Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Malang. Show all posts
Showing posts with label Malang. Show all posts

Karangploso Malang Tempat Pendidikan Gerakan ISIS


Riduansyah dan kawan-kawan yang tertangkap tersebut berasal dari Sulawesi dan Kalimantan. Mereka dilatih selama 1-3 tahun di desa Tegalgondo sebelum diberangkatkan ke Suriah.
 
Simpatisan ISIS nampaknya tumbuh sumbur di kabupaten Malang, Jawa Timur. Bukan hanya sekedar menjaring simpatisan ISIS bahkan menjadikan kawasan itu sebagai salah satu tempat pendidikan pengikut gerakan Takfiri.

Menukil laporan Radar Malang cetak, pada Sabtu, 16/05/15, mereka dilatih dan diberi pengetahuan sebelum diberangkatkan ke Suriah. Masih menurut Radar Malang, simpatisan ISIS dari seluruh Indonesia sebelum diberangkatkan ke Suriah mendapatkan pendidikan di pondok Qurani Jundullah.

Pondok ini lokasinya berada di belakang kampus III Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), tepatnya berada di dusun Gondang, desa Tegal Gondo, Kecamatan Karang Ploso.

Terbongkarnya tempat pendidikan ISIS diketahui setelah tertangkapnya rombongan Muhammad Riduansyah di bandara Juanda pada kamis 14/05/15 lalu, yang merupakan buronan badan intelijen negara (BIN) dan 5 orang lainnya yang berencana terbang ke malaysia menuju Turki, dan selanjutnya menuju ke Suriah.

Riduansyah dan kawan-kawan yang tertangkap tersebut berasal dari Sulawesi dan Kalimantan. Mereka dilatih selama 1-3 tahun di desa Tegalgondo sebelum diberangkatkan ke Suriah.

Setelah terbongkar,  papan nama pondok Jundullah sudah tidak terpasang lagi di depan pintu gerbang pondok. Penduduk setempat mengaku tidak tahu menahu tentang aktivitas pondok tersebut, karena selama ini memang tertutup untuk umum dan tidak semua orang bisa masuk ke pondok Qurani Jundullah.
(Islam Times/Shabestan/ABNS)

Sedang Darurat, Mahasiswa Papua Demo Ragukan Presiden Jokowi

Alisasi Mahasiswa Papua melakukan unjuk rasa di depan DPRD Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (19/5/2015). Aksi ini untuk menyambut Konferensi Tingkat Tinggi Melanesian Spearhead Grup (MSG) pada 21 Mei 2015.

Aliansi Mahasiswa Papua di Malang, Jawa Timur menggelar demonstrasi terkait akses jurnalis Internasional di pulau mereka.
Menurut mahasiswa Paua, upaya Presiden Joko Widodo untuk membuka jurnalis asing tersebut masih sebatas wacana.

Unjuk rasa itu berlangsung di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, Selasa (19/5/2015). Unjuk rasa ini dilakukan lebih dari 20 mahasiswa asal Papua di berbagai perguruan tinggi di Malang.

Wilson Nawipa selaku juru bicara memaparkan, keputusan Presiden Jokowi membuka akses jurnalis asing belum memuaskan masyarakat Papua.
Ini disebabkan kenyataan kehidupan kebebasan pers Papua selama 53 tahun menjadi bagian dari Indonesia sangat buruk.

Menurut Wilson, masyarakat Papua selama ini dijauhkan dari kehidupan dunia internasional.Tak hanya kehidupan internasional, media di Papua juga sulit mendapatkan akses. Ini membuat peristiwa kekerasan dan kebrutalan militer di Papua tak terdengar, atau dibungkam.
"Akses jurnalis ke Papua selama ini cenderung untuk merayu rakyat Papua," tambah Wilson.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo memastikan untuk membuka akses jurnalis internasional di Papua saat menghadiri panen raya, Kampung Wameko, Hurik, Merauke pada 10 Mei 2015.

Kala itu ia menyatakan bahwa jurnalis bebas meliput berbagai macam hal di Papua. Jurnalis asing juga tak perlu meminta izin khusus dari Kementerian Luar Negeri untuk meliput di Papua.

Walau demikian, pernyataan Joko Widodo itu masih belum ditindaklanjuti hingga kini. Kata Wilson, belum ada informasi, atau aturan baru di Papua terkait mekanisme peliputan para Jurnalis asing di sana.
Selain berbicara soal akses jurnalis di Papua, aliansi ini juga menyerukan perlidungan terhadap etnis Melanesia atau Papua Melanosoid.

Berdasar Data United Liberalition Movement for West Papua (ULMWP) sebanyak 269 aktivis ditangkap, sepanjang 30 Maret-1 Mei 2015.

Menurutnya, Papua kini dalam kondisi darurat sipil. Ini menyusul penembakan aparat militer terhadap Leonardus Magai Yogi. Aksi penembakan terjadi menjelang Konferensi Tingkat Tinggi Melanesian Spearhead Group (MSG).

Dengan latar belakang itu, mereka pun mendukung Kemerdekaan West Papua. Bahkan, kata Wilson, negara di kawasan Melanesia juga mendukung kemerdekaan Papua.

Negara Melanesia itu seperti Papua New Ginie, Fiji, Vanuatu, Solomon Island dan New Caledonia.
ULMWP, katanya, merupakan representasi rakyat papua. Mereka menyerukan dan mendukung penuh keanggotaan West Papua di MSG. Deklarasi tersebut akan disampaikan secara serentak di 9 Negara dan 20 Kota pada 21 Mei mendatang.

"Warga Sorong sampai Merauke mendukung keluar dari Negara Indonesia," lanjutnya.
Meski demikan, demonstrasi para mahasiswa ini berlangsung lancar dengan pengawalan sekitar 50 polisi dari Polresta Malang.

Mereka dengan bebas berorasi di sekitar Tugu Kota Malang, memperlihatkan berbagai poster dukungan seperti
"West Papua Back to Family", "Stop Pemusnahan Etnis Melanesia", "West Papua for MSG", "TNI Polri Stop Diskriminasi dan Intimidasi", dan "Segera Buka Akses Jurnalis Internasional."

(Adrianus Adhi)

(Source)


Karangploso Malang Tempat Pendidikan Gerakan ISIS


Riduansyah dan kawan-kawan yang tertangkap tersebut berasal dari Sulawesi dan Kalimantan. Mereka dilatih selama 1-3 tahun di desa Tegalgondo sebelum diberangkatkan ke Suriah.
 
Simpatisan ISIS nampaknya tumbuh sumbur di kabupaten Malang, Jawa Timur. Bukan hanya sekedar menjaring simpatisan ISIS bahkan menjadikan kawasan itu sebagai salah satu tempat pendidikan pengikut gerakan Takfiri.

Menukil laporan Radar Malang cetak, pada Sabtu, 16/05/15, mereka dilatih dan diberi pengetahuan sebelum diberangkatkan ke Suriah. Masih menurut Radar Malang, simpatisan ISIS dari seluruh Indonesia sebelum diberangkatkan ke Suriah mendapatkan pendidikan di pondok Qurani Jundullah.

Pondok ini lokasinya berada di belakang kampus III Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), tepatnya berada di dusun Gondang, desa Tegal Gondo, Kecamatan Karang Ploso.

Terbongkarnya tempat pendidikan ISIS diketahui setelah tertangkapnya rombongan Muhammad Riduansyah di bandara Juanda pada kamis 14/05/15 lalu, yang merupakan buronan badan intelijen negara (BIN) dan 5 orang lainnya yang berencana terbang ke malaysia menuju Turki, dan selanjutnya menuju ke Suriah.

Riduansyah dan kawan-kawan yang tertangkap tersebut berasal dari Sulawesi dan Kalimantan. Mereka dilatih selama 1-3 tahun di desa Tegalgondo sebelum diberangkatkan ke Suriah.

Setelah terbongkar,  papan nama pondok Jundullah sudah tidak terpasang lagi di depan pintu gerbang pondok. Penduduk setempat mengaku tidak tahu menahu tentang aktivitas pondok tersebut, karena selama ini memang tertutup untuk umum dan tidak semua orang bisa masuk ke pondok Qurani Jundullah.

(Source)

Gelombang Sejarah Radio

Radio Philips Tombstone produksi Belanda 1930-1940-an.

Radio hadir di negeri ini hampir seabad lalu.
OLEH: WENRI WANHAR

SETIAP tanggal 11 September diperingati sebagai Hari Radio karena pada tanggal itu, 69 tahun lalu, kali pertama Radio Republik Indonesia (RRI) mengudara. Radio tersebut hasil merebut kantor radio Jepang (Hosokyoku). Stasiun RRI yang pertama di Jawa ada delapan buah, yakni bekas Hosokyoku, di Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang.

Pada masa revolusi (1945-1949), selain RRI, dikenal juga radio-radio perjuangan. Di antaranya Radio Pemberontakan di Surabaya, Malang, dan Solo, di mana Bung Tomo mengobarkan semangat perjuangan; Radio Internasional Indonesia di Kediri; Gelora Pemuda di Madiun; Radio Militer dan Radio Indonesia Raya di Yogyakarta; Radio Perjuangan di Semarang; dan Rimba Raya di Aceh.

Sejarah radio di negeri ini sebetulnya sudah dimulai sejak 91 tahun silam. Gubernur Jenderal de Fock meresmikan pemancar radio Malabar di Bandung pada 5 Mei 1923. Inilah stasiun radio pertama yang menghubungkan Belanda dan Hindia Belanda. (Baca: Malabar Bubar ditangan Laskar)
*****
Malabar Bubar di Tangan Laskar

Radio Malabar, 1915. Foto: KITLV.

Simbol paling ampuh radio kolonial. Hancur-lebur di tangan Republiken.
OLEH: WENRI WANHAR

BANDUNG, 5 Mei 1923. Pagi-pagi sekali Gubernur Jenderal de Fock beserta rombongan keluar dari penginapan di hotel Preanger. Iring-iringan kendaraan bergerak melintasi Dayeuhkolot ke arah perbukitan Bandung Selatan. Setelah melampaui Ciwidey, sampailah mereka di kaki Gunung Malabar.

Hari itu de Fock meresmikan pemancar radio Malabar, “stasiun radio pertama yang menghubungkan Belanda dan Hindia Belanda,” tulis Haryadi Suadi dalam Riwayat Radio Republik Indonesia.
Pemancar Malabar dibangun Cornelius Johannes de Groot (1883-1927), alumnus teknik listrik dan rekayasa mekanis Delftse Polytechnische School, Karlsruhe, Jerman.

“Dalam disertasi yang berjudul Radiotelegrafie In The Tropen, Groot mengemukakan perlunya hubungan radio secara langsung antara Nederland dan Hindia Belanda. Dia yakin, secara teknis hal itu bisa dilakukan,” tulis buku The Year-book of Wireless Telegraphy & Telephony terbitan Marconi Press Agency Limited, 1920.

Pria bertubuh tambun itulah yang memimpin Departemen Pos Telepon dan Telegraph (PTT) Hindia Belanda melakukan serangkaian percobaan komunikasi radio untuk menghubungkan Hindia Belanda dengan Belanda.
Akhir 1916, Groot mulai mendirikan pemancar di kaki Gunung Malabar. Perangkat teknologinya dipesan dari perusahaan elektronik Telefunken, Jerman. Medan yang berat tak menyurutkan langkahnya. Peralatan berat berupa besi-besi dan mesin-mesin diangkut lewat jalan kecil, menanjak dan berliku ke lokasi pemasangan antena yang terjal.

Berbeda dari pemasangan antena pada umumnya, Groot merentangkan antena pada dua sisi lereng gunung sepanjang kurang lebih duaribu meter. Ketinggian rentangan kabel rata-rata 250-750 meter di atas permukaan laut, atau rata-rata 350 meter di atas permukaan tanah.

Perjuangan Groot tak sia-sia. Dia berhasil menghubungkan Belanda dan Hindia Belanda. Ini menandai titik tolak kemajuan dunia telekomunikasi penyiaran. Sejawaran Rudolf Mrazek, penulis buku Engineers of Happy Land, menyebut pemancar Malabar di pegunungan Jawa Barat adalah titik fokus alamiah dan simbol paling ampuh radio Hindia Belanda.

Groot meningal dunia pada 1 Agustus 1927. Namanya diabadikan oleh Walikota Bandung B. Coops sebagai nama jalan di kota itu: Dr de Grootweg (kini Jalan Siliwangi).
Kini, Groot dan pemancar Malabar hanya tinggal cerita. Kompleks stasiun radio Malabar yang megah itu hancur-lebur saat meletus peristiwa Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946. “Saya yang menghancurkan,” kata Entang Muchtar, dikutip Her Suganda dalam Jendela Bandung.

Entang bersama tiga kawannya menghancurkan stasiun radio Malabar dengan dinamit setelah mendapat perintah dari Mayor Daan Yahya. “Bumi seakan terguncang dan suara ledakan sangat memekakkan telinga. Ledakan pertama disusul ledakan-ledakan berikutnya sehingga seluruh bangunan luluh-lantak.”

*****
Empat tahun kemudian, Belanda melakukan percobaan siaran radio gelombang pendek (shortwave atau SW) melalui pemancar PCJ dari laboratorium Philips di Eindhoven ke Hindia Belanda. Merujuk situs Radio Nederland Wereldomroep, sewaktu melakukan siaran percobaan itu, almanak bertanggal 11 Maret 1927.
Untuk memuluskan ujicoba tersebut, beberapa hari sebelumnya pihak Belanda telah mengantar sebuah pesawat radio tombstone merek Philips seri 703 A kepada Sri Mangkunegara VII, penguasa Pura Mangkunegaran. Penguasa Keraton Solo itu mempercayakan Ir Sarsito melayani radio itu.

Sejumlah orang berkumpul di Pura Mangkunegaran, Surakarta. Sekian pasang mata tertuju pada Sarsito yang nampak hati-hati, putar-putar tuning mencari baris gelombang yang selaras. Terdengar suara bersuit-suit sangat keras. Terkadang menggelegar seperti geluduk. Tapi lebih sering, “menggero sebagai mengaumnya harimau. Maka terkejutlah sekalian pendengar karena ketakutan,” tulis SRV Gedenkboek, 1936.

Begitu Sarsito menemukan gelombang yang tepat, terdengar suara orang berkata-kata. Sekali pun hanya berbisik-bisik, sekalian pendengar senang dan tertawa. Ketika mendengar suara musik yang tiada ketahuan siapa yang memainkannya, tercenganglah mereka. Itulah kali pertama orang-orang di Pura Mangkunegaran melihat dan mendengar radio.

Dua puluh hari kemudian, Ratu Wilhelmina menyapa rakyat di wilayah koloninya dari laboratorium radio Philips. Siaran internasional yang dipancarkan secara live pada 31 Maret 1927 itu berhasil ditangkap di Australia, Amerika Latin, Afrika dan Asia Tenggara, termasuk di Pura Mangkunegaran, Surakarta.
Sarsito, dalam Triwindoe Mangkunegoro VII Gedenkboek (1939) menceritakan, malam  itu orang-orang di Pura Mangkunegaran berkumpul di Prangwedanan bersama Mangkunegara VII dan permaisuri Gusti Ratu Timur. Mereka mendengarkan siaran langsung pidato Ratu Wilhelmina. “Itu adalah suatu saat yang tak terlupakan,” kenang Sarsito.

Setelah pidato live Sang Ratu, selain bertalian dengan kepentingan politik kolonial, Philips melihat prospek bisnis. Semenjak itu, “Philips langsung memproduksi radio secara massal,” kata Didi Sumarsidi, ketua komunitas pecinta radio kuno Padmaditya, kepada Historia di sela pembukaan pameran radio lama bertajuk Layang Swara, di Bentara Budaya Jakarta, 24 April lalu. 

Situs resmi Philips melansir, mereka mulai serius memproduksi radio sejak 1927. Hingga 1932, Philips telah menjual satu juta radio dan langsung menjelma jadi produsen radio terbesar di dunia. Bahkan Philips mendirikan pabrik di Hindia Belanda.

Terkait Berita: