Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label NKRI. Show all posts
Showing posts with label NKRI. Show all posts

Ini dugaan skenario di balik rusuh Tolikara, Papua

Pembakaran masjid di Tolikara. (Foto: twitter)

Tragedi yang terjadi di Tolikara, Papua, Jumat (17/7) lalu hingga kini masih terus diselidiki oleh polisi. Dua orang dari jemaah Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) pun telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu yakni AK dan YW.

Namun, banyak pihak yang menduga peristiwa itu sengaja diletupkan. Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid misalnya. Dia menduga ada upaya pihak asing yang sengaja memunculkan isu perpecahan dalam insiden Tolikara, Papua.

Menurutnya, pihak asing tersebut berniat ingin memerdekakan Papua dari Indonesia. “Insiden Tolikara dijadikan sarana dari pihak asing untuk mengeluarkan Papua dari Indonesia. NKRI harga mati tak boleh digadaikan dengan dalih apa pun juga,” kata Hidayat di Restauran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Kamis (23/7).

Dia menegaskan menjaga NKRI harus dilakukan oleh seluruh elemen bangsa. Dia menduga ada skenario agar kekerasan di Tolikara seolah dilakukan oleh aparat keamanan. Skenario itu yang kemudian dijadikan bahan kuat agar Papua meninjau kembali referendum untuk memilih kemerdekaan.

“Dimunculkan seolah kesalahan aparat, aparat melakukan penembakan. Dikapitalisasi menjadi tuntutan agar Papua merdeka. Menjadikan triger untuk memunculkan tuntutan merdekanya Papua ini harus kita cegah,” bebernya.

Sejauh ini sudah ada petisi agar PBB meninjau kembali referendum untuk menghadirkan Papua mereka. Maka dari itu patut diduga bentrokan itu sudah direncanakan jauh hari.

“Ini indikasi dari pihak lain untuk mengarah pada separatisme merdekanya Papua. Ada semacam pihak yang menyengaja terjadinya bentrokan. Menjadikan sarana kemerdekaan bagi Papua,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Komite Umat untuk Tolikara (KOMAT TOLIKARA) Bachtiar Nasir. Menurut Nasir, masalah Tolikara adalah masalah dalam negeri. Oleh karena itu dia meminta agar semua pihak mewaspadai kepentingan asing atau pihak lain yang tidak bertanggung jawab terhadap kedaulatan NKRI.

“TNI dan Polri harus menindak unsur atau atribut yang mengarah pada keterlibatan pihak asing yang tidak bertanggung jawab,” kata Nasir di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, kemarin.

Adanya skenario untuk membuat chaos di Tolikara diamini oleh Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Sutiyoso. Menurutnya, pecahnya kerusuhan di Tolikara karena ulah sekelompok orang yang sengaja memanfaatkan konflik tersebut untuk mencari keuntungan.

“Sangat sensitif, ada pihak ketiga yang memanfaatkan peristiwa ini. Seperti di negara Libya, yang kaya akan sumber daya alam jadi diperebutkan,” kata Sutiyoso saat menggelar silaturahmi dengan beberapa pejabat negara dan tokoh masyarakat di rumah dinasnya Jalan Denpasar No 42 Kuningan Jakarta Selatan, kemarin.

Meski demikian, dia tidak menjelaskan secara gamblang siapa pihak ketiga yang dimaksud. Hanya saja, kata dia, pihak ketiga itu ingin merebut kekayaan di Tanah Air mengingat Indonesia salah satu negara dengan sumber daya alam terbaik, apalagi Papua menjadi tempat berdirinya ke Freeport.

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon menduga salah satu motif dasar penyebab peristiwa itu ialah masalah ekonomi. Dia mendesak pemerintah segera mengusut tuntas motif kerusuhan di Tolikara, Papua.

Karena itu, pihaknya mengaku akan segera berkomunikasi dengan Polri. “Kita ingin berdiskusi dengan Kapolri dan pimpinan Polri yang lain agar penanganan ini jadi prioritas. Karena di tengah kondisi ekonomi yang turun, banyak hal bisa terjadi dan bisa jadi pemicu terjadi kerusuhan,” kata Fadli, kemarin

(merdeka/MahdiNews/ABNS)

NU, Dari Nusantara Untuk Dunia


Tema Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama, 1-5 Agustus 2015, di Jombang adalah “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Tema ini menunjukkan adanya kesadaran baru orientasi keberislaman, bukan hanya inward looking, melainkan juga outward looking. NU tidak hanya didedikasikan untuk Indonesia, tetapi juga untuk dunia.

Kesadaran ini tentu tidak muncul tiba- tiba, tapi melalui diskusi panjang dengan memperhatikan perkembangan NU, Islam Indonesia, dan dunia Islam. Melalui tema ini, NU ingin mengubah orientasi Islam Nusantara, dari “importir” jadi “eksportir”; dari “konsumen” jadi “produsen”.

Agenda ini bukan hanya penting untuk NU, melainkan juga untuk Muhammadiyah dan organisasi-organisasi Islam lain yang menyadari pentingnya Tanah Air, nasionalisme, dan kebangsaan sebagai pijakan dakwah Islamiah. Tanah Air itulah tempat berpijak membangun peradaban.

Makna dan isu strategis
Dua organisasi Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah, dengan karakter masing-masing sudah membuktikan relevansinya sebagai penyangga dan jangkar kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan, Gus Dur-yang pikiran-pikiran kebangsaannya banyak berpengaruh di NU- menyatakan, apa pun pengorbanan yang harus dikeluarkan dan berapa pun harga yang harus dibayar, Pancasila dan NKRI harus dipertahankan.

Muktamar NU kali ini punya beberapa makna strategis. Pertama, dengan pergantian kepemimpinan nasional yang pemerintahannya belum sepenuhnya stabil, NU dituntut mengambil peran dan memastikan pemerintahan baru berjalan di atas rel yang benar. Secara ideologi tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tapi kebijakan-kebijakan yang diambil harus dipastikan tidak menyengsarakan rakyat kecil yang sebagian besar warga NU.

Kedua, Timur Tengah yang selama ini menjadi kiblat dalam melihat dunia Islam sedang berada dalam instabilitas politik yang parah. Musim Semi Arab yang berembus di berbagai belahan dunia Islam sejak 2010 ternyata tak sepenuhnya membawa perubahan mencerahkan. Tak sedikit kawasan Timur Tengah yang masih terus bergolak, saling berperang, saling bunuh, yang sebagian besar dilakukan sesama umat Islam. Munculnya NIIS juga menjadi tambahan persoalan.

Ketiga, secara internasional sekarang ini sedang terjadi pergeseran geopolitik dan peta aliansi dalam merespons berbagai persoalan. Meski sejumlah kalangan masih ada yang beranggapan Islam sebagai ancaman terhadap nilai-nilai modernitas, harus diakui-dalam perkembangan global mutakhir-Islam memiliki peran sangat penting dalam menentukan arah perubahan dunia. Islam juga semakin berkembang di berbagai belahan dunia, baik kuantitatif maupun kualitatif. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris, dan Jepang, Islam menduduki peringkat tertinggi dalam perkembangan dan penambahan pemeluk, baik karena migrasi maupun konversi.

Hal yang terakhir ini semakin menarik kalau proyeksi peta agama dunia yang dirilis lembaga riset demografi Pew Research Center (PRC) pada April 2015 itu benar. Riset berjudul The Future of World Religions: Population Growth Projections 2010-2050 tersebut mengolah data umur, tingkat kelahiran dan kematian, data migrasi dan perpindahan agama, serta populasi delapan kelompok agama mayoritas. Pada 2010, populasi delapan agama mayoritas di dunia: Kristen 31,4 persen, Islam 23,2 persen atau 1,6 miliar pemeluk, Hindu 15 persen, Buddha 7,1 persen, agama lokal 5,9 persen, Yahudi 0,2 persen, agama tak berafiliasi (unaffiliated) 16,4 persen seperti ateisme dan agnostik, dan agama lain (0,8 persen).

Proyeksi yang dibuat PRC pada 2050, populasi Muslim menanjak paling tinggi menjadi 29,7 persen (2,76 miliar pemeluk). Kristen stabil di angka 31,4 persen. Persentase Muslim dan Kristen diperkirakan sama pada 2070 (32,3 persen). Tiga dekade berikutnya, 2100, Muslim menjadi 34,9 persen dan Kristen 33,8 persen. Riset ini juga mencatat, jumlah penganut ateisme dan agnostik serta kaum tak beragama, meski meningkat di beberapa negara seperti AS dan Perancis, secara global menurun dari 16,4 persen (pada 2010) menjadi 13,2 persen (pada 2050). Sementara agama lain, seperti Hindu, Buddha dan Yahudi, tidak banyak mengalami pergeseran hingga empat dekade mendatang.

Apa makna data tersebut bagi NU dan umat Islam Indonesia? Indonesia sebagai negeri mayoritas Muslim terbesar di dunia, dan NU sebagai organisasi berbasis massa Islam yang (juga diklaim) terbesar di dunia, tentu berkepentingan dengan perubahan peta dunia itu. Persoalannya, apakah peningkatan jumlah Muslim itu akan membawa ketenangan dan perdamaian dunia atau justru jadi ancaman. Pada konteks inilah, NU seharusnya berkepentingan memastikan perkembangan Islam itu menuju ke arah perdamaian.

NU dan persoalan kebangsaan
Sejak kelahirannya tahun 1926, NU telah menunjukkan relevansi kehadirannya sebagai organisasi sosial keagamaan yang senantiasa menyatu dengan spirit kebangsaan. Para ulama pendiri NU tidak saja telah meletakkan landasan beragama dan bernegara yang kokoh, tetapi juga telah memberi teladan bagaimana seharusnya jadi Muslim di tengah keragaman bangsa. Keislaman yang dirintis ulama-ulama NU adalah model keislaman yang bisa menjadi jangkar kehidupan bangsa dan memayungi segala jenis perbedaan.

Jejak-jejak visi kebangsaan NU terlihat jelas dan menjadi perbincangan dari muktamar ke muktamar. Visi kebangsaan itu dibentuk dan dihasilkan dari cara pandang keagamaan-tepatnya fikih-yang dihayati dan dipraktikkan ulama-ulama NU. Inilah yang khas dari NU. Keputusan dan langkah apa pun, termasuk dalam hal politik, selalu disandarkan pada dalil dan argumentasi keagamaan (fikih). Pada 1938 dalam muktamar di Menes, Banten, misalnya, NU menyatakan Hindia Belanda sebagai dar al-Islam, artinya negeri yang dapat diterima umat Islam meskipun tidak didasarkan pada Islam. Alasan NU, penduduk Muslim dapat melaksanakan syariat, syariat dijalankan para pegawai yang juga Muslim, dan negeri ini dahulu juga dikuasai raja-raja Muslim. Cara pandang ini merupakan khas Sunni dalam mengesahkan dan menerima sebuah kekuasaan politik sejauh membawa manfaat bagi perkembangan kehidupan keagamaan.

Dengan prinsip tawasuth (moderat), tawazun (berimbang), dan i’tidal (berkeadilan), NU mampu menyeimbangkan antara keislaman dan keindonesiaan. Meski Indonesia 87 persen dihuni oleh orang Islam dan tak menjadi negara Islam, kecintaan NU pada negara ini tak sedikit pun berkurang. Sikap kenegaraan seperti inilah yang memungkinkan Indonesia secara ideologi tetap stabil meski goncangan datang silih berganti. NU membuktikan bahwa keislaman dan keindonesiaan bukanlah dua hal yang perlu dipertentangkan, melainkan bisa harmoni dan saling memperkuat. Hal tersebut bukan semata karena persoalan politik, melainkan paham keagamaan yang dikembangkan NU memungkinkan keduanya-keislaman dan keindonesiaan-bisa hidup bersama.

Dengan demikian, ulama pesantren tradisional telah mewariskan sesuatu yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. NU telah mampu menunjukkan diri sebagai rahmat bagi seluruh bangsa. Nilai-nilai perjuangan NU itu sudah saatnya diadopsi sebagai model keberislaman di berbagai belahan dunia. Dengan modal itu, sudah saatnya NU bersama seluruh eksponen bangsa mengubah orientasi keberislaman, tidak hanya bergumul dengan persoalan internal kebangsaan, tetapi juga bergerak maju untuk memengaruhi pergerakan peradaban dunia.

Rumadi Ahmad
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Peneliti Senior The Wahid Institute

(Kompas/MahdiNews/ABNS)

ISIS dan Ancaman Peradaban


Para akademisi di bidang sejarah, arkeologi, atau filologi pastilah bersedih sekaligus marah mendengar berita dari Irak ini: ISIS meluluh-lantakkan sejumlah besar peninggalan sejarah di kawasan yang dikuasainya. Berita ini bukan isapan jempol atau diedarkan dalam rangka memojokkan kelompok ini, karena memang sudah terkonfirmasi lewat tayangan video yang disebarkan oleh kelompok ISIS itu sendiri.

Video yang dimaksud menampilkan anggota kelompok itu menghancurkan sebuah artefak kuno di kota Mosul dengan menggunakan palu dan bor. Dalam keterangannya, ISIS menyebut relief kuno itu sebagai berhala sehingga harus dihancurkan. Tak semua artefak kuno itu dihancurkan. ISIS diyakini juga menjual sebagian artefak itu ke pasar gelap untuk mendapatkan uang yang digunakan untuk mendanai operasi mereka.

Dalam video berdurasi lima menit itu terlihat sekelompok anggota ISIS berada di dalam gedung Museum Mosul. Mereka menggunakan palu dan bor untuk menghancurkan beberapa patung kuno besar koleksi museum. Lalu adegan beralih ke situs arkeologi yang tak jauh dari lokasi museum memperlihatkan sejumlah anggota ISIS menghancurkan patung kerbau bersayap peninggalan budaya Assiria dari abad ke-7 sebelum masehi. Beberapa hari sebelumnya, ISIS juga menyerang dan membakar Perpustakaan Mosul tempat penyimpanan sekitar 8.000 manuskript alias naskah kuno.

Itulah yang terjadi di Irak dan Suriah, dua kawasan yang menjadi ajang petualangan kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam ini. Belum juga setahun mendeklarasikan dirinya, ISIS sudah membuktikan diri sebagai milisi paling brutal dan liar. Aksi-aksi pembumihangusan warisan sejarah peradaban manusia yang tak ternilai harganya itu melengkapi aksi pembantaian sadis yang mereka lakukan terhadap siapa saja yang mereka anggap berada di luar kelompok mereka.

Modus operandi penghancuran beragam warisan peradaban itu sebenarnya sangat sederhana dan mudah ditelusuri. Mereka menganggap bahwa segala macam tempat bersejarah harus dimusnahkan karena “berpotensi” akan dikultuskan dan menjadi objek penyembahan. Di sisi lain, “pemurnian akidah” seperti ini adalah salah satu pilar gerakan mereka.

Celakanya, mereka adalah kelompok yang tidak mempedulikan pendapat kelompok lain. Bagi mereka, pendapat mayoritas ulama Islam dunia lain adalah sampah yang tak layak didengar. Mereka enggan berdialog. Mereka hanya mau melakukan aksi atas pendapat mereka sendiri soal agama. Karena itu, manakala terbuka kesempatan mengeksekusi pendapat, mereka bersegera melaksanakannya, tanpa mempedulikan pihak manapun di luar mereka.

Dengan semua reputasi yang sudah ditunjukkannya itu, bisa dipastikan bahwa jika kelompok ini sampai mendapat sedikit ruang untuk bergerak di Indonesia, hal yang sama juga akan menimpa negeri tercinta ini. Beragam warisan budaya dan peradaban Indonesia akan juga diluluhlantakkan oleh mereka. Tokh dalam pandangan mereka, Indonesia juga sebenarnya medan jihad lain yang hanya menunggu giliran untuk digarap, ketika kesempatannya memang terbuka.

(Liputan Islam/ABNS)
Inilah salah satu sisi lain dari ancaman nyata ISIS bagi NKRI. Sebelumnya, kita mengenal keburukan ISIS dari sisi kekejamannya, perlawanannya terhadap NKRI, sikap intoleransi yang berpotensi memecah-belah kesatuan bangsa, serta kebiasaan mereka untuk menebar fitnah dan kebohongan. Kini, kita tahu bahwa ISIS juga adalah entitas yang mengancam peradaban.

TABLIG AKBAR PENYEBARAN KEBENCIAN MAZHAB DIBATALKAN APARAT

Alhamdulillah acara “Tabligh Akbar “Memperkokoh Akidah Aswaja, Menjaga NKRI dari Bahaya Syiah” yang akan berlangsung hari ini Ahad 22 Maret 2015 sejak kemarin telah dibatalkan Aparat keamanan karena berpotensi menimbulkan gesekan dan konflik horisontal. 

Aparat menilai bahwa acara ini hanyalah kedok saja membawa nama NKRI tetapi sejatinya adalah penyebaran kebencian sektarian dari kelompok-kelompok ekstrem dan Intoleran. Beberapa nama yang disinyalir dan didapatkan bukti di lapangan adalah tokoh-tokoh pemecah-belah umat yang seharusnya jangan dibiarkan leluasa untuk naik panggung.

Pembatalan ini resmi atas koordinasi dan perintah Danramil dan Kapolda, panitia telah dipanggil dan dimintai keterangannya perihal acara yang akan diselenggarakan.Kepala Intel Polisi pun sudah memberitahukan sejak hari Sabtu kemarin spanduk-spanduk provokatif penyelenggaraan Tablig Akbar sudah di copot semua.

Kesigapan dan perhatian para Aparat patut kita apresiasi dan acungi jempol karena api konflik sektarian yang terjadi di Timur-Tengah akan di bawa dengan simbol-simbol agama dan mazhab oleh kelompok-kelompok radikal dan intoleran (Takfiri) telah diantisipasi secara cepat dengan membatalkan TABLIG AKBAR PENYEBARAN KEBENCIAN.
 
Kedepannya kita harapkan kerjasama yang pro aktif antara masyarakat dan aparat penegak hukum lebih memberikan perhatian kepada program cuci otak massal oleh kelompok-kelompok ekstrem ini.
HADIRILAH Tabligh Akbar “Memperkokoh Akidah Aswaja, Menjaga NKRI dari Bahaya Syiah”

Hari/Tanggal : Ahad, 22 Maret 2015
Waktu : 08.00 WIB (pagi)-Selesai
Tempat : Masjid Fatahillah, Komplek KPAD Bulak Rantai Kramat Jati, Jakarta Timur
Pembicara: Habib Achmad Zein Alkaff (Wakil Suriyah PWNU Jawa Timur), Ustadz dr. Haidar Bawazir (Pakar Syiah), DR Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, MM (Anggota MUI Bidang Hukum dan Perundang-undangan), Munarman, SH (Pengacara)
Panitia: Lembaga Dakwah Kemuliaan Islam (LDKI)

Media Partner:
Media-media pro radikalisme dan intoleransi
1. VOA-Islam.com
2. Salam-Online
3. Nahimunkar.com
4. Kiblat
5. Bumisyam.com
6. eramuslim.com
7. arrahmah.com
8. panjimas.com
9. Dakta FM
10.syiah-organizer.com

Dan berpegang teguhlah kamu sekelian kepada tali Allah (agama Islam), dan janganlah kamu bercerai-berai, dan kenanglah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu bermusuh-musuhan (semasa jahiliah dahulu), lalu Allah menyatukan di antara hati kamu (sehingga kamu bersatu-padu dengan nikmat Islam), maka menjadilah kamu dengan nikmat Allah itu orang-orang Islam yang bersaudara.

Jadi ayat ini menjelaskan bahwa PERSATUAN adalah NIKMAT dan PERMUSUHAN adalah BALA’ dan KEHANCURAN.

 

Tablig Akbar Wahabi Digagalkan di Madura








Ribuan massa turun ke jalan memenuhi sepanjang Jl. Pangeran Diponegoro Pamekasan menolak Tablig Akbar Wahabi Salafi (20/3/2015). Massa yang tergabung dalam Gerakan Santri dan Pemuda Rahmatan lil ‘alamin (GASPER) bersama ribuan Kaum Muslimin Ahlussunnah wal Jama’ah sepakat untuk menolak ajaran Wahabi Salafi yang telah terbukti dari waktu ke waktu menyebarkan perpecahan di dalam tubuh Kaum Muslimin.

Adapun tujuan pengerahan massa tersebut adalah untuk menyampaikan tiga tuntutan kepada Takmir Mesji ar-Ridwan Pamekasan yang selama ini dikenal sebagai Mesjid Wahabi Salafi; pertama, meminta Masjid Ridwan menggagalkan rencana mendatangkan Ustadz Abdurrahman Thayyib dan tokoh-tokoh Salafi – Wahabi yang mempunyai catatan hitam (membid’ahkan maulid Nabi, mensyirikkan ziarah kubur, mengharamkan tahlil dan amaliah-amaliah Aswaja lainnya);kedua, tidak me-relay siaran Radio Rodja; ketiga, mencabut pernyataan pada Surat Terbuka yang isinya fitnah dan mendiskreditkan GASPER.

Wahabi Salafi selalu memprovokasi Masyarakat dengan membid’ahkan amaliyah-amaliyah ASWAJA dan ini adalah sebuah bentuk terror mental kepada mayoritas Kaum Muslimin pengikut Asyairoh bermazhab Syafi’I (Ahlussunnah wal Jama’ah).

Saat orasi tengah berlangsung, empat orang perwakilan GASPER menemui Takmir Mesjid Wahabi Salafi untuk menyampaikan tuntunannya demi kedamaian umat dan tidak menumbulkan gejolak dan keresahan.

Alhamdulillah pengerahan massa ini membuahkan hasil dan semua tuntutan massa dipenuhi oleh Hanif Ketua Takmir Mesjid ar-Ridwan. Pihak Wahabi Salafi pun meminta ma’af dihadapaan media dan surat terbuka yang akan mereka edarkan. Kelompok Wahabi Salafi pun juga bersedia menggagalkan Tablig Akbar yang rencana akan mengundang Tokoh-tokoh Wahabi Salafi.


Seperti kita ketahui bersama Ajaran Radikal Wahabi Salafi adalah Ajaran yang dipakai oleh ISIS dan semua kelompok teroris. Ajaran Wahabi Salafi adalah Ajaran bathil berkedok tauhid. Mereka tidak segan-segan melakukan kekerasan kepada Kaum Muslimin yang berbeda faham dengan mereka juga memusuhi Kaum Non Muslim dan semua itu mereka lakukan atas nama Agama sementara Agama Islam berlepas diri dari mereka.

Ajaran Radikal Wahabi Salafi sangat berbahaya bagi Islam, Bangsa dan kemanusiaan karena berpotensi merongrong NKRI dan Pancasila. Mereka memiliki ideologi takfir. Takfir adalah sebuah ciri ajaran Wahabi Salafi yang sangat mudah mengkafirkan dan menghalalkan darah sesama Kaum Muslimin. Takfir adalah dosa besar setelah syirik (Habib Umar bin Hafidz).
Semoga semangat menolak Ajaran Radikal Wahabi Salafi (Faham ISIS dan para teroris) akan massif dan juga di dukung oleh Pemerintah agar generasi bangsa ini terhindar dari kehancuran dan tragedi kemanusiaan.

(Sumber)

Penyerangan Majelis Az-Zikra Janggal


Kamis, 12 Februari 2015 13:47 WIB |
Pewarta: Anom Prihantoro
“… yang terjadi selama ini khan mereka sering kali menjadi korban karena minoritas yang dianggap sesat. Kasus Sampang contoh nyata…”

Jakarta (ANTARA News) – Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Fajar Riza Ul Haq, mengatakan, terdapat kejanggalan dalam penyerangan sekelompok preman yang mengaku penganut Syiah ke kampung Majelis Az-Zikra, pimpinan Ustadz Arifin Ilham, di Sentul, Kabupaten Bogor.

“Insiden harus disikapi dengan pikiran jernih. Ada beberapa kejanggalan,” katanya, di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan kejanggalan tersebut yaitu pertama, selama ini belum pernah terjadi penganut Syiah melakukan aksi intimidasi apalagi teror terhadap kelompok-kelompok mayoritas.

“Itu bunuh diri jika benar kelompok Syiah yang melakukan aksi premanisme itu. Justru yang terjadi selama ini khan mereka sering kali menjadi korban karena minoritas yang dianggap sesat. Kasus Sampang contoh nyata,” kata dia.

Kedua, Syiah di Indonesia sedang dalam sorotan seiring konflik-konflik sektarian di Timur Tengah yang melibatkan kelompok Syiah dan Sunni.

Fatwa sesat yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia, dikatakan dia, telah membuat Syiah dicurigai dan mudah untuk dikambinghitamkan.

“Sikap Arifin Ilham selaku pimpinan Majelis Dzikir Az-zikra yang menyerahkan proses hukum para pelaku penyerangan kepada kepolisian patut diapresiasi,” katanya.

Untuk itu, Fajar meminta polisi untuk mengusut dan menuntaskan kasus ini sesegera mungkin agar permasalahan tidak merembet kemana-mana.

“Ini bisa dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memperkeruh situasi. Pada saat yang sama, masyarakat dan media jangan pula memprovokasi dengan tindakan-tindakan yang mempertunjukan kebencian kepada Syiah,” kata dia.

Editor: Ade Marboen
http://www.antaranews.com/berita/479669/maarif-institute-penyerangan-majelis-az-zikra-janggal


Kampung Arifin Ilham Diserang
Preman Penyerang Kampung Az-Zikra Menilai Spanduk Anti Syiah Merusak NKRI

Jakarta – Faisal Salim, kepala keamanan Perumahan Muslim Bukit Az-Zikra di Sentul, Bogor, babak belur dihajar puluhan preman yang merasa terganggu dengan pemasangan spanduk anti Syiah di perumahan itu. Para preman dari luar daerah itu menilai spanduk anti Syiah ini merusak NKRI.

“Saya dituding ISIS, lalu terus dipukuli. Mereka bilang spanduk itu menyulut permasalahan. Spanduk itu disebut anti-Pancasila dan anti-NKRI,” kata Faisal di Mapolres Kabupaten Bogor, Jl Tegar Beriman, Cibinong, Kamis (12/2/2015). Faisal datang ke polres untuk mengajukan laporan mengenai pemukulan itu.
Para preman ini menghajar Faisal sambil bertanya siapa yang memasang spanduk bertuliskan ‘Kami Warga Pemukiman Muslim Bukit Az-Zikra Sentul Menolak Paham Syiah’ di pemukiman tersebut. “Mereka terus bertanya agar saya tidak menutup-nutupi siapa yang memasang spanduk itu,” katanya.

Pemukulan ini terjadi pada Rabu (11/2) sekitar pukul 22.00 WIB – 23.00 WIB. Saat itu Faisal baru saja mengeluarkan mobilnya untuk menjemput istrinya di Jakarta. Di dalam mobil terdapat putrinya yang berusia 17 tahun. Tiba-tiba datang sekelompok orang yang menanyakan siapa yang memasang spanduk anti syiah itu.

Mereka sempat mendorong-dorong Faisal, lalu ada seorang bernama Ibrahim yang pura-pura jatuh sambil mengaku dirinya dipukul lalu menyuruh preman-preman ini menyerang Faisal.
Para preman yang mengaku bukan Syiah dan bukan warga sekitar Az-Zikra itu kini masihd diperiksa di Mapolres. Mereka bungkam saat ditanya wartawan siapa yang mensponsori aksi mereka.
sumber: detik.com

Ini Alasan Penyerang Serang Kampung Az-Zikra
Jakarta – Puluhan orang menyerang Perumahan Muslim Bukit Az-Zikra, Sentul, Kabupaten Bogor. Alasan penyerangan ini karena adanya spanduk anti-Syiah yang dipasang warga Az-Zikra.

“Karena adanya spanduk-spanduk yang bersifat SARA, yang berhubungan dengan mazhab tertentu. Jadi kesalahpahaman ini agar nantinya isu-isu SARA tidak meluas, melebar,” kata kerabat salah seorang penyerang yang mengaku bernama Lukman Husain di Polres Kabupaten Bogor di Jl Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/2/2015).

Lukman mengatakan rekan-rekannya ingin menjaga kerukunan antar umat beragama dengan meminta spanduk anti-Syiah yang dipasang warga Az-Zikra diturunkan. “Agar nantinya tidak timbul efek-efek negatif,” ujarnya.

Lukman menyebut penyerangan itu tak direncanakan. Para penyerang berasal dari Cibinong, Jakarta, dan Tangerang. Tuntutan para penyerang hanya spanduk diturunkan.

“Tidak ada penyerangan, harapannya hanya untuk penurunan spanduk yang provokatif dan ingin mengetahui siapa yang memasang. Proses penurunan spanduk sudah melapor ke Polsek setempat, saya menduga ada pihak-pihak tertentu yang mem-blow up,” ujarnya.

Dia berharap agar kejadian ini tak berlanjut. Lukman meminta pihak berwenang turun tangan.
Dalam aksi penyerangan sekelompok massa itu, satpam Az-Zikra bernama Faisal Salim, menderita luka-luka. Faisal bahkan dituduh ISIS oleh penyerang karena anti-Syiah.

http://news.detik.com/read/2015/02/12/181246/2831582/10/ini-alasan-penyerang-serang-kampung-az-zikra?nd771104bcj

Kampung Arifin Ilham Diserang
Az Zikra Diserang, Ustad Arifin: Kalau Salah Satu Diserang, Kami Bersama Lagi


Jakarta – Tak pernah terbayangkan sebelumnya perkampungan Az Zikra Arifin Ilham, Sentul diserang oleh sekelompok tak dikenal. Puluhan motor dan sejumlah orang merangsek masuk ke perumahan itu dan berteriak-teriak memecah kesunyian malam.

“Tadi malam gerombolan, gemuruh motor, luar biasa tidak terbayangkan,” ujar Arifin di Perumahan Az Zikra, Kamis (12/2/2015). Didampingi oleh para tokoh muslim, Arifin mengecam aksi bar-bar tersebut.
“Zikir dan doa sejata kami. Jihad dan dakwah jalan kami. Sekarang Allah menggiring kami ke wilayah muksin, jihad. Azzikra majelis kami tebarkan kedamaian,” lanjutnya.

Dia pun mengecam aksi pemberontakan seperti itu di malam hari. Sebab menurutnya, penyerangan semalam bukan hanya melukai para penghuni di Az Zikra, tetapi juga umat Islam.

“Sekarang kami buat pernyataan bersama, kalau ada salah satu dari kita diserang paham sesat kita bersama lagi. Bukan hanya atas nama Az Zikra, tapi atas nama umat Islam. Pernyataan itu dibuat saja segera,” lanjutnya.

Arifin sempat bercerita semalam dia tidak tahu persis kejadiannya seperti apa. Sebab, dirinya bermalam di rumah istri keduanya.

“Istri Arifin yang pertama tak bisa tidur sampai jam 23.30 WIB. Untungnya, Arifin lagi di rumah istri yang kedua,” ucapnya.

http://news.detik.com/read/2015/02/12/170752/2831490/10/az-zikra-diserang-ustad-arifin-kalau-salah-satu-diserang-kami-bersama-lagi?nd771104bcj

Ini Komentar PBNU dan MUI Soal Video Ancaman ISIS, Ketua PBNU: Soal Ancaman ISIS, Aparat Harus Tegas Menjaga NKRI

JAKARTA – Ketua PBNU, KH Maksum Machfoedz, menyerukan agar pemerintah dan aparat kemanan harus tegas menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terkait video ancaman yang diduga diunggah oleh anggota kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). “Aparat harus tegas menjaga NKRI” kata Maksum saat dihubungi Republika Online, Ahad (28/12).

Meskipun warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS terhitung sangat kecil jumlahnya. Namun, lanjut dia, bukan berarti kasus ini tidak penting untuk dicermati. Maksum mengatakan, semua masyarakat Indonesia termasuk TNI, Banser, Nahdliyin, Muhammadiyah tetap harus waspada dan tidak terprovokasi dengan video ancaman tersebut. Apalagi jangan sampai kemasukan oleh paham-paham ISIS.

PBNU, kata Maksum, mengimbau semua lembaga dan jamaah untuk makin teguh dengan akidah yang toleran. Ia juga meminta peran negara untuk turut mencermati garis etika dakwah di Indonesia.
Sebelumnya, sebuah video berisikan ancaman terhadap TNI, Polri, dan Banser yang diduga berasal dari anggota ISIS beredar di youtube. Video tersebut diunggah pada tanggal 24 Desember lalu oleh pemilik akun Al-Faqir Ibnu Faqir. Dalam video berdurasi sekitar empat menit tersebut, tampak seorang bejaket hitam dan menggunakan topi hitam.

Pengancam tersebut diduga bernama Abu Jandal Al Yemeni Al Indonesia. Ia mengancam jika Pasukan TNI, Polri, Densus 88 dan Banser tidak sanggup mendatanginya, maka pasukan di Negeri Syam dan Irak akan mendatangi Indonesia dan membantai satu persatu pasukan TNI, Polri, Densus 88 dan Banser.


Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) : Soal Video ISIS, Itu Hanya Sensasi Dari Orang Bodoh

JAKARTA – Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain, mengatakan video yang beredar di Youtube tak perlu dikhawatirkan. Karena menurut dia video ancaman yang diunggah salah satu anggota kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang sempat beredar beberapa waktu lalu hanya sensasi belaka.

“Itu bukan ancaman, hanya sensasi dari orang bodoh yang tidak tahu agama” kata Tengku Zulkarnain saat duhubungi Republika Online, Ahad (28/12).

Menurut Tengku Zulkarnain, mustahil bagi ISIS dengan jumlahnya yang sedikit dapat menghancurkan Indonesia yang merupakan negara besar. Bisa jadi, kata Tengku Zulkarnain, video tersebut hanya sensasi orang setengah gila dengan mengatasnamakan ISIS yang ingin memperkeruh suasana.

Lebih jauh lagi ia menegaskan, ancaman tersebut bukan merupakan hal yang berbahaya. Dengan cepat, pelaku dan motif video tersebut dapat diketahui oleh intelijen.
“Dalam seminggu pasti ketahuan sama intelijen, ini masalah seujung kuku” papar Tengku Zulkarnain.
ISIS, kata Tengku Zulkarnain, bahkan tidak mampu menembus organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang ada di Indonesia. Karena, menurutnya, Indonesia merupakan warisan dari ulama-ulama.

Tengku Zulkarnain mengimbau agar seluruh masyarakat segera merapatkan barisan menolak ISIS yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena, ia menegaskan, Indonesia merupakan amanat yang harus diberikan kepada anak cucu dan jangan sampai dicacati oleh pikiran-pikiran rusak.

Peringatan Hari HAM : Syiah Sampang dan Lumpur Lapindo Catatan Hitam Jawa Timur


Surabaya – Bertempat di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, pemerintah didesak segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM terbesar di Jawa Timur, yaitu tragedy lumpur Lapindo dan kekerasan terhadap warga Syiah Sampang.

Mengutip dari VOA, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya, menyoroti belum tuntasnya kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Jawa Timur, yaitu tragedi semburan lumpur Lapindo serta kekerasan terhadap warga Syiah Sampang. Kedua kasus itu hingga kini belum juga ada titik terang dalam penyelesaiannya, termasuk belum adanya langkah konkrit dari pemerintah untuk mengatasinya.

Kasus semburan lumpur Lapindo yang menenggelamkan belasan Desa di tiga Kecamatan di Sidoarjo, telah berlangsung lebih dari delapan tahun tanpa penyelesaian hak warga yang terlanggar. Sementara kasus kekerasan terhadap warga Syiah Sampang sudah berlangsung selama tiga tahun, yang menyebabkan terusirnya warga Syiah Sampang dari kampung halamannya sendiri.

Kasus Lapindo dan Syiah, Catatan Hitam Pelanggaran HAM di Jawa Timur
Koordinator KontraS Surabaya Andy Irfan Junaidi menegaskan, pemerintah di tingkat pusat hingga daerah harus segera membuat skema penyelesaian kasus kekerasan berlatar belakang agama serta sumber daya alam di Jawa Timur. Hal ini dimaksudkan, agar tidak menjadi preseden buruk pada penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya di Jawa Timur.

“Kita mendesak pemerintahan Jokowi, sekaligus juga pemerintah daerah di Jawa Timur untuk segera merancang skema yang lebih progresif, lebih maju dari skema yang dulu dimiliki oleh pemerintah sebelumnya baik dalam kasus kekerasan berlatar belakang konflik sumber daya alam seperti di Lapindo, maupun kasus berlatar belakang agama di Sampang,” kata Andy Irfan Junaidi, Koordinator KontraS Surabaya
“Sampai sekarang kita belum melihat ada skema itu, kita belum melihat ada keselarasan masing-masing lembaga negara, kementerian, maupun pemerintah di level paling bawah dalam berkomitmen untuk menuntaskan dua kasus ini,” lanjutnya.

Anggota Komisi bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Provinsi Jawa Timur, Agatha Retnosari mengatakan, masukan serta data yang diperoleh dalam diskusi kali ini akan dijadikan masukan kepada pemerintah pusat, terutama dalam menuntaskan pelanggaran HAM pada kasus luapan lumpur Lapindo maupun kekerasan terhadap warga Syiah Sampang.

Sementara itu, hak dasar berupa kesehatan dan pendidikan yang selama ini belum diberikan, DPRD Provinsi Jawa Timur kata Agatha, akan mendesak pemenuhannya oleh pemerintah daerah.
“Hasil diskusi ini adalah bukti, dan akan saya masukkan kepada laporan di Fraksi, supaya Fraksi PDI Perjuangan Jawa Timur bisa membawa ini ke nasional, sebagai masukan untuk Presiden Jokowi beserta kabinetnya, sehingga kita yang sudah lama, terutama korban Lapindo ini yang sudah lama terabaikan itu lebih terperhatikan. Karena kan pusat itu jauh ya dari Lapindo, itu tugas kita untuk kemudian menginput data dan informasi terkini,” jelas Agatha Retnosari.

Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasai Manusia, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur, Ninik Ariwanti menegaskan, lembaganya akan menjadikan dua kasus besar di Jawa Timur ini sebagai contoh penyelesaian kasus hukum dan hak asasi manusia, terutama untuk menghadirkan peran negara dalam penuntasan setiap persoalan hak asasi manusia yang terlanggar.
“Kita akan masukkan di dalam Ranham, (rencana aksi nasional daerah hukum dan hak asasi manusia) untuk memfasilitasi pemerintah, kabupaten terkait ya, Pemprov Jawa Timur dan Kabupaten Sampang ini untuk segera menyelesaikan secara komprehensif,” ungkap Ninik Ariwanti.

Sekarang hanya menjembatani-menjembatani ternyata dari pihak sini akan minta lebih, lebih dari sekedar untuk menjembatani, tetapi bagaimana negara ini bisa menegakkan NKRI ya, artinya bukan negara agama,” lanjut Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur.

Syiah Ancaman Bagi NKRI? Anhar dan Rumadi: Ah! Omong Kosong Itu


“Hanya keledai yang akan jatuh ke lubang yang sama dua kali.”
Ungkapan ini tak hanya sangat masyhur dan begitu akrab di telinga kita semua, namun lebih dari itu mampu memberi kita pelajaran dan penyadaran berharga tentang betapa naifnya kita manusia–yang bukan keledai–bila harus berulangkali jatuh di “lubang yang sama” itu. Karena itulah kepada kita dipesankan beragam tips jitu agar tak terjatuh pada lubang yang sama meski hanya dua kali, salah satunya dengan cara berupaya seserius mungkin mempelajari sejarah.


Begitu pun halnya perjalanan panjang bangsa kita yang besar ini sejak sebelum dan sesudah merdeka. Entah sudah berapa banyak kisah tertoreh dalam lembaran hari demi hari Republik Indonesia kita, tak terkecuali sejarah kelam kejamnya penjajahan dan bagaimana pahit getirnya upaya mempertahankan keutuhan NKRI karena berulangkali telah dikoyak sejumlah aksi pemberontakan.

Dalam masa-masa kelam itu, tercatat ada beberapa upaya pemberontakan rakyat atas pemerintah dan negara. Sebut saja Pemberontakan DI/TII, yang sering sekali disebut para guru sejarah kita semenjak kita masih duduk di bangku SD. Berikutnya ada Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), lalu Pemberontakan G30s/PKI, Republik Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan Permesta dan masih banyak lagi yang lainnya.

Maka, agar tidak terjatuh pada lubang yang sama dua kali, kita wajib belajar dari sejarah pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Indonesia. Hal ini sangat perlu dilakukan setidaknya untuk mendeteksi, siapa sih sesungguhnya yang sesuai faktanya benar-benar mengancam NKRI?

Akhir-akhir ini, baik di dunai maya (situs internet) berupa artikel dan berita propaganda, maupun di dunia nyata, saat ratusan bahkan ribuan seminar digelar serentak dan beruntun di seluruh kota besar di negeri kita. Agenda kegiatan berbungkus seminar namun sejatinya berisi hujatan, ujaran kebencian dan penghunjaman stigma ke benak publik agar di antara kita mulai saling curiga satu sama lain, lalu saling benci, saling tuding karena merasa paling benar sendiri, dan pada akhirnya ukhuwah tak lagi kokoh terjaga, toleransi dan saling menghargai tak lagi dianggap berharga. Propaganda dan ‘seminar’ yang digagas sekelompok orang maupun golongan tertentu dengan mengangkat tema seragam minimal senada: “Syiah, Ancaman Bagi NKRI” sebagai isu besar yang seakan-akan benar dan nyata adanya.

Padahal jika kita lihat dan cermati dari sejarah pemberontakan yang pernah terjadi di Indonesia, tidak ada dalam sejarah Republik ini sejak berdirinya hingga saat ini, tercatat ada pemberontakan yang dilakukan oleh kalangan/kelompok Syiah.

Dr. Rumadi, MA, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga Direktur Program The Wahid Institute menegaskan bahwa dilihat dari sejarah pemberontakan terhadap Republik Indonesia, memang belum pernah ada pemberontakan yang dilakukan oleh Syiah baik secara kelompok ataupun secara perorangan (yang mungkin bergabung dengan kelompok pemberontak tertentu) di Republik Indonesia ini.

“Isu seperti itu sebenarnya hanya sekedar bluffing saja ya, orang yang mengatakan Syiah sebagai ancaman bagi NKRI itu secara historis memang mustahil bisa membuktikan,” ujar Dr. Rumadi saat diminta tanggapan tim media Ahlulbait Indonesia via telepon perihal maraknya penyebaran isu Syiah mengancam NKRI.

Lebih jauh Dr. Rumadi menegaskan bahwa saat ini, ada beberapa organisasi yang secara terbuka melakukan ancaman terhadap NKRI, yang di antaranya ingin mendirikan Negara Islam atau Khilafah dan sebagainya, tapi entah kenapa justru tidak disebut sebagai ancaman terhadap NKRI. Inikah salah satu bukti bahwa bangsa kita mudah terpengaruh kamuflase dan propaganda?
Sementara itu, sejarahwan Anhar Gonggong, terkait sejarah pemberontakan yang mengancam NKRI, ternyata satu suara dengan Dr. Rumadi. Anhar menegaskan bahwa tidak ada dalam sejarah Indonesia, Syiah melakukan gerakan pemberontakan terhadap NKRI. Menurutnya, itu tidak pernah terjadi. Ahli sejarah terkemuka ini pun menjelaskan bahwa Kartosuwiryo, Kaharmuzakar maupun Ibnu Hajar yang pernah melakukan pemberontakan terhadap NKRI, mereka semua bukanlah orang Syiah.

Anhar Gonggong kemudian menjelaskan bahwa dalam sebuah pemberontakan terdapat dua hal yang harus dipenuhi. Pertama adalah ideologi yang dimiliki dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat dan yang kedua adalah memiliki kekuatan fisik. Jika dilihat dari kedua hal tersebut, menurut Anhar, kelompok Syiah itu sama sekali tak memiliki keduanya.
Tapi bagaimana tanggapan Anhar saat mendengar begitu marak dan masifnya penyebaran isu Syiah sebagai ancaman bagi NKRI? “Kartosuwiryo, Kaharmuzakar yang memiliki kekuatan besar saja gagal untuk memberontak, apalagi Syiah? Bunuh diri bila Syiah melakukan itu!” tegasnya dengan nada heran saat wawancara via telepon dengan tim media Ahlulbait Indonesia.

“Orang yang mengatakan bahwa Syiah mengancam NKRI itu, bahasa kasarnya adalah ngawur,” tegas Anhar.
Sementara itu, ketua umum DPP Ormas Islam Ahlubait Indonesia Hasan Daliel saat diwawancarai di kantornya terkait berkembangnya isu Syiah sebagai ancaman bagi NKRI justru menegaskan, “Bagi Syiah Indonesia, NKRI adalah harga mati!”

Hasan kemudian menjelaskan bahwa Imamah yang mungkin dikhawatirkan oleh sebagian orang sebagai anti Pancasila adalah tidak benar. Imamah dipahami Syiah tidaklah sama dengan Imamah yang ada di tempat lain yang ingin mengganti NKRI dengan kekhalifahan, Khilafah, Imarah, Daulah, atau apapun saja sebutan lainnya. Imamah yang dipahami oleh Syiah indonesia adalah hubungan spiritual dengan seorang Marja’ atau Fukaha, seperti halnya hubungan spiritual kaum Katolik dengan pemimpin mereka di Vatikan.
“Kami dari Ormas Islam Ahlulbait Indonesia menyatakan dengan tegas bahwa yang paling berharga bagi kami di negeri ini adalah darah suci para pahlawan yang telah memerdekakan negeri ini,” ujar Hasan Daliel kembali menegaskan bahwa Syiah Indonesia akan selalu setia kepada Pancasila dan NKRI.

“Bahkan pemimpin spiritual kami selalu menasihati agar kami berbakti, di manapun kami dilahirkan. Menurut Beliau adalah wajib hukumnya menjunjung tinggi nilai-nilai luhur di negara kami masing-masing,” tambahnya.
Sungguh ironi bila kita tidak mau belajar dari sejarah kelam pemberontakan di Republik Indonesia ini, yang tidak pernah mencatat Syiah sebagai sebuah ancaman dengan melakukan pemberontakan terhadap Republik Indonesia tercinta ini. Maka, jika kita tidak ingin kembali terjatuh masuk ke lubang yang sama dua kali, jelas sudah bahwa bukan Syiah yang layak diwaspadai sebagai ancaman bagi NKRI.

Tapi biarlah torehan-torehan sejarah yang kelak akan menjawab siapa yang sebenarnya menjadi ancaman bagi NKRI. Biarlah para penuduh itu merasa bebas berekspresi seraya berharap bangsa kita dengan begitu mudahnya mereka tipu dan bodohi. Padahal sebaliknya, tabiat mereka tak ubahnya ibarat dua pepatah: Pertama, “Buruk muka cermin dibelah.” Kedua, “Siapa menepuk air di dulang, pasti terpercik ke muka sendiri.”

Source

Menteri Era Bung Karno: Posisi Soeharto Misterius


MUHAMMAD Achadi, salah seorang menteri di era Bung Karno, menyarankan agar para pimpinan di MPR, DPR dan DPD segera menghentikan kontroversi mengenai Soeharto: apakah melanjutkan atau menghentikan proses peradilan pemimpin Orde Baru itu. Terlalu lama membiarkan kontroversi mengenai Soeharto merebak dapat memecah belah rakyat, dan seterusnya dapat dimannfaatkan pihak lain untuk menghancurkan bangsa dan negara.


Achadi adalah satu dari 15 menteri Kabinet Dwikora yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Soeharto dan rezim Orde Baru begitu Soeharto mengantongi Surat Perintah 11 Maret 1996. Usai peristiwa pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira muda Angkatan Darat dinihari 1 Oktober 1965, Achadi dalam kapasitasnya sebagai rektor Universitas Bung Karno (UBK) dan sejumlah menteri, termasuk Soeharto yang menggantikan Jenderal Ahmad Yani sebagai menteri panglima Angkatan Darat, duduk dalam sebuah tim yang dikenal dengan nama Tim Epilog.

Tim yang bertujuan untuk mencegah perpecahan di kalangan rakyat menyusul tragedi nasional itu dipimpin langsung oleh Bung Karno dan sehari-hari dipimpin oleh wakil perdana menteri III yang juga ketua MPRS Chaerul Saleh. Yang juga turut menjadi anggota tim itu adalah menteri penerangan mayor jenderal Achmadi, jaksa agung Sutardjio, dan sekjen Front Nasional Sudibjo. Anggota tim ini berkewajiban mengumpulkan informasi mengenai dampak politik sampai di tingkat grass root pasca-Gestok atau Gerakan 1 Oktober 1966–istilah yang digunakan Bung Karno untuk menyebut peristiwa pembunuhan tujuh perwira Angkatan Darat itu.

Pekerjaan Tim Epilog ini berantakan menyusul aksi Soeharto yang dengan menggunakan SP 11 Maret melakukan penangkapan terhadap menteri-menteri Kabinet Dwikora termasuk semua anggota Tim Epilog.
Setelah beberapa bulan bersembunyi di Jakarta, awal Mei 1966 Achadi akhirnya ditangkap oleh pasukan Soeharto. Tadinya, ia hanya diminta memberi penjelasan kepada Batalyon Polisi Militer Angkatan Darat mengenai isu yang mengatakan dirinya membentuk pasukan liar. Namun begitu berada di markas POM Angkatan Darat, Achadi segera dijebloskan ke tahanan tanpa pengadilan. Ia dibebaskan setelah dipenjara selama 10 tahun.

Padahal, kata Achadi yang berbicara di Jakarta, SP 11 Maret itu isinya memerintahkan pemegangnya, dalam hal ini Soeharto, untuk mengambil tindakan yang dipandang perlu demi kelancaran revolusi dan pemerintahan. Tindakan-tindakan tersebut harus merujuk pada lima poin yang disebutkan dalam SP 11 Maret, yakni, pertama menjaga kewibawaan Presiden dan Pemimpin Besar Revolusi; kedua menjaga keselamatan Presiden dan keluarga.; ketiga melaksanakan ajaran Bung Karno; keempat berkoordinasi dengan angkatan lain; dan kelima melaporkan pelaksanaan tugas kepada Presiden.

“Kalau kita lihat dari sisi proses perjuangan bangsa, posisi Soeharto misterius, kalau tak mau disebut negatif. Dia hanya menggunakan sebagian dari tugas yang diberikan Bung Karno untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, sampai Bung Karno sendiri ditahan dan dibungkam lewat Tap MPRS XXXIII/1966. Dan untuk menutupi semua itu, sekarang disebutkan bahwa naskah asli SP 11 Maret hilang,” ujar Achadi.
Padahal, sambungnya lagi, menghilangkan dokumen resmi negara termasuk perbuatan kriminal dan dapat dihukum maksimal 15 tahun. Belum lagi, masih kata Achadi, pengakuan Soeharto bahwa dirinya memerintahkan langsung petrus atau penembakan misterius yang ditujukan untuk menekan angka kriminalitas dalam biografinya, dapat dijerat dengan pasal kriminal. Ancaman hukuman untuk kejahatan seperti ini maksimal seumur hidup.

“Boleh saja orang merasa kasihan melihat sakitnya Soeharto, karena ia sudah tua. Boleh begitu secara pribadi. Bisa juga orang simpati karena mendapat jabatan atau harta selagi Soeharto berkuasa. Tetapi yang juga harus diperhatikan adalah perjalanan perjuangan bangsa. Dari sudut pandang ini Soeharto telah dengan sengaja menghabisi lawan politiknya dan melakukan pelanggaran HAM yang luar biasa.”

Mungkinkah pimpinan MPR, DPR dan DPD menggelar rapat khusus untuk membahas kontroversi Soeharto? Menurut Achadi mungkin sekali. Presedennya ada, yakni ketika Republik Indonesia Serikat yang dibentuk dalam Konferensi Meja Bundar di Belanda tahun 1949 dibubarkan tahun 1950. Saat itu, MPR RIS dan DPR RIS menggelar sidang dan sepakat untuk membubarkan RIS dan kembali kepada NKRI. Selanjutnya MPR RIS dan DPR RIS menyatakan menjadi MPR dan DPR RI.

Ulil : Ancaman NKRI Bukan Syiah, Melainkan HTI


Jakarta – Pernyataan pembelaan terhadap muslim Syiah datang dari aktivis Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla. Di akun Twitternya, Ulil mengatakan, ancaman perpecahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukan lantaran berkembangnya ajaran Syiah.

Menurut Ulil, ancaman perpecahan NKRI yang sebenarnya karena eksisnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Ulil beralasan karena HTI ingin mendirikan khilafah dan tidak mengakui Pancasila.
“Syiah bukan ancaman bagi NKRI. Ancaman bagi NKRI adalah HTI yg nyata2 mau menegakkan negara khilafah,” katanya melalui akun Twitter, @ulil.

Menurut dia, selain HTI, ancaman terhadap keutuhan NKRI adalah ajaran kelompok apapun yang menebar kebencian di antara sesama. “Syiah bukan ancaman bagi NKRI. Ancaman bagi NKRI adalah paham-paham yang menyebarkan kebencian antar-golongan,” ujar Ulil.

Pria yang belum lama ini dicekal pihak imigrasi Malaysia itu, menyebut bahwa ajaran Syiah tidak berbahaya, malahan paham seperti radikalisme seperti ISIS adalah ancaman nyata bagi NKRI. “Syiah bukan ancaman bagi NKRI. Ancaman bagi NKRI adalah kelompok-kelompok yg menyebarkan ideologi jihadis (semacam ISIS) di tanah air.”

Karena itu, Ulil meminta semua pihak untuk waspada terhadap kelompok tertentu yang mencoba membenturkan antara Suni dan Syiah, yang bisa menggoyang NKRI. “Syiah bukan ancaman bagi NKRI. Ancaman bagi NKRI adalah kelompok-kelompok yang mau mengimpor konflik Sunni-Syiah ke Indonesia.”.

"ICW Tak Lebih dari Antek Asing atau Komprador"






Anggota Komisi IX DPR Poempida Hidayatullah mempertanyakan dana asing yang diterima Indonesia Corruption Watch (ICW) sebesar USD45.470.

"Apakah ICW yakin dana asing itu dana bersih? Bukan hasil dari pencucian uang? Bagaimana ICW punya mekanisme mengecek bahwa dana asing itu mempunyai legitimasi," kata Poempida di Jakarta, Jumat (29/6).

Ia menambahkan, jika kemudian pendana asing itu terindikasi atau terbukti mencuci uang, tentu ICW tak bisa mempertanggungjawabkannya.

"Pendana asing pun harus patuh pada aturan bahwa tidak boleh melakukan intervensi kebijakan. Nah ini kan dampaknya sudah banyak digunakan untuk mempengaruhi kebijakan. Agenda asing seperti ini sungguh sangat berbahaya untuk Kedaulatan NKRI. Apa bedanya kita dengan zaman penjajahan dulu, kalau kita melacurkan diri pada asing?," tanya Poempida.

Politisi Golkar itu juga menyayangkan pernyataan ICW yang menyebutkan "melacurkan pada dana asing lebih baik daripada melacurkan pada korupsi".

"ICW tak lebih dari antek asing atau komprador. Memperjuangkan kepentingan asing tanpa memikirkan dampaknya bagi rakyat Indonesia secara luas," kata Poempida.

Dari data yang dimiliki Antara, ICW menerima dana asing dari Bloomberg Initiative sebesar USD45.470 atau setara Rp409.230.000. Dana itu dikucurkan untuk periode program Juli 2010 hingga Maret 2012 terkait masalah tembakau.

Selain ICW, ada beberapa lembaga yang menerima dana dari Bloomberg Initiative, meliputi:

1. Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang menerima dana sebesar USD159.621 untuk periode Maret 2012-Februari 2014

2. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sebesar USD280.755 (Oktober 2008-Juli 2010)

3. Direktorat Pengendalian Penyakit Non Menular USD315.825, September 2008-May 2011

4. Indonesia Forum of Parliamentarians on Population and Development. Dana sebesar USD240.000 (Maret 2011-Maret 2012), USD164.717, USD134.100, bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari anggota DPR RI 2009-2014 pada level nasional demi berlakunya UU Pengendalian Dampak Produk Tembakau terhadap kesehatan.

5. Asosiasi Kesehatan Masyarakat, Kelompok Kerja Pengendalian Tembakau (USD542.600 untuk periode kerja Agustus 2007-2009), (USD491.569 periode kerja Sept 2009-Agustus 2010), (USD200.000 periode Des 2011-Nov 2012)

6. Forum Warga Kota Jakarta (PAKTA), USD225.178 periode Juli 2010-Juni 2012)

7. Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (USD81.250 periode Des 2009-Januari 2010)

8. Lembaga Pembinaan dan Perlindungaan Konsumen Semarang (USD106.368 periode Nov 2010-Juni 2012).

Sumber : http://www.pelitaonline.com/read/politik/nasional/16/18709/poempida-icw-antek-asing/

Wahabi Sedang Berusaha Rebut Kekuasaan Pemerintah dengan Merongrong NU dan Syi’ah


Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid menegaskan, warga Nahdlatul Ulama harus kian solid dalam menjaga aqidah Islam Ahlussunah Wal Jamaah karena kelompok Islam garis keras terus berupaya melemahkan NU dan NKRI dengan mengambil kesempatan Pemilu 2014.

Nusron menyampaikan hal itu dalam forum silaturahmi dengan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Ngawi, berikut badan otonom, lembaga, dan lajnah NU setempat, di Pendopo Widya Graha Pemkab Ngawi, Jawa Tengah, Senin (16/6/2014).

Di tahun politik sekarang ini warga NU harus memperkuat aqidah Ahlussunah wal Jamaah, karena banyak kaum Islam Wahabi sedang berusaha merebut kekuasaan pemerintah dan merongrong warga NU,” ungkap Nusron.

Nusron juga mengingatkan, pada musim kampanye seperti ini tak sedikit orang yang berusaha mendekati NU secara tidak serius. “Menjelang pilpres banyak ulama yang pura-pura NU, ke sana kemari mengaku kader ormas tertentu,” tuturnya.

Politik, lanjutnya, tidak boleh bergantung pada siapa yang bayar, tetapi mesti didasarkan atas pertimbangan aqidah. Pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah, ini juga menekankan pentingnya membangun silaturahmi  sesama muslim.

Nusron mengatakan, silaturahmi ke Ngawi ia laksanakan dalam rangka menyambut datangnya  bulan suci Ramadhan 1435 H dan pemilu presiden 2014. Hadir dalam forum tersebut Bupati Ngawi yang juga Dewan Penasihat Ikatan Sarjana NU (ISNU) Ngawi, H Budi Sulistyono; dan segenap pengurus PCNU setempat.

KH Said Aqil Siroj : Anggapan Tahlilan berasal dari Hindu itu Keliru.


Salah satu tradisi keagamaan yang lekat dengan warga NU adalah Tahlilan, Selametan atau Kendurian. Ada sebagian yang menganggap bahwa tradisi itu berasal dari ajaran agama Hindu, padahal anggapan semacam itu adalah sebuah kekeliruan.

Pernyaatan itu disampaikan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Pondok Pesantren Ats-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta, Sabtu (14/5/2014). Menurut doktor dari Universitas Ummul Qura ini, sikap dan ritual orang Hindu terhadap orang mati berbeda.

“Orang kalau `nyerang` kita itu lho, (Tahlilan) ini warisan hindu ini. Salah itu, bukan dari Hindu. Itu dibawa Sunan Ampel dari Champa sana, dari Vietnam. Kalau Hindu mayatnya dibakar, udah selesai, kalau ini tidak, ini dari umat Islam Champa,” terang Kiai Said.

Menurut Kiai Said, secara genealogis, ajaran Islam yang ada di Champa pada waktu itu adalah ajaran Islam yang dibawa dari Timur Tengah.
“Champa dari mana? ya dari Timur Tengah juga, hanya beda dikit, kalau Mesir 3 hari saja, di Mesir mendoakan orang meninggal pakai Al-Quran saja. Kalau tahlil seperti kita, dari Yaman tuh. Kenapa? Karena tidak semua orang bisa baca Al-Quran, yang ta`ziyah kan ingin mendoakan semua, ya udah qulhu, falaq binnas, dipilih yang gampang, dari pada baca Alquran nanti salah malah dapat dosa,” jelas Kiai Said.

Kiai Said mengatakan, tradisi 3, 7, 40 malah itu dari Syiah, namun demikian bukan berarti dengan hitungan itu membuat keyakinan dan aqidah kita ikut menjadi Syiah.
“Ya ga apa-apa, yang penting bukan aqidahnya yang kita ambil dari Syiah, bukan mempercayai Ali itu ma`sum, gak pernah dosa; mencaci Abu Bakar, Umar, Usman, Tidak. Hanya budayanya saja,” tuturnya.

Terkait Berita: