Kenyataan pahit yang memporak-porandakan doqma keadilan sahabat yang menjadi tonggak doktrin sebagian mazhab adalah kenyataan bahwa ternyata Nabi saw. tidak jarang melaknati dan bersikap marah kepada para sahabat beliau, tentunya yang membangkang dan menentang!
Di antara dokumen rahasia yang membongkar kenyataan pahit ini adalah:
Bahwa di hari-hari terakhir kehidupan Rasulullah saw. beliau mempersiapkan sebuah pasukan besar yang melibatkan para pemuka sabahat Muhajirin dan Anshar, di bawah pimpinan panglima muda bernama Usamah ibn Zaid ibn Haritsan- putra anak angkat Rasulullah saw-, akan tetapi sayangnya sebagian sahabat enggan bergabung meskipun telah diperintah berkali-kali oleh Rasulullah saw. bahkan dalam keedaan sakit beliau memaksa diri menaiki mimbar dengan dipikul Imam Ali as. Abbas paman beliau, dalam pidato itu beliau saw. menegaskan kembali agar pasukan segera diberangkatkan dan beliau mengatakan, “Berangkatkan pasukan Usamah, semoga Allah melaknat (mengutuk) siapa saja yang enggan berangkat dan bergabung dengan pasukan usamah”.[1]
Dan tidak cukup itu, mereka mengecam Nabi saw. atas pengangkatan Usamah sebagai panglima dalam ekspedisi itu.
Para ulama, diantaranya asy Syahrastani dalam al-Milal wa al-Nihal melaporkan peristiwa itu dan sabda Nabi saw. yang mengutuk mereka yang enngan bergabung dengan pasukan Usamah. Ia adalah sebuah kenyataan pahit dalam sejarah kerasulan Nabi Muhammad saw. yag justru terjadi di hari-hari akhir kehidupan Nabi saw. di tengah-tengah sahabat beliau -yang konon kata riwayat yang belum jelas sumbernya adalah sebaik-baik generasi.
Imam Muslim Juga Meriwayatkan Aksi Pelaknatan Nabi saw. Atas Sahabatnya!
Peristiwa lain yang dapat disebutkan di sini ialah apa yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, bahwa dalam sebuah perjalanan Nabi saw. bersama para sahabat beliau, dalam perjalanan itu beliau berpesan agar tidak seorangpun yang mendahului beliau menuju tempat air yang kebetulan sangat sedikit itu, beliau bersabda “ Jangan seorang mendahului saya ke tempat air itu.” Tetapi anehnya malah ada sekelompok yang dengan sengaja mendahului beliau mengambli air dari tempat. Kata Hudzaifah ra., “Maka Nabi melaknat mereka.”[2]
Ibnu Jakfari berkata:
Kami tidak mengerti apa kira-kira komentar dan tanggapan para ulama yang mengusung konsep keadilan seluruh Sahabat terhadap pelaknatan Nabi saw. atas para Sahabatnya tersebut, apakah mereka harus menyerah di hadapan ketegasan hadis di atas?
Atau mereka menganggapnya sebagai pelaknatan salah sasaran dan tidak akhlaki yang muncul dari kelemahan kontrol Nabi saw. atas nafsunya sehingga beliau melaknat dan mencaci orang-orang yang tidak layak menerimanya? Seperti yang mereka imani berdasarkan riwayat-riwayat yang dishahihkan para muhaddis papan atas mereka (walaupun akal sehat Anda mungkin sulit menerimanya).
Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya menulis sebuah bab dengan judul, bab qaulin Nabi saw., man Âdzaituhu faj‘alhu lahu zakatan wa rahmatan (bab: Ucapan Nabi saw., ‘Barang siapa yang aku sakiti ia maka jadikan ganguan itu baginya sebagai penyuci dan rahmat). Dalam bab itu ia menyebutkan satu hadis dari Abu Hurairah, ia mengaku mendengar Nabi saw. bersabda:
اللَّهُمَّ فَأَيُّما مُؤْمِنٍ سَبَبْتُهُ فَاجْعَلْهُ لَهُ قُرْبَةً إليكَ يومَ القيامَةِ.
Ya Allah, siapapun dari kaum mukmin yang aku caci maki dia maka jadikan caci makian itu untuknya sebagai qurbah (kebaikan yang mendekatkan) kepada-Mu kelak di hari kiamat.[3]
Dalam Shahih Muslim pada Kitab al-Birr wa ash Shilah Wa al-Âdâb (Kitab Kebajikan, Kebaikan dan Sopan Santun), Imam Muslim menulis sebuah bab dengan judul Man La’anahu an Nabi saw. Aw Sabbahu Aw Da’a ‘Alaihi Wa Liasa Huwa Ahlan Lidzâlika Kâna Lahu Zkatan Wa Ajran Wa rahmatan (Orang yang dilaknat, dicaci-maki atau dido’akan celaka/jelek oleh Nabi saw. sedangkan orang itu tidak layak (diperlakukan seperti itu maka laknatan, caci-makian dan doa itu menjadi penyuci, pahala dan rahmat baginya). Dalam bab tersebut Muslim menyebutkan belasan hadis yang menegaskan isu yang kemudian beubah menjadi akifdah Sunni itu.
Ibnu Hajar Mempertegas!
Dalam keterangannya, Ibnu Hajar mengutip banyak hadis yang mendukung hadis di atas, dan sebagiannya menegaskan bahwa yang dimaksud dengannya adalah orang yang dicaci-maki atau dilaknat atau disakiti atau dicambuk itu adalah orang yang sebenarnya tidak berhak mendapatkan perlakuan buruk tersebut dari Nabi saw.. Karena beliau adalah manusia biasa, maka sebab itu hal-hal di atas tidak terelakkan lagi dari kehidupan beliau seperti juga orang-orang lain yang tidak mampu mengontrol hawa nafsunya!!
Jadi kerena para sahabat itu tidak layak Nabi laknat dan laknatan Nabi itu salah sasaran, maka ia secara otomatis berubah menjadi keutamaan; pelebur dosa dan meninggikan derajat!![4]
Kata para ulama itu, kebiasaan buruk mencaci, melaknat dan mendoakan sembarangan atas orang lain itu sulit ditinggalkan Nabi saw. lantara beliau juga manusia biasa!! Seorang Nabi juga manusia biasa!! Selamat atas Umat Islam yang memiliki Nabi bermental seperti itu!!
Bukankah keyakinan seperti itu terhadap Nabi saw. termasuk melecehkan derajat Nabi Muhammad saw.?!
Jawabnya saya serahkan kepada Anda….
Referensi:
[1] Al-Milal wa al-Nihal, mukaddimah ketiga. Vol.1,23.
[2] Shahih Muslim. 17,125-126.
[3] Fathu al-Bari.11,143-144.
[4] Baca dalam Syarah Shahih Muslim dan lainnya.
(Jakfari/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email