Pesan Rahbar

Home » , , , , , , » Syi’ah rangkul Sunni yang berwasatiyyah dan berfikiran rasional, bukan Sunni fanatik totok)

Syi’ah rangkul Sunni yang berwasatiyyah dan berfikiran rasional, bukan Sunni fanatik totok)

Written By Unknown on Tuesday 9 September 2014 | 21:25:00

Kemesraan Ulama Sunni Dan Syiah


                                                                  Wahdah Sunni Syiah
Sayyid Ali Khamenei, adalah pemimpin tertinggi Republik Islam Iran, juga merupakan seorang ulama dan mujtahid besar dalam dunia Syiah. Dengan status kedudukan beliau ini, tidak hairan, beliau merupakan seorang individu yang sangat dihormati dan dicintai dikalangan masyarakat Syiah.
Tetapi bagaimana pula kedudukan beliau di dunia Sunni(of course, kepada Sunni yang berwasatiyyah dan berfikiran rasional, bukan Sunni fanatik totok)

“Boleh tak autograf buku ni?”

Peluk jangan tak peluk. Bukan selalu boleh peluk orang beriman ni.
wah, indahnya kemesraan Sunni dan Syiah ini
.
JAWABAN  KAMi :
Setiap muslim pasti menginginkan umat Islam bersatu, menginginkan segala perbedaan yang ada tidak menimbulkan masalah atau pertikaian. Ini jelas keinginan setiap muslim. jika anda tidak percaya, silahkan anda buat kuisioner dan bagikan ke siapa saja yang ada di sekitar anda. Orang yang tidak menginginkan persatuan madzhab adalah diragukan kesehatan hati dan akalnya.

Niat baik persatuan madzhab harus diikuti dengan konsekwensi yang tidak ringan, yaitu melakukan usaha untuk mengarah kepada realisasi persatuan madzhab dan harus diikuti dengan langkah-langkah nyata. Tanpa itu semua slogan persatuan madzhab dengan berbagai jargonnya seperti “laa syarqiyyah laa gharbiyyah, Islamiyyah Islamiyyah” tidak timur dan tidak barat, tetapi murni Islam, atau “mari kita lupakan perbedaan dan mari kita tegakkan ukhuwwah islamiah, akan tidak berarti apa-apa.

Tanpa ada usaha nyata, kita patut curiga bahwa persatuan madzhab digunakan untuk menetralisir gejolak kebencian yang ada terhadap kelompoknya. Atau ada agenda tersembunyi lain yang hendak dijalankan dengan mendengungkan slogan seperti itu. Persatuan madzhab adalah jargon yang selalu kita dengar dari pihak kami  penganut syi’ah, baik yang ada di tempat kita maupun yang ada di luar sana.

Dari mana mengenal madzhab syi’ah?
Mengenal kedua madzhab adalah modal utama bagi upaya komparasi yang dilakukan dalam rangka pendekatan. Untuk mengenal sebuah madzhab tentunya dengan melihat ajaran madzhab itu dari literatur aslinya. Karena setiap madzhab -bahkan setiap agama- memiliki kitab atau literatur yang menjelaskan keyakinan madzhab atau agama itu. Setiap yang ingin mengenal ajaran itu hendaknya merujuk pada kitab literatur yang ada. Selain literatur, sumber lain yang ada adalah keterangan dari penganut madzhab itu. Ini untuk mengenal ajaran madzhab pada umumnya.

Praktek persatuan madzhab dimulai dengan studi komparasi antara ajaran kedua madzhab yang ada, baru bisa disimpulkan apakah kedua madzhab bisa dipersatukan atau tidak.
PERSATUAN SUNNI-SYIAH,KEKUATAN ISLAM
kita harus selalu mengutamakan isLam diatas mazhab.sudah bukan zaman nya kita berselisih antara mazhab satu sama Laen. jadikanLah isLam ini isLam yang satu. bagi kami yang sesat ialah yang tidak mengerti apa itu isLam dan ukhuwah.Waspada tipu daya yahudi dan wahabi. janganLah terpancing atau terpengaruh oLeh permainan mereka. jangan membuat yahudi dan wahabi bangga,dgn menghina mazdhab satu sama Laen.

Ketua Umum Muhammadiyah : Persatuan Sunni-Syiah Untuk Kejayaan Islam

On May 5, 2008 ·
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan persatuan umat Islam, khususnya antara kaum Sunni dan Kaum Syiah, mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan umat agama itu.
“Kejayaan umat Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta kedua kelompok umat Islam tersebut,” kata Din dalam siaran persnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.
Din Syamsuddin mengikuti Konperensi Islam Sedunia yang sedang berlangsung di Teheran, 4-6 Mei. Konperensi dihadiri sekitar 400 ulama, baik dari kalangan Sunni maupun Syiah dari berbagai belahan dunia.
Din yang berbicara pada sesi pertama bersama enam tokoh Islam lainnya menegaskan bahwa antara Sunni dan Syiah ada perbedaan tapi hanya pada wilayah cabang (furu’iyat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah).

Keduanya berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu, kata dia, kedua kelompok harus terus melakukan dialog dan pendekatan. Seandai tidak dicapai titik temu maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi.
“Seluruh elemen umat Islam, dalam kemajemukannya, perlu menemukan ‘kalimat sama’ dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi,” katanya.

Kemudian dalam menghadapi tantangan dewasa ini, kata Din, umat Islam perlu menemukan dalam dirinya “musuh bersama”. “Dua hal ini, ‘kalimatun swa’ (kalimat sama) dan ‘aduwwun sawa’ (musuh bersama) adalah faktor kemajuan umat,” kata Din.

“Musuh bersama” itu, kata Din, terdapat di dalam diri umat Islam yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. (Republika 5 Mei 2008).

KETUA UMUM PP. MUHAMMADIYAH :
PERSATUAN SUNNI – SYI’AH UNTUK KEJAYAAN ISLAM
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan bahwa Persatuan Umat Islam, khususnya antara kaum Sunni dan kaum Syi’ah, mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan umat agama ini. Karena kejayaan umat Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta kedua kelompok umat Islam tersebut.

Pada Konferensi Islam Sedunia yang berlangsung pada 4 – 6 Mei 2008 lalu di Teheran, yang dihadiri sekitar 400 ulama, baik dari kalangan Sunni maupun Syi’ah dari berbagai belahan dunia, Din Syamsuddin yang berbicara pada sesi pertama bersama enam tokoh Islam lainnya, menegaskan bahwa antara Sunni dan Syi’ah ada perbedaan tapi hanya pada wilayah cabang (furu’iyat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah).

Keduanya berpegang pada akidah Islamiah yang sama, walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu kata beliau, kedua kelompok harus terus melakukan dialog dan pendekatan. Seandainya tidak dicapai titik temu maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi.

Seluruh elemen umat Islam, dalam kemajemukannya, perlu menemukan “kalimat sawa” dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi. Kemudian dalam menghadapi tantangan dewasa ini, umat Islam perlu menemukan dalam dirinya “musuh bersama”. Dua hal ini kalimatun sawa’ (kalimat sama) dan aduwwun sawa’ (musuh bersama) adalah faktor kemajuan umat, lanjut Din. Musuh bersama itu, terdapat di dalam diri umat Islam yaitu kemiskinan dan keterbelakangan.

Kamis, 10 Februari 2011


SERUAN ULAMA-ULAMA MENGENAI PERSATUAN SUNNI-SYIAH

Agresi militer Amerika Serikat dan sekutunya ke Irak, tak hanya berhasil menggulingkan Presiden Saddam Hussein dari tampuk kepemimpinannya. Mereka juga menanam bom waktu: pertikaian antarkelompok. Lebih tepatnya, antara kubu Syiah dan Suni.
Ulama terkemuka asal Damaskus, Suriah, Syekh Abdullah An-Nidzam mengungkapkan konflik Syiah-Suni yang terjadi belakangan ini di Irak, bukanlah murni konflik ideologi antarmereka. “Konflik diciptakan oleh agresor militer Amerika Serikat dan sekutunya,” ujarnya, di sela-sela Konferensi Ulama dan Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak di Bogor Rabu 4/4/2007).

Sejak awal invasi militer Amerika Serikat ke Irak tahun 2003, sambung An-Nidzam, pihaknya mengaku sudah sangat khawatir hal ini bakal terjadi. Dekan Fakultas Dirasah Islamiyah pada Universitas Islam Damaskus ini menyatakan perlunya perhatian umat Islam dari seluruh dunia untuk segera mengakhiri konflik dan penderitaan rakyat Irak.

Sejak dulu, kata Syeikh Az-Nidzam, dalam Islam tidak dikenal istilah pengkotak-kotakan. Kita sekarang ini justru sangat menyayangkan sikap Amerika Serikat maupun Israel yang terus mendorong terciptanya upaya pengkotak-kotakan antar kelompok Islam di Irak.

Dalam sejarah Irak, sejak berabad-abad lamanya antara Suni dan Syiah di Irakdapat hidup berdampingan dan rukun, tanpa ada gejolak apalagi peperangan seperti yang terjadi sekarang ini. ”Ini memang siasat mereka, ketika ingin menghancurkan satu negara, maka mereka ciptakan kelompok-kelompok,” tegasnya.

Syekh AEM Hussein dari Universitas Al Azhar menyuarakan hal yang sama. Antara Suni dan Syiah, kata dia, sama-sama Islam. ”Mereka menyembah Tuhan yang satu, mereka shalat menghadap kiblat yang sama. Mereka sama-sama Muslim.”

Sedang menurut Jalaluddin Rakhmat, cendekiawan Muslim, kekerasan di Irak dipicu oleh kepentingan politik. Ada provokator yang merancang konflik sosial yang kini terjadi di Irak. “Tak disebabkan oleh perbedaan teologis antara Suni-Syiah. Selama ini perbedaan itu ada namun tak menjadi masalah yang melahirkan sebuah konflik.

Politik adu domba.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi yang bersama-sama Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah Prof Dr Din Syamsuddin menjadi penggagas Konferensi Internasional Ulama dan Pimpinan Islam Dunia untuk Rekonsiliasi Irak mengungkapkan, apa yang dilakukan AS di Irak adalah bentuk politik adu domba. ”Dendam sejarah dibangkitkan kembali, tempat-tempat suci dirusak melalui gerakan intelijen untuk menciptakan peperangan antara kelompok Suni dan Syiah, sehingga dengan demikian pertentangan ini sebenarnya didesain untuk kemenangan penjajah secara gratis.”

Pandangan sama diungkapkan Din Syamsuddin. “Peperangan yang terjadi di Irak tahun 2003, tak hanya menimbulkan korban dari orang-orang yang tidak berdosa, tapi juga telah menimbulkan kedengkian, iri dan permusuhan di tengah masyarakat Irak. Kemudian timbul peperangan antar kelompok dan etnis serta fitnah yang besar di Irak,” ujarnya.

Sarat konflik?
Benarkah sejarah Syiah-Suni selalu kelam dan penuh permusuhan? Salah seorang ketua PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) Prof Dr Said Agil Siraj mengungkapkan di sejumlah negara Islam maupun Timur Tengah yang hidup faham Suni dan Syiah, dapat hidup rukun dan berdampingan. ”Bahkan Mufti Syria Badruddin Hassun yang berasal dari Suni, fatwa-fatwanya sangat didengar oleh kelompok Syiah,” jelas Kiai Siraj seraya menambahkan kondisi serupa terjadi di Saudi Arabia, Pakistan, maupun Libanon. ”Bahkan di Libanon Selatan Hizbullah yang dari kelompok Syiah yang sangat berperan dalam mengusir penjajah Israel didukung juga oleh kelompok Suni.”

Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengakui sepanjang sejarah sebenarnya perbedaan yang terjadi antara Suni dan Syiah pada soal kekuasaan atau lazim disebut imamah. Karena itu, kelompok Syiah memasukkan masalah imamah ke dalam rukun agama dan sejak dini anak-anak mereka diajarkan pengetahuan tentang imamah.

Dalam perkembangan Islam, kedua kelompok Suni dan Syiah sama-sama memberikan andil dan peran yang sangat besar dalam peradaban Islam,” tegas kyai Siraj.

Ia lalu menyebut sejumlah tokoh Syiah yang memberikan andil besar bagi kemajuan Islam. Sebut saja misalnya Ibnu Sina, seorang filsuf yang juga dikenal sebagai seorang dokter, Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai penemu ilmu hitung atau aljabbar, dan seorang sufi Abu Yazid al Busthami. Mereka yang beraliran Syiah ini telah menyumbangkan ilmunya bagi kemajuan Islam. “Jadi, kedua kelompok ini adalah aset yang sangat berharga bagi umat Islam.

Ketua Umum Ikadi (Ikatan Dai Indonesia) Prof Dr Ahmad Satori menyatakan potren kehidupan yang rukun antara kelompok Suni dan Syiah juga dapat dilihat di Mesir, Saudi Arabia, Niger, dan negara Islam lainnya.”Bahkan di Iran, terdapat juga kelompok Suni dan ternyata mereka dapat hidup rukun dengan kelompok Syiah yang mayoritas,” ujar Satori.

Satori memandang perlunya sosialisasi fiqh i’tilaf (Fiqh Penyatuan) dan bukan fiqh ikhtilaf (fiqh perbedaan). ”Yang kita perlukan sekarang ini adalah fiqh i’tilaf supaya umat Islam menjadi kuat dan tidak gampang diadudomba seperti yang terjadi di Irak,” tegasnya.
(Dikutip dari majalah Republika,Bukan Konflik Sunni-Syiah).

Persatuan Sunni-Syiah Wujudkan Kemerdekaan Palestina


Selasa, 15 September 2009 11:21 | PDF | Cetak | E-mail


Seorang Mufti Suriah, Syekh Mahmoud Akam mengatakan: “Kemerdekaan tanah suci Al-Quds hanya dapat diraih dengan persatuan umat Islam.” Menurut laporan wartawan Taqrib (Forum Pendekatan Mazhab Islam), Mufti propinsi Halb, Suriah ini—sehubungan dengan datangnya peringatan hari Al-Quds sedunia—menambahkan: “Hari yang dicanangkan oleh Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran ini merupakan kesempatan besar untuk mempersatukan umat Islam dunia demi kemerdekaan Al-Quds.

Dosen Fakultas Hak Asasi Manusia Universitas Halb ini juga mengingatkan: “Langkah awal yang paling fundamental untuk meraih kemerdekaan Baitul Maqdis adalah mewujudkan persatuan di bawah naungan agama Islam.”.

Ustad Akam menambahkan: “Yang dimaksud dengan persatuan umat Islam adalah walaupun mereka berasal dari berbagai mazhab fikih yang berbeda-beda, namun hendaknya mereka kiranya mau berkumpul dan duduk bersama serta mengesampingkan perbedaan yang ada.”.

Mufti Suriah ini mengatakan: “Jika kita duduk dan berkumpul bersama, kita akan dapat membicarakan kemerdekaan dan kemenangan untuk Palestina.”.

Lebih jauh lagi beliau mengemukakan, ancaman pembakaran Baitul Maqdis yang diduduki kaum Zionis kini jauh lebih membahayakan ketimbang masa sebelumnya. Penjajah Zionis saat ini terus melanjutkan aksi kejahatan mereka dalam rangka merusak dan merobohkan Baitul Maqdis. Karena itu, kaum Muslimin harus berusaha untuk memperbaiki tempat suci ini, serta membangun kembali perumahan rakyat Palestina yang rusak dan menyerahkannya kepada pemiliknya yang sah.

Ulama Suriah ini mengingatkan, kaum Muslimin dalam setiap ibadah baik puasa, shalat, haji maupun ibadah-ibadah lainnya harus selalu berdoa untuk kemerdekaan tempat suci ini dari tangan penjajah Zionis.
Menurut laporan kantor berita IRNA, beliau mengharapkan agar negara-negara Islam segera merealisasikan pernyataan mereka mengenai kemerdekaan Al-Quds demi solidaritas terhadap rakyat Palestina.

Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: