Astaghfirullahaladzim…. Beginilah Kelompok Takfir al-Bayyinat dengan
penuh semangat terus mengkafirkan Muslim Syi’ah khususnya dari kalangan
Alawiyyin, berhati-hatilah dengan mereka
Kaum Muslimin yang mengkritik ajaran syiah adalah pemecah belah umat, agen Zionis, dan kesusupan Wahabi.
KEGIATAN DAN PROVAKASI KELOMPOK TAKFIR AL-BAYYINAT SUDAH DALAM TAHAP
TAK BISA DI TOLERANSI LAGI, APA HARUS MENUNGGU DARAH TERTUMPAH RABITHAH
BARU BERSIKAP????? SIKAP DIAM BISA DIARTIKAN MENYETUJUI TINDAK KEKERASAN
ATAS NAMA AGAMA/MAZHAB KHUSUSNYA KEPADA MINORITAS MUSLIM SYI’AH..MAKA
BERSIKAPLAH !!!!
Kalau
wahabi kitab rujukannya sama, rukun Iman, rukun Islamnya juga sama,
sedangkan Syiah berbeda, kita hanya berbeda dalam masalah furu’iyah
(cabang) dengan Wahabi” tegas Habib Zein dalam konferensi pers setelah
acara tabligh akbar bertajuk “Mengokohkan Ahlus Sunnah wal Jamaah di
Indonesia”, yang digelar Ahad kemarin (16/9) di masjid Al-Furqan Dewan
Dakwah Jakarta.
“Saya katakan tidak ada Habib yang masuk Syiah, Habib yang masuk
Syiah bukan Habib lagi, tapi (statusnya) sudah mantan Habib. (Dia) bukan
habib lagi,” jelas Habib Zein yan juga pengurus Nahdlatul Ulama Jawa
Timur.
perkembangan wahabi di Indonesia memang lebih besar dibandingkan
perkembangan Syiah di Malaysia, hal ini karena ulama di Malaysia sangat
sulit menggadaikan aqidahnya.
Di Malaysia Ulamanya tidak mudah dibeli dengan uang. Wahabi di
Indonesia menyebarkan uang bermilyar-milyar dollar untuk menyebarkan
ajaran mereka, siang malam orang-orang wahabi mendekati para tokoh
seperti
Sehingga banyak tokoh ulama dan Habaib yang mereka adalah
Ahlussunnah, tetapi membela wahabi, karena sudah diberangus oleh
kebaikan orang-orang wahabi.
Yang diberikan itu bisa tokoh atau organisasinya, hampir semua organisasi di Indonesia dibantu dana oleh wahabi.
Menyikapi tokoh-tokoh NU yang membela wahabi maka mereka telah menyelisihi Gusdur dan Said Aqil Siraj.
Orang NU yang membela wahabi itu telah berkhianat terhadap Kiyai
Hasyim Asyari sudah jauh-jauh hari telah mewanti-wanti untuk menjauhi
wahabi dalam Qanun azazi NU.
Ribuan umat Islam Solo menghadiri tabligh akbar "Mengapa Syiah
Bukan Islam?" yang digelar Forum Komunikasi Aktivis Masjid (FKAM) dan
Perhimpunan Al Irsyad Al Islamiyah Cabang Surakarta di Gedung Al Irsyad,
Solo, pada Juma, 02/02/14. Tabligh Akbar digelar dalam rangka
menyampaikan kesesatan Syiah, demikian menukil laporan muslimdaily.net.Tabligh
akbar itu membahas kesesatan Syiah dan menghadirkan salah seorang
"ulama" bernama Habib Achmad Zein al-Kaff dan Ketua Forum Anti Syiah
Indonesia (FASI) Ir. Andri Kurniawan.Masih menurut
muslimdaily, Habib Zein al-Kaff mengatakan, tak ada habib yang Syiah,
dan kalau ada Habib yang menganut aliran Syiah maka ia telah melepaskan
kehabibannya."Tidak ada Habib yang Syiah, habaib
yang Syiah berarti telah melepaskan kehabibannya," kata pemimpin Yayasan
Al-Bayyinat Jawa Timur tersebut.Tentu pernyataan
Achmad Zein al-Kaff ini keluar dari kapasitas dirinya dan kapasitas
intelektualitas dirinya untuk mengeluarkan nasab seseorang dari wilayah
Ke-habib-an. Di negara-negara dunia, Habib dikenal
dengan sayyid, syarif, ayib, atau sidi, dan masyarakat mengenal
orang-orang mulia ini dari sisi tinggi ilmu agama dan inteletualitasnya
dan terpuji akhlaknya seperti Habib Sholeh bin Muchsin al-Hamid dari
Tanggul, Habib Abdurahman al-Alydrus dari Luar Batang, Jakarta Utara,
dan Habib Ali al-Habsyi dari Kwitang, Jakarta Pusat. Artinya, sayyid
atau habib hanya pantas disandang orang dengan tingkat ketakwaan,
kezuhudan, dan keilmuan yang tinggi serta berakhlak mulia, dan siapapun
tidak berhak mendongkel nasab Habaib hanya karena berbeda dalam
bermazhab.Dan yang jelas, gelar Habib bukan gelar
untuk keturunan Arab yang hanya cakap memakai sorban dan jubah tapi jauh
dari akhlak mulia, bukan gelar untuk mereka yang suka memakai kekerasan
mengatasnamakan agama, dan bertopeng Ahlu Sunnah untuk menghancurkan
keberamagaman seperti Achmad Zein diatas. Tapi apa
kira-kira yang membutakan Achmad Zein? Adakah ini karena Al-Bayyinat
sedang mencoba memainkan kartu Saudi, berharap aliran dana dari Bandar
bin Sultan yang kerap membayar mahal mereka yang gemar menyembelih
pengikut mazhab Islam di luar mazhab resmi kerajaan Saudi Arabia?Jika
Al-Bayyinat dan Achmad Zein mau pasang badan untuk Ahlus Sunah, mana
kiranya di antara mazhab Islam lain yang bakal dia pilih dan izinkan
untuk hidup di Indonesia? Dan mana mazhab Islam yang bakal dinyatakan
haram dan bakal diberangus?[tvshia/islam times]
yang saya tahu syiah itu bermazhab pada imam ali yang merupakan ahlul bait nabi dan merupakan mazhab yang paling masuk akal (
Maaf
NU yang saya maksud bukanlah NU gaya si habib tua ,begitu mudahnya si
Ahmad bin Zen Alkaf menjadi pengurus NU,padaha dia itu lulusan TKI di
Saudi,kerja di toko di wilayah Jeddah,pulang gak mengerti apa-apa,lalu
mendompeng ke toko Wahabi Bangil Muhammad Ba Abdullah,orang kepercayaan
Wahabi Saudi,semenjak 25 tahun,sampai sekarang,semua habaib tahu sepak
terjangnya,mereka diam,karena ditutup oleh riyal-riyal yg di rupiahkan
oleh Ahmad bin Zen Alkaf,dan di yys Al-Bayyinat dia ingin ditetapkan
sebagai ketua seumur hidup,di Pekalongan 3 tahun yang lalu,orang2 hampir
tidak memilih dia,karena dia mengancam jika tidak dia,maka tidak ada
dana yg mengalir,sampai-sampai akan terjadi perkalian,yg begitulah si
antek Wahabi tsb,Saya yakin dia menyuap kyai-kyai dg riyal-riyal,maka
dari itu dikejutkan dg mendapat kedudukan di NU.Jadi kusarankan kepada
toko2 NU untuk waspada atas sepak terjangnya si Ahmad Alkaf
ini,liahatlah,apa yg dia tampilkan di forum2,hanya untuk memecah belah
umat aja,memasukan rasa kebencian sesama NU khususnya,umat Islam pada
umumnya.Sadarlah sebelum terlambat wahai saudara-saudaraku NU>
.
Statement Umar Shihab mengenai sahnya Syiah sebagai mazhab dalam Islam menuai kecaman dari orang orang tua kuno bodoh.
Orang orang tua yang lahir tahun 50 an referensi nya KURANG, maklum zaman tersebut hadis masih disensor – diedit dan diringkas.
Referensi yang mereka baca masa itu cuma sepihak, misalnya BUKU
Sirajuddin Abbas dan kitab kuning kampungan yang ketinggalan zaman.
Ini era facebookers, era internet dan era global dimana tiada lagi rezim Umayyah Abbasiyah yang menindas kami.
Ini era modern dimana ULAMA SUNNi tidak bisa lagi mengeksekusi lawan politiknya !!!
Pernyataan menggegerkan Ketua MUI Pusat, Umar Shihab, bahwa aliran
Syiah tidak sesat mendapat kirik tajam dari Profesor Baharun, selaku
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Pusat. Menurutnya, ucapan
Umar Shihab bersifat pribadi dan tidak bisa mengatasnamakan MUI.
“Umar Shihab itu berbicara atas nama pribadi. Karena kalau atas nama
lembaga, sejak awal MUI tahun 1985 sudah menyatakan kewaspadadan
terhadap syiah,” katanya/
Selanjutnya Prof Baharun juga membantah pernyataan Umar Shihab bahwa
MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa kesesatan Syiah. Ia mengatakan
ketika Syiah belum menyebar di Indonesia pun MUI sudah membuat fatwa
mewaspadai Syiah. Bahkan setelah aliran-aliran sesat bermunculan, MUI
sudah membuat 10 kriteria aliran sesat. “Setidak-tidaknya dari 10
kriteria itu, lima kriteria masuk kepada Syiah,” tambahnya.
Sepuluh Kriteria sesat itu adalah:
1. Ingkar terhadap Rukun Iman dan Rukun Islam.
2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai Dalil Syar’i (Al Qur’an dan As Sunah).
3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al Qur’an.
4. Ingkar terhadap otentisitas dan atau kebenaran isi Al Qur’an.
5. Menafsirkan Al Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
6. Ingkar atas kedudukan Hadist Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
7. Melecehkan dan atau merendahkan para Nabi dan Rasul.
8. Ingkar terhadap Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir.
9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah.
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i.
“Dengan (10 kriteria) itu sudah cukup sikap dari Majelis Ulama untuk
menfatwakan Syiah sesat karena berbeda dengan sikap dan anutan umat
muslim di Indonesia,” tambahnya.
Ulama yang juga pernah menjadi jurnalis ini mengakui, memang nama
Syiah tidak disebut secara spesifik dalam 10 kriteria. Namun Syiah tidak
bisa membonceng fatwa ini untuk mengklaim dirinya tidak pernah divonis
sesat oleh MUI. Karena, lanjut Prof. Baharun, penentuan 10 kriteria
sesat tersebut berlaku umum kepada semua aliran sesat termasuk Syiah.
“Siapapun juga tahu kok kalau Syiah sesat,” pungkasnya.
Menurut Habib Ahmad Zein bin Al Kaff, pengurus MUI Jawa Timur
sekaligus wakil rois syuriyah PWNU Jatim, belum dikeluarkannya fatwa
tegas mengenai aliran Syiah di Indonesia, tidak terlepas dari manuver
Umar Shihab di jajaran MUI Pusat.
Dengan tegas ulama yang sudah menulis puluhan buku perihal kesesatan
Syiah ini mengatakan bahwa Umar Shihab adalah biang dari kekacauan di
MUI.
“Umar Shihab ini pengacaunya MUI. Dulu dia didukung dari Palu, tapi
sekarang orang Palu sudah menarik dukungan dari Umar,” tambah Habib yang
telah menulis puluhan buku tentang kesesatan Syiah ketika diwawancara
Eramuslim.com, Jum’at (10/06/2011).
Agar kisruh mengenai Syiah di MUI cepat mereda, Habib Zein menghimbau
perlunya tindakan untuk mengeluarkan tokoh-tokoh pembela Syiah di MUI.
Langkah ini dirasa ampuh agar kedepannya MUI memiliki sikap satu suara
untuk memfatwakan kesesatan Syiah.
“MUI harus dengan tegas mengeluarkan orang-orang berbau syiah.
Seperti Umar Shihab dan seorang Doktor di Komisi Hukum yang keluaran Qum
Iran,” tambahnya. Sayang, Habib Zein tidak merinci lebih jauh siapakah
nama Doktor tersebut.
Kholil Ridwan : Umar Shihab Tak Berhak Bela Syi’ah Atas Nama MUI
Senada dengan Habib Zein, KH. Kholil Ridwan, Ketua MUI Bidang Budaya
juga mengamini adanya elemen-elemen Syiah di tubuh MUI. Ia mengatakan
ada segelintir pengurus MUI yang membela Syiah, ”Di MUI ada ulama yang
membela kepentingan Syiah sehingga tidak ada fatwa sesat Syiah,” kata
pimpinan Ponpes Husnayain ini kepada wartawan pasca memberikan orasi
dalam acara Forum Ahlu Sunnah Bersatu Menolak Syiah, Juni 2011 di DDII
Jakarta.
Pernyataan salah seorang pengurus MUI Pusat KH. Umar Shihab di sebuah
stasiun TV swasta bahwa Syi’ah tidak sesat justru membingungkan umat
Islam. Selama ini melalui berbagai kajian yang membahas tentang Syi’ah,
umat Islam di Indonesia sebenarnya sudah terbangun kesadarannya akan
kesesatan dan bahayanya paham Syi’ah.
Hal tersebut terlihat saat ormas-ormas Islam Ahlus Sunnah
se-Indonesia pada hari Jum’at 10 Juni 2011 di Masjid Al Furqan DDII
Pusat, Jakarta mengeluarkan pernyataan sikap bersama yang intinya bahwa
Syi’ah adalah paham sesat dan berbahaya.
KH. Cholil Ridwan
Pernyataan KH. Umar Shihab tentang Syi’ah yang berbicara atas nama
MUI dan bertentangan dengan kesepakatan ormas Islam Ahlus Sunnah
se-Indonesia ini pun mendapatkan tanggapan dari Ketua MUI Pusat KH.
Ahmad Cholil Ridwan Lc.
Kyai Cholil, sapaan akrabnya mengatakan bahwa Umar Shihab tidak
berhak berbicara mewakili MUI Pusat sebab ia bukan ketua umum dan bukan
koordinator pengurus harian MUI.
“Umar Shihab tampil di TV itu mestinya pendapat pribadi dia tidak
berhak untuk mewakili MUI, yang berhak bicara langsung tanpa mandat dari
rapat pimpinan itu adalah ketua umum MUI atau ketua koordinator harian
KH. Ma’ruf Amin,” kata Kyai Cholil saat dihubingi voa-islam.com, Senin
(2/1/2012).
rekomendasi yang bunyinya; umat Islam agar mewaspadai
supaya aliran Syi’ah tidak masuk ke Indonesia, itu kan lebih dari pada
sesat. Ngapain diwaspadai jangan masuk ke Indonesia kalau itu tidak sesat.
Saat ditanya tentang pendapat Umar Shihab yang menyatakan bahwa MUI
tidak pernah mengeluarkan fatwa sesat, KH. Cholil Ridwan menjelaskan
bahwa MUI sudah mengeluarkan rekomendasi agar mewaspadai masuknya
Syi’ah, dengan adanya rekomendasi itu menujukkan bahwa Syi’ah justru
lebih dari sekedar paham sesat tapi juga berbahaya.
“Itu memang bukan fatwa, tetapi ada rekomendasi yang bunyinya; umat
Islam agar mewaspadai supaya aliran Syi’ah tidak masuk ke Indonesia, itu
kan lebih dari pada sesat.
Ngapaindiwaspadai jangan masuk ke
Indonesia kalau itu tidak sesat. Artinya bahaya sekali kalau Syi’ah itu
besar di Indonesia nanti akan terjadi konflik yang tidak berkesudahan
seperti di Irak, Libanon, Pakistan. Di Pakistan itu mereka Cuma 11% tapi
sering kali terjadi masjid Syi’ah dan masjid Sunni dibakar, tokoh-tokoh
Sunni dibunuh dan lain sebagainya,” jelas Pimpinan Ponpes Al Husnayain
ini.
Tidak mungkinlah Syi’ah dengan Sunni itu bisa akur, Umar Shihab itu ngimpi saja itu
Ia juga menilai bahwa upaya Umar Shihab yang terlihat dari statemennya untuk mendekatkan antara Sunni dan Syi’ah hanyalah mimpi.
“Tidak mungkinlah Syi’ah dengan Sunni itu bisa akur, Umar Shihab itu
ngimpi saja itu. Dia kan ingin mendekatkan Sunni-Syi’i dan lain sebagainya,” pungkasnya.
Terkait fatwa, KH. Kholil mengakui bahwa sampai saat ini MUI sebagai
kumpulan ulama yang mayoritas berpaham Sunni, tidak memiliki fatwa
kesesatan Syiah. Dari tahun 1984. MUI masih dalam tahap himbauan, bukan
vonis sesat.
“Pada tahun 1984, MUI hanya mengeluarkan himbauan paham Syiah. Yang Saat itu ditandatangani oleh Prof Ibrahim Hosen,” tukasnya.
Sikap ketidakjelasan inilah yang mengundang kritik tajam dari Habib
Zein selaku pengurus MUI Jatim. Ia menilai fatwa MUI tahun 1984 masih
mengandung banyak kelemahan.
“Mereka (MUI, red.) hanya menyuruh umat mewaspadai kesesatan syiah,
tapi tidak menganjurkan kepada masyarakat agar berhati-hati bahwa syiah
itu aliran sesat. Ini kan permainannya Umar,” katanya kepada
Eramuslim.com.
Oleh karena itu, Habib Zein mengatakan sudah saatnya MUI mengeluarkan
fatwa sesat agar akidah umat terselamatkan. “Selamatkan umat ini dengan
mengeluarkan fatwa tegas bahwa Syiah keluar ajarannya dari Islam dan
sesat. Sesuai dengan Quran dan Hadis. Jadi sekarang kurang tegas,”
pungkasnya.
Kembali, Ketua MUI Pusat Ngotot Syiah Tidak Sesat.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Umar Shihab tak sependapat dengan
MUI Jawa Timur yang menyebut aliran Syiah sesat. Umar menegaskan bahwa
MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Syiah sebagai aliran
sesat.
Mengenai insiden pembakaran pesantren Syiah di Sampang, Madura
beberapa waktu lalu, Umar berpendapat insiden hanyalah ditumpangi
pihak-pihak yang ingin mengadu domba umat Islam dengan kedok ajaran
Syiah yang dituding sesat.
“MUI tidak pernah menyatakan bahwa Syiah itu sesat. Syiah dianggap
salah satu mazhab yang benar sama halnya dengan ahli sunnah wal jama’ah
ialah mazhab yang benar dan mazhab dua tersebut sudah ada sejak awal
Islam,” katanya saat ditemui
okezone di kediamannya, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (1/1/2012).
Kendati pun ada perbedaan pandangan, kata dia, Islam juga tidak
pernah menghalalkan kekerasan, apalagi perusakan tempat ibadah dan
majelis taklim seperti terjadi di Sampang.
“Kita menginginkan ukhuwah islamiyah dan jangan antara kita saling
menyesatkan. Mungkin adanya (insiden pembakaran) karena adanya
provokator yang menyatakan bahwa ajaran syiah itu sesat,” ujarnya.
Ajaran Syiah, tegas dia, sudah diakui di dunia islam sebagai mazhab
yang benar sampai saat ini. “Karena itu jangan kita membuat peryataan
yang bisa mengeluapkan gejolak di tengah-tengah masyarakat kita dan bisa
menyebabkan korban, korban harta dan lain-lain,” tutupnya.
Pernyataan Tahun 2007.
Pernyataan bahwa Syiah tidak sesat bukan kali ini saja dikatakan
Umar. Sebelumnya, pada tahun 2007, Umar pernah melontarkan hal senada
ketika Redaksi
Syiarmewancarainya mengenai Syiah.
“MUI tidak menganggap bahwa salah satu mazhab itu benar. Kita berdiri
di semua pendapat bahwa semua mazhab itu benar. Begitu juga terhadap
mazhab lain, mazhab Syiah misalnya. MUI berprinsip, bahwa kalau dunia
Islam sudah mengakui Syiah sebagai mazhab yang benar, lalu kenapa MUI
harus menolak?” tegasnya.
Umar pun mengatakan fatwa waspada yang dikeluarkan MUI pada tahun 1984 sudah tidak lagi berlaku.
“Ya, itu pada tahun 84. Sekarang eranya sudah lain. Fatwa itu bisa
berubah karena perubahan kondisi. Di Sunni sendiri juga ditetapkan
seperti itu, bahwa fatwa bisa berubah karena perbedaan kondisi. Karena
perbedaan tempat, Imam Syafii sendiri pernah mengubah fatwanya ketika
beliau pindah ke Mesir dari Irak,” imbuhnya.
“Begitu juga dengan beberapa fatwa lain di MUI. Saya bisa kasih
contoh fatwa tentang aborsi. Semua aborsi itu dilarang. Islam tidak
pernah membenarkan aborsi. Tapi, kemudian terjadi perubahan kondisi di
mana terjadi kehamilan akibat perkosaan, sehingga aborsi pada kondisi
tersebut dikecualikan,” sambungnya.
Terkait beberapa kasus dimana ulama daerah menisbahkan dirinya kepada
fatwa MUI Pusat tahun 1984 atau fatwa ulama lain yang menyatakan Syiah
itu sesat, Umar kembali menegaskan bahwa Syiah tidak sesat.
“Sekali lagi, kita tidak pernah menyatakan Syiah itu sesat. Kita
menganggap Syiah itu salah satu mazhab dalam Islam yang dianggap benar.
Mengapa saya nyatakan demikian? Karena dunia Islam sendiri mengakui
keabsahan mazhab ini,” katanya.
“Apabila ia sesat, mustahil dan tidak boleh ia masuk ke Masjdil
Haram. Kenapa mereka boleh masuk ke Masjidil Haram? Itu artinya orang
Saudi sendiri mengakui bahwa mereka tidak sesat. Ia tetap Muslim, hanya
saja mazhabnya berbeda dengan kita,” tambahnya.
Syiah Kafir, Omong Kosong “Tong Kosong Nyaring Bunyinya”.
Suara-suara seperti ini selalu dikumandangkan oleh mereka yang
mengaku sebagai golongan yang benar. Mereka yang menamakan dirinya
Salafi tidak henti-hentinya berkata syiah itu kafir dan sesat. Tentu
saja mereka mengikuti syaikh mereka atau ulama salafi yang telah
mengeluarkan fatwa bahwa Syiah kafir dan sesat. Salah satu dari ulama
tersebut adalah Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin.
Tulisan ini merupakan tanggapan dan peringatan kepada mereka yang
bisanya sekedar mengikut saja. Sekedar ikut-ikutan berteriak bahwa syiah
kafir dan syiah sesat tanpa mengetahui apapun selain apa yang dikatakan
syaikh mereka. Jika ditanya, mereka akan mengembalikan semua
permasalahan kepada ulama mereka, Syaikh kami telah berfatwa begitu.
Padahal setiap orang akan mempertanggungjawabkan perkataannya sendiri
dan bukan syaikh-syaikhnya. Apalagi jika perkataan yang dimaksud adalah
tuduhan kafir terhadap seorang muslim.
Bukankah Rasulullah SAW
bersabda “Apabila salah seorang berkata pada saudaranya “hai kafir”,
maka tetaplah hal itu bagi salah seorangnya. (Shahih Bukhari Juz 4 hal
47). Artinya jika yang dikatakan kafir itu adalah seorang muslim maka perkataan kafir akan berbalik ke dirinya sendiri. Singkatnya
Mengkafirkan Muslim adalah Kafir.
Yang seperti ini sebenarnya sudah cukup untuk membuat orang berhati-hati dalam mengeluarkan kata
“kafir”. Jelas
sekali adalah kewajiban mereka untuk menelaah apa yang dikatakan oleh
syaikh-syaikh mereka. Apakah benar atau Cuma pernyataan sepihak saja?.
Sayangnya mereka yang berteriak itu tidak pernah mau beranjak dari
pelukan syaikh mereka. Sepertinya dunia ini terbatas dalam perkataan
syaikh mereka saja. Heran sekali kenapa mereka tidak pernah menghiraukan
apa yang dikatakan oleh ulama sunni yang lain seperti Syaikh-syaikh Al
Azhar yaitu Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Muhammad Al Ghazali dan Syaikh
Yusuf Al Qardhawi yang jelas-jelas menyatakan bahwa
Syiah itu Islam dan saudara kita.
Tentu jika mereka saja tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh
ulama sunni yang lain selain syaikh mereka, maka tidak heran kalau
mereka tidak pernah mendengarkan apa yang dikatakan Ulama Syiah tentang
Bagaimana Syiah sebenarnya. Padahal mereka Ulama Syiah jelas lebih tahu
tentang mahzab Syiah ketimbang orang lain. Kaidah tidak percaya adalah
sah-sah saja tetapi hal itu harus dibuktikan.
Ketidakpercayaan yang tak
berdasar jelas sebuah kesalahan. Apa salahnya jika mereka mau merendah
hati sejenak mendengarkan apa yang dikatakan ulama syiah tentang syiah
dan jawaban ulama syiah terhadap pernyataan syaikh mereka, Insya Allah
mereka tidak akan gegabah ikut-ikutan berteriak kafir kepada saudara
mereka yang Syiah.
Sayangnya sekali lagi mereka tidak mau tapi dengan mudahnya berteriak kafir.
Jadi wajar sekali kalau mereka yang berteriak itu tidak mengetahui
bahwa setiap dalil dari syaikh mereka sudah dijawab oleh Ulama Syiah.
Dan tidak sedikit dari dalil syaikh mereka itu yang merupakan
kesalahpahaman dan sekedar tuduhan tak berdasar. Mereka yang berteriak
itu akan berkata
“syaikh kami telah berfatwa berdasarkan kitab-kitab syiah sendiri”. Ho
ho ho benar sekali dan ulama syiah bahkan telah menjawab syaikh mereka
berdasarkan kitab syiah dan kitab yang menjadi pegangan kaum sunni.
Tetapi sayang mereka tidak tahu, karena mereka bisanya cuma teriak
saja.
Tong Kosong Nyaring Bunyinya.
Baiklah anggap saja kita tidak usah memusingkan segala tekstualitas
antara ulama sunni dan syiah itu, maka cukup kiranya mereka yang
berteriak
Syiah kafir itu menjawab pertanyaan ini :
Apakah kafir orang yang mengucapkan La ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah?
Apakah kafir orang yang menunaikan shalat?
Apakah kafir orang yang berpuasa di bulan Ramadhan?
Apakah kafir orang yang menunaikan zakat?
Apakah kafir orang yang berhaji ke Baitullah?
Saya yakin mereka bisa menjawab, dan jawabannya tidak, mana ada orang
kafir yang seperti itu. Orang yang seperti itu jelas-jelas Muslim. Dan
sudah menjadi hal yang umum kalau Syiah jelas mengucapkan syahadat,
menunaikan shalat, puasa di bulan ramadhan, membayar zakat dan haji ke
Baitullah. Jadi jelas sekali
Syiah itu Muslim.
Betapa mudahnya mulut mereka berbicara, sungguh aneh sekali ketika pikiran terperangkap dalam kurungan ashabiyah.
Tulisan ini juga ditujukan kepada mereka yang belum tahu tentang
Syiah, cukuplah penjelasan bahwa Syiah adalah Islam sama seperti Sunni,
perbedaannya mereka Syiah berpedoman pada Ahlul Bait Nabi SAW. Semoga
saja siapapun yang belum mengenal Syiah tidak termakan dengan
Fatwa-fatwa yang mengkafirkan syiah. Jika tidak tahu cukuplah diam dan
lebih baik berprasangka baik. Jangan ikutan berteriak, biarkan saja
mereka yang berteriak Syiah kafir. Dan Sekali lagi bagi mereka yang
berteriak, Baca, baca lagi dan pikirkan baik-baik. Maaf, Jangan mau
membodohi diri dan tampak seperti orang bodoh. Dengarkan ulama sunni
yang lain, dan dengarkan pembelaan mereka Ulama Syiah. Jangan maunya
sekedar berteriak. Ingatlah Semua orang bertanggung jawab atas apa yang
dikatakannya.
Salam damai
Menag Suryadharma Ali : Syiah Bukan Aliran Sesat.
“Tidak pernah ada yang menyebutkan Syiah sebagai faham atau aliran
sesat. Untuk mengukur suatu faham atau aliran itu sesat atau tidak sesat
yaitu dari prinsip-prinsip aqidahnya. Setiap faham dalam keagamaan
biasanya mempunyai perbedaan bukan pada aqidahnya tetapi penafsirannya.
Bisa juga perbedaan diakibatkan oleh gerakan politik. Pecahnya Islam
setelah Nabi SAW wafat juga diakibatkan karena masalah politik,” tegas
Suryadharma Ali.
MENTERI Agama (Menag) Suryadharma Ali menilai, ajaran Syiah belum
keluar dari konteks kaidah Islam. Oleh sebab itu, Menag mengimbau agar
masyarakat mengukur suatu agama berdasarkan akidahnya.
“Kita bisa lihat pandangan MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang
Syiah seperti apa mengukur suatu agama pada akhirnya, kalau akidahnya
sama ya tidak ada masalah,” kata SDA, sapaan akrab Suryadharma Ali, di
Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (02/01) tadi malam.
Menurut SDA, perbedaan antara Syiah dan Sunni itu wajar karena adanya
interpretasi yang berbeda. Perbedaan itu juga masih dalam batas
toleransi.
Ia menyebutkan adanya persamaan Sunni dan Syiah, yaitu mengenai tauhid dan keimanan terhadap nabi.
“Hal-hal seperti itu artinya Syiah masih dalam koridor. Tapi memang ada perbedaan-perbedaan tertentu lah,” kata dia.
Tokoh Pembela Syi’ah Melawan Kyai Kyai Tua Bodoh, Primitif dan Kampungan.
Menteri Agama: Syiah Masih Dalam Koridor.
Beliau mengatakan soal Tauhid dan keimanan antara Sunni dan Syiah tidak ada perbedaan.
Menteri Agama Suryadharma Ali seperti dilansir justru ikut-ikutan menyatakan bahwa Syi’ah masih dalam koridor.
Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan bahwa ajaran Syiah masih
berada dalam koridor. Maka dia mengajak publik untuk mengukur suatu
agama berdasarkan akidahnya.
“Kita bisa lihat pandangan MUI (Majelis Ulama Indonesia) tentang
Syiah seperti apa mengukur suatu agama pada akhirnya, kalau akidahnya
sama ya tidak ada masalah,” kata Suryadharma di Hotel Borobudur, Jakarta
Pusat, Senin 2 Januari 2011 malam.
Hanya saja, kata Suryadharma, ada beberapa hal interpretasi yang
berbeda. Perbedaan itu, kata dia adalah sesuatu hal yang wajar. Bahkan,
di dalam internal Sunni sendiri ada perbedaan interpretasi.
“Interpretasi yang berbeda juga ada di dalam Sunni, perbedaan-perbedaan
itu yang masih dalam batas toleransi itu pada akidah,” kata dia.
Dia mengatakan soal Tauhid dan keimanan antara Sunni dan Syiah tidak ada perbedaan.
“Hal-hal seperti itu artinya Syiah masih dalam koridor. Tapi memang ada perbedaan-perbedaan tertentu lah,” kata dia.
Saat ditanya perihal MUI Jawa Timur yang menyebutkan bahwa ajaran
Islam Syiah itu sesat, SDA menyebutkan bahwa mungkin ajaran Syiah
dipandang berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya di Indonesia. Dia
juga mengatakan belum membaca secara utuh perihal putusan MUI Jawa Timur
tersebut. Namun demikian, dia mengakui lebih mengedepankan pandangan
dari para ulama terkait ajaran Islam Syiah tersebut.
“Mungkin akidah yang dipercaya oleh Syiah itu berbeda dengan akidah
yang menjadi mainstream umat Islam di Indonesia. Itu mungkin. Saya belum
membaca secara utuh alasan-alasan yang kemudian pihak MUI Jatim
mengatakan bahwa Syiah itu sesat. Tetapi, saya lebih mengedepankan
pandangan dari para ulama,” jelasnya.
Rupanya, ada banyak tokoh yang mengklaim dirinya sebagai
tokoh Islam yang membela paham kebenaran Syiah. Mulai dari Ketua MUI
Umar Syihab, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin, Ketua Umum PBNU
Said Aqil Siraj, dan sebagainya.
Berikut kami tampilkan pendapat mereka
mengenai ajaran Syiah:
1. Almarhum Gusdur
Ketika memperingati Asyura atau memperingati wafatnya cucu nabi
Muhammad SAW, Hasan dan Husain, beberapa waktu lalu, kaum Syiah
Indonesia yang tergabung dalam komunitas Ikatan Jamaah Ahlul Bait
Indonesia (IJABI) sampai harus menggelar peringatan Asyura tersebut di
kediaman mendiang Abdurahman Wahid atau Gus Dur.
Ketua Badan Hukum dan HAM Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) ,
Maheswara Prabandono mengklaim, Gus Dur sebenarnya adalah Syiah. “Kami
merasa dari apa yang dia praktekan dan cara dia membina hubungan dengan
Iran,” kata Maheswara usai jumpa pers di kantor pusat IJABI di Jakarta,
Sabtu (31/12/2011).
Dijelaskan dia, Gusdur sebagai cucu KH Wahid Hasyim secara tradisi
dan ibadah, NU sangat dekat dengan ajaran Syiah, karena yang dipraktekan
NU cara Syiah. “Misalnya mengambil berkah atau tabaruk ke ziarah kubur
ke makam wali. Itu aslinya ajaran Syiah,” pungkasnya.
IJABI membandingkan jaminan keamanan pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono dengan masa kepemimpinan Gus Dur saat menjadi Presiden RI
keempat. Menurut Ketua Dewan Syura IJABI, Jalaludin Rakhmat, semasa
pemerintahan Gus Dur, kelompok Sunni dan Syiah tidak pernah terlibat
konflik.
ANTV 2008
Jakarta,
Sebagian sikap dan pemikiran Gus Dur mendapat apresiasi dari
beberapa ulama Syiah Indonesia.“Gus Dur selalu menganjurkan kebaikan
kepada kelompok minoritas, termasuk kita yang berpegang pada madzhab
Ahlul Bait, Syiah. Kita merasa dibela Gus Dur dari beberapa kelompok
yang akan membubarkan Syiah. Gus Dur juga selalu mengatakan bahwa Syiah
itu adalah NU plus imamah dan NU itu adalah Syiah minus imamah.
Bahkan beliau orang yang pertama di Indonesia yang bukan Syiah yang
menggelar peringatan Asyura di Ciganjur,” kata salah seorang ulama Syiah
Indonesia, Hasan Dalil, kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Jumat,1/1).
Namun demikian, kata Hasan Dalil, ada beberapa sikap Gus Dur yang
mesti dikritisi termasuk keterlibatan dalam yayasan milik Israel.
Menurut Pembina Sekolah Tinggi Agama Islam Madinatul Ilmi ini, masalah
Israel adalah masalah hitam putih yang bukan multitafsir.“Sikap Gus Dur
sering multitafsir. Tapi berkaitan dengan Israel harus hitam putih.
Israel itu menginjak-injak hak asasi manusia dan menjajah. Tentu hal ini
sangat bertentangan dengan konstitusi tertinggi negara kita,
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang melarang segala bentuk penjajahan.
Kita kritik itu,” kata Hasan Dalil.
Namun satu hal yang menarik dari Gus Dur, kata Hasan Dalil, tidak
pernah marah dan tersinggung jika dikritik. Hasan Dalil pun punya kesan
pribadi dengan Gus Dur.“Kita ulama Syiah datang pada beliau. Saya
sebutkan pada beliau di kalangan atas elit dan intelektual, sudah
memahami madzhab Ahlul Bait dan menghormati Ayatullah Imam Khomaini.
Namun di kalangan sebagian NU di bawah ada yang masih berlaku keras pada
kelompok Syiah. Saya contohkan peristiwa di Bangil. Ternyata Gus Dur
langsung menelpon ulama NU Bangil dan memerintahkan untuk menjaga
kelompok syiah dan mencegah segala bentuk kekerasan. Ini luar biasa,”
kata Hasan Dalil.
Gus Dur: Seret Provokator Insiden Bangil ke Meja Hijau!
Acara KONGKOW BARENG GUS DUR yang seyogyanya on air di Radio Utan
Kayu FM 68H Jakarta setiap hari Sabtu, terpaksa disiarkan off air pada
hari ini (Jumat 07 Des 2007) di kantor PBNU Kramat, karena cucu pendiri
NU ini harus keluar kota pada esok harinya.
Kali ini Acara KONGKOW BARENG GUS DUR kedatangan rombongan dari
Bangil, yakni Ust. Muhammad BSA, Ust. Ali Zaenal Abidin, (YAPI) dan Ust.
KH. Khoiron Syakur (Sesepuh NU Bangil). Kedatangan mereka adalah untuk
silaturahim dengan Gus Dur sekaligus melaporkan adanya Tindakan
Kekerasan terhadap sebuah masjid bernama Masjid Jarhum dan juga rumah
ust. Ali Zaenal Abidin & Ust. Muhammad bin Alwi dengan
mengatasnamakan Mazhab atau Golongan Islam, pada 27 Desember 2007 silam.
Bertempat di sebuah ruangan yang sederhana, mantan Ketua Umum PBNU
ini terlihat santai dengan setelan batik. Dihadiri pula oleh sekitar 15
orang simpatisan yang empati terhadap kasus kekerasan tersebut. Beberapa
dari LSM dan aktivis kepemudaan Islam.
Pelapor menjelaskan kronologi kekerasan yang terjadi, baik di Masjid
Jarhum maupun Rumah kediaman. Berawal dari ceramah salah satu ustadz
pada tanggal 25 Desember 2005 (dua hari sebelum kejadian), yang
menyampaikan kesesatan-kesesatan ajaran Syiah dan mengajak kepada umat
untuk segera bertindak agar ajaran Syiah tidak semakin menyebar di
wilayah Bangil. Tindakan kekerasan tersebut terjadi di rumah Ust. Ali
pada 27 Desember 2007 pukul 12.30 dini hari.
Suasana KONGKOW terasa akarab meski Gus Dur sesekali terlihat
bersemangat dan sedikit emosi berkaitan dengan tindakan kekerasan yang
ditujukan kepada Umat Syiah di Bangil. Gus Dur menilai terjadinya
kekerasan atas nama aliran agama ini disebabkan oleh Fatwa MUI
belakangan yang menyatakan beberapa Golongan sesat. Meski Syiah sendiri
tidak termasuk yang disesatkan, namun fatwa tersebut membuat beberapa
kelompok Islam melakukan tindakan kekerasan kepada golongan yang mereka
anggap sesat, sebagai contoh yang terjadi diBangil dengan korban para
pengikut mazhab Syi’ah. Gus Dur sendiri beranggapan bahwa, kalau mau
kita cermati, tradisi-tradisi dalam NU beberapa mempraktekkan tradisi
yang bersumber dari Syiah, seperti Barjanji, Shalawatan li Khomsatun dan
beberapa praktek-praktek yang lain. Jadi menurutnya, NU adalah Syiah
secara tradisi bukan Syiah politik.
KH. Khoiron Syakur (sesepuh NU Bangil) menyatakan bahwa sudah sejak
bertahun-tahun, warga NU hidup berdampingan dengan warga Islam yang
berbeda mazhab, dan tidak ada pertentangan apalagi sampai kepada
perbuatan kekerasan sebagaimana terjadi sekarang.
Mantan Presiden Abdurrahman Wahid mengutuk dan berjanji melaporkan
tindakan kekerasan ini ke Kapolri. Ia juga menghimau warga NU tidak
terpengaruh dan tetap mewaspadai gerakan-gerakan yang mengatasnamakan
umat Islam namun sesungguhnya adalah upaya untuk memecah belah Umat
Islam.
2. Prof.Dr. Azyumardi Azra
19 03 2011
Komisi
Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia menggelar diskusi yang
bertema “Merajut Ukhuwah Islamiyah Di Tengah Pluralitas Pemikiran dan
Gerakan Islam di Indonesia. ” Diskusi bertempat di kantor Pusat Majelis
Ulama Indonesia Jl. Proklamasi Jakarta Pusat digelar kemarin (Senin,
14/3/2011).
Diskusi itu melibatkan tokoh-tokoh agama di tingkat nasional seperti
Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. K. H. Aqiel Siradj, Dr. K.H. Qureisy
Shihab dan Dr. Khalid Walid.
Prof. Azyumardi Azra dalam diskusi itu mengulas perspektifnya yang
berjudul, “Realitas Pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia dan
Tantangannya dari Masa ke Masa.” Prof. Azyumardi mengatakan, “Di
Indonesia terdapat upaya aktualisasi Umat Wahdatan yang tidak berada
dalam titik ekstrim. Baru belakangan ini muncul gerakan trans-nasional
yang mudah mengkafirkan dan mengecam pandangan yang berbeda termasuk
menolak maulid. “Menurut Prof Azyumardi, kelompok ini menjadi sumber
konflik dan pemecah belah umat Islam di Indonesia. Prof, Azyumardi juga
menambahkan, “Kelompok ini juga cenderung menyalahkan semua pandangan
dan melakukan tindakan kekerasan seperti yang terjadi terhadap
Ahmadiyah.”
Lebih lanjut Prof. Azyumardi Azra, “Saya khawatir, Syiah akan menjadi
sasaran berikutnya. Padahal Syiah adalah sahabat kita. Saya sangat
menyesalkan pelarangan Syiah yang terjadi di Malaysia.” Prof. Azyumardi
juga menyatakan dirinya sebagai simpatisan Syiah.
Dalam diskusi yang mengangkat tema Ukhuwah Islamiyah itu, Ketua PBNU,
Prof. Dr. K.H. Aqiel Siradj juga menjadi salah satu pembicara inti.
Dalam diskusi, Prof Aqiel Siradj mengulas pandangannya yang bertema,
‘Menjaga, Memelihara dan Merawat Ukhuwah Islamiyah.”/
Dalam kesempatan itu, Prof Aqiel Siradj mencontohkan masa Nabi.
Dikatakannya, ” Di masa Nabi ada pluralitas keyakinan, dan tetap
dilindungi dan dihormati.” Prof Aqiel Siradj mencontohkan Piagam Madinah
sebagai dasar kebersamaan dan apresiasi.
Lebih Lanjut Aqiel Siradj yang juga pimpinan organisasi Islam
terbesar di Indonesia, menawarkan empat kiat untuk melangkah seperti
yang dilakukan Rasulullah Saw dalam Piagam Madinah. Dikatakannya, “Kiat
pertama, memahami orang lain. Kiat kedua, mengembangkan dan melestarikan
tradisi. Ketiga, menjaga komitmen kemanusiaan dalam berbangsa dan
bernegara. Keempat, memahami ideologi lain.”.
Prof Aqiel Siradj dalam pernyataannya di diskusi yang bertema Ukhuwah
Islamiyah itu menyayangkan kekerasan yang seringkali dilakukan. Padahal
menurut Aqiel Siradj, perbedaan adalah hal yang diciptakan Allah,
bahkan bagian dinamika kehidupan. Lebih lanjut Prof Aqiel Siradj mengaku
kagum atas mazhab Syiah yang melahirkan intelektual-intelektual luar
biasa dan tetap berpegang teguh pada keyakinan agama.
Masih dalam diskusi Ukhuwah Islamiyah, Prof. Dr. K.H. Qureisy Shihab
juga ikut menyumbang pandangan yang memilih tema, “Membangun Visi
Bersama Umat Islam Indonesia. ” Dikatakannya, “Perbedaan adalah
keniscayaan. Perbedaan dalam Islam adalah hal yang alami.”.
Prof Qureisy Shihab dalam pernyataannya menegaskan, “Perbedaan
antarmazhab hanyalah pada tingkat ushul mazhab dan furu’u-dien semata
(baca: prinsip mazhab bukan agama).” Menurut Prof Qureisy Shihab, hal
tersebut hampir ditemukan pada seluruh mazhab atau aliran dalam Islam,
baik Mu’tazilah, bahkan Wahabiyah.
Dalam penjelasannya, Qureisy Shihab menjelaskan, “Syiah memiliki
ushul mazhab imamah atau kepemimpinan. Karena hal tersebut merupakan
ushul mazhab, maka mereka yang tidak menerima Imamah tidaklah berarti
kafir.” Prof Qureisy Shihab juga menyayangkan kelompok-kelompok yang
sering mengkafirkan kelompok lain. Menurut Prof Qureisy Shihab,
pengkafiran bermula dari kedangkalan pengetahuan.
Di penghujung acara, Dr.Khalid Walid yang juga penggagas acara
tersebut menyatakan bahwa acara seperti ini harus terus digalakkan demi
persatuan umat dan kesatuan bangsa Indonesia di nusantara. Diskusi
ilmiah yang bertema “Merajut Ukhuwah Islamiyah di tengah Pluralitas
Pemikiran dan Gerakan Islam di Indonesia, ” dihadiri sekitar 200 peserta
dari kalangan akademisi dan wakil pengurus pusat ormas-ormas Islam
Indonesia termasuk Organisasi Ahlul Bait Indonesia atau ABI.
3. Umar Syihab (Ketua MUI)
Menurut Umar Syihab, ia tak sependapat dengan MUI Jawa Timur yang
menyebut aliran Syiah sesat. Umar menegaskan bahwa MUI tidak pernah
mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Syiah sebagai aliran sesat.
Mengenai insiden pembakaran pesantren Syiah di Sampang, Madura
beberapa waktu lalu, Umar berpendapat insiden hanyalah ditumpangi
pihak-pihak yang ingin mengadu domba umat Islam dengan kedok ajaran
Syiah yang dituding sesat.
Kata Umar, MUI tidak pernah menyatakan, bahwa Syiah itu sesat. Syiah dianggap salah satu mazhab yang benar, sama halnya dengan
ahli sunnah wal jama’ah. Kendati
pun ada perbedaan pandangan, kata dia, Islam tidak pernah menghalalkan
kekerasan, apalagi perusakan tempat ibadah dan majelis taklim seperti
terjadi di Sampang.
Ajaran Syiah, kata Umar, sudah diakui di dunia islam sebagai mazhab
yang benar sampai saat ini. “Karena itu jangan kita membuat peryataan
yang bisa mengeluapkan gejolak di tengah-tengah masyarakat kita dan bisa
menyebabkan korban.”.
4. Prof.Dr. QuraishShihab
Descriptions
Judul: Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?
Penulis: M. Quraish Shihab
Penerbit: Lentera Hati
Halaman: 303
Cetakan: I, Maret 2007
Imam Bukhari tidak meriwayatkan satu hadits pun dari Ja’far ash-Shadiq
QS: “Ulama-ulama Syiah juga berkecil hati karena pakar hadits
Ahlusunnah tidak meriwayatkan dari imam-imam mereka.. Imam Bukhari,
misalnya, tidak meriwayatkan satu hadits pun dari Ja’far ash-Shadiq,
Imam ke-6 Syiah Imamiyah, padahal hadis – hadisnya cukup banyak
diriwayatkan oleh kelompok Syiah.” (hal. 150).
Ilmu pengetahuan Islam banyak dirugikan, karena pandangan pandangan
Syi’ah ditindas.Akibat tuduhan terkait Abdullah bin Saba’ ini,kerugian
yang diderita ilmu pengetahuan Sunni lebih besar daripada yang diderita
oleh Syi’ah sendiri, karena sumber fiqih syi’ah sangat kaya dan
berlimpah, cenderung diabaikan, mengakibatkan terbatasnya ilmu
pengetahuan. Selain itu, di masa lalu para cendekiawan syi’ah dicurigai.
Sunni tidak mendapat manfaat dari pandangan-pandangan Syi’ah.
Bukankah pemimpin Syi’ah, Imam Jafar Shadiq (148 H), adalah guru dua
orang Imam besar Sunni? Mereka adalah Abu Hanifah Nu’man (150 H), dan
Malik bin Anas (179 H) ? Imam Abu Hanifah berkata, “Selain dua tahun,
Nu’man akan kelaparan.”.
Artinya selama dua tahun ia mendapat keuntungan dari ilmu Imam Jafar
Shadiq. Imam Malik juga mengakui secara terus terang bahwa ia belum
pernah mendapati orang yang lebih terpelajar dalam fiqih Islam selain
Imam Jafar Shadiq.
5. KH. Said Aqil Siraj
Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj, ada desain besar di balik
aksi pembakaran pesantren penganut Syiah di Sampang, Madura. Tak mungkin
peristiwa tersebut terjadi tanpa ada yang membuatnya. Padahal kerukunan
hidup beragama di sana sebelumnya baik-baik saja.
Said meminta pemerintah dan aparat keamanan bekerja lebih keras,
mencegah aksi serupa terulang di kemudian hari. “Ini pasti ada big
design-nya. Ada pihak-pihak yang ingin merusak suasana damai di
Indonesia,” kata Said.
Menurut Said Aqil, Sunni dan Syiah hanya dijadikan alat seolah-olah
memang ada permusuhan. Padahal tidak, mereka dari dulu sampai sekarang
hidup damai berdampingan. Ketua Umum PBNU itu meminta semua pihak bisa
menahan diri dengan tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis. “Pihak
ketiga itu selalu melancarkan provokasi supaya konflik terus terjadi.
Dan bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi di kemudian hari,”
katanya.
Prof Dr Said Agil Siraj mengungkapkan, di sejumlah negara Islam
maupun Timur Tengah yang hidup faham Suni dan Syiah, dapat hidup rukun
dan berdampingan. ”Bahkan Mufti Syria Badruddin Hassun yang berasal dari
Suni, fatwa-fatwanya sangat didengar oleh kelompok Syiah,” jelas Kiai
Siraj seraya menambahkan kondisi serupa terjadi di Saudi Arabia,
Pakistan, maupun Libanon.
Bahkan di Libanon Selatan, lanjut Said, Hizbullah dari kelompok Syiah
didukung juga oleh kelompok Suni. Dikatakan Said, sepanjang sejarah,
perbedaan yang terjadi antara Suni dan Syiah sebenarnya, terkait soal
kekuasaan atau lazim disebut imamah. Karena itu, kelompok Syiah
memasukkan masalah imamah ke dalam rukun agama dan sejak dini anak-anak
mereka diajarkan pengetahuan tentang imamah. “Dalam perkembangan Islam,
kedua kelompok Suni dan Syiah sama-sama memberikan andil dan peran yang
sangat besar dalam peradaban Islam,” tegas kyai Siraj.
Said menyebut sejumlah tokoh Syiah yang memberikan andil besar bagi
kemajuan Islam. Sebut saja misalnya Ibnu Sina, seorang filsuf yang juga
dikenal sebagai seorang dokter, Jabir bin Hayyan yang dikenal sebagai
penemu ilmu hitung atau aljabbar, dan seorang sufi Abu Yazid al
Busthami. Mereka yang beraliran Syiah ini telah menyumbangkan ilmunya
bagi kemajuan Islam. “Jadi, kedua kelompok ini adalah aset yang sangat
berharga bagi umat Islam.”.
6. Buya KH. Syafii Maarif
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengutuk keras
aksi pembakaran terhadap pondok pesantren Syiah di Kecamatan Karang
Penang, Sampang. Terlebih jika aksi pembakaran tersebut dilatarbelakangi
oleh perbedaan pandangan keagamaan.
Menurutnya, kebenaran bukanlah milik individu apalagi kelompok.
Syafii mengatakan, Syiah telah diakui sebagai mazhab kelima dalam Islam.
Dia pun menyatakan bahwa setiap orang, sekalipun atheis berhak hidup.
Terpenting, katanya, bisa hidup rukun dan toleran.
7. Prof.Dr .KH. Din Syamsudin
Biografi Din Syamsudin
February 15, 2010
Din Syamsuddin menuai nama besar melalui aktivitasnya di
Muhammadiyah. Ia sudah berkiprah di organisasi kemasyarakatan itu sejak
mahasiswa saat ia menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di
tahun 1985. Setelah itu, Din melanglang buana melanjutkan sekolah hingga
strata doktoral. Saat kembali, Din mengajar IAIN Jakarta.
Kiprahnya di Muhammadiyah tetap berlanjut. Ia masuk dalam kepengurusan
PP Muhammadiyah. Selain itu, Din juga menjadi wakil Muhammadiyah dalam
tubuh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ia bahkan menjadi sekjen selama
satu periode mulai tahun 2000 sampai dengan 2005.
Memasuki tahun 2005, Din yang dikenal rajin mengunjungi cabang-cabang
Muhammadiyah di daerah-daerah ini terpilih menjadi Ketum PP Muhammadiyah
yang baru, menggantikan Syafii Maarif. Di bawah kepemimpinannya,
Muhammadiyah terlihat menjaga jarak dengan Partai Amanat Nasional (PAN)
yang didirikan oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah.
Din sendiri memang punya banyak pengalaman. Tak melulu berkutat perihal
keagamaan. Din pernah menjadi birokrat saat direkrut menjadi Dirjen
Binapenta Depnaker di awal reformasi, dan ia juga pernah menjadi
politikus dengan menjadi anggota litbang Partai Golongan Karya, dan
selanjutnya merambah menjadi wasekjen.
Berikut ini data lengkap tentang Din Syamsudin
Nama: Sirajuddin Syamsuddin
Tempat Tanggal Lahir: Sumbawa Besar, 31 Agustus 1958
Agama: Islam
Istri: Ny Fira Beranata
Anak:
1. Farazahdi Fidiansyah
2. Mihra Dildari
3. Fiardhi Farzanggi
Pendidikan:
– S1 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta
– S2 University of California, AS tahun 1982
– S3 University of California, AS tahun 1996
Karir:
– 1982 – sekarang Dosen UIN Syarif Hidayatullah
– 1989 – 1993 Ketum PP Pemuda Muhammadiyah
– 1995 – Wasekjen Golkar
– 1998 – 2000 Dirjen Binapenta Depnaker
– 2000 – 2005 Sekjen MUI
– 2000 – 2005 Wakil Ketua PP Muhammadiyah
– 2005 – sekarang Ketum PP Muhammadiyah
Alamat: Jl. Kemiri no 24 Menteng Jakarta Pusat
para pembaca …..
Posted on September 28, 2010
Sumber : Muhammadiyah Online
Teheran-
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Din Syamsuddin menegaskan
bahwa persatuan umat Islam khususnya antara kaum Sunni dan kaum Syiah,
adalah mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan Islam. Kejayaan umat
Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta
kedua kelompok umat Islam tersebut. Demikian dikatakan Din pada
Konferensi Islam Sedunia, Senin (5/05/2008),di Teheran. Pada konferensi
yang berlangsung antara 4 sampai 6 Mei 2008 tersebut, hadir 400-an ulama
dan zuama, baik dari kalangan Sunni maupun Syiah dari berbagai belahan
dunia. Din Syamsuddin yang berbicara pada sesi pertama bersama enam
tokoh Islam lainnya menegaskan bahwa antara Sunni dan Syiah ada
perbedaan tapi hanya pada wilayah cabang (
furu’yat), tidak pada
wilayah dasar agama (akidah), karena keduanya berpegang pada akidah
Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajad penghormatan terhadap
Ali bin Abi Thalib. Maka, lanjut Din Syamsuddin, kedua kelompok harus
terus melakukan dialog dan pendekatan.
Seandainya tidak dicapai titik temu maka perlu dikembangkan
tasamuh atau toleransi. Seluruh elemen umat Islam dalam kemajemukannya perlu menemukan “kalimat sama” (
kalimatun sawa)
dalam merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi. Selanjutnya,
dalam menghadapi tantangan terhadap umat Islam dewasa ini, Din
sampaikan, umat Islam perlu menemukan dalam dirinya “musuh bersama” (
aduwwun sawa)..Dua hal ini, “
kalimatun sawa” (
common platform) dan “
aduwwun sawa” (
common enemy)
adalah faktor kemajuan umat. Namun perlu dipahami bahwa “musuh bersama”
itu terdapat di dalam diri umat Islam yaitu kemiskinan dan
keterbelakangan.
Ketua
Umum Muhammadiyah, Din Syamsudin, mengatakan tak ada perbedaan besar
antara dua mazhab besar dalam Islam, Sunni dan Syiah, kata sebuah
berita, sebuah pernyataan sejuk yang menutup pintu perpecahan dan adu
domba yang bisa menghancurkan harmoni Muslimin Indonesia. Berbicara di
Jakarta 24/12/2010 Din berkata baik Sunni dan Syiah “mengakui Tuhan dan
Rasul yang sama. “Soal itu perlu diluruskan agar tidak memecah
persaudaraan umat Islam,” katanya ke Kantor Berita Antar. Din
mengutarakan pandangannya itu lepas menjamu Duta Besar Iran untuk
Indonesia, Mahmoud Farazandeh, di Kantor Pusat Muhammadiyah di bilangan
Menteng. Kata Din, pertemuan itu terkait kerja sama Iran dengan
Muhammadiyah untuk “mempererat hubungan” di bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan. “Semuanya untuk memajukan umat,” kata Din.
Din mengatakan Muhammadiyah dan Kedutaan Iran akan menggelar seminar
bertema “Islam, Perdamaian, dan Keadilan Global”. Seminar untuk
menanggapi ketidakadilan global yang sedang terjadi dan sebagai upaya
menghilangkan Islamofobia, ketakutan dan kecurigaan tak beralasan pada
Islam, katanya. Muhammadiyah sebelumnya mengecam keputusan Prancis yang
melarang Muslimin menggunakan Burqa dan cadar, mencapnya sebagai sebuah
sikap yang tidak menghargai kebebasan beragama, elemen vital demokrasi.
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Mahmoud bilang masyarakat Muslim
perlu bekerjasama untuk menunjukkan Islam sebagai “agama kedamaian”.
“Sejumlah negara besar di dunia memandang Islam sebagai ancaman yang
amat menakutkan dengan dugaan melakukan pengeboman, teror serta
kekerasan di sejumlah negara,” katanya.
Ketua
Umum Muhammadiyah, Din Syamsudin, mengatakan tak ada perbedaan besar
antara dua mazhab besar dalam Islam, Sunni dan Syiah, kata sebuah
berita, sebuah pernyataan sejuk yang menutup pintu perpecahan dan adu
domba yang bisa menghancurkan harmoni Muslimin Indonesia. Berbicara di
Jakarta hari ini, Din berkata baik Sunni dan Syiah “mengakui Tuhan dan
Rasul yang sama. “Soal itu perlu diluruskan agar tidak memecah
persaudaraan umat Islam,” katanya ke Kantor Berita Antar. Din
mengutarakan pandangannya itu lepas menjamu Duta Besar Iran untuk
Indonesia, Mahmoud Farazandeh, di Kantor Pusat Muhammadiyah di bilangan
Menteng.
Kata Din, pertemuan itu terkait kerja sama Iran dengan Muhammadiyah
untuk “mempererat hubungan” di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.
“Semuanya untuk memajukan umat,” kata Din. Din mengatakan Muhammadiyah
dan Kedutaan Iran akan menggelar seminar bertema “Islam, Perdamaian, dan
Keadilan Global”. Seminar untuk menanggapi ketidakadilan global yang
sedang terjadi dan sebagai upaya menghilangkan Islamofobia, ketakutan
dan kecurigaan tak beralasan pada Islam, katanya.
Muhammadiyah sebelumnya mengecam keputusan Prancis yang melarang
Muslimin menggunakan Burqa dan cadar, mencapnya sebagai sebuah sikap
yang tidak menghargai kebebasan beragama, elemen vital demokrasi. Dalam
kesempatan yang sama, Duta Besar Mahmoud bilang masyarakat Muslim perlu
bekerjasama untuk menunjukkan Islam sebagai “agama kedamaian”. “Sejumlah
negara besar di dunia memandang Islam sebagai ancaman yang amat
menakutkan dengan dugaan melakukan pengeboman, teror serta kekerasan di
sejumlah negara,” katanya.
Pada Konferensi Persatuan Islam Sedunia yang berlangsung 4-6 Mei
2008 di Teheran, Iran, Din Syamsuddin pernah mengatakan, bahwa Sunni dan
Syi’ah ada perbedaan, tapi hanya pada wilayah cabang (furu’yat), tidak
pada wilayah dasar agama (akidah). Menurut Din, Sunni dan Syi’ah
berpegang pada akidah Islamiyah yang sama, walau ada perbedaan derajat
penghormatan terhadap sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad, yakni Ali
bin Abi Thalib.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga mengatakan,
sewajarnya jika dua kekuatan besar Islam ini (Sunni dan Syi’ah) bersatu
melawan dua musuh utama umat saat ini yaitu kemiskinan dan
keterbelakangan. (
Detikcom 5 Mei 2008).
Dikatakan Din, seandainya tidak dicapai titik temu, maka perlu
dikembangkan tasamuh atau toleransi. Seluruh elemen umat Islam dalam
kemajemukannya perlu menemukan “kalimat sama” (kalimatun sawa) dalam
merealisasikan misi kekhalifahan di muka bumi.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menegaskan
bahwa persatuan umat Islam khususnya antara kaum Sunni dan kaum Syiah,
adalah mutlak perlu sebagai prasyarat kejayaan Islam. Kejayaan umat
Islam pada abad-abad pertengahan juga didukung persatuan dan peran serta
kedua kelompok umat Islam tersebut.
8. Prof.Dr.KH.Amien Rais
Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di
Solo,
Jawa Tengah,
26 April 1944; umur 67 tahun) adalah
politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai
Ketua MPR periode
1999–
2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh
MPR hasil
Pemilu 1999 pada bulan
Oktober 1999.
Namanya mulai mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden
Soeharto sebagai
salah satu orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah.
Setelah partai-partai politik dihidupkan lagi pada masa pemerintahan
Presiden
Habibie, Amien Rais ikut mendeklarasikan
Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005.
Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai “
King Maker“.
Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan
jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa
tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10%
dalam pemilu 1999.
Awal karier.
Lahir di
solo pada 26 April 1944, Amien dibesarkan dalam keluarga aktivis
Muhammadiyah yang
fanatik. Orangtuanya, aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa
belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri. Sejak lulus sarjana dari
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta pada
1968 dan lulus Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (
1969), ia melanglang ke berbagai negara dan baru kembali tahun
1984 dengan menggenggam gelar master (1974) dari
Universitas Notre Dame,
Indiana, dan gelar doktor ilmu politik dari
Universitas Chicago,
Illinois,
Amerika Serikat.
Kembali ke tanah air, Amien kembali ke kampusnya,
Universitas Gadjah Madasebagai dosen. Ia bergiat pula dalam Muhammadiyah,
ICMI,
BPPT, dan beberapa organisasi lain. Pada era menjelang keruntuhan
Orde Baru, Amien adalah cendekiawan yang berdiri paling depan. Tak heran ia kerap dijuluki Lokomotif Reformasi.
Terjun ke politik.
Akhirnya setelah terlibat langsung dalam proses reformasi, Amien
membentuk Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1998 dengan platform
nasionalis terbuka. Ketika hasil pemilu 1999 tak memuaskan bagi PAN,
Amien masih mampu bermain cantik dengan berhasil menjadi ketua MPR.
Posisinya tersebut membuat peran Amien begitu besar dalam perjalanan
politik Indonesia saat ini. Tahun 1999, Amien urung maju dalam pemilihan
presiden. Tahun 2004 ini, ia maju sebagai calon presiden dan meraih
hampir 15% suara nasional.
Pada
2006 Amien turut mendukung evaluasi
kontrak karya terhadap PT.
Freeport Indonesia. Setelah terjadi
Peristiwa Abepura, Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN)
Syamsir Siregar secara tidak langsung menuding Amien Rais dan
LSM terlibat dibalik peristiwa ini. Tapi hal ini kemudian dibantah kembali oleh Syamsir Siregar.
[1]
Pada Mei 2007, Amien Rais mengakui bahwa semasa kampanye
pemilihan umum presiden pada tahun 2004, ia menerima dana non bujeter
Departemen Kelautan dan Perikanan dari Menteri Perikanan dan Kelautan
Rokhmin Dahuri sebesar
Rp 200 juta. Ia sekaligus menuduh bahwa pasangan calon presiden dan
wakil presiden lainnya turut menerima dana dari departemen tersebut,
termasuk pasangan
Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla yang kemudian terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.
[2][3]
Referensi
Badan Kerjasama Persatuan Pelajar Indonesia (BKPPI) se-Timur Tengah dan Sekitarnya.
Wawancara Eksklusif dengan Amien Rais.
Menurut bapak apa relevansi tema konferensi yang dibawa
teman-teman BKPPI kali ini dengan kondisi bangsa sekarang mengingat ada
sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap seolah-olah kemandirian
dan keadilan bagi bangsa Indonesia adalah sesuatu yang utopis?
Jadi tema konferensi ke 6 ini dari BKPPI memang amat sangat pas,
sangat relevan karena yang dihadapi bangsa kita memang terutama dua itu,
jadi pertama kita telah kehilangan kemandirian nasional, kepercayaan
diri sudah luntur, kita bahkan tidak lagi merawat kedaulatan ekonomi,
kedaulatan politik, kedaulatan hukum kita, jadi ini adalah hal yang
sudah amat sangat jauh sehingga adik-adik di timur tengah itu betul
kalau mengangkat tema ini. Dan masalah keadilan itu juga makin lama
makin jauh dari kenyataan, yang terjadi mungkin adalah kezaliman
ekonomi, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin senen kemis gitu
nasibnya. Dan kesenjangan sosial juga makin menganga lebar. Jadi dua
ini, dua hal yang sangat fundamental tapi tidak bisa diselesaikan
satu-dua tahun, ini membutuhkan pemikiran yang relatif matang dan
komitmen nasionl dari semua tokoh dan elit untuk bersama-sama bangsa
yang besar ini menyelesaikan masalah itu, jadi saya kira memotret
masalah dengan betul itu sudah langkah awal yang sangat baik, bayangkan
kalau potretnya keliru langkahnya juga akan keliru, jadi saya kira
alhamdulillah potret yang sudah dibuat oleh BKPPI timur tengah dan
sekitarnya sudah betul, sudah akurat.
Rekomendasi apa yang selayaknya diberikan konferensi BKPPI kali ini terhadap pemerintah dan rakyat Indonesia?
Menurut saya harus sedikit menggigit, artinya ingatkan pada bangsa
Indonesia dan pemerintahnya kita sudah akan melewati 62 tahun
kemerdekaan, tapi kedaulatan nasional kita di bidang ekonomi, politik,
hukum itu makin sempoyongan. Kemudian yang kedua kenyataan yang tak
terbantahkan adalah bahwa cengkeraman pihak asing di bidang ekonomi,
perbankan, pertambangan, permodalan ini memang sudah begitu nampak, jadi
kalau hal yang sudah demikian mencolok mata masih belum kita sadari,
maka kapan kita akan memutar balik arah perkembangan bangsa ini, jadi
jangan lupa rekomendasi itu tentu mengingatkan kita yang sudah akan
memperingati proklamasi yang 62 tahun tetapi kenyataan menunjukkan bahwa
kebangsaan nasional sudah makin sayup-sayup kemudian kemandirian juga
masih di omongan tapi tidak ada dalam kenyataan, kemudian kedaulatan
multi dimensional kita sudah digadaikan kepada kekuatan luar.
Apa contoh yang bisa diambil oleh Indonesia dari Negara seperti Iran?
Jadi saya pikir langkah Iran sejak tahun 1979 ketika Imam Khomeini kembali dari pengasingan itu sudah
on the right track,
sudah betul gitu jadi mengembalikan martabat, marwah, harga diri bangsa
Iran kemudian melepaskan dari belenggu imperealisme Amerika, dulu kita
mengetahui di zaman Syah, Syah dan Savak itukan telah menggadaikan Iran
kedalam supremasi kepentingan barat, sehingga sesungguhnya yang sedang
memainkan peranan itu bukan Syah Iran tapi ini adalah pemerintah boneka,
nah setelah revolusi Iran, ada kemandirian, kemudian ada inspirasi baru
yang diambil dari khazanah Islam sendiri, kemudian revolusi Iran itu
bersifat multi dimensional jadi bukan sekedar hukum saja tetapi juga
politik, sosial, ekonomi, kemanusiaan dll, dan arahnya itu jelas semakin
bagus karena misalnya utang luar negeri Iran itu sangat kecil, hampir
tidak berarti untuk Negara sebesar ini, kemudian, relatif ia tidak
terlalu tergantung dengan luar negeri, kemudian yang ketiga Iran ini
bisa memanfaatkan sumber daya alamnya untuk kepentingan bangsa sendiri
bukan seperti Indonesia maaf gitu, jadi disini tidak aneh setiap saya
datang ke Iran itu selalu melihat pertumbuhan yang kongkrit, jadi
pertumbuhan fisik saja itu semakin bagus jadi apakah jalan-jalan yang
makin rapi, rumah-rumah makin bertambah, kemudian gejala fisik saja itu
nampak kalau dari tahun ketahun itu semakin bagus, jadi Iran ini sebuah
eksperimen Islam di berbagai bidang kehidupan yang menurut saya itu
lepas dari berbagai kekurangan dan kelemahannya tapi sudah
on the right track,
sudah berjalan di rel dengan benar. Dan jadi yang perlu kita tiru saya
kira adalah bagaimana sejak pak Khomaini sampai Rafsanjani kepada
Khatami sampai sekarang ini Ahmadi Nejad meskipun beda nuansa dan beda
penampilan tapi saya kira
bottom line nya sama yaitu percaya
pada kemampuan nasional, kemampuan bangsa sendiri, dan tidak bergantung
pada bangsa lain; apalagi jika usaha untuk mencapai kemampuan nuklir
untuk perdamaian ini bisa jadi kenyataan alangkah bahagianya bukan hanya
Iran, tapi semua dunia Islam. Sehingga paling tidak kita bisa bicara
pada dunia luar bahwa lihatlah secara teknologi ada Pakistan, ada Iran,
mungkin negara lain yang juga mampu. Bahkan kemarin ketika saya pergi
ke
News Room di Iran ini saya melihat bagaimana Sahar, Al
Kautsar, Al Alam, itu merupakan sebuah demonstrasi bagaimana ternyata
bangsa Muslim seperti Iran ini bisa menampilkan sosok komunikasi modern
yang insyaallah tidak kalah dengan BBC, CNN, Fox news dll.
Tentang nuklir Iran, Indonesia yang mendukung penambahan
sanksi kepada negara ini apakah menunjukkan ketidak mandirian politik
Indonesia itu sendiri?
Jadi memang Indonesia ini sekarang agak malu diri. Jadi di mata
rakyatnya pemerintah ini agak drop popularitasnya gara-gara tunduk sama
kemauan Amerika. Kita tahu bahwa
Security Council adalah
kepanjangan tangan dari Amerika jadi begitu kita tunduk kepada dewan
keamanan sesungguhnya itu sama saja dengan kita mengekor kepada Amerika.
Nah mudah-mudahan tidak akan terulangi pada masa-masa yang akan datang.
Berkenaan dengan peranan ulama di Iran, dominasi peran
ulama yang begitu mengakar dan kuat dibanding dengan Indonesia bagaimana
anda melihat nilai positif dan negatif dalam dua Negara ini?
Ya saya kira kualitasnya mungkin ya. Tanpa mengurangi rasa hormat
saya kepada ulama Indonesia memang tradisi intelektual dan berfikir di
Iran itu tidak pernah berhenti. Sementara ulama kita sudah terjebak
kepada fiqih sehingga Islam kadang-kadang menjadi fiqih, Islam itu bukan
pemikiran ijtihadi yang mencari terobosan, mencari pemecahan itu. Tapi
untuk menyingkat wawancara ini saya kira cukup saya beri satu contoh
saja bagaimana pada tahun 1979 majalah mingguan
Time Magazine di
Amerika itu mengatakan jangan mencoba berdebat masalah filsafat Yunani
dengan Imam Khomeini karena kita pasti kalah. Jadi bayangkan Imam
Khomeini ini tradisi filsafatnya bukan sekedar ibnu Rusyd dan ibnu Sina
kemudian ulama-ulama dari Islam sendiri tapi ternyata filsafat Socrates,
Aristoteles, Plato dan yang klasik Yunani itu juga dipahami. Dan saya
pikir kalau saya melihat tulisan-tulisan ayatullah-ayatullah di Iran
ini, itu tidak sepihak jadi bukan
one sided analysistetapi
multi sided analysis karena
mereka sudah menggabungkan antara resep-resep Qurani dengan resep-resep
yang mutakhir dalam bidang ya katakanlah tinjauan sosiologis, politik,
dll seperti peradaban sehingga penampilannya itu memang segar dan bahkan
menjadi alternatif penting, alternatif dengan
Makrifatbukan
Nakirah. Dan saya pikir inilah yang menarik perhatian kita.
Ada sebuah fenomena, yaitu di satu sisi, terutama bagi
teman-teman di sini, meskipun kita ingin membangun bangsa, tapi di sisi
yang lain muncul banyak kecurigaan dari beberapa pihak yang memang tidak
menghendaki kehadiran Syiah di Indonesia. Menurut anda, apakah memang
pemikiran Syiah tidak menguntungkan bagi bangsa?
Jadi saya kira begini , anda tidak ush berfikir teknis jadi nanti
anda kalau pulang ke tanah air beri ceramah di kampus-kampus tulislah
artikel di koran-koran, produksilah buku-buku yang agak tebal yang
menunjukkan kehebatan Islam dibandingkan paham-paham lain. Jadi saya
lihat bagaimana Ali Syariati menenggelamkan marxisme di Iran ini karena
ia menunjukkan resep2 keIslaman secara kreatif sehingga intelektual Iran
tidak lagi tertarik kepada marxisme tersebut. Hal seperti ini sesuatu
yang normal, sebagaimana kata pepatah tidak ada makan siang yang gratis.
Makan siang itupun harus didapat dengan bekerja. Jadi anda jangan takut
dituduh syiah dan lain-lain; karena menurut saya . Al Azhar juga
dilahirkan oleh dinasti Fatimi yang juga Syiah. Jadi ngga usah lah kita
saling tidak percaya.
Satu lagi pak! Menurut bapak sumbangsih real apa yang
dapat diberikan pelajar-pelajar Indonesia di luar negri khususnya
pelajar2 Indonesia di timur tengah dalam mewujudkan bangsa indonesia
yang bersih, mandiri, dan merdeka mengingat lulusan timur tengah masih
dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat Indonesia?
Saya kira kalau kita melihat Indonesia dalam sejarah menjelang dan
sesudah kemerdekaan itu sangat berhutang budi pada alumni lulusan timur
tengah sejak pak Mahmudi Nur, Mukhtar Yahya, yang lebih mutaakhir jangan
lupa seperti Abdurrahman Wahid, kemudian Hidayat Nur Wahid, lantas
kemudian Alwi Sihab, Quraish Syihab, dan mereka yang tidak sepopuler
orang-orang tadi. Mereka adalah orang-orang yang telah memasuki sel-sel
kehidupan nasional kita. Jadi yang penting kata kuncinya adalah sesuatu
posisi yang kita ambil untuk mengabdi kepada kepentingan agama itu tidak
bisa dicapai hanya dengan berpangku tangan. Tetapi caranya kita harus
berjuang, berdebat berdiskusi, meyakinkan umat Islam lantas menggelar
tradisi intelektual yang lebih longgar dan lebih liberal dalam arti
liberal yang bertanggung jawab. Jadi saya tidak setuju kalau dikatakan
bahwa kualitas timur tengah kalah dengan alumni dalam negeri. Karena
sayapun, walaupun cuma setahun, pernah belajar di Al Azhar dan saya
alumni timur tengah juga. Jadi saya melihat mereka yang dibimbing di
timur tengah mulai dari Libya Mesir, sampai Pakistan itu sesungguhnya
kalau direcord mulai sebelum kemerdekaan itu barang kali jadi
berjilid-jilid.
Memang harus kita sadari kita juga tidak bisa ikut terlalu banyak,
jadi kita tidak bisa mengharapkan menjadi katakanlah ahli perbankan,
ahli ekonomi, ahli pertanian itu ada ahlinya sendiri. Tapi saya yakin
yang namanya pemikiran itu memang seperti kereta di depan yang menyeret
sebuah bangsa. Jadi menurut saya pemikiran Islam itu kan bergerak terus
dan saya tidak malu-malu untuk mengatakan bahwa hutang budi saya ya
kepada ayatullah-ayatullah disini itu besar sekali. Jadi ketika saya
sekolah di IAIN, kemudian di Chicago, kemudian terbang ke Al- Azhar
sebenarnya Islam yang bagus itu Islam yang status quo, itu Islam yang
baik yang universal tetapi yang tidak menggerakkan. Tapi Islam di tangan
tokoh-tokoh ulama syiah itu menjadi lain, Islam yang moving Islam yang
menggerakkan yang merubah gitu dan itu yang saya kira yang kita
perlukan. Jadi dari sunni nggak usah malu untuk belajar dari syiah. Tapi
juga dari syiah saya kira kalau ada sunni yang bagus juga ambil saja
gitu. Jadi tadi ketika di Markaz International Study Islam Iran juga
dikatakan, kalau kita melihat di perpustakaan di Iran pun juga 80% lebih
buku-bukunya itu karangan sunni. Jadi mengapa orang sunni itu alergi
kepada syiah dan sementara syiah juga alergi kepada sunni. Saya kira ini
seperti pertarungan komunikasi orang Amerika tidak mau menyiarkan
Aljazeera sementara CNN bisa kita nikmati di Mekah dan Madinah juga di
Iran. Saya kira yang jelas anda lebih tahu dari saya bahwa nature dari
alam itu adalah perubahan jadi kalau filsafat Pancarai semua itu berubah
yang tetap itu adah perubahan itu sendiri jadi saya yakin nanti dengan
adanya kemajuan zaman ini akan terjadi perubahan kuantitatif kualitatif
dan anda ini yang penting terus saja belajar, tekuni ilmu yang anda
bidangi itu sehingga kalau bisa setelah kembali ke tanah air itu
kemudian tinggal mengimplementasikan apa yang telah diambil di Timur
Tengah ini.
Juli 18, 2007
Tokoh-tokoh Nasional Isi Konferensi ke 6 BKPPI dengan Orasi Ilmiah.
Pada pembukaan Konferensi 6 BKPPI ini digelar juga empat
orasi ilmiah dan diskusi dengan mengusung berbagai tema. Orasi ilmiah
pertama dari Prof. Amien Rais sekaligus seremonial pembukaan acara
konferensi BKPPI kali ini diiringi dengan pembacaan doa.
Dalam orasinya mantan ketua MPR ini menjelaskan bahwa
mengapa bangsa Indonesia yang sesungguhnya kaya akan sumber daya alam
dan sumber daya manusianya ini justeru masih tertinggal jauh dibanding
Negara-negara lainnya, ia mengatakan karena Indonesia selama ini telah
kehilangan kemandiriannya. Hilangnya kemandirian ini lanjut Amien,
berdampak pada hilangnya juga kebanggaan nasional. Orang Indonesia di
luar negeri malu untuk mengaku sebagai orang Indonesia ketika ditanya
orang asing. Pada akhirnya karena kemandirian dan kebanggaan terhadap
bangsa sudah hilang maka pelan-pelan kedaulatan bangsa pun akan hilang.
Inilah masalah yang paling fundamental tambahnya, dan
diperlukan keberanian dari para pemimpin bangsa untuk bersikap tegas
terhadap Negara-negara asing yang berusaha melakukan korporatografi
kepada Indonesia yang menjadi penyebab hilangnya kedaulatan ekonomi
bangsa ini.
Dr Bambang Pranowo staff Menhan yang menggantikan Juwono
Sudarsono yang tidak bisa memnuhi undangan panitia konferensi menyoroti
masalah posisi Indonesia di tengah percaturan politik dunia dengan
berbagai ancaman dan tantangannya seperti globalisasi, perdagangan bebas
dan perubahan-perubahan social kemasyarakatan yang terjadi di tengah
masyarakat Indonesia membuktikan pentingnya rasa nasionalisme dan
kecintaan terhadap bangsa sebagai sebuah kekayaan yang perlu
dipertahankan. Sementara itu Husein Heryanto dosen ICAS lebih banyak
mengupas masalah pentingnya budaya dan system nilai masyarakat sebagai
sebuah benteng kokoh pertahanan Indonesia.
Konferensi kali ini diisi pula oleh orasi ilmiah lain dari
Dr. Mashitoh Chusnan dari DEPDIKNAS yang menggantikan Menteri Pendidikan
Bambang Sudibyo yang berhalangan hadir. Dr Mashitoh menyinggung masalah
Human Development Index (HDI) Negara-negara Islam yang lemah khususnya
Indonesia yang saat ini berada pada peringkat 112 dari 175 negara dunia.
Umat Islam di Negara-negara berkembang menurut Dr Mashitoh itu miskin,
bodoh dan dijajah secara ekonomi, pada saat yang sama Negara-negara
Islam yang kaya minyak masih di bayangi masalah hedonisme sehingga belum
bisa mengangkat SDM muslim oleh karena itu lanjutya Negara-negara
muslim termasuk Indonesia dituntut harus segera menguasai IPTEK dan
penguasaan dalam bidang ekonomi sehingga bisa lepas dari keterjajahan
ekonomi Negara-negara barat.
Rektor-rektor beberapa universitas islam di Indonesa yang
dalam konferensi kali berkesempatan menyampaikan orasi mereka lebih
banyak menyoroti masalah alumni Timur Tengah yang masih dipandang
sebelah mata oleh masyarakat Indonesia seperti diungkapkan oleh Rektor
IAIN Wali Songo Semarang Prof. Abdul Jamil.
“Alumni timur tengah yang pulang ke Indonesia merupakan
sebuah resources bagi bangsa tetapi pertanyaannya adalah apakah mereka
mampu mengambil posisi dalam proses national building berbekal ilmu-ilmu
keislaman yang dikantongi dari timur tengah, ditambah lagi dengan
stigma sebagian orang yang mengatakan alumni timur tengah itu pikirannya
belum bisa diajak untuk maju”.
Sementara itu Purkon Hidayat, perwakilan HPI Iran yang satu meja
diskusi dengan para rector tersebut lebih banyak menyinggung masalah
pola pemikiran barat yang masuk ke wilayah-wilayah pemikiran Islam dan
menghegemoni kerangka pemikiran banyak pemikir Islam kemudian menawarkan
sebuah solusi atas masalah ini dengan memperkenalkan figure dan
pengalaman Imam Khomeini.
Juli 18, 2007
Konferensi Internasional VI BKPPI Se – Timur Tengah dan Sekitarnya.
Amien Rais: “Sunnah dan Syi’ah adalah madzhab-madzhab yang legitimate dan sah saja dalam Islam
Jumat, 20 Juli 2007.
Pada pembukaan Konferensi 6 BKPPI se-Timur Tengah ini digelar juga
empat orasi ilmiah dan diskusi dengan mengusung berbagai tema. Orasi
ilmiah pertama dari Prof. Amien Rais sekaligus seremonial pembukaan
acara konferensi BKPPI kali ini diiringi dengan pembacaan doa. Dalam
orasinya mantan ketua MPR ini menjelaskan bahwa mengapa bangsa Indonesia
yang sesungguhnya kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya
ini justeru masih tertinggal jauh dibanding Negara-negara lainnya, ia
mengatakan karena Indonesia selama ini telah kehilangan kemandiriannya.
Hilangnya kemandirian ini lanjut Amien, berdampak pada hilangnya juga
kebanggaan nasional. Orang Indonesia di luar negeri malu untuk mengaku
sebagai orang Indonesia ketika ditanya orang asing. Pada akhirnya karena
kemandirian dan kebanggaan terhadap bangsa sudah hilang maka
pelan-pelan kedaulatan bangsa pun akan hilang. Inilah masalah yang
paling fundamental tambahnya, dan diperlukan keberanian dari para
pemimpin bangsa untuk bersikap tegas terhadap Negara-negara asing yang
berusaha melakukan korporatografi kepada Indonesia yang menjadi penyebab
hilangnya kedaulatan ekonomi bangsa ini.
Dr. Bambang Pranowo staff Menhan yang menggantikan Juwono Sudarsono
yang tidak bisa memnuhi undangan panitia konferensi menyoroti masalah
posisi Indonesia di tengah percaturan politik dunia dengan berbagai
ancaman dan tantangannya seperti globalisasi, perdagangan bebas dan
perubahan-perubahan social kemasyarakatan yang terjadi di tengah
masyarakat Indonesia membuktikan pentingnya rasa nasionalisme dan
kecintaan terhadap bangsa sebagai sebuah kekayaan yang perlu
dipertahankan.
Sementara itu Husein Heryanto dosen ICAS lebih banyak mengupas
masalah pentingnya budaya dan system nilai masyarakat sebagai sebuah
benteng kokoh pertahanan Indonesia.
Konferensi kali ini diisi pula oleh orasi ilmiah lain dari Dr.
Mashitoh Chusnan dari DEPDIKNAS yang menggantikan Menteri Pendidikan
Bambang Sudibyo yang berhalangan hadir. Dr Mashitoh menyinggung masalah
Human Development Index (HDI) Negara -negara Islam yang lemah khususnya
Indonesia yang saat ini berada pada peringkat 112 dari 175 negara dunia.
Umat Islam di Negara-negara berkembang menurut Dr Mashitoh itu miskin,
bodoh dan dijajah secara ekonomi, pada saat yang sama Negara-negara
Islam yang kaya minyak masih di bayangi masalah hedonisme sehingga belum
bisa mengangkat SDM muslim oleh karena itu lanjutya Negara-negara
muslim termasuk Indonesia dituntut harus segera menguasai IPTEK dan
penguasaan dalam bidang ekonomi sehingga bisa lepas dari keterjajahan
ekonomi Negara-negara barat.
Hadir dalam konferensi beberapa rektor dari universitas kenamaan
Islam di Indonesa, Pof.DR.HM Ridwan Nasir.MA [Rektor IAIN Sunan Ampel,
Surabaya], Prof. DR. Abdul Jamil [Rektor IAIN Wali Songo, Semarang],
Prof. DR. Fuad Amsyari.Phd [Guru Besar Universitas Airlangga/ UNAIR,
Surabaya] yang dalam konferensi kali ini berkesempatan menyampaikan
orasi, lebih banyak menyoroti masalah alumni Timur Tengah yang masih
dipandang sebelah mata oleh masyarakat Indonesia seperti diungkapkan
oleh Rektor IAIN Wali Songo Semarang Prof. Abdul Jamil.“Alumni timur
tengah yang pulang ke Indonesia merupakan sebuah resources bagi bangsa
tetapi pertanyaannya adalah apakah mereka mampu mengambil posisi dalam
proses national building berbekal ilmu-ilmu keislaman yang dikantongi
dari timur tengah, ditambah lagi dengan stigma sebagian orang yang
mengatakan alumni timur tengah itu pikirannya belum bisa diajak untuk
maju”. Demikian statemen beliau dalam salah satu diskusi yang dipandu
oleh Muladi Mughni (delegasi Pakistan).
Sementara itu Purkon Hidayat, perwakilan HPI Iran yang satu meja
diskusi dengan para rector tersebut lebih banyak menyinggung masalah
pola pemikiran barat yang masuk ke wilayah-wilayah pemikiran Islam dan
menghegemoni kerangka pemikiran banyak pemikir Islam kemudian menawarkan
sebuah solusi atas masalah ini dengan memeprkenalkan figure dan
pengalaman Imam Khomeini.
Indonesia Masih Gerbong, Belum Bisa Jadi Lokomotif.
Amien Rais beserta keluarga tiba di Iran Minggu 15 Juli 2007 memenuhi
undangan Panitia Pelaksana Konferensi BKPPI Se Timur Tengah dan
sekitarnya untuk mengisi orasi ilmiah di acara konferensi ini dan
sekaligus membukanya. Amien Rais dalam pembukaan konferensi yang
bertemakan “Membangun Kemandirian Bangsa Menuju Indonesia yang
Berkeadilan” mengatakan bahwa kewajiban membangun dan merekonstruksi
bangsa dan negara pada hakikatnya adalah kewajiban keagamaan dan bukan
sekedar kewajiban kewarganegaraan, politik atau keduniaan. “Saya tidak
setuju dengan teman yang mengatakan biarlah di dunia ini kita umat Islam
menjadi umat pinggiran, umat kalahan dan bangsa-bangsa muslim itu
menjadi bangsa pelengkap penderita tapi insyaallah di akhirat kita
berbondong-bondong masuk surga, saya kira itu pikiran yang ngawur. Itu
adalah manifestation of defeatation, itu adalah manifestasi
kebangkrutan, kekalahan, kepecundangan, tidak mau berjuang dan kemudian
agama dijadikan opium, dijadikan pelipur lara dan dijadikan candu
penenang”. “Sebenarnya kalau kita bergerak membangun bangsa sesungguhnya
itu kewajiban qur’aniah dan kewajiban keagamaan kita”. tegasnya.
Bangsa Indonesia sudah sejak lama ingin membangun dirinya, tetapi
sampai sejauh ini belum dianggap berhasil dibandingkan negara-negara
Asia lainnya yang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir telah
mengalami kemajuan yang cukup pesat seperti India dan Cina. Padahal
menurut Amien negara-negara tersebut adalah negara yang tidak beragama
dan jelas bukan negara muslim, selain itu negara kita memiliki sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Tetapi mengapa
Indonesia tidak maju-maju juga. Indonesia ini masih gerbong belum bisa
menjadi lokomotif, tegasnya. Pertanyaan mengapa Indonesia masih belum
bisa sejajar dengan negara-negara lain menurut Amien Rais ada tiga
faktor yang menyebabkannya. “Sesuai dengan tema konferensi kita kali
ini, selama ini kita sudah agak lama kehilangan kemandirian, jadi self
confidence sudah agak lama hilang dari khazanah bangsa Indonesia baik
masyarakat umum dan mungkin juga sampai ke pemimpinnya”.
Menurut Amien sebuah bangsa yang telah kehilangan kemandiriannya akan
kehilangan juga kebanggaan nasional, jika kedua komponen ini telah
hilang maka kehilangan kedaulatan bangsa menjadi sesuatu yang tidak
begitu terasa lagi. Ini adalah masalah bottom line, masalah yang paling
fundamental, gara gari kita kehilangan kemandirian dan kebanggaan
nasional sebenarnya pelan-pelan kita kehilangan kedaulatan nasional di
berbagai dimensi kehidupan”. Kedaulatan ekonomi Indonesia adalah salah
satu kedaulatan bangsa yang mulai hilang dan memiliki contoh yang
mencolok pada kasus Indonesia, dijualnya berbagai asset nasional,
pertambangan-pertambangan yang keuntungannya justeru dikuasai asing dan
berbagai indikator lain yang menguatkan hal tersebut.
Arsip Konferensi BK-PPI se-Timur Tengah di Qom Iran (Selasa, 17 Juli 2007)
============================================================================
Qom – Pada pagi yang cerah, di Auditorium Syahid
Sadr, Sekolah Tinggi Imam Khomeini r.a, Qom, Republik Islam Iran digelar
Konferensi VI Badan Kerjasama Persatuan Pelajar Indonesia (BK-PPI)
se-Timur Tengah dan sekitarnya. Tepat Pukul 10.30 acara pembukaan
digelar, nampak Qori Internasional asal Iran melantunkan ayat-ayat
Al-Qur’an dengan lantunan khas Iran. Setelah pembacaan Al-Qur’an
dilanjutkan sambutan Sekjen BK-PPI se-Timur Tengah, Muktar Ilyas , MA .
Dalam sambutannya, Muktar menegaskan tentang perlunya generasi bangsa
untuk bersatu padu dalam mewujudkan kemandirian bangsa menuju Indonesia
yang berkeadilan. “Telah 62 tahun Indonesia Merdeka, namun Indonesia
belum juga maju-maju dan masih diliputi oleh kemiskinan dan
keterbelakangan, untuk itulah kita sebagai penerus bangsa diwajibkan
untuk menemukan solusi atas hal tersebut”, tegas Muktar. Setelah
sambutan Sekjen BK-PPI se-Timur Tengah, dilanjutkan dengan sambutan
dari Mahdani Mekar, Wakil Markas Jahani, yang banyak menitik beratkan
pada pentingnya nilai independensi dan keadilan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. “Kita sebagai umat Islam sepatutnya untuk
tidak tunduk pada sistem diluar Islam, aplikasikanlah kemuliaan yang
ada dalam jati diri kita, bersatu secara internal dengan akselerasi
dengan kemajuan dan potensi-potensi yang kita miliki”, tutur Mahdani
dalam pidatonya.
Setelah sambutan dari Markas Jahani, sebuah Pusat Pendidikan dan
Kebudayaan dibawah naungan Pemimpin Spritual Ali Khomeini dilanjutkan
dengan orasi ilmiah oleh Amien Rais. Dalam orasinya pada pembukaan
konferensi yang bertemakan “Membangun Kemandirian Bangsa Meunju
Indonesia yang Berkeadilan” mengatakan bahwa kewajiban membangun dan
merekonstruksi bangsa dan Negara pada hakikatnya adalah kewajiban
keagamaan dan kewarganegaraan, politik atau keduniaan. ” Saya tidak
setuju dengan teman yang mengatakan biarlah di dunia ini kita umat Islam
menjadi umat pinggiran, umat kalahan dan bangsa-bangsa muslim itu
menjadi bangsa pelengkap penderita tapi insya Allah di akhirat kita
berbondong-bondong masuk surga saya kira itu pikiran yang ngawur. Itu
adalah manifestation of defeatation, itu adalah manifestasi
kebangkrutan, kekalahan, kepecundangan tidak mau berjuang dan kemudian
agama dijadikan opium dijadika pelipur lara dan dijadikan candu
penenang”.
“Sebenarnya kalau kita bergerak membangun bangsa sesungguhnya itu
kewajiban qur’aniah dan kewajiban keagamaan kita”, tuturnya. paparannya,
Amien menitikberatkan posisi Islam sebagai balance (tawazun) yang tidak
setengah-setengah membangun bangsa. “Jangan jadi bangsa gerbong, tapi
jadilah bangsa lokomotif”, tegasnya sambil mengangkat jari telunjuknya.
Bangsa Indonesia sudah sejak lama ingin membangun dirinya, tetapi
sampai sejauh ini belum dianggap berhasil dibandingkan Negara-negara
Asia lainnya yang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir telah
mengalami kemajuan yang cukup pesat seperti India dan Cina. Padahal
menurut Amien Negara-negara tersebut adalah Negara yang tidak beragama
dan jelas bukan Negara muslim, selain itu Negara kita memiliki sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah. Tetapi mengapa
Indonesia tidak maju-maju juga. Pertanyaan mengapa Indonesia masih belum
bisa sejajar dengan Negara-negara lain menurut Amien Rais ada tiga
faktor yang menyebabkannya. “Sesuai dengan tema konferensi kita kali
ini, selama ini kita sudah agak lama kehilangan kemandirian, jadi self
confidence sudah agak lama hilang dari khazanah bangsa Indonesia baik
masyarakat umum dan mungkin juga ke pemimpinnya” .
Menurut Amien sebuah bangsa yang telah kehilangan kemandiriannya
akan kehilangan juga kebanggaan nasional, jika kedua komponen
ini telah hilang maka kehilangan kedaulatan bangsa menjadi sesuatu yang
tidak begitu terasa lagi. “Orang Indonesia di luar negeri malu untuk
mengaku sebagai orang Indonesia ketika ditanya orang asing”. Lanjutnya.
Ini adalah masalah bottom line, masalah yang paling fundamental, -gara
kita kehilangan kemandirian dan kebanggaan nasional sebenarnya
pelan-pelan kita kehilangan kedaulatan nasional di berbagai dimensi
kehidupan”, jelas Amien. Kedaulatan ekonomi Indonesia adalah salah satu
kedaulatan bangsa yang mulai hilang dan memiliki contoh yang mencolok
pada kasus Indonesia, dijualnya berbagai asset nasional, pertambangan-
pertambangan yang keuntungannya justru dikuasai asing dan berbagai
indikator lain yang menguatkan hal tersebut. “50,5 % Perbankan Nasional
dalam cengkraman pengusaha asing, pada tahun 2004 Indosat pindah ke
Tamasec Singapura, Pertambangan emas terbesar di dunia dikuasai oleh
Freeport di Papua dan masa kontraknya hingga tahun 2041, Blok Cepu di
Jawa telah dikuasai oleh Exon Mobil Amerika hingga masa kontrak 2038,
Natuna dengan kekayaan gas alamnya juga dikuasai oleh Exon Mobil dan
pengusaha Singapura yang telah berlangsung beberapa tahun lalu”, imbuh
Amien.
Dalam Orasi ini pula, Amien mengungkap adanya
fenomena baru DPR dan Pemerintah RI melakukan kolusi
besar-besaran, termasuk dalam kaitannya dalam UU Penanaman Modal.
“Pemodal asing disamakan posisinya dengan penanam modal dalam negeri,
Pasal 22 dinyatakan hak tanah atau hak guna bangunan hingga 99 tahun,
ini sangat riskan, kebijakan yang tidak berpihak pada warga Negara
Indonesia”, tuturnya. Selain fenomena di dalam negeri juga terdapat
fenomena internasional yang tercipta dalam Korporatografi yang
terbungkus dalam penjajahan baru. “Penjajah baru itu adalah Pertama; Big
Coorporation seperti Shell, NewMon, Exon Mobil, Kedua; Big Politic
Power yang motori oleh Washington DC dan London, Ketiga; Big Militer
Power; AS, China, Rusia, Korut dll, Keempat Big Media Power: CNBC, CNN,
Fox, BBC dan lainnya, Kelima: Coopted Elit; adanya professor-professor
yang mengabdi secara penuh kepada korporasi. Keenam; Big Palang Pintu
Power; Venezuela , Turki , Iran dll”, tambahnya.
Diperlukan keberanian dari para pemimpin bangsa untuk
bersikap tegas terhadap Negara-negara asing yang berusaha melakukan
korporatografi kepada Indonesia yang menjadi penyebab hilangnya
kedaulatan ekonomi bangsa ini. “Kita harus membangun Indonesia dengan
Persatuan, seperti pembicaraan saya dengan Pemerintah China , apa
rahasia sukses negeri China ? Pejabat itu berkata: Stop cek cok, bersatu
dan bekerja keras”, tutur Amien. Di akhir orasi, Amien Rais membaca
senandung do’a lalu dilanjutkan dengan pembukaan Konferensi VI BK-PPI
se Timur Tengah dan sekitarnya. pembukaan tersebut hadir pula Kuasa
Usaha ad Interm (KUAI) KBRI Tehran, Atase Pertahanan dan Fungsi
Pensosbud, Staf Menhamkam, Staff Mendikbud, Para rektor dan Dosen
Universitas di Indonesia, dan juga Delegasi PPMI Mesir, PPI Pakistan,
PPI Yaman, PPMI Jordania, PPI India, PPI Syria, PPI Maroko, HPI Iran,
Peninjau dari PPI London serta beberapa peninjau dari cendekiawan Iran.
Amien Rais.
Amien Rais
Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di
Solo,
Jawa Tengah,
26 April 1944; umur 67 tahun) adalah
politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai
Ketua MPR periode
1999–
2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh
MPR hasil
Pemilu 1999 pada bulan
Oktober 1999.
Namanya mulai mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden
Soeharto sebagai
salah satu orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah.
Setelah partai-partai politik dihidupkan lagi pada masa pemerintahan
Presiden
Habibie, Amien Rais ikut mendeklarasikan
Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua Umum PAN dari saat PAN berdiri sampai tahun 2005.
Sebuah majalah pernah menjulukinya sebagai “
King Maker“.
Julukan itu merujuk pada besarnya peran Amien Rais dalam menentukan
jabatan presiden pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan Sidang Istimewa
tahun 2001. Padahal, perolehan suara partainya, PAN, tak sampai 10%
dalam pemilu 1999.
Awal karier
Lahir di
solo pada 26 April 1944, Amien dibesarkan dalam keluarga aktivis
Muhammadiyah yang
fanatik. Orangtuanya, aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa
belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri. Sejak lulus sarjana dari
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta pada
1968 dan lulus Sarjana Muda Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (
1969), ia melanglang ke berbagai negara dan baru kembali tahun
1984 dengan menggenggam gelar master (1974) dari
Universitas Notre Dame,
Indiana, dan gelar doktor ilmu politik dari
Universitas Chicago,
Illinois,
Amerika Serikat.
Kembali ke tanah air, Amien kembali ke kampusnya,
Universitas Gadjah Madasebagai dosen. Ia bergiat pula dalam Muhammadiyah,
ICMI,
BPPT, dan beberapa organisasi lain. Pada era menjelang keruntuhan
Orde Baru, Amien adalah cendekiawan yang berdiri paling depan. Tak heran ia kerap dijuluki Lokomotif Reformasi.
Terjun ke politik
Akhirnya setelah terlibat langsung dalam proses reformasi, Amien
membentuk Partai Amanat Nasional (PAN) pada 1998 dengan platform
nasionalis terbuka. Ketika hasil pemilu 1999 tak memuaskan bagi PAN,
Amien masih mampu bermain cantik dengan berhasil menjadi ketua MPR.
Posisinya tersebut membuat peran Amien begitu besar dalam perjalanan
politik Indonesia saat ini. Tahun 1999, Amien urung maju dalam pemilihan
presiden. Tahun 2004 ini, ia maju sebagai calon presiden dan meraih
hampir 15% suara nasional.
Pada
2006 Amien turut mendukung evaluasi
kontrak karya terhadap PT.
Freeport Indonesia. Setelah terjadi
Peristiwa Abepura, Kepala
Badan Intelijen Negara (BIN)
Syamsir Siregar secara tidak langsung menuding Amien Rais dan
LSM terlibat dibalik peristiwa ini. Tapi hal ini kemudian dibantah kembali oleh Syamsir Siregar.
[1]
Pada Mei 2007, Amien Rais mengakui bahwa semasa kampanye
pemilihan umum presiden pada tahun 2004, ia menerima dana non bujeter
Departemen Kelautan dan Perikanan dari Menteri Perikanan dan Kelautan
Rokhmin Dahuri sebesar
Rp 200 juta. Ia sekaligus menuduh bahwa pasangan calon presiden dan
wakil presiden lainnya turut menerima dana dari departemen tersebut,
termasuk pasangan
Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla yang kemudian terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.
[2][3]
Referensi