Imam Khomaini kembali di fitnah, group-group anti syiah di forum
jejaring sosial menyajikan postingan yang berisi tulisan Ayatullah
Khomeini yang konon kabarnya mengecam habis dan mencaci maki para
sahabat. Keberadaan tulisan tersebut telah menyulut kutukan dan cacian
yang ditujukan kepada Imam… Khomaini. Benarkah Imam Khomaini telah
membuat senerai tulisan yang mengutuk para sahabat? syiahnews kali ini
membongkar konspirasi kejahatan orang-orang yang mengaku Islam yang
telah dengan sengaja memalsukan pernyataan Imam Khomaini. Sebuah
kejahatan yang didukung oleh dua agen besar CIA dan MOSAD Israel dan
dinegeri ini kembali di edarkan oleh orang-orang yang mengaku Islam
sejati.
Membaca Postingan Para Pembenci Imam Khomaini.
Postingan yang konon di kutip dari Kitab Kasyful Asrar karya Imam
Khomaini dituliskan oleh admin sebuah group jejaring sosial yang
menamakan dirinya ANTI SYIAH RAFIDOH, ia bernama Khamid al Khamid yang
berasal dari Pasuruan Jawa Timur. Kutipan ini oleh Khamid telah
disebarluaskan ke seluruh anggota group itu, berikut kutipan postinganya
:
Pernyataan Alkhumaini, terhadap para Sahabat Nabi S.A.W., Al Qur’anul Karim dan terhadap Imam- imam ahlilbait sebagai berikut :
1. Mereka (para sahabat Nabi) yang tiada lain terkecuali dunia yang
mereka cari dan haus kekuasaan yang menjadi incaran mereka dan bukanlah
Al Qur’an semata-mata sebagai alat untuk mewujudkan niat-niat mereka
yang buruk dan dengan mudah membuat mereka membuang ayat-ayat itu dari
Al Qur’an dan juga membuat mereka mengubah-ubah dan mensirnakannya,
sehingga kehinaan terhadap Al Qur’an dan kaum Muslimin dapat
berkelanjutan sampai Hari Kiamat. Tuduhan (perubahan kitab Taurat dan
Injil) yang mereka (kaum Muslimin) tuduhkan kepada Yahudi dan Nasrani,
sesungguhnya telah menjadi satu ketetapan atas mereka (kaum Muslimin)
sendiri. (Kasyful Asrar, Al-Khumaini, hlm 114).
Demikianlah, dengan tegas Khumaini menyatakan kepercayaannya, bahwa
sahabat-sahabat Nabi itu durhaka dan jahat, yang bertujuan hanya mencari
dunia dan haus kekuasaan serta mengubah-ubah Al Qur’an dan membuang
banyak ayatnya, yang berakibat hilangnya Qur’an yang asli untuk
selama-lamanya; malah Khumaini membela Yahudi dan Nashara dan
mengatakan, justru bukan Taurat dan Injil yang telah berubah, tetapi
justru Al Qur’an yang diubah oleh para Sahabat Nabi, demikianlah
ocehan-ocehan Al Khumaini. Sesudah meyaksikan tulisannya, adakah sesuatu
keraguan lagi bahwa apa yang dikatakan alkhumaini itu adalah “kesesatan
dan kekafiran yang nyata ?”.
Dan selanjutnya dia tidak segan-segan menuduh Rasulullah dengan tuduhan sebagai berikut :
2. Dan telah menjadi nyata, sekiranya Nabi benar-benar menyampaikan
perintah mengenai “IMAMAH” sesuai dengan apa yang Allah perintahkan dan
berdaya upaya untuk hal itu, niscaya tidak akan timbul di negeri-negeri
Islam semua perselisihan, pertengkaran dan peperangan itu, dan tidak
akan timbul pertentangan dalam pokok agama maupun cabangnya. (Kasyful
Asrar,
hlm.155).
Selanjutnya dia berani berdusta atas nama Allah dengan berkata :
3. Dengan Imamah-lah agama menjadi lengkap dan missi menjadi sempurna. (Kasyful Asrar,
hlm.145).
Padahal Allah berfirman :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
Artinya :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu.” (Al-Maidah, ayat 3).
Pemalsuan Kitab Kasyful Asrar Karya Imam Khomaini.
Menanggapi tulisan tersebut Ibnu Jawi al Jogjakartani berusaha
meminta penjelasan dari saudara Khamid al Khamid, apakah dia sudah
membaca dengan sendirinya kitab karya imam khomaini ataukah dia hanya
mengutip dari suatu tempat, tetapi sayang dia bukannya memberi jawaban
melainkan pernyataan yang menggelikan, katanya “ulama-ulama syiah jawa
timur berpegang kepada kitab kasyful asrar” kemudian seperti biasa
melakukan cacimaki kepada syiah.
Di tulisan sebelumnya di blog
syiahnews.wordpress.com
ini, ibnu jawi al jogjakartani pernah menuliskan tentang
kejahatan-kejahatan pemalsuan karya-karya ulama syiah oleh kelompok
Nawashib, salah satunya adalah pemalsuan terhadap karya Imam Khomaini,
ada baiknya kami kutipkan kembali :
Kitab
Kasyful Asrar karya Imam Khomaini.
Kitab ini ditulis untuk menanggapi buku berjudul
Asrar Umruha alfu ‘Am,
buku ini ditemukan telah dipalsukan oleh kelompok konspirasi (yang
sudah saya sebutkan diatas) dan buku palsu ini telah dimanfaatkan
secara sempurna oleh kelompok konspirasi untuk menyerang Imam Khomaini
dan Syi’ah diantaranya kemudian diterbitkan buku berjudul
Ma’al ‘Khomaini fi kasyfi Asrarihi karya Dr Ahmad Kamal , Sa’id Hawwa juga menulis buku berjudul
Al Fitnat-ul Khumayniyah (diterbitkan
pula ke bahasa Indonesia). Sa’id Hawwa juga bekerjasama dengan Dr Abdul
Mun’im Namer beserta organisasi Konferensi Islam Rakyat Iraq
menerbitkan buku berjudul
Fadhlalh Ul Khumainiyah . Maha suci
Allah, konspirasi tersebut akhirnya terbongkar dan yang membongkar
justru ahlu sunnah sendiri, adalah Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata, seorang
professor dan kepala bagian bahasa dan sastra timur universitas cairo,
menemukan tindakan criminal kelompok konspirasi ini. Dr Ibrahim Ad
Dasuki Syata kemudian melakukan langkah-langkah hukum untuk
memperbaiki nama baik ahlu sunnah. Temuan beliau diantaranya : Kitab
Kasyful Asrar dipalsukan di Yordania oleh penerbit bernama
Dar Ammar It Thaba’an wa-n ‘Nasr
buku ini diterjemahkan oleh Dr. Muhammad al Bandari yang ternyata
setelah diteliti nama ini tidak ada. Kemudian tercantum pula nama Sulaim
al Hilalali (komentator) dan terakhir Prof Dr Muhammad Ammad al
Khatib. Buku ini telah dipalsukan dari aslinya dengan sedemikian
kasarnya, untuk mengetahui bagaimana kelompok konspirasi ini memalsukan
kitab Imam Khomaini tersebut silahkan membaca di
Kasyful Asrar Bayna if shlihi al farisy wt tarjamah al urdaniyah
karya Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata, dalam kitab itu Dr Dasuki sata
menjelaskan secara detail per kata pemalsuan kelompok ahlu sunnah pro
konspirasi.
Pada kesempatan ini,
syiahnews.wordpress.com
menyajikan tulisan Dr Ibarhim ad dasuki Syata yang membongkar kejahatan
terhadap karya Imam Khomaini Kasyful Asyrar. Tulisan ini diambil
seluruhnya dari buku yang sudah dialih bahasakan ke bahasa Indonesia
yang berjudl KASYFUL ASRAR KHOMAEINI antara bahasa Arab dan Bahasa Parsi
karya Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata Diterbitkan oleh Yayasan As Sajjad
Jakarta.
Bantahan Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata Atas Pemalsuan Kasyful Asrar Khomeini
Teks Surat Tuntutan
Kepada
Yth. Al Ustadz Dr Sa’ad Muhammad Al Hajarsy.
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Saya tidak bermaksud agar anda lebih mengutamakan surat ini saja,
saya bermaksud membicarakan tentang buku Kasyful Asrar, karya Ayatullah
Khomeini yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab di Yordan pada tahun
1987. Untuk pembahasan ini saya mempercayakan kepada anda karena saya
tidak yakin bahwa selain anda ada majalah lain, yang saya percaya untuk
menerbitkan sebagaimana adanya, tanpa pengurangan atau perubahan,
sedikit maupun banyak.
Kepada Anda, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan sebelumnya
atas apa yang saya harapkan dan saya percaya tentang pentingya surat
ini…! Barangkali belum ada sebuah buku dalam beberapa tahun terakhir
yang begitu membuat heboh sebagaimana buku terakhir yang diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab, buku tersebut adalah “Kasyful Asrar” karya
Ayatullah Khomeini yang diterbitkan oleh Dar Ammar Lin Nasyr wat Tauzi’
di Amman tahun 1987.
Buku terjemahan itu di mukaddimahi oleh seorang guru besar hukum
Islam, ia bernama Ahmad Al Khathib, dalam prakatanya ia menuliskan,
(bahwa syiah) berdasarkan
ucapan Khomeini meyakini tentang langgengnya jiwa setelah kepunahan
raga, yang ini merupakan suatu kepercayaan tentang inkarnasi (penitisan
penyusupan) roh, dan menutup akan suatu pengingkara terhadap hari
kebangkitan dan hisab, bahwa ziarah kubur yang dilakukan oleh kaum syiah
telah membuat mereka menjadi musyrik dan kecintaanya kepada Ahlul Bayt
adalah suatu penghancuran terhadap Tauhid, Bahwa Ayatullah Khomeini yang
meninggal pada tahun 1989 itu adalah orang pertama yang berpendapat
tentang Al Bada.
Sesungguhnya permasalahan keyakinan syi’ah itu sudah menjadi
pembicaraan tersendiri, masing-masing golongan Islam seperti Syiah,
Sunni, Mu’tazilah, Murjiah dan Qadariyah sudah banyak diketahui.
Siapapun orangnya – tidak harus seorang guru syariah – dapat dengan
mudah mengetahui prinsip-prinsip masing-masing cukup hanya dengan
membuka sebuah buku eksiklopedia ilmu kalam karya Syahrastani, atau Ibnu
Hazm, atau al Baghdadi atau Al Asy’ari untuk menelaah sejarah
permasalahan itu.
Sangat di sayangkan Ahmad Al Khathib telah menafsirkan kata-kata
dengan bersandar pada terjemahan yang salah, ia menyandarkan pada
terjemahan yang tidak sesuai aslinya, yang menyebutkan bahwa Khumeini
telah mencaci maki sahabat dan Rasul. Meski buku terjemahan yang
keliru ini diprakatai oleh seorang Ustadz Syari’ah, maka kita harus
menyatakan, tidak ikut campur dan mengikuti cara-caranya yang kurang
sopan.
Sepanjang pengamatan saya, buku terjemahan itu telah mendapat
tanggapan dari orang-orang yang saya katakan ” tidak penting”, mereka
bermaksud untuk merobohkan Islam (syiah) dengan cara menjatuhkan
pemikiran Ayatullah Khomeini, karena sudah tidak mungkin menjatuhkan
khomeini, lantaran orang itu sekarang telah menghadap Tuhanya. Substansi
persoalanya disini sebetulnya adalah persoalan ilmiah, yakni pemalsuan
penterjemahan, yang sudah barang tentu memerlukan penuntut umum
(seorang jaksa), dan persoalan ini bukan masalah perbedaan sejarah,
tetapi masalah pemalsuan, oleh karenanya yang diperlukan adalah seorang
jaksa saja, untuk menuntut kasus pemalsuan atas Kasyful Asrar Khomeini.
Karena buku terjemahan ini telah menjadi narasumber perpecahan yang
menjurus konflik, karena buku terjemahan itu telam memancing orang
berteriak-teriak mengutuk Revolusi Islam Iran dan pemimpinya, dan
menjadi sumber untuk menghakimi Khomeini, beberapa buku telah
diterbitkan untuk merespon buku yang dipalsukan itu, antara lain : Ma’al
Khomaini Fi Kasyfi Asrarihi oleh Dr Ahmad Kamal Sya’st, “At Finat-Ul
Khumainiyah oleh Sa’id Hawwa dan enam artikel yang berbeda-beda yang
ditulis oleh pemikir Islam dibawah pimpinan Dr Bisyar Ma’ruf dalam buku
yang berjudul Fadhlaih-Ul Khumainiyah, yang kemudian diterbitkan oleh
Organisasi Konfrensi Islam Rakyat Irak.
Yang mendorong saya untuk membahas masalah ini adalah artikel yang
diterbitkan oleh sebuah surat kabar (edisi Februari 1989) yang ditulis
oleh Abdul Mun’im Namer, ketika dunia Islam seluruhnya merasa terhina
oleh kekurang ajaran Salman Ruhsdi yang mengigaukan penghinaan terhadap
Islam, Qur’an dan Nabi SAWW dalam bukunya (Ayat-Ayat Setan). Tiba-tiba
Dr Namer datang sambil menuntut agar kecaman terhadap Salam Rushdi
dikurangi, dan ia meminta agar umat Islam mengalihkan sebagian
kemarahannya kepada Ayatullah Khomeini, karena Khumaeni dalam bukunya
“Kasyful Asrar” itu telah mencaci maki sahabat Nabi beberapa kali lipat
lebih banyak daripada yang dilakukan salaman Rushdi, dan ia memberikan
gelar kepada Abu Bakar dan Umar dengan sebutan “Dua berhala Qurasy”.
Saya berupaya untuk mengingat-ingat, saat saya mempersiapkan buku ”
Revolusi Iran : Akar-akar dan Idiologinya”, saya membaca buku asli
Kasyful Asrar yang masih dalam bahasa Parsi, saya tak pernah membaca
kebohongan sebagaimana yang disebutkan oleh Dr Abdul Mun”im Namer.
Untuk memastikan, saya merujuk kembali pada buku itu, dan ternyata tidak
kudapati teks yang telah mengundang kemarahan sang Doktor itu.
Akhirnya, dalam hati kukatakan, kalau begitu, sumber permasalahan ini
menjadi tanggungjawab penuh penerjemah dari bahasa Parsi ke bahasa Arab.
Setelah melakukan penelitian pada buku terjemahan yang berbahasa Arab
dan membandingkan dengan buku aslinya yang berbahasa Parsi, saya telah
dapat mengungkap rahasia pemalsuan buku terjemahan Arab itu, yakni :
1. Kudapatkan pada diri sang Profesor syari’ah itu sendiri, yang
kata-katanya tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan sejarah
Islam
2. Kudaptkan tulisan-tulisan baru, yang tak pernah ada dalam buku-buku dan buku aslinya.
Dalam buku itu, kudapati seorang pemberi catatan pinggir – bernama
Sulaim Al Hilaly – ia telah menganggap Abu Ali Ibnu Sina (ibnu
Sina-pen), sebagai bukan seorang muslim, ia menuduh Ibnu Sina sebagai
“Mulhid” (ataeis), qaramithah dan kebatinan (Kasyful Asrar terjemahan
Bahasa Arab yang di palsukan halaman 17).. betapa anehnya pernyataan
ini, bukankah di zaman kita ini nama-nama perguruan tinggi dan
metodologi pendidikan tinggi kita diambil dari beliau ? bukankah ini
adlah tduhan tanpa realitas sejarah ? yang dilakukan oleh seoarang
Sulaim al HIlaly.
Sulaim al Hilaly si marjiner notes itu telah memberi catatan -Kasyful
Asrar terjemahan bahasa Arab yang dipalsukan itu- dengan cacian dan
kata-kata kotor yang ditujukan kepada pengarang buku itu Ayataullah
Khomeini, ia menuliskan Khomeini sebagai Mulhid, kebatinan, pembohong,
pendengki dan fanatik Parsi. Padahal Khomaini tidak pernah menuliskan
tulisan sebagaimana yang diterjemahkan dalam bahasa Arab, sepenuhnya
tulisan bahasa Arab itu menjadi tanggung penerjemah yang telah
memalsukanya.
Kejahatan penerjemah bahasa Arab tersebut terjadi, saat Khomaini
menuliskan penjelasan pada pembaca bahwa bukunya ditulis dalam bahasa
Parsi (Farisiyah) – kata Farisiyah jika diterjemahkan berarti Bahasa
Parsi – tetapi oleh penterjemah Arab dirubah menjadi “Furs” yang
berarti Bangsa Parsi, lalu si marjiner notes mencacinya sebagai pengobar
fanatik persia dan ia manantangnya sambil memberi nama Khomeini sebagai
yang punya wahyu-wahyu syetan dan si pandir.
Dalam buku Kasyful Asrar terjemahan bahasa Arab dalam setiap
halamanya dipenuhi caci maki semacam itu… itu bukan tanpa kesengajaan,
karena dalam setiap lembar buku itu tersedia bahwan terjemahan yang di
palsukan sehingga memberikan bahan untuk mencaci maki penulisnya
(Ayatullah Khomeini), sebagai contohnya adalah pada halaman 59 (Kasyful
Asrar berbahasa Arab yang di palsukan), Khomeini ketika menjelaskan
tentang syahid ia menuliskan ” Wa dhaha bi kulli wujudihi fi
sabilillahi” (dan ia telah mengorbankan semua yang ada di jalan Allah)
kemudian oleh penerjemah berbahsa Arab di palsukan sehingga berbunyi “Wa
Khasaro ruhahu min ajlillahi ta’ala” (dan ia telah merugikan rohnya
lantaran Allah Ta’ala). kemudian komentator menentangnya dengan
melancarkan caci maki terhadap Khomeini lantaran beliau memandang syahid
itu sebagai merugikan rohnya.
Penerjemah Arab dengan jahat menterjemahkan “Markaz Tasyayyu” yang
tertera dengan bahasa parsi yang berarti pusat pengkajian syiah,
diputarbalikan artinya dengan kata mamlaka as syi’ah al kubra yang
artinya kerajaan syi’ah raya (lihat di halaman 90 Kasyful Asrar
terjemahan bahasa Arab yang dipalsukan) kemudian komentator catatan
pinggir menantang Khomeini dengan mengatakan : Kaum muslimin seluruh
dunia harus mewaspadai Khomeinisme yang tersembunyi du balik baris-baris
buku ini”.
Penerjemah Arab dengan jahat menciptakan permusuhan dengan cara
membelokan artinya, Khomeini menuliskan dalam bukunya “an Thariqi al
Umum” yang artinya dengan cara yang umum yakni pada umumnya atau
menurut semua muhaddisin, tetapi penerjemah Arab merubah dengan “an
Thariqil ahlul ammah” (menurut jalan Ahlu Sunnah) pemberi catatan
pinggir mengatakan bahwa wa yang dimaksud dengan Ammah itu adalah Ahlu
sunnah, dan khomeini telah menghina Ahlu Sunnah. Padahal dalam buku
aslinya Khomaini tidak pernah menyebut Ahlu Sunnah apalagi menghinanya.
Pemberi catatan pinggir itu kadang-kadang menerangkan – sekalipun ia
sudah terlalu jelas bodohnya – bahwa ia merasa lebih mampu memahami
keterangan-keterangan daripada pengarangnya sendiri, lalu ia
mengomentari keterangan pengarangya tentang sebuah hadis syi’ah, dengan
mengatakan “riwayat yang sudah gugur ini tidak berarti telah diakui oleh
khomeini” (lihat kasyful Asrar terjemahan bahasa arab yang dipalsukan
halaman 92).
Atau kadang ia mengatakan : Semoga Allah tidak memecahkan giginya
dalam mendifinisikan tentang Al Bada’, dan sipenerjemah memalsukan
difinisi Al ba’da dengan arti yang tidak pernah tercantum dalam
kitab-kitab ilmu kalam dan kemudian dinyatakan itu sebagai pernyataan
Komeini. (Al Bada’ ialah bahwa Allah mengetahui apa yang sebelumnya
tidak ia ketahui) halaman 99, dan contoh pemalsuan yang kemudian
dinyatakan sebagai pernyataan Khomeini sangat banyak dan tidak mungkin
disebutkan semuanya dalam tulisan ini.
Kini kita kembali membicarakan penerjemah, yang akan memikul beban
besar pekerjaan ini, yakni Dr. Muhammad Al bandari, dan kemungkinan
namanya itu nama alias yang tentu saja menyandang gelar Doktor. Tetapi
bukan Doktor dalam bahasa Parsi dan ilmu-ilmu bahasa Parsi, yang
pengetahuan si penerjemah itu hanya mengetahui bahasa lisan saja. Nama
Al Bandari yang dipakai penerjemah itu saya sebut nama alias, mungkin
untuk meyakinkan ke pembacanya, klarena nama al Bandari dipinjam dari
seorang tokoh besar ahli Bahasa Parsi Al Fath bin Ali Al Bandari
penerjemah Syahnameh Al Firdausi kedalam bahasa Arab pada permulaan abad
ke tujuh Hijriah.
Saya tidak habis mengerti, mengapa ia mencatut nama samaran dengan
tokoh besar itu? Bagaimanapun buku ini ditulis oleh seorang alim
terkemuka dalam suasana tertentu, buku kasyful Asrar ini ditulis untuk
membantah dan menangkis buku-buku tertentu dan menggunakan istilah
tertentu pula, yang mengherankan penerjemah yang bernama hebat
itu,tidak mengetahui sedikitpun tentang masalah itu, ini menunjukan
sebagai bukti bahwa terjemahan Kasiful Asrar itu sebagai terjemahan
keterlaluan dan penerjemah tidak memiliki pemahaman terhadap yang
diterjemahkan baik dari segi permasalahanya maupun keseluruhan
tulisanya. Ada kemungkinan hal ini menjadi penyebab lemah dan bekunya
teks bahasa Arab itu sehubungan dengan revolusi yang hebat itu dan dalam
segi-segi teks bahasa yang sedang tersiar.
Buku Kasyful Arar ini telah ditulis oleh Ayatullah Khomeini pada
tahun 1942, keyika ia berusia empat puluh tahun, dan belum mencapai
derajad mujtahid dan ketika Reza Syah Pahlevi jatuh, maka mualilah
periode keterbukaan di negeri Iran, maka seorang penganjur nasionalisme
Iran memanfaatkan masa itu untuk menyerang islam. Maka khomeini menulis
bukunya untuk menangkis tulisan-tulisan Ahmad Kisrawi, seorang
nasionalis Iran, yang menyerukan secara terbuka agar bangsa Iran
kembali ke bahasa dan agama Iran sebelum
Islam.Buku
Kasyful Asrar itu juga sebagai tangkisan tulisan Syai’at Sankalji
seorang penganjur pembaruan madzhab, dan seorang yang bernama Abi L
Fazal Galbaigani al Bahaiy dan pengikutnya yang menyerang syiah Istna
‘asyariyah.
Oleh karena faham wahabbi pada waktu itu merusak peninggalan
bersejarah islam, dengan menyerang peninggalan-peninggalan Islam dengan
menuduh peninggalan itu sebagai kuburan. Wahabi juga menyerang dan
menggoncangkan Al Azahrus Syarif, ketika rombongan utusan Al Azhar
dibawah pimpinan rektornya datang kepada Wahabi di tolak karean dituduh
pemuja kuburan. Kaum Wahabbi merasa buku kasyful Asrar yang ditulis
Khomaini ditujukan kepada mereka, padahal buku itu sekalipun membahas
Ziarah Kubur, Nazar, Istikharah dan syafaat buku itu hanya membahas
sekali.
Badan yang menyelenggarakan pekerjaaan terjemahan ini tidak
mengetahui latar belakang teks alsinya oleh karenaya komentator dengan
sangat serampangan memberikan alasan untuk mengkafirkan Khomeini. Dan
penerjemah itu sendiri yang memikul beban dosa paling banyak.
Pernahkan ada dengar tentang seorang penerjemah yang menampilkan
terjemahan suatu naskah dalam bidang kelilmuan yang tak dikuasainya,
atau melakukan suatu kesalahan kecil dengan mengganti istilah, “riwayah”
yaitu istilah fiqh diganti dengan “hikayah”? (halaman 93), atau memutar
balik terjemahan suatu teks, yang latar belakangnya sudah diterima dan
terpakai dalam masa cukp lama dari kultuir syi’ah, filsafat dan tasawuf.
Namun tanpa pengetahuan sedikitpun tentang permasalahanya, ia
menerjemahkan dengan serampangan dan mengganti tauhid dengan syirik,
tanzih yang berarti menyucikan Allh diterjemahkan menjadi tajdif
(penghinaan terhadap Allah), Penterjemah mengganti kalimat “turabul ahya
wahibun lil hayati (tanah yang akan memberi kehidupan) dengan at
turbatu wahbatul lil hayati” (turbah itu memberi kehidupan) penerjemah
mengganti ” turabul” menjadi “at turbatu”, mungkin untuk mengejek umat
syiah yang kebanyakan mereka sujud dalam salatnya di atas sekeping tanah
kering yang disebut turbah (lihat halaman 61).
Penerjemah tidak mampu membedakan antara riwayat “sapi betina Bani
israel ” yang menghidupkan kembali orang mati, ketika sebagian tubuh
sapi-yang sudah dipotong-itu dipukulkan kepada orang mati tersebut (QS
Al Baqarah ayat 67-73) dengan Riwayat “anak sapi Samiry” yang telah ia
gengam sekepal tanah dari jejak Rasul, kemudian ia masukkan ke dalam
mulut sapi, kemudian jadilah patung mas itu anak sapi yang mempunyai
suara (QS Thaha ayat 96).
yang dimaksud Rasul di sini ialah Jibril, dan riwayat itu meripakan
salah satu dari bab-bab tasawuf bahasa persi, tetapi ia menrjemahkan
Rasul itu dengan Nabi, sehingga campur aduklah kedua riwayat itu (lihat
hal 62).
Inilah kejahilan yang parah, yang disandang oleh penerjemah itu
tentang semua apa yang bersangkutan dengan keislaman, kemudian katanya,
semestinya Ayatullah khomeinilah yang mengatakan kekufuran ini,
perbedaan pendapat antara kaum muslimin tentang apabila Allah sudah atau
belum mempunyai wujud, kemudian ia melanjutkan (apakah ia mencair dalam
zatnya ataukah tidak cair, dan apakah mungkin Allah itu suatu jism atau
bukan dan seterusnya) (terjemahan halaman 135) Berdasarkan terjemahan
ini, penerjemah hendak menggiring pembacanya bahwa Khomaeini telah
membuat pernyataan sia -sia itu. Apakah Khomeini menyatakan itu ?
Sepotong katapun Khomeini tidak menuliskan hal itu dalam Kasyful
Asrar, Dalam buku asli berbahasa Persia khomaini menulis sebagai berikut
” namun ada suatu contoh tentang khilafay diantara kaum mulimin, yang
berkisar apakah Allah mempunyai sifat-sifat atau tidak mempunyai
sifat-sifat, kalau ia mempunyai sifat-sifat apakah sifat-sifatnya ialah
dzatnya sendiri, apakah mungkin Allah merupakahn suatu raga? (Teks Asli
bahasa Persi hgal 113) bandingkan antara kedua terjemahan itu.
Ketika penetjemah itu kebetulan menghadapi masalah hukum Fiqhiyah
bahwa air menjadi najis meskipun seukuran ujung jarum selama airnya
kurang dari satu kur, maka ini akan mencampakan seluruhnya, lantaran si
penerjemah tidak memahami arti kata “kur” dan tidak mau membenahi
pikiran dengan mencari artinya. Ia disibukan dengan urusan lebih
penting, yaitu pemalsuan teks. (bandingkan kitab terjemahan yang
dipalsukan hal 231 dan teks aslinya hal 218) tentang kaidah fiqhiyah :
“Muqadimat’ul wajibi wajibatun (Pengantar sesuatu yang wajib sesuatu
yang wajib), penerjemah mencoretnya dua kali (yang pertama pada halaman
244 dan yan kedua di halaman 245) namun saya tidak tahu kenapa
penerjemah membuang halaman 265 secara keseluruhan. Khususnya yang
menyangkut keterangan bahwa Ayatullah khomaini mencanangkan
langkah-langkah dalam penanaman dan pertanian padi dan
kesulitan-kesulitan yang memberatkan petani padi. namun pasalanya
apabila penerjemah itu tidak tahu tentang fiqh, tidakkah ia dalam
keluasan ilmunya sebagai ustadz syariah dapat dapat mengalihkan
pandangan atau pendapatnya, atau mungkin ia belum mwmbaca teks itu,
kemudian melakukan terjemahanya ?
Antaralain yang memperkuat keraguan, ialah, bahwa penguasaan
penerjemah akan bahasa parsi adalah isapan jempol belaka, dan
kebodohanya yang sempurna tentang sejarah Iran.
Ia lagi-lagi membuang teks yang memuat nama orang kejam yang
bersejarah itu atau peristiwa yang melatari sejarah tersebut, sebagai
contohnya ia tidak mau menterjemahkan terjadinya perjanjian kerjasama
antara kerjaan Iran dan Inggris yang kemudian menyengsarakan rakyat
Iran, bahkan dua orang algojo kejam Mukhtari dan Ahmadi yang gemar
membunuh rakyat dimasa kekuasaan Reza Khan juga dibuang tidak dia
terjemahkan, maka jadilah ia membaung sebagian besar teks halaman 283
dari buku yang asli dan ia tidak menerjemahkanya, sepertinya ia
mendukung kejahatan Reza Khan dan setuju dengan kerjasama Kerajaan Iran
dengan Inggris yang ditentang Khomeini itu.
Tetapi sikap tak konsistenya itu justru membuka kedok kejahatan sang
penerjemah, ia telah dengan sengaja mencuri nama besar Al bandari,
penerjemah kata-kata sulit dalam sastra perisa, tapi ia memalsukan
bahkan menghilangkan substansi buku yang ditulis khomaini tersebut.
Bila kita katakan, bahwa penerjemah itu menjunjug kejujuran dalam
penerjemahan, maka apakah dapat dibenarkan ketika ia menerjemahkan
ayat Al Qur’an yang diterjemahkan kedalam bahasa parsi itu kemudain ia
terjemahkan ke dalam bahasa Arab lagi dengan semanunya sendiri tanpa
merujuk kepada mushaf Al Qur’an :
perhatikan bagaimana penerjemah Kasyful Asrar memalsukan ayat Al Qur’an, ia menuliskan
” Rab-isyrahli shadri wa yassili amri wahlul uqdatan min lisani
yafqhu quhi, waj’al mu’ini Haruna akhi fa sydud sa’di bihi waj’allhu
syariki”.
(Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkan urusanku, bukakakan buhul tal;i
yang mengingat lidahku sehingga mereka mengerti perkataanku, jadikanlah
penolongku Harun, saudaraku, kuatkan lenganku denganya dan jadikan dia
sekutuku) lihat terjemahan bahasa arab yang dipalsukan halaman 158
Padahal ayat tersebut dalam buku aslinya tertulis sebagaimana termuat dalam QS Thaha yang berbunyi :
“Qala Rab isyrahli wa yassirli amri wahlul ‘uqdatan min lisani
yafqahu qauli waj’alli waziran min ahli Haruna akhi usydud bihi azri
waasyrikhu fi amri “(Q Thaha 25-32).
(Ia musa) berkata “Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku,
bukakan buhul tali yang mengikat lidahku agar mereka mengerti
perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,
Harun saudaraky, kuatkanlah denganya bebanku dan persekutukanlah dia
dalam urusanku).
Kalau dia memang tidak bermaksud menerjemahkan suatu nas dari Al Qur’an, mengapa ia meletakanya diantara dua kurung akulade ?
Dihalaman 160 dari terjemahan itu, kta baca : “Allahumma-b’adni wa
auladi ‘an ‘Ibadatil austan (Ya Allah jauhkan daku dan anak-anaku dari
penyembahan berhala) dan tentu yang ia maksud adalah ayat :
Rabbi j’nubni wa baniyya an na’budal ashnam (Tuhanku, jauhkanlah aku dan anak-anakku dari menyembah berhala).
kita dapat membayangkan, seorang penerjemah yang tidak mau membuka
mushaf (Qur’an) itu agar kita dapat melihat segi-segi geneusnya yang
luarbiasa tetapi ia memalsukan tek-teks, membuang maksudnya, yang pada
akhirnya ia dapat mengeluarkan pernyataan yang mengkafirkan Ayatullah
Khomeini, dan setiap orang akan mengikutinya dalam mengkafirkan
Khomeini, sungguh kejahatan yang luar biasa.
Ya saya merasa berbahagia, wahai tuan-tuan para syeikh yang mulia,
dan para ulama terkemuka dengan segala penghormatan dan penghargaanku
untuk ikut mendorong dan menjadi me3diator saya merasa pula berbahagia,
untuk mengingatkan tuan-tuan semua, bahwa tuan-tuan telah tertipu dengan
teks yang dipalsukan dan dibohongi, yang serupa dengan bahan-bahan
perfilman palsu.. ingin tahu buktinya ? marilaj kita bersama-sama
membuka-buka itu melalui teks Kasyful Asrar yang asli yang berbahasa
Parsi :
Artikel yang khusus mengenai masalah Akidah, yang oleh pengarangnya
dinamakan “Tauhid” ialah, sebagaimana yang saya katakan, memuat sebagian
masalah-masalah keislaman dalam catatan pinggirnya, dan di dalamnya
tidak ada pengkafiran terhadap siapapun yang berbeda dengan keyakinan
penulisnya (khomaini).
Maka jadilah permasalahan kita yang paling pokok sekarang, di zaman
keterbelakangan, zaman ikut-ikutan dan zaman minyak ini, dan paling
wajar pula bagi penerjemah adalah cukup menukil (memindahkan) apa
adanya, tetapi niat dan tujuan buruk itulah yang mendorong penerjemah
melakukan perubahan dalam sebagain teks itu, kemudian ia buang apa yang
ingin ia buang, sehingga munculah serangan terhadap Khomeini, salah
satunya adalah masalah Mukjizat, penerjemah telah dengan sengaja memutar
balikan keterangan Khomaini sehingga menjadi keterangan yang tidak
logis dan tidak dimengerti (lihat halaman 66 dan 67 dari terjemahan
Kasyfula Asrar berbahasa Arab) dimana beberapa baris keteranganya
dibuang sehingga terjemahanya tidak bisa dipahami .
Demikian pula terjadi pengubahan melalui pembuangan pengurangan, pada
halaman 74 dari teks bahasa Arab yang berlawanan dengan halaman 57
dari terjemahanya itu, yang membuat teks bahasa Arab dalam terjemahan
itu tidak dapat dimengerti, itu di lakukan dengan tujuan agar dapat
diperkirakan oleh para pembacanya bahwa itu adlah ide penulisnya
Khomaini.
Perhatikan pula, ketika penerjemah itu membuang keterangan di halaman
61 setelah keterangan ” kami persilahkan kalian bertanya kepada
siapapun dari orang syiah Istna Astary, dan keterangan yang dibuang
adalah “kami tidak bertanggungjawab tentang syiah yang lain” (pada tekas
asli bahasa parsi halaman 57), kita tidak mampu mengatakan bahwa
pembuangan itu bukan tanpa maksud bahkan cenderung sebagai kesengajaan
penterjemah, hal itu tidak lain adalah agar pembaca menyimpulkan bahwa
Syi’ah Itsna Asyary dipersamakan dengan Syi’ah Ghaliyah (ekstrim).
Demikian pula halnya, bahwa sebagian isi pemotongan tersebut
menunjukan bahwa penerjemah tersebut menunjukan bahwa penerjemah itu
menghadapi terjemahan yang berbeda dengan kieyakinan yang ia peluk, maka
ia dengan sengaja membuang keterangan, sehingga dia tidak memahami
taswiyah dan tasnim dalam suatu diskusi tentang masalah bangunan kuburan
lalu ia buang seluruhnya (hal 85).
Demikian pula kita tidak mengerti, mengapa dia membuang enam baris
dalam halaman 96 tidak lain karena baris-baris itu memuat pujian dan
sanjuangan terhadap Al Qur’an Karim ? anda dapt melihat bahwa penerjemah
tidak senang pada penulis Kasyful Asrar yang tampak sangat mencintai Al
Qur’an
Fakta Kasyful Asrar terjemahan Arab menunjukan, bahwa hampir setiap
halaman dari terjemahan tidak ada yang terbebas dari pembuangan dan
pemalsuan. Maksud dan tujuan dari pembuangan itu adalah memalsukan dan
memperjauh terjemahan dari teks aslinya, dalam masalah Imamah misalnya
terdapat banyak sekali bahkan dikatakan seluruhnya dipalsukan oleh
penerjemah, berikut catatan kami :
1. Pandangan pemikiran Khomini tentang Imamah, wilayah, wasiyat dan
khilafah dinyatakan sebagai hasil pemikiran dan ijthad Khomaini, padahal
pemikiran itu sudah ada sebagai peninggalan syiah seribu tahun silam,
karena ada tujuan politik maka Khomainilah yang harus dinyatakan sebagai
kreator paham itu.
2. Surat saya ini berkisar pada penerjemahan semata dan menilai
sedekat apa terjemahan ini dengan teks aslinya yang erbahasa persia. Ia
merupakan diskusi ilmiah yang memuat nurani ilmiah pengetahuan di negeri
kita ini, tetapi penerjemahan itu telah menghilangkan nurani
keilmiahan.
Banyak sekali pemalsuan terhadap Kasyful Asrar nya khomaini sehingga
nurani keilmiahan hilang, ketika penerjemah menterjemahkan kalimat
“arbabul ahwa wa thullab ur ‘riasah (pemimpin hawa nafsu dan pemburu
kepemimpinan ) teks asli hal 107 penerjemah mengganti dengan al
intihaziyin al mutrabbishin (mereka yang mengambil kesempatan dan mereka
yang menunggu-nunggu (hal 123 pada terjemahan yang dipalsukan), atau ia
menerjemahkan “Ul ubatun fi yadi hafnatin min akhdzii ma laisa haqqan
lahum”(permainan-permainan di telapak tangan orang-orang pengambil yang
bukan hak mereka, diganti dengan “Al Qarashinah al waqihin” (pembajak
yang tahu malu) ia lakukan penyelewengan penerjemahan itu dengan maksud
membuka daun pintgu caci maki, kemudian Ahlu Sunnah akan memandang,
bahwa kandungan keterangan itu ialah ketiga khalifah pertama (Abu Bakar,
Umar dan Utsman), padahal yang dimaksud oleh khomaini adalah semua
orang yang mengambil bagian atau bersekutu di saqifah setelah rasululaah
saw wafat, atau setelah peristiwa-peristiwa seterusnya, dan telah
disetujui atau terdapat dalam sumber-sumber sunnah dan syiah.
Ketika penerjemah atau pemberi catatan pinggir memilih dan memberi
catatn pinggir di halaman 126, lalu memutuskan bahwa Khomaini dan
pengikutnya menyerupakan Abu bakar dan Umar dengan Dua berhala Qurasy,
ia juga mengutip sebuah do’a yang salah dan tidak dipakai, yang tidak
dibaca kecuali oleh orang fasiq, Sementara itu penerjemah menuliskan ”
sesungguhnya do’a ini telah ditandatangani oleh para fuqaha besar syiah,
dan diantaranya oleh khomaini, kemudian penterjemah melanjutkan
sesungguhnya do’a itu terdapat dalam kitab Az Dzariy’ahdan kitab-kitab
itu termasuk peninggalan syiah dan lebih dari itu ia di kutip dari
sebuah kitab berbahasa urdu bernama Tuhfatul ‘Awam, maka atas setiap
orang berlimu atau pelajar harus mengambil doa tersebut dan
mneghubungkan dengan khomini. Padahal dalam naskah aslinya tidak
ditemukan redaksi semacam itu Khomaini tidak pernah menyebut Abu Bakar
dan Umar kecuali dengan sebutan “Syaikhain” dan ia molak secara terbuka
pencacimakian kepada mereka berdua setelah ia mencapai kekuasaan.
Agaknya – para ulama kita dengan ini – hendak menambahkan hal baru
tersebut dalam metode ilmiah, yaitu bahwa catatan pinggir apapun yang
ditambahkan kepada sebuah buku terjemahan, tidak boleh tidak harus
dinisbahkan kepada pengarangya sekalipun itu bukan tulisan
pengarangnya, apakah nurani ilmiah kita pernah mendengar kaidah seperti
ini ? kemudian dari mana penerjemah dan komentator itu memperoleh dan
meniru tanda tangan syikhsyekhdi atas do’a-do’a itu ? dan kapankah orang
awam dari firqah apa saja yang mengatakan demikian -kalau mereka
mengatakannya- yang dihubungkan kepada para pemikir dan ulamanya ? yang
tahu tentang hal itu hanya penerjemah dan pencatat pinggir.
Kini kita beralih ke bagian berikutnya yang mengatakan bahwa
(mentaati pemerintah Ulil Amri artinya mentaati pemerintah Islam (hal
125). pernyataan tendensius ini yang memutar balikan pikiran khomaini
secara paksaitu, agaknya merupakan terjemahan untuk keterangan yang
mengatakan : “karena Allah swy telah mewajibkan umat agar menaati ulil
Amri, maka pemerintahan Islam pasti tidak boleh lebih dari satu
pemerintahan. Kalau tidak, maka akan terjadi kekacauan/ketidak teraturan
(hal 109 teks asli).
Penterjemah juga memalsukan Hukmul kalalah wa mirastul jaddah (hukum
kalalah -orang meninggal tidak meninggalkan saudara laki-laki dan
permpuan dan warisan nenek) yang diterjemahkan menjadi :Ahkamul qashirin
wal irsti (hukum-hukum tentang orang-orang yang kekurangan dan
warisan). terjemahan ini membabi buta dalam perkara seperti ijni, dan
telah menciptakan permusuhan antar golongan-golongan yang berbeda dari
kaum muslimin dianggap sebagi suatu kejahatanm dengan tolak ukur apapun.
Dapat dipastikan bahwa terjemahan ini tidak bertujuan lain kecuali
menciptakan permusuhan.
Ketika pengarang (Khomaini) menjawab pertanyaan : “Kalau Imamah
memang penting, mengapa Allah swt tidak memberi nash, dan tidak
menyebutkan secara tegas dalam Al Qur’an bahwa Imamah itu untuk Ali dan
anak keturunanya sesudah dia ? Khomaini menjawab : Peryataan yang
dicario-cari ini hendaklah kalian sendiri yang menjawabnya, tidak lebih
dan tidak kurang. Maka apabila Imamah adalah perkara batil, mengapa
Allah swt tidak mengumumkan dengan terang-terangan dengan tegas tentang
kebatilan imamah agar perselisihan pendapat diantara kaum muslimin dapat
dicegah dam supaya tidak terjadi semua pembantaian ini karena isu
imamah ini
Adalah lebih utama kalau Allah menurunkan sebuah surat yang mnegaskan
bahwa Imamah bukan untuk Ali dan anak keturunanya, maka perselisihan
akan hilang, sebab Ali tidak pernah mendurhakai perintah Allah sekejap
matapun, sebagaimana pula tidak pernah menjadi penuntun riasag. namun
saya akan membuktikan kebenaran anggapan walaupun Allh SWT menyebutkan
nama Imam secara tegas maka khilaf, perselisihan pendapat tidak akan
hilang bahkan pasti muncul problem-probelm yang lebih merugikan (Teks
asli hal 113)
Bagian ini oleh penerjemah dimanipulasi sehingga berisi demikian :
Problem berhubungan dengan kalian, bahwa para agamawan sedapat mungkin
mengatakan, bawha imamah sudah ada, tetapi mengapa Allah tidak
memperjelasnya agar perselisihan pendapat antar kaum muslimin mengenai
masalah itu lenyap ? adalah lebih baik jika ia menurunkan suatu ayat
yangmenunjuk Ali ni Abi Thalib dana anak keturunanya, karena hal itu
menyelesaikan masalah (terjemahan hal 129).
Biarlah kita tinggalkan dahulu meteode baku itu. Sebaiknya kita lihat adakah sesuatu hubungan antar dua teks tersebut.
Tidakkah lebih utama demi rencana yang keji, jika ia menampilkan
terjemahan yang dipercaya untuk buku itu lalu memberikan bantahan dari
seorang terpercaya, khususnya dalam bidang itu, karena sesungguhnya
persoalan-persoalan itu yang diributkan itu menghentikan studi tentang
khazanah Islam ? namun akan tampak jelas bahwa segi yang menjadi
tanggunganya untuk dibantah, membuatnya tidak menemukan cara yang
efektif selain memalsukan teks-teks, kemudian membantah dan mencaci
maki.
Contoh-contoh seperti pencelupan dan terjemahan global tak terhitung
banyaknya, sehingga pembaca seakan-akan membaca buku baru bukan
terjemahan. Jika tidak maka jumlag para pakar bahasa parsi selain al
Bandari modrn itu sungguh banyak. Mereka bisa diundang dan dimintai
sarannya tentang masalah ini.
Kini giliran catatan-catatn pinggir yang menjadi sasaran manipulasi
penerjemah, Ketika pengarang memberikan sebuah catatan pinggir tentang
tentang sumber-sumber terpenting, yang ia jadikan pula sebagai alasan
atas apa yang ia katakan. Sedangkan nomor-nomor halaman yang dapat
menunjukkannya , dibuang seluruhnya oleh penerjemah (hal 115 dari teks
asli dan hal 132 dari terjemahan), lalu akan kita namakan apa ini
terjemahan atau pemalsuan ?
Pada akhirnya penerjemah terperosok kedalam suatu kesalahan yang
menertawakan dan mengerikan, namun saya berangan-angan mudah-mudahan itu
hanya kesalahan cetak semata. Seandainya ia tidak nmengulang,
perhatikan terjemahan ini : lalu mengatakan bahwa ahlu sunnah dan syiah
sepakat beranggapan bahwa nabi mempunyai saham dari khumus dan Allah
mempunyai saham lain (lihat di buku yang dipalsukan hal 132) dan teks
dari kandungan buku yang jelas itu menyebutkan kata yang artinya
keluarga dekat (aqarib, ahl da aal) (lihat pada buku aslinya halaman
446) apakah penerjemah menghendaki agar kel;uarga Nabi itu tidak
mendapatkan haknya dari Khumus melalui terjemahan itu ?
Kemudian kita datangi tempat tempat penghentian kuda dari terjemahan
ini, agar pembaca mengampuniku lantaran aku telah berkepanjangan dalam
pembicaraan … maka terjemahan dalam topik ini terutama tentang kelemahan
nilai fikirnya, yang memberikan gambaran jelek kepada pembaca tentang
penerimaan Khomeini terhadap pandanganya dan pandangan syi’ah
sebelumnya tentang hal yang dibesar-besarkan dan dihubungkan dengan
Umar, sedangkan teks yang tercantum di dalam riwayat syi’ah disebut
”Raziyyah Yaumal Khamis (bencana hari kamis), yaitu hari wafat
Rasulullah saww, disini Khomeini berkata, ”Ketika Rasulullah saw
menjelang wafat dalam keadaan sakit, sejumlah orang berkerumun dihadapan
beliau yang diberkahi itu. Kemudian beliau mengangkat suara yang parah,
”Bawalah kemari sesuatu untuk kutulis, yang kelak menjaga kja;lian dari
kesesatan sepeninggalku selamanya !”.
Tiba-tiba Umar bin Khatab berkata : ”Rasulullah mengigau ”, riwayat
ini telah dikutip oleh penulis-penulis sejarah dan para perawi hadis,
eperti Bukhori, Muslim dan Ahmad dengan teks berlainan.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa ucapan yang telah dilontarkan
secara serampangan oleh Umar bin Khatab dan merupakan bujukan atau
gurauan ini, cukuplah bagi orang muslim yang memendam kecemburuan
keagamaan sebagai suatu kenyataan sampai hari kiamat, behwa mereka telah
memberikan penghargaan yang mulia kepada Rasululah lantaran beliau
telah mengorbankan dirinya, menanggung ujian dan musibah demi
pembimbingan yang beliau lakukan untuk mereka.
Dan bagaimanapun orang-orang terhormat dan pencemburu mengetahui,
bahwa kepergian roh suci itu setelah mendengar kata-kata ini dari Umar
bin Khatab, kata-kata gurau yang hanya muncul dari prinsip kufur dan
zindiq. Karena menyalahi Al Qur’an dan ayat-ayatnya yang dzahir dan
mengatakan dalam surah An najm ayat 3-5 ”Dan tia tidak berkata dari
keinginan dirinya. Tidak demikian dia, melainkan menurut wahyu yang
diwahyukan. Yang diajarkan oleh Malaikat yang sangat kuat”.
Dalam ayat lain Allah berfirman :”Taatlah kepada Allah dan taat pula
kepada Rasul Apa yang Rasul bawa kepadamu ambilah dan apa yang
dicegahnya hentikanlah, dan tiada teman kalian itu gila : (Teks asli
bahasa parsi hal 199).
Kemudian si penerjemah memalsukan sebagai berikut : Ketika Rasulullah
sedang terbaring sakit menjelang wafat, dan sejumlah orang
mengerumuninya, maka beliau bersabda kepada hadirin : ”Bawalah kemari
sesuatu untuk aku tuliskan tentang sesuatu yang menyelamatkan kalian
dari kesesatan ”.
Kemudian Umar bin Khatab berkata, Rasulullah mengigau. Riwayat telah
dikutip oleh para sejahrawan dan ahli hadis, diantaranya Bukhori, Muslim
dan Ahmad dengan perbedaan kata, dan ini menjadi bukti bahwa laporan
ini dari ibnul khattab yang mengada-ada dan menjadi bukti yang paling
baik bagi seorang muslim yang mempunyai semangat, dan kenyataan bahwa
mereka telah memberikan penghargaan yang semestinya kepada nabi yang
telah bersusah payah dan menanggung beberapa musibah lantaran petunjuk
dan bimbinganua kepada mereka.
Beliau telah menutupo kedua matanya, sedangkan dalam telinganya
terngiang-ngiang perkataan ibnul khattab atas dasar kepalsuan
kebohongan dan tumbuh dari tindakan kekufuran dan Zindiq, serta
menyalahi ayat-ayat Qur’an tersebut… sampai akhir (Terjemahan bahasa
arab yang dipalsukan hal 137).
Dia teks itu berdekatan maknanya, sedekat dua perkataan : ”Engkau
adalah seorang yang terjangkit kejahilan” dan ”Enkau telah musyrik, demi
Tuhan Ka’bah”, padahal di antara kedua ungkapan itu ada perbedaan makna
yang mengakar, jika seorang muslim memendam cinta pada Rasululah saww,
yang dikatakan bahwa beliau sedang sakit keras dan beliau
meracau/mengigau, lalu ia melontarkan suatu ungkapan yang menyalahi
sopan santun (adab), maka alngkah kufur dan syiriknuya ini, apakah para
ulama yang mulia akan menerimanya, bahwa Nabi mengigau, namun mereka
tidak akan menerima jika dikatakan, bahwa Umar bin Khattab berkata
kasar,sungguh setakar dibanding dengan dua takar.
Penerjemah itu tidak mungkin akan berkeras kepala mengubah-ubah dan
mengganti apa yang ia sukai. Sekiranya dia belakang dia tidak ada suatu
lembaga yang mendorong dan melindungi serta menyebarkan omong kosong
ini, kemudian perhatikanlah teks yang ada di ujung halaman 123 dari teks
bahasa parsi yang asli ini.
Patut disebutkan disini, bahwa nazar bagi Nabi atau Imam atau
siapapun saja adalah sah secara syar’i, ketika nadzar itu pada
prinsipnya ditujukan kepada Allahdan diniatkan karena Allah, dalam suatu
perkara yang dibenarkan serta berlaku ucapan atau pernyataan nadzar.
Kalau tidak demikian , maka berarti nabi dan Imamlah yang akan memberi
pahala, namun hal ini suatu yang sia-sia dan tertolak, bahkan haram
hukumnya menurut syara’.
Kemudian sang penerjemah memalsukan demikian :
”Hendaklah kita jangan lupa, bahwa nazar untuk Nabi dan Imam adalah
benar dan sah secara syar’i, apabila dazar itu ditunjukan kepada Tuhan,
dan pelaksanaanya diletakan pada proporsinya. Pada saat itu Nabi dan
Imam itulah yang akan memberinya pahala, jika tidak, maka ia dianggap
suatu yang batil dan boleh jadi haram (terjemahan bahasa Arab yang
dipalsukan halaman 141).
Perhatikan bahwa ia telah memutarbalikan teks secara sempurna,
seperti ia memutar balikan perkataan-Imam Ali- diputar balikan kepada
perkataan ”Keledai liar yang membalik wajahnya yang lebih buruk.
Demikian, dalam banyak bagian dari terjemahan yang mengherankan
seperti ini, ia melakukan nafi (peniadaan) dirubah menjadi Istbat
(pengiyaan).
Demikianlah, dalam banyak bagian dari terjemahan aneh seperti ini ia
melakukan pemutar balikan. Sesuatu yang seemestinya firmatif
dinegatifkan, dan semestinya negatif dipostifkan. Sehingga secar
tiba-tiba kita dapati keterangan Khomaini diterjemahkan demikian :
”Berperang bersama-sama Imam itu seperti makan daging babi” (halaman238 dari terjemahan bahasa arab yang di palsukan).
padahal Khomaini berkata sebagai berikut (lihat di buklu asli yang berbasaha Parsi halaman 225) :
”Berperang tidak bersama Imam itu seperti makan daging babi ”
(Khomaini berkata ”fi ghairi ma’iyyatil Immam) oleh penerjemah perkataan
”fi ghairi” di buang dan diganti dengan perkataan ”ma’al imam” ,
Kemudian kita masuki kasus lain berkenaan dengan manipulasi yang
dilakukan oleh penerjemah ini, yaitu isu bahwa Syi’ah itu mempunyai
Mushaf (Qur’an ) sendiri, karena mereka beranggapan bahwa wahyu turun
atas Fatimah as, sebagai bela sungkawa atas kematian nabi Saww, kemduain
ia terus membawakan riwayat-riwayat abad-abad terdahulu.
Atas dasar inilah syiah menyebutnya ”mushaf Fatimah”. Yaitu mushaf
khusu bagi syiah yang di duga bukan aslinya, merka (pembuat tuduhan
palsu) melebih-lebihklan, dengan mengutip surah-surah dan ayat-ayat dari
mushaf yang dipersangkakan itu, apa saja yang dibicarakan tentang
permasalahan tersebut dalam buku ini merupakan bantahan dari khomaini
terhadap orang yang mendakwakan dengan tuduhan palsunya, bahwa
orang-orang yang bersandat pada gosip-gosip dan ucapan orang awam yang
tak berpendidikan dan melekatkan kebohongan demikian pada Syi’ah Istna
Asyiriyah ”.
Lalu apa yang dituliskan penerjemah :
Seperti biasanya, ia memanipulasi perkataan Khomaini, ia tampilkan
bagian ini di bagian akhir tulisan, atas dasar agar tampak bahwa itu
adalah pendapat Khomaini (padahal Khomaini membantah tudingan itu di
manipulasi menjadi seolah-olah pendapat khomaini), ini terjemahanya :
Ketika Khomaini berkata ”Janganlah kalian membebani kami untuk
menyanggah kalian tanpa sebab, karena urusan penurunan wahyu itu tidak
menuntut agar para Nabi itu berjumlah empat belas orang, yang dimaksud
Khomaini adlah Rasulullah, Fatimah dan dua belas Imam dengan cara yang
mudah dan sederhana ini , penerjemah berusaha mengalihkan tuduhan bohong
dari seseorang yang ditujukan kepada syiah, dan sama sekali memutar
balikan pernyataan Khomaini yang menolak tahrif Al Qur’an . Inilah
kejahatan-kejahatan dari penerjemah, hampir-hampir disetiap kesempatan
ia tidak melewatkan pemalsuan untuk menciptakan kesan buruk kepada
khomaini.
Ketika Khomaini berbicara tentang Rasulullah saww , ia menuliskan :
ia (Rasul)tidak pernah takut karena celaan orang atas perbuatan
kebajikan yang rasul kerjakan, karena Allah akan melindungi dirinya.
Oleh penerjemah pernyataan itu dipalsukan demikian : ” Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan beliau (Nabi) itu tidak pernah menghadapi kesulitan,
perbuatan jelek (Nabi) itu memang mengenai sasaranya”.
Ketikla ia menerjemahkan hadis syiah : ”Orang-orang telah murtad
sesudah Rasulullah, kecuali tiga Orang (teks asli bahasa persia hal 133)
kemudian dipalsukan :”Orang-orang telah murtad sesudah tiga orang”
(teks terjemahan yuang dipalsukan hal 152) – lafaz ”Rasulullah” oleh
pemalsu dibuang diganti dengan kata ”Stalastah” sehingga kalimat ba’da
Rasulillah menjadi Ba’da stalatsah kata ’illah stalastah menjadi ba’da
stalastah” – bukan hanya itu saja, si penerjemah membuang semua
–sebanyak enam alenia – yang berisi penjelasan Khomaini tentang kata
”murtad” , dan berikut kata murtad yang dibuang si penerjemah :
” Adapun maksud orang-orang telah murtad sesudah Rasululah itu
artinya ialah, bahwa mereka telah menarik diri/mundur dari bai’at
kepada Amirul Mukminin pada hajjatul wada dan terhadap para Imam Islam
pada umumnya. Pengunduran diri mereka dari ba’iat tersebut merupakan
riwayat yang mutawatir menurut pengukuhan riwayat hadis sunni dan
syi’ah. Hanya tiga atau tujuh orang yang dapat dipastikan dalam keadaan
bagaimanapun, tidak mundur secara lahiriah dan bathiniah, dan menentang
orang-orang yang menetang Ali. Jika tidak betul demikian, maka
orang-orang yang tidak menarik ba’iatnya kepada Ali –pada kenyataanya-
berjumlah 220 orang sebagaimana ditetapkan oleh sayyid Syafrudin dalam
al Fushul Muhimmah dalam Al Isti’ab, Al Ishabah, usudul Ghabah dan
kitab-kitab ahlu sunnah lainya mengakui itu (Teks Asli bahasa parsi
halaman 133).
Penjelasan Khomaini tersebut telah dengan sengaja dibuang oleh si
penerjemah kasyful Asrar, jika keterangan dihilangkan apa maksud tujuan
penerjemah selain agar Khomaeini dicaci maki.
Mengapa sejak semula ia tidak menerjemahkan buku tersebut dengan
cermat, lalu menyodorkan teks yang berbahasa Arab kepada para pakar dan
ulama, jika pihak yang menjadi dalangnya ulama sunni sekalipun. Jika
tidak demikian, mak apa tendensinya membuang dan menggantinya dialog
tentang wasiat untu Ali (halaman 176 dari nakah terjemahan yang
dipalsukan).
Apakah isu kontroversial ini tidak pernah dibantah di zaman modern
kecuali oleh seorang penerjemah bodoh, dan komentator keji dan penulis
pengantar yang tidak mumpuni ?
Apakah dengan banyaknya pengkhianatan ilmiah dan caci maki ini suatu madzhab aliran tertentu dapat dimenangkan ?
Apakah teks yang dipalsukan iini dapat memusakan seseorang ?
Perhatikan pemalsuan penterjemah atas pernyataan Khomaini : ” saya
menantang siapapun , terutama orang berbangsa Arab, memahami sesuatu
yang dikutipnya tentang masalah Syafaat, Qurbah, Ta’ziyah dan Rauzah
(hal 188-195 dari terjemahan bahasa Arab yang dipalsukan).
Jumlah teks yang dipalsukan oleh penerjemah benar-benar mengerikan,
setiap halaman dari buku kasyful asrar mengalami manipulasi teks
sebanyak antara 4, 10 hingga 14 baris teks.
Oleh karena itu, saya pun menantang pula saudara penterjemah, yang
ia adalah sorang keturunan Arab dan berbahasa Arab, agar ia membaca
tentang apa yang ia perbuat terhadap halaman 192 dan 193, lalu
beritahukan kepada saya tentang apa yang telah ia pahami dari pernyataan
Khomaeini sesungguhnya, saya akan memberitahukan kepada saudara
penterjemah tentang apa yang telah ia lakukan, pemalsuan, pengguntingan
dan penterjemahan yang salah dan serampaangan.
Inilah salah satu bagian yang menjadi sasaran anak panah para
penyerangnya. Apakah kesemuanya ini pantas untuk di serang, ataukah
memang sengaja terjemahan itu disodorkan sebagai bahan-bahan penyerangan
?
Meskipun bagian-bagian yang tersisa dari buku itu tidak dipergunakan
dalam medan pertengkaran yang telah disulut dan dikobarkan oleh
penerjemah buku Kasyfurl Asrar, namun justru ini adalah indikasi tentang
motif sang penerjemah, Yang panans yang senag dengan penggelapan,
manipulasi dan pemutar balikan fakta.
Yang aneh pula, bahwa buku itu dari halaman 199 sampai halaman 334,
yaitu sampai akhir buju itu memuat pendapat-pendapat penulisnya tentang
peranan politik al faqih (peran politik ulama Islam) ,
pemikiran-pemikiranmsosial politiknya tentang pemerintahan Islam telah
dengan sengaja dibuang sebagian dan dimanipulasi sebagian yang lain.
Ia membuang semua apa yang memuat kritik (khomaeini) terhadap raja-raja
dan pemerintahanya, ia membuang tulisan khomaini yang mengkritik
Amerika, dan kadang-kadang ia membuang pendapat penulis yang menyerang
Reza Syah Pahlevi, dan membuang peryataan Khomaini tentang perlunya
pelaksanaan dan keagungan syariat Islam dalam rangka menghadapiu
undang-undang konvensional.
Contoh-contohnya cukup banyak, sehingga hampir-hampir tidak terdapat
satu halamanpun yang selamat dari pembuangan, mulai dari halaman 199
sampai akhir buku itu.
Pembuangan itu terjadi berturut-turut di antaraketerangan atau
kalimat yang penerjemahnya tidak dapat memahaminya, sampai 15 baris
bahkan satu halaman penuh merupakan pemalsuan.
Di akhir-akhir tulisan Khomaeini yang mengulas kerjasama keuangan
antara para sayyid dari keluarga Rasulullah (aal-ul bayt) si penerjemah
membuang penjelasan Khomaini, kemudian menggantinya dengan pernyataan
penerjemah sendiri yang tampil bak pahlawan kesiangan. Inilah kalimat
yang di hilangkan oleh penterjemah :
”Mereka telah menetapkan batas-batas hukium waris buat orang yang
dilahirkan dalam kondisi berkepala dua, hukum mayat sejak kematianya
sampai tiupan sangkakala, namun diskusi yang mana saja tentang persoalan
pemerintahan islam tidak pernah selesai, padahal ia merupakan langkah
pertama dalam hubungan sosial dengan manusia sepanjang zaman (hal 237
teks asli berbahasa persia).
Penerjemah berulangkali menerjemahkan kata mengada-ada dengan kata
cara ”Kayfiyyah”, menterjemahkan ”Tajnid ul ijbariy fil Islam ” (wajib
militer dalam Islam) diterjemahkan dengan an nizham ul qasriy fil Islam
(sistem pemalsuan dalam islam), dan ia melakukan terjemahan demikian
ini, sepanjang pembicaraanya tentang ketentaraan dalam islam, yang
merupakan manipulasi teks dan Islam sekaligus. Ia mengubah pula catatan
pinggir halaman 255 dari aslinya kitab al wasail diubah dengan kitab al
frusiyah karya Ibnul Qayyim Al jauziyah
Ketika Khomaini menulikan kewajiban atas orang-orang kaya agar
mengganti pajak orang fakir yang tidak mampu membayar, si penerjemah
sengaja membuangnya (hal 266 dari teks terjemahan berbahsa arab)
Agaknya sipenerjemah tidak mau membuat marah orang-orang kaya dan
milyader, dengan cara membiarkan terjemahan bagian ini semua dengan cara
di transliterasikan secara ngawur sesuai pemahaman penerjemah.
Adalah menjadi keharusan atas kita untuk mengetahui jurang perbedaan
antara terjemahan dan teks aslinya, jika kita membandingkan akal
penerjemah dan akal penulisnya, mengukur pendidikan penerjemah dan
pendidikan penulisnya, untuk deapat mengetahui berapa banyak
kesalahan-keasalahan, maka saya harus menterjemahkan kembali buku
tersebut , dan kita perlihatkan itu semua kepada orang yang ingin
mengetahuinya.
Penterjemah dengan sengaja menghilangkan kalimat pada halaman 329 dan
hanya meringkas secara serampangan pada halaman 330-332 dari tek asli
yang berbahasa parsi, saya tidak tahu mengapa ia membuangnya, padahal
teks yang dibuang itu terdapat penjelasan tentang masalah berpalingnya
manusia dari agama dan
penyebab-penyebabnya.Saya tidak habis mengerti mengapa orang mau berbuat bodoh dengan memalsukan sebuah karya.
Nah, kemudian : Apa . bagaimana pendapat tuan-tuan para pembahas,
para peneliti dari kalangan Doktor-Doktor, para syaikh, Ustadz dan para
pelopor konfrensi, yang telahmnegutip dari buku yang penuh kebohongan
dan kepalsuan ini dan menggembar-gemborkanya ? adakah diantar mereka
yang menyanggahnya ?
Dr Ibrahim Ad dasuqi Syata
Rektor Bahasa-Bahasa dan Sastra Timur
Fakultas Sastra Univeritas Kairo
Main Source : Copaste Artikel..
Rujuk:
http://syiahnews.wordpress.com/2010/12/25/pelurusan-sarjana-sunni-atas-pemalsuan-kitab-kasyful-asrar-karya-imam-khomaini-oleh-wahabbi-dr-ibrahim-ad-dasuki-syata-membongkar-kejahatan-wahabbi/