Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label KH. Abdurrahman Wahid ( Gus Dur). Show all posts
Showing posts with label KH. Abdurrahman Wahid ( Gus Dur). Show all posts

1.000 Persen Dukungan Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional


Usulan Presiden Indonesia periode 1999-2001, KH Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur sebagai pahlawan terus menguat. ‎Terkait penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mendukung penuh. 
 
"Seribu persen kami mendukungnya. Bahkan PKB sudah mengajukan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional ‎dari tiga tahun lalu," kata Wakil Sekjen DPP PKB, Daniel Johan, di Jakarta, Minggu, melalui pesan singkatnya.
 Bahkan menurut dia lagi, setiap tahun PKB mengajukan hal yang sama kepada pemerintah. 
Katanya, langkah PKB memperjuangkan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional, selain berdasarkan pertimbangan internal PKB, juga dari masukan masyarakat dari berbagai daerah, seperti dari masyarakat Jawa, Kalimantan Barat, Papua, Tionghoa, NTT, lintas suka dan agama. 
"PKB menerima begitu banyak aspirasi dari berbagai elemen masyarakat agar Gus Dur segera ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Dan kami terus memperjuangkannya," kata anggota Komisi IV DPR itu.
Salah satu yang dilakukan Gus Dur adalah mengubah nama Provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua.

Bahkan kata Daniel, tanpa gelar pahlawan sekalipun Gus Dur sudah diakui dihati rakyat Indonesia sebagai Bapak Bangsa dan pahlawan mereka. 
"Namun negara memang harus memberikan penghormatan besar kepada Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional. Sebab terlalu banyak yang telah didedikasikan Gus Dur kepada bangsa ini," kata dia. 
Perjuangan dan langkah PKB agar Gus Dur segera ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional selain memang sangat layak, juga karena kecintaan ‎partai dan kader kepada Gus Dur. ‎ 
"Gus Dur adalah napas jiwa dan langkah PKB sampai kapan pun," kata Johan.
(Antara News/ABNS)

Syiah Dibelakang Pemblokiran Situs Islam? Indonesia sudah darurat Wahabi, bukan darurat Syi’ah


Pertemuan media Islam dengan BNPT.

berikut dialog Al Irsyad dengan wakil BNPT:

Al irsyad : Jangan2 ini pesanan syiah…karena situs2 yang bapak blokir itu…semua menentang syiah…jangan2 itu alasannya…iya pak???

BNPT : Kami belum bisa menjawab…


Ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Pusat Ustadz Athian Ali M. Da’i, MA menyayangkan sikap BNPT menutup sejumlah situs media Islam yang dituduh sebagai situs radikal. Akan tetapi, BNPT melupakan Syiah. Sebuah kelompok dinilai Ustadz Athian berpotensi menggulingkan pemerintah.

“Kita menganggap kelompok Syiah ini adalah kelompok radikal yang berpotensi untuk melakukan revolusi, karena tidak ada Syiah tanpa revolusi,” tegasnya saat kepada Jurniscom, rabu (1/4/2015.
Alasannya, menurut Ustadz Athian, salah satu rukun iman Syiah adalah Imamah dan salah satu rukun Islam adalah wilayah. “Dan (revolusi-red) itu sudah mereka lakukan di Irak, di Libanon, di Suriah, yang terahir di Yaman,” katanya sembari menambahkan hal tersebut sangat mungkin terjadi di Indonesia.

“Jadi, mestinya kelompok ini yang seharusnya diawasi. Kelompok ini berpotensi melakukan revolusi, bukan terorisme lagi,” ungkapnya.


 Makin masifnya gerakan anti-Syiah di Indonesia menciptakan kekhawatiran tersendiri bagi peneliti terorisme di Asia Tenggara, Sidney Jones. Penasihat senior International Crisis Group (ICG) di Indonesia ini mengungkapkan bahwa jika hal ini terus dibiarkan, Muslim Syiah Indonesia bukan tak mungkin akan menjadi target baru terorisme.

Dalam wawancara dengan wartawan Media ABI, Sidney Jones menengarai konflik Suriah yang dipersepsi oleh kelompok teroris sebagai konflik Sunni-Syiah –meski sudah jelas Basshar sendiri bukan Syiah– bisa mengubah peta terorisme di Indonesia. “Saya khawatir konflik Suriah yang ditafsirkan di sini sebagai konflik Sunni-Syiah (oleh kelompok radikal). Bisa saja terjadi target Syiah akan naik dalam kalkulasi para teroris di Indonesia,” terang dia.

Hal lain yang juga dikhawatirkannya adalah upaya kelompok radikal mengirimkan warga Indonesia ke Suriah untuk membantu pemberontak di negara itu. “Ini artinya, akan ada generasi teroris yang akan kembali ke Indonesia. Mungkin seperti alumni Afghanistan dulu yang ternyata bisa mengubah pola terorisme di Indonesia.”.

Lebih lanjut dia menambahkan, “Mereka akan bisa melakukan aksi yang jauh lebih dahsyat terhadap kelompok-kelompok ini (Syiah).”.

“Pernah ada satu perencanaan aksi terorisme terhadap Syiah di Indonesia yang dipimpin oleh Abu Umar. Saat mereka ditangkap, mereka sudah membuat survei beberapa lembaga Syiah di Jakarta. Sejak saat itu muncul daftar 77 lembaga Syiah yang kemudian tersebar melalui facebook dan baru-baru ini dimuat di situs voaislam.com. Ini bisa mendorong kelompok-kelompok jihadi untuk menyerang Syiah,” tambahnya.

Saat ditanya mengapa tiba-tiba saja muncul fenomena propaganda masif kebencian terhadap Syiah ini, Sidney sendiri merasa heran. Ia mengaku sebelumnya tak pernah memikirkan bahwa Syiah akan menjadi target terorisme di Indonesia. “Saya tidak tahu. Tetapi saya kira tidak dari rasa kebencian masyarakat Indonesia sendiri. Karena masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang sudah berabad-abad hidup rukun dan bertoleransi terhadap Syiah.”.

Jika bukan asli dari masyarakat Indonesia yang memang selama berabad-abad tercatat hidup damai bersama Syiah, lalu dari manakah propaganda masif yang tiba-tiba saja muncul mengobarkan kebencian sektarian terhadap Syiah ini?


Belakang ini opini-opini yang dihembuskan Wahabi seolah-olah Indonesia darurat Syi’ah, padahal Indonesia sudah darurat Wahabi. Wahabi membuat Indonesia seolah-olah dipenuhi Syi’ah, sebab Wahhabi lah yang paling getol gembar-gembor menyatakan Syi’ah kafir. Mereka juga pasang spanduk dimana-mana.

Syi’ah juga seolah-seolah jumlahnya banyak karena Aswaja / Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai umat Islam terbesar di Indonesia dituduh Syi’ah. Bila penganut Aswaja yang dituduh Syi’ah maka tentu saja terlihat banyak.

Wahabi secara mutlak mengkafirkan Syi’ah. Berbeda dengan Aswaja yang masih mengklasifikasi kelompok Syi’ah. Konsekuensi dari mengkafirkan yang mereka lakukan itu berarti Halal darahnya atau boleh dibunuh. Dalam hal ini, Wahabi sedang mencari legitimasi untuk melakukan pembunuhan terhadap Syi’ah.

Siapa yang akan jadi korban?. Korban utama dan terbanyak adalah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), sebab Aswaja sebagai kelompok umat Islam terbesar pun dituduh Syi’ah dan pembela Syi’ah oleh Wahabi, akhirnya darahnya dihalalkan pula oleh Wahabi.

Bila sudah dihalalkan maka akan ada aksi bunuh-membunuh. Akhirnya Indonesia kacau, terjadilah konflik sektrarian seperti di Libya, Suriah dan lain-lain yang tak ada ujung berakhirnya. Semoga Allah melindungi negeri kita dari orang-orang jahat.

Kita umat Islam saat ini sudah aman, shalat aman tidak diganggu, tidak ada bom meledak tiap hari, tidak ada bangunan hancur karena bom tiap hari, kita aman pergi ke pasar tanpa takut tembakan, kita aman bersekolah, kita aman mengaji, kita aman bertani, kita aman berdagang, kita aman naik kendaraan, tidak ada bom mobil, kita aman bekerja di kantor, kita tidak mengungsi akibat perang yang tidak berkesudahan.

Maka waspadailah pihak-pihak yang berusaha meng-import konflik sektarian Timur Tengah ke negeri Indonesia yang aman ini. Mengapa konflik sektarian di munculkan? Siapa yang memiliki kepentingan ?

Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA, Bob Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “A Plan to Devide and Destroy the Theology”, Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah.

Hal ini kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “US Strategy in The Muslim World After 9/11“. Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan AS di Timur Tengah. [[1]http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,47029-lang,id-c,kolom-t,Di+Balik+Merebaknya+Konflik+Sunni+Syiah+di+Jawa+Timur-.phpx]
___________________
FAISOL RAMDHONI*
Di Balik Merebaknya Konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur

Sabtu, 14/09/2013 09:41

Saat ini publik Jawa Timur (Jatim) kembali dicengangkan oleh sebuah peristiswa kekerasan yang berbalut agama. Peristiswa berdarah yang terjadi di Puger ini sungguh sangat mengejutkan, memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan banyak pihak.

Belum lama dari meletusnya peristiwa puger ini, masih segar dalam ingatan publik akan kasus konflik dan isu serupa yang terjadi di desa Karanggayam dan desa Bluuran kabupaten Sampang. Konflik yang berujung pada aksi kekerasan massa ini telah menyebabkan diungsikannya ratusan warga yang diduga pengikut aliran syiah ke Sidoarjo dengan alasan untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas masyarakat.

Keterkejutan dan kekhwatiran publik ini sangatlah beralasan, peristiwa Puger ini meledak di saat proses rekonsiliasi konflik Sampang masih dalam tahap pematangan. Walaupun sebenarnya penyelesaian konflik di Puger sudah dilakukan di awal tahun 2012 dengan ditandatanagninya perundingan damai antar kedua belah pihak. Namun nyatanya diluar dugaan semua pihak, eskalasi konflik yang melibatkan kelomok sunni dan kelompok syiah ini meninggi dan terjadilah peristiwa karnaval berdarah.

Di Jawa Timur, peristiwa konflik bertema sunni-syiah baik yang terjadi di Jember maupun Sampang ini sepertinya sebuah kelanjutan mata rantai dari peristiwa serupa yang terjadi di berbagai daerah di tahun-tahun sebelumnya. Sebut saja, mulai dari penyerangan sekelompok massa terhadap para pengikut IJABI yang terjadi di Desa Jambesari Kecamatan Jambesari Darussolah Kabupaten Bondowoso, pada tanggal 23 Desember2006, insiden penyerangan pesantren YAPI yang berpaham syiah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan laskar Aswaja ada tahun 2010-211 di Bangil Pasuruan dan ketegangan-ketengan berskala kecil yang terjadi Malang.

Fenomena ini sungguh sangat menarik, dalam artian meskipun ajaran Syiah ini banyak tersebar di Indonesia dan juga pernah mengalam resistensi di daerah lain seperti di Pandeglang Provinsi Jawa Barat (6/2/2011) dan Temanggung Provinsi Jawa Tengah (8/2/2011) namun tidak separah dan sebesar di Jawa Timur. Di Provinsi ini, eskalasi konflik dengan isu Sunni-Syiah semakin tahun mengalami peningkatan dan resistensi tehadap ajaran syiah semakin menguat dan meluas di tengah masyarakat.

Dengan demikian, maka sangatlah wajar bila kemudian muncul asumsi-asumsi konspiratif yang mengitari rentetan letusan konflik bertema Sunni-Syiah di Jawa Timur. Bahwa ada unsur kesengejaan untuk menciptakan dan memelihara konflik Sunni-Syiah yang melibatkan kekuatan transnasional. Pertanyaannya kemudian “ Benarkah ada keterlibatan kekuatan transnasional di balik konflik bertema Sunni-Syiah ini serta Mengapa percepatan dan penguatan konflik berada di Jawa Timur?”

Adalah Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA, Bob Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “A Plan to Devide and Destroy the Theology”, Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Hal ini kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “US Strategy in The Muslim World After 9/11". Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan AS di Timur Tengah.

Kemenangan Revolusi Iran tahun 1979 telah menggagalkan politik-politik Barat yang sebelumnya menguasai kawasan negara Islam. Iran yang sebelumnya tunduk dan patuh terhadap AS, pasca revolusi, justru lebih banyak menampilkan sikap yang berseberangan dengan negeri “Paman Sam” itu. Karenanya, AS merasa berkepentingan untuk menjaga agar konflik Sunni-Syiah itu tetap ada di wilayah Timteng demi melanjutkan hegemoninya di kawasan tersebut.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh Michael Brant bukanlah sebagai sebuah halusinasi. Jauh sebelum revolusi Iran tahun 1979, sangat jarang ditemukan konflik terbuka antara Syiah dan Ahlus Sunnah, kecuali konflik yang bersifat sporadis di antara kelompok-kelompok kecil dari kedua kalangan di Irak, Libanon dan Suriah.

Sementara itu, khusus di Indonesia, keberadaan kaum Syiah bukan barang baru. Syiah telah ada sejak dahulu kala. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia hampir tak pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara Sunni-Syiah. Karenanya bagi sebagian pengamat, sangatlah mengherankan jika tiba-tiba Sunni-Syiah turut mewarnai konflik bernuansa SARA di Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh Michael Brant tersebut ke ranah domestik, maka jelas ada kepentingan di luar SARA yang turut berperan -bahkan mengambil porsi lebih besar- dalam konflik Sunni-Syiah di Indonesia.

Selanjutnya, di Indonesia kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikan dengan gerakan Wahabisasi Global. Tujuan utama kelompok ini adalah dengan membuat dan medukung kelompok-kelompok lokal untuk membuat wajah Islam lebih keras dan radikal serta berusaha memusnahkan pengamalan-pengamalan Islam yang lebih toleran yang lebih lama ada dan dominan di Indonesia. Kelompok ini berusaha keras untuk menginfiltrasi berbagai sendi kehidupan umat Islam Indonesia dalam beragam cara baik secara halus mapun kasar.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid dalam pengantar buku Ilusi Negara Islam bahwa Gerakan asing Wahabi/Ikhwanul Muslimin dan kaki tangannya di Indonesia menggunakan petrodollar dalam jumlah yang fantastis untuk melakukan Wahabisasi, merusak Islam Indonesia yang spiritual, toleran, dan santun, dan mengubah Indonesia sesuai dengan ilusi mereka tentang negara Islam yang di Timur Tengah pun tidak ada. Mereka akan mudah menuduh kelompok Islam lain yang tidak sepaham dengan ajaran wahabi sebagai kafir, sesat dan murtad.

Analisis ini juga dikuatkan oleh sebuah realitas pergerakan politik di Timur Tengah, dikonflik Internasional kita lihat perang Saudara di Irak, Suriah, Pakistan dan Afgahnaistan semuanya ditarik pada perang antara Sunni dan Syiah, belum lagi ancaman serangan ke Iran yg notebene adalah pusat Syiah. Arab Saudi sebagai Poros Wahabi dunia ini sangat ingin punya pengaruh d Timur Tengah, namun kalah pamor dengan Iran yang lebih mempunyai Sumber Daya Alam maupun sumber daya manusia yang pintar-pintar, sejak jaman persia dahulu kala. Sedangkan di Indonesia sendiri, konflik Sunni-Syiah tidak mempunyai akar sejarah politik.

Rupanya kelompok Wahabisasi global ini pun memahami bahwa NU merupakan penghalang utama pencapaian target idiologis dan politik mereka. Sebagai organisasi Sunni terbesar di Indonesia selama ini NU begitu gencar dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam yang moderat, humanis dan toleran. Bahkan dalam pergaulan internasional di bidang keagamaan pemikiran-pemikiran NU berikut tokoh-tokohnya menjadi refrensi umat Islam dunia. Citra sebagai gerakan Islam moderat, diakui atau tidak, adalah milik NU. Praksis, upaya-upaya untuk mendiskreditkan, merusak citra NU sebagai organisasi kaum sunni dengan ajaran Islam yang lembut dan toleran kerap dilakukan salah satunya dengan membenturkan kaum Nahdliyin dengan kaum syii di Indonesia.

Untuk melakukannya lalu dipilihlah Jawa Timur sebagai lokasi pabrik yang memproduksi konflik-konflik bertema Sunni-Syiah. Pilihan ini sangatlah strategis, publik tahu bahwa Jawa Timur merupakan basis utama para penganut paham ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah . Di Jawa Timur lah, NU sebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia yang berpahamkan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dideklarasikan dan didirikan yang kemudian berkembang pesat dan cepat ke seluruh penjuru nusantara. Di Jawa Timur pulalah, dinamika pergerakan NU menjadi barometer politik nasional.

Di samping itu, pilihan lokasi konflik seperti Jember, Pasuruan, Malang dan Sampang juga bukan tanpa kalkulasi yang strategis. Publik pun tahu, bahwa di daerah-daerah tersebut karakter masyarakatnya sangat lekat dengan kultur Madura. Selain dikenal sebagai pengikut NU yang fanatik, masyarakat dengan kultur madura ini telah menjadikan Islam sebagai salah satu unsur penanda identitas etnik Madura. Sebagai unsur identitas etnik, agama merupakan bagian integral dari harga diri orang Madura.

Oleh karena itu, pelecehan terhadap ajaran agama atau perilaku yang tidak sesuai dengan agama, mengkritik kiai serta mengkritik perilaku keagamaan orang Madura, merupakan pelecehan terhadap harga diri orang Madura. Maka janganlah heran jika, warga Nahdliyin Madura dimanfaatkan dan mudah disulut sebagai pengobar api kerusuhan dengan isu sentimen beda aliran agama. Walhasil, eskalasi percepatan isu dan penguatan konflik terbesar berada di wilayah Madura dan Tapal Kuda dan jarang sekali berada di zona lainnya seperti pantura maupun zona matraman. Wallahu alam bis showab

* Penulis adalah Ketua Lakpesdam NU Sampang
__________________________

Perlu diketahui, bahwa keberadaan kaum Syiah bukan barang baru di Indonesia. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia hampir tak pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara Sunni-Syiah.

Tetapi belakangan ini, mulai muncul konflik sektarian Sunni-Syiah di Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh Michael Brant tersebut ke ranah domestik, maka jelas ada kepentingan di luar SARA yang turut berperan -bahkan mengambil porsi lebih besar- dalam konflik Sunni-Syiah di Indonesia.

Jadi sebenarnya ada kepentingan transnasional Barat dibalik konflik sektarian. Kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikkan dengan gerakan Wahabisasi Global.

Jika bukan asli dari masyarakat Indonesia yang memang selama berabad-abad tercatat hidup damai bersama Syiah, lalu dari manakah propaganda masif yang tiba-tiba saja muncul mengobarkan kebencian sektarian terhadap Syiah ini?

Kesimpulan :
Yang sebenar sebenarnya adalah : “Radikalis wahabi melakukan gerakan anti syi’ah dengan mengatas namakan AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH  demi merebut kantong kantong Nahdlatul Ulama (NU)”

Berziarah ke Tebuireng , Dubes Amerika Belajar Ajaran Gus Dur


Jombang – Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O. Blake Jr dalam kunjungannya ke Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang Jawa Timur, Kamis 11 Desember 2014, menziarahi makam mendiang KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Mengenakan pakaian batik bermotif mega mendung warna ungu saat mengunjungi Pondok Pesantren Tebuireng, Blake ditemani Konsul Jenderal Amerika di Surabaya, Joaquin F. Monserrate, yang mengenakan batik warna hijau berlambang Nahdlatul Ulama.

Di pondok itu, Blake berdialog dengan pengasuh Ponpes Tebuireng, KH Solahudin Wahid (Gus Solah). Di makam Gus Dur, Blake dan rombongan menabur bunga.
“Saya datang memberi penghormatan di makam Gus Dur, memperingati tahun ke-5 wafatnya Gus Dur,” ujar Robert O Blake.

Blake mengungkapkan kekagumannya terhadap sosok Gus Dur. Gus Dur, menurut dia, adalah tokoh yang berperan besar dalam memajukan demokrasi dan toleransi khususnya di Indonesia.
“Saya juga ingin mengetahui ajaran-ajaran yang diwariskannya. Karena itu saya bertemu dengan Gus Solah,” kata Blake.

Blake menilai sosok Gus Dur sebagai tokoh berpengaruh yang memberikan peranan yang sangat besar dalam menanamkan transisi demokrasi dan menumbuhkan perasaan saling menghargai dan toleransi.
“Saya sangat senang melihat ajaran Gus Dur. Antara lain demokrasi, HAM, pluralisme dan anti-kekerasan tetap bertahan dan diwujudkan oleh generasi muda Indonesia,” katanya.

Nilai-nilai yang diperjuangkan Gus Dur tentang pluralisme, demokrasi dan hak azasi manusia (HAM) merupakan ajaran yang dijunjung bersama oleh Indonesia dan Amerika Serikat.
Di Amerika Serikat, sosok Gus Dur cukup dikenal, bahkan ada yang menyamakannya dengan Martin Luther King, seorang aktivis kemanusiaan dan pemimpin dalam Gerakan Hak Sipil Afrika-Amerika.
Menjawab wartawan, Blake mengatakan, masyarakat AS sekarang sudah tidak ada ketakutan terhadap Islam. Karena ajaran agama Islam sudah banyak dipahami oleh masyakarat AS.

“Bahkan agama Islam sekarang di AS berkembang pesat. Di sejumlah negara bagian, Islam merupakan agama kedua terbanyak yang dianut masyarakat. Ini membuktikan Islam berkembang pesat di sana,” kata Blake, dalam bahasa Inggris.

Sementara itu, pengasuh Ponpes Tebuireng Gus Solah mengungkapkan, dia akan melakukan pertemuan lanjutan dengan Blake, guna menjelaskan ajaran-ajaran Gus Dur secara lebih detil.
Dia sempat meminta pemerintah AS mengirimkan siswa atau mahasiswa untuk “nyantri” di Ponpes Tebuireng.

“Santri kami ada yang belajar di AS. Jadi tak ada salahnya jika AS juga mengirimkan siswa atau mahasiswa ke sini, tinggal beberapa bulan di sini untuk belajar. Soal perbedaan agama tidak menjadi masalah, karena tujuannya untuk menuntut ilmu,” kata adik kandung Gus Dur ini.

Di Tebuirang, Blake juga melihat aktivitas belajar para santri. Selain didampingi Joaquin F. Monserrate, Blake dikawal Pejabat Politik dan Ekonomi Konjen Amerika di Surabaya, Joanne I. Cossitt.
Sebelumnya Dubes Blake dan rombongan mengunjungi SMP/SMK Unggulan NU di Mancilan, Mojoagung, yang mengadopsi “ajaran Gus Dur” dalam kurikulum pelajarannya.

Hasan dan Husin: Nama Dua Anak Putri Campa-Pangeran Mataram


Oleh:

Gus Dur mengaku berdarah Cina, karena menjadi keturunan Putri Campa. Klaim-klaim keturunan tokoh penting sudah biasa. Bahkan, pengakuan Gus Dur itu bukan hal mengejutkan. Persoalannya selama ini sejarah Putri Campa tidak pernah dibongkar atau diungkapkan secara luas kepada masyarakat.

“Putri Campa itu gadis Palembang yang dipersunting Brawijaya V, pangeran Mataram. Mereka memiliki anak yang bernama Hasan dan Husin. Putri Campa memang berdarah Tiongkok. Nah, hampir semua keturunan wong Palembang saat ini masih keturunan Putri Campa. Tepatnya keturunan Raden Hasan atau yang dikenal Raden Patah,” kata Eka Pascal, sejarahwan Palembang, kepada detikcom, Kamis (31/1/2008).

Lho kok bisa? Sebab, dulu keturunan Raden Patah – raja Demak- lari ke Palembang. “Di Palembang, keturunan Raden Patah ini kemudian membangun kerajaan Islam Palembang,” kata Eka Pascal. 

Orang-orang Palembang yang masih keturunan Raden Patah ini memiliki keturunan yang ditandai dengan sejumlah gelar seperti Kemas, Kiagus, atau Masagus. “Sebagian keturunan Putri Campa ini menyebar ke Madura, Sulawesi, Thailand Selatan, Filipina Selatan, Maluku, dan kepulauan Sumba,” kata dia. (Diolah dari detikcom31/01/2008 11:50 WIB ).

Tapi yang lebih menarik perhatian bukan keturunan Putri Campa, tapi raja Brawijaya dan Putri Campa memberi nama kedua putra mereka dengan Hasan dan Husin.

21 Comments

  1. iim
    Jan 31, 2008
    ADA APA YA???????????
    Siapa yang punya kisah tentang mereka berdua ini ( Hasan dan Husin).
  2. eagle
    Jan 31, 2008
    he…he……
    silahkan sayid dari palembang sekitar yg menjawabnya….
  3. damartriadi
    Feb 1, 2008
    Hmm…menarik, soalnya kata sejarah Brawijaya V adalah orang terakhir yang memerintah Majapahit Hindu. Mungkinkah kerajaan Hindu-Jawa dipimpin oleh seorang Muslim? Atau memang Islam telah tersebar luas di Indonesia, hanya saja tidak menjadi formal suatu negara? Kayaknya ini topik yang cukup menarik dalam sejarah nasional.
    • Eagle Fahri
      Sep 19, 2013
      BRAWIJAYA V masuk Islam, ber syahadat di hadapan Sunan Kalijaga pasca perang Demak-Majapahit. Dalam pelarian di Banyuwangi, datang SK Jaga dan membujuk untuk beliau kembali ke Trowulan. Brawijaya akhirnya masuk Islam dan mengajak sisa2 kerabat Majapahit untuk ikhlas menerima Demak sebagai kelanjutan Majapahit.
  4. marthin
    Jul 4, 2008
    Sultan Agung masih menyimpan banyak cerita yang belum terkuak dalam sejarah negeri ini. Saya sendiri sedang mencari tahu mengenai keturunan Sultan Agung. Konon ia memiliki banyak selir, dan dari selir-selirnya lahir anak-anak yang turut berperan dalam perjalanan kerajaan. Saya sangat membutuhkan informasi mengenai hal ini. Bagi pembaca lain yang memiliki data/informasi mengenai hal ini bisa mengirimkannya ke (marthin.sin@gmail.com). Saya sangatberterimakasih bagi siapa saja yang memberikan data dan informasi mengenai hal ini. Salam
    – th!n -
  5. arbe
    Sep 4, 2008
    Tsiampa ya Tsiampa bukan Tiongkok. dalam beberapa lit Campa itu lebih banyak disebut etnis melayu atau nusantara. letaknya di barat Vietnam Selatan sampai Kamboja timur, sampai abad 14 wilayahnya mencapai pantai barat Vietnam Selatan sampai Tengah. Sekarang Campa cuma etnis minoritas yang sebagian muslim (ortho dan bani/sinkretis) sebagian brahmani, wilayahnya enclaves dr Viet Tengah sampai Kamboja, mungkin 10 – 20 kampung yang tersebar. Kasihan jumlahnya makin sedikit, muslim yg ortho lumayan teguh, tp yg bani parah, munkin Campa Bani kl di Indonesia disebut aliran sesat dan pasti dibasmi oleh FPI dan teman2nya. Abad 15 Campa kocar-kacir diserang orang Vietnam dari Utara yg lebih Cina, serbuan itu menyebabkan gelombang pengungsian orang Campa ke pantai Timur Malaysia, Melayu Indrapura, Kalbar, Sriwijaya juga Jawa Timur (salah satu jejaknya ya candi Pari di Porong, Sidoarjo). Ini pengulangan pengungsian orang Fun-An di selatan Campa pada abad 8 (moyangnya Jayawarman II).
    • Dusoh_yusuf_putra_Champa
      Mar 20, 2011
      aslmu alaikum, saya orang Champa asli di Vietnam, kuliah di Indonesia sudah 5 tahun,
      dan saya kagum atas pENGETAHUAN sejarah Anda, dan hampir sama dengan pengetahuan saya,
      dan dari mana anda dapat informasi ini,
      jika anda punya sejarah buku atau referensi lain terkait dengan Putri champa dan sejerah orang Champa oleh saya minta informasinya,
      ini penting bagi kami,
      terima kasih,
      waslamu alaikum Wrt, Wbt,
      Yusuf_champa
      Email saya: machdusoh@yahoo.com
      FB: Yusuf_champa.
      • Leon
        Apr 17, 2012
        ass… setelah saya membaca artikel d atas ‘n anda mengaku org champa asli vietnam, saya timbul pertanyaan… apakah mngkn ada hubungan antara org palembang dgn vietnam…?? thanks wasalam…
  6. afif
    Mar 6, 2009
    jangan terlalu melihat masa lalu lihatlah masa depan!.
    • belu
      Jun 15, 2012
      belajar dari masa lalu, hidup di masa sekarang, berjalan ke masa depan.
  7. A Setiapada G alias Ujang Bin Bochari K, SH
    Mar 14, 2009
    Putri Champa adalah istri Brawijaya V Raja Majapahit, beliau berasal dari negeri champa (anak raja champa) dan garis keturunannya sampai kepada Sayidina Ali (keponakan dan sekaligus menantu Nabi Besar Muhammad SAW). Di daerah Kabupaten Lahat, Propinsi Sumatera Selatan lebih kurang berjarak 268 KM dari Kota Palembang, terletak sebuah desa yang bernama “PAGAR BATU” tepatnya di Kecamatan Pulau Pinang Kab.Lahat.
    Penduduk di Desa Pagar Batu tersebut adalah keturunan langsung RADEN FATTAH dari istrinya yang bernama “Puyang Keramat Ulu Dusun” (Raden Fattah memiliki dua orang istri yaitu yang menurunkan Pati Unus dst dan satu lagi istrinya yang menurunkan keturunan “Puyang Sembilan Behading”
    Makam dan peninggalan Puyang Sembilan Behading ini bisa ditelusuri (yaitu dengan keluarga KENAIM atau Ir. Bur Maras di Jakarta/anggota DPR RI dari Partai Demokrat) dan merekan di desa Pagar Batu juga sudah menjalin hubungan dengan keturunan Raden Fattah di DEMAK.
    • Qaraati
      Apr 23, 2012
      “garis keturunannya sampai kepada Sayidina Ali (keponakan dan sekaligus menantu Nabi Besar Muhammad SAW)”
      Maaf Sayyidina Ali Sepupu Rasul SAWW,,
  8. A Setiapada G alias Ujang Bin Bochari K, SH
    Mar 14, 2009
    Putri Champa adalah istri Brawijaya V Raja Majapahit, beliau berasal dari negeri champa (anak raja champa) dan garis keturunannya sampai kepada Sayidina Ali (keponakan dan sekaligus menantu Nabi Besar Muhammad SAW). Di daerah Kabupaten Lahat, Propinsi Sumatera Selatan lebih kurang berjarak 268 KM dari Kota Palembang, terletak sebuah desa yang bernama “PAGAR BATU” tepatnya di Kecamatan Pulau Pinang Kab.Lahat.
    Penduduk di Desa Pagar Batu tersebut adalah keturunan langsung RADEN FATTAH dari istrinya yang bernama “Puyang Keramat Ulu Dusun” (Raden Fattah memiliki dua orang istri yaitu yang menurunkan Pati Unus dst dan satu lagi istrinya yang menurunkan keturunan “Puyang Sembilan Behading”
    Makam dan peninggalan Puyang Sembilan Behading ini bisa ditelusuri (yaitu dengan keluarga KENAIM atau Ir. Bur Maras di Jakarta/anggota DPR RI dari Partai Demokrat) dan merekan di desa Pagar Batu juga sudah menjalin hubungan dengan keturunan Raden Fattah di DEMAK.
  9. Kemas Yustiar Abu Hafas
    Aug 30, 2009
    Ketika Fatahillah melarikan diri Pasai karena tidak sukanya melihat Pasai dikuasai Portugis, beliau memilih untuk hijrah ke Demak, yang pada masa itu yang menjadi Raja adalah Raden Trenggono (1521 – 1546 ). Konon kabarnya Fatahillah yang memberi Gelar Sultan, sehingga sejak itu Raden Trenggono menjadi Sultan Trenggono. Karena besarnya jasa beliau terhadap kerajaan Demak dengan meluaskan kekuasaan Demak ( sekaligus mengislamkan masyarakatnya ) di sebagian Jawa bagian Barat khususnya Banten, Subda Kelapa dan cirebon dan sekitarnya ) maka Fatahillah dinikahkan dengan adik Sultan Trenggono ( putri Raden Fatah ). Apakah dari pernikahan ini kemudian lahir Ki Borowongso, yang menjadi cikal bakal gelar Kemas Ki Agus & Mas Agus ?
  10. tingkir
    Dec 8, 2011
    aduhhh…cerita ini malah membuat makar yang bukan ke arah baik..kalau kita mengenal dosa fitnah maka lebih baik tidak membuat cerita seperti di atas.
    • Leon
      Apr 17, 2012
      sejarah bakal terulang lg bung…. jd belajarlah dr sejarah
      • belu
        Jun 15, 2012
        mudah2an pertemuan para keturunan akan membawa kebaikan.
  11. kemas jambi
    May 4, 2012
    Alo Mas
    Saya Kemas dari Jambi
    Senang bisa tau sejarah keturunan kemas.
    Apakah sama cerita diatas dengan keturunan kemas jambi?
  12. Farhan Muhammad
    May 26, 2012
    Salam cintakasihperdamaian,
    Berdasarkan beberapa kesaksian dari para ulama’ dan habaib. dijelaskan bahwa:Menurut Sayyid Bahruddin Ba’alawi, dan juga almarhum Habib Muhsin Alhaddar dan Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar Banyuwangi menjelaskan bahwa Silsilah Raden Fattah mengalami pemutar balikan sejarah. Tokoh orientalis yang telah memutarbalikkan sejarah dan nasab Kesultanan Demak adalah Barros, Hendrik De Lame dll. Mereka ini adalah Orientalis Belanda yang berfaham Zionis.
    Ayah Raden Fattah adalah Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam ) ibni Jamaluddin Al-Husain ( Sayyid Hussein Jamadil Kubra) ibni Ahmad Syah Jalal ibni Abdullah ibni Abdul Malik ibni Alawi Amal Al-Faqih ibni Muhammad Syahib Mirbath ibni ‘Ali Khali’ Qasam ibni Alawi ibni Muhammad ibni Alawi ibni Al-Syeikh Ubaidillah ibni ahmad Muhajirullah ibni ‘Isa Al-Rumi ibni Muhammad Naqib ibni ‘Ali zainal Abidin ibni Al-Hussein ibni Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah SAW .
    Ayah Raden Patah yaitu Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ini menikah dengan Putri Brawijaya V (Bhre Kertabhumi).
    Jadi pernikahan ini sesuai dengan Syariat Islam, karena seorang sayyid yaitu Sultan Abu Abdullah menikahi putri Brawijaya dan mengislamkannya.
    Panggilan putra Brawijaya terhadap Raden Pattah. bukan berarti dalam arti anak. tetapi dalam bahasa JAWA …Putra dipakai untuk memanggil anak, cucu, cicit dan keturunan.
    Dalam Catatan beberapa Rabitah yang ada di Indonesia serta beberapa catatan para Habaib dan Kyai ahli nasab diriwayatkan bahwa:
    Sayyid Abu Abullah (Wan Bo atau Raja Champa) memiliki istri:
    1. Isteri Pertama adalah: Syarifah Zainab binti Sayyid Yusuf Asy-Syandani (Pattani Thailand) melahirkan 2 anak laki-laki: yaitu:
    a. Sayyid Abul Muzhaffar, melahirkan para sultan Pattani, Kelantan lama dan Malaysia.
    b. Sayyid Babullah, melahirkan Sultan-sultan Ternate.
    2. Isteri kedua adalah Nyai Rara Santang binti Prabu Siliwangi Raja Pajajaran, melahirkan 2 anak, yaitu:
    a. Sultan Nurullah (Raja Champa)
    b. Syarif Hidayatullah (Raja Cirebon) bergelar Sunan Gunung Jati.
    3. Istri ketiga adalah Nyai Condrowati binti Raja Brawijaya V, melahirkan 1 anak yaitu: Raden Patah yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah. Gelar Akbar dinisbatkan pada gelar ayahnya yaitu Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) ibni Ali Alam (Ali Nurul Alam ) ibni Jamaluddin Al-Husain ( Sayyid Hussein Jamadil Kubra atau Syekh Maulana Al-Akbar)
    Cerita yang wajib diluruskan adalah:
    1. Menurut Babad Tanah Jawi, Bahwa Raden Patah anak dari Brawijaya V yang menikahi Syarifah dari Champa yang bernama Ratu Dwarawati
    Sanggahan saya:
    Dalam ilmu Fiqih Islam, hal ini penghinaan terhadap Syarifah, karena tidak mungkin seorang syarifah dinikahkan kepada Raja Hindu. kalao toh masuk Islam. Maka tidak mungkin syarifah menikah dengan muallaf.
    2. Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, Ibu Raden Patah adalah Selir Brawijaya dari Cina. Lalu selir tersebut dicerai dan dinikahkan kepada anak brawijaya yang menjadi Adipati Palembang.
    Sanggahan Saya:
    Jelas sekali kisah ini bertentangan dengan syariat Islam. Dan tidak layak dinisbatkan kepada ibu dari Raden Patah. Haram hukumnya Istri ayah meskipun telah dicerai dinikahkan dengan anak yang lain.
    *Note : by Nurfadhil Azmatkhan Al-Husaini dengan tulisan ini menunjukkan pula bahwa =
    1. Walisongo & kerabat pada masa lalu juga kerap kali menjaga & mengutamakan Kafa’ah..
    2. Meluruskan pula sejarah Sunan Gunung Jati yang selama ini nasabnya benar & jelas namun dikisahkan sebagai putra Raja Mesir Abdullah.. padahal Abdullah merupakan Raja Champa seperti data di atas; hal ini dikarenakan.. Sunan Gunung Jati sbg putra seorang Raja, ketika berdakwah ke nusantara, sebelumnya sempat belajar & berdakwah dari Mesir.. sehingga disangka sbg putra Raja Mesir.. Hal ini sudah kami cek dalam sejarah daftar penguasa Mesir pada jaman itu, tdk tercatat nama Syarif Abdullah.. sedangkan dalam sejarah Melayu, Pattani & Champa .. hal ini dikenal jelas.. dan diakui ulama ahli nasab.. Penulisan kisah sunan Gunung Jati sbg putra Raja Mesir berasal dari distorsi komunikasi mulut ke mulut yang kemudian dicatat dalam Babad sekitar 200 tahun kemudian dari masa kehidupan Sunan Gunung Jati.. dan kemungkinan besar terkait dengan campur tangan penjajah dalam mengaburkan sejarah para penyebar Islam nusantara
    Sahabat silahkan berkunjung ke http://www.facebook.com/note.php?note_id=138429526176755
  13. belu
    Jun 15, 2012
    Wah! saya baru temukan situs ini 4 tahun setelah ditulis but its okay. yes agree, bagaimana anda bisa tahu cerita ini? siapa yang menceritakannya? cerita turun temurun atau … terima kasih.
    Saya kira cerita ini hanya beredar di seputaran keluarga, ternyata menyebar .
  14. Ahla Nuris shoba
    Aug 20, 2014
    Subhanallah ..

Submit a Comment

Al-Marhum Gus Dur bicara mengenai Syiah

Gusdur berkata: NU itu Syiah Minus Imamah.


“Gus Dur selalu menganjurkan kebaikan kepada kelompok minoritas, termasuk kita yang berpegang pada madzhab Ahlul Bait, Syiah. Kita merasa dibela Gus Dur dari beberapa kelompok yang akan membubarkan Syiah. Gus Dur juga selalu mengatakan bahwa Syiah itu adalah NU plus imamah dan NU itu adalah Syiah minus imamah. Bahkan beliau orang yang pertama di Indonesia yang bukan Syiah yang menggelar peringatan Asyura di Ciganjur,” kata salah seorang ulama Syiah Indonesia, Hasan Dalil, kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Jumat,1/1).

Namun demikian, kata Hasan Dalil, ada beberapa sikap Gus Dur yang mesti dikritisir termasuk keterlibatan dalam yayasan milik Israel. Menurut Pembina Sekolah Tinggi Agama Islam Madinatul Ilmi ini, masalah Israel adalah masalah hitam putih yang bukan multitafsir.

“Sikap Gus Dur sering multitafsir. Tapi berkaitan dengan Israel harus hitam putih. Israel itu menginjak-injak hak asasi manusia dan menjajah. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan konstitusi tertinggi negara kita, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang melarang segala bentuk penjajahan. Kita kritik itu,” kata Hasan Dalil.

Namun satu hal yang menarik dari Gus Dur, kata Hasan Dalil, tidak pernah marah dan tersinggung jika dikritik. Hasan Dalil pun punya kesan pribadi dengan Gus Dur.

“Kita ulama Syiah datang pada beliau. Saya sebutkan pada beliau di kalangan atas elit dan intelektual, sudah memahami madzhab Ahlul Bait dan menghormati Ayatullah Imam Khomaini. Namun dikalangan sebagian NU di bawah ada yang masih berlaku keras pada kelompok Syiah. Saya contohkan peristiwa di Bangil. Ternyata Gus Dur langsung menelpon ulama NU Bangil dan memerintahkan untuk menjaga kelompok syiah dan mencegah segala bentuk kekerasan. Ini luar biasa,” kata Hasan Dalil.

Dokter yang Ingin Bumikan Al-Qur’an, Terinspirasi Ucapan Gus Dur

KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (alm).  

PROFIL
Ingin Bumikan Al-Qur’an, Terinspirasi Ucapan Gus Dur
Kamis, 10/07/2014 10:06
Belum banyak yang mengenal sosok dokter muda dr. Mirrah Samiyah di Kabupaten Probolinggo. Namun sudah banyak yang mengenal Namira School di Kota Kraksaan, sebuah sekolah untuk anak dimana dr. Mirrah menjadi pendirinya. Mia, demikian ia disapa, memang punya latar belakang pendidikan kedokteran.
.
Saat ini dia bahkan menjabat posisi strategis di bidang kesehatan.Yakni, Wakil Direktur RS Rizani Paiton. Namun di luar posisinya itu, Mia adalah sosok yang sangat peduli pada dunia pendidikan. Khususnya pendidikan keagamaan bagi anak-anak.Tak heran, di luar kesibukannya sebagai dokter, perempuan kelahiran 15 September 1983 itu banyak berkecimpung di dunia pendidikan. Kontributor NU Online berkesempatan menemui Mia di rumahnya tengah santai dengan putranya Muhammad Adziqo Syah Kamil yang masih berusia 4 bulan.
.
Istri dari dr. Rizki Habibie itu menceritakan setelah lulus S-1 di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pada tahun 2007 silam, dirinya mulai bertugas di bidang kesehatan. Awalnya Mia membuka klinik sosial kaum dhuafa di Surabaya. Selama 4 (empat) tahun, dirinya menjalani kegiatan itu secara gratis, hingga lulus S-2 tahun 2012.
.
“Melalui klinik sosial ini, Allah SWT memberi banyak rezeki yang tidak disangka-sangka. Saya bisa mengikuti haji plus gratis dari salah satu travel haji di Surabaya.Jadi jangan pernag takut harta habis untuk bersedekah,” ungkap anak kedua dari tiga bersaudara ini.
.
Setelah lulus S-2, dia pindah ke kampung halamannya di Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo.
.
“Awalnya sempat ada pikiran malas untuk balik ke rumah. Karena Probolinggo kota kecil. Apa yang bisa dikerjakan di kota kecil? Beda dengan kota besar,” kenangnya.
.
Namun pikiran itu dengan cepat hilang dari benaknya. Begitu pulang ke Dringu, Mia bergabung dengan RS Rizani Paiton. Namun kegiatannya di rumah sakit itu tidak membuatnya puas. Dia merasa kegiatannya sangat kurang, tanpa diimbangi kegiatan sosial dan keagamaan. Saat haus aktivitas menyerang, dia langsung terinspirasi oleh kegiatan ibu mertuanya Hj. Malik yang menyibukkan diri dengan Pondok Pesantren Darul Qur’an (PPDAQU) Yusuf Mansyur di Lamongan. Pada awal tahun 2013, dirinya pun membuka rumah Tahfidz PPDAQU Yusuf Mansyur di rumahnya Dringu. Mia pun langsung menikmati kegiatan rumah tahfidz tersebut.
“Rumah tahfidz ini gratis. Saya terinspirasi kata Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid). Hidup itu terima kasih. Jadi hidup itu menerima rezeki dan harus memberi pada yang lain. Dan Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk itu,” tegasnya.
.
Beberapa bulan setelah rumah tahfidz berdiri, Mia pun berkeinginan meluaskan kegiatan Al Qur’an itu. Kebetulan rumah tahfidz di rumahnya khusus untuk anak-anak. Niat ikhlas Mia langsung diijabah Allah. Tidak lama kemudian, ada kesempatan untuk memperluas rumah tahfidz di SLB Permata Bentar Kecamatan Gending untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Lalu rumah tahfidz di SPBU Brumbungan Lor Kecamatan Gending untuk ibu-ibu dan rumah tahfidz Namira Scholl Kraksaan untuk anak-anak dan ibu-ibu, hingga kini kegiatan tahfidz Al Qur’an itu berjalan tiap hari.
.
“Saya ingin membumikan Al Qur’an. Jadi saat ada tempat dan kesempatan, saya langsung buka rumah tahfidz di wilayah lain,” ungkap putri pasangan H. Sholeh Aminuddin-Hj. Siti Khodijah itu.
.
Saat ini menurut Mia, masih banyak cita-cita yang ingin dia kerjakan. Pada intinya, Mia mengaku ingin mengembangkan pendidikan berkualitas tanpa mengesampingkan pendidikan agama. Termasuk memperluas rumah tahfidz. “Orang tua menjadi guru besar kehidupan saya untuk tidak pernak takut berkarya, berbagi dan mendorong saya menjadi manusia yang lebih bermanfaat buat ummat,” tambahnya.
.
Tidak heran, pada tahun 2013 Mia bersama dua saudara perempuannya mempunyai gagasan mengembangkan pendidikan di Kabupaten Probolinggo. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan untuk anak yang tidak hanya mengedepankan akademik, namun juga mengutamakan pendidikan keagamaan. Maka terbentuklah Namira School (Playgroup, Kindergarten dan Daycare/TPA) di Kota Kraksaan.
.
Sebuah lembaga pendidikan untuk anak usia 0-5 tahun. Namira sendiri akronim dari namanya dan dua saudaranya. Yakni, Nabilah Faza, Mirrah Samiyah dan Fara Nadhia. “Saya dan saudara ingin memberikan pendidikan yang menyenangkan dan berkualitas untuk anak-anak. Tidak kalah dengan kota besar. Jadi, saya sinergikan pendidikan agama dengan akademis. Sebab dua hal itu harus berjalan seimbang.
.
Sehingga terlahir generasi yang hebat dan berakhlakul karimah dari sekolah kami,” pungkasnya.
.
(Syamsul Akbar/Mahbib) 

CAHAYA LILIN DALAM GELAP


Selasa, 12 Agustus 2014
oleh : Mohammad Sobary 
Makin berbeda, makin jelas di mana titik-titik persamaan kita (Gus Dur) Gus Dur itu ibarat orang yang menyalakan lilin dalam kegelapan. Banyak aspek kebudayaan kita gelap. Struktur kehidupan sosial-politik kita juga gelap. Pertama, penguasa otoriter, dan mereka yang masih tetap bertangan besi, kelihatan jelas ingin hidup seenaknya seperti di zaman kegelapan beberapa abad yang lalu. Kedua, kelompok- kelompok sosial keagamaan— terutama para pembawa misi perjuangan agama, yang membolehkan sikap dan tingkah laku serbakeras dan memuja kekerasan— tampak makin terbuka untuk mendominasi kehidupan, seolah hidup ini milik mereka sendiri. Di tengah proses di mana hidup makin tertata secara terbuka dan adil serta manusiawi banyak kekuatan budaya, kekuatan kemasyarakatan, dan politik, yang merasa bersukacita hidup dalam kegelapan etis maupun kemanusiaan, seolah fajar baru kemanusiaan di zaman ini bukan hanya tak memengaruhi mereka, melainkan bahwa dengan sengaja mereka musuhi. Pagi ini ada sebuah media yang mengenang kembali Gus Dur. 
Karikaturnya, yang khas Gus Dur, ditampilkan di bawah penjelasan ”Mengenang Gus Dur”. Ungkapan bijaknya dikutip kembali: ”Agama melarang ada perpecahan, bukan perbedaan”. Ada penjelasan tambahan: Gus Dur dikenal sebagai tokoh bangsa yang memberikan tempat lebih layak bagi kaum minoritas di Indonesia. Kata ”dikenal” di sini sebuah ”kredit” yang diberikan kepadanya.

Tapi, kelihatannya, ini ”kredit kecil” atau hanya berskala ”menengah”, yang jelas tak disengaja, malah ”mendegradasikan” apa yang dapat kita sebut ”life achievement ” Gus Dur. Lain soal bila di sana disebutkan: Gus Dur merupakan tokoh bangsa yang berdiri di garis paling depan, sejauh menyangkut pembelaannya untuk memberi tempat lebih layak bagi kaum minoritas di negeri ini.

Komentar ini bukan hanya sekadar berbicara mengenai ”tata bahasa” dan cara memberinya apresiasi, melainkan mengenai makna penghormatan yang— sekali lagi jelas tak dimaksudkan— untuk malah mengurangi arti perjuangannya di bidang keadilan budaya, hukum, dan politik yang kejam terhadap kaum minoritas. Kita tahu, selain Gus Dur, dalam perjuangan itu ada juga Cak Nur, orang saleh, militan, dan tulus berbicara mengenai keadilan, demokrasi, dan kemanusiaan.

Platform Cak Nur membela ”nilai-nilai” dan tak pernah bicara membela teman, golongan, atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang bisa saja salah. Tapi, perjuangan dan pemihakan terhadap nilainilai tidak. Cak Nur sering terlalu lembut, hati-hati, dan bijaksana yang bisa saja menyembunyikan suatu rasa takut tertentu. Gus Dur keras, berani sekali, sering sangat tidak hati-hati, dan lebih sering kelihatan nekat.

Tapi, nekat di sini bukan fenomena psikologi massa yang menggambarkan sikap kehilangan ”kepala”, tidak rasional, dan ”kalap”. Gus Dur sangat berani dan nekat dengan perhitungan; siapa berani menangkap ”panglima” umat yang jumlahnya maharaksasa di bumi kita ini? Kalau sudah sampai di sini, apa yang nekat tadi sebetulnya bukan nekat, apa lagi ”kalap”, melainkan sikap yang didasarkan pada perhitungan politik yang sangat cermat, sangat rasional.

Dia menikmati suasana psikologi politik menjadi orang ”pemberani” yang bisa diberi penghormatan ”dies only once ”, dan penuh keagungan, bukan ”pengecut” yang sebutannya ”dies many times ”, dan mungkin penuh keresahan. Dia bilang, seorang pemberani itu bukan orang yang tak pernah mengenal takut.

Pemberani itu orang yang juga takut, tapi bisa mengelola ketakutannya sedemikian rupa dengan perhitungan dan strategi sehingga ketakutannya kalah. Salah satu keberaniannya yang tak mungkin kita lupakan karena tak ada seorang pun yang mau melakukannya saat itu dalam suasana mencekam, penuh teror dan ketakutan, pada Jumat pekan pertama setelah terjadi apa yang kita kenal sebagai peristiwa Tanjung Priok pada 1985.

Tidak ada khatib pada salat Jumat yang saat itu berani naik mimbar karena dipelototi tentara dan intel yang ganas. Tapi, Gus Dur tampil. Mungkin atas persetujuan Pak Benny Moerdhani atau ber-dasarkan sikap lain. Gus Dur pun naik mimbar dan memberi apresiasi pada sikap dan perjuangan Amir Biki dan anak buahnya.

Tapi, Gus Dur juga mengkritik mereka sebagaimana tampak dalam buku Jejak Guru Bangsa: Meneladani Kearifan Gus Dur , yang saya tulis dan diterbitkan Gramedia pada 2010. Di sana Gus Dur mengatakan, berjuang tidak cukup hanya dengan keberanian, tapi harus juga mengingat perlu saling menimbang nasihat yang bijak dan di atas segalanya berjuang itu juga perlu kesabaran. Pada mulanya Gus Dur juga gentar kalau tiba-tiba ditembak di atas mimbar. Tapi, itu tak terjadi, kita tahu itu. Turun mimbar dengan selamat membuatnya lega.

Tokoh-tokoh Islam Tanjung Priok lega, tentara lega, intel juga lega atas langkah berani yang bijak itu. Kita semua tahu Gus Dur tak pernah ragu sedikit pun, menaruh dirinya di dalam banyak kemungkinan risiko tak mengenakkan, yang tempo hari, pada 1990-an, dilempari banyak tuduhan: agen Yahudi, kadang-kadang ”agen Israel”, yang keduanya kurang lebih sama. Sikap populisnya yang jelas dan berwarna ”pluralis”, yang memberi tempat lebih layak pada kaum minoritas seperti disebut tadi.

Sejumlah tokoh Islam sendiri ada yang tak memahami sikap dan perjuangannya, ada yang curiga, ada yang marah, ada juga yang memprotes karena terlalu baik hati pada kaum minoritas dan sering sangat keras kepada anak-anaknya sendiri, golongan Islam. Gus Dur mendengarkan semua itu bukan untuk menurutinya, melainkan untuk mencari celah di mana kelemahan argumen mereka.

Gus Dur menikmati perdebatan karena dia tahu perdebatan itu jalan menemukan titik persamaan. Tapi, yang terpenting, perdebatan itu proses pendewasaan umat. Dia sangat sadar bahwa di dalam perjuangan keumatan di dalam NU maupun Islam pada umumnya tak banyak tokoh yang terlalu peduli, apalagi dengan serius, untuk menjadikan diskursus di bidang ini sebagai kapital mengembangkan diskursus ”Islam dan demokratisasi”. Ini wilayah ” tak terjamah” seperti lahan ”tidur” yang tak digarap siapa pun. Para tokoh lain berbeda cara melihatnya.

Gus Dur suka akan perbedaan macam itu. Baginya, makin berbeda makin jelas di mana titik-titik persamaan kita seperti dikutip di atas. Dia pun tak takut akan kegelapan sebab dia bisa menyalakan lilin yang bisa meneranginya. Bagi negeri ini, dia mungkin ibarat ”cahaya lilin dalam gelap”.

MOHAMAD SOBARY Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih, buat Kesehatan. 

Email:dandanggula@hotmail.com
Selasa 12 Agustus 2014.

Tulisan ini sebelumnya dimuat di http://koran-sindo.com/node/411528. Dimuat ulang di gusdurian.net untuk kepentingan pendidikan dan penyebaran nilai-nilai Gus Dur.

GUS DUR DAN PENCERAHAN KAUM MUDA: SEBUAH KESAKSIAN


Kamis, 04 September 2014
oleh : Neng Dara Affiah 
Dalam perjalanan hidup saya, ada tiga orang yang meninggalnya membuat saya luruh menangis: meninggal Ibu saya, karena ia adalah tiang dalam keluarga kami, fisik maupun psikis; Nenek saya yang mengenalkan saya pada keislaman dan keimanan dengan konsepnya yang sederhana, tapi ia praktekan dalam hidup nyata sehari-hari; dan Gus Dur yang mengenalkan kepada saya tentang keislaman dan keimanan dengan maknanya yang sangat luas seluas alam semesta ini. Mengapa Gus Dur demikian penting dalam penjelajahan hidup saya? Ini adalah fragmen kecil dari kesaksian tersebut. 
Pertautan saya dengan Gus Dur sesungguhnya lebih banyak pertautan ide ketimbang fisik. Pertautan itu dimulai ketika saya kuliah di IAIN Jakarta, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama, antara tahun 1987-1990an. Entah birahi dari mana, minat saya terhadap “Islam yang lain” yang tidak mainstream sudah muncul sejak saya sekolah menengah pertama dan atas di pesantren (1981-1987). Meskipun saya hidup dalam lingkungan pesantren tradisional, tetapi pemikiran saya seperti mendua. Satu sisi saya mengaji kitab-kitab kuning klasik yang dipelajari setiap hari dan malam, dan hal tersebut sangat berpengaruh pada prilaku dan tradisi yang dipraktekkan dalam komunitas pesantren tradisional, sisi lain saya melahap buku-buku dari pemuka pembaru Muslim seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Nurcholish Madjid, dan pemuka-pemuka pembaru lain sejauh yang bisa saya akses bukunya, karena pada saat itu, untuk ukuran saya yang hidup di daerah tak mudah mengakses buku-buku tersebut, selain majalah panjimas yang hampir setiap edisi saya lahap yang menjadi langganan paman saya.

Dengan tekad memuaskan minat saya dalam gagasan pembaruan pemikiran Islam, saya melanjutkan kuliah di IAIN Jakarta. Tidak yang lain. Pada masa saya, pemikiran-pemikiran pembaruan Islam tersebut terintegrasi di dalam kurikulum. Jadi, setiap belajar mata kuliah tentang wacana keislaman, isinya adalah gagasan-gagasan pembaruan Islam yang ditafsirkan oleh Prof. Dr. Harun Nasution yang ia tulis dalam buku-buku daras-nya. Seiring dengan itu, setiap aktivitas saya di kampus, baik dalam kelompok studi maupun organisasi ekstra selalu berkaitan dengan gagasan pembaruan pemikiran Islam, meskipun alat yang dipakai adalah ilmu-ilmu sosial dan filsafat.

Seiring dengan aktivitas saya yang begitu bergairah terhadap gagasan pembaruan pemikiran Islam, saya berkenalan dengan gagasan Gus Dur yang dikerangkakan dengan gagasan Pribumisasi Islam. Gagasan Pribumisasi Islam itu kira-kira maknanya begini: Bagaimana Islam yang lahir dari Negeri Arab dan mungkin difahami dalam kerangka Timur Tengah bisa meng-Indonesia; men-Jawa, Men-Sunda dan landing dengan komunitas-komunitas lokal lainnya. Gagasan ini bagi saya begitu mencerahkan. Pencerahan pertama, karena saya hidup dalam lingkungan yang sangat memelihara tradisi, tapi juga tidak ingin tradisi tersebut mengungkung dan mengangkangi kemerdekaan kita sebagai manusia. Pencerahan kedua, saya ingin menyongsong sebuah peradaban maju tanpa menanggalkan tradisi positif yang sebenarnya sudah kita punya, tetapi ia tertutupi oleh tradisi yang justru menghambat kita pada sebuah peradaban yang kurang manusiawi dan bisa bergerak lebih maju. Dalam kaitan ini, Gus Dur menawarkan dua hal tersebut tanpa menanggalkan akar-akar kultural darimana ia berasal.

Untuk bisa selalu mengikuti pemikiran Gus Dur ini, saya selalu membaca tentang pernyataan-pernyataan dan tulisan-tulisannya yang dimuat di media massa; koran dan majalah, baik yang baru maupun yang sudah usang yang biasa saya beli di buku-buku loakan. Bukan hanya pemikiran-pemikiranya yang berat, tetapi juga yang ringan-ringan. Mulai dari perbedaan antara bajaj dengan taksi, warung makan padang bermusik Jawa, hingga tulisan pesantren sebagai sub kultur Indonesia. Selain mengikuti tulisannya, saya pun berusaha mendatangi pelbagai seminar di Jakarta jika Gus Dur sebagai pembicara.

Pada saat yang bersamaan, sekitar semester kelima mahasiswa (tahun 90an), saya menawarkan diri untuk bekerja di Warta NU, sebuah tabloid PBNU yang saat itu penanggung jawab-nya Gus Dur, pemimpin Redaksinya Arifin Junaidi dan Sekretaris Redaksinya saya sendiri dengan anggota redaksi diantaranya Ulil Abshar Abdalla dan Saifullah Yusuf. Pada saat saya mengelola majalah inilah interaksi saya dengan Gus Dur sering terjadi di kantor PBNU yang pada saat itu gedung ini masih kumuh. Apalagi ruangan lembaga penerbitannya. Tetapi karena pesona Gus Dur yang luar biasa, kantor PBNU yang kumuh itu selalu ramai didatangi orang dari berbagai kalangan, luar dan dalam negeri yang juga mengantarkan saya untuk mengenal banyak orang dari beragam latar belakang pula.

Pada periode Gus Dur pula, kantor PBNU yang kumuh itu dikelilingi anak-anak muda seangkatan saya yang berlatar belakang santri, yang agaknya kelompok yang lahap dan sekaligus memperoleh pencerahan dari gagasan-gagasan penyegaran Gus Dur ini: Dari kelompok Jogja: Ada Mas Fajrul Falakh; Mas Imam Aziz, Mas Suaedy, Jadul Maula, Khairus Salim, Elyasa KH Darwis, Muhaimin Iskandar, dan lain-lain. Dari Jakarta: Saya (Neng Dara Affiah), Ulil Abshar Abdalla, Saifullah Yusuf, Khatibul Umam Wiranu dan yang lainnya. Kelompok muda ini dikemudian hari mengembangkan minatnya masing-masing; ada yang tetap dalam jalur ilmu dan pemikiran seperti yang dikembangkan teman-teman LKIS, ada yang ke politik praktis seperti Muhaimin Iskandar, Saefullah Yusuf dan Khotibul Umam Wiranu.

Melalui tokoh Gus Dur ini, agaknya kami memperoleh figur yang saat itu berani melakukan perlawanan terhadap rezim: yakni rezim Soeharto. Gus Dur adalah tokoh yang memiliki keberanian yang luar biasa menentang rezim disaat orang lain tiarap dan mencari aman. Pendirian Forum Demokrasi adalah bagian dari perlawanan itu. Selain itu, ia pun menentang kesewenang-wenangan pemberedelan pers yang saat itu dilakukan terhadap tabloid Monitor. Ia berdiri tegak tanpa ketakutan disaat hampir semua orang mendukung pemberedelan ini dengan alasan menghina Nabi Muhammad. Tak pelak, kekaguman saya pun menjadi-jadi, karena nyalinya yang luar biasa untuk mewujudkan gagasannya dalam tindakan nyata. Tekanan yang spektakuler dari rezim adalah saat Muktamar NU Cipasung dimana pemerintahan Soeharto mengganjal Gus Dur dengan menyalonkan Abu Hasan melalui politik uang, dan kami kelompok muda yang disebut di atas serta sejumlah intelektual Muslim berada dalam barisan Gus Dur yang selalu mengelilinginya.

Begitulah sepak terjang Gus Dur hingga ia menjadi presiden. Saat ia menjadi presiden, kebahagian dan keraguan berkumpul menjadi satu. Kebahagiaan tersebut adalah adanya secercah harapan bahwa ia bisa mewujudkan gagasan-gagasannya menuju Indonesia baru dengan jaman baru dimana kekuasaan ada dalam genggamannya. Tetapi kebahagian tersebut tidak terwujud, karena gagasan Gus Dur sulit ditangkap oleh mesin birokrasi yang ada di bawahnya. Keraguannya adalah ia berlatar belakang santri yang tidak akrab dengan dunia birokrasi dan protokoler yang biasa dilakukan para raja dalam bentuknya yang moderen yang bisa menjauhkan dirinya dari rakyat biasa seperti Pak Somad, pegawai setia PBNU yang setia melayaninya. Pertanyaan kecil yang saat itu muncul, “Bisakah ia menjadi inspektur upacara dan menghormat dengan tangan di kepala saat upacara-upacara kenegaraan? Bisakah ia memakai sepatu formal, padahal sepanjang saya mengenalnya ia selalu memakai sepatu sandal? Ah…Gus Dur ini kok sudah menjadi Nabi, malah ingin menjadi presiden” begitu gumam saya saat itu. Tapi alam memang berkehendak lain, barangkali orang seperti Gus Dur-lah orang yang pantas menjadi presiden untuk semakin mematangkan bangsa Indonesia melalui ke-gonjang-ganjingannya dan pelbagai kontroversinya.

Saat Gus Dur tidak lagi menjadi presiden, saya kembali merapat kepadanya untuk pelbagai isu diskriminatif yang dulu menyatukan kami. Isu perempuan Ahmadiyah, isu penolakan terhadap UU Pornografi, isu Perda-Perda diskriminatif yang berupaya menolak konsep negara-bangsa yang cenderung meliankan kelompok minoritas, dan isu pesantren yang menjadi sorotan sebagai sarang teroris. Beberapa kali dalam tahun-tahun menjelang akhir hidupnya, saya berkesempatan untuk sama-sama menjadi pembicara dalam pelbagai tema. Dalam pelbagai pembicaraan tersebut, kami lebih sering sepakat dalam banyak hal, ibarat guru dengan santri, dan ia akan memperkayanya dengan narasi dongeng dan cerita-cerita lucu yang mengajarkan pada kearifan hidup. Seusai acara, kami akan terlibat dalam cerita-cerita lucu yang membuat kami senang dan terkekeh-kekeh yang bisa mengeluarkan kami dari pelbagai urusan. Pemilik tawa itu kini sudah pergi untuk selamanya. Jejak positifnya harus saya ikuti!


Pamulang, 1 Januari 2010 .

Syiah Sesat NU Sesat

Almarhum Gus Dur[1] dulu pernah mengatakan Nahdlatul Ulama (NU) itu Syiah minus Imamah, Syiah itu NU plus Imamah. Bukan tanpa alasan statemen itu dilontarkan, memang NU dan Syiah secara budaya memiliki banyak kesamaan. Di Indonesia pendakwah ajaran Islam tak dapat dipastikan apakah Sunni atau Syiah yang datang terlebih dahulu, sebagaimana madzhab leluhur para habib di Hadramaut yang masih diperdebatkan apakah Sunni, Syiah atau bahkan membuat madzhab sendiri. Karena itulah budaya, simbol-simbol Syiah melekat kuat dengan budaya Sunni di Indonesia. Kecintaan akan keluarga Nabi saw melekat dengan erat, di antaranya; pujian, tawasulan pada para imam Syiah termaktub dalam syair-syair, tarian, dll; hikayat dan cerita kepahlawanan keluarga Nabi saw; tradisi-tradisi yang mirip dengan budaya Syiah, seperti tabot, tahlil arwah hari ke-n, rabo wekasan, primbon, larangan berhajat di bulan suro; istilah-istilah keagamaan, dsb seperti syuro, kenduri, bahkan penamaan hal-hal berbau (maaf) seks pun dengan nama keluarga nabi, seperti tongkat Ali atau rumput Fatimah (padahal kalau menyesuaikan nama aslinya seharusnya terjemahnya adalah tangan Maryam). [2]
 
NU sebagai salah satu mainstream Sunni di Indonesia menghormati, mengagungkan dan mentaati keturunan Nabi saw, demikian halnya dengan Syiah, bahkan jika mereka berbuat salah pun mereka tetap menaati dan tunduk karena takut kualat, dan sebagainya. Ingat skandal habib pemimpin majelis terbesar kedua di  Jakarta?. NU mengenang dan membacakan manaqib para leluhur guru, kyai-kyai mereka dan mengadakan haul kewafatan mereka. Begitu juga dengan Syiah. Dalam mengatasi ayat-ayat mutasyabihat berkenaan dengan Tuhan, kedua golongan ini sama-sama menakwilkan sesuai dengan posisi Tuhan, bukan memakai arti lahiriah ayat tersebut. Jika dalam NU ada saudara mereka yang meninggal, mereka mendoakannya dalam acara tersendiri, tahlilan. Begitu juga dengan Syiah. NU mengajarkan kebolehan tawasul dengan orang-orang 'suci' mereka, begitu pula dengan Syiah. NU menganggap orang-orang suci mereka tetap hidup meski sudah meninggal dan menziarahi kuburan mereka untuk bertawasul dan bertabarruk. NU mengenal tabaruk dengan benda-benda peninggalan atau pemberian orang 'suci' sama halnya dengan Syiah. Poin-poin terakhir di atas itulah yang membuat golongan muslim kecil imporan naik darah lantas mengkafir-musyrikan dan siap-siap menghunuskan pisau untuk mengalirkan darah penganut NU dan Syiah untuk taqarub kepada Allah.
Dua golongan ini, NU dan Syiah memang memiliki banyak kesamaan. Kedua-keduanya sudah dicap sesat dan kafir oleh kelompok Islam kecil lainnya. Tak jarang untuk mengadu domba dan mempertajam perseteruan kedua kelompok ini dan, Syiah dan Sunni, ada oknum yang mengaburkan, mengganti bahkan menghilangkan redaksi-redaksi dalam kitab-kitab rujukan Sunni-Syiah[3]

Masalah yang seringkali dibentrokkan dengan golongan Sunni adalah imamah Ali dan 11 keturunannya, tahrif al-Quran, doktrin keadilan sahabat nabi, nikah mut’ah, taqiyah, dll. 
Keimamahan ahli bayt merupakan salah satu rukun dalam Syiah. Namun bukan berarti orang yang tidak meyakini dan mengikutinya kafir. Begitulah yang dikatakan para imam Syiah.  Imam Abu Ja'far, Muhammad Al-Baqir as, berkata, seperti tercantum dalam Shahih Hamran bin A'yan: "Agama Islam dinilai dari segala yang tampak dari perbuatan dan ucapan. Yakni yang dianut oleh kelompok-kelompok kaum Muslim dari semua firqah (aliran). Atas dasar itu terjamin nyawa mereka, dan atas dasar itu berlangsung pengalihan harta warisan. Dengan itu pula dilangsungkan hubungan pernikahan. Demikian pula pelaksanaan shalat, zakat, puasa, dan haji. Dengan semua itu mereka keluar dari kekufuran dan dimasukkan ke dalam keimanan."
Mengenai tahrif al-Quran, umat Islam sepakat bahwa hal ini merupakan masalah besar. Siapapun yang meyakini bahwa al-Quran telah berubah, baik kurang atau ditambah, maka dihukumi kafir. Sayangnya, pengeritik dan pencela Syiah tidak melihat langsung kondisi sebenarnya di Iran, melihat langsung al-Quran-quran yang tersebar seantero Iran yang sama dengan yang dibawa umat Islam lainnya. Masih ingat dengan Mukjizat Abad 20: Doktor Cilik Hafal dan Paham Al-Quran yang best seller di Indonesia, Masih sama kan dengan al-Quran yang dibaca dan dihafal kelompok Sunni?. Adapun riwayat-riwayat hadits, sahabat atau ulama yang mengatakan adanya tahrif al-Quran sebenarnya juga bertebaran tak hanya di kitab-kitab Syiah saja tapi juga ada di kitab-kitab Sunni. Itupun ada yang belum dipastikan sahih riwayatnya atau tidak dan juga tidak menjustifikasi si empunya kitab sebagai penganut tahrif, bahkan mungkin ia menolak mentah-mentah.[4] Jika ada oknum di suatu golongan yang meyakini tahrif, maka itu tidak menegaskan semua golongan itu meyakini tahrif. Baik Sunni maupun Syiah mempunyai oknum yang meyakini adanya tahrif  tersebut. Kalau dalam Syiah penganut tahrif al-Quran disebut kelompok Akhbari. Adapun pendukung tahrif di Sunni, pernahkan anda membaca cerita Ibnu Syanbudz dan pengikutnya, ulama besar Sunni ahli al-Quran? [5]
Adapun masalah sahabat, yang perlu dipertanyakan adalah apakah meyakini semua sahabat Nabi saw itu udul adalah bagian dari iman atau tidak. Jika iya, dan mereka yang mencela, mengkritik dan melaknat sahabat adalah kafir. Maka bagaimana dengan para sahabat itu sendiri yang saling mencela melaknat bahkan membunuh sahabat lainnya. Apa mereka kafir? Jika anda mempelajari sejarah Islam maka akan anda temukan banyak riwayat valid  seperti itu di hampir semua kitab-kitab sejarah umat Islam, baik Sunni maupun Syiah. Jika menunjukkan dan mengungkapkan kejelekan dan keburukan sahabat merupakan dosa besar, maka hampir semua pengarang kitab hadits dan sejarah termasuk orang yang berdosa besar. Maka tak heran jika ada ulama besar hadits yang menganjurkan untuk menutupi hal-hal tersebut untuk menjaga doktrin sahabat itu wajib adil.[6] Dengan dasar konsep semua sahabat udul itu pula semua peristiwa hitam dan kelam perseteruan sahabat ditafsirkan dan dijelaskan. Sayyidah Fatimah tidak pernah marah pada Abu Bakr karena soal perampasan tanah Fadak, fitnah yang terjadi diantara para sahabat di masa Utsman dikarenakan provokasi orang Yahudi, bahkan perang yang terjadi antara Ali as dengan Aisyah, Thalhah dan Zubair adalah karena provokasi Yahudi tersebut. Tak hanya itu, terkadang kejelekan yang dilakukan oleh para sahabat ditutupi secara halus. Jika ada riwayat yang menyebutkan nama sahabat yang berbuat buruk, maka diganti dengan fulan, si a, dll. Jika ada perbuatan atau perkataan buruk sahabat maka ditulis kadza, sesuatu, dll.  
Fitnah buruk lain yang disematkan pada Syiah adalah Syiah mengkafirkan semua sahabat, kecuali 3 orang. Jika Syiah mengkafirkan semua sahabat, lantas siapa yang membantu Ali dalam perang melawan Aisyah, Thalhah, Zubair, madzhab Khawarij, dan Muawiyah. Mau dikemanakan para sahabat nabi yang mati demi membela Islam dan keluarga Nabi saw? Bagi Syiah sahabat Nabi saw ada yang baik dan ada juga yang buruk. Mereka yang buruk tidak perlu diikuti. Syiah tidak sekedar menuduh jelek seorang sahabat tapi mempunyai bukti valid atas keburukan sahabat tersebut.
Syiah pembohong, pendusta karena Syiah menganut doktrin taqiyah. Begitulah yang sering dilontarkan oleh pembenci Syiah. Demikian lekatnya doktrin taqiyah pada golongan Syiah dan tuduhan jeleknya sampai-sampai ada guyonan tentang taqiyah golongan Syiah di dunia maya.[7]

Tapi, bagaimana kalau anda ditempatkan pada posisi Syiah. Anda akan dibunuh jika mengungkapkan keyakinan anda yang sebenarnya, apa yang akan anda lakukan? Begitulah awal mula taqiyah sebenarnya. Begitulah tindakan Ammar bin Yasir menghadapi siksaan kaum Quraisy. Begitulah tindakan penganut Syiah selama kurang lebih seabad di masa kerajaan Umayyah. Mereka dibatasi gerakannya, diburu, dan dibunuh bila ketahuan mengikuti jejak Ahli Bait. Bahkan Hasan al-Basri pun dalam meriwayatkan hadis dari Ali as, tidak menyebutkan namanya dalam periwayatan karena kondisi waktu itu yang tidak memungkinkan. Jika demikian apa anda setuju taqiyah?
Anda menyamakan mutah dengan zina, maka anda salah besar. Ibnu Abbas sampai buta mata dan wafat pun tidak pernah melarang mutah atau mencabut pendapatnya tersebut. Karena itulah murid-murid Ibnu Abbas meneruskan pendapatnya. Di antara mereka adalah Ibnu Juraij, Said bin Jubair, Atha’, Mujahid, bahkan ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Malik membolehkan nikah Mut’ah. Jika Syiah meyakini mutah masih diperbolehkan, apakah anda akan memprotes? Toh, menurut Syiah mutah tetap diperbolehkan Nabi saw dan yang melarang adalah Umar di masa kekhalifahannya dan riwayat tersebut ada di kitab-kitab golongan Sunni dan Syiah.[8]
 
Semua poin-poin di atas, baik tuduhan Sunni atau bantahan Syiah terus saja diulang-ulang sepanjang sejarah Islam, namun semuanya hanya sekedar tulisan tanpa ada upaya untuk menjaga kedamaian ukhuwah islamiyah seakan-akan ada pihak-pihak luar dan dalam yang sengaja menjaga kestabilan perpecahan umat muslim. Akhirnya semua itu berpulang ke dalam diri anda. seorang hakim harus mendengarkan dua pihak yang bersengketa baru memutuskan masalahnya, bukan langsung justifikasi tanpa bertabayun terlebih dahulu. Bukan sekedar cukup menjadi juru dakwah, pemimpin majelis dengan jutaan pengikut, atau tukang khutbah mingguan untuk dapat menjustifikasi sekelompok orang menjadi sesat, kafir dan musyrik, diperlukan sikap yang arif, objektif, ilmiah dan berlaku adil dalam menanggapi saudara sesama muslim yang berbeda pandangan dengan kita.
“Tidaklah seseorang melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kefasikan, dan tidak pula melemparkan tuduhan kepada yang lain dengan kekafiran, melainkan hal itu akan kembali kepadanya apabila yang dituduh ternyata tidak demikian”. Wa Allah a’laam. 
Salam damai, :) 
(dari berbagai sumber air)

[1] Dibanding dengan kakeknya, Gus Dur begitu dekat dengan golongan Syiah. Ketika terjadi revolusi Iran, Gus Dur mengatakan “Khumayni waliyullah terbesar abad ini” yang menimbulkan kontroversi di kalangan NU, bahkan dalam sebuah diskusi Gus Dur juga mempersilakan warga NU untuk masuk ke madzhab Syi’ah. Sedang K.H. Hasyim Asy’ari ‘menyindir’ Syiah dalam Muqadimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama menyebutkan “Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid’ah-bid’ah terberantas dari semua orang. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila fitnah-fitnah dan bid’ah-bid’ah muncul dan sahabat-sahabatku di caci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat malaikat dan semua orang.” Bahkan beliau juga melarang santri-santrinya membaca kitab-kitab Syiah, seperti Naylul Authar, Subulus Salam. Perbedaan pandangan tersebut merupakan sesuatu yang galib dalam dunia keilmuan. Imam Ja’far al-Sadiq as mempunyai murid Imam Hanafi yang membuat madzhab sendiri, Imam Malik juga mempunyai murid Imam Syafii, yang mempunyai pendapat berbeda dengan gurunya, bahkan konon gara-gara perbedaan dengan gurunya tersebut Imam Syafi’i meninggal dipukul oleh pengikut Maliki. Said Aqil Siradj yang lulusan pendidikan Saudi pun menjadi pembela Syiah, padahal Saudi secara politik dan budaya menganut faham Wahabi yang jelas-jelas menolak bahkan mengkafirkan Syiah. Pendapat KH. Ahmad Dahlan juga berbeda dengan pendapat majelis tarjih Muhammadiyah sesudahnya, beliau memakai qunut subuh, tarawih 20 rakaat, mengucap usholi dalam niat shalat, dll. 
[2] Bahwa upacara peringatan orang mati/tahlil pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000, termasuk khaul, adalah tradisi khas yang jelas-jelas terpengaruh faham Syiah. Dalam tahlil dimulai dengan bacaan al-Fatihah kepada Nabi saw dan roh-roh si mati. Amalan ini menjadi tradisi penganut Syiah dari zaman ke zaman. Dalam tahlil juga dibacakan ayat 33 dari surah al-‘Ahzab yang diyakini oleh golongan Syiah sebagai bukti keturunan Ali dan Fatimah adalah maksum. Demikian juga dengan perayaan 1 dan 10 Syuro dengan penanda bubur Syuro, tradisi Rebo Wekasan atau Arba’a Akhir di bulan Safar, tradisi Nisfu Sya’ban, faham Wahdatul Wujud, Nur Muhammad, larangan berhajat pada bulan Syuro, pembacaan kasidah-kasidah yang memuji Nabi Muhammad Saw dan ahl al-bait, dan wirid-wirid yang diamalkan menunjukkan keterkaitan tersebut. Bahkan istilah kenduri pun, jelas menunjuk kepada pengaruh Syiah karena dipungut dari bahasa Persia: Kanduri, yakni upacara makan-makan di Persia untuk memperingati Fatimah Az-Zahro’. 
[3] Di antara kitab yang terbukti ditahrif adalah Nahj al-Balaghah yang diterbitkan oleh Muhammad Abduh Mesir, kitab-kitab al-Khumayni, seperti Hukumah Islam, Kasyful Asrar yang diterjemahkan menyimpang dari bahasa Persia ke Inggris/Arab. Pemalsuan kitab Kasyful Asrar dibongkar oleh Dr. Ibrahim Dasuki Syata, pengajar bahasa dan sastra dari Universitas Kairo. Pemalsuan kitab Hukumah Islam diduga dilakukan penerbit buku milik CIA ke dalam bahasa Inggris.
[4] Riwayat-riwayat tahrif al-Quran, baik dari kalangan sahabat maupun ulama besar, beredar di kitab-kitab Sunni dan Syiah. Di antara yang berpendapat al-Quran berubah adalah Imam Malik, beliau berkata tentang sebab gugurnya basmalah pada pembukaan surah Barâ’ah, “Sesungguhnya ketika bagian awalnya gugur/hilang maka gugur pulalah basmalahnya. Dan telah tetap bahwa ia sebenarnya menandingi surah al-Baqarah (dalam panjangnya)”
[5] Ibn Anbari dan al-Qurthubi menutupi identitas tokoh ini dalam kitabnya. Namun al-Khatib al-Baghdadi dan Abu Syamah menyebut jelas tokoh besar Sunni ini. Nama lengkapnya Abu al Hasan Muhammad ibn Ahmad ibn Ayyub al Muqri’/pakar qira’at, yang dikenal dengan nama Ibnu Syanbûdz/Syannabûdz al-Baghdâdi (w.328 H). Ia banyak belajar dan menimba ilmu qira’at dari banyak pakar di berbagai kota besar Islam. Ia telah berkeliling ke hampir seluruh penjuru negeri Islam untuk menimba ilmu dari para masyâikh, dan ahli qira’at. Ia sezaman dan satu thabaqah dengan Ibnu Mujahid (yang membatasi qira’at hanya pada 7 qira’at saja), tetapi ia lebih luas ilmu dan pengetahuannya, khususnya tentang qira’at dan sumber-sumbernya, dan ia lebih banyak guru dan masyâikhnya, hanya saja Ibnu Majahid lebih berkedudukan di sisi penguasa saat itu. Banyak kalangan ulama qira’at belajar darinya. Abu ‘Amr ad Dâni dan lainnya mengandalkan sanad qira’at melalui jalurnya. Ibnu Syannabûdz adalah tsiqah/terpercaya, seorang yang shaleh, konsisten dalam menjalankan agama dan pakar dalam disiplin ilmu qira’at. Ia meremehkan Ibnu Mujahid yang tidak pernah melancong ke berbagai negeri untuk menimba ilmu qira’at. Apabila ada seorang murid datang untuk belajar darinya, ia menanyainya terlebih dahulu, apakah ia pernah belajar dari Ibnu Mujahid? Jika pernah maka ia tidak akan mau mengajarinya. Ibnu Mujahid menyimpan dendam kepadanya, dan menfitnahnya kepada al wazîr/penguasa saat itu yang bernama Ibnu Muqlah. Ibnu Syannabûdz diadili pengguasa di hadapan para ulama dan ahli fikih, di antaranya Ibnu Mujahid atas qira’atnya yang dinilai menyimpang, setelah terjadi perdebatan seru dengan mereka. Ibnu Muqlah memintanya untuk menghentikan kebiasaannya membaca qira’at yang syâdzdzah, tetapi ia bersikeras mempertahankannya, dan berbicara keras kepadanya dan kepada Ibnu Mujahid serta al Qadhi yang dikatakannya sebagai kurang luas pengetahuan mereka berdua, sehingga Ibnu Muqlah menderanya dengan beberapa cambukan di punggungnya yang memaksanya mengakui kesalahannya dan bersedia menghentikan bacaan syâdzdzah-nya. Ketika Ibnu Muqlah menderanya, Ibnu Syannabûdz mendoakannya agar Allah memotong tangannya dan mencerai-beraikan urusannya. Tidak lama kemudian, setelah tiga tahun, tepatnya pada pertengahan bulan Syawal tahun 326 H, doa itu diperkenankan Allah dan Ibnu Muqlah pun dipotong tangannya oleh atasannya dan dipenjarakan serta dipersulit kehidupannya. Ia hidup terhina dan mati dalam sel tahanan pada tahun 328 H, tahun yang sama dengan tahun wafatnya Ibnu Syannabûdz. Sebagaimana Ibnu Mujahid juga mati setahun setelah mengadili Ibnu Syannabûdz. 
[6] Al-Dzahabi berkata, “Omongan sesama teman jika terbukti dilontarkan dengan dorongan hawa nafsu  atau fanatisme maka ia tidak perlu dihiraukan. Ia harus ditutup dan tidak diriwayatkan, sebagaimana telah ditetapkan bahwa harus menutup-nutupi persengketaan yang terjadi antara para sahabat ra. Dan kita senantiasa melewati hal itu dalam kitab-kitab induk dan juz-juz akan tetapi kebanyakan darinya adalah terputus sanadnya dan dha’if dan sebagian lainnya palsu. Dan ia yang ada di tangan kita dan di tangan para ulama kita. Semua itu harus dilipat dan disembunyikan bahkan harus dimusnahkan. Dan harus diramaikan kecintaan kepada para sahabat dan mendo’akan agar mereka diridhai (Allah), dan merahasiakan hal itu (bukti-bukti persengketaan mereka itu) dari kaum awam dan individu ulama adalah sebuah kawajiban. Dan mungkin diizinkan bagi sebagian orang ulama yang obyektif  dan jauh dari hawa nafsu untuk mempelajarinya secara rahasia dengan syarat ia memintakan ampunan bagi mereka (para sahabat) seperti diajarkan Allah.
[7] Kisah Laporan "Spy" Wahabi Tentang Iran. 
Pada suatu hari, agen wahabi mengutus seorang untuk "spy" semua gerak-gerik orang syiah, terutama di Iran, maka diutuslah seorang agen A untuk memulai misi ke Iran
. Setelah tiga bulan lamanya sang agen kembali untuk melaporkan hasil mata-matanya. Mari kita lihat apa yang dilaporkannya :
Agen A : Bos ternyata semua orang Iran, mereka itu hidup dalam taqiyah sepanjang waktu dan dimanapun mereka berada
.
Bos : maksud kamu ?
 
Agen A : Setelah sekian lama saya selidiki:
1. Ternyata mereka selalu menyembunyikan Al-Qur'an mereka entah dimana. Segala cara dan upaya telah sa
ya lakukan untuk dapat menemukan Al-Qur'an versi Syiah, tapi tetap saja saya tidak pernah menjumpai dan menemukannya. Setiap saya lihat semua Al-Qur'an di sana sama dengan Al-Qur'an yang kita baca, dan saya tidak pernah menemukan orang yang menjual atau memegang atau menyimpannya di rumah atau di perpustakaan-perpustakaan atau di sekolah-sekolah mereka selain Al-Qur'an seperti yang kita punya. Padahal yang kita belajar dan dengar dari guru-guru kita bahwa Syiah memiliki al-Qur'an sendiri.

2. Mereka juga selalu bersalawat kepada Nabi dan Ahlul Baytnya sepanjang waktu mereka, di
hampir setiap akhir dari bacaan gerakan sholat, dalam doa-doa mereka, ketika mereka mendengar nama Rasulullah dan para Imam mereka disebutkan, ketika mereka akan memulai pekerjaan dan berpergian, pokoknya di setiap hari mereka selalu mengumandangkan salawat dan kecintaan kepada Rasulullah dan Ahlul Baytnya seolah-olah mereka tahu bahwa saya sedang memperhatikan mereka. padahal yang saya dengar dari guru-guru kita, bahwa mereka sebenarnya adalah pembenci dan selalu memfitnah ahlul bayt nabi. 

3. Setiap hari masyarakat mereka selalu mengutuk dan membenci Amerika dan Zionis, serta musuh-musuh Islam. Dan kesiapan serta doa mereka untuk menjadi dan dibangkitkan sebagai tentara Al-Mahdi dalam melawan Da
jjal akhir zaman. Padahal yang saya dengar dari guru-guru kita, bahwa mereka adalah kawan sejati Amerika dan Israel.

 
4. Ketika saya memasuki kota-kota suci mereka, di
setiap hari mereka selalu bergiat dalam ibadah-ibadah serta kajian-kajian keilmuan dan keagamaan, tidak pernah mereka menghabiskan waktu dalam kesia-siaan apalagi mengeluarkan cacian kepada sahabat dan istri nabi. Padahal yang saya dengar dari guru-guru kita, bahwa mereka setiap hari melakukan majlis-majlis cacian kepada sahabat dan isteri nabi.

5. Para mahasiswa dan ilmuwan mereka pun sedang bergiat dalam mengembangkan teknologi, yang setiap saat mereka katakan sebagai kekuatan Islam untuk melawan orang kafir dan musuh Allah, kemajuan yang mereka alami adalah dari hasil anak bangsa dan kemandirian mereka setelah negara mereka mendapat tekanan dan b
oikot dunia. Padahal yang saya dengar dari guru-guru kita, bahwa mereka sering melakukan kerjasama dan membeli senjata dari Amerika dan Israel.

Demikianlah Bos laporan dari saya tentang orang Iran (Syiah) yang menjalani hidup mereka yang selalu bertaqi
yah sepanjang hari dan di tempat manapun mereka berada, sehingga saya tidak pernah menjumpai apa yang guru-guru kita katakan tentang orang Iran (Syiah), mereka selalu bertaqiyah untuk dapat menyembunyikan jati diri mereka di hadapan siapapun, baik teman ataupun musuh-musuh mereka. Dalam pikiran saya terhadap Tuhanpun mereka bertaqiyah, bahkan ketika tidur dan matipun mereka bertaqiyah.
Bos : ???#@!!
[8] Quraisy Shihab memandang bahwa 1. Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah benar Nabi saw pernah mengharamkan nikah mut’ah itu; 2. Larangan Umar bin Khattab terhadap nikah mut’ah bukan pengharaman suatu syariat, tetapi demi menjaga kemaslahatan umat kala itu. 3. Pendapat yang kompromistis ialah pendapat Syekh Muhammad Thahir bin Asyur, mufti Tunisia yang mengatakan bahwa Nabi SAW dua kali mengizinkan nikah mut’ah dan dua kali melarangnya. Larangan ini bukan pembatalan, tetapi penyesuaian dengan kondisi, kebutuhan yang mendesak atau darurat. Maka nikah mut’ah itu hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat, seperti bepergian jauh atau perang dan tidak membawa istri.
Lihat Rujukan disini:

Terkait Berita: