Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Nusron Wahid menegaskan, warga Nahdlatul Ulama harus kian solid dalam menjaga aqidah Islam Ahlussunah Wal Jamaah karena kelompok Islam garis keras terus berupaya melemahkan NU dan NKRI dengan mengambil kesempatan Pemilu 2014.
Nusron menyampaikan hal itu dalam forum silaturahmi dengan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Ngawi, berikut badan otonom, lembaga, dan lajnah NU setempat, di Pendopo Widya Graha Pemkab Ngawi, Jawa Tengah, Senin (16/6/2014).
“Di tahun politik sekarang ini warga NU harus memperkuat aqidah Ahlussunah wal Jamaah, karena banyak kaum Islam Wahabi sedang berusaha merebut kekuasaan pemerintah dan merongrong warga NU,” ungkap Nusron.
Nusron juga mengingatkan, pada musim kampanye seperti ini tak sedikit orang yang berusaha mendekati NU secara tidak serius. “Menjelang pilpres banyak ulama yang pura-pura NU, ke sana kemari mengaku kader ormas tertentu,” tuturnya.
Politik, lanjutnya, tidak boleh bergantung pada siapa yang bayar, tetapi mesti didasarkan atas pertimbangan aqidah. Pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah, ini juga menekankan pentingnya membangun silaturahmi sesama muslim.
Nusron mengatakan, silaturahmi ke Ngawi ia laksanakan dalam rangka menyambut datangnya bulan suci Ramadhan 1435 H dan pemilu presiden 2014. Hadir dalam forum tersebut Bupati Ngawi yang juga Dewan Penasihat Ikatan Sarjana NU (ISNU) Ngawi, H Budi Sulistyono; dan segenap pengurus PCNU setempat.
KH Said Aqil Siroj : Anggapan Tahlilan berasal dari Hindu itu Keliru.
Salah satu tradisi keagamaan yang lekat dengan warga NU adalah Tahlilan, Selametan atau Kendurian. Ada sebagian yang menganggap bahwa tradisi itu berasal dari ajaran agama Hindu, padahal anggapan semacam itu adalah sebuah kekeliruan.
Pernyaatan itu disampaikan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Pondok Pesantren Ats-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta, Sabtu (14/5/2014). Menurut doktor dari Universitas Ummul Qura ini, sikap dan ritual orang Hindu terhadap orang mati berbeda.
“Orang kalau `nyerang` kita itu lho, (Tahlilan) ini warisan hindu ini. Salah itu, bukan dari Hindu. Itu dibawa Sunan Ampel dari Champa sana, dari Vietnam. Kalau Hindu mayatnya dibakar, udah selesai, kalau ini tidak, ini dari umat Islam Champa,” terang Kiai Said.
Menurut Kiai Said, secara genealogis, ajaran Islam yang ada di Champa pada waktu itu adalah ajaran Islam yang dibawa dari Timur Tengah.
“Champa dari mana? ya dari Timur Tengah juga, hanya beda dikit, kalau Mesir 3 hari saja, di Mesir mendoakan orang meninggal pakai Al-Quran saja. Kalau tahlil seperti kita, dari Yaman tuh. Kenapa? Karena tidak semua orang bisa baca Al-Quran, yang ta`ziyah kan ingin mendoakan semua, ya udah qulhu, falaq binnas, dipilih yang gampang, dari pada baca Alquran nanti salah malah dapat dosa,” jelas Kiai Said.
Kiai Said mengatakan, tradisi 3, 7, 40 malah itu dari Syiah, namun demikian bukan berarti dengan hitungan itu membuat keyakinan dan aqidah kita ikut menjadi Syiah.
“Ya ga apa-apa, yang penting bukan aqidahnya yang kita ambil dari Syiah, bukan mempercayai Ali itu ma`sum, gak pernah dosa; mencaci Abu Bakar, Umar, Usman, Tidak. Hanya budayanya saja,” tuturnya.
Post a Comment
mohon gunakan email