Ada 3 Kelompok Aliran ISIS di Indonesia.
Pemerintah terang-terangan melarang aliran
Islamic State of Iraq and Syria
(ISIS) masuk ke Indonesia. Hal tersebut lantaran kelompok ini dianggap
dapat mencederai semangat Pancasila. Indonesia Police Watch (IPW)
mengatakan bahwa setidaknya ada tiga kelompok ISIS di Indonesia.
"ISIS yang bergerak di Indonesia ada tiga. Kelompok pertama, masuk ke
masjid-masjid melakukan sosialisasi, bahkan sampai ke anak-anak di
Tempat Pendidikan Alquran (TPA)," kata Ketua Presidium Indonesia Police
Watch (IPW) Neta S Pane, dalam pesan elektroniknya kepada
Metrotvnews.com, Kamis (7/8/2014).
Kelompok kedua, sambungnya, membangun jaringan ke kelompok atau
komunitas anak-anak muda untuk kemudian merekrutnya. "Kelompok ketiga,
berusaha masuk dan menguasai bisnis limbah industri di kawasan-kawasan
industri, dan berusaha menancapkan pengaruh di lokasi-lokasi hiburan
serta kawasan bisnis lainnya," imbuhnya.
Dengan banyaknya organisasi masyarakat keagamaan yang bersikap radikal
di Indonesia, ISIS akan mendapat tempat tersendiri di kalangan tersebut.
"Apalagi dengan beredarnya video di media sosial bahwa ada orang
Indonesia yang menjadi tokoh di ISIS dan mengajak anak-anak muda
bergabung, hal ini makin menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara yang
sangat strategis bagi kalangan Islam garis keras internasional,"
bebernya.
Selain itu, lanjutnya, posisi Indonesia tak bisa diabaikan oleh jaringan
teroris internasional, setelah begitu banyak aksi-aksi teror yang
memakan korban di Indonesia. Artinya, jaringan teroris internasional dan
kalangan ISIS menilai banyak anak-anak muda Indonesia yang berpotensi
direkrut dan dikader untuk membuat kekacauan, baik di negara lain maupun
di Indonesia sendiri.
"Situasi ini tentu membuat Polri harus segera bekerja keras, untuk
melakukan deteksi dan antisipasi dini. Sehingga bisa diketahui sudah
sejauh mana kekuatan ISIS bercokol di Indonesia. Siapa-siapa saja tokoh
garis keras yang sudah bergabung atau menjadi kader," tutupnya.
http://news.metrotvnews.com/
Warga Indonesia Muncul dalam Video yang Dirilis ISIS.
Sekelompok warga Indonesia muncul dalam sebuah
video yang dirilis ISIS meminta kaum Muslimin di Indonesia untuk
bergabung dengan kelompok mereka.
Milisi ISIS asal Indonesia dalam video yang dirilis kelompok itu (ABC).
Sekelompok warga Indonesia muncul dalam
sebuah video yang dirilis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) meminta
kaum Muslimin di Indonesia untuk bergabung dengan kelompok mereka.
Video berdurasi delapan menit di-posting oleh ISIS dengan judul "Ayo
Bergabung". Video itu menyerukan kewajiban bagi kaum Muslimin untuk
bergabung dan menyatakan dukungan bagi kelompok tersebut.
Dalam video itu, seorang sosok yang disebutkan bernama Abu Muhammad
al-Indonesi tampil berapi-api meminta dukungan warga Indonesia lainnya
bagi perjuangan ISIS.
"Mari berusaha sekuat-kuatnya, baik secara fisik maupun materi, untuk
hijrah ke Negara Islam (ISIS) ini," demikian antara lain dikatakan Abu
Muhammad. "Ini merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah".
Abu Muhammad mempertanyakan kaum Muslimin yang hidup di negara-negara
Barat, dan mendorong mereka untuk menumbuhkan motivasi melakukan jihad.
"Apakah istrimu telah menjadi alasan yang menghalangimu melakukan
jihad?" katanya berargumen. "Apakah rumahmu, usaha, dan kekayaanmu lebih
kamu cintai dibandingkan cinta kepada Allah, Rasul, dan jihad?"
Ini merupakan video terbaru setelah sebelumnya dua warga Australia juga tampil dalam video serupa yang dirilis ISIS bulan lalu.
Profesor Greg Barton, pakar keamanan dan ahli Indonesia dari Monash
University, mengatakan, kelompok ISIS melihat potensi kuatnya dukungan
dari warga Indonesia. "ISIS menyasar langsung warga Indonesia dalam
video ini sebab mereka memiliki potensi pendukung," jelasnya. "Jumlah
warga Indonesia yang telah bergabung sangat besar, dan ISIS melihat
potensinya lebih banyak lagi."
Pekan lalu, Abu Bakar Baasyir telah menyatakan dukungannya bagi kelompok ISIS ini.
Pemerintah Indonesia saat ini menerapkan program deradikalisasi di
penjara-penjara yang menampung para pelaku serangan teroris, termasuk
para terpidana bom Bali.
Namun, Prof Barton mengatakan, program deradikalisasi itu masih dalam
tahap percontohan. "Tak ada program yang sistematis dan pedoman jelas
mengenai apa yang harus dilakukan (terkait deradikalisasi ini),"
katanya.
Kelompok garis keras beraliran Sunni mendeklarasikan ISIS awal bulan
ini setelah berhasil merebut sejumlah wilayah di Irak dan Suriah. ISIS
menyatakan Abu Bakr al-Baghdadi sebagai pemimpinnya.
Video-video perekrutan yang dirilis ISIS sebelumnya juga menampilkan warga asal Jerman, Kanada, dan Cile.
Menurut Prof Barton, kini Pemerintah Australia perlu serius membantu
Indonesia menangani hal ini. "Saatnya tepat bagi Australia untuk bekerja
sama dengan Indonesia, berdasarkan pengalaman Australia sendiri, dalam
meredam arus orang yang pergi bergabung ke wilayah konflik di Timur
Tengah," katanya.(Sumber: ABC Australia)
Baca disini lebih jelasnya:
Bukti diatas merupakan perlawanan terhadap ISIS Takfiri.
Asal Usul ISIL
ISIL (Islamic State in Iraq and the Levant), adalah nama lain dari
ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria/Sham) yang juga seringkali
disebut sebagai NIIS (Negara Islam Iraq dan Suriah) atau DAISH (Daulah
Islam Iraq & Sham), merupakan sebuah organisasi yang bertujuan
mendirikan negara Islam di wilayah Timur Tengah terutama di Suriah dan
Iraq.
ISIL/ISIS ini merupakan organisasi terlarang karena dengan
terang-terangan melawan dan berusaha merebut wilayah kekuasaan negara
yang sah, baik di Suriah maupun Iraq.
Di Indonesia sendiri, kelompok ini secara resmi dilarang dikembangkan.
Dalam konferensi pers kemarin di Jakarta, Menteri Koordinator
Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, menyampaikan sikap resminya
menolak kehadiran ISIS di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa ideologi
ISIS/ISIL tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan Kebhinnekaan.
“Ini bukan soal agama tapi ideologi,” tambahnya dalam kesempatan itu.
Organisasi yang menggunakan “label” Islam ini sejatinya jauh dari
nilai-nilai keislaman yang mengajarkan cinta kasih dan perdamaian.
Sebab, dalam aksinya, mereka tak segan membunuh siapa saja yang tak mau
dipaksa masuk Islam, serta dengan mudah merusak berbagai tempat ibadah
agama-agama lain, bahkan agama Islam sendiri yang memiliki pemahaman
berbeda denganya. Padahal, nilai-nilai keislaman senantiasa mengajarkan
toleransi dan tidak memaksa siapa saja untuk memilih agama, termasuk
memilih Islam.
Sementara dalam konferensi pers “Tolak ISIS” di Jakarta, Senin (4/8/2014)
lalu, Jalaluddin Rakhmat memperkenalkan awal mula munculnya ISIS/ISIL.
Pria yang akrab dipanggil Kang Jalal dan merupakan anggota DPR
terpilih dari PDIP ini menjelaskan bahwa ideologi ISIS/ISIL terbentuk
dari paham “salafi jihadi.”
Menurutnya salafi ada beberapa macam dan tidak semua salafi tergolong ke dalam kelompok jihadi.
Salafi jihadi sendiri kata Kang Jalal, adalah paham yang dikembangkan
melalui pemikiran Ibn. Abdul Wahhab yang lahir sekitar 300 tahun lalu
dan menghidupkan kembali pemikiran Ibnu Taimiyah yang cenderung menolak
“sufisme dan mistisme” dalam agama, cenderung memahami riwayat secara
tekstual saja. Inilah yang menyebabkan mereka mudah menyalahkan dan
mengkafirkan orang lain, serta selalu menganggap musyrik orang yang
melakukan ziarah kubur, bahkan puncaknya hingga saat ini mereka tak
segan menghancurkan makam-makam dan peninggalan para leluhur.
Pada awal salafi jihadi dikembangkan oleh Ibn. Abdul Wahhab, tindakan tak manusiawi juga pernah dilakukan pada masa itu.
“Mereka bergabung dengan kerajaan Saudi dan menyembelih 10.000-an
orang yang berziarah ke makam Imam Ali bin Abi Thalib,” cerita Kang
Jalal.
Dari rentetan sejarah pemberontakan yang dilakukan salafi jihadi,
tampak bahwa sebelum terbentuk ISIS/ISIL, sudah ada beberapa gerakan
yang mengawalinya yaitu, Al-Qaeda dan Jabhat Al-Nusrat.
Di akhir paparannya Kang Jalal menyebut adanya kelompok lain yang
juga memiliki idiologi salafi jihadi namun tak sepenuhnya sepaham dengan
ISIS/ISIL. Kelompok itu tak lain adalah Hizbut Tahrir. Keduanya
sama-sama mengusung isyu penegakan khilafah, menghendaki penerapan
syariat Islam, dan terkadang mudah mengkafirkan orang lain, namun cara
penerapannya cenderung berbeda, lebih soft, tidak dengan cara ekstrem
seperti ISIS/ISIL.
MUI Pusat Bahas Bahaya Gerakan Radikal ISIS.
Islamic State of Iraq and Syam (ISIS),
akhir-akhir ini makin ramai diperbincangkan. Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Pusat pun tak mau ketinggalan. Kamis (7/8/2014), melalui Forum Ukhuwah
Islamiyah, lembaga ini mengadakan konferensi pers untuk menyatakan
sikapnya terkait keberadaan ISIS.MUI
Pusat menyebut, ISIS adalah gerakan radikal yang mengatasnamakan Islam
di Irak dan Syiria, namun tidak menunjukkan watak Islam sesungguhnya
yang rahmatan lil’alamin (rahmat bagi alam semesta). Sebaliknya, ISIS
justru menggunakan pendekatan pemaksaan kehendak, kekerasan, pembunuhan
terhadap orang-orang tidak berdosa, serta penghancuran tempat-tempat
bersejarah yang dianggap suci oleh umat Islam.
Lebih dari itu, mereka ingin
meruntuhkan negara dan bangsa yang sudah berdiri sebagai hasil
perjuangan umat Islam pada jaman dahulu melawan penjajahan.
Selain itu, seluruh ormas Islam yang
tergabung dalam Forum Ukhuwah Islamiyah MUI ini menyatakan dengan tegas
penolakannya atas keberadaan gerakan ISIS di Indonesia yang dinilai
sangat potensial memecah belah persatuan umat Islam dan menggoyahkan
NKRI.Berbeda
dengan beberapa MUI daerah yang mengeluarkan fatwa tentang ISIS, MUI
Pusat tidak mengeluarkan fatwa khusus, melainkan hanya sekadar
pernyataan sikap. “MUI
Pusat tidak perlu mengeluarkan fatwa karena sudah terlalu jelas,”
ungkap Din Syamsudin selaku ketua MUI saat memimpin konferensi pers. Maksud
“terlalu jelas” di sini adalah kelompok ISIS itu telah banyak
menyimpang, menjadikan MUI tidak perlu lagi mengeluarkan fatwa soal
penyimpangan itu.Persamaan ISIS dan Zionis.
Keberadaan
ISIS memang perlu diwaspadai, namun lebih maraknya isyu ISIS tidak
seharusnya mendominasi isyu lain yang lebih penting seperti derita
Palestina akibat ulah biadab rezim Zionis Israel. Artinya, protes atas
pembantaian Zionis Israel terhadap rakyat Palestina yang tak kalah
penting dengan isu ISIS saat ini, hendaknya terus disuarakan.Ada
yang menarik jika kita perhatikan bahwa, antara Zionis Israel dengan
ISIS punya kesamaan. Di satu sisi, keduanya sama-sama hadir sebagai
“penjajah” di tanah bangsa lain. Jika Zionis Israel mencaplok tanah
Palestina, maka ISIS tengah menjajah tanah Suriah, Irak dan sekitarnya.
Mereka sama-sama kelompok yang datang dari luar, dari berbagai negara
yang kemudian berkumpul untuk mendirikan negara barunya sendiri di tanah
negara yang mereka datangi. Kesamaan lainnya adalah dalam melancarkan
aksinya, mereka sama-sama menggunakan kekerasan, pengrusakan, bahkan
pembunuhan.Di
tengah banyaknya umat Islam mengecam kebrutalan Zionis Israel, tak
pernah terdengar kabar, gerombolan bersenjata ISIS siap berjihad melawan
Zionis. Padahal ISIS selama ini justru menjadi sebab terbunuhnya umat
Islam di Suriah dan Irak. Sebab itulah akhir-akhir ini mayoritas umat Islam mengecam Zionis Israel sekaligus ISIS yang mengaku dirinya Islam. Demikian
juga halnya yang terjadi di Indonesia, ISIS justru ditolak dan menuai
kecaman sebagaimana penolakan dan kecaman terhadap Zionis Israel.
Tokoh Agama dan Aliran Kepercayaan Tolak ISIS Demi keutuhan NKRI.
Islamic State of Iraq and Sham, atau yang biasa dikenal dengan
sebutan ISIS ini mulai menjadi bahan pemberitaan di berbagai media
nasional di Indonesia. Hal itu disebabkan atas munculnya sebagian
masyarakat Indonesia yang mulai terang-terangan mendukung kelompok yang
tak segan mengkafirkan bahkan menghilangkan nyawa setiap orang yang
berbeda denganya ini. Meskipun saat ini ISIS baru melancarkan aksi
terornya di Timur Tengah, namun di beberapa wilayah Indonesia sudah
mulai muncul deklarasi-deklarasi dukungan terhadap kelompok ini.
Lebih memprihatinkan lagi, kelompok ini mengatasnamakan “Islam” dalam
melancarkan aksinya, dan mereka anggap “Jihad” sebagai dasar
memperluas kekuasaan. Ini yang membuat mayoritas umat Islam geram dan
marah atas kehadiran kelompok pengusung khilafah dan penegakan hukum
syariat Islam versi mereka sendiri ini. Sedangkan di Indonesia, kelompok
ini terkenal sebagai kelompok yang anti pluralisme, menolak demokrasi
dan Pancasila. Itu yang kemudian membuat para tokoh agama, pejabat dan
masyarakat luas menyatakan penolakan dan kecamannya terhadap kelompok
yang satu ini.
Hal itu pula yang mendorong para tokoh agama dan aliran kepercayaan
di Indonesia mengadakan konferensi pers Senin (4/8) siang, untuk
menyatakan sikap penolakannya terhadap ideologi ISIS dan sejenisnya.
Konferensi pers yang digelar di bilangan Jakarta Pusat ini dihadiri oleh berbagai tokoh lintas agama dan aliran kepercayaan.
Jalaluddin Rakhmat, anggota DPR terpilih dari partai PDIP, menjadi
salah satu pembicara dalam acara itu. Mendapat kesempatan pertama untuk
memberikan sambutan, Jalaluddin menegaskan bahwa saat ini kelompok ISIS
sudah berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
“Moderator yang seharusnya menjadi pembawa acara di sini tidak bisa
hadir karena mendapat teror berkali-kali,” ungkap Jalaluddin, menegaskan
ancaman ISIS yang sudah dekat.
Sementara itu, Pendeta Palty Panjaitan, seorang tokoh Kristiani juga
menyatakan dengan tegas atas hadirnya ISIS maupun pendukungnya di
Indonesia. Pendeta Palty yang juga merupakan Presidium Sobat KBB
(Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) ini mengajak masyarakat secara
bersama-sama berbuat yang terbaik demi mempertahankan keutuhan NKRI.
“Walau berbeda-beda, kita tetap satu,” ungkapnya. “Apapun agamanya,
Tuhan tidak mengajarkan membunuh, tapi justru mengajarkan kasih sayang,”
pungkasnya.
Sementara Pendeta Phil Erari, Ketua Persekutuan Gereja-gereja
Indonesia (PGI) juga menyatakan sikap penolakan yang sama terhadap ISIS.
“Silahkan pergi dari Indonesia kalau menolak Pancasila,” ungkap
Erari. “kami menolak dengan tegas setiap organisasi apapun di Indonesia,
dari Aceh hingga Papua yang menolak Pancasila,” tambahnya.
“Kalau di Papua saja, orang yang mengibarkan bendera Bintang Kejora bisa ditembak, kenapa bendera ISIS bebas?” tanya Erari.
Acara yang dimulai pukul 14.00 hingga 16.00 WIB ini ditutup dengan
penandatanganan pernyataan sikap bersama penolakan terhadap ISIS.
Adapun salah satu poin penting dari pernyataan sikap itu berisi
desakan terhadap aparat pemerintah untuk bersikap tegas terhadap
kehadiran dan penyebaran gerakan ISIS di Indonesia.
NU dan Muhammadiyah Tolak Tegas Seruan ISIS.
Awal Ramadhan, Minggu (29/6/2014) lalu, juru bicara resmi ISIS Abu
Muhammad al-Adnani telah merilis audio di youtube, meminta seluruh kaum
Muslimin berbaiat setia kepada amir mereka, Abu Bakar Al Baghdadi
sebagai khalifah Daulah Islam.
Menyusul kemudian Jumat (4/7/2014), amir militan Islamic State of Irak and
Syam (ISIS) itu sendiri yang untuk pertama kalinya muncul setelah
sekian lama menutup diri dari publikasi media, menyerukan hal yang sama.
Dalam kemunculan pertamanya pada Khutbah Jumat di Masjid Jami’ Mosul,
Abu Bakar Al Baghdadi meminta semua Muslim untuk tunduk dan
mematuhinya, serta meminta mereka untuk berjihad bersamanya melawan apa
yang dia sebut sebagai musuh Allah.
Permintaan Abu Bakar Al Baghdadi yang mengangkat dirinya sebagai
Khalifah dengan menjadikan sejumlah wilayah Irak dan Suriah yang
dikuasainya sebagai negara Islam, dan perintah pertamanya agar semua
Muslim di dunia mematuhinya, tak pelak memantik berbagai reaksi dari
para tokoh Islam di berbagai negara.
Bagaimana halnya dengan sikap para tokoh Muslim di Indonesia?
Di
antaranya, terutama sikap resmi NU dan Muhammadiyah sebagai representasi
Muslim di negeri kita?
Untuk mengetahuinya,
ABI Press pun menghubungi pihak PBNU
dan Muhammadiyah terkait sikap resmi lembaga masing-masing atas seruan
“Khalifah” Daulah Islam tersebut.
Sekjen PP Muhammadiyah, Dr. Abdul Mu’thi ketika kami minta tanggapan dan
sikap resmi Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah menolak dan tak
akan mematuhi Amir IS, Abu Bakar Al-Baghdadi.
“Muhammadiyah memandang apa yang dilakukan ISIS justru bisa menyulut
terjadinya kekerasan dan konflik yg meluas. Di tengah realitas politik
umat Islam dan negara-negara Muslim, yang diperlukan adalah kerjasama
antar bangsa dan antar negara, bukan hegemoni dan utopia politik ala
ISIS. Muhammadiyah menyatakan tidak menyetujui dan tidak akan mengikuti
ajakan ISIS,” ujar Sekjen PP Muhammadiyah ini, menegaskan sikap resmi
lembaganya.
Dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU),
Khatib Aam PBNU, KH. Malik Madani juga menyatakan penolakannya atas
didirikannya kekhalifahan oleh ISIS secara sepihak ini. KH. Malik Madani
juga menyatakan NU menolak mematuhi seruan Abu Bakar Al-Baghdadi.
“Pegangan NU dalam menanggapi perang antar sesama Muslim adalah
mengupayakan ishlah, sesuai dengan perintah Allah Swt dalam Q.S.
Al-Hujurat; aslihuu baynahuma… (berdamailah antara kamu semua). NU tidak
mencita-citakan sebuah khilafah dan menganggap ide itu sebagai sebuah
utopia, setelah umat Islam tersebar di berbagai penjuru dunia di bawah
naungan negara-negara bangsa,” ujar KH. Malik Madani.
Tak hanya di Indonesia, tokoh garis keras Al-Qaeda Jordan, Issam
Barqawi, yang dikenal dengan sebutan Abu Mohammed al-Maqdissi juga
menolak langkah ISIS mendirikan kekhalifahan Islam (Islamic State)
secara sepihak itu.
Manipulasi Sentimen Agama dalam Konflik Timur Tengah.
Gejolak berkepanjangan di Timur Tengah tak hanya menyeret
sentimen kebangsaan tapi juga sentimen agama. Di media sosial seiring
pemberitaan media massa mainstream, penyematan simbol-simbol agama dalam
konflik seakan sudah menjadi hal yang lumrah. Tapi benarkah konflik di
Timur Tengah itu benar-benar didasari oleh faktor atau persoalan
keagamaan dari pihak-pihak yang berseteru di sana?
Andar Nubowo, pengamat muda Muhammadiyah selaku Direktur Eksekutif
IndoStrategi menerangkan bahwa, kelompok-kelompok bersenjata yang sedang
bertikai di Timur Tengah terkadang sengaja memakai sentimen agama
sekadar untuk memobilisasi atau mengambil simpati dari umat Islam agar
mendukung kepentingan politik dan militer mereka.
Padahal sebenarnya apa yang terjadi di Timur Tengah kata Andar, sama
sekali tidak merepresentasikan kepentingan satu kelompok mazhab
tertentu, baik Sunni maupun Syiah. Sehingga tidak pada tempatnya
mengatakan, sebagaimana diksi yang sering dipakai media, bahwa salah
satu kelompok jihadis di sana merupakan representasi Sunni, bahkan
dianggap mewakili kepentingan Islam secara keseluruhan.
Padahal faktanya, mereka tak lebih dari sekelompok teroris bersenjata
yang mengaku-ngaku Islam demi menggiring opini publik seolah apa yang
mereka lakukan di tingkat lokal, dalam teritorial terbatas itu, sudah
mendapat dukungan umat Islam di seluruh dunia. Dan karenanya kelompok
bersenjata ini berharap aksi teror mereka dianggap cara yang tepat dan
layak diikuti gerakan Islam lain secara global. Atau dengan kata lain,
mereka sengaja ingin memprovokasi gerakan-gerakan Islam serupa untuk
melakukan hal yang sama dan mengglobalisasi aksi-aksi teror skala lokal
yang selama ini mereka pertontonkan pada awalnya di Suriah dan
belakangan mulai menjalar ke Irak, menjadi aksi teror yang merata ke
seluruh dunia atas nama penegakan kekhalifahan atau daulah Islam
universal.
Upaya internasionalisasi konflik dengan membawa-bawa isu perseteruan
Sunni-Syiah semacam itulah yang menurut Andar sangat berbahaya bila
dibawa atau diimpor ke Indonesia.
“Jangan sampai konflik yang terjadi di luar sana dipaksa masuk ke
Indonesia dengan menggunakan isu-isu sentimen mazhab semacam itu. Saya
rasa itu sangat berbahaya!” tegas Andar.
Sementara Rumadi, peneliti senior The Wahid Institute dan dosen FSH
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, menjelaskan bahwa penyematan istilah
Sunni dan Syiah pada konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah sangat
berbahaya, sebab dapat memicu konflik di tempat lain.
“Saya sarankan media tidak menggunakan diksi itu,” pesannya.
Ketika ABI Press bertanya apakah ISIS atau Boko Haram
merepresentasikan Sunni, Rumadi menjawab bahwa bisa saja, ISIS atau Boko
Haram berasal dari kalangan Sunni. Tapi jelas mereka tidak bisa
mengklaim mewakili gerakan politik atau militer Sunni. Karena teologi
Sunni tidak bisa dan tidak pernah menghalalkan kekerasan dan
pemberontakan.
Karena itu Rumadi berharap masyarakat Indonesia lebih cerdas dalam
mengolah dan memilih informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi di
Timur Tengah agar tidak mudah terprovokasi.
Adapun Kyai Masdar Farid Mas’udi, Rais Syuriah PBNU, menanggapi
penggunaan simbol-simbol agama dalam konflik di Timur Tengah menyatakan
bahwa tidak ada kelompok tertentu yang berhak menjadi wakil tunggal dari
agama yang dianutnya. Semua orang berhak berbicara atas nama
keyakinannya. Tapi mengklaim bahwa orang yang seagama dengan mereka
harus berada di bawah kendalinya, itu tidak bisa dibenarkan.
Terkait klaim sejumlah kelompok yang bertikai di Timur Tengah, yang
mengaku sebagai “wakil resmi” Sunni, Masdar menerangkan bahwa, setiap
orang berhak untuk mengklaim dirinya mewakili Sunni. Tapi pada saatnya
kebenaran klaim tersebut akan terlihat dari bagaimana mereka berperilaku
dalam kehidupan sehari-hari, apakah mereka benar-benar pantas
merepresentasikan Sunni ataukah tidak.
“Merepresentasikan ajaran luhur itu akan terlihat dalam perilaku.
Misalnya bagaimana cara-cara mereka bersikap terhadap orang lain.
Bagaimana cara mereka dalam memperlakukan orang lain,” terang Masdar.
Polisi diminta tidak sembarangan bakar bendera ISIS.
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas menyerukan
supaya pihak Polri tidak gegabah memerintahkan pembakaran bendera tauhid
berlatar hitam bertuliskan 'Laa Ilaha illallah Muhammadur Rasulullah'
yang menjadi simbol ISIS. Alasan dia adalah kalam illahi tercantum dalam
bendera itu bukan cuma milik ISIS, tapi punya seluruh umat Islam.
"Jika
hal itu dilakukan, tidak bisa dibayangkan terjadinya konflik
horizontal, karena kalimat tauhid 'Laa Ilaha illallah Muhammadur
Rasulullah' bukan milik kaum ISIS melainkan milik umat Islam," kata
Irfan, melalui keterangan persnya, Sabtu (9/8/2014).
Irfan khawatir
jika perintah pembakaran bendera itu muncul, lantas memicu kaum non
Muslim ikut melakukan itu maka bisa memantik konflik baru.
"Bagaimana
jika dengan alasan membakar bendera ISIS yang jahat itu, non Muslim
ikut membakar dan umat Islam balik membakar lambang agama lain, atau
membakar gereja. Apakah aparat keamanan akan dapat mengendalikannya?"
sambung Irfan.
Dia juga meminta umat muslim di nusantara selalu
waspada lantaran khawatir ideologi ISIS menyusup dan bertalian dengan
gerakan Syiah, Khawarij, dan paham takfiri (mengkafirkan pihak
berseberangan) di Indonesia.
"Pemerintah Indonesia, organisasi,
dan gerakan Islam perlu mewaspadai gerakan Daulah Al-Baghdadi yang
menjadi proxy force (agen antara) gerakan takfiri, Khawarij, dan Syiah
di Indonesia," kata Irfan.
"Majelis Mujahidin menyerukan kepada
kaum Mukmin hendaknya menghadapi orang kafir yang memerangi Islam secara
massif dan berkelanjutan, dengan berpedoman Al-Qur'an dan tuntunan Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam dengan benar," ujar Irfan.
Tak
lupa, Irfan juga mengingatkan supaya kaum Muslim di nusantara tidak
salah langkah dalam mengambil sikap. Irfan menilai pernyataan sikap
Koalisi Anti ISIS justru bisa membahayakan. Dia meminta umat muslim di
Indonesia jangan abai dengan bahaya paham Syiah. Sebab menurut analisis
dia, ISIS justru menyerap paham-paham Kaum Khawarij, merupakan sempalan
Kaum Syiah Alawiyin.
"Sikap koalisi anti ISIS (KOIIN) dari
berbagai ormas keagamaan, bisa menjadi bumerang. Membentuk koalisi anti
ISIS tapi bekerjasama dengan sekte Syiah yang kejahatannya terhadap
Islam jauh lebih dahsyat sangat berbahaya," kata Irfan.
Irfan
mengatakan, banyak kaum muslim belum tahu kelicikan ISIS di Suriah.
Menurut penuturan beberapa anggota Majelis Mujahidin ikut berperang di
Suriah, ISIS malah berbalik menyerang Tentara Pembebasan Suriah dan
laskar mujahid di negeri itu. Padahal awalnya mereka bertempur bersama
melawan rezim Presiden Basyar Al-Assad disokong Rusia dan Iran.
Menurut
Irfan, situasi di Irak dan Suriah pasca deklarasi ISIS justru memburuk.
Bahkan menurut dia, tidak satupun ulama Ahlu Sunnah dan faksi mujahidin
Suriah mau bergabung dengan Khilafah Al-Baghdadi. Sebab, lanjut dia,
mereka merasa dikelabui karena pendirian negara Islam tidak melalui
musyawarah di antara mereka, tapi hanya klaim dari kelompok ISIS.
Alhasil, saat ini pejuang Suriah harus menghadapi dua musuh, yakni Assad
dan ISIS.
TNI hingga menteri terus tabuh genderang perang lawan ISIS.
Pemerintah Indonesia tengah waspada dengan gerakan kelompok Negara Islam
di Irak dan Suriah (ISIS). Apalagi ada warga negara Indonesia (WNI)
yang menjadi anggota ISIS.
Selain itu, kelompok ISIS ini juga
mulai bergerak mencari pengikut. Beberapa masyarakat Indonesia sudah
dibaiat untuk menjadi anggota ISIS.
Tak ingin kecolongan,
pemerintah tak henti-hentinya menyerukan agar masyarakat waspada
terhadap kelompok ISIS ini. Pemerintah menyebut ISIS adalah kelompok
teroris.
Berikut ini cara pemerintah melawan kelompok ISIS:
1. TNI hingga menteri terus tabuh genderang perang lawan ISIS.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam acara Obrolan Penting Sabtu Ini
(OPSI) di rumah Iwan Fals memaparkan tentang keberadaan Negara Islam di
Irak dan Suriah (ISIS). Menurutnya ISIS sama sekali tidak boleh
berkembang lantaran berbeda ideologi dengan ideologi Indonesia yaitu
Pancasila.
"Kami sudah memonitor dan mengikuti gerakan ISIS dari
luar maupun dari dalam, kalau mereka macam-macam ya kami sikat," ujar
Moeldoko di kediaman musisi Iwan Fals, Leuwinanggung, Depok, Sabtu (9/8)
kemarin.
Moeldoko juga mengatakan bahwa TNI akan melakukan
pembinaan kepada masyarakat untuk melakukan tindakan preventif. Hal ini
menurutnya sebagai langkah guna mencegah adanya perpecahan dalam negeri.
"TNI
harus melakukan pembinaan karena banyak masyarakat yang terjerumus. TNI
juga akan melakukan penjelasan ke pesantren-pesantren untuk melakukan
tindakan preventif supaya tidak ada tindakan represif," kata Moeldoko.
2.
ISIS tak bisa dilawan dengan fisik.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh mengatakan ideologi yang
dibawa Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) tidak bisa dilawan dengan
fisik. Cara melawan ISIS yaitu dengan menumbuhkan kecintaan terhadap
bangsa melalui Pancasila.
"ISIS itu persoalan ideologi, tidak
bisa dilawan dengan fisik, tetapi harus dengan ideologi," kata M. Nuh di
Kompleks Istana Kepresidenan Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, seperti
dilansir dari Antara, Sabtu (9/8/2014).
Menurut Nuh, Pemerintah telah
memperkuat pemahaman terhadap Pancasila dalam kurikulum, antara lain
dengan memasukkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan metode
yang tidak berdasarkan hafalan. Mendikbud berharap, dengan upaya
tersebut juga dapat menanamkan kecintaan anak-anak kepada bangsa dan
negara.
3.
Ideologi ISIS bertentangan dengan Pancasila.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan fenomena ISIS harus
dihadapi secara serius. Sebab masalah ISIS harus diselesaikan secara
mendasar dan masalahnya pun kian kompleks karena sudah menyentuh
sendi-sendi negara dan agama.
"Perlu kebersamaan semua pihak
untuk mengatasi persoalan itu. Oleh karena itu, ormas Islam perlu
memiliki pemahaman yang cukup sehingga tidak mudah terprovokasi dengan
ideologi ISIS," tegas Lukman Hakim Saifuddin kepada pers di Kementerian
Agama, Sabtu (9/8).
Lukman menegaskan kembali pernyataannya bahwa
ideologi ISIS bertentangan dengan Pancasila. Adanya pernyataan ISIS,
yang menyebut Pancasila adalah "thoghut" atau berhala, yang harus
diperangi, menurut Lukman, sudah kelewat batas apalagi ISIS juga
merupakan organisasi pergerakan yang berpaham radikal.
4.
ISIS mengobral surga.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai
mengatakan kelompok berpaham radikalisme seperti ISIS terlalu murah
menjual dan menjanjikan surga kepada pengikutnya dengan cara melakukan
kekerasan dan teror. Dia mengatakan bahwa kelompok radikal itu mengklaim
agamanya paling benar.
Mereka juga merasa paling punya otoritas
untuk memaksa dan menghakimi orang lain, bahkan sesama umat Islam yang
bertentangan dengan paham mereka. "Mereka menganggap lembaga demokratis
dan pemilu sebagai perwujudan dari kekafiran. Untuk itu, jihad harus
digelorakan untuk melawannya," kata Ansyaad di Kementerian Agama, Sabtu
(9/8).
Bahkan, kata dia, diperbolehkan melakukan teror, melakukan
bom bunuh diri, membunuh birokrat pemerintahan, dan membantai
masyarakat yang mendukungnya. Kelompok itu, kata Ansyaad, menganggap
merekalah yang paling punya hidayah, sementara ulama-ulama pendahulunya,
termasuk golongan jahiliyah. "Mereka yakin dengan melakukan segala
kengerian itu mereka akan masuk surga, pola pikir itu yang mereka
gunakan. Orang-orang ini menjual surga terlalu murah," kata Ansyaad.
5.
Polri butuh payung hukum.
Polri belum bisa bergerak cepat menangani gerakan kelompok Negara Islam
di Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia. Karena itu, Polri membutuhkan
payung hukum untuk memberantas kelompok ISIS ini.
"Enggak perlu
UU Subversi, hanya perlu payung hukum terkait perlindungan sebagai
landasan hukum bertindak karena berbagai hal kami tahu bagaimana mereka
merencanakan, melakukan tapi sebelum ada fakta atau bukti, polisi tidak
bisa berbuat apa-apa," kata Kepala Badan Intelkam Polri Brigjen Suparmi
Suprapto di Kementerian Agama, Jakarta, Sabtu (9/8).
Jika payung
hukum tersebut telah ada, menurut Suparmi bukan hanya berguna untuk
menekan kaderisasi gerakan radikal, melainkan juga mengantisipasi
potensi kericuhan. "Ini seolah-olah pemerintah kalah dengan pressure
seperti itu. Itu banyak dirasakan perusahaan Korea, Jepang yang protes
ke Kapolri karena mereka mendapat pressure dari buruh tapi tidak bisa
berbuat apa-apa," sambung dia.
Suparmi mengatakan seharusnya
orang-orang yang mengajak buruh berdemo atau menghasut masyarakat
bergabung dengan ISIS dapat diproses. Karena tidak ada payung hukum,
Polri tidak bisa berbuat apa-apa.
"Payung hukum paling tidak yang mengajak bisa ditindak secara hukum," tutupnya.
Donatur teroris Aceh yang ditangkap di Bekasi anggota ISIS.
Pria berinisial A yang ditangkap aparat Densus 88 Anti Teror Mabes Polri
di Jatiasih, Kota Bekasi diketahui pernah berbaiat kepada Negara Islam
Irak dan Suriah (ISIS).
"A, mengikrarkan diri (baiat) sebagai
anggota ISIS," kata Kapolsek Jatiasih, Kompol Imelda Sitohang di lokasi
penggerebekan, Minggu (10/8) dini hari.
Dia mengatakan, A
merupakan donatur teroris di Aceh. A ditangkap saat berkunjung ke
temannya yang merupakan penjual kebab di sebuah ruko, Jalan Wibawa
Mukti, Kelurahan Jatiluhur, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi pada Sabtu
malam pukul 22.45 WIB.
"Sejauh ini yang kami ketahui, baru A yang terlibat. Soal temannya yang penjual kebab, kami belum tahu," kata Imelda.
Hingga
berita diturunkan, petugas masih melakukan penggeledahan di ruko penjual Baghdad Kebab 99.
Majelis Mujahidin sebut ISIS rekayasa Syiah buat memecah Islam.
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas, melalui
keterangan persnya hari ini, Sabtu (9/8), mengurai analisanya ihwal
sumber gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kini telah berubah
menjadi Daulah Khilafah Al-Baghdadi. Menurut dia, Kaum Syiah adalah
aktor di belakang munculnya gerakan ISIS.
Irfan mengakui,
propaganda ISIS berhasil memukau dan menipu kaum Muslim dengan
manipulasi konsep khilafah dan slogan-slogan menawan lainnya, seperti
anti thaghut, syahid di jalan Allah S.W.T., dan lain-lain. Bahkan lebih
dahsyat lagi, ISIS mengusung doktrin takfir, yakni mudah mengkafirkan
seseorang atau pihak tertentu jika berlawanan dengan mereka. Dia curiga
lantaran doktrin takfir lekat dengan penganut Khawarij, sempalan dari
kaum Syiah Alawiyin, justru dipakai oleh ISIS dan berakhir dengan sebuah
kesimpulan.
"Inilah rekayasa Syiah untuk merusak citra Islam dan mengadu domba sesama Muslim," kata Irfan.
Irfan
memaparkan pengalaman beberapa anggota Majelis Mujahidin saat ikut
berperang bersama Tentara Pembebasan Suriah, melawan rezim Presiden
Basyar Al-Assad dan ISIS. Dia mengatakan, para anggota ISIS justru
menebar teror dan melakukan kekejaman tak kalah hebat dari Assad.
Irfan
mencontohkan, antara lain saat anggota ISIS memberondong ribuan kaum
Muslimin sedang berunjuk rasa menentang deklarasi Daulah Khilafah
Al-Baghdadi di Kota Raqah, dan pembunuhan ratusan kaum perempuan di
Irak. Dia melanjutkan, ISIS juga memaksa jamaah Salat Jumat berbaiat di
sejumlah daerah dikuasai mereka. Akibatnya, masyarakat takut mendatangi
masjid buat menunaikan Salat Jumat. Apalagi, tindakan anggota ISIS
dengan menyembelih manusia lantaran dianggap kafir karena menolak
mengakui dan tunduk pada gerakan itu.
"Sekalipun orang itu kafir, tidak pernah dibenarkan oleh syariat Islam," lanjut Irfan.
Namun
menurut Irfan, ISIS justru melindungi para petani ganja, penjual
kokain, narkoba, asalkan mau berbaiat. Dia mengatakan, orientasi jihad
global saat ini dikendalikan oleh pemikiran takfiri. Dia melanjutkan,
penyusupan doktrin takfir ternyata jauh lebih berbahaya dari perang
mendera kehidupan kaum Muslimin di Suriah.
"Karena orang yang
sudah terprovokasi dengan ideologi Kaum Khawarij itu bisa menjadi mesin
perang yang efektif untuk menghancurkan persaudaraan Islam," lanjut
Irfan.
Majelis Mujahidin tolak ISIS karena dinilai sesat.
Fenomena mencuatnya gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menuai
gelombang penolakan di dalam negeri. Bahkan, organisasi massa Islam,
Majelis Mujahidin, kerap menggaungkan ide-ide soal penegakan syariah
juga menolak penyebaran paham dan gerakan ISIS di Nusantara lantaran
dianggap sesat.
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Lajnah
Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas melalui keterangan persnya
hari ini, Sabtu (9/8). Dia menyatakan, gerakan ISIS dengan cepat
mengkafirkan, memusuhi, dan pihak-pihak tidak mengakui mereka, bahkan
dengan sesama muslim, bukanlah paham diajarkan Islam.
"Sikap ini
sesat. Karena menolak berbaiat dan belum tegaknya syariat Islam bukan
syarat keimanan. Selain itu bertentangan pula dengan fakta sejarah yang
syar'i," kata Irfan.
Irfan menyebut ISIS sengaja berlindung di
balik doktrin agama menggunakan landasan Alquran, yakni Surat Al An'am
ayat 57, buat mengkafirkan orang-orang atau pihak tidak mengakuinya atau
menolak pendirian negara Islam versi mereka.
Bunyi terjemahan
ayat itu adalah, 'Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al
Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa
(azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia
Pemberi keputusan yang paling baik.'
Irfan menjelaskan, ISIS juga
memutarbalikkan beberapa fakta sejarah demi mulusnya gerakan mereka.
Dia memaparkan suatu peristiwa, yakni saat salah satu sahabat Nabi
Muhammad SAW, Abu Bakar As-Sidiq, dibaiat menjadi khalifah pertama oleh
kaum muslimin. Saat itu ada seorang sahabat dan tokoh dari Kaum Anshar,
Sa'ad bin Ubaidah, hingga wafatnya menolak membaiat Abu Bakar.
Tetapi, Abu Bakar tidak sekalipun mengkafirkan, memusuhi, atau memerangi Sa'ad. Bahkan, Sa'ad hidup dengan tenang.
"Artinya, orang Islam yang tidak mau berbaiat kepada khalifah yang tidak mereka setujui bukan dosa," lanjut Irfan.
Majelis
Mujahidin juga mempertanyakan dasar pimpinan ISIS, Abu Bakar
Al-Baghdadi mengkafirkan, memurtadkan, bahkan membunuh serta memerangi
pihak menolak membaiatnya.
"Jika kelompok Al Baghdadi
mengkafirkan kaum muslimin hanya karena tidak berbaiat kepadanya, lalu
pantaskah mereka disebut muslim? Sementara mereka menyembelih kaum
muslim yang dikafirkan secara sepihak," ujar Irfan.
Majelis Mujahidin sebut paham ISIS bisa picu perang saudara.
Salah satu organisasi massa Islam, Majelis Mujahidin, mengambil sikap
menolak penyebaran paham dan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)
di Indonesia. Menurut Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan
S Awwas, melalui keterangan persnya hari ini, Sabtu (9/8), ideologi
diusung ISIS justru memecah belah umat dan dikhawatirkan bakal memicu
perang saudara.
Irfan mengatakan, ISIS justru menebar dusta
dengan kedok mendirikan negara Islam. Sebab, lanjut dia, hanya
segelintir orang mengakui (baiat) gerakan mereka sementara sebagian
besar umat muslim tidak sepakat.
"Hal ini berpotensi memicu
perang saudara diantara kaum muslimin yang setuju dan yang menentang.
Mengangkat khalifah wajib berdasarkan musyawarah kaum muslimin secara
keseluruhan, bila tidak maka yang bersangkutan halal dibunuh," kata
Irfan.
Kemudian, Irfan menduga ideologi diusung ISIS menggunakan
doktrin takfir (mengkafirkan pihak berseberangan) adalah titisan dari
Kaum Khawarij. Padahal, lanjut dia, Kaum Khawarij merupakan sempalan
dari rahim Syiah, khususnya Syiah Alawiyyin. Bahkan, pimpinan rezim
berkuasa di Suriah saat ini, Basyar Al-Assad, merupakan penganut Syiah
Alawiyyin.
Irfan menjelaskan, Kaum Syiah Alawiyyin merupakan
cikal bakal Kaum Khawarij awalnya pendukung setia Amirul Mukminin
sekaligus sahabat Nabi Muhammad S.A.W., Ali bin Abi Thalib R.A. Tetapi,
ketika terjadi perselisihan antara Ali bin Abi Thalib dengan Gubernur
Syam (saat ini Suriah) saat itu, Muawiyah, mereka bersepakat menunjuk
dua hakim. Ali menunjuk Abu Musa Al Asy'ari, sedangkan Mu'awiyah
menunjuk Amru bin Ash buat menyelesaikan permasalahan. Dalam sejara
Islam, kejadian itu dikenal dengan Peristiwa Tahkim.
Saat itu Ali
menunjuk Abu Musa itulah, kelompok Syiah Alawiyyin justru berbalik
memusuhi dan mengkafirkan Ali dan Muawiyah. Sebab, keduanya dianggap
lebih percaya kepada manusia ketimbang panduan hukum Allah. Mereka
berpegang pada Alquran, yakni Surat Al An'am ayat 57. Bunyi terjemahan
ayat itu adalah, 'Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al
Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa
(azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia
Pemberi keputusan yang paling baik.'.
Disarikan dari berbagai Sumber.