Syiah adalah Pembunuh Sayyidina Husain di Karbala
Kamis, 22 November 2012 (9:49 pm) / Firqah
Oleh: Maulana Muhammad Asri Yusoff
Seorang tokoh Islam yang terkenal di Pakistan, Maulana Ali Ahmad Abbasi
menulis di dalam bukunya “Hazrat Mu’aawiah Ki Siasi Zindagi” bahwa di
dalam sejarah Islam, ada dua orang yang sungguh kontroversial. Seorang
di antaranya adalah Amirul Mukminin Yazid yang makin lama makin
dimusnahkan image-nya walaupun semasa hayatnya beliau diterima baik oleh
tokoh-tokoh utama di zaman itu. Seorang lagi ialah Manshur Al Hallaj.
Di zamannya dia telah dihukum sebagai mulhid, zindiq, dan salah seorang
dari golongan Qaramithah oleh masyarakat Islam yang membawanya disalib.
Amirul Mukminin Al Muqtadir Billah telah menghukumnya murtad berdasarkan
fatwa seluruh ulama dan fuqaha’ yang hidup pada waktu itu, tetapi
image-nya semakin cerah tahun demi tahun sehingga akhirnya telah
dianggap sebagai salah seorang ‘Aulia Illah’.
Bagaimanapun, semua
ini adalah permainan khayalan dan fantasi manusia yang jauh dari
berpijak di bumi yang nyata. Semua ini adalah akibat dari tidak
menghargai dan memberikan penilaian yang sewajarnya kepada pendapat
orang-orang pada zaman mereka masing-masing.
Pendapat tokoh-tokoh
dari kalangan sabahat dan tabi’in yang sezaman dengan Yazid,
berdasarkan riwayat-riwayat yang muktabar dan sangat kuat kedudukannya,
menjelaskan kepada kita bahwa Yazid adalah seorang anak muda yang
bertaqwa, alim, budiman, shalih, dan pemimpin ummah yang sah dan
disepakati kepemimpinannya. Baladzuri umpamanya dalam “Ansabu Al Asyraf”
mengatakan bahwa, “Bila Yazid dilantik menjadi khalifah maka Abdullah
bin Abbas, seorang tokoh dari Ahlul Bait berkata: “Sesungguhnya anaknya
Yazid adalah dari keluarga yang shalih. Oleh karena itu, tetaplah kamu
berada di tempat-tempat duduk kamu dan berilah ketaatan dan bai’at kamu
kepadanya” (Ansabu Al Asyraf, jilid 4, halaman 4).
Sejarawan
Baladzuri adalah di antara ahli sejarah yang setia kepada para Khulafa
Al Abbasiyah. Beliau telah mengemukakan kata-kata Ibnu Abbas ini di
hadapan mereka dan menyebutkan pula sebelum nama Yazid sebutan ‘Amirul
Mukminin’.
Abdullah Ibnu Umar yang dianggap sebagai orang tua di
kalangan sahabat pada masa itu pun bersikap tegas terhadap orang-orang
yang menyokong pemberontakan yang dipimpin oleh Ibnu Zubair terhadap
kerajaan Yazid, dan sikap yang ini disebutkan di dalam Shahih Bukhari
bahwa, bila penduduk Madinah membatalkan bai’at mereka terhadap Yazid
bin Muawiyah maka Ibnu Umar mengumpulkan anak pinak dan sanak saudaranya
lalu berkata,
“Saya pernah mendengar Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Akan dipancangkan bendera untuk setiap
orang yang curang (membatalkan bai’atnya) pada hari kiamat. Sesungguhnya
kita telah berbai’at kepadanya dengan nama Allah dan RasulNya.
Sesungguhnya saya tidak mengetahui kecurangan yang lebih besar
dibandingkan kita berbai’at kepada seseorang dengan nama Allah dan
RasulNya, kemudian kita bangkit pula memeranginya. Kalau saya tahu ada
siapa saja dari kamu membatalkan bai’at kepadanya, dan turut serta di
dalam pemberontakan ini, maka terputuslah hubungan di antaraku
dengannya.” (Shahih Bukhari – Kitabu Al Fitan)
Sebenarnya jika
dikaji sejarah permulaan Islam, kita dapati pembunuhan Sayyidina Husain
di zaman pemerintahan Yazid-lah yang merupakan fakta terpenting
mendorong segala fitnah dan keaiban yang dikaitkan dengan Yazid tidak
mudah ditolak oleh generasi kemudian. Hakikat inilah yang mendorong
lebih banyak cerita-cerita palsu tentang Yazid yang diada-adakan oleh
musuh-musuh Islam. Tentu saja, orang yang membunuh menantu Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tersayang- dibelai oleh Rasulullah
dengan penuh kasih sayang semasa hayatnya kemudian dijunjung pula dengan
menyebutkan kelebihan dan keutamaan-keutamaannya di dalam hadits-hadits
Baginda- tidak akan dipandang sebagai seorang yang berperi kemanusiaan
apalagi untuk mengatakannya seorang shalih, budiman, bertaqwa, dan
pemimpin umat Islam.
Karena itulah cerita-cerita seperti Yazid
sering kali minum arak, seorang yang suka berfoya-foya, suka mendengar
musik, dan menghabiskan waktu dengan penari-penari, begitu juga beliau
adalah orang terlalu rendah jiwanya sehingga suka bermain dengan monyet
dan kera, terlalu mudah diterima oleh umat Islam kemudian.
Tetapi
soalnya, benarkah Yazid membunuh Sayyidina Husain? Atau benarkah Yazid
memerintahkan supaya Sayyidina Husain dibunuh di Karbala?
Selagi
tidak dapat ditentukan siapakah pembunuh Sayyidina Husain yang
sebenarnya dan terus diucapkan, “Yazid-lah pembunuhnya,” tanpa soal
selidik yang mendalam dan teliti, maka selama itulah nama Yazid akan
terus tercemar dan dia akan dipandang sebagai manusia yang paling
malang. Tetapi bagaimana jika yang membunuh Sayyidina Husain itu bukan
Yazid? Kemanakah pula akan kita bawa segala tuduhan-tuduhan liar,
fitnah, dan caci maki yang selama ini telah kita sandarkan pada Yazid
itu?
Jika kita seorang yang cintakan keadilan, berlapang dada,
sudah tentu kita akan berusaha untuk membincangkan segala keburukan yang
dihubungkan kepada Yazid selama ini dan kita pindahkannya ke halaman
rumah pembunuh- pembunuh Sayyidina Husain yang sebenarnya. Apalagi jika
kita seorang Ahlus Sunnah wal Jamaah, sudah tentu dengan dengan adanya
bukti-bukti yang kuat dan kukuh dari sumber-sumber rujukan muktabar dan
berdasarkan prinsip-prinsip aqidah yang diterima di kalangan Ahlus
Sunnah, kita akan terdorong untuk membersihkan Yazid daripada segala
tuduhan dan meletakkannya ditempat yang istimewa dan selayak dengannya
di dalam rentetan sejarah awal Islam.
Sekarang marilah kita pergi
ke tengah-tengah medan penyelidikan tentang pembunuhan Sayyidina Husain
di Karbala bersama-sama dengan sekian banyak anggota keluarganya.
Pembunuh Sayyidina Husain Adalah Syiah Kufah
Terlebih dahulu kita akan menyatakan dakwaan kita secara terus terang
dan terbuka bahwa pembunuh Sayyidina Husain yang sebenarnya bukanlah
Yazid, tetapi adalah golongan Syiah Kufah.
Dakwaan ini
berdasarkan beberapa fakta dan bukti-bukti daripada sumber-sumber
rujukan sejarah yang muktabar. Kita akan membahagi-bahagikan bukti-bukti
yang akan dikemukakan nanti kepada dua bagian :
Bukti-bukti utama
Bukti-bukti pendukung
I. Bukti-bukti Utama
Dengan adanya bukti-bukti utama ini, tiada mahkamah pengadilan yang
dibangun untuk mencari kebenaran dan mendapatkan keadilan akan
memutuskan Yazid sebagai terdakwa dan sebagai penjahat yang
bertanggungjawab di dalam pembunuhan Sayyidina Husain. Bahkan Yazid akan
dilepaskan dengan penuh penghormatan dan akan terbongkarlah rahasia
yang selama ini menutupi pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain yang
sebenarnya di Karbala.
Bukti pertamanya ialah pengakuan Syiah
Kufah sendiri bahwa merekalah yang membunuh Sayyidina Husain. Golongan
Syiah Kufah yang mengaku telah membunuh Sayyidina Husain itu kemudian
muncul sebagai golongan “At Tawwaabun” yang konon menyesali tindakan
mereka membunuh Sayyidina Husain. Sebagai cara bertaubat, mereka telah
berbunuh-bunuhan sesama mereka seperti yang pernah dilakukan oleh
orang-orang Yahudi sebagai pernyataan taubatnya kepada Allah karena
kesalahan mereka menyembah anak lembu sepeninggalan Nabi Musa ke Thur
Sina.
Air mata darah yang dicurahkan oleh golongan “At Tawaabun”
itu masih kelihatan dengan jelas pada lembaran sejarah dan tetap tidak
hilang walaupun coba dihapuskan oleh mereka dengan beribu-ribu cara.
Pengakuan Syiah pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain ini diabadikan oleh
ulama-ulama Syiah yang merupakan tunggak dalam agama mereka seperti
Baqir Majlisi, Nurullah Syustri, dan lain-lain di dalam buku mereka
masing-masing. Baqir Majlisi menulis :
“Sekumpulan orang-orang
Kufah terkejut oleh satu suara ghaib. Maka berkatalah mereka, “Demi
Tuhan! Apa yang telah kita lakukan ini tak pernah dilakukan oleh orang
lain. Kita telah membunuh “Penghulu Pemuda Ahli Surga” karena Ibnu Ziad
anak haram itu. Di sini mereka mengadakan janji setia di antara sesama
mereka untuk memberontak terhadap Ibnu Ziad tetapi tidak berguna
apa-apa.” (Jilaau Al ‘Uyun, halaman 430).
Qadhi Nurullah Syustri
pula menulis di dalam bukunya Majalisu Al Mu’minin bahwa setelah sekian
lama (lebih kurang 4 atau 5 tahun) Sayyidina Husain terbunuh, ketua
orang-orang Syiah mengumpulkan orang-orang Syiah dan berkata,
“Kita telah memanggil Sayyidina Husain dengan memberikan janji akan taat
setia kepadanya, kemudian kita berlaku curang dengan membunuhnya.
Kesalahan kita sebesar ini tidak akan diampuni kecuali kita
berbunuh-bunuhan sesama kita.” Dengan itu berkumpullah sekian banyak
orang Syiah di tepi Sungai Furat sambil mereka membaca ayat yang
bermaksud, “Maka bertaubatlah kepada Tuhan yang telah menjadikan kamu
dan bunuhlah dirimu. Itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang
menjadikan kamu.” (Al Baqarah: 54). Kemudian mereka berbunuh-bunuhan
sesama sendiri. Inilah golongan yang dikenali dalam sejarah Islam dengan
gelar “At Tawaabun.”
Sejarah tidak lupa dan tidak akan melupakan
peranan Syits bin Rab’i di dalam pembunuhan Sayyidina Husain di
Karbala. Tahukah Anda siapa itu Syits bin Rab’i? Dia adalah seorang
Syiah tulen, pernah menjadi duta pada Sayyidina Ali di dalam peperangan
Shiffin, senantiasa bersama Sayyidina Husain. Dialah juga yang menjemput
Sayyidina Husain ke Kufah untuk mencetuskan pemberontakan terhadap
pemerintahan pimpinan Yazid, tetapi apakah yang telah dilakukan olehnya?
Sejarah memaparkan bahwa dialah yang mengepalai 4.000 orang bala
tentera untuk menentang Sayyidina Husain dan dialah orang yang mula-mula
turun dari kudanya untuk memenggal kepala Sayyidina Husain. (Jilaau Al
Uyun dan Khulashatu Al Mashaaib, halaman 37).
Adakah masih ada
orang yang ragu-ragu tentang Syiah-nya Syits bin Rab’i dan tidakkah
orang yang menceritakan perkara ini ialah Mullah Baqir Majlisi, seorang
tokoh Syiah terkenal? Secara tidak langsung ia bermakna pengakuan dari
pihak Syiah sendiri tentang pembunuhan itu.
Lihatlah pula kepada
Qais bin Asy’ats, ipar Sayyidina Husain, yang tidak diragui tentang
Syiahnya tetapi apa kata sejarah tentangnya? Bukankah sejarah
menjelaskan kepada kita bahwa itulah orang yang merampas selimut
Sayyidina Husain dari tubuhnya selepas selesai pertempuran? (Khulashatu
Al Mashaaib, halaman 192).
Selain dari pengakuan mereka sendiri
yang membuktikan merekalah sebenarnya pembunuh-pembunuh Sayyidina
Husain, pernyataan saksi-saksi yang turut serta di dalam rombongan
Sayyidina Husain sebagai saksi-saksi hidup di Karbala, yang terus hidup
selepas peristiwa ini, juga membenarkan dakwaan ini termasuk pernyataan
Sayyidina Husain sendiri yang sempat direkam oleh sejarah sebelum beliau
terbunuh. Sayyidina Husain berkata dengan menujukan kata-katanya kepada
orang- orang Syiah Kufah yang siap sedia bertempur dengan beliau:
“Wahai orang-orang Kufah! Semoga kamu dilaknat sebagaimana dilaknat
maksud- maksud jahatmu. Wahai orang-orang yang curang, zalim, dan
pengkhianat! Kamu telah menjemput kami untuk membela kamu di waktu
kesempitan tetapi bila kami datang untuk memimpin dan membela kamu
dengan menaruh kepercayaan kepadamu maka sekarang kamu hunuskan pedang
dendammu kepada kami dan kamu membantu musuh-musuh di dalam menentang
kami.” (Jilaau Al Uyun, halaman 391).
Beliau juga berkata kepada Syiah:
“Binasalah kamu! Bagaimana boleh kamu menghunuskan perang dendammu dari
sarung-sarungnya tanpa sembarang permusuhan dan perselisihan yang ada
di antara kamu dengan kami? Kenapakah kamu siap sedia untuk membunuh
Ahlul Bait tanpa sembarang sebab?” (Ibid).
Akhirnya beliau mendoakan keburukan untuk golongan Syiah yang sedang berhadapan untuk bertempur dengan beliau:
“Ya Allah! Tahanlah keberkatan bumi dari mereka dan selerakkanlah
mereka. Jadikanlah hati-hati pemerintah terus membenci mereka karena
mereka menjemput kami dengan maksud membela kami tetapi sekarang mereka
menghunuskan pedang dendam terhadap kami.” (Ibid)
Beliau juga dicatat telah mendoakan keburukan untuk mereka dengan kata-katanya:
“Binasalah kamu! Tuhan akan membalas bagi pihakku di dunia dan di
akhirat… Kamu akan menghukum diri kamu sendiri dengan memukul
pedang-pedang di atas tubuhmu dan mukamu akan menumpahkan darah kamu
sendiri. Kamu tidak akan mendapat keberuntungan di dunia dan kamu tidak
akan sampai kepada hajatmu. Apabila mati nanti sudah tersedia adzab
Tuhan untukmu di akhirat. Kamu akan menerima azab yang akan diterima
oleh orang-orang kafir yang paling dahsyat kekufurannya.” (Mullah Baqir
Majlisi – Jilaau Al Uyun, halaman 409).
Dari kata-kata Sayyidina Husain yang dipaparkan oleh sejarawan Syiah sendiri, Mullah Baqir Majlisi, dapat disimpulkan bahwa:
Propaganda yang disebarkan oleh musuh-musuh Islam melalui penulisan
sejarah bahwa pembunuhan Ahlul Bait di Karbala merupakan balas dendam
dari Bani Umayyah terhadap Ahlul Bait yang telah membunuh
pemimpin-pemimpin Bani Umayyah yang kafir di dalam peperangan Badar,
Uhud, Shiffin, dan lain-lain tidak lebih daripada propaganda kosong
semata-mata karena pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain dan Ahlul Bait di
Karbala bukannya datang dari Syam, bukan juga dari kalangan Bani Umayyah
tetapi dari kalangan Syiah Kufah.
Keadaan Syiah yang sentiasa
diburu dan dihukum oleh kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang sejarah
membuktikan termakbulnya doa Sayyidina Husain di medan Karbala atas
Syiah.
Upacara menyiksa badan dengan memukul tubuhnya dengan
rantai, pisau, dan pedang pada 10 Muharram dalam bentuk perkabungan yang
dilakukan oleh golongan Syiah itu sehingga mengalir darah juga
merupakan bukti diterimanya doa Sayyidina Husain dan upacara ini dengan
jelas dapat dilihat hingga sekarang di dalam masyarakat Syiah. Adapun di
kalangan Ahlus Sunnah tidak pernah terjadi upacara yang seperti ini dan
dengan itu jelas menunjukkan bahwa merekalah golongan yang
bertanggungjawab membunuh Sayyidina Husain.
Betapa kejam dan
kerasnya hati golongan ini dapat dilihat pada tindakan mereka
menyembelih dan membunuh Sayyidina Husain bersama dengan sekian banyak
anggota keluarganya, walaupun setelah mendengar ucapan dan doa keburukan
untuk mereka yang dipinta oleh beliau. Itulah dia golongan yang buta
mata hatinya dan telah hilang kewarasan pemikirannya karena sebaik saja
mereka selesai membunuh, mereka melepaskan kuda Dzuljanah yang
ditunggangi Sayyidina Husain sambil memukul-mukul tubuh untuk menyatakan
penyesalan. Dan inilah dia upacara perkabungan pertama terhadap
kematian Sayyidina Husain yang pernah dilakukan di atas muka bumi ini
sejauh pengetahuan sejarah. Dan hari ini tidakkah anak cucu golongan ini
meneruskan upacara berkabung ini setiap kali tibanya 10 Muharram?
Ali Zainal Abidin anak Sayyidina Husain yang turut serta di dalam
rombongan ke Kufah dan terus hidup selepas terjadinya peristiwa itu juga
berkata kepada orang-orang Kufah lelaki dan perempuan yang merentap
dengan mengoyak-ngoyakkan baju mereka sambil menangis, dalam keadaan
sakit beliau dengan suara yang lemah berkata kepada mereka,
“Mereka ini menangisi kami. Tidakkah tidak ada orang lain yang membunuh
kami selain mereka?” (At Thabarsi, Al Ihtijaj, halaman 156).
Pada halaman berikutnya Thabarsi menukilkan kata-kata Imam Ali Zainal Abidin kepada orang-orang Kufah. Kata beliau,
“Wahai manusia (orang-orang Kufah)! Dengan nama Allah aku bersumpah
untuk bertanya kamu, ceritakanlah! Tidakkah kamu sadar bahwa kamu
mengutuskan surat kepada ayahku (menjemputnya datang), kemudian kamu
menipunya? Bukankah kamu telah memberikan perjanjian taat setia kamu
kepadanya? Kemudian kamu membunuhnya, membiarkannya dihina. Celakalah
kamu karena amalan buruk yang telah kamu dahulukan untuk dirimu.”
Sayyidatina Zainab, saudara perempuan Sayyidina Husain yang terus hidup
selepas peristiwa itu juga mendoakan keburukan untuk golongan Syiah
Kufah. Katanya,
“Wahai orang-orang Kufah yang khianat, penipu!
Kenapa kamu menangisi kami sedangkan air mata kami belum kering karena
kezalimanmu itu. Keluhan kami belum terputus oleh kekejamanmu. Keadaan
kamu tidak ubah seperti perempuan yang memintal benang kemudian
dirombaknya kembali. Kamu juga telah merombak ikatan iman dan telah
berbalik kepada kekufuran… Adakah kamu meratapi kami, padahal kamu
sendirilah yang membunuh kami. Sekarang kamu pula menangisi kami. Demi
Allah! Kamu akan banyak menangis dan sedikit ketawa. Kamu telah membeli
keaiban dan kehinaan untuk kamu. Tumpukan kehinaan ini sama sekali tidak
akan hilang walau dibasuh dengan air apapun.” (Jilaau Al Uyun, halaman
424).
Doa anak Sayyidatina Fatimah ini tetap menjadi kenyataan dan berlaku di kalangan Syiah hingga hari ini.
Ummu Kultsum anak Sayyidatina Fatimah berkata sambil menangis di atas
sekedupnya, “Wahai orang-oang Kufah! Buruklah hendaknya keadaanmu.
Buruklah hendaklah rupamu. Kenapa kamu menjemput saudaraku, Husain,
kemudian tidak membantunya, bahkan membunuhnya, merampas harta bendanya
dan menawan orang-orang perempuan dari Ahli Bait-nya. Laknat Allah ke
atas kamu dan semoga kutukan Allah mengenai mukamu.”
Beliau juga
berkata, ” Wahai orang-orang Kufah! Orang-orang lelaki dari kalangan
kamu membunuh kami sementara orang-orang perempuan pula menangisi kami.
Tuhan akan memutuskan di antara kami dan kamu di hari kiamat nanti.”
(Ibid, halaman 426-428).
Sementara Fatimah anak perempuan
Sayyidina Husain berkata, “Kamu telah membunuh kami dan merampas harta
benda kami, kemudian telah membunuh kakekku Ali (Sayyidina Ali).
Senantiasa darah-darah kami menetes dari ujung-ujung pedangmu…… Tak lama
lagi kamu akan menerima balasannya. Binasalah kamu! Tunggulah nanti
azab dan kutukan Allah akan terus menerus menghujani kamu. Siksaan dari
langit akan memusnahkan kamu akibat perbuatan terkutukmu. Kamu akan
memukul tubuhmu dengan pedang-pedang di dunia ini dan di akhirat nanti
kamu akan terkepung dengan azab yang pedih.”
Apa yang dikatakan
oleh Sayyidatina Fatimah binti Husain ini dapat dilihat dengan mata
kepala kita sendiri dimana pun Syiah berada.
Dua bukti utama yang
telah kita kemukakan tadi, sebenarnya sudah mencukupi untuk kita
memutuskan siapakah sebenarnya pembunuh Sayyidina Husain di Karbala.
Dari keterangan dalam keduaa bukti yang lalu dapat kita simpulkan
beberapa perkara :
Orang-orang yang menjemput Sayyidina Husain ke Kufah untuk memberontak adalah Syiah.
Orang-orang yang tampil untuk bertempur dengan rombongan Sayyidina Husain di Karbala itu juga Syiah.
Sayyidina Husain dan orang-orang yang ikut serta di dalam
rombongannya terdiri daripada saudara-saudara perempuannya dan
anak-anaknya menyaksikan bahwa Syiah-lah yang telah membunuh mereka.
Golongan Syiah Kufah sendiri mengakui merekalah yang membunuh di
samping menyatakan penyesalan mereka dengan meratap dan berkabung karena
kematian orang-orang yang dibunuh oleh mereka.
Mahkamah di dunia
ini menerima keempat perkara yang tersebut tadi sebagai bukti yang
kukuh dan jelas menunjukkan siapakah pembunuh sebenarnya di dalam suatu
kasus pembunuhan, yaitu bila pembunuh dan yang terbunuh berada di suatu
tempat, ada orang menyaksikan ketika mana pembunuhan itu dilakukan.
Orang yang terbunuh sendiri menyaksikan tentang pembunuhnya dan
puncaknya ialah pengakuan pembunuh itu sendiri. Jika keempat perkara ini
sudah terbukti dengan jelas dan diterima oleh semua pengadilan sebagai
kasus pembunuhan yang cukup bukti-buktinya, maka bagaimana mungkin
diragui lagi tentang pembunuh-pembunuh Sayyidina Husain itu?
Ii. Bukti-bukti Pendukung
Walau bagaimanapun kita akan mengemukakan lagi beberapa bukti pendukung
supaya lebih menyakinkan kita tentang golongan Syiah itulah sebenarnya
pembunuh Sayyidina Husain. Di antaranya ialah:
Pertama
Tidak sukar untuk kita terima bahwa mereka sebagai pembunuh Sayyidina
Husain apabila kita melihat sikap mereka yang biadab terhadap Sayyidina
Ali dan Sayyidina Hasan sebelum itu. Begitu juga sikap mereka yang
biadap terhadap orang-orang yang dianggap oleh mereka sebagai Imam
selepas Sayyidina Husain. Bahkan terdapat banyak pula bukti yang
menunjukkan merekalah yang bertanggungjawab terhadap pembunuhan beberapa
orang Imam walaupun mereka menuduh orang lain sebagai pembunuh
Imam-imam itu dengan menyebar luaskan propaganda-propaganda mereka
terhadap tertuduh itu.
Di antara kebiadaban mereka terhadap
Sayyidina Ali ialah mereka menuduh Sayyidina Ali berdusta dan mereka
pernah mengancam untuk membunuh Sayyidina Ali. Bahkan Ibnu Muljim yang
kemudian membunuh Sayyidina Ali itu juga mendapat latihan serta didikan
untuk menentang Sayyidina Utsman di Mesir dan berpura-pura mengasihi
Sayyidina Ali. Dia pernah berkhidmat sebagai pengawal Sayyidina Ali
selama beberapa tahun di Madinah dan Kufah.
Di dalam Jilaau Al
Uyun disebutkan bahwa Abdul Rahman ibnu Muljim adalah salah seorang dari
kelompok yang terhormat yang telah dikirimkan oleh Muhammad bin Abu
Bakr dari Mesir. Dia juga telah berbai’at dengan memegang tangan
Sayyidina Ali dan dia juga berkata kepada Sayyidina Hasan, ”Bahwa aku
telah berjanji dengan Tuhan untuk membunuh bapakmu dan sekarang aku
menunaikannya. Sekarang wahai Hasan, jika engkau mau membunuhku,
bunuhlah. Tetapi kalau engkau maafkan aku, aku akan pergi membunuh
Muawiyah pula supaya engkau selamat daripada kejahatannya.” (Jilaau Al
Uyun, halaman 218).
Tetapi setelah golongan Syiah pada ketika itu
merasakan rencana mereka semua akan gagal jika perjanjian damai di
antara pihak Sayyidina Ali dan Muawiyah disetujui, maka golongan Syiah
yang merupakan musuh-musuh Islam yang menyamar atas nama Islam itu
memikirkan diri mereka tidak selamat apabila perdamaian antara Sayyidina
Ali dan Muawiyah terjadi. Maka segolongan dari mereka telah
mengasingkan diri dari mengikuti Sayyidina Ali dan mereka menjadi
golongan Khawarij sementara segolongan lagi tetap berada bersama
Sayyidina Ali. Perpecahan yang terjadi ini sebanarnya satu taktik mereka
untuk mempergunakan Sayyidina Ali demi kepentingan mereka yang jahat
itu dan untuk berlindung di balik beliau dari hukuman karena pembunuhan
Khalifah Utsman.
Sayyidina Hasan pun pernah ditikam oleh golongan
Syiah pahanya hingga tembus kemudian mereka menunjukkan pula
kebiadabannya terhadap Sayyidina Hasan dengan merampas harta bendanya
dan menarik kain sajadah yang diduduki oleh Sayyidina Hasan. Ini semua
tidak lain melainkan karena Sayyidina Hasan telah bersedia untuk
berdamai dengan pihak Sayyidina Muawiyah. Bahkan bukan sekadar itu saja
mereka telah menuduh Sayyidina Hasan sebagai orang yang menghinakan
orang-orang Islam dan sebagai orang yang menghitamkan muka orang-orang
Mukmin.
Kebiadaban Syiah dan kebusukan hatinya ditujukan juga
kepada Imam Ja’far Ash Shadiq bila seorang Syiah yang sangat setia
kepada Imam Ja’far Ash Shadiq, yaitu Rabi’, menangkap Imam Ja’far Ash
Shadiq dan membawanya kehadapan Khalifah Al Mansur supaya dibunuh. Rabi’
telah memerintahkan anaknya yang paling keras hati supaya menyeret Imam
Ja’far Ash Shadiq dengan kudanya. Ini tersebut di dalam kitab Jilaau Al
Uyun karangan Mullah Baqir Majlisi.
Di dalam kitab yang sama,
pengarangnya juga menyebutkan kisah pembunuhan Ali Ar Ridha yaitu Imam
yang ke delapan menurut Syiah, bahwa beliau telah dibunuh oleh Sabih
Dailamy, seorang Syiah tulen atas perintah Al Makmun. Diceritakan bahwa
selepas dibunuh itu, Imam Ar Ridha dengan mukjizatnya terus hidup
kembali dan tidak ada langsung bekas-bekas pedang di tubuhnya.
Bagaimanapun Syiah telah menyempurnakan tugasnya untuk membunuh Imam Ar
Ridha. Oleh karena itu, tidaklah heran golongan yang sampai begini
biadabnya terhadap Imam-imam bisa membunuh Sayyidina Husain tanpa belas
kasihan di medan Karbala.
Boleh jadi kita akan mengatakan
bagaimana mungkin pengikut-pengikut setia Imam-imam ini yang dikenal
dengan sebutan ‘Syiah’ bisa bertindak kejam pula terhadap Imam-imamnya?
Tidakkah mereka sanggup mempertahankan nyawa demi mempertahankan
Iman-imam mereka? Secara ringkas, bolehlah kita katakan bahwa ‘perasaan
keheranan’ yang seperti ini mungkin timbul dari dalam fikiran Syiah,
yang tidak mengetahui latar belakang terbentuknya Syiah itu sendiri.
Mereka hanya menerima secara membabi buta daripada orang-orang
terdahulu. Adapun orang-orang yang mengadakan sesuatu fahaman dengan
tujuan-tujuan yang tertentu dan masih hidup ketika mana ajaran dan
fahaman itu mula dikembangkan tentu sekali mereka sedar maksud dan
tujuan mereka mengadakan ajaran tersebut. Pada lahirnya mereka
menunjukkan taat setia dan kasih sayang kepada Imam-imam itu, tetapi
pada hakikatnya adalah sebaliknya.
Kedua
Di antara bukti
yang menunjukkan tidak adanya peranan Yazid dalam pembunuhan Sayyidina
Husain di Karbala, bahkan golongan Syiah-lah yang bertanggungjawab
membunuh beliau bersama dengan orang-orang yang ikut serta di dalam
rombongan itu, ialah adanya hubungan perbesanan di antara Bani Hasyim
dan Bani Umayyah, selepas terjadinya peperangan Shiffin dan juga selepas
terjadinya peristiwa pembunuhan Sayyidina Husain di Karbala.
Tidak mungkin orang-orang yang memiliki kehormatan seperti kalangan
Ahlul Bait akan menikah dengan orang-orang yang diketahui oleh mereka
sebagai pembunuh-pembunuh atau orang-orang yang bertanggungjawab di
dalam membunuh ayah, kakek, atau paman mereka Sayyidina Husain. Hubungan
ini, selain menunjukkan pemerintah-pemerintah dari kalangan Bani
Muawiyah dan Yazid sebagai orang yang tidak bersalah di dalam pembunuhan
ini, juga menunjukkan mereka adalah golongan yang banyak berbudi kepada
Ahlul Bait dan senantiasa menjalinkan ikatan kasih sayang di antara
mereka dan Ahlul Bait.
Di antara contoh hubungan perbesanan ini ialah:
Anak perempuan Sayyidina Ali sendiri bernama Ramlah telah menikah
dengan anak Marwan bin Al Hakam yang bernama Muawiyah yaitu saudara
Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan. (Ibn Hazm, Jamharatu Al Ansab,
halaman 80).
Seorang lagi anak perempuan Sayyidina Ali menikah
dengan Amirul Mukminin Abdul Malik sendiri yaitu khalifah yang ke empat
dari kerajaan Bani Umayah. (Al Bidayah Wa An Nihayah, jilid 9 halaman
69)
Seorang lagi anak perempuan Sayyidina Ali yaitu Khadijah
menikah dengan anak gubernur ’Amir bin Kuraiz dari Bani Umayah bernama
Abdul Rahman. (Jamharatu An Ansab, halaman 68). ‘Amir bin Kuraiz adalah
gubernur pihak Muawiyah di Basrah dan dalam peperangan Jamal dia berada
di pihak lawan Sayyidina Ali.
Cucu Sayyidina Hasan bukan seorang
dua orang saja yang telah menikah dengan pemimpin-pemimpin kerajaan Bani
Umayah, bahkan sejarah telah mencatat 6 orang dari cucu beliau telah
menikah dengan mereka yaitu:
Nafisah binti Zaid bin Hasan menikah dengan Amirul Mukminin Al Walid bin Abdul Malik bin Marwan.
Zainab binti Hasan Al Mutsanna bin Hasan bin Ali juga telah menikah
dengan Khalifah Al Walid bin Abdul Malik. Zainab ini adalah di antara
orang yang turut serta di dalam rombongan Sayyidina Husain ke Kufah dan
dia adalah salah seorang yang menyaksikan peristiwa pembunuhan Sayyidina
Husain di Karbala dengan mata kepalanya sendiri.
Ummu Qasim
binti Hasan Al Mutsanna bin Hasan bin Ali menikah dengan cucu Sayyidina
Utsman yaitu Marwan bin Aban. Ummu Qasim ini selepas kematian suaminya
Marwan menikah pula dengan Ali Zainal Abidin bin Al Husain.
Cucu perempuan Sayyidina Hasan yang keempat telah menikah dengan anak Marwan bin Al Hakam yaitu Muawiyah.
Cucu Sayyidina Hasan yang kelima bernama Hammaadah binti Hasan Al
Mutsanna menikah dengan anak saudara Amirul Mukminin Marwan bin Al Hakam
yaitu Ismail bin Abdul Malik.
Cucu Sayyidina Hasan yang keenam
bernama Khadijah binti Husain bin Hasan bin Ali juga pernah menikah
dengan Ismail bin Abdul Malik yang tersebut tadi sebelum sepupunya
Hammaadah.
Perlu diingat bahwa semua mereka yang tersebut itu meninggalkan keturunan.
Dari kalangan anak cucu Sayyidina Husain pula banyak yang telah
menjalinkan perkawinan dengan individu-individu dari keluarga Bani
Umayah, antaranya ialah:
Anak perempuan Sayyidina Husain yang
terkenal bernama Sakinah. Setelah beberapa lama terbunuh suaminya,
Mush’ab bin Zubair, beliau telah menikah dengan cucu Amirul Mukminin
Marwan yaitu Al Asbagh bin Abdul Aziz bin Marwan. Asbagh ini adalah
saudara dari Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz, sedangkan isteri
Asbagh yang kedua ialah anak dari Amirul Mukminin Yazid yaitu Ummu
Yazid. (Jamharatu Al Ansab).
Sakinah anak Sayyidina Husain yang
tersebut tadi pernah juga menikah dengan cucu Sayyidina Uthman yang
bernama Zaid bin Amar bin Utsman.
Sementara anak cucu kepada
saudara-saudara Sayyidina Husain yaitu Abbas bin Ali dan lain-lain juga
telah mengadakan perhubungan perbesanan dengan keluarga Umayah. Di
antaranya yang bisa disebutkan ialah:
Cucu perempuan dari saudara
Sayyidina Husain yaitu Abbas bin Ali bernama Nafisah binti Ubaidillah
bin Abbas bin Ali menikah dengan cucu Amirul Mukminin Yazid yang bernama
Abdullah bin Khalid bin Yazid bin Muawiyah. Kakek dari Nafisah ini
yaitu Abbas bin Ali adalah di antara orang yang ikut serta dalam
rombongan Sayyidina Husain ke Kufah. Beliau terbunuh dalam pertempuran
di medan Karbala .
Sekiranya benar cerita yang diambil oleh ahli
-ahli sejarah dari Abu Mukhnaf, Hisyam dan lain–lain tentang kezaliman
Yazid di Karbala yang dikatakan telah memerintahkan supaya tidak
dibenarkan setitik pun air walaupun kepada anak–anak yang ikut serta
dalam rombongan Sayyidina Husain itu sehingga mereka mati kehausan
apakah mungkin perkawinan di antara cucu kepada Abbas ini terjadi dengan
cucu Yazid. Apakah kekejaman–kekejaman yang tidak ada tolak bandingnya
seperti yang digambarkan di dalam sejarah boleh dilupakan begitu mudah
oleh anak–anak cucu orang–orang yang teraniaya di medan Karbala itu? Apa
lagi jika dilihat kepada zaman terjadinya perkawinan mereka ini, bukan
lagi di zaman kekuasaan keluarga Yazid, bahkan yang berkuasa pada ketika
itu ialah keluarga Marwan. Di sana tidak terdapat satu pun alasan untuk
kita mengatakan perkawinan itu terjadi secara kekerasan atau paksaan.
Perkawinan mereka membuktikan kisah–kisah kezaliman yang dilakukan oleh
tentara Yazid kepada rombongan Sayyidina Husain itu cerita–cerita
rekaan oleh Abu Mukhnaf, Al Kalbi dan anaknya Hisyam, dan lain–lain.
Cucu perempuan dari saudara Sayyidina Husain, Muhammad bin Ali (yang
terkenal dengan Muhammad bin Hanafiyah) bernama Lubabah menikah dengan
Said bin Abdullah bin Amr bin Said bin Al Ash bin Umayah. Ayah Lubabah
ini ialah Abu Hisyam Abdullah yang dipercayai sebagai imam oleh Syiah
Kaisaniyah .
Demikianlah ringkasnya dikemukakan hubungan
perbesanan yang berlaku di antara Bani Umaiyyah dan Bani Hasyim
terutamanya dari anak cucu Sayyidina Ali, Hasan dan Husain. Hubungan
perbesanan di antara mereka sangat banyak terdapat di dalam kitab-kitab
Ansab dan sejarah. Pengetahuan lebih lanjut bisa dirujuk dari
kitab–kitab seperti Jamratu Al Ansab, Nasbu Quraisy, Al Bidayah wa An
Nihayah, Umdatu Al Thalib Fi Ansab Aal Abi Thalib, dan lain–lain.
Redaktur: Shabra Syatila
_________________________
jawaban:
Syiah adalah Pembunuh Sayyidina Husain di Karbala, Benarkah????
Salah satu syubhat nashibiy dalam merendahkan Syi’ah adalah mereka menuduh bahwa sebenarnya kaum Syi’ah yang membunuh Imam Husain bin Aliy [‘alaihis salaam] dan di sisi lain mereka membela Yazid bin Mu’awiyah dan mengatakan bahwa ia tidak memerintahkan dan tidak terlibat atas pembunuhan tersebut.
Perkataan nashibiy tersebut kalau dipikirkan dengan baik akan menimbulkan banyak kerancuan, diantaranya adalah
- Dalam riwayat shahih memang disebutkan
bahwa sebagian sahabat seperti Ibnu Umar mencela penduduk Iraq Kufah
atas pembunuhan Imam Husain. Riwayat-riwayat seperti ini yang dijadikan
hujjah oleh nashibiy untuk menyatakan bahwa kaum Syi’ah adalah pembunuh
Husain, menurut pandangan mereka, siapa lagi penduduk Kufah kalau bukan
Syi’ah?. Jadi yang dimaksudkan para nashibiy bahwa Syi’ah membunuh Imam
Husain adalah sebagian penduduk Kuufah yang terlibat dalam pembunuhan
Imam Husain dan keluarganya. Tentu tidak bisa dipukul rata bahwa semua
penduduk Kufah adalah pembunuh Husain. Betapa banyak orang-orang Kufah
yang tsiqat di masa Imam Husain tersebut dan mungkin tidak ikut terlibat
maka apakah dengan seenaknya bisa dikatakan mereka pembunuh Imam Husain
hanya karena mereka tinggal di Kuufah?.
- Sebenarnya pihak yang lebih patut
bertanggung jawab adalah para petinggi yang memerintahkan pembantaian
tersebut yaitu Yazid atau yang memimpin serangan tersebut seperti
Ubaidillah bin Ziyaad dan Umar bin Sa’ad. Sebagian penduduk kufah tidak
akan terlibat jika tidak ada yang mempengaruhi, memaksa, mengancam atau
memerintahkan mereka
- Pengertian Syi’ah pada masa tersebut
tidaklah sama dengan Syi’ah sekarang yang dikatakan nashibiy sebagai
rafidhah, Syi’ah di masa tersebut lebih tepat diartikan bertasyayyu’ dan
tidak mesti berpaham rafidhah. Dan kalau kita melihat kitab Rijal maka
makna Syi’ah seperti ini mencakup juga tabiin kufah yang tsiqat di sisi
ahlus sunnah pada masa Husain bin Aliy dan sebagian ulama ahlus sunnah
di masa setelahnya. Contoh para ulama ahlus sunnah yang mendapat
predikat seperti ini misalnya Sulaiman bin Mihran Al A’masyiy, Syarik,
Abdurrazaq, dan lain-lain.
- Kita tidak akan menemukan dalam kitab
Syi’ah Imamiyah orang-orang seperti A’masyiy, Syarik, dan Abdurrazaq
sebagai orang-orang yang mereka jadikan pegangan dalam kitab mereka
tetapi kita dapat menemukan dalam kitab ahlus sunnah bahwa mereka
walaupun dituduh Syi’ah tetapi hadis-hadis mereka tetap menjadi pegangan
ahlus sunnah. Sekarang silakan para nashibiy tersebut memiikirkan
dengan baik ketika mereka menyatakan kaum Syi’ah yang membunuh Imam
Husain, maka itu Syi’ah yang bagaimana?. Syi’ah yang jadi pegangan ahlus
sunnah atau Syi’ah yang jadi pegangan Syi’ah Imamiyah.
Jadi hakikat sebenarnya pembunuh Imam
Husain adalah Ubaidillah bin Ziyad dan Umar bin Sa’ad bersama pasukan
mereka yang menghadang Imam Husain di Karbala. Dalam pasukan tersebut
terdapat mereka orang-orang Kufah yang memang setia dengan pemerintahan
Yazid bin Mu’awiyah dan terdapat pula sebagian penduduk Kuufah yang
terlibat karena pengaruh, atau ancaman dari Ubaidillah bin Ziyad. Dan
tentu Yazid bin Mu’awiyah sebagai khalifah pada saat itu yang
memerintahkan penyerangan kepada Imam Husain adalah orang yang paling
patut untuk dikatakan sebagai pembunuh Imam Husain ['alaihis salaam].
Walaupun begitu, sudah seharusnya
penduduk Kufah yang tidak terlibat dalam pembunuhan tersebut bergabung
dengan Imam Husain dan membela Beliau bersama keluarganya. Bukankah
mereka mengetahui bahwa akan ada pasukan yang dikerahkan untuk
menghadang Imam Husain maka tidak ada tindakan yang benar pada saat itu
kecuali bergabung dengan Imam Husain dan keluarganya.
Kemudian mengenai pembelaan nashibiy
bahwa Yazid bin Mu’awiyah tidak terlibat atas pembunuhan Imam Husain
maka memang kita temukan ada ulama yang menyatakan demikian seperti Ibnu
Taimiyyah tetapi sebagian ulama lain telah menegaskan bahwa Yazid bin
Mu’awiyah adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan Imam
Husain, diantara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Katsiir, Ibnu
Jauziy, Adz Dzahabiy, As Suyuthiy, Ibnu Hazm dan selainnya.
قلت ولما فعل يزيد بأهل المدينة ما فعل وقتل
الحسين وأخوته وآله وشرب يزيد الخمر وارتكب أشياء منكرة بغضه الناس وخرج
عليه غير واحد ولم يبارك الله في عمره
[Adz Dzahabiy] aku katakan “dan ketika Yazid melakukan terhadap penduduk Madinah apa yang telah ia lakukan, membunuh Husain, saudaranya dan keluarganya,
Yazid meminum khamar, dan melakukan berbagai perbuatan mungkar,
orang-orang jadi membencinya, menyimpang darinya lebih dari sekali dan
Allah SWT tidak memberikan barakah dalam hidupnya” [Tarikh Al Islam Adz
Dzahabiy 2/65].
As Suyuthiy dalam Tarikh Al Khulafaa’ setelah menyebutkan kisah pembunuhan Imam Husain, ia berkata:
لعن الله قاتله و ابن زياد معه و يزيد
Laknat Allah atas yang membunuhnya, Ibnu Ziyaad dan Yaziid [Tarikh Al Khulafaa’ 1/182].
Ibnu Katsiir dalam kitabnya Bidayah Wan Nihayah pernah berkata:
وقد أخطأ يزيد خطأ فاحشا في قوله لمسلم بن
عقبة أن يبيح المدينة ثلاثة أيام، وهذا خطأ كبير فاحش، مع ما انضم إلى ذلك
من قتل خلق من الصحابة وأبنائهم، وقد تقدم أنه قتلالحسين وأصحابه على يدي
عبيد الله بن زياد
Dan sungguh Yazid telah berbuat
kesalahan dengan kesalahan yang begitu keji, ia memerintahkan kepada
Muslim bin ‘Uqbah untuk menyerang Madinah selama tiga hari, dan ini
kesalahan yang besar dan keji, bersamaan dengan itu banyak sahabat dan
anak-anak mereka terbunuh, dan telah disebutkan sebelumnya bahwa ia telah membunuh Husain dan para sahabatnya melalui tangan Ubaidillah bin Ziyaad [Al Bidayah Wan Nihayah 8/243].
Terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa
Yazid terlibat dalam pembunuhan Imam Husain sehingga kepala Imam Husain
dibawa Ubaidillah bin Ziyaad kepada Yazid dan Yazid menusuk kepala Imam
Husain tersebut.
قال ابن أبي الدنيا وثنا أبو الوليد ، قال
ثنا خالد بن يزيد بن أسد قال ثنا عمار الدهني عن أبي جعفر قال وضع رأس
الحسين بين يدي يزيد وعنده أبو برزة، فجعل يزيد ينكت بالقضيب على فيه ،
ويقول نفلقن هاماً…فقال له أبو برزة : ارفع قضيبك فوالله لربما رأيت فاه
رسول الله صلى الله عليه وسلم على فيه يلثمه
قال ابن ابي الدنيا وثنا سلمة بن شبيب قال ثنا الحميدي عن سفيان قال سمعت
سالم بن أبي حفصة يقول قال الحسن جعل يزيد بن معاوية يطعن بالقضيب موضع في
رسول الله صلى الله عليه وسلم
Ibnu Abi Dunyaa berkata telah
menceritakan kepada kami Abul Waliid yang berkata telah menceritakan
kepada kami Khalid bin Yaziid bin Asad yang berkata telah menceritakan
kepada kami ‘Ammar Ad Duhniy dari Abu Ja’far yang berkata Kepala Husain diletakkan dihadapan Yazid dan disisinya ada Abu Barzah, maka Yazid menusuknya dengan tongkat
seraya berkata “telah terpotong kepala…” maka Abu Barzah berkata
“angkat tongkatmu, demi Allah aku telah melihat Rasulullah [shallallahu
‘alaihi wasallam] menciumnya”.
Ibnu Abi Dunyaa berkata dan telah
menceritakan kepada kami Salamah bin Syabiib yang berkata telah
menceritakan kepada kami Al Humaidiy dari Sufyaan yang berkata aku
mendengar Salim bin Abi Hafshah mengatakan Al Hasan berkata “Yazid bin Mu’awiyah menusuk dengan tongkat [kepala Husain] pada tempat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] [menciumnya]…[Ar Rad ‘Ala Al Muta’ashib Ibnu Jauziy hal 58].
Sanad dari Ibnu Jauziy sampai ke Ibnu Abi Dunyaa, telah disebutkan dalam riwayat sebelumnya yaitu sebagai berikut:
أخبرنا محمد بن ناصر ، قال : أخبرنا جعفر بن
أحمد بن السراج ، قال : أخبرنا أبو طاهر محمد بن علي العلاف ، قال :
أخبرنا أبو الحسين ابن أخي ميمي ، قال : ثنا الحسين بن صفوان ، قال : ثنا
عبد الله بن محمد بن أبي الدنيا القرشي
Telah mengabarkan kepada kami
Muhammad bin Naashr yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ja’far
bin Ahmad bin As Siraaj yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu
Thaahir Muhammad bin Aliy Al ‘Alaaf yang berkata telah mengabarkan
kepada kami Abu Husain bin Akhiy Miimiy yang berkata telah menceritakan
kepada kami Husain bin Shafwaan yang berkata telah menceritakan kepada
kami ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Dunyaa Al Qurasyiy… [Ar Rad ‘Ala Al
Muta’ashib Ibnu Jauziy hal 57].
Sanad Ibnu Jauziy sampai ke Ibnu Abi Dunyaa adalah jayyid [baik] berikut keterangan mengenai para perawinya
- Muhammad bin Naashir,
dikenal dengan Ibnu Naashir seorang imam muhaddis mufiid Iraaq. Ibnu
Jauziy berkata “syaikh kami yang tsiqat hafizh dhabit termasuk ahlus
sunnah” [As Siyaar Adz Dzahabiy 20/265]
- Ja’far bin Ahmad As Siraaj
seorang syaikh imam muhaddis musnad, Abu Bakar bin Arabiy berkata
“tsiqat”. Ibnu Naashir berkata “tsiqat ma’mun” [As Siyaar Adz Dzahabiy
19/228]
- Abu Thahir Muhammad bin Aliy
yang dikenal Ibnu Al ‘Alaaf seorang imam yang alim, Al Khatib berkata
“aku menulis darinya dan ia shaduq” [As Siyaar Adz Dzahabiy 17/608]
- Abu Husain Muhammad bin ‘Abdullah bin Husain Al Baghdadiy yang dikenal Ibnu Akhiy Miimiy syaikh shaduq musnad seorang yang tsiqat [As Siyaar Adz Dzahabiy 16/565]
- Husain bin Shafwan Abu Aliy seorang syaikh muhaddis tsiqat [As Siyaar Adz Dzahabiy 15/442]
- Abdullah bin Muhammad bin ‘Ubaid yang dikenal Ibnu Abi Dunyaa seorang yang shaduq hafizh [Taqrib At Tahdzib 1/321 no 3591]
Kami menukil dua sanad dari Ibnu Abi
Dunyaa yang disebutkan Ibnu Jauziy, keduanya mengandung kelemahan tetapi
saling menguatkan sehingga kedudukannya menjadi hasan.
.
.
Sanad pertama yaitu dari Ibnu Abi Dunyaa
dari Abu Walid dari Khalid bin Yazid bin Asad dari ‘Ammar Ad Duhniy dari
Abu Ja’far, berikut keterangan para perawinya
- Abul Walid
adalah Ahmad bin Janab Al Mashiishiy termasuk perawi Muslim, Abu Dawud
dan Nasa’i. Telah meriwayatkan darinya Muslim, Abu Zur’ah, Ahmad bin
Hanbal dan anaknya [dimana mereka dikenal hanya meriwayatkan dari perawi
tsiqat]. Shalih Al Jazariy berkata “shaduq”. Al Hakim berkata “tsiqat”.
Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Abu Hatim meriwayatkan
darinya dan berkata “shaduq” [Tahdzib At Tahdzib juz 1 no 25]
- Khalid bin Yazid bin Asad
anak dari pemimpin Iraq, ia seorang ahli hadis dan ma’rifat, tidak
mutqin, tafarrud dengan riwayat-riwayat mungkar. Al Uqailiy berkata
“tidak memiliki mutaba’ah hadisnya”. Abu Hatim berkata “tidak kuat”.
Ibnu Adiy mengatakan hadis-hadisnya tidak memiliki mutaba’ah dan ia
seorang yang dhaif tetapi ditulis hadisnya [As Siyaar Adz Dzahabiy
9/410]
- ‘Ammar bin Muawiyah Ad Duhniy
termasuk perawi Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah .
Telah meriwayatkan darinya Syu’bah yang berarti ia tsiqat dalam
pandangan Syu’bah. Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Abu Hatim dan
Nasa’i menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At
Tahdzib juz 7 no 662].
- Abu Ja’far Al Baqir, Muhammad bin Aliy bin Husain
seorang yang tsiqat dan memiliki keutamaan [Taqrib At Tahdzib 1/497 no
6151]. Ia seorang Sayyid Imam, lahir pada tahun 56 H [As Siyaar Adz
Dzahabiy]
Para perawinya tsiqat kecuali Khalid bin
Yazid ia seorang yang dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar dan Abu Ja’far
Al Baqir lahir tahun 56 H sedangkan peristiwa Yazid menusuk kepala Imam
Husain terjadi pada tahun 61 H maka pada saat itu usia Beliau 5 tahun
sudah memasuki usia tamyiz dan besar kemungkinan pada saat itu Beliau
bersama ayahnya Aliy bin Husain dan keluarganya yang selamat digiring
Ubaidillah untuk menghadap Yazid.
Sanad kedua yaitu Ibnu Abi Dunyaa dari
Salamah bin Syabiib dari Al Humaidiy dari Sufyaan dari Salim bin Abil
Hafshah dari Hasan Al Bashriy, berikut keterangan para perawinya
- Salamah bin Syabiib termasuk perawi Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah seorang yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/247 no 2494]
- Al Humaidiy Abdullah bin Zubair bin ‘Iisa Al Quurasyiy termasuk perawi Bukhariy dan Muslim seorang yang tsiqat hafizh faqih sahabat Ibnu Uyainah [Taqrib At Tahdzib 1/303 no 3320]
- Sufyan bin Uyainah
perawi kutubus sittah seorang tsiqat hafizh faqiih imam hujjah, berubah
hafalan diakhir umurnya, dituduh melakukan tadlis tetapi hanya dari
perawi tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/245 no 2451]
- Salim bin Abil Hafshah
termasuk perawi Bukhariy dalam Adabul Mufrad dan Tirmidzi seorang yang
shaduq dalam hadis hanya saja ia berlebihan dalam syi’ahnya [Taqrib At
Tahdzib 1/226 no 2171]. Terdapat perselisihan mengenai Salim bin Abi
Hafshah, Ahmad bin Hanbal berkata “aku kira tidak ada masalah dalam
hadisnya”. Yahya bin Ma’in berkata “tsiqat”. ‘Amru bin Aliy menyatakan
ia dhaif berlebihan dalam tasyayyu’. Abu Hatim berkata “ditulis hadinya
tetapi tidak bisa dijadikan hujjah”. Al Ijliy berkata “tsiqat”. Abu
Ahmad Al Hakim berkata “tidak kuat di sisi para ulama”. Ibnu Hibban
berkata “sering terbalik dalam kabar dan keliru dalam riwayat”. Ibnu
Adiy berkata “sesungguhnya aib atasnya hanyalah ia ghuluw dalam
syi’ahnya adapun hadis-hadisnya aku harap tidak ada masalah padanya”
[Tahdzib At Tahdzib juz 3 no 800]
- Hasan bin Abi Hasan Al Bashriy
termasuk perawi kutubus sittah seorang yang tsiqat faqiih fadhl masyhur
banyak melakukan irsal dan tadlis [Taqrib At Tahdzib 1/160 no 1227]
Para perawi sanad kedua semuanya tsiqat
kecuali Salim bin Abi Hafshah, ia diperselisihkan kedudukannya tetapi
sanad ini bersama-sama sanad yang pertama kedudukannya saling
menguatkanmaka derajatnya menjadi hasan.
Riwayat Ibnu Abi Dunyaa di atas dikuatkan pula oleh riwayat Ibnu Sa’ad berikut:
أخبرنا كثير بن هشام قال حدثنا جعفر ابن
برقان قال حدثنا يزيد بن أبي زياد قال لما أتي يزيد بن معاوية برأس الحسين
بن علي جعل ينكت بمخصرة معه سنه
Telah mengabarkan kepada kami Katsiir
bin Hisyaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Ja’far bin
Burqaan yang berkata telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Abi
Ziyaad yang berkata ketika didatangkan kepada Yazid bin Mu’awiyah kepala Husain bin Aliy ia menusuknya dengan tongkat yang ia bawa…[Thabaqat Ibnu Sa’ad 6/448]
Riwayat ini para perawinya tsiqat kecuali
Yazid bin Abi Ziyaad, ia seorang yang diperselisihkan kedudukannya dan
yang rajih ia seorang yang dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar.
- Katsiir bin Hisyaam
termasuk perawi Bukhariy dalam Adabul Mufrad, Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah. Yahya bin Ma’in berkata “tsiqat”. Al Ijliy
berkata “tsiqat shaduq”. Abu Dawud berkata “tsiqat”. Abu Hatim berkata
“ditulis hadisnya”. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu
Sa’ad berkata “tsiqat shaduq” [Tahdzib At Tahdzib juz 8 no 771]
- Ja’far bin Burqaan
termasuk perawi Bukhariy dalam Adabul Mufrad, Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah. Ahmad bin Hanbal berkata “jika
meriwayatkan dari selain Az Zuhriy maka tidak ada masalah dalam hadisnya
tetapi jika meriwayatkan dari Az Zuhriy maka sering keliru”. Yahya bin
Ma’in berkata “tsiqat dan dhaif dalam riwayat Az Zuhriy”. Ibnu Numair
berkata “tsiqat dan hadis-hadisnya dari Az Zuhriy mudhtharib”. Ibnu
Sa’ad berkata “tsiqat shaduq”. Abu Nu’aim, Marwan bin Muhammad dan Ibnu
Uyainah menyatakan ia tsiqat. Nasa’i berkata “tidak kuat dalam riwayat
Az Zuhriy dan tidak ada masalah dalam riwayat selainnya” [Tahdzib At
Tahdzib juz 2 no 131]
- Yazid bin Abi Ziyaad Al Qurasyiy
termasuk perawi Bukhariy dalam At Ta’liq, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud,
Nasa’i, dan Ibnu Majah. Ahmad bin Hanbal berkata “tidak hafizh”. Yahya
bin Ma’in berkata “tidak kuat”. Al Ijliy berkata “ja’iz al hadits”. Abu
Zur’ah berkata “layyin ditulis hadisnya tetapi tidak dijadikan hujjah”.
Abu Hatim berkata “tidak kuat”. Abu Dawud berkata “tidak diketahui satu
orangpun yang meninggalkan hadisnya tetapi selainnya lebih disukai
daripadanya”. Ibnu Adiy berkata “syi’ah Kufah dhaif ditulis hadisnya”.
Jarir berkata dari Yazid bahwa ketika Husain terbunuh aku berumur 14
atau 15 tahun”. Ibnu Hibban berkata “shaduq kecuali ketika tua jelek dan
berubah hafalannya”. Abu Ahmad Al Hakim berkata “tidak kuat di sisi
para ulama”. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ahmad bin
Shalih Al Mishriy berkata “tsiqat dan tidak membuatku heran perkataan
yang membicarakannya”. An Nasa’iy berkata “tidak kuat” [Tahdzib At
Tahdzib juz 11 no 531]
.
Kemudian dikuatkan lagi oleh riwayat Dhahhaak bin Utsman Al Hazaamiy sebagaimana yang disebutkan Ath Thabraniy berikut:
حدثنا علي بن عبد العزيز ثنا الزبير بن بكار
حدثني محمد بن الضحاك بن عثمان الحزامي عن أبيه قال خرج الحسين بن علي رضي
الله عنهما إلى الكوفة ساخطا لولاية يزيد بن معاوية فكتب يزيد بن معاوية
إلى عبيد الله بن زياد وهو واليه على العراق إنه قد بلغني أن حسينا قد سار
إلى الكوفة وقد ابتلى به زمانك من بين الأزمان وبلدك من بين البلدان
وابتليت به من بين العمال وعندها يعتق أو يعود عبدا كما يعتبد العبيد فقتله
عبيد الله بن زياد وبعث برأسه إليه فلما وضع بين يديه تمثل بقول الحسين بن
الحمامنفلق هاما من رجال أحبة … إلينا وهم كانو أعق وأظلما
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy
bin ‘Abdul Aziz yang berkata telah menceritakan kepada kami Zubair bin
Bakaar yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Dhahhaak
bin ‘Utsman Al Hazaamiiy dari Ayahnya yang berkata Husain bin Aliy
[radiallahu ‘anhum] pergi menuju Kufah dalam keadaan marah terhadap
kepemimpinan Yazid bin Mu’awiyah. Maka Yazid bin Mu’awiyah menulis
kepada ‘Ubaidillah bin Ziyaad dan ia adalah wali-nya atas Irak
“bahwasanya telah sampai kepadaku Husain melakukan perjalanan menuju
Kufah dan sungguh itu akan menjadi bencana bagi zamanmu dibanding
zaman-zaman lainnya dan negrimu dibanding negri-negri lainnya dan akan
menimpamu dibanding perbuatan lainnya, dan dengannya engkau akan
terbebas atau akan kembali menjadi budak seperti halnya perbudakan para
budak, maka Ubaidillah bin Ziyad membunuhnya [Husain] dan mengirimkan kepalanya kepada Yazid,
ketika [Kepala Husain] diletakkan di hadapannya maka ia berujar dengan
perkataan Husain bin Hamaam “telah terpotong kepala orang yang
dicintai…kepada kami mereka durhaka dan zalim” [Mu’jam Al Kabir Ath
Thabraniy 3/115 no 2846]
Para perawi sanad Thabraniy tsiqat dan shaduq. berikut keterangan mengenai para perawinya
- Aliy bin ‘Abdul Aziiz, Abul Hasan Al Baghawiy,
Ibnu Abi Hatim menyatakan ia shaduq [Al Jarh Wat Ta’dil 6/196 no 1076].
Daruquthniy berkata tentangnya “tsiqat ma’mun” [Su’alat Hamzah As
Sahmiy no 389]
- Zubair bin Bakaar termasuk perawi Ibnu Majah, seorang Qadhiy Madinah yang tsiqat [Taqrib At Tahdzib 1/214 no 1991]
- Muhammad bin Dhahhaak bin Utsman Al Hazaamiy
disebutkan Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat dan telah meriwayatkan darinya
Ibrahim bin Mundzir dan penduduk Madinah [Ats Tsiqat 9/59 no 15174].
Ibnu Abi Hatim menyebutkan biografinya tanpa jarh dan ta’dil dan
menyebutkan bahwa telah meriwayatkan darinya Yaqub bin Humaid Al Madaniy
[Al Jarh Wat Ta’dil 7/290 no 1576]. Jadi telah meriwayatkan darinya
perawi yang tsiqat dan shaduq yaitu Ibrahim bin Mundzir [shaduq] [Taqrib
At Tahdzib 1/94 no 253], Yaqub bin Humaid [shaduq yahim] [Taqrib At
Tahdzib 1/607 no 7815] dan Zubair bin Bakaar [tsiqat] [Taqrib At Tahdzib
1/214 no 1991].
- Dhahhaak bin Utsman Al Hazaamiy
termasuk perawi Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah. Ahmad
bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Mush’ab Az Zubairiy dan Abu Dawud
menyatakan tsiqat. Abu Zur’ah berkata “tidak kuat”. Abu Hatim berkata
“ditulis hadisnya tetapi tidak dijadikan hujjah dan dia shaduq”. Ibnu
Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “tsabit”. Ibnu
Bukair berkata “tsiqat”. Ibnu Numair berkata “tidak ada masalah
padanya”. Ali bin Madiniy berkata “tsiqat”. Ibnu ‘Abdil Barr berkata
“banyak melakukan kesalahan tidak menjadi hujjah” [Tahdzib At Tahdzib
juz 4 no 787].
Riwayat Ath Thabraniy ini memiliki cacat
yaitu Dhahhaak bin Utsman Al Hazaamiy disebutkan bahwa ia wafat tahun
153 H [Tahdzib At Tahdzib juz 4 no 787] sedangkan kisah Yazid tersebut
terjadi pada tahun 61 H. Maka terdapat jarak 92 tahun , tidak diketahui
kapan lahirnya Dhahhaak bin Utsman dan jika berdasarkan usia pada
umumnya maka ia lahir di atas tahun 61 H. Oleh karena itu riwayat
Thabraniy tersebut dhaif karena sanadnya terputus, tetapi bisa dijadikan
i’tibar.
Secara ringkas ada empat riwayat yang
membuktikan bahwa kepala Imam Husain dibawa kehadapan Yazid dan tiga
riwayat menyebutkan bahwa Yazid menusuk kepala Imam Husain dengan
tongkat
- Riwayat Abu Ja’far Al Baqir lemah karena Khalid bin Yazid bin Asad seorang yang dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar
- Riwayat Hasan Al Bashriy lemah karena Salim bin Abi Hafshah diperselisihkan kedudukannya tetapi bisa dijadikan i’tibar
- Riwayat Yazid bin Abi Ziyaad lemah karena Yazid bin Abi Ziyaad diperselisihkan kedudukannya tetapi bisa dijadikan i’tibar
- Riwayat Dhahhaak bin Utsman Al Hazaamiy lemah karena sanadnya terputus dan bisa dijadikan i’tibar.
Keempat riwayat tersebut saling
menguatkan maka kedudukannya menjadi hasan. Kepala Imam Husain memang
dibawa ke hadapan Yazid dan Yazid menusuknya dengan tongkat.
Jika ada yang berdalih bahwa
riwayat-riwayat di atas tidak menunjukkan bahwa Yazid memerintahkan
Ubaidillah bin Ziyaad untuk membunuh Imam Husain. Maka jawabannya adalah
sebagai berikut, jika para nashibiy tersebut menginginkan riwayat
shahih dengan lafaz jelas perintah Yazid kepada Ubaidillah bin Ziyaad
maka kami katakan dengan jujur kami tidak menemukannya. Tetapi anehnya
para nashibiy itu menyatakan bahwa riwayat paling shahih mengenai
peristiwa karbala dan siapa pembunuh Imam Husain adalah riwayat Shahih
Bukhariy berikut
حدثني محمد بن الحسين بن إبراهيم قال حدثني
حسين بن محمد حدثنا جرير عن محمد عن أنس بن مالك رضي الله عنهأتي عبيد الله
بن زياد برأس الحسين بن علي عليه السلام فجعل في طست فجعل ينكث وقال في
حسنه شيئا فقال أنس كان أشبههم برسول الله صلى الله عليه و سلم وكان مخصوبا
بالوسمة
Telah menceritakan kepadaku Muhammad
bin Husain bin Ibrahiim yang berkata telah menceritakan kepadaku Husain
bin Muhammad yang berkata telah menceritakan kepada kami Jariir dari
Muhammad dari Anas bin Malik [radiallahu ‘anhu] “didatangkan kepada Ubaidillah bin Ziyaad kepala Husain bin Aliy [‘alaihis salaam] maka ia meletakkannya di bejana dan menusuknya,
seraya berkata tentang ketampanannya. Maka Anas berkata “Husain adalah
orang yang paling mirip dengan Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]
dan saat itu rambutnya disemir dengan wasmah [Shahih Bukhariy 5/26 no
3748]
Apakah dalam riwayat shahih Bukhariy di
atas terdapat lafaz Ubaidillah bin Ziyad memerintahkan membunuh Imam
Husain?. Tidak ada lafaz seperti itu tetapi para nashibiy memahami
riwayat ini sebagai bukti paling shahih bahwa yang bertanggung-jawab
atas pembunuhan Imam Husain adalah Ubaidillah bin Ziyaad.
Riwayat seperti ini sudah cukup bagi
mereka yang ingin mencari kebenaran. Dihadapkannya kepala Imam Husain
kepada Ubaidillah bin Ziyaad dan bagaimana cara Ubaidillah memperlakukan
kepala Imam Husain tersebut menjadi bukti cukup bahwa ia
bertanggung-jawab atas pembunuhan Imam Husain [‘alaihis salaam]
Dan riwayat Bukhariy di atas tidak
bertentangan dengan riwayat-riwayat yang kami bahas sebelumnya,
melainkan saling melengkapi. Setelah dihadapkan ke Ubaidillah maka ia
mengirimkan kepala Imam Husain tersebut kepada Yazid dan Yazid-pun
memperlakukan kepala Imam Husain tersebut dengan keji maka hal ini
menjadi bukti bahwa Yazid bin Mu’awiyah juga bertanggung-jawab atas
pembunuhan Imam Husain [‘alaihis salaam].
Pandangan kami adalah sebagaimana
pandangan para ulama seperti Ibnu Hazm, Ibnu Katsiir, Adz Dzahabiy, Ibnu
Jauziy dan As Suyuthiy bahwa Yazid bin Mu’awiyah termasuk pihak yang
bertanggungjawab terhadap pembunuhan Imam Husain [‘alaihis salaam]. Dan
pandangan ini memang memiliki bukti kuat dari berbagai riwayat dan
tarikh, diantaranya telah kami bawakan di atas.
Para nashibiy biasanya suka mencela
Syi’ah sambil mengutip kitab-kitab Syi’ah yang menyatakan bahwa mereka
yang membunuh Imam Husain [‘alaihis salaam] adalah kaum Syi’ah sendiri.
Seperti yang kami jelaskan sebelumnya bahwa Syi’ah yang dimaksud adalah
penduduk Kufah yang mengaku setia kepada Imam Husain tetapi pada
akhirnya malah berkhianat atau berlepas diri dari Imam Husain. Hal ini
diakui dalam mazhab Syi’ah sebagaimana nampak dalam literatur mereka,
tetapi walaupun begitu mereka tidak menafikan bahwa orang yang paling
bertanggung-jawab untuk pembunuhan Imam Husain [‘alaihis salaam] adalah
Yazid bin Mu’awiyah yang memerintahkan Ubaidillah bin Ziyaad kemudian
Ubaidillah bin Ziyaad mempengaruhi, memerintahkan dan mengancam sebagian
penduduk Kufah, sehingga sebagian mereka berkhianat dan sebagian lagi
berlepas diri atau mungkin walaupun tidak ikut tetap tidak berani untuk
menentangnya.
Terdapat riwayat shahih di sisi mazhab
Syi’ah yang membuktikan bahwa Yazid bin Mu’awiyah adalah orang yang
bertanggung-jawab atas pembunuhan Imam Husain [‘alaihis salaam]
ابن محبوب، عن عبد الله بن سنان قال سمعت
أبا عبد الله (عليه السلام) يقولثلاث هن فخر المؤمن وزينه في الدنيا
والآخرة: الصلاة في آخر الليل ويأسه مما في أيدي الناس وولايته الامام من
آل محمد (صلى الله عليه وآله) قال: وثلاثة هم شرار الخلق ابتلى بهم خيار
الخلق: أبو سفيان أحدهم قاتل رسول الله (صلى الله عليه وآله) وعاداه
ومعاوية قاتل عليا (عليه السلام) وعاداه ويزيد بن معاوية لعنه الله قاتل
الحسين بن علي (عليهما السلام) وعاداه حتى قتله
Ibnu Mahbuub dari ‘Abdullah bin
Sinaan yang berkata aku mendengar Aba ‘Abdullah [‘alaihis salaam]
mengatakan Ada tiga hal yang menjadi kebanggan seorang mukmin dan
menjadi keindahan baginya dalam kehidupan dunia dan akhirat yaitu Shalat
di akhir malam, tidak mengharapnya ia terhadap apa yang ada di tangan
orang-orang, dan wilayah Imam dari keluarga Muhammad [shallallahu
‘alaihi wasallam]. Beliau berkata “dan ada tiga orang makhluk yang
paling buruk telah menyakiti makhluk yang paling baik yaitu Abu Sufyan
yang memerangi Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan
memusuhinya, Mu’awiyah yang memerangi Aliy [‘alaihis salaam] dan
memusuhinya, dan Yazid bin Mu’awiyah laknat Allah atasnya, yang memerangi Husain bin Aliy [‘alaihis salaam] dan memusuhinya sampai membunuhnya [Al Kafiy Al Kulainiy 8/234].
Riwayat Al Kulainiy di atas sanadnya
shahih, sanad Al Kulainiy sampai Hasan bin Mahbuub telah disebutkan
dalam riwayat sebelumnya yaitu dari Aliy bin Ibrahim dari Ayahnya [Al
Kafiy Al Kulainiy 8/233]. Jadi sanad lengkap riwayat di atas adalah Aliy
bin Ibrahim dari Ayahnya dari Hasan bin Mahbuub dari ‘Abdullah bin
Sinaan,
- Aliy bin Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
- Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy
seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang
dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati
tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
- Hasan bin Mahbuub As Saraad seorang penduduk kufah yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 354]
- ‘Abdullah bin Sinaan
seorang yang tsiqat jaliil tidak ada celaan sedikitpun terhadapnya, ia
meriwayatkan dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] [Rijal An Najasyiy hal
214 no 558]
Kami menukil riwayat di atas hanya ingin
menunjukkan bahwa di sisi mazhab Syi’ah pandangan bahwa Yazid bin
Mu’awiyah yang membunuh Imam Husain [‘alaihis salaam] adalah pandangan
yang shahih.
Kesimpulan :
Dalam pandangan mazhab Ahlus sunnah dan dalam pandangan mazhab Syi’ah
telah tsabit bahwa Yazid bin Mu’awiyah adalah orang yang
bertanggung-jawab atas pembunuhan Imam Husain bin Aliy [‘alaihis
salaam].
Tambahan:
Musuh Imam Husain (as) Sebagai Perawi Ahlu Sunah Yang “TSIQAT & SHADUQ”.
Sungguh mengherankan, mengaku sebagai pengikut sunnah, Pecinta Ahlul
Bait (as), tapi percaya dengan para musuh dan pembunuh Imam Husain Bin
Ali Bin Abi Thalib (as), putra Sayyidah Fathimah Az-Zahra Ath-Thahirah
(as), yang dikatakan oleh Rasulullah (saww) sebagai
Penghulu Pemuda Surga bersama dengan abangnya yaitu Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib (as).
Ubaidillah bin Ziyad.
Ubaidillah bin Ziyad mengakui bahwa ia diperintah Yazid bin Muawiyah la’natullah alaih untuk membunuh Imam Husain (as)
“Aku membunuh Al Husain atas perintah Yazid untuk
membunuhnya jika tidak, ia akan membunuhku karena itu aku memilih untuk
membunuh Husain” (Tarikh Kamil, 4/ 55, Mesir)
Jalaludin Suyuti mencatat dalam Tarikh Khulafa (182) :
فكتبيزيدإلىواليهبالعراقعبيداللهبنزيادبقتاله
“Yazid menulis kepada Ibn Ziyad wakilnya di Iraq utk membunuhnya (Husain)
Dalam Tajil al-Munfa Bazawaid Rijal al-Aimah al-Arba’ah, h.180 :
“Dia Ubaidillah Bin Ziyad,
penguasa Kufah untuk Muawiyah dan Yazid anaknya,
dia adalah orang yang menyiapkan pasukan dari Kufah untuk memerangi Al-Husain (ra) sampai ia (Al-Husain) terbunuh di Karbala.
Dia dikenal sebagai Ibn Marjanah dan ia (Marjanah) adalah ibunya. Ibn
Asakir telah menyebutkan biografinya dalam Tarikh Dimasyq dan ia
disebutkan dalam Sunan Abu Dawud…dan ia meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi
Waqas, Muawiyah, Ma’qil bin Yasir dan Ibn Umayyah saudara Bani Ja’dah.
Dan diantara orang-orang yang meriwayatkan darinya adalah Hasan Al-Basri
dan Abu Al-Malih bin Usamah”.
Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash
Umar bin Sa’ad bin abi Waqqash salah satu pembunuh Imam Husain (as) juga dijadikan perawi oleh ahlu sunnah :
Dzahabi dalam Siyar Al-Aalam al-Nubala (4/349):
“Umar bin Sa’ad, komandan pasukan yang berperang melawan
al-Husain (ra), kemudian al-Mukhtar membunuhnya (membunuh Umar bin
Sa’ad)”.
Pandangan Ulama Sunni terhadap Umar bin Sa’ad
Ibn Hajar Asqalani dalam Tahdzib At-Tahdzib (j.7/ no.747):
عمربنسعدبنأبيوقاصالزهريأبوحفصالمدنيسكنالكوفةروىعنأبيهوأبيسعيدالخدريوعنهابنهإبراهيموابنابنهأبوبكربنحفصبنعمروأبوإسحاقالسبيعيوالعيزاربنحريثويزيدبنأبيمريموقتادةوالزهريويزيدبنأبيحبيبوغيرهمقالالعجليكانيرويعنأبيهأحاديثوروىالناسعنهوهوتابعيثقةوهوالذيقتلالحسين
“Umar Ibnu Sa’ad bin Abi Waqqash al-Zuhri Abu Hafsh al-Madani tinggal
di Kufah. Dia meriwayatkan hadis dari ayahnya dan Abu Said Al Khudri.
dan [telah meriwayatkan pula] darinya putranya Ibrahim, putra dari
putranya yg bernama Abu Bakar bin Hafsh bin Umar, Abu Ishaq Al-Sabay’i,
Izar bin Harist, Yazid bin Abi Maryam, Qatadah, Zuhri dan Yazid bin
Habib dan yang lainnya. al Ijli berkata Ia telah meriwayatkan (hadits)
dari ayahnya, dan banyak orang yang meriwayatkan hadist darinya,
ia adalah Tsiqat dan ia adalah orang yg telah membunuh Al Husain“.
Ahmad bin Abdullah al-Ijli dalam Tahdib al-Kamal (21/no.4240) :
وقالأحمدبنعبداللهالعجليكانيرويعنأبيهأحاديثوروىالناسعنهوهوالذيقتلالحسينوهوتابعيثقة
“Ahmad bin Abdullah al-Ijli berkata, ‘Dia meriwayatkan hadis dari ayahnya, dan orang-orang meriwayatkan darinya, dan
dia adalah satu orang yang membunuh al-Husain, dan dia adalah salah seorang tabi’in
Tsiqah“
Ibn Hajar Asqalani dalamTaqrib al-Tahdzib (1/717) :
عمربنسعدبنأبيوقاصالمدنينزيلالكوفةصدوقولكنمقتهالناسلكونهكانأميراعلىالجيشالذينقتلواالحسينبنعليمنالثانيةقتلهالمختارسنةخمسوستينأوبعدهاووهممنذكرهفيالصحابةفقدجزمبنمعينبأنهولديومماتعمربنالخطاب
“Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash adalah orang madinah tinggal di kufah dan dia adalah
SHADUQ
namun ia di benci oleh orang-orang karena telah menjadi panglima bala
tentara yang membunuh Al-Husain bin Ali, akhirnya ia di bunuh oleh
Al-Mukhtar pada tahun 65 H atau setelahnya..sangatlah keliru orang yang
mengatakan bahwa ia adalah seorang sahabat nabi…Ibn Ma’in telah meyakini
bahwa ia lahir pada saat Umar bin Khathab wafat..”
Syaikh Syuaib al-Arnaut pada catatan pinggir Musnad Ahmad ibn Hanbal menyatakan bahwa Hadis yang diriwayatkan dari Umar bin Sa’ad sebagai
“Hasan” (Musnad Ahmad ibn Hanbal; j.1 h.173,177,182).
“Inilah Mazhab Khoyal Cinta Ahlul Bait”
Nantikan “Seri Mazhab Khoyal Cinta Ahlul Bait” Lainnya.
Bi haqqi Muhammad wa Ahlil Baitih…Insya Allah..!
Kesimpulannya:
Yazid bin Mu’awiyah adalah orang yang bertanggung-jawab atas pembunuhan Imam Husain.
*****
Mu’awiyah meminta Yazid menebas batang leher
Imam Husain dan menyediakan sebidang tanah untuk menanam seluruh
keluarga dan pengikutnya.
Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyah—rahimahullah, “Yazid bin
Muawiyah tidak memerintahkan untuk membunuh Al Husain . Hal ini
berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan
kepada Ibnu Ziyad untuk mencegah Al Hasan menjadi penguasa negeri Iraq.”
Ketika kabar tentang terbunuhnya Al Husain sampai kepada Yazid, maka
nampak terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi
rumahnya. Kaum wanita rombongan Al Husain yang ditawan oleh pasukan Ibnu
Ziyad pun diperlakukan secara hormat oleh Yazid hingga mereka
dipulangkan ke negeri asal mereka. Dalam buku-buku Syiah, mereka
mengangkat riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa wanita-wanita Ahlul
Bait yang tertawan diperlakukan secara tidak terhormat. Mereka dibuang
ke negeri Syam dan dihinakan di sana sebagai bentuk celaan kepada
mereka. Semua ini adalah riwayat yang batil dan dusta. Justru
sebaliknya, Bani Umayyah memuliakan Bani Hasyim.Disebutkan pula bahwa
kepala Al Husain dihadapkan kepada Yazid. Tapi riwayat ini pun tidak
benar, karena kepala Al Husain masih berada di sisi Ubaidillah bin Ziyad
di Kufah.
Ibnu Taimiyah dan Ahlul bait.
Diatas disebutkan bahwa sumber yang dipakai untuk membantah bahwa
Yazid bin Muawiyah tidak terlibat pembunuhan Imam Husain adalah Ibnu
Taimiyah, seperti diketahui bersama bahwa Ibnu Taimiyah memiliki
kebencian yang luar biasa pada Ahlul bait dan memiliki kecintaan yang
bukan alang kepalang kepada Muawiyah dan Yazid sebuah kitab berjudul
“Fadho’il Muawiyah wa Yazid” (Keutamaan Muawiyah dan Yazid)
didesikasikan untuk Muawiyah dan Yazid. Berikut adalah bukti-bukti Ibnu
taimiyah menampakan kebencian kepada Ahlul Ba’it (salah satunya Imam Ali
bin Abi Tholib) yang dinukil dari kitabnyua sendiri Minhaj as Sunnah:
1. Ibnu Taimiyah menolak kekhalifahan Imam ali bin Abi Thalib
“Diriwayatkan dari Syafi’i dan pribadi-pribadi selainnya, bahwa khalifah
ada tiga; Abu Bakar, Umar dan Usman”.[1]
2. Ibnu Taimiyah menolak ke imamahan Imam Ali “Manusia telah bingung
dalam masalah kekhilafan Ali (karena itu mereka berpecah atas) beberapa
pendapat; Sebagian berpendapat bahwa ia (Ali) bukanlah imam, akan tetapi
Muawiyah-lah yang menjadi imam. Sebagian lagi menyatakan, bahwa pada
zaman itu tidak terdapat imam secara umum, bahkan zaman itu masuk
kategori masa (zaman) fitnah”.[2]
3. “Dari mereka terdapat orang-orang yang diam (tidak mengakui) atas
(kekhalifahan) Ali, dan tidak mengakuinya sebagai khalifah keempat. Hal
itu dikarenakan umat tidak memberikan kesepakatan atasnya. Sedang di
Andalus, banyak dari golongan Bani Umayyah yang mengatakan: Tidak ada
khalifah. Sesungguhnya khalifah adalah yang mendapat kesepakatan
(konsensus) umat manusia. Sedang mereka tidak memberi kesepakatan atas
Ali. Sebagian lagi dari mereka menyatakan Muawiyah sebagai khalifah
keempat dalam khutbah-khutbah jum’atnya. Jadi, selain mereka menyebutkan
ketiga khalifah itu, mereka juga menyebut Muawiyah sebagai (khalifah)
keempat, dan tidak menyebut Ali”.[3]
4. “Kita mengetahui bahwa sewaktu Ali memimpin, banyak dari umat
manusia yang lebih memilih kepemimpinan Muawiyah, atau kepemimpinan
selain keduanya (Ali dan Muawiyah)…maka mayoritas (umat) tidak sepakat
dalam ketaatan”.[4]
Dan menariknya lagi ulama-ulama ahlu sunnah banyak juga yang
mengomentari atas sikapnya yang berlebihan yang melecehkan Imam Ali dan
Ahlul Ba’it Nabi dalam Kitab Minhaj dan tersebut :
1. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam menjelaskan tentang pribadi Ibnu
Taimiyah mengatakan: “Ia terlalu berlebihan dalam menghinakan pendapat
rafidhi (Allamah al-Hilli seorang ulama Syiah. red) sehingga terjerumus
kedalam penghinaan terhadap pribadi Ali”.[5]
2. Allamah Zahid al-Kautsari mengatakan: “…dari beberapa ungkapannya
dapat dengan jelas dilihat kesan-kesan kebencian terhadap Ali”.[5]
3. Syeikh Abdullah Ghumari pernah menyatakan: “Para ulama yang
sezaman dengannya menyebutnya (Ibnu Taimiyah) sebagai seorang yang
munafik dikarenakan penyimpangannya atas pribadi Ali”.[6]
4. Syeikh Abdullah al-Habsyi berkata: “Ibnu Taimiyah sering
melecehkan Ali bin Abi Thalib dengan mengatakan: Peperangan yang sering
dilakukannya (Ali) sangat merugikan kaum muslimin”.[7]
5. Hasan bin Farhan al-Maliki menyatakan: “Dalam diri Ibnu Taimiyah terdapat jiwa ¬nashibi dan permusuhan terhadap Ali”.[8]
6. Hasan bin Ali as-Saqqaf berkata: “Ibnu Taimiyah adalah seorang
yang disebut oleh beberapa kalangan sebagai ‘syeikh Islam’, dan segala
ungkapannya dijadikan argumen oleh kelompok tersebut (Salafy). Padahal,
ia adalah seorang nashibi yang memusuhi Ali dan menyatakan bahwa
Fathimah (puteri Rasulullah. red) adalah seorang munafik”.[9]
Demikian pula dalam kasus Imam Husain bagaimana Ibnu taimiyah membela
matimatian Yazid bin Muawiyah, sebagaimana dalam Su’al fi Yazid bin
Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan: “Yazid tidak menginginkan pembunuhan
Husein, ia bahkan menunjukkan ketidaksenangannya atas peritiwa
tersebut, Yazid tidak pernah memerintahkan untuk membunuh Husein,
kepala-kepala (peristiwa Karbala) tidak dihadirkan di hadapannya, ia
tidak memukul gigi-gigi kepala Husein dengan kayu. Akan tetapi,
Ubaidillah bin Ziyad-lah yang melakukan itu semua” di halaman lain Ibnu
taimiyah mengatakan pula “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk
membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah.
Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu Ziyad untuk mencegah Al Hasan
menjadi penguasa negeri Iraq.”
saking ngefan dan memujanya Ibnu Taimiyah pada Yazid sampai-sampai
dalam peristiwa Hara pun Ibnu taimiyah membelanya. bahkan ketika Yazid
melakukan perusakan Ka’bah sebagaimana Abrahah Ibnu taimiyah pun membela
lagi dalam kitabnya Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah
mengatakan:
“Tidak seorang muslim pun yang mau bermaksud menghinakan Ka’bah,
bukan wakil Yazid, juga bukan wakil Abdul Malik yang bernama Hajjaj bin
Yusuf, ataupun selain mereka berdua, bahkan segenap kaum muslimin
bermaksud untuk mengagungkan Ka’bah. Jadi, kalaulah Masjid al-Haram
dikepung, hal itu karena pengepungan terhadap Ibnu Zubair. Pelemparan
menggunakan manjanik-pun tertuju kepadanya. Yazid tidak ada maksud untuk
membakar dan merusak Ka’bah, Ibnu Zubair yang telah melakukan semua
itu”.
Dikalangan Ahlu sunnah sendiri Ibnu Taimiyah dikatagorikan orang
yang sesat lihat di syiahnews.wordpress.com
Benarkah Muawiyah idak memerintahkan membunuh Husain AS ?
Kebencian Bani Umayyah yang oleh Allah dalam Al Qur’an al Isra : 60
dijuluki sebaga al syajarah al Mal’unah (pohon kayu terkutuk/terlaknat)
kepada Rasulullah SAWW dan Ahlul Ba’itnya memang tak disangsikan lagi,
termasuk diantaranya sekenario pembunuhan terhadap Imam Husain AS,
perencanaan pembunuhan itu disusun sendiri oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan
dan dilanjutkan oleh Yazid bin Muawiyah, adapun buktinya adalah surat
yang dikirimkan oleh Muawiyyah kepada Yazid berikut isi surat itu :
Kepada Yazid dari Muawiyyah bin abi sufyan, tak pelak, kematian
adalah peristiwa yang sungguh menyeramkan dan sangat merugikan bagi
seorang lelaki berkuasa seperti ayahmu. Namun, biarkanlah, semua peran
telah kumainkan. Semua impianku telah kuukirkan pada kening sejarah dan
semuanya telah terjadi, Aku sangat bangga telah berjaya membangun
kekuasaan atas nama para leluhur Umayyah.
Namun, yang kini membuatku gundah dan tak nyenyak tidur adalah nasib
dan kelanggengan pada masa-masa mendatang, Maka camkanlah, putraku,
meski tubuh ayahmu telah terbujur dalam perut bumi, kekuasaan ini,
sebagaimana yang di inginkan Abu sofyan dan seluruh orang, haruslah
menjadi hak abadi putra-putra dan keturunanku.
Demi mempertahankannya, beberapa langkah mesti kau ambil, Berikan
perhatian istimewa kepada warga syam. Penuhi seluruh kebutuhan dan
saran-saran mereka, Kelak mereka dapat kau jadikan sebagai tumbal dan
perisai. Mereka akan menjadi serdadu-serdadu berdarah dingin yang setia
kepadamu.
Namun, ketahuilah, kedudukan dan kekuasaan ini adalah incaran banyak
orang bak seekor kelinci manis ditengah gerombolan serigala lapar. Maka,
waspadalah terhadap 4 tokoh masyarakat yang ku sebut dibawah ini :
pertama adalah ‘Abdurahman bin Abu Bakar, pesanku, jangan terlalu
khawatir menghadapinya, ia mudah di bius dengan harta dan gemerlap
pesta. Benamkan dia dalam kesenangan, dan seketika ia menjadi dungu,
bahkan menjadi pendukungm.
Ke 2 Abdullah bin Umar bin al Khatab, ia menurut pengakuanya, hanya
peduli pada agama damn akherat, seperti mendalami dan mengajarkan Al
qur’an dan mengurung diri dalam mihrab masjid. Aku meramalkan, ia tidak
terlalu berbahaya bagi keududkanmu, karena dunia dimatanya adalah kotor,
sedangkan panji-panji Muhammad adalah harapan pertama dan terakhir.
Biarkan putra kawanku ini larut dalam upacara-upacara keagamaanya dan
menikmati mantra-mantranya
Ke 3 adalah ‘Abdullah bin Zubair, Ia seperti ayahnya bisa memainkan 2
peran, serigala dan harimau. Pantaulah selalu gerak geriknya, jika
berperan sebagai serigala, ia hanya melahap sisa-sisa makanan harimau
dan ia tidak akan mengusikmu. Apabila memperlihatkan sikap lunak,
sertakanlah cucu Al ‘Awam ini dalam rapat-rapat pemerintahanmu. Namun
jika ia berperan seperti Harimau, yaitu berambisi merebut kekuasaanmu,
maka janganlah mengulur-ulur waktu mengemasnya dalam keranda. Ia cukup
berani, cerdik dan bangsawan.
Ke 4 adalah Husain bin Ali bin Abi Thalib, sengaja aku letakkan
namanya pada urutan terakhir, karena ayahmu ingin mengulasnya lebih
panjang. Nasib kekuasanmu sangat ditentukan oleh sikap dan caramuy dalam
menghadapinya. Bila kuingat namanya, kuingat pada kakek, ayah, ibu dan
saudaranya. Bila semua itu teringat, maka serasa sebonngkah kayu
menghantam kepalaku dan jilatan api cemburu membakar jiwaku. Putra ke 2
musuh bebuyutanku ini akan menjadi pusat perhatian dan tumpuan
masyarakat.
Pesanku, dalam jangka sementara, bersikaplah lembut padanya, karena,
sebagaimana kau sendiri ketahui, darah Muhammad mengalir di tubuhnya, Ia
pria satria, putra pangeran jawara, susu penghulu para ksatria. Ia
pandai, berpenampilan sangat menarik, dan gagah. Ia mempunyai semua
alasan untuk disegani, dihormati dan di taati.
Namun, bila sikap tegas dibutuhkan dan keadaan telah mendesak, kau
harus mempertahankan kekuasaan yang telah kuperoleh dengan susah payah
ini, apapun akibatnya, tak terkecuali menebas batang leher al Husain dan
menyediakan sebidang tanah untuk menanam seluruh keluarga dan
pengikutnya. Demikianlah surat pesan ayahmu yang ditulis dalam keadaan
sakit. Harapanku, kau siap-siap melaksanakan pesan-pesanku tersebut “
Dan surat tersebut di antar oleh Adh Dhahhak bin Qais al Fihri kepada
Yazid bin Muawiyah, sebagian sejahrawan menyebutkan bahwa Muawiyyah
sempat menasehati Yazid dengan statment sama seperti surat yang tertulis
diatas. [10]
Reaksi Yazid bin Muawiyyah setelah matinya Muawiyah adalah
memerintahkan Al Walid bin Uthbah untuk memaksa orang-orang yang disebut
dalam waisat bapaknya agar berbai’at kepadanya. Surat perintah tersebut
didokumentasikan oleh para ahli sejarah, berikut kutipan lengkapnya :
Surat ditujukan kepada al Walid Ibn Utba :
Panggil al Husain Ibn Ali Ibn Abi Thalib (AS) dan Abdullah Ibn
Zubair, Minta padanya untuk membaiat kekhalifaanku ! dan jika mereka
menolak, pisahkan kepalanya dari tubuhnya dan kirimkan padaku di
Damaskus ! Juga galanglah baiat untukku dari orang-orang madinah, dan
jika ada yang menolak, maka perintah yang telah aku keluarkan juga
berlaku untuk mereka ! [11]
Bukti ke 2 bukti surat diatas adalah bukti difinitif yang membuktikan
bahwa Muawiyah dan Yazid memerintahkan untuk membunuh Husain as.
Kegagalan pengambilan paksa bai’at kepada Imam Husain tersebut
diteruskan kepada perwira-perwira lapangan, salah 1 surat tersebut
memerintahkan pembunuhan dan perusakan jenazah Imam Husain, dalam surat
tersebut di Perintah kepada Ibn Sa’ad, agar memilih 1 diantara 2
perintah : segera menyerang Husain atau menyerahkan komando tentara
kepada Syimr, dan bila Husain gugur dalam pertempuran, tubuhnya harus di
injak-injak [12]
Benarkah Yazid tidak memukul kepala dan gigi imam Husain ?
Dalam kitabnya Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Yazid tidak menginginkan pembunuhan Husein, ia bahkan menunjukkan
ketidaksenangannya atas peritiwa tersebut, Yazid tidak pernah
memerintahkan untuk membunuh Husein, kepala-kepala (peristiwa Karbala)
tidak dihadirkan di hadapannya, ia tidak memukul gigi-gigi kepala Husein
dengan kayu. Akan tetapi, Ubaidillah bin Ziyad-lah yang melakukan itu
semua”.
Benarkah bualan Ibnu Taimiyah itu ? mari kita uji dengan pandangan ulama Sunni yang lain :
Ibnu Atsir dalam kitabnya menukil ucapan Abdullah bin Abbas ra kepada
Yazid, Ibnu Abbas berkata, “Engkaulah (Yazid) yang telah penyebab
terbunuhnya Husein bin Ali”. Ibnu Atsir dalam kitab yang sama menulis,
“Yazid memberi izin kepada masyarakat untuk menemuinya sedangkan kepala
Husein bin Ali as ada di sisinya, sambil ia memukuli muka kepala
tersebut sembari mengucapkan syair”. Sementara Taftazani, seorang pemuka
Ahlusunnah mengatakan: “Pada hakikatnya, kegembiraan Yazid atas
terbunuhnya Husein dan penghinaannya atas Ahlul Bait (keluarga Rasul)
merupakan suatu hal yang mutawatir (diterima oleh mayoritas), sedang
kami tidak lagi meragukan atas kekafirannya (Yazid), semoga laknat Allah
tertuju atasnya dan atas penolong dan pembelanya”. Sedang Mas’udi dalam
kitab Muruj adz-Dzahab dengan jelas menuliskan “Suatu hari, setelah
peristiwa terbunuhnya Husein, Yazid duduk di hidangan minuman khamr
sedang di samping kanannya duduk Ibnu Ziyad”.
Menarik lagi jika diperhatikan Sabath Ibn al Jauzi ia menuliskan :
Ketika ahlul bait sampai ke syam dalam keadaan tertawan, Yazid duduk di
Istananya, menghadap ke arah balkon, dan Yazid meminta sorang penyair
melantunkan syairnya :
Ketika kepala-kepala itu mulai tampak
Terlihatlah kepala para pembangkang itu di atas balkon
Burung gagak berkoak koak
Aku berkata ” Hutang-Hutangku kepada Nabi telah terlunasi. [13]
Ulama-ulama ahlu sunnah lainya menceritakan dalam kitab-kitabnya :
Yazid menyambut gembira dengan terbunuhnya Imam al Husain, ia kemudian
mengundang kaum yahudi dan Nasrani untuk mendatangi majelisnya, yazid
meletakkan kepala al husain di Hadapanya sambil mendengarkan syair-syair
yang dilantunkan oleh Asyar bin al Zubari :
Seandainya para leluhurku di Badar
Menyaksikan kesedihan kaum al Khazraj
Karena patahnya lembing mereka
Mereka pasti akan senenang melihat hal ini
Kemudian mereka berkata :
”Hai Yazid seharusnya jangan kau potong kepalanya
Sesungguhnya kami telah membunuh pemuka mereka
Terbunuhnya ia sebanding dengan kekalahan kita di Badar
Hasyim mencoba bermain-main dengan Sang Penguasa
Akibatnya, tidak ada berita dan tidak ada yang hidup
Aku bukannya sombong, jika aku tidak membalas dendam kepada keturunan Bani Muhammad
Namun, kami telah membalas dendam kepada Ali Dengan mebunuh si Husain pengendara kuda. Si singa pemberani
Para sejahrawan ahlu sunnah seperti menuliskan bahwa ketika lantunkan
syair bait ke 2 di atas Yazid memukul gigi depan Imam Husain dengan
tongkatnya [14]
Tentang Tangisan Yazid (dan Muawiyah).
Mengapa mereka tidak mau belajar tentang tangisan dari Kitab Agung Al
Qur’an ? sehingga dapat dibuai oleh tangisan palsu Muawiyah dan Yazid.
Ibnu Jawi al Jogjakartani menulis tentang tangisan Muawiyah dan Yazid
ini dalam artikel Tangisan Politik Muawiyah dan Yazid Tangisan Palsu
Yang Menipu.
Tentang wanita-wanita Ahlul ba’it yang tertawan.
Sejahrawan menuliskan secara jelas bagaimana tawanan itu digiring,
bagaimana Zainnab, Ummu kultsum, Sukainah, Atikah, Shafiyah, ”ali awsath
bagaimana Yazid begitu kegirangan menyaksikan tawanan tersebut,
silahkan merujuk ke maqtal Abu Mikhnaf, Mir’at al jinan Juz I , al Kamil
Juz 4, al Iqad al farid juz 2, Majma’ az zawa’id juz 1 dll terlalu
banyak untuk disebutkan kitab yang menyebutkan serangkaian tindakan
penawanan keluarga Nabi Saw. Adalah aneh jika dikatakan bahwa riwayat
penawanan wanita-wanita ahlul ba’it sebagai batil dan dusta, bukankah
begitu banyak saksi yang melihat dan mendengar pidato-pidato keluaraga
nabi di istana Yazid ? mengapa kalian mendustakan itu ? kami akan
menyebutkan nama-nama sebagian yang turut menyaksikan peristiwa
tersebut, diantarannya :
1. Al Ghazu bin Rabi’ah al Jusrasyi (ia berada di dalam Istana Yazid
dan menyaksikan peristiwa penawanan wanita-wanita Ajlul Ba’it dan
arak-arakan kepala keluarga Nabi SAWW)
2. Al Qasim bin ’Abdurrahman (budak yazid bin Muawiyah, ia mendengar
ucapan penistaan pada kepala Imam husain dan menyaksikan rombongan
tawanan wanita ahlul ba’it)
3. Abu ’Imarah al Absi (ia yang menyaksikan bagaimana Yazid
memerintahkan putranya Khalid agar mendebat Ali bin Husain dan bagaimana
menyaksikan bagaimana ia berkata pada wanita-wanita Ahlul Ba’it yang
dicela oleh khalid.
4. Fatimah binti Ali bin Abi Thalib (ia menceritakan bagaimana
perdebatan antara Zaenab dan Yazid dan menyaksikan bagaimana Yazid
mencoba cuci tangan dari peristiwa pembunuhan Imam Husain seraya
melemparkan tanggungjawab pada Ibnu Marjanah.
5. Kesaksian ’Uwanah bin al hakam al kalbi (ia menyaksikan bagaimana Yazid meperlakukan wanita-wanita ahlul bait tersebut)
6. Kesaksian al Qasim bin Bukhait (ia menyaksikan tawanan dibawa ke
istana Yazid dan melihat bagaimana Yazid memukul dan menusuk-nusuk mulut
Imam Husain)
Penutup:
Jika argumentasi didfasarkan pada presentasi dan pendapat Ibnu taimiyah
bisa dipastikan terdapat distorsi sejarah yang teramat besar, ia banyak
sekali mendhoifkan hadis keutamaan ahlul ba’it demi membela Bani Umayyah
demikianpula dalam masalah kesejarahan banyak pula yang ia distorsi
demi membela banu Umayah bani yang dikutuk oleh Allah azza wajala
sebagai Pohon kayu terkutuk.
Wallahu alam bhi showab
[1] Minhaj as-Sunnah Jil:2 Hal:404
[2] Ibid Jil:1 Hal:537
[3] Ibid Jil:6 Hal:419
[4] Lisan al-Mizan Jil:6 Hal:319-320
[5] Al-Hawi fi Sirah at-Thahawi Hal:26
[6] Ar-Rasail al-Ghomariyah Hal:120-121
[7] Al-Maqolaat as-Saniyah Hal:200
[8] Dinukil dari kitab Nahwa Inqod at-Tarikh al-Islami karya Sulaiman bin Shaleh al-Khurasyi hal:35
[9] At-Tanbih wa ar-Rad Hal:7[4] Ibid Jil:4 Hal:682
[10] Surat ini di dokumentasikan oleh : Al Khawarizmi, Maqtal al Husain
hal 175; Maqtal abu Mikhnaf, baladzuri Ansab al Asyraf IV hal 122,
ThabariTarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 196 ; Dinawari Kitab al
Akhbar at Tiwal, 226
[11]. Surat Yazid ini terdokumentasikan dalam Kitab Baladzuri, Ansab al
Asyraf Juz IV hal 12, Ya’qubi, ath Tarikh Juz II hal 2414, Thabari,
Tarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 216, Bidayah Juz VIII hal 146.
[12] lebih detail lihat di Thabari, Tarikh ar rasul wa al Muluk,II hal
308-16. Dinawari, al akhbar at Tiwal hal 253, Bidayah,Juz VIII hal 175
[13] al tadzkirah, hlm 148
[14] Silahkan rujuk detailnya di Abu al faraj Ibnu al Jauzi, al
Tadzkirah h 148, Abdullah bin Muhammad bin Amir al Syabrawi, al Ittihaf
bi Hubb al asyaraf, h 18; al Khathib al Khawarizmi, Maqtal al Husain,
juz 2.
*****
Kubur Muawiyah Laknatullah.
Kotor Lho!
salafi wahabi Menuliskan
Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyah—rahimahullah, “Yazid bin Muawiyah
tidak memerintahkan untuk membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan
kesepakatan para ahli sejarah. Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu
Ziyad untuk mencegah Al Hasan menjadi penguasa negeri Iraq.” Ketika
kabar tentang terbunuhnya Al Husain sampai kepada Yazid, maka nampak
terlihat kesedihan di wajahnya dan suara tangisan pun memenuhi rumahnya.
Kaum wanita rombongan Al Husain yang ditawan oleh pasukan Ibnu Ziyad
pun diperlakukan secara hormat oleh Yazid hingga mereka dipulangkan ke
negeri asal mereka. Dalam buku-buku Syiah, mereka mengangkat
riwayat-riwayat yang menyebutkan bahwa wanita-wanita Ahlul Bait yang
tertawan diperlakukan secara tidak terhormat. Mereka dibuang ke negeri
Syam dan dihinakan di sana sebagai bentuk celaan kepada mereka. Semua
ini adalah riwayat yang batil dan dusta. Justru sebaliknya, Bani Umayyah
memuliakan Bani Hasyim.Disebutkan pula bahwa kepala Al Husain
dihadapkan kepada Yazid. Tapi riwayat ini pun tidak benar, karena kepala
Al Husain masih berada di sisi Ubaidillah bin Ziyad di Kufah.
Ibnu Taimiyah dan Ahlul bait.
Diatas disebutkan bahwa sumber yang dipakai untuk membantah bahwa Yazid
bin Muawiyah tidak terlibat pembunuhan Imam Husain adalah Ibnu Taimiyah,
seperti diketahui bersama bahwa Ibnu Taimiyah memiliki kebencian yang
luarbiasa pada Ahlul bait dan memiliki kecintaan yang bukan alang
kepalang kepada Muawiyah dan Yazid sebuah kitab berjudul “Fadho’il
Muawiyah wa Yazid” (Keutamaan Muawiyah dan Yazid) didesikasikan untuk
Muawiyah dan Yazid. Berikut adalah bukti-bukti Ibnu taimiyah menampakan
kebencian kepada Ahlul Ba’it (salah satunya Imam Ali bin Abi Tholib)
yang dinukil dari kitabnyua sendiri Minhaj as Sunnah:
1. Ibnu Taimiyah menolak kekhalifahan Imam ali bin Abi Thalib
“Diriwayatkan dari Syafi’i dan pribadi-pribadi selainnya, bahwa khalifah
ada tiga; Abu Bakar, Umar dan Usman”.[1]
2. Ibnu Taimiyah menolak ke imamahan Imam Ali “Manusia telah
bingung dalam masalah kekhilafan Ali (karena itu mereka berpecah atas)
beberapa pendapat; Sebagian berpendapat bahwa ia (Ali) bukanlah imam,
akan tetapi Muawiyah-lah yang menjadi imam. Sebagian lagi menyatakan,
bahwa pada zaman itu tidak terdapat imam secara umum, bahkan zaman itu
masuk kategori masa (zaman) fitnah”.[2]
3. “Dari mereka terdapat orang-orang yang diam (tidak mengakui) atas
(kekhalifahan) Ali, dan tidak mengakuinya sebagai khalifah keempat. Hal
itu dikarenakan umat tidak memberikan kesepakatan atasnya. Sedang di
Andalus, banyak dari golongan Bani Umayyah yang mengatakan: Tidak ada
khalifah. Sesungguhnya khalifah adalah yang mendapat kesepakatan
(konsensus) umat manusia. Sedang mereka tidak memberi kesepakatan atas
Ali. Sebagian lagi dari mereka menyatakan Muawiyah sebagai khalifah
keempat dalam khutbah-khutbah jum’atnya. Jadi, selain mereka menyebutkan
ketiga khalifah itu, mereka juga menyebut Muawiyah sebagai (khalifah)
keempat, dan tidak menyebut Ali”.[3]
4. “Kita mengetahui bahwa sewaktu Ali memimpin, banyak dari umat
manusia yang lebih memilih kepemimpinan Muawiyah, atau kepemimpinan
selain keduanya (Ali dan Muawiyah)…maka mayoritas (umat) tidak sepakat
dalam ketaatan”.[4]
Dan menariknya lagi ulama-ulama ahlu sunnah banyak juga yang
mengomentari atas sikapnya yang berlebihan yang melecehkan Imam Ali dan
Ahlul Ba’it Nabi dalam Kitab Minhaj dan tersebut :
1. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam menjelaskan tentang pribadi Ibnu
Taimiyah mengatakan: “Ia terlalu berlebihan dalam menghinakan pendapat
rafidhi (Allamah al-Hilli seorang ulama Syiah. red) sehingga terjerumus
kedalam penghinaan terhadap pribadi Ali”.[5]
2. Allamah Zahid al-Kautsari mengatakan: “…dari beberapa ungkapannya
dapat dengan jelas dilihat kesan-kesan kebencian terhadap Ali”.[5]
3. Syeikh Abdullah Ghumari pernah menyatakan: “Para ulama yang
sezaman dengannya menyebutnya (Ibnu Taimiyah) sebagai seorang yang
munafik dikarenakan penyimpangannya atas pribadi Ali”.[6]
4. Syeikh Abdullah al-Habsyi berkata: “Ibnu Taimiyah sering
melecehkan Ali bin Abi Thalib dengan mengatakan: Peperangan yang sering
dilakukannya (Ali) sangat merugikan kaum muslimin”.[7]
5. Hasan bin Farhan al-Maliki menyatakan: “Dalam diri Ibnu Taimiyah terdapat jiwa ¬nashibi dan permusuhan terhadap Ali”.[8]
6. Hasan bin Ali as-Saqqaf berkata: “Ibnu Taimiyah adalah seorang
yang disebut oleh beberapa kalangan sebagai ‘syeikh Islam’, dan segala
ungkapannya dijadikan argumen oleh kelompok tersebut (Salafy).
Padahal,
ia adalah seorang nashibi yang memusuhi Ali dan menyatakan bahwa
Fathimah (puteri Rasulullah. red) adalah seorang munafik”.[9]
Demikian pula dalam kasus Imam Husain bagaimana Ibnu taimiyah membela
matimatian Yazid bin Muawiyah, sebagaimana dalam Su’al fi Yazid bin
Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan: “Yazid tidak menginginkan pembunuhan
Husein, ia bahkan menunjukkan ketidaksenangannya atas peritiwa
tersebut, Yazid tidak pernah memerintahkan untuk membunuh Husein,
kepala-kepala (peristiwa Karbala) tidak dihadirkan di hadapannya, ia
tidak memukul gigi-gigi kepala Husein dengan kayu. Akan tetapi,
Ubaidillah bin Ziyad-lah yang melakukan itu semua” di halaman lain Ibnu
taimiyah mengatakan pula “Yazid bin Muawiyah tidak memerintahkan untuk
membunuh Al Husain . Hal ini berdasarkan kesepakatan para ahli sejarah.
Yazid hanya memerintahkan kepada Ibnu Ziyad untuk mencegah Al Hasan
menjadi penguasa negeri Iraq.”
saking ngefan dan memujanya Ibnu Taimiyah pada Yazid sampai-sampai dalam
peristiwa Hara pun Ibnu taimiyah membelanya. bahkan ketika Yazid
melakukan perusakan Ka’bah sebagaimana Abrahah Ibnu taimiyah pun membela
lagi dalam kitabnya Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah
mengatakan:
“Tidak seorang muslim pun yang mau bermaksud menghinakan Ka’bah, bukan
wakil Yazid, juga bukan wakil Abdul Malik yang bernama Hajjaj bin Yusuf,
ataupun selain mereka berdua, bahkan segenap kaum muslimin bermaksud
untuk mengagungkan Ka’bah. Jadi, kalaulah Masjid al-Haram dikepung, hal
itu karena pengepungan terhadap Ibnu Zubair. Pelemparan menggunakan
manjanik-pun tertuju kepadanya. Yazid tidak ada maksud untuk membakar
dan merusak Ka’bah, Ibnu Zubair yang telah melakukan semua itu”.
Dikalangan Ahlu sunnah sendiri Ibnu Taimiyah dikatagorikan orang yang
sesat lihat di syiahnews.wordpress.com
Benarkah Muawiyah idak memerintahkan membunuh Husain as ?
Kebencian Bani Umayyah yang oleh Allah dalam Al Qur’an al Isra : 60
dijuluki sebaga al syajarah al Mal’unah (pohon kayu terkutuk/terlaknat)
kepada Rasulullah saw dan Ahlul Ba’itnya memang tak disangsikan lagi,
termasuk diantaranya sekenario pembunuhan terhadap Imam Husain as,
perencanaan pembunuhan itu disusun sendiri oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan
dan dilanjutkan oleh Yazid bin Muawiyah, adapun buktinya adalah surat
yang dikirimkan oleh Muawiyyah kepada Yazid berikut isi surat itu :
Kepada Yazid dari Muawiyyah bin abi sufyan, tak pelak, kematian
adalah peristiwa yang sungguh menyeramkan dan sangat merugikan bagi
seorang lelaki berkuasa seperti ayahmu. Namun, biarkanlah, semua peran
telah kumainkan. Semua impianku telah kuukirkan pada kening sejarah dan
semuanya telah terjadi, Aku sangat bangga telah berjaya membangun
kekuasaan atas nama para leluhur Umayyah.
Namun, yang kini membuatku gundah dan tak nyenyak tidur adalah nasib dan
kelanggengan pada masa-masa mendatang, Maka camkanlah, putraku, meski
tubuh ayhmu telah terbujur dalam perut bumi, kekuasaan ini, sebagaimana
yang di inginkan Abu sofyan dan seluruh orang, haruslah menjadi hak
abadi putra-putra dan keturunanku.
Demi mempertahankannya, beberapa langkah mesti kau ambil, Berikan
perhatian istimewa kepada warga syam. Penuhi seluruh kebutuhan dan
saran-saran mereka, Kelak mereka dapat kaujadikan sebagai tumbal dan
perisai. Mereka akan menjadi serdadu-serdadu berdarah dingin yang setia
kepadamu.
Namun, ketahuilah, kedudukan dan kekuasaan ini adalah incaran banyak
orang bak seekor kelinci manis ditengah gerombolan serigala lapar.
Maka, waspadalah terhadap empat tokoh masyarakat yang ku sebut dibawah
ini :
pertama adalah ‘Abdurahman bin Abu Bakar, pesanku, jangan terlalu
khawatir menghadapinya, ia mudah di bius dengan harta dan gemerlap
pesta. Benamkan dia dalam kesenangan, dan seketika ia menjadi dungu,
bahkan menjadi pendukungm.
Kedua Abdullah bin Umar bin al Khatab, ia menurut pengakuanya, hanya
peduli pada agama damn akherat, seperti mendalami dan mengajarkan Al
qur’an dan mengurung diri dalam mihrab masjid. Aku meramalkan, ia tidak
terlalu berbahaya bagi keududkanmu, karena dunia dimatanya adalah kotor,
sedangkan panji-panji Muhammad adalah harapan pertama dan terakhir.
Biarkan putra kawanku ini larut dalam upacara-upacara keagamaanya dan
menikmati mantra-mantranya
Ketiga adalah ‘Abdullah bin Zubair, Ia seperti ayahnya bisa memainkan
dua peran, serigala dan harimau. Pantaulah selalu gerak geriknya, jika
berperan sebagai serigala, ia hanya melahap sisa-sisa makanan harimau
dan ia tidak akan mengusikmu. Apabila memperlihatkan sikap lunak,
sertakanlah cucu Al ‘Awam ini dalam rapat-rapat pemerintahanmu. Namun
jika ia berperan seperti Harimau, yaitu berambisi merebut kekuasaanmu,
maka janganlah mengulur-ulur waktu mengemasnya dalam keranda. Ia cukup
berani, cerdik dan bangsawan.
Keempat adalah Husain bin Ali bin Abi Thalib, sengaja aku letakkan
namanya pada urutan terakhir, karena ayahmu ingin mengulasnya lebih
panjang. Nasib kekuasanmu sangat ditentukan oleh sikap dan caramuy
dalam menghadapinya. Bila kuingat namanya, kuingat pada kakek, ayah, ibu
dan saudaranya. Bila semua itu teringat, maka serasa sebonngkah kayu
menghantam kepalaku dan jilatan api cemburu membakar jiwaku. Putra kedua
musuh bebuyutanku ini akan menjadi pusat perhatian dan tumpuan
masyarakat.
Pesanku, dalam jangka sementara, bersikaplah lembut padanya, karena,
sebagaimana kau sendiri ketahui, darah Muhammad mengalir di tubuhnya, Ia
pria satria, putra pangeran jawara, susu penghulu para ksatria. Ia
pandai, berpenampilan sangat menarik, dan gagah. Ia mempunyai semua
alasan untuk disegani, dihormati dan di taati
Namun, bila sikap tegas dibutuhkan dan keadaan telah mendesak, kau harus
mempertahankan kekuasaan yang telah kuperoleh dengan susah payah ini,
apapun akibatnya, tak terkecuali menebas batang leher al Husain dan
menyediakan sebidang tanah untuk menanam seluruh keluarga dan
pengikutnya. Demikianlah surat pesan ayahmu yang ditulis dalam keadaan
sakit. Harapanku, kau siap-siap melaksanakan pesan-pesanku tersebut “
Dan surat tersebut di antar oleh Adh Dhahhak bin Qais al Fihri kepada
Yazid bin Muawiyah, sebagian sejahrawan menyebutkan bahwa Muawiyyah
sempat menasehati Yazid dengan statment sama seperti surat yang
tertulis diatas. [10]
Reaksi Yazid bin Muawiyyah setelah matinya Muawiyah adalah
memerintahkan Al Walid bin Uthbah untuk memaksa orang-orang yang
disebut dalam waisat bapaknya agar berbai’at kepadanya. Surat perintah
tersebut didokumentasikan oleh para ahli sejarah, berikut kutipan
lengkapnya :
Surat ditujukan kepada al Walid Ibn Utba :
Panggil al Husain Ibn Ali Ibn Abi Thalib (as) dan Abdullah Ibn Zubair,
Minta padanya untuk membaiat kekhalifaanku ! dan jika mereka menolak,
pisahkan kepalanya dari tubuhnya dan kirimkan padaku di Damaskus ! Juga
galanglah baiat untukku dari orang-orang madinah, dan jika ada yang
menolak, maka perintah yang telah aku keluarkan juga berlaku untuk
mereka ! [11]
Bukti kedua bukti surat diatas adalah bukti difinitif yang
membuktikan bahwa Muawiyah dan Yazid memerintahkan untuk membunuh Husain
as. Kegagalan pengambilan paksa bai’at kepada Imam Husain tersebut
diteruskan kepada perwira-perwira lapangan, salah satu surat tersebut
memerintahkan pembunuhan dan perusakan jenazah Imam Husain, dalam surat
tersebut di Perintah kepada Ibn Sa’ad, agar memilih satu diantara dua
perintah : segera menyerang Husain atau menyerahkan komando tentara
kepada Syimr, dan bila Husain gugur dalam pertempuran, tubuhnya harus
di injak-injak [12]
Benarkah Yazid tidak memukul kepala dan gigi imam Husain ?
Dalam kitabnya Su’al fi Yazid bin Muawiyah, Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Yazid tidak menginginkan pembunuhan Husein, ia bahkan menunjukkan
ketidaksenangannya atas peritiwa tersebut, Yazid tidak pernah
memerintahkan untuk membunuh Husein, kepala-kepala (peristiwa Karbala)
tidak dihadirkan di hadapannya, ia tidak memukul gigi-gigi kepala Husein
dengan kayu. Akan tetapi, Ubaidillah bin Ziyad-lah yang melakukan itu
semua”.
Benarkah bualan Ibnu Taimiyah itu ? mari kita uji dengan pandangan ulama Sunni yang lain :
Ibnu Atsir dalam kitabnya menukil ucapan Abdullah bin Abbas ra kepada
Yazid, Ibnu Abbas berkata, “Engkaulah (Yazid) yang telah penyebab
terbunuhnya Husein bin Ali”. Ibnu Atsir dalam kitab yang sama menulis,
“Yazid memberi izin kepada masyarakat untuk menemuinya sedangkan kepala
Husein bin Ali as ada di sisinya, sambil ia memukuli muka kepala
tersebut sembari mengucapkan syair”. Sementara Taftazani, seorang pemuka
Ahlusunnah mengatakan: “Pada hakikatnya, kegembiraan Yazid atas
terbunuhnya Husein dan penghinaannya atas Ahlul Bait (keluarga Rasul)
merupakan suatu hal yang mutawatir (diterima oleh mayoritas), sedang
kami tidak lagi meragukan atas kekafirannya (Yazid), semoga laknat Allah
tertuju atasnya dan atas penolong dan pembelanya”. Sedang Mas’udi dalam
kitab Muruj adz-Dzahab dengan jelas menuliskan “Suatu hari, setelah
peristiwa terbunuhnya Husein, Yazid duduk di hidangan minuman khamr
sedang di samping kanannya duduk Ibnu Ziyad”.
Menarik lagi jika diperhatikan Sabath Ibn al Jauzi ia menuliskan :
Ketika ahlul bait sampai ke syam dalam keadaan tertawan, Yazid duduk di
Istananya, menghadap ke arah balkon, dan Yazid meminta sorang penyair
melantunkan syairnya :
Ketika kepala-kepala itu mulai tampak
Terlihatlah kepala para pembangkang itu di atas balkon
Burung gagak berkoak koak
Aku berkata ” Hutang-Hutangku kepada Nabi telah terlunasi. [13]
Ulama-ulama ahlu sunnah lainya menceritakan dalam kitab-kitabnya :
Yazid menyambut gembira dengan terbunuhnya Imam al Husain, ia kemudian
mengundang kaum yahudi dan Nasrani untuk mendatangi majelisnya, yazid
meletakkan kepala al husain di Hadapanya sambil mendengarkan syair-syair
yang dilantunkan oleh Asyar bin al Zubari :
Seandainya para leluhurku di Badar
Menyaksikan kesedihan kaum al Khazraj
Karena patahnya lembing mereka
Mereka pasti akan senenang melihat hal ini
Kemudian mereka berkata :
”Hai Yazid seharusnya jangan kau potong kepalanya
Sesungguhnya kami telah membunuh pemuka mereka
Terbunuhnya ia sebanding dengan kekalahan kita di Badar
Hasyim mencoba bermain-main dengan Sang Penguasa
Akibatnya, tidak ada berita dan tidak ada yang hidup
Aku bukannya sombong, jika aku tidak membalas dendam kepada keturunan Bani Muhammad
Namun, kami telah membalas dendam kepada Ali Dengan mebunuh si Husain pengendara kuda. Si singa pemberani.
Para sejahrawan ahlu sunnah seperti menuliskan bahwa ketika
lantunkan syair bait kedua di atas Yazid memukul gigi depan Imam Husain
dengan tongkatnya [14]
Tentang Tangisan Yazid (dan Muawiyah).
Mengapa mereka tidak mau belajar tentang tangisan dari Kitab Agung Al
Qur’an ? sehingga dapat dibuai oleh tangisan palsu Muawiyah dan Yazid.
Ibnu Jawi al Jogjakartani menulis tentang tangisan Muawiyah dan Yazid
ini dalam artikel Tangisan Politik Muawiyah dan Yazid Tangisan Palsu
Yang Menipu.
Tentang wanita-wanita Ahlul ba’it yang tertawan.
Sejahrawan menuliskan secara jelas bagaimana tawanan itu digiring,
bagaimana Zainnab, Ummu kultsum, Sukainah, Atikah, Shafiyah, ”ali
awsath bagaimana Yazid begitu kegirangan menyaksikan tawanan tersebut,
silahkan merujuk ke maqtal Abu Mikhnaf, Mir’at al jinan Juz I , al
Kamil Juz 4, al Iqad al farid juz 2, Majma’ az zawa’id juz 1 dll terlalu
banyak untuk disebutkan kitab yang menyebutkan serangkaian tindakan
penawanan keluarga Nabi Saw. Adalah aneh jika dikatakan bahwa riwayat
penawanan wanita-wanita ahlul ba’it sebagai batil dan dusta, bukankah
begitu banyak saksi yang melihat dan mendengar pidato-pidato keluaraga
nabi di istana Yazid ? mengapa kalian mendustakan itu ? kami akan
menyebutkan nama-nama sebagian yang turut menyaksikan peristiwa
tersebut, diantarannya :
1. Al Ghazu bin Rabi’ah al Jusrasyi (ia berada di dalam Istana
Yazid dan menyaksikan peristiwa penawanan wanita-wanita Ajlul Ba’it dan
arak-arakan kepala keluarga Nabi Saw)
2. Al Qasim bin ’Abdurrahman (budak yazid bin Muawiyah, ia mendengar
ucapan penistaan pada kepala Imam husain dan menyaksikan rombongan
tawanan wanita ahlul ba’it)
3. Abu ’Imarah al Absi (ia yang menyaksikan bagaimana Yazid
memerintahkan putranya Khalid agar mendebat Ali bin Husain dan
bagaimana menyaksikan bagaimana ia berkata pada wanita-wanita Ahlul
Ba’it yang dicela oleh khalid.
4. Fatimah binti Ali bin Abi Thalib (ia menceritakan bagaimana
perdebatan antara Zaenab dan Yazid dan menyaksikan bagaimana Yazid
mencoba cuci tangan dari peristiwa pembunuhan Imam Husain seraya
melemparkan tanggungjawab pada Ibnu Marjanah.
5. Kesaksian ’Uwanah bin al hakam al kalbi (ia menyaksikan bagaimana Yazid meperlakukan wanita-wanita ahlul bait tersebut)
6. Kesaksian al Qasim bin Bukhait (ia menyaksikan tawanan dibawa ke
istana Yazid dan melihat bagaimana Yazid memukul dan menusuk-nusuk
mulut Imam Husain)
Penutup:
Jika argumentasi didfasarkan pada presentasi dan pendapat Ibnu taimiyah
bisa dipastikan terdapat distorsi sejarah yang teramat besar, ia banyak
sekali mendhoifkan hadis keutamaan ahlul ba’it demi membela Bani
Umayyah demikianpula dalam masalah kesejarahan banyak pula yang ia
distorsi demi membela banu Umayah bani yang dikutuk oleh Allah azza
wajala sebagai Pohon kayu terkutuk.
Wallahu alam bhi showab
Rujuk:
[1] Minhaj as-Sunnah Jil:2 Hal:404
[2] Ibid Jil:1 Hal:537
[3] Ibid Jil:6 Hal:419
[4] Lisan al-Mizan Jil:6 Hal:319-320
[5] Al-Hawi fi Sirah at-Thahawi Hal:26
[6] Ar-Rasail al-Ghomariyah Hal:120-121
[7] Al-Maqolaat as-Saniyah Hal:200
[8] Dinukil dari kitab Nahwa Inqod at-Tarikh al-Islami karya Sulaiman bin Shaleh al-Khurasyi hal:35
[9] At-Tanbih wa ar-Rad Hal:7[4] Ibid Jil:4 Hal:682
[10] Surat ini di dokumentasikan oleh : Al Khawarizmi, Maqtal al Husain
hal 175; Maqtal abu Mikhnaf, baladzuri Ansab al Asyraf IV hal 122,
ThabariTarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 196 ; Dinawari Kitab al
Akhbar at Tiwal, 226
[11]. Surat Yazid ini terdokumentasikan dalam Kitab Baladzuri, Ansab al
Asyraf Juz IV hal 12, Ya’qubi, ath Tarikh Juz II hal 2414, Thabari,
Tarikh ar rasul wa al Muluk Juz II hal 216, Bidayah Juz VIII hal 146.
[12] lebih detail lihat di Thabari, Tarikh ar rasul wa al Muluk,II hal
308-16. Dinawari, al akhbar at Tiwal hal 253, Bidayah,Juz VIII hal 175
[13] al tadzkirah, hlm 148
[14] Silahkan rujuk detailnya di Abu al faraj Ibnu al Jauzi, al
Tadzkirah h 148, Abdullah bin Muhammad bin Amir al Syabrawi, al Ittihaf
bi Hubb al asyaraf, h 18; al Khathib al Khawarizmi, Maqtal al Husain,
juz 2.