Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Syaikh Muhammad Saleh Al Utsaimin. Show all posts
Showing posts with label Syaikh Muhammad Saleh Al Utsaimin. Show all posts

AQIDAH AHLI HADITS IMAM NAWAWI & IMAM IBNU HAJAR DI KAFIRKAN ULAMA WAHABI – SALAFY


-WAHHABI ADALAH AHLU SUNNAH WAL JAMAAH SECARA MUTLAK TAK BOLEH DI GANGGU GUGAT IMAM NAWAWI DAN IBNU HAJAR BUKAN -oleh syeikh solih al-utsaimnin-
Telahpun kita ketahui, untuk membedakan antara golongan yang selamat dengan golongan yang sesat adalah bisa di lihat dari golongan manakah orang tersebut berada, Jika ia berada di dalam golongan ahlu sunnah wal jamaah maka ia di jamin tidak sesat, dan aqidahnyapun selamat, sedang jika berada di luar dari Golongan ahlu sunnah maka kesesatan pun tak boleh lepas dari dirinya .

Seperti apakah Aqidah ahlu sunnah itu ?? Maka menurut syekh Wahhabi Sholih Al-utsaimin, Aqidah Ahlu sunnah itu adalah yang menetapkan Allah berada di atas langit duduk bertengger di atas Arasy, (Padahal aqidah seperti ini sama persis dengan aqidah yahudi yang nyata kebatilan nya- pent) sehingga dengan penetapan aqidah seperti ini maka mengeluarkan siapapun tanpa terkecuali dari golongan Ahlu sunnah wal-jamaah yang tidak berkeyakinan dan beraqidah seperti di atas. termasuk Imam Nawawi (Pensyarah sohih muslim), dan Imam ibnu hajar -Rahmatullah alaihima- adalah dua ulama yang telah di keluarkan dari golongan Ahlu sunnah wal jama’ah dengan arti kata Lain mereka berdua Telah sesat di sebabkan menyelisih dari Aqidah Wahhabi, Bila dalam aqidah telah di nyatakan sesat maka semua amal Perbuatan yang bersifat Furu’iyahpun juga ikut menjadi sesat dan tak boleh di terima walaupun itu mengandung kebenaran. itu Logikan nya. Namun anehnya syeikh Wahhabi ini ternyata mencla-mencle dan tak teguh pendirian dalam mensesatkan dua ulama besar islam ini, contoh ia mengeluarkan dua ulama imam Ummat islam ini dari golongan Ahlu sunnah di sebabkan Aqidah nya yang di anggapnya melenceng, namun di sisi Lain ia mengakui sebagai Ahlu sunnah dalam bidang fiqh. Aneh kan ?? seharusnya, Jika dua ulama besar tersebut telah keluar dari Aqidah maka dalam Bidang furu’iyah pun (Fiqh) tidak boleh di terima ilmunya, dan tidak boleh di amalkan, Sebab Ushul-nya sudah sesat maka Furu’ pun dengan sendirinya tidak Boleh di terima . begitu seharusnya.

Menghakimi Ulama pendahulunya sebagai Ulama Yang sesat maka secara tidak langsung ini mempunyai kesimpulan bahwa :
1. Syeikh Utsaimin Lebih Alim dan lebih menguasai Ilmu daripada Imam Nawawi dan imam Ibnu hajar.
2. syekh utsaimin adalah benar dan lebih benar daripada Imam nawawi dan imam Ibnu hajar (padahal Allah yang maha mengetahui)
3. syekh Utsaimin harus membuang dua Kitab besar ummat islam ” Syarah sohih muslim” karangan imam nawawi sebab pengarang nya telah sesat .
4. Kitab fiqh karangan Ibnu hajar tidak boleh di amalkan oleh kaum muslimin dengan alasan yang sama yaitu telah sesat dan berhak masuk kedalam api neraka.

Inilah pernyataan si solih Utsaimin dalam kitab nya Liqaa’ albabul Maftuuh pada halaman 42-43. menyebutkan :
كمثال نجغل النواوي وابن حجر من غير اهل السنة والجماعة؟؟

فيما يذهبان إليه في الاسماء والصفات ليس من أهل السنة والجماعة

بالاطلاق ليسوا من أهل السنة والجماعة ؟؟

لا نطلق ولهذا أنا قلت لك إن من خالف السلف في صفات الله لا يعطى الاسم المطلق بأنه من أهل السنة والجماعة , بل يقيد يقال هو من أهل السنة والجماعة في طريقته الفقهية مثلا , أما في طريقته البدعية فليس من أهل السنة والجماعة

-Si penanya- :
Misal kan Imam Nawawi dan imam Ibnu hajar apakah kami jadikan mereka di luar dari golongan ahlu sunnah wal jamaah ??
-solih utsaimin menjawab- :
“melihat dari pandangan mereka berdua terhadap Asma’ dan shifaat-shifaat Allah, Maka mereka bukan dari ahlu sunnah Wal jamaah”.

Apakah secara Mutlak mereka berdua bukan bagian dari ahlu sunnah wal jamaah ??
” Kami tidak memutlakkan nya, dari ini aku katakan kepadamu bahwa sesiapa saja yang menyelisih salaf tentang sifat-sifat Allah maka ia tidak boleh di beri nama mutlak sebagai Ahlu sunnah wal jamaah, melainkan di qoyyidkan dan dikatakan sebagai ahlu sunnah wal jamaah dalam bidang Fiqh-nya Misalkan, adapun dalam bidang Bid’ah nya maka ia bukan dari bagian ahlu sunnah wal jamaah.
Liqaa’ albabul Maftuuh pada halaman 42-43.

Nah para pemirsa.. Jika dua Ulama besar Panutan kaum muslimin Ahlu sunnah wal-jamaah sekaliber-Imam Nawawi Dan imam Ibnu hajar- Rahimahumallah- ini telah di anggap sesat dan Ahl Bid’ah tercela Oleh sekte Wahhabi , Maka kita jangan terkejut apabila di anggap dengan anggapan yang sama Oleh sekte sempalan Ini.

-Wallahu Al-musta’an-

Generalisasi Bid’ah Semuanya Sesat, Wujud Brutalisme Terhadap Islam


Oleh: Ustadz Abu Hilya

Setiap bid’ah adalah sesat, itu anggapan sebagian muslim yang anti adanya bid’ah hasanah. Anggapan itu terbukti salah akibat kekeliruan dalam memahami hadits ‘kullu bid’atin dhalalah’. Kesalahan mereka sudah dibahas dalam artikel-artikel terdahulu. Sungguh tidak benar anggapan sebagian muslim bahwa setiap bid’ah adalah sesat. Generalisasi semua Bid’ah adalah Sesat, tampaknya merupakan wujud brutalisme halus sebagian muslim kepada muslim yang lain. Bahkan lebih dari itu, mereka telah berlaku brutal terhadap ajaran Islam yang sesuai dengan pemahaman Sahabat dan Ulama Salaf Shalihin, na’udzu billah min dzaalik.

Ketika sebagian muslim beranggapan setiap bid’ah adalah sesat, bagaimana dengan Sayyidina Umar bin al Khattab yang mengatakan ada bidah yang baik (hasanah)?
Jika Setiap Bidah adalah sesat, bagaimana dengan Imam Syafi’i yang mengatakan ada Bid’ah Hasanah (bid’ah yang baik) dan ada bid’ah sayyi’ah (bid’ah yang jelek)?
Apakah Sayyidina Umar dan Imam Syafi’i menentang Nabi Muhammad, ataukah sebagian muslim yang justru salah memahami hakekat bidah ?

Berikut ini adalah analisa kritis terhadap generalisasi (gebyah uyah atau hantam kromo) bahwa bidahkesemunya adalah sesat.

ANALISA KRITIS TERHADAP GENERALISASI BID’AH SEBAGAI BID’AH SESAT

Ketika Bid’ah difahami dengan pendekatan bahasa, namun di sisi lain menolak adanya pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah madzmumah (sayyi’ah), hanya akan berakibat kebuntuan. Dan berikut contohnya:

Dalam kitabnya Al Ibda’ Fi Kamalis Syar’i Wa Khothor al Ibtida’ Syekh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin berkata :

قَوْلُهُ (كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ) كُلِّيَّةٌ, عَامَّةٌ, شَامِلَةٌ, مُسَوَّرَةٌ بِأَقْوَى أَدَوَاتِ الشُّمُوْلِ وَالْعُمُوْمِ (كُلُّ), اَفَبَعْدَ هَذِهِ الْكُلِّيَّةِ يَصِحُّ اَنْ نَقْسَمَ الْبِدْعَةَ اِلَى اَقْسَامٍ ثَلَاثَةٍ, أَوْ اِلَى خَمْسَةٍ ؟ اَبَدًا هَذَا لَايَصِحُّ.

Hadits “Kullu Bid’atin Dholalatun” (semua bid’ah adalah sesat), bersifat general, umum, menyeluruh (tanpa terkecuali) dan dipagari dengan kata yang menunjuk pada arti umum yang paling kuat yaitu kata-kata seluruh (Kullu). Apakah setelah ketetapan menyeluruh ini kita dibenarkan membagi bid’ah menjadi tiga bagian, atau menjadi lima bagian ? selamanya pembagian ini tidak akan pernah sah. (Syeh al ‘Utsaimin dalam al Ibda’ fi Kamalis Syar’iy wa Khothoril Ibtida’, hal; 13).

Dalam uraian diatas kita dapati syekh al ‘Utsaimin menutup kemungkinan kata كل untuk memiliki makna lain, bahkan beliau mensifati Qodhiyah “Kullu Bid’atin Dholalatun” tersebut dengan sifat Kulliyah (general)Ammah (Umum), Syamilah (menyeluruh) dan memandang qodhiyah “Bid’atin Dholalah” (bid’ah adalah sesat) telah dipagari dengan Adat Syumul wal Umum (kata yang berindikasi umum dan menyeluruh) terkuat, yang berarti tanpa kecuali. Sehingga dalam akhir redaksi di atas kita dapati pernyataan; selamanya pembagian ini tidak akan pernah sah.

Selanjutnya mari kita buktikan apakah syeh al ‘Utsimin konsisten dengan pernyataannya tentang :
-  Kata  كلyang tidak dapat bermakna sebagian.
-  Bid’ah tidak akan pernah sah untuk dibagi selamanya… (benarkah ?)

Dalam kitabnya yang lain Syeh al ‘Utsaimin berkata :

اَنَّ مِثْلَ هَذَا التَّعْبِيْرِ (كُلُّ شَيْئٍ) عَامٌّ قَدْ يُرَادُ بِهِ الْخَاصُّ, مِثْلُ قَوْلِهِ تَعَالَى عَنْ مَلَكَةِ سَبَأٍ : (وَأُوْتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْئٍ) وَقَدْ خَرَجَ شَيْئٌ كَثِيْرٌ لَمْ يَدْخُلْ فِي مُلْكِهَا مِنْهُ شَيْئٌ مِثْلُ مُلْكِ سُلَيْمَانَ.

Sesungguhnya redaksi seperti ini “Kullu Syaiin” (segala sesuatau) adalah kalimat general yang terkadang dimaksudkan pada makna terbatas, seperti firman Alloh tentang ratu Saba’; “Ia dikaruniai segala sesuatu”. (QS, An Naml: 23). Sedangkan banyak sekali sesuatu yang tidak masuk dalam kekuasaannya, seperti kerajaan Nabi Sulaiman. (Syeh al ‘Utsaimin, Syarah al Aqidah al Wasithiyyah,hal 336).

Di sini kita dapati Syeh al ‘Utsaimin mematahkan tesisnya sendiri tentang ke-umum-an arti kataKullu dengan mengacu pada kenyataan, bahwa tidak semua berada dalam kekuasaan ratu Saba’, karena kenyataannya banyak yang tidak masuk dalam kekuasaannya termasuk kerajaan Nabi Sulaiman. Pertanyaannya, mengapa beliau tidak melakukan hal yang sama (melihat kenyataan) pada hadits “Kullu Bid’atin Dholalatun”. Terlebih jika memperhatikan hadits-hadis yang lain….

Berikutnya, apakah beliau tetap konsisten dengan pernyataanya;  selamanya pembagian ini (bid’ah) tidak akan pernah sah ?
berikut pernyataan beliau selanjutnya :

اَلْاَصْلُ فِي اُمُوْرِ الدُّنْيَا اَلْحِلُّ فَمَا اُبْتُدِعَ مِنْهَا فَهُوَ حَلَالٌ اِلَّا اَنْ يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهِ, لَكِنْ اُمُوْرِ الدِّيْنِ اَلْاَصْلُ فِيْهَا الْحَظَرُ,فَمَا اُبْتُدِعَ مِنْهَا فَهُوَ حَرَامٌبِدْعَةٌ اِلَّا بِدَلِيْلٍ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ عَلَى مَشْرُوْعِيَّتِهِ

Hukum asal dalam perkara perkara dunia adalah halal, maka inofasi (bid’ah) dalam urusan dunia adalah halal, kecuali ada dalil yang menunjukkan ke-haram-annya. Tetapi hukum asal dalam urusan agama adalah terlarang, maka apa yang diadakan (bid’ah) dalam urusan-urusan agama adalah haram dan bid’ah, kecuali ada dalil dari al Kitab dan Sunnah yang menunjukkan kemasyru’annya. (Syeh al ‘Utsaimin,Syarah al Aqidah al Wasithiyyahhal 639-640).

Dalam penjelasannya diatas Syeh al ‘Utsimin mematahkan pernyataannya yang lain setidaknya dalam dua hal :
-  “Selamanya pembagian ini (bidah) tidak akan pernah sah”, kenyataannya beliau membagi bid’ah dengan dua macam : yakni Bidah Dunia dan Bidah Agama
Keumuman makna kata Kullu, karena disini kita dapati adanya bid’ah yang tidak sesat yakni bidah dunia.

Selanjutnya mari kita cermati pandangan beliau tentang realita pendirian pondok pesantren, menyusun ilmu, mengarang kitab dan yang lain sbb :

وَمِنَ الْقَوَاعِدِ الْمُقَرَّرَةِ اَنَّ الْوَسَائِلَ لَهَا اَحْكَامُ الْمَقَاصِدِ, فَوَسَائِلُ الْمَشْرُوْعِ مَشْرُوْعَةٌ, وَوَسَائِلُ غَيْرِ الْمَشْرُوْعِ غَيْرُ مَشْرُوْعَةٍ, بَلْ وَسَائِلُ الْمُحَرَّمِ حَرَامٌ, فَالْمَدَارِسُ وَتَصْنِيْفُ الْعِلْمِ وَتَأْلِيْفُ الْكُتُبِ وَاِنْ كَانَتْ بِدْعَةً لَمْ يُوْجَدْ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى هَذَا الْوَجْهِ اِلَّا اَنَّهُ لَيْسَ مَقْصَدًا بَلْ هُوَ وَسِيْلَةٌ, وَالْوَسَائِلُ لَهَا اَحْكَامُ الْمَقَاصِدِ, وَلِهَذَا لَوْ بَنَى شَحْصٌ مَدْرَسَةً لِتَعْلِيْمِ عِلْمٍ مُحَرَّمٍ كَانَ الْبِنَاءُ حَرَامًا,وَلَوْ بَنَى مَدْرَسَةً لِتَعْلِيْمِ عِلْمٍ شَرْعِيٍّ كَانَ الْبِنَاءُ مَشْرُوْعًا

“ Dan diantara kaedah yang ditetapkan adalah bahwa “Perantara (wasilah) itu memiliki hukum-hukum maqoshid (tujuan) nya. Jadi perantara untuk tujuan yang disyari’atkan adalah disyari’atkan (pula), dan perantara untuk tujuan yang tidak disyari’atkan (perantara tsb) juga tidak disyari’atkan, bahkan perantara tujuan yang diharamkan adalah haram (hukumnya)Adapun pembangunan madrasah-madrasah, menyusun ilmu, mengarang kitab, meskipun itu semua Bid’ah dan tidak ditemukan/tidak didapati pada masa Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam dalam bentuk seperti ini, namun ia bukan tujuan melainkan hanya perantara, sedang hukum perantara (wasilah) mengikuti hukum tujuannya. Oleh karena itu bila seseorang membangun madrasah untuk mengajarkan ilmu yang diharamkan maka membangunnya dihukumi haram, dan bila membangun madrasah untuk mengajarkan ilmu syari’at, maka pembangunannya disyari’atkan.” (Syeh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin, al Ibda’ fi Kamalis Syar’iy wa Khothoril Ibtida’ , hal; 18-19).

Coba kita perhatikan tulisan merah yang bergaris bawah diatas, sekali lagi secara implisit beliau mematahkan tesisnya tentang ke-umum-an arti kata Kullu, bahkan secara implisit pula beliau telah membagi bid’ah dalam kategori “Wasilah” (perantara) dan “Maqoshid” (tujuan). Sehingga jika kita cerna dengan logika bahasa, maka mafhum dari apa yang beliau katakan adalah :
-  Jika Bid’ah itu berupa “Wasilah” (perantara) maka hukumnya mengikuti “Maqoshid” (tujuan) tanpa memandang apakah itu urusan dunia atau urusan agama.
-  Adanya “Wasilah Bid’ah” dan “Wasilah bukan Bid’ah
-  Hukum “Wasilah Bid’ah” mengikuti hukum “Maqoshid” yang berarti terbagi menjadi lima, yakni wajib, mandzubah, mubah, makruh dan haram.

Jika mereka tidak mau mengkategorikan “Wasilah” termasuk bidah, lantas apakah bisa dikategorikan sunnah dalam pengertian mereka? Kenyataanya mereka tidak mau menganggap sunnah terhadap apa-apa yang tidak ada pada masa Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam dan para Sahabat…( perlu diketahui bahwa dalam kamus salafi/wahabi tidak ada bid’ah hasanah, yang ada hanya Bid’ah VS Sunnah ).

Selanjutnya jika mereka (salafi/wahabi) memang konsisten dengan pendapat Syeh al ‘Utsimain diatas tentang hukum “Wasilah”, lantas mengapa mereka menganggap membaca kitab-kitab Maulid (Siroh Nabawi, pujian melalui qoshidah dan Sholawat) adalah Bid’ah Sesat?
Apakah memang mereka tidak tahu adanya perintah baca sholawat?
Apakah memang mereka tidak tahu ada parasahabat yang bercerita tentang Nabi shollallahu‘alaihi wa sallam?
apakah mereka memang tidak tahu ada sahabat yang memuji Nabi shollallahu‘alaihi wa sallam dengan senandung Nasyid mereka…?
Atau karena memang mereka (salafi) tidak/belum tahu?
Atau tidak mau tahu…?
Atau mereka menganggap kitab-kitabMaulid adalah Maqoshid (tujuan)?

Padahal jelas itu bukan maqpshid tetapi washilah, dan maqoshidnya adalah ekspresi cinta kepada Nabi Muhammad Saw.

Siapakah Salafi-Wahabi? Adakah Golongan Ini Benar?


Tulisan ini tidak bermaksud memecah-belah ummat atau menebarkan fitnah terhadap seorang yang dianggap Ulama atau dianggap berjasa terhadap Islam, tapi justeru meluruskan siapa sebenarnya yang menjadi pemecah-belah ummat, dan menghancurkan Islam dari dalam atas nama Islam, dan agar jelas bagi siapa yang masih berada dalam ketidak-jelasan dan penuh dengan kesamaran, dan mengetuk pintu hati mereka yang selama ini hatinya tertutup dan menutupi dari kebenaran, hanya Allah yang maha tahu setiap isi hati, dan Allah pula-lah yang akan membalas setiap keburukan. innalillah wainna ilaihi raji’un. Saya awali tulisan ini dengan mengutip satu Sabda Rasulullah SAW berikut ini :

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا قَالَ قَالُوا وَفِي نَجْدِنَا قَالَ قَالَ هُنَاكَ الزَّلَازِلُ وَالْفِتَنُ وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

“Ya Allah berilah keberkatan kepada kami, pada Syam kami dan pada Yaman kami”. Para sahabat berkata “dan juga Najd kami?”. Beliau bersabda “disana muncul kegoncangan dan fitnah, dan disanalah akan muncul tanduk syaitan”[Shahih Bukhari 2/33 no 1037]

Di sini saya cuba memberikan beberapa maklumat untuk dijadikan panduan untuk sahabat-sahabat semua bagi mengenali fahaman Wahabi. Tujuan utama saya menulis dan menyediakan artikel ini bukanlah bertujuan untuk mencari gaduh dengan golongan Wahabi akan tetapi penyediaan artikel ini adalah perbincangan yang sempat ditulis semula. Artikel ini juga saya sediakan secara ringkas dan ia masih memerlukan beberapa penerangan dan penjelasan lebih lanjut lagi. Ini bukanlah suatu tuduhan melulu tanpa periksa namun inilah cerita sebenarnya.

Bagi mengukuhkan lagi kepercayaan peribadi, pembaca bolehlah menyemak sendiri kitab-kitab yang telah dikarang oleh para ulama muktabar bagi membincangkan fahaman Wahabi ini. Siapakah Salafi Wahabi ….?
Inilah yang banyak dipertanyakan, bahkan Wahabi pun ikut-ikutan bertanya , agar tidak ketahuan belangnya, apakah Wahabi hanya nama fiktif …? 
apakah itu hanya tuduhan kuffar …? 
apakah itu fitnah musuh-musuh Tauhid …? 
pelecehan atau penghinaan …? 
atau ternyata itu benar adanya. Aliran Wahabi [Wahabiyah] ini dinisbahkan kepada ajaran Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab an- Najdi. Lahir tahun 1115 H/1703 M dan wafat tahun 1206 H.

Syaikh Sulaiman ibnu Abdil Wahhab an-Najdi yakni saudara kandung Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab an- Najdi, tentu lebih tau tentang saudaranya tersebut dan menulis dua kitab tentangnya iaitu “As-Shawa’iqul Ilahiyah fi Raddi ‘ala Wahhabiyah” dan “Fashlul Khithab fi Raddi ‘ala Muhammad bin Abdil Wahhab” Syaikh Sulaiman ini termasuk Ulama di masa itu, beliau mengatakan : “Sekarang, orang-orang telah ditimpa bala’ (bencana) dengan seorang yang mengaitkan dirinya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, mempelajari ilmu tanpa menghiraukan siapapun yang menyelisihinya. Siapa yang menyelisihinya adalah kafir menurutnya, sementara ia tidak memiliki satu syarat pun dari syarat-syarat Ijtihad bahkan sepersepuluh syaratnya pun tidak ia miliki, tapi ajarannya diterima oleh orang bodoh”.

Lebih lanjut Syakh Sulaiman ibnu Abdil Wahhab membeberkan semua kebodohan saudara nya yang sangat ia dirisaukan itu, beliau berkata : bahwa saudara nya itu cuma belajar sedikit ilmu agama dari beberapa gurunya termasuk ayahnya sendiri, dia gemar membaca kisah para pengaku kenabian, seperti Musailamah al-Kazzab, Sujah, Aswad al-’Ansi dan Thulaihah al-Asdi. Sejak ia belajar telah tampak gelagat penyimpangan besar, sehingga ayahnya dan para gurunya mengingatkan masyarakat akan bahaya penyimpangan Ibnu Abdil Wahhab. Mereka bertutur, “Anak ini akan tersesat dan akan menyesatkan banyak orang yang Allah sengsarakan dan jauhkan dari rahmat-Nya”.

Pada tahun 1143-H, Muhammad ibnu Abdil Wahhab menampakkan ajarannya kepada aliran baru, akan tetapi ayahnya bersama para masyaikh, guru-guru besar di sana [Huraimala’] berdiri tegak menghalau kesesatannya itu, Mereka membongkar kebatilan ajaran Muhammad ibnu Abdil Wahhab, Ajarannya tidak diterima, sehingga ketika ayahnya wafat pada tahun 1153 H, ia mulai berleluasa mendakwahi ajarannya. Ia mulai menyuarakan kembali ajarannya di kalangan para awam yang kebingungan dan tak tau banyak tentang agama, maka sekelompok orang awam menerima ajakannya dan mendukungnya, tapi kerana kelahiran aliran sempalan ini, masyarakat di sana bangkit dan hampir saja membunuhnya [Ibnu Abdil Wahhab], Ia kembali ke kota ‘Uyainah [kota lahir nya]. Di sana ia mendekatkan diri kepada raja kota tersebut, ia menikah dengan saudara perempuan sang raja tersebut.

Di sana ia memulai kembali menyeru kepada bid’ah yang ia cetuskan itu, tetapi tidak lama kemudian, masyarakat ‘Uyainah keberatan dengan ajarannya, mereka mengusirnya dari kota tersebut, Ia pergi meninggalkan ‘Uyainah menuju Dir’iyyah (sebelah timur kota Najd), sebuah daerah yang dahulu ditinggal oleh Musailamah al kazzab yang mengaku sebagai nabi itu, Di kota tersebut, ia mendapat dukungan dari rajanya iaitu Muhammad ibn Sa’ud, dan masyarakat di sana menyambut ajarannya dengan hangat, demikian penuturan dari saudara kandung nya sendiri.

Wahabi sungguh benar sebuah nama bagi ajaran Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab, bukan sebuah nama fiktif atau sebutan penghinaan, berikut bukti pengakuan dari Syaikh Wahabi yakni Ibnu Baz dalam kitab Fatwa Nur ‘ala al-darb pada soal yang ke 6 sebagai berikut :

 س 6 – يقول السائل: فضيلة الشيخ، يسمي بعض الناس عندنا العلماء في المملكة العربية السعودية بالوهابية فهل ترضون بهذه التسمية؟ وما هو الرد على من يسميكم بهذا الاسم؟

“Soal ke 6 – Seseorang bertanya kepada Syaikh : Sebahagian manusia menamakan Ulama-Ulama di Arab Saudi dengan nama Wahabi [Wahabiyyah], adakah antum ridho dengan nama tersebut ? dan apa jawapan untuk mereka yang menamakan antum dengan nama tersebut ?”
Syaikh Ibnu Baz menjawab sebagai berikut : “Jawab : Penamaan tersebut masyhur untuk Ulama Tauhid yakni Ulama Nejed [Najd], mereka menisbahkan para Ulama tersebut kepada Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab. dan bahkan Ibnu Baz memuji nama tersebut, ia berkata :

 فهو لقب شريف عظيم “

Dianya (Wahhabiyah) adalah panggilan yang sangat mulia dan sangat agung”.

Tetapi fakta sekarang justeru Wahabi merasa tersinggung bila di sebut Wahabi, mereka anggap nama itu nama yang sangat teruk, mungkin kerana sejarah berdarah mereka, sejarah kelam mereka, atau mungkin kerana menghindar dari ulama sejagat menggugat Wahabi, akhirnya ganti nama dengan Salafi, padahal sangat bertentangan dengan pemahaman para ulama salaful ummah, Allah-lah yang tahu apa sebenarnya alasan mereka tidak lagi menerima nama Wahabi ini. Antara cara-cara mudah mengenali mereka samada berfahaman Wahabi ataupun tidak ataupun terkena sedikit tempias dari fahaman Wahabi adalah:

Dari Sudut AQIDAH:
01. Gemar membahagikan-bahagikan tauhid kepada tiga bahagian iaitu Tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan al-Asma Wa al-Sifat lantas menyamakan umat Islam kini dengan musyrikin Mekah.
02. Menyesatkan manhaj Asyairah dan Maturidiyah yang merupakan dua komponen utama dalam Ahli Sunnah Wal Jamaah.
03. Kritikal terhadap sisitem pengajian Sifat 20.
04. Gemar membahaskan ayat-ayat mutasyabihat dan membahaskan perihal istiwa Allah Taala, tangan Allah Taala, di mana Allah Taala dan lain-lain ayat mutasyabihat lagi lantas memahami ayat-ayat itu dengan zahir ayat dan mencerca mereka yang mantakwil ayat-ayat ini. Akhirnya mereka secara tidak sedar termasuk di dalam golongan Mujassimah dan Musyabbihat.
05. Sering meletakkan isu-isu fiqh dalam bab aqidah, seperti tawasul dan istighatsah lantas mensyirikkan dan mengkafirkan amalan-amalan yang tidak sehaluan dengan mereka. Juga mensyirikkan amalan yang tidak dipersetujui contohnya mambaca salawat syifa dan tafrijiah dll.
06. Mudah melafazkan kalimah syirik dan kufur terhadap amalan yang mereka tidak persetujui (Khawarij Moden).
07. Amat kritikal terhadap tasawuf serta tarikat dan mengatakan bahawa tasawuf dan tarikat diambil daripada ajaran falsafah Yunan, agama Buddha dan dll.

Dari Sudut FIQH:
1. Kritikal terhadap mazhab-mazhab fiqh dan menganggap sesiapa yang berpegang kepada satu mazhab adalah taksub dan jumud. Mereka akan menyarankan mengikut fiqh campuran atas corak pemahaman mereka dan menamakannya sebagai Fiqh Sunnah.
2. Membahagikan manusia kepada tiga golongan iaitu mujtahid, muttabi dan muqallid dan mencerca golongan muqallid. Bagi mereka hanya menyeru kepada mengikut seorang alim atau imam itu hanyalah dengan dalil walaupun pada hakikatnya mereka tidak memahami dalil tersebut.
3. Gemar membangkitkan isu-isu furuk yang sudah lama diperbahaskan oleh para ulama terdahulu seperti isu tahlil, talqin, qunut subuh, zikir berjamaah, zikir dengan bilangan tertentu, lafaz niat solat, ziarah makam para nabi dan ulama, sambutan maulidur rasul dll.
4. Perkataan bidaah sentiasa diulang-ulang pada perbuatan yang mereka tidak setuju. Bidaah di dalam agama bagi mereka hanyalah sesat dan akan menjerumuskan pembuatnya ke dalam neraka. Kata-kata Imam Syatibi pada pembahagian bidaah akan mereka ulang-ulangi. Menurut fahaman mereka pembahagian ulama lain pada bidaah hanyalah bidaah dari sudut bahasa.
5. Wahabi secara umumnya mengaitkan amalan-amalan tertentu kononnya sebagai rekaan dengan hawa nafsu atau kejahilan para ulama terdahulu manakala Wahabi di Malaysia cuba mengaitkan amalan yang mereka tidak persetujui hanyalah rekaan para ulama Nusantara.
6. Hanya berpegang kepada suatu pendapat dalam hukum hakam fiqh jika mempunyai dalil yang zahir dan amat gemar meminta dalil dari al-Quran dan al-Hadis seolah-olah mereka dapat membuat perbandingan sendiri kuat lemahnya sesuatu pendapat berdasarka dalil yang dijumpai.

Dari Sudut MANHAJ:
1. Berlebih-lebihan pada mengkritik mereka yang tidak sehaluan dengan mereka baik ulama terdahulu mahupun sekarang.
2. Menganggap bahawa hanya mereka sahajalah yang benar dan merekalah sahajalah pembawa manhaj salaf yang sebenar.
3. Bersikap keras kepala dan enggan menerima kebenaran walaupun dibentangkan beribu-ribu hujjah. Bagi golongan Wahabi dalil mereka yang menentang mereka semuanya lemah atau telah dijawab.
4. Amat gemar berdebat walau di kalangan masyarakat awam.
5. Terlalu fanatik kepada fahaman dan tokoh-tokoh yang mereka diiktiraf mereka seperti Muhammad Abdul Wahab, Abdul Aziz bin Baz, Nasir al-Albani, Muhammad Soleh al-Utsaimin, Soleh Fauzan dll.
6. Mudah mengatakan bahawa ulama terdahulu sebagai silap ataupun sesat dll.
7. Mendakwa mereka mengikut manhaj salafi pada urusan aqidah dan fiqh walaupun hakikatnya mereka amat jauh sekali dan tidak memahaminya.
8. Cuba untuk menyatukan semua pihak atas fahaman mereka lantas menyebabkan perpecahan umat.
9. Sebahagian mereka juga bersikap lemah lembut pada kuffar dan berkeras pada umat Islam.
10. Menyesatkan dan memfasiqkan sesiapa yang bercanggah dengan mereka serta melebelkan dengan pelbagai gelaran.
11. Seolah-olah menyamatarafkan hadis dhoif dengan hadis maudhuk lantas mendakwa mereka hanya mengikut hadis yang sahih selain kritikal terhadap penerimaan riwayat dan taasub dengan penerimaan atau penolakan Nasir al-Albani semata-mata.
12. Membuat khianat ilmiah samada pada penulisan atau pada pantahqiqan kitab-kitab lama terutamanya.

Dan masih sangat banyak lagi ajaran-ajaran yang di susupi oleh mereka ke dalam Islam, dan ingat bahwa setiap aliran itu pasti berdalil dengan Al-Quran dan Hadits, tapi semua nya sangat jauh dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah menurut pemahaman Ahlul Bait dan para Ulama. Semoga kita semua selalu terpelihara dari bahaya pemahaman mereka, wallahul musta’an.

Wahabi Dalam Pandangan Empat Imam Mazhab Ahlul Sunnah


WAHABI DALAM PANDANGAN ULAMA 4 MADZHAB. INTI SARINYA MBAW DAN PARA PENGIKUTNYA MULAI DARI AL-BANI, UTSAIMIN, BIN BAZZ, FIRANDA, SHOLIH FAUZAN, ABD. MUHSIN JAWWAS, SERTA PARA WAHHABERISASI LAINNYA ADALAH SESAT.

Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar tantang Wahhabi sebagai berikut:

مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْخَوَارِجِ فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا وَقَعَ فِيْ زَمَانِنَافِيْ أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ نَجْدٍ وَتَغَلَّبُوْا عَلَى الْحَرَمَيْنِ وَكَانُوْايَنْتَحِلُوْنَ مَذْهَبَ الْحَنَابِلَةِ لَكِنَّهُمْ اِعْتَقَدُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَأَنَّ مَنْ خَالَفَاعْتِقَادَهُمْ مُشْرِكُوْنَ وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلِكَ قَتْلَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلَمَائِهِمْ حَتَى كَسَرَ اللهُشَوْكَتَهُمْ وَخَرَبَ بِلاَدَهُمْ وَظَفِرَ بِهِمْ عَسَاكِرُ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَ ثَلاَثٍ وَثَلاَثِيْنَ وَمِائَتَيْنِوَأَلْفٍ.” اهـ (ابن عابدين، حاشية رد المحتار، ٤/٢٦٢).

“Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).

Dari kalangan ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut:

هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).

“Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).

Dari kalangan ulama madzhab Syafi’i, al-Imam al-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan al-Makki, guru pengarang I’anah al-Thalibin, kitab yang sangat otoritatif (mu’tabar) di kalangan ulama di Indonesia, berkata tentang Wahhabi :

وَكَانَ السَّيِّدُ عَبْدُ الرَّحْمنِ الْأَهْدَلُ مُفْتِيْ زَبِيْدَ يَقُوْلُ: لاَ يُحْتَاجُ التَّأْلِيْفُ فِي الرَّدِّ عَلَى ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ، بَلْ يَكْفِي فِي الرَّدِّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم سِيْمَاهُمُ التَّحْلِيْقُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَفْعَلْهُ أَحَدٌ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ اهـ (السيد أحمد بن زيني دحلان، فتنة الوهابية ص/٥٤).

“Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid berkata: “Tidak perlu menulis bantahan terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam cukup sebagai bantahan terhadapnya, yaitu “Tanda-tanda mereka (Khawarij) adalah mencukur rambut (maksudnya orang yang masuk dalam ajaran Wahhabi, harus mencukur rambutnya)”. Karena hal itu belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari kalangan ahli bid’ah.” (Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, hal. 54).

Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:

عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ سُلَيْمَانَ التَّمِيْمِيُّ النَّجْدِيُّ وَهُوَ وَالِدُ صَاحِبِ الدَّعْوَةِ الَّتِيْ انْتَشَرَشَرَرُهَا فِي اْلأَفَاقِ لَكِنْ بَيْنَهُمَا تَبَايُنٌ مَعَ أَنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَتَظَاهَرْ بِالدَّعْوَةِ إِلاَّ بَعْدَمَوْتِ وَالِدِهِ وَأَخْبَرَنِيْ بَعْضُ مَنْ لَقِيْتُهُ عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ عَمَّنْ عَاصَرَ الشَّيْخَ عَبْدَالْوَهَّابِ هَذَا أَنَّهُ كَانَ غَاضِبًا عَلىَ وَلَدِهِ مُحَمَّدٍ لِكَوْنِهِ لَمْ يَرْضَ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالْفِقْهِكَأَسْلاَفِهِ وَأَهْلِ جِهَتِهِ وَيَتَفَرَّسُ فِيْه أَنَّهُ يَحْدُثُ مِنْهُ أَمْرٌ .فَكَانَ يَقُوْلُ لِلنَّاسِ: يَا مَا تَرَوْنَ مِنْ مُحَمَّدٍ مِنَ الشَّرِّ فَقَدَّرَ اللهُ أَنْ صَارَ مَاصَارَ وَكَذَلِكَ ابْنُهُ سُلَيْمَانُ أَخُوْ مُحَمَّدٍ كَانَ مُنَافِيًا لَهُ فِيْ دَعْوَتِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ رَدًّا جَيِّداًبِاْلآَياَتِ وَاْلآَثاَرِ وَسَمَّى الشَّيْخُ سُلَيْمَانُ رَدَّهُ عَلَيْهِ ( فَصْلُ الْخِطَابِ فِي الرَّدِّ عَلىَمُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ ) وَسَلَّمَهُ اللهُ مِنْ شَرِّهِ وَمَكْرِهِ مَعَ تِلْكَ الصَّوْلَةِ الْهَائِلَةِ الَّتِيْأَرْعَبَتِ اْلأَبَاعِدَ فَإِنَّهُ كَانَ إِذَا بَايَنَهُ أَحَدٌ وَرَدَّ عَلَيْهِ وَلَمْ يَقْدِرْ عَلَى قَتْلِهِ مُجَاهَرَةًيُرْسِلُ إِلَيْهِ مَنْ يَغْتَالُهُ فِيْ فِرَاشِهِ أَوْ فِي السُّوْقِ لَيْلاً لِقَوْلِهِ بِتَكْفِيْرِ مَنْ خَالَفَهُوَاسْتِحْلاَلِ قَتْلِهِ. اهـ (ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).

“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat, “Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahnya dengan bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya, dan membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang yang menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).

Belakangan, dari Kaum Wahhabi kontemporer tidak sedikit terlontar pernyataan tokoh-tokoh mereka yang menistakan generasi salaf secara parsial (juz’i). Contoh :
Syaikh Nashir al-Albani dalam fatwanya mengkafirkan al-Imam al-Bukhari karena melakukan ta’wil terhadap ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an. Dalam kitab al-Tawassul Ahkamuhu wa Anwa’uhu, al-Albani juga mencela Sayyidah ‘Aisyah, dan menganggapnya tidak mengetahui kesyirikan.

Syaikh Ahmad bin Sa’ad bin Hamdan al-Ghamidi, menganggap al-Imam al-Hafizh al-Lalika’i, pengarang kitab Syarh Ushul I’tiqad Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, tidak bersih dari kesyirikan. Demikian sekelumit contoh penistaan tokoh-tokoh Wahhabi terhadap generasi salaf dan para ulama terkemuka secara parsial.
Demikian pernyataan ulama terkemuka dari empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, yang menegaskan bahwa golongan Wahhabi termasuk Khawarij bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Tentu saja masih terdapat ratusan ulama lain dari madzhab Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menyatakan bahwa Wahhabi itu Khawarij dan tidak mungkin kami kutip semuanya.

Pesan buat sahabat… berhati2lah wahai saudara ku,dengan kelicikan kaum penyesat ummat itu, jangan mudah tertipu dengan kata2 manis mereka, tapi lihatlah dulu maksud dari nya ,karena kebusukan2 mereka semua di balut dengan kata2/istilah yang menggugah hati.

NU berbeda akidah dengan wahabi ! ini bukti kongkret Akidah Wahabi adalah akidah Yahudi

BARANG SIAPA MENGUCAPKAN SESUATU YANG BUKAN KEAHLIANNYA MAKA AKAN MENIMBULKAN PETAKA.
Yuk lihat buktinya: Mereka menuduh Syi’ah ahli taqiyyah…
Menggelikan, sungguh menggelikan,  tokoh wahabi telah melakukan sesuatu yang aneh tapi lucu.

Akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya disembunyikan ketika mereka berdakwah
Para pembaca sekalian, mungkin banyak yang tidak mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya akidah wahabi-salafi yang mereka sembunyikan, orang-orang awam pada umumnya hanya mengetahui bahwa akidah mereka menetapkan sifat-sifat Allah yang ada dalam al-Quran dan menghindari takwil karena takwil bagi mereka adalah perbuatan Yahudi.

Apalagi orang-orang yang telah menjadi doktrin mereka atau tertarik ajaran mereka sebab topeng yang mereka gunakan dengan slogan kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan, maka sudah pasti akan melihat ajaran dan akidah mereka murni ajaran tauhid yang suci. Usaha keras untuk memberantas segala bentuk kesyirikan yang ada dan telah merata di seluruh permukaan bumi ini.

Tapi tidak bagi kaum NU, mereka kan mampu mengetahui dan melihat misi jahat yang diselipkan di belakang slogan wahabi itu. Seiring waktu berjalan, semakin terlihat, semakin terbongkar akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya, semakin tercium dan tampak persamaan akidah wahabi-salafi dan Yahudi. Mereka secara lahir menampakkan pada kaum muslimin permusuhan pada Yahudi, tapi secara sembunyi berteman akrab dengan Yahudi.

Tulisan lalu saya akan bongkar untuk pembaca akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya yaitu “ AKIDAH WAHABI-SALAFI ADALAH AKIDAH YAHUDI “.

Tidak perlu saya mengambil sumber dari kitab-kitab para ulama ahlus sunnah yang menceritakan akidah wahabi. Jika saya nukil dari para ulama ahlu sunnah tentang perkataan tasybih dan tajsim mereka, maka mungkin mereka masih bisa menolak dan mengelak, mereka akan mengatakan itu fitnah dan tuduhan yang tak berdasar pada syaikh-syaikh kami, tapi saya akan tampilkan dengan bukti-bukti kuat akurat yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama mereka sendiri yang sudah mereka cetak, terutama Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Darimi (bukan ad-Darimi sunni pengarang kitab sunan), Albani, Ibnu Utsaimin dan yang lainnya, Yang tak akan mampu mereka bantah.

Saya pernah menampilkan bukti-bukti kongkrit ini semata-mata hanya untuk suadara-saudaraku yang telah terpengaruh dengan akidah wahabi. Dan petunjuk hanyalah dari Allah Swt.
Jika masih ada wahabi yang membantah bukti dan penjelasan nyata ini, maka ibarat orang yang berusaha menutupi cahaya matahari yang terang benderang di sinag hari dengan segenggam tangannya.

Usaha penyatuan Sunni-Syiah akan berhasil, dengan syarat wahabi  bersedia membuka ‘baju’  wahabi yang mereka pakai. Kemudian bersama menghormati ahl al-bait sesuai kewajaran, lalu duduk bersama membahas mana permasalahan yang boleh terjadi perbedaan pendapat dan mana yang tidak. Jika ini tak terwujud, maka hadits Nabi yang mengatakan bahwa “ummatku tidak akan bersepakat di dalam kesesatan” akan terwujud pada usaha penyatuan Sunni-Syiah.

WAHABi menuduh syi’ah sebagai KAUM PELAKNAT SAHABAT.
Ternyata syi’ah lebih dekat dengan NU daripada dengan wahabi.
NU berbeda akidah dengan wahabi ! ini bukti kongkret Akidah Wahabi adalah akidah Yahudi.


NU: Nahdliyin Tak Boleh Ikut  Wahabi.
“Jangan sampai,” tegas Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siradj.

KH. Said Agil Siraj dan KH. Slamet Effendi Yusuf.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siradj, meminta kepada warga Nahdliyin agar tidak terseret gerakan Negara Islam Indonesia dan paham Wahabi.“Anak-anak Muslimat NU jangan sampai terlibat NII dan doktrin Wahabi yang antitahlil, antikubur (memegahkan kuburan). Jangan sampai. Jaga anak-anak, ya,” kata Said Aqil saat memberikan sambutan pada Kongres ke-16 Muslimat NU di Bandar Lampung, Kamis, 14 Juli 2011.

NU VS SALAFI WAHABI.
Konflik antara salafy dengan NU bukanlah konflik yang baru, namun sudah hampir mendarah daging. Warga NU baik di kota maupun pedesaan, baik yang liberal maupun yang tradisional, sepakat menolak segala bentuk pemahaman salafy, atau yang biasa mereka sebut sebagai “wahabi”.

Bukti kongkret Akidah Salafi – Wahabi adalah akidah Yahudi.


Bukti Kongkrit Akidah wahabi-salafi adalah Akidah Yahudi.
Para pembaca sekalian, mungkin banyak yang tidak mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya akidah wahabi-salafi, orang-orang awam pada umumnya hanya mengetahui bahwa akidah mereka menetapkan sifat-sifat Allah yang ada dalam al-Quran dan menghindari takwil karena takwil bagi mereka adalah perbuatan Yahudi.

Apalagi orang-orang yang telah menjadi doktrin mereka atau tertarik ajaran mereka sebab topeng yang mereka gunakan dengan slogan kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan, maka sudah pasti akan melihat ajaran dan akidah mereka murni ajaran tauhid yang suci. Usaha keras untuk memberantas segala bentuk kesyirikan yang ada dan telah merata di seluruh permukaan bumi ini.

Tapi tidak bagi kaum NU, mereka kan mampu mengetahui dan melihat misi jahat yang diselipkan di belakang slogan wahabi itu. Seiring waktu berjalan, semakin terlihat, semakin terbongkar akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya, semakin tercium dan tampak persamaan akidah wahabi-salafi dan Yahudi. Mereka secara lahir menampakkan pada kaum muslimin permusuhan pada Yahudi, tapi secara sembunyi berteman akrab dengan Yahudi.

Pada kali ini, saya akan bongkar untuk pembaca akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya yaitu “ AKIDAH WAHABI-SALAFI ADALAH AKIDAH YAHUDI “.

Tidak perlu saya mengambil sumber dari kitab-kitab para ulama ahlus sunnah yang menceritakan akidah wahabi. Jika saya nukil dari para ulama ahlu sunnah tentang perkataan tasybih dan tajsim mereka, maka mungkin mereka masih bisa menolak dan mengelak, mereka akan mengatakan itu fitnah dan tuduhan yang tak berdasar pada syaikh-syaikh kami, tapi saya akan tampilkan dengan bukti-bukti kuat akurat yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama mereka sendiri yang sudah mereka cetak, terutama Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Darimi (bukan ad-Darimi sunni pengarang kitab sunan), Albani, Ibnu Utsaimin dan yang lainnya, Yang tak akan mampu mereka bantah.

Saya hanya menampilkan bukti-bukti kongkrit ini semata-mata hanya untuk suadara-saudaraku yang telah terpengaruh dengan akidah wahabi. Dan petunjuk hanyalah dari Allah Swt.
Jika masih ada wahabi yang membantah bukti dan penjelasan nyata ini, maka ibarat orang yang berusaha menutupi cahaya matahari yang terang benderang di sinag hari dengan segenggam tangannya.

1. Akidah Yahudi :
Di dalam naskah kitab Taurat yang sudah dirubah yang merupakan asas akidah Yahudi yang mereka namakan “ SAFAR AL-MULUK “ Al-Ishah 22 nomer : 19-20 disebutkan :

و قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عن يمينه و عن يساره

“ Dan berkata “ Dengarkanlah, ucapan Tuhan..aku telah melihat Tuhanku duduk di atas kursinya dan semua pasukan langit berdiri di hadapannya dari sebelah kanan dan kirinya “.

Dalam kitab mereka yang berjudul “ SAFAR AL-MAZAMIR “ Al-Ishah 47 nomer 8 disebutkan :

الله جلس على كرسي قدسه

“ Allah duduk di atas kursi qudusnya “.

Akidah wahabi-salafi :
Di dalam kitab andalan wahabi-salafi yaitu Majmu’ al-Fatawa Ibnu Taimiyyah al-Harrani imam wahabi juz 4 halaman 374 :

إن محمدا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه

“ Sesungguhnya Muhammad Rasulullah didudukkan Allah di atas Arsy bersama Allah “.

Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ halaman 400 cetakan Dar al-‘Ashimah disebutkan bahwasanya Ibnu Taimiyyah berkata :

فما جاءت به الأثار عن النبى من لفظ القعود و الجلوس فى حق الله تعالى كحديث جعفر بن أبى طالب وحديث عمر أولى أن لا يماثل صفات أجسام العباد

“ Semua hadits yang datang dari Nabi dengan lafadz qu’ud dan julus (duduk) bagi Allah seperti hadits Ja’far bin Abi Thalib dan hadits Umar, lebih utama untuk tidak disamakan dengan anggota tubuh manusia “.

Dalam halaman yang sama Ibnu Taimiyyah berkata :

إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سمع له أطيط كأطيط الرحل الجديد

“ Jika Allah duduk di atas kursi, maka terdengarlah suara suara saat duduk sebagaimana suara penunggang bintang tunggangan karena beratnya ”.

Kitab tersebut dicetak di Riyadh tahun 1993, penerbit Dar al-‘Ashimah yang dita’liq oleh Muhammad al-Khamis.

Di dalam kitab ad-Darimi (bukan ulama sunni al-Hafdiz ad-Darimi pengarang hadits sunan) halaman 73 disebutkan :

هبط الرب عن عرشه إلى كرسيه

“ Allah turun dari Arsy ke kursinya “.

Kitab itu terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah yang dita’liq oleh Muhamamd Hamid al—Faqiy.
Kitab ad-Darimi (al-wahhabu) ini dipuji-puji oleh Ibnu Taimiyyah dan menganjurkannya untuk dipelajari, sebab inilah wahabi menjadi taqlid buta.

Tapi akidah mereka ini disembunyikan dan tidak pernah dipublikasikan ke khalayak umum.
Sekedar info : Lafadz duduk bagi Allah tidak pernah ada dalam al-Quran dan hadits.

2. Akidah Yahudi :
Di dalam naskah Taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan “ Safar at-Takwin Ishah pertama nomer : 26-28 disebutkan :

و قال الله نعمل الإنسان على صورتنا على شبهنا… فخلق الله الإنسان على صورته على صورة الله خلقه ذكرا و أنثى خلقهم

“ Allah berkata ; “ Kami buat manusia dengan bentuk dan serupa denganku…lalu Allah menciptakan manusia dengan bentuknya, dengan bentuk Allah, dia menciptakan laki-laki dan wanita “.

Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Aqidah ahlu Iman fii Khalqi Adam ‘ala shurati ar-Rahman “ karya Hamud bin Abdullah at-Tuajari syaikh wahabi, yang dicetak di Riyadh oleh penerbit Dar al-Liwa cetakan kedua, disebutkan dalam halama 16 :

قال ابن قتيبة: فرأيت في التوراة: إن الله لما خلق السماء و الأرض قال: نخلق بشرا بصورتنا

“ Berkata Ibnu Qathibah “ Lalu aku melihat di dalam Taurat : “ Sesungguhnya Allah ketika menciptakan langit dan bumi, Dia berkata : “ Kami ciptakan manusia dengan bentukku “.

Pada halaman berikutnya di halaman 17 disebutkan :

و في حديث ابن عباس: إن موسى لما ضرب الحجر لبني إسرائيل فتفجر و قال: اشربوا يا حمير فأوحى الله إليه: عمدت إلى خلق من خلقي خلقتهم على صورتي فتشبههم بالحمير ، فما برح حتى عوتب

“ Di dalam hadits Ibnu Abbas : “ Sesungguhnya Musa ketika memukul batu untuk Bani Israil lalu keluar air dan berkata : “ Minumlah wahai keledai, maka Allah mewahyukan pada Musa “ Engkau telah mencela satu makhluk dari makhlukku yang Aku telah ciptakan mereka dengan rupaku, lalu engkau samakan mereka dengan keledai “ Musa terus ditegor oleh Allah “.

Naudzu billah dari pendustaan pada Allah dan pada para nabi-Nya.

Akidah Yahudi :
Disebutkan dalam kitab Yahudi yang mereka namakan “ Safar Khuruj “ ishah 19 nomer : 3-6 :

فناداه الرب من الجبل … فالآن إن سمعتم لصوتي و حفظتم عهدي

“ Maka Tuhan memanggil kami dari bukit….sekarang jika kalian mendengar suaraku dan menjaga janjiku “.

Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Fatawa al-Aqidah “ karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang dicetak Maktabah as-Sunnah cetakan pertama tahun 1992 di Mesir, pada halaman 72 Ibnu Utsaimin berkata :

في هذا إثبات القول لله و أنه بحرف و صوت ، لأن أصل القول لا بد أن يكون بصوت فإذا أطلق القول فلا بد أن يكون بصوت

“ Dalam hal ini dijelaskan adanya penetapan akan ucapan Allah Swt. Dan sesungguhnya ucapan Allah itu berupa huruf dan suara. Karena asli ucapan itu harus adanya suara. Maka jika dikatakan ucapan, maka sudah pasti ada suara “.

3. Akidah Yahudi :
Di dalam kitab taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan dengan “ SAFAR ISY’IYA “ Ishah 25 nomer 10, Yahudi berkata :

لأن يد الرب تستقر على هذا الجبل

“ Sesungguhnya tangan Tuhan istiqrar / menetap di gunung ini “

Akidah wahabi :
dalam kitab Fatawa al-Aqidah karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang diterbitkan oleh Maktabah as-Sunnah cetakan pertama halaman 90, al-Utsaimin berkata :

و على كل فإن يديه سبحانه اثنتان بلا شك ، و كل واحدة غير الأخرى ، و إذا وصفنا اليد الأخرى بالشمال فليس المراد أنها أنقص من اليد اليمنى

“ kesimpulannya, sesungguhnya kedua tangan Allah itu ada dua tanpa ragu lagi. Satu tangannya berlainan dari tangan satunya. Jika kita sifatkan tangan Allah dengan sebelah kiri, maka yang dimaksud bukanlah suatu hal yang kurang dari tangan kanannya “.

4 Akidah Yahudi :
Di dalam kitab Yahud “ Safar Mazamir “ Ishah 2 nomer : 4 disebutkan :

الساكن في السموات يضحك الرب

“ Yang tinggal di langit, Tuhan sedang tertawa “.

Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ cetakan Dar al-’Ashimah halaman 182, Ibnu Taimiyyah berkata:

أن الله فوق السموات بذاته

“ Sesungguhnya Allah itu di atas langit dengan Dzatnya “

Di dalam kitab “ Qurrah Uyun al-Muwahhidin “ karya Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab (cicit Muhammad bin Abdul wahhab), cetakan Maktabah al-Muayyad tahun 1990 cetakan pertama, halaman 263 disebutkan:

أجمع المسلمون من أهل السنة على أن الله مستو على عرشه بذاته…استوى على عرشه بالحقيقة لا بالمجاز
“ Sepakat kaum muslimin dari Ahlus sunnah bahwa sesungguhnya Allah beristiwa di Arsy dengan dzat-Nya…Allah beristiwa di atas Arsy secara hakekat bukan majaz “.

Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakiniTuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi.

Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakini Tuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi. Dan jika saya beberkan semuanya, maka akan menjadi lembaran yang sangat banyak. Cukup yang singkat sedikit ini membuktikan bahwa akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya adalah akidah Yahudi.


Menelanjangi Kesesatan Salafi Wahabi
Judul: Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi
Penulis: Syaikh Idahram
Penerbit: LKiS Yogyakarta
Cetakan: I, 2011 
Tebal: 340 halaman, 13,5 x 20,5 cm 
ISBN: 602-8995-02-3

Peresensi: Hairul Anam
Selama ini, kaum Salafi Wahabi selalu getol menyesatkan umat Islam yang tak selaras dengan ideologinya. Mereka cenderung melakukan beragam cara, terutama melalui tindakan-tindakan anarkis yang meresahkan banyak kalangan.

Padahal, ketika dilakukan kajian mendalam, justru Salafi Wahabi-lah yang sarat dengan pemahaman menyesatkan. Sesat karena berbanding terbalik dengan ajaran Islam yang terkandung di dalam hadis dan al-Qur’an. Setidaknya, buku ini memberikan gambaran jelas akan hal itu.

Buku berjudul Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi, ini secara komprehensif mengungkap kesesatan pemikiran para ulama yang menjadi panutan utama kaum Salafi Wahabi. Didalamnya dijelaskan betapa para ulama Salafi Wahabi itu menggerus otentisitas ajaran Islam, disesuaikan dengan kepentingan mereka. Terdapat tiga tokoh utama Salafi Wahabi: Ibnu Taimiyah al-Harrani, Muhammad Ibnu Abdul Wahab, dan Muhammad Nashiruddin al-Albani. Pemikiran mereka nyaris tidak membangun jarak dengan kerancuan serta beragam penyimpangan.

Penyimpangan yang dilakukan Ibnu Taimiyah (soko guru Salafi Wahabi) ialah meliputi spirit menyebarkan paham bahwa zat Allah sama dengan makhluk-Nya, meyakini kemurnian Injil dan Taurat bahkan menjadikannya referensi, alam dunia dan makhluk diyakini kekal abadi, membenci keluarga Nabi, menghina para sahabat utama Nabi, melemahkan hadis yang bertentangan dengan pahamnya, dan masih banyak lagi lainnya.

Dalam pada itu, wajar manakala ratusan ulama terkemuka dari berbagai mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Ja’fari/Ahlul Bait, dan Syiah Itsna Asyariah) sepakat atas kesesatan Ibnu Taimiyah, juga kesesatan orang-orang yang mengikutinya, kaum Salafi Wahabi. Lihat di antaranya kitab al-Wahhabiyah fi Shuratiha al-Haqiqiyyah karya Sha’ib Abdul Hamid dan kitab ad-Dalil al-Kafi fi ar-Raddi ‘ala al-Wahhabi karya Syaikh Al-Bairuti. (hal. 90).

Sebagai penguat dari fenomena itu, terdapat ratusan tokoh ulama, ahli fikih dan qadhi yang membantah Ibnu Taimiyah. Para ulama Indonesia pun ikut andil dalam menyoroti kesesatan Ibnu Taimiyah ini, seperti  KH Muhammad Hasyim Asy’ari (Rais ‘Am Nahdhatul Ulama dari Jombang Jawa Timur), KH. Abu al-Fadhl (Tuban Jawa Timur), KH. Ahmad Abdul Hamid (Kendal Jawa Tengah), dan ulama-ulama nusantara tersohor lainnya.

Pendiri Salafi Wahabi, Muhammad Ibnu Abdul Wahab, juga membiaskan pemikiran yang membuat banyak umat Islam galau kehidupannya. Ragam nama dan pemikiran ulama yang menguak penyimpangannya dimunculkan secara terang-terangan dalam buku ini, dilengkapi dengan argumentasi yang nyaris tak bisa terpatahkan.

Dibanding Ibnu Taimiyah, sikap keberagamaan Abdul Wahab tak kalah memiriskan. Ada sebelas penyimpangan Abdul Wahab yang terbilang amat kentara. Yakni: Mewajibkan umat Islam yang mengikuti mazhabnya hijrah ke Najd, mengharamkan shalawat kepada Nabi, menafsirkan al-Qur’an & berijtihad semaunya, mewajibkan pengikutnya agar bersaksi atas kekafiran umat Islam, merasa lebih baik dari Rasulullah, menyamakan orang-orang kafir dengan orang-orang Islam, mengkafirkan para pengguna kata “sayyid”, mengkafirkan ulama Islam di zamannya secara terang-terangan, mengkafirkan imam Ibnu Arabi, Ibnu Sab’in dan Ibnu Faridh, mengkafirkan umat Islam yang tidak mau mengkafirkan, dan memuji kafir Quraisy-munafik-murtad tapi mencaci kaum Muslimin. (hal. 97-120).

Nasib Abdul Wahab tidak jauh beda dengan Ibnu Taimiyah; ratusan tokoh ulama sezaman dan setelahnya menyatakan kesesatannya. Di antara para ulama yang menyatakan hal itu adalah ulama terkenal Ibnu Abidin al-Hanafi di dalam kitab Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar. Juga Syaikh ash-Shawi al-Mishri dalam hasyiah-nya atas kitab Tafsir al-Jalalain ketika membahas pengkafiran Abdul Wahab terhadap umat Islam.

Searah dengan Ibnu Taimiyah dan Abdul Wahab, Muhammad Nashiruddin al-Albani melakukan tindakan yang membentur kemurnian ajaran Islam. Ia telah mengubah hadis-hadis dengan sesuatu yang tidak boleh menurut Ulama Hadis. Sehingga, sebagaimana diakui Prof Dr Muhammad al-Ghazali, al-Albani tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam menetapkan nilai suatu hadis, baik shahih maupun dhaif.

Selain ketiga ulama di atas, ada 18 ulama Salafi Wahabi yang juga diungkap dalam buku ini. Mereka telah menelorkan banyak karya dan memiliki pengaruh besar terhadap konstelasi pemikiran kaum Salafi Wahabi. Di samping itu, Syaikh Idahram juga menghimbau agar umat Islam mewaspadai terhadap tokoh Salafi Wahabi generasi baru. Mereka adalah anak murid para ulama Salafi Wahabi. Secara umum, mereka berdomisili di Saudi Arabia.

Menariknya, buku ini kaya perspektif. Referensi yang digunakannya langsung merujuk pada sumber utama. Data-datanya terbilang valid. Validitas data tersebut dapat dimaklumi, mengingat karya fenomenal ini berpangkal dari hasil penelitian selama sembilan tahun, mulai 2001 sampai 2010. Selamat membaca!
Ibnu Taimiyyah dan wahabi Menshahihkan Hadis mungkar(“Nabi Melihat Allah SWT Dalam Bentuk Pemuda Amrad”) dan mengunakannya untuk masalah aqidah.

Kali ini hadis yang akan dibahas adalah hadis ru’yatullah riwayat Ibnu Abbas. Hadis ini juga tidak lepas dari kemungkaran yang nyata dengan lafaz “Melihat Allah SWT dalam bentuk pemuda amrad (yang belum tumbuh jenggot dan kumisnya)”.Tetapi anehnya hadis dengan lafaz mungkar ini tidak segan-segan dinyatakan shahih oleh syaikh salafy wahabi dan syaikh salafy yang terkenal Ibnu Taimiyyah.

Takhrij Hadis Ibnu Abbas:

ثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن عكرمة عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم رأيت ربي جعدا امرد عليه حلة خضراء

Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku melihat Rabbku dalam bentuk pemuda amrad berambut keriting dengan pakaian berwarna hijau”.

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asmaa’ was Shifaat no 938, Ibnu Ady dalam Al Kamil 2/260-261, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 13/55 biografi Umar bin Musa bin Fairuz, Adz Dzahabi dalam As Siyaar 10/113 biografi Syadzaan, Abu Ya’la dalam Ibthaalut Ta’wiilat no 122, 123, 125, 126,127 ,129, dan 143 (dengan sedikit perbedaan pada lafaznya), Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah no 15. Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas. Sedangkan yang meriwayatkan dari Hammad adalah Aswad bin Amir yakni Syadzaan (tsiqat dalam At Taqrib 1/102), Ibrahim bin Abi Suwaid (tsiqat oleh Abu Hatim dalam Al Jarh wat Ta’dil 2/123 no 377), Abdush Shamad bin Kaisan atau Abdush Shamad bin Hasan (shaduq oleh Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 6/51 no 272).

Hadis ini maudhu’ dengan sanad yang dhaif dan matan yang mungkar. Hadis ini mengandung illat
* Hammad bin Salamah, ia tidak tsabit riwayatnya dari Qatadah. Dia walaupun disebutkan sebagai perawi yang tsiqah oleh para ulama, dia juga sering salah karena kekacauan pada hafalannya sebagaimana yang disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 14 dan At Taqrib 1/238. Disebutkan dalam Syarh Ilal Tirmidzi 2/164 yang dinukil dari Imam Muslim bahwa Hammad bin Salamah banyak melakukan kesalahan dalam riwayatnya dari Qatadah. Oleh karena itu hadis Hammad bin Salamah dari Qatadah ini tidak bisa dijadikan hujjah apalagi jika menyendiri dan lafaznya mungkar.

* Tadlis Qatadah, Ibnu Hajar telah menyebutkannya dalam Thabaqat Al Mudallisin no 92 sebagai mudallis martabat ketiga, dimana Ibnu Hajar mengatakan bahwa pada martabat ketiga hadis perawi mudallis tidak dapat diterima kecuali ia menyebutkan penyimakannya dengan jelas. Dalam Tahrir At Taqrib no 5518 juga disebutkan bahwa hadis Qatadah lemah kecuali ia menyebutkan sama’ nya dengan jelas. Dalam hadis ini Qatadah meriwayatkan dengan ‘an ‘anah sehingga hadis ini lemah.

Kelemahan sanad hadisnya ditambah dengan matan yang mungkar sudah cukup untuk menyatakan hadis ini maudhu’ sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal no 15. Kemungkaran hadis ini juga tidak diragukan lagi bahkan diakui oleh Baihaqi dan Adz Dzahabi dalam As Siyaar. Bashar Awad Ma’ruf dalam tahqiqnya terhadap kitab Tarikh Baghdad 13/55 menyatakan hadis ini maudhu’.

Ibnu Taimiyyah dan Syaikh wahabi ikut-ikutan menshahihkan hadis Ibnu Abbas ini. Ibnu taymiyah dan wahabi dengan jelas menyatakan shahih marfu’ hadis dengan lafal pemuda amrad dalam kitabnya Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

 Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah.

Dan ini penggalan kitab tersebut juz 7 hal 290 dimana Ibnu Taimiyyah menshahihkan hadis Ru’yah dengan lafal pemuda amrad.

Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

Tentu saja fenomena ini adalah keanehan yang luar biasa. Bagaimana mungkin mereka begitu berani menshahihkan hadis tersebut bahkan mengecam orang yang mengingkarinya dan menggunakannya dalam masalah aqidah.

Inilah tuhan kaum hindu (dajjal kriting dari india ‘sami baba’) sama dengan tuhan yang dinanti nantikan oleh kaum mujasimmah wahabi :


tapi sayang sai baba sudah mampus. 
AQIDAH WAHHABI: “ALLAH SERUPA DENGAN NABI ADAM”. (berbukti)
INILAH AKIDAH SESAT WAHHABI YANG DISEBARKAN OLEH WAHHABI SEKARANG :” ALLAH SERUPA, SAMA & SEPERTI NABI ADAM “.


DI ATAS ADALAH COVER MUKA DEPAN KITAB WAHHABI YANG BERJUDUL: “AQIDAH AHL IMAN FI KHOLQI ADAM ‘ALA SURATIR RAHMAN”.

DALAM KITAB WAHHABI TERSEBUT MEREKA MENDAKWA BAHAWA RUPA BENTUK GAYA DAN DIRI ALLAH ITU SAMA DAN SERUPA DENGAN BENTUK RUPA NABI ADAM. NA’UZUBILLAH.

INILAH BUKTI BAHAWA WAHHABI SEMEMANGNYA MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK SEDANGKAN TIADA SATU AYAT ATAU HADITH PUN YANG MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK DAN TIADA SATU NAS YANG SAHIH PUN MENYATAKAN “RUPA BENTUK ALLAH SERUPA DENGAN RUPA BENTUK NABI ADAM”.LIHATLAH PADA TAJUK KITAB TERSEBUT IANYA AMAT MENGERIKAN DAN JELAS WAHHABI MENYATAKAN “ALLAH SERUPA DENGAN MAKHLUK”.

Saya (husain ardilla) menyatakan: Inilah sejenis bukti pengakuan wahhabi sendiri yang diakui oleh pendokongnya bahawa akidah mereka sememangnya adalah Allah serupa dengan makhluk.

Ketahuilah bahawa akidah Islam sebenar Allah tidak menyerupai makhlukNya dan Allah tidak bersifat rupa paras mahupun rupa bentuk.Dan saya mengatakan akidah tersebut adalah ruh akidah Yahudi sendiri. Ini kerana Yahudi juga mendakwa Allah Berbentuk dan Allah mencipta manusia seperti rupa parasNya.


Lihat akidah yahudi tersebut di : http://www.arabicbible.com/bible/ot/gen/1.htm


Dalam kitab orang Yahudi berjudul Muqaddas Awwal Safar Takwin Al-Ishah Awwal 26 Yahudi mendakwa فخلق الله الانسان على صورته dan Yahudi juga mendakwa على صورة الله خلق

Kedua-dua akidah yahudi itu amat jelas menyatakan Allah mencipta manusia seperti rupa bentuk Allah. Wahhabi juga berakidah sedemikian. Subhanallah.

BIN BAZ AL-WAHHABI PADA KITAB TERSEBUT TELAH MEMUJI AKIDAH TAJSIM YANG MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK.(1)



BIN BAZ AL-WAHHABI AKIDAH TAJSIM (2)


DI ATAS ADALAH COP DAN PENGAKUAN DARI AL-WAHHABI ABDUL AZIZ BIN BAZ BAHAWA KITAB WAHHABI TADI YANG MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK DAN RUPA BENTUK ALLAH ITU SAMA DENGAN RUPA BENTUK NABI ADAM MERUPAKAN AKIDAH YANG DIBAWA OLEH KESEMUA WAHHABI TERMASUK KESEMUA WAHHABI DI MALAYSIA.

INI ISI KANDUNGAN KITAB WAHHABI TERSEBUT YANG JELAS MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK.

DI ATAS ADALAH ISI KANDUNGAN KITAB WAHHABI TADI YANG DIAKUI OLEH BIN BAZ AL-WAHHABI MENYATAKAN AKIDAH MEREKA BAHAWA ALLAH SERUPA DENGAN MANUSIA DAN SERUPA DENGAN SEGALA MAKHLUK-MAKHLUKNYA SERTA WAHHABI MENGUNAKAN HUJAH DARI YAHUDI KITAB TAURAT (MUHARRAFAH) YANG TELAH DITUKAR DAN DIUBAH. WAHHABI TIDAK MENGUNAKAN ALQURAN DAN HADITH TETAPI MENGUNAKAN KENYATAAN YAHUDI DALAM HAL ASAS AKIDAH. PERHATIKAN PADA LINE YANG TELAH DIMERAHKAN AMAT JELAS KESEMUA WAHHABI MENDAKWA ALLAH MENCIPTA MANUSIA SERUPA DENGAN DIRI ALLAH SENDIRI. INILAH AKIDAH MUJASSIMAH AL-YAHUDIYAH YANG DIHIDUPKAN OLEH AL-WAHHABIYAH.

semoga Allah memberi hidayah iman kepada Wahhabi.

2.  Ibnu Taimiyyah dan wahabi Menshahihkan Hadis mungkar(“Nabi Melihat Allah SWT Dalam Bentuk Pemuda Amrad”) dan mengunakannya untuk masalah aqidah

Kali ini hadis yang akan dibahas adalah hadis ru’yatullah riwayat Ibnu Abbas. Hadis ini juga tidak lepas dari kemungkaran yang nyata dengan lafaz “Melihat Allah SWT dalam bentuk pemuda amrad (yang belum tumbuh jenggot dan kumisnya)”.Tetapi anehnya hadis dengan lafaz mungkar ini tidak segan-segan dinyatakan shahih oleh syaikh salafy wahabi dan syaikh salafy yang terkenal Ibnu Taimiyyah.

Takhrij Hadis Ibnu Abbas:

ثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن عكرمة عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم رأيت ربي جعدا امرد عليه حلة خضراء

Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku melihat Rabbku dalam bentuk pemuda amrad berambut keriting dengan pakaian berwarna hijau”.

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asmaa’ was Shifaat no 938, Ibnu Ady dalam Al Kamil 2/260-261, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 13/55 biografi Umar bin Musa bin Fairuz, Adz Dzahabi dalam As Siyaar 10/113 biografi Syadzaan, Abu Ya’la dalam Ibthaalut Ta’wiilat no 122, 123, 125, 126,127 ,129, dan 143 (dengan sedikit perbedaan pada lafaznya), Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah no 15. Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas.

Sedangkan yang meriwayatkan dari Hammad adalah Aswad bin Amir yakni Syadzaan (tsiqat dalam At Taqrib 1/102), Ibrahim bin Abi Suwaid (tsiqat oleh Abu Hatim dalam Al Jarh wat Ta’dil 2/123 no 377), Abdush Shamad bin Kaisan atau Abdush Shamad bin Hasan (shaduq oleh Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 6/51 no 272).

Hadis ini maudhu’ dengan sanad yang dhaif dan matan yang mungkar. Hadis ini mengandung illat.
* Hammad bin Salamah, ia tidak tsabit riwayatnya dari Qatadah. Dia walaupun disebutkan sebagai perawi yang tsiqah oleh para ulama, dia juga sering salah karena kekacauan pada hafalannya sebagaimana yang disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 14 dan At Taqrib 1/238. Disebutkan dalam Syarh Ilal Tirmidzi 2/164 yang dinukil dari Imam Muslim bahwa Hammad bin Salamah banyak melakukan kesalahan dalam riwayatnya dari Qatadah. Oleh karena itu hadis Hammad bin Salamah dari Qatadah ini tidak bisa dijadikan hujjah apalagi jika menyendiri dan lafaznya mungkar.

* Tadlis Qatadah, Ibnu Hajar telah menyebutkannya dalam Thabaqat Al Mudallisin no 92 sebagai mudallis martabat ketiga, dimana Ibnu Hajar mengatakan bahwa pada martabat ketiga hadis perawi mudallis tidak dapat diterima kecuali ia menyebutkan penyimakannya dengan jelas. Dalam Tahrir At Taqrib no 5518 juga disebutkan bahwa hadis Qatadah lemah kecuali ia menyebutkan sama’ nya dengan jelas. Dalam hadis ini Qatadah meriwayatkan dengan ‘an ‘anah sehingga hadis ini lemah.

Kelemahan sanad hadisnya ditambah dengan matan yang mungkar sudah cukup untuk menyatakan hadis ini maudhu’ sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal no 15. Kemungkaran hadis ini juga tidak diragukan lagi bahkan diakui oleh Baihaqi dan Adz Dzahabi dalam As Siyaar. Bashar Awad Ma’ruf dalam tahqiqnya terhadap kitab Tarikh Baghdad 13/55 menyatakan hadis ini maudhu’.

Ibnu Taimiyyah dan Syaikh wahabi ikut-ikutan menshahihkan hadis Ibnu Abbas ini. Ibnu taymiyah dan wahabi dengan jelas menyatakan shahih marfu’ hadis dengan lafal pemuda amrad dalam kitabnya Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah.

Dan ini penggalan kitab tersebut juz 7 hal 290 dimana Ibnu Taimiyyah menshahihkan hadis Ru’yah dengan lafal pemuda amrad.

Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

Tentu saja fenomena ini adalah keanehan yang luar biasa. Bagaimana mungkin mereka begitu berani menshahihkan hadis tersebut bahkan mengecam orang yang mengingkarinya dan menggunakannya dalam masalah aqidah.

Anda jangan terperanjat jika kami katakan akidah Salafi Wahabi itu sangat mirip dengan akidah Yahudi dan Nasrani. Benarkah demikian? Mari kita buktikan bersama!

Akidah tajsim dan tasybih telah menggelincirkan Salafi Wahabi hingga pada suatu keyakinan bahwa Allah seperti sosok seorang pemuda , berambut ikal , bergelombang dan mengenakan baju berwarna merah. Klaim ini dikatakan oleh Ibnu Abu Ya’la dalam kitab Thabaqat al-Hanabilah. Abu Ya’la mendasarkan pernyataan itu kepada hadits berikut :

عن عكرمة اَن الرسول صلى الله عليه وسلّم قال: راَيت ربي عزّ وجلّ شَابا امرد جعد قطط عليه حلة حمراء

“Dari Ikrimah: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah melihat Tuhanku SWT berupa seorang pemuda berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah.” (Ibnu Abu Ya’la: Thabaqat al-Hanabilah, jilid 2, halaman 39).

Sungguh keji pengaruh riwayat palsu di atas. Riwayat-riwayat palsu produk pikiran Yahudi itu kini berhasil membodohi akal pikiran para pengikut Salafi Wahabi, sehingga mereka menerima keyakinan seperti itu. Tidak diragukan lagi, hadits semacam ini adalah kisah-kisah Israiliyat yang bersumber dari orang-orang Bani Israil.

Salafi Wahabi memperjelas hadits di atas dengan hadits lain yang bercerita tentang Allah duduk di atas kursi emas, beralaskan permadani yang juga terbuat dari emas, dalam sebuah taman hijau. Singgasana (Arsy) Allah dipikul oleh empat malaikat dalam rupa yang berbeda-beda, yaitu seorang lelakisingabanteng dan burung elang. Keyakinan aneh semacam ini dipaparkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid wa Itsbat Shifat ar-Rab.

Siapakah Ibnu Khuzaimah? Dia adalah salah seorang ulama ahli hadits yang banyak dipakai oleh Salafi Wahabi untuk dijadikan referensi. Namun setelah semakin matang dalam pengembaraan intelektualnya, Ibnu Khuzaimah menyesali diri telah menulis kitab tersebut, seperti dikisahkan oleh al-Hafidz al-Baihaqi dalam kitab al-Asma wa ash-Shifat hal. 267.

Walaupun begitu, soko guru Salafi Wahabi, yaitu Ibnu Taimiyah tetap mengatakan bahwa Ibnu Khuzaimah adalah ”Imamnya Para Imam” karena menurutnya telah banyak meriwayatkan hadits-hadits ’shahih’ tetang hakikah Dzat Tuhan (padahal yang sebenarnya hadits-hadits itu kenal dengan nuansa tasybih dan hikayat Israiliyat). Oleh karena itu, ketika mengomentari sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Taimiyah berkata :
”Hadits ini telah diriwayatkah oleh ’Imamnya Para Imam’ yaitu Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid yang telah ia syaratkan untuk tidak berhujjah di dalamnya melainkan dengan hadits-hadits yang dinukil oleh perawi adil dari perawi adil lainnya, sehingga bersambung kepada Nabi SAW”  (Ibnu Taimiyah: Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah, Jilid 3, hal. 192).

Maka tak heran jika Ibnu Taimiyah pun berkeyakinan sama buruknya, seperti dalam Majmu’ Fatawa j. 4, h. 374,  Ibn Taimiyah berkata “Para ulama yang diridlai oleh Allah dan para wali-Nya telah menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad didudukan oleh Allah di atas ‘arsy bersama-Nya”.

Awalnya Ibnu Khuzaimah sangat meyakini bahwa seluruh hadits yang ia muat di dalam kitabnya adalah shahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebab menurut pengakuannya ia telah meriwayatkanya dengan sanad bersambung melalui para periwayat yang adil dan terpercaya. Demikian sebagaimana ia tegaskan di awal kitab tersebut dan juga tertulis di cover depan kitab at-Tauhid tersebut.

Gambar dibawah ini adalah scan teks tentang keyakinan tasybih dari Kitab at-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, tahkik Muhammad Khalil Harras, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon 1403 H./1983, halaman 198.

AQIDAH WAHHABI ‘ALLAH DUDUK’ = AQIDAH YAHUDI DAN NASRANI.

Ketahuilah bahwa aqidah yg dibawa oleh Wahhabi adalah aqidah yang bersumberkan dari Yahudi dan Kristiani yang coba diserapkan dalam masyarakat islam demi memecahbelah umat islam dan bertujuan agar umat islam menjadi Yahudi dan Nasoro, kemudian bersenang-senanglah Iblis bersama mereka di neraka kelak!

Inilah Yahudi dengan kerjasama penuh dari Wahhabiyah dalam menyesatkan umat islam di tanah air kita ini :
- Akidah ” Allah Duduk” Adalah Akidah Yahudi.
Dalam kitab Yahudi Safar Al-Muluk Al-Ishah 22 Nomor 19-20, Yahudi menyatakan akidah kufur di dalamnya:

قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسًا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عنيمينه و عن يساره

“Berkata : Dengarkanlah engkau kata-kata Tuhan,telah ku lihat Tuhan duduk di atas kursi dan ke semua tentera langit berdiri di sekitarnya kanan dan kiri”.

- Ibnu Taimiah ikut Membantu Yahudi Menyebarkan Akidah Yahudi ” Allah Duduk ” :
Dalam kitab Ibnu Taimiah Majmu Fatawa Jilid 4 / 374:

إن محمدًا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه

“Sesungguhnya Muhammad Rasulullah, Tuhannya mendudukkannya diatas arasy bersamaNya”.

Tidak cukup dengan itu Ibnu Taimiah turut mengunakan lafaz kufur Yahudi demi men-yahudikan umat islam :
Dalam Kitab Ibnu Taimiyah berjudul Syarh Hadith Nuzul cetakan Darul Asimah:

إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سُمِع له أطيط كأطيط الرَّحل الجديد

artinya: ” Apabila Tuhan duduk di atas kursi maka akan terdengarlah bunyi seperti kursi baru diduduki”.
Lihatlah! Yahudi berkata Allah Duduk…Ibnu Taimiyah berkata Allah Duduk.

TAPI AL-QURAN DAN HADIST NABI YANG SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN ALLAH DUDUK.
Kalau kita lihat dalam website Kristiani : http://www.hesenthisword.com/lessons/lesson5.htm
lihat pada :

عاشرا: ذكر عنه ما ورد عن الله في العهد القديم

Kristiani berkata pada nomor 7:

“الله جالس على الكرسي العالي” (اش 6 :1-10).

artinya: “Allah Duduk Di atas Kursi Yang Tinggi”.

Wahhabi Turut Membantu Menghidupkan Kekufuran Kristian Dengan Memalsukan Hadith Nabi :
DALAM KITAB WAHHABI : FATHUL MAJID SYARH KITAB AT-TAUHID KARANGAN ABDUR RAHMAN BIN HASAN AAL AS-SYEIKH DISOHIHKAN OLEH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ CETAKAN PERTAMA TAHUN 1992 BERSAMAAN 1413 MAKTABAH DARUL FAIHA DAN MAKTABAH DARUL SALAM.

Cetakan ini pada hal 356 yg tertera kenyatan kufur yg dianut oleh Wahhabi sebagai hadis ( pd hakikatnya bukan hadis Nabi ) adalah tertera dalam bahasa arabnya berbunyi:

” IZA JALASA AR-ROBBU ‘ALAL KURSI “.

Artinya : ” Apabila Telah Duduk Tuhan Di Atas Kursi “.

TETAPI AL-QURAN DAN HADITH SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN DEMIKIAN !
Perlu diketahui, Imam asy-Syafi’I pun terang-terangan menyatakan kekufuran bagi orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Ibn al Mu’allim al Qurasyi (W. 725 H) menyebutkan dalam karyanya Najm al Muhtadi menukil perkataan al Imam al Qadli Najm ad-Din dalam kitabnya Kifayah an-Nabih …fi Syarh at-Tanbih bahwa ia menukil dari al Qadli Husayn (W. 462 H) bahwa al Imam asy-Syafi’I menyatakan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

Untuk lebih jelasnya kami tuliskan ulang hadits Israiliyat yang sudah menjadi bagian dari keyakinan kaum Salafi Wahabi itu sebagai berikut :

عن عبد الله عمر بن الخطاب بعث الى عبد الله بن العبّاس يساله: هل راى محمّد صلى الله عليه وسلم ربّه؟ فارسل اِليه عبد الله بن العبّاس: ان نعم. فردّ عليه عبدالله بن عمر رسوله: ان كيف راه؟ قال: فارسل انّه راه في روضة خضراء دونه فِراش من ذهب على كرسي من ذهب يحمله اربعة من الملاىكة، ملك في صورة رجل، و ملك في صورة ثور وملك في صورة نسر، وملك في صورة اسد

….. Abdullah ibnu Umar ibnu al-Khaththab mengutus seseorang untuk menemui Ibnu Abbas menanyainya, ”Apakah Muhammad SAW melihat Tuhannya?” Maka Abdullah ibnu Abbas mengutus seseorang kepadanya untuk menjawab, ”Ya, benar. Ia melihatnya.” Abdullah ibnu Umar meminta pesuruhnya kembali kepada Ibnu Abbas untuk menanyakannya, ”Bagaimana ia melihat-Nya?”.  Ibnu Abbas menjawab melalui utusannya itu, ’Da melihat-Nya berada di sebuah taman hijau, dibawah-Nya terdapat hamparan permadani emas , Dia duduk di atas kursi terbuat dari emas yang dipikul oleh empat malaikat; malaikat berupa seorang laki-laki, malaikat berupa banteng, malaikat berupa burung elang, dan malaikat berupa singa.” (Ibnu Khuzaimah: Kitab at-Tauhid, tahkik Muhammad Khalil Harras, Dar al-Kutub al-Ilmiah, Beirut, Lebanon 1403 H./1983 M, hal. 198).

Pembaca yang budiman, Ketika kami menggabungkan hadits Abu Ya’la yang telah lalu dan hadits Ibnu Khuzaimah ini (dimana keduanya telah menjadi dogma Salafi Wahabi), kami sungguh sangat terperanjat!. Kami menjumpai adanya kesamaan antara dogma Salafi Wahabi itu dengan dogma Nashrani, dalam hal ini gambar Tuhan milik mereka. Sebuah gambar yang mengilustrasikan tentang hakikat Tuhan mereka, Yesus Kristus.

Lukisan itu sama persis dengan apa yang digambarkan oleh Salafi Wahabi, yaitu: seorang pemuda , berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah, sedang duduk di atas kursi emas di taman hijau dibawah-Nya hamparan permadani emas yang dipikul oleh empat malaikat berupa seorang laki-lakibanteng (sapi hutan)burung elang, dan singa.

Dibawah ini gambaran milik umat Kristiani tentang Yesus Kristus, silahkan Anda bandingkan dengan hadits Ya’la dan Ibnu Khuzaimah yang direkomendasikan oleh Salafi Wahabi untuk diyakini oleh setiap pengikutnya:
Perhatikanlah gambar milik kaum Nashrani di atas, tidak ada bedanya sama sekali dengan apa yang diajarkan oleh Salafi Wahabi tentang jati diri Tuhan. Apakah ajaran Salafi Wahabi tadi (yang mereka klaim berasal dari hadits shahih) adalah hasil copy paste dari ajaran orang-orang Yahudi dan Nashrani ini? Kenapa ini bisa terjadi? Karena akidah Salafi Wahabi berasal dari hadits-hadits palsu Israiliyat, yakni karangan orang-orang Bani Israil yang telah Allah sesatkan.

Oleh karenanya, sudah selayaknya kita meragukan dogma tajsim dan tasybih kaum Salafi Wahabi, sebag tajsim dan tasybih itu sangat diwanti-wanti dan dilarang dalam Islam. Terkadang, kaum Salafi Wahabi masih saja mengelak dan memutar kata dari tuduhan tajsim ini. Namun, jika yang demikian bukan tajsim, lalu yang bagaimana lagi yang dinamakan tajsim? Berhati-hatilah wahai umat Islam dari mengikuti faham mereka ini agar kita tidak terperosok dalam kemusyrikan dan kekafiran.

Namun sayangnya, semakin mereka dikritik, maka akan semakin keras menentang (mungkin karena memang seperti itulah watak asli mereka). Mereka merasa paling benar. Nyata-nyata mereka yang keliru, tetapi malah mereka yang bersikap lebih keras kepada umat Islam yang coba meluruskan, lalu menudingkan tuduhan kafir. Dalam buku mereka, Halaqat Mamnu’ah karangan Hisyam al-Aqqad dinyatakan:

من فسّر اِستوى باستولى فهو كافر

”Barang siapa yang menafsirkan kata istawa dengan istawla (menguasai), maka dia kafir.”.

Dari pemaparan ringkas di atas, Anda dapat mengerti bagaimana kualitas akal pikiran sebagian ulama Mujassimah yang menjadi rujukan Salafi Wahabi. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Ibnu al-Jauzi mensifati mereka sebagai para ahli hadits dungu. Adakah kedunguan yang melebihi kedunguan kaum yang sesekali meyakini bahwa Allah SWT duduk di sebuah kursi yang dipikul oleh empat malaikat dalam rupa berbeda-beda, sesekali meyakini bahwa Allah SWT bersemayam di atas Arasy-Nya yang ditegakkan di atas punggung delapan ekor banteng yang mengapung di atas air di sebuah rumah di atas langit ketujuh, dan sesekali meyakini bahwa Allah SWT duduk berselonjor sambil meletakkan salah satu kaki-Nyadi atas kaki-Nya yang lain? Itu semua adalah hadits-hadits palsu buatan Bani Israil yang dikenal riwayat-riwayat Israiliyat. Masihkah Salafi Wahabi tidak menyadarinya, melainkan malah menganggap dirinya yang paling benar?. La haula wa la quwwata ill billah. Semoga Allah mengilhamkan kepada kita kemurnian akidah dan kesucian keyakinan tentang sifat-sifat-Nya yang Maha Suci serta kematangan logika.

Aqidah Wahabi Menyamai Aqidah Yahudi dan Nasrani,
yaitu mereka mengatakan bahwa Allah SWT Duduk seperti Duduknya Makhluq.

Ketahuilah bahwa aqidah yg dibawa oleh Wahhabi adalah aqidah yang bersumberkan dari Yahudi dan Kristiani yang coba diserapkan dalam masyarakat islam demi memecahbelah umat islam dan bertujuan agar umat islam menjadi Yahudi dan Nasoro, kemudian bersenang-senanglah Iblis bersama mereka di neraka kelak!

Inilah Yahudi dengan kerjasama penuh dari Wahhabiyah dalam menyesatkan umat islam di tanah air kita ini :
- Akidah ” Allah Duduk” Adalah Akidah Yahudi.
Dalam kitab Yahudi Safar Al-Muluk Al-Ishah 22 Nomor 19-20, Yahudi menyatakan akidah kufur di dalamnya:

قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسًا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عنيمينه و عن يساره

“Berkata : Dengarkanlah engkau kata-kata Tuhan,telah ku lihat Tuhan duduk di atas kursi dan ke semua tentera langit berdiri di sekitarnya kanan dan kiri”.

- Ibnu Taimiah ikut Membantu Yahudi Menyebarkan Akidah Yahudi ” Allah Duduk ” :
Dalam kitab Ibnu Taimiah Majmu Fatawa Jilid 4 / 374 :

إن محمدًا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه

“Sesungguhnya Muhammad Rasulullah, Tuhannya mendudukkannya diatas arasy bersamaNya”.
Tidak cukup dengan itu Ibnu Taimiah turut mengunakan lafaz kufur Yahudi demi men-yahudikan umat islam :
Dalam Kitab Ibnu Taimiyah berjudul Syarh Hadith Nuzul cetakan Darul Asimah :

إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سُمِع له أطيط كأطيط الرَّحل الجديد

artinya: ” Apabila Tuhan duduk di atas kursi maka akan terdengarlah bunyi seperti kursi baru diduduki”.

Lihatlah! Yahudi berkata Allah Duduk…Ibnu Taimiyah berkata Allah Duduk.
TAPI AL-QURAN DAN HADIST NABI YANG SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN ALLAH DUDUK.

Kalau kita lihat dalam website Kristiani : http://www.hesenthisword.com/lessons/lesson5.htm
lihat pada :

عاشرا: ذكر عنه ما ورد عن الله في العهد القديم

Kristiani berkata pada nomor 7:

“الله جالس على الكرسي العالي” (اش 6 :1-10).

artinya: “Allah Duduk Di atas Kursi Yang Tinggi”.

Wahhabi Turut Membantu Menghidupkan Kekufuran Kristian Dengan Memalsukan Hadith Nabi :
DALAM KITAB WAHHABI : FATHUL MAJID SYARH KITAB AT-TAUHID KARANGAN ABDUR RAHMAN BIN HASAN AAL AS-SYEIKH DISOHIHKAN OLEH ABDUL AZIZ BIN ABDULLAH BIN BAZ CETAKAN PERTAMA TAHUN 1992 BERSAMAAN 1413 MAKTABAH DARUL FAIHA DAN MAKTABAH DARUL SALAM.

Cetakan ini pada hal 356 yg tertera kenyatan kufur yg dianut oleh Wahhabi sebagai hadis ( pd hakikatnya bukan hadis Nabi ) adalah tertera dalam bahasa arabnya berbunyi:

” IZA JALASA AR-ROBBU ‘ALAL KURSI “.

Artinya : ” Apabila Telah Duduk Tuhan Di Atas Kursi “.

TETAPI AL-QURAN DAN HADITH SHAHIH TIDAK PERNAH MENYATAKAN DEMIKIAN !
Perlu diketahui, Imam asy-Syafi’I pun terang-terangan menyatakan kekufuran bagi orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Ibn al Mu’allim al Qurasyi (W. 725 H) menyebutkan dalam karyanya Najm al Muhtadi menukil perkataan al Imam al Qadli Najm ad-Din dalam kitabnya Kifayah an-Nabih …fi Syarh at-Tanbih bahwa ia menukil dari al Qadli Husayn (W. 462 H) bahwa al Imam asy-Syafi’I menyatakan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, ‘Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

PBNU : Syiah, Hanya Perbedaan Cara Pandang.

- Slamet Effendy Yusuf, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengatakan, kelompok aliran Syiah tidaklah bertentangan dengan Islam. Syiah dalam Islam diakui sebagai bagian aliran beberapa mazhab yang ada. Meskipun kata dia, Syiah memiliki beberapa perbedaan terkait cara pandang. 
“MUI dalam rekomendasi pada 1984 menyatakan Syiah itu bagian dari mazhab dalam Islam, karena itu memang didalam mazhab, ada perbedaan-perbedaan tentang beberapa pandangan,” kata Slamet kepada wartawan, Senin (2/1). 
Beberapa perbedaan dalam cara pandang antara lain terkait hadis dan imamah.“Seperti pandangan terhadap hadis, kalau Sunni, semua hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat dan tabiin, oke. Sementara Syi’ah tidak. Soal Imamah di Sunni tidak mewajibkan tapi di Syiah mewajibkan, Terjemahan dalam solat antara Sunni dan Syiah ada perbedaan,” ujarnya.Slamet yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Hadis Tsaqalain.
Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian tsaqalain (dua peninggalan yang sangat berharga). yaitu: Kitabullah (al-Quran) dan keturunanku Ahlulbaitku, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya nisacaya kalian tidak akan sesat selamanya.”.

Terkait Berita: