Ketua DPR: Aliran Syiah Tidak Sesat
Senin, 27 Agustus 2012 | 14:40
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie
Ketua DPR RI Marzuki Alie menegaskan, aliran syiah di Indonesia bukan
aliran sesat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa
bahwa aliran ini tidak sesat.
Hal itu dikatakan Marzuki Alie di Jakarta, Senin (27/8), menjawab pers terkait kerusuhan di Sampang, Madura, Jawa Timur.
Menurut Marzuki, kalau MUI sudah mengeluarkan fatwa itu tidak sesat,
maka persoalan sekarang adalah kenapa masih muncul konflik? Itu pasti
sosialisasi keputusan MUI yang masih kurang.
“Itu tugas Kementerian Agama dan MUI,” katanya. Kalau pun sosialisasi
sudah dilakukan dan masih juga konflik terulang, kata dia, maka pasti
ada yang salah di tahapan sosialisasinya.
Marzuki juga meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus
tersebut, jangan ada diskriminasi dan sebagainya. “Kita memahami jumlah
personel polisi sangat terbatas. Karena itu, untuk tahun depan akan
ditambah 20.000 personel baru Polri. Tetapi kita harap polisi bekerja
keras menuntaskan kasus ini,” katanya.
PKS Bentuk TPF
Sementara itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) akan membentuk
Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mencari tahu akar persoalan munculnya
konflik tersebut. Apalagi ini adalah konflik kedua, yang dulu sudah
diselesaikan. Hal itu dikatakan mantan.
Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid dalam jumla pers di DPR RI, Jakarta,
Senin siang. FPKS, kata dia, sangat menyesal munculnya kasus ini untuk
kedua kali.
“Kami sangat prihatin dan berbelasungkawa dengan tragedi Sampang ini.
Ini sangat disesalkan karena terjadi untuk kedua kalinya. Kami mengecam
munculnya konflik antar warga,” katanya.
Hidayat juga meminta tokoh-tokoh masyarakat, ormas keagamaan, dan
partai politik untuk mengajak masyarakat menghindari konflik. Dia juga
meminta kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dengan adil dan
tidak mencari kambing hitam. [L-8]
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie
Selasa, 28 Agustus 2012 , 07:50:00
JAKARTA - Pihak-pihak yang menganggap umat Syiah sesat harus
mengoreksi pendapatnya. Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan bahwa
Syiah adalah bagian dari umat Islam. Kendati belum menjadi keputusan
final, tapi angin segar pengakuan Syiah itu sudah diisyaratkan oleh
Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA).
Ditemui usai memimpin halalbihalal di kantornya kemarin, SDA
mengatakan bahwa pihaknya sudah menjalankan penelitian dan kajian
tentang keberadaan umat muslim Syiah di Indonesia. Menteri yang juga
ketua umum DPP PPP itu mengatakan, Kemenag tidak rela jika konflik
bernuansa agama terus terjadi. Sebab, konflik tersebut melibatkan umat
Syiah dan Sunni yang sejatinya sama-sama umat Islam. “Saya berharap
semua pihak bisa menyejukkan suasana di Sampang. Jangan sampai konflik
meluas,” tegasnya.
SDA menegaskan jika kajian soal posisi Syiah ini menghadirkan
pendapat dari banyak pihak. “Mulai ahli-ahli agama, sejarah, dan
pihak-pihak lainnya yang ingin menyelesaikan masalah ini kami libatkan,”
kata dia. SDA juga mengatakan, hasil diskusi atau kajian dari tim ini
nantinya akan dijadikan bagi pemerintah untuk mendefinisikan dan
memposisikan Syiah.
Kajian dari jajaran Kemenag tetang Syiah ini penting dan mendesak
segera keluar. Mengingat potensi letupan-letupan konflik bernuansa agama
antara muslim syiah dengan muslim anti-syiah bisa terus terjadi.
Meskipun belum menjadi ketetapan, namun posisi pemerintah dalam
menyikapi kebedaraan muslim Syiah di Indonesia akan merujuk pada
kebijakan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Dalam KTT Luar Biasa OKI di
Arab Saudi beberapa waktu lalu, sudah menunjukkan kabar baik soal
penghentian perseteruan antara kaum sunni dan kaum syiah.
Dalam sejumlah laporan disebutkan bahwa pada suatu momen di KTT Luar
Biasa OKI ini, Raja Arab Saudi King Abdullah memberi penghormatan yang
luar biasa kepada Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Saat itu, selain
berjabat tangan, King Abdullah meminta Ahmadinejad duduk di kursi tepat
di samping kirinya.
Sejumlah pihak melihat sambutan raja Arab kepada presiden Iran itu
fenomena luar biasa. Dengan sambutan itu, diharapkan perseteruan antara
kaum syiah dan sunni sudah bisa diakhiri. Seperti diketahui, kaum sunni
selama ini mendominasi di negara-negara Teluk seperti Arab Saudi.
Sedangkan kaum syiah mendominasi Iran.
Pendapat senada diungkapkan Wakil Direktur Eksekutif Human Rights
Working Group Choirul Anam. Choirul mengungkapkan bahwa sejatinya OKI
sudah menganggap Syiah dan Sunni sama. Buktinya, dalam kajian komisi
bidang hak asasi manusia yang berada di bawah OKI menyebutkan bahwa
Syiah harus mendapat tempat di negara-negara Sunni. Di OKI bahkan kaum
Syiah sudah dianggap setara dengan umat Sunni lainnya. “Tidak ada alasan
untuk menyebut Syiah sesat,” tegasnya.
Choirul mendesak agar Kemenag menerbitkan selebaran resmi yang berisi
pengakuan tentang keislaman Syiah. Selebaran itu, kata dia, dibagikan
ke daerah-daerah hingga tingkatan institusi kementerian terkecil.
Tujuannya, tidak ada lagi pemuka agama setempat yang menggerakkan warga
untuk mengintimidasi kaum Syiah yang jelas-jelas bagian dari umat Islam.
“Selama ini, amunisi pemimpin agama setempat menggerakkan warga adalah
karena Syiah dianggap sesat, padahal tidak,” katanya.
Di bagian lain, Badan Intelijen Negara (BIN) mengaku kecolongan
dengan kejadian tersebut. Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano
Norman mengakui adanya kekurangan untuk melakukan langkah-langkah
antisipasi terjadinya bentrok.
“Kita harus mengakui kalau hal itu terjadi, (maka) intelijennya harus
diperbaiki,” kata Marciano seusai mengikuti rapat terbatas membahas
insiden Sampang di Kantor Presiden, kemarin (27/8). Menurutnya, selain
solusi untuk menyelesaikan bentrok, evaluasi terhadap intelijen juga
harus dilakukan.
“Harusnya, intelijen yang baik mempunyai kemampuan mendeteksi secara
dini hal-hal yang akan timbul,” sambung mantan Pangdam Jaya itu.
Rapat khusus membahas soal insiden di Sampang itu dipimpin langsung
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Selain Wapres Boediono dan kepala
BIN, rapat antara lain juga diikuti oleh Mendagri Gamawan Fauzi, Menag
Suryadharma Ali, Menkum HAM Amir Syamsuddin, Jaksa Agung Basrief Arief,
Kapolri Timur Pradopo, dan Panglima TNI Agus Suhartono.
SBY mengatakan, ada yang belum optimal dalam penanganan masalah di
Sampang. Pasalnya, kejadian tersebut pernah terjadi bulan Desember 2011
lalu. Dia menyebut kerja intelijen lokal, baik kepolisian maupun
intelijen komando territorial TNI. Begitu juga dengan peran pemerintah
daerah. “Mestinya kalau intelijen itu bekerja dengan benar dan baik,
akan lebih bisa diantisipasi. Dideteksi keganjilan yang ada diwilayah
itu,” urainya.
Menurut presiden, persoalan tersebut kompleks, tidak hanya berkaitan
dengan keyakinan. Namun juga berkaitan dengan konflik internal keluarga.
“Akhirnya saling bertautan dan karena masing masing punya pengikut,
terjadilah insiden atau aksi kekerasan yang sangat kita sesalkan itu,”
kata SBY.
Solusinya, lanjut dia, perlu keterpaduan antara pemerintah pusat dan
daerah. Selain itu, SBY juga meminta penegak hukum bertindak secara
tegas dan adil. “Saya berharap para pemimpin dan pemuka agama tokoh
masyarakat bersama-sama dengan pemerintah, utamanya pemda untuk kembali
menenangkan umat mereka semua,” katanya.
Sementara itu Kapolri Timur Pradopo mengatakan, pihaknya telah
menangkap tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka. “(Perannya) ada
pelaksana, ada penggerak,” katanya. Dia menegaskan, masih ada tiga
orang yang menjadi target karena dinilai bertanggung jawab dalam insiden
bentrok itu.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu enggan menanggapi jika disebut
kecolongan atas bentrokan itu. “Sekarang tentunya kita melihat ke depan,
langkah-langkah penegakan hukum yang kita lakukan,” elaknya.
Di Gedung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) Jalan
H.R Rasuna Said, Menkumham Amir Syamsuddin berharap agar masalah
Sampang tidak terlalu dibawa ke arah agama. Seolah-olah apa yang terjadi
adalah pertikaian antara Sunni melawan Syiah. “Ada latar belakang
masalah keluarga,” ucapnya.
Nah, latar belakang masalah pribadi itulah yang diharapkan bisa
segera dipecahkan permasalahannya. Apalagi, tragedi yang terjadi pada
Minggu (26/8) kemarin disebutnya sebagai peristiwa ulangan setahun lalu.
Sehingga, kecil kemungkinan apa yang terjadi murni berlatar penistaan
agama.
Itulah kenapa, dia menyebut bakal ada penegakan hukum yang tegas
dalam menyelesaikan konflik antar warga itu. Termasuk mengevaluasi
kenapa pertikaian itu kembali terjadi. “Berbagai pihak harus bersinergi
mencari solusi, dan pencegahannya,” kata Amir.
Khusus untuk evaluasi pelaksana penegakan hukum di Sampang, Amir
menegaskan bakal diambil alih oleh pemerintah kalau penegak hukum daerah
enggan menangani kasus itu. Dia menyebut secara hukum acara bisa saja
hal itu dilakukan meski belum ada keputusan apapun karena butuh berbagai
pertimbangan.
Baginya, penegakan hukum itu penting supaya peristiwa serupa tidak
terulang. Menteri yang juga advokat itu khawatir kalau konflik seperti
itu bakal meningkat menjadi lebih parah dan makin berlarut. “Perintah
Presiden jelas, penegak hukum dalam hal ini Kapolri, Jaksa Agung, dan
hakim untuk turun tangan,” tegasnya.
Sementara ini, Amir belum memberi kepastian apakah ditemukan
pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus itu. Semua itu baru bisa
dijawabnya kalau evaluasi sudah dilakukan secara menyeluruh. Oleh sebab,
dia langsung terbang menuju Sampang bersama Kemendagri untuk melakukan
evaluasi bersama yang lain.