Yakub atau Israil tinggal di Mesir sejak ia
datang untuk bertemu dengan anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka
menguburnya di tempat di mana ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil
lebih memilih untuk hidup di Mesir di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang
banyak, kelayakan tanahnya, dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik tersendiri bagi
mereka untuk tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil tinggal di Mesir dalam tempo
yang lumayan. Mereka menikah sehingga jumlah
mereka bertambah banyak. Berlalulah tahun demi tahun dan kemudian Nabi
Yusuf meninggal. Nabi Yusuf telah mengubah
Islam saat beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf memperjuangkan Islam
dan setiap nabi yang diutus oleh
Allah SWT pasti memperjuangkan agama
Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Pengertian Islam di sini ialah, mengesakan Allah
SWT dan hanya semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan
berdoa kepada-Nya. Islam juga berarti menyerahkan niat dan amal hanya semata-mata kepada Allah SWT.
Demikianlah yang kita pahami atau
yang kita maksud dari kata
al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang terakhir, yaitu Nabi
Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan
tidak berbeda dari Nabi Adam sampai
Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi
Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di Mesir berubah
menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru manusia untuk memeluk
Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika beliau mengatakan:
"Manakah
yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah YangMaha
Esa lagi Maha Perkasa. " (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari
ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah
aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang
yang saleh. " (QS. Yusuf: 101).
Dan ketika Nabi Yusuf
meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem multi tuhan untuk
kedua
kalinya. Menurut dugaan kuat bahwa hal ini terwujud dengan adanya
campur tangan kelompok-kelompok elit yang berkuasa. Kelompok-kelompok
elit ini— ketika di bawah agama
tauhid—mereka tidak mendapatkan suatu perlakukan
istimewa atau dibedakan dengan masyarakat umum, sehingga karenanya
mereka mempunyai kepentingan untuk mengembalikan sistem penyembahan
multi tuhan.
Kemudian masyarakat mengikuti sistem
penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir
dipimpin keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahwa mereka
adalah tuhan atau wakil-wakil tuhan
atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya,
masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka disibukkan
dengan pembangunan
peradaban. Mereka memiliki kecenderungan
keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok-kelompok
dari masyarakat Mesir meyakini bahwa Fir'aun bukan tuhan namun karena
mereka mendapat tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin
dari kaurnnya
kecuali agar mereka menaatinya
sehingga mereka pun terpaksa menyembunyikan keimanan dalam diri mereka.
Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir. Hal yang bisa dipahami
adalah,
bahwa Fir'aun menguasai semua macam
tuhan dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang
demikian
ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di
Mesir—meskipun masyarakatnya
meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun—kelompok elit yang berkuasa
membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan
perintah-perintahnya
serta membenarkan tindakan semena-menanya. Kita akan mengetahui dan kita
akan membuka
lembaran-lembaran Nabi Musa as bagaimana masyarakat Mesir hidup di
zamannya.
Mayoritas masyarakat saat itu mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan
diperlakukan secara lalim. Mereka harus taat
sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh algojo-algojo
Fir'aun dan para tentaranya.
Allah SWT
menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam
firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan
(pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil
kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS. an-Nazi'at:
23-24)
Manusia saat itu
benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir. Mereka menaati—barangkali
itu karena terpak-sa—perkataan
Fir'aun. Mesir kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh tauhid yang disuarakan oleh Nabi
Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau anak-anak Israil mereka telah menyimpang dari tauhid. Mereka
mengikuti orang-orang Mesir. Sedikit
sekali dari keluarga mereka yang masih mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa
atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan semakin menyebar.
Mereka
mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan mereka memenuhi pasar-pasar
Mesir. Berlalulah
hari demi hari. Mesir diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana
orang-orang Mesir menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil
semakin banyak dan
semakin berkembang serta mengambil
posisi-posisi penting. Raja mendengar pembicaraan Bani Israil tentang
berita yang samar di mana dalam berita itu dikatakan bahwa salah seorang
anak Bani Israil
akan menjatuhkan Fir'aun Mesir dari
singgasananya. Barangkali berita itu berasal dari suatu mimpi dari
mimipi-mimpi hidup atau mimpi
nyata yang mengelilingi hati kelompok
minoritas yang tertindas, dan mungkin itu
merupakan berita gembira yang tersebut dalam kitab-kitab mereka. Apa pun
halnya, berita ini telah sampai di
telinga Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang
aneh, yaitu jangan sampai seorang pun dari Bani Israil yang
melahirkan anak. Maksud
dari perintah ini adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis
laki-laki dibunuh. Aturan ini mulai
diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada Fir'aun: Orang-orang
tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan
ajal mereka, sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan
berakhir pada hancurnya dan binasanya Bani
Israil namun Fir'aun akan kehilangan kekayaan dan aset manusia yang
dapat bekerja untuknya atau
menjadi budak-budaknya dan
wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang terbaik adalah,
hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: Anak laki-laki
disembelih pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka dibiarkan pada
tahun berikutnya. Fir'aun
sependapat dengan pikiran ini karena itu dianggap lebih menguntungkan
dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana
anak-anak kecil tidak dibunuh maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika
datang tahun yang ditetapkan di dalamnya bahwa anak-anak kecil harus dibunuh, ia melahirkan Musa.
Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la mencemaskan
bahwa jangan-jangan anaknya akan dibunuh.
Maka si ibu menyusuinya secara
sembunyi-sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam yang penuh berkah di
mana Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dam Kami
ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khawatir
terhadapnya maka jatuhkalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu
khawatir danjanganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya
Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari
para rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah
SWT itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih sayang dan suci ini, ibu
Musa langsung menaatinya. Ia diperintahkan untuk membuat peti kecil bagi Musa.
Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi
sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati sang ibu adalah hati yang
paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi penderitaan saat ia melemparkan
anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyadari bahwa Allah SWT lebih Pengasih
terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya. Allah SWT lebih mencintainya
dibandingkan dengan dirinya. Allah SWT adalah Tuhannya dan Tuhan
sungai Nil.
Belum lama
peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta mengeluarkan
perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan bersikap lembut terhadap bayi yang dibawanya
yang pada suatu hari akan menjadi Nabi.
Sebagaimana Allah SWT memerintahkan
kepada api agar menjadi dingin dan membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, begitu juga Allah SWT memerintahkan
kepada sungai Nil agar membawa Musa dengan tenang dan penuh kelembutan sehingga
menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air sungai
nil membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya kepada tepi pantai kemudian
ia mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak
bergerak karena Musa sedang tidur.
Rumput itu pun menaati perintah angin dan Musa tetap tidur.
Pada hari
itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Istri Fir'aun keluar berjalanjalan
di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak mengetahui apa
gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh jarak
yang lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Istri Fir'aun berbeda
sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir sementara istrinya
adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang yang keras kepala
sementara istrinya adalah seorang yang penyayang. Fir'aun adalah seorang
penjahat sementara istrinya adalah seorang yang lembut dan penuh cinta. Di samping
itu, istrinya merasakan kesedihan yang dalam karena ia belum mampu
melahirkan anak. Ia merindukan untuk mendapatkan anak. Istri
Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau harum yang datang dari
pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang
sama, wanita-wanita yang membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air
yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki
mereka. Mereka membawa peti itu seperti semula ke istri Fir'aun. Ia memerintahkan
untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya
istri Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan bahwa ia
mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah
SWT menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Musa sehingga air matanya
berlinang.
Kemudian ia membawa
peti mati itu. Istri Fir'aun membolak-balikkan Musa sambil menangis.
Musa
terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia membutuhkan air susu
pagi
dan tetap menangis.
Fir'aun duduk di atas meja makan. Ia menantikan istrinya namun yang
ditunggu belum hadir. Fir'aun mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia
dikagetkan dengan
kedatangan istrinya dengan membawa
Musa. Istri Fir'aun tampak sangat menyayanginya. Ia terus menciuminya
dan air matanya berlinangan. Fir'aun
bertanya, "dari mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian mereka
menceritakan kepadanya bahwa mereka menemukannya
di sebuah peti di tepi sungai.
Fir'aun berkata: "Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan
peraturan, anak-anak yang
lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, istri
Fir'aun berteriak dan ia mendekap
Musa lebih keras:
"Dan berkatalah istri
Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah
kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat hepada kita atau kita
ambil iajadi
anak.'" (QS. al-Qashash: 9)
Fir'aun
tampak keheranan sekali melihat aksi istrinya yang mendekap anak kecil yang
mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang karena istrinya
menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati istrinya
menangis karena gembira seperti ini. Fir'aun mulai mengetahui bahwa
istrinya menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun berkata dalam dirinya:
Barangkali ia ingat bahwa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan anak
ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh istrinya. Fir'aun
memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik anak ini di istananya.
Ketika mendengar persetujuan Fir'aun,
tampaklah keceriaan yang luar biasa pada wajah istrinya. Fir'aun belum pernah
menyaksikan keceriaan seperti ini. Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah
kepadanya, juga perhiasan dan budak tetapi ia belum pernah
tersenyum meskipun sekali. Fir'aun menyangka bahwa istrinya tidak mengerti arti sebuah
senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat
sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan. Sementara itu, Musa mulai menangis karena lapar. Istri Fir'aun mengetahui
bahwa Musa sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil sedang lapar." Fir'aun berkata:
"Datangkanlah kepadanya para
wanita yang menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui dari
istana. Wanita itu mencoba untuk
menyusui Musa tetapi apa yang terjadi? Musa menolaknya. Lalu didatangkan
wanita yang kedua sampai ketiga dan sampai
kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada seorang pun
di antara mereka. Melihat kenyataan itu,
istri Fir'aun menangis karena tidak tahan melihat penderitaan anak kecil
itu. Ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya
istri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu Musa
adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia melemparkan
Musa
ke sungai Nil, ia merasa bahwa ia sedang melemparkan buah hatinya di
sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa oleh air
sungai dan beritanya pun tersembunyi.
Dan ketika datang waktu pagi, ibu Musa merasakan kesedihan yang selalu
menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke istana Fir'aun untuk mendapatkan
berita tentang
anaknya kalau bukan karena Allah SWT
menarah kedamaian dalam hatinya sehingga
ia menyerahkan urusan anaknya kepada Allah SWT. Alhasil, ia berkata
kepada saudara perempuan Musa:
"Pergilah dengan tenang ke istana
Fir'aun dan berusahalah untuk mendapatkan berita tentang Musa dan
hendaklah engkau hati-hati agar jangan sampai mereka mengetahuimu."
Kemudian saudara
perempuan
Musa pergi dengan tenang. Akhirnya, ia
mendengarkan kisah tentang Musa secara sempurna. Ia melihat Musa dari
kejauhan dan mendengarkan suara tangisannya. Ia
melihat mereka dalam keadaan
kebingungan di mana mereka tidak mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia mendengar
bahwa Musa menolak setiap wanita yang
mencoba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa
berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah kalian mau aku
tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya." Istri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa
kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya niscaya kami akan
memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan akan kami
penuhi." Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan
menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan
tenang. Melihat hal itu, istri Fir'aun sangat gembira dan berkata:
"Bawalah dia sehingga masa penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia
kepada kami dan kami akan memberimu suatu balasan yang besar atas
penyusuan dan pendidikan yang engkau berikan."
Demikianlah Allah
SWT mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa gembira dan hatinya
menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia mengetahui bahwa janji Allah
SWT benar dan bahwa perintah-Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana
meskipun banyak
rintangan dan tantangan. Allah SWT berfirman:
"Dan menjadi
kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia
tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya
ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan
berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.'
Maka
helihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak
mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan
yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka
berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu ahu tunjukkan kepadamu ahlubait
yang akan memeliharanya untukmu dan mereha dapat berlaku baik
kepadanya?'. Maka
Kami kembalikan Musa kepada ibunya,
supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui
bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya." (QS.
al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan
lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun. Saat
itu Musa disenangi dan disukai semua orang.
Allah SWT berfirman:
Dan Aku telah
melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya
kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada seorang pun
yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa dididik di istana terbesar di bawah bimbingan
dan penjagaan Allah SWT. Pendidikan Musa
dimulai di rumah Fir'aun di mana di
dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan
negara yang besar di dunia dan Fir'aun sebagai
raja yang paling kuat. Karena itu, secara sederhana Fir'aun rnampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan para
cendekiawan. Demikianlah hikmah Allah
SWT berkehendak agar Musa terdidik
di bawah pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar pendidikan yang terlatih. Ironisnya, hal ini
terjadi di rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti akan hancur di
tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah SWT.
Musa tumbuh di rumah
Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia, dan
bahasa.
Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh karena itu, Musa tidak
mendengar
omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir'aun.
Jarang sekali ia mendengar bahwa Fir'aun adalah tuhan. Beliau pun
menepis pernyataan dan anggapan
ini. Beliau tinggal bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui
lebih
daripada orang lain bahwa Fir'aun hanya
sekadar manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa mengetahui bahwa
ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah
salah seorang dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana
pengawal-pengawal Fir'aun dan para pengikutnya menindas Bani Israil.
Akhirnya, Musa tumbuh besar
dan mencapai kekuatannya.
Ketika para
pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan-jalan di
sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut
Fir'aun yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu
seseorang
yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut
campur
dalam
urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya seorang lelaki yang berbuat
aniaya itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat itu Musa memang terkenal
sebagai orang
yang kuat sampai pada batas di mana dengan
sekali pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu
Musa tidak sengaja untuk membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang
terjadi? Lelaki itu tersungkur dan
kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah perbuatan setan.
Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian Musa
berdoa kepada
Tuhannya dan berkata: "Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah aku."
Allah SWT pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Allah SWT berfirman:
"Dan setelah Musa
sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya
hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan
kepada
orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika
penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang
laki-laki yang
berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi
dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka
orang yang dari golongannya meminta
pertolongan darinya, untuk mengalahkan orang
yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa
berkata: 'Ini adalah perbuatan
setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata
(permusuhannya). Musa berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah
menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah
aku.' Maka Allah mengampuninya,
sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa
berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, aku sekali-kali
tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.'" (QS.
al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa
menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa terancam. Dalam ayat itu
digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan ketakutan di mana ia
mengkhawatirkan kejahatan akan datang padanya pada setiap langkahnya,
dan ia begitu sensitif melihat gerak-gerik di sekitarnya. Nabi Musa saat itu
menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya Nabi Musa hanya ingin mempertahankan
dirinya saat menolong seseorang dari Bani Israil. Ketika itu Nabi Musa
mendorong dengan tangannya dan bertujuan memisahkan orang Mesir dari orang
Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang
positif dinyatakan bahwa pembunuhan semacam ini dianggap sebagai pembunuhan
karena keteledoran atau karena kesalahan bukan karena faktor kesengajaan
sehingga karenannya yang bersangkutan tidak akan mendapatkan suatu hukuman yang
berat. Biasanya orang yang melakukan pembunuhan tanpa sengaja akan
mendapatkan keputusan yang meringankannya karena ia membunuh tanpa
kesengajaan. Tentu kejadian semacam ini tidak dapat dianggap sebagai
pembunuhan dengan sengaja karena yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan
orang lain. Nabi Musa tidak memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya
mendorongnya. Atau dengan kata lain, Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan
orang tersebut. Kita akan mengetahui bahwa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim.
Kedua-duanya dari kalangan
ulul azmi, tetapi
Nabi Ibrahim adalah cermin kesabaran dan
kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan dan keperkasaan.
Musa menjadi takut
dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian
hari bahwa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang-orang
yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran
dan permusuhan
antara sesama penjahat. Di tengah-tengah
perjalanannya, Musa dikagetkan ketika melihat orang yang ditolongnya
kemarin saat ini lagi-lagi memanggilnya dan minta tolong padanya.
Lagi-lagi orang itu
terlibat permusuhan dan pertengkaran
dengan seorang Mesir. Musa mengetahui bahwa orang Israil ini berbuat
aniaya. Musa mengetahui bahwa ia termasuk salah seorang preman di situ.
Akhirnya,
Musa berteriak di depan wajah orang
Israil itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau adalah orang
yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil mendorong
keduanya dan ia melerai pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahwa Musa akan mencelakakannya maka ia diliputi rasa takut.
Sambil meminta kasih sayang kepada Musa, ia berkata: "Wahai Musa apakah
engkau akan membunuhku sebagaimana
engkau membunuh orang yang kemarin.
Apakah engkau ingin menjadi seorang penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang yang
memperbaiki bumi." Ketika
mendengar orang Israil yang mengatakan demikian, Musa berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa
yang dilakukannya kemarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk tidak menjadi pembantu
orang-orang yang berbuat jahat. Musa
kemudian kembali dan meminta ampun kepada
Tuhannya.
Orang Mesir yang
berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahwa Musa adalah pembunuh
orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kemarin. Petugas keamanan Mesir
tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu. Akhirnya, rahasia Musa
tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman
datang dari penjuru kota. Ia
membisikkan kepada Musa bahwa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Ia
menasehati Musa agar meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah SWT
berfirman:
"Karena itu,
jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat
perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin
berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya:
'Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sesat yang nyata
(kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras orang yang
menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah kamu
bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang
manusia? Kamu tida bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang
berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak
menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.'
Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-gesa
seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding
tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi
nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan
kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan Musa itu. Tetapi menurut
hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang tentu meiliki jabatan penting.
Sesuai dengan ayat tersebut, ia mengetahui adanya persengkongkolan untuk
menyingkirkan Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang
biasa-biasa saja maka orang itu tidak mengenalnya. Orang itu
mengetahui bahwa Musa tidak berhak untuk mendapatkan hukum bunuh
atas dosanya. Musa membunuh karena faktor kesalahan, bukan karena faktor
kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut undang-undang Mesir yang dahulu
dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa timbul keinginan untuk membunuh Musa?
Kalau kita memperhatikan nasihat orang Mesir itu ter-hadap Musa maka kita
akan menemukan jawabannya. Yaitu perkataannya: "Para pembesar merencanakan
persekongkolan untuk menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para
penguasa atau para pembesar yang bertanggung jawab pada keamanan. Mereka
menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan Musa. Apa yang dilakukan
oleh
Musa— kalau memang dianggap sebagai suatu kesalahan—adalah kejahatan
biasa
yang hanya dituntut dengan hukuman penjara. Lalu siapakah yang membuat
rencana yang demikian, dan siapakah yang mendorong untuk melakukan
persekongkolan untuk membunuhnya? Kami kira bahwa kepala keamanan Mesir
tidak menyukai Musa.
Ia mengetahui bahwa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahwa
sampainya peti di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang
dirancang oleh musuh-musuhnya
yang menginginkan kedudukannya. Ini
berarti karena keteledorannya dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa
kali orang itu menasihati dan menganjurkan
agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru menampik pikiran itu. Dan ketika
datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa, Fir'aun justru tunduk
terhadap
istrinya yang sangat mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di
depannya. Para pembantunya mengatakan
kepadanya bahwa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan
jasadnya kemarin. Selesailah urusan ini.
Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai mendapatkan
angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh, tetapi Allah SWT mengirim seorang Mesir yang baik untuk
mengingatkan Musa agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah SWT
berfirman:
"Maka keluarlah
Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia
berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang
yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan
kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar dalam keadaan takut dan
sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya: "Ya Tuhanku,
selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim." Kaum itu memang
benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan hukuman
bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak melakukan
selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan tidak sengaja ia
membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana
Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan beliau tidak membawa makanan
untuk perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat
mengantarkannya. Beliau
tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan
kabar dari seorang mukmin yang mengingatkannya
dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui
jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun dan ia
menuju ke suatu tempat yang di situ Allah SWT membimbingnya. Ini adalah
pertama
kalinya beliau keluar dan mengarungi gurun pasir sendirian. Kemudian
sampailah Musa di suatu tempat yang bernama Madyan. Musa istirahat dan
duduk-duduk di
dekat sumur yang besar di mana di situ orang-orang mengambil air
untuk memberi minum kepada binatang-binatang tunggangan mereka dan
binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak membawa makanan selain
daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur yang ditemukannya di
tengah jalan. Sepanjang peijalanan
Musa merasakan ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk
menangkapnya. Ketika Musa sampai di
kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan istirahat. Musa merasa
lapar dan keletihan. Sandal yang
dipakainya tampak mulai rusak. Beliau
tidak mempunyai uang yang cukup untuk membeli sandal baru, dan beliau
juga
tidak mempunyai uang yang cukup untuk
membeli makanan dan minuman.
Nabi Musa
memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk
kambing-kambing mereka. Musa ingat bahwa ia sedang lapar dan haus. Ia
berkata
dalam dirinya: Aku tidak dapat memenuhi perutku dengan air selama aku
tidak
memiliki uang yang
cukup untuk membeli makanan. Musa berjalan menuju tempat air. Sebelum
sampai,
ia mendapati dua orang perempuan yang sedang
menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur dengan
kambing orang lain. Melalui
ilham, Musa merasa bahwa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa
lupa terhadap rasa hausnya, lalu beliau
menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat membantu mereka?
Lalu seorang gadis yang paling tua berkata:
"Kami menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk
binatang gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak
mengambil air sekarang?" Gadis
yang paling kecil berkata: "Kami tidak mampu untuk berdesak-desakan
dengan kaum pria." Nabi Musa keheranan karena mengetahui kedua gadis itu
menggembala kambing. Seharusnya yang mengembala kambing adalah kaum
pria. Ini adalah
tugas yang berat dan sangat
melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian mengembala kambing?" Masih
kata gadis yang paling kecil:
"Orang tua kami sudah tua di mana kesehatannya tidak dapat membantunya
untuk keluar dari rumah dan mengembala kambing
setiap hari." Musa berkata:
"Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air
tersebut."
Musa berjalan
menuju tempat air. Musa mengetahui bahwa para pengembala
meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan
kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari
bibir sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa
adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi
remaja putri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu ke tempatnya. Musa kembali duduk
di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk minum. Perut Musa
menempel ke punggungnnya karena saking laparnya. Musa mengingat Allah SWT dan
memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan
kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia
menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala
ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan
orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa berkata:
'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu menjawab:
'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu
memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah
lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum ternak itu untuk
(menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: 'Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang Engkau
turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggakan
sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah naungan pohon untuk kemudian kita
melihat apa yang terjadi pada kedua gadis itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah
ayahnya.
Si ayah bertanya: "Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasanya?"
Gadis yang paling tua berkata: "Sungguh hari ini kami sangat beruntung.
Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air
bagi hewan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya." Si ayah
berkata: "Alhamdulilah." Gadis yang paling kecil berkata: "Saya
kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang
lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang lelaki
yang kuat."
Si ayah
berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan katakan,
sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu
mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Musa
dalam keadaan hatinya
berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di depan Musa dan menyampaikan
surat dari ayahnya. Musa bangkit dari tempat duduknya dan pandangannya
tertuju ke bawah. Musa
tidak bermaksud mengambilkan air
untuk mereka dengan tujuan mengharapkan
upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata karena Allah
SWT. Beliau merasakan dalam dirinya bahwa Allah SWT-lah yang mengarahkan
beliau untuk
membantu mereka.
Gadis itu berjalan di
depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya sehingga
Musa
menundukkan pandangan matanya karena merasa malu. Musa berkata
kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan
kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah. Sebagian ahli
tafsir mengatakan
bahwa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib. Beliau memperoleh usia yang
panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga yang mengatakan
bahwa si ayah adalah putra dari saudara Syu'aib. Ada yang mengatakan
bahwa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang mengatakan bahwa
ia adalah seorang
lelaki mukmin dari kaumnya. Yang jelas, ia adalah seorang tua yang
saleh. Orang tua itu menghidangkan kepada
Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan
kemudian
ke mana ia akan pergi.
Musa mengungkapkan
ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan khawatir dan jangan
takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang lalim. Negeri ini tidak
tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai di sini. Mendengar
ucapan
itu, Musa menjadi tenang dan bangkit
untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya
dengan berbisik: "Wahai ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya
engkau akan memberikan upah kepada seorang
yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya:
"Bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat?" Anak
perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang tidak
mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah bertanya lagi:
"Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia seseorang
yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia menolak untuk berjalan di
belakangku dan ia berjalan di depanku
sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan
saat aku berbincang-bincang padanya, dia
selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik
darinya."
Kemudian orang tua
itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa, aku ingin
menikahkanmu dengan salah satu putriku. Dengan syarat, hendaklah engkau
bekerja
mengembala kambing bersamaku selama
delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan
sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin
menyusahkannmu. Sungguh insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang
saleh." Musa berkata: "Ini adalah kesepakatan antar aku dan
engkau dan Allah SWT sebagai saksi atas kesepakatan
kita, baik aku melaksanakan pekerjaan
selama delapan tahun maupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk
pergi kemana saja."
Allah SWT
berfirman:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia
memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak)
kami.'
Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib)
dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata:
'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang
yang lalim itu.' Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku,
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar
bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan
sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikkan) dari kamu, maka
aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata:
'Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu
yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang
aku ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena
bertebaran untuk mendapatkan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang mencoba menerobos
kesamaran. Mereka bertanya tentang anak perempuan yang menikahi Musa: apakah
anak perempuan yang paling besar ataukah
anak perempuan yang paling kecil, dan Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun.
Bahkan mereka menyampaikan berbagai
macam riwayat dan kisah yang mereka yakini
kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahwa Musa menikah dengan salah satu anak perempuan dari orang tua itu
tetapi kita tidak mengetahui siapa
dia dan siapa namanya. Kami meyakini bahwa beliau menikah dengan gadis yang
memanggilnya untuk menemui ayahnya.
Kemudian gadis itulah yang menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Qur'an al-Karim melalui konteks ayatnya
menyingkap bentuk kekaguman yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap
Musa. Barangkali orang tuanya mengetahui bahwa anak perempuannya menaruh
rasa
cinta kepada Musa, dan boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan
kepada Musa, ia menyerahkan sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih.
Mungkin Musa memilih sendiri gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa
gadis
yang dipilih oleh Musa: apakah gadis
yang paling tua atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Qur'an tidak
menyebutkan hal tersebut, meskipun ia hanya
memberikan isyarat kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian
datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga
Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh Musa
saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup
dengan delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan
kemurahannya serta kenabiannya serta
kedudukannya sebagai salah satu nabi
ulul azmi bahwa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu
sepuluh tahun. Pendapat itu juga
didukung oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah
Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun penuh.
Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk mengembala kambing. Kami
kira bahwa sepuluh tahun masa yang dihabiskan
oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah SWT. Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau
adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah
cucu dari Ibrahim. Dengan demikian, Musa
adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah Ibrahim berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita
memahami bahwa Musa berada di atas
agama ayah-ayahnya dan kakek-kakeknya.
Nabi Musa
berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa
sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan
keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting
dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam
Musa merenungkan bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari
dan tenggelamnya. Pada setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan:
bagaimana ia membelah tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia
menghidupkan bumi setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur. Musa
memperhatikan alam vang luas dan ia tampak
tercengang dan kagum dengan ciptaan Allah
SWT.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan
perenungan-perenungan tersebut
jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam
jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini berarti
bahwa beliau menjadi seorang
Mesir yang mempunyai wawasan yang
luas; orang Mesir yang menunjukkan kekuatan
fisiknya; orang Mesir dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi,
segala hal yang ada pada Musa
berbau Mesir. Musa siap-siap untuk
menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi yang
langsung datang tanpa perantara seorang malaikat
di mana Allah SWT akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh karena itu,
sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral, sedangkan persiapan fisik telah
selesai dilaluinya di Mesir. Musa tumbuh di
istana yang paling besar vang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu
pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang pemuda yang kuat di
mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang
berkelahi, ia justru membunuhnya. Setelah persiapan fisik yang sangat
kuat, kini Musa harus melewati persiapan
mental yang seimbang. Yaitu persiapan
yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di mana beliau hidup di tengah-tengah gurun dan tempat
pengembalaan yang beliau belum
pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau
hidup di tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan
kesunyian dan keheningan di balik
pengasingan itu. Allah SWT mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-Nya
agar setelah itu beliau mampu
memegang amanat yang besar dari
Allah SWT. Datanglah suatu hari atas Musa. Selesailah masa yang
ditentukan. Kemudian Musa merasakan kerinduan untuk
kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus
dijalaninya dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi
beliau
juga mengetahui bahwa undang-undang di Mesir sebenarnya
terletak pada kekuatan penguasa; jika penguasa berkehendak maka Musa
dapat menerima hukuman dan jika
tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya, meskipun yang bersangkutan
berhak mendapatkan hukuman. Alhasil, Musa menyadari hal itu, Musa tidak
sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di
Mesir seperti
keyakinannya bahwa beliau selamat di
tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa rindunya untuk melakukan
perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa segera menuju ke Mesir.
Musa tepat
mengambil keputusan.
Musa berkata kepada
istrinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir." Istrinya
berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu macam bahaya
tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Istri Musa tetap
taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahasia tentang
keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun
beliau
pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah
beliau rindu
kepada ibunya dan saudaranya? Apakah beliau berpikir untuk
mengunjungi istri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya ibunya dan
sangat mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang
mengetahui apa
yang terlintas dalam diri Musa saat beliau
berkeinginan untuk kembali ke Mesir. Hanya saja, yang kita ketahui bahwa
Nabi Musa terbimbing dengan ketetapan-ketetapan Ilahi sehingga beliau
tidak
melangkahkan kakinya kecuali berdasarkan
ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya
dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi
di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti sana-sini.
Sementara itu, petir menyambar sangat keras
dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di
tengah-tengah perjalanannya, Musa tersesat. Musa mendapatkan dua
potongan batu kemudian beliau
memukulkan kedua-nya dan
menggesek-gesekan keduanya agar mendapatkan api darinya sehingga beliau
dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu.
Angin yang bertiup
kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa
berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di
tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan
menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api
yang sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa
dipenuhi dengan rasa gembira. Ia
berkata kepada keluarganya: "Aku melihat api di sana." Lalu beliau
memerintahkan kepada mereka untuk
tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di
sana beliau mendapatkan suatu berita atau
akan menemukan seseorang yang dapat
memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat
membawa sebagian api yang menyala
sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat
api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka tidak melihat
sesuatu pun. Mereka tetap menaatinya dan duduk sambil menunggu
kedatangan
Musa. Musa bergerak menuju ke tempat api. Musa segera berjalan untuk
menghangatkan
tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan
tubuhnya tampak basah kuyup karena hujan. Nabi Musa tetap berjalan
sampai ia mencapai suatu lembah yang bernama Thua'. Beliau menyaksikan
sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan
tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa
mendekati api. Belum lama beliau
mendekatinya sehingga beliau mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala
dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'Bahwa telah
diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan badannya
menggigil. Suara itu tampak terdengar dan
datang dari segala tempat dan ddak berasal
dari tempat tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon
hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan berkobar api darinya
maka pohon itu justru semakin hijau.
Seharusnya pohon itu berubah warnanya
menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya api justru meningkatkan warna
hijaunya. Musa tetap menggigil meskipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah yang di situ
Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua tangannya di atas kedua
matanya karena saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu
sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya. Kemudian Musa bertanya dalam
dirinya: Ini cahaya atau api? Tiba-tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai
wujud rasa takut, lalu Allah SWT memanggil:
"Wahai
Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa
mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha:
12)
Musa semakin
menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah SWT berkata:
"Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau berada
di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan
rukuk sementara tubuhnya tampak gemetar dan beliau mulai melepas sandalnya
Allah SWT berkata:
Maka tinggalkanlah
kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembahyangsuci,
Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan
melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah SWT kembali berkata:
"Dan Aku telah
memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
(kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan
(yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat
Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar
supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahahan. Maka sehali-kali janganlah
kamu dipalingkan darinya oleh orangyang tidak beriman kepadanya dan
oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu
binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin
gemetar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan
Allah SWT. Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai
Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah
keheranan Nabi Musa. Allah SWT adalah Zat yang mengajaknya
berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang
dipegangnya, lalu mengapa Allah SWT bertanya kepadanya jika memang Dia lebih
mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahwa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab
pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigigil:
"Ini adalah
tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya
untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya."
(QS.
Thaha: 18)
Allah
berfirman:
"Lemparkanlah
ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa melemparkan
tongkatnya dari tangannya dan rasa herannya semakin menjadijadi. Tiba-tiba
Musa dikagetkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. Ular itu
bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi menahan rasa takutnya. Musa
merasa tubuhnya bergetar karena rasa takut. Musa membalikkan tubuhnya karena takut
dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah
SWT memanggilnya:
"Hai Musa,
janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan rasul, tidak
takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai
Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu
termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al-Qashash: 31)
Musa kembali
memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itu pun tetap
bergerak. Allah SWT berkata kepada Musa:
"Peganglah ia
dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya
semula. " (QS. Thaha: 21)
Musa mengulurkan
tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa belum sempat
menyentuhnya
sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah SWT
terjadi dengan cepat. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah
tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena
penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan.
" (QS. al-Qashash: 32)
Musa
meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan
itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa bertambah. Lalu ia
meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah SWT
padanya sehingga rasa
takutnya benar-benar hilang.
Musa merasa
tenang dan terdiam. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya—setelah
beliau melihat kedua mukjizat
ini, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat
tongkat—untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang dan Allah SWT
memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa
menampakkan rasa takutnya kepada
Fir'aun. Musa berkata bahwa ia telah membunuh seseorang di antara mereka
dan beliau khawatir mereka akan membunuhnya dan membalasnya. Musa
meminta kepada Allah
SWT dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Harun bersamanya.
Allah SWT menenangkan Musa dengan mengatakan bahwa Dia akan selalu
bersama mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-gerik dan
perbuatan
mereka. Meskipun Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya,
namun kali ini Fir'aun tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti
mereka.
Allah SWT memberitahu Musa bahwa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa
dan memohon kepada Allah SWT agar melapangkan hatinya dan memudahkan
urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah SWT
berfirman:
"Apakah telah
sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu
berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini),
sesungguhnya aku
melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya
kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika
ia
datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku
adalah Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya
kamu berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu,
maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat
Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku
merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan
apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh
orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu
binasa. Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musaf'Ini
adalah tongkatku, aku bertelehan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambinghu, dan bagiku ada lagi keperluan yang
lain padanya.' Allah berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!'
Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor
ular yang merayap dengan cepat. Peganglah ia dan janganlah takut,
Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan
kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi
putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula),
untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan
Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah
melam-paui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah
untukku dadaku,
dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahhu,
supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang
pembantu dari
keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku,
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami
banyak bertasbih kepada Engkau, dan
banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat
(keadaan)
kami.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya
telah diperkenankan permintanmu, hai Musa.' Dan sesungguhnya Kami telah
memberi nikmat kepadamu pada kali yang lain, yaitu ketika Kami
mengilhamkan kepada ibumu
suatu yang diilhamkan, yaitu:
Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai
(Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh
(Fir'aun) musuh-Ku
dan musuhnya.' Dan Aku telah
melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu
diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika
saudammu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga
Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan
kepadamu orang yang akan
memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang
hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang
manusia, lalu Kami
selamatkan kamu dari kesusahan dan
Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa
tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang
ditetapkan hai Musa, dan Aku telah
memilihmu untuk diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)
Kita tidak mengetahui apa yang kita akan
katakan dan apa yang kita komentari berkaitan dengan firman Allah SWT kepada
salah seorang hamba-Nya: "Dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah SWT
telah memilih Musa. Itu adalah salah satu puncak kemuliaaan di mana
tidak ada seseorang pun di zaman itu yang mampu mencapainya
selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah SWT
memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya,
Nabi Musa beserta kaluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah SWT
yang mengetahui pikiran-pikiran apa yang terlintas di dalam diri Musa saat
beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah masa-masa
perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan kebahagiaan, dan akhirnya
datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi Musa memikul amanat
kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada salah satu penguasa
yang paling bengis dan paling kejam dan paling jahat di zamannya. Nabi Musa
mengetahui bahwa Fir'aun adalah orang yang jahat. Fir'aun akan berusaha
memberhentikan langkah dakwahnya dan Fir'aun akan menentangnya
tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan berdakwah
kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah SWT mewahyukan kepada
Musa bahwa Fir'aun
tidak akan beriman tetapi Nabi Musa tidak peduli dengan hal itu. Beliau
diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil yang sedang disiksa oleh Fir'aun.
Allah SWT berkata kepada Musa dan
Harun:
"Maka datanglah
kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kdmi berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka." (QS. Thaha:
47)
Inilah tugas yang
ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan
tantangan. Fir'aun menyiksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak dan
memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga
menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki
mereka. Nabi Musa mengetahui bahwa rezim Mesir berusaha untuk memperbudak Bani
Israil dan mengeksploitasi mereka di luar kemampuan mereka demi
kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan dan
menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT padanya:
"Pergilah kamu
berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas;
maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa bercerita kepada Fir'aun
tentang siapa sebenarnya Allah SWT, tentang
rahmat-Nya, tentang surga-Nya, dan tentang kewajiban mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau
berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir'aun melalui
pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang dikatakan
oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahwa seseorang
yang di
hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk menentang dan menggoyang
kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat
tangannya dan berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa
menjawab: "Aku ingin
agar engkau membebaskan Bani
Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus membebaskan mereka
bersamamu sementara mereka adalah
budak-budakku?" Musa menjawab:
"Mereka adalah hamba-hamba Allah SWT, Tuhan Pengatur alam semesta."
Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankkah
engkau mengatakan bahwa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun
berkata: "Bukankkah engkau
yang kami temukan di sungai Nil saat
engkau masih kecil yang tidak mempunyai
daya dan kekuatan? Bukankkah engkau Musa yang aku didik di istana ini,
lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air
kami, dan engkau menikmati kebaikan-kebaikan dari kami? Bukankah engkau
yang membunuh seseorang lalu
setelah itu engkau lari? Tidakkah
engkau ingat semua itu? Bukankah mereka mengatakan bahwa pembunuhan
merupakan suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau
seorang pembunuh. Jadi engkau adalah
Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan
menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha
berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai Musa. Sungguh aku
telah
lupa."
Musa mengerti bahwa Fir'aun mengingatkan
padanya tentang masa lalunya dan Fir'aun
berusaha menunjukkan kepadanya bahwa ia telah mendidiknya dan berlaku
baik padanya.
Musa juga memahami bahwa Fir'aun mengancamnya dengan pembunuhan. Musa
memberitahu Fir'aun, bahwa ia bukan seorang kafir ketika membunuh
seorang Mesir
tetapi saat itu beliau melakukannya dengan tidak
sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahwa ia lari dari Mesir karena
khawatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan
yang dilakukan olehnya bersifat
tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk membunuh seseorang. Musa telah
memberitahu Fir'aun bahwa Allah
SWT telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah
SWT menceritakan sebagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah
as-Syuara'
sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah)
ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya): 'Datangilah kaum
yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak
bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut
bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan (karenanya) sempitlah
dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada
Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan
membunuhku.' Allah berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak
akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa
ayat-ayat Kami
(mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan (apa-apa
yang
mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua
kepada Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan
semesta
alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi)
beserta kami.' Fir'aun menjawab: 'Bukankah kami telah mengasuhmu di
antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal
bersama kami beberapa
tahun dari umurmu, dan kamu telah
berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk
golongan
orang-orang yang tidak membalas
guna.' Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu
termasuk orang-orang yang
khilaf. Lalu aku lari meninggalkan
kamu ketika aku takut kepadamu, hemudian Tuhanku memberikan kepadaku
ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS.
as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian bangkitlah
emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahwa ia telah berbuat baik kepada
Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu
limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah
memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa ingin berkata
kepadanya, apakah engkau mengira bahwa nikmat yang engkau berikan kepadaku
lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di mana aku adalah salah
seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat ini sebanding dengan
cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di mana engkau memperbudak
mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan cara yang
semena-mena. Jika ini memang demikian maka logika mengatakan bahwa kita
seimbang: tiada yang berutang dan tiada yang meminjam. Jika tidak demikian
maka siapa yang memberikan bagian yang lebih besar?
Alhasil
masalahnya adalah dakwah di jalan Allah SWT, yaitu satu urusan yang aku tidak
membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari
bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi
aku adalah seorang utusan dari Allah SWT. Aku adalah utusan Tuhan
Pengatur alam semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan
lebih serius: Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara':
23) Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta
langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya."
(QS. asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya:
"Apakah
kamu tidak mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata
dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan
Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS. asy-Syu'ara':
26)
Fir'aun berkata
kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya
Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar orang
gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan
Fir'aun dan ejekannya:
"Tuhan yang
menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya:
(Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS.
asy-Syu'ara': 28)
Allah SWT
menceritakan sebagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan Musa dalam
surah as-Syu'ara':
"Fir'aun
bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Tuhanmu),
jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun kepada
orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa
berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang
dahulu.' Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus
kepada kamu sekalian benar-benar oranggila.' Musa berkata:
'Tukanyang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara keduanya:
(Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal.'" (QS.
asy-Syu'ara': 23-28)
Allah SWT mengingatkan
dalam surah Thaha sebagian dari peristiwa pertemuan antara Fir'aun dan Nabi
Musa. Allah SWT berfirman:
"Maka datanglah
kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami
berdua adalah utnsan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil
bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya
kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas
kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada
orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan
kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan
berpaling.' Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah
Tuhanmu berdua, hai Musa.'
Musa berkata: 'Tuhan kami ialah (Tuhan)
yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk hejadiannya,
kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun: 'Maka bagaimanakah
headaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab: 'Pengetahuan tentang itu
ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab. Tuhan kami tidak akan
salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS. Thaha:
47-52)
Kita perhatikan bahwa
Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang Tuhan Pengatur alam atau
Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya sesungguhnya atau pertanyaan
yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran tetapi perkataan yang
dilontarkan Fir'aun semata-mata
hanya untuk mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawaban yang
sempurna dan
mengena. Nabi Musa berkata:
"Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang memberi sesuatu ciptaannya
kemudian Dia membimbing
ciptaannya. Dialah sang Pencipta.
Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang membimbingnya
sesuai dengan kebutuhannya sehinga makhluk-makhluk tersebut dapat
menjalani kehidupan
dengan baik. Allah SWT-lah yang
megerahkan segala sesuatu; Allah SWT-lah
yang menguasai segala sesuatu; Allah SWT-lah yang mengetahui segala
sesuatu; Allah SWT-lah yang menyaksikan
segala sesuatu." Al-Qur'an
al-Karim mengungkapkan semua itu dalam ungkapan yang sederhana namun
padat artinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata:
"Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk." (QS.
Thaha: 50)
Kemudian Fir'aun
bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang hidup di
abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?" Fir'aun
masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab:
"Bahwa masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah
SWT adalah masalah yang semua itu berada di sisi Allah SWT. Atau dalam kata
lain, semua itu diketahui oleh Allah SWT. Keadaan di masa-masa yang dahulu
tercatat dalam kitab Allah SWT. Allah SWT menghitung apa yang mereka keijakan
di dalam kitab. Allah SWT tidak pernah lupa." Jawaban Nabi Musa tersebut
berusaha menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di masa-masa
pertama. Jadi Allah SWT mengetahui segala sesuatu dan mencatat apa saja yang
dilakukan manusia dan Allah SWT tidak menyia-nyiakan pahala mereka. Kemudian Nabi
Musa kembali menyempurnakan dan menyelesaikan pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah
menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadihan
bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.
Sesungguhnya pada yang dernikian itu, terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah)
itulah Kami menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan
kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kaliyang
lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi Musa menarik perhatian Fir'aun tentang
tanda-tanda kebesaran Allah SWT di alam semesta. Nabi Musa
menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan angin, hujan, dan tumbuh-tumbuhan.
Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan bagaimana pengaruh semua itu pada bumi.
Musa memberitahu kepada Fir'aun bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari tanah
dan setelah itu Dia akan mengembalikan padanya dengan kematian lalu
mengeluarkan manusia darinya di hari kebangkitan. Jadi, di sana
terjadi hari kebangkitan dan pada hari kiamat manusia akan menghadap kepada Allah
SWT. Tidak ada seseorang pun yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba
Allah SWT akan berdiri dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk
Fir'aun.
Musa datang kepada Fir'aun sebagai pembawa
berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun
merenung dan mendapatkan pelajaran namun
justru dialog antara dirinya dan Musa semakin menajam. Bisa dikatakan
bahwa dialog di antara mereka menjadi pertentangan. Ketajaman dialog
mulai menghangat. Kemudian
berubahlah bahasa dialog itu. Musa
berusaha menyampaikan argumentasi yang sangat
kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa argumentasi rasional tetapi
Fir'aun berusaha keluar dari ruang
lingkup dialog yang berdasarkan logika yang sehat. Fir'aun berusaha
menggunakan dialog dalam bentuk yang baru, yaitu suatu cara yang Musa
tidak mampu lagi melawannya. Ia mulai menyerang
Musa dan mengancamnya.
Fir'aun
menujukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh Musa.
Fir'aun acuh tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai menyerang
pribadi
Musa. Ia mulai mempersoalkan pakaian Musa
dan kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang
cara Musa berbicara. Setelah menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun
sengaja memakai metode kekuatan mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa,
bagaimana ia berani
menentang penyembahan terhadap
dirinya; bagaimana Musa menyembah selain dirinya; tidakkah Musa
mengetahui
bahwa Fir'aun adalah tuhan?
Bagaimana Musa tidak mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di
istana Fir'aun dan sangat mengenal lingkungan
di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun
menyampaikan tentang ketuhanan-nya
secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa berani
menyembah tuhan selain dirinya. Ini berarti bahwa Musa ingin dijebloskan
ke
dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi
orang yang menyembah selain Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata:
'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku, benar-benar aku akan
menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'" (QS.
asy-Syu'ara': 29)
Musa mengetahui bahwa argumentasi-argumentasi
rasional tidak lagi bermanfaat. Dialog yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan
dan hinaan serta pada akhirnya menjadi ancaman hukuman penjara. Musa
mengetahui bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya.
Setelah diancam akan dijebloskan ke dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata:
'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun aku tunjukkan kepadamu sesuatu
(keterangan) yang nyata?'" (QS. asy-Syu'ara': 30)
Musa menantang kepada
Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun ingin tahu sejauh mana
kebenaran Musa.
"Fir'aun
berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika kamu
adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy-Syu'ara': 30-31)
Musa melemparkan tongkatnya
di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun menganggap bahwa tongkat yang
dibawanya jatuh karena Musa gemetar menghadapinya. Setelah Fir'aun meminta
padanya
bukti atas kebenaran dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang menyentuh tanah itu
berubah menjadi ular yang besar yang bergerak dengan cepat dan gesit. Ular itu
menuju ke arah Fir'aun. Fir'aun tampak pucat karena takut. Ia tampak
gemetar di kursinya kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan ular itu
darinya. Nabi Musa mengulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu kembali menjadi
tongkat yang ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah peristiwa
itu, keheningan menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali
menunjukkan kepada orang-orang yang berdiri di sekitarnya,
mukjizatnya yang kedua. Musa memasukkan tangannya di sakunya lalu
mengeluarkannya. Tiba-tiba tangan itu menjadi putih seperti bulan;
tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang memenuhi penjuru
istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan kekaguman yang luar
biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau karena saking takutnya.
Allah SWT
berfirman:
"Maka
Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi)
ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya),
maka tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang
yang rnelihatnya." (QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan
semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang dibawa
oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ. Pertama-tama
mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu
tangannya kembali seperti semula.
Fir'aun berkata:
"Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan
perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana.
Fir'aun tampak terpukul atas peristiwa itu. Pikirannya mulai
berputar-putar. Ia membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di
wilayah kekuasaannya seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar
di tengah-tengah
manusia, lalu manusia mulai membicarakan
tentang Musa dan Harun. Fir'aun mengeluarkan perintahnya agar
orang-orang yang
melihat peristiwa itu tidak membuka hal itu kepada masyarakat umum,
tetapi para pembantu istana dan sebagian
dari Bani Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah
terjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua
mukjizat itu. Fir'aun
benar-benar terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa oleh Nabi
Musa. Ketika Musa keluar dari istana Fir'aun yang
sebelumnya merasa takut dan gemetar, kini menjadi marah. Ia meluapkan
kemarahan itu kepada menterinya dan para
pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar
kepada mereka tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka
untuk keluar dari ruangannya dan
meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun
berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun
meminum beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum
hilang juga. Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan
orang-orang dekatnya dan semua para menteri di istana serta para pemimpin di
Mesir. Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada Haman salah satu ketua
para menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut. Kemudian para pembesar dari
kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki ruang pertemuan dan wajahnya tampak emosi. Jelas
sekali Fir'aun tidak mau menerima dengan
mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang
Mesir selain dirinya. Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari
memerintah dengan semaunya. Tiba-tiba, ia
dikagetkan dengan kedatangan Musa yang ingin menghancurkan apa saja yang
telah dibangunnya. Musa mengatakan pada dirinya bahwa di sana ada Tuhan yang
Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di alam
semesta. Ini berarti bahwa Fir'aun adalah seorang pembohong. Pemikiran ini
menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun
menoleh kepada ketua para menterinya yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu diadakan.
Tidak ada
seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka pertemuan itu dengan
secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan
kepada Haman: "Apakah aku seseorang pembohong wahai Haman?" Haman
menunduk dan bertanya: "Siapa yang
berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan marah: "Musa." Bukankah ia mengatakan bahwa
ada tuhan lain di langit." Dengan mantap Haman menjawab: "Sungguh
wahai tuanku, Musa berbohong." Fir'aun berkata dalam keadaan memutar
wajahnya ke arah yang lain: "Aku
mengetahui bahwa ia berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke Haman:
"Dan
berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku
sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu
langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta.'" (QS.
al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun
mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kokoh dan
tinggi di mana
ketinggiannya mampu mencapai langit.
Perintah Fir'aun itu berdasarkan peradaban Mesir yang lagi maju di mana
mereka cenderung membangun bangunan yang
spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada aturan-aturan teknik pembangunan.
Meskipun demikian, Haman bersikap
munafik, padahal ia mengetahui
kemustahilan membangun sesuatu bangunan semegah dan setinggi itu. Haman
berkata: "Saya ingin melaksanakan
perintah untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi wahai
tuanku dan izinkanlah aku untuk
pertama kalinva aku menentang
perintahmu. Sungguh engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit.
Tidak ada di sana Tuhan selain
dirimu." Fir'aun mendengar
penolakan ketua para menterinya itu dengan sangat puas, seakan-akan ia
mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan. Kemudian dalam perkumpulan
yang terkenal
itu, Fir'aun melontarkan
kata-katanya yang bersejarah:
"Hai
pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS.
al-Qashash: 38)
Semua yang hadir di
tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara mereka terdapat dua orang
atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat. Ketiga orang itu mengetahui
bahwa sebenarnya Fir'aun adalah seorang pembohong. Meskipun demikian, mereka
membiarakan kebohongan itu dan memilih apa yang disetujui oleh
Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada masyarakat Mesir yang harus
membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para tentara Mesir,
para pembesar istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan Fir'aun. Fir'aun berkata
dengan maksud bertanya kepada para
penasihatnya: "Apa yang kalian katakan tentang Musa?" Haman
berkata: "Ia adalah seorang yang pembohong."
Salah seorang menteri yang lain berkata:
"Saya kira ia adalah seorang yang
gila." Sementara itu salah seorang dukun berkata: "—Tampaknya ia khawatir mereka akan
mencurigainya jika ia tidak mengatakan
sesuatu pun kepada mereka—saya kira ia terkena kegilaan." Fir'aun
memutus pembicaraan mereka dengan mengatakan: "Sungguh
kalian menggambarkan Musa macam-macam, namun kalian belum menjawab pertanyaanku.
Apa sebenarnya maunya Musa? Apa
sebenarnya persekongkolan yang disembunyikannya." Para penasihat terdiam
karena rasa takut dan sebagai bentuk kemunafikan terhadap Fir'aun.
Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan
kalimat-kalimat tertentu lalu mereka menirukannya dengan mulut-mulut
mereka layaknya burung beo. Setelah keheningan
menyelimuti ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahwa Musa adalah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia
ingin mengeluarkan kalian dari
negeri kalian dengan sihirnya. Lalu persekongkolan apa yang kalian
siapkan?"
Adalah hal yang
maklum di rezim kekuasaan mutlak bahwa perkumpulan yang dihadiri oleh para
pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pandapat sesama mereka berarti hanya sekedar
untuk mengulang-ulang dan menerima keputusan mutlak dari penguasa. Para penasihat berkata—setelah
Fir'aun memberi mereka kesempatan untuk mengutarakan pendapat: "Sungguh
benar apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa adalah seorang tukang sihir. Kalau
begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan mengembalikan Musa dan saudaranya,
dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di Mesir untuk
menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan
berdiri di hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahwa
Musa memang tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara
demikian, kita dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan
anak-anak Bani Israil."
Perundingan bersejarah itu sepakat untuk
melaksanakan hal itu. Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun keluar dari
istana, Fir'aun dengan menunggangi kendaraan mereka dan mereka segera
berpencar di seluruh penjuru Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di
pasar-pasar Mesir bahwa seluruh jago-jago sihir hendaklah menuju ke
istana Fir'aun untuk mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang
penting.
Fir'aun memanggil Nabi Musa dan berusaha
mengancamnya dan
menakut-nakutinya tetapi Nabi Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada
Nabi Musa: "Sesungguhnya
engkau seorang tukang sihir, dan aku
menetapkan untuk menyingkap kedokmu di hadapan semua orang. Tidak lama
lagi para tukang sihir akan datang." Nabi Musa bertanya: "Kapan aku akan
bertemu
dengan tukang sihir itu?"
Fir'aun berkata: "Di sana terdapat suatu pertemuan atau acara yang
sebentar lagi akan dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu hari
di mana angin bertiup dengan
sepoi-sepoi; hari di mana bumi
berhias diri menyambut kedatangan musim semi. Sungguh itu suatu
pertemuan yang menakjubkan dan engkau akan dikalahkan. Sekarang aku beri
kesempatan kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang
terakhir bagimu
untuk menyelamatkan
kehormatanmu."
Musa berkata
dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir: "Kami sepakat
atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia akan berkumpul di pagi hari."
Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan
datang?" Musa berkata: "Insya Allah aku akan hadir di waktu
fajar di permulaan siang."
Allah SWT
berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda-tanda
kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan (menerima
kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang
kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa!
Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka
buatlah suatu waktu untuk pertemuan
antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan
(letaknya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah
dikumpulkan manusia pada waktu
matahari sepenggalahan naik.'" (QS. Thaha: 56-59)
Nabi Musa pergi dalam keadaaan tenang.
Kemudian para utusan tukang sihir datang ke istana Fir'aun. Ketika semua
berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar mereka semua menemuinya. Ketika
masuk menemui
Fir'aun, para tukang sihir sujud kepadanya. Fir'aun memerintahkan
mereka untuk berdiri, kemudian Fir'aun mulai berjalan-jalan di antara
mereka
sambil mengamati wajah mereka
dan pakaian mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan
tiba-tiba ia berdiri dan berkata: "Wahai para tukang sihir, kami
sekarang menghadapi problem yang kecil
dan kami telah memerintahkan agar kalian dihadirkan untuk memecahkan
problem itu." Para tukang sihir itu
menundukkan kepalanya dan mereka
mendengarkan dengan hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah seorang
lelaki datang kepada kami dan ia mengaku utusan Allah SWT; seorang
lelaki yang bernama Musa dan bersama saudaranya, Harun. Musa ini adalah
tukang sihir yang
mahir, lebih tangkas dan lebih hebat
dari Harun. Oleh karena itu, kalian harus mengalahkannya dengan
kekalahan yang telak sehingga ia tidak mampu
lagi mengangkat kepalanya karena rasa malu." Para tukang sihir tetap
menundukkan kepalanya dan mereka
terdiam. Fir'aun berkata:
"Mengapa seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku tentang
sihirnya Musa." Salah seorang
tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan yang agung
menceritakannya kepada kami. Kami tidak
ingin memutus pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan nada
marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan
tiba-tiba tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut
tangannya dan tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan
orang-orang yang
melihatnya." Tampak senyum manis
menghiasi wajah-wajah para tukang sihir dan salah seorang mereka
berkata: "Hendaklah hati
Fir'aun tenang. Ini adalah permainan
kuno; permaianan tongkat yang berubah menjadi ular. Sesungguhnya itu
hanya sekadar imajinasi yang menipu orang-orang yang melihatnya, yang
seakan-akan ia
bergerak padahal ia tetap di
tempatnya."
Fir'aun
berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah
pembuatan sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah
sepakat untuk bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat Mesir
semuanya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian
mengalahkannya. Oleh karena itu, kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah perkataan
Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya tapi mereka masih
berdiri. Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita Fir'aun
tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih penting seandainya
kita dapat mengalahkan Musa?" Dengan keheranan Fir'aun bertanya:
"Apa sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir
berkata: "Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan
tertawa, Fir'aun berkata: "Jangan khawatir, aku akan memuaskan
kalian. Kalian akan menjadi orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan
pekerjaan-pekerjaan baru di istana bagi para tukang sihir. Kalian jangan khawatir.
Tenanglah karena kalian akan menerima upah yang layak."
Fir'aun tertawa
melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka, kemudian
ia memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia sendiri menuju
ke meja makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata sambil menyantap
paha kambing yang besar: "Semenjak Musa datang selera makanku terganggu. Namun
sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah SWT
berfirman:
"Dan Musa
berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari
Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu
terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu
dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka
lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika
benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu
termasuk orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka
ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh
orang-orang yang melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun
berkata: 'Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai, yang
bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang hamu anjurkan?' Pemuka-pemuka
itu menjawab: 'Beritahulah ia dan saudara-saudaranya serta kirimlah ke
kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya
mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang pandai.' Dan
heberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan:
'(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menangV
Fir'aun menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk
orang-orang yang dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf:
104-114)
Kemudian datanglah
hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong-bondong keluar dari rumah.
Mereka membicarakan tentang
pertemuan antar Nabi Musa dan Fir'aun.
Mereka menuju ke tempat perayaan
sejak pagi hari. Tidak ada seorang pun di Mesir yang tidak mengetahui
tentang peristiwa itu. Orang-orang begitu gembira ketika para tukang
sihir itu datang sebagaimana mereka juga gembira ketika melihat Fir'aun
datang, namun
keheningan menyelimuti tempat itu
ketika Nabi Musa dan Nabi Harun datang. Tempat perayaan itu diadakan di
tempat terbuka yang hanya ditutupi oleh payung
Fir'aun yang melindungi kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri
di tengah-tengah tentaranya. Ia memakai emas dan permata. Sementara itu,
Nabi Musa berdiri dengan menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat
Allah SWT.
Keadaan saat itu
benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju menemui Musa. Mereka
berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama kali melempar atau kami
yang pertama kali melempar." Musa berkata: "Kalianlah
yang pertama kali melempar." Para
tukang sihir berkata: "Demi kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan
menang." Musa berkata:
"Celakah kalian, janganlah kalian membuat dusta kepada Allah SWT niscaya
Dia akan mendatangkan siksa bagi
kalian." Sebagian ahli hakikat berkata: "Nabi Musa menoleh dan kemudian
ia melihat Jibril di sebelah
kanannya." Jibril berkata kepadanya:
"Wahai Musa, hendaklah kamu bersikap sopan kepada wali-wali Allah SWT."
Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para tukang sihir itu datang dengan
maksud menyimpangkan agama
Fir'aun." Jibril kembali berkata: "Bersikap lembutlah terhadap wali-wali
Allah SWT. Mereka saat ini
sampai salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar mereka akan
berada di surga."
Para tukang
sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali
mereka. Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan
menyihir
pandangan orang-orang yang melihatnya.
Orang-orang yang melihat sihir
itu
merasa takut karena mereka mendatangkan sihir yang besar. Orang-orang
merasa gembira dan Fir'aun pun
menampakkan senyumnya. Ia berkata dalam
dirinya: Sungguh hari ini adalah hari pembalasan atas Musa. Mukjizatnya
berupa
tongkat yang ada di tangannya yang dapat berubah menjadi ular, sekarang
Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di mana
tongkat-tongkat dan
tali-tali yang ada di tangan mereka
pun berubah menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin melebar.
Nabi Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat
mereka. Ia merasa takut. Nabi Musa ingat
apa yang dikatakan oleh Jibril dan
ia mulai merasakan ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu
akan masuk surga dan mereka akan menjadi
wali-wali Allah SWT? Nabi Musa merasakan semua itu, namun tiada seorang
pun yang mengetahui hakikat
pemikiran yang terlintas dalam benak
Nabi Musa saat ia berdiri dengan bajunya yang sederhana bersama
saudaranya di hadapan kumpulan manusia yang banyak dari para pengawal
dan tentara
Fir'aun. Ketika Musa merasakan
ketakutan tersebut, maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan
Allah SWT berkata kepadanya:
"Kami berkata:
'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan
lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia
akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang
mereka perbuat itu adalah tipu daya tuhang sihir (belaka). Dan
tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang."
(QS.Thaha: 68-69)
Musa merasa
senang ketika mendengar Allah SWT menenangkannya. Nabi Musa dapat
mengendalikan
dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan melemparkannya.
Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah suatu
mukjizat.
Orang-orang dan para
tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun sendiri menyaksikan sesuatu yang
belum
pernah mereka saksikan di dunia. Biasanya seorang tukang sihir dapat
menipu
pandangan manusia dan memperdaya mereka
seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di tempatnya. Tetapi
apa yang terjadi saat itu adalah sesuatu yang
benar-benar berbeda. Belum sampai tongkat Nabi Musa menyentuh tanah
sehingga ia berubah menjadi ular yang besar dan sangat gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke tali-tali
tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka yang bergerak dan ia mulai
memakannya satu persatu.
Tongkat Nabi Musa memakan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka
dengan cepat. Belum berselang beberapa menit
sehingga arena itu kosong dari tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan
tali-tali tukang sihir tersembunyi
dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular yang besar menuju Nabi Musa lalu beliau
mengulurkan tangannya dan tiba-tiba
ular itu berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahwa mereka bukan di hadapan seorang
penyihir. Mereka sebenamya adalah
tokoh-tokoh sihir dan para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi
apa yang mereka saksikan saat ini bukan
termasuk sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah SWT.
Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas
tanah. Mereka berkata: "Kami beriman kepada Tuhan Pengatur alam
semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa dan Harun." Orang-orang Mesir dan
anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat yang mengagumkan ini. Mereka
melihat bagaimana tukang sihir-tukang sihir Fir'aun sujud kepada
Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahwa bola itu kini berada
di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan
berteriak di depan tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman
kepadanya sebelum aku memberi izin kepada kalian." Para tukang sihir
berkata: "Untuk beriman tidak perlu izin." Fir'aun berkata:
"Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang jelas.
Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh tangan-tangan kalian
dan kaki-kaki kalian akan diputus dan
kalian akan disalib di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang jelas."
Para tukang
sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun.
Kami tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi
ini.
Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni kami dan
menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan
terhadap kami adalah sesuatu yang
sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah SWT lebih baik dan lebih abadi.
Seandainya engkau menyiksa kami dan membunuh kami dan menyalib kami,
maka engkau hanya
dapat menyiksa kami di kehidupan dunia
ini. Tentu kehidupan dunia tidak dapat dibandingkan dengan kehidupan
akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan
pengampunan dari Allah SWT dan memasuki surga." Kemudian Fir'aun
mengeluarkan perintahnya untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika
menyaksikan
peristiwa tersebut, orang-orang
menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi Harun meninggalkan tempat
itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah SWT menceritakan dalam
surah al-A'raf apa
yang dialami tukang sihir dan Musa dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir
berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu,
ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab:
'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka
menyulap mata orang dan menjadihan orang banyak itu takut,
serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan
Kami mewahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!'
Maka sekoyong-koyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan.
Karena itu nyatalah yang benar dan gagallah yang selalu mereka
kerjahan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang
yang
hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta meniarapkan
diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman kepada Tuhan
semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun
berkata: 'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin
kepadamu?'
Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang
telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan
penduduknya darinya; maka kelah kamu akan mengetahui (akibat perbnatanmu
ini);
sesungguhnya aku akan memotong tangan dan
kakimu dengan bersilang secara bertimbal balik, kemudian sungguh-sungguh
ahu akan menyalib kamu semuanya. Ahli-ahli sihir itu menjawab:
'Sesungguhnya kepada
Tuhanlah kami kembali. Dan kamu tidak
membalas dendam dengan menyiksa kami, melaikan
karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat
itu datang kepada kami.'
(Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami,
limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)
Para tukang sihir
Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang dibawa oleh Nabi
Musa. Mereka beriman kepada Allah SWT. Akhirnya, mereka dinaikkan di
batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong tangan-tangan mereka dan
kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah SWT agar mereka dimatikan
sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian Musa
memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak saat ini sampai salat
Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di surga. Ketika memasuki waktu
Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah. Mereka disalib oleh
para tentara Fir'aun. Fir'aun menghadapi masalah baru. Fir'aun
mengadakan serangkaian pertemuan-pertemuan penting di istananya. Fir'aun memanggil
penanggung jawab tentara dan pasukan. Fir'aun juga memanggil apa saat ini dinamakan dengan
kepala intelejen. Bahkan Fir'aun juga
memanggil para menteri dan para penjabat serta tukang-tukang dukun.
Jadi, Fir'aun memanggil semua yang mempunyai
kekuatan untuk mengubah jarum sejarah.
Fir'aun bertanya
kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang-orang?" Ia berkata: "Anak
buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka mendapat informasi bahwa
Musa dapat memenangkan perlombaan itu karena
ia berhasil membikin suatu konspirasi
bersama para tukang sihir." Kemudian Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang
terjadi pada jasad-jasad tukang
sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantungnya di tempat umum
dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia dan
kami sebarkan berita bahwa Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki persekongkolan." Lalu
Fir'aun bertanya kepada komandan
pasukan: "Apa yang dikatakan oleh pasukan?" Ia menjawab: "Mereka menginginkan agar
mendapatkan perintah untuk bergerak
di tempat mana pun yang ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun berkata:
"Belum datang giliran pasukan maka akan datang gilirannya."
Fir'aun
kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri bergerak
dan mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara, dan Fir'aun
mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan membiarkan Musa
dan kaumnya untuk membuat keruskaan di muka bumi dan mereka mengalihkan ibadah
kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh engkau dapat membaca pikiranku wahai
Haman. Kita akan membunuh anak-anak mereka
dan akan mempermalukan perempuan-perempuan mereka. Aku memiliki
kekuasaan di atas mereka."
Pasukan
Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan
menodai kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun yang menentang.
Musa berdiri menyaksikaan apa yang terjadi
tanpa mampu turut campur dan tanpa mampu
mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya memerintahkan kaumnya untuk bersabar. Beliau memerintahkan
mereka untuk meminta pertolongan
kepada Allah SWT dan bersabar atas segala ujian. Beliau menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi mereka
di mana tukang sihir Mesir itu mampu menahan derita di jalan Allah SWT tanpa
berkeluh kesah. Nabi Musa memberitahu mereka
bahwa tentara-tentara Fir'aun berbuat aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi adalah milik khusus mereka.
Sebenarnya Allah SWT akan mewariskan bumi kepada orang-orang yang bertakwa.
Kemudian intimidasi
yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani Israil sehingga mereka
merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata kepada Musa:
"Wahai Musa kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan sesudah
kedatanganmu, anak-anak dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah
kedatanganmu." Seakan-akan mereka berkata kepada Musa bahwa keberadaanmu tidak
memberikan manfaat sedikit pun. Kami tetap merasakan kesendirian. Musa menolak
kebodohan mereka ini. Ia memberitahu mereka
bahwa Allah SWT akan menghancurkan musuh-musuh mereka, kemudian Allah SWT akan
menjadikan bumi dikuasai oleh mereka.
Tetapi lagi-lagi mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahwa
mereka tidak kuat lagi menahan penderitaan
yang mereka alami.
Musa
menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan Fir'aun
dan konspirasinya. Pada
saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan
kaumnya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun
adalah seorang putra Bani Israil. Ia
berasal dari kaum Musa tetapi ia justru menentang Musa. Kekayaannya dan
status sosialnya menjadikannya
lebih dekat kepada rezim Fir'aun.
Allah SWT menceritakan kepada kita tentang kekayaan Qarun. Allah SWT
berkata kepada kita bahwa kunci-kunci kamar yang menyimpan kekayaannya
sangat sulit
dipikul oleh sekelompok laki-laki yang kuat sekalipun. Seandainya kita
ingin mengetahui kunci-kunci kekayaan ini
yang sedemikian rupa, maka kita dapat membayangkan kekayaan itu sendiri.
Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan
dalam jumlah yang banyak. Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat
dari
kulit yang dihiasi oleh perak dan emas.
Jika Qarun
keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh rombongannya dan
disinari oleh
matahari, maka emas-emas yang dibawanya
tampak menyala di bawah sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat
mengagumkan bagi orang-orang yang mencintai dunia. Kekayaan yang
dimiliki
Qarun membuatnya bersikap angkuh
sehingga tidak mudah baginya untuk menerima nasihat. Tampak bahwa
kekayaannya dan kesombongannya membuatnya
merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi tertawa yang paling
terkenal di kalangan Bani Israil, dan ketenarannya menyaingi ketenaran
Fir'aun dan Haman. Kedua
orang itu (Fir'aun dan Haman)
menguasai Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai
sebagian dari Mesir.
Orang-orang
yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia berpikir sejenak
tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya:
"Sesungguhnya tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara
keseluruhan dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka
menasihatimu agar engkau tidak melupakan bagianmu dari dunia.
Sebagaimana mereka menasihatimu agar jangan sampai engkau melupakan bagianmu
dari akhirat."
Qarun hanya merasa puas dengan bagiannya dari dunia. Imajinasi
akalnya
mengatakan bahwa kekayaan ini datang karena usaha kerasnya sebagaimana
ia menduga
kekayaannya adalah tanda bahwa Allah mencintainya. Bahkan ia mengira
bahwa ia
lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa adalah seorang yang
fakir sedangkan Qarun adalah seorang yang kaya, maka bagaimana seorang
yang fakir yang tidak
memakai satu pun gelang dari emas dapat memperoleh
kedudukan yang mulia di sisi Allah dibandingkan dengan seorang yang kaya
yang mampu membuat pelana kudanya dari emas. Demikianlah pandangan
Qarun dan Fir'aun
terhadap Musa.
Allah SWT berfirman:
"Bukankah
aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak
dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah
pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara
pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan
sosial dan kekayaannya, Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung
rezim
kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan
khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat yang sama.
Yakni, bagi orang-orang Mesir, Musa
hanya sekadar seorang tukang sihir yang mengalahkan jagojago sihir
lainnya. Namun ini tidak berarti bahwa masyarakat Mesir tidak memiliki
keutamaan sedikit
pun. Di tengah-tengah masyarakat
Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi Musa namun ia
menyembunyikan keimanannya karena khawatir
terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana juga ada orang yang bertanya-tanya
dengan kebodohan: Jika Allah SWT memang mencintai Musa lalu mengapa ia
dijadikan seorang yang fakir. Qarun menjadi fitnah atau cobaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bagi
orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar
dengan membawa pesona dunianya maka orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka keluarlah
Qarun kepada haumnya dengan kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya
kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun;
sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yangbesar."
(QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan
orang-orang yang berakal sehat—biarpun jumlah mereka sedikit—mereka
memandang bahwa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak berarti sedikit pun
di sisi Allah SWT. Allah SWT tidak memandang kekayaan yang banyak jika jiwa
manusia menjadi gelap karenanya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian sulit, Nabi
Musa menghadapi Qarun yang menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti
menunjukkan sikap yang baik dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun sepakat
dengan Fir'aun untuk berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya
dengan tuduhan yang berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi
Musa dikagetkan dengan suatu tuduhan di mana
ada seorang wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh kepadanya dan
mengatakan bahwa Musa pernah tidur bersamanya kemarin. Kami kira Nabi
Musa
sangat kaget dengan tuduhan ini dan
beliau tidak mengetahui apa yang dikatakannya
atau bagaimana beliau membela dirinya menghadapi tuduhan seperti itu.
Kemungkinan besar beliau salat dan menghadap
Allah SWT. Kemudian beliau menemui wanita itu dan bertanya, mengapa ia
menuduhkan padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba
wanita itu menangis dan meminta ampun kepada Musa. Ia memberitahu Musa
bahwa Qarun memberinya uang sebagai imbalan atas fitnah yang
ditebarkannya terhadap
Musa. Mendengar itu, Musa mendoakan
buruk buat Qarun. Kemudian Allah SWT berkehendak
untuk mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang menjelaskan kepada
manusia bahwa Dia Maha kuasa,
Maha kuat, dan Maha Perkasa, dan bahwa
harta hanya sebagian ujian dan fitnah,
bukan sebagai suatu keutamaan yang dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat yang Allah SWT turunkan adalah
membinasakan Qarun dan menenggelamkan rumahnya dan hartanya. Qarun
keluar untuk menemui
kaumnya dengan menampakkan pesona dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah
kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi. Kami tidak mengetahui apakah
itu gempa yang pertama kali terjadi
atau itu adalah gempa yang Allah SWT perintahkan kepada bumi untuk
terjadi. Yang kita ketahui adalah bahwa bumi terbelah dan ia menelan
Qarun. Bumi
menenggelamkan istana-istana Qarun,
hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua kekayaannya serta
orang
dekatnya.
Sebagian dongeng mengatakan bahwa itu terjadi
di Fuyum, dan danau Qarun adalah yang dikenal orang-orang Mesir dengan
nama ini. Ia adalah tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan
tempat menyimpan hartanya. Alhasil, Al-Qur'an al-Karim tidak
menentukan tempat datangnya azab ini dan tidak juga menyebut kapan itu
terjadi. Al-Qur'an hanya menceritakan apa yang terjadi. Tentu penentuan tempat
dan waktu bukan sesuatu yang penting tetapi yang penting adalah
pelajaran yang terjadi itu.
Allah SWT berfirman
dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka,
dan
Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang
kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.
(Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu
bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang terlalu membanggakan diri.'
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kabahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan kebahagiaanmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata:
'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.'
Dan apakah ia tidak
mengetahui, bahwasannya Allah sungguh
telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan
lebih
banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada orang-orang
yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam
kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:
'Moga-moga kiranya kita mempunyai
seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu:
'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan
tidak diperoleh pahala itu, kecuali orang-orang yang sabar.' Maka Kami
benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya
suatu golongan pun yang
menolongnya terhadap azab Allah, dan
tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan
jadilah
orang-orang yang kemarin mencita-citakan
kedudukan Qarun itu, berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki
bagi siapa yang Dia
kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan
menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita
benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak
beruntung
orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah).' Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak
ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik)
itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS.
al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak membicarakan ilmu
ini yang Qarun mengklaim bahwa ia diberi ilmu itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa itu adalah ilmu
kimia yang dengannya Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas. Sebagain lagi
mereka mengatakan bahwa Qarun mengetahui
ismullah
al-A'zham (nama Allah
yang agung) lalu ia menggunakannya untuk mengubah bahan-bahan itu
menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari
kalangan orang-orang dahulu membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak mengetahui
ismullah
al-A'zham. Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga tidak percaya
bahwa Qarun dapat membuat racikan kimia.
Kami kira,
ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk menjelaskan
sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah seorang
yang lalim di mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan
boleh jadi ia memanfaatkan persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas dari
Fir'aun. Dan karena persahabatan itu, ia
berani menentang Musa. Qarun melakukan kejahatan di sana-sini dan karenanya ia
mengatakan bahwa harta yang
diperolehnya adalah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya. Qarun telah membuat kebohongan dan
kelaliman dan ia mendapatkan kekayaan dengan cara-cara yang tidak sehat.
Penyimpangan
dari keimanan kepada Allah SWT meskipun seujung rambut pada akhirnya menyeret
manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti
kebenaran sehingga pada gilirannya sesuatu
yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu yang realis-tis dan tidak
perlu lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun menda-patkan siksa sehingga
orang-orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa
merasakan kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir
dan anak-anak Israil menyaksikan mukjizat
ini.
Akhirnya,
pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya.
Fir'aun meyakini bahwa Musa sangat mengancam kekuasaannya. Musa—sebagaimana
nabi-nabi yang lain—membawa ajarannya dengan penuh kelembutan tetapi
ketika ia berhadapan dengan
puncak kejahatan dan sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan-segan untuk
menghancurkannya. Nabi Musa menantang sumber
kejahatan di zamannya, yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide
untuk membunuh Musa. Fir'aun mengira bahwa
membunuh Musa adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata
Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku membunuh Musa dan
hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya
aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan
kerusakan di muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita perhatikan bahwa
Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang menuju kebenaran; Fir'aun
berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia berusaha menyesatkan manusia
dengan mengatakan
bahwa justru Musa yang ingin menyesatkan mereka;
ia mengusulkan kepada para menterinya dan para pembesarnya untuk
membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak membunuh
Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia hanya sekadar melontarkan pikiran untuk membunuhnya di depan
mereka dan yang melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana.
Kami kira Haman sangat berperan dalam
pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok orang-orang munafik yang
mendukung ide Fir'aun ini.
Ide tersebut hampir segera
dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga Fir'aun. Ia adalah
seorang
lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang. Al-Qur'an tidak
menyebutkan namanya karena namanya tidak begitu penting dan begitu juga
ia
tidak menyebutkan sifatnya karena sifatnya
tidak begitu penting. Al-Qur'an hanya
menceritakan keadaan lelaki ini yang menyembunyikan keimanannya. Ia
berbicara
di tengah-tengah perkumpulan yang di
situ disampaikan ide untuk membunuh Musa. Kemudian ia menghentikan ide
gila itu dan berusaha meruntuhkan
ide itu. Ia berkata bahwa Musa hanya
mengatakan bahwa Allah SWT adalah Tuhannya,
lalu untuk mendukung pernyataannya itu ia membekali dirinya dengan
bukti-bukti yang jelas yang
menunjukkan bahwa ia benar-benar
seorang rasul. Kemudian ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan
ketiga: pertama bahwa Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang
yang benar. Jika
ia seorang pembohong maka
kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan ia tidak
melakukan sesuatu yang karenanya ia harus dibunuh. Namun jika ia benar
lalu kita membunuhnya
maka gerangan apa yang akan menjamin kita dari keselamatan terhadap azab
yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang
menyembunyikan keimanannya itu
berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya hari ini kita berada di
tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh Qarun di mana ia
memiliki kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah
apa yang terjadi padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari
azab Allah SWT ketika datang? Siapakah yang dapat menolong kita dari
siksaan-Nya jika menimpa
kita? Tindakan melampaui batas kita dan usaha kita untuk membohongkan
kebenaran telah membuat kita rugi."
Perkataan lelaki
mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah seseorang yang
tidak begitu menampakkan loyalitasnya kepada Fir'aun. Ia bukan dari
kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan motifasi untuk
mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada sesuatu yang
dapat menjatuhkan
kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan yang melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.
Dari sinilah
kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup
mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya.
Meskipun ide Fir'aun untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki
mukmin itu, namun Fir'aun mengatakan kata-kata bersejarahnya
yang kemudian menjadi contoh dari sikap orangorang yang lalim:
"Fir'aun
berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik;
dan aku tiada menunjukkan kepadamu selainjalan yang
benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah
pernyataan para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi
masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali
sesuai dengan apa yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia merupakan
pendapat yang membimbing kalian menuju jalan
petunjuk, sedangkan pendapat lainnya salah.
Oleh karena itu, kita harus tetap melawannya dan membinasakannya. Allah SWT menceritakan sikap
demikian ini dalam surah Ghafir:
"Dan seorang
laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang
menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh seorang
laki-laki karena dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia
telah
datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan
dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang
menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar niscaya
sebagian
(bencana) yang diancamhannya kepadamu akan
menimpamu.' Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
melampaui batas lagi pendusta. (Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmulah
kerajaan pada hari ini
dengan berkuasa di muka bumi.
Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa
kita!'
Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan
kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada
menunjukkan kepadamu selain jalan yang
benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan tersebut
tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan kata-katanya tetapi
seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan orang yang
beriman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan
ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan yang
bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang
yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat
kelaliman
terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan
siksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari)
berpaling ke
belakang, tidak ada bagimu seorang pun yang menyelamatkan dirimu dari
(azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya
seorang pun yang
akan mernberi petunjuk. Dan sesungguhnya
telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa heterangan-keterangan, tetapi
kamu senantiasa dalam keraguan ten-tang apa yang dibawanya kepadamu,
hingga ketika
dia meninggal, kamu berkata: 'Allah tidak akan mengirimkan seorang
(rasul pun) sesudahnya. Demikianlah Allah menyesathan
orang-orang yang melampaui batas dan
ragu-ragu. (Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa
alasan
yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi
Allah dan
di sisi orang-orang yang beriman.
Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang." (QS.
al-Mu'min: 30-35)
Kita
perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbedaan dengan
pembicaraan
sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada pembicaraan
akhirnya
tentang bukti-bukti sejarah.
Ia menyampaikan kepada Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang
cukup untuk menunjukkan kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka agar
jangan sampai
mengganggu Musa. Sebelum masa
mereka, terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul yang dikirim oleh
Allah SWT, lalu Allah SWT menghancurkan mereka. Mereka adalah kaum Nuh,
kaum 'Ad, dan
kaum Tsamud. Zaman mereka tidak
terlalu jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah Mesir
menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf datang dengan
membawa
bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang merugikan dakwahnya
lalu
mereka beriman padanya setelah keselamatan hampir saja tercabut dari
mereka. Lalu
apa keanehan di balik pengutusan para rasul dari Allah SWT? Sejarah masa
lalu
harus menjadi bahan renungan. Bukankah kelompok minoritas orang-orang
mukmin memperoleh kemenangan ketika mereka benar-benar beriman atas
kelompok mayoritas yang kafir?
Bukankah Allah SWT telah menghancurkan orang-
orang kafir? Allah SWT menenggelamkan mereka dengan topan dan Allah SWT
menghancurkan mereka dengan kilat atau Allah
SWT menenggelamkan mereka dalam bumi. Apa yang kita tunggu sekarang dan
dari mana kita tahu bahwa
usaha kita membela Fir'aun mati-matian
akan membawa keuntungan bagi kita semua?
Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual
itu mengandung beberapa peringatan yang
mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin bahwa ide
membunuh Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata lain, itu adalah ide
yang yang tidak menjamin keselamatan
mereka. Oleh karena itu, ide tersebut hendaklah
ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha untuk menunjukkan kepada
mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa.
Ia yang semula menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa yang terang dan gamblang.
Ia telah berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang
beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barangsiapa mengerjakan
perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan
kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki
maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan
masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min:
38-40)
Akhirnya,
keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai seorang mukmin yang tidak
lagi menyembunyikan keimanannya. Pada akhir pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai kaumku,
bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi kamu
menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir
kepada Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku
ketahui padahal aku menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun? Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku (beriman)
kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik di dunia maupun di
akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya orang-orang yang
melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak kamu akan
mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan
urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat
akan hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki mukmin itu
mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini. Kami kira, Allah SWT
telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun agar Fir'aun
melupakan Musa. Konteks Al-Qur'an menyingkap bahwa lelaki ini merupakan
salah seorang intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan mampu menganalis
serta memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu peristiwa dengan
peristiwa yang lain sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan
akhir dari suatu peristiwa.
Orang yang beriman itu
mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran. Fir'aun tersibukkan
dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa untuk memikirkan
Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari
keluarga Fir'aun. Ia adalah kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat
negaranya. Keimananannya terhadap kebenaran menjadikan istana Fir'aun
terbagi
menjadi dua kubu: kubu pro Musa dan kubu anti Musa. Ini berarti
kemenangan yang besar bagi Musa. Karena
itu, membunuh lelaki mukmin itu akan mengganggu
atau menggoyangkan keberadaan cendikiawan Mesir di mana ia adalah salah
seorang dari mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi problem
yang rasa-rasanya sulit atau mustahil untuk terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin
itu tidak akan memberikan dampak yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak rnemberikan dampak
yang baik. Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk
menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah SWT diturunkan:
"Maka
Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun
beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min:
45)
Untuk beberapa saat,
Fir'aun disibukkan dengan problem baru ini, tetapi Fir'aun adalah
Fir'aun. Ia
tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap menyiksa Bani Israil,
menghina mereka dan
menodai kehormatan wanita-wanita serta membunuh anak-anak. Akhirnya,
tibalah waktunya bagi Allah SWT untuk
bersikap keras kepada keluarga
Fir'aun. Allah SWT menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti
mereka
dengan azab sehingga mereka mengurungkan
niat untuk menghancurkan Musa dan laki-laki mukmin itu, dan sebagai
pembuktian
atas kebenaran kenabian Musa. Allah
SWT menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang
Mesir di mana bumi tampak
kering kerontang dan sungai Nil pun
mengering hingga buah-buahan jarang sekali ditemukan dan harga semakin
mencekik leher. Akibatnya, kelaparan melanda di sana-sini. Dalam keadaan
demikian,
orang-orang Mesir menganggap bahwa
kehidupan mereka terancam. Adalah hal yang
maklum bahwa siksa yang seperti ini akan selalu menimpa manusia ketika
mereka berpaling dari keimanan dan takwa.
Allah SWT
berfirman:
"Jikalau
sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum yang lama diberlakukan atas
penduduk Mesir karena dua sebab: pertama,
sikap dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun kepada
para
tukang sihir, kedua, sikap dingin
mereka terhadap kelaliman penguasa mereka. Aneh sekali ketika kaum
Fir'aun mengembalikan masa paceklik ini dan musibah kelaparan ini pada
suatu sebab yang sangat mengherankan. Mereka mengatakan bahwa apa yang
menimpa mereka
karena kesialan yang dibawa oleh
Musa. Kelaparan yang melanda mereka, kefakiran,
dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat ini adalah
disebabkan oleh
adanya Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian kefakiran mereka semakin
meningkat dan mereka semakin menjauh dari kebenaran. Mereka meyakini
bahwa
sihir Musa adalah yang bertanggung jawab
terhadap apa yang menimpa mereka pada
musim paceklik ini. Mereka mengira dengan kebo dohan mereka bahwa
kekeringan yang melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan
yang digunakan
oleh Musa untuk menyihir mereka.
Namun perlu diperhatikan bahwa pemikiran demikian tidak mewakili
pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi pemikiran ini datang dan
dihembuskan oleh
kelompok-kelompok yang berkuasa.
Akhirnya, Allah SWT menurunkan azab yang lebih keras kepada mereka.
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan,
supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila datang
kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah karena
(usaha) kami.' Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab
kesialan itu
kepada Musa dan orang-orang yang
besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah
ketetapan dari Allah, akan tetapi
kebanyakan nereka tidak mengetahuinya.
Mereka berkata: 'Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami
untuk menyihir kami dengan keterangan itu
maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka Kami kirimkan
kepada
mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas,
tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang
berdosa. (QS. al-A'raf:
130-133)
Allah SWT
mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka kembali
kepada Allah SWT dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan
mereka pergi bersama Musa. Allah SWT mengirim topan kepada
mereka. Setelah masa paceklik, datanglah tahun yang penuh dengan air
sehingga bumi pun tenggelam dengan air sehingga mereka tidak dapat bercocok
tanam. Setelah mereka disiksa dengan sedikitnya air maka kali ini mereka
mendapatkan limpahan
air yang luar biasa. Mereka segera datang kepada Nabi Musa sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang
telah diterangkan itu) mereka pun berkata:
'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan (perantaraan)
kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu
dapat menghilangkan
azab itu dari kami, pasti kami akan
beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani
Israil pergi bersamamu.'" (QS. al-A'raf: 134)
Kemudian Nabi Musa
berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari mereka. Air yang memancar
dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali mengambil air yang cukup
sehingga layak untuk dibuat bercocok tanam. Nabi Musa meminta kepada mereka untuk
mewujudkan janji mereka, yaitu melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi
mereka tidak memenuhinya. Kemudian datanglah tanda kebesaran yang
lain yaitu dalam bentuk turunnya belalang. Allah SWT mengirim
sekawanan belalang yang memenuhi tanaman dan buah-buahan. Ketika
belalang-belalang itu terbang maka tanaman-tanaman mereka dan buah-buahan
mereka tersembunyi dari pandangan karena saking banyaknya belalang-belalang
itu. Belalang itu memakan makanan orang-orang Mesir.
Melihat
keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya
agar berdoa kepada Tuhannya agar menyingkirkan siksaan ini dari mereka dan mereka
berjanji untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi
berdoa kepada Tuhannya sehingga Allah SWT menyingkirkan azab itu dari
mereka. Dan belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat menanami
kembali bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka untuk
melepaskan Bani Israil namun mereka menunda-nundannya sehingga Nabi Musa
mengetahui bahwa sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi janji
mereka.
Kemudian datanglah siksaan Allah SWT yang
lain, yaitu dikirim-Nya berbagai macam hama. Tersebarlah hama yang membawa penyakit.
Lagi-lagi mereka datang kepada Nabi Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi
Musa pun berdoa kepada Allah SWT. Kali ini mereka pun tetap mengingkari janji
mereka. Lalu datanglah siksaan Allah SWT yang lain dalam bentuk dikirim-Nya
katak di mana bumi dipenuhi dengan katak. Katak itu melompat-lompat ke sana-sini
dan memenuhi makanan orang-orang Mesir serta berada di rumah mereka sehingga
mereka sangat terganggu dengan kehadiran katak-katak liar itu. Lagi-lagi mereka
menemui Nabi Musa dan kembali mengulangi janji mereka dan meminta padanya agar
ia berdoa kepada Tuhannya agar Allah SWT menyingkirkan azab dari mereka.
Tetapi mereka pun tetap mengingkari janji mereka.
Selanjutnya, Allah SWT menurunkan azab yang
lain yaitu darah di mana sungai Nil berubah menjadi darah sehingga tidak
seorang pun dapat meminumnya. Kita ketahui bahwa mukjizat-mukjizat pertama
berupa sesuatu yang biasa terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau
bertambahnya air tersebut atau serangan belalang atau hama dan
katak, semua ini adalah bukan hal baru bagi orang-orang Mesir.
Yang baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat tiba-tiba dan
sangat mencekam. Sedangkan mukjizat atau azab yang lain adalah azab yang tidak
biasa terjadi di daerah Mesir, yaitu azab yang belum pernah terjadi
sebelumnya di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu menjadi darah hanya
terjadi di kalangan orang-orang Mesir sedangkan Musa dan kaumnya dapat meminum
airnya
seperti biasanya. Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan
air maka ia akan mendapati bahwa gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa
tersebut, orang-orang Mesir terguncang sebagaimana istana Fir'aun juga
terguncang melihat siksa yang mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi mereka
menuju ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan
mereka berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil.
Nabi Musa pun berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu
disingkirkan dari orang-orang Mesir. Meski demikian. istana Fir'aun tidak
mengizinkan Musa untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka. Lalu
bagaimana sikap Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangannya
dan kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahwa
dia tuhan. Bukankah—kata Fir'aun—dia memiliki kerajaan Mesir dan
sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun memberitahu bahwa
Musa adalah tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir
yang tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan satu gelang emas.
Allah SWT berfirman:
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami
kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Maka Musa
berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru sekalian
alam. Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya. Dan
tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali mukjizat itu
lebih besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami timpakan kepada
mereka azab supaya mereka kembali (kejalan yang benar). Dan
mereka berkata: 'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk
(melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya
kepadamu; sesungguhnya hami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan
nienjadi orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami
menghilangkan azdb itu dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri
(janjinya). Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku,
bukankah herajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini
mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku
lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat
dijelaskan (perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya
gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk
mengiringkannya.' Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan
(perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum
yang fasik." (QS. az-Zukhruf: 46-54)
Perhatikanlah ungkapkan Al-Qur'an:
Maka
Fir'aun mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka
patuh kepadanya. Fir'aun memenjara akal mereka, membelenggu kebebasan
mereka, dan menutup masa depan mereka yang cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan
mereka sehingga mereka menaatinya. Bukankah ketaatan ini aneh?
Namun keanehan ini hilang ketika kita mengetahui bahwa mereka
adalah orang-orang yang fasik. Kefasikan menja-dikan seseorang tidak
peduli dengan masa depannya dan kepentingannya serta urusannya. Pada
akhirnya, ia akan mendapati kehancuran. Demikianlah yang terjadi pada
kaum Fir'aun.
Allah SWT
berfirman:
"Maka tatkala
mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereha lalu Kami
tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka
sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian." (QS.
az-Zukhruf: 55-56)
Tampak jelas bahwa
Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak menghentikan usaha
untuk menyiksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan kaumnya. Maka
melihat
kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa buruk untuk Fir'aun:
"Musa berkata:
'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir'aun dan
pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan dalam
kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia)
darijalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan
kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka
melihat siksaan yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu
berdua padajalan yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti
jalan orang-orang yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus:
88-89)
Kemudian datanglah
izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan disertai oleh kaumnya
yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh. Tidak semua kaumnya beriman
kepadanya. Allah SWT berfirman:
"Maka tidak ada
yang beriman kepada Musa, melaikan pemuda-pemuda dari kaumnya
(Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir'aun dan pemuka-pemuka
kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu
sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk
orang-orangyang melampaui batas." (QS. Yunus: 83)
Selesailah urusan.
Allah SWT telah menetapkan untuk membuat suatu keputusan hukum terhadap
Fir'aun. Allah SWT memerintahkan kepada Musa untuk keluar dan mengizinkan Bani
Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap untuk keluar dan pergi bersama Musa.
Mereka membawa perhiasan-perhiasan mereka lalu datanglah malam
kepada mereka. Nabi Musa berjalan bersama mereka dan
menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara itu,
utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita
kepada Fir'aun bahwa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun
mengeluarkan perintahnya di segenap penjuru kota agar pasukan
yang besar berkumpul. Fir'aun menyampaikan alasan yang aneh di
balik pengumpulan tentara itu sebagaimana disampaikan oleh Al-Qur'an:
"Dan
sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita.
" (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun telah naik
pitam melihat aksi Musa. "Secara pribadi aku telah marah padanya.
Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka sungguh banyak.
Kalau demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar seorang
penjahat kelas kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di balik
kata-kata besarnya. Misalnya, secara diplomatis ia dapat mengatakan bahwa keamanan
kerajaan terancam atau sistem ekonomi akan hancur jika para pekerja ini yang
digaji dengan sangat murah ini akan keluar. Fir'aun tidak
mengatakan semua itu tetapi ia hanya menyatakan bahwa ia sedang
emosi. Nabi Musa membuatnya naik pitam dan ini sudah cukup untuk
mengeluarkan perintah agar para tentara dikumpulkan. Manusia membenarkan
tindakan Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya. Tiada seorang pun
yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan sebab sepele di
balik pengumpulan tentara itu.
Akhirnya, bergeraklah tentara Fir'aun dengan
membawa persenjataan yang lengkap dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun
duduk di atas kendaraan perangnya dan mengawasi tentara di sekitamya sambil
tersenyum. Barangkali ia membayangkan, jika sejak semula ia
melakukan itu maka gerak-gerik Musa akan dapat dipatahkannya dan ia
dapat membunuhnya. Alhasil, ia sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa
dan membunuhnya dan menyelesaikan masalah seluruhnya.
Nabi Musa berdiri di
depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahwa debu yang ditebarkan oleh
tentara Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak panji-panji
tentara. Melihat hal itu, kaum
Nabi Musa merasakan ketakutan. Mereka menghadapi
situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka ada laut sementara
di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak
memiliki kesempatan sedikit pun untuk
berperang dengan pasukan Fir'aun karena mereka hanya terdiri dari
wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang-orang lelaki yang tidak
bersenjata. Fir'aun
akan menyembelih mereka semuanya.
Tiba-tiba
terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul kita
dan menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan mereka
sambil berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan
Dia pun akan membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana
perasaan Nabi Musa saat itu atau apa yang dipikirkannya. Yang jelas, ia tidak
mendapat kepercayaan seperti ini kecuali
setelah Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia memukulkan tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan
tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah
bahwa kehendak Allah SWT pasti terlaksana meskipun harus bertentangan
dengan
logika manusia. Allah SWT ingin menunjukkan mukjizat, kemudian Allah SWT
mewahyukan kepada Musa
untuk memukulkan tongkatnya kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap
lautan hanya sekadar sebab yang kemudian diikuti dengan terbelahnya
lautan. Belum sampai
Nabi Musa mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi
lalu
Nabi Musa memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah
menjadi dua bagian: satu bagian menjadi kering
kerontang di mana di sebelah kanannya terdapat ombak dan di sebelah
kirinya juga terdapat ombak. Nabi Musa bersama
kaumnya berjalan sehingga mereka dapat
melewati lautan. Ini adalah mukjizat yang sangat besar. Ombak
bergelombang: meninggi dan menurun sehingga tampak ada tangan
tersembunyi yang mencegahnya
agar jangan sampai menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya
sekalipun.
Demikianlah
Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu,
Fir'aun sampai ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan
terdapat jalan keringyang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu merasakan
ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangannya tetap
menyalakan api peperangan sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju. Ketika
Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin memukulkan
dengan tongkatnya sehingga kembali sebagaimana mestinya, tetapi
Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia membiarkan lautan seperti
semula. Seandainya ia memukulkan tong-katnya kepada lautan dan laut itu kembali seperti semula
niscaya Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun
pun akan selamat, sedangkan Allah SWT
telah berkehendak untuk menenggelamkan Fir'aun. Oleh karena itu, Musa
diperintahkan untuk membiarkan lautan seperti
semula. Allah SWT mewahyukan kepadanya:
"Dan
biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang
akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun
bersama tentaranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati separuhnya
dan ia akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah SWT
memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak
sehingga ombak itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya beserta tentaranya.
Fir'aun dan tentaranva tenggelam. Pembangkangan telah tenggelam sedangkan
keimanan kepada Allah SWT telah selamat.
Ketika tenggelam,
Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sadar dan tabir telah terkuak di
depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah menyadari
bahwa Musa adalah seorang
yang benar dan ia telah menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan berusaha memeranginya. Fir'aun berusaha menunjukkan
keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun
itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya bahwa tidak
ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan
saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah).'" (QS. Yunus: 90)
Taubat Fir'aun tidak berguna dan tidak
diterima; taubat yang justru disampaikan ketika ia menyaksikan azab dan akan
memasuki pintu kematian. Jibril berkata kepadanya:
"Apakah sekarang
(baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka
sejak dahulu, dan hamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan."
(QS. Yunus: 91)
Yakni, tidak ada
taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu dan engkau telah
binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan bagimu. Yang selamat
hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh ombak ke tepi sehingga
tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah SWT bagi orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka pada hari
ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi peringatan
bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS. Yunus:
92)
Apa yang
terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjadi sebagai
pelajaran bagi hamba-hamba Allah SWT.
Allah SWT
berfirman:
"Maka
tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman hepada Allah
saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami
persekutukan dengan Allah.'" (QS. al-Mu'min: 84)
Allah SWT
menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami
wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari dengan
membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu
sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang
yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata):
'Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil
kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan
amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan yang selalu
berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan Fir'aun dari kaumnya dari
taman-taman dan mata air, dan (dari) perbendaharaan dan
kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami anugerahkan
semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala tentaranya
dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah
kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa:
'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab:
'Sekali-kali kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak
Dia akan memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami
dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan
orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan
golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukji-zat) dan
tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang."
(QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan kelaliman
Fir'aun. Ombak lautan menggiring tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi
mana yang dimaksud, yang menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya
sebagai tuhan; seseorang yang tidak ada seorang pun yang berani menentangnya.
Diduga kuat bahwa ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orang-orang Mesir
melihatnya dan mengetahui bahwa tuhan mereka yang mereka sembah, yang
mereka taati adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian
dari lehernya.
Setelah itu,
orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna. Al-Qur'an
al-Karim tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat
setelah jatuhnya rezim Fir'aun dan setelah tentaranya tenggelam;
Al-Qur'an tidak menceritakan kepada kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah
SWT menghancurkan apa yang diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang
mereka bangun; Al-Qur'an tidak menyinggung semua itu; Al-Qur'an justru memfokuskan
keadaan Musa dan Harun dan bagaimana peristiwa yang dialami Bani Israil bersama
kedua nabi itu.
Fir'aun Mesir telah
mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan Bani Israil. Meskipun
ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada jiwa
orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk
menghilangkan pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun
tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah
menanamkan pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan kita ketahui dari
ayat-ayat Al-Qur'an. Fir'aun telah membiasakan mereka untuk
mendapatkan kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa mereka dari
dalam. Fir'aun telah merusak suasana rohani mereka yang bersih. Fir'aun telah merusak
fitrah mereka sehingga mereka menyiksa Musa dan menyakiti Musa dengan
sikap penentangan dan kebodohan.
Mukjizat pembelahan lautan masih segar di
pikiran mereka. Pasir-pasir laut yang basah masih membekas dan masih
terdapat dalam sandal-sandal Bani Israil ketika mereka lewat di depan kaum yang menyembah
berhala. Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman
terhadap akal, dan mereka memuji kepada Allah SWT karena mereka
mendapatkan petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru
menoleh kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi mereka
yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka merasa cemburu
ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka pun
menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari
syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa
mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah SWT
berfirman:
"Dan Kami
seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka,
Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan
(berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa
menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat
Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan
dihancurhan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu
mereka kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu
yang selain daripada
Allah, padahal Dialah yang telah
melebihkan kamu atas segala umat. Dan (ingatlah
hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir'aun) dan
kaumnya, yang mengazab kamu dengan
azab yang sangat jahat, yaitu mereka merribunuh anak-anak lelakimu dan
mem-biarhan hidup wanita-wanitamu. Dan pada
yang demikian itu cobaan yang besar
dari Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa
berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya
terdapat pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan
di dalamnya terdapat makanan dan air. Kemudian rahmat Allah SWT turun kepada
mereka di mana mereka mendapatkan
al-Manna dan
Salwa dan
mereka dinaungi oleh awan.
Al-Manna adalah makanan yang rasanya
mendekati manis dan ia
dihasilkan oleh sebagian pohon-pohon yang berbuah di mana angin membawa
kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun pohon. Allah SWT juga
mengirim kepada mereka
as-Salwa, yaitu salah satu
burung yang bernama
as-Saman.
Ketika
mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setetes
air pun maka Nabi Musa
memukulkan dengan tongkatnya kepada batu
sehingga batu itu memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi
menjadi dua belas cucu maka Allah SWT
mengirim air tersebut kepada setiap kelompok. Meskipun mereka
mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang
sedemikian rupa, tetapi lagi-lagi
jiwa mereka yang sakit tidak dapat menyadarkan mereka untuk mensyukuri
nikmat-nikmat ini. Mereka justru mendebat
Nabi Musa dan mengatakan bahwa mereka bosan dengan makanan ini dan
mereka ingin memiliki bawang merah dan bawang putih serta
kacang-kacangan. Semua
makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani Israil meminta kepada
Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah SWT
dan mengeluarkan dari bumi makanan-makanan ini. Nabi Musa melihat bahwa
mereka menganiaya diri mereka sendiri, dan Nabi Musa
menyadari betapa mereka merindukan
kehinaan mereka saat mereka bersama Fir'aun.
Mereka berani menolak makanan-makanan yang baik dan makanan-makanan yang
mulia, dan sebagai gantinya,
mereka malah menginginkan
makanan-makanan yang rendah mutunya. Allah
SWT berfirman:
"Dan ingatlah
ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan
satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami
kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang
ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang
putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu
mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?
Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa
yang kamu minta.' Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu
(terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikianlah itu
(tetjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan rrwlampaui batas.
" (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi Musa berjalan
bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa memerintahkan kaumnya untuk
memasukinya dan memerangi siapa pun yang ada di dalamnya serta berusaha
menguasai tempat itu.
Demikianlah telah datang ujian terakhir kepada mereka setelah mereka
menyaksikan mukjizat dan ayat-ayat Allah SWT serta hal-hal yang luar
biasa. Telah datang saat ujian kepada mereka untuk berperang—karena
mereka sebagai orang-orang mukmin— melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi
Musa menolak untuk memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyadarkan mereka
dengan menceritakan bagaimana nikmat Allah SWT yang turun kepada
mereka; bagaimana Allah SWT menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan
menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana
mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh
seseorang pun di dalam dunia.
Kaum Nabi Musa takut kepada peperangan dan
beralasan bahwa di dalamnya terdapat kaum yang perkasa dan mereka tidak
akan masuk ke tanah suci sehingga orang-orang yang kuat itu keluar darinya.
Kitab-kitab kuno mengatakan bahwa mereka keluar dalam jumlah enam ratus
ribu. Nabi Musa tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara
mereka yang siap melakukan peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini
berusaha untuk menyadarkan kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan
berperang. Mereka berdua berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian
memasuki pintu darinya maka kalian akan mendapatkan kemenangan."
Tetapi Bani Israil menampakkan ketakutan dan tubuh mereka tampak gemetar.
Pada kali yang
lain—sesuai dengan tabiat mereka—mereka merindukan menyembah berhala ketika
melihat ada kaum yang menyembah berhala. Mereka telah rusak dan mereka telah
kalah dari dalam diri mereka; mereka telah biasa mendapatkan kehinaan sehingga
mereka tidak mampu berperang. Yang tersisa hanyalah, mereka mampu untuk
bersikap tidak sopan pada Nabi Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum
Nabi Musa berkata kepadanya dalam kalimat yang terkenal:
"Pergilah
kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya
kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka
mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa
rasa malu. Nabi Musa mengetahui bahwa kaumnya sangat jauh dari kebaikan.
Fir'aun telah mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di
mana untuk mengobatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali
kepada Tuhannya dan memberitahu-Nya bahwa ia tidak memiliki sesuatu
pun kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar
Allah SWT memisahkan antara dirinya dan mereka. Allah SWT menurunkan
keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rusak fitrahnya. Yaitu keputusan
yang berupa: mereka disesatkan selama empat puluh tahun sehingga
generasi ini mati atau mereka mencapai usia senja dan kemudian akan lahir
generasi yang baru; generasi yang belum rusak jiwanya dan mereka akan
dapat berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah SWT
berfirman:
"Dan (ingatlah)
ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allak
atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya
kamu
orang-orang merdeka, dan diberikannya
kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di
antara umat-umat yang lain.' Hai kaumku,
masuklah ke tanah suci (Palestina)
yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang
(karena
takut kepada musuh) maka kamu menjadi
orang-orang yang rnerugi. Mereka berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di
dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami
sekali-kali tidak
akan memasukinya sebelum mereka keluar
darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti
kami akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orangyang
takut (kepada Allah) yangAllah
telah memberi nikmat atas keduanya:
'Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu
memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah
kamu
bertawakal, jika kamu benar-benar
orang yang beriman.' Mereka berkata: 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak
memasukinya selama-lamanya selagi mereka ada di
dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah
kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk
menanti di sini saja.' Berkata Musa:
'Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku.
Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu.
'Allah
berfirman: '(Jika demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan
atas mereka selama empat puluh tahun,
(selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang
Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orang-orang yang
fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah
hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup. Mereka
memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil,
mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore.
Mereka memasuki daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke
tempat yang beliau bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan
kalimat-kalimat Allah SWT. Bani Israil turun dari
at-Thur, dan Nabi Musa
mendaki gunung sendirian. Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog
dengannya. Sebelum Nabi Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan
saudaranya, Harun, sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya
sebagai wakilnya yang bertanggung jawab untuk mengurus kaumnya. Dan Musa
pun pergi menuju Tuhannya.
Allah SWT
berfirman:
"Dan telah Kami
jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga
puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang telah
ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu
Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah
kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat
kerusakan.'" (QS. al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu
mengatakan bahwa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh hari sepanjang malam dan
siang tanpa mencicipi makanan sedikit pun kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk
berdialog kepada Tuhannya sementara mulutnya dalam keadaan seperti mulut
orang yang berpuasa. Lalu beliau memakan sedikit dari tanaman bumi dan
beliau mengunyahnya. Tuhannya berkata kepadanya: "Mengapa engkau
berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku, aku tidak ingin berbicara denganmu
kecuali mulutku dalam keadaan baik baunya." Allah SWT menjawab:
"Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa bahwa mulut orang yang
berpuasa di sisi-Ku lebih baik daripada bau misik. Kembalilah engkau berpuasa selama
sepuluh hari kemudian datanglah kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan
perintah-Nya.
Kami tidak
mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama empat
puluh malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui bahwa Allah SWT menambah
sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlah kepadanya
sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada AJlah SWT dan tidak
menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah SWT.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari
ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5. Menyadari bahwa Allah SWT yang dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah
memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan
engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu atau istrinya
atau budaknya atau sapinya atau keledainya.
Para ulama salaf mengatakan bahwa kandungan
sepuluh wasiat ini telah terdapat dalam dua ayat dalam
Al-Qur'an, yaitu
dalam firman-Nya:
"Katakanlah:
'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu:
Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi
rezeki kepadamu
dan kepada mereka; dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar.' Demikian itu yang diperintahkan oleh
Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahaminya. Dan janganlah kamu
mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,
hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakan takaran dan timbangan dengan
adil. Kami
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya.
Dan
apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia
adalah
kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am:
151-152)
Allah SWT
menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia pergi
untuk menemui janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat
puluh malam bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika Allah SWT
berdialog dengannya, maka Musa merasakan cinta yang semakin bergelora kepada
Tuhannya. Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada di hati Musa ketika ia
meminta kepada Tuhannya agar dapat melihatnya. Seringkali cinta yang ada di
dalam manusia mendorong dirinya untuk meminta sesuatu yang mustahil. Lalu
bagaimana bayangan Anda terhadap cinta yang berhubungan dengan cinta
kepada Allah SWT. Ia adalah hakikat cinta. Kedalaman perasaan Nabi Musa
kepada Tuhannya dan kecintaannya kepada sang Pencipta, semua ini mendorongnya
untuk meminta kepada Allah SWT agar dapat melihatnya.
Aliah SWT
berfirman:
"Dan tatkala
Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah
Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: 'Ya Tuhanhu, tampakkanlah (diri Engkau)
kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 143)
Demikianlah
dorongan cinta dari para pecinta sejati. Musa bertanya dan meminta
kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah SWT menjawabnya:
"Tuhan
berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf:
143)
Seandainya
Allah SWT hanya mengatakan demikian maka ini pun sebagai bentuk
keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan cinta Ilahi dari Musa.
Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta. Demikianlah Nabi Musa
mendapatkan rahmat dari Tuhannya. Allah SWT memberitahunya bahwa ia tidak akan
mampu melihat-Nya karena tak satu pun dari makhluk yang tidak dapat
"menangkap cahaya" dari Allah SWT. Allah SWT memerintahkannya agar
melihat gunung, dan jika gunung itu masih menetap di tempatnya maka ia
akan dapat melihat Tuhannya.
Allah SWT
berfirman:
"Tetapi
lihatlah ke hukit itu, makajika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakaia)
niscaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada
gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. (QS.
al-A'raf: 143)
Tiada seorang pun
yang dapat "menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi Musa mengetahui
hakikat ini dan menyaksikan sendiri.
Ash'aq adalah
al-Maut (kematian)
atau
al-Ighma' (keadaan tidak sadarkan diri atau pingsan).
Kami tidak mengetahui bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia
kehilangan kehidupannya atau kesadarannya.
"Maka setelah Musa sadar kembali, dia
berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat
kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" (QS. al-A'raf: 143)
Para mufasir klasik
cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat-ayat ini. Misalnya, mereka
bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada Allah SWT agar dapat
melihat-Nya, padahal ia tahu bahwa itu adalah hal yang tidak mungkin atau
mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu dan saling adu argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat
yang lain dan Ahlusunah pun memiliki pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan
semuanya berkisar pada: bagaimana seorang
nabi tidak mengetahui—padahal ia adalah makhluk
Allah SWT yang paling dekat dengan-Nya— bahwa melihat Allah SWT adalah hal
yang sangat mustahil?
Kami kira bahwa sikap Nabi Musa tersebut
menggambarkan puncak cinta dan kedalaman
dari hatinya, yang ini merupakan gambaran
yang tinggi dari sejarah yang dilalui oleh Nabi Musa. Kita sekarang
berada di hadapan puncak cinta kepada
Allah SWT. Dan seorang pecinta tidak
menginginkan selain melihat "wajah" kekasihnya. Menurut logika akal
bahwa melihat Allah SWT adalah hal
yang mustahil, tetapi kapan cinta pernah peduli dengan logika itu. Nabi
Musa terdorong untuk mendapatkan
pengalaman baru yaitu suatu
pengalaman yang kayaknya ia sengaja melakukannya untuk mewakili kita
semua.
Nabi Musa nekat dan mendorong kita untuk
meminta. Ia lebih dahulu meraskan keadaan tidak sadarkan diri dan ia
telah membuktikan kepada kita dengan tubuhnya yang mulia dan rohnya yang
suci bahwa tak seorang pun dapat "menangkap" cahaya Allah SWT. Nabi
Musa dalam
keadaan tak sadarkan diri lalu ketika
bangun ia memuja-muja Allah SWT dan bertaubat serta meminta ampun
kepadaNya:
"Dia berkata:
'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'" (QS.
al-A'raf: 143)
Mengapa Nabi Musa bertaubat? Orang-orang
sufi berkata: Ia bertaubat dari dorongan
cinta yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal ia
menyadari itu adalah mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang didukung
oleh konteks ayat-ayat tersebut.
Perhatikanlah ayat-ayat (tanda-kebesaran) Allah SWT dan bagaimana Dia
mengingatkan Musa terhadap apa-apa yang
diterimanya dari berbagai macam nikmat. Allah SWT berkata kepada Musa:
"Hai Musa,
sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di
masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara
langsung dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku
berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang
yang bersyukur. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh
(Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami
berfirman): 'Berpeganglah kepadanya dengan
teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada
(perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'" (QS.
al-A'raf: 144-145)
Ahli tafsir
memperhatikan firman Allah SWT kepada Musa:
"Sesungguhnya Aku
memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk
membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian dilakukanlah
perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain. Dikatakan bahwa
pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di zamannya saja, dan
tidak
berlaku di zaman sebelumnya karena ada Nabi Ibrahim di zaman itu,
sedangkan
Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi
Musa. Begitu juga pemilihan ini tidak berlaku pada zaman setelahnya
karena ada Nabi Muhammad bin Abdilah saw dan ia lebih baik dari mereka
berdua.
Kami ingin
menghindari perdebatan ini, bukan karena kami percaya bahwa semua
nabi sama. Memang Allah SWT memberitahu kita bahwa Dia mengutamakan
sebagian
nabi atau sebagian yang lain dan mengangkat derajat sebagian mereka atau
sebagian yang
lain, tetapi pengutamaan ini adalah hal yang tidak boleh kita sentuh.
Hendaklah kita beriman kepada seluruh nabi dan
kita harus menunjukkan penghormatan
kita kepada mereka semua. Adalah bukan
hal yang sopan jika kita mencoba membanding-bandingkan di antara para
nabi. Yang utama adalah, hendaklah kita meyakini dan mengimani mereka
semua.
Akhirnya, selesailah perjumpaan Musa dengan
Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam keadaan marah
dan jengkel. Di alam wujud tidak ada
seorang manusia yang memiliki kelembutan dan kerelaan hati yang begitu
besar seperti Nabi Musa, tetapi ia
diberitahu oleh Tuhannya bahwa
kaumnya telah menyingpang dari jalannya. Oleh karena itu, ia kembali
dalam keadaan marah dan jengkel kepada mereka. Allah SWT berfirman:
"Mengapa
kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa: 'Itulah
mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya
Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku). Allah
berfirman: 'Maka sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu
tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa
kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. " (QS.
Thaha: 83-86)
Musa turun dari
gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya mendidih dan
jengkel.
Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat
ia mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi
Musa meninggalkan
kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan
fitnah melalui Samiri. Fitnah ini adalah, bahwa Bani Israil— ketika
keluar dari Mesir—membawa banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir
dan
emas-emas mereka. Mereka mengambilnya untuk mereka manfaatkan dalam
pesta perayaan mereka. Kemudian mereka selamat karena mukjizat
pembelahaan
lautan di mana lautan menenggelamkan
Fir'aun dan tentaranya sehingga harta mereka
yang berupa emas dimiliki oleh Bani Israil.
Harun mengetahui
bahwa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari mereka
dan
menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya karena saat ini
mereka
sedang tersesat.
Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak bermanfaat bagi
mereka emas-emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah dan
meletakkan emas-emas itu
lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa yang dilakukan
oleh Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya
dan membuat sebuah patung sapi yang
menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang Mesir. Samiri adalah seorang
pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi yang menarik di mana
ketika dia
meletakkannya di arah angin maka akan
masuk darinya udara dari celah bagian
belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri membuat suara yang
menyerupai
suara sapi yang sebenamya.
Konon, rahasia kehebatan sapi ini
adalah karena Samiri telah mengambil
segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan laut.
Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa.
Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan meletakkannya bersama emas.
Samiri membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak berjalan di atas
sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan tanah itu
ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya.
Demikianlah kisah Samiri. Kita
mengetahui sekarang bahwa jika tanah ditambahkan ke emas dan melebur maka tanah
itu akan terpisah dari emas dan akan
meninggalkan bekas (lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahwa
Samiri menggunakan tanah itu seperti tanah yang
lain dalam usaha untuk mengeringkan bagian dalam dari anak sapi di mana
patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah itu, Samiri keluar menemui Bani
Israil dengan membawa apa yang dibuatnya.
Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian dan tuhan
Musa." Mereka berkata:
"Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi
untuk menemui tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya ada di
sini." Akhirnya, Bani Israil menyembah
anak sapi ini.
Barangkali pembaca
akan merasa heran terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu dapat
tunduk
sampai pada keadaan seperti
ini? Bukankah mereka telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana
mereka dengan mudah menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera
hilang ketika kita
lihat keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah
terdidik di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan sangat
mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di
bawah kehinaan dan perbudakan
sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar.
Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah SWT tetapi mukjizat itu
berbenturan
dengan jiwa-jiwa yang putus asa.
Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran.
Mereka
masih saja dihinggapi keinginan
untuk menyembah berhala. Mereka adalah para penyembah berhala seperti
tokoh-tokoh Mesir yang dahulu.
Oleh karena itu, mereka menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak
terlalu mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat
pembelahan
lautan, mereka melihat suatu kaum yang menyembah berhala, lalu mereka
minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan bagi
mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu.
Jadi,
masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk
menyembah
berhala berarti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan
Samiri adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala.
Kemudian Samiri memilih agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas
karena ia mengetahui
bahwa umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya,
fitnah
yang ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana
sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui Bani Israil menyembah anak
sapi
dari emas. Mereka terbagi menjadi dua kelompok: minoritas dari mereka
beriman dan mengetahui bahwa ini adalah tipu
daya dan kebohongan semata, sedangkan mayoritas mereka mengingkari Harun
dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun
berdiri di
tengah-tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada
mereka: "Sesungguhnya
kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri telah
memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan
anak sapi itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha
Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha:
90)
Para penyembah anak sapi menolak nasihat
Harun. Kelompok orang-orang yang bodoh itu
tidak mau lagi menerima nasihat. Harun
kembali memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat
Allah SWT dapat menyelamatkan
mereka, dan bagaimana Allah SWT memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka
menutup telinga dan menolak segala
nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahwa Harun
lebih lemah daripada Musa, sehingga
para kaum tidak takut lagi. Harun khawatir
jika ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka
sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah
kaum dan akan tercipta perang saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda
hal itu sampai kedatangan Musa. Harun mengetahui
bahwa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara
itu, Bani Israil terus menari di sekitar anak sapi. Samiri—mudah-mudahan Allah SWT melaknatnya—adalah penyebab fitnah ini,
dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling berhala.
Al-Qurthubi
dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan
oleh Samiri.
Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar
at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih
tentang kelompok pria yang
memperbanyak zikrullah dan menyebut
Muhammad saw. Sebagian mereka menari-nari sehingga pingsan. Mereka
menghadirkan
sesuatu dan memakannya. Apakah hadir
bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa, mudah-mudahan
engkau
diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan
ini dengan menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau
maksudkan adalah orang-orang yang
menari-nari yang dipraktekkan oleh
sebagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan
dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam hanya berdasarkan Kitab
Allah SWT dan
sunah Rasul-Nya. Praktek tari-tarian
seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh
pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai
tuhan mereka. Mereka
menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama
kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw duduk bersama sahabatnya dan
seakan-akan di atas kepala mereka terdapat
burung, karena saking hormatnya mereka terhadap
beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang itu untuk
hadir di mesjid dan selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang pun
yang beriman
kepada Allah SWT dan hari kemudian
untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini
adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal,
dan
lain-lain dari para imam kaum
Muslim.
Demikianlah
pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat membayangkan
sejauhmana kecermelangan pikirannya dan
sejauhmana ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari
gunung untuk kembali rnenemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan
kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka.
Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti
mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:
"Dan tatkala Musa
telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati,
berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah
kepergianhu!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa berjalan
menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan tangannya
di atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa memegang
Harun dari rambut kepalanya sampai rambut jenggotnya sambil berkata:
"Hai
Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah
sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja)
mendurhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa
bertanya, "Apakah Harun tidak menaati perintahnya, bagaimana ia
mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak
meninggalkan mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka;
bagaimana ia tetap diam dan tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang
diam atau membiarkan suatu kesalahan itu bertanda bahwa ia merestuinya atau
bagian dari kesalahan itu?" Keheningan semakin meningkat ketika
gelora api kemarahan Musa semakin membara. Harun bericara kepada Musa dan meminta
kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan jenggotnya karena mereka
berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan Musa akan
kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu lebih dapat
membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab:
'Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang jenggotku danjangan
(pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun memberi pengertian kepada Musa bahwa ia
sama sekali tidak bermaskud menentang perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan
sikap merestui penyembahan anak sapi, tetapi ia khawatir jika ia meninggalkan
mereka dan pergi lalu Musa bertanya kepadanya, mengapa ia tidak
tetap tinggal bersama mereka? Mengapa seorangyang bertanggungjawab kepada
merekajustru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khawatir jika ia
memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara mereka. Lalu
Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin perpecahan di antara
mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya Musa:
"Sesungguhnya
aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku). 'Kamu telah memecah antara Bani Israil dan
kamu tidak memelihara amanatku.'" (QS.
Thaha: 94)
Harun berusaha
memahamkan saudaranya, Musa, dengan penuh kelembutan bahwa kaumnya merendahkannya
dan mereka nyaris membunuhnya ketika ia melawan mereka. Ia memohon kepada Musa
agar melepaskan tangannya dari kepalanya dan jenggotnya. Harun memberitahu Musa
bahwa ia bukan termasuk orang jahat sepeti mereka ketika ia bersikap diam
terhadap kelaliman mereka:
"Harun berkata:
'Hai anak ibuku, sesungguhnya haum ini telah menganggapku lemah
dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu
menjadihan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu
masukan aku ke dalam golongan orang-orang yang lalim.'" (QS.
al-A'raf: 150)
Musa menyadari bahwa
ia melalimi Harun dengan kemarahannya di mana kemarahan itu berkobar karena
kecemburuannya terhadap agama Allah SWT dan semata-mata karena kecintaannya
kepada kebenaran. pun mengetahui bahwa Harun telah menjalankan tugas
dengan sebaik-baiknya dalam keadaan seperti ini. Kemudian Musa menarik
tangannya dari kepala dan jenggot saudaranya dan ia meminta ampun kepada Allah SWT bagi dirinya
dan bagi saudaranya. Musa menoleh kepada
kaumnya dan bertanya dengan suara yang penuh gelora dan menunjukkan sikap
marah:
"Hai
kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji
yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagimu
atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu, lalu kamu
melanggar perjanjianmu dengan aku?" (QS. Thaha: 86)
Musa tampak marah dan
mengejek mereka dan menunjukkan betapa bodohnya apa yang mereka lakukan.
Dengan kemarahan yang luar biasa, Musa kembali berkata:
"Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu
(sebagai sembahannya) kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari
Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah
Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan."
(QS. al-A'raf: 152)
Hampir saja gunung
berguncang mendengar suara kemarahan Musa, dan Bani Israil menyadari kesalahan mereka.
Kebohongan mereka dan penyimpangan mereka
atas kebenaran yang dibawa oleh Musa
tampak jelas. Mereka justru menjauhkan segala karunia yang Allah SWT berikan kepada mereka dan memilih
untuk menyembah berhala ketika Musa meninggalkan mereka selama empat puluh
hari. Mereka kembali menyembah anak sapi yang terbuat dari emas. Bukankah Allah SWT telah berjanji kepada mereka agar
mereka memegang agama tauhid di bumi?
Musa menoleh kepada
Samiri setelah ia berbicara secara singkat kepada Harun. Harun
telah membuktikan bahwa—sebagai penanggung jawab kaumnya saat Musa
meninggalkan mereka—ia telah menjalankan tugas dengan baik. Bani Israil
tampak
tertunduk lesu di depan Musa. Maka
orang yang paling bertanggung jawab adalah orang yang
menyebarkan fitnah, yaitu Samiri. Musa berkata kepada Samiri dalam
keadaan
api kemarahannya belum juga padam:
"Berkata
Musa: 'Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?" (QS. Thaha: 95)
Musa bertanya
kepadanya tentang kisahnya dan ia ingin mengetahui langsung darinya
apa yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut. Samiri menjawab:
"Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak
mengetahuinya." (QS. Thaha: 96)
Aku melihat
Jibril saat ia menunggangi kudanya, dan setiap kali ia meletakkan kakinya
di atas sesuatu maka terjadilah kehidupan padanya:
"Maka aku mengambil segenggam dari jejak rasul."
(QS. Thaha: 96)
Aku mengambil
segenggam tanah yang dilewati oleh Jibril lalu aku meletakkannya di atas emas:
"Lalu aku
melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku." (QS. Thaha:
96)
Demikianlah apa yang
aku lakukan. Musa tidak mempersoalkannya; Musa tidak mempersoalkan pengakuan
Samiri tetapi ia justru mempersoalkan mengapa Samiri menentang kebenaran. Adalah hal
yang tidak penting bagi Samiri untuk melihat Jibril lalu ia mengambil bekas
tanahnya; adalah hal yang tidak penting bahwa anak sapi itu
tercipta dari tanah yang dilalui dari kuda Jibril. Yang penting adalah, bahwa
Samiri telah melakukan kejahatan dan menyebarkan fitnah di tengah-tengah
kaum Nabi Musa. Dengan ciptaannya itu, ia mendorong kaum Nabi Musa untuk merasa
kagum dengan para tokoh-tokoh Mesir dan ia meniru para tokoh itu dalam
menyembah berhala. Ini adalah kejahatan yang dengannya Musa ingin menghukum
Samiri:
"Berkata Musa:
'Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan dunia
ini (hanya dapat) mengatakan: 'Janganlah menyentuh (aku). Dan sesungguhnya
bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidah dapat
menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya.
Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya
ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).'" (QS. Thaha:
97)
Nabi Musa menjatuhkan hukuman kepada Samiri
dalam bentuk mengasingkannya di dunia. Sebagian ahli tafsir
mengatakan bahwa Musa berdoa agar Samiri tidak disentuh oleh seorang pun.
Melaiui fitnah yang ditimbulkannya, Samiri ingin menyesatkan Bani Israil dan mendorong
mereka untuk menyembah apa yang diciptakannya. Dan, sekarang ia
menerima siksaan yang sesuai dengan kejahatannya. Samiri merasakan kesendirian
dan dibuang dari kaumnya. Apakah Samiri sakit dengan suatu penyakit kulit
yang mengerikan sehingga manusia menjauhinya dan tidak mau menyentuhnya,
bahkan untuk mendekatinya pun mereka tidak mau? Kita tidak
mengetahui apa yang terjadi padanya sehingga ia terasing dari
kaumnya. Yang kita ketahui adalah, bahwa Musa telah menjatuhkan hukuman
yang berat baginya. Barangkali pembunuhan lebih mudah baginya daripada menanggung
beban berat siksaannya
itu. Samiri hidup dalam keadaan terasing dan terhina. Tidak ada satu makhluk pun yang mendekatinya. Ini adalah siksaan di
dunia dan siksaan di hari kiamat adalah siksaan yang kedua yang lebih dahsyat.
Setelah
mengurus dan mengadili Samiri, Musa bangkit menuju anak sapi yang terbuat
dari emas. Beliau mengambilnya dan melemparkannya ke api. Musa tidak hanya
menghancurkannya di hadapan kaum yang membisu, bahkan beliau membuangnya ke laut. Tuhan
yang mereka sembah kini menjadi abu yang bertebaran. Kemudian Musa mengangkat suaranya
yang menggelegar:
"Sesungguhnya
Tuhanmu adalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu."
(QS.Thaha: 98)
Allah-lah Tuhan
kalian, bukan patung itu yang tidak dapat mendatangkan manfaat
dan mudarat bagi dirinya. Setelah Nabi Musa menghancurkan patung
itu, beliau menoleh kepada kaumnya. Nabi Musa telah memberitahu kaumnya bahwa
mereka telah menganiaya diri mereka sendiri. Nabi Musa menyarankan kepada
para penyembah berhala untuk bertaubat. Nabi Musa memberitahukan bahwa siapa
pun yang mengikuti anak sapi tersebut maka ia harus dibunuh.
Allah SWT
berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata
kepada kaumnya: 'Hai kaumku, sesungguhnya
kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak
lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu
dan bunuhlah
dirimu. Hal itu adalah lebih baik
bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu;
maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.'" (QS. al-Baqarah: 54)
Hukuman yang
ditetapkan oleh Musa atas para penyembah anak sapi sangat mengerikan, namun itu
setimpal dengan kejahatan mereka. Menyembah berhala adalah usaha untuk mematikan
akal. Dengan akal, manusia memiliki keistimewaan yang tidak terdapat pada
makhluk-makhluk lainnya. Karena kejahatan itu sangat luar biasa, yaitu
kejahatan yang berupa usaha mematikan fungsi akal maka hukumannya
pun harus berat. Kemudian datanglah rahmat Allah SWT dan Dia menerima taubat
mereka. Sesungguhnya
Allah SWT Maha menerima taubat dan Maha Pengasih.
Akhirnya, kemarahan
Musa mulai mereda. Coba Anda renungkan ungkapan Al-Qur'an al-Karim yang
menggambafkan kemarahan Musa dalam bentuk yang realistis: bagaimana Musa
meletakkan papan Taurat, dan bagaimana dia memegang jenggot saudaranya dan kepalanya
dan diakhiri dengan pembuangan atau penghancuran anak sapi di
lautan serta keputusannya untuk membunuh orang-orang yang menjadikannya sebagai
tuhan. Alhasil, kemarahan Musa mulai mereda; kemarahan Musa adalah kemarahan karena Allah
SWT. Itu adalah kemarahan yang paling tinggi dan layak untuk
mendapatkan kehormatan. Ketika kemarahannya hilang, Musa ingat tugas utamanya, yaitu
bahwa ia meletakkan papan-papan Taurat. Musa
kembali mengambil papan-papan itu dan
terus berdakwah di jalan Allah SWT:
Allah SWT
berfirman:
"Sesudah
amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat)
itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rah-mat untuk
orang-orang yang takut kepada Tuhannya. " (QS. al-A'raf: 154)
Sebagian mereka
berdalil dengan firmannya:
Dan dalam tulisannya, bahwa papan-papan itu pecah (rusak). Kami
tidak mengetahui, apakah papan-papan itu
terbuat dari benda tertentu yang dapat
pecah atau tidak. Ibnu Katsir menepis dalil atau argumen tersebut dan ia berpendapat bahwa papan-papan itu
tetap seperti semula. Alhasil, Musa
kembali merasakan ketenangan dan ia berusaha
memperbarui jihadnya di jalan Allah SWT. Beliau membacakan papan-papan Taurat kepada kaumnya. Mula-mula
beliau memerintahkan mereka agar
mengambil hukum-hukumnya dengan penuh
kekuatan dan tekad.
Ironis sekali, bahwa
kaum Nabi Musa mencoba menawar-nawar kebenaran. Mereka mengatakan:
"Sebarkanlah kepada kami isi papan-papan itu, jika perintahnya dan
larangannya mudah maka kami akan menerimanya." Musa berkata: "Kalian
harus menerima apa saja yang ada di dalamnya." Kemudian mereka
terus melakukan tawar-menawar. Akhirnya, Allah SWT memerintahkan para
malaikatnya untuk mengangkat gunung di atas kepala mereka hingga gunung
itu
seakan-akan menjadi awan yang menyelimuti mereka. Dikatakan kepada
mereka: jika kalian tidak menerima apa saja yang di dalamnya maka
gunung itu akan ambruk menimpa kalian. Mendengar ancaman itu, mereka pun
menerimanya. Lalu mereka diperintahkan untuk sujud dan mereka pun
sujud.
Mereka meletakkan pipi mereka di atas
tanah. Mereka mulai melihat gunung dengan
penuh ketakutan.
Allah SWT
berfirman:
"Dan (ingatlah)
ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu
naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka (dan
Kami katakan kepada mereka): 'Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami
berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di
dalamnya supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.'" (QS.
al-A'raf: 171)
Demikianlah
bahwa kaum Nabi Musa tidak serta merta berserah diri kecuali pada
saat-saat kritis di mana mukjizat luar biasa mampu menakutkan mereka dan
menggetarkan hati mereka sehingga mereka sujud secara terpaksa. Manusia
pada
saat itu terpaksa beriman karena berhadapan dengan "tongkat Ilahi".
Hal yang demikian ini
biasanya berlaku kepada anak-akan kecil dan pada saat manusia kehilangan
kesadaran dan kematangan yang cukup sehingga akalnya tidak berfungsi
secara sehat.
Barangkali di sini
kami ingin untuk kesekian kalinya mengemukakan keadaan kaum Nabi Musa.
Mereka
tidak begitu saja puas dengan
mukjizat yang luar biasa. Kaum Nabi Musa telah terdidik di bawah
kehinaan dan penindasan sehingga mereka kehilangan nilai-nilai
kemanusiaan mereka dan fitrah mereka telah tercemar. Kehinaaan yang
telah tertanam dalam jiwa mereka dan mereka telah terbiasa dengannya
menyebabkan mereka tidak
mudah untuk diajak menuju kebaikan, kecuali jika mereka telah
mendapatkan tekanan atau kekerasan.
Dahulu mereka
terbiasa untuk menaati para tokoh mereka setelah mereka ditekan maka sekarang ketika mereka
berhadapan dengan tokoh mereka yang baru,
yaitu keimanan, mereka pun harus
digiring dengan menggunakan bahasa kekerasan. Kejahatan penyembahan anak sapi
bukan tidak membawa pengaruh apa-apa. Musa memerintahkan kepada ulama
Bani Israil dan orang-orang baik di antara mereka untuk meminta ampun kepada
Allah SWT dan bertaubat kepadanya. Musa
memilih tujuh puluh laki-laki di antara mereka yang paling baik sambil
berkata: "Pergilah kalian menuju Allah
SWT dan bertaubatlah kepada-Nya atas apa saja yang kalian lakukan.
Berpuasalah kalian, sucikanlah jiwa kalian, dan bersihkanlah pakaian
kalian."
Musa keluar bersama
tujuh puluh orang-orang yang terpilih itu untuk memenuhi
perjumpaan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Musa mendekati
gunung, dan tiba-tiba sekawanan awan menyelimuti gunung. Musa masuk ke dalam
awan dan berkata kepada kaum: "Mendekatlah, mendekatlah."
Allah SWT berbicara kepada Musa. Setiap kali Musa berbicara dengan
Allah SWT maka tampak di atas dahinya suatu cahaya yang bersinar. Tidak ada
seorang pun dari manusia yang dapat melihatnya. Diletakkan suatu
tabir (penutup) di sekeliling Musa saat ia berbicara kepada Tuhannya. Tujuh puluh orang
yang dipilih oleh Musa itu mendengar percakapan antara Musa dan
Tuhannya. Barangkali mukjizat yang seperti ini seharusnya menjadi
mukjizat yang terakhir yang cukup dapat membangkitkan keimanan di dalam hati
sepanjang kehidupan, namun ketujuh puluh orang yang dipilih itu tidak cukup
dengan apa yang mereka dengar dari mukjizat itu. Mereka justru meminta agar dapat
melihat Allah SWT. Mereka mengatakan: "Kami telah mendengar dan kami
ingin melihat." Dengan nada polos, mereka berkata:
"Wahai
Musa, kami tidak ingin beriman kepadamu sehingga kami melihat
Allah dengan terang-terangan. "(QS. aI-Baqarah: 55)
Ini adalah
tragedi yang sangat mengherankan; suatu tragedi yang menunjukkan
kekerasan hati dan ketergantungannya terhadap materi atau fisik. Permintaan yang
menunjukkan sikap keras kepala ini cukup
sebagai syarat untuk datangnya siksaan yang mengerikan. Kemudian mereka
disiksa dengan suara yang menggelegar yang
menghancurkan roh dan jasad. Mereka pun mati. Musa mengetahui apa yang
terjadi dengan tujuh puluh orang yang terpilih
tersebut sehingga hatinya merasa sedih dan ia berdoa kepada Tuhannya agar
mengampuni mereka dan merahmati mereka serta tidak menyiksa mereka
karena kesalahan orang-orang yang bodoh di
antara mereka. Permintaan mereka agar dapat melihat Allah SWT adalah
menunjukkan kebodohan mereka yang luar biasa;
suatu kebodohan yang harus dibayar mahal, yaitu dengan kematian.
Seorang nabi
terkadang memohon untuk melihat Tuhan-Nya, seperti yang dilakukan oleh
Nabi Musa.
Meskipun permintaan itu bertitik tolak dari
sumber cinta yang dalam yang sulit untuk digambarkan, yang dapat
dibenarkan dengan logika yang khusus, namun permintaan untuk melihat
Tuhan tetap dianggap
sebagai tindakan yang melampaui batas yang karenanya Musa "dihukum"
dengan pingsan. Anda dapat membayangkan bagaimana jika permintaan
tersebut berasal dari manusia-manusia yang salah;
manusia-manusia yang ketika ingin
melihat Tuhan, mereka menentukan tempatnya dan waktunya, bahkan mereka
mensyaratkan agar pengelihatan ini terjadi dengan jelas atau
terang-terangan. Mereka
adalah manusia yang menggantungkan keimanan mereka berdasarkan
penglihatan ini, padahal mereka telah menyaksikan berbagai macam
mukjizat dan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Bukankah ini
adalah kebodohan yang besar? Nabi
Musa berdiri dan berdoa kepada Tuhannya dan meminta belas kasih-Nya dan
ridha-Nya.
Allah SWT
berfirman:
"Dan Musa
memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohonkan taubat kepada
Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Maka ketiha mereka
digoncang gempa bumi, Musa berkata: 'Ya Tuhanku, kalau Engkau
kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan ahu setelah ini. Apakah Engkau membinasakan
kami karena orang-orang yang kurang akal di antara kami? Itu
hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu
siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa
yang Engkau kehendaki. Engkaulah yang memimpin kami, maka
ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi
ampun yang sebaik-baiknya. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan
di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat)
kepada Engkau.'" (QS. al-A'raf: 155-156)
Demikianlah
kalimat-kalimat Musa kepada Tuhannya saat ia berdoa kepada-Nya
untuk meminta belas kasih-Nya dan ridha-Nya. Allah SWT ridha
kepada mereka dan mengampuni kaum Nabi Musa di mana Allah SWT menghidupkan
mereka setelah kematian mereka. Orang-orang yang terpilih itu mendengar di
saat-saat yang mengagumkan ini dari sejarah kehidupan sampai berita
kedatangan Muhammad bin Abdilah saw.
"Allah berfirman:
'Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan
rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku
untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. '(Yaitu) orang-orang
yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati yang tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi
mereka, yang menyuruh mereka untuk mengerjakan makruf dan melarang
mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan nwnghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban
dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang
beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan
kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung." (QS. al-A'raf:
156-157)
Kita akan
memperhatikan metode hubungan antara masa sekarang dan masa yang
lalu dalam ayat tersebut. Allah SWT melampaui waktu dialog bersama
rasul dalam ayat-ayat tersebut pada dua waktu yang dahulu, yaitu turunnya
Taurat dan turunnya Injil untuk menetapkan bahwa Allah SWT membawa berita
gembira dengan kedatangan Nabi Muhammad saw dalam dua kitab yang mulia
itu. Kami kira bahwa berita gembira ini datang pada hari di mana Musa mendatangkan
tujuh puluh orang dari kaumnya, yaitu para ulama Bani Israil dan
orang-orang yang mulia di antara mereka untuk menemui Tuhannya.
Pada hari yang penting ini—disertai dengan mukjizat-mukjizatnya
yang besar—ditetapkanlah suatu kabar gembira dengan datangnya Nabi yang
terakhir.
Ibnu Katsir dalam
kitabnya
Qishashul Anbiya' berkata (menukil riwayat dari Qatadah):
"Musa berkata kepada Tuhannya, 'ya Tuhanku, aku mendapati dalam
papan-papan Taurat suatu umat yang lebih baik dari umat yang lain; mereka
menyeru kepada hal yang makruf dan mencegah hal yang mungkar. Ya Allah,
jadikanlah mereka umatku." Allah SWT berkata: "Itu adalah umat
Muhammad saw."
Musa berkata: "Ya Tuhanku, aku
mendapati dalam papan Taurat suatu umat yang aku adalah generasi mereka di mana
mereka mampu menghafal sedangkan umat-umat sebelum mereka membaca dengan
melihat buku sehingga ketika buku itu disingkirkan dari mereka, mereka tidak
lagi mampu menghafalnya dan tidak lagi mengetahuinya." Allah SWT memberi mereka suatu
kemampuan menghafal yang belum pernah
diberikan-Nya kepada seseorang pun dari umat-umat sebelumnya. "Ya Allah,
jadikanlah mereka umatku. "
Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata: "Tuhanku, aku mendapati
di papan Taurat suatu umat yang beriman kepada kitab yang pertama dan yang
terakhir dan mereka memerangi pasukan kesesatan. Jadikanlah mereka umatku."
Allah SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad saw."
Musa berkata:
"Tuhanku, aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat di mana mereka
dapat memakan
sedekah dalam perut-perut mereka dan mereka
mendapatkan pahala darinya, sedangkan umat-umat sebelum mereka jika
salah seorang mereka bersedekah dengan suatu
sedekah lalu diterimanya, maka Allah SWT akan mengirim api dan
membakarnya dan jika dikembalikan padanya maka ia akan dimakan oleh
binatang
buas dan burung. Dan Allah SWT mengambil
sedekah orang-orang yang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada
orang-orang yang fakir dari mereka. Wahai Tuhanku, jadikanlah mereka
umatku." Allah SWT
berkata: "Itu adalah umat
Muhammad saw."
Musa berkata:
"Tuhanku, aku mendapati dalam papan Taurat suatu umat jika salah seorang
mereka berhasrat untuk melakukan suatu kebaikan kemudian ia melakukannya
maka ditulis baginya sepuluh kali lipat kebaikan dari kebaikannya itu
sampai tujuh puluh ratus lipat. Jadikanlah mereka umatku." Allah
SWT berkata: "Itu adalah umat Muhammad
saw."
Musa senantiasa
mendoakan kaumnya kepada Allah SWT. Tampak bahwa jiwa mereka dipenuhi
dengan
sikap pembangkangan dan keras kepala. Sifat itu semakin nyata ketika
kita
mengetahui cerita
tentang anak sapi atau kasus tentang sapi. Dalam peristiwa itu, kita
disodorkan dengan berbagai perundingan
yang tidak perlu antara mereka dan Nabi Musa. Semua itu berasal dari
sikap keras kepala. Asal-muasal kisah sapi
itu adalah, pada suatu hari ditemukan
seorang kaya terbunuh di tengah-tengah Bani Israil. Kemudian terjadilah
percekcokan di antara keluarganya karena mereka tidak mengetahui siapa
pembunuhnya. Kasus ini cukup memusingkan mereka sehingga mereka menemui
Musa. Tampaknya
lelaki yang terbunuh ini memiliki
tempat yang istimewa di kalangan Bani Israil. Misteri pembunuhannya akan
mendatangkan fitnah di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu, Bani
Israil
mendatangi Musa dan memohon kepada
Musa untuk meminta petunjuk kepada Tuhannya.
Musa pun meminta
petunjuk kepada Tuhannya, lalu Allah SWT memerintahkannya agar menyuruh
kaumnya untuk menyembelih sapi. Semula ditetapkan bahwa kaum Nabi Musa
diperintahkan untuk menyembelih sapi yang pertama kali mereka temui,
tetapi karena sikap keras kepala mereka,
mereka mulai melakukan tawar-menawar
dan berunding dengan Musa. Mereka menuduh bahwa Musa mengejek mereka dan
tidak serius dengan masalah yang mereka hadapi. Musa berlindung kepada
Allah SWT
dan memohon kepada-Nya agar jangan
sampai digolongkan bersama orang-orang yang bodoh, apalagi bermaksud
mengejek
mereka. Musa berusaha memberikan pengertian kepada mereka bahwa kunci
dari
masalah itu dapat diselesaikan dengan penyembelihan sapi. Masalahnya di
sini adalah masalah mukjizat yang tidak
berhubungan dengan sesuatu yang
biasa terjadi dalam kehidupan atau sesuatu yang biasa dilakukan oleh
manusia. Tidak ada hubungan antara
penyembelihan sapi dan usaha
mengetahui pembunuh. Tetapi, kapankah sebab-sebab
rasional mampu menundukkan Bani Israil? Mukjizat yang luar biasa
merupakan kunci dan senjata yang biasa berlaku dalam kehidupan Bani
Israil.
Oleh karena itu, penyelesaian kasus tersebut dengan cara menyembelih
sapi
seharusnya tidak menimbulkan gejolak dan
kegelisahan. Tapi, Bani Israil adalah Bani Israil. Seringkali pergaulan
dan hubungan dengan mereka
berakhir dengan sikap pembangkangan.
baik berkenaan dengan masalah kehidupan
biasa sehari-sehari maupun yang terkait dengan masalah akidah yang
penting.
Musa menghadapi
berbagai bentuk ujian dan tuduhan dari Bani Israil. Musa berusaha memberi
pengertian kepada mereka bahwa beliau serius untuk menyelesaikan kasus
mereka dan tidak bermaksud
mempermainkan mereka. Musa kembali menegaskan bahwa
untuk menyelesaikan hal itu mereka harus menyembelih sapi. Karakter khas Bani Israil muncul
kepermukaan. Mereka bertanya, apakah itu sapi yang biasa sebagaimana yang
mereka temui ataukah ia ciptaan yang
lain yang memiliki keistimewaan. Mereka mengharap Musa agar meminta petunjuk kepada
Tuhannya sehing-ga hal tersebut menjadi jelas bagi mereka.
Musa berdoa kepada Tuhannya. Kemudian
mereka mendapatkan kesulitan di mana sapi
yang seharusnya mudah mereka dapati, kini
mereka mendapatkan kriteria sapi yang sangat rumit, yaitu sapi yang
tidak tua dan tidak muda, yakni yang
sedang-sedang saja. Demikianlah
ketetapan Ilahi itu. Tetapi lagi-lagi perundingan masih berlangsung.
Lalu mereka mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang aneh: apa warna sapi
ini, mengapa Musa tidak berdoa kepada Tuhannya dan menjelaskan warna
sapi ini.
Beginilah, mereka tidak menunjukkan
sikap sopan dan hormat kepada Allah SWT dan kepada nabi-Nya yang mulia.
Seharusnya mereka patuh terhadap perintah itu dan tidak bertanya yang
macam-macam, namun mereka justru
mempersoalkan masalah yang sederhana ini dengan sikap penentangan dan
keras
kepala.
Lagi-lagi Musa bertanya kepada Tuhannya
dan memberitahu tentang warna sapi yang
dimaksud. Musa mengatakan bahwa sapi itu
berwarna kuning yang warnanya mengundang kekaguman orang yang melihatnya. Demikianlah sifat sapi itu
ditentukan di mana ia berwarna kuning yang warnanya agak
kemerah-merahan. Meskipun masalah ini sudah
sangat jelas, mereka kembali menunjukkan sikap pembangkangan dan keras kepala.
Maka Allah SWT pun memperketat syarat
sapi itu sebagaimana mereka berusaha untuk
menyakiti hati Nabi Musa. Mereka kembali bertanya kepada Nabi Musa dan meminta
kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya dan
meminta penjelasan tentang hakikat sapi itu, karena bagi mereka sapi itu masih samar. Musa memberitahu
mereka bahwa sapi itu tidak disiapkan untuk membajak sawah atau untuk
memberi minum; ia sapi yang sehat dan tidak cacat; dan sapi itu benar-benar berwarna kuning. Berakhirlah sikap
pembangkangan mereka. Mereka mulai
mencari sapi yang dimaksud yang memiliki sifat yang khusus ini. Akhirnya, mereka menemukan sapi itu yang dimiliki
oleh seorang anak yatim. Lalu mereka membelinya dan menyembelihnya.
Musa memegang
ekor sapi itu lalu memukulkannya kepada orang yang terbunuh. Tiba-tiba, orang
itu bangkit dari kematiannya. Musa bertanya padanya tentang siapa yang
membunuhnya. Lalu ia pun menceritakan siapa yang membunuhnya dan ia mati lagi. Bani Israil menyaksikan
mukjizat penghidupan orang yang mati itu.
Mereka mendengarkan dengan telinga mereka sendiri nama si pembunuh. Akhirnya, misteri pembunuhan
itu tersingkap.
Allah SWT
berfirman:
"Dan (ingatlah)
ketika Musa berkata hepada kaumnya: 'Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyembelih seekor sapi betina.' Mereka berkata: 'Apakah hamu
hendak menjadikan kami buah ejekan?' Musa menjawab: Aku
berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang-orang yangjahil.' Mereka menjawab: 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu
untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, sapi betina
apakah itu?' Musa menjawab: 'Sesungguhnya Allah berfirman
bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak
muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu.' Mereka berkata: 'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk
kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya.' Alusa
menjawab: 'Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu
adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi
menyenangkan orang-orang yang memandangnya.' Mereka berkata:
'Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan
kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu
(masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat
petunjuk (untuk memperoleh sapi itu). Musa berkata: 'Sesungguhnya
Allah berfirman bakwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah
dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman,
tidak bercacat, tidak ada belangnya.'
Mereka berkata:
'Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang
sebenarnya.' Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka
tidak melaksanakan perintah itu. Dan (ingatlah) ketika kamu
membunuh seorang manu-sia lalu kamu saling tuduh-menuduh tentang
itu. Dan Allah menyingkirkan apa yang selama ini kamu
sembunyikan. Lalu Kami berfirman: 'Pukullah mayat itu dengan
sebagian anggota sapi betina itu!' Demikianlah Allah menghidupkan kembali
orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu
tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti." (QS.
al-Baqarah: 67-73)
Kami ingin menarik perhatian pembaca kepada
sikap kurang ajarnya kaum itu kepada nabi mereka dan Tuhan mereka. Dan
barangkali
konteks Al-Qur'an menyinggung hal itu dengan cara menunjukkan
pengulangan kata
rabbuka (Tuhanmu) yang mereka gunakan saat
berbicara dengan Musa. Seharusnya ketika mereka berbicara dengan
Musa—sebagai
bentuk sopan santun—mereka mengatakan: Mohonkanlah untuk kami kepada
Tuhan
kami, atau mereka berkata kepadanya: Berdoalah bagi kami kepada Tuhanmu.
Dengan kata
tersebut, seakan-akan keyakinan kepada ketuhanan hanya dipercaya oleh
Musa sedangkan mereka keluar dari kemu-liaan penghambaan kepada Allah
SWT.
Perhatikanlah ayat-ayat tersebut, bagaimana ia mengisyaratkan hal ini.
Kemudian renung-kanlah ejekan mereka ketika mereka mengatakan:
"Sekarang
barulah kamu menerangkan hakikat
sapi betina yang sebenarnya. "
Setelah mereka menyulitkan dan membuat Nabi
mereka letih saat mondar-mandir antara menemui mereka dan menemui Allah SWT,
setelah mereka membuat Nabi mereka jengkel dengan per-tanyaan seputar sifat
sapi, warnanya, usianya, dan tanda-tanda khu-susnya; setelah sikap
keras kepala mereka dan pembangkangan mereka terhadap perintah Allah SWT,
mereka berkata kepada Nabi mereka—ketika beliau membawa kepada mereka
sesuatu yang jarang sekali ditemukan,
"Sekarang barulah kamu
meneranghan hakikat sapi betina yang sebenarnya. "
Seakan-akan
Nabi Musa sebelumnya bermain-main dengan mereka dan tidak serius, dan seolah-olah apa yang beliau
katakan sebelumnya tidak menunjukkan
kebenaran sedikit pun. Kemudian lihatlah
konteks ayat tersebut yang menunjukkan kelaliman mereka:
"Kemudian mereka menyembelihnya dan
hampir saja mereka tidak melaksanakan
perintah itu."
Tidakkah ayat tersebut menunjukkan
kepada Anda akan sikap keras kepala mereka
dan usaha mereka memperlambat atau menunda
perintah Allah SWL Demikianlah sikap Bani Israil di atas meja
perundingan; demikianlah cara mereka
berunding dengan Nabi mereka yang
mulia, yaitu Musa. Musa mendapatkan perlakuan yang keras dan perlakuan
tidak sopan dari kaumnya. Nabi Musa menahan beban penderitaan yang berat
saat beliau
berdakwah di jalan Tuhannya.
Barangkali problem utama yang dialami Nabi Musa adalah, bahwa beliau
diutus di tengah-tengah kaum yang cukup lama merasakan dan menikmati
kehinaan; cukup lama
mereka hidup di bawah pengekangan dan
belenggu kebodohan. Mereka belum
pernah merasakan aroma kebebasan. Mereka cukup lama menyembah berhala.
Bani Israil telah menyiksa Musa
dengan siksaan yang berat, di mana
siksaan itu tidak hanya berkisar pada penentangan
dan sikap kebodohan serta penyembahan berhala, bahkan mereka pun tidak
segan-segan menyakiti pribadi Musa.
Allah SWT
berfirman dalam surah al-Ahzab:
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan
yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai
kedudukan terhormat di sisi Allah." (QS. al-Ahzab: 69)
Kami tidak mengetahui hakikat atau bentuk usaha menyakiti Nabi
Musa ini. Kami tidak setuju dengan riwayat ulama yang mengatakan bahwa
Musa adalah seorang lelaki yang sangat pemalu dan ia sangat tertutup di
mana ia tidak ingin
seorang pun melihat tubuhnya. Kemudian orang-orang Yahudi menuduh bahwa
beliau mempunyai penyakit kulit atau belang
lalu Allah SWT ingin menyembuhkannya
dan berusaha menepis apa yang mereka katakan.
Diceritakan bahwa pada suatu hari Nabi Musa pergi untuk mandi. Ia
meletakkan bajunya di atas batu,
kemudian beliau keluar. Tiba-tiba, batu itu terbang dan membawa bajunya.
Musa berlari di belakang batu dalam keadaan
telanjang sehingga Bani Israil
menyaksikannya dalam keadaan telanjang. Ternyata tidak ada tanda belang
pada kulitnya. Kami sangat menentang kisah seperti itu, karena di
samping ia hanya khurafat, juga sangat bertentangan dengan
kehormatan Musa sebagai seorang Nabi dan kemaksumannya. Barangkali
penderitaan terbesar yang dialami oleh Musa adalah, saat Bani Israil
enggan untuk berperang
dalam rangka menyebarkan akidah tauhid
di bumi, atau paling tidak membiarkan
akidah ini menetap di bumi. Bani Israil menentang usaha Musa untuk
berperang dengan mengatakan kepada Musa
suatu kalimat yang terkenal, yaitu:
"Pergilah
Kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya
kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Demikianlah keadaan
Bani Israil sehingga Allah SWT menyiksa mereka dengan cara menyesatkan
mereka.
Mereka mengalami kesesatan selama empat puluh tahun penuh. Kemudian satu
generasi musnah;
generasi yang kalah dari dalam. Lalu lahirlah di tengah-tengah kesesatan
itu generasi yang baru; generasi yang belum pernah tunduk kepada
penyembahan berhala; generasi
yang tidak pernah lumpuh rohnya
karena kehilangan kebebasan; generasi yang
rohnya sehat; generasi yang belum memahami, mengapa orang-orang tuanya
berkeliling tanpa tujuan di
tengah-tengah kesesatan; generasi
yang siap untuk membela harga dirinya dan kemuliaannya; generasi yang
tidak berkata kepada Musa, pergilah engkau
bersama Tuhanmu untuk berperang, sedangkan aku hanya duduk-duduk di
sini; generasi yang menegakkan nilai-nilai kebenaran sebagai wujud
pembelaan terhadap agama tauhid.
Akhirnya, generasi ini
lahir di tengah-tengah empat puluh tahun masa kesesatan, namun Musa harus
menjalani suatu takdir Nabi Musa meninggal secara damai dan mulia. Nabi Musa
rindu untuk melihat "wajah" Allah SWT. Di masa hidupnya, cinta telah
mendorongnya
untuk diperkenankan melihat Allah SWT, dan dorongan itu semakin
menguat saat kematiannya. Nabi yang diajak bicara oleh Allah SWT
itu kini bertemu dengan-Nya dengan jiwa yang diridhai dan hati yang tenang.♦