Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label BNPT. Show all posts
Showing posts with label BNPT. Show all posts

Mantan Teroris Ingatkan Pemerintah Tak Lengah Terhadap Gerakan Radikalisme


Mantan teroris anggota kelompok Moro Islamic Liberation Front/MILF Ali Fauzi Manzi mengingatkan agar pemerintah tidak lengah terhadap gerakan radikalisme, terutama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Sebab gerakan radikal dapat bergerak dengan berbagai cara
"Intinya jangan pernah kendur, apalagi lengah. Mereka bisa 'menusuk' melalui berbagai cara," kata Ali Fauzi di Jakarta, Rabu (29/7/2015).

Menurut dia, salah satu jalan terbaik adalah memperkuat ideologi Pancasila dan memperdalam pengetahuan agama. "Ini sangat penting, karena para pelaku radikalisme, apalagi ISIS, menyerang sasarannya melalui ideologi dan agama," terangnya.

Ia menilai upaya yang dilakukan pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan lembaga-lembaga terkait dalam menanggulangi paham ISIS dengan memperkuat ideologi dan agama di Indonesia sudah tepat.

"Bila ideologi kita, yaitu Pancasila dan pemahaman agama, terutama agama Islam semakin kuat, otomatis propaganda-propaganda radikalisme, terutama ISIS, akan mental dengan sendirinya," imbuhnya.

Adik terpidana mati bom Bali, Amrozy, ini menambahkan, Indonesia dikenal sebagai negara dengan toleransi antarumat beragama yang tinggi. Itu merupakan modal yang kuat untuk mencegah dan menangkal penyebaran propaganda paham radikalisme, terutama yang dilakukan militan ISIS.

"Indonesia dikenal memiliki toleransi antarumat beragama yang tinggi sehingga tidak ada tindakan-tindakan represif yang dilakukan kepada agama tertentu. Itulah yang membuat warga Indonesia justru lebih sedikit yang ikut bergabung dengan ISIS di Suriah dibandingkan dengan negara-negara
Barat," terangnya.

Selain itu, upaya pemerintah Indonesia melalui BNPT juga menjadi faktor penting dalam mencegah eksodus WNI ke Suriah melalui sosialisasi terus menerus tentang bahaya radikalisme dan ISIS bagi kehidupan bangsa Indonesia.

Ia juga mengapresiasi gerak cepat pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi WNI yang bepergian ke Turki, terutama yang akan bergabung dengan ISIS.
(MetroNews/Shabestan/ABNS)

Menyoal Keseriusan Pemerintah Membasmi Terorisme


Pada bulan November 2013, seorang gadis berusia 19 tahun, Aqsa Mahmood, memeluk erat ayahnya sebelum pergi. Ia berkata,”Khuda hafiz,” yang artinya, “semoga Allah menjagamu.” Sebuah pelukan panjang untuk mengucapkan selamat tinggal.
Ia lantas meninggalkan keluarganya di Glasgow, Skotlandia. Aqsa pergi, bukan untuk belajar ataupun bekerja ke luar negeri. Ia pergi, untuk bergabung dengan kelompok teroris transnasional Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Empat hari kemudian, Aqsa sampai di perbatasan Turki-Suriah. Sebelum benar-benar memasuki Suriah, ia masih sempat mengajak orangtuanya untuk mengikuti jejaknya: bergabung dengan ISIS.

Tak lama berselang, Aqsa pun muncul di media sosial dengan penampilan barunya. Ia berfoto sambil memegang senapan AK-47, dan menyerukan jihad untuk melawan Barat.

***

Baru-baru ini, publik kembali dibuat terhenyak ketika tiga orang gadis remaja asal Inggris berhasil menerobos masuk ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teroris ini. Para peneliti menduga, Aqsa adalah salah seorang yang turut memainkan peran dalam menjaring ketiganya.

Aqsa, melalui tulisan-tulisannya di Tumblr sejak meninggalkan Skotlandia, secara intens menyerukan jihad. Orangtuanya merasa begitu terpukul dengan kejadian ini.

“Anda adalah aib bagi keluarga dan orang-orang Skotlandia. Dengan melakukan ini (bergabung dengan ISIS-red), Anda telah membunuh keluarga. Kami meminta Anda berhenti jika Anda masih mencintai kami,” demikian pernyataan dari keluarga Aqsa, seperti dirilis CNN, 23 Februari 2015.

Apa yang terjadi pada Aqsa Mahmoud, maupun para gadis dan pemuda dari berbagai negara merupakan contoh pola rekruitmen ISIS, yang menggunakan kekuatan media sosial. Berangkat dari sebuah pemahaman yang keliru tentang agama dan konflik berdarah di Timur Tengah, calon jihadis pun didapat.

***

Jika diperhatikan di Tanah Air, jaringan media pro-ISIS telah menjamur baik yang berupa portal berita maupun jejaring sosial. Anehnya, meski pemerintah Indonesia telah secara resmi melarang ideologi ISIS, namun entah mengapa, situs-situs pendukung ISIS tetap dibiarkan eksis.

Dari laporan The Jakarta Post, Senin, 8 Desember 2014, menurut Kepala Komisaris BNPT Jenderal Saud Usman Nasution, diperkirakan sekitar 514 WNI telah berada di Irak dan Suriah, dan setengahnya berasal dari para mahasiswa dan TKI yang sebelumnya berada di negara-negara Timur Tengah.

Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pemasok jihadis ISIS yang terbesar di Asia Tenggara. Dari berbagai laporan disebutkan, Malaysia memasok sekitar 40 orang, Filipina 200 orang, dan Australia 60 orang.

Mungkinkah jumlah ini akan bertambah? Kemungkinan ini tidak tertutup, walaupun Indonesia telah mengetatkan pemeriksaan di kantor imigrasi.

Peluang ini akan membesar seiring dengan aktifnya penyebaran doktrin ISIS yang tidak hanya melalui media sosial, melainkan juga melalui deklarasi/ baiat/ seminar yang diadakan di berbagai kota di Indonesia.

Jika di Indonesia tetap bermunculan Aqsa-aqsa lainnya, maka yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah pemerintah. Banyak hal yang bisa dilakukan, namun hingga hari ini tetap diabaikan. Apa yang sebenarnya terjadi, antara pemerintah kita dan terorisme?

(Source)

Pimpinan Situs Radikal (kiblat.net) yang Diblokir Datangi Kominfo


Jakarta – Kemkominfo telah memblokir 22 situs/website yang bernuansa radikal, mengajak kepada kebencian, hatespeech dan memecah belah bangsa.

7 Pimpinan Situs Radikan itu mendatangi Kementerian Kominfo. Mereka ingin meminta penjelasan.
“Kami hanya ingin mengkonfirmasi rencana pemblokiran terhadap media kami, apa alasannya. Kalau situs-situs kami berbahaya, berbahayanya di mana dan beritanya apa,” kata Pemred Hidayatullah.com Mahladi yang juga juru bicara, di gedung Kominfo, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (31/3/2015).

Menurutnya tuduhan yang mengatakan situs mereka mempengaruhi masyarakat untuk ikut ISIS atau berpaham radikal adalah tidak benar.

“Kalau kami menghasut masyarakat untuk ikut ISIS dari mana? Kami bersikap kritis terhadap ISIS,” ucap Malhadi.

22 situs itu sudah diblokir. Kemkominfo meminta penyelenggara internet service provider (ISP) untuk memblokir 22 situs sesuai dengan permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Menurut BNPT situs/website tersebut merupakan situs/website penggerak paham radikalisme dan penyebar kebencian.Permintaan blokir itu, kata BNPT, atas masukan dari masyarakat.

7 Situs itu adalah:
1. Aqlislamiccenter.com
2. Hidayatullah.com
3. Kiblat.net
4. Salam-online.com
5. Panjimas.com
6. Arrahmah.com
7. Gemaislam.com

(Source)

Syiah Dibelakang Pemblokiran Situs Islam? Indonesia sudah darurat Wahabi, bukan darurat Syi’ah


Pertemuan media Islam dengan BNPT.

berikut dialog Al Irsyad dengan wakil BNPT:

Al irsyad : Jangan2 ini pesanan syiah…karena situs2 yang bapak blokir itu…semua menentang syiah…jangan2 itu alasannya…iya pak???

BNPT : Kami belum bisa menjawab…


Ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Pusat Ustadz Athian Ali M. Da’i, MA menyayangkan sikap BNPT menutup sejumlah situs media Islam yang dituduh sebagai situs radikal. Akan tetapi, BNPT melupakan Syiah. Sebuah kelompok dinilai Ustadz Athian berpotensi menggulingkan pemerintah.

“Kita menganggap kelompok Syiah ini adalah kelompok radikal yang berpotensi untuk melakukan revolusi, karena tidak ada Syiah tanpa revolusi,” tegasnya saat kepada Jurniscom, rabu (1/4/2015.
Alasannya, menurut Ustadz Athian, salah satu rukun iman Syiah adalah Imamah dan salah satu rukun Islam adalah wilayah. “Dan (revolusi-red) itu sudah mereka lakukan di Irak, di Libanon, di Suriah, yang terahir di Yaman,” katanya sembari menambahkan hal tersebut sangat mungkin terjadi di Indonesia.

“Jadi, mestinya kelompok ini yang seharusnya diawasi. Kelompok ini berpotensi melakukan revolusi, bukan terorisme lagi,” ungkapnya.


 Makin masifnya gerakan anti-Syiah di Indonesia menciptakan kekhawatiran tersendiri bagi peneliti terorisme di Asia Tenggara, Sidney Jones. Penasihat senior International Crisis Group (ICG) di Indonesia ini mengungkapkan bahwa jika hal ini terus dibiarkan, Muslim Syiah Indonesia bukan tak mungkin akan menjadi target baru terorisme.

Dalam wawancara dengan wartawan Media ABI, Sidney Jones menengarai konflik Suriah yang dipersepsi oleh kelompok teroris sebagai konflik Sunni-Syiah –meski sudah jelas Basshar sendiri bukan Syiah– bisa mengubah peta terorisme di Indonesia. “Saya khawatir konflik Suriah yang ditafsirkan di sini sebagai konflik Sunni-Syiah (oleh kelompok radikal). Bisa saja terjadi target Syiah akan naik dalam kalkulasi para teroris di Indonesia,” terang dia.

Hal lain yang juga dikhawatirkannya adalah upaya kelompok radikal mengirimkan warga Indonesia ke Suriah untuk membantu pemberontak di negara itu. “Ini artinya, akan ada generasi teroris yang akan kembali ke Indonesia. Mungkin seperti alumni Afghanistan dulu yang ternyata bisa mengubah pola terorisme di Indonesia.”.

Lebih lanjut dia menambahkan, “Mereka akan bisa melakukan aksi yang jauh lebih dahsyat terhadap kelompok-kelompok ini (Syiah).”.

“Pernah ada satu perencanaan aksi terorisme terhadap Syiah di Indonesia yang dipimpin oleh Abu Umar. Saat mereka ditangkap, mereka sudah membuat survei beberapa lembaga Syiah di Jakarta. Sejak saat itu muncul daftar 77 lembaga Syiah yang kemudian tersebar melalui facebook dan baru-baru ini dimuat di situs voaislam.com. Ini bisa mendorong kelompok-kelompok jihadi untuk menyerang Syiah,” tambahnya.

Saat ditanya mengapa tiba-tiba saja muncul fenomena propaganda masif kebencian terhadap Syiah ini, Sidney sendiri merasa heran. Ia mengaku sebelumnya tak pernah memikirkan bahwa Syiah akan menjadi target terorisme di Indonesia. “Saya tidak tahu. Tetapi saya kira tidak dari rasa kebencian masyarakat Indonesia sendiri. Karena masyarakat Indonesia adalah orang-orang yang sudah berabad-abad hidup rukun dan bertoleransi terhadap Syiah.”.

Jika bukan asli dari masyarakat Indonesia yang memang selama berabad-abad tercatat hidup damai bersama Syiah, lalu dari manakah propaganda masif yang tiba-tiba saja muncul mengobarkan kebencian sektarian terhadap Syiah ini?


Belakang ini opini-opini yang dihembuskan Wahabi seolah-olah Indonesia darurat Syi’ah, padahal Indonesia sudah darurat Wahabi. Wahabi membuat Indonesia seolah-olah dipenuhi Syi’ah, sebab Wahhabi lah yang paling getol gembar-gembor menyatakan Syi’ah kafir. Mereka juga pasang spanduk dimana-mana.

Syi’ah juga seolah-seolah jumlahnya banyak karena Aswaja / Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai umat Islam terbesar di Indonesia dituduh Syi’ah. Bila penganut Aswaja yang dituduh Syi’ah maka tentu saja terlihat banyak.

Wahabi secara mutlak mengkafirkan Syi’ah. Berbeda dengan Aswaja yang masih mengklasifikasi kelompok Syi’ah. Konsekuensi dari mengkafirkan yang mereka lakukan itu berarti Halal darahnya atau boleh dibunuh. Dalam hal ini, Wahabi sedang mencari legitimasi untuk melakukan pembunuhan terhadap Syi’ah.

Siapa yang akan jadi korban?. Korban utama dan terbanyak adalah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), sebab Aswaja sebagai kelompok umat Islam terbesar pun dituduh Syi’ah dan pembela Syi’ah oleh Wahabi, akhirnya darahnya dihalalkan pula oleh Wahabi.

Bila sudah dihalalkan maka akan ada aksi bunuh-membunuh. Akhirnya Indonesia kacau, terjadilah konflik sektrarian seperti di Libya, Suriah dan lain-lain yang tak ada ujung berakhirnya. Semoga Allah melindungi negeri kita dari orang-orang jahat.

Kita umat Islam saat ini sudah aman, shalat aman tidak diganggu, tidak ada bom meledak tiap hari, tidak ada bangunan hancur karena bom tiap hari, kita aman pergi ke pasar tanpa takut tembakan, kita aman bersekolah, kita aman mengaji, kita aman bertani, kita aman berdagang, kita aman naik kendaraan, tidak ada bom mobil, kita aman bekerja di kantor, kita tidak mengungsi akibat perang yang tidak berkesudahan.

Maka waspadailah pihak-pihak yang berusaha meng-import konflik sektarian Timur Tengah ke negeri Indonesia yang aman ini. Mengapa konflik sektarian di munculkan? Siapa yang memiliki kepentingan ?

Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA, Bob Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “A Plan to Devide and Destroy the Theology”, Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah.

Hal ini kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “US Strategy in The Muslim World After 9/11“. Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan AS di Timur Tengah. [[1]http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,47029-lang,id-c,kolom-t,Di+Balik+Merebaknya+Konflik+Sunni+Syiah+di+Jawa+Timur-.phpx]
___________________
FAISOL RAMDHONI*
Di Balik Merebaknya Konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur

Sabtu, 14/09/2013 09:41

Saat ini publik Jawa Timur (Jatim) kembali dicengangkan oleh sebuah peristiswa kekerasan yang berbalut agama. Peristiswa berdarah yang terjadi di Puger ini sungguh sangat mengejutkan, memprihatinkan sekaligus mengkhawatirkan banyak pihak.

Belum lama dari meletusnya peristiwa puger ini, masih segar dalam ingatan publik akan kasus konflik dan isu serupa yang terjadi di desa Karanggayam dan desa Bluuran kabupaten Sampang. Konflik yang berujung pada aksi kekerasan massa ini telah menyebabkan diungsikannya ratusan warga yang diduga pengikut aliran syiah ke Sidoarjo dengan alasan untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas masyarakat.

Keterkejutan dan kekhwatiran publik ini sangatlah beralasan, peristiwa Puger ini meledak di saat proses rekonsiliasi konflik Sampang masih dalam tahap pematangan. Walaupun sebenarnya penyelesaian konflik di Puger sudah dilakukan di awal tahun 2012 dengan ditandatanagninya perundingan damai antar kedua belah pihak. Namun nyatanya diluar dugaan semua pihak, eskalasi konflik yang melibatkan kelomok sunni dan kelompok syiah ini meninggi dan terjadilah peristiwa karnaval berdarah.

Di Jawa Timur, peristiwa konflik bertema sunni-syiah baik yang terjadi di Jember maupun Sampang ini sepertinya sebuah kelanjutan mata rantai dari peristiwa serupa yang terjadi di berbagai daerah di tahun-tahun sebelumnya. Sebut saja, mulai dari penyerangan sekelompok massa terhadap para pengikut IJABI yang terjadi di Desa Jambesari Kecamatan Jambesari Darussolah Kabupaten Bondowoso, pada tanggal 23 Desember2006, insiden penyerangan pesantren YAPI yang berpaham syiah oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan laskar Aswaja ada tahun 2010-211 di Bangil Pasuruan dan ketegangan-ketengan berskala kecil yang terjadi Malang.

Fenomena ini sungguh sangat menarik, dalam artian meskipun ajaran Syiah ini banyak tersebar di Indonesia dan juga pernah mengalam resistensi di daerah lain seperti di Pandeglang Provinsi Jawa Barat (6/2/2011) dan Temanggung Provinsi Jawa Tengah (8/2/2011) namun tidak separah dan sebesar di Jawa Timur. Di Provinsi ini, eskalasi konflik dengan isu Sunni-Syiah semakin tahun mengalami peningkatan dan resistensi tehadap ajaran syiah semakin menguat dan meluas di tengah masyarakat.

Dengan demikian, maka sangatlah wajar bila kemudian muncul asumsi-asumsi konspiratif yang mengitari rentetan letusan konflik bertema Sunni-Syiah di Jawa Timur. Bahwa ada unsur kesengejaan untuk menciptakan dan memelihara konflik Sunni-Syiah yang melibatkan kekuatan transnasional. Pertanyaannya kemudian “ Benarkah ada keterlibatan kekuatan transnasional di balik konflik bertema Sunni-Syiah ini serta Mengapa percepatan dan penguatan konflik berada di Jawa Timur?”

Adalah Dr. Michael Brant, salah seorang mantan tangan kanan direktur CIA, Bob Woodwards yang mengawali adanya kepentingan Transnasional dalam menciptakan konflik Sunni-Syiah. Dalam sebuah buku berjudul “A Plan to Devide and Destroy the Theology”, Michael mengungkapkan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta USD untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Hal ini kemudian diperkuat oleh publikasi laporan RAND Corporation di tahun 2004, dengan judul “US Strategy in The Muslim World After 9/11". Laporan ini dengan jelas dan eksplisit menganjurkan untuk terus mengekploitasi perbedaan antara Ahlu Sunnah dan Syiah demi kepentingan AS di Timur Tengah.

Kemenangan Revolusi Iran tahun 1979 telah menggagalkan politik-politik Barat yang sebelumnya menguasai kawasan negara Islam. Iran yang sebelumnya tunduk dan patuh terhadap AS, pasca revolusi, justru lebih banyak menampilkan sikap yang berseberangan dengan negeri “Paman Sam” itu. Karenanya, AS merasa berkepentingan untuk menjaga agar konflik Sunni-Syiah itu tetap ada di wilayah Timteng demi melanjutkan hegemoninya di kawasan tersebut.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh Michael Brant bukanlah sebagai sebuah halusinasi. Jauh sebelum revolusi Iran tahun 1979, sangat jarang ditemukan konflik terbuka antara Syiah dan Ahlus Sunnah, kecuali konflik yang bersifat sporadis di antara kelompok-kelompok kecil dari kedua kalangan di Irak, Libanon dan Suriah.

Sementara itu, khusus di Indonesia, keberadaan kaum Syiah bukan barang baru. Syiah telah ada sejak dahulu kala. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia hampir tak pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara Sunni-Syiah. Karenanya bagi sebagian pengamat, sangatlah mengherankan jika tiba-tiba Sunni-Syiah turut mewarnai konflik bernuansa SARA di Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh Michael Brant tersebut ke ranah domestik, maka jelas ada kepentingan di luar SARA yang turut berperan -bahkan mengambil porsi lebih besar- dalam konflik Sunni-Syiah di Indonesia.

Selanjutnya, di Indonesia kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikan dengan gerakan Wahabisasi Global. Tujuan utama kelompok ini adalah dengan membuat dan medukung kelompok-kelompok lokal untuk membuat wajah Islam lebih keras dan radikal serta berusaha memusnahkan pengamalan-pengamalan Islam yang lebih toleran yang lebih lama ada dan dominan di Indonesia. Kelompok ini berusaha keras untuk menginfiltrasi berbagai sendi kehidupan umat Islam Indonesia dalam beragam cara baik secara halus mapun kasar.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid dalam pengantar buku Ilusi Negara Islam bahwa Gerakan asing Wahabi/Ikhwanul Muslimin dan kaki tangannya di Indonesia menggunakan petrodollar dalam jumlah yang fantastis untuk melakukan Wahabisasi, merusak Islam Indonesia yang spiritual, toleran, dan santun, dan mengubah Indonesia sesuai dengan ilusi mereka tentang negara Islam yang di Timur Tengah pun tidak ada. Mereka akan mudah menuduh kelompok Islam lain yang tidak sepaham dengan ajaran wahabi sebagai kafir, sesat dan murtad.

Analisis ini juga dikuatkan oleh sebuah realitas pergerakan politik di Timur Tengah, dikonflik Internasional kita lihat perang Saudara di Irak, Suriah, Pakistan dan Afgahnaistan semuanya ditarik pada perang antara Sunni dan Syiah, belum lagi ancaman serangan ke Iran yg notebene adalah pusat Syiah. Arab Saudi sebagai Poros Wahabi dunia ini sangat ingin punya pengaruh d Timur Tengah, namun kalah pamor dengan Iran yang lebih mempunyai Sumber Daya Alam maupun sumber daya manusia yang pintar-pintar, sejak jaman persia dahulu kala. Sedangkan di Indonesia sendiri, konflik Sunni-Syiah tidak mempunyai akar sejarah politik.

Rupanya kelompok Wahabisasi global ini pun memahami bahwa NU merupakan penghalang utama pencapaian target idiologis dan politik mereka. Sebagai organisasi Sunni terbesar di Indonesia selama ini NU begitu gencar dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam yang moderat, humanis dan toleran. Bahkan dalam pergaulan internasional di bidang keagamaan pemikiran-pemikiran NU berikut tokoh-tokohnya menjadi refrensi umat Islam dunia. Citra sebagai gerakan Islam moderat, diakui atau tidak, adalah milik NU. Praksis, upaya-upaya untuk mendiskreditkan, merusak citra NU sebagai organisasi kaum sunni dengan ajaran Islam yang lembut dan toleran kerap dilakukan salah satunya dengan membenturkan kaum Nahdliyin dengan kaum syii di Indonesia.

Untuk melakukannya lalu dipilihlah Jawa Timur sebagai lokasi pabrik yang memproduksi konflik-konflik bertema Sunni-Syiah. Pilihan ini sangatlah strategis, publik tahu bahwa Jawa Timur merupakan basis utama para penganut paham ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah . Di Jawa Timur lah, NU sebagai organisasi masyarakat terbesar di Indonesia yang berpahamkan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dideklarasikan dan didirikan yang kemudian berkembang pesat dan cepat ke seluruh penjuru nusantara. Di Jawa Timur pulalah, dinamika pergerakan NU menjadi barometer politik nasional.

Di samping itu, pilihan lokasi konflik seperti Jember, Pasuruan, Malang dan Sampang juga bukan tanpa kalkulasi yang strategis. Publik pun tahu, bahwa di daerah-daerah tersebut karakter masyarakatnya sangat lekat dengan kultur Madura. Selain dikenal sebagai pengikut NU yang fanatik, masyarakat dengan kultur madura ini telah menjadikan Islam sebagai salah satu unsur penanda identitas etnik Madura. Sebagai unsur identitas etnik, agama merupakan bagian integral dari harga diri orang Madura.

Oleh karena itu, pelecehan terhadap ajaran agama atau perilaku yang tidak sesuai dengan agama, mengkritik kiai serta mengkritik perilaku keagamaan orang Madura, merupakan pelecehan terhadap harga diri orang Madura. Maka janganlah heran jika, warga Nahdliyin Madura dimanfaatkan dan mudah disulut sebagai pengobar api kerusuhan dengan isu sentimen beda aliran agama. Walhasil, eskalasi percepatan isu dan penguatan konflik terbesar berada di wilayah Madura dan Tapal Kuda dan jarang sekali berada di zona lainnya seperti pantura maupun zona matraman. Wallahu alam bis showab

* Penulis adalah Ketua Lakpesdam NU Sampang
__________________________

Perlu diketahui, bahwa keberadaan kaum Syiah bukan barang baru di Indonesia. Namun, seperti layaknya secara umum, di Indonesia hampir tak pernah ditemui konflik sektarian yang melibatkan antara Sunni-Syiah.

Tetapi belakangan ini, mulai muncul konflik sektarian Sunni-Syiah di Indonesia. Bila kita tarik apa yang dinyatakan oleh Michael Brant tersebut ke ranah domestik, maka jelas ada kepentingan di luar SARA yang turut berperan -bahkan mengambil porsi lebih besar- dalam konflik Sunni-Syiah di Indonesia.

Jadi sebenarnya ada kepentingan transnasional Barat dibalik konflik sektarian. Kepentingan tranasional Barat ini bersimbiosis dengan kekuatan kelompok Islam transnasional yang kemudian banyak diidentikkan dengan gerakan Wahabisasi Global.

Jika bukan asli dari masyarakat Indonesia yang memang selama berabad-abad tercatat hidup damai bersama Syiah, lalu dari manakah propaganda masif yang tiba-tiba saja muncul mengobarkan kebencian sektarian terhadap Syiah ini?

Kesimpulan :
Yang sebenar sebenarnya adalah : “Radikalis wahabi melakukan gerakan anti syi’ah dengan mengatas namakan AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH  demi merebut kantong kantong Nahdlatul Ulama (NU)”

Dewan Pers Menyatakan 22 Situs Diblokir Bukan Pers, SITUS WAHABI SALAFI AJARKAN RADIKALISME DAN INTOLERANSI

Dewan Pers: 22 Situs Diblokir Bukan Pers
Minggu, 05 April 2015


Dewan Pers menyatakan 22 situs yang diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika karena dianggap berisi konten radikalisme bukanlah pers dan tidak terdaftar di Dewan Pers.
"Saya tekankan mereka bukan bagian pers, saya sudah membuka data pers 2014 dan 22 situs itu tidak ada dalam daftar," kata Anggota Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo di Kantor AJI Jakarta, Jakarta, Minggu.

Ia menuturkan karya jurnalistik dihasilkan oleh pers yang memiliki penanggungjawab, reporter, produser serta redaktur yang jelas, sementara 22 situs yang diblokir tersebut tidak memiki struktur tersebut.

Untuk itu, pemblokiran 22 situs itu, kata dia, tidak mengganggu dan mengancam kebebasan pers.
Sementara untuk penanganan keberatan dari situs itu, ia mengatakan situs tersebut bukanlah produk jurnalistik sehingga penanganan keberatannya sudah bukan dalam ranah Dewan Pers.
"Kalau situs itu ingin menunjukkan keberatannya bisa menggunakan undang-undang lain seperti ITE dan hak asasi manusia tentang kebebasan bicara. Bukan tugas Dewan Pers untuk menangani itu," ujar dia.

Terkait pemblokiran 22 situs itu, ia menilai Kominfo terburu-buru dalam mengambil tindakan karena tanpa kajian untuk menentukan sisi negatif sebelum melakukan pemblokiran.

Selain itu, ia berpendapat landasan pemblokiran dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif kurang kuat dan ia mengusulkan untuk dibentuk undang-undang.

"Permen tidak cukup, harus undang-undang karena permen hanya keputusan menteri saja. Undang-undangnya belum ada kan, nah ini yang seharusnya dibuat," kata dia.

Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan Kominfo hanya menindaklanjuti permintaan dari BNPT untuk memblokir situs-situs tersebut, sementara isi berita dari situs yang dianggap radikal berada dibawah kewenangan Dewan Pers.

Untuk mendapat masukan dan pertimbangan agar proses pemblokiran berjalan lebih baik dan transparan, Kominfo membuat panel yang akan bekerja mulai Senin (6/4). Panel tersebut di antaranya terdiri atas Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Tokoh PBNU Salahudin Wahid (Gus Solah) dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin.
(Laporan: Antaranews)

SITUS WAHABI SALAFI AJARKAN RADIKALISME DAN INTOLERANSI


BAHAYA LATEN RADIKALISME DAN TERORISME.
Ramai dan gaduhnya kelompok pro radikalisme setelah Pemerintah melalui BNPT memerintahlan Kominfo untuk memblokir 22 situs yang ditengarai bermuatan radikal dan menyebarkan semangat intoleransi.

Dari situs-situs yang diusulkan untuk dilakukan pemblokiran adalah situs-situs yang selama ini dikenal sangat provokatif, liar, menyebarkan kebencian, tak mengindahkan etika, tidak berimbang (Cover both side), sehingga kerap kali terjadi penyesatan dan penggiringan opini negatif dimana seharusnya masyarakat mendapatkan berita yang benar, berimbang bukan berita fitnah, adu-domba atau pemutar-balikan fakta.

Situs-situs yang diperintahkan di blokir bukan saja yang menyebarkan faham radikal Wahabi saja tetapi juga situs-situs yang gigih menyebarkan kebencian sektarian dengan terus-menerus mereproduksi fitnah dan tuduhan-tuduhan palsu.

Contoh sebuah berita yang ditulis arrahmah.com tentang pujian kepada Abu Ahmad yang tewas di Suriah sebagai sebuah jihad fi sabililah yang membuat iri dan memotivasi kalangan muda untuk melakukan hal yang serupa (Pengertian JIhad yang salah kaprah.red) dan di pencarian google di posting satu hari yang lalu tepatnya pada tanggal 31 Maret 2015 dan pada tanggal 1 April 2015 berita ini sudah dihapus dari laman arrahmah.com



 


Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Ismail Cawidu, mengatakan bahwa pihaknya tidak menilai sampai ke konten karena mereka hanya meneruskan perintah dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).”Kominfo tidak meneliti apakah radikal atau tidak. Kami hanya meneruskan apa yang direkomendasikan BNPT,” ujarnya.

Pada Jumat, 27 Maret lalu, BNPT meminta untuk memblokir sejumlah situs web melalui surat bernomor No 149/K.BNPT/3/2015 tentang situs radikal ke dalam sistem blokir Kominfo.

Menurut BNPT, kriteria situs web yang menyediakan konten radikalisme adalah; Ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama; Mengkafirkan orang lain; Mendukung, menyebarkan, dan mengajak bergabung dengan ISIS/IS; Memaknai jihad secara terbatas.
Pemerintah dalam hal ini BNPT secara konsisten dan konsekwen dalam memberantas radikalisme dan terorisme bekerjasama dengan lembaga-lembaga Internasional, N.G.O, kampus-kampus melakukan kajian secara seksama bahwa masalah Terorisme dan Radikalisme (Takfiri) sudah terlalu parah di mana tidak bisa diatasi hanya melalui solusi militer semata.

Masalah ini harus terlebih dahulu ditangani pada tingkat intelektual, ilmiah dan budaya. Islam, bangsa dan masyarakat sedang terancam oleh pemikiran Ekstremisme dan Radikalisme (Takfiri). Kita harus mengatasi akar masalah, bukan menangani dampaknya.

Operator telekomunikasi di Indonesia mulai melakukan pemblokiran terhadap situs web media Islam yang dinilai menyebarkan konten radikalisme sejak Senin (30/3/2015).

Division Head Public Relations Indosat, Adrian Prasanto, mengaku telah menerima perintah pemblokiran itu. Mereka telah melakukan blokir ke situs web yang diperintahkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berdasarkan rekomendasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Saat ini terdapat 22 situs web Islam yang diblokir, yaitu arrahmah.com, voa-islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com, daulahislam.com, indonesiasupportislamicatate.blogspot.com dan azzammedia.com.
Dari pantauan CNN Indonesia pada Senin siang, sejumlah operator telekomunikasi belum memblokir semua situs web yang diperintahkan.

Menurut hemat kami pemblokiran situs-situs yang menyebarkan faham radikalisme, ekstremisme dan intoleransi oleh Pemerintah (BNPT dan KOMINFO) sudah tepat dan ini adalah sebuah bentuk pencegahan dini dimana dampak penyebaran di dunia maya cukup efektif, sangat besar dan cepat meluas pengaruhnya.

PROTES ATAS PEMBLOKIRAN SITUS-SITUS RADIKAL

Protes sejumlah kalangan akan pemblokiran situs-situs radikal itu dari mulai pengamat telekomunikasi sampai para pimred situs-situs yang di blokir itu cukup beragam tetapi ada benang merah yang bisa dilihat dan serempak mereka suarakan bahwa pemblokiran situs-situs itu adalah melanggar kebebasan berekspresi, melanggar HAM, dan bentuk otoriterian Pemerintah dengan membreidel situs-situs “Dakwah Islam”.

Mari kita telaah satu-persatu apakah benar hanya karena itu situs Islam maka Pemerintah memblokirnya?
Jawabnya TIDAK. Pemblokiran situs-situs itu tidak terkait dengan Islam hanya saja kebetulan situs-situs radikal itu disuarakan oleh segelintir orang yang radikal dan kebetulan mereka beragama Islam. Bukankah radikalisme, ekstremisme, dan intoleransi adalah musuh agama dan kemanusiaan?. Apapun agamanya apabila mengajarkan dan menyebarkan kekerasan, kebencian dan perpecahan di tengah masyarakat maka Pemerintah berhak melarang dan menindak tegas sesuai dengan hukum.
Target penggiringan opini dari pemblokiran situs-situs radikal dari mereka kaum radikalis adalah Pemerintah memusuhi Islam, Pemerintah adalah Taghut, Pemerintah melanggar HAM dan kebebasan berekspresi, Pemerintah anti Islam dan lain sebagainya.

Begitulah sejatinya kelompok-kelompok pro radikalisme. Situs mereka di blokir atau tidak tetap saja radikal pemikirannya dengan senjata khas mereka lakukan fitnah, adu-domba dan pemutar-balikan fakta. Mereka adalah duplikasi dari sebuah ajaran Wahabi Salafi yang memang radikalisme, mudah mengkafirkan sesama muslim, dan intoleransi menjadi ruh pergerakkan dakwah mereka.

Lihatlah semua situs-situs yang diperintahkan untuk di blokir itu semua situs-situs dari kelompok radikal yaitu Wahabi Salafi, efektif kah?. Tetapi minimal dampak penyebaran ajaran kekerasan dan intoleransi yang massif di dunia maya bisa diminimalkan dengan pemblokiran situs-situs itu.
Semoga bangsa yang mejemuk ini dengan perisai PANCASILA bersatu-padu dalam menghalau setiap langkah dan gerak kaum radikalis dan intoleran dari firqoh Wahabi Salafi yang tak pernah lelah melakukan agitasi, adu-domba antar sesama Kaum Muslimin, adu-domba antar Agama, adu-domba antar Pemerintah dan Rakyat demi Indonesia damai.

Sumber : GERAKAN NASIONAL ANTI KEKERASAN DAN INTOLERANSI (GENERASI).

Syiah Senang Atas Pemblokiran Situs Islam Yang Anti Syiah


Pemimpin Syiah di Sampang, Madura, Iklil Almilal, mendukung pemblokiran situs-situs yang diduga menyiarkan paham radikal seperti ISIS. Sebab sebagian dari situs yang ditutup itu sering mengadu domba umat Islam.

“Saya dukung itu. Sebagian dari situs yang diblokir itu sering menjelek-jelekkan paham lain. Mereka sebagian mengatasnamakan Sunni dan menjelekkan Syiah. Padahal Syiah itu menganggap Sunni saudara,” ujarnya kepada Okezone, Rabu (1/4/2015).

Ia mencontohkan, salah satu situs yang sering mengadu domba umat Islam adalah arrahman.com. Situs ini dinilai sering memuat materi yang memicu konflik. Situs ini pernah mengkafirkan Islam yang tidak sepaham dengan suni.

“Makanya untuk mencegah konflik blokir saja. Saya tidak mengerti tujuan mereka memuat materi-materi radikal. Saya yakin penulisnya bukan suni, tapi mengatasnakan suni,” ujar tutur Iklil.

AJI: Situs Islam yang Diblokir Bukan Karya Jurnalistik

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai situs-situs Islam yang diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkiminfo) tidak memuat karya jurnalistik. Sebab materi yang dimuat tidak memenuhi kaidah jurnalistik.

“Itu kan saya lihat mereka mengutip Alquran misalnya. Tapi tidak ada cover both side. Itu tidak memenuhi unsur-unsur jurnalistik,” ujar Kepala Bidang Hubungan Eksternal AJI, Eko Maryadi kepada Okezone, Rabu (1/4/2015).

PERMINTAAN BNPT kepada Kementerian Kominfo agar menutup dan memblokir via DNS sejumlah website Media Islam Online semakin menunjukkan adanya situs situs yang memfitnah “Syiah berpotensi menggulingkan pemerintah”.

Ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Pusat si Athian Ali M. Da’i, MA merupakan provokator yang kerap memfitnah Syi’ah hendak melakukan revolusi.. Bagaimana akal sehat membenarkan segelintir Syi’ah menggulingkan mayoritas sunni di Indonesia… Paranoid adalah wujud radikalisme.. Ada sekitar 7 web yang diblokir tersebut adalah web anti syiah.

Yang sebenar sebenarnya adalah : “Radikalis wahabi melakukan gerakan anti syi’ah dengan mengatas namakan AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH  demi merebut kantong kantong Nahdlatul Ulama (NU)”.


PERMINTAAN BNPT kepada Kementerian Kominfo agar menutup dan memblokir via DNS sejumlah website Media Islam Online semakin menunjukkan adanya situs situs yang memfitnah “Syiah berpotensi menggulingkan pemerintah”.

Ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Pusat si Athian Ali M. Da’i, MA merupakan provokator yang kerap memfitnah Syi’ah hendak melakukan revolusi.. Bagaimana akal sehat membenarkan segelintir Syi’ah menggulingkan mayoritas sunni di Indonesia… Paranoid adalah wujud radikalisme.. Ada sekitar 7 web yang diblokir tersebut adalah web anti syiah.

Yang sebenar sebenarnya adalah : “Radikalis wahabi melakukan gerakan anti syi’ah dengan mengatas namakan AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH  demi merebut kantong kantong Nahdlatul Ulama (NU)”.

Pemimpin Syiah di Sampang, Madura, Iklil Almilal, mendukung pemblokiran situs-situs yang diduga menyiarkan paham radikal seperti ISIS. Sebab sebagian dari situs yang ditutup itu sering mengadu domba umat Islam.
“Saya dukung itu. Sebagian dari situs yang diblokir itu sering menjelek-jelekkan paham lain. Mereka sebagian mengatasnamakan Sunni dan menjelekkan Syiah. Padahal Syiah itu menganggap Sunni saudara,” ujarnya, Rabu (1/4/2015).

Ia mencontohkan, salah satu situs yang sering mengadu domba umat Islam adalah arrahman.com. Situs ini dinilai sering memuat materi yang memicu konflik. Situs ini pernah mengkafirkan Islam yang tidak sepaham dengan suni.

“Makanya untuk mencegah konflik blokir saja. Saya tidak mengerti tujuan mereka memuat materi-materi radikal. Saya yakin penulisnya bukan suni, tapi mengatasnakan suni,” ujar tutur Iklil.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah meminta penyedia layanan internet (ISP) untuk memblokir 19 situs penggerak paham radikalisme.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo, Ismail Cawidu, Senin 30 Maret 2015, menjelaskan pemblokiran tersebut atas permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan terorisme (BNPT).
“Kemarin BNPT minta, dan pagi ini kami sudah kirim permintaan pemblokiran ke ISP,” ujar Cawidu kepada VIVA.co.id melalui sambungan telepon.

Dari 19 situs penggerak radikalimse terdapat beberapa situs yang sudah cukup familiar yaitu, arrahmah.com, voa-islam.com.

Sebelumnya, melalui surat nomor 149/K.BNPT/3/2015, BNPT meminta 19 situs diblokir karena dianggap sebagai situs penggerak paham radikalisme dan sebagai simpatisan radikalisme.

Berikut daftar lengkap 19 situs yang diminta diblokir:
1. arrahmah.com
2. voa-islam.com
3. ghur4ba.blogspot.com
4. panjimas.com
5. thoriquna.com
6. dakwatuna.com
7. kafilahmujahid.com
8. an-najah.net
9. muslimdaily.net
10. hidayatullah.com
11. salam-online.com
12. aqlislamiccenter.com
13. kiblat.net
14. dakwahmedia.com
15. muqawamah.com
16. lasdipo.com
17. gemaislam.com
18. eramuslim.com
19. daulahislam.com

BNPT : Membid’ahkan Kelompok Lain Masuk Radikalisme

Mustofa Nahra : Semua Situs Yang Diblokir Punya Kesamaan Anti Syiah

Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B Nahrawardaya melihat keanehan dalam penutupan situs-situs Islam. Mustofa melihat, semua situs yang diblokir pemerintah memiliki kesamaan melawan ideologi Syiah.

“Yang aneh  dari semua tujuh website maupun 22 website lainnya  melawan satu kelompok sama, selama ini yang saya lihat, yaitu kelompok yaitu Syiah,” ungkap Mustafa di acara LIVE TV ONE

di acara Kabar Indonesia Pagi TVOne ada diskusi tentang pemblokiran situs media Islam. Ketiga narasumber yang hadir adalah Budi Marta Saudin (Pemred GemaIslam.com) , Mustofa Nahrawardaya ( Anggota MPI PP Muhammadiyah ) dan Irfan Idris (Jubir BNPT).
 
Pak Irfan Idris menyampaikan kalau dalam paham radikalisme, syarat kriterianya mengajarkan paham takfiri, mengkafir-kafirkan, membahas jihad secara sempit. Irfan mengakui, situs-situs Islam yang diblokir pemerintah itu memang melawan pemikiran ISIS dan tidak sedikit dari website-website itu yang ikut membenci organisasi radikal tersebut. Akan tetapi, di antara halaman web cenderung mengharamkan demokrasi dan mengkafirkan pemerintah.
 
Beliau mengutarakan kalau ada aduan masyarakat untuk memblokir situs tertentu. Beliau juga terlalu melebar menjelaskan. Masalah khilafiyah dibawa-bawa, situs yang diblokir juga menghakimi kelompok lain, membid’ahkan kelompok tertentu, anti tahlilan. Ustadz Budi membantahnya langsung, masalah khilafiyah sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka. Jangan melebar dari kasus ISIS ke khilafiyah.
 
Dalam pemblokiran 19 situs Islam yang dianggap radikal, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengaku langsung melakukan pemblokiran. Mereka mempercayakan analisa itu pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Kominfo hanya sebagai moderator atau eksekutor dari laporan yang disampaikan. Dalam hal ini (radikal), berdasarkan laporan dari BNPT,” ujar Henri Subiakto selaku Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Media Massa Kominfo di Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa, 31 Maret 2015.

Ia mengaku Kominfo tidak melakukan kroscek terkait 19 situs tersebut. Mereka kemudian menginstruksikan ISP untuk segera memblokir, setelah mendapatkan surat rekomendasi dari BNPT.
“Kami yakin BNPT sudah menganalisanya,” jawabnya dengan singkat.

Dalam paparannya, ada tiga kriteria pemblokiran atau menutup akses sebuah situs melalui Kominfo.
Pertama, sudah dianalisa oleh Kementerian atau Lembaga yang mengajukan permintaan. Kedua, domain yang digunakan bukan domain Indonesia, bukan .id. Dan ketiga, dapat dipulihkan kembali (normalisasi), jika sudah tidak mengandung konten negatif dan mengikuti perundang-undangan yang berlaku.

Dalam permasalahan situs dakwah Islam yang diduga mengajak untuk radikal, ia mengungkapkan bahwa pihaknya hanya mengikuti aturan yang berlaku. Sementara, untuk situs-situs yang isinya memuat perjudian dan pornografi, maka itu tak perlu surat rekomendasi dari yang lain.
“Akan kami blokir langsung karena perjudian dan pornografi sudah jelas aturannya,” ucap dia.

Sudah Sejak 2012
Dalam kesempatan yang sama, BNPT juga mengatakan jika proses pemblokiran ini dilakukan setelah melakukan investigasi dan analisa internal sejak tahun-tahun sebelumnya.
“Penutupan situs-situs dianggap radikal dengan melibatkan pihak internel BNPT, dalam hal ini koordinasi dengan tokoh masyarakat dan kelompok-kelompok moderat. Ini bukan tiba-tiba, tapi sudah dilakukan koordinasi sejak tahun 2012,” ujar Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris.
Setelah melakukan koordinasi dengan pihak berkompeten, maka dikatakan Irfan, BNPT menyatakan kriteria situs yang mengandung unsur konten radikal. Idris menyebutkan ada empat kriteria situs radikalisme menurut intansinya.

“Pertama, ingin melakukan perubahan dengan cepat menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama. Kedua, takfiri atau mengkafirkan orang lain. Ketiga, mendukung, menyebarkan, dan mengajak bergabung dengan ISIS atau IS. Terkahir, memaknai jihad secara terbatas,” paparnya.

Dijelaskan Irfan, BNPT memiliki tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) untuk melakukan koordinasi dengan pihak-pihak bersangkutan, mengenai terorisme tersebut. Kemudian, dia menambahkan, saat ini pemerintah sedang mengkampanyekan tahun damai di dunia maya. Artinya, mengupayakan untuk menangkal segala kelompok radikalisme pada situs yang diduga mengajak masyarakat untuk melakukan tindakan radikal.

“Kita memiliki wacana dan program untuk meng-counter ideologi, counter radikal, counter narasi, dan radikal propaganda,” imbuh dia.

Lalu, Irfan melanjutkan, kelompok-kelompok radikal ini menyasar generasi muda. Kemudian, anak muda tersebut dapat dimanfaatkan untuk memecah belah persatuan negara.

Ternyata BNPT Hadiri Acara Muktamar Syiah

Acara pembukaan Muktamar II Ahlu Bait Indonesia (ABI) Jumat (14/11/2014) di Kemenag RI, Jalan Thamrin, Jakarta ikut dihadiri Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang baru, Irjen Pol Saud Usman Nasution.

Saud menghadiri acara pembukaan sekaligus menjadi pembicara seminar di acara Syiah yang mengusung tema “Menguatkan Nasionalisme, Menolak Intoleransi dan Ekstrimisme”.
Dalam paparan tema yang diusung, Saud Nasution berpesan agar tak melakukan paham-paham radikal dan perbuatan terlarang.

“Paham radikal dan perbuatan terlarang adalah perbuatan yang tidak diridoi,” pesannya di hadapan para jamaah Syiah.

Saud bahkan mengancam, jika hal ini dilakukan, ia tak segan-segan akan memperosesnya hingga ke pengadilan.
“Kita antar sampai ke pengadilan,” tambahnya.

Selain BNPT, ikut hadir di acara itu Kepala Litbang dan Diklat Kemenag Abdurrahman Mas’ud dan Dr Umar Shihab.

Sumber: https://syiahali.wordpress.com/

Bahas ISIS, Ratusan Ulama Kumpul di Depok


Sejumlah ulama asal luar negeri juga turut hadir di acara ini.

Ratusan ulama berkumpul di Pondok Pesantren Alhikam, Beji Depok, Kamis, 30 Oktober 2014. Mereka membahas perkembangan demokrasi dan konflik ISIS di Timur Tengah.
Tak hanya dihadiri ulama nasional, sejumlah ulama asal luar negeri juga turut hadir sebagai pembicara dalam seminar yang rencananya berlangsung hingga esok hari tersebut.

Dengan seminar internasional bertajuk Konflik dan Proses Demokratisasi di Timur Tengah dari negara Irak dan Suria diharapkan akan didapatkan informasi langsung dan terbaru mengenai ISIS. Sehingga, pada akhirnya para peserta dapat merumuskan langkah yang tepat dalam menanggulangi gerakan ISIS.
Ahmad Millah Hasan salah satu  panitia penyelenggara mengatakan, seminar dilaksanakan atas kerja sama International Conference of Islamic Scholars (ICIS) dengan Direktorat Timur Tengah, Kementerian Luar Negeri serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Tujuannya ialah untuk meng-update situasi dan perkembangan Timur Tengah sebagai bagian untuk menjaga stabilitas dan keamanan Indonesia,” kata Ahmad Millah, Kamis, 30 Oktober 2014.
Sejumlah pembicara yang diagendakan hadir di antaranya mantan Ketua PBNU Hasyim Muzadi, selaku tuan rumah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Dewan Waqf Sunni Iraq, Kemenlu Irak, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kapolri Jenderal Sutarman dan Kepala BNPT Ansyaad Mbai.

Selain itu, seminar ini juga menghadirkan Najih Ibrahim dari Mesir, Bhasar Samarah dari Suriah, Duta Besar Palestina Farez Mehdawi, Direktur Timteng Kemenlu Febrian Alphyanto Ruddyard.
Menanggapi hal ini, Menteria Agama Lukman Hakim berpendapat, perkembangan di timur tengah harus diikuti karena pengaruh dalam proses demokrasi di Indonesia.

“Diharapkan Indoensia bisa memberikan sumbangsih demokrasi di sana. Karena  perbedaan-perbedaan yang besar harus bisa dimaklumi di sana. Sehingga pada akhirnya mereka akan menemukan kearifannya. Kebersamaan perlu kita jaga,” katanya saat menghadiri acara tersebut.

300 WNI Terlibat ISIS di Suriah

Dialog program nasional pencegahan terorisme Badan Nasional Penanggulangan Terorisme di kampus UIN maulana Malik Ibrahim (Foto: M Nasrul Hamzah/MT)

Wawan Purwanto, tim ahli dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menyatakan, hingga tahun ini ada 300 Warga Negara Indonesia (WNI) bergabung dengan kelompok Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).

Jumlah itu, kata Wawan kemungkinan bisa bertambah, seiring maraknya pengiriman WNI ke Syiria. Kasus terakhir terjadi di daerah Lamongan.
“Yang terdata, 300 warga Indonesia sudah bergabung dengan ISIS,” kata Wawan, saat sosialiasi di UIN Maliki Malang, Rabu (19/11) sore.

Mereka yang berangkat ke Suriah, oleh ISIS diberi modal 1.500 USD, untuk akomodasi dan transportasi. Sasarannya remaja berusia antara 17-25 tahun, selanjutnya mereka dididik secara kilat di Suriah.

Sebelum sampai Suriah, rekrutan dari Jawa Timur mengalami prosesi cuci otak di kawasan Bangil. Setelah doktrin mereka ternoda oleh pendirian negara Islam, para relawan ini diterbangkan ke Suriah melalui Kuala Lumpur dan Singapura.

“Ini yang sangat berbahaya dan butuh ditanggulangi secara dini dengan sosialisasi, utamanya pada mahasiswa,” tuturnya.

Fenomen keterlibatan mahasiswa dan alumni perguruan tinggi dalam jaringan kelompok terorisme ini menunjukkan bahwa pengkajian ilmu agama masih kurang mendalam dan belum menjadi imun untuk penyebaran ideologi kelompok radikalis.

Dalam beberapa hal, faham radikal mendapat simpati dari masyarakat melalui pendiskriditan terhadap pemerintah dalam mengelola pemerintahan yang dikemas dalam nuansa keagamaan, dan hasilnya beberapa aliran keras dan radikal masih berkembang di Tanah Air. (mnh)

Sumber : http://malangtimes.com/berita/19112014/16660/300-wni-terlibat-isis-di-suriah.html

Asal Usul ISIS Masuk Indonesia

Ada 3 Kelompok Aliran ISIS di Indonesia.


Pemerintah terang-terangan melarang aliran Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) masuk ke Indonesia. Hal tersebut lantaran kelompok ini dianggap dapat mencederai semangat Pancasila. Indonesia Police Watch (IPW) mengatakan bahwa setidaknya ada tiga kelompok ISIS di Indonesia.

"ISIS yang bergerak di Indonesia ada tiga. Kelompok pertama, masuk ke masjid-masjid melakukan sosialisasi, bahkan sampai ke anak-anak di Tempat Pendidikan Alquran (TPA)," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, dalam pesan elektroniknya kepada Metrotvnews.com, Kamis (7/8/2014).

Kelompok kedua, sambungnya, membangun jaringan ke kelompok atau komunitas anak-anak muda untuk kemudian merekrutnya. "Kelompok ketiga, berusaha masuk dan menguasai bisnis limbah industri di kawasan-kawasan industri, dan berusaha menancapkan pengaruh di lokasi-lokasi hiburan serta kawasan bisnis lainnya," imbuhnya.

Dengan banyaknya organisasi masyarakat keagamaan yang bersikap radikal di Indonesia, ISIS akan mendapat tempat tersendiri di kalangan tersebut. "Apalagi dengan beredarnya video di media sosial bahwa ada orang Indonesia yang menjadi tokoh di ISIS dan mengajak anak-anak muda bergabung, hal ini makin menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara yang sangat strategis bagi kalangan Islam garis keras internasional," bebernya.

Selain itu, lanjutnya, posisi Indonesia tak bisa diabaikan oleh jaringan teroris internasional, setelah begitu banyak aksi-aksi teror yang memakan korban di Indonesia. Artinya, jaringan teroris internasional dan kalangan ISIS menilai banyak anak-anak muda Indonesia yang berpotensi direkrut dan dikader untuk membuat kekacauan, baik di negara lain maupun di Indonesia sendiri.

"Situasi ini tentu membuat Polri harus segera bekerja keras, untuk melakukan deteksi dan antisipasi dini. Sehingga bisa diketahui sudah sejauh mana kekuatan ISIS bercokol di Indonesia. Siapa-siapa saja tokoh garis keras yang sudah bergabung atau menjadi kader," tutupnya. http://news.metrotvnews.com/

Warga Indonesia Muncul dalam Video yang Dirilis ISIS.

Sekelompok warga Indonesia muncul dalam sebuah video yang dirilis ISIS meminta kaum Muslimin di Indonesia untuk bergabung dengan kelompok mereka.


Milisi ISIS asal Indonesia dalam video yang dirilis kelompok itu (ABC).
Sekelompok warga Indonesia muncul dalam sebuah video yang dirilis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) meminta kaum Muslimin di Indonesia untuk bergabung dengan kelompok mereka.
Video berdurasi delapan menit di-posting oleh ISIS dengan judul "Ayo Bergabung". Video itu menyerukan kewajiban bagi kaum Muslimin untuk bergabung dan menyatakan dukungan bagi kelompok tersebut.
Dalam video itu, seorang sosok yang disebutkan bernama Abu Muhammad al-Indonesi tampil berapi-api meminta dukungan warga Indonesia lainnya bagi perjuangan ISIS.

"Mari berusaha sekuat-kuatnya, baik secara fisik maupun materi, untuk hijrah ke Negara Islam (ISIS) ini," demikian antara lain dikatakan Abu Muhammad. "Ini merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah".
Abu Muhammad mempertanyakan kaum Muslimin yang hidup di negara-negara Barat, dan mendorong mereka untuk menumbuhkan motivasi melakukan jihad. "Apakah istrimu telah menjadi alasan yang menghalangimu melakukan jihad?" katanya berargumen. "Apakah rumahmu, usaha, dan kekayaanmu lebih kamu cintai dibandingkan cinta kepada Allah, Rasul, dan jihad?"
Ini merupakan video terbaru setelah sebelumnya dua warga Australia juga tampil dalam video serupa yang dirilis ISIS bulan lalu.

Profesor Greg Barton, pakar keamanan dan ahli Indonesia dari Monash University, mengatakan, kelompok ISIS melihat potensi kuatnya dukungan dari warga Indonesia. "ISIS menyasar langsung warga Indonesia dalam video ini sebab mereka memiliki potensi pendukung," jelasnya. "Jumlah warga Indonesia yang telah bergabung sangat besar, dan ISIS melihat potensinya lebih banyak lagi."

Pekan lalu, Abu Bakar Baasyir telah menyatakan dukungannya bagi kelompok ISIS ini.

Pemerintah Indonesia saat ini menerapkan program deradikalisasi di penjara-penjara yang menampung para pelaku serangan teroris, termasuk para terpidana bom Bali.

Namun, Prof Barton mengatakan, program deradikalisasi itu masih dalam tahap percontohan. "Tak ada program yang sistematis dan pedoman jelas mengenai apa yang harus dilakukan (terkait deradikalisasi ini)," katanya.

Kelompok garis keras beraliran Sunni mendeklarasikan ISIS awal bulan ini setelah berhasil merebut sejumlah wilayah di Irak dan Suriah. ISIS menyatakan Abu Bakr al-Baghdadi sebagai pemimpinnya.
Video-video perekrutan yang dirilis ISIS sebelumnya juga menampilkan warga asal Jerman, Kanada, dan Cile.

Menurut Prof Barton, kini Pemerintah Australia perlu serius membantu Indonesia menangani hal ini. "Saatnya tepat bagi Australia untuk bekerja sama dengan Indonesia, berdasarkan pengalaman Australia sendiri, dalam meredam arus orang yang pergi bergabung ke wilayah konflik di Timur Tengah," katanya.(Sumber: ABC Australia)

Baca disini lebih jelasnya:

Bukti diatas merupakan perlawanan terhadap ISIS Takfiri.

Asal Usul ISIL


ISIL (Islamic State in Iraq and the Levant), adalah nama lain dari ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria/Sham) yang juga seringkali disebut sebagai NIIS (Negara Islam Iraq dan Suriah) atau DAISH (Daulah Islam Iraq & Sham), merupakan sebuah organisasi yang bertujuan mendirikan negara Islam di wilayah Timur Tengah terutama di Suriah dan Iraq.

ISIL/ISIS ini merupakan organisasi terlarang karena dengan terang-terangan melawan dan berusaha merebut wilayah kekuasaan negara yang sah, baik di Suriah maupun Iraq.

Di Indonesia sendiri, kelompok ini secara resmi dilarang dikembangkan.
Dalam konferensi pers kemarin di Jakarta, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Djoko Suyanto, menyampaikan sikap resminya menolak kehadiran ISIS di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa ideologi ISIS/ISIL tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan Kebhinnekaan.
“Ini bukan soal agama tapi ideologi,” tambahnya dalam kesempatan itu.

Organisasi yang menggunakan “label” Islam ini sejatinya jauh dari nilai-nilai keislaman yang mengajarkan cinta kasih dan perdamaian. Sebab, dalam aksinya, mereka tak segan membunuh siapa saja yang tak mau dipaksa masuk Islam, serta dengan mudah merusak berbagai tempat ibadah agama-agama lain, bahkan agama Islam sendiri yang memiliki pemahaman berbeda denganya. Padahal, nilai-nilai keislaman senantiasa mengajarkan toleransi dan tidak memaksa siapa saja untuk memilih agama, termasuk memilih Islam.
Sementara dalam konferensi pers “Tolak ISIS” di Jakarta, Senin (4/8/2014) lalu, Jalaluddin Rakhmat memperkenalkan awal mula munculnya ISIS/ISIL.

Pria yang akrab dipanggil Kang Jalal dan merupakan anggota DPR terpilih dari PDIP ini menjelaskan bahwa ideologi ISIS/ISIL terbentuk dari paham “salafi jihadi.”

Menurutnya salafi ada beberapa macam dan tidak semua salafi tergolong ke dalam kelompok jihadi.
Salafi jihadi sendiri kata Kang Jalal, adalah paham yang dikembangkan melalui pemikiran Ibn. Abdul Wahhab yang lahir sekitar 300 tahun lalu dan menghidupkan kembali pemikiran Ibnu Taimiyah yang cenderung menolak “sufisme dan mistisme” dalam agama, cenderung memahami riwayat secara tekstual saja. Inilah yang menyebabkan mereka mudah menyalahkan dan mengkafirkan orang lain, serta selalu menganggap musyrik orang yang melakukan ziarah kubur, bahkan puncaknya hingga saat ini mereka tak segan menghancurkan makam-makam dan peninggalan para leluhur.

Pada awal salafi jihadi dikembangkan oleh Ibn. Abdul Wahhab, tindakan tak manusiawi juga pernah dilakukan pada masa itu.

“Mereka bergabung dengan kerajaan Saudi dan menyembelih 10.000-an orang yang berziarah ke makam Imam Ali bin Abi Thalib,” cerita Kang Jalal.

Dari rentetan sejarah pemberontakan yang dilakukan salafi jihadi, tampak bahwa sebelum terbentuk ISIS/ISIL, sudah ada beberapa gerakan yang mengawalinya yaitu, Al-Qaeda dan Jabhat Al-Nusrat.
Di akhir paparannya Kang Jalal menyebut adanya kelompok lain yang juga memiliki idiologi salafi jihadi namun tak sepenuhnya sepaham dengan ISIS/ISIL. Kelompok itu tak lain adalah Hizbut Tahrir. Keduanya sama-sama mengusung isyu penegakan khilafah, menghendaki penerapan syariat Islam, dan terkadang mudah mengkafirkan orang lain, namun cara penerapannya cenderung berbeda, lebih soft, tidak dengan cara ekstrem seperti ISIS/ISIL.

MUI Pusat Bahas Bahaya Gerakan Radikal ISIS.


Islamic State of Iraq and Syam (ISIS), akhir-akhir ini makin ramai diperbincangkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pun tak mau ketinggalan. Kamis (7/8/2014), melalui Forum Ukhuwah Islamiyah, lembaga ini mengadakan konferensi pers untuk menyatakan sikapnya terkait keberadaan ISIS.

MUI Pusat menyebut, ISIS adalah gerakan radikal yang mengatasnamakan Islam di Irak dan Syiria, namun tidak menunjukkan watak Islam sesungguhnya yang rahmatan lil’alamin (rahmat bagi alam semesta). Sebaliknya, ISIS justru menggunakan pendekatan pemaksaan kehendak, kekerasan, pembunuhan terhadap orang-orang tidak berdosa, serta penghancuran tempat-tempat bersejarah yang dianggap suci oleh umat Islam. 

Lebih dari itu, mereka ingin meruntuhkan negara dan bangsa yang sudah berdiri sebagai hasil perjuangan umat Islam pada jaman dahulu melawan penjajahan.
 
Selain itu, seluruh ormas Islam yang tergabung dalam Forum Ukhuwah Islamiyah MUI ini menyatakan dengan tegas penolakannya atas keberadaan gerakan ISIS di Indonesia yang dinilai sangat potensial memecah belah persatuan umat Islam dan menggoyahkan NKRI.

Berbeda dengan beberapa MUI daerah yang mengeluarkan fatwa tentang ISIS, MUI Pusat tidak mengeluarkan fatwa khusus, melainkan hanya sekadar pernyataan sikap. 

“MUI Pusat tidak perlu mengeluarkan fatwa karena sudah terlalu jelas,” ungkap Din Syamsudin selaku ketua MUI saat memimpin konferensi pers. 

Maksud “terlalu jelas” di sini adalah kelompok ISIS itu telah banyak menyimpang, menjadikan MUI tidak perlu lagi mengeluarkan fatwa soal penyimpangan itu.

Persamaan ISIS dan Zionis.

Keberadaan ISIS memang perlu diwaspadai, namun lebih maraknya isyu ISIS tidak seharusnya mendominasi isyu lain yang lebih penting seperti derita Palestina akibat ulah biadab rezim Zionis Israel. Artinya, protes atas pembantaian Zionis Israel terhadap rakyat Palestina yang tak kalah penting dengan isu ISIS saat ini, hendaknya terus disuarakan.

Ada yang menarik jika kita perhatikan bahwa, antara Zionis Israel dengan ISIS punya kesamaan. Di satu sisi, keduanya sama-sama hadir sebagai “penjajah” di tanah bangsa lain. Jika Zionis Israel mencaplok tanah Palestina, maka ISIS tengah menjajah tanah Suriah, Irak dan sekitarnya. Mereka sama-sama kelompok yang datang dari luar, dari berbagai negara yang kemudian berkumpul untuk mendirikan negara barunya sendiri di tanah negara yang mereka datangi. Kesamaan lainnya adalah dalam melancarkan aksinya, mereka sama-sama menggunakan kekerasan, pengrusakan, bahkan pembunuhan.

Di tengah banyaknya umat Islam mengecam kebrutalan Zionis Israel, tak pernah terdengar kabar, gerombolan bersenjata ISIS siap berjihad melawan Zionis. Padahal ISIS selama ini justru menjadi sebab terbunuhnya umat Islam di Suriah dan Irak. 

Sebab itulah akhir-akhir ini mayoritas umat Islam mengecam Zionis Israel sekaligus ISIS yang mengaku dirinya Islam. 

Demikian juga halnya yang terjadi di Indonesia, ISIS justru ditolak dan menuai kecaman sebagaimana penolakan dan kecaman terhadap Zionis Israel.

Tokoh Agama dan Aliran Kepercayaan Tolak ISIS Demi keutuhan NKRI.



Islamic State of Iraq and Sham, atau yang biasa dikenal dengan sebutan ISIS ini mulai menjadi bahan pemberitaan di berbagai media nasional di Indonesia. Hal itu disebabkan atas munculnya sebagian masyarakat Indonesia yang mulai terang-terangan mendukung kelompok yang tak segan mengkafirkan bahkan menghilangkan nyawa setiap orang yang berbeda denganya ini. Meskipun saat ini ISIS baru melancarkan aksi terornya di Timur Tengah, namun di beberapa wilayah Indonesia sudah mulai muncul deklarasi-deklarasi dukungan terhadap kelompok ini.

Lebih memprihatinkan lagi, kelompok ini mengatasnamakan “Islam” dalam melancarkan aksinya, dan mereka anggap “Jihad”  sebagai dasar memperluas kekuasaan.  Ini yang membuat mayoritas umat Islam geram dan marah atas kehadiran kelompok pengusung khilafah dan penegakan hukum syariat Islam versi mereka sendiri ini. Sedangkan di Indonesia, kelompok ini terkenal sebagai kelompok yang anti pluralisme, menolak demokrasi dan Pancasila. Itu yang kemudian membuat para tokoh agama, pejabat dan masyarakat luas menyatakan penolakan dan kecamannya terhadap kelompok yang satu ini.

Hal itu pula yang mendorong para tokoh agama dan aliran kepercayaan di Indonesia mengadakan konferensi pers Senin  (4/8) siang, untuk menyatakan sikap penolakannya terhadap ideologi ISIS dan sejenisnya.
Konferensi pers yang  digelar di bilangan Jakarta Pusat ini dihadiri oleh berbagai tokoh lintas agama dan aliran kepercayaan.

Jalaluddin Rakhmat, anggota DPR terpilih dari partai PDIP, menjadi salah satu pembicara dalam acara itu. Mendapat kesempatan pertama untuk memberikan sambutan, Jalaluddin menegaskan bahwa saat ini kelompok ISIS sudah berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

“Moderator yang seharusnya menjadi pembawa acara di sini tidak bisa hadir karena mendapat teror berkali-kali,” ungkap Jalaluddin, menegaskan ancaman ISIS yang sudah dekat.

Sementara itu, Pendeta Palty Panjaitan, seorang tokoh Kristiani juga menyatakan dengan tegas atas hadirnya ISIS maupun pendukungnya di Indonesia. Pendeta Palty yang juga merupakan Presidium Sobat KBB (Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) ini mengajak masyarakat secara bersama-sama  berbuat yang terbaik demi mempertahankan keutuhan NKRI.

“Walau berbeda-beda, kita tetap satu,” ungkapnya. “Apapun agamanya, Tuhan tidak mengajarkan membunuh, tapi justru mengajarkan kasih sayang,” pungkasnya.

Sementara Pendeta Phil Erari, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) juga menyatakan sikap penolakan yang sama terhadap ISIS.

“Silahkan pergi dari Indonesia kalau menolak Pancasila,” ungkap Erari. “kami menolak dengan tegas setiap organisasi apapun di Indonesia, dari Aceh hingga Papua yang menolak Pancasila,” tambahnya.
“Kalau di Papua saja, orang yang mengibarkan bendera Bintang Kejora bisa ditembak, kenapa bendera ISIS bebas?” tanya Erari.

Acara yang dimulai pukul 14.00 hingga 16.00 WIB ini ditutup dengan penandatanganan pernyataan sikap bersama penolakan terhadap ISIS.

Adapun salah satu poin penting dari pernyataan sikap itu berisi desakan terhadap aparat pemerintah untuk bersikap tegas terhadap kehadiran dan penyebaran gerakan ISIS di Indonesia.

NU dan Muhammadiyah Tolak Tegas Seruan ISIS.


Awal Ramadhan, Minggu (29/6/2014) lalu, juru bicara resmi ISIS Abu Muhammad al-Adnani telah merilis audio di youtube, meminta seluruh kaum Muslimin berbaiat setia kepada amir mereka, Abu Bakar Al Baghdadi sebagai khalifah Daulah Islam.

Menyusul kemudian Jumat (4/7/2014), amir militan Islamic State of Irak and Syam (ISIS) itu sendiri yang untuk pertama kalinya muncul setelah sekian lama menutup diri dari publikasi media, menyerukan hal yang sama.

Dalam kemunculan pertamanya pada Khutbah Jumat di Masjid Jami’ Mosul, Abu Bakar Al Baghdadi meminta semua Muslim untuk tunduk dan mematuhinya, serta meminta mereka untuk berjihad bersamanya melawan apa yang dia sebut sebagai musuh Allah.

Permintaan Abu Bakar Al Baghdadi yang mengangkat dirinya sebagai Khalifah dengan menjadikan sejumlah wilayah Irak dan Suriah yang dikuasainya sebagai negara Islam, dan perintah pertamanya agar semua Muslim di dunia mematuhinya, tak pelak memantik berbagai reaksi dari para tokoh Islam di berbagai negara.
Bagaimana halnya dengan sikap para tokoh Muslim di Indonesia?
Di antaranya, terutama sikap resmi NU dan Muhammadiyah sebagai representasi Muslim di negeri kita?

Untuk mengetahuinya, ABI Press pun menghubungi pihak PBNU dan Muhammadiyah terkait sikap resmi lembaga masing-masing atas seruan “Khalifah” Daulah Islam tersebut.

Sekjen PP Muhammadiyah, Dr. Abdul Mu’thi ketika kami minta tanggapan dan sikap resmi Muhammadiyah menyatakan bahwa Muhammadiyah menolak dan tak akan mematuhi Amir IS, Abu Bakar Al-Baghdadi.
“Muhammadiyah memandang apa yang dilakukan ISIS justru bisa menyulut terjadinya kekerasan dan konflik yg meluas. Di tengah realitas politik umat Islam dan negara-negara Muslim, yang diperlukan adalah kerjasama antar bangsa dan antar negara, bukan hegemoni dan utopia politik ala ISIS. Muhammadiyah menyatakan tidak menyetujui dan tidak akan mengikuti ajakan ISIS,” ujar Sekjen PP Muhammadiyah ini, menegaskan sikap resmi lembaganya.

Dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), Khatib Aam PBNU, KH. Malik Madani juga menyatakan penolakannya atas didirikannya kekhalifahan oleh ISIS secara sepihak ini. KH. Malik Madani juga menyatakan NU menolak mematuhi seruan Abu Bakar Al-Baghdadi.

“Pegangan NU dalam menanggapi perang antar sesama Muslim adalah mengupayakan ishlah, sesuai dengan perintah Allah Swt dalam Q.S. Al-Hujurat; aslihuu baynahuma… (berdamailah antara kamu semua). NU tidak mencita-citakan sebuah khilafah dan menganggap ide itu sebagai sebuah utopia, setelah umat Islam tersebar di berbagai penjuru dunia di bawah naungan negara-negara bangsa,” ujar KH. Malik Madani.
Tak hanya di Indonesia, tokoh garis keras Al-Qaeda Jordan, Issam Barqawi, yang dikenal dengan sebutan Abu Mohammed al-Maqdissi juga menolak langkah ISIS mendirikan kekhalifahan Islam (Islamic State) secara sepihak itu.

Manipulasi Sentimen Agama dalam Konflik Timur Tengah.

Gejolak berkepanjangan di Timur Tengah tak hanya menyeret sentimen kebangsaan tapi juga sentimen agama. Di media sosial seiring pemberitaan media massa mainstream, penyematan simbol-simbol agama dalam konflik seakan sudah menjadi hal yang lumrah. Tapi benarkah konflik di Timur Tengah itu benar-benar didasari oleh faktor atau persoalan keagamaan dari pihak-pihak yang berseteru di sana?

Andar Nubowo, pengamat muda Muhammadiyah selaku Direktur Eksekutif IndoStrategi menerangkan bahwa, kelompok-kelompok bersenjata yang sedang bertikai di Timur Tengah terkadang sengaja memakai sentimen agama sekadar untuk memobilisasi atau mengambil simpati dari umat Islam agar mendukung kepentingan politik dan militer mereka.

Padahal sebenarnya apa yang terjadi di Timur Tengah kata Andar, sama sekali tidak merepresentasikan kepentingan satu kelompok mazhab tertentu, baik Sunni maupun Syiah. Sehingga tidak pada tempatnya mengatakan, sebagaimana diksi yang sering dipakai media, bahwa salah satu kelompok jihadis di sana merupakan representasi Sunni, bahkan dianggap mewakili kepentingan Islam secara keseluruhan.

Padahal faktanya, mereka tak lebih dari sekelompok teroris bersenjata yang mengaku-ngaku Islam demi menggiring opini publik seolah apa yang mereka lakukan di tingkat lokal, dalam teritorial terbatas itu, sudah mendapat dukungan umat Islam di seluruh dunia. Dan karenanya kelompok bersenjata ini berharap aksi teror mereka dianggap cara yang tepat dan layak diikuti gerakan Islam lain secara global. Atau dengan kata lain, mereka sengaja ingin memprovokasi gerakan-gerakan Islam serupa untuk melakukan hal yang sama dan mengglobalisasi aksi-aksi teror skala lokal yang selama ini mereka pertontonkan pada awalnya di Suriah dan belakangan mulai menjalar ke Irak, menjadi aksi teror yang merata ke seluruh dunia atas nama penegakan kekhalifahan atau daulah Islam universal.

Upaya internasionalisasi konflik dengan membawa-bawa isu perseteruan Sunni-Syiah semacam itulah yang menurut Andar sangat berbahaya bila dibawa atau diimpor ke Indonesia.

“Jangan sampai konflik yang terjadi di luar sana dipaksa masuk ke Indonesia dengan menggunakan isu-isu sentimen mazhab semacam itu. Saya rasa itu sangat berbahaya!” tegas Andar.

Sementara Rumadi, peneliti senior The Wahid Institute dan dosen FSH UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, menjelaskan bahwa penyematan istilah Sunni dan Syiah pada konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah sangat berbahaya, sebab dapat memicu konflik di tempat lain.
“Saya sarankan media tidak menggunakan diksi itu,” pesannya.

Ketika ABI Press bertanya apakah ISIS atau Boko Haram merepresentasikan Sunni, Rumadi menjawab bahwa bisa saja, ISIS atau Boko Haram berasal dari kalangan Sunni. Tapi jelas mereka tidak bisa mengklaim mewakili gerakan politik atau militer Sunni. Karena teologi Sunni tidak bisa dan tidak pernah menghalalkan kekerasan dan pemberontakan.

Karena itu Rumadi berharap masyarakat Indonesia lebih cerdas dalam mengolah dan memilih informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi di Timur Tengah agar tidak mudah terprovokasi.

Adapun Kyai Masdar Farid Mas’udi, Rais Syuriah PBNU, menanggapi penggunaan simbol-simbol agama dalam konflik di Timur Tengah menyatakan bahwa tidak ada kelompok tertentu yang berhak menjadi wakil tunggal dari agama yang dianutnya. Semua orang berhak berbicara atas nama keyakinannya. Tapi mengklaim bahwa orang yang seagama dengan mereka harus berada di bawah kendalinya, itu tidak bisa dibenarkan.
Terkait klaim sejumlah kelompok yang bertikai di Timur Tengah, yang mengaku sebagai “wakil resmi” Sunni, Masdar menerangkan bahwa, setiap orang berhak untuk mengklaim dirinya mewakili Sunni. Tapi pada saatnya kebenaran klaim tersebut akan terlihat dari bagaimana mereka berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, apakah mereka benar-benar pantas merepresentasikan Sunni ataukah tidak.

“Merepresentasikan ajaran luhur itu akan terlihat dalam perilaku. Misalnya bagaimana cara-cara mereka bersikap terhadap orang lain. Bagaimana cara mereka dalam memperlakukan orang lain,” terang Masdar.

Polisi diminta tidak sembarangan bakar bendera ISIS.



Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas menyerukan supaya pihak Polri tidak gegabah memerintahkan pembakaran bendera tauhid berlatar hitam bertuliskan 'Laa Ilaha illallah Muhammadur Rasulullah' yang menjadi simbol ISIS. Alasan dia adalah kalam illahi tercantum dalam bendera itu bukan cuma milik ISIS, tapi punya seluruh umat Islam.

"Jika hal itu dilakukan, tidak bisa dibayangkan terjadinya konflik horizontal, karena kalimat tauhid 'Laa Ilaha illallah Muhammadur Rasulullah' bukan milik kaum ISIS melainkan milik umat Islam," kata Irfan, melalui keterangan persnya, Sabtu (9/8/2014).

Irfan khawatir jika perintah pembakaran bendera itu muncul, lantas memicu kaum non Muslim ikut melakukan itu maka bisa memantik konflik baru.

"Bagaimana jika dengan alasan membakar bendera ISIS yang jahat itu, non Muslim ikut membakar dan umat Islam balik membakar lambang agama lain, atau membakar gereja. Apakah aparat keamanan akan dapat mengendalikannya?" sambung Irfan.

Dia juga meminta umat muslim di nusantara selalu waspada lantaran khawatir ideologi ISIS menyusup dan bertalian dengan gerakan Syiah, Khawarij, dan paham takfiri (mengkafirkan pihak berseberangan) di Indonesia.

"Pemerintah Indonesia, organisasi, dan gerakan Islam perlu mewaspadai gerakan Daulah Al-Baghdadi yang menjadi proxy force (agen antara) gerakan takfiri, Khawarij, dan Syiah di Indonesia," kata Irfan.

"Majelis Mujahidin menyerukan kepada kaum Mukmin hendaknya menghadapi orang kafir yang memerangi Islam secara massif dan berkelanjutan, dengan berpedoman Al-Qur'an dan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa sallam dengan benar," ujar Irfan.

Tak lupa, Irfan juga mengingatkan supaya kaum Muslim di nusantara tidak salah langkah dalam mengambil sikap. Irfan menilai pernyataan sikap Koalisi Anti ISIS justru bisa membahayakan. Dia meminta umat muslim di Indonesia jangan abai dengan bahaya paham Syiah. Sebab menurut analisis dia, ISIS justru menyerap paham-paham Kaum Khawarij, merupakan sempalan Kaum Syiah Alawiyin.

"Sikap koalisi anti ISIS (KOIIN) dari berbagai ormas keagamaan, bisa menjadi bumerang. Membentuk koalisi anti ISIS tapi bekerjasama dengan sekte Syiah yang kejahatannya terhadap Islam jauh lebih dahsyat sangat berbahaya," kata Irfan.

Irfan mengatakan, banyak kaum muslim belum tahu kelicikan ISIS di Suriah. Menurut penuturan beberapa anggota Majelis Mujahidin ikut berperang di Suriah, ISIS malah berbalik menyerang Tentara Pembebasan Suriah dan laskar mujahid di negeri itu. Padahal awalnya mereka bertempur bersama melawan rezim Presiden Basyar Al-Assad disokong Rusia dan Iran.

Menurut Irfan, situasi di Irak dan Suriah pasca deklarasi ISIS justru memburuk. Bahkan menurut dia, tidak satupun ulama Ahlu Sunnah dan faksi mujahidin Suriah mau bergabung dengan Khilafah Al-Baghdadi. Sebab, lanjut dia, mereka merasa dikelabui karena pendirian negara Islam tidak melalui musyawarah di antara mereka, tapi hanya klaim dari kelompok ISIS. Alhasil, saat ini pejuang Suriah harus menghadapi dua musuh, yakni Assad dan ISIS.

TNI hingga menteri terus tabuh genderang perang lawan ISIS.


Pemerintah Indonesia tengah waspada dengan gerakan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Apalagi ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi anggota ISIS.

Selain itu, kelompok ISIS ini juga mulai bergerak mencari pengikut. Beberapa masyarakat Indonesia sudah dibaiat untuk menjadi anggota ISIS.

Tak ingin kecolongan, pemerintah tak henti-hentinya menyerukan agar masyarakat waspada terhadap kelompok ISIS ini. Pemerintah menyebut ISIS adalah kelompok teroris.

Berikut ini cara pemerintah melawan kelompok ISIS:

1. TNI hingga menteri terus tabuh genderang perang lawan ISIS.


Panglima TNI Jenderal Moeldoko dalam acara Obrolan Penting Sabtu Ini (OPSI) di rumah Iwan Fals memaparkan tentang keberadaan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Menurutnya ISIS sama sekali tidak boleh berkembang lantaran berbeda ideologi dengan ideologi Indonesia yaitu Pancasila.

"Kami sudah memonitor dan mengikuti gerakan ISIS dari luar maupun dari dalam, kalau mereka macam-macam ya kami sikat," ujar Moeldoko di kediaman musisi Iwan Fals, Leuwinanggung, Depok, Sabtu (9/8) kemarin.

Moeldoko juga mengatakan bahwa TNI akan melakukan pembinaan kepada masyarakat untuk melakukan tindakan preventif. Hal ini menurutnya sebagai langkah guna mencegah adanya perpecahan dalam negeri.

"TNI harus melakukan pembinaan karena banyak masyarakat yang terjerumus. TNI juga akan melakukan penjelasan ke pesantren-pesantren untuk melakukan tindakan preventif supaya tidak ada tindakan represif," kata Moeldoko.

2.
ISIS tak bisa dilawan dengan fisik.


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh mengatakan ideologi yang dibawa Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) tidak bisa dilawan dengan fisik. Cara melawan ISIS yaitu dengan menumbuhkan kecintaan terhadap bangsa melalui Pancasila.

"ISIS itu persoalan ideologi, tidak bisa dilawan dengan fisik, tetapi harus dengan ideologi," kata M. Nuh di Kompleks Istana Kepresidenan Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, seperti dilansir dari Antara, Sabtu (9/8/2014).

Menurut Nuh, Pemerintah telah memperkuat pemahaman terhadap Pancasila dalam kurikulum, antara lain dengan memasukkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dengan metode yang tidak berdasarkan hafalan. Mendikbud berharap, dengan upaya tersebut juga dapat menanamkan kecintaan anak-anak kepada bangsa dan negara.

3.
Ideologi ISIS bertentangan dengan Pancasila.
 
 


Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan fenomena ISIS harus dihadapi secara serius. Sebab masalah ISIS harus diselesaikan secara mendasar dan masalahnya pun kian kompleks karena sudah menyentuh sendi-sendi negara dan agama.

"Perlu kebersamaan semua pihak untuk mengatasi persoalan itu. Oleh karena itu, ormas Islam perlu memiliki pemahaman yang cukup sehingga tidak mudah terprovokasi dengan ideologi ISIS," tegas Lukman Hakim Saifuddin kepada pers di Kementerian Agama, Sabtu (9/8).

Lukman menegaskan kembali pernyataannya bahwa ideologi ISIS bertentangan dengan Pancasila. Adanya pernyataan ISIS, yang menyebut Pancasila adalah "thoghut" atau berhala, yang harus diperangi, menurut Lukman, sudah kelewat batas apalagi ISIS juga merupakan organisasi pergerakan yang berpaham radikal.

4.
ISIS mengobral surga.
 
 


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan kelompok berpaham radikalisme seperti ISIS terlalu murah menjual dan menjanjikan surga kepada pengikutnya dengan cara melakukan kekerasan dan teror. Dia mengatakan bahwa kelompok radikal itu mengklaim agamanya paling benar.

Mereka juga merasa paling punya otoritas untuk memaksa dan menghakimi orang lain, bahkan sesama umat Islam yang bertentangan dengan paham mereka. "Mereka menganggap lembaga demokratis dan pemilu sebagai perwujudan dari kekafiran. Untuk itu, jihad harus digelorakan untuk melawannya," kata Ansyaad di Kementerian Agama, Sabtu (9/8).

Bahkan, kata dia, diperbolehkan melakukan teror, melakukan bom bunuh diri, membunuh birokrat pemerintahan, dan membantai masyarakat yang mendukungnya. Kelompok itu, kata Ansyaad, menganggap merekalah yang paling punya hidayah, sementara ulama-ulama pendahulunya, termasuk golongan jahiliyah. "Mereka yakin dengan melakukan segala kengerian itu mereka akan masuk surga, pola pikir itu yang mereka gunakan. Orang-orang ini menjual surga terlalu murah," kata Ansyaad.

5.
Polri butuh payung hukum.
 
 


Polri belum bisa bergerak cepat menangani gerakan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia. Karena itu, Polri membutuhkan payung hukum untuk memberantas kelompok ISIS ini.

"Enggak perlu UU Subversi, hanya perlu payung hukum terkait perlindungan sebagai landasan hukum bertindak karena berbagai hal kami tahu bagaimana mereka merencanakan, melakukan tapi sebelum ada fakta atau bukti, polisi tidak bisa berbuat apa-apa," kata Kepala Badan Intelkam Polri Brigjen Suparmi Suprapto di Kementerian Agama, Jakarta, Sabtu (9/8).

Jika payung hukum tersebut telah ada, menurut Suparmi bukan hanya berguna untuk menekan kaderisasi gerakan radikal, melainkan juga mengantisipasi potensi kericuhan. "Ini seolah-olah pemerintah kalah dengan pressure seperti itu. Itu banyak dirasakan perusahaan Korea, Jepang yang protes ke Kapolri karena mereka mendapat pressure dari buruh tapi tidak bisa berbuat apa-apa," sambung dia.

Suparmi mengatakan seharusnya orang-orang yang mengajak buruh berdemo atau menghasut masyarakat bergabung dengan ISIS dapat diproses. Karena tidak ada payung hukum, Polri tidak bisa berbuat apa-apa.

"Payung hukum paling tidak yang mengajak bisa ditindak secara hukum," tutupnya.

Donatur teroris Aceh yang ditangkap di Bekasi anggota ISIS.


Pria berinisial A yang ditangkap aparat Densus 88 Anti Teror Mabes Polri di Jatiasih, Kota Bekasi diketahui pernah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"A, mengikrarkan diri (baiat) sebagai anggota ISIS," kata Kapolsek Jatiasih, Kompol Imelda Sitohang di lokasi penggerebekan, Minggu (10/8) dini hari.

Dia mengatakan, A merupakan donatur teroris di Aceh. A ditangkap saat berkunjung ke temannya yang merupakan penjual kebab di sebuah ruko, Jalan Wibawa Mukti, Kelurahan Jatiluhur, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi pada Sabtu malam pukul 22.45 WIB.

"Sejauh ini yang kami ketahui, baru A yang terlibat. Soal temannya yang penjual kebab, kami belum tahu," kata Imelda.

Hingga berita diturunkan, petugas masih melakukan penggeledahan di ruko penjual Baghdad Kebab 99.

Majelis Mujahidin sebut ISIS rekayasa Syiah buat memecah Islam.


Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas, melalui keterangan persnya hari ini, Sabtu (9/8), mengurai analisanya ihwal sumber gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) kini telah berubah menjadi Daulah Khilafah Al-Baghdadi. Menurut dia, Kaum Syiah adalah aktor di belakang munculnya gerakan ISIS.

Irfan mengakui, propaganda ISIS berhasil memukau dan menipu kaum Muslim dengan manipulasi konsep khilafah dan slogan-slogan menawan lainnya, seperti anti thaghut, syahid di jalan Allah S.W.T., dan lain-lain. Bahkan lebih dahsyat lagi, ISIS mengusung doktrin takfir, yakni mudah mengkafirkan seseorang atau pihak tertentu jika berlawanan dengan mereka. Dia curiga lantaran doktrin takfir lekat dengan penganut Khawarij, sempalan dari kaum Syiah Alawiyin, justru dipakai oleh ISIS dan berakhir dengan sebuah kesimpulan.

"Inilah rekayasa Syiah untuk merusak citra Islam dan mengadu domba sesama Muslim," kata Irfan.

Irfan memaparkan pengalaman beberapa anggota Majelis Mujahidin saat ikut berperang bersama Tentara Pembebasan Suriah, melawan rezim Presiden Basyar Al-Assad dan ISIS. Dia mengatakan, para anggota ISIS justru menebar teror dan melakukan kekejaman tak kalah hebat dari Assad.

Irfan mencontohkan, antara lain saat anggota ISIS memberondong ribuan kaum Muslimin sedang berunjuk rasa menentang deklarasi Daulah Khilafah Al-Baghdadi di Kota Raqah, dan pembunuhan ratusan kaum perempuan di Irak. Dia melanjutkan, ISIS juga memaksa jamaah Salat Jumat berbaiat di sejumlah daerah dikuasai mereka. Akibatnya, masyarakat takut mendatangi masjid buat menunaikan Salat Jumat. Apalagi, tindakan anggota ISIS dengan menyembelih manusia lantaran dianggap kafir karena menolak mengakui dan tunduk pada gerakan itu.

"Sekalipun orang itu kafir, tidak pernah dibenarkan oleh syariat Islam," lanjut Irfan.

Namun menurut Irfan, ISIS justru melindungi para petani ganja, penjual kokain, narkoba, asalkan mau berbaiat. Dia mengatakan, orientasi jihad global saat ini dikendalikan oleh pemikiran takfiri. Dia melanjutkan, penyusupan doktrin takfir ternyata jauh lebih berbahaya dari perang mendera kehidupan kaum Muslimin di Suriah.

"Karena orang yang sudah terprovokasi dengan ideologi Kaum Khawarij itu bisa menjadi mesin perang yang efektif untuk menghancurkan persaudaraan Islam," lanjut Irfan.

Majelis Mujahidin tolak ISIS karena dinilai sesat.


Fenomena mencuatnya gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) menuai gelombang penolakan di dalam negeri. Bahkan, organisasi massa Islam, Majelis Mujahidin, kerap menggaungkan ide-ide soal penegakan syariah juga menolak penyebaran paham dan gerakan ISIS di Nusantara lantaran dianggap sesat.

Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas melalui keterangan persnya hari ini, Sabtu (9/8). Dia menyatakan, gerakan ISIS dengan cepat mengkafirkan, memusuhi, dan pihak-pihak tidak mengakui mereka, bahkan dengan sesama muslim, bukanlah paham diajarkan Islam.

"Sikap ini sesat. Karena menolak berbaiat dan belum tegaknya syariat Islam bukan syarat keimanan. Selain itu bertentangan pula dengan fakta sejarah yang syar'i," kata Irfan.

Irfan menyebut ISIS sengaja berlindung di balik doktrin agama menggunakan landasan Alquran, yakni Surat Al An'am ayat 57, buat mengkafirkan orang-orang atau pihak tidak mengakuinya atau menolak pendirian negara Islam versi mereka.

Bunyi terjemahan ayat itu adalah, 'Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.'

Irfan menjelaskan, ISIS juga memutarbalikkan beberapa fakta sejarah demi mulusnya gerakan mereka. Dia memaparkan suatu peristiwa, yakni saat salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar As-Sidiq, dibaiat menjadi khalifah pertama oleh kaum muslimin. Saat itu ada seorang sahabat dan tokoh dari Kaum Anshar, Sa'ad bin Ubaidah, hingga wafatnya menolak membaiat Abu Bakar.

Tetapi, Abu Bakar tidak sekalipun mengkafirkan, memusuhi, atau memerangi Sa'ad. Bahkan, Sa'ad hidup dengan tenang.

"Artinya, orang Islam yang tidak mau berbaiat kepada khalifah yang tidak mereka setujui bukan dosa," lanjut Irfan.

Majelis Mujahidin juga mempertanyakan dasar pimpinan ISIS, Abu Bakar Al-Baghdadi mengkafirkan, memurtadkan, bahkan membunuh serta memerangi pihak menolak membaiatnya.

"Jika kelompok Al Baghdadi mengkafirkan kaum muslimin hanya karena tidak berbaiat kepadanya, lalu pantaskah mereka disebut muslim? Sementara mereka menyembelih kaum muslim yang dikafirkan secara sepihak," ujar Irfan.

Majelis Mujahidin sebut paham ISIS bisa picu perang saudara.


Salah satu organisasi massa Islam, Majelis Mujahidin, mengambil sikap menolak penyebaran paham dan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia. Menurut Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S Awwas, melalui keterangan persnya hari ini, Sabtu (9/8), ideologi diusung ISIS justru memecah belah umat dan dikhawatirkan bakal memicu perang saudara.

Irfan mengatakan, ISIS justru menebar dusta dengan kedok mendirikan negara Islam. Sebab, lanjut dia, hanya segelintir orang mengakui (baiat) gerakan mereka sementara sebagian besar umat muslim tidak sepakat.

"Hal ini berpotensi memicu perang saudara diantara kaum muslimin yang setuju dan yang menentang. Mengangkat khalifah wajib berdasarkan musyawarah kaum muslimin secara keseluruhan, bila tidak maka yang bersangkutan halal dibunuh," kata Irfan.

Kemudian, Irfan menduga ideologi diusung ISIS menggunakan doktrin takfir (mengkafirkan pihak berseberangan) adalah titisan dari Kaum Khawarij. Padahal, lanjut dia, Kaum Khawarij merupakan sempalan dari rahim Syiah, khususnya Syiah Alawiyyin. Bahkan, pimpinan rezim berkuasa di Suriah saat ini, Basyar Al-Assad, merupakan penganut Syiah Alawiyyin.

Irfan menjelaskan, Kaum Syiah Alawiyyin merupakan cikal bakal Kaum Khawarij awalnya pendukung setia Amirul Mukminin sekaligus sahabat Nabi Muhammad S.A.W., Ali bin Abi Thalib R.A. Tetapi, ketika terjadi perselisihan antara Ali bin Abi Thalib dengan Gubernur Syam (saat ini Suriah) saat itu, Muawiyah, mereka bersepakat menunjuk dua hakim. Ali menunjuk Abu Musa Al Asy'ari, sedangkan Mu'awiyah menunjuk Amru bin Ash buat menyelesaikan permasalahan. Dalam sejara Islam, kejadian itu dikenal dengan Peristiwa Tahkim.

Saat itu Ali menunjuk Abu Musa itulah, kelompok Syiah Alawiyyin justru berbalik memusuhi dan mengkafirkan Ali dan Muawiyah. Sebab, keduanya dianggap lebih percaya kepada manusia ketimbang panduan hukum Allah. Mereka berpegang pada Alquran, yakni Surat Al An'am ayat 57. Bunyi terjemahan ayat itu adalah, 'Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.'.

Disarikan dari berbagai Sumber.

Terkait Berita: