Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Ibnu Hajar. Show all posts
Showing posts with label Ibnu Hajar. Show all posts

Imam Bukhari dan Perawi Pencaci-Maki Sahabat Nabi saw.!!


Sikap damai lagi mesra terhadap para pembenci dan pencaci maki Imam Ali dan Ahlulbait serta berbanggga dalam mengandalkan riwayat mereka oleh para ulama hadis Sunni juga diperagakan Bukhari –Imam Besar Hadis, bahkan mungkin diangap Imam teragung-. Dalam kitab Shahihnya yang diyakini keshahihan seluruh hadis di dalamnya oleh ulama Sunni sehingga menjadi pandangan resmi mazhab itu, telah mengandalkan kaum Nawâshib yang sangat membenci Imam Ali as. dan juga mencaci maki dan menghina serta melaknati beliau as. sebagai sumber kepercayaan agamanya. Ia banyak meriwayatkan dari kaum Nawâshib.

Ibnu Hajar dalam Mukaddimah Fathu al Bâri (kitab syarah terbesar atas Shahih Bukhari) menyebutkan daftar nama para perawi hadis yang diandalkan Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya yang dicacat para ulama. Di antara mereka adalah para perawi yang dicacat karena alasan kenashibian/kebencian kepada Ali dan Ahlulbait.

Di bawah ini –demi menyingkat waktu pembaca- langsung saja saya sebutkan nama-nama mereka beriktu keterangan singkatnya:
  • Tsaur ibn Yazîd ibn Ziyâd al Kilâ’I al Himshi asy Syâmi (w.153 H)
Imam Bukhari telah mengandalkannya dalam menyumbangkan lima riwayat dalam berbagai bab, di antaranya pada bab: al Buyû’ (jual beli), al Jihâd dan Kitab al Ath’imah (makanan), bab Mâa Yuqâlu Idzâ Faragha Min Tha’âmihi (apa yang diucapkan jika selesai makan)[1]. Imam Bukhari menyebutkan jalur darinya demikian: Telah menyampaikan hadis kepada kami Ishaq ibn Yazîd ad Dimasyqi, ia berkata, telah menyampaikan hadis kepada kami Yahya ibn Hamzah, ia berkata telah menyampaikan hadis kepadaku Tsaur ibn Yazîd dari Khalid ibn Ma’dân ….


Tsuar Di Mata Ulama hadis Sunni
Yahya ibn Ma’in berkata, “Aku tidak menyaksikan seorang pun yang meragukan bahwa ia adalah seorang panganut faham Qadariyah. [2]
Ahmad ibn Hanbal berkata, “Tsaur berfaham Qadariyah. Dan adalah penduduk kota Himsh mengusirnya dari kota mereka. [3]
Ibnu Hajar berkata, “Ia datang ke kota madinah maka Malik melaraang orang-orang untuk duduk bersamanya. Ia dituduh berfaham nushb (membenci Imam Ali dan Ahlulbait as.).”
Yahya ibn main berkata, “Ia (Tsaur) sering duduk-duduk bersama kaum yang mencaci maki Ali. Akan tetapi ia sendiri tidak mencaci makinya.” [4]

Ibnu Jakfari berkata:
Pembelaan Yahya ibn Ma’in terhadap Tsuar di atas tidak benar sebab terbukti bahwa Tsaur tidak hanya gemar dan menikmati duduk bersama kaum yang menjadikan caci maki Imam Ali as. sebagai tema dan obyek pembicaraan… akan tetapi ia juga sangat ganas dalam kebenciannya terhadap Imam Ali as.; sahabat termulia dan khalifah keempat di kalangan Ahlusunuhhah, menantu Nabi saw.

Al Ka’bi melaporkan dalam kitab Qabûl al Khbâr bahwa Tsaur setiap kali menyebut Imam Ali as. selalu berkata, “Aku tidak suka orang yang membunuh kakekku. [5] Dan kakeknya terbunuh dalam peperangan Shiffîn di pihak Mu’awiyah yang disabdakan Nabi saw. (sesuai riwayat Imam Bukhari) sebagai pemimpin kelompok penganjur ke neraka jahannam.!!

Dan pembelaan seperti itu biasa dilakukan terhadap para perawi pujaan mereka…. Karenanya tidak mengherankan jika Anda juga menemukan pujian dan penghargaan atasnya oleh sebagian ulama dan tokoh sentral Sunni, seperti Yahya al Qaththân, yang memujinya dengan: “Aku tidak pernah menyaksikan seorang penduduk kota Syâm yang lebih kokoh riwayatnya darinya.” Atau pembelaan Ibnu Hajar dengan kata-katanya, “Para ulama bersepakat akan ketepatan riwayatnya.”

Anda berhak bertanya akan keseriusan para ulama Sunni dalam menyikapi para pembenci dan pencaci maki sahabat, yang dalam rancangan konsep mereka siapa pun yang membenci dan apalagi juga dilengkapi dengan mencaci-maki sahabat Nabi saw. mereka kecam sebagai zindiq, fasik, pembohong yang tidak halal didengar hadisnya!! Lalu bagaimana dengan perawi yang membenci dan mencai-maki Imam Ali as.? Apakah mereka akan berkonsekuen dalam mengetrapkannya? Atau mereka akan melakukan praktik “Tebang Pilih”! Jika seoraang perawi mencaci maki Mu’awiyah, ‘Amr ibn al ‘Âsh, Abu Hurairah, Utsman ibn ‘Affân, Umar ibn al Khathtab, atau Abu Bakar misalnya, hukuman itu ditegakkan! Jika yang dicaci dan dibenci saudara Rasulullah saw. dan menantu tercintanya; Ali ibn Abi Thalib as. maka seakan tidak terjadi apa-apa! Seakan yang sedang dicaci-maki hanya seorang Muslim biasa atau bisa jadi lebih rendah dari itu…. Pujian dan sanjungan tetap dilayangkan… kepercayaan terhadapnya tetap terpelihara… keimanannya tetap utuh… bahkan jangan-jangan bertambah karena mendapat pahala besar di sisi Allah kerenanya, sebab semua itu dilakukan di bawah bendera ijtihad dan keteguhan dalam berpegang dengan as Sunnah!!

Mengapa kegarangan sikap dan ketegasan vonis itu hanyaa mereka tampakkan dan jatuhkan ketika yang dicaci-maki dan dibenci adalah sahabat selain Imam Ali as., betapapun ia seorang fasik berdasarkan nash Al Qur’an, seperti al Walîd ibn ‘Uqbah! Sementara jika Ali as. atau sahabat dekatnya seperti Ammar ibn Yasir, Salman al Farisi, Abu Darr ra. dkk. yang dicaci-maki dan dibenci serta dilecehkan semua seakan tuli dan bisu….

Inilah yang menjadikan pera peneliti menaruh kecurigaan akan ketulusan, kejujuran dan keseriusan para ulama Sunni dalam membela Ali dan keluarga; Ahlulbait Nabi yang suci dan disucikan Allah.
  • Ishâq ibn Suwaid ibn Hubairah at Tamîmi (w.131H)
Imam Bukhari telah mengandalkannya dalam menyumbangkan hadis dalam Kitab ash Shaum (puasa) digandeng dengan riwayat Khâlid al Hadzdzâ’.
Dalam Hadyu as Sâri-nya, Ibnu Hajar menegaskan bahwa “Yahya ibn Ma’in, an Nasa’i dan al Ijli mentsiqahkannya, dan ia mengecam Ali ibn Abi Thalib.”[6]

Ibnu Hajar juga berkata dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb, “Abu al ‘Arab ash Shaqali berkata dalam kitab adh Dhu’afâ’nya, ‘Ia sangat mengecam/membenci Ali. Ia berkata, ‘Aku tidak suka Ali. Ia tidak banyak hadisnya.’ Dan kemudian ia berkomentar, ‘Siapa yang tidak mencintai sahabat maka ia bukan seorang yang tsiqah/jujur terpercaya dan tidak ada kehormatan baginya.’” [7]

Ibnu Jakfari berkata:
Semoga Allah merahmati ash Shaqali dan membalasnya dengan kebaikan atas ketulusannya dalam membela kesucian Imam Ali as.
Akan tetapi yang disayangkan lagi mengherankan adalah sikap sebagian ulama hadis Sunni yang masih sudi mempercayai perawi fasiq dan munafik sepertinya sebagai sumber agama?!

Tidakkah kebenciannya terhadap Imam Ali as. yang mana kecintaan dan kebencian kepadanya telah dijadikan barometer keimanan dan kemunafikan! Lalu mengapakah Imam Bukhari dan ahli hadis lainnya seperti Muslim, an Nasa’i dan Abu Daud mempercayainya sebagai penyambung lidah suci Rasulullah?
Mengapakah Imam Bukhari mempercayainya dan menjadikannya hujjah yang menyambungkan dirinya dengan Allah, sementara ia tidak sudi meriwayatkan dari putra teladan Ahlulbait; Imam Ja’far ash Shadiq as. dan meragukannya?
Adilkan sikap mereka itu?

Mereka Bangkit Geram Jika Selain Ali as. Yang Dikecam!
Benar seudaraku –semoga Allah merahmati Anda- bahwa jika yang dikecam itu selain Imam Ali ibn Abi Thalib as. maka mereka tidak akan ragu-ragu untuk spontan menjatuhkan vonis garang atas pelakunya… Perhatikan caci-maki dan luapan kemarahan adz Dzahabi atas al Hafidz Ibnu Khirâsy –kendati tadinya ia mensifatinya dengan beragam pujian akademik seperti al Hâfidz/sangat hafidz yang dalam lagi luas pengetahuannya. Lalu setelanya ia menuduhnya sebagai penganut faham Syi’ah dan membuat-buat riwayat tentang kejelakekan Abu Bakar dan Umar… setelah itu semua ia mengalamatkan kecamanannya atas Ibnu Khirâsy dengan kata-kata, “Engkau adalah seorang Zindiq, penentang kebenaran/al Haq. Semoga Allah tidak pernah meridhaimu. Ibnu Khirâsy mati menuju selain raahmat Allah tahun 283 H.” [8]

Demikian pula dengan Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb ketika menyebut biografi Janâb al Asadi, ia menyebutkan bahwa  ad Dûri menukil Yahya ibn Ma’in berkata tentangnya, “Ia (Janâb) adalah seorang yang jelek. Ia mencaci Utsman…

Ahmad ibn Hanbal berkata, “Ia adalah seorang yang jelek pendapatnya.
Ibnu Hibbân berkata, “Tidak halal meriwayatkan hadis darinya.”
Ad Dâruquthni berkata, “Ia adalah seorang yang jelek, berfaham Syi’ah yang kental. Ia mencaci-maki Utsman.”
Al Hakim berkata, “Yahya dan Abdurrahman meninggalkan meriwayatkan hadis darinya, dan keduanya telah berbuat baik, sebab ia mencaci-maki Utsman. Dan barang siapa mencaci seorang sahabat maka ia pantas untuk tidak diambil riwayatnya.

Lebih dari itu, ada sebuah kenyataan yang lebih menyakitkan hati para pecinta Ahlulbait Nabi as… di mana mereka bermesraan dengan para pembenci Imam Ali as. dan mereka yang mencaci-makinya serta melaknatinya… Namun terhadap seorang parawi yang sekedar bersikap kurang menghormat kepada seorang ulama kebanggaan mereka –bukan seorang sahabat besar!- hanya seorang ulama! Mereka segera beramai-ramai mengecamnya! Bahkan melaknatinya!

Banyak contoh kasus dalam hal ini, akan tetapi saya hanya akan menyebutkan sekelumit saja.
Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb ketika menyebut biografi Husain al Karâbisi, ia berkata, “Berkata al Khathib, ‘Hadisnya jarang sekali, sebab Ahmad ketika berbicara tentang masalah Lafadz (ucapan/bacaan) Al Qur’an (apakah ia qadim atau makhluq), al Karâbisi menyalahkan Ahmad, maka para ulama menjauhi dari mengambil riwayat darinya. Dan ketika sampai kepada Yahya ibn Ma’in berita bahwa ia berbicara menyalahkan Ahmad, ia melaknatinya. Dan ia berkata, ‘Alangkah laiknya ia untuk dicambuk.’”

Sementara itu mereka juga mengatakan bahwa keyakinan Husain al al Karâbisi dalam masalah ini adalah bahwa bacaan kita terhadap ayat-ayat Al Qur’an adalah hâdits/bukan Qadîm. Keyakinan itu sama persis dengan yang diyakini oleh banyak tokoh ulama hadis Sunni, seperti Imam Bukhari, Hârits al Muhâsibi, Muhammad ibn Nashr al Marwazi dll.
Subhanallah. Imam Ali dikecam, mereka terdiam! Sementara Ahmad ibn Hanbal disalahkan mereka bangkit melaknati yang menyalahkannya!!

Contoh kedua adalah pembelaan ulama Sunni terhadap Ibnu Mubârak. Ibnu Hajar dalam Tahdzîb at Tahdzîb berkata ketika menyebut biografi Ibnu Mubârak, “Aswad ibn Salim berkata, “Jika engkau melihat seorang menceloteh Ibnu Mubârak maka curigai kemurnian Islamya!.”
Membongkar contoh-contoh kasus dalam masalah ini akan menjadi panjang pembicaraan kita… Maka kami cukupkan sampai di sini.


Referensi:
[1] Shahih Bukari,7/106.
[2] Mîzân al I’tidâl,1/374, biografi no.1406. Pernyataan Yahya di ataas juga disebutkan oleh Ibnu ‘Asâkir dalam Târîkh Damasqusnya,11/183/1058.
[3] Ibid.
[4] Hadyu as Sâri (Muqaddimah Fathu al Bâri),2/148. cet. Maktabah al Kulliyât al Azhâriyah-Kairo.
[5] Qabûl al Khbâr,2/158, Thabaqât; Ibnu Sa’ad,7/467.
[6] Hadyu as Sâri,2/143.
[7] Baca juga Hadyu as Sâri,2/143
[8] Baca Biografi al Hafidz Ibnu Khirâsy dalam kitab Tadzkiratul Huffâdz; adz Dzahabi.

Seperti Anda telah saksikan data-data dua perawi munafik yang membenci Imam Ali as. namun demikian keduanya tetap menjadi tempat kepercayaan Bukhari dalam meriwayatkan hadis-hadis Nabi Muhammad saw…. Kini pembaca kami ajak mengenali perawi kebanggaan Bukhari lainnya, yang tidak kalah munafiknya di banding dengan dua parawi sebelumnya. Di adalah:

Harîz ibn Utsman al Himshi (w. 163 H)
Perawi yang sangat membenaci Imam Ali as. lainnya yang diandalkan dan dibanggakan Bukhari serta ia percaya sebagai penyambung lidah suci Rasulullah saw. adalah Harîz ibn Utsman al Himshi. Seorang gembong kaum munafikin yang sangat membenci Imam Ali as. Bukhrai meriwayatkan hadis pada bab al Manâqib dari Harîz ibn Utsman melalui jalur sebagai berikut:
1) Dari Ali ibn Ayyâsy, dan
2) Dari ‘Ishâm ibn Khâlid yang meriwayatkan dari Abdullah ibn Busr dan Abdul Wâhid ibn Abdullah an Nashri.


Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Gembong Nawâshib!
Kenashibian Harîz tidak samar bagi semua pengkaji yang akrab dengan kajian sejarah para perawi hadis. Ia sangat membenci Imam Ali as. dan tak henti-hentinya melaknati beliau as. di berbagai kesempatan, khususnya dalam wirid harian seusai shalat!! Tidak cukup itu, ia juga tidak segan-segan memalsu hadis yang menyelek-jelekkan Imam Ali as.

Data-data di bawah ini cukup sebagai bukti:

Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Pelaknat Imam Ali as.!
Ditanyakan kepada Yahya ibn Shaleh, “Mengapa Anda tidak menulis hadis dari Harîz? Ia menjawab, ‘Bagaimana aku sudi menulis hadis dari seorang yang selama tujuh tahun aku salat bersamanya, ia tidak keluar dari masjid sebelum melaknat Ali tujuh puluh kali.’“[1]

Ibnu Hibban juga melaporkan, “Ia selalu melaknat Ali ibn Abi Thalib ra. tujuh puluh kali di pagi hari dan tujuh puluh kali di sore hari”. Ketika ia ditegur, ia mengatakan, “Dialah yang memenggal kepala-kepala leluhurku.”[2]

Harîz ibn Utsman al Himshi Adalah Seorang Pemalsu Hadis!
Dan tentang keberaniannya memalsu hadis, ikuti laporan Ismail ibn Iyasy berikut ini, ia berkata, “Aku mendengar Harîz ibn Utsman berkata, ’Hadis yang banyak diriwayatkan orang dari Nabi bahwasannya beliau bersabda kepada Ali, “Engkau di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa”, itu benar tetapi pendengarnya salah dengar. Aku bertanya, “Lalu  redaksi yang benar bagaimana? Ia berkata, “Engkau di sisiku seperti kedudukan Qarun di sisi Musa”. Aku bertanya lagi, “Dari siapa kamu meriwayatkannya?” ia berkata, “Aku mendengar Walîd ibn Abd. Malik mengatakannya dari atas mimbar”.[3]

Ibnu Hajar berkata, “Al Azdi dalam kitab adh Dhu’afâ’ melaporkan bahwa “Harîz ibn Utsman meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw. hendak menaiki baghelnya[4] datanglah Ali lalu  melepaskan pelananya agar beliau jatuh.” Setelahnya al Azdi berkomentar, “Seorang yang seperti ini keadaannya tidak pantas diambil riwayatnya.” Akan tetapi Ibnu Hajar –seperti kebiasaannya- berusaha membela Harîz –si pemalsu hadis itu dengan mengatakan, “Mungkin Harîz mendengar kisah itu dari al Walîd.”[5]

Al Jauhari juga melaporkan kepada kita dengan sanadnya bersambung kepada Mahfûdz, Ia berkata, “Aku bertanya kepada Yahya ibn Shaleh Al Wahadhi, ‘Kamu telah meriwayatkan dari para guru sekelas Harîz, lalu  mengapakah kamu tidak meriwayatkan  dari Harîz?’ Ia berkata, ‘Aku pernah datang kepadanya lalu ia menyajikan buku catatannya, lalu  aku temukan di dalamnya, Si fulan telah menyampaikan hadis kepadaku dari fulan… bahwa Nabi saw. menjelang wafat beliau berwasiat agar tangan Ali ibn Abi Thalib di potong.”. Maka aku kembalikan buku itu dan aku tidak menghalalkan diriku meriwayatkan darinya!!.[6]

Hadis palsu riwayat Harîz inilah yang disinggung dalam laporan Ibnu Hajar dalam kitab Tahdzîb at Tahdzîb, kendati ia tidak membongkarnya karena dianggap tidak layak disebutkan. Ibnu Adi berkata, “Yahya ibn Shaleh al Wahhâdhi berkata, ‘Harîz ibn Utsman mendektekan kepadaku dari Abdurrahman ibn Maisarah dari Nabi saw. sebuah hadis yang menjek-jelekan Ali ib Abi Thalib yang tidak layak disebutkan. Sebuah hadis yang sangat munkar, tiada meriwayatkan semisalnya melainkan orang yanmg tidak bertaqwa kepada Allah. Al Wahhadhi, “Maka ketika ia menyampaikan hadis itu kepadaku, aku tinggalkan dia.”[7]
 
Ibnu Jakfari berkata:
Jika demikian keadaan dan kebusukan jiwa Harîz ibn Utsman … dan jika demikian kualitas kejujurannya… dan jiika para gembong kaum munafikin seperti al Walîd sebagai masyâikh kebanggaan Harîz yang juga dibangggakan Adu Daud dkk. maka apa yang dapaat dikatakan kepada para ulaama itu, khusunya Bukhari yang dengan bangga meriwayatkan dan menghiasi kitab tershahihnya setelah al Qur’an al Karîm dengan riwayatnya? Masihkan kita meragukan bahwa dunia hadis Sunni sedang menghadapi masalah besar dengan mengandalkan kaum munafikin sebagai sumber kepercayaaan dalam agama?!

Dan denga demikian pula apa nilai ucapan dan pembelaan Ibnu Hajar terhadap kaum Nawâshib ketika ia mengatakan, “Dan yang terbanyak dari mereka (para perawi) yang disifati dengan kenashibian -kebencian kepada Imam Ali dan Ahlulbait as.- dikenal akan kejujuran tutur katanya dan konsisten berpagang teguh dengan aagama. Berbeda dengan mereka yang disifati dengan kerafidhian, rata-rata mereka itu adalah pembohong yang tidak berhati-hati dalam menyampaikan berita… “[8] Tidakkah keberanian Harîz daalam memalsu hadis atas nama Nabi mulia saw. sudah cukup sebagai bukti ketidak benaran pernyataan mumbang Ibnu Hajar di atas?! Dimanakah kejujuran yang ia banggakan dari kaum Nawâshib itu? Di manakah keteguhan keregamaan mereka yang ia banggakan? Apakah melazimkan melaknat Ali as. setiap selesai shalat yang ia jadikan dzikir harian itu yang dimaksud dengan keteguhan dalam beragama?

Ulama Hadis Ahlusunnah Membela Dan Mentsiqahkan Harîz ibn Utsman al Himshi!
Semua itu tidak rahasia lagi… Akan tetapi yang benar-benar mengeharkan adalah ternyata tidak sedikit tokoh-tokoh besar hadis Ahlusunnah menegaskan ketsiqahannya. Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan, “Ia tsiqah, Ia tsiqah, ia tsiqah!”[9]

Di sini, seperti Anda saksikan, Imam Ahmad (seorang tokoh terkemuka empat Mazhab Sunni) tidak cukup sekali dalam mengapresiasi kejujuran dan keadilan Harîz. Ia mengulanginya tiga kali. Menyematkan gelar tsiqah kepaada seorang perawi adalah puncak pengandalan. Dan lebih dari kata tsiqah, apabila kata itu diulang dua apalai tiga kali.

Itu artinya Harîz benar-benar menempati tempat istimewa dalam jiwa Imam besar Ahhlusunnah. Selain Ahmad, Yahya ibn Ma’in dan para imam hadis Sunni juga mentsiqahkannya. Demikian ditegaskan Ibnu Hajar dalam Hadyu as Sâri-nya.

Abu Hatim menegaskan bahwa tidak ditemukan di kota Syam seorang parawi yang lebih kokoh darinya.
Ibnu Adi berkata, ‘Ia tergolong parawi kota Syam yang tsiqat/jujur terpercaya.”
Ahmad ibn Abi Yahya menukil Imam Ahmad sebagai mengakatan, “Ia (Harîz) seorang yang shahih hadisnya, hanya saja ia mencaci maki Ali.”

Al Ijli berkata, “Ia (Harîz) seorang penduduk kota Syam yang tsiqah. Dan ia mencerca dan mencaci maki Ali. Ia menghafal hadisnya.”
Dalam kesempatan lain ia berkata, “Ia kokoh riwayatnya dan ia sangat membenci Ali.”
Ibnu Ammâr berkata, “Para ulama menuduhnya mencaci maki Ali, namun mereka tetap saja meriwayatkan hadis darinya, berhujjah dengannya dan tidak membuangnya.”

Tidak cukup itu, para ulama Ahlusunnah mentsiqahkan seluruh guru/masyâikh Harîz. Al âjuri meriwayatkan Abu Daud berkata, “Masyâikh Harîz seluruhnya adalah orang-orang jujur terpercaya/tsiqât.”
Duhaim berkata menyebutkan Harîz, “Ia seorang dari kota Himsh , bagus sanadnya, dan shahih hadisnya.” Dalam kesempatan lain ia berkata, “Harîz adalah tsiqah.”
Dan masih banyak komentar lain sengaja saya tinggalkan….



Seorang Dajjal Kini Berubah Menjadi Dikultus!
Seperti telah diketahui bersama bahwa para ulama Ahlusunnah begitu keras sikap mereka terhadap siapa saja yang berani menyebtuh garis merah kehormatan sahabat Nabi saw. … Mereka mengeluarkan “surat keputusan bersama/SKB” yang menvonis dajjal, zindiq dan kafir bagi siapapun yang berani mencaci para sahabat (dan perlu Anda ketahui bahwa dengan sekedar menyebut kesalahan dan/atau penyimpangan mereka saja –tanpa disertai cacian- sudah dianggap mencaci maki sahabat).

Fatwa Sadis Abu Zur’ah!
Abu Zur’ah –seorang tokoh terkemuka Ahlusunnah, guru agung Imam Muslim- telah mengeluarkan fatwa sadis namun saying tidak serius dalamm menjalankannya!. Ia barkata, “Jika engkau menyaksikan seorang mencela-cela seorang dari sahabat Rasulullah saw. maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang zindîq.”[10]
 
Akan si dajjâl yang zindiq itu segera akan berubah menjadi seorang parawi tersanjung apabila ia mengalamatkan laknatannya (bukan lagi sekedar kritikan atau cacian semata) kepada manusia pertama yang memeluk Islam, sahabat paling berjasa dalam Islam dan pribadi agung yang paling dicintai Nabi saw…. semuanya akan berubah statusnya jika yang dicaci maki dan yang dilaknati itu adalah Imam Ali as.! Si dajjal kini pasti berubah menjadi manusia suci! Si Zindiq segera berubah menjadi “Pembela dan Pendekar Sunnah”!

Apa yang kami katakana buikan sekedar teori belaka, tetapi data-data yang ada sepenuhnya mendukung kebenaran dan kevalidannya.

Coba Anda perhatikan data di bawah ini- tapi tolong Anda rahasiakan dokumen ini demi menjaga kemantapan keberagamaan kaum awam terhadap mazhab mereka dan agar keimanan mereka kedapa kesucian para ulama tidak guncang!! Dan kami masih memiliki segudang datav rahasia lainnya, nantikan!!

Ketika para ulama Ahlusunnah, di antaranya al Khathîb al Baghdâdi, ketika menyebutkan biografi Talîd ibn Sulaimân al Muhâribi al Kûfi (w.190 H), di antaranya menyebutkan pernyataan bersejarah Yahya ibn Ma’în yang kemudian dijadikan pedoman seakan ia wahyu segar yang baru dibawa turun malaikat Jibril as. dari langit ke tujuh. Yahya berkata, “Talîd adalah seorang kadzdzâb/pembohong kelas kakap, ia mencaci maki Utsman. Dan setiap yang mencaci Utsman atau Thalhah atau seorang dari sahabat Rasulullah saw. maka ia adalah Dajjâl, tidak layak ditulis hadisnya. Atasnya laknat Allah, laknat para malaikat dan laknat seluruh manusia!.[11]

Ibnu Jakfari Berkata:
Tidaklah salah jika ada yang bertanya kepada Tuan Ibnu Ma’in, mengapakah Anda tidak tergugah bangkit marah “demi membela agama” ketika Imam Ali as. dilaknati oleh seorang perawi? Justeru Anda menyumbangkan kata-kata pujian sebagai bentuk kepercayaan dan penghargaan!
Apakah Imam Ali as. halal untuk dilaknati dan dicaci maki?

Dan benar-benar membuat tidak habis-habis keterheran-heranan kita adalah mereka mentsiqahkan sementara pada waktu yang sama mereka yang mengatakan bahwa harîz sangat membenci Imam Ali as. dan tak henti-hentinya maknati beliau as.! Sungguh membingungkan! Andai ketika mentsiqahkan kaum Nawâshib/para pembenci Imam Ali dan keluarga suci Nabi saw., seperti Harîz para ulama Sunni itu merahasiakan keterangan tentang kebencian dan pelaknatan mereka (Nawâshib) itu! Tapi yang mengehankan dan mungkin juga menyakitkan sebagian kaum Mukminin adalah mereka sengaja menyebutkan kedengkian si perawi tertentu kepada Imam Ali as., tetapi mereka tetap dengan sengaja mentsiqahkannya! Mungkin itu sebagai sikap pamer sikap ideologis yang mereka tampilkan! Allah A’lam.

Kesucian Mu’awiyah Garis Merah Di Mata Ulama Ahlusunnah!
Lebih dari itu, meyakini kesucian Mu’awiyah dari segala bentuk dosa dan penyimpangan adalah sebuah kewajiban agama yang mana akan menjadi gugur keimanan atau paling tidak keadilan seorang jika ia meragukannya atau mencacinya!

Perhatikan sekalim lagi apa yang diabadikan para ulama Sunni dalam laporan mereka seperti di bawah ini:
Imam Ahmad ibn Hanbal menggugurkan keadilan Ubaidullah ibn Musa al Absi hanya karena ia mendengarnya menyebut-nyebut kejelakan Mu’awiyah ibn Abu Sufyân. Tidak cukup itu, ia (Ahmad) memaksa Yahya ibn Ma’in agar menggugurkan keadilannya dan menghentikan meriwayatkan hadis darinya. Ahmad mengutus seorang utusan khusus untuk menemui Yahya dan menyampaikan pesannya:

أخوك أبو عبد الله أحمد بن حنبل يقرأ عليك السلام ويقول لك: هو ذا تكثر الحديث عن عبيد الله وأنا وأنت سمعناه يتناول معاوية بن أبي سفيان وقد تركت الحديث عنه.

“Saudaramu Ahmad ibn Hanbal menyampaikan salam atasmu dan berkata, ‘Inilah dia kamu berbanyak-banyak meriwayatkan hadis dari Ubaidullah, sedangkan aku dan kamu mendengarnya menyebut-nyebut kejelekan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan. Kini aku sedah meningggalkan meriwayatkan hadis darinya.’”[12]

Ibnu Jakfari:
Subhanallah, menyebut-nyebut kejelekan Mu’awiyah menggugurkan keadilan seorang perawi, sementara seorang perawi yang siang malam melaknati Imam Imam Ali as. digelarinya dengan Tsiqah! Tsiqah! Tsiqah! (3X)! mengapa? Apakah Mu’awiyah maksum, sehingga ia tidak mungkin berbiah kejahatan, dosa dan kesalahan?

Tidakkah perintah melakinati Imam Ali as. di dalam setiap kesempatan kegamaan atau kenegaraan oleh Mu’awiyah itu bukan sebuah kejahatan dan kemunafikan yang haram untuk dibongkar dan disebut-sebut?
Bukankah pembantaian yang dilakukan Mu’awiyah terhadap para sahabat Nabi saw. dan parav pecinta dan pengikut setia Imam Ali as. seperti Hujr ibn Adi dkk. bukan sebuah kejahatan? Tidakkah ketetapan Allah SWT atas yang membunuh seorang Mukmin itu neraka jahannam?!

Bukankah Nabi saw. –seperti diriwayatkan Bukhari sendiri- bersabda bahwa Mu’awiyah dan kelompoknya adalah du’âtun ilan nâr/pengtanjur kea pi neraka?! Lalu mengapakan menyebut-nyebut kejelekan panagnjur kea pi neraka dihukimi gugur keadilannya? Sementara melaknati Imam Ali as. mendapat “ajungan jempol”?!

Semoga nukilan atas nama Imam Ahmad itu hanya sebuah kepalsuan belaka yang dibuat-buat oleh kaum Nawâshib yang mebawa-bawa nama besar Imam Ahmad untuk melegalkan kesesatan mereka!


Referensi:
[1] Tahdzîb al Tahdzîb,2/209 ketika membicarakan biodata Harîz, Tarikh Damaskus,12/349.
[2] Al MajRûhuun,1/268.
[3]Tahdzîb al Tahdzîb,2/209 ketika membicarakan biodata Harîz, Tahdzîb al Kamâl,5/577, Tarikh Baghdad.8,268 dan Tarikh Damaskus,12/349.
[4] Baghel adalah peranakan antara kuda dan keledai.
[5] Tahdzîb al Tahdzîb,2/207.
[6] Syarh Nahj al Balâghah; Ibnu Abi Al Hadid al Mu’tazili,4/70.
[7] Tahdzîb at Tahdzîb,2/207.
[8] Ibid.8/410.
[9] Tahdzîb al Kamâl,5/175.
[10] Ash Shawâiq al Muhriqah;Ibnu Hajar al Haitami, Penutup:211.
[11] Târikh Baghdâd,7/145, biografi no.3582.
[12]Ibid. 14/427.


Gembong munafik lain yang dibanggakan riwayatnya oleh Bukhari dan para ulama hadis Sunni lainnya adalah‘Imrân ibn Haththân.

4) Imrân ibn Haththân -Gembong Kaum Khawârij-.
‘Imrân ibn Haththân. Nama lengkapnya adalah ‘Imrân ibn Haththân ibn Dhabyân al Bashri (w.84H). karenanya sebagian ulama Sunni, seperti Ibnu Hajar harus membelanya dengan segala cara dan dengan segala resiko yang mungkin menimpa dunia hadis Sunni, walaupun dengan menjungkir balikkan norma-norma keagamaan dan menelantarkan kaidah-kaidah yang mereka bvangun sendiri!

Apapun yang akan terjadi dan seburuk apapun resiko yang akan terjadi ‘Imrân tetap harus dibela. Seribu satu uzur akan dicarikan…. Sebab Bukhari –imam besar Ahli Hadis- telah meriwayatkan hadis darinya dan mengandalkan pengambiilan ajaran agama darinya!!

Bukhari telah meriwayat hadis dari ‘Imrân ibn Haththân dalam bab tentang mengenakan pakaian sutra dengan sanad  Muhammad ibn Basysyâr….. dari Yahya ibn Abi Katsîr dari‘Imrân ibn Haththân, ia berkata, ‘Aisyah ditanya tentang sutra…. “[1] sementara para ulama menegaskan bahwa ia tidak pernah mendengar barang satu hadis pun dari A’isyah!

Al ‘Uqaili berkata, “‘Imrân ibn Haththân hadisnya tidak terdukung oleh perawi jujur lainnya. Ia meyakini pandangan kaum Khawârij. Ia menyampaikan hadis dari A’isyah sementara tidak terbukti ia pernah mendengar hadis darinya.” Demikian juga, Ibnu Abdil Barr memastikan bahwa ‘Imrân ibn Haththân tidak pernah mendengar hadis dari ‘Aisyah.[2]

Siapa Sejatinya ‘Imrân ibn Haththân Ini?
Tidak diragukan lagi, semua tau bahwa ‘Imrân ibn Haththân adalah gembong sekte sesat Khawârij dari kelompok al Qa’diyah. Lebih dari itu ia adalah seorang penganjur kepada aliran sesatnya. Dialah yang menggubah bait-bait syair memuji dan meratapi si pembunuh Imam Ali ibn Abi Thalib as. di antaranya adalah bait di bawah ini:


يا ضربة من تقي ما أراد بها * إلا ليبلغ من ذي العرش رضوان
إني لأذكره حينا فأحسبه * أوفى البرية عند الله ميزانا

“Duhai pukulan dari seorang yang bertaqwa yang tidak ia lakukan ** melainkan agar mencapai keridhaan Allah pemilik Arsy
Setiap kali aku mengingatnya aku yakin bahwa ** ia adalah orang yang paling berat timbangan kebajikannya di sisi Allah.


Ibnu Jakfari berkata: Tidak diragukan lagi bahwa bait-bait syair itu sangat menyakitkan hati Rasulullah saw. dan hati Ali ibn Abi Thalib as. lebih dari pukulan Abdurrahman ibn Muljam  (pembunuh Ali as.) itu sendiri! Bagaimana tidak?
Dan termasuk kurang hormat kepada Nabi dan Ali apabila kita menyebut-nyebut nama-nama musuh Ahlulbait as. seperti Ibnu Muljam, Imrân ibn Haththân, Umar ibn Sa’ad, Ziyâd, Mu’awiyah tanpa dibarengi dengan kutukan dan laknatan.

Pembelaan Ulama Hadis Sunni Terhadap ‘Imrân ibn Haththân
Semua bukti kemunafikan ‘Imrân ibn Haththân telah diketahui ulama hadis Sunni, namun demikian mereka tetap berusah dengan sekuat tenaga membela dan mencarikan uzur untuknya. Dan sikap ulama Sunni yang membanggakan kejujuran tutur katanya dan mengandalkannya dalam urusan agama itu yang kami sayangkan! Imam Bukhari telah mempercayainya dalam meriwayatkan hadis dalam kitab Shahihnya! Demikia juga dengan Abu Daud dan an Nasa’i.

Al Ijli mentsiqahkannya. Untuk lebih lengkapnya saya akan terjemahkan keterangan dan pembelaan Ibnu Hajar terhadap ‘Imrân ibn Haththân dalam mukaddimah Fathu al Bârinya.

Ibnu Hajar berkata, “(Kh –Bukhari-, D –Abu Daud-, S –An Nasa’i-)‘Imrân ibn Haththân as Sudûsi, seorang penyair kondang. Ia berfaham Khawâirij. Abu Abbas al Mubarrad berkata, ‘‘Imrân ibn Haththân adalaah gembong/pinpinan, penyair dan khathib/juru dakwah sekte al Qa’diyah.’ Al Qa’diyah adalah kelompok sempalan dari sekte Khawârij yang berpandangan tidak perlu memberontak atas penguasa akan tetapi mereka hanya merangsang untuk memberontak. Imrân adalah juru dakwah/penganjur kepada mazhabnya. Dialah yang meratapi Abdurraman ibn Muljam; pembunuh Ali –Alaihi as Salâm/semoga salam Allah atasnya-[3] dengan bait-bait syairnya yang terkenal.

Al Ijli mentsiqahkannya.
Qatadah berkata, ‘Ia (‘Imrân) tidak tertuduh kejujurannya dalam hadis.’
Abu Daud berkata, ‘Tiada di antara penyandang kesesatan yang lebih jujur/shahih hadisnya dari kaum Khawârij.’ Kemudian ia menyebutkan ‘Imrân dan beberapa orang Khawârij lainnya.
Ya’qub ibn Syaibah berkata, ‘Ia sezaman dengan beberapa orang sahabat Nabi. Dan ia di akhir urusannya berfaham Khawârij.’
‘Uqaili berkata, ‘Ia menyampaikan hadis dari A’isyah sementara tidak terbukti ia pernah mendengar hadis darinya.’
Aku (Ibnu Hajar) berkata: “Bukhari hanya meriwayatkan satu hadis darinya dari jalur Yahya ibn Abi Katsir darinya… hadis ini diriwayatkan Bukhari dalam mutâba’ah. Di sisi Bukhari, hadis ini punya jalur-jalur lain dari riwayat Umar dan lainnya….

Aku melihat sebagian imam (ulama besar) mengklaim bahwa Bukhari meriwayatkan hadis darinya itu sebelum Imrâm berfamah Khawârij. Dan uzur itu tidak kuat sebab Yahta ibn Abu Katsir itu meriwayatkan hadis darinya di kota Yamâmah di saat Imrân melarikian diri dari kejaran Hajjâj yang mencarinya untuk membunuhnya karena keyakinannya… kisah lengkapnya dapat And abaca dalam kitab al Kâmil karya al Mudarrad dan juga dalaam kitab-kitab lainnya. Abu Bakaar al Mûshili menceritakan bahwa Imrân telah insaf/meninggalkan famah Khawarij di akhir usianya. Jika ini benar maka iaa adaalaah uzur yang bagus.”[4]

Ibnu Jakfari berkata: Kisah kembalinya Imrân dari faham Khawârij adalah sesuatu yang tidak berdasar
Adapun pembelaan Ibnu Hajar terhadap Bukhari bahwa ia meriwayatkan hadis itu dari ‘Imrân hanya dalam mutâba’ah yaitu hadis yang diriwayatkan sekedar untuk menjadi pendukung untuk menguatkan hadis dari jalur lain adalah pembelaan yang mengada-ngada!! Sebab apa perlunya mendukung sebuah hadis dengan membawakan hadis dari riwayat ‘anjing nereka’ seperti ‘Imrân?

Adu Daud Membongkar Rahasia Ulama Hadis Sunni!
Dan dengan memerhatikan pernyataan sumbang Adu Daud din atas: Tiada di antara penyandang kesesatan yang lebih jujur/shahih hadisnya dari kaum Khawârij, Anda berhak curiga bahwa tenyata sepertinya tidak hanya Imrâm ibn Haththân saja yang mereka banggakan dan percayai sebagai penyambung lidah suci nabi Muhammad!! Akan ntetapi seluruh kaum Khawârij adalah kelompok andalan dalam menyampaikan hadis Nabi saw. karena mereka adalah kelompok paling jujur dalam bertutur kata dan meriwayatklan hadis Nabi saw.!
Sungguh luar biasa “kehati-hatian” ulama hadis itu sehingga mereka bangga meriwayatkan hadis dari anjing-anjing neraka![5]

Jika seorang gembong Khawârij yang sesat yang menyesatkan seperti Imrân diyakini kejujurannya, maka sepertinya kita perlu mendefenisikan ulang kata jujur dan kejujuran! Jika ada yang membanggakan membangun agamanya dari riwayat-riwayat kaum munafikin maka apa yang bisa dibayangkan tentang kualitas bangunan agama itu?
Inikah yang dibanggakan sebagian pihak bahwa dunia hadis Sunni telah rapi dan selektif?
Mengapakah Bukhari -imam teragung mereka- dan juga yang lainnya membanggakan riwayat-riwayat seorang Imrân –si gembong kaum munafikin-?

Kenyataan Pahit Nasib Pasar Hadis Sunni!
Ada sebuah kenyataan yang sangat menyedihkan yang dialami oleh dunia hadis Sunni yaitu bahwa pasar hadis Sunni telah dibanjir oleh hadis-hadis dari riwayat kaum sesat daan penyandang hawa nafsu alias kaum ahli bid’ah!

Kendati –dalam teori mereka bersilang pendapat, apakah dibenarkan mengambil riwayat dari kaum pembid’ah (maksudnya selain anggota Ahlusunnah sendiri), ada yang membolehkan asal si pembid;ah itu bukan penganjur kepada ksesataan bid’ah mazhabnya. Namun demikina dalam praktiknya mereka telah benar-benar tenggelam dalam kubangan riwayat kaum pembid’ah bahkan dengan riwayat-riwayat para penganjur kepadaa kesesatan bid’ah mazhabnya! “imrân ibn Haththân adalaah satu dari ratusan nama ahli bid’ah yang hadis riwayatnya telah membanjiri ‘Pasar Hadis Sunni’!

Menyaksikan kenyataan ini apa kira-kira yang tersisa dari keseriusan kata-kata Imam Nawawi dalam mukaddimah syarah Shahih Muslim yang mengatakan bahwa prakti para Salaf dan Khalaf telah tetap bahwa mereka hanya mau menerima riwayat, mendengar memperdengarkan dan berhujjah dengan hadis-hadis riwayat kaum pembid’ah yang bukan penganjur/du’ât? Sementara kitab-kitab dan jalur-jalur periwayatan para imam Ahlusunnah dipenuhi dengan nama-nama gembong panganjur kepada kesesatan bid’ah mazhabnya?

Dan menyaksikan kenyataan seperti itu Anda berhak ragu akan kemurnian materi mazhab mereka yang ditegakkan di attas hadis-hadis kaum pembid’ah yang tidak sedikit dari mereka disampin kesesatan bid’ah mereka juga dikenal sebagai pembohong dan pemalsu hadis.

Dan jika mereka (ulama hadis Sunni) telah mengimani bahwa kaum Khawârij adalah orang-orang yang jujur dalam tutur katanya sementara mereka itu adalah kaum munafik… kama salahkah jika ada yang menyimpulkan bahwa sebagian dari meteri ajaran Sunni itu adalah produk kaum Khawarij… Terlepas dari benar atau palsunya kesimpulan Adu Daud bahwa kaum Khawârij adalah kelompok yang paling jujr… terlepas dari itu, sebenarnya aapa yang di katakana adalah membongkar sebuah kenyataan bahwa sebenarnya para ulama Sunni sangat mengandalkan hadis-hadis riwayat kaum Khawârij… Adapun tentang apresiasi Adu Daud terhadap kejujuran mereka jelas-jelas sebuah kepalsuan sebab danyataannya adalah sebaliknya… kaum Khawârij adalah kaum yang paling benari memalsu hadis demi mendukung kesesatan mazhabnya… Dan analis kejiwaaan pun pasti mendukung kesimpulan ini! Sebab siapapun yang membangun akidah/mazhabnya di atas kerapuhan hujjah ia pasti akan sangat membutuhkan kepada hujjah/nash keagamaan yang dapat mendukung mazhabnya. Dan tidak ada peluang yang terbuka lebar bagi para pemalsu yang sedang kelabakan mencari pembelaan untuk mazhabnya melebihi peluang pemalsuan hadis atas nama Nabi saw…. dan kita senua yakin bahwa mazhab Khawârij dengan bergabai penyimpangan ajarannya sangat lemah dan karenanya ia sangat membutuhkan kepada hadis… karena tidak banyak (kalau kita mengatakan tidak ada) hadis Nabi saw. yang mendukungnya maka jalan satu-satunya adalah memalsu hadis atas nama Nabi saw.!

Ibnu Hajar membongkar sebuah dokumen penting pengakuan seuorang berfaham Khawârij yang telah taubat (yang sepertinya diusahakan oleh sebagian pihak untuk dirahasiaakan) bahwa “Kaum Khawarij jika menyukai sesuatu pendapat ia buatkan hadis yang mendukungnya.” Baca keterangan Ibnu Hajar tentangnya dalam Tahdzîb at Tahdzîb ketika ia menyebutkan biogafi Qadhi Abdullah ibn ‘Uqbah al Mishri yang dikenal dengan nama Ibnu Luhai’ah.


Referensi:
[1] Shahih Bukhari, Kitab al Libâs, hadis dengan nomer.5387.
[2]
[3] Sebagian pembenci Syi’ah Ahlulbait as. –yang selalu bekerja siang malam untuk memecah belah kesatuan kaum muslimin dan menghasut agar tejadi permusuhan antara Syi’ah dan Ahlusunnah selalu bergegas menjulurkan lidah beracunnya menuduh siapapun yang mengucapkan ‘Alaihi as Salâm/semoga salam Allah atasnya’ setelah menyebut nama Imam Ali sebagai Syi’ah!! Jadi apakah sekarang mereka akan mengarahkan panah pecarun mereka ke jantung Ibnu Hajar dan menuduhnya sebagai Syi’ah kerena beliau menyebutkannya?!
[4] Hadyu as Sâri; Muqaddimah Fahil Bâri,2/186-187.
[5] Dalam banyak hadis yang dishahihkan ulama Sunni sendiri diriwayatkan bahwa Nabi saw. menyebut kaum Khawarij sebagai Kilâb Ahli an Nâr/ anijng penghuni neraka!

Jawaban Untuk http://www.eramuslim.com atas Pelecehan Syiah terhadap Ummul Mukminin Aisyah Ra: Membela Kehormatan Ummul Mukminin Aisyah Dari Hinaan Ulama Ahlusunnah Wal Jama’ah!!

Kita lihat http://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/10-peristiwa-keagamaan-penting-dunia-pada-tahun-2010.htm#.VQniqM7Ca1s:


http://www.eramuslim.com mengatakan:
Pelecehan Syiah terhadap Ummul Mukminin Aisyah, Ra.
 
Pelecehan dan penghinaan terhadap Aisyah, ra menjadi catatan dan peristiwa penting bagi umat Islam dunia pada tahun 2010. Di mana seorang pendakwah Syiah asal Kuwait bernama Yasin Habib yang bermukim di London secara terang-terangan berani melecehkan ummul Mukminin Aisyah, Ra dan sahabat utama Nabi SAW lewat ceramah-ceramah terbukanya.

Aksi Yasin Habib yang menghina Aisyah, Ra menimbulkan reaksi dan kemarahan meluas dikalangan ulama Islam terkemuka, bahkan tokoh Syiah Iran, Ali Khomenei memerintahkan untuk menutup kuburan Abu Lu’lu’ah, pembunuh Umar bin Khattab yang dipuja-puja kalangan Syiah, untuk meredam kemarahan umat Islam.

================
Jawaban:

BENARKAH SYIAH MENUDUH AISHAH BERZINA?

tuduhan terhadap shia yang mengatakan Ummul-Mukminin Aisha ada melakukan perbuatan sumbang dan penzinaan adalah dusta semata-mata. Tidak pernah perkara yang sedemikian diperkatakan oleh shia. Tuduhan ini telah disebarkan secara hasad berabad dahulu lamanya oleh Nawasib dan Khawarij, supaya mereka dapat memulakan kekacauan. Mereka mengatakannya dari shia apa yang mereka sendiri telah katakan. Malangnya yang lain dengan tiada membuat penyiasatan, menyerang shia sebagaimana yang kamu telah lakukan sekarang. Jika kamu telah mempelajari buku-buku shia, kamu tidak akan terjumpa dimana-mana, bahawa Ummul-Mukminin Aisha telah dituduh melakukan zina.

AISHA TERLEPAS DARI TUDUHAN BERZINA.
Jika kamu membaca sejarah shia dan ulasannya, kamu akan lihat bagaimana mereka telah membela Ummul-Mukminin Aisha dari tuduhan zina. Yang sebenarnya laporan itu telah dibuat oleh sekumpulan orang muda hipokrit semasa hidupnya nabi. Sebahagian dari mereka yang terlibat adalah Mista bin Uthatha, Hasan bin Thabit dan Abdullah bin Ubayy. Mengenai terlepasnya Aisha dari tuduhan palsu para hipokrit, tujuh ayat telah diwahyukan di dalam al-Quran. Shia percaya bahawa untuk membuat tuduhan zina atau melakukan perbuatan sumbang terhadap mana-mana muslim adalah haram, tidak perlu disebut terhadap isteri nabi, sama ada dia Aisha atau HafsaH.

MAKSUD KEPADA TIDAK MEMPUNYAI KEPERCAYAAN OLEH ISTERI NUH DAN LUT.
Adalah pelik terhadap kamu yang telah salah ertikan tidak jujur bermaksud zina, walaupun terdapat jurang yang besar diantara duanya. Isteri para nabi adalah bebas dari zina. Disini perbincangannya adalah mengenai kepercayaan mereka. Pertama jika isteri nabi bertindak menyalahi arahan suaminya, dia pastinya tidak jujur Kedua bukan kami yang mengatakan mereka telah terbukti tidak jujur. Al-Quran sendiri yang mengatakan: Mereka tidak jujur kepada suami mereka,’ dan tidak jujur bukannya berzina. Sebagaimana saya telah katakan terdahulu, isteri para nabi bebas dari yang ini. Maka maksud tidak jujur adalah engkar.
 
Isteri nabi Nuh selalu menentang suaminya, dan kerap memalukannya dikhalayak ramai. Dia berkata: ‘suami saya gila. Oleh kerana saya selalu bersama dengannya siang dan malam, saya tahu keadaan sebenarnya. Janganlah tertipu olehnya.’ Isteri nabi Lut selalu memberitahu manusia tentang orang yang menjadi tetamu rumahnya. Dia selalu melakukan perbuatan yang keji dengan menyebarkan rahsia rumah mereka kepada para musuh. 
 
TIDAK JUJURNYA ISTERI TIDAK MENUNJUKKAN TIDAK SUCI.
Menurut pengulas al-Quran dan juga menurut dari kenyataan mereka yang ma’sum, pengertian surah an-Nur dimana kamu menunjukkan tujuan maksud kamu bahawa wanita jahat untuk lelaki jahat dan lelaki jahat tertarik kepada wanita jahat. Wanita baik untuk lelaki baik dan lelaki baik tertarik kepada mereka. Di dalam bab yang sama di dalam ayat selanjutnya Allah berkata: ‘Yang berzina lelaki tidak akan mengawini melainkan penzina wanita atau yang kafir dan bagi penzina wanita, tiada siapa yang akan mengahwininya melainkan penzina lelaki atau yang kafir. [24:3].
 
Secara ringkas ayat al-Quran ‘wanita jahat untuk lelaki jahat…’ tidak menunjukkan bukti pada maksud kamu. 
 
Betapa sering genderang perang anti Syi’ah (pengikut setiap Ahlulbait as.) dibunyikan para penabur fitnah dari kalangan nawâshib (para musuh Ahlulbait as.) dan mereka yang tertipu dengan kepalsuan dengan fitnahan bahwa Syi’ah menghina Aisyah Ummul Mukmini dan mencacinya! Dan betapa pun ulama Syi’ah dan para penganjur Wahdah Islamiyah dari kalangan ulama Sunni menyadarkan kaum awam Sunni bahwa semua itu adalah fitnah dan tidak mewakili pandangan Mazhab Syi’ah Ja’fairiyah Itsnâ Asyariyah tetap saja para penebar fitnah itu getol menjajakan fitnahannya dan tetap juga banyak kaum awam tertipu dengannya (namanya juga awam, ya pasti rawan dibodohi kaum cerdik jahat!)
Sementara itu tidak sedikit hadis/riwayat Sunni yang menghinakan Nabi saw. dan keluarganya mereka terima dan tidak ada sikap berani untuk menolaknya! Sebagaimana tidak sedikit riwayat yang menghinakan Aisyah (walaupun sebagiannya dimaksudkan untuk memujinya). Dalam kesempatan ini saya hanya akan membawakan bukti kecil batapa riwayat-riwayat Ahlusunnah tidak sedikit yang menghina Aisyah; Ummul Mukimin, istri Nabi saw.

Kata Hadis Sunni Aisyah Sering Mejeng Untuk Menggait Para Pemuda Quraisy! Itulah yang mereka riwayatkan. Aisyah keluyuran di jalan-jalan untuk menarik perhatian para pemuda suku Quraisy yang nakal tentunya! Bukankah ini sebuah penghinaan besar atas istri Nabi, Ummul Mukminin Aisyah?! Dengarkan laporan Ibnu Abi Syaibah (tokoh hadis agung Ahlusunnah) dalam kitab Mushannaf-nya. Ia meriwayatkan dari Asiyah bahwa:

أنَّها شوَّفَت جاريةً و طافَتْ بِها. قالت: لَعَلنا نصطادُ بِها شبابَ قُريشٍ

“Sesungguhnya ia mendandani seorang gadis belia/budak perempuannya lalu mengajaknya keliling (kota/kampung). Dan Aisyah berkata, “Mungkin kami bisa menjaring pemuda Quraisy dengan perantaraan budak ini.” [Mushannaf; Ibnu Abi Syaibah,4/49.].

Ustad Husain Ardilla & AHLUL BAIT NABI SAW berkata:
Kami tidak mengetahui dengan pasti, (mungkin Anda atau para ulama Sunni dan Wahhâbi-Salafi mengetahuinya) apakah saat itu beliau sudah menikah dengan Nabi dan menjadi ibu kaum Mukminin, atau saat itu beliau ra. masih belum menjadi istri Nabi?!

Yang pasti, apa yang dikatakan oleh riwayat Sunni itu jelas-jelas menghinakan Aisyah sebagai ibiu kaum Mukminin! Kecuali jika para ulama Sunni melihatnya sebagai prilaku biasa-biasa saja! Dan menjajakan diri untuk menjaring kaum muda nakal di jalan tidak merusak kehormatan seorang wanita! Jika benar demikian (dan itu yang dikatakan riwayat Sunni) lalu apa bedanya pelakunya dengan tante-tente girang yang biasa mejeng di mool-mool untuk mencari perhatian dari para pemuda gagah perkasa!Subhanallah! Sungguh ini sebuah penghinaan atas kehormatan istri Nabi saw.! Bukankah kita wajib menghormati para istri Nabi saw.?!

Hadis Shahih Bukhari Dan Ummul-mukminin Aisyah ra.

Pendahuluan
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi saw selalu terbimbing oleh wahyu dalam apa yang disampaikannya. Sebagaimana ayat-ayat Al Qur’an juga menegaskan bahwa di antara tugas penting  beliau saw. adalah memberi peringatan, indzâr. Demikian pula dengan sifat belas kasih Rasul saw. terhadap umat beliau adalah hal yang tidak perlu dipersoalkan lagi. Beliau sangat besar perhatian dan belas kasihnya terhadap umat ini. Ayat-ayat tentangnya sangat banyak, sehingga tidak perlu rasanya disebutkan satu-persatu di sini!

Di antara yang menyita perhatian dan membuat kesedihan dan keprihatinan mendalam tak menyingkir dari pikiran beliau adalah fitnah yang akan dialami oleh sekelompok dari umat Islam. Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah bahwa fitnah itu bakal dimotori dan dikomadoi oleh orang-orang yang secara formal telah mengikat dengan beliau dengan sebuah ikatan tertentu.
Imam Bukhari dalam kitab hadis Shahihnya yang diyakini sebagai kitab suci tershahih setelah Al Qur’an wahyu terakhir Allah dan yang semua hadisnya adalah shahih 100%, telah membongkar sebuah data berbahaya tentang lakon fitnah dan dari nama tanduk setan akan muncul.
Kata hadis shahih riwayat Imam Bukhari itu ternyata fitnah menyesatkan dan tanduk setan yang membahayakan umat Rasulullah saw. akan digodok matang di dapur Rumah Ummul Mukminin Aisyah ra dan akan keluar  disajikan sebagai hidangan maut atas umat beliau!
Sungguh mengerikan!

Mengingat dampak buruknya yang tak terbayangkan dan bahayanya yang mengerikan, Rasulullah saw. yang sangat berbelas kasih terhadap umatnya itu tidak mencukupkan dengan hanya mengingatkan Aisyah  ‘istri terkasihnya’ secra pribadi agar tidak bangkit sebagai lakon fitnah dan rumahnya menjadi tempat setan memamerkan kekuatan jahatnya! Lebih dari itu, tanggung jawab berat beliau saw. sebagai mundzir, pemberi peringatan menuntut beliau untuk bangkit berpidato di hadapan para sahabat. Dari atas mimbar suci itulah Rasulullah saw. berpidato menegaskan seraya menunjuk rumah tempat tinggal Aisyah bahwa dari rumah itulah kelak fitnah akan bangkit dan tanduk setan akan muncul!

Perhatikan sobat teks pidato abadi sang Rasul yang kasih!

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطِيبًا فَأَشَارَ نَحْوَ مَسْكَنِ عَائِشَةَ فَقَالَ هُنَا الْفِتْنَةُ ثَلَاثًا مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ

صحيح البخاري – كِتَاب فَرْضِ الْخُمُسِ – بَاب مَا جَاءَ فِي بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا نُسِبَ مِنْ الْبُيُوتِ إِلَيْهِنَّ

Imam Bukhari meriwayatkan … dari Nâfi’ dari Abdullah bin Umar ra.: Nabi saw. berdiri berpidato seraya menunjuk ke arah rumah Aisyah lalu bersabda, “Di situlah fitnah! -beliau mengulangnya tiga kali- di mana tanduk setan akan muncul.”![1]
Teks Arab diatas saya ambil dari “Shahih Bukhari Online” situs Kementrian Agama Arab Saudi http://hadith.al-islam.com/Page.aspx?pageid=192&TOCID=1974&BookID=24&PID=2941 )
Demikianlah Nabi Muhammad saw memperingatkan para sahabat dan tentunya juga kita semua agar mengetahui sumber fitnah berawal dari mana? Dan kekuatan penyesat dan penghancur keutuhan umat dan ajaran -yang disebut sebagai tanduk setan- akan muncul dari mana?

Para Ulama Lari Dari Tanggungjawab!
Para ulama adalah pewaris para nabi as. Tentunya mereka juga harus memerankan peran para nabi dalam membimbing umat, memberikan pencerahan dan penyadaran! Akan tetapi yang sangat disayangkan, sebagian ulama justeru melakukan upaya pembodohan umat Islam! Mereka tidak menjadi penyambung lidah suci Nabi saw. tetapi yang mereka lakukan justeru merahasiakan sabda-sabda suci Nabi saw.! setelah gagal merahasiakannya, mereka mempelesetkan maksud dan kandungannya, alhasil mereka membodohi umat yang awam! Namun kasihan mereka karena ternyata tidak semua umat Islam awam dan mudah tertipu oleh pembodohan para ulama yang mengaku sebagai pewaris para nabi as.!

Dalam kasus kita ini, kenyataaan itu terlihat begitu nyata! Para pensyarah Shahih Bukhari berusaha membelokkan kandungan hadis ini dan cenderung lari dari tanggung jawab penerjemahan maksud sebenarnya dari sabda suci di atas!

Mereka berusaha lari dari menerangkan maksud hadis dan menanti kelengahan para santri atau kaum setengan awam setengah alim (yang biasa dipanggil kaum awam sebagai sang maha guru/Syeikh/ustadz dan diandalkan sebagai penyambung lidah suci agama). kelengahan mereka benar-benar dinanti oleh para pensyarah itu!

Ambil contoh nyata! Ibnu Hajar al Asqallani dalam kitab Fathul Bâri-nya yang merupakan syarah Shahih Bukhari terlengkap, tenyata ia lari dari menerangkan hadis bahwa fitnah itu dari rumah Aisyah! Dan tanduk setan akan muncul dari rumah Aisyah! Dan yang aneh lagi ia mengajak kita menyimpang jauh dengan mengatakan bahwa yang dimaksud dengannya adalah arah timur! Nabi saw. mengatakan fitnah itu muncul dari arah Timur! Maksudnya negeri Irak. Semua itu ia lakukan setelah mendemostrasikan kehebatannya dalam mengakurkan antara berbagai riwayat –katanya-! Sebab ada sabda nabi saw. yang mengatakan bahwa fitnah akan keluar dari sana! Seraya beliau menunjuk ke arah Timur!

Saya tidak mengerti, kaidah apa yang sedang diandalkan oleh sang penutup para hafiz itu? Sebab setahu saya (dan tentunya selain ini tidak benar) bahwa apabila ada dua nashyang satu bersifat umum dan yang lainnya bersifat khusus maka yang umum itu mesti diikat dengan yang khusus, sehingga mestinya hadis yang menyebut arah Timur itu dimaknai yang khusus yaitu yang menyebut rumah Aisyah!
Ringkas kata, ada upaya untuk mempermainkan akal kaum awam!

Akhirul Kalam! 
Sabda suci Nabi saw. tentang rumah siti Aisyah belum diterjemahkan dengan benar oleh para ulama’!
Hadis itu jelas sekali memuat kecaman keras atas fitnah yang menjadi pintu masuk setan untuk menebar fitnah penyesatan dan perpecahan!

Dan yang terakhir saya ingin katakan di sini. hadis kecaman terhadap rumah Aisyah seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari; imam ahli hadis teragung Ahlusunnah…. andai hadis seperti itu diriwayatkan oleh ahli hadis Syi’ah apalagi oleh Syeikh al Kulaini (semoga rahmat Allah tercurah atasnya), apa kira-kira sikap para penebar fitnah perpecahan itu akan berkomentar?

Jawabnya tidak samar bagi Anda. Pasti mulut-mulut berbisa itu akan segera memuntahkan bisa beracunnya dan mengatakan bahwa Syi’ah menghina ibu kaum Mukmini Aisyah ra.! Karena Syi’ah kafir dan halal darah mereka..!

Bukankah demikian apa yang selama ini mereka lakukan sesuai dengan tugas yang dibebankan ke atas pundak mereka oleh kaum Zionis dan para masyâikh Wahhâbi Salafi (yang sebagian dari mereka “buta” dan sebagian lainya “setengah buta” serta yang lain lagi melek  tetapi lebih buta dari yang buta) yang selama ini menjadi agen resmi maupun amatiran musuh-musuh persatuan Islam dan kaum Muslimin!

Pendek kata saya masih akan setia menanti jawaban dan keterangan memuaskan dari para ulama bukan dari para mukallid kaum “buta” yang jalannya meraba-raba!
Barang siapa buta di dunia ini maka ia di akhirat nanti buta dan lebih sesat jalannya!


Rujukan:
[1] Shahih Bukhari,4/100 Bab Mâ Jâa Fî Buyûti Azwâji an Nabi saw. habis no.3279. baca juga Fathul Bâri,13/69.

Saya menyakini bahwa Yasin Habib dari London bukanlah dari kalangan syiah, tetapi dari kalasngan zionis wahabi yang mengaku syiah.

Sunni Menuduh Nabi Muhammad Saw. Berniat Bunuh Diri Karena Stres Berat !


Nabi Muhammad Saw. Dan Awal Prosesi Pelantikan Kenabian Dalam Gambaran Bukhari

  • Nabi Muhammad Saw. Disiksa Jibril as.
  • Nabi Muhammad Saw. Ragu Akan Kenabiannya.
  • Nabi Muhammad Saw. Berniat Bunuh Diri Karena Stres Berat!
Bukhari (kitab kebanggan nomer satu Ahlusunnah) mengawali kitab Shahih-nya dengan melecehkan kehormatan sang Nabi mulia Muhammad Saw. bahwa beliau meragukan kenabiannya sendiri!


Bukhari mengawali kitab Shahih-nya dengan menyebut riwayat panjang bersumber dari Urwah ibn Zubair dari bibinya; Aisyah ra. tentang awal prosesi pelantikan kenabian yang sangat mengerikan dan belum pernah dilakukan Allah SWT terhadap seorang-pun dari rasul-rasul terdahulu. Dalam riwayat panjang itu digambarkan bahwa Nabi saw. dilantik menjadi nabi dalam suasana yang sangat rumit lagi menegangkan. Beliau tidak menyaksikan malaikat Jibril as. dalam kondisi terang benderang dan gamblang, seperti yang digambarkan Allah dalam firman-Nya:

وَاللَّيْلِ إذا عَسْعَسَ. وَالصُّبْحِ إذا تَنَفَّسَ. إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ . ذِي قُوَةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ . مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ . وَمَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُونٍ . وَلَقَدْ رَآهُ بِالآفُقِ الْمُبِينِ . وَمَا هُوَعَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ. وَمَا هُو َبِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ . فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ . إِنْ هُوَإِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ . لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ .وَمَا تَشَاءُونَ إلا أَنْ يَشَاءَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ .

Demi  malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya,* Dan  demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing,* Sesungguhnya  Al Qur’an itu benar- benar firman ( Allah yang dibawa oleh ) utusan yang mulia  (Jibril),* Yang  mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy,* Yang  ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.* Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali- kali orang yang gila.* Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.* Dan Dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil untuk menerangkan yang gaib.* Dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk,* Maka  ke manakah kamu akan pergi.* Al Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam,* (Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.* Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.(QS. At Takwîr [81];17-29 ).

Bukhari mengatakan dalam riwayatnya bahwa Jibril dalam ufuk yang samar dan kenabian pun kabur tanda-tanda kejelasannya!
Jibril as. pun memperlakukan Nabi kesayangan Allah dengan perlakuakn sadis dan kasar. Jibril memaksa Nabi saw. untuk membaca. Tetapi beliau tidak tau apa yang harus beliau baca! Beliau menjawab, ‘Aku bukan orang yang bisa baca!’ mendengar alasan itu Jibril tidak menerima… ia tetap memaksa dengan kasar sambil memeras Nabi saw. dalam selimut yang ia pakai, hingga kelelahan pun mencapai puncaknya. Setelahnya Jibril as. melepas Nabi dari dekapannya. Setelah memerintahnya lagi untuk membaca, dan Nabi pun menjawab dengan jawaban seperti pertama, Jibril pun tidak mengindahkan uzur Nabi. Ia mendekap kembali dengan tekanan keras Nabi saw. dalam selimut itu. Tiga kali perlakuan kasar itu dilakonkan Jibril as. dan Nabi pun tidak berdaya menghadapinya. Makluk Jibril adalah seorang malaikat yang sangat perkasa lagi kuat!
Setelahnya baru Jibril membacakaan lima ayat pertama surah al ‘Alaq (iqra’) dan Nabi pun mengikuti bacaan Jibril!
Dongeng itu tidak berhenti di sini…. Ada yang lebih mengerikan! Sepulang dari bersemedi di gua Hirâ’ dan kedatangan Jibril yang menyeramkan dan kasar itu, Nabi pulang dengan rasa takut tak terbayangkan yang menghantuinya…  Nabi saw. takut kalau yang mendatangiinya di gua Hirâ’ ternyata adalah setan/jin yang hendak menggangu jiwa beliau dan mau menjadikan beliau agen jin alias menajdi dukun!
Nabi pulang ketakutan dan langgsung menemui istri tercintanya Khadijah dan mengabarkan semua pengalaman yang beliau alami… beliau ceritakan pristiwa kedatangan Jibril yang bengis dan kasar itu kepada Khadijah…. Sambil ketakukan Nabi menceritakannya!
Nah, Anda pasti sudah tidak sabar untuk menyaksikan edisi lengkapnya dalam Shahih Bukahri?

Perhatikan riwayat Bukhari dari Aisyah ra. di bawah ini.

حَدَّثَنَا ‏ ‏يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏اللَّيْثُ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عُقَيْلٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏ابْنِ شِهَابٍ ‏ ‏ح ‏ ‏و حَدَّثَنِي ‏ ‏عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏عَبْدُ الرَّزَّاقِ ‏ ‏حَدَّثَنَا ‏ ‏مَعْمَرٌ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏الزُّهْرِيُّ ‏ ‏فَأَخْبَرَنِي ‏ ‏عُرْوَةُ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عَائِشَةَ ‏ ‏رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ‏ ‏أَنَّهَا قَالَتْ ‏: أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّادِقَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ فَكَانَ يَأْتِي ‏ ‏حِرَاءً ‏ ‏فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ ‏ ‏وَهُوَ التَّعَبُّدُ ‏ ‏اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ ‏ ‏وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى ‏ ‏خَدِيجَةَ ‏ ‏فَتُزَوِّدُهُ لِمِثْلِهَا حَتَّى فَجِئَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي ‏ ‏غَارِ حِرَاءٍ ‏ ‏فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فِيهِ فَقَالَ اقْرَأْ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏فَقُلْتُ ‏ ‏مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي ‏ ‏فَغَطَّنِي ‏ ‏حَتَّى بَلَغَ مِنِّي ‏ ‏الْجَهْدُ ‏ ‏ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي ‏ ‏الْجَهْدُ ‏ ‏ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي ‏ ‏الْجَهْدُ ‏ ‏ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ ‏: اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ‏ (حَتَّى بَلَغَ) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ . فَرَجَعَ بِهَا تَرْجُفُ ‏ ‏بَوَادِرُهُ ‏ ‏حَتَّى دَخَلَ عَلَى ‏ ‏خَدِيجَةَ ‏ ‏فَقَالَ ‏ ‏زَمِّلُونِي ‏ ‏زَمِّلُونِي فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ فَقَالَ يَا ‏ ‏خَدِيجَةُ ‏ ‏مَا لِي وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ وَقَالَ قَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي فَقَالَتْ لَهُ كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ وَتَحْمِلُ ‏ ‏الْكَلَّ ‏ ‏وَتَقْرِي ‏ ‏الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ ثُمَّ انْطَلَقَتْ بِهِ ‏ ‏خَدِيجَةُ ‏ ‏حَتَّى أَتَتْ بِهِ ‏ ‏وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قُصَيٍّ ‏ ‏وَهُوَ ابْنُ عَمِّ ‏ ‏خَدِيجَةَ ‏ ‏أَخُو أَبِيهَا وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعَرَبِيَّ فَيَكْتُبُ بِالْعَرَبِيَّةِ مِنْ الْإِنْجِيلِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ ‏ ‏خَدِيجَةُ ‏ ‏أَيْ ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ ‏ ‏وَرَقَةُ ‏ ‏ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ النَّبِيُّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏مَا رَأَى فَقَالَ ‏ ‏وَرَقَةُ ‏ ‏هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلَى ‏ ‏مُوسَى ‏ ‏يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا أَكُونُ حَيًّا حِينَ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ فَقَالَ ‏ ‏وَرَقَةُ ‏ ‏نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا ثُمَّ لَمْ ‏ ‏يَنْشَبْ ‏ ‏وَرَقَةُ ‏ ‏أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ فَتْرَةً حَتَّى حَزِنَ النَّبِيُّ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.‏ ‏فِيمَا بَلَغَنَا حُزْنًا غَدَا مِنْهُ مِرَارًا كَيْ يَتَرَدَّى مِنْ رُءُوسِ شَوَاهِقِ الْجِبَالِ فَكُلَّمَا أَوْفَى بِذِرْوَةِ جَبَلٍ لِكَيْ يُلْقِيَ مِنْهُ نَفْسَهُ تَبَدَّى لَهُ ‏ ‏جِبْرِيلُ ‏ ‏فَقَالَ يَا ‏ ‏مُحَمَّدُ ‏ ‏إِنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ حَقًّا فَيَسْكُنُ لِذَلِكَ ‏ ‏جَأْشُهُ ‏ ‏وَتَقِرُّ نَفْسُهُ فَيَرْجِعُ فَإِذَا طَالَتْ عَلَيْهِ فَتْرَةُ الْوَحْيِ غَدَا لِمِثْلِ ذَلِكَ فَإِذَا أَوْفَى بِذِرْوَةِ جَبَلٍ تَبَدَّى لَهُ ‏ ‏جِبْرِيلُ ‏ ‏فَقَالَ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ ‏

“Dengan sanad bersambung kepada Zuhri dari Urwah ibn Zubair dari Aisyah ra. ia berkata, “Permulaan wahyu yang dialami Rasulullah saw. adalah berupa mimpi yang benar dalam tidur. Beliau mendapati mimpi tersebut sebagaimana munculnya keheningan fajar subuh, kemudian dicintakan kepada beliau menyendiri. Beliau menyediri di gua Hirâ’. Di sana beliau menghabiskan beberapa malam untuk beribadah dengan mengabdikan diri kepada Allah SWT. sebelum kembali ke rumah dan mengambil bekal. Setelah beberapa hari berada di sana beliau pulang kepada Khadijah, mengambil bekal untuk beberapa malam lainnya. Sehingga datang kepadanya kebenaran (wahyu) ketika beliau berada di gua Hirâ’. Maka malaikat (Jibril as.) berkata, ‘Bacalah (wahai Muhammad!)’. Beliau berkata, ‘Aku bukan orang yang bisa membaca.’ Rasulullah saw. melanjutkan, ‘Malaikat kemudian memegang aku lalu mendekapku erat-erat kepayahan mencapai puncaknya. Kemudian Malaikat melepasku seraya berkata, ‘Bacalah (wahai Muhammad!).’ Beliau sekali lagi berkata, ‘Aku bukan orang yang bisa membaca.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Kemudian Malaikat memegang aku kedua kali lalu mendekapku erat-erat kepayahan mencapai puncaknya. Kemudian Malaikat melepasku sambil berkata, ‘Bacalah (wahai Muhammad!).’ Beliau berkata, ‘Aku bukan orang yang bisa membaca.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Kemudian Malaikat memegang aku untuk ketiga kali serta mendekapku erat-erat kepayahan mencapai puncaknya. Kemudian Malaikat melepaskanku dan membaca firman Allah:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ* خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ * اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَم ُ* الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ * عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ


.
“Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan* Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhan mu Yang Maha Pemurah yang mengajar manusia melalui pena. Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahui.”
Setelah itu beliau pulang menemui Khadijah dalam keadaan gemetar hatinya (ketakutan), beliau berkata, ‘Selimutilah aku! Selimutilah aku!’ Lalu Khadijah menyelimuti beliau hingga hilang rasa gementar dari diri beliau. Kemudian beliau berkata kepada Khadijah, ‘Wahai Khadijah! Apakah yang telah terjadi terhadapku ini? Lalu beliau menceritakan seluruh peristiwa yang terjadi. Beliau berkata lagi, ‘Aku benar-benar khawatir atas diriku.’
Khadijah  menghibur beliau dengan berkata, ‘Tidak! Bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Demi Allah! Sesungguhnya, engkau telah menyambung tali persaudaraan, bertutur kata benar, memikul beban orang lain, suka membantu orang yang tidak punya, menjamu tamu dan senantiasa membantu orang yang kesusahan.’
Lalu Khadijah berangkat dengan membawa Nabi menjumpai Waraqah ibn Naufal ibn  Asad ibn Abdul Uzza; sepupu Khadijah. Dia memeluk agama Nasrani pada zaman Jahiliyah. Dia pandai menulis dan ia menulis kitab Injil dalam bahasa Arab. Ketika itu dia telah tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya, ‘Wahai anak paman, dengarlah cerita dari anak saudaramu ini!’. Waraqah ibn Naufal berkata, ‘Wahai anak saudaraku! Apakah yang telah terjadi padamu?’ Rasulullah saw. menceritakan semua pristiwa yang beliau telah alami. Mendengar cerita itu, Waraqah berkata, ‘Ini adalah Namûs yang dahulu pernah datang kepada Nabi Musa as. Alangkah beruntungnya andai aku masih muda di saat-saat engkau dibangkitkan menjadi nabi. Dan andai aku masih hidup di saat-saat engkau diusir oleh kaummu.’
Lalu Rasulullah saw. berkata, ‘Apakah mereka akan mengusirku?’
Waraqah menjawab, ‘Ya. Setiap nabi yang bangkit membawa tugas sepertimu, pasti akan dimusuhi. Seandainya aku masih hidup di zamanmu, niscaya aku akan benar-benar membelamu.’
Maka tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia. Dan wahyu pun terputus, sehingga Rasulullah saw. sedih. Dan dalam berita yang sampai kepada kami beliau sangat sedih sekali sampai-sampai beliau berkali-kali berangkat untuk melemparkan diri dari puncak gunng. Maka setiap kali beliau telah sampai di puncak gunung untuk melemparkan diri (bunuh diri), Jibril muncul seraya berkata, ‘Hai Muhammad, sesungguhnya engkau benar-benar adalah Rasul, utusan Allah.’ Maka jiwa Nabi pun menjadi tenteram dan tenang. Dan jika terjadi lagi keterputusan wahyu itu, Nabi berniat melakukan bunuh diri lagi. Dan ketika sampai di puncak gunung, Jibril muncul lagi dan mengatakan yang serupa.” [1]
Dalam kesempatan lain Bukhari juga meriwayatkan sebagai berikut:

حَدَّثَنَا ‏ ‏يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ ‏ ‏قَالَ حَدَّثَنَا ‏ ‏اللَّيْثُ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عُقَيْلٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏ابْنِ شِهَابٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ ‏ ‏أَنَّهَا قَالَتْ :‏أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ ‏ ‏فَلَقِ ‏ ‏الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو ‏ ‏بِغَارِ حِرَاءٍ ‏ ‏فَيَتَحَنَّثُ ‏ ‏فِيهِ ‏ ‏وَهُوَ التَّعَبُّدُ ‏ ‏اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ ‏ ‏قَبْلَ أَنْ ‏ ‏يَنْزِعَ ‏ ‏إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى ‏ ‏خَدِيجَةَ ‏ ‏فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي ‏ ‏غَارِ حِرَاءٍ ‏ ‏فَجَاءَهُ ‏ ‏الْمَلَكُ ‏ ‏فَقَالَ ‏ ‏اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي ‏ ‏فَغَطَّنِي ‏ ‏حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ ‏ ‏أَرْسَلَنِي ‏ ‏فَقَالَ اقْرَأْ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي ‏ ‏فَغَطَّنِي ‏ ‏الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ ‏ ‏أَرْسَلَنِي ‏ ‏فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي ‏ ‏فَغَطَّنِي ‏ ‏الثَّالِثَةَ ثُمَّ ‏ ‏أَرْسَلَنِي ‏ ‏فَقَالَ ‏{ ‏اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ ‏ ‏عَلَقٍ ‏ ‏اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ‏} ‏فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏يَرْجُفُ فُؤَادُهُ فَدَخَلَ عَلَى ‏ ‏خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ ‏ ‏رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ‏ ‏فَقَالَ ‏ ‏زَمِّلُونِي ‏ ‏زَمِّلُونِي ‏ ‏فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ ‏ ‏الرَّوْعُ ‏ ‏فَقَالَ ‏ ‏لِخَدِيجَةَ ‏ ‏وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي فَقَالَتْ ‏ ‏خَدِيجَةُ ‏ ‏كَلَّا وَاللَّهِ ‏ ‏مَا يُخْزِيكَ ‏ ‏اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ ‏ ‏الْكَلَّ ‏ ‏وَتَكْسِبُ ‏ ‏الْمَعْدُومَ ‏ ‏وَتَقْرِي ‏ ‏الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى ‏ ‏نَوَائِبِ ‏ ‏الْحَقِّ فَانْطَلَقَتْ بِهِ ‏ ‏خَدِيجَةُ ‏ ‏حَتَّى أَتَتْ بِهِ ‏ ‏وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ‏ ‏ابْنَ عَمِّ ‏ ‏خَدِيجَةَ ‏ ‏وَكَانَ امْرَأً قَدْ ‏ ‏تَنَصَّرَ ‏ ‏فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ فَيَكْتُبُ مِنْ الْإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ ‏ ‏خَدِيجَةُ ‏ ‏يَا ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ لَهُ ‏ ‏وَرَقَةُ ‏ ‏يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏خَبَرَ مَا رَأَى فَقَالَ لَهُ ‏ ‏وَرَقَةُ ‏ ‏هَذَا ‏ ‏النَّامُوسُ ‏ ‏الَّذِي نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى ‏ ‏مُوسَى ‏ ‏يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا ‏ ‏مُؤَزَّرًا ‏ ‏ثُمَّ لَمْ ‏ ‏يَنْشَبْ ‏ ‏وَرَقَةُ ‏ ‏أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ

‏‏قَالَ ‏ ‏ابْنُ شِهَابٍ ‏ ‏وَأَخْبَرَنِي ‏ ‏أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ‏ ‏أَنَّ ‏ ‏جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ ‏ ‏قَالَ ‏ ‏وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الْوَحْيِ فَقَالَ فِي حَدِيثِهِ بَيْنَا أَنَا أَمْشِي إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنْ السَّمَاءِ فَرَفَعْتُ بَصَرِي فَإِذَا ‏ ‏الْمَلَكُ ‏ ‏الَّذِي جَاءَنِي ‏ ‏بِحِرَاءٍ ‏ ‏جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَرُعِبْتُ مِنْهُ فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ ‏ ‏زَمِّلُونِي ‏ ‏زَمِّلُونِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ‏ {‏يَا أَيُّهَا ‏ ‏الْمُدَّثِّرُ ‏ ‏قُمْ فَأَنْذِرْ ‏ ‏إِلَى قَوْلِهِ ‏ ‏وَالرُّجْزَ ‏ ‏فَاهْجُرْ‏} ‏فَحَمِيَ ‏ ‏الْوَحْيُ وَتَتَابَعَ ‏ ‏تَابَعَهُ ‏ ‏عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ ‏ ‏وَأَبُو صَالِحٍ ‏ ‏وَتَابَعَهُ ‏ ‏هِلَالُ بْنُ رَدَّادٍ ‏ ‏عَنْ ‏ ‏الزُّهْرِيِّ ‏ ‏وَقَالَ ‏ ‏يُونُسُ ‏ ‏وَمَعْمَرٌ ‏ ‏بَوَادِرُهُ ‏

( Sumber Hadis: “Bukhari Online” Situs Kementrian Urusan Agama dan Wakaf Saudi Arabia:
http://hadith.al-islam.com/Display/Display.asp?Doc=0&Rec=6
http://hadith.al-islam.com/Display/Display.asp?Doc=0&Rec=10403
Para Ulama Makin Memperseram Adegan Drama Mencekam!
Sebagian ulama ingin melengkapi edisi drama mencekam itu dengan data-data sebagai berikut:
Dalam Kitab as Sirah Al Halabiyah[2]disebutkan bahwa setelah pulang dari rumah Waraqah Khadijah mengadakan suatu percobaan untuk meyakinkan bahwa yang datang kepada Nabi adalah benar-benar Jibril dan bukan setan atau roh-roh jahat lainya.

Ketika beliau duduk berdua di rumahnya, maka datanglah makhluk yang seram yang pernah mendatanginya di Qua Hira’ dan ketika itulah Khadijah mulai mengadakan suatu eksperimen (percobaan), ia memerintahkan Nabi untuk duduk di pangkuan kanannya, ternyata makhluk itu tidak juga menghilang, diperintahkannya lagi agar duduk di pangkuan kiri, ternyata juga tidak menghilang dan disuruhnya lagi pindah di pangkuan tengah akan tetapi, makhluk itu tidak juga mau menyingkir, bahkan mengayunkan langkah-langkahnya untuk mendekat, maka Khadijah pun harus memainkan kartu terakhirnya ia pun menyingkap jilbabnya, dan menyaksikan hal itu, makhluk yang seram itu menghilang dan tidak datang lagi.

Dengan percobaan itu Khadijah dapat memastikan secara yakin bahwa makhluk yang seram itu adalah Jibrill (Malaikat pembawa wahyu).

Dan untuk mendapatkan hasil percobaan yang mendebarkan tersebut dibutuhkan waktu yang tidak sedikit, sehingga Nabi sendiri berinisiatif untuk bunuh diri dengan menerjunkan diri dari puncak gunung, namun setiap kali beliau akan melakukan nitaannya itu ada penghalang yang datang menggagalkan usaha itu, Jibril datang dan berkata: Aku adalah Jibril dan kamu adalah utusan Allah.
Demikianlah kisah singkat turunnya wahyu serta pengaruhnya terhadap jiwa dan mentalitas Nabi. Pada riwayat Imam Bukhari tersebut di atas ada sebuah kalimat yang bunyinya demikian:

لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي

“Aku khawatir akan diriku.”.

Akan tetapi Ath Thabari dan Ibnu Sa’ad menerangkannya bahwa yang ditakutkan adalah stres yang akan membawa kepada sakit jiwa (gila) atau takut jadi dukun santet. Ibnu Sa’ad, berkomentar: Aku takut kalau sampai aku menjadi dukun santet. Dan dalam kesempatan lain ia berkomentar: “Aku takut kemasukan/kesurupan jin yang menyebabkan gila [3]”.

Sedangkan Ibnu Jarîr ath Thabari ketika membawakan kisah awal turunnya wahyu, ia  berkomentar, “Nabi berkata, ‘Tiada sesuatu benda yang aku benci lebih dari seorang penyihir dan orang gila, aku tidak kuasa untuk memandang keduanya.’ Kemudian ia melanjutkan, ‘Aku takut menjadi seperti keduanya. Jangan sampai orang-orang Quraisy mengatakan hal itu terjadi padaku, aku akan pergi ke puncak gunung dan menerjunkan diri dan bunuh diri, setelah itu aku akan istirahat dan tenang.’ Beliau berkata: Lalu aku keluar untuk tujuan itu, dan ketika sampai di pertengahan jalan aku mendengar suara yang berkumandang memanggilku “Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, sedangkan aku adalah Jibril….”.

Kenabian Selalu Disertai Tanda-tanda Yang Jelas
Sudah menjadi Sunnatullah, setiap Ia mengutus seorang hamba men­jadi nabi selalu disertai dengan tanda-tanda yang dapat mene­nangkan dan meyakinkannya akan kenabiannya, sebagaimana yang terjadi atas diri Nabi Ibrahim. Allah menampakkan tanda-tanda kebesaran­nya agar ia menjadi orang yang betul-betul yakin.
Allah berfirman:

وَ كذَا نُرِيْ إبْراهيمَ مَلَكُوْتَ السمواتِ و الأرْضِ و لِيَكُوْنَ مِنَ المُوقنينَ.


“Demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi, agar Ibrahim termasuk orang yang benar-benar yakin. (QS:6; 75).

Ketika Allah melantik Musa as. menjadi seorang Nabi dengan firman-Nya: “Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang di wahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selin Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (QS:20;13-14) dan dalam ayat lain: “Wahai Musa! sesungguhnya Aku ini Allah Yang Maha Perkasa dan Bijaksana”. (QS:27; 9). Allah membeberkan tanda-tanda kenabian kepada Nabi Musa as. sehingga beliau dengan hati yang teguh mengenali wahyu dan kenabian itu dan kemudian meresponnya dengan memohon bantuan -dengan penuh kemesraan- agar tugas tanggung jawab kenabian yang dipikulkan itu dapat beliau laksanakan dengan baik..

رَبِّ إشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَ يَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ ….

“Musa memohon: Tuhanku, lapangkan1ah dadaku! Lan­carkanlah tugas yang dibebankan kepadaku…Sesungguhnya Engkau adalah Maha mengetahui (keadaan) kami”. ( QS:20; 25-35).

Bahkan lebih dari itu, seusai pelantikan itu, terjadilah dialoq mesra antara Allah SWT. dengan Nabi Musa as., Allah menanyakan kepada Musa as.: Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa? (QS:20;17).

Dalam menjawab pertanyaan itu, Musa as. lebih memilih menjawab dengan panjang lebar menyebut banyak hal terkait dengan kegunaan tongkat yang ada di tangan kanannya, yang semestinya ia mencukupkan dengan hanya mengatakan bahwa yang ada di tangan kananku adalah tongkat.
Musa berkata: Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan-keperluan yang lain padanya”.(QS:20;18).

Gaya pembicaraan seperti ini seperti di istilahkan oleh para pakar sastra bahasa Arab dengan Al Ithnâb (berpanjang-panjang), dan itu bukti kuat adanya kemesraan dan keharmonisan antara kedua lawan bicara.

Dengan demikian apakah dapat diterima oleh akal kita bahwa Allah menelantarkan kekasihnya yang dihantui rasa takut, cemas dan khawatir serta nasib yang tidak menentu, sehingga untuk mengusir itu semua harus membutuhkan bantuan dan obat penawar rasa takut dari seo­rang wanita yang jelasnya tidak tahu menahu tentang kenabian atau harus datang kepada seorang pendeta Nashrani yang kalau ia memiliki nasib baik, ia hanya membaca buku yang sudah ditahrif dan di rubah oleh tangan-tangan jahat.

Mengapa hal ini terjadi pada beliau, bukankah beliau Rasul ter­mulia dan Nabi yang paling dicintai oleh Allah??! Mengapakah perlakuan Allah SWT. kepada nabi Musa as. begitu lemah lembut, sementara itu Nabi Muhammad saw. yang justru lebih afdhal dari semua nabi dan rasul harus di perlakukan kasar? Ataukah jangan-jangan justru ini memang keistimewaan yang hanya diperuntukkan baginya? [4]

Ringkas kata, dapat kita katakan bahwa, Allah pasti akan memberikan semua fasilitas kemudahan bagi hambaNya yang Ia pilih untuk menjadi Nabi.

Pandangan Syi’ah (Pengikut Setia Ahlulbait as.) Dalam Masalah Ini!
“Zurarah bin A’yun pernah menanyakan hal itu kepada Imam Ja’far ia bertanya, “Bagaimana Nabi tidak takut bahwa yang datang kepadanya dari Allah itu termasuk bisikan dan wahyu setan?” Beliau menja­wab, “Sesungguhnya Allah jika menjadikan hambaNya seorang Rasul ia menurunkan atasnya ketenangan, sehingga apa yang datang dari Allah sama dengan apa yang ia saksikan dengan mata kepalanya.”[5]

Dalam riwayat lain juga dijelaskan ketika beliau ditanya: “Bagaimanakah para Rasul itu tahu bahwa mereka benar­-benar rasul? Beliau menjawab, “Tabir penutupaya telah disingkap.”[6]

Oleh sebab itu para nabi ketika dinobatkan berada pada keyakinan yang sempurna, akan tugas yang baru dibebankan di atas pundaknya, tidak takut, tidak bimbang dan tidak merasa minder bahkan selalu diliputi oleh lindungan dan inayah Allah.

Al Allamah Ath Thabarsi –seorang mufassir agung Syi’ah berkata, “Allah tidak akan mewahyukan kepada Rasul-Nya kecuali disertai dengan bukti-bukti yang jelas dan tanda yang nyata yang dapat menunjukkan bahwa apa yang diterimanya benar-benar dari Allah, sehingga Ia tidak butuh kepada bukti yang selainnya dan ia tidak akan takut serta tidak akan ditakut-takuti dan tidak pula gentar.”[7]

Ibnu Jakfari bertanya:
Setelah Anda baca apa yang diuraikan di atas dan data-data dari hadis riwayat Ahlusunnah, kami ingin bertanya, mungkin kami dapat meneumukan jawaban memuaskan dari para ulama Ahlusunnah.
  1. Bagaimana ulama Ahlusunnnah menafsirkan ayat-ayat yang kami sebutkan di awal artikel ini yang menerangkan betapa jelas dan gamblangnya suasana penobatan seorang menjadi nabi sehingga tidak perlu kepada sesuatu selain burhân/bukti dari Allah SWT. apalagi bantuan dari seorang pendeta Kristen bernama Waraqah ibn Naufal.
  2. Bagaimana para ulama Ahlusunnah menerima dongeng prosesi awal penobatan Nabi Muhammad saw. sebagai nabi seperti yang dalam riwayat-riwayat Bukhari dan muhaddis lain –seperti di atas-, padahal Allah mensifati Nabi saw. bahwa beliau berada di atas bashîratin, seperti dalam ayat 108 surah Yusuf [12]:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أدعو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أنا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَا أنا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”

Dan ayat 10 surah an Naml [27]:

إِنِّي لا يَخَافُ لَدَيَّ الْمُرْسَلُونَ

“Sesungguhnya orang yang dijadikan rasul, tidak takut di hadapan-Ku.”.

Bagaimana ulama Ahlusunnah menerima dongeng versi Bukhari seperti di atas, padahal Alllah SWT telah menegaskan dalam banyak ayat Al Qur’an tentang berita gembira yang disampaikan para nabi kepada kaumnya akan diutusnya Nabi Muhammad saw. Dan manusia menanti-nanti kedatangan nabi tersebut… mereka mengenal berbagai ciri dan sifat Nabi saw. Seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri… lalu apakah mereka mengenal sifat dan ciri Nabi saw. sementara beliau tidak mengenalnya? Bagaimana Bukhari mengatakan bahwa Nabi saw. Tidak mengenal status dirinya sendiri kendati Jibril sudah datang menemuinya dan menyampaikan wahyu perdananya?! Sehingga Waraqah menyakinkan ststus kenabian beliau?!

Coba renungkan ayat-ayat di bawah ini:

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يدي مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِى مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ

“Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata:” Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad) ” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti- bukti yang nyata, mereka berkata:” Ini adalah sihir yang nyata.” (QS. Ash Shaff [61];6).

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمُ أَلَّذِينَ خَسِرُوا أنفسهم فَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ.

“Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak- anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman ( kepada Allah ).” (QS. Al An’âm [6];20).

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الآمّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالآنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأَغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أنزل مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang- orang yang beruntung.” (QS. Al A’râf [7];157).

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فضلاً مِنَ اللهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أثر السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الآنْجِيلِ كَزَرْعٍ أخرج شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عظيماً

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang- orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam- penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang- orang kafir (dengan kekuatan orang- orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath [48];29).

Keyakinan Syi’ah Tentang Kema’shuman Nabi Muhammad Saw. Sejak Masa Kanak-kanak
Kami Syi’ah Ahlulbait Nabi as. Berkeyakinan tentang kema’shuman Nabi saw. dan bagaimana besarnya perhatian Allah terhadapnya sesuai dengan sabda-sabda para imam suci kami…. Allah SWT senantiasa menjaga Nabi-Nya dengan perhatian yang pemeliharaan-Nya. Di antaranya apa yang disabdakan Imam mulia kami; Ali ibn Abi Thalib as.

ولقد قرن الله به صلى الله عليه وآله من لدن أن كان فطيماً أعظم ملك من ملائكته ، يسلك به طريق المكارم ، ومحاسن أخلاق العالم ليله ونهاره . ولقد كنت أتبعه اتِّبَاعَ الفصيل أثر أمه ، يرفعُ لي في كل يوم من أخلاقه علماً ، ويأمرني بالإقتداء به .ولقد كان يجاور في كل سنة بحراء ، فأراه ولا يراه غيري . ولم يجمع بيتٌ واحدٌ يومئذ في الإسلام غير رسول الله صلى الله عليه وآله وخديجة وأنا ثالثهما، أرى نور الوحي والرسالة وأشم ريح النبوة.

Dan Allah telah menggandengkan bersama beliau saw. sejak masa beliau disapih ibunya seorang malaikat teragung. Ia membimibingnya menitih jalan kemuliaan perangai dan keindahan akhlak dunia, di sinag dan di malam hari. Dan aku senantiasa mengikuti beliau bak anak unta mengikuti induknya. Setiap hari beliau mengangkat untukku sebuah panji dari akhlak mulianya dan memerintahku untuk mengikutinya. Dan beliau menyendiri di gua Hirâ’ setiap tahun. Aku melihatnya dan tidak ada orang selainku yang melihatnya. Dan saat itu tiada sebuah rumah yang menghimpun anggota-anggota yang Muslim selain Rasulullah saw., Khadijah dan aku orang yang ketiganya. Aku menyaksikan cahaya wahyu dan kerasulan serta aku mencium semerbak harumnya kenabian.[8]

Inilah keyakinan kami; Syi’ah Ahlulbait as.!

(Bersambung)

Referensi:
[1] Kisah dan drama mencekam awal kedatangan wahyu itu dapat Anda baca dalam: Shahih Bukhari,1\bab Bad’u Al Wahyi, 4\ Kitab Bad’u Al Khalqi, 6\ Kitab at-Tafsir, Surah Iqra’ dan 6\Kitab at Tta’bir, Bab Awwalu Ma Budia rasulullah saw. Min al Wahyi, Shahih Muslim,1\ bab Bad’u Al wahyi bi Rasulillah dan Musnad Ahmad:6\223 dan 323.
Atau di situs resmi Kementrian Urusan Agama dan Wakaf Saudi Arabia: http://hadith.al-islam.com/Display/Display.asp?Doc=0&Rec=6 atau http://hadith.al-islam.com/Display/Display.asp?Doc=0&Rec=10403
[2] 1/ bab 251 cet. Al Maktabah Al Islamiyah Bairut. Lihat juga Al Bidayah Wa Al Nihayah,3/15-16, Sirah Ibnu Hisyam,1/255, Tarikh Al Thabari,2/50, Tarikh Al Khamis,1/283 Al Sirah Al Nabawiyah -tulisan Zaini Dahlan,1/83.
[3] Lihat Thabaqat Ibnu Sa ‘ad,1/195.
[4] Dalam pandangan Ibnu Hajar apa yang menimpa Nabi saw. pada permulaan turunnya wahyu termasuk khushûshiyah/keistimewaan beliau, sebab hal yang demikian tidak pernah terjadi pada nabi-nabi selain beliau pada awal turunnya wahyu  (Al Sirah Al Halabiyah,1/242).
[5] TafsirAl Ayyasyi, 2/201 dan Biharul Anwar,18/262
[6] Biharul Anwar,11/56  dan at Tamhid,1/50.
[7] Tafsir Majma’ul Bayan,10/384.
[8] Nahjul Balaghah,2/157.

saudara  pembaca …………..

Sunni  menuduh  Nabi Muhammad Saw. Berniat Bunuh Diri Karena Stres Berat !

Imam Bukhari meriwayatkan dalan kitab Shahih-nya; Kitabu at Ta’bîr,8/67:

وفَتَرَ الوحي فترةً حتى حزن النبي(ص) فيما بلغنا حزناً غدا منه مراراً كي يتردى من رؤس شواهق الجبال! فكلما أوفى بذِرْوَة جبل لكي يلقي منه نفسه ، تبدَّى له جبريل فقال يا محمد إنك رسول الله حقاً ، فيسكن لذلك جأشه وتقرُّ نفسه فيرجع . فإذا طالت عليه فترة الوحي غدا لمثل ذلك فإذا أوفى بذروة جبل تبدَّى له جبريل فقال له مثل ذلك!!

“Dan berhentilah wahyu (tidak turun lagi) untuk beberapa waktu, sehingga Nabi saw. bersedih –sesuai riwayat yang sampai kepada kami- dengan kesedihan yang sangat sehingga berkali-kali berusaha melemparkan dirinya dari puncak gunung-gunung tinggi! Dan setiap kali beliau sampai di puncak gunung untuk melemparkan dirinya dari puncaknya, malaikat Jibril menampakkan diri kepadanya dan berkata, “Hai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah benar-benar utusan (Rasul) Allah.” Maka tenanglah dan tentramlah hati dan jiwa beliau lalu beliau pulang”.
Dan jika panjang fatratul wahyi (waktu terputusnya wahyu) beliau kembali seperti semula (ingin melemparkan diri dari puncak gunung)! Dan ketika beliau sampai di puncak gunug Jibril kembali lagi menampakkan dirinya dan berkata yang sama seperti pada kali-kali sebelumnya!.”
.

Inilah riwayat Bukhari (kitab tershahih setelah Al Qur’an dan yang diyakini seluruh hadis di dalamnya adalah shahih dan barang siapa meragukannya maka ia telah keluar dari jalan kaum mukminin) yang menggambarkan Nabi mulia kita sebagai seorang yang stress berat sehingga tidak mampu mengontrol jiwanya dan selalu berusaha mau bunuh diri dengan melemparkan diri dari puncak gunung! Semua itu dikarenakan wahyu terlambat turun!

Kendati para ulama Sunni meyakini keshahihan dan keagungan kitab Shahih Bukhari dan mengimani seluruh hadisnya adalah shahih, namun terkait dengan kasus riwayat di atas, tidak sedikit dari ulama Sunni yang kebingungan sehingga berusaha mati-matian memeras pikiran dan keahlian mereka dalam mencari-carikan seribu satu alasan untuk menyelamatkan Imam Bukhari (bukan menyelamatkan Nabi mulia Muhammad ssaw., maaf!!) dan mempertahankan kewibawaan ketokohon dan kehebatan kitab Shahaih-nya.

Memang dengan memuat riwayat di atas Imam besar Ahlusunnah; Imam Bukhari telah membuat para pensyarah kelabakan dan kebingunan… namun mereka pasti tidak kehilangan akal untuk mengatakan bahwa kendati Imam Bukhari meriwayatkan dongeng konyol diatas tetap saja wibawa Shahih Bukhari tidak tergorahkan!

Mengapa? Sebab riwayat yang diyakini sebagai shahih yang karenanya kitab tersebut diyakini sebagai kitab yang seluruh hadisnya SHAHIH miah bil miah, seratus persen adalah khusus untuk hadis/riwayat yang musnad (memiliki sanad bersambung)! Sementara hadis di atas – kata mereka- tidak lain hanyalah informasi yang diterima az Zuhri dan kemudian ia sampaikan dengan tanpa sanad… ia hanya berkata, “fîmâ balaghanâ/sesuai riwayat yang sampai kepada kami.

Jadi –kata mereka- keberadaan riwayat seperti di atas yang menggambarkan Nabi mulia Muhammad saw. mau bunuh diri…. sama sekali tidak merusak keanggunan dan keshahihan kitab Shahih Bukhari!
Walaupun anehnya, Ibnu Hajar –pensyarah yang paling getol menyelamatkan kewibawaan Bukhari dan kitab Shahih-nya- terpaksa menyebutkan data-data yang memperkuat bahwa dongeng niatan Nabi saw. untuk bunuh diri itu termasuk dalam riwayat az Zuhri yang ia nukil dengan sanad bersambung dari Aisyah-istri Nabi saw.- kendati kemudian ia tidak menggubrisnya tanpa alasan yang jelas!

Coba perhatikan keterangan Ibnu Hajar di bawah ini:

ووقع عند ابن مردويه في التفسير من طريق محمد بن كثير عن معمر بإسقاط قوله فيما بلغنا، ولفظه : فترةً حزن النبي(ص)منها حزناً غدا منه.. إلى آخره ، فصار كله مدرجاً على رواية الزهري، عن عروة ، عن عائشة

“Dan dalam riwayat Ibnu Mardawaih dalam tafsir dari jalur Muhammad ibn Katsîr dari Ma’mar dengan tanpa kalimat “fîmâ balaghanâ/sesuai riwayat yang sampai kepada kami. Redaksinya sebagai berikut: ” … wahyu terputus beberapa waktu yang mana Nabi menjadi sedih dengan kesedihan yang sangat sehinggga….” Dan seluruhnya menjadi satu dalam riwayat az Zuhri dari Urwah dari Aisyah. [1]

Adapun keberatan Ibnu Hajar atas data di atas dan kecenderungannya untuk mengatakan bahwa dongeng itu bukan bersambung dengan sanad di atas adalah kecenderungan yang tidak ia dukung dengan dalil dan bukti…. Bukankah banyaknya bukti dari riwayat para ulama lain seperti Ibnu Mardawaih bahwa tambahan dongen itu bersambung dengan sanad di atas yaitu az Zuhri dari ‘Urwsah dari Aisyah sangat banyak dan kuat!

Selain itu, bukankah Ibnu Hajar sendiri telah menyebutkan dan menguatkan riwayat Ibnu Sa’ad dengan sanad bersambung kepada sahabat Ibnu Abbas ra. dengan redaksi berikut ini:

مكث أياماً بعد مجئ الوحي لا يرى جبريل ، فحزن حزناً شديداً حتى كاد يغدو إلى ثبير مرة وإلى حراء أخرى ، يريد أن يلقي نفسه ، فبينا هو كذلك عامداً لبعض تلك الجبال إذ سمع أنت رسول الله حقاً وأنا جبريل ، فانصرف وقد أقر الله عينه وانبسط جأشه ، ثم تتابع الوحي

“Dan Nabi tinggal beberapa hari setelah datangnya wahyu tidak melihat Jibril kembali, lalu beliau sedih dengan kesedihan yang sangat sampai-sampai beliau sesekali bermaksud mendatangi gunung Tsabîr dan sesekali hendak mendatangi gua Hirâ’ untuk melemparkan diri darinya. Lau ketika beliau bermaksud demikian dan mendatangi sebagian gunung itu beliau mendengar suara:”Engkau benar-benar adalah Rasul Allah dan aku adalah Jibril” maka beliau pergi dan Allah telah menenangkan jiwanya. Lalu setelah itu wahyu lancer turun.”

Dan hadis riwayat Ibnu Sa’ad yang disinggung oleh Ibnu Hajar itu dapat Anda temukan dalam kitab ath Thabaqât-nya,1/196 dengan sanad sebagai berikut: dari az Zuhri dari Urwah dari Aisyah, sebagaimana dapat Anda temukan dalam riwayat ath Thabarai dalam Târîkh-nya,2/47 dan juga dalam Tafsir-nya,30/317.[2]

Lagi pula andai benar seperti hemat Ibnu Hajar bahwa dongeng itu adalah tambahan dari az Zuhri tidak melaui sanad di atas, akan tetapi bukankah ia shahih menurut Imam Bukhari?! Buktinya ia pun mengoleksinya dalam kitab Shahih kebanggaannya yang katanya ia memuatnya setelah melalui seleksi ketat dari ratusan ribu hadis shahih!

*****
Di sini seperti telah disinggung, mereka hanya sibuk menyelamatkan Bukhrai dan kitab Shahihnya! Adapaun Nabi saw. dilecehkan dan digambarkan sehina itu…. Adapun membela Nabi saw. sepertinya bukan tanggung jawab dan urusan ulama Sunni!

Anda dapat membaca Fathul Bâri, bagaimana Ibnu Hajar al Asqallâni ketika mensyarahkan hadis di atas hanya sibuk meneliti dan mengungkap hal-hal sepele yang sama sekali tidak berarti dan tidak satu kata pun membela Nabi saw. yang sedang dihinakan dalam hadis Bukhari di atas!
 
Dongeng Palsu Versi Imam Bukhari Menjadi Dasar Doqma Akidah Ahlusunnah
Apapun kata ulama dan pensyarah kitab Shahih Bukhari yang berusaha dengan segala cara menyelamatkan Imam Bukhari dan kitab Shahih-nya tentang dongeng niatan Nabi saw. untuk bunuh diri… yang pasti kini dongeng itu benar-benar telah menjadi kayakinan yang diterima dengan tanpa keberatan oleh para tokoh dan ulama Ahlusunnah dan telah mengakar menjadi doqma yang wajib diterima.

Dongeng Palsu Itu Menjadi Data Andalan Para Sejarawan Sunni
Para ulama dan penulis sejarah ketika berbicara tentang awal proses penurunan wahyu dan masa fatratul wahyi tidak akan ketinggalan menyajikan dongeng utama Sirah dan pasti akan memaksa Anda untuk meyakininya sebagai bagian dari kesetiaan terhadap konsep kesunnian… jika tidak bias jadi akan diragukan kesunian Anda!

Anda dapat membuka kitab Sirah Nabi saw. karya Mufti Besar Sunni (Syafi’iyah) di masanya, Syeikh Zaini Dahlan atau kitab Hayâtu Muhammad karya Cendikiawan Muslim kebanggan Sunni Muhammad Husain Haikal atau Fiqhu Sîrah karya ulama dan pemikir hebat Sunni Syeikh Sa’îd Ramâdhan al Bûthidi sana Anda pasti menemukan mereka menyebutkan deongeng itu dari riwayat Bukhari dan lainnya sebagai sebuah kebenaran pasti yang tidak perlu diiperdebatkan!
Syeikh Zaini Dahlan berkata, “Maka Nabi saw. besedih dengan kesedihan yang sangat sehingga berkali-kali berniat untuk melemparkan diri dari puncak gunung. Dan setiap kali ia sampai di puncak gunung untuk melempaskan diri, Jibril as. menampakkan dirinya dan berkata, ‘Engkau benar-benar adalah utusan Allah.’ Maka tenanglah jwa beliau dan pulanglah beliau. Lalu jika lama masa kefakuman wahyu beliau kembali lagi untuk berusaha melemparkan diri dari puncak gunung dan sekali lagi Jibril pun datang dan berkata yang sama.

Dan dalam kitab Fathu al Bâri disebutkan bahwa masa fatratul wahyi itu berlangsung selama tiga tahun. As Suhaili memastikan bahwa ia berlangsung selama dua tahun…. [3]
 
Haikal dengan gaya bahasa menawan berusaha meyakinkan pembacanya akan kebenaran dongeng yang menggambarkan kondisi betapa labilnya jiwa Nabi saw. di saat wahyu terputus dan Jibril tidak lagi kunjung datang! Haikal berkata,Dikatakan bahwa Nabi saw. berfikir untuk melemparkan diri dari puncak gunung Hira’ atau gunung Abu Qubais.[4]

Adapun Syeikh Sa’id Ramâdhan al Bûthi dengan tegas mengatakan bahwa adalah ketetapan hikmah ilahiah untuk memutus wahyu beberapa waktu yang cukup panjang agar kegelisahan menguasai jiwa Nabi saw. kemudian kegelisahan itu berubah menjadi rasa takut bahwa Allah telah menelantarkannya setelah sebeulumnya hendak memuliakannya, mungkin karena kesalahan yang pernah ia lakukan sampai dunia yang lebar ini menjadi sempit di mata Nabi saw. yang kemudian mendorongnya untuk nekad mengakhiri hidupnya dengan melemparkan diri dari puncak gunung![5]

Dari tiga kutipan di atas, dan tentunya ia hanya sekedar contoh semata,Anda dapat memahami betapa riwayat Imam nomer Satu Sunni itu benar-benar telah mendarah daging dalam doqma Sunni dan pikiran para ulama’nya!


Dongeng Palsu Itu Juga Menjadi Bahan Utama Para Ahli Tafsir Sunni
Selain ahli sejarah Sunni, para tokoh dan imam tafsir Sunni juga menjadikan dongeng palsu di atas sebagai bahan utama ulasan mereka ketika mereka berbicara tentang tafsir surah al ‘Alaq (surah pertama yang turun kepada Nabi saw.) tidak terkecuali para ulama yang biasanya ketat dalam meneliti dan menyeleksi riwayat-riwayat seperti Syeikh Muhammad Abduh.

Tidak mungkin menyebutkan komentar mereka semua dalam kesempatan ini. Sekali lagi kami hanya akan membawakan beberapa contoh dari para mufassir agar dapat dijadikan barometer betapa dongeng itu telah menodai kesucian dunia tafsir Sunni pula.

Ibnu Katsir, -setelah menyebutkan riwayat awal proses penerimaan wahyu dan niatan serius Nabi saw. untuk bunuh diri  dari riwayat Ahmad-, mengatakan, “Dan hadir ini telah diriwayatkan dalam dua kitab Shahih (Bukhari dan Muslim) dari hadis az Zuhri.[6]

Imam al Baghawi dalam tafsir Ma’âlim at Tanzîl-nya dan Allamah al Khâzin dalam tafsir Lubâb at Ta’wîl-nya menyebutkan riwayat Bukhari dan mengandalkannya dalam panafsiran ayat dan menyimpulkan darinya beberapa kesimpulan, sebagai bukti bahwa riwayat itu dalam pandangaan mereka tidak perlu dipermasalahkan.[7]

Begitu juga dengan Syeikh Muhammad Abduh, ia mengawali tafsir surah ini dengan mengatakan, “Telah shahih riwayat-riwayat bahwa Nabi saw. pertama kali menyaksikan malaikat menyampaikan wahyu, ia berkata kepadanya, Bacalah” maka Rasulullah saw berkata, ‘Aku bukan orang yang bisa membaca…. (kemudian ia melanjutkan): Perawi berkata, “Maka Nabi saw pulang dengan jiwa berdebar dan menemui Khadijah .. dan hadisnya panjang dan di dalamnya terdapat: “Dan setelah itu wahyu terputus beberapa waktu, Nabi bersedih dengan kesedihan yang sangat sehingga beliau berkali-kali untuk mellemparkan diri dari puncak gunung, akan tetapi penampakan malaikat dan mengabarannya bahwa ia adalah utusan Allah mencegahnya dari melaksakan niatannya itu….”[8]

Di sini, Anda berhak bertanya-tanya:
  • Mungkihkan Allah SWT tidak mampu meyakinkan kekasih dan hamba kesayangan-Nya Muhammad saw bahwa ia sekarang telah menjadi Nabi dan Rasul utusan Allah?!
  • Mungkinkah Allah berlaku zalim terhadap Nabi kecintaan-Nya yang baru saja Ia turuni wahyu lalu tiba-tiba disengaja wahyu itu Ia putus agar membuatnya kehilangan akal sehatnya dan akhirnya berusaha berkali-kali mau bunuh diri?
  • Jika Nabi Muhammad saw. saja yang menyaksikan langsung kedatangan malaikat Jibril utusan Allah untuk membawa wahyu-Nya kepada nabi dan rasul-Nya tidak mampu yakin bahwa yang datang itu adalah Jibril dan sekarang dirinya adalah Rasul Allah, lalu bagaimana mungkin Allah memaksa umat manusia untuk mengimani Muhammad sebagai nabi dan utusan Allah dan bahwa yang datang kepadanya itu adalah Jibril membawa wahyu Allah bukan setan, sementara kita tidak menyaksikannya dan tidak pula merasakannya?
  • Para ulama Sunni membenarkan adanya keraguan dalam jiwa Nabi Muhammad saw. tentang apa yang datang kepadanya. Lalu apakah Anda –wahau saudara Sunniku- juga sependapat dengan mereka?

Referensi:
[1] Fathu al Bâri,12/316.
[2] Dan riwayat Ibnu Sa’ad dan ath Thabari di atas justeru memperparah masalah, sebab kendati Allah telah menenangkan jiwa Nabi saw., tetap saja beliau berontak dan berniat untuk bunuh diri!
[3] Sirah Nabawiyah, Syeikh Mufti Syafi’iyah; Ahmad Zaini Dahlan, (dicetak dipinggir kitab as Sirah al Halâbiyah,1/163. Ter.al Maktabah al Islamiyah. Beirut.
[4] Hayât Muhammad:98.
[5] Baca Fiqhu as Sîrah:70.
[6] Tafsir al Qurân al Al ‘Adzîm; Ibnu Katsiîr,4/527-528.
[7] Kedua tafsir itu dicetak menjadi satu. Lihat,7/267-268
[8] TAfsir Juz Ammâ; Syeikh Muhammad Abduh:122-123. cet. Mesir. Tahun 1341 H.

Terkait Berita: