Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label DPR. Show all posts
Showing posts with label DPR. Show all posts

Ini dugaan skenario di balik rusuh Tolikara, Papua

Pembakaran masjid di Tolikara. (Foto: twitter)

Tragedi yang terjadi di Tolikara, Papua, Jumat (17/7) lalu hingga kini masih terus diselidiki oleh polisi. Dua orang dari jemaah Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) pun telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu yakni AK dan YW.

Namun, banyak pihak yang menduga peristiwa itu sengaja diletupkan. Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid misalnya. Dia menduga ada upaya pihak asing yang sengaja memunculkan isu perpecahan dalam insiden Tolikara, Papua.

Menurutnya, pihak asing tersebut berniat ingin memerdekakan Papua dari Indonesia. “Insiden Tolikara dijadikan sarana dari pihak asing untuk mengeluarkan Papua dari Indonesia. NKRI harga mati tak boleh digadaikan dengan dalih apa pun juga,” kata Hidayat di Restauran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Kamis (23/7).

Dia menegaskan menjaga NKRI harus dilakukan oleh seluruh elemen bangsa. Dia menduga ada skenario agar kekerasan di Tolikara seolah dilakukan oleh aparat keamanan. Skenario itu yang kemudian dijadikan bahan kuat agar Papua meninjau kembali referendum untuk memilih kemerdekaan.

“Dimunculkan seolah kesalahan aparat, aparat melakukan penembakan. Dikapitalisasi menjadi tuntutan agar Papua merdeka. Menjadikan triger untuk memunculkan tuntutan merdekanya Papua ini harus kita cegah,” bebernya.

Sejauh ini sudah ada petisi agar PBB meninjau kembali referendum untuk menghadirkan Papua mereka. Maka dari itu patut diduga bentrokan itu sudah direncanakan jauh hari.

“Ini indikasi dari pihak lain untuk mengarah pada separatisme merdekanya Papua. Ada semacam pihak yang menyengaja terjadinya bentrokan. Menjadikan sarana kemerdekaan bagi Papua,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Komite Umat untuk Tolikara (KOMAT TOLIKARA) Bachtiar Nasir. Menurut Nasir, masalah Tolikara adalah masalah dalam negeri. Oleh karena itu dia meminta agar semua pihak mewaspadai kepentingan asing atau pihak lain yang tidak bertanggung jawab terhadap kedaulatan NKRI.

“TNI dan Polri harus menindak unsur atau atribut yang mengarah pada keterlibatan pihak asing yang tidak bertanggung jawab,” kata Nasir di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, kemarin.

Adanya skenario untuk membuat chaos di Tolikara diamini oleh Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Sutiyoso. Menurutnya, pecahnya kerusuhan di Tolikara karena ulah sekelompok orang yang sengaja memanfaatkan konflik tersebut untuk mencari keuntungan.

“Sangat sensitif, ada pihak ketiga yang memanfaatkan peristiwa ini. Seperti di negara Libya, yang kaya akan sumber daya alam jadi diperebutkan,” kata Sutiyoso saat menggelar silaturahmi dengan beberapa pejabat negara dan tokoh masyarakat di rumah dinasnya Jalan Denpasar No 42 Kuningan Jakarta Selatan, kemarin.

Meski demikian, dia tidak menjelaskan secara gamblang siapa pihak ketiga yang dimaksud. Hanya saja, kata dia, pihak ketiga itu ingin merebut kekayaan di Tanah Air mengingat Indonesia salah satu negara dengan sumber daya alam terbaik, apalagi Papua menjadi tempat berdirinya ke Freeport.

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menduga salah satu motif dasar penyebab peristiwa itu ialah masalah ekonomi. Dia mendesak pemerintah segera mengusut tuntas motif kerusuhan di Tolikara, Papua.

Karena itu, pihaknya mengaku akan segera berkomunikasi dengan Polri. “Kita ingin berdiskusi dengan Kapolri dan pimpinan Polri yang lain agar penanganan ini jadi prioritas. Karena di tengah kondisi ekonomi yang turun, banyak hal bisa terjadi dan bisa jadi pemicu terjadi kerusuhan,” kata Fadli, kemarin

(merdeka/MahdiNews/ABNS)

Poros Kekuatan Baru: Jokowi, Moeldoko, Gatot dan Sutiyoso


Hari Rabu (8/7/2015) Gatot dan Sutiyoso dilantik oleh Jokowi. Dengan demikian rencana konsolidasi strategis Jokowi tercapai dengan gilang-gemilang. Ia berhasil membuat TNI mendukungnya 100% tanpa keraguan. Deal-deal dengan TNI dengan prinsip give and take berhasil dilakukan oleh Jokowi . Setelah TNI dikuasai Jokowi, maka langkah selanjutnya adalah Reshuffle kabinet yang akan dilakukan setelah lebaran. Dalam reshuffle itu nantinya, Moeldoko akan menjadi Menkopolkam menggantikan Tedjo. Kinerja Tedjo yang suam-suam kuku dan takut kepada Polri, akan digantikan oleh Moeldoko yang cerdas, garang, berani dan berwibawa. Seterusnya Jokowi akan memilih Moeldoko menjadi Cawapresnya pada Pilpres 2019 mendatang. Sedangkan Ahok harus lebih bersabar dulu menjadi salah satu menterinya seperti Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atau Kepala Bulog seperti yang sering diguyonkannya.
 
Penunjukkan Gatot Nurmantyo atas rekomendasi Moeldoko, membuat posisi TNI semakin solid mendukung Jokowi. Gatot adalah rekan emas Moeldoko di angkatan darat. Dalam beberapa hari ke depan, Kepala Staf Angkatan Darat dan disusul Pangkostrad akan ditunjuk sesuai dengan keinginan dan kesepakatan Moeldoko dan Gatot plus Jokowi dan Sutiyoso. Dengan konsolidasi yang hebat itu, maka praktis Jokowi, Moeldoko, Gatot plus Sutiyoso telah menggenggam TNI di bawah kendali mereka. Dengan kata lain TNI adalah Jokowi dan Jokowi adalah TNI.

Jokowi yang dipandang sebelah mata selama ini karena berasal dari sipil, ternyata mempunyai kalkulasi politik yang amat jenius. Jokowi tahu betul bahwa KMP yang digawangi oleh Aburizal Bakri dan Prabowo mempunyai potensi besar untuk menjatuhkannya. Demikian juga KIH yang digawangi oleh Megawati, Surya Paloh dan Jusuf Kalla akan dengan mudah menggoyang dan mendikte posisi Jokowi. Maka jalan satu-satunya untuk menetralisir mereka adalah membuat poros baru yang lebih superior yakni menggandeng Jenderal-jenderal TNI yang di belakangnya ada ratusan ribu tentara. Jokowi paham betul bahwa jika tentara di sebuah negara mendukung penuh Presiden, maka betapapun nafsu DPR, partai politik, Pengadilan, Kejaksaan, PTUN, Mahkamah Agung, bahkan Kepolisian bersengkokol dan berkoar-koar menjatuhkan seorang Presiden, itu tidak berarti sama sekali jika berhadapan dengan tentara. Itu hanya omong kosong, nyaring bunyinya.

Sejak Jokowi berhasil menjadi RI 1, Jokowi telah belajar sejarah dari negara Thailand yang kerap dilanda kudeta. Ternyata pihak yang mempunyai kekuatan untuk melengserkan Presiden adalah tentara, bukan DPR, MPR, Partai Politik atau Kepolisian. Demikian juga di negara Pakistan, Philipina, Kamboja, Mesir dan negara lainnya. Sehebat apapun anggota DPR, MPR, Pengadilan, Polisi, Partai Politik jika tidak didukung oleh tentara maka sama dengan Singa ompong, tak bergigi dan omong kosong. Di negara –negara yang sering dilanda kudeta, malah anggota-anggota DPR, ketua partai politik, para hakim dan jaksa ditangkapi dan dimasukkan ke dalam penjara. Nyatanya mereka-mereka itu tidak mampu berbuat banyak di hadapan tentara selain hanya meratapi nasibnya. Itulah fakta yang telah dipelajari Jokowi.

Maka tepatlah strategi Jokowi yang merapat dengan TNI. Dengan TNI di belakang Jokowi, maka sekuat apapun DPR yang dikomandoi oleh Fadli Zon, Fakhri Hamzah, Bambang Soesatyo, tidak berarti apa-apa di hadapan tentara. Demikian juga PDIP sebagai pendukung Jokowi yang berkoar-koar ingin menjatuhkan Jokowi, tidak terlalu digubris oleh Jokowi. Alasannya jelas TNI solid di belakangnya. Para politisi yang tidak mempunyai kekuatan militer pasti akan takut bergidik di hadapan TNI Gatot dan BIN-nya Sutiyoso.

Dengan melantik Gatot dan Sutiyoso Hari ini (8/7) maka lengkaplah kekuatan dahsyat Jokowi. Jokowi akan melanjutkan keberaniannya dengan amat perkasa berhadapan dengan DPR, KMP pun KIH. Sebelumnya Jokowi sudah berani melawan KIH maupun KMP, pasca konsolidasi dengan Moeldoko. Hanya sesaat setelah ikrar setia Moeldoko kepadanya, Jokowi membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri dan mengecam Budi Gunawan pasca penangkapan Novel oleh Budi Waseso. Selanjutnya, Jokowi berturut-turut tidak menggubris DPR yang ingin merevisi Undang-undang Pilkada, UU KPK. Pun keinginan DPR mengajukan dana aspirasi ditolak mentah-mentah oleh Jokowi. Demikian juga Jokowi tidak terlalu menggubris permintaan PDIP untuk melakukan reshuffle kabinet lebih cepat. Malahan Jokowi mempertontokan kekompakannya (5/7) dengan Menteri Rini yang dicap PDIP sebagai pengkhianat.

Resminya Gatot sebagai Panglima TNI praktis menjadikan TNI sangat solid di belakang Jokowi. Maka dengan kekuatan baru itu plus Moeldoko dan Sutiyoso serta Luhut Pandjaitan, maka ke depan Jokowi sudah berani melakukan Reshuffle kabinet. Jokowi berani untuk mengatakan tidak kepada Megawati, Jusuf Kalla dan Surya Paloh. Jokowi akan berani untuk tidak mereshuffle Menteri Rini, Andy Widjajanto dan mengganti Luhut Panjaitan sebagaimana diingikan oleh PDIP. Malah sebaliknya Jokowi akan berani mengganti Menteri Tedjo, Yasonna Laoly atau Puan Maharani, puteri Megawati sendiri dan bersiap menantang PDIP bersama KIHnya. Ke depan, Jokowi akan berani membuat kebijakan baru baik disetujui atau tidak disetujui oleh DPR, KIH ataupun KMP. TNI dan BIN akan menjadi benteng sekaligus singa yang meraung-raung untuk menakut-nakuti anggota DPR dan elit-elit partai yang berani menentang Jokowi.

Selamat datang kekuatan poros baru di antara KIH-KMP: Jokowi, Moeldoko, Gatot, Sutiyoso.

Asaaro Lahagu : Googling.by@Amasufi

(Mahdi News/ABNS)

Ini Fatwa MUI Soal Pemimpin Ingkar Janji dan yang Boleh Tak Ditaati


Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai masalah strategis kebangsaan. Fatwa itu mengharamkan pemimpin yang mengingkari janji dan boleh mentaati pemimpin yang memerintahkan sesuatu yang dilarang agama. 
 
Berikut isi lengkap Fatwa MUI dari Keputusan Komisi A tentang Masalah Strategis Kebangsaan (Masail Asasiyah Wathaniyah) dalam Ijtima' Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V tahun 2015 tentang Kedudukan Pemimpin yang Tidak Menepati Janjinya yang disampaikan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Shaleh dalam keterangan tertulis, Jumat (12/6/2015):


1. Pada dasarnya, jabatan merupakan amanah yang pasti dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Meminta dan/atau merebut jabatan merupakan hal yang tercela, apalagi bagi orang yang tidak mempunyai kapabilitas yang memadai dan/atau diketahui ada orang yang lebih kompeten. Dalam hal seseorang memiliki kompetensi, maka ia boleh mengusulkan diri dan berjuang untuk hal tersebut.


2. Setiap calon pemimpin publik, baik legislatif, yudikatif, maupun eksekutif harus memiliki kompetensi (ahliyyah) dan kemampuan dalam menjalankan amanah tersebut.


3. Dalam mencapai tujuannya, calon pemimpin publik tidak boleh mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya.


4. Calon pemimpin yang berjanji untuk melaksanakan sesuatu kebijakan yang tidak dilarang oleh syariah, dan terdapat kemaslahatan, maka ia wajib menunaikannya. Mengingkari janji tersebut hukumnya haram.


5. Calon pemimpin publik dilarang berjanji untuk menetapkan kebijakan yang menyalahi ketentuan agama. Dan jika calon pemimpin tersebut berjanji yang menyalahi ketentuan agama maka haram dipilih, dan bila ternyata terpilih, maka janji tersebut untuk tidak ditunaikan.

6. Calon pemimpin publik yang menjanjikan memberi sesuatu kepada orang lain sebagai imbalan untuk memilihnya maka hukumnya haram karena termasuk dalam ketegori risywah (suap).


7. Pemimpin publik yang melakukan kebijakan untuk melegalkan sesuatu yang dilarang agama dan atau melarang sesuatu yang diperintahkan agama maka kebijakannya itu tidak boleh ditaati.


8. Pemimpin publik yang melanggar sumpah dan/atau tidak melakukan tugas-tugasnya harus dimintai pertanggungjawaban melalui lembaga DPR dan diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


9. Pemimpin publik yang tidak melaksanakan janji kampanyenya adalah berdosa, dan tidak boleh dipilih kembali.


10. MUI memberikan taushiyah bagi pemimpin yang mengingkari janji dan sumpahnya.

Sumber: Detiknews

Tantowi Yahya Kunjungi Israel Secara Rahasia

Tantowi Yahya dan rombongan saat berkunjung ke Israel. Foto ini dipublikasikan oleh israelhayom.com

Politisi Partai Golkar Tantowi Yahya kunjungi  Israel. Hal ini terungkap oleh sebuah media setempat Israelhayom.com yang mengungkap kedatangan Tantowi Yahya, salah seorang anggota Komisi I DPR ini dengan judul "High-ranking Indonesian delegation secretly visits Israel pada 10 Juni lalu.

Dalam tulisan itu menyebut Tantowi Yahya sebagai pimpinan delegasi. Dalam situs itu juga memajang foto Tantowi Yahya bersama rombongan.
"Delegasi tingkat tinggi Indonesia. Kunjungi Israel secara rahasia, pekan lalu. Negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia itu tak punya hubungan diplomatik dengan Israel," tulisan Israelhayom.com

Kunjungan Tantowi Yahya dan rombongan disebut kunjungan yang pertama kali. Dan sebagai kunjungan dari Asia Tenggara pertama yang dilakukan ke negara Israel.

Dijelaskan dalam situs tersebut, pertemuan itu difasilitasi organisasi Yahudi Australia "pro-zionis" yang punya hubungan baik dengan juru bicara parlemen Israel, Knesset, Yuli Edelstein. Tak dijelaskan tujuan dari kunjungan Tantowi Yahya tersebut.

Tantowi: Saya ke Israel untuk Ketahui Proses Perdamaian


Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya mengaku pergi ke Israel selama 4 hari untuk memenuhi suatu undangan dari pemerintah setempat. Undangan itu berkaitan dengan penyampaian proses perdamaian antara Israel dengan Palestina.

Tantowi menjelaskan, dirinya hadir atas undangan pribadi bersama beberapa perwakilan dari perguruan tinggi dan lembaga think tank di Indonesia. Kunjungan tersebut berlangsung selama empat hari, terhitung sejak 27 Mei sampai 1 Juni 2013.
"Diundang oleh Australian-Jewish Association berkunjung ke Israel selama 4 hari," kata Tantowi saat dihubungi pada Selasa (11/6/2013) malam.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar ini menuturkan, dalam kunjungan itu, rombongan dari Indonesia dipertemukan dengan sejumlah pihak. Mulai dari anggota parlemen, pemerintah, akademisi, dan perwakilan masyarakat Israel.

Kegiatan dalam kunjungan itu, kata Tantowi, rombongan disibukkan dengan berbagai kegiatan seminar dan dialog. Karena tujuan utama dari kunjungan tersebut adalah untuk mengetahui proses perdamaian Israel dengan Palestina yang sedang berlangsung.

Meski Indonesia tak memiliki hubungan bilateral dengan Israel, namun Tantowi merasa perlu ikut dalam rombongan karena dirinya merupakan Anggota Komisi I yang fokus pada persoalan pertahanan, luar negeri, dan informasi.

"Saya ikut karena penting bagi untuk mendengarkan penjelasan dari petinggi Israel terkait proses perdamaian tersebut. Dalam berbagai dialog dengan nara sumber tersebut, kami menyimpulkan bahwa Israel belum berlaku adil terhadap Palestina. Mana ada perdamaian tanpa keadilan," ujarnya.

(Source)

Ini Alasan Tantowi Yahya Sebut Israel Tidak Memusuhi Islam


Politisi Partai Golkar Tantowi Yayha mengakui kunjungannya ke Israel.
Kedatangannya kesana, Tantowi Yahya mengaku ditemani oleh para pemimpin redaksi surat kabar nasional.
"Saya bersama dengan wapemred Tempo, Kompas, Jakarta Post, Antv, Dekan Fakultas politik universitas Paramadina dan exc director Habibie Centre. Diundang oleh Australian-Israel Association ke Israel untuk melihat melihat proses perdamaian Israel-Palestina dan perkembangan terkini Arab Spring," ujar Tantowi dalam penjelasannya, khusus kepada Tribun Rabu (12/6/2013).

"Undangan ini dilayankan terkait dengan inisiatif perdamaian terkini yang diinisiasi oleh Amerika. Sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar, mereka merasa penting mengundang representasi Indonesia. Kami dipertemukan dengan para petinggi negara tersebut, parlemen, kalangan media, akademisi, LSM sampai masyarakat biasa," papar Tantowi.

Dalam kunjungan itu, Tantowi menjelaskan juga dipertemukan dengan pejabat dari Palestina.
Dari berbagai pertemuan yang dilakukan, ujarnya lagi, kemudian bisa disimpulkan persepsi akan perdamaian itu sendiri berbeda antara pemerintah Israel dengan kalangan masyarakat di Indonesia.
"Dalam kunjungan ini, kami juga melihat bagaimana Israel masih memberlakukan Palestina secara tidak adil. Mereka juga dengan mudahnya melanggar kesepakatan, hal yang banyak dikeluhkan oleh kalangan internasional. Selama disana kami juga diajak ke pemukiman (settlement) yang selama ini jadi sumber masalah dan ternyata banyak diantaranya berupa perumahan mewah," Tantowi menjelaskan.

Meski menganggap Isreal belum adil, namun Tantowi meyakinkan Israel tidaklah memusuhi Islam.
Diungkap, 30 persen penduduk Israel beragama Islam. Tantowi juga memastikan kedatangannya ke Israel bukan kapasitasnya sebagai anggota perwakilan Komisi I DPR.
"Islam juga terwakili di parlemen. Dari 120 anggota parlemen, 8 diantaranya representasi dari Islam. Saya hadir dalam kapasitas pribadi, tidak mewakili partai dan DPR. Saya ikut karena sebagai anggota komisi 1 yang membidangi luar negeri," katanya.

"Saya perlu mengetahui informasi dari pihak mereka sebagai tambahan dari informasi yang saya terima dari pejabat Palestina ketika kom 1 berkunjung ke Palestina thn 2010 dan 2013 lalu," pungkas Tantowi Yahya seraya menegaskan, kedatangannya ke Israel bukan kunjungan rahasia. (Sumber)

(Source)

Petral Bubar Wajib Diikuti Penurunan Harga BBM

Ilustrasi SPBU

Komisi VII DPR RI ingin agar pembubaran PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) dibarengi dengan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Sebab, biaya pengadaan impor BBM berubah lebih murah, jika anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut dibubarkan.

Ketua Komisi VII DPR, Kardaya Warnika, mengatakan jika Petral bubar maka otomatis terjadi efisiensi anggaran dalam pengadaan BBM. Apalagi saat ini fungsi Petral dialihkan kepada Integrated Supply Chain (ISC), yang langsung berada dibawah Pertamina.
"Kalau biaya pengadaannya turun, BBM harganya turun," ujar Kardaya di The 39th Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition, di JCC, Jumat (22/5/2015).

Komisi VII tidak mengapresiasi langkah yang dilakukan pemerintah dalam membubarkan Petral. Pasalnya DPR menginginkan adanya bukti konkret dari pembubaran anak usaha Pertamina, yakni harga BBM yang murah.
"Kalau berkat dibubarkannya Petral maka harga BBM turun itu baru kita tepuk tangan," kata Kardaya.

Kardaya pun mempertanyakan langkah pemerintah selanjutnya. Pasalnya mantan bos BPH Migas itu menilai pembubaran harus disertai dengan tujuan positif untuk masyarakat.
"Kalau dengan dibubarkan, enggak ada dampaknya terhadap harga BBM, terhadap biaya pengadaan BBM, jadi buat apa," ungkap Kardaya.

(Source)

Said Aqil: Utamakan Kepentingan Bangsa

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj

Kegaduhan politik yang melibatkan pimpinan partai politik dan tokoh bangsa harus segera diakhiri. Konsolidasi nasional perlu dilakukan dengan semangat mengutamakan kepentingan bangsa agar program pembangunan pemerintah bergerak lebih cepat.

Tokoh bangsa dan pimpinan partai juga perlu berinisiatif untuk bersatu mengatasi beragam persoalan yang dihadapi masyarakat. Program pemerintah tak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dari lembaga legislatif, partai politik, dan masyarakat.

“Konflik harus segera diselesaikan. Semua pihak mesti mengutamakan kepentingan bangsa dan tidak terbawa dalam kegaduhan politik yang berlarut-larut,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (7/5/15).

Ia mengatakan, masih banyak persoalan bangsa yang belum menjamin kesejahteraan rakyat, mulai dari harga kebutuhan pokok yang terus naik sampai pengangguran yang masih tinggi. “Nilai tukar rupiah juga terus melemah. Belum lagi tarif dasar listrik yang menurut rencana akan dinaikkan. Kondisi ini jelas makin menyusahkan rakyat,” ujarnya.

Namun, Said Aqil optimistis masyarakat masih menaruh harapan pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Untuk itu, dia berharap, pemerintah segera memperbaiki kinerja tim ekonomi sehingga dapat mengurangi kesengsaraan rakyat.

Kebersamaan
Ketua DPR Setya Novanto gembira pimpinan partai anggota Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat dapat bersatu dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional (PAN), Rabu malam. Ia berharap, kebersamaan seperti itu dapat terus dipertahankan.
“Situasi seperti itu penting untuk memikirkan bangsa negara lebih jauh agar kita lebih tenang dan tenteram,” kata Setya.

Secara terpisah, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan konsensus dasar yang membuat bangsa Indonesia bertahan. Garis politik kebangsaan yang berorientasi kemajuan bangsa akan menghapus sekat-sekat perbedaan etnik, ras, agama, atau golongan.

“Bagi kami, semua perbedaan itu sudah selesai. Kita semua berada di dalam rumah besar kebangsaan bernama Indonesia. Musuh bersama kita adalah kemiskinan, kesenjangan kesejahteraan, ketidakadilan, kebodohan, radikalisme, dan sikap-sikap tidak toleran,” kata Zulkifli yang juga Ketua MPR.

Zulkifli mengajak semua komponen bangsa bergerak bersama. Menurut dia, kebersamaan sangat penting untuk mewujudkan Indonesia yang kuat, adil, dan sejahtera seperti cita-cita Bapak Pendiri Bangsa.

Sementara itu, Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, konsolidasi menuju rekonsiliasi nasional perlu terus diupayakan demi kemaslahatan bangsa.

(Source)

Fadli sindir Jokowi soal Rohingya, bandingkan dengan topeng monyet

Konpers jokowi dan setya novanto usai rapat konsultasi.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan mengabaikan nasib para pengungsi Rohingya. Fadli menyindir Presiden Joko Widodo yang saat jadi gubernur, begitu perhatian dengan monyet sehingga melarang topeng monyet di Jakarta.

"Dulu Pak Jokowi sama topeng monyet aja concern. Nah kalau ini (pengungsi rohingnya) manusia. Monyet kan enggak ada warga negaranya, ini ada. Orangutan aja kadang-kadang kita bantu untuk konservasinya, harimau juga," cetus Fadli di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (18/5).

Fadli meminta pemerintah mengedepankan kemanusiaan dalam menangani pengungsi Rohingya. Hal terpenting yang harusnya segera dilakukan adalah penyelamatan.

"Harus menyelamatkan dulu nyawa manusia termasuk pengungsi Rohingya di Indonesia diperlakukan dengan baik. Proses selanjutnya nanti kita atur sesuai dengan mekanisme yang ada. Kita harus bantu secara kemanusiaan," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Menurut dia, sikap ini sejalan dengan keinginan para anggota DPR yang disampaikan dalam sidang paripurna. "Aspirasi dari kawan-kawan, ini harus diselamatkan dulu. Jadi kita minta pada TNI untuk mendahulukan penyelamatan. Jangan justru tindakannya menolak dan kemudian menyebabkan kematian," ujarnya.

Fadli mengaku akan membawa isu ini saat rapat konsultasi antara pimpinan DPR dengan Presiden Jokowi di istana yang akan berlangsung siang ini.

(Source)

Fahri kecam pejabat yang tolak pengungsi Rohingya masuk Indonesia

Fahri Hamzah. twitter/@kawanFH

Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Kesra Fahri Hamzah mengemukakan pemerintah Indonesia perlu menggalang kerja sama internasional terkait penanganan pengungsi asal Rohingya.

Politikus PKS itu menyayangkan sikap sebagian pejabat yang menolak menerima imigran atau pencari suaka yang mendarat di perairan Indonesia. Pernyataan sejumlah pejabat telah mendapat kecaman dari sejumlah pihak.

Dia menyatakan, pernyataan sebagian pejabat yang menyatakan akan menerima tetapi akan segera dikembalikan, bahkan ada yang menolak mereka mendarat di perairan Indonesia sangat disayangkan.

"Dapat dimengerti bahwa sikap dan tindakan sebagian pejabat ini karena tidak adanya dasar hukum yang kuat bagi para pejabat negara untuk mengambil tindakan nyata," kata Fahri dalam pernyataan pers di Jakarta, Minggu (17/5) seperti dikutip Antara.

Sampai saat ini, kata dia, memang Indonesia belum mengatur sama sekali ketentuan tentang para pencari suaka. Tetapi hal itu bukanlah alasan untuk tidak melihat secara nyata penderitaan yang dirasakan oleh bangsa lain.

"Penderitaan mereka kasat mata apakah kita sebagai bangsa berperikemanusiaan tega melihat derita mereka?" ujar Fahri.

Karena itu, dirinya mendesak pemerintah untuk mengambil langkah nyata. DPR mendesak pemerintah untuk mengambil langkah nyata dan bekerja sama secara Internasional dalam menangani korban konflik dan pencari suaka tersebut.

Selanjutnya DPR meminta agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan regulasi sementara bagi dasar tindakan para pejabat di lapangan. "Mungkin semacam kepres tentang penanganan migran dan pencari suaka," pungkas Fahri.


(Source)

Menakar Kapasitas Jokowi


Sudah tiga bulan lamanya Jokowi memegang tampuk posisi tertinggi di negeri ini. Selama kurun waktu yang hanya seumur jagung tersebut, ternyata Jokowi sudah berhadapan dengan sejumlah peristiwa yang menjadi batu ujian bagi kapasitasnya sebagai presiden.
Peristiwa itu dimulai dari tarik ulur kepentingan politik saat pembentukan kabinet. Disusul dengan perseteruan di DPR antara dua kubu yang bersaing di pilpres. Kubu yang mestinya melumer seiring berakhirnya masa pilpres itu malah sempat semakin semakin mengkristal. Lalu, ada polemik soal eksekusi hukuman mati yang sempat mencuatkan kemungkinan memburuknya hubungan diplomatik Indonesia dengan sejumlah negara sahabat. Dan kini, Jokowi dihadapkan kepada situasi yang sangat krusial, yaitu perseteruan antara dua institusi vital negara ini: KPK versus Polri.

Konflik-konflik di atas tentu saja akan sangat memecah konsentrasi kinerja kabinet Jokowi dalam membangun negeri. Perhatian Jokowi pastilah saat ini lebih terfokus kepada penyelesaian kasus ini ketimbang menggerakkan dan memonitor kinerja para menterinya untuk bekerja dalam rangka membangun negara. Untuk sementara, jargon “kerja, kerja, kerja” seakan tenggelam di tengah hiruk-pikuk konflik.

Jokowi sadar, konflik-konflik ini juga tidak mungkin diabaikan begitu saja. Berpolitik dan manajemen konflik adalah bagian yang tak mungkin terpisahkan dari lembaga kepresidenan. Mengabaikannya adalah bunuh diri. Tapi, justru di sinilah kita akan bisa menilai kemampuan seorang Jokowi dalam kapasitasnya sebagai seorang kepala pemerintahan. Apapun yang akan dilakukan Jokowi akan menunjukkan apakah dia layak atau tidak berada di posisi paling bergengsi ini.

Sampai sejauh ini, tingkat kepercayaan masyarakat kepada Jokowi menunjukkan trend yang cenderung terus menurun. Gegap gempita ekspektasi yang ditunjukkan oleh masyarakat (terutama para pendukung Jokowi) kini tidak lagi kelihatan. Bahkan para relawan yang tergabung dalam Konser Salam Dua Jari sudah terang-terangan menyatakan kekecewaan mereka.

Mereka kecewa karena Jokowi yang begitu mereka puja ternyata tetap mencalonkan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Mereka juga kecewa karena di saat konflik memuncak yang ditandai dengan penangkapan Bambang Widjojanto ditangkap, statemen Jokowi sangat datar dan normatif. Alhasil, Jokowi dianggap gagal memenuhi ekspektasi mereka yang telah begitu menggebu mendukungnya; mereka yang begitu optimis bahwa Jokowi akan mampu menjadi pemimpin terbaik Indonesia.

Mengapa bisa terjadi seperti ini? Mengapa kita umumnya dikecewakan dengan kinerja orang yang sudah kita dukung mati-matian? Mengapa kalau sudah urusan jabatan politik, ekspektasi kita sering kali terhempas di udara kosong?

Inilah masalah yang sering diabaikan oleh sebagian besar dari kita. Akal sehat kita menyatakan bahwa harus ada sinkronisasi yang jelas dan terukur antara tugas-tugas dan syarat-kriteria. Hal ini kita terapkan secara ketat untuk jabatan-jabatan di perusahaan. Kita hanya akan mempekerjakan seseorang untuk jabatan manajer, dengan tugas-tugas A-B-C-D, jika orang tersebut memenuhi syarat dan kriteria yang sesuai dengan tugas-tugasnya itu. Kita buat kriteria, syarat, dan alat ukurnya secara ketat.

Sayangnya, hal yang sama tidak tampak untuk pengisian pos dan jabatan paling vital di negara ini, yaitu jabatan presiden. Tugas dan kewenangan presiden ini sangat besar dan krusial. Kewenangannya dalam hal grasi dan amnesti membuat keputusan-keputusannya terkait langsung dengan nyawa seseorang. Presiden juga punya hak menyatakan perang yang menjadi pertaruhan hidup-mati dan martabat bangsa.

Lalu, bagaimana dengan kriteria seseorang untuk menjadi presiden? Sama sekali tidak relevan. Kriterianya sangat mengambang. Tolok ukur yang dibuat juga tidak jelas. Syarat utama menjadi presiden di negara kita hanyalah popularitas dan dukungan politik. Inilah yang menyebabkan sejumlah seniman yang populer dengan percaya diri menyatakan siap menjadi presiden. Dengan kriteria yang sangat longgar seperti itu, mereka memang sah-sah saja menjadi kandidat.

Tentu saja, hal ini tidak berarti bahwa rakyat Indonesia telah salah memilih Jokowi-JK, dan seharusnya menjatuhkan pilihan kepada Prabowo-Hatta. Prabowo dan siapapun juga belum tentu mampu menanggung beban ini. Tokh, mereka juga tidak diharuskan memenuhi syarat dan kriteria yang relevan.

Malam hari, pasca pelantikannya sebagai presiden, wajah Jokowi terlihat sangat lelah, meskipun tetap mengumbar senyum dan meladeni bersalaman dengan orang-orang di luar pagar istana yang berteriak-teriak histeris menyebut namanya. Saat itulah Jokowi berkata dengan nada gamang, “Ekpektasi mereka terlalu tinggi.”

(Source)

Pemerintah dan DPR Tolak Syiah Dianggap Sesat Adalah Kedustaan Para Nashibi (Wahabi)

Ketua DPR: Aliran Syiah Tidak Sesat
Senin, 27 Agustus 2012 | 14:40

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie

Ketua DPR RI Marzuki Alie menegaskan, aliran syiah di Indonesia bukan aliran sesat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa aliran ini  tidak sesat.

Hal itu dikatakan Marzuki Alie  di Jakarta, Senin (27/8), menjawab pers terkait kerusuhan di Sampang, Madura, Jawa Timur.

Menurut Marzuki, kalau MUI sudah mengeluarkan fatwa itu tidak sesat,  maka persoalan sekarang adalah kenapa masih muncul konflik?  Itu pasti sosialisasi keputusan MUI yang masih kurang.

“Itu tugas Kementerian Agama dan MUI,” katanya. Kalau pun sosialisasi sudah dilakukan dan masih juga konflik terulang, kata dia, maka pasti ada yang salah di tahapan sosialisasinya.

Marzuki juga meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut, jangan ada diskriminasi dan sebagainya.  “Kita memahami jumlah personel polisi sangat terbatas.  Karena itu, untuk tahun depan akan ditambah 20.000 personel baru Polri. Tetapi kita harap polisi bekerja keras menuntaskan kasus ini,” katanya.


PKS Bentuk TPF
Sementara itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) akan membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mencari tahu akar persoalan munculnya konflik tersebut. Apalagi ini adalah konflik kedua, yang dulu sudah diselesaikan. Hal itu dikatakan mantan.

Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid dalam jumla pers di DPR RI, Jakarta, Senin siang. FPKS, kata dia,  sangat menyesal munculnya kasus ini untuk kedua kali.

“Kami sangat prihatin dan berbelasungkawa dengan tragedi Sampang ini. Ini sangat disesalkan karena terjadi untuk kedua kalinya. Kami mengecam munculnya konflik antar warga,” katanya.

Hidayat juga meminta tokoh-tokoh masyarakat, ormas keagamaan, dan partai politik untuk mengajak masyarakat menghindari konflik. Dia juga meminta kepolisian  untuk mengusut tuntas kasus ini dengan adil dan tidak mencari kambing hitam. [L-8]

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie

Selasa, 28 Agustus 2012 , 07:50:00
 
JAKARTA - Pihak-pihak yang menganggap umat Syiah sesat harus mengoreksi pendapatnya. Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan bahwa Syiah adalah bagian dari umat Islam. Kendati belum menjadi keputusan final, tapi angin segar pengakuan Syiah itu sudah diisyaratkan oleh Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA). 
 
Ditemui usai memimpin halalbihalal di kantornya kemarin, SDA mengatakan bahwa pihaknya sudah menjalankan penelitian dan kajian tentang keberadaan umat muslim Syiah di Indonesia. Menteri yang juga ketua umum DPP PPP itu mengatakan, Kemenag tidak rela jika konflik bernuansa agama terus terjadi. Sebab, konflik tersebut melibatkan umat Syiah dan Sunni yang sejatinya sama-sama umat Islam. “Saya berharap semua pihak bisa menyejukkan suasana di Sampang. Jangan sampai konflik meluas,” tegasnya.

SDA menegaskan jika kajian soal posisi Syiah ini menghadirkan pendapat dari banyak pihak. “Mulai ahli-ahli agama, sejarah, dan pihak-pihak lainnya yang ingin menyelesaikan masalah ini kami libatkan,” kata dia. SDA juga mengatakan, hasil diskusi atau kajian dari tim ini nantinya akan dijadikan bagi pemerintah untuk mendefinisikan dan memposisikan Syiah.

Kajian dari jajaran Kemenag tetang Syiah ini penting dan mendesak segera keluar. Mengingat potensi letupan-letupan konflik bernuansa agama antara muslim syiah dengan muslim anti-syiah bisa terus terjadi.

Meskipun belum menjadi ketetapan, namun posisi pemerintah dalam menyikapi kebedaraan muslim Syiah di Indonesia akan merujuk pada kebijakan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Dalam KTT Luar Biasa OKI di Arab Saudi beberapa waktu lalu, sudah menunjukkan kabar baik soal penghentian perseteruan antara kaum sunni dan kaum syiah.

Dalam sejumlah laporan disebutkan bahwa pada suatu momen di KTT Luar Biasa OKI ini, Raja Arab Saudi King Abdullah memberi penghormatan yang luar biasa kepada Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Saat itu, selain berjabat tangan, King Abdullah meminta Ahmadinejad duduk di kursi tepat di samping kirinya.

Sejumlah pihak melihat sambutan raja Arab kepada presiden Iran itu fenomena luar biasa. Dengan sambutan itu, diharapkan perseteruan antara kaum syiah dan sunni sudah bisa diakhiri. Seperti diketahui, kaum sunni selama ini mendominasi di negara-negara Teluk seperti Arab Saudi. Sedangkan kaum syiah mendominasi Iran.

Pendapat senada diungkapkan Wakil Direktur Eksekutif Human Rights Working Group Choirul Anam. Choirul mengungkapkan bahwa sejatinya OKI sudah menganggap Syiah dan Sunni sama. Buktinya, dalam kajian komisi bidang hak asasi manusia yang berada di bawah OKI menyebutkan bahwa Syiah harus mendapat tempat di negara-negara Sunni. Di OKI bahkan kaum Syiah sudah dianggap setara dengan umat Sunni lainnya. “Tidak ada alasan untuk menyebut Syiah sesat,” tegasnya.

Choirul mendesak agar Kemenag menerbitkan selebaran resmi yang berisi pengakuan tentang keislaman Syiah. Selebaran itu, kata dia, dibagikan ke daerah-daerah hingga tingkatan institusi kementerian terkecil. Tujuannya, tidak ada lagi pemuka agama setempat yang menggerakkan warga untuk mengintimidasi kaum Syiah yang jelas-jelas bagian dari umat Islam. “Selama ini, amunisi pemimpin agama setempat menggerakkan warga adalah karena Syiah dianggap sesat, padahal tidak,” katanya.

Di bagian lain, Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku kecolongan dengan kejadian tersebut. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman mengakui adanya kekurangan untuk melakukan langkah-langkah antisipasi terjadinya bentrok.

“Kita harus mengakui kalau hal itu terjadi, (maka) intelijennya harus diperbaiki,” kata Marciano seusai mengikuti rapat terbatas membahas insiden Sampang di Kantor Presiden, kemarin (27/8). Menurutnya, selain solusi untuk menyelesaikan bentrok, evaluasi terhadap intelijen juga harus dilakukan.
“Harusnya, intelijen yang baik mempunyai kemampuan mendeteksi secara dini hal-hal yang akan timbul,” sambung mantan Pangdam Jaya itu.

Rapat khusus membahas soal insiden di Sampang itu dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain Wapres Boediono dan kepala BIN, rapat antara lain juga diikuti oleh Mendagri Gamawan Fauzi, Menag Suryadharma Ali, Menkum HAM Amir Syamsuddin, Jaksa Agung Basrief Arief, Kapolri Timur Pradopo, dan Panglima TNI Agus Suhartono.

SBY mengatakan, ada yang belum optimal dalam penanganan masalah di Sampang. Pasalnya, kejadian tersebut pernah terjadi bulan Desember 2011 lalu. Dia menyebut kerja intelijen lokal, baik kepolisian maupun intelijen komando territorial TNI. Begitu juga dengan peran pemerintah daerah. “Mestinya kalau intelijen itu bekerja dengan benar dan baik, akan lebih bisa diantisipasi. Dideteksi keganjilan yang ada diwilayah itu,” urainya.

Menurut presiden, persoalan tersebut kompleks, tidak hanya berkaitan dengan keyakinan. Namun juga berkaitan dengan konflik internal keluarga. “Akhirnya saling bertautan dan karena masing masing punya pengikut, terjadilah insiden atau aksi kekerasan yang sangat kita sesalkan itu,” kata SBY.

Solusinya, lanjut dia, perlu keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, SBY juga meminta penegak hukum bertindak secara tegas dan adil. “Saya berharap para pemimpin dan pemuka agama tokoh masyarakat bersama-sama dengan pemerintah, utamanya pemda untuk kembali menenangkan umat mereka semua,” katanya.

Sementara itu Kapolri Timur Pradopo mengatakan, pihaknya telah menangkap tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka. “(Perannya) ada pelaksana, ada penggerak,” katanya. Dia menegaskan, masih ada tiga orang yang menjadi target karena dinilai bertanggung jawab dalam insiden bentrok itu.

Mantan Kapolda Metro Jaya itu enggan menanggapi jika disebut kecolongan atas bentrokan itu. “Sekarang tentunya kita melihat ke depan, langkah-langkah penegakan hukum yang kita lakukan,” elaknya.
Di Gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) Jalan H.R Rasuna Said, Menkumham Amir Syamsuddin berharap agar masalah Sampang tidak terlalu dibawa ke arah agama. Seolah-olah apa yang terjadi adalah pertikaian antara Sunni melawan Syiah. “Ada latar belakang masalah keluarga,” ucapnya.

Nah, latar belakang masalah pribadi itulah yang diharapkan bisa segera dipecahkan permasalahannya. Apalagi, tragedi yang terjadi pada Minggu (26/8) kemarin disebutnya sebagai peristiwa ulangan setahun lalu. Sehingga, kecil kemungkinan apa yang terjadi murni berlatar penistaan agama.

Itulah kenapa, dia menyebut bakal ada penegakan hukum yang tegas dalam menyelesaikan konflik antar warga itu. Termasuk mengevaluasi kenapa pertikaian itu kembali terjadi. “Berbagai pihak harus bersinergi mencari solusi, dan pencegahannya,” kata Amir.

Khusus untuk evaluasi pelaksana penegakan hukum di Sampang, Amir menegaskan bakal diambil alih oleh pemerintah kalau penegak hukum daerah enggan menangani kasus itu. Dia menyebut secara hukum acara bisa saja hal itu dilakukan meski belum ada keputusan apapun karena butuh berbagai pertimbangan.

Baginya, penegakan hukum itu penting supaya peristiwa serupa tidak terulang. Menteri yang juga advokat itu khawatir kalau konflik seperti itu bakal meningkat menjadi lebih parah dan makin berlarut. “Perintah Presiden jelas, penegak hukum dalam hal ini Kapolri, Jaksa Agung, dan hakim untuk turun tangan,” tegasnya.

Sementara ini, Amir belum memberi kepastian apakah ditemukan pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus itu. Semua itu baru bisa dijawabnya kalau evaluasi sudah dilakukan secara menyeluruh. Oleh sebab, dia langsung terbang menuju Sampang bersama Kemendagri untuk melakukan evaluasi bersama yang lain.

Riwayat Nama Ruang dan Gedung Parlemen


Gedung dan ruang-ruang di DPR/MPR RI diberi nama Sanskerta pada era Orde Baru. Reformasi menyederhanakannya.
OLEH: ARYONO

SEJAK era reformasi, nama-nama gedung di kompleks DPR/MPR bernama Nusantara I sampai V. Pada masa pemerintahan Soeharto, yang kental dengan nuansa Jawa, nama-nama gedung dan ruangan itu berasal dari Sanskerta.

Gedung DPR/MPR dibangun atas perintah Sukarno. Semula ditujukan untuk penyelenggaraan Conference of the New Emerging Forces (Conefo). Proyeknya digarap pemenang sayembara, yaitu tim dari Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik yang dipimpin Sujudi Wirjoatmodjo, arsitek jebolan Technische Universitat Berlin Barat. Pemancangan tiang pertama pada 19 April 1965. Pembangunan terhenti karena meletus peristiwa Gerakan 30 September 1965.

Pada 9 November 1966, Soeharto, sebagai ketua Presidium Kabinet Ampera, menginstruksikan untuk melanjutkan proyek gedung Conefo, namun peruntukkannya akan menjadi gedung parlemen. Keputusan ini diambil setelah proyek peremajaan gedung DPR GR di Lapangan Banteng, terhenti.

Menteri Pekerjaan Umum menerjemahkan instruksi Soeharto dengan membubarkan Komando Proyek New Emerging Force dan membentuk badan pelaksana bernama Proyek Pembangunan Gedung DPR/MPR RI.
Secara bertahap, pembangunan gedung selesai dan diserahkan kepada Sekretariat Jenderal DPR: Main Conference Building pada Maret 1968, Secretariat Building dan Gedung Balai Kesehatan (Maret 1978), Auditorium Building (September 1982), dan Banquet Building (Februari 1983). Pemberian nama gedung yang semua pakai bahasa Inggris kemudian diubah menggunakan bahasa Sansekerta: Grahatama, Lokawirabasha Tama, Pustakaloka, Grahakarana, dan Samania Sasanagraha.

“Yang jelas semua menggunakan bahasa Sanskerta yang amat sulit bahkan untuk orang Jawa, apalagi mereka yang datang dari seberang,” tulis Salim Said dalam Dari Gestapu ke Reformasi.

Tak jarang, nama-nama ruangan ini salah diucapkan oleh anggota parlemen. Salim Said mencontohkan Ismail Hassan Metareum, ketua Partai Persatuan Pembangunan yang juga wakil ketua DPR/MPR, dalam sebuah sidang salah menyebut ruang utama paripurna sebagai ruang Kartasasmita, yang disambut tawa anggota parlemen. Maklum, Kartasasmita adalah nama keluarga Ginandjar, tokoh politik terkemuka saat itu.
Pada 1998, gedung DPR/MPR diduduki mahasiswa, Orde Baru pun tumbang. Semua hal yang berbau Orde Baru mulai digugat. Termasuk dominasi bahasa Jawa.

Beberapa waktu berselang, muncul usulan dari anggota DPR/MPR untuk mengubah nama-nama gedung dan ruangan tersebut. “Saya mengusulkan perubahan dan penyederhanaan nama ruang rapat di gedung DPR,” tulis Salim Said, yang di awal reformasi menjadi anggota Badan Pekerja MPR.

Salim Said lalu membuat dan mengedarkan petisi mengenai perubahan nama. Setelah berhasil menghimpun hampir 300 tanda tangan anggota parlemen, dia menyerahkan petisi itu kepada Afif Ma’roef, sekretaris jenderal DPR/MPR, pada September 1998.

Menurut Afif Ma’roef, usulan perubahan nama itu sudah tercetus sejak keanggotaan DPR/MPR periode 1992/1997. “Sudah diusulkan, cuma tidak terlalu direspons, jadi dibiarkan saja,” ujar Afif kepada Panji Masyarakat terbitan tahun 1999.

Rapat pimpinan DPR pada 18 November 1998 memutuskan membentuk Tim Penggantian Nama-nama Gedung MPR/DPR RI yang dipimpin Wakli Ketua DPR Korkesra Fatimah Achmad. Tim segera bekerja. Rapat terakhir pada 14 Desember 1998 memutuskan menyetujui penggantian nama gedung-gedung DPR/MPR.

Maka, gedung-gedung yang menggunakan bahasa Sansekerta pun berubah: Grahatama menjadi Gedung Nusantara, Lokawirasabha Tama (Gedung Nusantara I), Ganagraha (Gedung Nusantara II), Lokawirasabha (Gedung Nusantara III), Pustakaloka (Gedung Nusantara IV), Grahakarana (Gedung Nusantara V), Samania Sasanagraha (Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI), dan Mekanik Graha (Gedung Mekanik).

Perubahan juga terjadi pada nama ruangan, yang cukup menyebut ruang sidang atau ruang fraksi, komisi, dan paripurna.

Menteri Era Bung Karno: Posisi Soeharto Misterius


MUHAMMAD Achadi, salah seorang menteri di era Bung Karno, menyarankan agar para pimpinan di MPR, DPR dan DPD segera menghentikan kontroversi mengenai Soeharto: apakah melanjutkan atau menghentikan proses peradilan pemimpin Orde Baru itu. Terlalu lama membiarkan kontroversi mengenai Soeharto merebak dapat memecah belah rakyat, dan seterusnya dapat dimannfaatkan pihak lain untuk menghancurkan bangsa dan negara.


Achadi adalah satu dari 15 menteri Kabinet Dwikora yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Soeharto dan rezim Orde Baru begitu Soeharto mengantongi Surat Perintah 11 Maret 1996. Usai peristiwa pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira muda Angkatan Darat dinihari 1 Oktober 1965, Achadi dalam kapasitasnya sebagai rektor Universitas Bung Karno (UBK) dan sejumlah menteri, termasuk Soeharto yang menggantikan Jenderal Ahmad Yani sebagai menteri panglima Angkatan Darat, duduk dalam sebuah tim yang dikenal dengan nama Tim Epilog.

Tim yang bertujuan untuk mencegah perpecahan di kalangan rakyat menyusul tragedi nasional itu dipimpin langsung oleh Bung Karno dan sehari-hari dipimpin oleh wakil perdana menteri III yang juga ketua MPRS Chaerul Saleh. Yang juga turut menjadi anggota tim itu adalah menteri penerangan mayor jenderal Achmadi, jaksa agung Sutardjio, dan sekjen Front Nasional Sudibjo. Anggota tim ini berkewajiban mengumpulkan informasi mengenai dampak politik sampai di tingkat grass root pasca-Gestok atau Gerakan 1 Oktober 1966–istilah yang digunakan Bung Karno untuk menyebut peristiwa pembunuhan tujuh perwira Angkatan Darat itu.

Pekerjaan Tim Epilog ini berantakan menyusul aksi Soeharto yang dengan menggunakan SP 11 Maret melakukan penangkapan terhadap menteri-menteri Kabinet Dwikora termasuk semua anggota Tim Epilog.
Setelah beberapa bulan bersembunyi di Jakarta, awal Mei 1966 Achadi akhirnya ditangkap oleh pasukan Soeharto. Tadinya, ia hanya diminta memberi penjelasan kepada Batalyon Polisi Militer Angkatan Darat mengenai isu yang mengatakan dirinya membentuk pasukan liar. Namun begitu berada di markas POM Angkatan Darat, Achadi segera dijebloskan ke tahanan tanpa pengadilan. Ia dibebaskan setelah dipenjara selama 10 tahun.

Padahal, kata Achadi yang berbicara di Jakarta, SP 11 Maret itu isinya memerintahkan pemegangnya, dalam hal ini Soeharto, untuk mengambil tindakan yang dipandang perlu demi kelancaran revolusi dan pemerintahan. Tindakan-tindakan tersebut harus merujuk pada lima poin yang disebutkan dalam SP 11 Maret, yakni, pertama menjaga kewibawaan Presiden dan Pemimpin Besar Revolusi; kedua menjaga keselamatan Presiden dan keluarga.; ketiga melaksanakan ajaran Bung Karno; keempat berkoordinasi dengan angkatan lain; dan kelima melaporkan pelaksanaan tugas kepada Presiden.

“Kalau kita lihat dari sisi proses perjuangan bangsa, posisi Soeharto misterius, kalau tak mau disebut negatif. Dia hanya menggunakan sebagian dari tugas yang diberikan Bung Karno untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, sampai Bung Karno sendiri ditahan dan dibungkam lewat Tap MPRS XXXIII/1966. Dan untuk menutupi semua itu, sekarang disebutkan bahwa naskah asli SP 11 Maret hilang,” ujar Achadi.
Padahal, sambungnya lagi, menghilangkan dokumen resmi negara termasuk perbuatan kriminal dan dapat dihukum maksimal 15 tahun. Belum lagi, masih kata Achadi, pengakuan Soeharto bahwa dirinya memerintahkan langsung petrus atau penembakan misterius yang ditujukan untuk menekan angka kriminalitas dalam biografinya, dapat dijerat dengan pasal kriminal. Ancaman hukuman untuk kejahatan seperti ini maksimal seumur hidup.

“Boleh saja orang merasa kasihan melihat sakitnya Soeharto, karena ia sudah tua. Boleh begitu secara pribadi. Bisa juga orang simpati karena mendapat jabatan atau harta selagi Soeharto berkuasa. Tetapi yang juga harus diperhatikan adalah perjalanan perjuangan bangsa. Dari sudut pandang ini Soeharto telah dengan sengaja menghabisi lawan politiknya dan melakukan pelanggaran HAM yang luar biasa.”

Mungkinkah pimpinan MPR, DPR dan DPD menggelar rapat khusus untuk membahas kontroversi Soeharto? Menurut Achadi mungkin sekali. Presedennya ada, yakni ketika Republik Indonesia Serikat yang dibentuk dalam Konferensi Meja Bundar di Belanda tahun 1949 dibubarkan tahun 1950. Saat itu, MPR RIS dan DPR RIS menggelar sidang dan sepakat untuk membubarkan RIS dan kembali kepada NKRI. Selanjutnya MPR RIS dan DPR RIS menyatakan menjadi MPR dan DPR RI.

Habib Zein Menyatakan: “HABIB YANG SYIAH ADALAH KAFIR DAN DILUAR ISLAM” , Ahlus Sunnah Menyatakan Kritis


Keterangan Video Ulama MUI: Astaghfirullahaladzim.... Beginilah Kelompok Takfir al-Bayyinat dengan penuh semangat terus mengkafirkan Muslim Syi'ah khususnya dari kalangan Alawiyyin, berhati-hatilah dengan mereka karena sebagian Alawiyyin sudah masuk dan terperangkap dalam propaganda setani mereka untuk saling mengkafirkan sesama Alawiyyin. Sebagaimana Alawiyyin yang Sunnah, Alawiyyin yang Syi'ah pun memiliki akar dan tradisi kesejerahan yang jelas, berbeda boleh berbeda tetapi bermusuhan apalagi saling mengkafirkan jangan, itu semua adalah perangkap musuh-musuh Islam untuk melemahkan Islam dari dalam.

RABITHAH ALAWIYAH KEMBALI DIAM DIMANA KEGIATAN DAN PROVAKASI KELOMPOK TAKFIR AL-BAYYINAT SUDAH DALAM TAHAP TAK BISA DI TOLERANSI LAGI, APA HARUS MENUNGGU DARAH TERTUMPAH RABITHAH BARU BERSIKAP????? SIKAP DIAM BISA DIARTIKAN MENYETUJUI TINDAK KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA/MAZHAB KHUSUSNYA KEPADA MINORITAS MUSLIM SYI'AH..MAKA BERSIKAPLAH !!!!


*****
Astaghfirullahaladzim…. Beginilah Kelompok Takfir al-Bayyinat dengan penuh semangat terus mengkafirkan Muslim Syi’ah khususnya dari kalangan Alawiyyin, berhati-hatilah dengan mereka

Kaum Muslimin yang mengkritik ajaran syiah adalah pemecah belah umat, agen Zionis, dan kesusupan Wahabi.

KEGIATAN DAN PROVAKASI KELOMPOK TAKFIR AL-BAYYINAT SUDAH DALAM TAHAP TAK BISA DI TOLERANSI LAGI, APA HARUS MENUNGGU DARAH TERTUMPAH RABITHAH BARU BERSIKAP????? SIKAP DIAM BISA DIARTIKAN MENYETUJUI TINDAK KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA/MAZHAB KHUSUSNYA KEPADA MINORITAS MUSLIM SYI’AH..MAKA BERSIKAPLAH !!!!
Pimpinan Yayasan Al Bayyinat Jawa Timur, Habib Ahmad Zein Al Kaff justru menampakkan kewahabian nya dengan membela musuh abadi NU yakni wahabi ! Serigala berbulu domba saja lah yang membela wahabi dengan menyalahkan NU

“Wahabi sama-sama Ahlussunnah, kalau mereka (Syiah) bukan. Kalau wahabi kitab rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama, sedangkan Syiah berbeda, kita hanya berbeda dalam masalah furu’iyah (cabang) dengan Wahabi” tegas Habib Zein dalam konferensi pers setelah acara tabligh akbar bertajuk “Mengokohkan Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia”, yang digelar Ahad kemarin (16/9) di masjid Al-Furqan Dewan Dakwah Jakarta.

Habib Zein : Habib yang masuk syiah, jadi mantan Habib.

 Pimpinan Al Bayyinat Habib Ahmad Zein Al Kaff menegaskan bahwasanya jika ada seorang mengaku dari kalangan Habaib, namun mengaku pula sebagai seorang syiah. Maka, orang tersebut bukanlah Habib lagi.
“Saya katakan tidak ada Habib yang masuk Syiah, Habib yang masuk Syiah bukan Habib lagi, tapi (statusnya) sudah mantan Habib. (Dia) bukan habib lagi,” jelas Habib Zein yan juga pengurus Nahdlatul Ulama Jawa Timur.

komentar :
perkembangan wahabi  di Indonesia memang lebih besar dibandingkan perkembangan Syiah di Malaysia, hal ini  karena ulama di Malaysia sangat sulit menggadaikan aqidahnya.
Di Malaysia Ulamanya tidak mudah dibeli dengan uang. Wahabi  di Indonesia menyebarkan uang bermilyar-milyar dollar untuk menyebarkan ajaran mereka, siang malam orang-orang wahabi  mendekati para tokoh seperti MIUMI.
Sehingga  banyak tokoh ulama dan Habaib yang mereka adalah Ahlussunnah, tetapi membela wahabi, karena sudah diberangus oleh kebaikan orang-orang wahabi.
Yang diberikan itu bisa tokoh atau organisasinya, hampir semua organisasi di Indonesia dibantu dana oleh wahabi.
Menyikapi tokoh-tokoh NU yang membela wahabi maka  mereka telah menyelisihi  Gusdur dan Said Aqil Siraj.
Orang NU yang membela wahabi  itu telah berkhianat terhadap Kiyai Hasyim Asyari sudah jauh-jauh hari telah mewanti-wanti untuk menjauhi wahabi dalam Qanun azazi NU.


Kita lihat disini Berita terbarunya:
_________________________

MUI Jatim: Syiah Lebih Berbahaya dari ISIS

Post Reply
8 votes, 1.5 average.
Subscribe share: Twitter Facebook

MUI Jatim: Syiah Lebih Berbahaya dari ISIS

Menanggapi pernyataan gembong Syiah Indonesia, Jalaludin Rakhmat, pengurus MUI Jawa Timur dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur, Habib Achmad bin Zein Al-Kaff menyatakan justru keberadaan syiah lebih berbahaya daripada ISIS di Indonesia.

“Kami Front Anti Aliran Sesat (FAAS) siap menghancurkan Syiah di Indonesia tanpa bantuan ISIS. Sebab Syiah lebih bahaya dari ISIS,” ujar Habib Achmad bin Zein Al-Kaff kepada Kiblat.net, Selasa, (05/08) malam.

Seperti diberitakan Kiblat.net sebelumnya, Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaludin Rakhmat menuding bahwa akar masalah konflik di Indonesia adalah umat Islam ahlussunnah yang anti terhadap syiah. Ia juga menuding MUI dan sejumlah parpol dan ormas Islam membantu ISIS untuk menghancurkan Syiah.

“Kelompok anti-Syiah adalah prospek utama pemicu konflik di Indonesia, dengan membantu ISIS untuk menghancurkan Syiah. Kelompok tersebut seperti MUI, MIUMI, dan orang-orang di PKS tidak menyukai Syiah,” tuding caleg PDI-P yang akan melenggang ke Senayan ini dalam acara bertajuk “ Tolak ISIS, Umat Beragama & Kepercayaan Menolak ISIS di Indonesia yang digelar di Galeri Cafe, Jakarta, Senin, (04/08).

Habib Zein Al-Kaff mengatakan, ketimbang ISIS, masih ada sederet aliran-aliran sesat yang tumbuh subur di Indonesia seperti Syiah, JIL, dan Ahmadiyah yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah.

“Aliran-aliran sesat tumbuh subur di Indonesia karena pemerintah tidak tegas, tapi ISIS lebih mudah dideteksi karena gerakannya jelas, berbeda dengan aliran sesat yang bersifat menyusup memiliki misi dan kekuatan finansial yang cukup besar,” tambahnya.

sumber
 
________________________________

Ribuan umat Islam Solo menghadiri tabligh akbar "Mengapa Syiah Bukan Islam?" yang digelar Forum Komunikasi Aktivis Masjid (FKAM) dan Perhimpunan Al Irsyad Al Islamiyah Cabang Surakarta di Gedung Al Irsyad, Solo, pada Juma, 02/02/14. Tabligh Akbar digelar dalam rangka menyampaikan kesesatan Syiah, demikian menukil laporan muslimdaily.net.

Tabligh akbar itu membahas kesesatan Syiah dan menghadirkan salah seorang "ulama" bernama Habib Achmad Zein al-Kaff dan Ketua Forum Anti Syiah Indonesia (FASI) Ir. Andri Kurniawan.

Masih menurut muslimdaily, Habib Zein al-Kaff mengatakan, tak ada habib yang Syiah, dan kalau ada Habib yang menganut aliran Syiah maka ia telah melepaskan kehabibannya.

"Tidak ada Habib yang Syiah, habaib yang Syiah berarti telah melepaskan kehabibannya," kata pemimpin Yayasan Al-Bayyinat Jawa Timur tersebut.

Tentu pernyataan Achmad Zein al-Kaff ini keluar dari kapasitas dirinya dan kapasitas intelektualitas dirinya untuk mengeluarkan nasab seseorang dari wilayah Ke-habib-an. 

Di negara-negara dunia, Habib dikenal dengan sayyid, syarif, ayib, atau sidi, dan masyarakat mengenal orang-orang mulia ini dari sisi tinggi ilmu agama dan inteletualitasnya dan terpuji akhlaknya seperti Habib Sholeh bin Muchsin al-Hamid dari Tanggul, Habib Abdurahman al-Alydrus dari Luar Batang, Jakarta Utara, dan Habib Ali al-Habsyi dari Kwitang, Jakarta Pusat. Artinya, sayyid atau habib hanya pantas disandang orang dengan tingkat ketakwaan, kezuhudan, dan keilmuan yang tinggi serta berakhlak mulia, dan siapapun tidak berhak mendongkel nasab Habaib hanya karena berbeda dalam bermazhab.

Dan yang jelas, gelar Habib bukan gelar untuk keturunan Arab yang hanya cakap memakai sorban dan jubah tapi jauh dari akhlak mulia, bukan gelar untuk mereka yang suka memakai kekerasan mengatasnamakan agama, dan bertopeng Ahlu Sunnah untuk menghancurkan keberamagaman seperti Achmad Zein diatas. 

Tapi apa kira-kira yang membutakan Achmad Zein? Adakah ini karena Al-Bayyinat sedang mencoba memainkan kartu Saudi, berharap aliran dana dari Bandar bin Sultan yang kerap membayar mahal mereka yang gemar menyembelih pengikut mazhab Islam di luar mazhab resmi kerajaan Saudi Arabia?

Jika Al-Bayyinat dan Achmad Zein mau pasang badan untuk Ahlus Sunah, mana kiranya di antara mazhab Islam lain yang bakal dia pilih dan izinkan untuk hidup di Indonesia? Dan mana mazhab Islam yang bakal dinyatakan haram dan bakal diberangus?[tvshia/islam times]

Pengacaunya MUI adalah Habib Ahmad Zein bin Al Kaff ( pengurus MUI Jawa Timur ), Profesor Baharun dan KH. Kholil Ridwan.. Umar Shihab bukan pengacau MUI !!!!

yang saya tahu syiah itu bermazhab pada imam ali yang merupakan ahlul bait nabi dan merupakan mazhab yang paling masuk akal (:lol: Maaf  NU yang saya maksud bukanlah NU gaya si habib tua ,begitu mudahnya si Ahmad bin Zen Alkaf menjadi pengurus NU,padaha dia itu lulusan TKI di Saudi,kerja di toko di wilayah Jeddah,pulang gak mengerti apa-apa,lalu mendompeng ke toko Wahabi Bangil Muhammad Ba Abdullah,orang kepercayaan Wahabi Saudi,semenjak 25 tahun,sampai sekarang,semua habaib tahu sepak terjangnya,mereka diam,karena ditutup oleh riyal-riyal yg di rupiahkan oleh Ahmad bin Zen Alkaf,dan di yys Al-Bayyinat dia ingin ditetapkan sebagai ketua seumur hidup,di Pekalongan 3 tahun yang lalu,orang2 hampir tidak memilih dia,karena dia mengancam jika tidak dia,maka tidak ada dana yg mengalir,sampai-sampai akan terjadi perkalian,yg begitulah si antek Wahabi tsb,Saya yakin dia menyuap kyai-kyai dg riyal-riyal,maka dari itu dikejutkan dg mendapat kedudukan di NU.Jadi kusarankan kepada toko2 NU untuk waspada atas sepak terjangnya si Ahmad Alkaf ini,liahatlah,apa yg dia tampilkan di forum2,hanya untuk memecah belah umat aja,memasukan rasa kebencian sesama NU khususnya,umat Islam pada umumnya.Sadarlah sebelum terlambat wahai saudara-saudaraku NU>:lol: .

Statement Umar Shihab mengenai sahnya Syiah sebagai mazhab dalam Islam menuai kecaman dari orang orang tua kuno bodoh.


Orang orang tua yang lahir tahun 50 an referensi nya KURANG, maklum zaman tersebut hadis masih disensor – diedit dan diringkas.
Referensi yang mereka baca masa itu cuma sepihak, misalnya BUKU Sirajuddin Abbas dan kitab kuning kampungan yang ketinggalan zaman.
Ini era facebookers, era internet dan era global dimana tiada lagi rezim Umayyah Abbasiyah yang menindas kami.
Ini era modern dimana ULAMA SUNNi tidak bisa lagi mengeksekusi lawan politiknya !!!


 Pernyataan menggegerkan Ketua MUI Pusat, Umar Shihab, bahwa aliran Syiah tidak sesat mendapat kirik tajam dari Profesor Baharun, selaku Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat. Menurutnya, ucapan Umar Shihab bersifat pribadi dan tidak bisa mengatasnamakan MUI.
“Umar Shihab itu berbicara atas nama pribadi. Karena kalau atas nama lembaga, sejak awal MUI tahun 1985 sudah menyatakan kewaspadadan terhadap syiah,” katanya/

Selanjutnya Prof Baharun juga membantah pernyataan Umar Shihab bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa kesesatan Syiah. Ia mengatakan ketika Syiah belum menyebar di Indonesia pun MUI sudah membuat fatwa mewaspadai Syiah. Bahkan setelah aliran-aliran sesat bermunculan, MUI sudah membuat 10 kriteria aliran sesat. “Setidak-tidaknya dari 10 kriteria itu, lima kriteria masuk kepada Syiah,” tambahnya.

Sepuluh Kriteria sesat itu adalah:
1. Ingkar terhadap Rukun Iman dan Rukun Islam.
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai Dalil Syar’i (Al Qur’an dan As Sunah).
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al Qur’an.
4. Ingkar terhadap otentisitas dan atau kebenaran isi Al Qur’an.
5. Menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
6. Ingkar atas kedudukan Hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul.
8. Ingkar terhadap Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah.
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.

“Dengan (10 kriteria) itu sudah cukup sikap dari Majelis Ulama untuk menfatwakan Syiah sesat karena berbeda dengan sikap dan anutan umat muslim di Indonesia,” tambahnya.

Ulama yang juga pernah menjadi jurnalis ini mengakui, memang nama Syiah tidak disebut secara spesifik dalam 10 kriteria. Namun Syiah tidak bisa membonceng fatwa ini untuk mengklaim dirinya tidak pernah divonis sesat oleh MUI. Karena, lanjut Prof. Baharun, penentuan 10 kriteria sesat tersebut berlaku umum kepada semua aliran sesat termasuk Syiah. “Siapapun juga tahu kok kalau Syiah sesat,” pungkasnya.

Menurut Habib Ahmad Zein bin Al Kaff, pengurus MUI Jawa Timur sekaligus wakil rois syuriyah PWNU Jatim, belum dikeluarkannya fatwa tegas mengenai aliran Syiah di Indonesia, tidak terlepas dari manuver Umar Shihab di jajaran MUI Pusat.

Dengan tegas ulama yang sudah menulis puluhan buku perihal kesesatan Syiah ini mengatakan bahwa Umar Shihab adalah biang dari kekacauan di MUI.
“Umar Shihab ini pengacaunya MUI. Dulu dia didukung dari Palu, tapi sekarang orang Palu sudah menarik dukungan dari Umar,” tambah Habib yang telah menulis puluhan buku tentang kesesatan Syiah ketika diwawancara Eramuslim.com, Jum’at (10/06/2011).

Agar kisruh mengenai Syiah di MUI cepat mereda, Habib Zein menghimbau perlunya tindakan untuk mengeluarkan tokoh-tokoh pembela Syiah di MUI. Langkah ini dirasa ampuh agar kedepannya MUI memiliki sikap satu suara untuk memfatwakan kesesatan Syiah.

“MUI harus dengan tegas mengeluarkan orang-orang berbau syiah. Seperti Umar Shihab dan seorang Doktor di Komisi Hukum yang keluaran Qum Iran,” tambahnya. Sayang, Habib Zein tidak merinci lebih jauh siapakah nama Doktor tersebut.


Kholil Ridwan : Umar Shihab Tak Berhak Bela Syi’ah Atas Nama MUI

Senada dengan Habib Zein, KH. Kholil Ridwan, Ketua MUI Bidang Budaya juga mengamini adanya elemen-elemen Syiah di tubuh MUI. Ia mengatakan ada segelintir pengurus MUI yang membela Syiah, ”Di MUI ada ulama yang membela kepentingan Syiah sehingga tidak ada fatwa sesat Syiah,” kata pimpinan Ponpes Husnayain ini kepada wartawan pasca memberikan orasi dalam acara Forum Ahlu Sunnah Bersatu Menolak Syiah, Juni 2011 di DDII Jakarta.

Pernyataan salah seorang pengurus MUI Pusat KH. Umar Shihab di sebuah stasiun TV swasta bahwa Syi’ah tidak sesat justru membingungkan umat Islam. Selama ini melalui berbagai kajian yang membahas tentang Syi’ah, umat Islam di Indonesia sebenarnya sudah terbangun kesadarannya akan kesesatan dan bahayanya paham Syi’ah.

Hal tersebut terlihat saat ormas-ormas Islam Ahlus Sunnah se-Indonesia pada hari Jum’at 10 Juni 2011 di Masjid Al Furqan DDII Pusat, Jakarta mengeluarkan pernyataan sikap bersama yang intinya bahwa Syi’ah adalah paham sesat dan berbahaya.


KH. Cholil Ridwan

Pernyataan KH. Umar Shihab tentang Syi’ah yang berbicara atas nama MUI dan bertentangan dengan kesepakatan ormas Islam Ahlus Sunnah se-Indonesia ini pun mendapatkan tanggapan dari Ketua MUI Pusat KH. Ahmad Cholil Ridwan Lc.

Kyai Cholil, sapaan akrabnya mengatakan bahwa Umar Shihab tidak berhak berbicara mewakili MUI Pusat sebab ia bukan ketua umum dan bukan koordinator pengurus harian MUI.
“Umar Shihab tampil di TV itu mestinya pendapat pribadi dia tidak berhak untuk mewakili MUI, yang berhak bicara langsung tanpa mandat dari rapat pimpinan itu adalah ketua umum MUI atau ketua koordinator harian KH. Ma’ruf Amin,” kata Kyai Cholil saat dihubingi voa-islam.com, Senin (2/1/2012).
rekomendasi yang bunyinya; umat Islam agar mewaspadai supaya aliran Syi’ah tidak masuk ke Indonesia, itu kan lebih dari pada sesat. Ngapain diwaspadai jangan masuk ke Indonesia kalau itu tidak sesat.
Saat ditanya tentang pendapat Umar Shihab yang menyatakan bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa sesat, KH. Cholil Ridwan menjelaskan bahwa MUI sudah mengeluarkan rekomendasi agar mewaspadai masuknya Syi’ah, dengan adanya rekomendasi itu menujukkan bahwa Syi’ah justru lebih dari sekedar paham sesat tapi juga berbahaya.

“Itu memang bukan fatwa, tetapi ada rekomendasi yang bunyinya; umat Islam agar mewaspadai supaya aliran Syi’ah tidak masuk ke Indonesia, itu kan lebih dari pada sesat. Ngapaindiwaspadai jangan masuk ke Indonesia kalau itu tidak sesat. Artinya bahaya sekali kalau Syi’ah itu besar di Indonesia nanti akan terjadi konflik yang tidak berkesudahan seperti di Irak, Libanon, Pakistan. Di Pakistan itu mereka Cuma 11% tapi sering kali terjadi masjid Syi’ah dan masjid Sunni dibakar, tokoh-tokoh Sunni dibunuh dan lain sebagainya,” jelas Pimpinan Ponpes Al Husnayain ini.
Tidak mungkinlah Syi’ah dengan Sunni itu bisa akur, Umar Shihab itu ngimpi saja itu
Ia juga menilai bahwa upaya Umar Shihab yang terlihat dari statemennya untuk mendekatkan antara Sunni dan Syi’ah hanyalah mimpi.

“Tidak mungkinlah Syi’ah dengan Sunni itu bisa akur, Umar Shihab itu ngimpi saja itu. Dia kan ingin mendekatkan Sunni-Syi’i dan lain sebagainya,” pungkasnya.

Terkait fatwa, KH. Kholil mengakui bahwa sampai saat ini MUI sebagai kumpulan ulama yang mayoritas berpaham Sunni, tidak memiliki fatwa kesesatan Syiah. Dari tahun 1984. MUI masih dalam tahap himbauan, bukan vonis sesat.

“Pada tahun 1984, MUI hanya mengeluarkan himbauan paham Syiah. Yang Saat itu ditandatangani oleh Prof Ibrahim Hosen,” tukasnya.

Sikap ketidakjelasan inilah yang mengundang kritik tajam dari Habib Zein selaku pengurus MUI Jatim. Ia menilai fatwa MUI tahun 1984 masih mengandung banyak kelemahan.
“Mereka (MUI, red.) hanya menyuruh umat mewaspadai kesesatan syiah, tapi tidak menganjurkan kepada masyarakat agar berhati-hati bahwa syiah itu aliran sesat. Ini kan permainannya Umar,” katanya kepada Eramuslim.com.

Oleh karena itu, Habib Zein mengatakan sudah saatnya MUI mengeluarkan fatwa sesat agar akidah umat terselamatkan. “Selamatkan umat ini dengan mengeluarkan fatwa tegas bahwa Syiah keluar ajarannya dari Islam dan sesat. Sesuai dengan Quran dan Hadis. Jadi sekarang kurang tegas,” pungkasnya.

Kembali, Ketua MUI Pusat Ngotot Syiah Tidak Sesat.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Umar Shihab tak sependapat dengan MUI Jawa Timur yang menyebut aliran Syiah sesat. Umar menegaskan bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Syiah sebagai aliran sesat.

Mengenai insiden pembakaran pesantren Syiah di Sampang, Madura beberapa waktu lalu, Umar berpendapat insiden hanyalah ditumpangi pihak-pihak yang ingin mengadu domba umat Islam dengan kedok ajaran Syiah yang dituding sesat.

“MUI tidak pernah menyatakan bahwa Syiah itu sesat. Syiah dianggap salah satu mazhab yang benar sama halnya dengan ahli sunnah wal jama’ah ialah mazhab yang benar dan mazhab dua tersebut sudah ada sejak awal Islam,” katanya saat ditemui okezone di kediamannya, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (1/1/2012).

Kendati pun ada perbedaan pandangan, kata dia, Islam juga tidak pernah menghalalkan kekerasan, apalagi perusakan tempat ibadah dan majelis taklim seperti terjadi di Sampang.
“Kita menginginkan ukhuwah islamiyah dan jangan antara kita saling menyesatkan. Mungkin adanya (insiden pembakaran) karena adanya provokator yang menyatakan bahwa ajaran syiah itu sesat,” ujarnya.

Ajaran Syiah, tegas dia, sudah diakui di dunia islam sebagai mazhab yang benar sampai saat ini. “Karena itu jangan kita membuat peryataan yang bisa mengeluapkan gejolak di tengah-tengah masyarakat kita dan bisa menyebabkan korban, korban harta dan lain-lain,” tutupnya.

Pernyataan Tahun 2007.
Pernyataan bahwa Syiah tidak sesat bukan kali ini saja dikatakan Umar. Sebelumnya, pada tahun 2007, Umar pernah melontarkan hal senada ketika Redaksi Syiarmewancarainya mengenai Syiah.
“MUI tidak menganggap bahwa salah satu mazhab itu benar. Kita berdiri di semua pendapat bahwa semua mazhab itu benar. Begitu juga terhadap mazhab lain, mazhab Syiah misalnya. MUI berprinsip, bahwa kalau dunia Islam sudah mengakui Syiah sebagai mazhab yang benar, lalu kenapa MUI harus menolak?” tegasnya.
Umar pun mengatakan fatwa waspada yang dikeluarkan MUI pada tahun 1984 sudah tidak lagi berlaku.
“Ya, itu pada tahun 84. Sekarang eranya sudah lain. Fatwa itu bisa berubah karena perubahan kondisi. Di Sunni sendiri juga ditetapkan seperti itu, bahwa fatwa bisa berubah karena perbedaan kondisi. Karena perbedaan tempat, Imam Syafii sendiri pernah mengubah fatwanya ketika beliau pindah ke Mesir dari Irak,” imbuhnya.

“Begitu juga dengan beberapa fatwa lain di MUI. Saya bisa kasih contoh fatwa tentang aborsi. Semua aborsi itu dilarang. Islam tidak pernah membenarkan aborsi. Tapi, kemudian terjadi perubahan kondisi di mana terjadi kehamilan akibat perkosaan, sehingga aborsi pada kondisi tersebut dikecualikan,” sambungnya.
Terkait beberapa kasus dimana ulama daerah menisbahkan dirinya kepada fatwa MUI Pusat tahun 1984 atau fatwa ulama lain yang menyatakan Syiah itu sesat, Umar kembali menegaskan bahwa Syiah tidak sesat.
“Sekali lagi, kita tidak pernah menyatakan Syiah itu sesat. Kita menganggap Syiah itu salah satu mazhab dalam Islam yang dianggap benar. Mengapa saya nyatakan demikian? Karena dunia Islam sendiri mengakui keabsahan mazhab ini,” katanya.

“Apabila ia sesat, mustahil dan tidak boleh ia masuk ke Masjdil Haram. Kenapa mereka boleh masuk ke Masjidil Haram? Itu artinya orang Saudi sendiri mengakui bahwa mereka tidak sesat. Ia tetap Muslim, hanya saja mazhabnya berbeda dengan kita,” tambahnya.

Syiah Kafir, Omong Kosong “Tong Kosong Nyaring Bunyinya”.

Suara-suara seperti ini selalu dikumandangkan oleh mereka yang mengaku sebagai golongan yang benar. Mereka yang menamakan dirinya Salafi tidak henti-hentinya berkata syiah itu kafir dan sesat. Tentu saja mereka mengikuti syaikh mereka atau ulama salafi yang telah mengeluarkan fatwa bahwa Syiah kafir dan sesat. Salah satu dari ulama tersebut adalah Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin.

Tulisan ini merupakan tanggapan dan peringatan kepada mereka yang bisanya sekedar mengikut saja. Sekedar ikut-ikutan berteriak bahwa syiah kafir dan syiah sesat tanpa mengetahui apapun selain apa yang dikatakan syaikh mereka. Jika ditanya, mereka akan mengembalikan semua permasalahan kepada ulama mereka, Syaikh kami telah berfatwa begitu. Padahal setiap orang akan mempertanggungjawabkan perkataannya sendiri dan bukan syaikh-syaikhnya. Apalagi jika perkataan yang dimaksud adalah tuduhan kafir terhadap seorang muslim. Bukankah Rasulullah SAW bersabda “Apabila salah seorang berkata pada saudaranya “hai kafir”, maka tetaplah hal itu bagi salah seorangnya. (Shahih Bukhari Juz 4 hal 47). Artinya jika yang dikatakan kafir itu adalah seorang muslim maka perkataan kafir akan berbalik ke dirinya sendiri. Singkatnya Mengkafirkan Muslim adalah Kafir.

Yang seperti ini sebenarnya sudah cukup untuk membuat orang berhati-hati dalam mengeluarkan kata “kafir”. Jelas sekali adalah kewajiban mereka untuk menelaah apa yang dikatakan oleh syaikh-syaikh mereka. Apakah benar atau Cuma pernyataan sepihak saja?. Sayangnya mereka yang berteriak itu tidak pernah mau beranjak dari pelukan syaikh mereka. Sepertinya dunia ini terbatas dalam perkataan syaikh mereka saja. Heran sekali kenapa mereka tidak pernah menghiraukan apa yang dikatakan oleh ulama sunni yang lain seperti Syaikh-syaikh Al Azhar yaitu Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Muhammad Al Ghazali dan Syaikh Yusuf Al Qardhawi yang jelas-jelas menyatakan bahwa Syiah itu Islam dan saudara kita. 

Tentu jika mereka saja tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh ulama sunni yang lain selain syaikh mereka, maka tidak heran kalau mereka tidak pernah mendengarkan apa yang dikatakan Ulama Syiah tentang Bagaimana Syiah sebenarnya. Padahal mereka Ulama Syiah jelas lebih tahu tentang mahzab Syiah ketimbang orang lain. Kaidah tidak percaya adalah sah-sah saja tetapi hal itu harus dibuktikan.

Ketidakpercayaan yang tak berdasar jelas sebuah kesalahan. Apa salahnya jika mereka mau merendah hati sejenak mendengarkan apa yang dikatakan ulama syiah tentang syiah dan jawaban ulama syiah terhadap pernyataan syaikh mereka, Insya Allah mereka tidak akan gegabah ikut-ikutan berteriak kafir kepada saudara mereka yang Syiah. Sayangnya sekali lagi mereka tidak mau tapi dengan mudahnya berteriak kafir.

Jadi wajar sekali kalau mereka yang berteriak itu tidak mengetahui bahwa setiap dalil dari syaikh mereka sudah dijawab oleh Ulama Syiah. Dan tidak sedikit dari dalil syaikh mereka itu yang merupakan kesalahpahaman dan sekedar tuduhan tak berdasar. Mereka yang berteriak itu akan berkata “syaikh kami telah berfatwa berdasarkan kitab-kitab syiah sendiri”. Ho ho ho benar sekali dan ulama syiah bahkan telah menjawab syaikh mereka berdasarkan kitab syiah dan kitab yang menjadi pegangan kaum sunni. Tetapi sayang mereka tidak tahu, karena mereka bisanya cuma teriak saja. Tong Kosong Nyaring Bunyinya.
Baiklah anggap saja kita tidak usah memusingkan segala tekstualitas antara ulama sunni dan syiah itu, maka cukup kiranya mereka yang berteriak

Syiah kafir itu menjawab pertanyaan ini :
Apakah kafir orang yang mengucapkan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah?
Apakah kafir orang yang menunaikan shalat?
Apakah kafir orang yang berpuasa di bulan Ramadhan?
Apakah kafir orang yang menunaikan zakat?
Apakah kafir orang yang berhaji ke Baitullah?

Saya yakin mereka bisa menjawab, dan jawabannya tidak, mana ada orang kafir yang seperti itu. Orang yang seperti itu jelas-jelas Muslim. Dan sudah menjadi hal yang umum kalau Syiah jelas mengucapkan syahadat, menunaikan shalat, puasa di bulan ramadhan, membayar zakat dan haji ke Baitullah. Jadi jelas sekali Syiah itu Muslim.

Betapa mudahnya mulut mereka berbicara, sungguh aneh sekali ketika pikiran terperangkap dalam kurungan ashabiyah.
Tulisan ini juga ditujukan kepada mereka yang belum tahu tentang Syiah, cukuplah penjelasan bahwa Syiah adalah Islam sama seperti Sunni, perbedaannya mereka Syiah berpedoman pada Ahlul Bait Nabi SAW. Semoga saja siapapun yang belum mengenal Syiah tidak termakan dengan Fatwa-fatwa yang mengkafirkan syiah. Jika tidak tahu cukuplah diam dan lebih baik berprasangka baik. Jangan ikutan berteriak, biarkan saja mereka yang berteriak Syiah kafir. Dan Sekali lagi bagi mereka yang berteriak, Baca, baca lagi dan pikirkan baik-baik. Maaf, Jangan mau membodohi diri dan tampak seperti orang bodoh. Dengarkan ulama sunni yang lain, dan dengarkan pembelaan mereka Ulama Syiah. Jangan maunya sekedar berteriak. Ingatlah Semua orang bertanggung jawab atas apa yang dikatakannya. Salam damai


Menag Suryadharma Ali : Syiah Bukan Aliran Sesat.

“Tidak pernah ada yang menyebutkan Syiah sebagai faham atau aliran sesat. Untuk mengukur suatu faham atau aliran itu sesat atau tidak sesat yaitu dari prinsip-prinsip aqidahnya. Setiap faham dalam keagamaan biasanya mempunyai perbedaan bukan pada aqidahnya tetapi penafsirannya. Bisa juga perbedaan diakibatkan oleh gerakan politik. Pecahnya Islam setelah Nabi SAW wafat juga diakibatkan karena masalah politik,” tegas Suryadharma Ali.

MENTERI Agama (Menag) Suryadharma Ali menilai, ajaran Syiah belum keluar dari konteks kaidah Islam. Oleh sebab itu, Menag mengimbau agar masyarakat mengukur suatu agama berdasarkan akidahnya.
“Kita bisa lihat pandangan MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang Syiah seperti apa mengukur suatu agama pada akhirnya, kalau akidahnya sama ya tidak ada masalah,” kata SDA, sapaan akrab Suryadharma Ali, di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (02/01) tadi malam.

Menurut SDA, perbedaan antara Syiah dan Sunni itu wajar karena adanya interpretasi yang berbeda. Perbedaan itu juga masih dalam batas toleransi.

Ia menyebutkan adanya persamaan Sunni dan Syiah, yaitu mengenai tauhid dan keimanan terhadap nabi.
“Hal-hal seperti itu artinya Syiah masih dalam koridor. Tapi memang ada perbedaan-perbedaan tertentu lah,” kata dia.


Tokoh Pembela Syi’ah Melawan Kyai Kyai Tua Bodoh, Primitif dan Kampungan.

Menteri Agama: Syiah Masih Dalam Koridor.
Beliau  mengatakan soal Tauhid dan keimanan antara Sunni dan Syiah tidak ada perbedaan.


Menteri Agama Suryadharma Ali seperti dilansir justru ikut-ikutan menyatakan bahwa Syi’ah masih dalam koridor.
Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan bahwa ajaran Syiah masih berada dalam koridor. Maka dia mengajak publik untuk mengukur suatu agama berdasarkan akidahnya.

“Kita bisa lihat pandangan MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang Syiah seperti apa mengukur suatu agama pada akhirnya, kalau akidahnya sama ya tidak ada masalah,” kata Suryadharma di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin 2 Januari 2011 malam.

Hanya saja, kata Suryadharma, ada beberapa hal interpretasi yang berbeda. Perbedaan itu, kata dia adalah sesuatu hal yang wajar. Bahkan, di dalam internal Sunni sendiri ada perbedaan interpretasi. “Interpretasi yang berbeda juga ada di dalam Sunni, perbedaan-perbedaan itu yang masih dalam batas toleransi itu pada akidah,” kata dia.

Dia mengatakan soal Tauhid dan keimanan antara Sunni dan Syiah tidak ada perbedaan.
“Hal-hal seperti itu artinya Syiah masih dalam koridor. Tapi memang ada perbedaan-perbedaan tertentu lah,” kata dia.


Saat ditanya perihal MUI Jawa Timur yang menyebutkan bahwa ajaran Islam Syiah itu sesat, SDA menyebutkan bahwa mungkin ajaran Syiah dipandang berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya di Indonesia. Dia juga mengatakan belum membaca secara utuh perihal putusan MUI Jawa Timur tersebut. Namun demikian, dia mengakui lebih mengedepankan pandangan dari para ulama terkait ajaran Islam Syiah tersebut.

“Mungkin akidah yang dipercaya oleh Syiah itu berbeda dengan akidah yang menjadi mainstream umat Islam di Indonesia. Itu mungkin. Saya belum membaca secara utuh alasan-alasan yang kemudian pihak MUI Jatim mengatakan bahwa Syiah itu sesat. Tetapi, saya lebih mengedepankan pandangan dari para ulama,” jelasnya.

Rupanya, ada banyak tokoh yang mengklaim dirinya sebagai tokoh Islam yang membela paham kebenaran  Syiah. Mulai dari Ketua MUI Umar Syihab, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, dan sebagainya. 

Berikut kami tampilkan pendapat mereka mengenai ajaran Syiah:
1. Almarhum Gusdur 
Ketika memperingati Asyura atau memperingati wafatnya cucu nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husain, beberapa waktu lalu, kaum Syiah Indonesia yang tergabung dalam komunitas Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) sampai harus menggelar peringatan Asyura tersebut di kediaman mendiang Abdurahman Wahid atau Gus Dur.

Ketua Badan Hukum dan HAM Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) ,  Maheswara Prabandono mengklaim, Gus Dur sebenarnya adalah Syiah. “Kami merasa dari apa yang dia praktekan dan cara dia membina hubungan dengan Iran,” kata Maheswara usai  jumpa pers di kantor pusat IJABI di Jakarta, Sabtu (31/12/2011).

Dijelaskan dia, Gusdur sebagai cucu KH Wahid Hasyim secara tradisi dan ibadah, NU sangat dekat dengan ajaran Syiah, karena yang dipraktekan NU cara Syiah.  “Misalnya mengambil berkah atau tabaruk ke ziarah kubur ke makam wali. Itu aslinya ajaran Syiah,” pungkasnya.

IJABI membandingkan jaminan keamanan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dengan masa kepemimpinan Gus Dur saat menjadi Presiden RI keempat. Menurut Ketua Dewan Syura IJABI, Jalaludin Rakhmat, semasa pemerintahan Gus Dur, kelompok Sunni dan Syiah tidak pernah terlibat konflik.


ANTV 2008
Kutip Gus Dur, NU Disebut Syiah Minus Imamah
Jumat, 01 Januari 2010, 10:11:26 WIB
sumber berita : http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/01/01/85823/Kutip-Gus-Dur,-NU-Disebut-Syiah-Minus-Imamah

 
Jakarta, 
Sebagian sikap dan pemikiran Gus Dur mendapat apresiasi dari beberapa ulama Syiah Indonesia.“Gus Dur selalu menganjurkan kebaikan kepada kelompok minoritas, termasuk kita yang berpegang pada madzhab Ahlul Bait, Syiah. Kita merasa dibela Gus Dur dari beberapa kelompok yang akan membubarkan Syiah. Gus Dur juga selalu mengatakan bahwa Syiah itu adalah NU plus imamah dan NU itu adalah Syiah minus imamah. Bahkan beliau orang yang pertama di Indonesia yang bukan Syiah yang menggelar peringatan Asyura di Ciganjur,” kata salah seorang ulama Syiah Indonesia, Hasan Dalil, kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Jumat,1/1).
 
Namun demikian, kata Hasan Dalil, ada beberapa sikap Gus Dur yang mesti dikritisi termasuk keterlibatan dalam yayasan milik Israel. Menurut Pembina Sekolah Tinggi Agama Islam Madinatul Ilmi ini, masalah Israel adalah masalah hitam putih yang bukan multitafsir.“Sikap Gus Dur sering multitafsir. Tapi berkaitan dengan Israel harus hitam putih. Israel itu menginjak-injak hak asasi manusia dan menjajah. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan konstitusi tertinggi negara kita, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang melarang segala bentuk penjajahan. Kita kritik itu,” kata Hasan Dalil.
 
Namun satu hal yang menarik dari Gus Dur, kata Hasan Dalil, tidak pernah marah dan tersinggung jika dikritik. Hasan Dalil pun punya kesan pribadi dengan Gus Dur.“Kita ulama Syiah datang pada beliau. Saya sebutkan pada beliau di kalangan atas elit dan intelektual, sudah memahami madzhab Ahlul Bait dan menghormati Ayatullah Imam Khomaini. Namun di kalangan sebagian NU di bawah ada yang masih berlaku keras pada kelompok Syiah. Saya contohkan peristiwa di Bangil. Ternyata Gus Dur langsung menelpon ulama NU Bangil dan memerintahkan untuk menjaga kelompok syiah dan mencegah segala bentuk kekerasan. Ini luar biasa,” kata Hasan Dalil.
 
Gus Dur: Seret Provokator Insiden Bangil ke Meja Hijau!

December 19, 2007
Acara KONGKOW BARENG GUS DUR yang seyogyanya on air di Radio Utan Kayu FM 68H Jakarta setiap hari Sabtu, terpaksa disiarkan off air pada hari ini (Jumat 07 Des 2007) di kantor PBNU Kramat, karena cucu pendiri NU ini harus keluar kota pada esok harinya.

Kali ini Acara KONGKOW BARENG GUS DUR kedatangan rombongan dari Bangil, yakni Ust. Muhammad BSA, Ust. Ali Zaenal Abidin, (YAPI) dan Ust. KH. Khoiron Syakur (Sesepuh NU Bangil). Kedatangan mereka adalah untuk silaturahim dengan Gus Dur sekaligus melaporkan adanya Tindakan Kekerasan terhadap sebuah masjid bernama Masjid Jarhum dan juga rumah ust. Ali Zaenal Abidin & Ust. Muhammad bin Alwi dengan mengatasnamakan Mazhab atau Golongan Islam, pada 27 Desember 2007 silam.

Bertempat di sebuah ruangan yang sederhana, mantan Ketua Umum PBNU ini terlihat santai dengan setelan batik. Dihadiri pula oleh sekitar 15 orang simpatisan yang empati terhadap kasus kekerasan tersebut. Beberapa dari LSM dan aktivis kepemudaan Islam.

Pelapor menjelaskan kronologi kekerasan yang terjadi, baik di Masjid Jarhum maupun Rumah kediaman. Berawal dari ceramah salah satu ustadz pada tanggal 25 Desember 2005 (dua hari sebelum kejadian), yang menyampaikan kesesatan-kesesatan ajaran Syiah dan mengajak kepada umat untuk segera bertindak agar ajaran Syiah tidak semakin menyebar di wilayah Bangil. Tindakan kekerasan tersebut terjadi di rumah Ust. Ali pada 27 Desember 2007 pukul 12.30 dini hari.

Suasana KONGKOW terasa akarab meski Gus Dur sesekali terlihat bersemangat dan sedikit emosi berkaitan dengan tindakan kekerasan yang ditujukan kepada Umat Syiah di Bangil. Gus Dur menilai terjadinya kekerasan atas nama aliran agama ini disebabkan oleh Fatwa MUI belakangan yang menyatakan beberapa Golongan sesat. Meski Syiah sendiri tidak termasuk yang disesatkan, namun fatwa tersebut membuat beberapa kelompok Islam melakukan tindakan kekerasan kepada golongan yang mereka anggap sesat, sebagai contoh yang terjadi diBangil dengan korban para pengikut mazhab Syi’ah. Gus Dur sendiri beranggapan bahwa, kalau mau kita cermati, tradisi-tradisi dalam NU beberapa mempraktekkan tradisi yang bersumber dari Syiah, seperti Barjanji, Shalawatan li Khomsatun dan beberapa praktek-praktek yang lain. Jadi menurutnya, NU adalah Syiah secara tradisi bukan Syiah politik.

KH. Khoiron Syakur (sesepuh NU Bangil) menyatakan bahwa sudah sejak bertahun-tahun, warga NU hidup berdampingan dengan warga Islam yang berbeda mazhab, dan tidak ada pertentangan apalagi sampai kepada perbuatan kekerasan sebagaimana terjadi sekarang.

Mantan Presiden Abdurrahman Wahid mengutuk dan berjanji melaporkan tindakan kekerasan ini ke Kapolri. Ia juga menghimau warga NU tidak terpengaruh dan tetap mewaspadai gerakan-gerakan yang mengatasnamakan umat Islam namun sesungguhnya adalah upaya untuk memecah belah Umat Islam.

2. Prof.Dr. Azyumardi  Azra 

19 03 2011

Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia menggelar diskusi yang bertema “Merajut Ukhuwah Islamiyah Di Tengah Pluralitas Pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia. ” Diskusi bertempat di kantor Pusat Majelis Ulama Indonesia Jl. Proklamasi Jakarta Pusat digelar kemarin (Senin, 14/3/2011).

Diskusi itu melibatkan tokoh-tokoh agama di tingkat nasional seperti Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. K. H. Aqiel Siradj, Dr. K.H. Qureisy Shihab dan Dr. Khalid Walid.

Prof. Azyumardi Azra dalam diskusi itu mengulas perspektifnya yang berjudul, “Realitas Pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia dan Tantangannya dari Masa ke Masa.” Prof. Azyumardi mengatakan, “Di Indonesia terdapat upaya aktualisasi Umat Wahdatan yang tidak berada dalam titik ekstrim. Baru belakangan ini muncul gerakan trans-nasional yang mudah mengkafirkan dan mengecam pandangan yang berbeda termasuk menolak maulid. “Menurut Prof Azyumardi, kelompok ini menjadi sumber konflik dan pemecah belah umat Islam di Indonesia. Prof, Azyumardi juga menambahkan, “Kelompok ini juga cenderung menyalahkan semua pandangan dan melakukan tindakan kekerasan seperti yang terjadi terhadap Ahmadiyah.”

Lebih lanjut Prof. Azyumardi Azra, “Saya khawatir, Syiah akan menjadi sasaran berikutnya. Padahal Syiah adalah sahabat kita. Saya sangat menyesalkan pelarangan Syiah yang terjadi di Malaysia.” Prof. Azyumardi juga menyatakan dirinya sebagai simpatisan Syiah.

Dalam diskusi yang mengangkat tema Ukhuwah Islamiyah itu, Ketua PBNU, Prof. Dr. K.H. Aqiel Siradj juga menjadi salah satu pembicara inti. Dalam diskusi, Prof Aqiel Siradj mengulas pandangannya yang bertema, ‘Menjaga, Memelihara dan Merawat Ukhuwah Islamiyah.”/

Dalam kesempatan itu, Prof Aqiel Siradj mencontohkan masa Nabi. Dikatakannya, ” Di masa Nabi ada pluralitas keyakinan, dan tetap dilindungi dan dihormati.” Prof Aqiel Siradj mencontohkan Piagam Madinah sebagai dasar kebersamaan dan apresiasi.

Lebih Lanjut Aqiel Siradj yang juga pimpinan organisasi Islam terbesar di Indonesia, menawarkan empat kiat untuk melangkah seperti yang dilakukan Rasulullah Saw dalam Piagam Madinah. Dikatakannya, “Kiat pertama, memahami orang lain. Kiat kedua, mengembangkan dan melestarikan tradisi. Ketiga, menjaga komitmen kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara. Keempat, memahami ideologi lain.”.

Prof Aqiel Siradj dalam pernyataannya di diskusi yang bertema Ukhuwah Islamiyah itu menyayangkan kekerasan yang seringkali dilakukan. Padahal menurut Aqiel Siradj, perbedaan adalah hal yang diciptakan Allah, bahkan bagian dinamika kehidupan. Lebih lanjut Prof Aqiel Siradj mengaku kagum atas mazhab Syiah yang melahirkan intelektual-intelektual luar biasa dan tetap berpegang teguh pada keyakinan agama.
Masih dalam diskusi Ukhuwah Islamiyah, Prof. Dr. K.H. Qureisy Shihab juga ikut menyumbang pandangan yang memilih tema, “Membangun Visi Bersama Umat Islam Indonesia. ” Dikatakannya, “Perbedaan adalah keniscayaan. Perbedaan dalam Islam adalah hal yang alami.”.

Prof Qureisy Shihab dalam pernyataannya menegaskan, “Perbedaan antarmazhab hanyalah pada tingkat ushul mazhab dan furu’u-dien semata (baca: prinsip mazhab bukan agama).” Menurut Prof Qureisy Shihab, hal tersebut hampir ditemukan pada seluruh mazhab atau aliran dalam Islam, baik Mu’tazilah, bahkan Wahabiyah.

Dalam penjelasannya, Qureisy Shihab menjelaskan, “Syiah memiliki ushul mazhab imamah atau kepemimpinan. Karena hal tersebut merupakan ushul mazhab, maka mereka yang tidak menerima Imamah tidaklah berarti kafir.” Prof Qureisy Shihab juga menyayangkan kelompok-kelompok yang sering mengkafirkan kelompok lain. Menurut Prof Qureisy Shihab, pengkafiran bermula dari kedangkalan pengetahuan.

Di penghujung acara, Dr.Khalid Walid yang juga penggagas acara tersebut menyatakan bahwa acara seperti ini harus terus digalakkan demi persatuan umat dan kesatuan bangsa Indonesia di nusantara. Diskusi ilmiah yang bertema “Merajut Ukhuwah Islamiyah di tengah Pluralitas Pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia, ” dihadiri sekitar 200 peserta dari kalangan akademisi dan wakil pengurus pusat ormas-ormas Islam Indonesia termasuk Organisasi Ahlul Bait Indonesia atau ABI.
3. Umar Syihab (Ketua MUI)
Menurut Umar Syihab, ia  tak sependapat dengan MUI Jawa Timur yang menyebut aliran Syiah sesat. Umar menegaskan bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Syiah sebagai aliran sesat.
Mengenai insiden pembakaran pesantren Syiah di Sampang, Madura beberapa waktu lalu, Umar berpendapat insiden hanyalah ditumpangi pihak-pihak yang ingin mengadu domba umat Islam dengan kedok ajaran Syiah yang dituding sesat.

Kata Umar, MUI tidak pernah menyatakan, bahwa Syiah itu sesat. Syiah dianggap salah satu mazhab yang benar, sama halnya dengan ahli sunnah wal jama’ah. Kendati pun ada perbedaan pandangan, kata dia, Islam tidak pernah menghalalkan kekerasan, apalagi perusakan tempat ibadah dan majelis taklim seperti terjadi di Sampang.

Ajaran Syiah, kata Umar, sudah diakui di dunia islam sebagai mazhab yang benar sampai saat ini. “Karena itu jangan kita membuat peryataan yang bisa mengeluapkan gejolak di tengah-tengah masyarakat kita dan bisa menyebabkan korban.”.

4. Prof.Dr. QuraishShihab


Penulis : M. Quraish Shihab
Penerbit : Lentera Hati

Descriptions

Judul: Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?
Penulis: M. Quraish Shihab
Penerbit: Lentera Hati
Halaman: 303
Cetakan: I, Maret 2007
Imam Bukhari  tidak meriwayatkan satu hadits pun dari Ja’far ash-Shadiq
QS: “Ulama-ulama Syiah juga berkecil hati karena pakar hadits Ahlusunnah tidak meriwayatkan dari imam-imam mereka.. Imam Bukhari, misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun dari Ja’far ash-Shadiq, Imam ke-6 Syiah Imamiyah, padahal hadis – hadisnya cukup banyak diriwayatkan oleh kelompok Syiah.” (hal. 150).


Ilmu pengetahuan Islam banyak dirugikan, karena pandangan pandangan Syi’ah ditindas.Akibat tuduhan terkait Abdullah bin Saba’ ini,kerugian yang diderita ilmu pengetahuan Sunni  lebih besar daripada yang diderita oleh Syi’ah sendiri, karena sumber fiqih syi’ah  sangat kaya dan berlimpah, cenderung diabaikan, mengakibatkan terbatasnya ilmu pengetahuan. Selain itu, di masa lalu para cendekiawan syi’ah dicurigai. Sunni tidak mendapat  manfaat dari pandangan-pandangan Syi’ah.

Bukankah pemimpin Syi’ah, Imam Jafar Shadiq (148 H), adalah guru dua orang Imam besar Sunni? Mereka adalah Abu Hanifah Nu’man (150 H), dan Malik bin Anas (179 H) ?  Imam Abu Hanifah berkata, “Selain dua tahun, Nu’man akan kelaparan.”.

Artinya selama dua tahun ia mendapat keuntungan dari ilmu Imam Jafar Shadiq. Imam Malik juga mengakui secara terus terang bahwa ia belum pernah mendapati orang yang lebih terpelajar dalam fiqih Islam selain Imam Jafar Shadiq.

5. KH. Said Aqil Siraj
Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, ada desain besar di balik aksi pembakaran pesantren penganut Syiah di Sampang, Madura. Tak mungkin peristiwa tersebut terjadi tanpa ada yang membuatnya. Padahal kerukunan hidup beragama di sana sebelumnya baik-baik saja.

Said meminta pemerintah dan aparat keamanan bekerja lebih keras, mencegah aksi serupa terulang di kemudian hari. “Ini pasti ada big design-nya. Ada pihak-pihak yang ingin merusak suasana damai di Indonesia,” kata Said.

Menurut Said Aqil, Sunni dan Syiah hanya dijadikan alat seolah-olah memang ada permusuhan. Padahal tidak, mereka dari dulu sampai sekarang hidup damai berdampingan. Ketua Umum PBNU itu meminta semua pihak bisa menahan diri dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis. “Pihak ketiga itu selalu melancarkan provokasi supaya konflik terus terjadi. Dan bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi di kemudian hari,” katanya.

Prof Dr Said Agil Siraj mengungkapkan, di sejumlah negara Islam maupun Timur Tengah yang hidup faham Suni dan Syiah, dapat hidup rukun dan berdampingan. ”Bahkan Mufti Syria Badruddin Hassun yang berasal dari Suni, fatwa-fatwanya sangat didengar oleh kelompok Syiah,” jelas Kiai Siraj seraya menambahkan kondisi serupa terjadi di Saudi Arabia, Pakistan, maupun Libanon.

Bahkan di Libanon Selatan, lanjut Said, Hizbullah dari kelompok Syiah didukung juga oleh kelompok Suni. Dikatakan Said, sepanjang sejarah, perbedaan yang terjadi antara Suni dan Syiah sebenarnya, terkait soal kekuasaan atau lazim disebut imamah. Karena itu, kelompok Syiah memasukkan masalah imamah ke dalam rukun agama dan sejak dini anak-anak mereka diajarkan pengetahuan tentang imamah. “Dalam perkembangan Islam, kedua kelompok Suni dan Syiah sama-sama memberikan andil dan peran yang sangat besar dalam peradaban Islam,” tegas kyai Siraj.

Said menyebut sejumlah tokoh Syiah yang memberikan andil besar bagi kemajuan Islam. Sebut saja misalnya Ibnu Sina, seorang filsuf yang juga dikenal sebagai seorang dokter, Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai penemu ilmu hitung atau aljabbar, dan seorang sufi Abu Yazid al Busthami. Mereka yang beraliran Syiah ini telah menyumbangkan ilmunya bagi kemajuan Islam. “Jadi, kedua kelompok ini adalah aset yang sangat berharga bagi umat Islam.”.


6. Buya  KH. Syafii Maarif
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengutuk keras aksi pembakaran terhadap pondok pesantren Syiah di Kecamatan Karang Penang, Sampang. Terlebih jika aksi pembakaran tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan pandangan keagamaan.
Menurutnya, kebenaran bukanlah milik individu apalagi kelompok. Syafii mengatakan, Syiah telah diakui sebagai mazhab kelima dalam Islam. Dia pun menyatakan bahwa setiap orang, sekalipun atheis berhak hidup. Terpenting, katanya, bisa hidup rukun dan toleran.

7. Prof.Dr .KH. Din Syamsudin


Biografi Din Syamsudin

February 15, 2010
Din Syamsuddin menuai nama besar melalui aktivitasnya di Muhammadiyah. Ia sudah berkiprah di organisasi kemasyarakatan itu sejak mahasiswa saat ia menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di tahun 1985. Setelah itu, Din melanglang buana melanjutkan sekolah hingga strata doktoral. Saat kembali, Din mengajar IAIN Jakarta.

Kiprahnya di Muhammadiyah tetap berlanjut. Ia masuk dalam kepengurusan PP Muhammadiyah. Selain itu, Din juga menjadi wakil Muhammadiyah dalam tubuh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ia bahkan menjadi sekjen selama satu periode mulai tahun 2000 sampai dengan 2005.

Memasuki tahun 2005, Din yang dikenal rajin mengunjungi cabang-cabang Muhammadiyah di daerah-daerah ini terpilih menjadi Ketum PP Muhammadiyah yang baru, menggantikan Syafii Maarif. Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah terlihat menjaga jarak dengan Partai Amanat Nasional (PAN) yang didirikan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah.

Din sendiri memang punya banyak pengalaman. Tak melulu berkutat perihal keagamaan. Din pernah menjadi birokrat saat direkrut menjadi Dirjen Binapenta Depnaker di awal reformasi, dan ia juga pernah menjadi politikus dengan menjadi anggota litbang Partai Golongan Karya, dan selanjutnya merambah menjadi wasekjen.

Berikut ini data lengkap tentang Din Syamsudin
Nama: Sirajuddin Syamsuddin
Tempat Tanggal Lahir: Sumbawa Besar, 31 Agustus 1958
Agama: Islam
Istri: Ny Fira Beranata
Anak:
1. Farazahdi Fidiansyah
2. Mihra Dildari
3. Fiardhi Farzanggi
Pendidikan:
– S1 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
– S2 University of California, AS tahun 1982
– S3 University of California, AS tahun 1996
Karir:
– 1982 – sekarang Dosen UIN Syarif Hidayatullah
– 1989 – 1993 Ketum PP Pemuda Muhammadiyah
– 1995 – Wasekjen Golkar
– 1998 – 2000 Dirjen Binapenta Depnaker
– 2000 – 2005 Sekjen MUI
– 2000 – 2005 Wakil Ketua PP Muhammadiyah
– 2005 – sekarang Ketum PP Muhammadiyah
Alamat: Jl. Kemiri no 24 Menteng Jakarta Pusat

para pembaca …..
Posted on September 28, 2010
Sumber : Muhammadiyah Online

Teheran-
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan bahwa persatuan umat Islam khususnya antara kaum Sunni dan kaum Syiah, adalah mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan Islam. Kejayaan umat Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta kedua kelompok umat Islam tersebut. Demikian dikatakan Din pada Konferensi Islam Sedunia, Senin (5/05/2008),di Teheran. Pada konferensi yang berlangsung antara 4 sampai 6 Mei 2008 tersebut, hadir 400-an ulama dan zuama, baik dari kalangan Sunni maupun Syiah dari berbagai belahan dunia. Din Syamsuddin yang berbicara pada sesi pertama bersama enam tokoh Islam lainnya menegaskan bahwa antara Sunni dan Syiah ada perbedaan tapi hanya pada wilayah cabang (furu’yat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah), karena keduanya berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajad penghormatan terhadap Ali bin Abi Thalib. Maka, lanjut Din Syamsuddin, kedua kelompok harus terus melakukan dialog dan pendekatan.

Seandainya tidak dicapai titik temu maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi. Seluruh elemen umat Islam dalam kemajemukannya perlu menemukan “kalimat sama” (kalimatun sawa) dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi.  Selanjutnya, dalam menghadapi tantangan terhadap umat Islam dewasa ini, Din sampaikan, umat Islam perlu menemukan dalam dirinya “musuh bersama” (aduwwun sawa)..Dua hal ini, “kalimatun sawa” (common platform) dan “aduwwun sawa” (common enemy) adalah faktor kemajuan umat. Namun perlu dipahami bahwa “musuh bersama” itu terdapat di dalam diri umat Islam yaitu kemiskinan dan keterbelakangan.


24/12/2010
Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsudin, mengatakan tak ada perbedaan besar antara dua mazhab besar dalam Islam, Sunni dan Syiah, kata sebuah berita, sebuah pernyataan sejuk yang menutup pintu perpecahan dan adu domba yang bisa menghancurkan harmoni Muslimin Indonesia. Berbicara di Jakarta 24/12/2010 Din berkata baik Sunni dan Syiah “mengakui Tuhan dan Rasul yang sama. “Soal itu perlu diluruskan agar tidak memecah persaudaraan umat Islam,” katanya ke Kantor Berita Antar. Din mengutarakan pandangannya itu lepas menjamu Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mahmoud Farazandeh, di Kantor Pusat Muhammadiyah di bilangan Menteng. Kata Din, pertemuan itu terkait kerja sama Iran dengan Muhammadiyah untuk “mempererat hubungan” di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. “Semuanya untuk memajukan umat,” kata Din.

Din mengatakan Muhammadiyah dan Kedutaan Iran akan menggelar seminar bertema “Islam, Perdamaian, dan Keadilan Global”. Seminar untuk menanggapi ketidakadilan global yang sedang terjadi dan sebagai upaya menghilangkan Islamofobia, ketakutan dan kecurigaan tak beralasan pada Islam, katanya. Muhammadiyah sebelumnya mengecam keputusan Prancis yang melarang Muslimin menggunakan Burqa dan cadar, mencapnya sebagai sebuah sikap yang tidak menghargai kebebasan beragama, elemen vital demokrasi. Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Mahmoud bilang masyarakat Muslim perlu bekerjasama untuk menunjukkan Islam sebagai “agama kedamaian”. “Sejumlah negara besar di dunia memandang Islam sebagai ancaman yang amat menakutkan dengan dugaan melakukan pengeboman, teror serta kekerasan di sejumlah negara,” katanya.
Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsudin, mengatakan tak ada perbedaan besar antara dua mazhab besar dalam Islam, Sunni dan Syiah, kata sebuah berita, sebuah pernyataan sejuk yang menutup pintu perpecahan dan adu domba yang bisa menghancurkan harmoni Muslimin Indonesia. Berbicara di Jakarta hari ini, Din berkata baik Sunni dan Syiah “mengakui Tuhan dan Rasul yang sama. “Soal itu perlu diluruskan agar tidak memecah persaudaraan umat Islam,” katanya ke Kantor Berita Antar. Din mengutarakan pandangannya itu lepas menjamu Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mahmoud Farazandeh, di Kantor Pusat Muhammadiyah di bilangan Menteng.

Kata Din, pertemuan itu terkait kerja sama Iran dengan Muhammadiyah untuk “mempererat hubungan” di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. “Semuanya untuk memajukan umat,” kata Din. Din mengatakan Muhammadiyah dan Kedutaan Iran akan menggelar seminar bertema “Islam, Perdamaian, dan Keadilan Global”. Seminar untuk menanggapi ketidakadilan global yang sedang terjadi dan sebagai upaya menghilangkan Islamofobia, ketakutan dan kecurigaan tak beralasan pada Islam, katanya.

Muhammadiyah sebelumnya mengecam keputusan Prancis yang melarang Muslimin menggunakan Burqa dan cadar, mencapnya sebagai sebuah sikap yang tidak menghargai kebebasan beragama, elemen vital demokrasi. Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Mahmoud bilang masyarakat Muslim perlu bekerjasama untuk menunjukkan Islam sebagai “agama kedamaian”. “Sejumlah negara besar di dunia memandang Islam sebagai ancaman yang amat menakutkan dengan dugaan melakukan pengeboman, teror serta kekerasan di sejumlah negara,” katanya.

Pada Konferensi Persatuan Islam Sedunia yang berlangsung 4-6 Mei 2008 di Teheran, Iran, Din Syamsuddin pernah mengatakan, bahwa Sunni dan Syi’ah ada perbedaan, tapi hanya pada wilayah cabang (furu’yat), tidak pada wilayah dasar agama (akidah). Menurut Din, Sunni dan Syi’ah berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajat penghormatan terhadap sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad, yakni Ali bin Abi Thalib.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga mengatakan, sewajarnya jika dua kekuatan besar Islam ini (Sunni dan Syi’ah) bersatu melawan dua musuh utama umat saat ini yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. (Detikcom 5 Mei 2008).

Dikatakan Din, seandainya tidak dicapai titik temu, maka perlu dikembangkan tasamuh atau toleransi. Seluruh elemen umat Islam dalam kemajemukannya perlu menemukan “kalimat sama” (kalimatun sawa) dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi.


Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan bahwa persatuan umat Islam khususnya antara kaum Sunni dan kaum Syiah, adalah mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan Islam. Kejayaan umat Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta kedua kelompok umat Islam tersebut.

8. Prof.Dr.KH.Amien Rais

Amien Rais

Masa jabatan
19992001
PRESIDEN Abdurrahman Wahid
PENDAHULU Harmoko
Masa jabatan
19912004
PRESIDEN Megawati Soekarnoputri
PENGGANTI Hidayat Nur Wahid

LAHIR 26 April 1944 (umur 67)
SoloJawa Tengah
PARTAI POLITIK PAN
SUAMI/ISTRI Kusnasriyati Sri Rahayu
ANAK Ahmad Hanafi, Hanum Salsabiela, Ahmad Mumtaz, Tasnim Fauzia, Ahmad Baihaqi

Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di SoloJawa Tengah26 April 1944; umur 67 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999– 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober 1999.

Namanya mulai mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto sebagai salah satu orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah. Setelah partai-partai politik dihidupkan lagi pada masa pemerintahan Presiden Habibie, Amien Rais ikut mendeklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005.

Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai “King Maker“. Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10% dalam pemilu 1999.

Awal karier.
Lahir di solo pada 26 April 1944, Amien dibesarkan dalam keluarga aktivisMuhammadiyah yang fanatik. Orangtuanya, aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri. Sejak lulus sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah MadaYogyakarta pada1968 dan lulus Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1969), ia melanglang ke berbagai negara dan baru kembali tahun 1984 dengan menggenggam gelar master (1974) dari Universitas Notre DameIndiana, dan gelar doktor ilmu politik dari Universitas ChicagoIllinoisAmerika Serikat.

Kembali ke tanah air, Amien kembali ke kampusnya, Universitas Gadjah Madasebagai dosen. Ia bergiat pula dalam Muhammadiyah, ICMIBPPT, dan beberapa organisasi lain. Pada era menjelang keruntuhan Orde Baru, Amien adalah cendekiawan yang berdiri paling depan. Tak heran ia kerap dijuluki Lokomotif Reformasi.

Terjun ke politik.

Akhirnya setelah terlibat langsung dalam proses reformasi, Amien membentuk Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1998 dengan platform nasionalis terbuka. Ketika hasil pemilu 1999 tak memuaskan bagi PAN, Amien masih mampu bermain cantik dengan berhasil menjadi ketua MPR.

Posisinya tersebut membuat peran Amien begitu besar dalam perjalanan politik Indonesia saat ini. Tahun 1999, Amien urung maju dalam pemilihan presiden. Tahun 2004 ini, ia maju sebagai calon presiden dan meraih hampir 15% suara nasional.

Pada 2006 Amien turut mendukung evaluasi kontrak karya terhadap PT. Freeport Indonesia. Setelah terjadi Peristiwa Abepura, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)Syamsir Siregar secara tidak langsung menuding Amien Rais dan LSM terlibat dibalik peristiwa ini. Tapi hal ini kemudian dibantah kembali oleh Syamsir Siregar.[1]

Pada Mei 2007, Amien Rais mengakui bahwa semasa kampanye pemilihan umum presiden pada tahun 2004, ia menerima dana non bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan dari Menteri Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri sebesar Rp 200 juta. Ia sekaligus menuduh bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden lainnya turut menerima dana dari departemen tersebut, termasuk pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang kemudian terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.[2][3]

Referensi

  1. ^ BIN Tak Sepatutnya Cari Kambing Hitam, Suara Merdeka CyberNews, Rabu, 22 Maret 2006. Diakses 31 maret 2010.
  2. ^ [1]
  3. ^ [2]

Badan Kerjasama Persatuan Pelajar Indonesia (BKPPI) se-Timur Tengah dan Sekitarnya.
 
Wawancara Eksklusif dengan Amien Rais.
Menurut bapak apa relevansi tema konferensi yang dibawa teman-teman BKPPI kali ini dengan kondisi bangsa sekarang mengingat ada sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap seolah-olah kemandirian dan keadilan bagi bangsa Indonesia adalah sesuatu yang utopis?
Jadi tema konferensi ke 6 ini dari BKPPI memang amat sangat pas, sangat relevan karena yang dihadapi bangsa kita memang terutama dua itu, jadi pertama kita telah kehilangan kemandirian nasional, kepercayaan diri sudah luntur, kita bahkan tidak lagi merawat kedaulatan ekonomi, kedaulatan politik, kedaulatan hukum kita, jadi ini adalah hal yang sudah amat sangat jauh sehingga adik-adik di timur tengah itu betul kalau mengangkat tema ini. Dan masalah keadilan itu juga makin lama makin jauh dari kenyataan, yang terjadi mungkin adalah kezaliman ekonomi, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin senen kemis gitu nasibnya. Dan kesenjangan sosial juga makin menganga lebar. Jadi dua ini, dua hal yang sangat fundamental tapi tidak bisa diselesaikan satu-dua tahun, ini membutuhkan pemikiran yang relatif matang dan komitmen nasionl dari semua tokoh dan elit untuk bersama-sama bangsa yang besar ini menyelesaikan masalah itu, jadi saya kira memotret masalah dengan betul itu sudah langkah awal yang sangat baik, bayangkan kalau potretnya keliru langkahnya juga akan keliru, jadi saya kira alhamdulillah potret yang sudah dibuat oleh BKPPI timur tengah dan sekitarnya sudah betul, sudah akurat.

Rekomendasi apa yang selayaknya diberikan konferensi BKPPI kali ini terhadap pemerintah dan rakyat Indonesia?
Menurut saya harus sedikit menggigit, artinya ingatkan pada bangsa Indonesia dan pemerintahnya kita sudah akan melewati 62 tahun kemerdekaan, tapi kedaulatan nasional kita di bidang ekonomi, politik, hukum itu makin sempoyongan. Kemudian yang kedua kenyataan yang tak terbantahkan adalah bahwa cengkeraman pihak asing di bidang ekonomi, perbankan, pertambangan, permodalan ini memang sudah begitu nampak, jadi kalau hal yang sudah demikian mencolok mata masih belum kita sadari, maka kapan kita akan memutar balik arah perkembangan bangsa ini, jadi jangan lupa rekomendasi itu tentu mengingatkan kita yang sudah akan memperingati proklamasi yang 62 tahun tetapi kenyataan menunjukkan bahwa kebangsaan nasional sudah makin sayup-sayup kemudian kemandirian juga masih di omongan tapi tidak ada dalam kenyataan, kemudian kedaulatan multi dimensional kita sudah digadaikan kepada kekuatan luar.

Apa contoh yang bisa diambil oleh Indonesia dari Negara seperti Iran?
Jadi saya pikir langkah Iran sejak tahun 1979 ketika Imam Khomeini kembali dari pengasingan itu sudah on the right track, sudah betul gitu jadi mengembalikan martabat, marwah, harga diri bangsa Iran kemudian melepaskan dari belenggu imperealisme Amerika, dulu kita mengetahui di zaman Syah, Syah dan Savak itukan telah menggadaikan Iran kedalam supremasi kepentingan barat, sehingga sesungguhnya yang sedang memainkan peranan itu bukan Syah Iran tapi ini adalah pemerintah boneka, nah setelah revolusi Iran, ada kemandirian, kemudian ada inspirasi baru yang diambil dari khazanah Islam sendiri, kemudian revolusi Iran itu bersifat multi dimensional jadi bukan sekedar hukum saja tetapi juga politik, sosial, ekonomi, kemanusiaan dll, dan arahnya itu jelas semakin bagus karena misalnya utang luar negeri Iran itu sangat kecil, hampir tidak berarti untuk Negara sebesar ini, kemudian, relatif ia tidak terlalu tergantung dengan luar negeri, kemudian yang ketiga Iran ini bisa memanfaatkan sumber daya alamnya untuk kepentingan bangsa sendiri bukan seperti Indonesia maaf gitu, jadi disini tidak aneh setiap saya datang ke Iran itu selalu melihat pertumbuhan yang kongkrit, jadi pertumbuhan fisik saja itu semakin bagus jadi apakah jalan-jalan yang makin rapi, rumah-rumah makin bertambah, kemudian gejala fisik saja itu nampak kalau dari tahun ketahun itu semakin bagus, jadi Iran ini sebuah eksperimen Islam di berbagai bidang kehidupan yang menurut saya itu lepas dari berbagai kekurangan dan kelemahannya tapi sudah on the right track, sudah berjalan di rel dengan benar. Dan jadi yang perlu kita tiru saya kira adalah bagaimana sejak pak Khomaini sampai Rafsanjani kepada Khatami sampai sekarang ini Ahmadi Nejad meskipun beda nuansa dan beda penampilan tapi saya kira bottom line nya sama yaitu percaya pada kemampuan nasional, kemampuan bangsa sendiri, dan tidak bergantung pada bangsa lain; apalagi jika usaha untuk mencapai kemampuan nuklir untuk perdamaian ini bisa jadi kenyataan alangkah bahagianya bukan hanya Iran, tapi semua dunia Islam. Sehingga paling tidak kita bisa bicara pada dunia luar bahwa lihatlah secara teknologi ada Pakistan, ada Iran, mungkin negara lain yang juga mampu. Bahkan kemarin ketika saya pergi ke News Room di Iran ini saya melihat bagaimana Sahar, Al Kautsar, Al Alam, itu merupakan sebuah demonstrasi bagaimana ternyata bangsa Muslim seperti Iran ini bisa menampilkan sosok komunikasi modern yang insyaallah tidak kalah dengan BBC, CNN, Fox news dll.

Tentang nuklir Iran, Indonesia yang mendukung penambahan sanksi kepada negara ini apakah menunjukkan ketidak mandirian politik Indonesia itu sendiri?
Jadi memang Indonesia ini sekarang agak malu diri. Jadi di mata rakyatnya pemerintah ini agak drop popularitasnya gara-gara tunduk sama kemauan Amerika. Kita tahu bahwa Security Council adalah kepanjangan tangan dari Amerika jadi begitu kita tunduk kepada dewan keamanan sesungguhnya itu sama saja dengan kita mengekor kepada Amerika. Nah mudah-mudahan tidak akan terulangi pada masa-masa yang akan datang.

Berkenaan dengan peranan ulama di Iran, dominasi peran ulama yang begitu mengakar dan kuat dibanding dengan Indonesia bagaimana anda melihat nilai positif dan negatif dalam dua Negara ini?
Ya saya kira kualitasnya mungkin ya. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada ulama Indonesia memang tradisi intelektual dan berfikir di Iran itu tidak pernah berhenti. Sementara ulama kita sudah terjebak kepada fiqih sehingga Islam kadang-kadang menjadi fiqih, Islam itu bukan pemikiran ijtihadi yang mencari terobosan, mencari pemecahan itu. Tapi untuk menyingkat wawancara ini saya kira cukup saya beri satu contoh saja bagaimana pada tahun 1979 majalah mingguan Time Magazine di Amerika itu mengatakan jangan mencoba berdebat masalah filsafat Yunani dengan Imam Khomeini karena kita pasti kalah. Jadi bayangkan Imam Khomeini ini tradisi filsafatnya bukan sekedar ibnu Rusyd dan ibnu Sina kemudian ulama-ulama dari Islam sendiri tapi ternyata filsafat Socrates, Aristoteles, Plato dan yang klasik Yunani itu juga dipahami. Dan saya pikir kalau saya melihat tulisan-tulisan ayatullah-ayatullah di Iran ini, itu tidak sepihak jadi bukan one sided analysistetapi multi sided analysis karena mereka sudah menggabungkan antara resep-resep Qurani dengan resep-resep yang mutakhir dalam bidang ya katakanlah tinjauan sosiologis, politik, dll seperti peradaban sehingga penampilannya itu memang segar dan bahkan menjadi alternatif penting, alternatif dengan Makrifatbukan Nakirah. Dan saya pikir inilah yang menarik perhatian kita.

Ada sebuah fenomena, yaitu di satu sisi, terutama bagi teman-teman di sini, meskipun kita ingin membangun bangsa, tapi di sisi yang lain muncul banyak kecurigaan dari beberapa pihak yang memang tidak menghendaki kehadiran Syiah di Indonesia. Menurut anda, apakah memang pemikiran Syiah tidak menguntungkan bagi bangsa?
Jadi saya kira begini , anda tidak ush berfikir teknis jadi nanti anda kalau pulang ke tanah air beri ceramah di kampus-kampus tulislah artikel di koran-koran, produksilah buku-buku yang agak tebal yang menunjukkan kehebatan Islam dibandingkan paham-paham lain. Jadi saya lihat bagaimana Ali Syariati menenggelamkan marxisme di Iran ini karena ia menunjukkan resep2 keIslaman secara kreatif sehingga intelektual Iran tidak lagi tertarik kepada marxisme tersebut. Hal seperti ini sesuatu yang normal, sebagaimana kata pepatah tidak ada makan siang yang gratis. Makan siang itupun harus didapat dengan bekerja. Jadi anda jangan takut dituduh syiah dan lain-lain; karena menurut saya . Al Azhar juga dilahirkan oleh dinasti Fatimi yang juga Syiah. Jadi ngga usah lah kita saling tidak percaya.

Satu lagi pak! Menurut bapak sumbangsih real apa yang dapat diberikan pelajar-pelajar Indonesia di luar negri khususnya pelajar2 Indonesia di timur tengah dalam mewujudkan bangsa indonesia yang bersih, mandiri, dan merdeka mengingat lulusan timur tengah masih dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat Indonesia?
Saya kira kalau kita melihat Indonesia dalam sejarah menjelang dan sesudah kemerdekaan itu sangat berhutang budi pada alumni lulusan timur tengah sejak pak Mahmudi Nur, Mukhtar Yahya, yang lebih mutaakhir jangan lupa seperti Abdurrahman Wahid, kemudian Hidayat Nur Wahid, lantas kemudian Alwi Sihab, Quraish Syihab, dan mereka yang tidak sepopuler orang-orang tadi. Mereka adalah orang-orang yang telah memasuki sel-sel kehidupan nasional kita. Jadi yang penting kata kuncinya adalah sesuatu posisi yang kita ambil untuk mengabdi kepada kepentingan agama itu tidak bisa dicapai hanya dengan berpangku tangan. Tetapi caranya kita harus berjuang, berdebat berdiskusi, meyakinkan umat Islam lantas menggelar tradisi intelektual yang lebih longgar dan lebih liberal dalam arti liberal yang bertanggung jawab. Jadi saya tidak setuju kalau dikatakan bahwa kualitas timur tengah kalah dengan alumni dalam negeri. Karena sayapun, walaupun cuma setahun, pernah belajar di Al Azhar dan saya alumni timur tengah juga. Jadi saya melihat mereka yang dibimbing di timur tengah mulai dari Libya Mesir, sampai Pakistan itu sesungguhnya kalau direcord mulai sebelum kemerdekaan itu barang kali jadi berjilid-jilid.

Memang harus kita sadari kita juga tidak bisa ikut terlalu banyak, jadi kita tidak bisa mengharapkan menjadi katakanlah ahli perbankan, ahli ekonomi, ahli pertanian itu ada ahlinya sendiri. Tapi saya yakin yang namanya pemikiran itu memang seperti kereta di depan yang menyeret sebuah bangsa. Jadi menurut saya pemikiran Islam itu kan bergerak terus dan saya tidak malu-malu untuk mengatakan bahwa hutang budi saya ya kepada ayatullah-ayatullah disini itu besar sekali. Jadi ketika saya sekolah di IAIN, kemudian di Chicago, kemudian terbang ke Al- Azhar sebenarnya Islam yang bagus itu Islam yang status quo, itu Islam yang baik yang universal tetapi yang tidak menggerakkan. Tapi Islam di tangan tokoh-tokoh ulama syiah itu menjadi lain, Islam yang moving Islam yang menggerakkan yang merubah gitu dan itu yang saya kira yang kita perlukan. Jadi dari sunni nggak usah malu untuk belajar dari syiah. Tapi juga dari syiah saya kira kalau ada sunni yang bagus juga ambil saja gitu. Jadi tadi ketika di Markaz International Study Islam Iran juga dikatakan, kalau kita melihat di perpustakaan di Iran pun juga 80% lebih buku-bukunya itu karangan sunni. Jadi mengapa orang sunni itu alergi kepada syiah dan sementara syiah juga alergi kepada sunni. Saya kira ini seperti pertarungan komunikasi orang Amerika tidak mau menyiarkan Aljazeera sementara CNN bisa kita nikmati di Mekah dan Madinah juga di Iran. Saya kira yang jelas anda lebih tahu dari saya bahwa nature dari alam itu adalah perubahan jadi kalau filsafat Pancarai semua itu berubah yang tetap itu adah perubahan itu sendiri jadi saya yakin nanti dengan adanya kemajuan zaman ini akan terjadi perubahan kuantitatif kualitatif dan anda ini yang penting terus saja belajar, tekuni ilmu yang anda bidangi itu sehingga kalau bisa setelah kembali ke tanah air itu kemudian tinggal mengimplementasikan apa yang telah diambil di Timur Tengah ini.

Juli 18, 2007
Tokoh-tokoh Nasional Isi Konferensi ke 6 BKPPI dengan Orasi Ilmiah.
Pada pembukaan Konferensi 6 BKPPI ini digelar juga empat orasi ilmiah dan diskusi dengan mengusung berbagai tema. Orasi ilmiah pertama dari Prof. Amien Rais sekaligus seremonial pembukaan acara konferensi BKPPI kali ini diiringi dengan pembacaan doa.

Dalam orasinya mantan ketua MPR ini menjelaskan bahwa mengapa bangsa Indonesia yang sesungguhnya kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya ini justeru masih tertinggal jauh dibanding Negara-negara lainnya, ia mengatakan karena Indonesia selama ini telah kehilangan kemandiriannya. Hilangnya kemandirian ini lanjut Amien, berdampak pada hilangnya juga kebanggaan nasional. Orang Indonesia di luar negeri malu untuk mengaku sebagai orang Indonesia ketika ditanya orang asing. Pada akhirnya karena kemandirian dan kebanggaan terhadap bangsa sudah hilang maka pelan-pelan kedaulatan bangsa pun akan hilang.

Inilah masalah yang paling fundamental tambahnya, dan diperlukan keberanian dari para pemimpin bangsa untuk bersikap tegas terhadap Negara-negara asing yang berusaha melakukan korporatografi kepada Indonesia yang menjadi penyebab hilangnya kedaulatan ekonomi bangsa ini.

Dr Bambang Pranowo staff Menhan yang menggantikan Juwono Sudarsono yang tidak bisa memnuhi undangan panitia konferensi menyoroti masalah posisi Indonesia di tengah percaturan politik dunia dengan berbagai ancaman dan tantangannya seperti globalisasi, perdagangan bebas dan perubahan-perubahan social kemasyarakatan yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia membuktikan pentingnya rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap bangsa sebagai sebuah kekayaan yang perlu dipertahankan. Sementara itu Husein Heryanto dosen ICAS lebih banyak mengupas masalah pentingnya budaya dan system nilai masyarakat sebagai sebuah benteng kokoh pertahanan Indonesia.

Konferensi kali ini diisi pula oleh orasi ilmiah lain dari Dr. Mashitoh Chusnan dari DEPDIKNAS yang menggantikan Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo yang berhalangan hadir. Dr Mashitoh menyinggung masalah Human Development Index (HDI) Negara-negara Islam yang lemah khususnya Indonesia yang saat ini berada pada peringkat 112 dari 175 negara dunia. Umat Islam di Negara-negara berkembang menurut Dr Mashitoh itu miskin, bodoh dan dijajah secara ekonomi, pada saat yang sama Negara-negara Islam yang kaya minyak masih di bayangi masalah hedonisme sehingga belum bisa mengangkat SDM muslim oleh karena itu lanjutya Negara-negara muslim termasuk Indonesia  dituntut harus segera menguasai IPTEK dan penguasaan dalam bidang ekonomi sehingga bisa lepas dari keterjajahan ekonomi Negara-negara barat.
Rektor-rektor beberapa universitas islam di Indonesa yang dalam konferensi kali berkesempatan menyampaikan orasi mereka lebih banyak menyoroti masalah alumni Timur Tengah yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat Indonesia seperti diungkapkan oleh Rektor IAIN Wali Songo Semarang Prof. Abdul Jamil.

“Alumni timur tengah yang pulang ke Indonesia merupakan sebuah resources bagi bangsa tetapi pertanyaannya adalah apakah mereka mampu mengambil posisi dalam proses national building berbekal ilmu-ilmu keislaman yang dikantongi dari timur tengah, ditambah lagi dengan stigma sebagian orang yang mengatakan alumni timur tengah itu pikirannya belum bisa diajak untuk maju”.

Sementara itu Purkon Hidayat, perwakilan HPI Iran yang satu meja diskusi dengan para rector tersebut lebih banyak menyinggung masalah pola pemikiran barat yang masuk ke wilayah-wilayah pemikiran Islam dan menghegemoni kerangka pemikiran banyak pemikir Islam kemudian menawarkan sebuah solusi atas masalah ini dengan memperkenalkan figure dan pengalaman Imam Khomeini.

Juli 18, 2007
Konferensi Internasional VI BKPPI Se – Timur Tengah dan Sekitarnya.


Amien Rais: “Sunnah dan Syi’ah adalah madzhab-madzhab yang legitimate dan sah saja dalam Islam

Jumat, 20 Juli 2007.
Pada pembukaan Konferensi 6 BKPPI se-Timur Tengah ini digelar juga empat orasi ilmiah dan diskusi dengan mengusung berbagai tema. Orasi ilmiah pertama dari Prof. Amien Rais sekaligus seremonial pembukaan acara konferensi BKPPI kali ini diiringi dengan pembacaan doa. Dalam orasinya mantan ketua MPR ini menjelaskan bahwa mengapa bangsa Indonesia yang sesungguhnya kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya ini justeru masih tertinggal jauh dibanding Negara-negara lainnya, ia mengatakan karena Indonesia selama ini telah kehilangan kemandiriannya. Hilangnya kemandirian ini lanjut Amien, berdampak pada hilangnya juga kebanggaan nasional. Orang Indonesia di luar negeri malu untuk mengaku sebagai orang Indonesia ketika ditanya orang asing. Pada akhirnya karena kemandirian dan kebanggaan terhadap bangsa sudah hilang maka pelan-pelan kedaulatan bangsa pun akan hilang. Inilah masalah yang paling fundamental tambahnya, dan diperlukan keberanian dari para pemimpin bangsa untuk bersikap tegas terhadap Negara-negara asing yang berusaha melakukan korporatografi kepada Indonesia yang menjadi penyebab hilangnya kedaulatan ekonomi bangsa ini.

Dr. Bambang Pranowo staff Menhan yang menggantikan Juwono Sudarsono yang tidak bisa memnuhi undangan panitia konferensi menyoroti masalah posisi Indonesia di tengah percaturan politik dunia dengan berbagai ancaman dan tantangannya seperti globalisasi, perdagangan bebas dan perubahan-perubahan social kemasyarakatan yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia  membuktikan pentingnya rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap bangsa sebagai sebuah kekayaan yang perlu dipertahankan.

Sementara itu Husein Heryanto dosen ICAS lebih banyak mengupas masalah pentingnya budaya dan system nilai masyarakat sebagai sebuah benteng kokoh pertahanan Indonesia.

Konferensi kali ini diisi pula oleh orasi ilmiah lain dari Dr. Mashitoh Chusnan dari DEPDIKNAS yang menggantikan Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo yang berhalangan hadir. Dr Mashitoh menyinggung masalah Human Development Index (HDI) Negara -negara Islam yang lemah khususnya Indonesia yang saat ini berada pada peringkat 112 dari 175 negara dunia. Umat Islam di Negara-negara berkembang menurut Dr Mashitoh itu  miskin, bodoh dan dijajah secara ekonomi, pada saat yang sama Negara-negara Islam yang kaya minyak masih di bayangi masalah hedonisme sehingga belum bisa mengangkat SDM muslim oleh karena itu lanjutya Negara-negara muslim termasuk Indonesia dituntut harus segera menguasai IPTEK dan penguasaan dalam bidang ekonomi sehingga bisa lepas dari keterjajahan ekonomi Negara-negara barat.
Hadir dalam konferensi beberapa rektor dari universitas kenamaan Islam di Indonesa, Pof.DR.HM Ridwan Nasir.MA [Rektor IAIN Sunan Ampel, Surabaya], Prof. DR. Abdul Jamil [Rektor  IAIN Wali Songo, Semarang], Prof. DR. Fuad Amsyari.Phd [Guru Besar Universitas Airlangga/ UNAIR, Surabaya] yang dalam konferensi kali ini berkesempatan menyampaikan orasi, lebih banyak menyoroti masalah alumni Timur Tengah yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat Indonesia seperti diungkapkan oleh Rektor IAIN Wali Songo Semarang Prof. Abdul Jamil.“Alumni timur tengah yang pulang ke Indonesia merupakan sebuah resources bagi bangsa tetapi pertanyaannya adalah apakah  mereka mampu mengambil posisi dalam proses national building berbekal ilmu-ilmu keislaman yang dikantongi dari timur tengah, ditambah lagi dengan stigma sebagian orang yang mengatakan alumni timur tengah itu pikirannya belum bisa diajak untuk maju”. Demikian statemen beliau dalam salah satu diskusi yang dipandu oleh Muladi Mughni (delegasi Pakistan).

Sementara itu Purkon Hidayat, perwakilan HPI Iran yang satu  meja diskusi dengan para rector tersebut lebih banyak  menyinggung masalah pola pemikiran barat yang masuk ke wilayah-wilayah pemikiran Islam dan menghegemoni kerangka pemikiran banyak pemikir Islam kemudian menawarkan sebuah solusi atas masalah ini dengan memeprkenalkan figure dan pengalaman Imam Khomeini.

Indonesia Masih Gerbong, Belum Bisa Jadi Lokomotif.
Amien Rais beserta keluarga tiba di Iran Minggu 15 Juli 2007 memenuhi undangan Panitia Pelaksana Konferensi BKPPI Se Timur Tengah dan sekitarnya untuk mengisi orasi ilmiah di acara konferensi ini dan sekaligus membukanya. Amien Rais dalam pembukaan konferensi yang bertemakan “Membangun Kemandirian  Bangsa Menuju Indonesia yang Berkeadilan”  mengatakan bahwa kewajiban membangun dan merekonstruksi bangsa dan negara pada hakikatnya adalah kewajiban keagamaan dan bukan sekedar  kewajiban kewarganegaraan, politik atau keduniaan. “Saya tidak setuju dengan teman yang mengatakan biarlah di dunia ini kita umat Islam menjadi umat pinggiran, umat kalahan dan bangsa-bangsa muslim itu menjadi bangsa pelengkap penderita tapi insyaallah di akhirat kita berbondong-bondong  masuk surga, saya kira itu pikiran yang ngawur. Itu adalah manifestation of defeatation, itu adalah manifestasi kebangkrutan, kekalahan, kepecundangan, tidak mau berjuang dan kemudian agama dijadikan opium, dijadikan pelipur lara dan  dijadikan candu penenang”. “Sebenarnya kalau kita bergerak membangun bangsa sesungguhnya itu kewajiban qur’aniah dan kewajiban keagamaan kita”. tegasnya.

Bangsa Indonesia sudah sejak lama ingin membangun dirinya, tetapi sampai sejauh ini belum dianggap berhasil dibandingkan negara-negara Asia lainnya yang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir telah mengalami kemajuan yang cukup pesat seperti India dan Cina. Padahal menurut Amien negara-negara tersebut adalah negara yang tidak beragama dan jelas bukan negara muslim, selain itu negara kita memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Tetapi mengapa Indonesia tidak maju-maju juga. Indonesia ini masih gerbong belum bisa menjadi lokomotif, tegasnya. Pertanyaan mengapa Indonesia masih belum bisa sejajar dengan negara-negara lain menurut Amien Rais ada tiga faktor yang menyebabkannya. “Sesuai dengan tema konferensi kita kali ini, selama ini kita sudah agak lama kehilangan kemandirian, jadi self confidence sudah agak lama hilang dari khazanah bangsa Indonesia baik masyarakat umum dan mungkin juga sampai ke pemimpinnya”.

Menurut Amien sebuah bangsa yang telah kehilangan kemandiriannya akan kehilangan juga kebanggaan nasional, jika kedua komponen ini telah hilang maka kehilangan kedaulatan bangsa menjadi sesuatu yang tidak begitu terasa lagi. Ini adalah masalah bottom line, masalah yang paling fundamental, gara gari kita kehilangan kemandirian dan kebanggaan nasional sebenarnya pelan-pelan kita kehilangan kedaulatan nasional di berbagai dimensi kehidupan”. Kedaulatan ekonomi Indonesia adalah salah satu kedaulatan bangsa yang mulai hilang dan memiliki contoh yang mencolok pada kasus Indonesia, dijualnya berbagai asset nasional, pertambangan-pertambangan yang keuntungannya justeru dikuasai asing dan berbagai indikator lain yang menguatkan hal tersebut.

Arsip Konferensi BK-PPI se-Timur Tengah di Qom Iran (Selasa, 17 Juli 2007)
============================================================================
Amien Rais buka Konferensi VI BK-PPI se-Timur Tengah di Iran. Jul 10, ’08 12:18 AM
untuk semuanya
Qom – Pada pagi yang cerah, di Auditorium Syahid Sadr, Sekolah Tinggi Imam Khomeini r.a, Qom, Republik Islam Iran digelar Konferensi VI Badan Kerjasama Persatuan Pelajar Indonesia (BK-PPI) se-Timur Tengah dan sekitarnya. Tepat Pukul 10.30 acara pembukaan digelar, nampak Qori Internasional asal Iran melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan lantunan khas Iran. Setelah pembacaan Al-Qur’an dilanjutkan sambutan Sekjen BK-PPI se-Timur Tengah, Muktar Ilyas , MA . Dalam sambutannya, Muktar menegaskan tentang perlunya generasi bangsa untuk bersatu padu dalam  mewujudkan kemandirian bangsa menuju Indonesia yang berkeadilan. “Telah 62 tahun Indonesia Merdeka, namun Indonesia belum juga maju-maju dan masih diliputi oleh kemiskinan dan keterbelakangan, untuk itulah kita sebagai penerus bangsa diwajibkan untuk menemukan solusi atas hal tersebut”, tegas Muktar. Setelah sambutan Sekjen BK-PPI se-Timur Tengah, dilanjutkan dengan  sambutan dari Mahdani Mekar, Wakil Markas Jahani, yang banyak menitik beratkan pada pentingnya nilai independensi dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kita sebagai umat Islam sepatutnya untuk tidak  tunduk pada sistem diluar Islam, aplikasikanlah kemuliaan yang ada dalam jati diri kita, bersatu secara internal dengan akselerasi dengan kemajuan dan potensi-potensi yang kita miliki”, tutur Mahdani dalam pidatonya.

Setelah sambutan dari Markas Jahani, sebuah Pusat Pendidikan dan Kebudayaan dibawah naungan Pemimpin Spritual Ali Khomeini dilanjutkan dengan orasi ilmiah oleh Amien Rais. Dalam orasinya pada pembukaan konferensi yang bertemakan “Membangun Kemandirian Bangsa Meunju Indonesia yang Berkeadilan” mengatakan bahwa kewajiban membangun dan merekonstruksi bangsa dan Negara pada hakikatnya adalah kewajiban keagamaan dan kewarganegaraan, politik atau keduniaan. ” Saya tidak setuju dengan teman yang mengatakan biarlah di dunia ini kita umat Islam menjadi umat pinggiran, umat kalahan dan bangsa-bangsa muslim itu menjadi bangsa pelengkap penderita tapi insya Allah di akhirat kita berbondong-bondong masuk surga saya kira itu pikiran yang ngawur. Itu adalah manifestation of defeatation, itu adalah manifestasi kebangkrutan, kekalahan, kepecundangan tidak mau berjuang dan kemudian agama dijadikan opium dijadika pelipur lara dan dijadikan candu penenang”.

“Sebenarnya kalau kita bergerak membangun bangsa sesungguhnya itu kewajiban qur’aniah dan kewajiban keagamaan kita”, tuturnya. paparannya, Amien menitikberatkan posisi Islam sebagai balance (tawazun) yang tidak setengah-setengah membangun bangsa. “Jangan jadi bangsa gerbong, tapi jadilah bangsa lokomotif”, tegasnya sambil mengangkat jari telunjuknya.

Bangsa Indonesia sudah sejak lama ingin membangun dirinya, tetapi sampai sejauh ini belum dianggap berhasil dibandingkan Negara-negara Asia lainnya yang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir telah mengalami kemajuan yang cukup pesat seperti India dan Cina. Padahal menurut Amien  Negara-negara tersebut adalah Negara yang tidak beragama dan jelas bukan Negara muslim, selain itu Negara kita memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Tetapi mengapa Indonesia tidak maju-maju juga. Pertanyaan mengapa Indonesia masih belum bisa sejajar dengan Negara-negara lain menurut Amien Rais ada tiga faktor yang menyebabkannya. “Sesuai dengan tema konferensi kita kali ini, selama ini kita sudah agak lama kehilangan kemandirian, jadi self confidence sudah agak lama hilang dari khazanah bangsa Indonesia baik masyarakat umum dan mungkin juga ke pemimpinnya” .

Menurut Amien sebuah bangsa yang telah kehilangan kemandiriannya akan kehilangan juga kebanggaan nasional, jika kedua komponen ini telah hilang maka kehilangan kedaulatan bangsa menjadi sesuatu yang tidak begitu terasa lagi. “Orang Indonesia di luar negeri malu untuk mengaku sebagai orang Indonesia ketika ditanya orang asing”. Lanjutnya. Ini adalah masalah bottom line, masalah yang paling fundamental, -gara kita kehilangan kemandirian dan kebanggaan nasional sebenarnya pelan-pelan kita kehilangan kedaulatan nasional di berbagai dimensi kehidupan”, jelas Amien. Kedaulatan ekonomi Indonesia adalah salah satu kedaulatan bangsa yang mulai hilang dan memiliki contoh yang mencolok pada kasus Indonesia, dijualnya berbagai asset nasional, pertambangan- pertambangan yang keuntungannya justru dikuasai asing dan berbagai indikator lain yang menguatkan hal tersebut. “50,5 % Perbankan Nasional dalam cengkraman pengusaha asing, pada tahun 2004 Indosat pindah ke Tamasec Singapura, Pertambangan emas terbesar di dunia dikuasai oleh Freeport di Papua dan masa kontraknya hingga tahun 2041, Blok Cepu di Jawa telah dikuasai oleh Exon Mobil Amerika hingga masa kontrak 2038, Natuna dengan kekayaan gas alamnya juga dikuasai oleh Exon Mobil dan pengusaha Singapura yang telah berlangsung beberapa tahun  lalu”, imbuh Amien.

Dalam Orasi ini pula, Amien mengungkap adanya fenomena baru DPR dan Pemerintah RI melakukan kolusi besar-besaran, termasuk dalam kaitannya dalam UU Penanaman Modal. “Pemodal asing disamakan posisinya dengan penanam modal dalam negeri, Pasal 22 dinyatakan hak tanah atau hak guna bangunan hingga 99 tahun, ini sangat riskan, kebijakan yang tidak berpihak pada warga Negara Indonesia”, tuturnya. Selain fenomena di dalam negeri juga terdapat fenomena internasional yang tercipta dalam Korporatografi yang terbungkus dalam penjajahan baru. “Penjajah baru itu adalah Pertama; Big Coorporation seperti Shell, NewMon, Exon Mobil, Kedua; Big Politic Power yang motori oleh Washington DC dan London, Ketiga; Big Militer Power; AS, China, Rusia, Korut dll, Keempat Big Media Power: CNBC, CNN, Fox, BBC dan lainnya, Kelima: Coopted Elit; adanya professor-professor yang mengabdi secara penuh kepada korporasi. Keenam; Big Palang Pintu Power; Venezuela , Turki , Iran dll”, tambahnya.

Diperlukan keberanian dari para pemimpin bangsa untuk bersikap tegas terhadap Negara-negara asing yang berusaha melakukan korporatografi kepada Indonesia yang menjadi penyebab hilangnya kedaulatan ekonomi bangsa ini. “Kita harus membangun Indonesia dengan Persatuan, seperti pembicaraan saya dengan Pemerintah China , apa rahasia sukses negeri China ? Pejabat itu berkata: Stop cek cok, bersatu dan bekerja keras”, tutur Amien. Di akhir orasi, Amien Rais membaca senandung do’a lalu dilanjutkan  dengan pembukaan Konferensi VI BK-PPI se Timur Tengah dan sekitarnya. pembukaan tersebut hadir pula Kuasa Usaha ad Interm (KUAI) KBRI Tehran, Atase Pertahanan dan Fungsi Pensosbud, Staf Menhamkam, Staff Mendikbud, Para rektor dan Dosen Universitas di Indonesia, dan juga Delegasi PPMI Mesir, PPI Pakistan, PPI Yaman, PPMI Jordania, PPI India, PPI Syria, PPI Maroko, HPI Iran, Peninjau dari PPI London serta beberapa peninjau dari cendekiawan Iran.

Amien Rais.

Amien Rais
 

Masa jabatan
19992001
PRESIDEN Abdurrahman Wahid
PENDAHULU Harmoko
Masa jabatan
19912004
PRESIDEN Megawati Soekarnoputri
PENGGANTI Hidayat Nur Wahid

LAHIR 26 April 1944 (umur 67)
SoloJawa Tengah
PARTAI POLITIK PAN
SUAMI/ISTRI Kusnasriyati Sri Rahayu
ANAK Ahmad Hanafi, Hanum Salsabiela, Ahmad Mumtaz, Tasnim Fauzia, Ahmad Baihaqi

Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di SoloJawa Tengah26 April 1944; umur 67 tahun) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999– 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober 1999.

Namanya mulai mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto sebagai salah satu orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah. Setelah partai-partai politik dihidupkan lagi pada masa pemerintahan Presiden Habibie, Amien Rais ikut mendeklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005.

Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai “King Maker“. Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10% dalam pemilu 1999.

 Awal karier

Lahir di solo pada 26 April 1944, Amien dibesarkan dalam keluarga aktivisMuhammadiyah yang fanatik. Orangtuanya, aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri. Sejak lulus sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah MadaYogyakarta pada1968 dan lulus Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (1969), ia melanglang ke berbagai negara dan baru kembali tahun 1984 dengan menggenggam gelar master (1974) dari Universitas Notre DameIndiana, dan gelar doktor ilmu politik dari Universitas ChicagoIllinoisAmerika Serikat.

Kembali ke tanah air, Amien kembali ke kampusnya, Universitas Gadjah Madasebagai dosen. Ia bergiat pula dalam Muhammadiyah, ICMIBPPT, dan beberapa organisasi lain. Pada era menjelang keruntuhan Orde Baru, Amien adalah cendekiawan yang berdiri paling depan. Tak heran ia kerap dijuluki Lokomotif Reformasi.

 Terjun ke politik

Akhirnya setelah terlibat langsung dalam proses reformasi, Amien membentuk Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1998 dengan platform nasionalis terbuka. Ketika hasil pemilu 1999 tak memuaskan bagi PAN, Amien masih mampu bermain cantik dengan berhasil menjadi ketua MPR.

Posisinya tersebut membuat peran Amien begitu besar dalam perjalanan politik Indonesia saat ini. Tahun 1999, Amien urung maju dalam pemilihan presiden. Tahun 2004 ini, ia maju sebagai calon presiden dan meraih hampir 15% suara nasional.

Pada 2006 Amien turut mendukung evaluasi kontrak karya terhadap PT. Freeport Indonesia. Setelah terjadi Peristiwa Abepura, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)Syamsir Siregar secara tidak langsung menuding Amien Rais dan LSM terlibat dibalik peristiwa ini. Tapi hal ini kemudian dibantah kembali oleh Syamsir Siregar.[1]

Pada Mei 2007, Amien Rais mengakui bahwa semasa kampanye pemilihan umum presiden pada tahun 2004, ia menerima dana non bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan dari Menteri Perikanan dan Kelautan Rokhmin Dahuri sebesar Rp 200 juta. Ia sekaligus menuduh bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden lainnya turut menerima dana dari departemen tersebut, termasuk pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang kemudian terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.[2][3]

 Referensi

  1. ^ BIN Tak Sepatutnya Cari Kambing Hitam, Suara Merdeka CyberNews, Rabu, 22 Maret 2006. Diakses 31 maret 2010.
  2. ^ [1]
  3. ^ [2] 

Terkait Berita: