Pertemuan media Islam dengan BNPT.
berikut dialog Al Irsyad dengan wakil BNPT:
Al irsyad : Jangan2 ini pesanan syiah…karena situs2 yang bapak blokir itu…semua menentang syiah…jangan2 itu alasannya…iya pak???
BNPT : Kami belum bisa menjawab…
Ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Pusat Ustadz Athian Ali M.
Da’i, MA menyayangkan sikap BNPT menutup sejumlah situs media Islam yang
dituduh sebagai situs radikal. Akan tetapi, BNPT melupakan Syiah.
Sebuah kelompok dinilai Ustadz Athian berpotensi menggulingkan
pemerintah.
“Kita menganggap kelompok Syiah ini adalah kelompok radikal yang
berpotensi untuk melakukan revolusi, karena tidak ada Syiah tanpa
revolusi,” tegasnya saat kepada Jurniscom, rabu (1/4/2015.
Alasannya, menurut Ustadz Athian, salah satu rukun iman Syiah adalah
Imamah dan salah satu rukun Islam adalah wilayah. “Dan (revolusi-red)
itu sudah mereka lakukan di Irak, di Libanon, di Suriah, yang terahir di
Yaman,” katanya sembari menambahkan hal tersebut sangat mungkin terjadi
di Indonesia.
“Jadi, mestinya kelompok ini yang seharusnya diawasi. Kelompok ini
berpotensi melakukan revolusi, bukan terorisme lagi,” ungkapnya.
Makin masifnya gerakan anti-Syiah di Indonesia menciptakan kekhawatiran
tersendiri bagi peneliti terorisme di Asia Tenggara, Sidney Jones.
Penasihat senior International Crisis Group (ICG) di Indonesia ini
mengungkapkan bahwa jika hal ini terus dibiarkan, Muslim Syiah Indonesia
bukan tak mungkin akan menjadi target baru terorisme.
Dalam wawancara dengan wartawan
Media ABI, Sidney Jones
menengarai konflik Suriah yang dipersepsi oleh kelompok teroris sebagai
konflik Sunni-Syiah –meski sudah jelas Basshar sendiri bukan Syiah– bisa
mengubah peta terorisme di Indonesia. “Saya khawatir konflik Suriah
yang ditafsirkan di sini sebagai konflik Sunni-Syiah (oleh kelompok
radikal). Bisa saja terjadi target Syiah akan naik dalam kalkulasi para
teroris di Indonesia,” terang dia.
Hal lain yang juga dikhawatirkannya adalah upaya kelompok radikal
mengirimkan warga Indonesia ke Suriah untuk membantu pemberontak di
negara itu. “Ini artinya, akan ada generasi teroris yang akan kembali ke
Indonesia. Mungkin seperti alumni Afghanistan dulu yang ternyata bisa
mengubah pola terorisme di Indonesia.”.
Lebih lanjut dia menambahkan, “Mereka akan bisa melakukan aksi yang jauh lebih dahsyat terhadap kelompok-kelompok ini (Syiah).”.
“Pernah ada satu perencanaan aksi terorisme terhadap Syiah di Indonesia
yang dipimpin oleh Abu Umar. Saat mereka ditangkap, mereka sudah membuat
survei beberapa lembaga Syiah di Jakarta. Sejak saat itu muncul daftar
77 lembaga Syiah yang kemudian tersebar melalui facebook dan baru-baru
ini dimuat di situs voaislam.com. Ini bisa mendorong kelompok-kelompok
jihadi untuk menyerang Syiah,” tambahnya.
Saat ditanya mengapa tiba-tiba saja muncul fenomena propaganda masif
kebencian terhadap Syiah ini, Sidney sendiri merasa heran. Ia mengaku
sebelumnya tak pernah memikirkan bahwa Syiah akan menjadi target
terorisme di Indonesia. “Saya tidak tahu. Tetapi saya kira tidak dari
rasa kebencian masyarakat Indonesia sendiri. Karena masyarakat Indonesia
adalah orang-orang yang sudah berabad-abad hidup rukun dan bertoleransi
terhadap Syiah.”.
Jika bukan asli dari masyarakat Indonesia yang memang selama
berabad-abad tercatat hidup damai bersama Syiah, lalu dari manakah
propaganda masif yang tiba-tiba saja muncul mengobarkan kebencian
sektarian terhadap Syiah ini?
Belakang ini opini-opini yang dihembuskan Wahabi seolah-olah
Indonesia darurat Syi’ah, padahal Indonesia sudah darurat Wahabi. Wahabi
membuat Indonesia seolah-olah dipenuhi Syi’ah, sebab Wahhabi lah yang
paling getol gembar-gembor menyatakan Syi’ah kafir. Mereka juga pasang
spanduk dimana-mana.
Syi’ah juga seolah-seolah jumlahnya banyak karena
Aswaja / Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai umat Islam terbesar di Indonesia dituduh Syi’ah. Bila penganut Aswaja yang dituduh Syi’ah maka tentu saja terlihat banyak.
Wahabi secara mutlak mengkafirkan Syi’ah. Berbeda dengan Aswaja yang
masih mengklasifikasi kelompok Syi’ah. Konsekuensi dari mengkafirkan
yang mereka lakukan itu berarti Halal darahnya atau boleh dibunuh. Dalam
hal ini, Wahabi sedang mencari legitimasi untuk melakukan pembunuhan
terhadap Syi’ah.
Siapa yang akan jadi korban?. Korban utama dan terbanyak adalah
Ahlussunnah wal Jama’ah
(Aswaja), sebab Aswaja sebagai kelompok umat Islam terbesar pun dituduh
Syi’ah dan pembela Syi’ah oleh Wahabi, akhirnya darahnya dihalalkan
pula oleh Wahabi.
Bila sudah dihalalkan maka akan ada aksi bunuh-membunuh. Akhirnya Indonesia kacau, terjadilah konflik
sektrarian seperti di Libya, Suriah dan lain-lain yang tak ada ujung berakhirnya.
Semoga Allah melindungi negeri kita dari orang-orang jahat.
Kita umat Islam saat ini sudah aman, shalat aman tidak diganggu,
tidak ada bom meledak tiap hari, tidak ada bangunan hancur karena bom
tiap hari, kita aman pergi ke pasar tanpa takut tembakan, kita aman
bersekolah, kita aman mengaji, kita aman bertani, kita aman berdagang,
kita aman naik kendaraan, tidak ada bom mobil, kita aman bekerja di
kantor, kita tidak mengungsi akibat perang yang tidak berkesudahan.
Maka waspadailah pihak-pihak yang berusaha meng-import konflik
sektarian Timur Tengah ke negeri Indonesia yang aman ini.
Mengapa konflik sektarian di munculkan? Siapa yang memiliki kepentingan ?
Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA,
Bob Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam
menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “
A Plan to Devide and Destroy the Theology”, Michael mengungkapkan bahwa
CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah.
Hal ini kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “
US Strategy in The Muslim World After 9/11“.
Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus
mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan
AS di Timur Tengah. [
[1]http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,47029-lang,id-c,kolom-t,Di+Balik+Merebaknya+Konflik+Sunni+Syiah+di+Jawa+Timur-.phpx]
___________________
FAISOL RAMDHONI*
Di Balik Merebaknya Konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur
Sabtu, 14/09/2013 09:41
Saat ini publik
Jawa Timur (Jatim) kembali dicengangkan oleh sebuah peristiswa kekerasan
yang berbalut agama. Peristiswa berdarah yang terjadi di Puger ini
sungguh sangat mengejutkan, memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan
banyak pihak.
Belum lama dari meletusnya peristiwa puger ini,
masih segar dalam ingatan publik akan kasus konflik dan isu serupa yang
terjadi di desa Karanggayam dan desa Bluuran kabupaten Sampang. Konflik
yang berujung pada aksi kekerasan massa ini telah menyebabkan
diungsikannya ratusan warga yang diduga pengikut aliran syiah ke
Sidoarjo dengan alasan untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas
masyarakat.
Keterkejutan dan kekhwatiran publik ini sangatlah
beralasan, peristiwa Puger ini meledak di saat proses rekonsiliasi
konflik Sampang masih dalam tahap pematangan. Walaupun sebenarnya
penyelesaian konflik di Puger sudah dilakukan di awal tahun 2012 dengan
ditandatanagninya perundingan damai antar kedua belah pihak. Namun
nyatanya diluar dugaan semua pihak, eskalasi konflik yang melibatkan
kelomok sunni dan kelompok syiah ini meninggi dan terjadilah peristiwa
karnaval berdarah.
Di Jawa Timur, peristiwa konflik bertema
sunni-syiah baik yang terjadi di Jember maupun Sampang ini sepertinya
sebuah kelanjutan mata rantai dari peristiwa serupa yang terjadi di
berbagai daerah di tahun-tahun sebelumnya. Sebut saja, mulai dari
penyerangan sekelompok massa terhadap para pengikut IJABI yang terjadi
di Desa Jambesari Kecamatan Jambesari Darussolah Kabupaten Bondowoso,
pada tanggal 23 Desember2006, insiden penyerangan pesantren YAPI yang
berpaham syiah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan laskar Aswaja
ada tahun 2010-211 di Bangil Pasuruan dan ketegangan-ketengan berskala
kecil yang terjadi Malang.
Fenomena ini sungguh sangat menarik,
dalam artian meskipun ajaran Syiah ini banyak tersebar di Indonesia dan
juga pernah mengalam resistensi di daerah lain seperti di Pandeglang
Provinsi Jawa Barat (6/2/2011) dan Temanggung Provinsi Jawa Tengah
(8/2/2011) namun tidak separah dan sebesar di Jawa Timur. Di Provinsi
ini, eskalasi konflik dengan isu Sunni-Syiah semakin tahun mengalami
peningkatan dan resistensi tehadap ajaran syiah semakin menguat dan
meluas di tengah masyarakat.
Dengan demikian, maka sangatlah
wajar bila kemudian muncul asumsi-asumsi konspiratif yang mengitari
rentetan letusan konflik bertema Sunni-Syiah di Jawa Timur. Bahwa ada
unsur kesengejaan untuk menciptakan dan memelihara konflik Sunni-Syiah
yang melibatkan kekuatan transnasional. Pertanyaannya kemudian “
Benarkah ada keterlibatan kekuatan transnasional di balik konflik
bertema Sunni-Syiah ini serta Mengapa percepatan dan penguatan konflik
berada di Jawa Timur?”
Adalah Dr. Michael Brant, salah seorang
mantan tangan kanan direktur CIA, Bob Woodwards yang mengawali adanya
kepentingan Transnasional dalam menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam
sebuah buku berjudul “
A Plan to Devide and Destroy the Theology”,
Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900
juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Hal ini
kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun
2004, dengan judul “
US Strategy in The Muslim World After 9/11".
Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus
mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan
AS di Timur Tengah.
Kemenangan Revolusi Iran tahun 1979 telah
menggagalkan politik-politik Barat yang sebelumnya menguasai kawasan
negara Islam. Iran yang sebelumnya tunduk dan patuh terhadap AS, pasca
revolusi, justru lebih banyak menampilkan sikap yang berseberangan
dengan negeri “Paman Sam” itu. Karenanya, AS merasa berkepentingan untuk
menjaga agar konflik Sunni-Syiah itu tetap ada di wilayah Timteng demi
melanjutkan hegemoninya di kawasan tersebut.
Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh Michael Brant bukanlah
sebagai sebuah halusinasi. Jauh sebelum revolusi Iran tahun 1979, sangat
jarang ditemukan konflik terbuka antara Syiah dan Ahlus Sunnah, kecuali
konflik yang bersifat sporadis di antara kelompok-kelompok kecil dari
kedua kalangan di Irak, Libanon dan Suriah.
Sementara itu, khusus
di Indonesia, keberadaan kaum Syiah bukan barang baru. Syiah telah ada
sejak dahulu kala. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia
hampir tak pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara
Sunni-Syiah. Karenanya bagi sebagian pengamat, sangatlah mengherankan
jika tiba-tiba Sunni-Syiah turut mewarnai konflik bernuansa SARA di
Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh Michael Brant
tersebut ke ranah domestik, maka jelas ada kepentingan di luar SARA yang
turut berperan -bahkan mengambil porsi lebih besar- dalam konflik
Sunni-Syiah di Indonesia.
Selanjutnya, di Indonesia kepentingan
tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan kelompok Islam
transnasional yang kemudian banyak diidentikan dengan gerakan Wahabisasi
Global. Tujuan utama kelompok ini adalah dengan membuat dan medukung
kelompok-kelompok lokal untuk membuat wajah Islam lebih keras dan
radikal serta berusaha memusnahkan pengamalan-pengamalan Islam yang
lebih toleran yang lebih lama ada dan dominan di Indonesia. Kelompok ini
berusaha keras untuk menginfiltrasi berbagai sendi kehidupan umat Islam
Indonesia dalam beragam cara baik secara halus mapun kasar.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid dalam pengantar buku
Ilusi Negara Islam bahwa
Gerakan asing Wahabi/Ikhwanul Muslimin dan kaki tangannya di Indonesia
menggunakan petrodollar dalam jumlah yang fantastis untuk melakukan
Wahabisasi, merusak Islam Indonesia yang spiritual, toleran, dan santun,
dan mengubah Indonesia sesuai dengan ilusi mereka tentang negara Islam
yang di Timur Tengah pun tidak ada. Mereka akan mudah menuduh kelompok
Islam lain yang tidak sepaham dengan ajaran wahabi sebagai kafir, sesat
dan murtad.
Analisis ini juga dikuatkan oleh sebuah realitas
pergerakan politik di Timur Tengah, dikonflik Internasional kita lihat
perang Saudara di Irak, Suriah, Pakistan dan Afgahnaistan semuanya
ditarik pada perang antara Sunni dan Syiah, belum lagi ancaman serangan
ke Iran yg notebene adalah pusat Syiah. Arab Saudi sebagai Poros Wahabi
dunia ini sangat ingin punya pengaruh d Timur Tengah, namun kalah pamor
dengan Iran yang lebih mempunyai Sumber Daya Alam maupun sumber daya
manusia yang pintar-pintar, sejak jaman persia dahulu kala. Sedangkan di
Indonesia sendiri, konflik Sunni-Syiah tidak mempunyai akar sejarah
politik.
Rupanya kelompok Wahabisasi global ini pun memahami
bahwa NU merupakan penghalang utama pencapaian target idiologis dan
politik mereka. Sebagai organisasi Sunni terbesar di Indonesia selama
ini NU begitu gencar dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam yang
moderat, humanis dan toleran. Bahkan dalam pergaulan internasional di
bidang keagamaan pemikiran-pemikiran NU berikut tokoh-tokohnya menjadi
refrensi umat Islam dunia. Citra sebagai gerakan Islam moderat, diakui
atau tidak, adalah milik NU. Praksis, upaya-upaya untuk mendiskreditkan,
merusak citra NU sebagai organisasi kaum sunni dengan ajaran Islam yang
lembut dan toleran kerap dilakukan salah satunya dengan membenturkan
kaum Nahdliyin dengan kaum syii di Indonesia.
Untuk melakukannya
lalu dipilihlah Jawa Timur sebagai lokasi pabrik yang memproduksi
konflik-konflik bertema Sunni-Syiah. Pilihan ini sangatlah strategis,
publik tahu bahwa Jawa Timur merupakan basis utama para penganut paham
ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah . Di Jawa Timur lah, NU sebagai
organisasi masyarakat terbesar di Indonesia yang berpahamkan Islam
Ahlussunnah Wal Jama’ah dideklarasikan dan didirikan yang kemudian
berkembang pesat dan cepat ke seluruh penjuru nusantara. Di Jawa Timur
pulalah, dinamika pergerakan NU menjadi barometer politik nasional.
Di
samping itu, pilihan lokasi konflik seperti Jember, Pasuruan, Malang
dan Sampang juga bukan tanpa kalkulasi yang strategis. Publik pun tahu,
bahwa di daerah-daerah tersebut karakter masyarakatnya sangat lekat
dengan kultur Madura. Selain dikenal sebagai pengikut NU yang fanatik,
masyarakat dengan kultur madura ini telah menjadikan Islam sebagai salah
satu unsur penanda identitas etnik Madura. Sebagai unsur identitas
etnik, agama merupakan bagian integral dari harga diri orang Madura.
Oleh
karena itu, pelecehan terhadap ajaran agama atau perilaku yang tidak
sesuai dengan agama, mengkritik kiai serta mengkritik perilaku keagamaan
orang Madura, merupakan pelecehan terhadap harga diri orang Madura.
Maka janganlah heran jika, warga Nahdliyin Madura dimanfaatkan dan mudah
disulut sebagai pengobar api kerusuhan dengan isu sentimen beda aliran
agama. Walhasil, eskalasi percepatan isu dan penguatan konflik terbesar
berada di wilayah Madura dan Tapal Kuda dan jarang sekali berada di zona
lainnya seperti pantura maupun zona matraman. Wallahu alam bis showab
* Penulis adalah Ketua Lakpesdam NU Sampang
__________________________
Perlu diketahui, bahwa keberadaan kaum Syiah bukan barang baru di
Indonesia. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia hampir tak
pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara Sunni-Syiah.
Tetapi belakangan ini, mulai muncul konflik
sektarian
Sunni-Syiah di Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh
Michael Brant tersebut ke ranah domestik, maka jelas ada kepentingan di
luar SARA yang turut berperan -bahkan mengambil porsi lebih besar- dalam
konflik Sunni-Syiah di Indonesia.
Jadi sebenarnya ada kepentingan transnasional Barat dibalik konflik
sektarian. Kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan
kekuatan kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikkan
dengan gerakan Wahabisasi Global.
Jika bukan asli dari masyarakat Indonesia yang memang selama
berabad-abad tercatat hidup damai bersama Syiah, lalu dari manakah
propaganda masif yang tiba-tiba saja muncul mengobarkan kebencian
sektarian terhadap Syiah ini?
Kesimpulan :
Yang sebenar sebenarnya adalah : “Radikalis wahabi melakukan
gerakan anti syi’ah dengan mengatas namakan AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH demi
merebut kantong kantong Nahdlatul Ulama (NU)”
Siapa yang punya kisah tentang mereka berdua ini ( Hasan dan Husin).
silahkan sayid dari palembang sekitar yg menjawabnya….
– th!n -
dan saya kagum atas pENGETAHUAN sejarah Anda, dan hampir sama dengan pengetahuan saya,
dan dari mana anda dapat informasi ini,
jika anda punya sejarah buku atau referensi lain terkait dengan Putri champa dan sejerah orang Champa oleh saya minta informasinya,
ini penting bagi kami,
terima kasih,
waslamu alaikum Wrt, Wbt,
Yusuf_champa
Email saya: machdusoh@yahoo.com
FB: Yusuf_champa.
Penduduk di Desa Pagar Batu tersebut adalah keturunan langsung RADEN FATTAH dari istrinya yang bernama “Puyang Keramat Ulu Dusun” (Raden Fattah memiliki dua orang istri yaitu yang menurunkan Pati Unus dst dan satu lagi istrinya yang menurunkan keturunan “Puyang Sembilan Behading”
Makam dan peninggalan Puyang Sembilan Behading ini bisa ditelusuri (yaitu dengan keluarga KENAIM atau Ir. Bur Maras di Jakarta/anggota DPR RI dari Partai Demokrat) dan merekan di desa Pagar Batu juga sudah menjalin hubungan dengan keturunan Raden Fattah di DEMAK.
Maaf Sayyidina Ali Sepupu Rasul SAWW,,
Penduduk di Desa Pagar Batu tersebut adalah keturunan langsung RADEN FATTAH dari istrinya yang bernama “Puyang Keramat Ulu Dusun” (Raden Fattah memiliki dua orang istri yaitu yang menurunkan Pati Unus dst dan satu lagi istrinya yang menurunkan keturunan “Puyang Sembilan Behading”
Makam dan peninggalan Puyang Sembilan Behading ini bisa ditelusuri (yaitu dengan keluarga KENAIM atau Ir. Bur Maras di Jakarta/anggota DPR RI dari Partai Demokrat) dan merekan di desa Pagar Batu juga sudah menjalin hubungan dengan keturunan Raden Fattah di DEMAK.
Saya Kemas dari Jambi
Senang bisa tau sejarah keturunan kemas.
Apakah sama cerita diatas dengan keturunan kemas jambi?
Berdasarkan beberapa kesaksian dari para ulama’ dan habaib. dijelaskan bahwa:Menurut Sayyid Bahruddin Ba’alawi, dan juga almarhum Habib Muhsin Alhaddar dan Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar Banyuwangi menjelaskan bahwa Silsilah Raden Fattah mengalami pemutar balikan sejarah. Tokoh orientalis yang telah memutarbalikkan sejarah dan nasab Kesultanan Demak adalah Barros, Hendrik De Lame dll. Mereka ini adalah Orientalis Belanda yang berfaham Zionis.
Ayah Raden Fattah adalah Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam ) ibni Jamaluddin Al-Husain ( Sayyid Hussein Jamadil Kubra) ibni Ahmad Syah Jalal ibni Abdullah ibni Abdul Malik ibni Alawi Amal Al-Faqih ibni Muhammad Syahib Mirbath ibni ‘Ali Khali’ Qasam ibni Alawi ibni Muhammad ibni Alawi ibni Al-Syeikh Ubaidillah ibni ahmad Muhajirullah ibni ‘Isa Al-Rumi ibni Muhammad Naqib ibni ‘Ali zainal Abidin ibni Al-Hussein ibni Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah SAW .
Ayah Raden Patah yaitu Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ini menikah dengan Putri Brawijaya V (Bhre Kertabhumi).
Jadi pernikahan ini sesuai dengan Syariat Islam, karena seorang sayyid yaitu Sultan Abu Abdullah menikahi putri Brawijaya dan mengislamkannya.
Panggilan putra Brawijaya terhadap Raden Pattah. bukan berarti dalam arti anak. tetapi dalam bahasa JAWA …Putra dipakai untuk memanggil anak, cucu, cicit dan keturunan.
Dalam Catatan beberapa Rabitah yang ada di Indonesia serta beberapa catatan para Habaib dan Kyai ahli nasab diriwayatkan bahwa:
Sayyid Abu Abullah (Wan Bo atau Raja Champa) memiliki istri:
1. Isteri Pertama adalah: Syarifah Zainab binti Sayyid Yusuf Asy-Syandani (Pattani Thailand) melahirkan 2 anak laki-laki: yaitu:
a. Sayyid Abul Muzhaffar, melahirkan para sultan Pattani, Kelantan lama dan Malaysia.
b. Sayyid Babullah, melahirkan Sultan-sultan Ternate.
2. Isteri kedua adalah Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi Raja Pajajaran, melahirkan 2 anak, yaitu:
a. Sultan Nurullah (Raja Champa)
b. Syarif Hidayatullah (Raja Cirebon) bergelar Sunan Gunung Jati.
3. Istri ketiga adalah Nyai Condrowati binti Raja Brawijaya V, melahirkan 1 anak yaitu: Raden Patah yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah. Gelar Akbar dinisbatkan pada gelar ayahnya yaitu Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam ) ibni Jamaluddin Al-Husain ( Sayyid Hussein Jamadil Kubra atau Syekh Maulana Al-Akbar)
Cerita yang wajib diluruskan adalah:
1. Menurut Babad Tanah Jawi, Bahwa Raden Patah anak dari Brawijaya V yang menikahi Syarifah dari Champa yang bernama Ratu Dwarawati
Sanggahan saya:
Dalam ilmu Fiqih Islam, hal ini penghinaan terhadap Syarifah, karena tidak mungkin seorang syarifah dinikahkan kepada Raja Hindu. kalao toh masuk Islam. Maka tidak mungkin syarifah menikah dengan muallaf.
2. Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, Ibu Raden Patah adalah Selir Brawijaya dari Cina. Lalu selir tersebut dicerai dan dinikahkan kepada anak brawijaya yang menjadi Adipati Palembang.
Sanggahan Saya:
Jelas sekali kisah ini bertentangan dengan syariat Islam. Dan tidak layak dinisbatkan kepada ibu dari Raden Patah. Haram hukumnya Istri ayah meskipun telah dicerai dinikahkan dengan anak yang lain.
*Note : by Nurfadhil Azmatkhan Al-Husaini dengan tulisan ini menunjukkan pula bahwa =
1. Walisongo & kerabat pada masa lalu juga kerap kali menjaga & mengutamakan Kafa’ah..
2. Meluruskan pula sejarah Sunan Gunung Jati yang selama ini nasabnya benar & jelas namun dikisahkan sebagai putra Raja Mesir Abdullah.. padahal Abdullah merupakan Raja Champa seperti data di atas; hal ini dikarenakan.. Sunan Gunung Jati sbg putra seorang Raja, ketika berdakwah ke nusantara, sebelumnya sempat belajar & berdakwah dari Mesir.. sehingga disangka sbg putra Raja Mesir.. Hal ini sudah kami cek dalam sejarah daftar penguasa Mesir pada jaman itu, tdk tercatat nama Syarif Abdullah.. sedangkan dalam sejarah Melayu, Pattani & Champa .. hal ini dikenal jelas.. dan diakui ulama ahli nasab.. Penulisan kisah sunan Gunung Jati sbg putra Raja Mesir berasal dari distorsi komunikasi mulut ke mulut yang kemudian dicatat dalam Babad sekitar 200 tahun kemudian dari masa kehidupan Sunan Gunung Jati.. dan kemungkinan besar terkait dengan campur tangan penjajah dalam mengaburkan sejarah para penyebar Islam nusantara
Sahabat silahkan berkunjung ke http://www.facebook.com/note.php?note_id=138429526176755
Saya kira cerita ini hanya beredar di seputaran keluarga, ternyata menyebar .