Metode beragama yang ditempuh Mazhab Ahlusunnah Wal Jama’ah (sunni)
adalah “Metode Kaca Mata Kuda”. Ngotot menyatakan sesuatu sebagai
kebenaran/hujjah dengan cara menyembunyikan begitu banyak hadits atau
atsar lain yang justru berpotensi besar sebagai kebenaran karena
bertentangan dengan klaim mereka.
Apakah Istri Nabi Diharamkan Menerima Sedekah? Anomali Bantahan Nashibi
Seperti biasa nashibi yang ingkar sunnah itu kembali membuat bantahan
terhadap tulisan kami dan seperti biasanya bantahan itu “tidak
bernilai” bagi orang yang mau sedikit saja menggunakan akalnya. Nashibi
ini memang layak untuk dikatakan
ajaib aneh tapi nyata, ia
membantah suatu tulisan dengan dalil padahal dalil yang ia gunakan
sebenarnya menjadi bantahan bagi dirinya. Fenomena ini hanya terjadi
pada orang yang lemah akalnya atau orang berakal yang dikuasai oleh
kebencian sehingga akalnya tertutup dengan nafsu membantah.
Tulisan ini kami buat bukan untuk dirinya karena ia jelas bukan tipe
orang yang menginginkan kebenaran tetapi tipe orang yang hanya
dipengaruhi kebencian terhadap syiah rafidhah. Jadi harap maklum kalau
dalam pikiran nashibi itu setiap orang yang bertentangan dengannya harus
dikatakan syiah rafidhah. Tulisan ini kami tujukan untuk para pembaca
yang berniat mencari kebenaran.
Pada tulisan sebelumnya kami membawakan hadis Zaid bin Arqam dimana
Zaid mengeluarkan istri Nabi dari ahlul bait yang diharamkan menerima
sedekah. Anehnya nashibi ngeyel itu membantah dengan membawakan riwayat
Muslim yang malah menguatkan hujjah kami [komentar nashibi itu adalah
yang kami blockquote]
Riwayat Zaid bin Arqam dalam riwayat Muslim adalah sebagai berikut :
وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ
بَيْتِهِ قَالَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ
مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ قَالَ وَمَنْ هُمْ قَالَ هُمْ آلُ
عَلِيٍّ وَآلُ عَقِيلٍ وَآلُ جَعْفَرٍ وَآلُ عَبَّاسٍ قَالَ كُلُّ
هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ قَالَ نَعَمْ
Lalu Husain bertanya kepada Zaid ”Hai Zaid siapa gerangan Ahlul Bait
itu? Tidakkah istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait? Jawabnya
“Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul Bait
disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah
sepeninggal beliau”, Husain bertanya “Siapa mereka?”.Jawab Zaid ”Mereka
adalah Keluarga Ali, Keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Ibnu
Abbas”. Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah (zakat)?” tanya
Husain; “Ya”, jawabnya. (Shahih Muslim juz II hal 279 bab Fadhail Ali)
Dalam hadits Muslim di atas, Zaid mengatakan bahwa istri-istri Nabi
termasuk dalam ahlul bait yang dimaksud berbeda dengan riwayat Mushanaf
Ibnu Abi Syaibah.
Lucu sekali bukan, apa ada dalam tulisan kami sebelumnya kami
menyatakan bahwa istri Nabi bukan ahlul bait?. Orang yang mampu memahami
dengan baik pasti akan mengerti bahwa maksud perkataan Zaid bin Arqam
adalah istri Nabi memang ahlul bait tetapi mereka bukan ahlul bait yang
diharamkan menerima sedekah. Riwayat Muslim tersebut tidaklah berbeda
dengan riwayat Ibnu Abi Syaibah apalagi Muslim juga membawakan riwayat
Zaid bin Arqam dimana Hushain dan Yazid bertanya:
فقلنا من أهل بيته ؟ نساؤه ؟ قال لا وايم الله إن المرأة تكون مع الرجل
العصر من الدهر ثم يطلقها فترجع إلى أبيها وقومها أهل بيته أصله وعصبته
الذين حرموا الصدقة بعده
Kami bertanya “siapakah ahlul baitnya?” apakah istri istrinya?.
Zaid menjawab “tidak, demi Allah seorang istri bisa saja ia terus
bersama suaminya kemudian bisa juga ditalaknya hingga akhirnya ia
kembali kepada ayahnya dan kaumnya. Yang dimaksud Ahlul baitnya adalah
keturunan dan keluarga Beliau yang diharamkan menerima sedekah
sepeninggalnya [Shahih Muslim 4/1873 no 2408].
Jadi justru riwayat Zaid bin Arqam dalam Shahih Muslim menguatkan apa
yang kami tuliskan yaitu istri Nabi tidak diharamkan menerima sedekah.
Yah melihat cara nashibi itu berhujjah membuat kami merasa kasihan.
Semoga Allah SWT menyembuhkan penyakit di dalam hati mereka.
Nashibi itu juga berkata jika memang perkataan Zaid seperti itu maka
itu adalah pendapatnya sendiri yang bisa benar dan bisa pula keliru.
Kalau begitu hal yang sama pula bisa dikatakan untuk riwayat Aisyah yang
sering dijadikan hujjah oleh nashibi. Jika memang riwayat Aisyah shahih
[nyatanya tidak] maka itupun adalah pendapatnya sendiri yang bisa benar
dan bisa pula keliru.
Kemudian nashibi itu membahas riwayat Barirah dengan cara yang
menyedihkan. Ia mengatakan kesimpulan kami mentah dan ia membuat
bantahan ngawur berikut
Orang syi’ah ini ternyata begitu mudah menarik kesimpulan
yang masih mentah, berdasarkan hadits yang dia kutip, maula yang yang
diharamkan menerima sedekah sebenarnya adalah khusus maula Nabi
shalallahu ‘alaihi wasalam, karena mereka seperti keluarga beliau
sendiri, Maimun dan Mihran adalah Maula Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam
maka mereka pun haram menerima sedekah, sedangkan maula selain dari
Maula Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam (termasuk Maula Aisyah) tidak
terkena hukum ini.
Kami yakin nashibi itu sudah membaca tulisan kami sebelumnya dan
ternyata ia masih mengeluarkan ucapan di atas. Hal ini membuktikan kalau
nashibi itu memang orang yang ingkar sunnah. Wahai nashibi, kami hanya
mengulang apa yang jelas jelas dinyatakan Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam]. Beliau bersabda
انا أهل بيت نهينا عن الصدقة وان موالينا من أنفسنا ولا نأكل الصدقة
Kami ahlul bait dilarang bagi kami menerima sedekah dan maula kami adalah bagian dari kami dan tidak boleh menerima sedekah.
Masa’ sih ada orang yang masih salah memahami hadis di atas. Lafaz yang dimaksud adalah
“kami ahlul bait” kemudian dilanjutkan dengan lafaz
“maula kami adalah bagian dari kami”. Maka siapapun yang punya sedikit akal pikiran pasti mampu memahami bahwa
“maula kami” yang dimaksud disitu adalah
“maula ahlul bait”. Apa ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata
“kami ahlul bait dilarang menerima sedekah” itu
maksudnya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] saja dan tidak
untuk ahlul baitnya?. Aduhai kami kehilangan kata-kata menghadapi hujjah
nashibi yang menyedihkan.
Hadis ini menjadi hujjah bahwa ahlul bait yang dimaksudkan dalam lafaz
“kami ahlul bait diharamkan menerima sedekah” adalah
ahlul bait yang maula mereka diharamkan menerima sedekah. Termasuk di
dalamnya adalah Bani Hasyim yaitu keluarga Ali, keluarga Ja’far,
keluarga Aqil dan keluarga Abbas. Sedangkan istri Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] tidak termasuk karena maula mereka dibolehkan menerima
sedekah padahal Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menyatakan
“maula suatu kaum adalah bagian dari kaum tersebut” dan
“maula ahlul bait diharamkan menerima sedekah”.
Jadi jika suatu kaum diharamkan menerima sedekah maka maula kaum
tersebut juga diharamkan menerima sedekah. Jika istri Nabi sebagai ahlul
bait diharamkan menerima sedekah maka maula mereka pun akan diharamkan
menerima sedekah. Itulah yang nampak dari hadis Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] tersebut.
Bagaimana mungkin maula (hamba sahaya yang dimerdekakan)
beliau, diharamkan menerima sedekah yang merupakan salah satu kekhususan
beliau, sedangkan Aisyah sebagai istri/ahlul bait beliau di dunia dan
di akhirat tidak diharamkan menerima sedekah? Suatu logika yang sangat
anomaly
Ketika ada tempatnya harus memakai logika maka nashibi ini
menunjukkan seolah ia tidak punya logika atau menampilkan logika yang
menyedihkan dan ketika pada tempat yang seharusnya tidak menggunakan
logika, ia malah sok berhujjah dengan logika [walaupun logikanya masih
ngawur juga]. Perkara siapa yang diharamkan menerima sedekah itu adalah
nash dari Allah SWT dan Rasul-Nya bukan perkara logika. Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] sendiri yang menyatakan bahwa maula ahlul
bait juga diharamkan menerima sedekah. Dan sampai saat ini kami belum
menemukan dalil shahih dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
bahwa istri Nabi diharamkan menerima sedekah.
Selanjutnya ia membawakan riwayat Barirah memberikan makanan yang
disedekahkan padanya kepada Aisyah. Dengan berbagai riwayat ini ia ingin
menunjukkan bahwa Aisyah [radiallahu ‘anha] itu termasuk diharamkan
menerima sedekah. Silakan para pembaca perhatikan pembahasan kami dan
pakailah logika yang benar untuk melihat betapa buruknya cara nashibi
itu berhujjah
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ
رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ فِي بَرِيرَةَ
ثَلَاثُ سُنَنٍ عَتَقَتْ فَخُيِّرَتْ وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَلَاءُ لِمَنْ أَعْتَقَ وَدَخَلَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبُرْمَةٌ عَلَى النَّارِ
فَقُرِّبَ إِلَيْهِ خُبْزٌ وَأُدْمٌ مِنْ أُدْمِ الْبَيْتِ فَقَالَ أَلَمْ
أَرَ الْبُرْمَةَ فَقِيلَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ وَأَنْتَ
لَا تَأْكُلُ الصَّدَقَةَ قَالَ هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَلَنَا هَدِيَّةٌ
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf yang berkata
telah mengabarkan kepada kami Malik dari Rabi’ah bin ‘Abdurrahman dari
Qasim bin Muhammad dari ‘Aisyah radiallahu ‘anha yang berkata pada
Barirah terdapat tiga pelajaran. Ia dimerdekakan kemudian diberikan
pilihan. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “sesungguhnya
wala’ itu adalah bagi mereka yang memerdekakan. Kemudian suatu ketika
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] masuk sedangkan periuk berada
di atas api, Beliau lalu diberikan roti dan makanan yang biasa ada di
rumah. Beliau berkata “bukankah tadi aku melihat periuk?”. Dikatakan
kepada Beliau [oleh Aisyah] “periuk itu berisi daging yang disedekahkan
kepada Barirah sedangkan anda tidak makan sedekah”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “baginya adalah sedekah sedangkan bagi kita adalah hadiah” [Shahih Bukhari 7/9 no 5097].
Barirah menghadiahkan daging itu kepada Aisyah [radiallahu ‘anha].
Kemudian Aisyah radiallahu ‘anha menerima daging pemberian Barirah itu
dan memasaknya. Aisyah [radiallahu ‘anha] itu awalnya beranggapan daging
itu masih sedekah sehingga tidak boleh disajikan kepada Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Hal ini nampak dalam lafaz
“anda tidak makan sedekah”.
Dari lafaz itu juga diketahui bahwa menurut Aisyah, dirinya tidak
diharamkan menerima sedekah. Kalau memang dirinya termasuk diharamkan
menerima sedekah maka ia akan berkata
“kita tidak makan sedekah” bukannya
“anda tidak makan sedekah”.
Kalau memang Aisyah sebelumnya beranggapan daging pemberian Barirah
itu adalah sedekah maka mengapa ia menerima bahkan memasaknya?. Apa
daging sedekah itu mau ia sajikan untuk Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam]?. Jelas tidak. Seandainya Aisyah merasa dirinya termasuk ahlul
bait yang diharamkan menerima sedekah maka ia pasti tidak akan menerima
daging pemberian Barirah apalagi memasaknya. Mengapa? Karena ahlul bait
diharamkan menerima sedekah.
Nashibi itu beranggapan Aisyah [radiallahu ‘anha] tahu bahwa dirinya
ahlul bait diharamkan menerima sedekah tetapi tetap menerima sedekah
yang ia diharamkan atasnya bahkan memasaknya. Bukankah ini suatu celaan
yang nyata kepada Aisyah [radiallahu ‘anha]. Hal ini membuktikan kalau
anggapan nashibi itu keliru. Aisyah merasa dirinya tidak diharamkan
menerima sedekah maka tidak ada masalah baginya menerima pemberian
Barirah [yang ia anggap sedekah]. Ia memasaknya untuk dirinya tetapi ia
tidak menyajikan daging itu kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
karena ia mengetahui bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
diharamkan menerima sedekah.
Pernyataan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
“baginya sedekah dan bagi kita hadiah” tidak
menunjukkan bahwa Aisyah diharamkan menerima sedekah tetapi menunjukkan
bahwa status makanan tersebut berubah. Ketika disedekahkan kepada
Barirah maka daging itu adalah sedekah dan ketika Barirah menghadiahkan
kepada Aisyah maka daging tersebut menjadi hadiah bukan lagi sedekah.
Jadi daging tersebut ketika telah diberikan Barirah dan diterima Aisyah
maka itu menjadi hadiah bagi Aisyah sehingga tidak masalah untuk
diberikan kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Riwayat lain yang menunjukkan Aisyah dan juga istri-istri
Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam yang lain adalah termasuk ahlul bait
yang diharamkan menerima sedekah sebagai berikut :
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ خَالِدٍ عَنْ حَفْصَةَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ
بَعَثَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ
مِنْ الصَّدَقَةِ فَبَعَثْتُ إِلَى عَائِشَةَ مِنْهَا بِشَيْءٍ فَلَمَّا
جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَائِشَةَ
قَالَ هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ قَالَتْ لَا إِلَّا أَنَّ نُسَيْبَةَ
بَعَثَتْ إِلَيْنَا مِنْ الشَّاةِ الَّتِي بَعَثْتُمْ بِهَا إِلَيْهَا
قَالَ إِنَّهَا قَدْ بَلَغَتْ مَحِلَّهَا
Muslim, 13.165/1789. Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb
telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ibrahim dari Khalid dari
Hafshah dari Ummu ‘Athiyyah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah mengirimkan seekor kambing dari hasil sedekah kepadaku,
lalu aku mengirim sebahagian darinya kepada ‘Aisyah. Dan ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang ke rumah ‘Aisyah, beliau
bertanya: Apakah kalian mempunyai sesuatu untuk dimakan? ‘Aisyah
menjawab, Tidak ada, kecuali sedikit daging kambing yang telah engkau
kirimkan kepadanya (Ummu ‘Athiyyah). Beliau berkata: Ia telah menjadi
halal untuk dimakan.
Nashibi itu membawakan riwayat di atas sebagai bukti bahwa istri
adalah ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah. Lagi lagi hadis ini
adalah hujjah bagi kami bukan hujjah bagi dirinya. Dengan lucunya ia
berkata:
Jawaban Aisyah dalam riwayat di atas ketika ditanya
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam apakah Aisyah mempunyai makanan
menunjukkan bahwa Aisyah pada awalnya menganggap daging kiriman dari
Ummu Athiyah tidak boleh dimakan sehingga beliau mengatakan “tidak ada”,
tetapi kemudian Nabi membolehkannya karena itu bukan lagi barang
sedekah.
Ummu Athiyah mendapatkan sedekah kemudian sebagiannya diberikan
kepada Aisyah. Jika memang Aisyah pada awalnya menganggap daging itu
sedekah sehingga tidak boleh dimakan. Maka mengapa ia menerima daging
tersebut untuk dijadikan makanan. Aisyah menerima daging yang ia anggap
sedekah karena ia tidak diharamkan menerima sedekah. Sikap Aisyah ini
sangat berbeda dengan riwayat Ibnu Abi Syaibah yang dikutip nashibi,
ketika Khalid mengirimkan sapi sedekah kepada Aisyah, ia menolaknya dan
berkata
“kami keluarga Muhammad diharamkan menerima sedekah”.
Mengapa Aisyah tidak mengatakan hal yang sama kepada Ummu Athiyah
bukankah Aisyah beranggapan daging tersebut adalah sedekah. Ketika
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bertanya kepada Aisyah
“apakah ada makanan?” Aisyah menjawab
“tidak ada”.
Mengapa ia menjawab “tidak ada” padahal ada makanan yang ia terima dari
Ummu Athiyah karena ia tahu bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] diharamkan memakan sedekah dan ia beranggapan daging tersebut
adalah sedekah. Baru setelah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
menyampaikan “sedekah itu telah sampai pada tempatnya” yaitu pada Ummu
Athiyah maka pemberian Ummu Athiyah kepada Aisyah bukan lagi sedekah
melainkan hadiah.
حدثنا أحمد بن زهير التستري ثنا عبيد الله بن سعد ثنا عمي ثنا أبي عن
صالح بن كيسان عن ابن شهاب أن عبيد بن السباق أخبره أن جويرية بنت الحارث
زوج النبي صلى الله عليه و سلم أخبرته أن مولاتها تصدق عليها بلحم فصنعته
فلما رجع رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال : هل عند كم من عشاء ؟ قلت :
يا رسول الله قد تصد ق على فلانة بعضو من لحم وقد صنعته فقال رسول الله صلى
الله عليه و سلم : قربوه فقد بلغت محلها فأكل منها
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Zuhair Al Tusturiy yang
berkata telah menceritakan kepada kami Ubaidillah bin Sa’d yang berkata
telah menceritakan kepada kami pamanku yang berkata telah menceritakan
kepada kami Ayahku dari Shalih bin Kiisaan dari Ibnu Syihaab bahwa Ubaid
bin As Sabbaaq mengabarkan kepadanya bahwa Juwairiyah binti Al Haarits
istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengabarkan kepadanya bahwa
maulanya mendapatkan sedekah berupa daging maka ia memasak daging
tersebut. Ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] datang,
Beliau berkata “apakah disisimu ada sesuatu [makanan]?”. Ia
menjawab“wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sungguh telah
disedekahkan kepada fulanah sebagian daging maka aku telah memasaknya”.
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “bawalah kemari
sungguh sedekah itu telah sampai pada tempatnya” maka Beliau memakannya [Mu’jam Al Kabir Ath Thabraniy 24/64 no 169].
Riwayat ini sanadnya shahih. Ahmad bin Zuhair adalah
Ahmad bin Yahya bin Zuhair Al Tustury seorang Imam hujjah muhaddis alim
hafizh [As Siyar Adz Dzahabiy 14/362 no 213]. Ubaidillah bin Sa’d bin
Ibrahim adalah perawi Bukhari seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/632].
Pamannya adalah Yaq’ub bin Ibrahim bin Sa’d adalah perawi Bukhari Muslim
yang tsiqat dan memiliki keutamaan [At Taqrib 2/337]. Ayahnya
adalah Ibrahim bin Sa’d bin Ibrahim Az Zuhriy adalah perawi Bukhari
Muslim yang tsiqat dan hujjah [At Taqrib 1/56]. Shalih bin
Kiisaan adalah perawi Bukhari dan Muslim yang tsiqat tsabit faqih [At
Taqrib 1/431]. Az Zuhriy adalah perawi Bukhari dan Muslim yang faqih
hafizh disepakati kemuliaannya, pemimpin thabaqat keempat [At Taqrib
2/133]. Ubaid bin As Sabbaaq adalah perawi Bukhari dan Muslim yang
tsiqat [At Taqrib 1/644].
Sisi pendalilannya adalah daging itu disedekahkan kepada maula
Juawiriyah kemudian maula Juwairiyah memberikannya kepada Juwairiyah.
Juwairiyah sebagai istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menerima
dan memasak daging tersebut. Awalnya ia beranggapan daging tersebut
masih berstatus daging sedekah sehingga ia tidak mau menyajikan kepada
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Disini terdapat hujjah bahwa
Juwairiyah istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] walaupun menurutnya
daging itu adalah sedekah ia tetap menerimanya dan memasaknya. Untuk
siapa ia memasaknya?. Jelas bukan untuk Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] karena Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] diharamkan memakan
sedekah maka tidak lain ia memasaknya untuk dirinya sendiri.
Kesimpulannya istri Nabi tidak diharamkan menerima sedekah.
Riwayat Barirah maula Aisyah yang mendapat sedekah dan riwayat maula
Juwairiyah mendapatkan sedekah adalah dalil bahwa istri Nabi tidak
diharamkan menerima sedekah yaitu dilihat dari dua sisi
- Pertama, berdasarkan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
bahwaahlul bait dan maula ahlul bait diharamkan menerima sedekah maka
hal ini menunjukkan kalau istri Nabi tidak termasuk ahlul bait yang
diharamkan menerima sedekah karena maula mereka dibolehkan menerima
sedekah
- Kedua, dalam riwayat tersebut Aisyah dan Juwairiyah menerima daging
yang anggapan mereka pada awalnya adalah sedekah. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka sebagai istri Nabi memang dibolehkan menerima sedekah
tetapi tidak boleh menyajikannya kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam]
Begitu pula riwayat Ummu Athiyah dan Nusaibah yang memberikan sedekah
yang mereka terima kepada istri Nabi. Istri Nabi Aisyah awalnya mengira
itu sedekah tetapi ia tetap menerimanya hanya saja ketika Nabi bertanya
adakah makanan, ia menjawab tidak ada kecuali makanan dari sedekah
tersebut. Ia menjawab
“tidak ada” karena Nabi tidak boleh
memakan sedekah. Tetapi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjelaskan
kalau itu bukan lagi sedekah karena sedekah itu telah sampai pada
tempatnya. Seandainya istri Nabi diharamkan menerima sedekah maka Aisyah
pasti akan langsung menolak pemberian daging dari Ummu Athiyah yang ia
anggap dari sedekah bukannya menerima dan memasaknya.
Apakah Istri Nabi [Shallallahu ‘alaihi wasallam] Diharamkan Menerima Sedekah?
Tidak diragukan bahwa Ahlul Bait diharamkan menerima sedekah
sebagaimana dijelaskan dalam hadis hadis shahih. Perselisihan timbul
ketika ditanyakan apakah istri Nabi termasuk ahlul bait yang diharamkan
menerima sedekah?. Tulisan ini mencoba untuk memberikan dalil-dalil atau
hujjah bahwa istri Nabi tidak diharamkan menerima sedekah. Mereka
adalah ahlul bait tetapi tidak diharamkan menerima sedekah sedangkan
ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah adalah mereka ahlul bait
yang memiliki ikatan nasab dengan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Ada yang berhujjah dengan riwayat perkataan Aisyah radiallahu ‘anha
dimana Beliau pernah menolak sedekah dan menyatakan itu tidak halal bagi
keluarga Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Berikut riwayatnya
حدثنا وكيع عن محمد بن شريك عن ابن أبي مليكة أن خالد بن سعيد بعث إلى
عائشة ببقرة من الصدقة فردتها وقالت إنا آل محمد صلى الله عليه وسلم لا تحل
لنا الصدقة
Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Muhammad bin Syariik
dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Khalid bin Sa’id diutus kepada Aisyah untuk
memberikan sapi dari sedekah kepada Aisyah tetapi ia menolaknya seraya
berkata “sesungguhnya kami keluarga Muhammad tidak dihalalkan bagi kami
menerima sedekah” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 3/214 no 10802].
Riwayat ini diriwayatkan oleh para perawi tsiqat seolah tampak shahih
tetapi jika diteliti dengan baik riwayat ini mengandung illat [cacat]
yaitu inqitha’ [terputus sanadnya]. Riwayat diatas sanadnya berhenti
pada Ibnu Abi Mulaikah dan ia meriwayatkan kisah dimana Khalid bin Sa’id
memberikan sedekah kepada Aisyah radiallahu ‘anha.
Khalid bin Sa’id yang dimaksud adalah Khalid bin Sa’id bin ‘Ash salah
seorang sahabat Nabi. Khalid bin Sa’id bin ‘Ash wafat atau syahid pada
perang Ajnadain pada tahun 13 H [Al Ishabah Ibnu Hajar 2/238 no 2169].
Jadi peristiwa Khalid bin Sa’id mengirimkan sapi sedekah kepada Aisyah
dan Aisyah menolaknya seraya berkata kepada Khalid bahwa keluarga
Muhammad tidak dihalalkan menerima sedekah terjadi sebelum tahun 13 H.
Adz Dzahabiy dalam As Siyar ketika menyebutkan biografi Ibnu Abi
Mulaikah menyatakan bahwa ia lahir pada masa khalifah Ali atau
sebelumnya. Disebutkan Al Bukhari bahwa ia wafat tahun 117 H dan Adz
Dzahabi menyatakan bahwa umurnya lebih kurang delapan puluh tahun [As
Siyar Adz Dzahabiy 5/89-90 no 30]. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Abi
Mulaikah belum lahir saat peristiwa Khalid bin Sa’id datang kepada
Aisyah. Jadi riwayat tersebut inqitha’ [sanadnya terputus] sehingga
tidak bisa dijadikan hujjah.
حدثنا ابن فضيل عن أبي حيان عن يزيد بن حيان قال انطلقت أنا وحصين بن
عقبة إلى زيد بن أرقم فقال له يزيد وحصين من أهل بيته أليس نساؤه من أهل
بيته قال لا ولكن أهل بيته من حرم الصدقة عليه فقال له حصين ومن هم قال هم
آل عباس وآل علي وآل جعفر وآل عقيل فقال له حصين على هؤلاء تحرم الصدقة قال
نعم
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudhail dari Abi Hayyaan dari
Yazid bin Hayyaan yang berkata aku dan Hushain bin ‘Uqbah datang kepada
Zaid bin Arqam maka Yazid dan Hushain berkata kepadanya “siapakah ahlul
baitnya [Rasulullah]?Bukankah istri istrinya termasuk ahlul baitnya?”.
Zaid berkata “tidak, ahlul baitnya adalah orang yang diharamkan sedekah
atas mereka”. Hushain berkata kepadanya “siapakah mereka?”. Zaid berkata
“mereka adalah keluarga ‘Abbas keluarga Ali, keluarga Ja’far dan
keluarga Aqil”. Hushain berkata kepadanya “mereka semua diharamkan
sedekah”. Zaid berkata “benar” [Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 3/214 10806].
Riwayat Zaid bin Arqam ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dan
bersambung hingga Zaid bin Arqam, para perawinya adalah perawi tsiqat.
- Muhammad bin Fudhail bin Ghazwaan adalah perawi kutubus sittah yang
tsiqat. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/125]. Adz Dzahabiy
menyatakan tsiqat [Al Kasyf no 5115]
- Abu Hayyaan adalah Yahya bin Sa’id bin Hayyaan adalah perawi kutubus
sittah yang tsiqat. Ibnu Hajar berkata “tsiqat ahli ibadah” [At Taqrib
2/303] dan Adz Dzahabiy berkata “Imam tsabit” [Al Kasyf no 6173]
- Yazid bin Hayyaan At Tamimiy termasuk perawi Muslim yang tsiqat.
Ibnu Hajar menyatakan tsiqat [At Taqrib 2/323]. Adz Dzahabiy berkata
“tsiqat” [Al Kasyf no 6294]
Riwayat Zaid menyatakan dengan jelas bahwa istri Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] bukan termasuk ahlul bait yang diharamkan menerima
sedekah.
Terdapat dalil lain yang menunjukkan bahwa istri Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] tidak termasuk yang diharamkan menerima sedekah
عن بن أبى رافع عن أبيه ان النبي صلى الله عليه و سلم بعث رجلا من بني
مخزوم على الصدقة فقال الا تصحبني تصيب قال قلت حتى أذكر ذلك لرسول الله
صلى الله عليه و سلم فذكرت ذلك فقال أنا آل محمد لا تحل لنا الصدقة وان
مولى القوم من أنفسهم
Dari Ibnu Abi Rafi’ dari ayahnya bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] mengutus seorang laki-laki dari bani Makhzum untuk mengambil
sedekah. Maka ia berkata “temanilah aku dan engkau akan mendapat
bagian”. Aku berkata “tunggu sampai aku menanyakan hal itu kepada
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]” dan aku menanyakannya maka
Beliau berkata “kami keluarga Muhammad tidak dihalalkan bagi kami
sedekah dan mawla suatu kaum termasuk kaum itu sendiri [Musnad Ahmad 6/390 no 27226 Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari Muslim”].
Kemudian diriwayatkan pula dari Ummu Kultsum binti Ali bahwa mawla
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang bernama Maimun atau
Mihran mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] pernah bersabda
فقال له يا ميمون أو يا مهران انا أهل بيت نهينا عن الصدقة وان موالينا من أنفسنا ولا نأكل الصدقة
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata
kepadanya “wahai Maimun atau wahai Mihraan kami ahlul bait dilarang bagi
kami menerima sedekah dan mawla kami termasuk bagian dari kami dan
tidak boleh memakan sedekah” [Musnad Ahmad 4/34 no 16446 Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata “sanadnya hasan”].
Dari kedua hadis ini disimpulkan bahwa mawla Ahlul Bait juga
diharamkan menerima sedekah. Maka jika istri Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] termasuk ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah maka
mawla merekapun seharusnya diharamkan menerima sedekah. Faktanya tidak
begitu, Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] membolehkan Barirah
maula Aisyah radiallahu ‘anha untuk menerima sedekah
عن قتادة سمع أنس بن مالك قال أهدت بريرة إلى النبي صلى الله عليه و سلم لحما تصدق به عليها فقال هو لها صدقة ولنا هدية
Dari Qatadah yang mendengar Anas bin Malik berkata Barirah
mengahadiahkan kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] daging yang
disedekahkan kepadanya maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
berkata “untuknya ini adalah sedekah dan bagi kami ini adalah hadiah” [Shahih Muslim 2/756 no 1074].
Sisi pendalilannya adalah disebutkan dalam dua hadis sebelumnya bahwa
keluarga Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam] diharamkan menerima
sedekah termasuk juga maula ahlul bait atau maula keluarga Muhammad
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Barirah maula Aisyah radiallahu ‘anha
dibolehkan menerima sedekah maka hal itu menunjukkan bahwa Aisyah
radiallahu ‘anha tidak termasuk dalam ahlul bait yang diharamkan
menerima sedekah.
Apakah Istri Nabi Diharamkan Menerima sedekah? : Anomali Bantahan Nashibi [2]
Yah beginilah jadinya diskusi dengan makhluk yang akalnya tertutup,
sedikitpun ia tidak bisa mengambil pelajaran tetapi malah nafsu
membantah. Seolah olah dengan membuat bantahan ia dapat menunjukkan
kebenaran hujjahnya padahal malah justru lebih menguatkan kelemahan
akalnya. Langsung saja [bantahannya adalah tulisan yang kami blockquote]
.
Riwayat Zaid bin Arqam
Sebagaimana sudah dijelaskan di artikel sebelumnya, jika
perkataan Zaid tersebut difahami sebagaimana pemahaman si rafidhi
nashibi tersebut, maka di atas adalah pendapat pribadi Zaid, bisa benar
dan bisa juga tidak. Tentunya Aisyah yang lebih kuat dalam hal ini,
karena dia sebagai istri Nabi yang menjadi obyek pembahasan saat ini.
Kami ajarkan caranya berhujjah wahai nashibi. Antara perkataan Zaid
bin Arqam dan Aisyah manakah yang shahih?. Jawabannya perkataan Zaid bin
Arqam. Kami setuju pendapat Zaid bisa benar bisa salah tetapi itu
namanya menyebarkan syubhat bukan berhujjah. Kalau memang salah silakan
tunjukkan dalil yang menunjukkan kesalahannya. Kalau tidak ada dalil
shahihnya maka perkataan Zaid bin Arqam itu benar apalagi telah
dikuatkan oleh dalil yang telah kami sebutkan.
Bagi kami dalam memahami riwayat Zaid di atas berbeda
dengan si rafidhi nashibi tersebut, yang dimaksud Zaid dengan mengatakan
: “Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul
Bait disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah
sepeninggal beliau” adalah Istilah Ahlul Bait secara lebih luas di mana
melingkupi keluarga Ali, Aqil, Ja’far dan Ibnu Abbas dan termasuk juga
istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam itu sendiri.
Alangkah anehnya nashibi ini, yang dipermasalahkan disini bukan
istilah Ahlul Bait
tetapi pernyataan Zaid dimana ia membagi ahlul bait sebagai ada yang
diharamkan sedekah atasnya dan ada yang tidak. Kami mengakui kalau Zaid
menyatakan istri Nabi sebagai ahlul bait tetapi dalam pandangan Zaid,
istri Nabi adalah Ahlul Bait yang tidak diharamkan sedekah atasnya
sedangkan ahlul bait yang diharamkan sedekah atasnya adalah keluarga
Ali, keluarga Ja’far, Keluarga Aqil dan Keluarga Abbas, semuanya dari
bani hasyim.
Karena Zaid memahami apa yang ditanyakan oleh Hushain
adalah makna ahlul bait secara khusus sesuai bahasa yaitu penghuni rumah
Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam,
Ini cuma ucapan basa basi dan seperti biasa lahir dari orang yang
kebanyakan ngeyel. Berhujjah itu tunduk pada hadis yang dijadikan hujjah
bukannya hadis diturutkan dengan hawa nafsu. Hushain justru paham bahwa
ahlul bait itu bermakna luas dan ia ingin tahu siapa ahlul bait yang
dibicarakan Zaid. Lafaz “bukankah istri Nabi termasuk ahlul baitnya”
adalah lafaz yang diucapkan oleh orang yang paham bahwa ahlul bait itu
bermakna luas. Hushain ingin tahu siapa saja ahlul bait yang dibicarakan
Zaid dan apakah istri Nabi termasuk di dalamnya. Jadi dari lafaz
hadisnya jelas bertentangan dengan klaim basa basi nashibi yang ingkar
sunnah itu
dan jelas penghuni rumah beliau adalah istri-istri beliau
itulah yang dimaksud oleh Hushain, tetapi ahlul bait dalam pengertian
tersebut bukan yang dimaksud oleh Zaid, yang dimaksud Zaid dalam riwayat
di atas adalah ahlul bait dalam pengertian secara lebih luas yaitu
mereka yang diharamkan menerima shadaqah. Sampai di sini kalau si
rafidhi nashibi ini tidak memahami juga, kita hanya bisa bilang
kebangetan nih orang…
Menjawab komentar basa basi bin ngeyel tidak bisa dengan basa basi
juga. Mengapa? Karena yang namanya basa basi tidak akan ada habisnya.
Apapun hujjah dan dalil yang anda bawakan, nashibi yang suka basa basi
ini akan selalu bisa melontarkan jawaban ngeyel. Ia memang tidak sedang
berhujjah dengan hadis tetapi berhujjah dengan ngeyelisme yang jadi
penyakitnya. Sebaik baik jawaban adalah lafaz perkataan Zaid bin Arqam
dalam hadisnya
قَالَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ
Jika diterjemahkan artinya adalah Zaid berkata “istri istri Nabi
adalah ahlul baitnya akan tetapi ahlul baitnya adalah yang diharamkan
menerima sedekah setelahnya”.
Mengapa diantara frase “istri istri Nabi adalah ahlul baitnya” dan
frase “ahlul baitnya adalah yang diharamkan menerima sedekah” terdapat
kata “walakin” yang artinya “akan tetapi”. Jawabannya karena ahlul bait
yang sedang dibicarakan Zaid bukanlah istri istri Nabi. Zaid ingin
mengatakan kepada Hushain bahwa istri Nabi memang termasuk ahlul bait
tetapi ahlul bait yang ia maksudkan dalam pembicaraannya adalah orang
yang diharamkan menerima sedekah. Nah ini menunjukkan dalam pandangan
Zaid, istri Nabi bukan ahlul bait yang diharamkan menerima sedekah.
Dalam riwayat lain yang juga shahih, ucapan Zaid adalah berikut
قال لا ولكن أهل بيته من حرم الصدقة عليه
Zaid berkata “tidak akan tetapi ahlul baitnya adalah yang diharamkan menerima sedekah atasnya”.
Nah maksud perkataan Zaid “tidak” disini adalah istri Nabi bukan
ahlul bait yang ia maksudkan akan tetapi yang ia maksudkan adalah ahlul
bait yang diharamkan menerima sedekah atasnya. Jawaban Zaid jelas
menunjukkan bahwa istri Nabi bukan termasuk ahlul bait yang diharamkan
menerima sedekah. Sekedar info saja penjelasan kami ini sama halnya
dengan apa yang dijelaskan oleh An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim
ketika menjelaskan hadis ini. Justru nashibi itu yang tidak mengerti
bahasa arab dan berkeras dengan kengeyelannya. Alangkah kasihannya orang
itu.
Sedangkan riwayat Muslim no. 2408, kami mengira
kekeliruan pada hafalan si perawi walaupun sanad hadits tersebut shahih,
karena jelas bertentangan dengan riwayat Zaid di atas.
Silakan lihat wahai pembaca yang terhormat, jika hadis tersebut tidak
sesuai dengan hawa nafsunya ia akan gampang melemahkannya. Di lain
waktu ia akan membangga banggakan kitab hadis shahih Bukhari dan Muslim
serta melecehkan kitab yang asing ditelinganya. Kedua lafaz tersebut
shahih bahkan lafaz riwayat Muslim ini telah dikuatkan oleh lafaz
riwayat Ibnu Abi Syaibah. Dinilai dari kuatnya, lafaz ini jelas lebih
kuat sanadnya dibanding lafaz riwayat Muslim sebelumnya.
Jawaban Zaid bin Arqam ada dua versi riwayat dan keduanya shahih
tidak bertentangan sedangkan ucapan nashibi bahwa salah satu versi lemah
karena hafalan perawinya adalah ucapan dusta yang tidak ada dasarnya.
Kami telah buktikan shahihnya riwayat Ibnu Abi Syaibah ditambah lagi
juga dikuatkan oleh riwayat Muslim yang kami kutip. Ucapan basa basi
tidak ada gunanya wahai nashibi
Pertanyaan saya sekali lagi, apakah yang dimaksud
keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Abbas itu tidak termasuk
istri-istri mereka jika istri-istri mereka bukan dari kalangan Bani
Hasyim?
Tentu saja yang dimaksud diharamkan sedekah itu adalah bani Hasyim.
Jadi keluarga Ali, Ja’far, Aqil dan Abbas yang dimaksud adalah bani
hasyim. Kalau memang ada istri mereka bukan dari kalangan bani hasyim
maka kami belum menemukan dalil bahwa istrinya diharamkan menerima
sedekah. Silakan wahai nashibi kalau anda menemukan dalil bahwa istri
mereka bukan dari bani hasyim juga dilarang menerima sedekah. Maka
bagaimana pula status dengan anak dari istri tersebut juga orang tuanya
dan kerabatnya yang bukan bani hasyim?. Apakah diharamkan menerima
sedekah juga?. Sudah kami katakan sebelumnya perkara siapa yang
diharamkan menerima sedekah bukan perkara yang bisa dipikirkan dengan
logika. Dasar nashibi, sok berlogika seolah mereka punya saja
.
.
Riwayat Mawla Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
Rasulullah bersabda dalam riwayat di atas terhadap mawla
beliau sendiri, dan beliau adalah juga ahlul bait bahkan beliau adalah
sayyidul bait, maka yang dipahami di sini adalah mawla (budak yang
dibebaskan) beliau adalah juga mawla ahlul bait beliau, karena beliau
adalah sayyidul bait, tetapi sebaliknya, mawla (budak yang dibebaskan)
anggota ahlul bait beliau tidak dikategorikan mawla beliau yang
diharamkan sedekah. Sampai di sini kalau si rafidhi nashibi ini tidak
juga memahami, maka kami hanya mengelus dada dan merasa kasihan
kepadanya.
Wahai nashibi berhentilah dari ucapan dusta. Sikap anda hanya
menunjukkan kalau anda semakin ingkar terhadap sunnah. Siapapun yang
bisa sedikit bahasa arab akan paham maksud ucapan Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] tersebut bahwa maula ahlul bait atau maula keluarga
Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] diharamkan atas mereka sedekah. Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] sendiri yang menyatakan demikian.
انا أهل بيت نهينا عن الصدقة وان موالينا من أنفسنا ولا نأكل الصدقة
Kami ahlul bait dilarang bagi kami menerima sedekah dan maula kami adalah bagian dari kami dan tidak boleh menerima sedekah
أنا آل محمد لا تحل لنا الصدقة وان مولى القوم من أنفسهم
Kami keluarga Muhammad tidak halal bagi kami menerima sedekah dan maula suatu kaum termasuk kedalam kaum tersebut.
Lafaz
“kami ahlul bait” serupa dengan lafaz
“kami keluarga Muhammad” yaitu diharamkan menerima sedekah. Dan lafaz
“maula kami adalah bagian dari kami” sama halnya dengan lafaz
“maula suatu kaum bagian dari kaum tersebut”.
Jadi siapakah maula yang diharamkan menerima sedekah?. Apakah khusus
maula Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] saja?. Jelas tidak, orang yang
menyatakan demikian berarti ia sudah mendustakan hadis yang begitu
jelasnya dan terang benderang. Maula yang dimaksud disitu adalah maula
ahlul bait atau maula keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
termasuk Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Apakah lafaz “kaum” yang
dimaksud itu hanya merujuk pada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]
saja?. Cuma orang yang lemah akalnya yang bilang begitu. Dan jika orang
tersebut sok merasa kasihan atas orang lain maka keadaannya jauh lebih
menyedihkan.
Dan yah kalau nashibi itu bisa membaca [itu pun kalau bisa] sebagian
ulama menyatakan bahwa maula bani hasyim diharamkan menerima sedekah.
Apa dalilnya? Yaitu hadis yang telah kami kutip. Jadi sangat berbeda
dengan ucapan dusta nashibi tersebut.
Jadi hadits di atas tidak bisa dijadikan sebagai hujjah
bahwa istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam tidak diharamkan
menerima sedekah, sampai detik ini kami tidak melihat ada suatu hadits
yang tegas mengatakan hal tersebut, jadi pendalilan si rafidhi nashibi
ini sangat lemah.
Jangan sok bicara hadis tegas. Sejelas apapun dalilnya akan anda
pelintar pelintir sesuka hati. Ini sudah bukan masalah dalil tetapi
sudah masalah nafsu anda saja yang maunya terus membantah walaupun
dengan cara memalukan. Kami sarankan silakan anda belajar bahasa arab
sedikit agar anda paham hadis yang kami kutip. Malas sekali menghadapi
orang yang bisanya hanya kopipaste hadis dari lidwa.
Sekali lagi si rafidhi nashibi ini tidak bisa menjawab,
bagaimana mungkin maula (hamba sahaya yang dimerdekakan) beliau,
diharamkan menerima sedekah yang merupakan salah satu kekhususan beliau,
sedangkan Aisyah sebagai istri/ahlul bait beliau di dunia dan di
akhirat tidak diharamkan menerima sedekah? Suatu logika yang sangat
anomaly dan lemah. Ini bukan perkara bahwa ini adalah ketentuan Nabi
atau apa, tetapi pendalilan si rafidhi nashibi ini yang keliru, pepesan
kosong seperti biasa.
Lha kalau memang pakai logika, ya silakan pakai maka bagaimana dengan
sahabat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang katanya sahabat
di dunia dan akhirat seperti Abu Bakar dan Umar. Apakah masuk di logika
anda kalau mereka juga diharamkan menerima sedekah?. Dan mereka tidak
hanya sahabat tetapi juga mertua Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Andalah yang pakai logika dalam masalah ini maka itu adalah masalah bagi
anda sendiri. Sedangkan kami berhujjah dengan dalil shahih bukan logika
ngawur. So mengapa kami harus menjawab pertanyaan ngawur anda.
Mungkin hatinya yang buta dipenuhi rasa hasud terhadap
istri Nabi sehingga dia tidak melihat hadits-hadits shahih mengenai hal
ini, dasar Nashibi!
Silakan tunjukkan dalil jelas dari Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] bahwa istri Nabi diharamkan menerima sedekah?. Jangan cuma
klaim tanpa bukti. Jika memang sedemikian masyhurnya bahwa istri Nabi
diharamkan menerima sedekah maka mengapa sahabat Zaid bin Arqam
radiallahu ‘anhu tidak mengetahuinya.
.
.
Riwayat Aisyah “Kisah Barirah”
Si Rafidhi Nashibi ini apakah lupa bahwa Barirah adalah
mawla Aisyah dan sering membantu Aisyah, setelah dimerdekakan, Barirah
diberi pilihan untuk tetap bersama suaminya atau berpisah dan dia
memilih berpisah dengan suaminya dan ikut bersama Aisyah, apakah periuk
di atas api bisa disimpulkan bahwa yang memasak adalah Aisyah?
Lho kalau begitu siapa yang memasaknya?. Sangat jelas dari hadis
Shahih Bukhari tersebut bahwa ketika Beliau masuk ke rumah Aisyah,
periuk itu sedang di atas api. Artinya “daging itu sedang dimasak”.
Siapa yang memasaknya? Barirah? Mana buktinya, itu namanya berandai
andai. Hadisnya tidak menyebutkan demikian. Bahkan dari hadis Shahih
Bukhari tersebut jelas Barirah tidak berada disana karena Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan “baginya sedekah” kalau memang
ketika itu Barirah ada disana maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] akan berkata “bagimu adalah sedekah”.
Dan apakah kemudian disimpulkan bahwa Aisyah akan
memakannya?. Beliau lalu diberikan roti dan makanan yang biasa ada di
rumah, artinya daging tersebut tidak biasa di rumah Aisyah dan itu
adalah milik Barirah. Jadi tidak ada penunjukkan dalam hadits di atas
bahwa Aisyah tidak diharamkan menerima sedekah.
Wahai nashibi pakai logikanya, jangan sok berkata logika ternyata
cuma komentar ngawur. Daging tersebut memang tidak biasa di rumah Aisyah
karena itu berasal dari pemberian Barirah yang mendapat sedekah. Apa
memangnya Barirah itu setiap hari mendapat sedekah dan setiap hari pula
ia memberikan sedekah yang ia terima kepada Aisyah?. Perkataan nashibi
“itu adalah milik Barirah”
adalah perkataan dusta.
Mengapa? Karena sangat jelas bahwa itu adalah
milik Aisyah setelah Barirah memberikan padanya. Bagaimana mungkin
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memakan makanan milik Barirah
tanpa meminta izin dulu dari Barirah. Barirah memberikan daging kepada
Aisyah dan Aisyah yang memasaknya, ini sangat jelas karena Barirah tidak
ada disana dan daging itu masih dimasak ketika Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] masuk.
Si rafidhi nashibi ini mempermasalahkan mengapa Aisyah
berkata “Anda tidak makan sedekah” kok tidak mengatakan “kita tidak
makan sedekah” kita bisa dengan mudah menjawab pertanyaan konyolnya itu
dengan bertanya konyol ke dia mengapa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam
mengatakan “baginya adalah sedekah sedangkan bagi kita adalah hadiah”
kok tidak mengatakan“bagi kalian adalah sedekah sedangkan bagiku adalah
hadiah”
Nah komentar ini menunjukkan kalau nashibi itu tidak mengerti
pembahasan kami sebelumnya. Jawabannya sudah kami tulis di pembahasan
sebelumnya. Lafaz “bagi kita hadiah” menunjukkan bahwa
- Daging itu adalah hadiah bagi Aisyah.
- Daging itu adalah hadiah bagi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Bukankah Barirah memberikan daging itu kepada Aisyah maka daging itu
adalah hadiah bagi Aisyah. Yang mendapat sedekah adalah Barirah
sedangkan Aisyah mendapat hadiah dari Barirah makanya Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mengatakan “bagi kalian adalah
sedekah”. Aisyah radiallahu ‘anha awalnya beranggapan daging itu masih
berstatus sedekah setelah Barirah memberikannya tetapi kenapa ia tidak
menolaknya. Mengapa daging itu harus berada di rumahnya jika ia
beranggapan dirinya dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
diharamkan menerima sedekah?. Seperti yang kami katakan jika Aisyah
merasa dirinya diharamkan menerima sedekah maka ia tidak akan
menerimanya tetapi menolak pemberian Barirah.
Satu hal lagi, bahwa Barirah menghadiahkan daging
tersebut sebenarnya bukan hanya untuk Aisyah tetapi juga untuk Nabi
shalallahu ‘alaihi wasalam, sebagaimana riwayat berikut
Aneh itu pun juga sudah kami nyatakan sebelumnya. Apa yang anda
inginkan dengan fakta itu?. Wahai nashibi andalah yang tidak mengerti
maksud lafaz
“bagi kita hadiah” menunjukkan bahwa hukum makanan
itu berubah. Makanan yang disedekahkan kepada seseorang telah menjadi
milik orang tersebut. Jika orang tersebut memberikannya kepada orang
lain maka status makanan itu bukan lagi sedekah melainkan hadiah. Dengan
lafaz
“bagi kita hadiah” menunjukkan bahwa makanan itu hadiah
bagi Aisyah dan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Apa ada dalam lafaz
ini menunjukkan bahwa Aisyah diharamkan menerima sedekah?. Apakah jika
Aisyah dibolehkan menerima sedekah maka setiap hadiah yang diberikan
kepadanya harus dianggap sedekah?. Apakah jika Aisyah dibolehkan
menerima sedekah maka ia tidak bisa menerima hadiah?.
Aisyah sendiri yang menunjukkan bahwa dirinya bisa menerima sedekah
dan hadiah karena awalnya ia beranggapan daging Barirah adalah sedekah,
ia terima dan ia masak. Kemudian setelah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] menjelaskan bahwa daging sedekah jika sudah diberikan oleh
orang yang menerima sedekah statusnya adalah hadiah maka Aisyah baru
paham kalau yang ia terima adalah hadiah dan tidak mengapa disajikan
kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Maka jelas kalimat “kita” pada hadits-hadits tersebut
adalah untuk Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan Aisyah radhiyallahu
‘anha.
Lha iya, kapan pula kami membantah soal itu?. Nashibi ini memang
sulit memahami hujjah orang lain. Jelas hadiah itu diperuntukkan bagi
Aisyah dan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka lafaznya
adalah
“bagi kita adalah hadiah” tetapi yang tidak boleh
menerima sedekah itu hanya Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
sedangkan Aisyah [radiallahu ‘anha] boleh menerima sedekah.
Perkataan tersebut jelas menunjukkan bahwa bagi Nabi
shalallahu ‘alaihi wasalam dan Aisyah daging itu adalah Hadiah, artinya
bukan sedekah dan artinya pula bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan
Aisyah tidak menerima sedekah tetapi hanya menerima Hadiah alias mereka
diharamkan menerima sedekah. hal yang mudah dipahami tetapi bagi orang
yang di dalam hatinya terdapat penyakit menjadi sulit dan
berbelit-belit.
Sekarang kami tanya wahai nashibi, kapan Aisyah menyadari bahwa
daging tersebut hadiah? itu setelah Rasululullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] mengatakannya. Kapan ia menerima daging tersebut, meletakkan
di rumahnya bahkan dimasak di rumahnya? Itu sebelum Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] mengatakan kepadanya bahwa itu hadiah.
Anehnya bagian mana dari lafaz “bagi kita hadiah” yang menunjukkan bahwa
Aisyah diharamkan menerima sedekah. Jangan mengkhayal wahai nashibi.
Kalau memang Aisyah beranggapan dari awal bahwa yang ia terima adalah
hadiah maka mengapa ia tidak mau menyajikannya kepada Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] dan mengapa ia berkata “anda tidak makan sedekah”.
Jelas Aisyah awalnya beranggapan yang ia terima adalah sedekah baru
setelah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menjelaskan maka ia
paham bahwa apa yang ia anggap sedekah sebenarnya adalah hadiah.
Ada analogi sederhana, misalnya anda dan istri anda tinggal satu
rumah. Anda diwasiatkan oleh ayah anda tidak boleh menerima sedekah
orang lain tetapi boleh menerima hadiah. Istri anda tidak ada masalah
[ia tidak punya ayah yang aneh]. Suatu ketika saya memberikan daging
yang disedekahkan kepada saya pada istri anda. Istri anda menerimanya
tahu kalau anda tidak boleh menerima sedekah tetapi istri anda menyukai
daging tersebut jadi ia menyimpannya untuk dirinya sendiri. Ketika anda
datang, anda melihat ada daging yang dimasak tetapi tidak disajikan
kepada anda. Anda bertanya soal daging itu, istri anda menjelaskan bahwa
saya menerima sedekah kemudian memberikannya maka istri anda tidak
menyajikan karena anda dilarang makan sedekah. Tiba tiba saya menelepon
saya katakan bahwa daging itu adalah hadiah. Maka anda berkata
“bawakan daging itu, itu adalah hadiah bagi kita”.
Nah apakah adanya lafaz “hadiah bagi kita” menunjukkan bahwa anda dan
istri anda dilarang memakan sedekah. Jelas tidak ada indikasinya,
andalah yang dilarang oleh ayah anda yang aneh sedangkan istri anda
tidak. Tetapi lafaz yang anda gunakan tetap
“bagi kita adalah hadiah” karena saya memang memberikan untuk anda dan istri anda
Nashibi itu berhujjah dengan hadis berikut yang mengandung lafaz
“bagi kalian hadiah”. Kami tidak membahasnya sebelumnya karena itu sudah
tercakup dalam pembahasan hadis Shahih Bukhari yang kami kutip. Ini
lafaznya:
كَانَ النَّاسُ يَتَصَدَّقُونَ عَلَيْهَا وَتُهْدِي لَنَا فَذَكَرْتُ
ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هُوَ
عَلَيْهَا صَدَقَةٌ وَلَكُمْ هَدِيَّةٌ فَكُلُوهُ
Orang orang bersedekah kepadanya kemudian ia memberikan kepada
kami maka aku menyebutkan hal itu kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] dan berkata “baginya adalah sedekah dan bagi kalian adalah
hadiah, makanlah”.
Kami tanya pada anda wahai nashibi? Mana lafaz yang menyatakan bahwa
istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] diharamkan menerima sedekah.
Lafaz
“bagi kalian hadiah” seperti yang kami jelaskan adalah
penunjukkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] bahwa siapapun yang
menerima pemberian Barirah itu maka ia telah menerima hadiah dari
Barirah. Pernyataan Aisyah radiallahu ‘anha
“memberikan kepada kami”
menunjukkan bahwa bukan cuma Aisyah [radiallahu ‘anha] yang diberikan
oleh Barirah tetapi juga sahabat lain. Nah Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] mengatakan
“bagi kalian adalah hadiah”. Siapa kalian disini? Ya siapapun yang menerima pemberian Barirah termasuk Aisyah radiallahu ‘anha.
Mungkin yang menjadi hujjah nashibi adalah lafaz
“makanlah”.
Menurut nashibi seolah olah dengan lafaz itu Aisyah merasa haram untuk
memakannya sebelumnya dan setelah Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] mengatakan itu hadiah dan berkata “makanlah” itu menjadi halal
baginya. Tentu saja hujjah ini tertolak, karena dari awal seperti yang
kami tunjukkan dalam hadis Bukhari dalam kisah yang sama Aisyah telah
menerima sedekah tersebut, memasaknya tetapi tidak menyajikan kepada
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] karena ia tahu bahwa Beliau
tidak makan sedekah.
Lafaz
“anda tidak makan sedekah” justru mengandung hujjah
bahwa Aisyah tidak termasuk diharamkan menerima sedekah. Bukankah Aisyah
telah mengetahui hadis bahwa keluarga Muhammad diharamkan menerima
sedekah, nah jika ia telah tahu dan merasa dirinya termasuk diharamkan
menerima sedekah maka ia akan menolak setiap pemberian yang ia anggap
sedekah bukannya menerima pemberian tersebut. Begitu pula jika ia tahu
bahwa keluarga Muhammad haram menerima sedekah maka lafaz yang akan ia
ucapkan adalah
“kita tidak makan sedekah” bukannya
“anda tidak makan sedekah”
karena daging itu memang dihadiahkan Barirah kepada Aisyah dan
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Perhatikan hadis berikut
حَدَّثَنَا أبو يُوسُف ، حَدَّثَنَا مكي بن إبراهيم قال بهز ذكره عن
أبيه عَن جَدِّهِ قَال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أتى بطعام
سأل عنه أهدية أم صدقة ؟ فإن قالوا هدية بسط يده ، وإن قالوا صدقة قال
لأصحابه : كلوا
Telah menceritakan kepada kami Abu Yusuf yang berkata telah
menceritakan kepada kami Makkiy bin Ibrahim yang berkata Bahz
menyebutkannya dari ayahnya dari kakeknya yang berkata Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] jika datang makanan, ia akan bertanya
tentangnya apakah itu hadiah atau sedekah?. Jika mereka berkata “hadiah”
beliau mengambilnya dan jika mereka berkata “sedekah” maka beliau
berkata kepada sahabatnya “makanlah” [Ma’rifat Wal Tarikh Al Fasawiy 1/305 dengan sanad shahih].
Silakan perhatikan lafaz perkataan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepada sahabatnya
“makanlah” yang Beliau ucapkan ketika
dikatakan kalau makanan itu sedekah.
Apakah dari lafaz tersebut bisa ditarik kesimpulan jika makanan itu
hadiah [bukan sedekah] maka sahabat Nabi diharamkan untuk memakannya.
Baik itu sedekah atau hadiah, para sahabat dihalalkan memakannya. Nah
begitu pula dengan lafaz
“makanlah” yang diucapkan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] kepada Aisyah setelah Beliau menyatakan
daging itu adalah hadiah bagi Aisyah.
Apakah jika daging itu sedekah maka Aisyah diharamkan memakannya?.
Tidak, baik sedekah atau hadiah Aisyah dihalalkan memakannya. Jadi maaf
saja wahai nashibi tidak ada dalam hadis yang anda jadikan hujjah, lafaz
yang menunjukkan Aisyah diharamkan menerima sedekah.
Sekedar tambahan bagi para pembaca bahwa Imam Nawawi dalam Syarh
Shahih Muslim berkenaan hadis Barirah ini memahami hadis tersebut sama
seperti yang kami pahami. Beliau berkata dalam penjelasannya terhadap
hadis Barirah:
أن الصدقة لا تحرم على قريش غير بني هاشم وبني المطلب لأن عائشة قرشية
وقبلت ذلك اللحم من بريرة على أن له حكم الصدقة وأنها حلال لها دون النبي
صلى الله عليه وسلم ولم ينكر عليها النبي صلى الله عليه وسلم هذا الاعتقاد
Bahwa sedekah tidak diharamkan bagi kaum Quraisy kecuali bani
Hasyim dan bani ‘Abdul Muthalib, Aisyah wanita quraisy dan ia menerima
daging itu dari Barirah maka disini terdapat hukum bahwa sedekah halal
baginya tetapi tidak bagi Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mengingkari keyakinan Aisyah
tersebut [Syarh Shahih Muslim An Nawawi 5/274].
Dengan jelas sekali dalam riwayat di atas ketika beliau
diberi daging sedekah oleh Barirah, Aisyah tidak langsung memakan-nya
tetapi melaporkan-nya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam dan
beliau bersabda dengan teramat jelas : Untuk Barirah hal itu adalah
sedekah, sedangkan bagi kalian adalah hadiah. Karena itu, makanlah.
Nashibi ini memaksakan asumsinya sendiri dalam memahami hadis. Satu
hal yang perlu diingat, hadis Barirah itu tidak hanya seperti yang
dijadikan hujjah oleh nashibi tersebut [yang sebenarnya adalah bentuk
ringkasan dari kisah yang lebih panjang]. Kisahnya telah kami sebutkan
dalam riwayat Shahih Bukhari yang kami kutip bahwa Aisyah telah menerima
daging pemberian Barirah dan memasak daging tersebut. Jadi Aisyah telah
menerima pemberian daging dari Barirah yang ia anggap sedekah. Inilah
letak hujjah bahwa Aisyah tidak merasa dirinya diharamkan menerima
sedekah.
Satu-satunya sikap yang benar jika Aisyah merasa dirinya diharamkan
menerima sedekah adalah ia akan menolak pemberian Barirah dan berkata
“kami keluarga Muhammad tidak dihalalkan bagi kami menerima sedekah”.
Coba pikir baik baik wahai pembaca jika anda merasa anda diharamkan
menerima sesuatu maka apakah anda menerimanya?. Jika anda diberikan
daging babi oleh tetangga anda, apa anda akan menerimanya padahal anda
tahu bahwa itu haram untuk dimakan?. Seorang muslim awam saja tahu bahwa
sikap yang benar adalah menolak pemberian tersebut bukannya menerimanya
apalagi seorang istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam].
Ini analogi yang pas untuk menunjukkan bahwa lafaz tersebut tidak
bermakna pengharaman. Misalnya nih nashibi itu punya seorang istri.
Istrinya mendapat daging dari tetangganya yang miskin. Tetangganya itu
mendapatkannya dari sedekah orang lain. Maka istrinya memberitahukan hal
tersebut kepada nashibi itu. Nah nashibi itu berkata
“itu adalah sedekah untuknya sedangkan untukmu adalah hadiah, makanlah”.
Apa dari lafaz itu bermakna kalau istrinya diharamkan memakan sedekah?.
Tentu saja walaupun tidak dikatakan “makanlah” istrinya tetap akan
makan daging tersebut. Apa karena nashibi itu berkata “makanlah”
menunjukkan bahwa istrinya sebelumnya merasa daging itu haram untuknya?.
Kalau memang merasa daging itu haram ya dari awal seharusnya istrinya
menolak saja pemberian tetangganya.
Riwayat Ummu Athiyah
Riwayat di atas diriwayatkan oleh Ummu Athiyah, artinya
saat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda kepada Aisyah dalam hadits
di atas, Ummu Athiyah hadir di situ sehingga dia bisa meriwayatkannya.
Artinya juga bahwa Aisyah baru saja menerima pemberian daging tersebut
dari Ummu Athiyah dan belum memutuskan apa-apa, tak lama kemudian Nabi
shalallahu ‘alaihi wasalam datang sementara Ummu Athiyah masih ada di
situ.
Ini ucapan orang yang berandai andai. Apa buktinya Ummu Athiyah ada
disitu?. Ummu Athiyah tidak hadir disitu dan walaupun ia tidak hadir
tidak ada alasan untuk menolak riwayatnya. Apa karena ia tidak hadir
disitu maka ia tidak bisa meriwayatkannya. Tidak setiap peristiwa yang
diriwayatkan oleh sahabat ia saksikan langsung. Dari lafaz hadisnya
tidak ada satupun keterangan kalau Ummu Athiyah berada disana bahkan
dalam lafaz hadis tersebut terdapat isyarat bahwa ia tidak ada disana.
Perhatikan saja lafaz:
أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ بَعَثَ إِلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مِنْ الصَّدَقَةِ
Ummu Athiyah berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengirimkan kepadaku kambing dari hasil sedekah.
Apa bedanya memberikan dengan mengirimkan?. Jika anda mengirimkan
sesuatu apa anda akan membawanya langsung kepada orang tersebut. Apakah
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] akan memberikan kepada setiap
orang yang menerima sedekah dengan membawanya satu persatu. Lafaz
“mengirimkan” cukup menunjukkan bahwa sedekah tersebut diantarkan kepada
orang yang akan menerimanya tidak mesti langsung oleh Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Dalam hadis Ummu Athiyah yang lain yaitu
Shahih Bukhari malah diucapkan dengan lafaz:
فَأَرْسَلَتْ إِلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا مِنْهَا
Lafaz ini menunjukkan bahwa Ummu Athiyah mengantarkan sebagian dari
sedekah itu kepada Aisyah melalui perantara orang lain dan itulah yang
dimaksud mengirimkannya. Jadi komentar basa basi nashibi itu sungguh
tidak bernilai.
Sekedar info bagi para pembaca, apa yang kami pahami dari hadis Ummu
Athiyah ini sebenarnya juga dikutip Ibnu Hajar ketika ia menjelaskan
hadis Ummu Athiyah dalam Fath Al Bari Syarh Shahih Bukhari
وفيه إشارة إلى أن أزواج النبي صلى الله عليه وسلم لا تحرم عليهن
الصدقة كما حرمت عليه ، لأن عائشة قبلت هدية بريرة وأم عطية مع علمها بأنها
كانت صدقة عليهما
Dan didalamnya terdapat isyarat bahwa Istri Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] tidak diharamkan bagi mereka menerima sedekah
sebagaimana diharamkan atasnya [Rasulullah], Aisyah menerima hadiah
Barirah dan Ummu Athiyah dan saat itu ia mengetahui bahwa itu adalah
sedekah untuk mereka berdua [Fath Al Bari Syarh Shahih Bukhari 8/61].
Nashibi yang ingkar sunnah itu kemudian berhujjah dengan hadis Nabi
tidak mewariskan [kami pribadi telah menunjukkan bahwa hadis ini keliru
dan Sayyidah Fathimah telah menolaknya] . Nashibi itu berkata
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ
شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ
أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَرَدْنَ أَنْ
يَبْعَثْنَ عُثْمَانَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ يَسْأَلْنَهُ مِيرَاثَهُنَّ،
فَقَالَتْ عَائِشَةُ: أَلَيْسَ قَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لاَ نُورَثُ، مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ»
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari
Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah radliallahu ‘anha, bahwasanya
isteri-isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam berpulang keharibaan Ilahi, mereka ingin
mengutus Utsman untuk menemui Abu Bakar meminta warisan mereka, maka
Aisyah mengatakan: Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda: “Kami tidak mewarisi, Apa-apa yang kami tinggalkan adalah
sedekah?” (Shahih Bukhari, no: 6730)
Dan ternyata istri-istri Nabi sepeninggal beliau tidak boleh
mengambil peninggalan Nabi yang berupa sedekah tersebut, artinya apa?
Sedekah diharamkan diterima oleh istri-istri Nabi shalallahu ‘alaihi
wasalam. Nah kurang jelas apa lagi…
Hujjah nashibi yang ini lucu sekali, caranya berhujjah menunjukkan
bahwa ia tidak memahami hadis yang ia jadikan hujjah. Ia tidak meneliti
kesuluruhan lafaz hadis-hadis tentang masalah ini. Pembahasan hadis ini
adalah masalah lain yang ada tulisannya tersendiri. Tetapi kebetulan
karena nashibi ini berhujjah dengan hadis tersebut maka silakan ia
membaca hadis berikut dari Abu Bakar
فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ إِنَّمَا يَأْكُلُ
آلُ مُحَمَّدٍ فِي هَذَا الْمَالِ وَاللَّهِ لَقَرَابَةُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَصِلَ مِنْ
قَرَابَتِي
Abu Bakar berkata aku mendengar Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] mengatakan “aku tidak mewariskan, apa yang aku tinggalkan
adalah sedekah, sesungguhnya keluarga Muhammad makan dari harta ini,
demi Allah kerabat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] lebih aku
cintai untuk menjalin hubungannya dibanding kerabatku [Shahih Bukhari 5/90 no 4035].
Nah berdasarkan hadis tersebut maka keluarga Muhammad dapat makan
dari harta peninggalan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] yang menjadi
sedekah. Menurut Abu Bakar keluarga Muhammad tidak dapat mewarisinya
tetapi dapat makan dari harta tersebut. Nah loooo...
Dan apakah nashibi itu tidak memperhatikan bahwa istri istri Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak sedang meminta sedekah tetapi
meminta warisan. Lihat saja hadinya yang berbunyi:
أَرَدْنَ أَنْ يَبْعَثْنَ عُثْمَانَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ يَسْأَلْنَهُ مِيرَاثَهُنَّ
Mereka mengutus Utsman kepada Abu Bakar untuk meminta warisan mereka.
Istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak sedang meminta
sedekah, mereka meminta warisan. Jadi apanya yang maksud nashibi itu
jelas. Nashibi itu sepertinya tidak bisa membedakan antara warisan dan
sedekah. Dan btw wahai nashibi, istri Nabi itu termasuk keluarga
Muhammad yang boleh makan dari harta tersebut tidak?. Selamat bersakit
hati.
Riwayat Juwairiyah
Kemudian si Rafidhi Nashibi tersebut mencoba
mengkais-kais riwayat-riwayat yang sekiranya bisa menguatkan argumentasi
dia seperti berikut ini, tetapi sayang, riwayat ini sama sekali tidak
menguatkan hujjahnya.
Ooh kita lihat saja, silakan para pembaca lihat siapa yang sebenarnya
berpegang pada sunnah dan siapa yang sebenarnya ingkar kepada sunnah
Justru dalam riwayat di atas Juwairiyah terlihat telah
mengetahui hukumnya bahwa sedekah buat maula-nya jika diberikan
kepadanya boleh diterima dan diberikan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi
wasalam sebagai hadiah buat mereka. Hal ini tampak ketika Nabi
shalallahu ‘alaihi wasalam bertanya tentang makanan, Juwairiyah langsung
menawarkan-nya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam tanpa bertanya
lagi apakah itu boleh atau tidak, dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasalam membenarkan dan menegaskan bahwa sedekah itu telah sampai pada
tempatnya.
Wah wah kami sampai tertawa membaca komentar ini. Tidak ada dalam
lafaz riwayat Thabrani yang menunjukkan bahwa Juwairiyah menawarkan
kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Inilah lafaz jawaban
Juwairiyah dalam riwayat Thabraniy
يا رسول الله قد تصد ق على فلانة بعضو من لحم وقد صنعته
wahai Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sungguh telah
disedekahkan kepada fulanah sebagian daging dan aku telah memasaknya.
Dengan lafaz ini Juwairiyah ingin mengatakan bahwa makanan yang ada
padanya adalah hasil sedekah dan ia tahu bahwa Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] tidak makan sedekah. Lafaz ini mengisyaratkan Juwairiyah
tidak mau menyajikan kepada Nabi makanya Nabi menjawab
“bawalah kemari sungguh sedekah itu telah sampai pada tempatnya”.
Jawaban ini diucapkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] untuk
mengoreksi anggapan Juwairiyah karena Juwairiyah beranggapan status
makanan tersebut masih sedekah.
Kesalahan fatal nashibi itu adalah ia tidak mengumpulkan semua
riwayat kisah Juawiriyah tersebut. Peristiwa Juwairiyah ini sama halnya
dengan peristiwa Aisyah [radiallahu ‘anha]. Kami mengutip riwayat
Thabraniy karena lafaznya lebih kuat sebagai hujjah yaitu Juwairiyah
memasak makanan tersebut, nah hadis tersebut ternyata diriwayatkan juga
dalam Shahih Muslim yaitu sebagai berikut
أن عبيد بن السباق قال إن جويرية زوج النبي صلى الله عليه و سلم أخبرته
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم دخل عليها فقال هل من طعام ؟ قالت لا
والله يا رسول الله ما عندنا طعام إلا عظم من شاة أعطيته مولاتي من الصدقة
فقال قريبة فقد بلغت محلها
Bahwa Ubaid bin As Sabbaaq berkata bahwa Juwairiyah istri Nabi
[shallallahu ‘alaihi wasallam] mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] masuk menemuinya dan berkata “apakah ada
makanan?”. Ia berkata “tidak ada, demi Allah wahai Rasulullah, tidak ada
disisi kami makanan kecuali kambing yang disedekahkan kepada maulaku.
Beliau berkata “bawalah kemari, sedekah itu telah sampai pada tempatnya [Shahih Muslim 2/756 no 1073].
Riwayat ini sama saja dengan riwayat Thabraniy dan kisah yang
diceritakan pun sama. Jadi Juwairiyah menerima pemberian maulanya yang
ia anggap sedekah dan ia tidak mau menyajikan kepada Nabi [shallallahu
‘alaihi wasallam] karena Nabi diharamkan sedekah atasnya. Nah mengapa
Juawiriyah memasaknya? Ya untuk dirinya tentu.
Si rafidhi nashibi ini sok tau kalau Juwairiyah memasak
makanan tersebut bukan untuk Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam, darimana
si rafidhi nashibi ini bisa tau? Dari wangsit? Bukankah istri-istri
Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam mengetahui saat giliran Nabi mendatangi
mereka?.
Ho ho jelas dalam hadisnya Juwairiyah berkata “tidak ada” ketika
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] menanyakan soal makanan. Nah
itu berarti Juwairiyah memasaknya bukan untuk Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam] tetapi untuk dirinya sendiri. Alangkah malunya nashibi ini dan
jika ia tidak tahu malu maka hal itu malah lebih memalukan lagi. Saran
kami, belajarlah dulu sebelum membantah, teliti baik baik hadisnya biar
anda tidak malu berkomentar sembarangan apalagi dengan gaya angkuh
begitu.
Kesimpulan:
- Istri Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak diharamkan
sedekah atas mereka karena maula mereka dibolehkan menerima sedekah
padahal maula keluarga Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak
dibolehkan menerima sedekah. Maka keluarga Nabi yang diharmkan sedekah
atas mereka bukanlah istri istri Nabi.
- Istri Nabi juga menerima pemberian orang lain yang mereka anggap
sedekah dan mereka tidak memberikannya kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi
wasallam]. Hal ini menjadi bukti bahwa Nabi diharamkan menerima sedekah
tetapi istrinya tidak.