TIADA SATU NAS YANG SAHIH PUN MENYATAKAN “RUPA BENTUK ALLAH SERUPA DENGAN RUPA BENTUK NABI ADAM”.LIHATLAH PADA TAJUK KITAB TERSEBUT IANYA AMAT MENGERIKAN DAN JELAS WAHHABI MENYATAKAN “ALLAH SERUPA DENGAN MAKHLUK”.

Saya (husain ardilla) menyatakan: Inilah sejenis bukti pengakuan wahhabi sendiri yang diakui oleh pendokongnya bahawa akidah mereka sememangnya adalah Allah serupa dengan makhluk.

Ketahuilah bahawa akidah Islam sebenar Allah tidak menyerupai makhlukNya dan Allah tidak bersifat rupa paras mahupun rupa bentuk.Dan saya mengatakan akidah tersebut adalah ruh akidah Yahudi sendiri. Ini kerana Yahudi juga mendakwa Allah Berbentuk dan Allah mencipta manusia seperti rupa parasNya.


Lihat akidah yahudi tersebut di : http://www.arabicbible.com/bible/ot/gen/1.htm


Dalam kitab orang Yahudi berjudul Muqaddas Awwal Safar Takwin Al-Ishah Awwal 26 Yahudi mendakwa فخلق الله الانسان على صورته dan Yahudi juga mendakwa على صورة الله خلق

Kedua-dua akidah yahudi itu amat jelas menyatakan Allah mencipta manusia seperti rupa bentuk Allah. Wahhabi juga berakidah sedemikian. Subhanallah.

BIN BAZ AL-WAHHABI PADA KITAB TERSEBUT TELAH MEMUJI AKIDAH TAJSIM YANG MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK.(1)



BIN BAZ AL-WAHHABI AKIDAH TAJSIM (2)


DI ATAS ADALAH COP DAN PENGAKUAN DARI AL-WAHHABI ABDUL AZIZ BIN BAZ BAHAWA KITAB WAHHABI TADI YANG MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK DAN RUPA BENTUK ALLAH ITU SAMA DENGAN RUPA BENTUK NABI ADAM MERUPAKAN AKIDAH YANG DIBAWA OLEH KESEMUA WAHHABI TERMASUK KESEMUA WAHHABI DI MALAYSIA.

INI ISI KANDUNGAN KITAB WAHHABI TERSEBUT YANG JELAS MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK.

DI ATAS ADALAH ISI KANDUNGAN KITAB WAHHABI TADI YANG DIAKUI OLEH BIN BAZ AL-WAHHABI MENYATAKAN AKIDAH MEREKA BAHAWA ALLAH SERUPA DENGAN MANUSIA DAN SERUPA DENGAN SEGALA MAKHLUK-MAKHLUKNYA SERTA WAHHABI MENGUNAKAN HUJAH DARI YAHUDI KITAB TAURAT (MUHARRAFAH) YANG TELAH DITUKAR DAN DIUBAH. WAHHABI TIDAK MENGUNAKAN ALQURAN DAN HADITH TETAPI MENGUNAKAN KENYATAAN YAHUDI DALAM HAL ASAS AKIDAH. PERHATIKAN PADA LINE YANG TELAH DIMERAHKAN AMAT JELAS KESEMUA WAHHABI MENDAKWA ALLAH MENCIPTA MANUSIA SERUPA DENGAN DIRI ALLAH SENDIRI. INILAH AKIDAH MUJASSIMAH AL-YAHUDIYAH YANG DIHIDUPKAN OLEH AL-WAHHABIYAH.

semoga Allah memberi hidayah iman kepada Wahhabi.

2.  Ibnu Taimiyyah dan wahabi Menshahihkan Hadis mungkar(“Nabi Melihat Allah SWT Dalam Bentuk Pemuda Amrad”) dan mengunakannya untuk masalah aqidah

Kali ini hadis yang akan dibahas adalah hadis ru’yatullah riwayat Ibnu Abbas. Hadis ini juga tidak lepas dari kemungkaran yang nyata dengan lafaz “Melihat Allah SWT dalam bentuk pemuda amrad (yang belum tumbuh jenggot dan kumisnya)”.Tetapi anehnya hadis dengan lafaz mungkar ini tidak segan-segan dinyatakan shahih oleh syaikh salafy wahabi dan syaikh salafy yang terkenal Ibnu Taimiyyah.

Takhrij Hadis Ibnu Abbas:

ثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن عكرمة عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم رأيت ربي جعدا امرد عليه حلة خضراء

Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku melihat Rabbku dalam bentuk pemuda amrad berambut keriting dengan pakaian berwarna hijau”.

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asmaa’ was Shifaat no 938, Ibnu Ady dalam Al Kamil 2/260-261, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 13/55 biografi Umar bin Musa bin Fairuz, Adz Dzahabi dalam As Siyaar 10/113 biografi Syadzaan, Abu Ya’la dalam Ibthaalut Ta’wiilat no 122, 123, 125, 126,127 ,129, dan 143 (dengan sedikit perbedaan pada lafaznya), Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah no 15. Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas.

Sedangkan yang meriwayatkan dari Hammad adalah Aswad bin Amir yakni Syadzaan (tsiqat dalam At Taqrib 1/102), Ibrahim bin Abi Suwaid (tsiqat oleh Abu Hatim dalam Al Jarh wat Ta’dil 2/123 no 377), Abdush Shamad bin Kaisan atau Abdush Shamad bin Hasan (shaduq oleh Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 6/51 no 272).

Hadis ini maudhu’ dengan sanad yang dhaif dan matan yang mungkar. Hadis ini mengandung illat.
* Hammad bin Salamah, ia tidak tsabit riwayatnya dari Qatadah. Dia walaupun disebutkan sebagai perawi yang tsiqah oleh para ulama, dia juga sering salah karena kekacauan pada hafalannya sebagaimana yang disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 14 dan At Taqrib 1/238. Disebutkan dalam Syarh Ilal Tirmidzi 2/164 yang dinukil dari Imam Muslim bahwa Hammad bin Salamah banyak melakukan kesalahan dalam riwayatnya dari Qatadah. Oleh karena itu hadis Hammad bin Salamah dari Qatadah ini tidak bisa dijadikan hujjah apalagi jika menyendiri dan lafaznya mungkar.

* Tadlis Qatadah, Ibnu Hajar telah menyebutkannya dalam Thabaqat Al Mudallisin no 92 sebagai mudallis martabat ketiga, dimana Ibnu Hajar mengatakan bahwa pada martabat ketiga hadis perawi mudallis tidak dapat diterima kecuali ia menyebutkan penyimakannya dengan jelas. Dalam Tahrir At Taqrib no 5518 juga disebutkan bahwa hadis Qatadah lemah kecuali ia menyebutkan sama’ nya dengan jelas. Dalam hadis ini Qatadah meriwayatkan dengan ‘an ‘anah sehingga hadis ini lemah.

Kelemahan sanad hadisnya ditambah dengan matan yang mungkar sudah cukup untuk menyatakan hadis ini maudhu’ sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal no 15. Kemungkaran hadis ini juga tidak diragukan lagi bahkan diakui oleh Baihaqi dan Adz Dzahabi dalam As Siyaar. Bashar Awad Ma’ruf dalam tahqiqnya terhadap kitab Tarikh Baghdad 13/55 menyatakan hadis ini maudhu’.

Ibnu Taimiyyah dan Syaikh wahabi ikut-ikutan menshahihkan hadis Ibnu Abbas ini. Ibnu taymiyah dan wahabi dengan jelas menyatakan shahih marfu’ hadis dengan lafal pemuda amrad dalam kitabnya Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah.

Dan ini penggalan kitab tersebut juz 7 hal 290 dimana Ibnu Taimiyyah menshahihkan hadis Ru’yah dengan lafal pemuda amrad.

Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

Tentu saja fenomena ini adalah keanehan yang luar biasa. Bagaimana mungkin mereka begitu berani menshahihkan hadis tersebut bahkan mengecam orang yang mengingkarinya dan menggunakannya dalam masalah aqidah.

Anda jangan terperanjat jika kami katakan akidah Salafi Wahabi itu sangat mirip dengan akidah Yahudi dan Nasrani. Benarkah demikian? Mari kita buktikan bersama!

Akidah tajsim dan tasybih telah menggelincirkan Salafi Wahabi hingga pada suatu keyakinan bahwa Allah seperti sosok seorang pemuda , berambut ikal , bergelombang dan mengenakan baju berwarna merah. Klaim ini dikatakan oleh Ibnu Abu Ya’la dalam kitab Thabaqat al-Hanabilah. Abu Ya’la mendasarkan pernyataan itu kepada hadits berikut :

عن عكرمة اَن الرسول صلى الله عليه وسلّم قال: راَيت ربي عزّ وجلّ شَابا امرد جعد قطط عليه حلة حمراء

“Dari Ikrimah: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah melihat Tuhanku SWT berupa seorang pemuda berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah.” (Ibnu Abu Ya’la: Thabaqat al-Hanabilah, jilid 2, halaman 39).

Sungguh keji pengaruh riwayat palsu di atas. Riwayat-riwayat palsu produk pikiran Yahudi itu kini berhasil membodohi akal pikiran para pengikut Salafi Wahabi, sehingga mereka menerima keyakinan seperti itu. Tidak diragukan lagi, hadits semacam ini adalah kisah-kisah Israiliyat yang bersumber dari orang-orang Bani Israil.

Salafi Wahabi memperjelas hadits di atas dengan hadits lain yang bercerita tentang Allah duduk di atas kursi emas, beralaskan permadani yang juga terbuat dari emas, dalam sebuah taman hijau. Singgasana (Arsy) Allah dipikul oleh empat malaikat dalam rupa yang berbeda-beda, yaitu seorang lelakisingabanteng dan burung elang. Keyakinan aneh semacam ini dipaparkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid wa Itsbat Shifat ar-Rab.

Siapakah Ibnu Khuzaimah? Dia adalah salah seorang ulama ahli hadits yang banyak dipakai oleh Salafi Wahabi untuk dijadikan referensi. Namun setelah semakin matang dalam pengembaraan intelektualnya, Ibnu Khuzaimah menyesali diri telah menulis kitab tersebut, seperti dikisahkan oleh al-Hafidz al-Baihaqi dalam kitab al-Asma wa ash-Shifat hal. 267.

Walaupun begitu, soko guru Salafi Wahabi, yaitu Ibnu Taimiyah tetap mengatakan bahwa Ibnu Khuzaimah adalah ”Imamnya Para Imam” karena menurutnya telah banyak meriwayatkan hadits-hadits ’shahih’ tetang hakikah Dzat Tuhan (padahal yang sebenarnya hadits-hadits itu kenal dengan nuansa tasybih dan hikayat Israiliyat). Oleh karena itu, ketika mengomentari sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Taimiyah berkata :
”Hadits ini telah diriwayatkah oleh ’Imamnya Para Imam’ yaitu Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid yang telah ia syaratkan untuk tidak berhujjah di dalamnya melainkan dengan hadits-hadits yang dinukil oleh perawi adil dari perawi adil lainnya, sehingga bersambung kepada Nabi SAW”  (Ibnu Taimiyah: Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah, Jilid 3, hal. 192).

Maka tak heran jika Ibnu Taimiyah pun berkeyakinan sama buruknya, seperti dalam Majmu’ Fatawa j. 4, h. 374,  Ibn Taimiyah berkata “Para ulama yang diridlai oleh Allah dan para wali-Nya telah menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad didudukan oleh Allah di atas ‘arsy bersama-Nya”.

Awalnya Ibnu Khuzaimah sangat meyakini bahwa seluruh hadits yang ia muat di dalam kitabnya adalah shahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebab menurut pengakuannya ia telah meriwayatkanya dengan sanad bersambung melalui para periwayat yang adil dan terpercaya. Demikian sebagaimana ia tegaskan di awal kitab tersebut dan juga tertulis di cover depan kitab at-Tauhid tersebut.

Gambar dibawah ini adalah scan teks tentang keyakinan tasybih dari Kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, tahkik Muhammad Khalil Harras, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon 1403 H./1983, halaman 198.

AQIDAH WAHHABI ‘ALLAH DUDUK’ = AQIDAH YAHUDI DAN NASRANI.

Ketahuilah bahwa aqidah yg dibawa oleh Wahhabi adalah aqidah yang bersumberkan dari Yahudi dan Kristiani yang coba diserapkan dalam masyarakat islam demi memecahbelah umat islam dan bertujuan agar umat islam menjadi Yahudi dan Nasoro, kemudian bersenang-senanglah Iblis bersama mereka di neraka kelak!

Inilah Yahudi dengan kerjasama penuh dari Wahhabiyah dalam menyesatkan umat islam di tanah air kita ini :
- Akidah ” Allah Duduk” Adalah Akidah Yahudi.
Dalam kitab Yahudi Safar Al-Muluk Al-Ishah 22 Nomor 19-20, Yahudi menyatakan akidah kufur di dalamnya:

قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسًا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عنيمينه و عن يساره

“Berkata : Dengarkanlah engkau kata-kata Tuhan,telah ku lihat Tuhan duduk di atas kursi dan ke semua tentera langit berdiri di sekitarnya kanan dan kiri”.

- Ibnu Taimiah ikut Membantu Yahudi Menyebarkan Akidah Yahudi ” Allah Duduk ” :
Dalam kitab Ibnu Taimiah Majmu Fatawa Jilid 4 / 374:

إن محمدًا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه

“Sesungguhnya Muhammad Rasulullah, Tuhannya mendudukkannya diatas arasy bersamaNya”.

Tidak cukup dengan itu Ibnu Taimiah turut mengunakan lafaz kufur Yahudi demi men-yahudikan umat islam :
Dalam Kitab Ibnu Taimiyah berjudul Syarh Hadith Nuzul cetakan Darul Asimah:

إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سُمِع له أطيط كأطيط الرَّحل الجديد

artinya: ” Apabila Tuhan duduk di atas kursi maka akan terdengarlah bunyi seperti kursi baru diduduki”.
Lihatlah! Yahudi berkata Allah Duduk…Ibnu Taimiyah berkata Allah Duduk.

TAPI AL-QURAN DAN HADIST NABI YANG SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN ALLAH DUDUK.
Kalau kita lihat dalam website Kristiani : http://www.hesenthisword.com/lessons/lesson5.htm
lihat pada :

عاشرا: ذكر عنه ما ورد عن الله في العهد القديم

Kristiani berkata pada nomor 7:

“الله جالس على الكرسي العالي” (اش 6 :1-10).

artinya: “Allah Duduk Di atas Kursi Yang Tinggi”.

Wahhabi Turut Membantu Menghidupkan Kekufuran Kristian Dengan Memalsukan Hadith Nabi :
DALAM KITAB WAHHABI : FATHUL MAJID SYARH KITAB AT-TAUHID KARANGAN ABDUR RAHMAN BIN HASAN AAL AS-SYEIKH DISOHIHKAN OLEH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ CETAKAN PERTAMA TAHUN 1992 BERSAMAAN 1413 MAKTABAH DARUL FAIHA DAN MAKTABAH DARUL SALAM.

Cetakan ini pada hal 356 yg tertera kenyatan kufur yg dianut oleh Wahhabi sebagai hadis ( pd hakikatnya bukan hadis Nabi ) adalah tertera dalam bahasa arabnya berbunyi:

” IZA JALASA AR-ROBBU ‘ALAL KURSI “.

Artinya : ” Apabila Telah Duduk Tuhan Di Atas Kursi “.

TETAPI AL-QURAN DAN HADITH SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN DEMIKIAN !
Perlu diketahui, Imam asy-Syafi’I pun terang-terangan menyatakan kekufuran bagi orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Ibn al Mu’allim al Qurasyi (W. 725 H) menyebutkan dalam karyanya Najm al Muhtadi menukil perkataan al Imam al Qadli Najm ad-Din dalam kitabnya Kifayah an-Nabih …fi Syarh at-Tanbih bahwa ia menukil dari al Qadli Husayn (W. 462 H) bahwa al Imam asy-Syafi’I menyatakan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

Untuk lebih jelasnya kami tuliskan ulang hadits Israiliyat yang sudah menjadi bagian dari keyakinan kaum Salafi Wahabi itu sebagai berikut :

عن عبد الله عمر بن الخطاب بعث الى عبد الله بن العبّاس يساله: هل راى محمّد صلى الله عليه وسلم ربّه؟ فارسل اِليه عبد الله بن العبّاس: ان نعم. فردّ عليه عبدالله بن عمر رسوله: ان كيف راه؟ قال: فارسل انّه راه في روضة خضراء دونه فِراش من ذهب على كرسي من ذهب يحمله اربعة من الملاىكة، ملك في صورة رجل، و ملك في صورة ثور وملك في صورة نسر، وملك في صورة اسد

….. Abdullah ibnu Umar ibnu al-Khaththab mengutus seseorang untuk menemui Ibnu Abbas menanyainya, ”Apakah Muhammad SAW melihat Tuhannya?” Maka Abdullah ibnu Abbas mengutus seseorang kepadanya untuk menjawab, ”Ya, benar. Ia melihatnya.” Abdullah ibnu Umar meminta pesuruhnya kembali kepada Ibnu Abbas untuk menanyakannya, ”Bagaimana ia melihat-Nya?”.  Ibnu Abbas menjawab melalui utusannya itu, ’Da melihat-Nya berada di sebuah taman hijau, dibawah-Nya terdapat hamparan permadani emas , Dia duduk di atas kursi terbuat dari emas yang dipikul oleh empat malaikat; malaikat berupa seorang laki-laki, malaikat berupa banteng, malaikat berupa burung elang, dan malaikat berupa singa.” (Ibnu Khuzaimah: Kitab at-Tauhid, tahkik Muhammad Khalil Harras, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon 1403 H./1983 M, hal. 198).

Pembaca yang budiman, Ketika kami menggabungkan hadits Abu Ya’la yang telah lalu dan hadits Ibnu Khuzaimah ini (dimana keduanya telah menjadi dogma Salafi Wahabi), kami sungguh sangat terperanjat!. Kami menjumpai adanya kesamaan antara dogma Salafi Wahabi itu dengan dogma Nashrani, dalam hal ini gambar Tuhan milik mereka. Sebuah gambar yang mengilustrasikan tentang hakikat Tuhan mereka, Yesus Kristus.

Lukisan itu sama persis dengan apa yang digambarkan oleh Salafi Wahabi, yaitu: seorang pemuda , berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah, sedang duduk di atas kursi emas di taman hijau dibawah-Nya hamparan permadani emas yang dipikul oleh empat malaikat berupa seorang laki-lakibanteng (sapi hutan)burung elang, dan singa.

Dibawah ini gambaran milik umat Kristiani tentang Yesus Kristus, silahkan Anda bandingkan dengan hadits Ya’la dan Ibnu Khuzaimah yang direkomendasikan oleh Salafi Wahabi untuk diyakini oleh setiap pengikutnya:
Perhatikanlah gambar milik kaum Nashrani di atas, tidak ada bedanya sama sekali dengan apa yang diajarkan oleh Salafi Wahabi tentang jati diri Tuhan. Apakah ajaran Salafi Wahabi tadi (yang mereka klaim berasal dari hadits shahih) adalah hasil copy paste dari ajaran orang-orang Yahudi dan Nashrani ini? Kenapa ini bisa terjadi? Karena akidah Salafi Wahabi berasal dari hadits-hadits palsu Israiliyat, yakni karangan orang-orang Bani Israil yang telah Allah sesatkan.

Oleh karenanya, sudah selayaknya kita meragukan dogma tajsim dan tasybih kaum Salafi Wahabi, sebag tajsim dan tasybih itu sangat diwanti-wanti dan dilarang dalam Islam. Terkadang, kaum Salafi Wahabi masih saja mengelak dan memutar kata dari tuduhan tajsim ini. Namun, jika yang demikian bukan tajsim, lalu yang bagaimana lagi yang dinamakan tajsim? Berhati-hatilah wahai umat Islam dari mengikuti faham mereka ini agar kita tidak terperosok dalam kemusyrikan dan kekafiran.

Namun sayangnya, semakin mereka dikritik, maka akan semakin keras menentang (mungkin karena memang seperti itulah watak asli mereka). Mereka merasa paling benar. Nyata-nyata mereka yang keliru, tetapi malah mereka yang bersikap lebih keras kepada umat Islam yang coba meluruskan, lalu menudingkan tuduhan kafir. Dalam buku mereka, Halaqat Mamnu’ah karangan Hisyam al-Aqqad dinyatakan:

من فسّر اِستوى باستولى فهو كافر

”Barang siapa yang menafsirkan kata istawa dengan istawla (menguasai), maka dia kafir.”.

Dari pemaparan ringkas di atas, Anda dapat mengerti bagaimana kualitas akal pikiran sebagian ulama Mujassimah yang menjadi rujukan Salafi Wahabi. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Ibnu al-Jauzi mensifati mereka sebagai para ahli hadits dungu. Adakah kedunguan yang melebihi kedunguan kaum yang sesekali meyakini bahwa Allah SWT duduk di sebuah kursi yang dipikul oleh empat malaikat dalam rupa berbeda-beda, sesekali meyakini bahwa Allah SWT bersemayam di atas Arasy-Nya yang ditegakkan di atas punggung delapan ekor banteng yang mengapung di atas air di sebuah rumah di atas langit ketujuh, dan sesekali meyakini bahwa Allah SWT duduk berselonjor sambil meletakkan salah satu kaki-Nyadi atas kaki-Nya yang lain? Itu semua adalah hadits-hadits palsu buatan Bani Israil yang dikenal riwayat-riwayat Israiliyat. Masihkah Salafi Wahabi tidak menyadarinya, melainkan malah menganggap dirinya yang paling benar?. La haula wa la quwwata ill billah. Semoga Allah mengilhamkan kepada kita kemurnian akidah dan kesucian keyakinan tentang sifat-sifat-Nya yang Maha Suci serta kematangan logika.

Aqidah Wahabi Menyamai Aqidah Yahudi dan Nasrani,
yaitu mereka mengatakan bahwa Allah SWT Duduk seperti Duduknya Makhluq.

Ketahuilah bahwa aqidah yg dibawa oleh Wahhabi adalah aqidah yang bersumberkan dari Yahudi dan Kristiani yang coba diserapkan dalam masyarakat islam demi memecahbelah umat islam dan bertujuan agar umat islam menjadi Yahudi dan Nasoro, kemudian bersenang-senanglah Iblis bersama mereka di neraka kelak!

Inilah Yahudi dengan kerjasama penuh dari Wahhabiyah dalam menyesatkan umat islam di tanah air kita ini :
- Akidah ” Allah Duduk” Adalah Akidah Yahudi.
Dalam kitab Yahudi Safar Al-Muluk Al-Ishah 22 Nomor 19-20, Yahudi menyatakan akidah kufur di dalamnya:

قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسًا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عنيمينه و عن يساره

“Berkata : Dengarkanlah engkau kata-kata Tuhan,telah ku lihat Tuhan duduk di atas kursi dan ke semua tentera langit berdiri di sekitarnya kanan dan kiri”.

- Ibnu Taimiah ikut Membantu Yahudi Menyebarkan Akidah Yahudi ” Allah Duduk ” :
Dalam kitab Ibnu Taimiah Majmu Fatawa Jilid 4 / 374 :

إن محمدًا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه

“Sesungguhnya Muhammad Rasulullah, Tuhannya mendudukkannya diatas arasy bersamaNya”.
Tidak cukup dengan itu Ibnu Taimiah turut mengunakan lafaz kufur Yahudi demi men-yahudikan umat islam :
Dalam Kitab Ibnu Taimiyah berjudul Syarh Hadith Nuzul cetakan Darul Asimah :

إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سُمِع له أطيط كأطيط الرَّحل الجديد

artinya: ” Apabila Tuhan duduk di atas kursi maka akan terdengarlah bunyi seperti kursi baru diduduki”.

Lihatlah! Yahudi berkata Allah Duduk…Ibnu Taimiyah berkata Allah Duduk.
TAPI AL-QURAN DAN HADIST NABI YANG SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN ALLAH DUDUK.

Kalau kita lihat dalam website Kristiani : http://www.hesenthisword.com/lessons/lesson5.htm
lihat pada :

عاشرا: ذكر عنه ما ورد عن الله في العهد القديم

Kristiani berkata pada nomor 7:

“الله جالس على الكرسي العالي” (اش 6 :1-10).

artinya: “Allah Duduk Di atas Kursi Yang Tinggi”.

Wahhabi Turut Membantu Menghidupkan Kekufuran Kristian Dengan Memalsukan Hadith Nabi :
DALAM KITAB WAHHABI : FATHUL MAJID SYARH KITAB AT-TAUHID KARANGAN ABDUR RAHMAN BIN HASAN AAL AS-SYEIKH DISOHIHKAN OLEH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ CETAKAN PERTAMA TAHUN 1992 BERSAMAAN 1413 MAKTABAH DARUL FAIHA DAN MAKTABAH DARUL SALAM.

Cetakan ini pada hal 356 yg tertera kenyatan kufur yg dianut oleh Wahhabi sebagai hadis ( pd hakikatnya bukan hadis Nabi ) adalah tertera dalam bahasa arabnya berbunyi:

” IZA JALASA AR-ROBBU ‘ALAL KURSI “.

Artinya : ” Apabila Telah Duduk Tuhan Di Atas Kursi “.

TETAPI AL-QURAN DAN HADITH SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN DEMIKIAN !
Perlu diketahui, Imam asy-Syafi’I pun terang-terangan menyatakan kekufuran bagi orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Ibn al Mu’allim al Qurasyi (W. 725 H) menyebutkan dalam karyanya Najm al Muhtadi menukil perkataan al Imam al Qadli Najm ad-Din dalam kitabnya Kifayah an-Nabih …fi Syarh at-Tanbih bahwa ia menukil dari al Qadli Husayn (W. 462 H) bahwa al Imam asy-Syafi’I menyatakan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

PBNU : Syiah, Hanya Perbedaan Cara Pandang.

- Slamet Effendy Yusuf, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan, kelompok aliran Syiah tidaklah bertentangan dengan Islam. Syiah dalam Islam diakui sebagai bagian aliran beberapa mazhab yang ada. Meskipun kata dia, Syiah memiliki beberapa perbedaan terkait cara pandang. 
“MUI dalam rekomendasi pada 1984 menyatakan Syiah itu bagian dari mazhab dalam Islam, karena itu memang didalam mazhab, ada perbedaan-perbedaan tentang beberapa pandangan,” kata Slamet kepada wartawan, Senin (2/1). 
Beberapa perbedaan dalam cara pandang antara lain terkait hadis dan imamah.“Seperti pandangan terhadap hadis, kalau Sunni, semua hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat dan tabiin, oke. Sementara Syi’ah tidak. Soal Imamah di Sunni tidak mewajibkan tapi di Syiah mewajibkan, Terjemahan dalam solat antara Sunni dan Syiah ada perbedaan,” ujarnya.Slamet yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Hadis Tsaqalain.
Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga). yaitu: Kitabullah (al-Quran) dan keturunanku Ahlulbaitku, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya nisacaya kalian tidak akan sesat selamanya.”.

Terkait Berita: