Para akademisi di bidang sejarah, arkeologi, atau filologi pastilah bersedih sekaligus marah mendengar berita dari Irak ini: ISIS meluluh-lantakkan sejumlah besar peninggalan sejarah di kawasan yang dikuasainya. Berita ini bukan isapan jempol atau diedarkan dalam rangka memojokkan kelompok ini, karena memang sudah terkonfirmasi lewat tayangan video yang disebarkan oleh kelompok ISIS itu sendiri.
Video yang dimaksud menampilkan anggota kelompok itu menghancurkan sebuah artefak kuno di kota Mosul dengan menggunakan palu dan bor. Dalam keterangannya, ISIS menyebut relief kuno itu sebagai berhala sehingga harus dihancurkan. Tak semua artefak kuno itu dihancurkan. ISIS diyakini juga menjual sebagian artefak itu ke pasar gelap untuk mendapatkan uang yang digunakan untuk mendanai operasi mereka.
Dalam video berdurasi lima menit itu terlihat sekelompok anggota ISIS berada di dalam gedung Museum Mosul. Mereka menggunakan palu dan bor untuk menghancurkan beberapa patung kuno besar koleksi museum. Lalu adegan beralih ke situs arkeologi yang tak jauh dari lokasi museum memperlihatkan sejumlah anggota ISIS menghancurkan patung kerbau bersayap peninggalan budaya Assiria dari abad ke-7 sebelum masehi. Beberapa hari sebelumnya, ISIS juga menyerang dan membakar Perpustakaan Mosul tempat penyimpanan sekitar 8.000 manuskript alias naskah kuno.
Itulah yang terjadi di Irak dan Suriah, dua kawasan yang menjadi ajang petualangan kelompok teroris yang mengatasnamakan Islam ini. Belum juga setahun mendeklarasikan dirinya, ISIS sudah membuktikan diri sebagai milisi paling brutal dan liar. Aksi-aksi pembumihangusan warisan sejarah peradaban manusia yang tak ternilai harganya itu melengkapi aksi pembantaian sadis yang mereka lakukan terhadap siapa saja yang mereka anggap berada di luar kelompok mereka.
Modus operandi penghancuran beragam warisan peradaban itu sebenarnya sangat sederhana dan mudah ditelusuri. Mereka menganggap bahwa segala macam tempat bersejarah harus dimusnahkan karena “berpotensi” akan dikultuskan dan menjadi objek penyembahan. Di sisi lain, “pemurnian akidah” seperti ini adalah salah satu pilar gerakan mereka.
Celakanya, mereka adalah kelompok yang tidak mempedulikan pendapat kelompok lain. Bagi mereka, pendapat mayoritas ulama Islam dunia lain adalah sampah yang tak layak didengar. Mereka enggan berdialog. Mereka hanya mau melakukan aksi atas pendapat mereka sendiri soal agama. Karena itu, manakala terbuka kesempatan mengeksekusi pendapat, mereka bersegera melaksanakannya, tanpa mempedulikan pihak manapun di luar mereka.
Dengan semua reputasi yang sudah ditunjukkannya itu, bisa dipastikan bahwa jika kelompok ini sampai mendapat sedikit ruang untuk bergerak di Indonesia, hal yang sama juga akan menimpa negeri tercinta ini. Beragam warisan budaya dan peradaban Indonesia akan juga diluluhlantakkan oleh mereka. Tokh dalam pandangan mereka, Indonesia juga sebenarnya medan jihad lain yang hanya menunggu giliran untuk digarap, ketika kesempatannya memang terbuka.
(Liputan Islam/ABNS)
Inilah salah satu sisi lain dari ancaman nyata ISIS bagi NKRI. Sebelumnya, kita mengenal keburukan ISIS dari sisi kekejamannya, perlawanannya terhadap NKRI, sikap intoleransi yang berpotensi memecah-belah kesatuan bangsa, serta kebiasaan mereka untuk menebar fitnah dan kebohongan. Kini, kita tahu bahwa ISIS juga adalah entitas yang mengancam peradaban.
Post a Comment
mohon gunakan email