Pesan Rahbar

Home » » Kitab Ibnu Katsir (No.3 Hal.506 dan No.4 Hal.517), Fathul Qadir (No.4 Hal.298-300 dan No. 4 Hal.302-303), Durr al Mantsur (No.5 Hal.403-404), Ma’alim At Tanzil (No.55 Hal.273): Bukti Sahabat Mengancam Nabi Saw Dengan Mau Menikahi Istri Tercintanya! Astaghfirullah

Kitab Ibnu Katsir (No.3 Hal.506 dan No.4 Hal.517), Fathul Qadir (No.4 Hal.298-300 dan No. 4 Hal.302-303), Durr al Mantsur (No.5 Hal.403-404), Ma’alim At Tanzil (No.55 Hal.273): Bukti Sahabat Mengancam Nabi Saw Dengan Mau Menikahi Istri Tercintanya! Astaghfirullah

Written By Unknown on Sunday, 5 March 2017 | 03:55:00


Tiada seorang nabi yang diganggu kaumnya seperti Nabi Muhammad saw. diganggu kaumnya!

Dan tiada nabi yang lebih sabar dari Nabi Muhammad saw. dalam menghadapi gangguan kaumnya, baik yang kafir maupun yang munafik atau yang lemah imannya!

Serta tiada dosa melebihi dosa mengganggu Allah dan Rasul-Nya! Allah melaknat dan mencampakkan ke dalam siksa pedih-Nya sesiapa yangberani-berani mengganggu rasul-Nya!

Allah SWT. berfirman:

إِنَّ الَّذينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَ رَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيا وَ الْآخِرَةِ وَ أَعَدَّ لَهُمْ عَذاباً مُهيناً.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. al Ahzâb[33] ;57)


Keterangan:

Tentang ayat di atas, Ibnu Katsir berkata, “Allah berfirman sembari mengancam dan manjanjikan siksaan atas sesiapa yang mengganggu-Nya dengan melanggar perintah-perintah-Nya dan menerjang larangan-larangan-Nya serta berterus-terus dalam melanggar. Allah juga mengancam sesiapa yang mengganggu Rasul-Nya dengan menisbatkan aib atau cacat –kami berlindung kepada Allah darinya-…. .” Dan setelah menyebutkan perselisihat pendapat para ahli tafsir tentang siapa atau kelompok mana yang dimaksud dengannya, di antaranya adalah pendapat Ibnu Abbas ra. bahwa yang dimaksud dengannya adalah para sahabat yang mengganggu Nabi saw. terkait dengan pernikahan beliau saw. dengan Shaifyah binti Huyai ibn Akhthab, ia melanjutkan, “Yang zahir bahwa ayat itu bersifat umum untuk siapapun yang mengganggu beliau dengan bentuk gangguan apapun. Maka barang siapa mengganggu beliau berarti ia benar-benar telah mengganggu Allah. Sebagaimana ta’at kepada beliau adalah ta’at kepada Allah.”[1]

Asy Syaukani menjelaskan makna mengganggu dengan: “Tindakan apapun yang tidak disukai Allah dan rasul-Nya berupa maksiat. Sebab mustahil Allah terganggu. Adapun makna la’nah (laknat) adalah diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah. Dan Allah menjadikan ganjaran itu di dunia dan di akhirat agar mereka diliputi laknat sehingga tidak tersisa waktu hidup dan mati mereka melainkan laknat/kutukan Allah mengena dan menyertai mereka.”[2]

Dalam ayat di atas Allah menegaskan bahwa siapapun yang mengganggu Rasulullah saw. berarti ia menganggu Allah, sebab seorang rasul selaku rasul tidak lain adalah utusan Allah, maka siapapun yang mengganggunya berarti sebenarnya ia sedang bermaksud mengganngu Allah. Dan Allah mencancam bagi yang mengganngu-Nya dan mengganggu Rasul-Nya dengan kutukan/ laknatan yang akan mengena dan menyertainya di sepanjang kehidupan dunia dan akhiratnya, selain Allah siapkan siksa yang menghinakan kelak di hari kiamat ketika mereka dicampakkan ke dalam api neraka!

Allah mengancamnya dengan laknat yang artinya –seperti telah disebutkan- adalah diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah SWT. Dan rahmat Allah yang khusus bagi kaum Mukmin adalah berbentuk bimbingan kepada keyakinan yang benar/haq dan hakikat keimanan yang akan diikuti dengan amal shaleh. Jadi dijauhkan dari rahmat di dunia berkonsekuensi terhalanginya orang tersebut dari mendapatkan rahmat tersebut di atas sebagai balasan atas kejahatannya. Dan ia akan menyebabkan terkuncinya hati dari menerima kebenaran, seperti ditegaskan dalam firman-Nya:

لَعَنَّاهُمْ وَ جَعَلْنَا قُلُوبَهُم قاسِيَةً.

“Kami laknati mereka dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (QS. Al Mâidah [5];13)

Sebagaimana mata hati mereka menjadi buta dan telinga battin mereka menjadi tuli. Allah SWT berfiaman:

أُلئكَ الذين لَعَنَهُمُ اللهُ فَأَصَمَّهُم و أَعْمَى أَبْصارَهُمْ.

“Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan penglihatan mereka.” (QS. Muhammad [47];23)

Inilah ganjaran mereka yang menggangggu Rasulullah saw. di dunia. Adaapun ganjarang atas mereka di akhirat nanti adalah dijauhkan dari rahmat kedekatan Allah. Mereka dihalau dari mendapat anugrah-Nya. Dan setelah itu Allah menambahkan lagi dengan firman-Nya: “dan (Allah) menyediakan baginya siksa yang menghinakan.”

Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang menghinakan mereka, karena daahulu di dunia mereka mengganggu Rasulullah saw. sebagai bentuk kecongkakan mereka terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka sekarang mereka dibalas dengan kehinaan abadi.


Salah Satu Bentuk Mengganggu Nabi saw.

Para ulama ahli tafsir Sunni menyebutkan bahwa di antara sikap yang mengganggu dan menyakitkan hati Nabbi saw. adalah ucapan sebagian sahabat bahwa ia akan menikahi seorang dari istri beliau saw. jika nanti beliau mati. Maka Allah merekam sikap tidak senonoh tersebut dalam firman-Nya:

وَ ما كانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَ لا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْواجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَداً إِنَّ ذلِكُمْ كانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظيماً.

“….Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.” (QS. al Ahzâb[33];53).


Keterangan:

Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah (dengan melanggar perintahnya baik yang terkait dengan sikap kalian terhadap istri-istri beliau atau dalam masalah-masalah lain) dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu ( menikahi istri-iastri beliau sepeninggal beliau) adalah (dosa yang) amat besar (dosanya) di sisi Allah.

Ayat ini mengesankan secara kuat bahwa sebagian sahabat telah menyebut-nyebut niatan/ucapan yang disebut di dalamnya bahwa ada di antara mereka yang berniat menikahi istri-istri Nabi saw. sepeninggal beliau saw.

Beberapa riwayat telah direkan para Ahli Hadis bahwa yang berbicara tidak sononoh itu adalah salah seorang sahabat Nabi saw. Sementara beberapa riwayat lainnya menegaskan bahwa sahabat yang dimaksud adalah Thalhal ibn Ubaidillah.

Jalaluddin as Suyuthi menyebutkan dalam kitab tafsir ad Durr al Mantsûr-nya delapan riwayat dalam masalah ini dari para muhaddis kenamaan Ahlusunnah, di antaranya adalah:

(1) Ibnu Jarir ath Thabari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, “Ada seorang datang menemui salah seorang istri Nabi saw. lalu berbincang-bincang dengannya, ia adalah anak pamannya. Maka Nabi saw. bersabda, ‘Jangan kamu ulang lagi perbuatan ini setelah hari ini!’ Ia menjawab, ‘Wahai Rasulullah! Dia adalah anak pamanku dan aku tidak berbincang-bincang yang munkar kepadanya dan dia pun tidak berbicara yang munkar kepadaku.’ Nabi saw. bersabda, ‘Aku mengerti itu. Tiada yang lebih cemburu dibanding Allah dan tiada seorang yang lebih pecemburu dibanding aku.’ Lalu ia meninggalkan Nabi kemudian berkata, ‘Dia meralangku berbincang-bincang dengan anak pamanku, jika ia mati aku benar-benar akan menikahinya.’ Maka turunlah ayat itu. …. “

(2) Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari as Siddi ra., ia berkata, “Telah samapai kepada kami berita bahwa Thalhah berkata, ‘Apakah Muhammad menghalang-halangi kami dari menikahi wanita-wanita suku kami, sementara ia menihaki wanita-wanita kami setelah kematian kami? Jika terjadi sesuatu atasnya (mati_maksudnya) aku akan nikahi istri-istrinya.” Maka turunlah ayat ini.

(3) Abdurrazzâq, Abdu ibn Humaid dan Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Qatadah ra., ia baerkata, “Thahlah berkata, ‘Jika Nabi wafat aku akan nikahi ‘Aisyah ra.” maka turunlah ayat: Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri- istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat… “

(4) Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Abu Bakar ibn Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm tentang firman Allah: Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri- istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat….”, ia berkata, “Ayat ini turun untuk Thalhah ibn Ubaidillah, sebab dia berkata, ‘Jika Rasulullah saw. aku akan nikahi Aisyah ra.’”[3]

Wallahu A’lam.


Khulashah:

Dari keterangan di atas dimengerti bahwa karenan Allah SWT. tidak mungkin menimpa-Nya gangguan apapun baik secara fisik maupun non fisik karena Dzat Allah Maha suci dari mengalami itu semua. Maka Allah menetapkan manusia-manusia suci pilihan-Nya sebagai barometer gangguan kepada Allah. Nabi Muhammad saw. adalah barometer tersebut! Sesiapa yang mengganggu Nabi Muhammad saw. maka berarti ia benar-benar telah mengganggu Allah SWT. Sebab beliau adalah duta Allah dan hamba pilihan-Nya!


Referensi:

[1] Tafsir al Qur’an al Adzîm; Ibnu Katsir,4/517.

[2] Fathul Qadîr,4/302-303.

[3] Baca ad Durr al Mantsûr,5/403-404, Tafsir Fathul Qadîr,4/298-300, tafsir Ibnu Katsir,3/506, Tafsir Ma’âlim at Tanzîl,5/273, dll.

(Jakfari/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: