Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label PBNU. Show all posts
Showing posts with label PBNU. Show all posts

Gus Mus: Revolusi Mental Itu Zuhud


Pejabat Rais Aam PBNU KH Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus) menyebut berkali-kali “Revolusi Mental” di awal Khotbah Iftitah Muktamar Ke-33 NU di alun-alun Jombang, Sabtu (1/8) malam. Gus Mus menunjuk keduniaan sebagai salah satu hal yang perlu dirombak total secara mental oleh masyarakat Indonesia.

“Dunia dalam hal ini materi menjadi pertimbangan awal. Ini yang perlu ditinjau dari pandangan kita selama ini terhadap materi,” kata Gus Mus di hadapan ratusan ribu orang yang hadir pada pembukaan Muktamar Ke-33 NU di Jombang.

Pengasuh pesantren Raudhatut Thalibin Rembang ini menyebut materi keduniaan sebagai salah satu penyebab kekacauan di dunia selama ini terjadinya korupsi, cara-cara curang dalam berpolitik, dan kekerasan atas nama apapun.

Ia menganggap adanya kekeliruan cara pandang terhadap materi keduniaan selama ini. Untuk itu ia menekankan sekali revolusi mental dari sudut materi keduniaan. Mengubah cara pandang terhadap materi, menurutnya, merupakan awal pembenahan dari carut-marut politik, sosial, hukum di Indonesia.

“Kita sepertinya salah menempatkan materi dunia sejak sekian lama. Karenanya, mari kita menempatkan materi keduniaan di pikiran kita secara wajar,” kata Gus Mus yang mengajak para hadirin untuk membaca surah Al-Fatihah demi kebaikan bersama ke depan.

(Alhafiz K/NU Online/MahdiNews/ABNS)

KH Said Aqil Siroj Kembali Terpilih sebagai Ketum PBNU


Said Agil Siraj kembali terpilih memimpin Nahdatul Ulama (NU) hingga 2020. Sementara KH Mustofa Bisri mengundurkan diri dari Rois A’am dan digantikan dengan KH Ma’ruf Amin.

Dalam sidang voting pemilihan ketua tanfidziyah PBNU di Alun-alun Jombang, Kamis (6/8/2015) dini hari, Said Agil Siraj berhasil menghimpun 287 suara, di bawahnya ada As’ad Ali dengan 107 suara, dan KH Sholahudin Wahid (Gus Sholah) 10 suara.

Sidang pemilihan yang dipimpin Sekretaris PWNU Jatim, Akhmad Muzakki sebenarnya akan melakukan pemilihan tahap dua karena syarat maju di pemilihan tahap dua bagi As’ad Ali adalah 99 suara. Namun mantan pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN) itu memilih mundur dari pemilihan, dan memilih mendukung Said Agil Siraj.

“Saya memilih mundur dari pemilihan tahap dua, dan akan mendukung sepenuhnya KH Said Agil Siraj untuk kembali memimpin NU,” kata As’ad.

Di akhir persidangan, pimpinan sidang juga membacakan surat amanat dari KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang sebelumnya dipilih anggota Ahlul Halli Wal’aqdi (Ahwa) menjadi Rois A’am, yang berisi ketidaksediaan diangkat menjadi Rois A’am. Amanat posisi Rois A’am pun lantas diberikan kepada KH Ma’ruf Amin. Di forum Ahwa, wakil ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mendapat paling banyak dukungan rois Syuriah, dengan jumlah total 333 dukungan.

(MahdiNews/ABNS)

KH Aqil Siradj: Islam Nusantara Bukan Mazhab


JAKARTA – Santer beredar wacana Islam Nusantara sebagai alternatif wajah Islam masa kini. Wajah Islam Nusantara digambarkan sebagai Islam yang melebur dengan kebudayaan lokal, ramah, dan toleran.


Islam Nusantara menolak keras wajah Islam yang digambarkan dengan teror, bengis dan peperangan yang tak kunjung usai, seperti yang terjadi di Timur Tengah.

Apakah Islam Nusantara sebuah mazhab baru dalam Islam?
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Said Aqil Siradj, mengatakan Islam Nusantara merupakan tipologi dari mazhab Ahlussunnah Wal Jamaah.

“Bukan mazhab baru, Islam Nusantara Lebih kepada tipologinya,” Kata Said Agil, kepada awak media, di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (24/7/2015).

Islam Nusantara, diakuinya sebagai kontra dari Islam mainstream Timur Tengah yang lebih kaku dan saklek.
“Islam Nusantara akan dipertahankan, Islam Nusantara lebih melebur dengan budaya, santun, tidak seperti yang di timur tengah,” katanya.

Oleh sebab itu, Islam Nusantara akan konsen kepada Islam keindonesian menuju peradaban dunia. “Islam dan Indonesia dua hal yang tidak terpisahkan, cinta tanah air adalah bagian dari ajaran Islam,” tuntasnya.

(ISNU/MerahPutihIndonesia/MahdiNews/ABNS)

Nahdliyin Kecewa dengan Jokowi


Warga NU atau Nahdliyin di sejumlah daerah mengungkapkan kekecewaan kepada Presiden Joko Widodo yang tidak menunjuk Wakil Ketua PBNU As’ad Said Ali sebagai Kepala BIN. As’ad yang juga mantan wakil kepala BIN dinilai mempunyai kapasitas untuk memimpin lembaga itu dan bisa membantu presiden menyelesaikan berbagai problem kebangsaan.
 
“Beberapa saat setelah diumumkan kalau yang ditunjuk Jokowi bukan Pak As’ad, para kiai di Jawa Timur dan sejumlah daerah mengungkapkan rasa kecewa. Kita mempertanyaan komitmen awal Jokowi sebelum Pilpres,” ungkap Wakil Sekjen PBNU Adnan Anwar melalui keterangan tertulis di Jakarta.

“Kita tidak menilai sosok Sutiyoso yang ditunjuk presiden. Itu bukan urusan kita. Tapi kita mempertanyakan komitmen,” imbuhnya.

Selain dinilai mempunyai kapasitas dan berpengalaman dalam memimpin BIN, sosok As’ad Said yang mempunyai pengaruh besar di kalangan Nahdliyin diharapkan mampu menjadi pemersatu komunitas santri dan abangan dalam rangka menjaga kedaulatan NKRI.

“Awalnya banyak kiai di daerah ragu dengan Jokowi. Namun Pak As’ad dan tokoh NU lainnya berhasil meyakinkan kalau Jokowi akan bisa mengawal agenda kebangsaan dan keislaman lebih baik. Kita mengingat kembali hubungan yang baik antara NU dan PNI sebagai representasi dari komunitas besar santri dan abangan,” kata Adnan.

Dikatakannya, kontribusi NU cukup signifikan dalam memenangkan Jokowi dalam pemilihan presiden 2014. “Dalam model presidential electoral semua bisa diukur. Kita bisa dilihat dari berbagai laporan lembaga survei, bagaimana kontribusi suara NU,” tambah mantan peneliti LP3ES ini.

Menurut Adnan, keputusan Jokowi kali ini menjadi catatan tebal kalangan Nahdliyin terhadap Presiden Jokowi. “Koalisi strategis yang diomongkan ternyata hanya kamuflase. Presiden hanya mementingkan deal-deal kekuasaan daripada persoalan ideologi,” katanya.

“Ketika butuh, mereka datang ke NU setelah itu kita ditinggal. Keputusan presiden kali ini menjadi catatan tebal kita. NU tetap tidak akan melakukan cara-cara seperti berontak atau mufaroqoh. Itu bukan karakter NU. Setidaknya kita mauquf (diam) terhadap berbagai kebijakan pemerintah,” pungkasnya.

[Sumber: Okezone]

NU Tolak HTI dan FPI

Habib Rizieq dan massa FPI

Jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengambil sikap terang perihal gerakan HTI dan FPI. Mereka mengimbau warga NU untuk tidak menyetujui bahkan menolak aksi-aksi gerakan keduanya. Karena, semangat dua organisasi yang disebut terakhir berada di luar nilai-nilai dakwah ahlussunnah wal jamaah.

Demikian disampaikan Katib Aam PBNU KH Malik Madani dalam rapat gabungan Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU di gedung PBNU jalan Kramat Raya nomor 164, Jakarta Pusat, Rabu 30 Mei 2015 lalu.

“Warga NU tidak boleh terpengaruh oleh HTI dan FPI,” ujar Kiai Malik, mengimbau pengurus wilayah dan cabang NU di daerah untuk menjaga aqidah warga NU setempat dari segala ajaran sempalan di dalam Islam.

Kalau gerakan HTI bertolak belakang dengan kesepakatan Pancasila sebagai asas tunggal negara, sementara aksi-aksi yang dilancarkan FPI tidak mengacu pada semangat dakwah aswaja, kata Kiai Malik.

Praktik amar makruf dan nahi munkar model FPI, tidak terdapat acuannya di dalam kitab-kitab ulama mazhab, tandas Kiai Malik.

Sementara Ketua PBNU Drs H Slamet Effendi Yusuf yang hadir dalam rapat gabungan itu menambahkan, NU perlu terus menerus menasihati FPI.

(Source)

Said Aqil: Utamakan Kepentingan Bangsa

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj

Kegaduhan politik yang melibatkan pimpinan partai politik dan tokoh bangsa harus segera diakhiri. Konsolidasi nasional perlu dilakukan dengan semangat mengutamakan kepentingan bangsa agar program pembangunan pemerintah bergerak lebih cepat.

Tokoh bangsa dan pimpinan partai juga perlu berinisiatif untuk bersatu mengatasi beragam persoalan yang dihadapi masyarakat. Program pemerintah tak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dari lembaga legislatif, partai politik, dan masyarakat.

“Konflik harus segera diselesaikan. Semua pihak mesti mengutamakan kepentingan bangsa dan tidak terbawa dalam kegaduhan politik yang berlarut-larut,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (7/5/15).

Ia mengatakan, masih banyak persoalan bangsa yang belum menjamin kesejahteraan rakyat, mulai dari harga kebutuhan pokok yang terus naik sampai pengangguran yang masih tinggi. “Nilai tukar rupiah juga terus melemah. Belum lagi tarif dasar listrik yang menurut rencana akan dinaikkan. Kondisi ini jelas makin menyusahkan rakyat,” ujarnya.

Namun, Said Aqil optimistis masyarakat masih menaruh harapan pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Untuk itu, dia berharap, pemerintah segera memperbaiki kinerja tim ekonomi sehingga dapat mengurangi kesengsaraan rakyat.

Kebersamaan
Ketua DPR Setya Novanto gembira pimpinan partai anggota Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat dapat bersatu dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional (PAN), Rabu malam. Ia berharap, kebersamaan seperti itu dapat terus dipertahankan.
“Situasi seperti itu penting untuk memikirkan bangsa negara lebih jauh agar kita lebih tenang dan tenteram,” kata Setya.

Secara terpisah, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan konsensus dasar yang membuat bangsa Indonesia bertahan. Garis politik kebangsaan yang berorientasi kemajuan bangsa akan menghapus sekat-sekat perbedaan etnik, ras, agama, atau golongan.

“Bagi kami, semua perbedaan itu sudah selesai. Kita semua berada di dalam rumah besar kebangsaan bernama Indonesia. Musuh bersama kita adalah kemiskinan, kesenjangan kesejahteraan, ketidakadilan, kebodohan, radikalisme, dan sikap-sikap tidak toleran,” kata Zulkifli yang juga Ketua MPR.

Zulkifli mengajak semua komponen bangsa bergerak bersama. Menurut dia, kebersamaan sangat penting untuk mewujudkan Indonesia yang kuat, adil, dan sejahtera seperti cita-cita Bapak Pendiri Bangsa.

Sementara itu, Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, konsolidasi menuju rekonsiliasi nasional perlu terus diupayakan demi kemaslahatan bangsa.

(Source)

Ini Komentar PBNU dan MUI Soal Video Ancaman ISIS, Ketua PBNU: Soal Ancaman ISIS, Aparat Harus Tegas Menjaga NKRI

JAKARTA – Ketua PBNU, KH Maksum Machfoedz, menyerukan agar pemerintah dan aparat kemanan harus tegas menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terkait video ancaman yang diduga diunggah oleh anggota kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). “Aparat harus tegas menjaga NKRI” kata Maksum saat dihubungi Republika Online, Ahad (28/12).

Meskipun warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS terhitung sangat kecil jumlahnya. Namun, lanjut dia, bukan berarti kasus ini tidak penting untuk dicermati. Maksum mengatakan, semua masyarakat Indonesia termasuk TNI, Banser, Nahdliyin, Muhammadiyah tetap harus waspada dan tidak terprovokasi dengan video ancaman tersebut. Apalagi jangan sampai kemasukan oleh paham-paham ISIS.

PBNU, kata Maksum, mengimbau semua lembaga dan jamaah untuk makin teguh dengan akidah yang toleran. Ia juga meminta peran negara untuk turut mencermati garis etika dakwah di Indonesia.
Sebelumnya, sebuah video berisikan ancaman terhadap TNI, Polri, dan Banser yang diduga berasal dari anggota ISIS beredar di youtube. Video tersebut diunggah pada tanggal 24 Desember lalu oleh pemilik akun Al-Faqir Ibnu Faqir. Dalam video berdurasi sekitar empat menit tersebut, tampak seorang bejaket hitam dan menggunakan topi hitam.

Pengancam tersebut diduga bernama Abu Jandal Al Yemeni Al Indonesia. Ia mengancam jika Pasukan TNI, Polri, Densus 88 dan Banser tidak sanggup mendatanginya, maka pasukan di Negeri Syam dan Irak akan mendatangi Indonesia dan membantai satu persatu pasukan TNI, Polri, Densus 88 dan Banser.


Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) : Soal Video ISIS, Itu Hanya Sensasi Dari Orang Bodoh

JAKARTA – Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain, mengatakan video yang beredar di Youtube tak perlu dikhawatirkan. Karena menurut dia video ancaman yang diunggah salah satu anggota kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang sempat beredar beberapa waktu lalu hanya sensasi belaka.

“Itu bukan ancaman, hanya sensasi dari orang bodoh yang tidak tahu agama” kata Tengku Zulkarnain saat duhubungi Republika Online, Ahad (28/12).

Menurut Tengku Zulkarnain, mustahil bagi ISIS dengan jumlahnya yang sedikit dapat menghancurkan Indonesia yang merupakan negara besar. Bisa jadi, kata Tengku Zulkarnain, video tersebut hanya sensasi orang setengah gila dengan mengatasnamakan ISIS yang ingin memperkeruh suasana.

Lebih jauh lagi ia menegaskan, ancaman tersebut bukan merupakan hal yang berbahaya. Dengan cepat, pelaku dan motif video tersebut dapat diketahui oleh intelijen.
“Dalam seminggu pasti ketahuan sama intelijen, ini masalah seujung kuku” papar Tengku Zulkarnain.
ISIS, kata Tengku Zulkarnain, bahkan tidak mampu menembus organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang ada di Indonesia. Karena, menurutnya, Indonesia merupakan warisan dari ulama-ulama.

Tengku Zulkarnain mengimbau agar seluruh masyarakat segera merapatkan barisan menolak ISIS yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena, ia menegaskan, Indonesia merupakan amanat yang harus diberikan kepada anak cucu dan jangan sampai dicacati oleh pikiran-pikiran rusak.

Bicara ISIS Indonesia, KH Hasyim Muzadi Kumpulkan Ulama Sedunia

KH Hasyim Muzadi, Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), akan mengumpulkan tokoh Timur Tengah dan dunia pada 29-30 Oktober 2014, di pondok pesantren Al-Hikam Depok, Jawa Barat.

Acara yang digelar dua hari sebelum Munas dan Konbes NU itu khusus membahas soal ISIS (Islamic State Iraq Syria). “Insya Allah pada 29-30 Oktober di pesantren Al-Hikam Depok, International Conference of Islamic Scholar (ICIS) bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri RI akan menggelar konferensi internasional Timur Tengah,” kata Hasyim Muzadi di Jakarta, Sabtu (19/09/2014).

Menurutnya, pertemuan itu digelar untuk membentengi Indonesia agar tidak dimasuki ISIS dari luar negeri. “Undangan exsternal akan dihadiri oleh duta-duta besar Negara Timur Tengah untuk RI dan beberapa mufti dari Iraq , Syria, Mesir, Turki dan Yordania.


Konferensi internasional ini akan membahas masalah ISIS (Islamic State Iraq Syria), proses demokratisasi Timteng serta hubungan Indonesia dan dunia Islam,” terangnya.

Dari Indonesia, jelas Hasyim, akan hadir 100 ulama-ulama terkemuka dari Indonesia. Rencanananya konferensi akan dibuka oleh Menteri Luar negeri pemerintahan baru Jokowi-Jusuf Kalla.
“Keynote speaker diharapkan oleh ibu Megawati Soekarno Putri sebagai presiden yang mengesahkan International Conference Of Islamic Scholar (ICIS),” ungkapnya.

Konferensi internasional ini akan bersambung dengan Munas NU yang oleh PBNU telah ditetapkan dalam rapat gabungan lengkap pada 27 Agustus 2014 bertempat di Al-Hikam Depok pada tanggal 1-2 November.

“Al-Hikam selalu siap melaksanakan tugas NU yang ditetapkan oleh PBNU sendiri. Segalanya telah dipersiapkan. Semoga Allah melindungi,” Hasyim Muzadi memastikan.

Bahas ISIS, Ratusan Ulama Kumpul di Depok


Sejumlah ulama asal luar negeri juga turut hadir di acara ini.

Ratusan ulama berkumpul di Pondok Pesantren Alhikam, Beji Depok, Kamis, 30 Oktober 2014. Mereka membahas perkembangan demokrasi dan konflik ISIS di Timur Tengah.
Tak hanya dihadiri ulama nasional, sejumlah ulama asal luar negeri juga turut hadir sebagai pembicara dalam seminar yang rencananya berlangsung hingga esok hari tersebut.

Dengan seminar internasional bertajuk Konflik dan Proses Demokratisasi di Timur Tengah dari negara Irak dan Suria diharapkan akan didapatkan informasi langsung dan terbaru mengenai ISIS. Sehingga, pada akhirnya para peserta dapat merumuskan langkah yang tepat dalam menanggulangi gerakan ISIS.
Ahmad Millah Hasan salah satu  panitia penyelenggara mengatakan, seminar dilaksanakan atas kerja sama International Conference of Islamic Scholars (ICIS) dengan Direktorat Timur Tengah, Kementerian Luar Negeri serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Tujuannya ialah untuk meng-update situasi dan perkembangan Timur Tengah sebagai bagian untuk menjaga stabilitas dan keamanan Indonesia,” kata Ahmad Millah, Kamis, 30 Oktober 2014.
Sejumlah pembicara yang diagendakan hadir di antaranya mantan Ketua PBNU Hasyim Muzadi, selaku tuan rumah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Dewan Waqf Sunni Iraq, Kemenlu Irak, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kapolri Jenderal Sutarman dan Kepala BNPT Ansyaad Mbai.

Selain itu, seminar ini juga menghadirkan Najih Ibrahim dari Mesir, Bhasar Samarah dari Suriah, Duta Besar Palestina Farez Mehdawi, Direktur Timteng Kemenlu Febrian Alphyanto Ruddyard.
Menanggapi hal ini, Menteria Agama Lukman Hakim berpendapat, perkembangan di timur tengah harus diikuti karena pengaruh dalam proses demokrasi di Indonesia.

“Diharapkan Indoensia bisa memberikan sumbangsih demokrasi di sana. Karena  perbedaan-perbedaan yang besar harus bisa dimaklumi di sana. Sehingga pada akhirnya mereka akan menemukan kearifannya. Kebersamaan perlu kita jaga,” katanya saat menghadiri acara tersebut.

Syi’ah rangkul Sunni yang berwasatiyyah dan berfikiran rasional, bukan Sunni fanatik totok)

Kemesraan Ulama Sunni Dan Syiah


                                                                  Wahdah Sunni Syiah
Sayyid Ali Khamenei, adalah pemimpin tertinggi Republik Islam Iran, juga merupakan seorang ulama dan mujtahid besar dalam dunia Syiah. Dengan status kedudukan beliau ini, tidak hairan, beliau merupakan seorang individu yang sangat dihormati dan dicintai dikalangan masyarakat Syiah.
Tetapi bagaimana pula kedudukan beliau di dunia Sunni(of course, kepada Sunni yang berwasatiyyah dan berfikiran rasional, bukan Sunni fanatik totok)

“Boleh tak autograf buku ni?”

Peluk jangan tak peluk. Bukan selalu boleh peluk orang beriman ni.
wah, indahnya kemesraan Sunni dan Syiah ini
.
JAWABAN  KAMi :
Setiap muslim pasti menginginkan umat Islam bersatu, menginginkan segala perbedaan yang ada tidak menimbulkan masalah atau pertikaian. Ini jelas keinginan setiap muslim. jika anda tidak percaya, silahkan anda buat kuisioner dan bagikan ke siapa saja yang ada di sekitar anda. Orang yang tidak menginginkan persatuan madzhab adalah diragukan kesehatan hati dan akalnya.

Niat baik persatuan madzhab harus diikuti dengan konsekwensi yang tidak ringan, yaitu melakukan usaha untuk mengarah kepada realisasi persatuan madzhab dan harus diikuti dengan langkah-langkah nyata. Tanpa itu semua slogan persatuan madzhab dengan berbagai jargonnya seperti “laa syarqiyyah laa gharbiyyah, Islamiyyah Islamiyyah” tidak timur dan tidak barat, tetapi murni Islam, atau “mari kita lupakan perbedaan dan mari kita tegakkan ukhuwwah islamiah, akan tidak berarti apa-apa.

Tanpa ada usaha nyata, kita patut curiga bahwa persatuan madzhab digunakan untuk menetralisir gejolak kebencian yang ada terhadap kelompoknya. Atau ada agenda tersembunyi lain yang hendak dijalankan dengan mendengungkan slogan seperti itu. Persatuan madzhab adalah jargon yang selalu kita dengar dari pihak kami  penganut syi’ah, baik yang ada di tempat kita maupun yang ada di luar sana.

Dari mana mengenal madzhab syi’ah?
Mengenal kedua madzhab adalah modal utama bagi upaya komparasi yang dilakukan dalam rangka pendekatan. Untuk mengenal sebuah madzhab tentunya dengan melihat ajaran madzhab itu dari literatur aslinya. Karena setiap madzhab -bahkan setiap agama- memiliki kitab atau literatur yang menjelaskan keyakinan madzhab atau agama itu. Setiap yang ingin mengenal ajaran itu hendaknya merujuk pada kitab literatur yang ada. Selain literatur, sumber lain yang ada adalah keterangan dari penganut madzhab itu. Ini untuk mengenal ajaran madzhab pada umumnya.

Praktek persatuan madzhab dimulai dengan studi komparasi antara ajaran kedua madzhab yang ada, baru bisa disimpulkan apakah kedua madzhab bisa dipersatukan atau tidak.
PERSATUAN SUNNI-SYIAH,KEKUATAN ISLAM
kita harus selalu mengutamakan isLam diatas mazhab.sudah bukan zaman nya kita berselisih antara mazhab satu sama Laen. jadikanLah isLam ini isLam yang satu. bagi kami yang sesat ialah yang tidak mengerti apa itu isLam dan ukhuwah.Waspada tipu daya yahudi dan wahabi. janganLah terpancing atau terpengaruh oLeh permainan mereka. jangan membuat yahudi dan wahabi bangga,dgn menghina mazdhab satu sama Laen.

Ketua Umum Muhammadiyah : Persatuan Sunni-Syiah Untuk Kejayaan Islam

On May 5, 2008 ·
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan persatuan umat Islam, khususnya antara kaum Sunni dan Kaum Syiah, mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan umat agama itu.
“Kejayaan umat Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta kedua kelompok umat Islam tersebut,” kata Din dalam siaran persnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
Din Syamsuddin mengikuti Konperensi Islam Sedunia yang sedang berlangsung di Teheran, 4-6 Mei. Konperensi dihadiri sekitar 400 ulama, baik dari kalangan Sunni maupun Syiah dari berbagai belahan dunia.
Din yang berbicara pada sesi pertama bersama enam tokoh Islam lainnya menegaskan bahwa antara Sunni dan Syiah ada perbedaan tapi hanya pada wilayah cabang (furu’iyat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah).

Keduanya berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu, kata dia, kedua kelompok harus terus melakukan dialog dan pendekatan. Seandai tidak dicapai titik temu maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi.
“Seluruh elemen umat Islam, dalam kemajemukannya, perlu menemukan ‘kalimat sama’ dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi,” katanya.

Kemudian dalam menghadapi tantangan dewasa ini, kata Din, umat Islam perlu menemukan dalam dirinya “musuh bersama”. “Dua hal ini, ‘kalimatun swa’ (kalimat sama) dan ‘aduwwun sawa’ (musuh bersama) adalah faktor kemajuan umat,” kata Din.

“Musuh bersama” itu, kata Din, terdapat di dalam diri umat Islam yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. (Republika 5 Mei 2008).

KETUA UMUM PP. MUHAMMADIYAH :
PERSATUAN SUNNI – SYI’AH UNTUK KEJAYAAN ISLAM
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan bahwa Persatuan Umat Islam, khususnya antara kaum Sunni dan kaum Syi’ah, mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan umat agama ini. Karena kejayaan umat Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta kedua kelompok umat Islam tersebut.

Pada Konferensi Islam Sedunia yang berlangsung pada 4 – 6 Mei 2008 lalu di Teheran, yang dihadiri sekitar 400 ulama, baik dari kalangan Sunni maupun Syi’ah dari berbagai belahan dunia, Din Syamsuddin yang berbicara pada sesi pertama bersama enam tokoh Islam lainnya, menegaskan bahwa antara Sunni dan Syi’ah ada perbedaan tapi hanya pada wilayah cabang (furu’iyat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah).

Keduanya berpegang pada akidah Islamiah yang sama, walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu kata beliau, kedua kelompok harus terus melakukan dialog dan pendekatan. Seandainya tidak dicapai titik temu maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi.

Seluruh elemen umat Islam, dalam kemajemukannya, perlu menemukan “kalimat sawa” dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi. Kemudian dalam menghadapi tantangan dewasa ini, umat Islam perlu menemukan dalam dirinya “musuh bersama”. Dua hal ini kalimatun sawa’ (kalimat sama) dan aduwwun sawa’ (musuh bersama) adalah faktor kemajuan umat, lanjut Din. Musuh bersama itu, terdapat di dalam diri umat Islam yaitu kemiskinan dan keterbelakangan.

Kamis, 10 Februari 2011


SERUAN ULAMA-ULAMA MENGENAI PERSATUAN SUNNI-SYIAH

Agresi militer Amerika Serikat dan sekutunya ke Irak, tak hanya berhasil menggulingkan Presiden Saddam Hussein dari tampuk kepemimpinannya. Mereka juga menanam bom waktu: pertikaian antarkelompok. Lebih tepatnya, antara kubu Syiah dan Suni.
Ulama terkemuka asal Damaskus, Suriah, Syekh Abdullah An-Nidzam mengungkapkan konflik Syiah-Suni yang terjadi belakangan ini di Irak, bukanlah murni konflik ideologi antarmereka. “Konflik diciptakan oleh agresor militer Amerika Serikat dan sekutunya,” ujarnya, di sela-sela Konferensi Ulama dan Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak di Bogor Rabu 4/4/2007).

Sejak awal invasi militer Amerika Serikat ke Irak tahun 2003, sambung An-Nidzam, pihaknya mengaku sudah sangat khawatir hal ini bakal terjadi. Dekan Fakultas Dirasah Islamiyah pada Universitas Islam Damaskus ini menyatakan perlunya perhatian umat Islam dari seluruh dunia untuk segera mengakhiri konflik dan penderitaan rakyat Irak.

Sejak dulu, kata Syeikh Az-Nidzam, dalam Islam tidak dikenal istilah pengkotak-kotakan. Kita sekarang ini justru sangat menyayangkan sikap Amerika Serikat maupun Israel yang terus mendorong terciptanya upaya pengkotak-kotakan antar kelompok Islam di Irak.

Dalam sejarah Irak, sejak berabad-abad lamanya antara Suni dan Syiah di Irakdapat hidup berdampingan dan rukun, tanpa ada gejolak apalagi peperangan seperti yang terjadi sekarang ini. ”Ini memang siasat mereka, ketika ingin menghancurkan satu negara, maka mereka ciptakan kelompok-kelompok,” tegasnya.

Syekh AEM Hussein dari Universitas Al Azhar menyuarakan hal yang sama. Antara Suni dan Syiah, kata dia, sama-sama Islam. ”Mereka menyembah Tuhan yang satu, mereka shalat menghadap kiblat yang sama. Mereka sama-sama Muslim.”

Sedang menurut Jalaluddin Rakhmat, cendekiawan Muslim, kekerasan di Irak dipicu oleh kepentingan politik. Ada provokator yang merancang konflik sosial yang kini terjadi di Irak. “Tak disebabkan oleh perbedaan teologis antara Suni-Syiah. Selama ini perbedaan itu ada namun tak menjadi masalah yang melahirkan sebuah konflik.

Politik adu domba.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi yang bersama-sama Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah Prof Dr Din Syamsuddin menjadi penggagas Konferensi Internasional Ulama dan Pimpinan Islam Dunia untuk Rekonsiliasi Irak mengungkapkan, apa yang dilakukan AS di Irak adalah bentuk politik adu domba. ”Dendam sejarah dibangkitkan kembali, tempat-tempat suci dirusak melalui gerakan intelijen untuk menciptakan peperangan antara kelompok Suni dan Syiah, sehingga dengan demikian pertentangan ini sebenarnya didesain untuk kemenangan penjajah secara gratis.”

Pandangan sama diungkapkan Din Syamsuddin. “Peperangan yang terjadi di Irak tahun 2003, tak hanya menimbulkan korban dari orang-orang yang tidak berdosa, tapi juga telah menimbulkan kedengkian, iri dan permusuhan di tengah masyarakat Irak. Kemudian timbul peperangan antar kelompok dan etnis serta fitnah yang besar di Irak,” ujarnya.

Sarat konflik?
Benarkah sejarah Syiah-Suni selalu kelam dan penuh permusuhan? Salah seorang ketua PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) Prof Dr Said Agil Siraj mengungkapkan di sejumlah negara Islam maupun Timur Tengah yang hidup faham Suni dan Syiah, dapat hidup rukun dan berdampingan. ”Bahkan Mufti Syria Badruddin Hassun yang berasal dari Suni, fatwa-fatwanya sangat didengar oleh kelompok Syiah,” jelas Kiai Siraj seraya menambahkan kondisi serupa terjadi di Saudi Arabia, Pakistan, maupun Libanon. ”Bahkan di Libanon Selatan Hizbullah yang dari kelompok Syiah yang sangat berperan dalam mengusir penjajah Israel didukung juga oleh kelompok Suni.”

Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengakui sepanjang sejarah sebenarnya perbedaan yang terjadi antara Suni dan Syiah pada soal kekuasaan atau lazim disebut imamah. Karena itu, kelompok Syiah memasukkan masalah imamah ke dalam rukun agama dan sejak dini anak-anak mereka diajarkan pengetahuan tentang imamah.

Dalam perkembangan Islam, kedua kelompok Suni dan Syiah sama-sama memberikan andil dan peran yang sangat besar dalam peradaban Islam,” tegas kyai Siraj.

Ia lalu menyebut sejumlah tokoh Syiah yang memberikan andil besar bagi kemajuan Islam. Sebut saja misalnya Ibnu Sina, seorang filsuf yang juga dikenal sebagai seorang dokter, Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai penemu ilmu hitung atau aljabbar, dan seorang sufi Abu Yazid al Busthami. Mereka yang beraliran Syiah ini telah menyumbangkan ilmunya bagi kemajuan Islam. “Jadi, kedua kelompok ini adalah aset yang sangat berharga bagi umat Islam.

Ketua Umum Ikadi (Ikatan Dai Indonesia) Prof Dr Ahmad Satori menyatakan potren kehidupan yang rukun antara kelompok Suni dan Syiah juga dapat dilihat di Mesir, Saudi Arabia, Niger, dan negara Islam lainnya.”Bahkan di Iran, terdapat juga kelompok Suni dan ternyata mereka dapat hidup rukun dengan kelompok Syiah yang mayoritas,” ujar Satori.

Satori memandang perlunya sosialisasi fiqh i’tilaf (Fiqh Penyatuan) dan bukan fiqh ikhtilaf (fiqh perbedaan). ”Yang kita perlukan sekarang ini adalah fiqh i’tilaf supaya umat Islam menjadi kuat dan tidak gampang diadudomba seperti yang terjadi di Irak,” tegasnya.
(Dikutip dari majalah Republika,Bukan Konflik Sunni-Syiah).

Persatuan Sunni-Syiah Wujudkan Kemerdekaan Palestina


Selasa, 15 September 2009 11:21 | PDF | Cetak | E-mail


Seorang Mufti Suriah, Syekh Mahmoud Akam mengatakan: “Kemerdekaan tanah suci Al-Quds hanya dapat diraih dengan persatuan umat Islam.” Menurut laporan wartawan Taqrib (Forum Pendekatan Mazhab Islam), Mufti propinsi Halb, Suriah ini—sehubungan dengan datangnya peringatan hari Al-Quds sedunia—menambahkan: “Hari yang dicanangkan oleh Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran ini merupakan kesempatan besar untuk mempersatukan umat Islam dunia demi kemerdekaan Al-Quds.

Dosen Fakultas Hak Asasi Manusia Universitas Halb ini juga mengingatkan: “Langkah awal yang paling fundamental untuk meraih kemerdekaan Baitul Maqdis adalah mewujudkan persatuan di bawah naungan agama Islam.”.

Ustad Akam menambahkan: “Yang dimaksud dengan persatuan umat Islam adalah walaupun mereka berasal dari berbagai mazhab fikih yang berbeda-beda, namun hendaknya mereka kiranya mau berkumpul dan duduk bersama serta mengesampingkan perbedaan yang ada.”.

Mufti Suriah ini mengatakan: “Jika kita duduk dan berkumpul bersama, kita akan dapat membicarakan kemerdekaan dan kemenangan untuk Palestina.”.

Lebih jauh lagi beliau mengemukakan, ancaman pembakaran Baitul Maqdis yang diduduki kaum Zionis kini jauh lebih membahayakan ketimbang masa sebelumnya. Penjajah Zionis saat ini terus melanjutkan aksi kejahatan mereka dalam rangka merusak dan merobohkan Baitul Maqdis. Karena itu, kaum Muslimin harus berusaha untuk memperbaiki tempat suci ini, serta membangun kembali perumahan rakyat Palestina yang rusak dan menyerahkannya kepada pemiliknya yang sah.

Ulama Suriah ini mengingatkan, kaum Muslimin dalam setiap ibadah baik puasa, shalat, haji maupun ibadah-ibadah lainnya harus selalu berdoa untuk kemerdekaan tempat suci ini dari tangan penjajah Zionis.
Menurut laporan kantor berita IRNA, beliau mengharapkan agar negara-negara Islam segera merealisasikan pernyataan mereka mengenai kemerdekaan Al-Quds demi solidaritas terhadap rakyat Palestina.

GUS DUR DAN PENCERAHAN KAUM MUDA: SEBUAH KESAKSIAN


Kamis, 04 September 2014
oleh : Neng Dara Affiah 
Dalam perjalanan hidup saya, ada tiga orang yang meninggalnya membuat saya luruh menangis: meninggal Ibu saya, karena ia adalah tiang dalam keluarga kami, fisik maupun psikis; Nenek saya yang mengenalkan saya pada keislaman dan keimanan dengan konsepnya yang sederhana, tapi ia praktekan dalam hidup nyata sehari-hari; dan Gus Dur yang mengenalkan kepada saya tentang keislaman dan keimanan dengan maknanya yang sangat luas seluas alam semesta ini. Mengapa Gus Dur demikian penting dalam penjelajahan hidup saya? Ini adalah fragmen kecil dari kesaksian tersebut. 
Pertautan saya dengan Gus Dur sesungguhnya lebih banyak pertautan ide ketimbang fisik. Pertautan itu dimulai ketika saya kuliah di IAIN Jakarta, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama, antara tahun 1987-1990an. Entah birahi dari mana, minat saya terhadap “Islam yang lain” yang tidak mainstream sudah muncul sejak saya sekolah menengah pertama dan atas di pesantren (1981-1987). Meskipun saya hidup dalam lingkungan pesantren tradisional, tetapi pemikiran saya seperti mendua. Satu sisi saya mengaji kitab-kitab kuning klasik yang dipelajari setiap hari dan malam, dan hal tersebut sangat berpengaruh pada prilaku dan tradisi yang dipraktekkan dalam komunitas pesantren tradisional, sisi lain saya melahap buku-buku dari pemuka pembaru Muslim seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Nurcholish Madjid, dan pemuka-pemuka pembaru lain sejauh yang bisa saya akses bukunya, karena pada saat itu, untuk ukuran saya yang hidup di daerah tak mudah mengakses buku-buku tersebut, selain majalah panjimas yang hampir setiap edisi saya lahap yang menjadi langganan paman saya.

Dengan tekad memuaskan minat saya dalam gagasan pembaruan pemikiran Islam, saya melanjutkan kuliah di IAIN Jakarta. Tidak yang lain. Pada masa saya, pemikiran-pemikiran pembaruan Islam tersebut terintegrasi di dalam kurikulum. Jadi, setiap belajar mata kuliah tentang wacana keislaman, isinya adalah gagasan-gagasan pembaruan Islam yang ditafsirkan oleh Prof. Dr. Harun Nasution yang ia tulis dalam buku-buku daras-nya. Seiring dengan itu, setiap aktivitas saya di kampus, baik dalam kelompok studi maupun organisasi ekstra selalu berkaitan dengan gagasan pembaruan pemikiran Islam, meskipun alat yang dipakai adalah ilmu-ilmu sosial dan filsafat.

Seiring dengan aktivitas saya yang begitu bergairah terhadap gagasan pembaruan pemikiran Islam, saya berkenalan dengan gagasan Gus Dur yang dikerangkakan dengan gagasan Pribumisasi Islam. Gagasan Pribumisasi Islam itu kira-kira maknanya begini: Bagaimana Islam yang lahir dari Negeri Arab dan mungkin difahami dalam kerangka Timur Tengah bisa meng-Indonesia; men-Jawa, Men-Sunda dan landing dengan komunitas-komunitas lokal lainnya. Gagasan ini bagi saya begitu mencerahkan. Pencerahan pertama, karena saya hidup dalam lingkungan yang sangat memelihara tradisi, tapi juga tidak ingin tradisi tersebut mengungkung dan mengangkangi kemerdekaan kita sebagai manusia. Pencerahan kedua, saya ingin menyongsong sebuah peradaban maju tanpa menanggalkan tradisi positif yang sebenarnya sudah kita punya, tetapi ia tertutupi oleh tradisi yang justru menghambat kita pada sebuah peradaban yang kurang manusiawi dan bisa bergerak lebih maju. Dalam kaitan ini, Gus Dur menawarkan dua hal tersebut tanpa menanggalkan akar-akar kultural darimana ia berasal.

Untuk bisa selalu mengikuti pemikiran Gus Dur ini, saya selalu membaca tentang pernyataan-pernyataan dan tulisan-tulisannya yang dimuat di media massa; koran dan majalah, baik yang baru maupun yang sudah usang yang biasa saya beli di buku-buku loakan. Bukan hanya pemikiran-pemikiranya yang berat, tetapi juga yang ringan-ringan. Mulai dari perbedaan antara bajaj dengan taksi, warung makan padang bermusik Jawa, hingga tulisan pesantren sebagai sub kultur Indonesia. Selain mengikuti tulisannya, saya pun berusaha mendatangi pelbagai seminar di Jakarta jika Gus Dur sebagai pembicara.

Pada saat yang bersamaan, sekitar semester kelima mahasiswa (tahun 90an), saya menawarkan diri untuk bekerja di Warta NU, sebuah tabloid PBNU yang saat itu penanggung jawab-nya Gus Dur, pemimpin Redaksinya Arifin Junaidi dan Sekretaris Redaksinya saya sendiri dengan anggota redaksi diantaranya Ulil Abshar Abdalla dan Saifullah Yusuf. Pada saat saya mengelola majalah inilah interaksi saya dengan Gus Dur sering terjadi di kantor PBNU yang pada saat itu gedung ini masih kumuh. Apalagi ruangan lembaga penerbitannya. Tetapi karena pesona Gus Dur yang luar biasa, kantor PBNU yang kumuh itu selalu ramai didatangi orang dari berbagai kalangan, luar dan dalam negeri yang juga mengantarkan saya untuk mengenal banyak orang dari beragam latar belakang pula.

Pada periode Gus Dur pula, kantor PBNU yang kumuh itu dikelilingi anak-anak muda seangkatan saya yang berlatar belakang santri, yang agaknya kelompok yang lahap dan sekaligus memperoleh pencerahan dari gagasan-gagasan penyegaran Gus Dur ini: Dari kelompok Jogja: Ada Mas Fajrul Falakh; Mas Imam Aziz, Mas Suaedy, Jadul Maula, Khairus Salim, Elyasa KH Darwis, Muhaimin Iskandar, dan lain-lain. Dari Jakarta: Saya (Neng Dara Affiah), Ulil Abshar Abdalla, Saifullah Yusuf, Khatibul Umam Wiranu dan yang lainnya. Kelompok muda ini dikemudian hari mengembangkan minatnya masing-masing; ada yang tetap dalam jalur ilmu dan pemikiran seperti yang dikembangkan teman-teman LKIS, ada yang ke politik praktis seperti Muhaimin Iskandar, Saefullah Yusuf dan Khotibul Umam Wiranu.

Melalui tokoh Gus Dur ini, agaknya kami memperoleh figur yang saat itu berani melakukan perlawanan terhadap rezim: yakni rezim Soeharto. Gus Dur adalah tokoh yang memiliki keberanian yang luar biasa menentang rezim disaat orang lain tiarap dan mencari aman. Pendirian Forum Demokrasi adalah bagian dari perlawanan itu. Selain itu, ia pun menentang kesewenang-wenangan pemberedelan pers yang saat itu dilakukan terhadap tabloid Monitor. Ia berdiri tegak tanpa ketakutan disaat hampir semua orang mendukung pemberedelan ini dengan alasan menghina Nabi Muhammad. Tak pelak, kekaguman saya pun menjadi-jadi, karena nyalinya yang luar biasa untuk mewujudkan gagasannya dalam tindakan nyata. Tekanan yang spektakuler dari rezim adalah saat Muktamar NU Cipasung dimana pemerintahan Soeharto mengganjal Gus Dur dengan menyalonkan Abu Hasan melalui politik uang, dan kami kelompok muda yang disebut di atas serta sejumlah intelektual Muslim berada dalam barisan Gus Dur yang selalu mengelilinginya.

Begitulah sepak terjang Gus Dur hingga ia menjadi presiden. Saat ia menjadi presiden, kebahagian dan keraguan berkumpul menjadi satu. Kebahagiaan tersebut adalah adanya secercah harapan bahwa ia bisa mewujudkan gagasan-gagasannya menuju Indonesia baru dengan jaman baru dimana kekuasaan ada dalam genggamannya. Tetapi kebahagian tersebut tidak terwujud, karena gagasan Gus Dur sulit ditangkap oleh mesin birokrasi yang ada di bawahnya. Keraguannya adalah ia berlatar belakang santri yang tidak akrab dengan dunia birokrasi dan protokoler yang biasa dilakukan para raja dalam bentuknya yang moderen yang bisa menjauhkan dirinya dari rakyat biasa seperti Pak Somad, pegawai setia PBNU yang setia melayaninya. Pertanyaan kecil yang saat itu muncul, “Bisakah ia menjadi inspektur upacara dan menghormat dengan tangan di kepala saat upacara-upacara kenegaraan? Bisakah ia memakai sepatu formal, padahal sepanjang saya mengenalnya ia selalu memakai sepatu sandal? Ah…Gus Dur ini kok sudah menjadi Nabi, malah ingin menjadi presiden” begitu gumam saya saat itu. Tapi alam memang berkehendak lain, barangkali orang seperti Gus Dur-lah orang yang pantas menjadi presiden untuk semakin mematangkan bangsa Indonesia melalui ke-gonjang-ganjingannya dan pelbagai kontroversinya.

Saat Gus Dur tidak lagi menjadi presiden, saya kembali merapat kepadanya untuk pelbagai isu diskriminatif yang dulu menyatukan kami. Isu perempuan Ahmadiyah, isu penolakan terhadap UU Pornografi, isu Perda-Perda diskriminatif yang berupaya menolak konsep negara-bangsa yang cenderung meliankan kelompok minoritas, dan isu pesantren yang menjadi sorotan sebagai sarang teroris. Beberapa kali dalam tahun-tahun menjelang akhir hidupnya, saya berkesempatan untuk sama-sama menjadi pembicara dalam pelbagai tema. Dalam pelbagai pembicaraan tersebut, kami lebih sering sepakat dalam banyak hal, ibarat guru dengan santri, dan ia akan memperkayanya dengan narasi dongeng dan cerita-cerita lucu yang mengajarkan pada kearifan hidup. Seusai acara, kami akan terlibat dalam cerita-cerita lucu yang membuat kami senang dan terkekeh-kekeh yang bisa mengeluarkan kami dari pelbagai urusan. Pemilik tawa itu kini sudah pergi untuk selamanya. Jejak positifnya harus saya ikuti!


Pamulang, 1 Januari 2010 .

Asal Usul ISIS Masuk Indonesia

Ada 3 Kelompok Aliran ISIS di Indonesia.


Pemerintah terang-terangan melarang aliran Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) masuk ke Indonesia. Hal tersebut lantaran kelompok ini dianggap dapat mencederai semangat Pancasila. Indonesia Police Watch (IPW) mengatakan bahwa setidaknya ada tiga kelompok ISIS di Indonesia.

"ISIS yang bergerak di Indonesia ada tiga. Kelompok pertama, masuk ke masjid-masjid melakukan sosialisasi, bahkan sampai ke anak-anak di Tempat Pendidikan Alquran (TPA)," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, dalam pesan elektroniknya kepada Metrotvnews.com, Kamis (7/8/2014).

Kelompok kedua, sambungnya, membangun jaringan ke kelompok atau komunitas anak-anak muda untuk kemudian merekrutnya. "Kelompok ketiga, berusaha masuk dan menguasai bisnis limbah industri di kawasan-kawasan industri, dan berusaha menancapkan pengaruh di lokasi-lokasi hiburan serta kawasan bisnis lainnya," imbuhnya.

Dengan banyaknya organisasi masyarakat keagamaan yang bersikap radikal di Indonesia, ISIS akan mendapat tempat tersendiri di kalangan tersebut. "Apalagi dengan beredarnya video di media sosial bahwa ada orang Indonesia yang menjadi tokoh di ISIS dan mengajak anak-anak muda bergabung, hal ini makin menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara yang sangat strategis bagi kalangan Islam garis keras internasional," bebernya.

Selain itu, lanjutnya, posisi Indonesia tak bisa diabaikan oleh jaringan teroris internasional, setelah begitu banyak aksi-aksi teror yang memakan korban di Indonesia. Artinya, jaringan teroris internasional dan kalangan ISIS menilai banyak anak-anak muda Indonesia yang berpotensi direkrut dan dikader untuk membuat kekacauan, baik di negara lain maupun di Indonesia sendiri.

"Situasi ini tentu membuat Polri harus segera bekerja keras, untuk melakukan deteksi dan antisipasi dini. Sehingga bisa diketahui sudah sejauh mana kekuatan ISIS bercokol di Indonesia. Siapa-siapa saja tokoh garis keras yang sudah bergabung atau menjadi kader," tutupnya. http://news.metrotvnews.com/

Warga Indonesia Muncul dalam Video yang Dirilis ISIS.

Sekelompok warga Indonesia muncul dalam sebuah video yang dirilis ISIS meminta kaum Muslimin di Indonesia untuk bergabung dengan kelompok mereka.


Milisi ISIS asal Indonesia dalam video yang dirilis kelompok itu (ABC).
Sekelompok warga Indonesia muncul dalam sebuah video yang dirilis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) meminta kaum Muslimin di Indonesia untuk bergabung dengan kelompok mereka.
Video berdurasi delapan menit di-posting oleh ISIS dengan judul "Ayo Bergabung". Video itu menyerukan kewajiban bagi kaum Muslimin untuk bergabung dan menyatakan dukungan bagi kelompok tersebut.
Dalam video itu, seorang sosok yang disebutkan bernama Abu Muhammad al-Indonesi tampil berapi-api meminta dukungan warga Indonesia lainnya bagi perjuangan ISIS.

"Mari berusaha sekuat-kuatnya, baik secara fisik maupun materi, untuk hijrah ke Negara Islam (ISIS) ini," demikian antara lain dikatakan Abu Muhammad. "Ini merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah".
Abu Muhammad mempertanyakan kaum Muslimin yang hidup di negara-negara Barat, dan mendorong mereka untuk menumbuhkan motivasi melakukan jihad. "Apakah istrimu telah menjadi alasan yang menghalangimu melakukan jihad?" katanya berargumen. "Apakah rumahmu, usaha, dan kekayaanmu lebih kamu cintai dibandingkan cinta kepada Allah, Rasul, dan jihad?"
Ini merupakan video terbaru setelah sebelumnya dua warga Australia juga tampil dalam video serupa yang dirilis ISIS bulan lalu.

Profesor Greg Barton, pakar keamanan dan ahli Indonesia dari Monash University, mengatakan, kelompok ISIS melihat potensi kuatnya dukungan dari warga Indonesia. "ISIS menyasar langsung warga Indonesia dalam video ini sebab mereka memiliki potensi pendukung," jelasnya. "Jumlah warga Indonesia yang telah bergabung sangat besar, dan ISIS melihat potensinya lebih banyak lagi."

Pekan lalu, Abu Bakar Baasyir telah menyatakan dukungannya bagi kelompok ISIS ini.

Pemerintah Indonesia saat ini menerapkan program deradikalisasi di penjara-penjara yang menampung para pelaku serangan teroris, termasuk para terpidana bom Bali.

Namun, Prof Barton mengatakan, program deradikalisasi itu masih dalam tahap percontohan. "Tak ada program yang sistematis dan pedoman jelas mengenai apa yang harus dilakukan (terkait deradikalisasi ini)," katanya.

Kelompok garis keras beraliran Sunni mendeklarasikan ISIS awal bulan ini setelah berhasil merebut sejumlah wilayah di Irak dan Suriah. ISIS menyatakan Abu Bakr al-Baghdadi sebagai pemimpinnya.
Video-video perekrutan yang dirilis ISIS sebelumnya juga menampilkan warga asal Jerman, Kanada, dan Cile.

Menurut Prof Barton, kini Pemerintah Australia perlu serius membantu Indonesia menangani hal ini. "Saatnya tepat bagi Australia untuk bekerja sama dengan Indonesia, berdasarkan pengalaman Australia sendiri, dalam meredam arus orang yang pergi bergabung ke wilayah konflik di Timur Tengah," katanya.(Sumber: ABC Australia)

Baca disini lebih jelasnya:

Bukti diatas merupakan perlawanan terhadap ISIS Takfiri.

Asal Usul ISIL


ISIL (Islamic State in Iraq and the Levant), adalah nama lain dari ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria/Sham) yang juga seringkali disebut sebagai NIIS (Negara Islam Iraq dan Suriah) atau DAISH (Daulah Islam Iraq & Sham), merupakan sebuah organisasi yang bertujuan mendirikan negara Islam di wilayah Timur Tengah terutama di Suriah dan Iraq.

ISIL/ISIS ini merupakan organisasi terlarang karena dengan terang-terangan melawan dan berusaha merebut wilayah kekuasaan negara yang sah, baik di Suriah maupun Iraq.

Di Indonesia sendiri, kelompok ini secara resmi dilarang dikembangkan.
Dalam konferensi pers kemarin di Jakarta, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, menyampaikan sikap resminya menolak kehadiran ISIS di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa ideologi ISIS/ISIL tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan Kebhinnekaan.
“Ini bukan soal agama tapi ideologi,” tambahnya dalam kesempatan itu.

Organisasi yang menggunakan “label” Islam ini sejatinya jauh dari nilai-nilai keislaman yang mengajarkan cinta kasih dan perdamaian. Sebab, dalam aksinya, mereka tak segan membunuh siapa saja yang tak mau dipaksa masuk Islam, serta dengan mudah merusak berbagai tempat ibadah agama-agama lain, bahkan agama Islam sendiri yang memiliki pemahaman berbeda denganya. Padahal, nilai-nilai keislaman senantiasa mengajarkan toleransi dan tidak memaksa siapa saja untuk memilih agama, termasuk memilih Islam.
Sementara dalam konferensi pers “Tolak ISIS” di Jakarta, Senin (4/8/2014) lalu, Jalaluddin Rakhmat memperkenalkan awal mula munculnya ISIS/ISIL.

Pria yang akrab dipanggil Kang Jalal dan merupakan anggota DPR terpilih dari PDIP ini menjelaskan bahwa ideologi ISIS/ISIL terbentuk dari paham “salafi jihadi.”

Menurutnya salafi ada beberapa macam dan tidak semua salafi tergolong ke dalam kelompok jihadi.
Salafi jihadi sendiri kata Kang Jalal, adalah paham yang dikembangkan melalui pemikiran Ibn. Abdul Wahhab yang lahir sekitar 300 tahun lalu dan menghidupkan kembali pemikiran Ibnu Taimiyah yang cenderung menolak “sufisme dan mistisme” dalam agama, cenderung memahami riwayat secara tekstual saja. Inilah yang menyebabkan mereka mudah menyalahkan dan mengkafirkan orang lain, serta selalu menganggap musyrik orang yang melakukan ziarah kubur, bahkan puncaknya hingga saat ini mereka tak segan menghancurkan makam-makam dan peninggalan para leluhur.

Pada awal salafi jihadi dikembangkan oleh Ibn. Abdul Wahhab, tindakan tak manusiawi juga pernah dilakukan pada masa itu.

“Mereka bergabung dengan kerajaan Saudi dan menyembelih 10.000-an orang yang berziarah ke makam Imam Ali bin Abi Thalib,” cerita Kang Jalal.

Dari rentetan sejarah pemberontakan yang dilakukan salafi jihadi, tampak bahwa sebelum terbentuk ISIS/ISIL, sudah ada beberapa gerakan yang mengawalinya yaitu, Al-Qaeda dan Jabhat Al-Nusrat.
Di akhir paparannya Kang Jalal menyebut adanya kelompok lain yang juga memiliki idiologi salafi jihadi namun tak sepenuhnya sepaham dengan ISIS/ISIL. Kelompok itu tak lain adalah Hizbut Tahrir. Keduanya sama-sama mengusung isyu penegakan khilafah, menghendaki penerapan syariat Islam, dan terkadang mudah mengkafirkan orang lain, namun cara penerapannya cenderung berbeda, lebih soft, tidak dengan cara ekstrem seperti ISIS/ISIL.

MUI Pusat Bahas Bahaya Gerakan Radikal ISIS.


Islamic State of Iraq and Syam (ISIS), akhir-akhir ini makin ramai diperbincangkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pun tak mau ketinggalan. Kamis (7/8/2014), melalui Forum Ukhuwah Islamiyah, lembaga ini mengadakan konferensi pers untuk menyatakan sikapnya terkait keberadaan ISIS.

MUI Pusat menyebut, ISIS adalah gerakan radikal yang mengatasnamakan Islam di Irak dan Syiria, namun tidak menunjukkan watak Islam sesungguhnya yang rahmatan lil’alamin (rahmat bagi alam semesta). Sebaliknya, ISIS justru menggunakan pendekatan pemaksaan kehendak, kekerasan, pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdosa, serta penghancuran tempat-tempat bersejarah yang dianggap suci oleh umat Islam. 

Lebih dari itu, mereka ingin meruntuhkan negara dan bangsa yang sudah berdiri sebagai hasil perjuangan umat Islam pada jaman dahulu melawan penjajahan.
 
Selain itu, seluruh ormas Islam yang tergabung dalam Forum Ukhuwah Islamiyah MUI ini menyatakan dengan tegas penolakannya atas keberadaan gerakan ISIS di Indonesia yang dinilai sangat potensial memecah belah persatuan umat Islam dan menggoyahkan NKRI.

Berbeda dengan beberapa MUI daerah yang mengeluarkan fatwa tentang ISIS, MUI Pusat tidak mengeluarkan fatwa khusus, melainkan hanya sekadar pernyataan sikap. 

“MUI Pusat tidak perlu mengeluarkan fatwa karena sudah terlalu jelas,” ungkap Din Syamsudin selaku ketua MUI saat memimpin konferensi pers. 

Maksud “terlalu jelas” di sini adalah kelompok ISIS itu telah banyak menyimpang, menjadikan MUI tidak perlu lagi mengeluarkan fatwa soal penyimpangan itu.

Persamaan ISIS dan Zionis.

Keberadaan ISIS memang perlu diwaspadai, namun lebih maraknya isyu ISIS tidak seharusnya mendominasi isyu lain yang lebih penting seperti derita Palestina akibat ulah biadab rezim Zionis Israel. Artinya, protes atas pembantaian Zionis Israel terhadap rakyat Palestina yang tak kalah penting dengan isu ISIS saat ini, hendaknya terus disuarakan.

Ada yang menarik jika kita perhatikan bahwa, antara Zionis Israel dengan ISIS punya kesamaan. Di satu sisi, keduanya sama-sama hadir sebagai “penjajah” di tanah bangsa lain. Jika Zionis Israel mencaplok tanah Palestina, maka ISIS tengah menjajah tanah Suriah, Irak dan sekitarnya. Mereka sama-sama kelompok yang datang dari luar, dari berbagai negara yang kemudian berkumpul untuk mendirikan negara barunya sendiri di tanah negara yang mereka datangi. Kesamaan lainnya adalah dalam melancarkan aksinya, mereka sama-sama menggunakan kekerasan, pengrusakan, bahkan pembunuhan.

Di tengah banyaknya umat Islam mengecam kebrutalan Zionis Israel, tak pernah terdengar kabar, gerombolan bersenjata ISIS siap berjihad melawan Zionis. Padahal ISIS selama ini justru menjadi sebab terbunuhnya umat Islam di Suriah dan Irak. 

Sebab itulah akhir-akhir ini mayoritas umat Islam mengecam Zionis Israel sekaligus ISIS yang mengaku dirinya Islam. 

Demikian juga halnya yang terjadi di Indonesia, ISIS justru ditolak dan menuai kecaman sebagaimana penolakan dan kecaman terhadap Zionis Israel.

Tokoh Agama dan Aliran Kepercayaan Tolak ISIS Demi keutuhan NKRI.



Islamic State of Iraq and Sham, atau yang biasa dikenal dengan sebutan ISIS ini mulai menjadi bahan pemberitaan di berbagai media nasional di Indonesia. Hal itu disebabkan atas munculnya sebagian masyarakat Indonesia yang mulai terang-terangan mendukung kelompok yang tak segan mengkafirkan bahkan menghilangkan nyawa setiap orang yang berbeda denganya ini. Meskipun saat ini ISIS baru melancarkan aksi terornya di Timur Tengah, namun di beberapa wilayah Indonesia sudah mulai muncul deklarasi-deklarasi dukungan terhadap kelompok ini.

Lebih memprihatinkan lagi, kelompok ini mengatasnamakan “Islam” dalam melancarkan aksinya, dan mereka anggap “Jihad”  sebagai dasar memperluas kekuasaan.  Ini yang membuat mayoritas umat Islam geram dan marah atas kehadiran kelompok pengusung khilafah dan penegakan hukum syariat Islam versi mereka sendiri ini. Sedangkan di Indonesia, kelompok ini terkenal sebagai kelompok yang anti pluralisme, menolak demokrasi dan Pancasila. Itu yang kemudian membuat para tokoh agama, pejabat dan masyarakat luas menyatakan penolakan dan kecamannya terhadap kelompok yang satu ini.

Hal itu pula yang mendorong para tokoh agama dan aliran kepercayaan di Indonesia mengadakan konferensi pers Senin  (4/8) siang, untuk menyatakan sikap penolakannya terhadap ideologi ISIS dan sejenisnya.
Konferensi pers yang  digelar di bilangan Jakarta Pusat ini dihadiri oleh berbagai tokoh lintas agama dan aliran kepercayaan.

Jalaluddin Rakhmat, anggota DPR terpilih dari partai PDIP, menjadi salah satu pembicara dalam acara itu. Mendapat kesempatan pertama untuk memberikan sambutan, Jalaluddin menegaskan bahwa saat ini kelompok ISIS sudah berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

“Moderator yang seharusnya menjadi pembawa acara di sini tidak bisa hadir karena mendapat teror berkali-kali,” ungkap Jalaluddin, menegaskan ancaman ISIS yang sudah dekat.

Sementara itu, Pendeta Palty Panjaitan, seorang tokoh Kristiani juga menyatakan dengan tegas atas hadirnya ISIS maupun pendukungnya di Indonesia. Pendeta Palty yang juga merupakan Presidium Sobat KBB (Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) ini mengajak masyarakat secara bersama-sama  berbuat yang terbaik demi mempertahankan keutuhan NKRI.

“Walau berbeda-beda, kita tetap satu,” ungkapnya. “Apapun agamanya, Tuhan tidak mengajarkan membunuh, tapi justru mengajarkan kasih sayang,” pungkasnya.

Sementara Pendeta Phil Erari, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) juga menyatakan sikap penolakan yang sama terhadap ISIS.

“Silahkan pergi dari Indonesia kalau menolak Pancasila,” ungkap Erari. “kami menolak dengan tegas setiap organisasi apapun di Indonesia, dari Aceh hingga Papua yang menolak Pancasila,” tambahnya.
“Kalau di Papua saja, orang yang mengibarkan bendera Bintang Kejora bisa ditembak, kenapa bendera ISIS bebas?” tanya Erari.

Acara yang dimulai pukul 14.00 hingga 16.00 WIB ini ditutup dengan penandatanganan pernyataan sikap bersama penolakan terhadap ISIS.

Adapun salah satu poin penting dari pernyataan sikap itu berisi desakan terhadap aparat pemerintah untuk bersikap tegas terhadap kehadiran dan penyebaran gerakan ISIS di Indonesia.

NU dan Muhammadiyah Tolak Tegas Seruan ISIS.


Awal Ramadhan, Minggu (29/6/2014) lalu, juru bicara resmi ISIS Abu Muhammad al-Adnani telah merilis audio di youtube, meminta seluruh kaum Muslimin berbaiat setia kepada amir mereka, Abu Bakar Al Baghdadi sebagai khalifah Daulah Islam.

Menyusul kemudian Jumat (4/7/2014), amir militan Islamic State of Irak and Syam (ISIS) itu sendiri yang untuk pertama kalinya muncul setelah sekian lama menutup diri dari publikasi media, menyerukan hal yang sama.

Dalam kemunculan pertamanya pada Khutbah Jumat di Masjid Jami’ Mosul, Abu Bakar Al Baghdadi meminta semua Muslim untuk tunduk dan mematuhinya, serta meminta mereka untuk berjihad bersamanya melawan apa yang dia sebut sebagai musuh Allah.

Permintaan Abu Bakar Al Baghdadi yang mengangkat dirinya sebagai Khalifah dengan menjadikan sejumlah wilayah Irak dan Suriah yang dikuasainya sebagai negara Islam, dan perintah pertamanya agar semua Muslim di dunia mematuhinya, tak pelak memantik berbagai reaksi dari para tokoh Islam di berbagai negara.
Bagaimana halnya dengan sikap para tokoh Muslim di Indonesia?
Di antaranya, terutama sikap resmi NU dan Muhammadiyah sebagai representasi Muslim di negeri kita?

Untuk mengetahuinya, ABI Press pun menghubungi pihak PBNU dan Muhammadiyah terkait sikap resmi lembaga masing-masing atas seruan “Khalifah” Daulah Islam tersebut.

Sekjen PP Muhammadiyah, Dr. Abdul Mu’thi ketika kami minta tanggapan dan sikap resmi Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah menolak dan tak akan mematuhi Amir IS, Abu Bakar Al-Baghdadi.
“Muhammadiyah memandang apa yang dilakukan ISIS justru bisa menyulut terjadinya kekerasan dan konflik yg meluas. Di tengah realitas politik umat Islam dan negara-negara Muslim, yang diperlukan adalah kerjasama antar bangsa dan antar negara, bukan hegemoni dan utopia politik ala ISIS. Muhammadiyah menyatakan tidak menyetujui dan tidak akan mengikuti ajakan ISIS,” ujar Sekjen PP Muhammadiyah ini, menegaskan sikap resmi lembaganya.

Dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), Khatib Aam PBNU, KH. Malik Madani juga menyatakan penolakannya atas didirikannya kekhalifahan oleh ISIS secara sepihak ini. KH. Malik Madani juga menyatakan NU menolak mematuhi seruan Abu Bakar Al-Baghdadi.

“Pegangan NU dalam menanggapi perang antar sesama Muslim adalah mengupayakan ishlah, sesuai dengan perintah Allah Swt dalam Q.S. Al-Hujurat; aslihuu baynahuma… (berdamailah antara kamu semua). NU tidak mencita-citakan sebuah khilafah dan menganggap ide itu sebagai sebuah utopia, setelah umat Islam tersebar di berbagai penjuru dunia di bawah naungan negara-negara bangsa,” ujar KH. Malik Madani.
Tak hanya di Indonesia, tokoh garis keras Al-Qaeda Jordan, Issam Barqawi, yang dikenal dengan sebutan Abu Mohammed al-Maqdissi juga menolak langkah ISIS mendirikan kekhalifahan Islam (Islamic State) secara sepihak itu.

Manipulasi Sentimen Agama dalam Konflik Timur Tengah.

Gejolak berkepanjangan di Timur Tengah tak hanya menyeret sentimen kebangsaan tapi juga sentimen agama. Di media sosial seiring pemberitaan media massa mainstream, penyematan simbol-simbol agama dalam konflik seakan sudah menjadi hal yang lumrah. Tapi benarkah konflik di Timur Tengah itu benar-benar didasari oleh faktor atau persoalan keagamaan dari pihak-pihak yang berseteru di sana?

Andar Nubowo, pengamat muda Muhammadiyah selaku Direktur Eksekutif IndoStrategi menerangkan bahwa, kelompok-kelompok bersenjata yang sedang bertikai di Timur Tengah terkadang sengaja memakai sentimen agama sekadar untuk memobilisasi atau mengambil simpati dari umat Islam agar mendukung kepentingan politik dan militer mereka.

Padahal sebenarnya apa yang terjadi di Timur Tengah kata Andar, sama sekali tidak merepresentasikan kepentingan satu kelompok mazhab tertentu, baik Sunni maupun Syiah. Sehingga tidak pada tempatnya mengatakan, sebagaimana diksi yang sering dipakai media, bahwa salah satu kelompok jihadis di sana merupakan representasi Sunni, bahkan dianggap mewakili kepentingan Islam secara keseluruhan.

Padahal faktanya, mereka tak lebih dari sekelompok teroris bersenjata yang mengaku-ngaku Islam demi menggiring opini publik seolah apa yang mereka lakukan di tingkat lokal, dalam teritorial terbatas itu, sudah mendapat dukungan umat Islam di seluruh dunia. Dan karenanya kelompok bersenjata ini berharap aksi teror mereka dianggap cara yang tepat dan layak diikuti gerakan Islam lain secara global. Atau dengan kata lain, mereka sengaja ingin memprovokasi gerakan-gerakan Islam serupa untuk melakukan hal yang sama dan mengglobalisasi aksi-aksi teror skala lokal yang selama ini mereka pertontonkan pada awalnya di Suriah dan belakangan mulai menjalar ke Irak, menjadi aksi teror yang merata ke seluruh dunia atas nama penegakan kekhalifahan atau daulah Islam universal.

Upaya internasionalisasi konflik dengan membawa-bawa isu perseteruan Sunni-Syiah semacam itulah yang menurut Andar sangat berbahaya bila dibawa atau diimpor ke Indonesia.

“Jangan sampai konflik yang terjadi di luar sana dipaksa masuk ke Indonesia dengan menggunakan isu-isu sentimen mazhab semacam itu. Saya rasa itu sangat berbahaya!” tegas Andar.

Sementara Rumadi, peneliti senior The Wahid Institute dan dosen FSH UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, menjelaskan bahwa penyematan istilah Sunni dan Syiah pada konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah sangat berbahaya, sebab dapat memicu konflik di tempat lain.
“Saya sarankan media tidak menggunakan diksi itu,” pesannya.

Ketika ABI Press bertanya apakah ISIS atau Boko Haram merepresentasikan Sunni, Rumadi menjawab bahwa bisa saja, ISIS atau Boko Haram berasal dari kalangan Sunni. Tapi jelas mereka tidak bisa mengklaim mewakili gerakan politik atau militer Sunni. Karena teologi Sunni tidak bisa dan tidak pernah menghalalkan kekerasan dan pemberontakan.

Karena itu Rumadi berharap masyarakat Indonesia lebih cerdas dalam mengolah dan memilih informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi di Timur Tengah agar tidak mudah terprovokasi.

Adapun Kyai Masdar Farid Mas’udi, Rais Syuriah PBNU, menanggapi penggunaan simbol-simbol agama dalam konflik di Timur Tengah menyatakan bahwa tidak ada kelompok tertentu yang berhak menjadi wakil tunggal dari agama yang dianutnya. Semua orang berhak berbicara atas nama keyakinannya. Tapi mengklaim bahwa orang yang seagama dengan mereka harus berada di bawah kendalinya, itu tidak bisa dibenarkan.
Terkait klaim sejumlah kelompok yang bertikai di Timur Tengah, yang mengaku sebagai “wakil resmi” Sunni, Masdar menerangkan bahwa, setiap orang berhak untuk mengklaim dirinya mewakili Sunni. Tapi pada saatnya kebenaran klaim tersebut akan terlihat dari bagaimana mereka berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, apakah mereka benar-benar pantas merepresentasikan Sunni ataukah tidak.

“Merepresentasikan ajaran luhur itu akan terlihat dalam perilaku. Misalnya bagaimana cara-cara mereka bersikap terhadap orang lain. Bagaimana cara mereka dalam memperlakukan orang lain,” terang Masdar.

Polisi diminta tidak sembarangan bakar bendera ISIS.



Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas menyerukan supaya pihak Polri tidak gegabah memerintahkan pembakaran bendera tauhid berlatar hitam bertuliskan 'Laa Ilaha illallah Muhammadur Rasulullah' yang menjadi simbol ISIS. Alasan dia adalah kalam illahi tercantum dalam bendera itu bukan cuma milik ISIS, tapi punya seluruh umat Islam.

"Jika hal itu dilakukan, tidak bisa dibayangkan terjadinya konflik horizontal, karena kalimat tauhid 'Laa Ilaha illallah Muhammadur Rasulullah' bukan milik kaum ISIS melainkan milik umat Islam," kata Irfan, melalui keterangan persnya, Sabtu (9/8/2014).

Irfan khawatir jika perintah pembakaran bendera itu muncul, lantas memicu kaum non Muslim ikut melakukan itu maka bisa memantik konflik baru.

"Bagaimana jika dengan alasan membakar bendera ISIS yang jahat itu, non Muslim ikut membakar dan umat Islam balik membakar lambang agama lain, atau membakar gereja. Apakah aparat keamanan akan dapat mengendalikannya?" sambung Irfan.

Dia juga meminta umat muslim di nusantara selalu waspada lantaran khawatir ideologi ISIS menyusup dan bertalian dengan gerakan Syiah, Khawarij, dan paham takfiri (mengkafirkan pihak berseberangan) di Indonesia.

"Pemerintah Indonesia, organisasi, dan gerakan Islam perlu mewaspadai gerakan Daulah Al-Baghdadi yang menjadi proxy force (agen antara) gerakan takfiri, Khawarij, dan Syiah di Indonesia," kata Irfan.

"Majelis Mujahidin menyerukan kepada kaum Mukmin hendaknya menghadapi orang kafir yang memerangi Islam secara massif dan berkelanjutan, dengan berpedoman Al-Qur'an dan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam dengan benar," ujar Irfan.

Tak lupa, Irfan juga mengingatkan supaya kaum Muslim di nusantara tidak salah langkah dalam mengambil sikap. Irfan menilai pernyataan sikap Koalisi Anti ISIS justru bisa membahayakan. Dia meminta umat muslim di Indonesia jangan abai dengan bahaya paham Syiah. Sebab menurut analisis dia, ISIS justru menyerap paham-paham Kaum Khawarij, merupakan sempalan Kaum Syiah Alawiyin.

"Sikap koalisi anti ISIS (KOIIN) dari berbagai ormas keagamaan, bisa menjadi bumerang. Membentuk koalisi anti ISIS tapi bekerjasama dengan sekte Syiah yang kejahatannya terhadap Islam jauh lebih dahsyat sangat berbahaya," kata Irfan.

Irfan mengatakan, banyak kaum muslim belum tahu kelicikan ISIS di Suriah. Menurut penuturan beberapa anggota Majelis Mujahidin ikut berperang di Suriah, ISIS malah berbalik menyerang Tentara Pembebasan Suriah dan laskar mujahid di negeri itu. Padahal awalnya mereka bertempur bersama melawan rezim Presiden Basyar Al-Assad disokong Rusia dan Iran.

Menurut Irfan, situasi di Irak dan Suriah pasca deklarasi ISIS justru memburuk. Bahkan menurut dia, tidak satupun ulama Ahlu Sunnah dan faksi mujahidin Suriah mau bergabung dengan Khilafah Al-Baghdadi. Sebab, lanjut dia, mereka merasa dikelabui karena pendirian negara Islam tidak melalui musyawarah di antara mereka, tapi hanya klaim dari kelompok ISIS. Alhasil, saat ini pejuang Suriah harus menghadapi dua musuh, yakni Assad dan ISIS.

TNI hingga menteri terus tabuh genderang perang lawan ISIS.


Pemerintah Indonesia tengah waspada dengan gerakan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Apalagi ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anggota ISIS.

Selain itu, kelompok ISIS ini juga mulai bergerak mencari pengikut. Beberapa masyarakat Indonesia sudah dibaiat untuk menjadi anggota ISIS.

Tak ingin kecolongan, pemerintah tak henti-hentinya menyerukan agar masyarakat waspada terhadap kelompok ISIS ini. Pemerintah menyebut ISIS adalah kelompok teroris.

Berikut ini cara pemerintah melawan kelompok ISIS:

1. TNI hingga menteri terus tabuh genderang perang lawan ISIS.


Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam acara Obrolan Penting Sabtu Ini (OPSI) di rumah Iwan Fals memaparkan tentang keberadaan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Menurutnya ISIS sama sekali tidak boleh berkembang lantaran berbeda ideologi dengan ideologi Indonesia yaitu Pancasila.

"Kami sudah memonitor dan mengikuti gerakan ISIS dari luar maupun dari dalam, kalau mereka macam-macam ya kami sikat," ujar Moeldoko di kediaman musisi Iwan Fals, Leuwinanggung, Depok, Sabtu (9/8) kemarin.

Moeldoko juga mengatakan bahwa TNI akan melakukan pembinaan kepada masyarakat untuk melakukan tindakan preventif. Hal ini menurutnya sebagai langkah guna mencegah adanya perpecahan dalam negeri.

"TNI harus melakukan pembinaan karena banyak masyarakat yang terjerumus. TNI juga akan melakukan penjelasan ke pesantren-pesantren untuk melakukan tindakan preventif supaya tidak ada tindakan represif," kata Moeldoko.

2.
ISIS tak bisa dilawan dengan fisik.


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh mengatakan ideologi yang dibawa Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) tidak bisa dilawan dengan fisik. Cara melawan ISIS yaitu dengan menumbuhkan kecintaan terhadap bangsa melalui Pancasila.

"ISIS itu persoalan ideologi, tidak bisa dilawan dengan fisik, tetapi harus dengan ideologi," kata M. Nuh di Kompleks Istana Kepresidenan Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, seperti dilansir dari Antara, Sabtu (9/8/2014).

Menurut Nuh, Pemerintah telah memperkuat pemahaman terhadap Pancasila dalam kurikulum, antara lain dengan memasukkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan metode yang tidak berdasarkan hafalan. Mendikbud berharap, dengan upaya tersebut juga dapat menanamkan kecintaan anak-anak kepada bangsa dan negara.

3.
Ideologi ISIS bertentangan dengan Pancasila.
 
 


Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan fenomena ISIS harus dihadapi secara serius. Sebab masalah ISIS harus diselesaikan secara mendasar dan masalahnya pun kian kompleks karena sudah menyentuh sendi-sendi negara dan agama.

"Perlu kebersamaan semua pihak untuk mengatasi persoalan itu. Oleh karena itu, ormas Islam perlu memiliki pemahaman yang cukup sehingga tidak mudah terprovokasi dengan ideologi ISIS," tegas Lukman Hakim Saifuddin kepada pers di Kementerian Agama, Sabtu (9/8).

Lukman menegaskan kembali pernyataannya bahwa ideologi ISIS bertentangan dengan Pancasila. Adanya pernyataan ISIS, yang menyebut Pancasila adalah "thoghut" atau berhala, yang harus diperangi, menurut Lukman, sudah kelewat batas apalagi ISIS juga merupakan organisasi pergerakan yang berpaham radikal.

4.
ISIS mengobral surga.
 
 


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan kelompok berpaham radikalisme seperti ISIS terlalu murah menjual dan menjanjikan surga kepada pengikutnya dengan cara melakukan kekerasan dan teror. Dia mengatakan bahwa kelompok radikal itu mengklaim agamanya paling benar.

Mereka juga merasa paling punya otoritas untuk memaksa dan menghakimi orang lain, bahkan sesama umat Islam yang bertentangan dengan paham mereka. "Mereka menganggap lembaga demokratis dan pemilu sebagai perwujudan dari kekafiran. Untuk itu, jihad harus digelorakan untuk melawannya," kata Ansyaad di Kementerian Agama, Sabtu (9/8).

Bahkan, kata dia, diperbolehkan melakukan teror, melakukan bom bunuh diri, membunuh birokrat pemerintahan, dan membantai masyarakat yang mendukungnya. Kelompok itu, kata Ansyaad, menganggap merekalah yang paling punya hidayah, sementara ulama-ulama pendahulunya, termasuk golongan jahiliyah. "Mereka yakin dengan melakukan segala kengerian itu mereka akan masuk surga, pola pikir itu yang mereka gunakan. Orang-orang ini menjual surga terlalu murah," kata Ansyaad.

5.
Polri butuh payung hukum.
 
 


Polri belum bisa bergerak cepat menangani gerakan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia. Karena itu, Polri membutuhkan payung hukum untuk memberantas kelompok ISIS ini.

"Enggak perlu UU Subversi, hanya perlu payung hukum terkait perlindungan sebagai landasan hukum bertindak karena berbagai hal kami tahu bagaimana mereka merencanakan, melakukan tapi sebelum ada fakta atau bukti, polisi tidak bisa berbuat apa-apa," kata Kepala Badan Intelkam Polri Brigjen Suparmi Suprapto di Kementerian Agama, Jakarta, Sabtu (9/8).

Jika payung hukum tersebut telah ada, menurut Suparmi bukan hanya berguna untuk menekan kaderisasi gerakan radikal, melainkan juga mengantisipasi potensi kericuhan. "Ini seolah-olah pemerintah kalah dengan pressure seperti itu. Itu banyak dirasakan perusahaan Korea, Jepang yang protes ke Kapolri karena mereka mendapat pressure dari buruh tapi tidak bisa berbuat apa-apa," sambung dia.

Suparmi mengatakan seharusnya orang-orang yang mengajak buruh berdemo atau menghasut masyarakat bergabung dengan ISIS dapat diproses. Karena tidak ada payung hukum, Polri tidak bisa berbuat apa-apa.

"Payung hukum paling tidak yang mengajak bisa ditindak secara hukum," tutupnya.

Donatur teroris Aceh yang ditangkap di Bekasi anggota ISIS.


Pria berinisial A yang ditangkap aparat Densus 88 Anti Teror Mabes Polri di Jatiasih, Kota Bekasi diketahui pernah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"A, mengikrarkan diri (baiat) sebagai anggota ISIS," kata Kapolsek Jatiasih, Kompol Imelda Sitohang di lokasi penggerebekan, Minggu (10/8) dini hari.

Dia mengatakan, A merupakan donatur teroris di Aceh. A ditangkap saat berkunjung ke temannya yang merupakan penjual kebab di sebuah ruko, Jalan Wibawa Mukti, Kelurahan Jatiluhur, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi pada Sabtu malam pukul 22.45 WIB.

"Sejauh ini yang kami ketahui, baru A yang terlibat. Soal temannya yang penjual kebab, kami belum tahu," kata Imelda.

Hingga berita diturunkan, petugas masih melakukan penggeledahan di ruko penjual Baghdad Kebab 99.

Majelis Mujahidin sebut ISIS rekayasa Syiah buat memecah Islam.


Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas, melalui keterangan persnya hari ini, Sabtu (9/8), mengurai analisanya ihwal sumber gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kini telah berubah menjadi Daulah Khilafah Al-Baghdadi. Menurut dia, Kaum Syiah adalah aktor di belakang munculnya gerakan ISIS.

Irfan mengakui, propaganda ISIS berhasil memukau dan menipu kaum Muslim dengan manipulasi konsep khilafah dan slogan-slogan menawan lainnya, seperti anti thaghut, syahid di jalan Allah S.W.T., dan lain-lain. Bahkan lebih dahsyat lagi, ISIS mengusung doktrin takfir, yakni mudah mengkafirkan seseorang atau pihak tertentu jika berlawanan dengan mereka. Dia curiga lantaran doktrin takfir lekat dengan penganut Khawarij, sempalan dari kaum Syiah Alawiyin, justru dipakai oleh ISIS dan berakhir dengan sebuah kesimpulan.

"Inilah rekayasa Syiah untuk merusak citra Islam dan mengadu domba sesama Muslim," kata Irfan.

Irfan memaparkan pengalaman beberapa anggota Majelis Mujahidin saat ikut berperang bersama Tentara Pembebasan Suriah, melawan rezim Presiden Basyar Al-Assad dan ISIS. Dia mengatakan, para anggota ISIS justru menebar teror dan melakukan kekejaman tak kalah hebat dari Assad.

Irfan mencontohkan, antara lain saat anggota ISIS memberondong ribuan kaum Muslimin sedang berunjuk rasa menentang deklarasi Daulah Khilafah Al-Baghdadi di Kota Raqah, dan pembunuhan ratusan kaum perempuan di Irak. Dia melanjutkan, ISIS juga memaksa jamaah Salat Jumat berbaiat di sejumlah daerah dikuasai mereka. Akibatnya, masyarakat takut mendatangi masjid buat menunaikan Salat Jumat. Apalagi, tindakan anggota ISIS dengan menyembelih manusia lantaran dianggap kafir karena menolak mengakui dan tunduk pada gerakan itu.

"Sekalipun orang itu kafir, tidak pernah dibenarkan oleh syariat Islam," lanjut Irfan.

Namun menurut Irfan, ISIS justru melindungi para petani ganja, penjual kokain, narkoba, asalkan mau berbaiat. Dia mengatakan, orientasi jihad global saat ini dikendalikan oleh pemikiran takfiri. Dia melanjutkan, penyusupan doktrin takfir ternyata jauh lebih berbahaya dari perang mendera kehidupan kaum Muslimin di Suriah.

"Karena orang yang sudah terprovokasi dengan ideologi Kaum Khawarij itu bisa menjadi mesin perang yang efektif untuk menghancurkan persaudaraan Islam," lanjut Irfan.

Majelis Mujahidin tolak ISIS karena dinilai sesat.


Fenomena mencuatnya gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menuai gelombang penolakan di dalam negeri. Bahkan, organisasi massa Islam, Majelis Mujahidin, kerap menggaungkan ide-ide soal penegakan syariah juga menolak penyebaran paham dan gerakan ISIS di Nusantara lantaran dianggap sesat.

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas melalui keterangan persnya hari ini, Sabtu (9/8). Dia menyatakan, gerakan ISIS dengan cepat mengkafirkan, memusuhi, dan pihak-pihak tidak mengakui mereka, bahkan dengan sesama muslim, bukanlah paham diajarkan Islam.

"Sikap ini sesat. Karena menolak berbaiat dan belum tegaknya syariat Islam bukan syarat keimanan. Selain itu bertentangan pula dengan fakta sejarah yang syar'i," kata Irfan.

Irfan menyebut ISIS sengaja berlindung di balik doktrin agama menggunakan landasan Alquran, yakni Surat Al An'am ayat 57, buat mengkafirkan orang-orang atau pihak tidak mengakuinya atau menolak pendirian negara Islam versi mereka.

Bunyi terjemahan ayat itu adalah, 'Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.'

Irfan menjelaskan, ISIS juga memutarbalikkan beberapa fakta sejarah demi mulusnya gerakan mereka. Dia memaparkan suatu peristiwa, yakni saat salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar As-Sidiq, dibaiat menjadi khalifah pertama oleh kaum muslimin. Saat itu ada seorang sahabat dan tokoh dari Kaum Anshar, Sa'ad bin Ubaidah, hingga wafatnya menolak membaiat Abu Bakar.

Tetapi, Abu Bakar tidak sekalipun mengkafirkan, memusuhi, atau memerangi Sa'ad. Bahkan, Sa'ad hidup dengan tenang.

"Artinya, orang Islam yang tidak mau berbaiat kepada khalifah yang tidak mereka setujui bukan dosa," lanjut Irfan.

Majelis Mujahidin juga mempertanyakan dasar pimpinan ISIS, Abu Bakar Al-Baghdadi mengkafirkan, memurtadkan, bahkan membunuh serta memerangi pihak menolak membaiatnya.

"Jika kelompok Al Baghdadi mengkafirkan kaum muslimin hanya karena tidak berbaiat kepadanya, lalu pantaskah mereka disebut muslim? Sementara mereka menyembelih kaum muslim yang dikafirkan secara sepihak," ujar Irfan.

Majelis Mujahidin sebut paham ISIS bisa picu perang saudara.


Salah satu organisasi massa Islam, Majelis Mujahidin, mengambil sikap menolak penyebaran paham dan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia. Menurut Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas, melalui keterangan persnya hari ini, Sabtu (9/8), ideologi diusung ISIS justru memecah belah umat dan dikhawatirkan bakal memicu perang saudara.

Irfan mengatakan, ISIS justru menebar dusta dengan kedok mendirikan negara Islam. Sebab, lanjut dia, hanya segelintir orang mengakui (baiat) gerakan mereka sementara sebagian besar umat muslim tidak sepakat.

"Hal ini berpotensi memicu perang saudara diantara kaum muslimin yang setuju dan yang menentang. Mengangkat khalifah wajib berdasarkan musyawarah kaum muslimin secara keseluruhan, bila tidak maka yang bersangkutan halal dibunuh," kata Irfan.

Kemudian, Irfan menduga ideologi diusung ISIS menggunakan doktrin takfir (mengkafirkan pihak berseberangan) adalah titisan dari Kaum Khawarij. Padahal, lanjut dia, Kaum Khawarij merupakan sempalan dari rahim Syiah, khususnya Syiah Alawiyyin. Bahkan, pimpinan rezim berkuasa di Suriah saat ini, Basyar Al-Assad, merupakan penganut Syiah Alawiyyin.

Irfan menjelaskan, Kaum Syiah Alawiyyin merupakan cikal bakal Kaum Khawarij awalnya pendukung setia Amirul Mukminin sekaligus sahabat Nabi Muhammad S.A.W., Ali bin Abi Thalib R.A. Tetapi, ketika terjadi perselisihan antara Ali bin Abi Thalib dengan Gubernur Syam (saat ini Suriah) saat itu, Muawiyah, mereka bersepakat menunjuk dua hakim. Ali menunjuk Abu Musa Al Asy'ari, sedangkan Mu'awiyah menunjuk Amru bin Ash buat menyelesaikan permasalahan. Dalam sejara Islam, kejadian itu dikenal dengan Peristiwa Tahkim.

Saat itu Ali menunjuk Abu Musa itulah, kelompok Syiah Alawiyyin justru berbalik memusuhi dan mengkafirkan Ali dan Muawiyah. Sebab, keduanya dianggap lebih percaya kepada manusia ketimbang panduan hukum Allah. Mereka berpegang pada Alquran, yakni Surat Al An'am ayat 57. Bunyi terjemahan ayat itu adalah, 'Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.'.

Disarikan dari berbagai Sumber.

Terkait Berita: