Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Mesir. Show all posts
Showing posts with label Mesir. Show all posts

NASA Sembunyikan Fakta Ilmiah Lailatul Qadar, Carner pun Masuk Islam


Kepala Lembaga Mukjizat Ilmiah Al-Quran dan Sunnah di Mesir, Dr Abdul Basith As-Sayyid menegaskan, Badan Nasional Antariksa Amerika (NASA) telah menyembunyikan kepada dunia bukti empiris ilmiah tentang (malam) Lailatul Qadar.
Ia menyayangkan kelompok jutawan Arab yang kurang perhatian dengan masalah ini sehingga dunia tidak mengetahuinya.

Menurutnya, sesuai dengan hadits Nabi bahwa malam Lailatul Qadar adalah “baljah” (بَلْجَة);tingkat suhunya sedang), tidak ada bintang atau meteor jatuh ke (atmosfer) bumi, dan pagi harinya matahari keluar dengan tanpa radiasi cahaya.
Menurutnya, sesuai dengan hadits Nabi bahwa malam Lailatul Qadar adalah “baljah” (بَلْجَة);tingkat suhunya sedang), tidak ada bintang atau meteor jatuh ke (atmosfer) bumi, dan pagi harinya matahari keluar dengan tanpa radiasi cahaya.
”Sayyid menegaskan, terbukti secara ilmiah bahwa setiap hari (hari-hari biasa) ada 10 bintang dan 20 ribu meteor yang jatuh ke atmosfer bumi, kecuali malam Lailatul dimana tidak ada radiasi cahaya sekalipun.
Hal ini sudah pernah ditemukan Badan Antariksa NASA 10 tahun lalu. Namun mereka enggan mempublikasikannya dengan alasan agar non Muslim tidak tertarik masuk Islam.
Statemen ini mengutip ucapan seorang pakar di NASA Carner , seperti yang dikutip oleh harian Al-Wafd Mesir.
(Tribunnews/ABNS)

Internasional Kecam Mesir Soal Hukuman Mati Mursi


Publik internasional mengecam Mesir setelah menjatuhkan hukuman mati pada Presiden Muhammad Mursi, Selasa (16/6). Amerika Serikat mengganggap hukuman terhadap Mursi bermotif politik dan bermasalah.
 
Dilansir dari Al Jazeera, Juru Bicara Partai Kebebasan dan Keadilan Nader Oman mengatakan Ikhwanul Muslimin (IM) merupakan organisasi yang telah berlangsung selama lebih dari 80 tahun.

"Memenjarakan para pemimpin kita tidak akan menghentikan perjuangan kami dalam pertempuran," ujar Oman.

Oman terkejut karena tuduhan yang tidak berdasar. Dia juga menyayangkan tidak adanya kesempatan untuk membela diri.

Sekjen PBB dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan keprihatinannya atas putusan ini. Erdogan menganggap putusan terhadap Mursi dan pemimpin IM telah melanggar hak asasi mereka.

Putusan hukuman mati juga dianggap Erdogan sebagai tanda proses hukum yang tak adil. Dia meminta masyrakat internasional untuk memkasa Mesir untuk menarik putusan pengadilan tersebut.

PBB menentang hukuman mati dalam segala situasi. Sekjen PBB Ban Ki moon khawatir putusan tersebut dapat berefek negatif pada stabilitas Mesir dalam waktu jangka panjang.

Sebelumnya, pengadilan memvonis Mursi dan 100 terdakwa lainnya hukuman mati Mei lalu. IM memprotes putusan sidang yang dianggap ilegal.

Sumber: Republika

Dewan Mufti Mesir Sepakati Eksekusi Mursi


Media-media Mesir merilis bahwa eksekusi atas Muhammad Mursi, mantan Presiden Mesir, telah ditetapkan pasti dilaksanakan.
 
Menurut laporan Press TV menukil dari sumber-sumber yang dekat dengan Dewan Mufti Mesir, Syauqi ‘Allam mufti Mesir telah menyepakati hukuman eksekusi atas Muhammad Mursi ini.

Kesepakatan ini, menurut laporan situs Al-Mishri, telah diserahkan oleh ‘Allam kepada pengadilan kejahatan Mesir beberapa hari lalu.

Sebuah pengadilan di Mesir telah memutuskan hukuman eksekusi atas Muhammad Mursi dan beberapa orang pentolan Ikhwanul Muslimin termasuk ‘Isham Al-‘Uryan dan Sa’d Kattatini lantaran melarikan para tawanan dari rumah tahanan Al-Nathrun. Tindakan ini terjadi ketika kebangkitan tahun 2011 meletus.

Pengadilan tersebut menyerahkan pidana eksekusi itu kepada Dewan Mufti Mesir guna memperoleh legitimasi syar’i. Tindakan pengadilan ini disebut sebagai “pelarian besar” oleh media-media Mesir.

Pengadilan Mesir tersebut juga telah menyerahkan kasus 17 tertuduh kepada Dewan Mufti Mesir dengan tuduhan aksi mata-mata.

Banyak negara dan kelompok HAM memperotes pidana eksekusi Mursi ini. Badan Amnesti Internasional juga mengecam pidana ini dan menilainya sebagai sebuah “atraksi untuk sebuah proses pengadilan yang tak pantas”.

Sebelum ini, pada bulan April lalu, Mursi telah dijatuhi pidana hukuman selama 20 tahun dengan tuduhan campur tangan dalam kematian para demonstran pada tahun 2012 lalu.

(Shabestan)

Partisipasi Abu Tarikah dalam Pembangunan Masjid Syuhada Al-Ahli Mesir


Muhammad Abu Tarikah, pemain bola Mesir, membantu pembangunan masjid Syuhada Al-Ahli di Iskandariah, Mesir.
Menurut sumber-sumber Arab, Kabus Iltiras mengatakan dalam suatu program “Sepak Bola dan Masyarakat” di Mesir, Muhammad Abu Tarikah, mantan bintang nasional tim sepak bola Al-Ahli Mesir, membantu pembangunan Masjid Syuhada Al-Ahli bersama dengan sahabat-sahabatnya di Iskandariah.

Dalam peristiwa bentrokan antara para penggemar tim sepak bola di kota Bursa’id yang menewaskan 72 orang, dengan dasar inilah masjid itu dibangun untuk mengenang mereka.

Muhammad Abu Tarikah pada tahun lalu meresmikan juga sebuah masjid di kawasan Ufu Asyanti yang merupakan tuan rumah pertandingan pendahuluan Piala Dunia Brasil 2014 antara Mesir dan Ghana.

(Shabestan)

Al Saud Bertemu dengan Para Pemimpin Teroris di Turki


Kalangan diplomatik mengatakan kepada al-Manar bahwa badan intelijen Arab Saudi yang berkerjasama dan berkoordinasi dengan badan intelijen Turki mengadakan pertemuan dengan para pemimpin kelompok teroris di Ankara untuk membahas cara-cara menguatkan dan meningkatkan dukungan keuangan dan senjata kepada kelompok-kelompok teroris.

Dalam pertemuan ini, program-program militer disiapkan untuk menyerang sasaran-sasaran yang telah ditentukan di wilayah Suriah demi meningkatkan tekanan dan serangan terhadap rakyat Suriah.
Kalangan diplomatik menekankan, isu lain yang dibahas dalam pertemuan ini adalah menyatukan kelompok-kelompok teroris dan menghentikan pembunuhan di antara kelompok-kelompok ini.
Kalangan diplomatik ini mengungkapkan, pemerintah Turki menekankan kepada Al Saud bahwa kelompok-kelompok teroris harus dikirim ke gurun Sinai dan mendukung kegiatan-kegiatan subversif di wilayah Mesir.

Kalangan diplomatik mencatat bahwa Al Saud tidak menentang dukungan kehadiran para teroris di Sinai.

Mereka menegaskan, wakil-wakil dari Qatar, Irak, dan Suriah hadir di dalam pertemuan ini yang diadakan di dekat perbatasan Turki dengan Suriah, suatu tempat domisili para pemimpin kelompok teroris dari kelompok teroris ISIL dan kelompok lainnya dan jalan masuk bagi para teroris, tentara bayaran, dan senjata ke Suriah.

(Shabestan)

Pertemuan Istimewa Menteri Liga Arab Segera Diadakan di Kairo


Para menteri Liga Arab rencananya akan menggelar pertemuan istimewa pada hari Rabu untuk membahas situasi di Yaman.

KBS melaporkan, Ahmad bin Hilli, Wakil Sekretaris Jenderal Liga Arab mengatakan, para menteri luar negeri negara Arab akan mengadakan pertemuan istimewa pada hari Rabu di Kairo untuk mengkaji situasi dan kondisi di Yaman.

Ahmad bin Hilli mengungkapkan, tujuan pertemuan ini adalah untuk mengkaji perkembangan kondisi-kondisi terakhir di Yaman.

Dia menambahkan, para menteri Liga Arab mengetahui isu-isu kritis dan akan mengkaji berbagai aspek situasi, dan berdasarkan kajian-kajian akan diambil langkah-langkah yang dikehendaki oleh negara Arab.

Pertemuan para menteri Liga Arab ini diselenggarakan ketika Dewan Keamanan PBB mengutuk para oposisi pemerintah Yaman dan meminta kepada mereka untuk mundur dari kekuasaan dan meninggalkan lembaga-lembaga pemerintahan.

Sementara itu, Dewan Kerjasama Teluk Persia mendesak kepada Dewan Keamanan PBB untuk menggunakan kekuatan melawan oposisi Yaman berdasarkan pasal ketujuh Piagam PBB.

Ledakan Baru Guncang Semenanjung Sinai, 6 Orang Luka


Serangan bom mobil terjadi pada hari Sabtu (14/2/15) di kota Sheikh Zuweid di Utara Sinai, dua kendaraan yang dipenuhi bom mendekati kantor polisi kemudian meledak menguncang wilayah itu.

Semenanjung Sinai Mesir telah menyaksikan serangan bom segar yang melukai sedikitnya enam orang.

Serangan bom mobil terjadi pada hari Sabtu (14/2/15) di kota Sheikh Zuweid di Utara Sinai, dua kendaraan yang dipenuhi bom mendekati kantor polisi kemudian meledak menguncang wilayah itu.

Seorang pejabat keamanan yang tidak disebutkan namanya mengatakan para penyerang mengemudi kendaraan berusaha meledakkan kantor polisi Sheikh Zuweid.

Namun, menurut laporan, dua kendaraan lain yang mengangkut sekelompok militan bersenjata melarikan diri dari TKP setelah ledakan.

Seorang petugas polisi, dan empat warga sipil mengalami luka-luka dalam serangan itu.

Bom Meledak di Kairo, Pejabat Tewas


Setidaknya seorang perwira Mesir tewas dan delapan warga terluka dalam serangan bom di Kairo.
 
Sebuah konvoi polisi Mesir jadi sasaran serangan bom di Ain Shams, timur laut Kairo, ungkap pejabat Mesir yang berbicara rahasia.

Sumber mencatat tujuh polisi Mesir dan seorang warga sipil terluka dalam serangan itu.

Kementerian Dalam Negeri Mesir dalam sebuah pernyataan mengatakan konvoi itu diserang dengan "bom buatan".

Kelompok militan Ajnad Misr (Tentara Mesir) mengklaim bertanggung jawab dalamm serangan mematikan itu.

Serangan bom dari pihak teroris sering terjadi di Kairo dan Alexanderia, kota terbesar kedua Mesir meski mereka masih berfokus pada Semenanjung Sinai.

Pada hari Selasa (10/2), lima ledakan bom mengguncang Alexandria, melukai hampir selusin orang.

RAHMAH EL YUNUSIYAH ; Syaikhah Dunia Pendidikan Perempuan

Rahmah-el-yunussiyah.
Negeri Minangkabau terkenal telah melahirkan begitu banyak tokoh utama di negeri ini, baik alim ulama maupun para cendekia. Tidak hanya hanya kaum pria yang menonjol, tapi juga kaum wanitanya. Salah satu tokoh perempuan hebat dari negeri ini adalah Rahmah El-Yunusiyah. Tidak diragukan lagi Rahmah el-Yunusiyah adalah salah satu tokoh wanita hebat yang dimiliki negeri ini. Meskipun tidak diangkat sebagai salah satu pahlawan nasional, tetapi beliau menorehkan sejarah hidupnya denga tinta emas. Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang yang tetap eksis hingga hari ini merupakan salah satu bukti perjuangannya. Bahkan beliau adalah perempuan pertama yang mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al-Azhar Mesir. Penganugerahan gelar syaikhah yang diberikan pada tahun 1957 ini dimaksudkan untuk menghormati jasa-jasa beliau dalam bidang pendidikan kaum perempuan.

Rahmah El-Yunusiyah dilahirkan pada hari Jumat 20 Desember 1900 di Bukit Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat. Anak bungsu dari lima bersaudara ini merupakan putri dari pasangan Muhammad Yunus dan Rafiah. Rahmah berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang ulama besar yang menjabat sebagai kadi di negeri Pandai Sikat, Padang Panjang. Dia juga seorang haji yang pernah mengenyam pendidikan agama selama empat tahun di Mekkah. Kakak sulungnya, Zainuddin Labay merupakan seorang tokoh pembaharu sistem pendidikan Islam Diniyah School yang didirikan tahun 1915. Zainudin Labay mengusai beberapa bahasa asing yaitu Inggris, Arab, Belanda. Dengan kemahirannya berbahasa asing menyebabkan wawasan Zainuddin sangat luas. Dialah yang menjadi guru, pemberi inspirasi, dan pendorong cita-cita Rahmah el-Yunusiyah.

Meski hanya mengenyam pendidikan dasar selama tiga tahun di Diniyah School, tapi Rahmah El-Yunusiyah memiliki wawasan yang luas. Dia lebih banyak belajar otodidak dan juga belajar langsung kepada kedua kakak laki-lakinya, Zainuddin Labay dan Mohammad Rasyid. Seperti kebanyakan orang Melayu lainnya yang menyeimbangkan antara pendidikan umum dan agama, Rahmah pun intens belajar agama. Pagi hari sekolah di Diniyah School, sore hari mengaji kepada para ulama. Beliau mengaji kepada Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, ayahanda dari ulama terkenal Buya Hamka. Selain mengaji kepada Haji Rasul, Rahmah juga mengaji kepada Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, Syekh Abdul Latif Rasyidi, Syekh Mohammad Jamil Jambek dan syekh Daud Rasyidi. Lingkungan relijius dan cendekia seperti inilah yang telah menumbuhkan kepribadian Rahmah.



Rahmah dikenal sebagai sosok yang cerdas, lincah, menyukai hal-hal baru, dan memiliki tekad baja. Jika sudah menginginkan sesuatu, maka tiada seorang pun yang mampu menghalanginya. Karena kecerdasannya, setelah lulus sekolah dia diminta menjadi guru bagi almamaternya. Disela-sela kesibukannya mengajar, dia mengikuti kursus kebidanan di RSU Kayu Taman (1931-1935). Ia juga belajar ilmu kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan.

Pada saat itu masih sangat sedikit perempuan yang bersekolah. Paradigma masyarakat Melayu memandang perempuan hanyalah makhluk kelas dua yang tidak perlu bersekolah tingi. Percuma bersekolah jika akhirnya hanya masuk ke dapur. Perempuan masa itu sangat pasif dan belum mampu memberikan kontribusi riil bagi kemajuan agama dan bangsanya. Rahmah sangat prihatin dengan kondisi ini. Ia berpendapat pendidikan sangat penting bagi kaum perempuan. Dengan pendidikan maka kaum perempuan mampu mengangkat harkat dan martabatnya, mampu melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

Berangkat dari keprihatinan inilah Rahmah El-Yunusiyah bertekad untuk mendirikan sekolah khusus bagi kaum perempuan. Dibantu oleh kakak sulungnya Zainuddin Labay, akhirnya Rahmah El-Yunisiyah berhasil mewujudkan mimpinya. Pada tanggal 1 November 1923 berdirilah Madrasah Diniyah Li al-Banat.

Bahu membahu dengan Zainuddin Labay, Rahmah mengelola sekolah ini. Awalnya murid sekolah ini hanya 71 orang yang terdiri dari kaum ibu-ibu muda. Bertempat di serambi masjid Pasar Usang, mereka belajar ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab. Seiring berjalannya waktu, murid Rahmah pun bertambah. Akan tetapi baru sepuluh bulan sekolah ini berjalan, Zainuddin Labay dipanggil oleh Alloh SWT, meninggal dalam usia muda. Rahmah sangat terpukul dengan musibah ini. Dia kehilangan seseorang yang selalu membimbing, mengarahkan dan memberi semangat untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Tapi Rahmah pun segera bangkit, tidak larut dalam kedukaan. Dia tetap melanjutkan keberadaan Madrasah Diniyah Li al-Banat bahkan membuat keputusan untuk memberikan pengajaran klasikal lengkap dengan sarananya seperti gedung, meja, bangku, papan tulis, kapur dan sebagainya.

Rahmah berjuang keras untuk mendirikan gedung bagi sekolahnya. Berkat kegigihannya, gedung sekolah itu pun dapat berdiri diatas tanah wakaf dari ibundanya sendiri, Ummu Rafiah. Diatas bangunan sederhana dari bambu berukuran 12 X 7 m inilah kegiatan belajar-mengajar berlangsung setiap hari.

Rahmah El-Yunusiyah selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi lembaga pendidikannya. Dia ingin mendirikan gedung yang layak bagi para muridnya, bukan dari bambu. Akhirnya Rahmah memutuskan untuk mengadakan tour penggalangan dana .

Pada tahun 1927, dia menggalang dana di Aceh dan Sumatera Utara selama tiga bulan. Selain penggalangan dana, tour ini juga bertujuan sebagai ajang study banding bagi para calon guru di Madrasah Diniyah Li al-Banat. Rahmah menghadap para sultan, mempresentasikan visi dan misi sekolahnya. Dia juga mengunjungi sekolah-sekolah ternama pada masa itu. Dari penggalangan dana ini, Rahmah berhasil membangun gedung dan asrama yang mampu menampung 275 murid dari 350 total murid keseluruhan. Selain perbaikan sarana fisik, Rahmah juga mengadakan perbaikan kurikulum. Jika sebelumnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama, maka selanjutnya Rahmah memasukan pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, menulis latin, berhitung, tata buku, hitung rugi laba, kesehatan, ilmu alam, ilmu tubuh manusia, ilmu bumi, ilmu tumbuhan, ilmu binatang dan menggambar. Sedangkan program ekstra kurikulernya meliputi renang, musik, menganyam, bertenun.

Berkat kegigihannya, lembaga pendidikannya mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di tahun 1926 ia membuka kelas Menjesal School. Kelas ini ditujukan bagi para wanita yang belum bisa baca tulis. Kemudian tahun 1934 Rahmah berhasil mendirikan sekolah Taman Kanak Kanak (Freubel School) dan Junior School (setingkat HIS). Ia juga mendirikan Diniyah School Putri tujuh tahun yang terdiri dari tingkat Ibditaiyah selama empat tahun dan tingkat Tsanawiyah selama tiga tahun.

rahmah-el-yunussiyah2Dalam kenyataannya, Rahmah el Yunusiyyah menghadapi problem tenaga pendidik untuk lembaga pendidikan yang dibukanya. Guna memenuhi tuntutan tersebut, ia membuka Kulliyat al Mu’alimat al Islamiyah pada tahun 1937. Kulliyatul Mu’alimat al Islamiyyah ini bertujuan untuk mencetak tenaga guru muslimah profesional. Jangka waktu pendidikannya ditempuh selama tiga tahun. Setahun sebelumnya, yaitu tahun 1936 Rahmah berhasil mendirikan sekolah tenun.

Diniyah School Putri Padang Panjang mendapat tempat di hati masyarakat. Lulusannya sangat diminati. Tidak hanya di Sumatra dan Jawa bahkan hingga masyarakat Malaysia dan Singapura. Rahmah kemudian membuka cabang Diniyah School di beberapa tempat. Ketika ia mengikuti Kongres Perempuan Indonesia mewakili Sumatera Barat di tahun 1935, Rahmah sekaligus membuka cabang di Kwitang dan Tanah Abang. Kemudian di tahun 1950, ia membuka cabang di Jatinegara dan Rawasari.

Rahmah juga berusaha menyempurnakan institusinya dengan cara memiliki lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi. Cita-cita ini terlaksana pada tahun 1967 dengan berdirinya Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Pada tahun 1969. Kedua fakultas ini berubah namanya menjadi Fakultas Dirasah Islamiyyah. Ijazah Sarjananya diakui setara dengan Ijazah Fakultas Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).

Dalam mengelola lembaga pendidikannya, Rahmah memilih sikap independen tidak berafiliasi kepada pihak manapun, baik pemerintah maupun partai.Sikap ini terlihat jelas ketika Rahmah menolak subsidi dana pendidikan dari pemerintah kolonial Belanda. Rahmah juga menolak penggabungan sekolah-sekolah Islam di Minangkabau. Dia berpendapat, independensi menyebabkan sekolah bebas untuk berjalan sesuai dengan visi dan misi sendiri, sehingga mampu menghasilkan para pelajar yang cerdas, shalihah dan militan.

Disamping berjuang di bidang pendidikan, Rahmah juga turut berperan aktif dalam organisasi kemasyarakatan. Dia pernah aktif di beberapa organisasi, diantaranya yaitu Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS), Taman Bacaan, Anggota Daerah Ibu.

Pada masa pendudukan Jepang Rahmah aktif di organisasi Gyu Gun Ko En Kai, Haha no Kai. Sewaktu pecah perang pasifik, Rahmah menjadikan Diniyah School sebagai Rumah Sakit darurat. Kemudian ketika berita proklamasi kemerdekaan belum sampai kepada khalayak ramai, Rahmah adalah orang yang pertama kali mengibarkan bendera merah putih di Sumatera Barat. Sungguh luar biasa keberaniannya. Di era kemerdekaan, Rahmah mengayomi Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbulwatan. Ia juga turut mempelopori terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat.

Keberhasilannya dalam mengelola Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang mendapat apresiasi tidak hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Rektor Universitas Al Azhar Mesir, Dr.Syaikh Abdurrahman Taj mengadakan kunjungan ke Perguruan pada tahun 1955. Kemudian beliau mengadopsi sistem pendidikan Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang tersebut ke Universitas Al Azhar yang pada waktu itu belum memiliki pendidikan khusus bagi perempuan.

Rahmah El-Yunusiyyah berhasil mewarnai kurikulum Al-Azhar. Atas jasanya tersebut, Rahmah mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al Azhar pada tahun 1957. Beliaulah wanita pertama yang mendapat gelar syaikhah. Prestasi yang sangat membanggakan bagi Rahmah khususnya dan bagi bangsa Indonesia umumnya.

Rahmah El-Yunusiyyah telah berhasil membuktikan kepada dunia bahwa muslimah Indonesia bukanlah perempuan yang terbelakang. Bahwa muslimah taat bisa berkontribusi bagi agama dan bangsanya. Beliau berhasil mewujudkan cita-citanya karena keyakinannya yang teguh kepada Alloh serta tekadnya yang membaja. Rahmah tutup usia pada tanggal 26 Februari 1969. Meskipun beliau telah tiada tapi semangatnya tetap mengalir hingga hari ini. Kisah hidupnya tetap memberi inspirasi bagi seluruh muslimah Indonesia. Selamat jalan Syaikhah…. perjuanganmu akan selalu kami kenang.




Metode Melawan Teroris, Dikaji di Markas Aliansi Universitas-universitas Dunia Islam


KAIRO  - Seminar kajian metode-metode terbaik melawan teroris akan diselenggarakan pada 4 Febuari 2015 di Markas Aliansi Universitas-universitas Dunia Islam, di Kairo. 

“Dalam seminar ini akan dibahas dan dikaji metode-metode terbaik melawan fenomena terorisme, yang baru saja berkembang luas di Mesir dan dunia Islam,” demikian laporan IQNA, seperti dikutip dari Al-Youm al-Sabi’.

Dr. Jafar Abdus Salam, Sekretaris Jenderal Aliansi Universitas Dunia Islam; Dr. Sami al-Sharif, Ketua Fakultas Media Universitas al-Haditsah Mesir, Ali Madkour, dosen pengembangan program-program pelajaran dan pendidikan di universitas Kairo; Mohamed El-Adawy, dosen sejarah dan peradaban Islam di Universitas Al-Azhar dan Dr. Mansur Mandur, salah seorang ulama besar Kementerian Wakaf Mesir merupakan para hadirin yang akan berpartisipasi dalam seminar ini.

Dalam seminar ini, para partisipan memaparkan makalah-makalah ilmiahnya terkait kedudukan kebudayaan dalam memerangi terorisme, peran media dalam melawan terorisme, mengkaji syubhat dan hakikat terkait maksud jihad, peran pendidikan dan pelatihan dalam melawan terorisme dan modernisme wacana keagamaan.

Di antara poros-poros yang dibahas dalam seminar ini adalah solusi-solusi ketidakamanan untuk menghancurkan terorisme, penjelasan yayasan-yayasan pemikiran agama pencerah penentang terorisme, meminta bantuan dari kebudayaan, pendidikan, pelatihan dan kemampuan software dan paling pentingnya adalah media untuk melawan terorisme.

29 Rabiul Awal, Pembentukan Dar At-Taqrib Baina Al-Madzahib Al-Islamiyah di Kairo


Tanggal 29 Rabiul Awal 1336 Hq, dibentuk Dar at-Taqrib Baina al-Madzahib al-Islamiyah di Kairo, Mesir. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan mendekatkan mazhab-mazhab Islam. Pembentukan lembaga ini diprakarsai oleh Syeikh Mahmoud Syaltut, Syeikh al-Azhar dan Ayatullah al-Udzma Boroujerdi, marji terbesar Syiah.

Sebelumnya, tokoh-tokoh seperti Jamaluddin al-Afghani, Syeikh Muhammad Abduh, Syeikh Muhammad Husein Kasyif al-Ghita, Syeikh Abdulmajid Salim dan Sheikh Mohammad Taqi Qommi telah melakukan pembicaraan di bidang ini.

Pasca terbentuknya Dar at-Taqrib Baina al-Madzahib al-Islamiyah, lembaga ini mempublikasikan majalah Risalah al-Islam. Majalah ini memuat artikel-artikel ilmiah tentang mazhab-mazhab Islam. Lembaga ini juga aktif menerbitkan buku dan melakukan penelitian mendalam tentang pendapat mazhab-mazhab Islam dalam pelbagai masalah fiqih serta penyusunan kaidah-kaidah fiqih baru.

Muhammad Abdurrahman wafat

Tanggal 29 Rabiul Awal 584 Hijriah, Muhammad bin Abdurrahman Khorasani yang dikenal dengan nama Tajuddin, seorang ahli fikih, ulama besar dan penulis kenamaan wafat di kota Damaskus. Ia termasuk pakar hadis dan sastrawan terkemuka di zamannya.

Tajuddin meninggalkan banyak karya penulisan di antaranya sebuah kitab penjelasan atau syarah atas kitab Maqamat yang ditulis dalam lima jilid. Karya ini adalah karya terbesar yang ditinggalkan oleh ulama besar ini. Tajuddin dimakamkan di lereng gurung Qasiyun di Damaskus.

Kepemimpinan dalam Agama-agama Ibrahimik


Terlepas dari perbedaan pemahaman imamah antara mazhab Syiah-Ahlusunah berkenaan kepemimpinan umat pasca wafat Nabi saw, Alkitab—Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru—sendiri sangat akrab dengan terminologi imamah. Mene­lusuri imamah dalam Alkitab berarti mempelajari sisi historis ajaran para nabi Tuhan yang telah ada sebelum Nabi Muhammad saw. Dalam Kitab Perjanjian Lama, istilah “imam” pertama kali muncul pada zaman Nabi Ibrahim as di Kitab Kejadian 14:18 yang menceritakan tentang seorang imam Tuhan yang bernama Malkisedek:
Melkisedek, Raja Salem, membawa roti dan anggur; ia se­orang imam Allah Yang Mahatinggi. Lalu ia memberkati Abram, katanya: “Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi. (Kejadian 14: 18-19).

Kata “imam” muncul lagi di zaman Yusuf as. Singkat cerita, ketika tuduhan pelecehan seksual dari seorang wanita yang berasal dari kalangan bangsawan Mesir terhadap Yusuf as tidak terbukti, ke­mudian Yusuf as menafsirkan mimpi raja me­ngenai periode paceklik pangan yang akan melanda wilayah itu, maka penguasa negeri sungai Nil, Fir‘aun, melantik Yusuf as dan memberinya kuasa untuk meng­antisipasi masa-masa sulit yang akan dilalui bangsa Mesir.


Fir’aun juga memberi sebuah gelar atau jabatan, yang dalam istilah bahasa Mesir Kuno (Qibty) disebut Zafnat-Paneah, yang artinya dalam bahasa Inggris treasury of the glorious rest. Yang mungkin menarik dari kisah Yusuf as dalam al-Kitab, diceritakan bahwa Yusuf as menikah dengan seorang putri seorang imam di On (yaitu wilayah da­taran rendah di bagian utara Mesir, Lower Egypt) yang bernama Asenath anak dari Imam Potipherah.

Selanjutnya Fir‘aun berkata kepada Yusuf: “Dengan ini aku me­lantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir.” (Kejadian 41: 41).

Lalu Fir‘aun menamai Yusuf: Zafnat-Paneah, serta mem­be­rikan Asnat, anak Po­tifera, imam di On, kepadanya menjadi istrinya. Demikianlah Yusuf muncul se­bagai kuasa atas seluruh tanah Mesir. (Kejadian 41: 45).

Selanjutnya, Alkitab dalam Kitab Keluaran menceritakan lagi mengenai figur seorang imam di wilayah Midian (Madyan) pada zaman Musa as bernama Yitro (Nabi Syu‘aib as). Perkenalan Musa as dengan Yitro as terjadi setelah Musa as membantu putri-putrinya ketika mereka akan menimba air pada salah satu sumur di Midian. Setelah pertemuan itu, Yitro as juga memutuskan agar Nabi Musa as bersedia menikah dengan salah seorang putrinya, dan tinggal bersama mereka selama beberapa tahun di wilayah itu.

Adapun imam di Midian itu mempunyai tujuh anak perem­puan. Mereka datang menimba air dan mengisi palungan-palungan untuk memberi minum kambing domba ayahnya. Maka datanglah gembala-gembala yang mengusir mereka, lalu Musa bangkit menolong mereka dan memberi minum kambing domba mereka. (Keluaran 2: 16-17).

Musa bersedia tinggal di rumah itu, lalu diberikan Rehuellah Zipora, anaknya, kepada Musa. (Keluaran 2: 21).

Pada bagian-bagian lanjutan, Alkitab banyak sekali meng­gu­nakan istilah imam. Konteks religiusitas juga mulai sangat kental ikut mewarnai istilah “imam” untuk menunjukkan jabatan tertinggi bagi seseorang yang diberikan wewenang sebagai executor atau pelak­sana hukum-hukum Tuhan di wilayah Kanaan (Pa­lestina-Israel).

Setelah bangsa Israel di bawah pimpinan Nabi Musa as dan Harun as men­dapat perintah Tuhan untuk bermigrasi dari wilayah Mesir ke tanah Kanaan, Tuhan juga telah memantapkan suatu ren­cana melalui kedua Rasul-Nya agar bangsa Israel dalam kehidupan mereka dapat bernaung kepada sistem Peme­rintahan Tuhan yang bisa mewujudkan ajaran-ajaran-Nya.

Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah se­muanya firman yang harus kau katakan ke­pada orang Israel. (Keluaran 19: 6).

Kata kerajaan imam menurut versi Ibraninya adalah “mam­lakah kohen”. Kata kohen berasal dari kahan, kata ini sama sekali tidak identik dengan pendeta, pastor dan paderi. Seperti pada kisah Abraham as dengan Malkisedek, Yusuf as dan juga Yitro as, Per­jan­jian Lama tetap konsisten menggunakan kata yang sama. Arti kohen juga berbeda dengan rabbi (apabila direlasikan kepada Islam, kata ini ditujukan hanya kepada seorang mujtahid atau faqih).

Pada masa Musa as dan Harun as, Tuhan membagi bangsa Israel menjadi 12 kelompok masyarakat berdasarkan keturunan mereka (suku). Pembagian itu me­ngikuti garis keturunan masing-masing yang berasal dari 12 orang putra Ya‘qub as (Israel). Tanpa harus memasuki secara lebih mendalam mengenai berbagai pe­nyim­pa­ngan terhadap ajaran Tuhan kepada bangsa Israel di kemu­dian hari (ter­masuk dalam hal imamah), yang perlu dipahami di sini bahwa: kenabian Israel paska Ya‘qub as pertama kali diperankan oleh Yusuf as. Mimpi Yusuf as yang diperlihatkan oleh Tuhan mengenai 11 kaukab (bintang) bersujud kepadanya menunjukkan orde imam bangsa Israel yang pertama.

Artinya; setelah Yusuf as wafat, peran imamah bangsa Israel dipegang oleh putra sulungnya yaitu Manasye dan diikuti oleh keturunan mereka. Setelah berla­lunya masa yang cukup lama dan bangsa Israel menetap di wilayah Mesir hingga periode perbudakan oleh Fir‘aun, bangsa Israel telah dikunjungi kembali oleh 2 orang nabi Tuhan yang sangat berperan dalam menetapkan aturan serta pengajaran-pengajaran Tuhan. Ke­dua Nabi itu adalah Musa as dan Harun as. Melalui Musa as, bangsa Israel telah diberikan sebuah Kitab Tuhan yang bernama Torah (Taurat) atau yang disebut Pentateukh (5 Kitab pertama dari Per­janjian Lama).

Musa as dan Harun as adalah Nabi yang berasal dari suku Lewi (salah seorang putra Ya‘qub as), ketika kedua nabi itu menyam­paikan pengajarannya kepada bangsa Israel, Tuhan memerintahkan Musa as agar mengangkat Harun as dan keturunannya untuk men­jadi imam (kohen) atas segenap bangsa Israel.

Engkau harus menyuruh abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya datang kepadamu, dari tengah-tengah orang Israel, untuk memegang jabatan imam bagi-Ku—Harun dan anak-anak Harun, yakni Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar. (Keluaran 28: 1).

Engkau harus juga mengurapi dan menguduskan Harun dan anak-anaknya supaya mereka memegang jabatan imam bagi-Ku. (Keluaran 30: 30).

Pengangkatan itu tidak sekadar seperti mengangkat seorang pe­mimpin dari suatu kelompok suku yang majemuk ataupun seperti seorang pemimpin untuk sebuah bangsa. Jabatan kohen kepada Harun as dan keturunannya adalah pilihan Tuhan dan bukan ini­siatif Musa as. Selain itu, periode ini juga menunjukkan transisi ke-kohen-an (imamah) dari keturunan Yusuf as kepada suku Lewi melalui Harun as dan keturunannya.

Pengangkatan mereka ditandai dengan pengurapan (pensucian, pengudusan atau pentahiran) secara langsung oleh Tuhan terhadap Harun as dan keturunan mereka. Pada saat itu, Tuhan meme­rin­tahkan Musa as untuk mengumpulkan Harun as dan anak-anaknya agar dikenakan pakaian yang kudus sebagai tanda pensucian atas diri-diri mereka dan pertanda bahwa imamah Tuhan atas Israel dideklarasikan.

Kau kenakanlah pakaian yang kudus kepada Harun, kau urapi dan kau kuduskanlah dia supaya ia memegang jabatan imam bagi-Ku.
Maka semuanya itu haruslah kau kenakan kepada abangmu Harun bersama-sama dengan anak-anaknya, kemudian engkau harus mengurapi, mentahbiskan dan menguduskan mereka, se­hingga mereka dapat memegang jabatan imam bagi-Ku. (Keluaran 28: 41).

Urapilah mereka, seperti engkau mengurapi ayah mereka, supaya mereka memegang jabatan imam bagi-Ku; dan ini terjadi, supaya berdasarkan pengurapan itu mereka meme­gang jabatan imam untuk selama-lamanya turun-temurun. (Keluaran 40: 15).

Setelah pengangkatan Harun as dan keturunannya sebagai imam bangsa Israel, suku Lewi juga diperintahkan oleh Tuhan untuk melayani Harun as dan keturunan mereka.

Suruhlah suku Lewi mendekat dan menghadap imam Harun, supaya mereka melayani dia. (Bilangan 3: 6).

Banyak keutamaan yang telah dikaruniakan Tuhan kepada suku Lewi, khususnya kepada Harun as beserta keturunannya. Di sini, kita tidak akan menguraikannya secara lengkap, tapi terhadap mereka, Tuhan telah memerintahkan agar para imam dan suku Lewi mem­peroleh persembahan persepuluhan (10%) dari harta atau pusaka yang dimiliki bangsa Israel.

Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan. (Bilangan 18: 21).

Selain keutamaan dalam hal pendapatan, wilayah mereka juga tidak ditentukan pada satu daerah tertentu. Setelah wilayah Kanaan dikuasai oleh Yoshua, wilayah itu dibagi berdasarkan masing-masing suku yang berjumlah 12, tapi terhadap suku Lewi, Tuhan tidak memberikan satu daerah khusus sebagai konsesi mereka se­perti yang diberikan kepada suku-suku lainnya. Wilayah suku Lewi justru tersebar di daerah masing-masing suku yang diatur ber­dasar­kan kotanya masing-masing.

Selain menetapkan Harun as dan keturunannya, Tuhan juga mengangkat imam untuk masing-masing suku Israel lainnya de­ngan Harun as dan keturunannya berperan sebagai imam tertinggi bangsa Israel.

Katakanlah kepada orang Israel dan suruhlah mereka mem­be­rikan kepadamu satu tongkat untuk setiap suku. Semua pemimpin mereka harus memberikannya, suku demi suku, seluruhnya dua belas tongkat. Lalu tuliskanlah nama setiap pemimpin pada tongkatnya. (Bilangan 17: 2).

Setelah Musa berbicara kepada orang Israel, maka semua pe­mimpin mereka memberikan kepadanya satu tongkat dari setiap pemimpin, menurut suku-suku mereka, dua belas tongkat, dan tongkat Harun ada di antara tongkat-tongkat itu. (Bilangan 17: 6).

Pada materi pengantar kali ini, tentu tidak bisa dijelaskan secara komprehensif mengenai makna imamah menurut al-Kitab dan hu­bungan-hubungannya, tapi perlu dipahami bahwa kata kohen juga identik dengan nasiy. Pada ayat Bilangan 17: 2 dan 6 di atas, kata pemimpin tidak disebut kohen, tapi nasiy. Kata nasiy berasal dari nasa’, artinya dalam bahasa Inggris: to lift up, to be lifted up, to exalt, to lift oneself up. Seluruh makna-makna itu menunjukkan kepada meninggikan derajat, penyanjungan dan terangkat. Kata nasiy juga berarti captain yang secara luar biasa berkorespondensi secara tepat dengan ayat Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa Tuhan telah mengangkat 12 orang Naqib dari bangsa Israel!

Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israel dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pe­mimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesung­guhnya jika kamu mendirikan salat dan me­nunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pin­jaman yang baik se­sung­guhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Ku masukkan ke dalam surga yang mengalir di da­lamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu se­sudah itu, sesung­guhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. al-Maidah: 12).

Kesimpulan mengenai hubungan 2 kata itu bahwa walaupun para penerjemah Alkitab (khususnya di Indonesia) menggunakan kata imam untuk kohen dan nasiy untuk pemimpin, secara umum tidak salah, tapi sebenarnya kurang tepat. Kohen terkait dengan tugas untuk menjadi penerus para nabi. Seorang pengganti (kha­lifah) atau penerus dari seorang nabi selayaknya memiliki kuali­fikasi dan we­we­nang yang sama dengan yang diberikan kuasa akan hal itu. Dalam hal ini, kata kohen sebenarnya lebih tepat disebut dengan wali. Karena, wali untuk suatu umat dari seorang nabi, memang semes­tinya memiliki kualifikasi dan kekuasaan yang sama dengan sang nabi. Sedangkan kata nasiy adalah sebutan untuk ja­batan yang di­pegang oleh sang wali tersebut, yaitu: imam.

Pengangkatan para imam juga dilakukan pada periode-periode lanjutan dari para nabi (rasul) dan imam bangsa Israel setelah Musa as hingga periode Isa as. Dalam pemahaman yang lebih luas, kata “pemimpin” juga sering direfleksikan secara simbolis sebagai batu dalam arti “gembala”.

Maka sekarang, pilihlah dua belas orang dari suku-suku Israel, seorang dari tiap-tiap suku. (Yosua 3: 12).

Pilihlah dari bangsa itu dua belas orang, seorang dari tiap-tiap suku, dan perintahkanlah kepada mereka, demikian: Angkatlah dua belas batu dari sini, dari tengah-tengah sungai Yordan ini, dari tempat berjejak kaki para imam itu, bawalah semuanya itu ke seberang dan letakkanlah di tempat kamu akan bermalam nanti malam. (Yosua 4: 2-3).

Maka orang Israel itu melakukan seperti yang diperintahkan Yosua. Mereka mengangkat dua belas batu dari tengah-tengah sungai Yordan, seperti yang difirmankan Tuhan kepada Yosua, menurut jumlah suku Israel. Semuanya itu dibawa merekalah ke seberang, ke tempat bermalam, dan diletakkan di situ. (Yosua 4:8).

Kemudian Elia mengambil dua belas batu, menurut jumlah suku keturunan Yakub—Kepada Yakub ini telah datang firman Tuhan: “Engkau akan bernama Israel.” (1 Raja-raja 18: 31).

Lalu aku memilih dua belas orang pemuka imam. (Ezra 8: 24).

Murid-murid Isa as atau Hawariyyun juga berjumlah 12 orang.
Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, se­sung­guhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di tahta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah meng­ikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk meng­hakimi kedua belas suku Israel. (Matius 19: 28)
Ia menetapkan dua belas orang untuk menyertai Dia dan untuk diutus-Nya memberitakan Injil. (Markus 3: 14).

Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul. (Lukas 6: 13).

Nabi terakhir untuk umat manusia, Muhammad saw juga me­nya­takan bahwa akan ada 12 orang khalifah setelah dirinya, seba­gaimana disebutkan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Bukhari di dalam Shahih-nya, pada awal kitab al-Ahkam, bab al-Umara min Quraisy (Para Pemimpin dari Quraisy), juz IV, ha­laman 144; dan di akhir kitab al-Ahkam, halaman 153, sedangkan dalan Shahih Muslim di­sebutkan di awal kitab al-Imarah, juz II, halaman 79. Hal itu juga disepakati oleh Ashhab ash-Shihhah dan Ashhab as-Sunan, bahwa­sanya diriwayatkan dari Rasulullah saw: “Agama masih tetap akan tegak sampai datangnya Hari Kiamat dan mereka dipimpin oleh 12 khalifah, semuanya dari Quraisy.”

Juga diriwayatkan dari Jabir bin Samrah, dia berkata: “Aku bersama ayah­ku datang menjumpai Rasulullah saw. Lalu aku mendengar beliau bersabda, ‘Urusan ini tidak akan tuntas sehingga datang kepada mereka 12 orang khalifah.’ Kemudian dengan suara pelan beliau mengatakan sesuatu kepada ayahku. Aku pun bertanya kepada ayahku, ‘Apa yang telah beliau katakan wahai ayah?’ Ayahku men­jawab, ‘Bahwa mereka semua dari kalangan Quraisy.’”

Pengantar singkat ini tentu tidak bisa memberikan kita ruang untuk membahas secara mendalam mengenai sistem kepemimpinan para nabi dan rasul Tuhan melalui perspektif Alkitab dengan pan­duan cahaya Al-Qur’an. Akan tetapi, diharapkan dapat menggugah kesadaran dan intelektualisme terhadap wawasan ilmiah dan pe­ngetahuan “keislaman” yang ternyata masih banyak yang mesti ditelusuri lagi secara lebih seksama. Wallahu‘alam. Wa Sallallahu ‘ala Sayyidina Muhammadin wa ‘Ala Alihi ath-Thayyibin ath-Thahirin.

Tanggapi Qaradawi, Mesir Nyatakan Banyak Pemuda Ikut ISIS Justru Karena Sikap Qatar


Kairo – Menteri Wakaf Mesir Syekh Mohamed Mukhtar Gomaa menilai kebergabungan banyak pemuda Qatar dengan kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sebagai hasil yang alami dari tindakan pemerintah Qatar melindungi para teroris dan pimpinan organisasi transnasional Ikhwanul Muslimin.
Hal ini dikemukakan Gomaa saat mengomentari pernyataan ulama Qatar Syek Yusuf Qaradawi yang mengaku prihatin atas keterlibatan para pemuda Qatar dan beberapa negara lain dalam ISIS.

Qaradawi yang berasal dari Mesir dan dikenal sebagai “bapak spiritual” kelompok Ikhwanul Muslimin dalam wawancara dengan TV al-Jazeera yang berbasis di Qatar mengatakan, “Ada para pemuda dari Qatar dan sebagian negara non-Arab yang bergabung dengan kelompok ISIS… Mereka mengafirkan orang-orang Islam lainnya dan membunuh ahli dzimmah yang tidak boleh dibunuh.”

Menanggapi pernyataan Qaradawi ini, al-Syekh Mohamed Mukhtar Gomaa, sebagaimana dilansir al-Sharq al-Awsat, Akhbar Masr, dan Almesryoon Jumat (29/8/2013), mengatakan, “Fenomena ini adalah hasil alami tindakan mengayomi para teroris dan para pemimpin organisasi transnasional Ikhwanul Muslimin… Padahal teroris tetaplah teroris… Sudah berulang kali kami menegaskan bahwa teroris pasti akan memangsa pendukung dan pengayomnya sendiri, entah hari ini ataupun besok.”

Dia menambahkan, “Ini bukan kali terakhir. Setiap kali kawanan teroris menguat di suatu negara maka saat itu pula mereka akan memusnahkan apa dan siapapun yang di sana… Seandainya masih ada kebaikan pada para teroris, tidak mungkin mereka mengingkari negeri mereka sendiri dan mendatangkan kerusakan di sana.”

Pemerintah Mesir akhir tahun lalu mengumumkan kelompok Ikhwanul Muslimin telah bermutasi menjadi organisasi teroris sejak peristiwa kudeta Presiden Mohamed Morsi oleh militer pada Juli 2013.

Lembaga Fatwa Mesir Mengatakan Haram Jadi Anggota Atau Simpatisan ISIS


Kairo – Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta’ al-Masriyyah) Kamis (25/9) merilis fatwa yang menyatakan haram bagi seorang Muslim menjadi anggota atau terhubung dalam bentuk apapun dengan kelompok yang menamakan dirinya Negara Islam (IS/ISIS/DAISH).

Sebagaimana dirilis situs al-Youm al-Sabea, fatwa itu dikeluarkan dengan alasan bahwa kelompok teroris takfiri tersebut telah melakukan tindakan-tindakan untuk menghancurkan banyak negara dan para hamba serta mencemarkan citra Islam melalui aksi-aksi bengis yang dikutuk oleh Islam, umat Islam dan bahkan oleh fitrah, hati nurani dan akal sehat manusia.

Lembaga Fatwa Mesir menjelaskan bahwa organisasi-organisasi seperti ISIS dengan semua fahamnya yang ekstrim telah menyesatkan banyak pemuda yang telah menjadikan ISIS sebagai kebanggaan atas nama agama, jihad dan negara Islam, padahal pada hakikatnya ISIS berusaha mencoreng citra Islam, menghancurkan negeri, dan menumpahkan darah para hamba setelah mereka (ISIS) sesat dalam istinbat dalil-dalil syariat dan menyimpang dalam memahami ayat-ayat al-Quran dan hadis.

“Mereka telah memelintir teks-teks keislaman untuk membenarkan sikap dan aksi-aksi berdarah dan ekstrim mereka. Mereka tak segan-segan menumpahkan darah hamba Allah, mengeluarkan fatwa-fatwa aneh dan munkar demi mendukung metode takfirinya yang telah menebar mafsadat di muka bumi. Dengan demikian maka ‘mereka telah menyimpang perkataan (Allah) dari kedudukan-kedudukannya (QS. Al-Maidah [5]: 13)’, menyalahi kaidah-kaidah fatwa yang muktabar berupa pengetahuan (dirayat) yang sempurna tentang ilmu-ilmu syariat dan realitas kehidupan untuk dapat melakukan istinbat hukum yang sahih. Mereka sengaja berdalil dengan suatu ayat atau penggalan ayat tanpa disertai pengetahuan terhadap segala yang ada dalam kitab suci dan sunnah mengenai tema yang dimaksud. Mereka mengartikan ayat al-Quran dengan yang bukan artinya lalu menisbatkan hukum-hukumnya secara dipaksakan, dusta dan bodoh kepada Islam,” tegas lembaga tersebut.

Darul Ifta’ al-Masriyyah juga menegaskan bahwa para pendukung ISIS, baik dalam bentuk pendanaan dan perlindungan maupun sebatas pernyataan telah ikut andil dalam kejahatan dan dosa-dosa ISIS.

Lembaga ini mengingatkan, “Apa yang dilakukan ISIS berupa pembunuhan, teror dan penghancuran sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam, karena jangankan terhadap sesama Muslim, dalam perang dengan non-Muslimpun syariat Islam bahkan mengharamkan pembunuhan kaumperempuan, anak kecil, lansia dan warga sipil, kezaliman, penganiayaan, perusakan bangunan, penebangan pepohonan dan bahkan pembunuhan hewan ternak.”

Mengenai pengusiran ISIS terhadap warga Kristen dan non-Muslim lain serta pemaksaan terhadap mereka supaya masuk Islam, Lembaga Fatwa Mesir dalam fatwanya menegaskan bahwa agama Islam adalah agama kerukunan hidup dengan sesama, tidak mengenal prinsip pemaksaan, dan tidak membenarkan kekerasan sehingga Islam tidak memaksa umat-umat agama lain agar masuk Islam. Islam justru memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih agama.

Mengenal Imam Syafi’i


Abu Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i yang kemudian terkenal dengan nama Imam asy-Syafi’i adalah pendiri dan pemimpin Mazhab Syafi’i dan Imam ketiga dalam mazhab Ahlusunnah. Nasab beliau sampai kepada Hasyim bin Abdul Muthalib kemenakan dari Hasyim bin ‘Abdu Manaf yang dinisbatkan kepada kakeknya yang bernama Syafi’ bin Saib yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw.

Kebanyakan ahli sejarah mencatat bahwa Imam Syafi’i dilahirkan di kota Gaza, Palestina, namun ada juga yang berpendapat bahwa beliau lahir di Asqalan. Ada juga yang mengatakan Imam Syafi’i lahir pada tahun 150 H di Yaman dimana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Ahlusunnah yang bernama Imam Abu Hanifah.

Sejak kecil Syafi’i telah kehilangan ayahnya. Kala itu beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan serba kekurangan. Imam Syafi’i mempelajari fikih dan hadis ketika di Mekkah dan untuk beberapa waktu beliau juga belajar syair, sastra bahasa (lughat) dan nahwu di Yaman. Sampai pada suatu waktu atas saran Mus’ab bin Abdullah bin Zubair, beliau pergi ke Madinah untuk menekuni ilmu hadis dan fikih. Diusianya yang relatif muda (sekitar 20 tahunan), beliau telah belajar kepada Imam Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki.


Imam Syafi’i menuturkan masa lalunya seperti ini: Sewaktu saya belajar, guru saya mengajarkan kepada saya tentang Al-Qur’an dan saya pun menghafalnya. Saya ingat waktu itu guru saya pernah berkata: ‘Tidak halal bagi saya sekiranya mengambil imbalan dari kamu.” Dengan alasan tersebut, akhirnya saya meninggalkan guru tersebut. Sejak itu saya mengumpulkan potongan tembikar, kulit dan pelepah kurma yang agak besar sebagai sarana yang saya pakai untuk menuliskan hadis. Akhirnya, saya pergi ke Mekkah. Aku tinggal bersama kabilah Hudail yang terkenal dengan kefasihannya selama 17 tahun. Setiap kali mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain, aku pun mengikuti jejak mereka. Saat aku pulang ke Mekkah, aku telah menguasai banyak sekali disiplin ilmu. Waktu itu aku bertemu dengan salah seorang pengikut Zubair lalu salah seorang dari mereka berkata kepadaku: “Sangat berat bagiku melihat Anda yang begitu jenius dan fasih namun Anda tidak mempelajari fikih.” Tak lama setelah itu, mereka membawaku ke tempat Imam Malik.

Saya telah memiliki buku “Al-Muwatho’” Imam Malik dan cuma dalam waktu sembilan hari aku telah mempelajarinya. Kemudian saya pergi ke Madinah untuk belajar dan menghadiri majlis taklim Imam Malik.”
Imam Syafi’i tetap tinggal di kota Madinah sampai saat wafatnya Malik bin Anas. Kemudian beliau pergi ke Yaman dan beliau menghabiskan aktivitasnya di sana. Penguasa Yaman pada waktu itu seorang yang zalim dan bekerja sama dengan pemerintahan Harun ar-Rasyid, Khalifah Abassiyah. Dalam kondisi seperti itu, penguasa menangkap Imam Syafi’i dengan alasan dikhawatirkan beliau akan memberontak bersama Alawiyyin (keturunan Ali bin Abi Thalib) lalu beliau dibawa kepada Harun ar-Rasyid, tetapi Harun ar-Rasyid membebaskannya.

Muhammad bin Idris untuk beberapa waktu pergi ke Mesir dan kemudian pada tahun 195 H beliau mendatangi Bagdad dan mengajar disana. Setelah dua tahun tinggal di Bagdad, beliau kembali ke Mekkah. Tak lama setelah itu, beliau pergi lagi ke kota Baghdad dan dalam waktu yang cukup singkat tinggal di Bagdad. Pada tahun 200 H di penghujung bulan Rajab di usia 54 tahun beliau meninggal dunia di Mesir. Tempat pemakamannya di Bani Abdul Hakam berdekatan dengan makamnya para syuhada dan menjadi tempat ziarah kaum Muslimin, khususnya kalangan Ahlusunnah.
Salah satu murid Imam Syafi’i yang terkenal adalah Ahmad bin Hanbal, pendiri Mazhab Hanbali.

Karya-karya Imam Syafi’i
Imam Syafi’i memiliki banyak sekali karya berharga, di antaranya adalah:
1. Al-Umm
2. Musnad as-Syafi’i
3. As-Sunnan
4. Kitab Thaharah
5. Kitab Istiqbal Qiblah
6. Kitab Ijab al-jum’ah
7. Sholatul ‘Idain
8. Sholatul Khusuf
9. Manasik al Kabir
10. Kitab Risalah Jadid
11. Kitab Ikhtilaf Hadist
12. Kitab Syahadat
13. Kitab Dhahaya
14. Kitab Kasril Ard

Berhubung pusat pengajaran beliau berada di kota Bagdad dan Kairo, maka melalui dua kota tersebut secara perlahan Mazhab Syafi’i disebarkan oleh murid-muridnya ke negeri-negeri Islam lainnya, seperti Syam, Khurasan dan Mawara’u Nahr. Tetapi pada abad ke-5 dan ke-6 terjadi konflik keras antara para pengikut Syafi’i dan pengikut Hanafi di Bagdad dan juga pengikut Syafi’i dan Hanafi di Isfahan. Begitu juga para pengikut Syafi’i sempat bentrok dengan dengan para pengikut Syiah dan Hanafi pada zaman Yaqut dimana setelah itu mereka menguasai kota Rei.

Mazhab Syafi’i lebih dikenal dengan perpanduan antara ahli qiyas dan ahli hadis. Mazhab Syafi’i sekarang tersebar di Mesir, Afrika Timur, Afrika Selatan, Arab Saudi bagian Barat dan Selatan, Indonesia, sebagian dari Palestina dan sebagian dari Asia Tengah, khususnya kawasan Kurdistan.
Di antara ulama-ulama pengikut Mazhab Syafi’i yang terkenal adalah: Nasai’, Abu Hasan Asy’ari, Abu Ishaq Shirazi, Imamul Haramain, Abu Hamid Ghazali, dan Imam Rafi’i.

Benarkah Dajjal Berusia 4.000 Tahun?


Konon, sebelum sampai di Pulau Bermuda atau tinggal di daerah Segitiga Bermuda ini, dajjal dahulunya tinggal di sebuah pulau di laut Yaman. Awalnya, ia lahir di sebuah keluarga penyembah berhala di zaman setelah Sam bin Nuh. Ia dilahirkan di daerah sekitar Palestina di dekat daerah Sodom dan Gomorah (umat kaum Luth) dalam keadaan cacat di matanya.

Sejak kecil, si anak (dajjal) ini suka menyusahkan orang tuanya. Tidur selama sekitar empat tahun lamanya dan tidak bisa berjalan. Suatu hari, di tengah lelapnya tidur, si anak terbangun dan mendatangi berhala sesembahan kedua orang tuanya dan tidur lagi di pangkuan berhala itu. Saat itulah orang tuanya mengumumkan kalau anaknya itu merupakan anak Tuhan.

Orang-orang yang sebelumnya mendengar bahwa anaknya itu tidak bisa berjalan, spontan menertawakan dan mencemoohnya. Sebagian lainnya, ada yang mengambil air berkah.

Oleh banyak orang, si orang tua di laporkan ke hakim dan diputuskan keduanya harus berpisah dengan anaknya. Anaknya ditahan di pengadilan atau istana sedangkan orang tua di bagian lain penjara. Namun, saat terjadi azab kepada penduduk Sodom dan Gomorah, anak ini diselamatkan oleh Malaikat Jibril ke sebuah pulau yang tidak berpenghuni di laut Yaman. Jarak laut Yaman ini membutuhkan perjalanan yang sangat lama dan jika ingin ke pulau tersebut harus melewati terjangan ombak dahsyat. Jika tak hati-hati maka akan tenggelam. Selama di pulau itu, Jibril menugaskan seekor binatang yang badannya dipenuhi bulu lebat untuk merawat dan membantu si manusia cacat itu.

Singkat cerita, ketika sudah semakin besar, ia memutuskan keluar dari pulau itu dan mengembara ke mana saja. Sampai suatu ketika ia bertemu dengan Ibrahim, Musa, dan Nabi Isa.


Dalam pertemuannya dengan Nabi Musa, ia awalnya menjadi pengikutnya. Namun, di balik pertemuan itu ia memiliki maksud jahat. Karena kekagumannya pada Musa, ia menggunakan nama Musa. Namun, untuk membedakan ia dengan Musa dari Mesir (Nabi Musa–Red), maka ia memakai nama Musa Samiri alias Musa dari Samirah, tempat lahirnya sewaktu masih di Palestina.

Karena perbuatannya mengajak Bani Israil membuat patung anak lembu maka Musa AS lalu mengusir Samiri. (Lihat QS Thaha [20]: 97). Ke mana perginya Samiri (dajjal) ini setelah diusir Musa, tidak ada keterangan lanjutan.

Muhammad Isa Daud menyebutkan, sejak diusir itu, Samiri mengembara lagi ke berbagai tempat. Ia terus belajar mengenai sikap umat manusia dan mencari celah untuk menjerumuskannya.

Dan beberapa saat sebelum kelahiran Rasulullah SAW, dajjal kembali ke pulau tempat ia dibesarkan oleh seekor makhluk berbulu tebal tersebut. Saat mendarat itulah, oleh makhluk tersebut, dajjal disuruh berjalan ke bagian dalam gua. Saat membelakangi dinding gua itulah, dajjal kemudian terpasung. Makhluk tersebut menyatakan, ikatan itu hanya akan bisa lepas, saat waktunya telah tiba. Dalam penuturan Isa Daud, dajjal terpasung selama lebih kurang 63 tahun. Sama dengan usia Rasulullah SAW.

Setelah bebas, dajjal kembali mengembara. Puncaknya, ia pergi ke Segitiga Bermuda dan akhirnya bertemu dengan setan. Ia sangat diagungkan oleh setan dan keduanya membuat perjanjian bersama untuk menghancurkan umat manusia dan memalingkannya dari menyembah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan keterangan Muhammad Isa Daud, hingga hari ini dajjal masih hidup. Kendati usianya sudah lebih dari 4.000 tahun, tetapi fisiknya masih tetap muda dan tak ada yang bisa menandingi kekuatannya hingga turunnya Isa Al-Masih, putra Maryam, yang akan membunuhnya. Usianya itu bila dikonversikan dengan Nabi Ibrahim AS, sebagaimana pendapat Sami bin Abdullah Al-Maghluts, bahwa Nabi Ibrahim hidup pada tahun 1997-1822 SM.

Panjangnya usia dajjal ini, karena ia merupakan satu dari tiga orang yang muntazhar (ditangguhkan) atau dipanjangkan umurnya, yakni setan, Nabi Isa AS, dan dajjal. Dan hanya Nabi Isa AS yang mampu mengalahkan dan membunuh dajjal. (Baca: Bersama Imam Mahdi)


Wa Allahu A’lam.

Memahami dan Menangkal Laju ISIS


Oleh: Novriantoni Kahar

Dari apa yang saya baca soal perkembangan sepak terjang ISIS (Islamic State of Iraq and Syam), rasa merasa fenomena gerakan ini akan bertahan lama, dan mungkin akan lebih dahsyat dari pendahulunya, al-Qaidah. Jelas pula bahwa saat ini ISIS sudah lebih besar dari al-Qaidah dengan beberapa pencapaian fantastis seperti penguasaan wilayah, kontrol terhadap sumber daya dan dana yang lebih besar dan pasti, serta jumlah relawan dan simpatisan yang kian bertambah. Jadi, sangat wajar bila banyak negara yang kini ekstra waspada dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan dan kejutan-kejutan ISIS, para pengikut, dan simpatisannya. 

Dari bacaan saya pula saya menyimpulkan beberapa hal penting menyangkut ISIS. Yang kentara, kuatnya ISIS tidak terlepas dari banyak faktor. Kegagalan transisi demokrasi di Irak, Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah telah menyebabkan kondisi yang tidak stabil, menimbulkan konflik sektarian, bahkan kecamuk perang saudara di kawasan Timur Tengah. Jelas sekali, kini daerah-daerah perbatasan di kawasan banyak yang menjadi tanah air para jihadis. Kecuali Mesir, Iran, dan Turki, hampir semua daerah perbatasan Timur Tengah rentan sekali berganti tuan. 

Inilah yang menjelaskan kenapa Mesir sangat ketat menjaga dan mengawasi dinamika di perbatasan seperti di Rafah, hal yang sangat ironis bagi rakyat Gaza yang digempur Israel. Kegagalan Musim Semi Arab di Suriah juga telah menyebabkan negeri Syam itu menjadi lahan terbuka bagi persengketaan regional kekuatan dominan kawasan seperti Saudi, Iran, dan Turki. Lemahnya pemerintahan Irak sejak jatuhnya Saddam Husein ikut menggenapkan perbatasan Irak-Suriah sebagai ibukota terorisme sebagaimana perbatasan Afganistan-Pakistan di tahun 1980-1990an. 

Di daerah inilah kaum salafi-jihadi semacam ISIS dan lainnya menemukan pangkalan yang aman (qaidah aminah) untuk bertunas dan berkecambah. Bukan kebetulan pula mereka berkumpul di sana karena mereka sesungguhnya difasilitasi secara masif, sistematis, dan terstruktur, oleh negara-negara yang ingin melepaskan diri dari ekstremisme kaum salafi. Negara-negara ini mengekspor kaum salafi-jihadi untuk berjihad di luar negeri dengan mengibarkan panji-panji perseteruan sektarian Sunni-Syiah guna menumbangkan rezim Bashar Assad yang dibekeng Iran dan Hizbullah. Di pihak lain, rezim Assad pun senang hati masuk ke kancah perang melawan terorisme, bahkan melepaskan banyak kaum salafi-jihadi di saat-saat kencangnya tuntutan perubahan rezim karena itu untuk sementara waktu menyelamatkan eksistensi rezimnya. 

Namun ISIS tak akan sekuat sekarang jika tidak terjalinnya koalisi tidak biasa (unorthodox coalition) dengan banyak pihak seperti centeng-centeng dan suku-suku lokal yang terpinggirkan, kaum pragmatis dan oportunis dari berbagai negara, bahkan bekas elit rezim Saddam Hussein yang menaruh dendam terhadap pemerintahan Irak saat ini. Koalisi tidak biasa inilah yang memudahkan ISIS untuk menguasai kota terbesar kedua Irak, Mosul, setelah bermarkas lama di Raqqa, Suriah, ibukota kekhilafahan ISIS yang sesungguhnya. Jangan pula heran dengan kekuatan ISIS karena mereka pun telah menguasai beberapa ladang minyak Suriah dan Irak dan sempat pula berdagang minyak dengan rezim Assad yang sedang dalam prahara. 

Sumber pendapatan lain mereka antara lain dari aksi-aksi penculikan warga asing dan tuntutan tebusan. Selama empat tahun terakhir, setidaknya ISIS dan kelompok-kelompok sejenisnya paling kurang telah mendapatkan 70 juta dolar Amerika dari uang tebusan dari hasil penyanderaan. Lalu apa yang membedakan ISIS dari pendahulunya, al-Qaidah, yang sampai kini masih menganggap ISIS sebagai anak bawang mereka walau sesungguhnya ISIS telah jauh lebih kuat? 

Pertama, karena kemunculan ISIS sangat dipicu oleh nuansa persengketaan sektarian Sunni-Syiah di Suriah dan kawasan, maka permusuhan internal mereka terhadap sesama umat Islam jauh lebih radikal dibandingkan al-Qaidah sekalipun. Lihatlah betapa bangganya mereka membantai warga Syiah yang mereka tahan di Mosul dan tempat-tempat lainnya. Karena itu, berbeda dari al-Qaidah yang lebih banyak melampiaskan retorika dan amarah mereka kepada Amerika dan Barat, ISIS kini justru menganggap aksi jihad mereka bertujuan untuk membebaskan diri dari penjajahan Persia dan Dinasti Safawi terhadap tanah Irak pasca runtuhnya rezim Saddam di tahun 2003. 

Jadi, walau sesama varian kaum salafi-jihadi, al-Qaidah lebih banyak menyasar kepentingan dan fasilitas musuh jauh (far enemy) seperti Amerika dan sekutunya, sedangkan ISIS lebih mencanangkan perang melawan musuh terdekat lebih dulu (near enemy first), baik itu Syiah, muslim tradisional dan kaum sufi (yang mereka anggap tidak cukup murni keislamannya), serta umat Kristen dan agama lokal. Kedua, dengan kemunculan ISIS, pemuka salafi-jihadi tradisional semacam bos al-Qaidah, Ayman al-Zawahiri, pun tampak kurang ekstrem. Berkali-kali al-Zawahiri mengingatkan ISIS untuk bertindak moderat, menghindari konfrontasi terhadap sesama muslim seperti Syiah, menghormati warga sipil, hak-hak tawanan dan etika perang, serta hanya menculik warga asing demi menuntut pembebasan rekan jihadis yang mendekam di tahanan. 

Namun ISIS, dari berbagai publikasi mereka justru dengan bangga mempertontonkan aksi-aksi brutal mereka terhadap musuh-musuh dekat mereka. Mereka meledakkan rumah ibadah yang dianggap kurang sesuai standar salafi, membunuh warga Syiah, mengultimatum, mengintimidasi dan menghabisi ribuah umat Kristen Irak dan dan pengikut agama lokal seperti kaum Yazidis. Ketiga, dibandingkan al-Qaidah, magnet ISIS untuk mendapat pendukung akan jauh lebih kuat. Ini tak lepas dari impian—kalau bukan ilusi lama umat Islam—akan perlunya menegakkan kembali kekhilafahan Islam universal yang sudah runtuh 80 tahun lalu. 

Dengan mendeklarasikan tegaknya Khilafah, ISIS memang dianggap gegabah oleh sebagian, tapi justru dianggap selangkah lebih maju oleh sebagian lain dibandingkan gerakan Islam radikal lainnya. Dan itu menambah daya pikat mereka di kalangan jihadis seluruh dunia. Inilah yang menjelaskan mengapa banyak kelompok salafi-jihadi yang berbaiat kepada mereka, baik di Indonesia, Thailand Selatan, maupun Filipina Selatan. Kita belum lagi tahu sejauh apa peluang Khilafah ala ISIS akan bertahan. Yang jelas, slogan—dan mungkin juga doa mereka—tiada lain adalah agar kekhilafah yang sudah tegak ini dapat kekal dan bertahan (baqiyah). 

Prediksi saya, besar kemungkinan ekspansinya akan tertahan di seputar Irak, Suriah, dan mungkin saja Libanon, dan ke depan mungkin hanya akan menjadi negara ultra-puritan yang dapat melampaui kekolotan Kerajaan Wahabi Saudi. Namun begitu, apa yang harus kita perbuat demi membendung ekspansi ideologis dan menahan jumlah follower ISIS di kalangan muslim Indonesia? Satu, pemerintah jangan pernah lagi mengaggap enteng letupan-leputan sektarian yang bernuansa agama yang pernah marak semasa rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ISIS adalah makhluk semacam belut yang akan hidup dan bertumbuh di air keruh ketegangan dan ketidakstabilan. 

Semakin kuat letupan sosial dan konflik sektarian yang disertai oleh lemahnya kontrol kekuasaan terhadap keadaan, akan kian aman mereka berkembang. Dalam banyak laporan, menguatnya retorika-retorika anti-Syiah maupun anti-Kristen seperti di Indonesia dan Malaysia tidak lepas dari pengaruh ISIS secara khusus dan imbas konflik Timur Tengah secara umum. Dua, musuh terbesar perkembangan ISIS adalah kaum muslim kultural yang ingin mengamalkan agama secara bersahaja seperti warga NU, kaum sufi, maupun muslim kebanyakan. Umat Islam tradisional yang mayoritas ini harus bangga mengamalkan corak Islam yang rahmatan lil alamin itu dan jangan sekali-kali tergiur dan tergoda oleh propaganda sektarian kaum salafi yang merasa keislaman mereka lebih murni. 

Saya membayangkan, asalkan muslim tradisional dan muslim yang mengamalkan Islam yang ramah ini masih kuat, akan sulit bagi ideologi ISIS untuk tumbuh dan mengakar di Indonesia. Tiga, selain mengharapkan muslim Indonesia tetap ramah dan menjadi rahmat bagi sesama, pemerintah dan kita semua juga perlu pro-aktif dalam mempromosikan dan menanamkan ajaran dan amalam keagamaan yang toleran sejak dini. Kita misalnya perlu mengajarkan Islam cinta di sekolah-sekolah, entah lewat kurikulum formal atau pun pelajaran ekstra kurikuler. Tidak sulit melakukannya kalau pemerintah mau. Misalkan dengan mengenalkan dan meresapi sajak-sajak pendek dan manis dari Jalaluddin Rumi. 

Saya membayangkan, ideologi dan persebaran Islam kebencian dan amarah semacam ISIS akan membentur anti-virus yang kokok jika kita semua pro-aktif dalam mempromosikan Islam cinta dan merahmati sesama. Empat, sebagaimana umumnya dunia Islam, Indonesia memerlukan undang-undang khusus yang dengan tegas melakuan pembatasan terhadap syiar-syiar kebencian yang selama ini marak dan secara vulgar dilancarkan oleh kaum salafi dan kaum ekstremis lainnya. 

Di negara-negara maju dan beradab, syiar-syiar kebencian seperti penistaan, ancaman fisik dan pelenyapan nyawa, otomatis akan langsung ditindak oleh aparat penegak hukum. Namun di negeri ini, pelaku syiar-syiar semacam itu, baik di dunia maya maupun dunia nyata, dengan ringannya melenggang dan memenuhi ruang publik kita. Di negeri yang demokratis ini, kita memang wajib menjamin hak dan kebebasan berpendapat dan berserikat, tapi kita juga perlu membatasi hak dan kebebasan itu hanya untuk mereka-mereka yang cinta damai dan bersedia menghargai dan mensyukuri keragaman hayati ini. Tulisan dimuat di satuharapan.com tanggal 11 Agustus 2014. 

Matinya Keadilan di Mesir


Sungguh mencengangkan pengadilan Mesir akhirnya membebaskan diktator terguling Hosni Mubarak, kedua anaknya serta Habib el-Adly dari seluruh dakwaan. Sikap pengadilan Mesir ini secara praktis telah membunuh keadilan di negara ini.

Pengadilan Mesir membebaskan Mubarak dari dakwaan kasus pembantaian demonstran pada 25 Januari ketika revolusi rakyat meletus di negara ini serta tudingan penjualan gas ke rezim Zionis Israel. Pengadilan Mesir juga menyatakan bahwa keputusan ini tidak dapat diganggu gugat. Pengadilan Mesir juga membebaskan Habib el-Adly, menteri dalam negeri pemerintahan Mubarak serta salah satu penasehat diktator terguling ini dari dakwaan terlibat dalam pembantaian demonstran.

Abdul Majid Mahmoud, mantan jaksa agung Mesir pada 10 April 2011 memutuskan untuk menyeret Hosni Mubarak dan anak-anaknya, Gamal serta Aala ke meja hijau dengan dakwaan tidak menghalangi pembantaian para demonstran, penyuapan serta memanfaatkan wewenang dan pengaruh.

Sementara Habib el-Adly, mantan menteri dalam negeri era Mubarak serta enam wakilnya juga menghadapi dakwaan tidak mencegah pembunuhan terhadap demonstran.

Sidang pertama pengadilan Mubarak, kedua anaknya, Habib el-Adly serta enam wakilnya digelar Agustus 2011 dan dengan dakwaan korupsi (yang meliputi menghambur-hamburkan anggaran negara, mengumpulkan harta kekayaan haram dan menjual gas ke Israel dengan harga murah) serta pembunuhan terhadap demonstran pada era revolusi rakyat 25Januari.

Proses pengadilan ini belanjut hingga Juni 2012. Pada akhirnya pengadilan tersebut membebaskan Gamal dan Aala Mubarak serta enam wakil el-Adly dari semua dakwaan. Namun Mubarak dan el-Adly sendiri dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena kasus pembunuhan warga saat bergolaknya revolusi pada 25 Januari. Mubarak dan el-Adly kemudian mengajukan banding.

Oleh karena itu, babak kedua proses pengadilan Mubarak dan el-Adly dimulai sejak 11 Mei 2013. Lebih dari 160 ribu lembar berkas disusun dalam kasus Mubarak dan el-Adly. Sejak Mei 2013 hingga September 2014, telah digelar 54 persidangan Mubarak, anak-anaknya serta Habib el-Adly.

Babak kedua pengadilan Mubarak bertepatan dengan lengsernya Ikhwanul Muslimin dari kekuasaan dan penangkapan Muhammad Mursi, presiden terguling dan pilihan rakyat. Tranformasi ini berdampak pada mekanisme pengadilan Mubarak, karena kubu anti diktator terguling ini telah lengser dari kekuasaan. Dalam tahapan ini, pengadilan memanggil Muhammad Hossein Tantawi, menteri pertahanan di era Mubarak dan Ahmad Nazif, perdana menteri rezim terguling ini sebagai saksi.

Mubarak pada Mei 2014 hanya dijatuhi vonis tiga tahun penjara karena menghamburkan jutaan dolar uang kas negara untuk merenovasi istana kepresidenan dan Gamal serta Aala, dua anak Mubarak juga diganjar empat tahun penjara dengan dakwaan yang sama.

Di babak kedua proses pengadilan ini, Mubarak pada Agustus 2014 untuk pertama kalinya selama 23 menit mengajukan pembelaan diri. Ia mengklaim bahwa tidak pernah menginstruksikan pembunuhan terhadap demonstran di tahun 2011 dan sejarah akan mencatatnya sebagai sosok yang baik. Hakim yang memimpin pengadilan pun menyatakan membutuhkan waktu lebih banyak untuk menjatuhkan vonis bagi Mubarak beserta konco-konconya, padahal pengadilan sudah harus memberikan putusannya pada September 2014.

Hakim Mahmoud Kamil al-Rashidi ketika membebaskan Mubarak, kedua anaknya, Habib el-Adly serta enam wakilnya dari seluruh dakwaan, sudah sejak lama putusan seperti ini diprediksikan mengingat esensi sistem peradilan Mesir serta hubungan dekat pada hakim dengan rezim terguling.

Dengan dirilisnya putusan ini, kubu anti pemerintah mengatakan bahwa jika dalam beberapa tahun kedepan Gamal Mubarak menjadi presiden Mesir, maka hal ini bukan sesuatu yang mengherankan. 

(IRIB Indonesia/MF).

Berlayar dalam Naungan Perahu Nabi Nuh : Sekelumit Pencarian Teologis


Di bulan yang mulia ini saya mencoba membaca kembali buku 40 hadits (Arbau'na Haditsan) yang dipaparkan Imam Khomeini qs (quddisa ruh-semoga Allah SWT mensucikan ruhnya) dari koleksi buku lama saya. Saya mengibaratkan penulis best seller seperti Anthony Robbins, Napoleon Hill, Dale Carnegie, Stephen R. Covey, Edward D. Bono, Ron Holland, Warren Bennings, dll dibandingkan dengan tulisan Imam Khomeini ibarat yang satu mengurusi bagian-bagian luar, sementara Imam mengupasnya dari dalam sisi halus manusia, yang pada akhirnya memberikan perubahan besar pada sisi luarnya. Psikologi modern menyebut pendekatan Imam dengan istilah spiritual quitoent (kecerdasan spiritual) seperti yang dipopulerkan Donna Zohar vis a vis dengan emotional intelegence (kecerdasan emosi) seperti yang dipaparkan Dale Goleman. Sebenarnya saya ingin sekali berbagi disini mengenai kesan saya tiap kali membaca karya ulama besar ini, namun biarlah dilain kesempatan.

Buku itu sendiri seingat saya menjadi buku pertama yang memperkenalkan saya dengan karya Imam Khomeini. Buku itu pula yang membukakan pikiran saya terhadap mazhab Ahlil Bayt. Sebuah mazhab yang sebelumnya ditanamkan kepada saya sebagai paham yang sesat, pada saat aktif dalam kelompok pengajian tertentu. Kelompok pengajian itu sendiri mengklaim berafiliasi dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, Mesir, yang didirikan oleh Syekh Hasan Al Banna, dengan sistem sel atau jaringan.

Terus-terang saja sejujurnya saya tidak yakin kalau apa yang mereka lakukan mewarisi sikap-sikap seperti gerakan al-Ikhwan. Setahu saya, Syekh Hasan Al Banna, selaku pendiri al-Ikhwan di Mesir, adalah pribadi mulia yang amat mementingkan persaudaraan muslim daripada perbedaan pandangan dalam umat Islam. Itulah sebabnya Zionisme amat tidak menyukainya, dan bisa jadi hal inilah yang mungkin menjadi sebab alasan mengapa beliau harus disingkirkan-gugur sebagai syahid.

Kisah yang sering dijadikan contoh akan sikap toleransi yang tinggi Syekh Hasan al-Banna adalah pada saat beliau melihat keributan ummat yang memperdebatkan jumlah rakaat sholat tarawih di sebuah perkampungan di Mesir. Pada saat ditanya mengenai pendapatnya mengenai hal tersebut, secara bijaksana ia mengatakan bahwa sholat tarawih adalah hal yang sunnah dalam agama, sementara bertengkar dan berpecah belah diantara ummat adalah hal yang haram. Mengapa meributkan sesuatu yang sunnah jika pada saat yang sama hal yang wajib saja kita tinggalkan-ukhuwwah islamiyyah. Tidak heran dari al-Ikhwan ini lahirlah para pejuang Islam yang sangat heroik seperti Sayyid Qutb, Muhammad al-Ghazali, Zaenab al-Ghazali, Ali Garishah, dll.

Saat di pengajian usroh tersebut dalam sebuah kesempatan, saya berdebat cukup panjang dengan pembimbing saya (murabbi). Seingat saya, saat itu saya tidak setuju dengan sikapnya yang menghakimi paham tertentu tanpa memiliki bukti-bukti yang akurat mengenai paham tersebut. Saya benar-benar tertekan. Tanpa pikir panjang saya tinggalkan kelompok yang selama hampir tiga tahun memberikan pemahaman baru mengenai keberagaman sejak saya duduk di kelas dua SMA.

Selama mengikuti kelompok tersebut saya sempat under pressure, dan amat tertekan. Saya pusing dan bingung menjalani hidup. Cukup sering saya harus banyak mengorbankan waktu untuk sekedar kumpul-kumpul mengkaji agama dalam kelompok tersebut, yang menurut saya sangat kering nuansa spiritualitasnya. Pengajian-mereka menyebutnya tarbiyah- haruslah diprioritaskan dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Saya masih ingat betul kami harus datang pada malam hari untuk mabit-menginap bersama, membuat training merekrut anggota baru, pertemuan rutin mingguan dll.

Pada akhirnya, dengan berat hati setelah tiga tahun bergabung, saya harus tinggalkan pula rekan-rekan yang telah menjalin hubungan persaudaraan yang cukup erat tersebut. Perbedaan pandangan akhirnya membuat kami harus saling menjauh. Saat itu saya dengar bahwa teman-teman dilarang berkomunikasi dan dekat dengan saya karena khawatir mereka akan terpengaruh dan meninggalkan kelompok yang telah cukup solid ia bangun. Namun bersyukur alhamdulillah, tetap saja salah satu rekan saya, Hartawan Hari Permadi, akhirnya mengikuti jejak saya berwilayah Ahlil Bayt as.

Khusus untuk Hari, sahabat saya hingga kini, dalam kesempatan yang baik ini saya ingin mengucapkan selamat atas pernikahan yang dilangsungkan tepat di hari mulia, kelahiran Imam Mahdi as. 1425 H, kemarin. Mudah-mudahan langkah-langkahnya mendekatkan diri kepada Allah kian dimudahkan, begitupun kita semua.

Kabar terakhir yang sempat saya dengar tentang murabbi, ia sempat menjadi orang yang hilang ingatan untuk beberapa saat. Sempat jatuh dan ditemukan di salah satu rel kereta api di salah satu daerah Jakarta Selatan. Saya sungguh sedih mendengar hal itu. Saya berharap dengan segala peristiwa yang dialaminya itu ia dapat berfikir lebih terbuka dan bijaksana.

Sementara teman saya yang lain, tetap berpendirian bahwa apa yang saya jalani merupakan jalan yang tidak jelas dan masih diragukan. Kadang saya sering tertawa lucu mendengar hal ini. Apakah dia tahu dan sudah membuka tabir-tabir jalan Allah sehingga yakin bahwa jalan ini benar, sementara jalan lainnya meragukan. Menurut saya pernyataan itu seharusnya, sejauh yang ia yakini, bahwa jalan yang ia tempuh adalah yang paling benar, sementara jalan lainnya ia belum dan tidak berminat mengetahuinya lebih jauh-ini pernyataan yang lebih tepat menurut saya. Bagi saya jalan menuju Allah seperti yang sering kita dengar dari hadits adalah sebanyak nafasnya manusia. Masing-masing kita diberikan potensi yang beragam untuk mendekati dan berbakti kepada-Nya.

Dalam satu sisi saya bersimpati dengan al-Ikhwan, tapi saya harus menentukan pilihan kepada satu model alternatif yang tidak saja memiliki basis teologis yang kuat namun dapat menjawab tuntutan zaman dan memuasi kedahagaan saya terhadap spiritualitas.

Sejauh ini perjalanan saya untuk mendapatkan kepuasan mengenai penjelasan agama telah mempertemukan saya dengan mazhab Ahlil Bayt. Entah jika dalam perjalanan hidup selanjutnya nanti ada orang-orang yang secara argumentatif dapat menunjukan kelemahan mazhab ini, saya pun akan menentukan sikap. Ada banyak orang yang dilandasi ketidaktahuan dan kebencian berusaha mengingatkan saya agar menjauhi dan meninggalkan ini, setelah cukup lama saya berinteraksi. Tapi karena tidak memiliki argumen yang memadai dan dilandasi sikap-sikap yang tidak rasional-kebencian, saya abaikan saja.

Diluar itu, bagi saya mazhab atau kelompok bukanlah tolak ukur sebuah kebenaran dan merupakan hal yang penting,. Sebaliknya konsistensi antara keyakinan yang telah kita yakini dengan sikap hidup kita sehari-harilah yang lebih penting daripada memperbincangkan relativitas kebenaran atas teks atau dogma agama. Betapapun kita mengklaim pendapat kita adalah yang paling benar, hal itu tetap dalam kerangka relativitas, paling tidak atas sumber-sumber ajaran agama.

Sejauh ia telah berusaha mengetahui pandangan tertentu dan ia konsisten terhadap yang ia yakini,bagi saya itu sudah cukup. Kalaupun nantinya dia salah, saya yakin Allah akan memaafkan karena ia telah berusaha keras untuk memahami dan mencari keyakinan tersebut. Apalah artinya orang yang hanya membanggakan sebagai pengikut mazhab tertentu tetapi perilakunya sangat jauh dari nilai-nilai yang diperjuangkan atau diyakini. Saya juga banyak menyaksikan bahwa ada orang-orang yang mengaku sebagai pencinta Ahlil Bayt namun dalam hal-hal syariat saja yang diwajibkan oleh Allah SWT dilalaikan. Pada akhirnya kita semua akan mempertanggungjawabkan seluruh pilihan yang telah kita tentukan berikut konsekuensinya dihadapan-Nya nanti. Saya berlindung kepada Allah SWT dari sikap-sikap yang mendua (ambivalen) seperti itu.

Dalam mazhab Ahlil Bayt, terus terang sejauh ini saya tidak dapat menyangkal hujjah maupun argumen teologis yang disampaikan, yang menurut saya sangat kuat. Dengan pengetahuan yang sangat terbatas, saya terlalu minim untuk menjelajahi mazhab ini. Saya merasakan kebodohan yang amat sangat untuk mengatakan bahwa saya telah mengetahuinya dengan seksama. Masih begitu banyak hal yang tidak saya ketahui dalam ajaran mulia ini. Namun dari semuanya, yang jelas, mazhab ini berdiri atau didasari atas kecintaan dan keberpihakan kepada Ahlil Bayt yang secara literatur dalam sumber-sumber Islam merupakan sosok yang paling representatif menjadi penerus ajaran Rasulullah Saaw. Meruntuhkan argumen ini amatlah sulit ditengah banyaknya keterangan-keterangan dalam al-Quran dan hadis mengenai kedudukan dan kemuliaan mereka.

Secara spiritual saya pun terpuaskan dengan muatan dalam mutiara-mutiara do’anya terutama dalam ash-Shahiffah as-Sajjadiyyah, yang merupakan rintihan dari Imam Ali Zaenal Abidin, putra al-Hussein yang menyaksikan langsung pembantaian keluarganya di Karbala. Perhatikan saja misalnya terjemahan dari do’a Kumayl, Munajat Sya’baniyyah, Arafah, Abu Hamzah ats-Tsimali dll. Seandainya saja saya memiliki akses akan bahasa Arab, tentu saya akan lebih dapat memaknai pesan yang terkandung dalam do’a tersebut. Menurut salah satu guru saya, do’a-do’a tersebut bukan saja sebagai berisi permohonan semata, namun juga berisi tuntunan akan ajaran-ajaran tauhid yang amat tinggi, yang hanya diketahui oleh orang-orang yang benar-benar berusaha keras memahaminya.

Saya pun tergoncang dengan kemampuan mereka dalam menjawab persoalan-persoalan yang dialami masyarakat modern. Pribadi seperti Imam Khomeini misalnya merupakan produk dari madrasah Ahlil Bayt as yang selama bertahun-tahun melahirkan ulama-ulama besar, walaupun mendapatkan tekanan dan pelarangan. Dalam surat terbukanya kepada Gorbachev, presiden Uni Sovyet pada saat masih berdiri, Imam mengundang para pemikir atau filosof cerdik pandai dari Uni Sovyet untuk datang ke Hauzah Qum mendiskusikan persoalan mengenai atheisme dll. Ini menunjukan keluasan dan keterbukaannya akan disiplin ilmu lain semisal filsafat dll. Salah satu bukti yang tidak terbantahkan masyarakat di abad 20 ini adalah keberhasilan revolusi Islam di Iran yang dipimpinnya, yang kini dilanjutkan oleh Sayyidul Qo’id, Imam Ali Khamenei, semoga Allah SWT memanjangkan umur dan selalu menganugerahkan kesehatan kepadanya.

Pada awalnya sebenarnya saya ingin menulis mengenai kesan saya dalam membaca buku Imam Khome’ini, ternyata saya malah menuliskan sedikit cerita mengenai pengalaman dalam pencarian teologis saya yang tak pernah henti.

Di mazhab ini justru saya malah menjadi lebih moderat dan toleransi dalam melihat perbedaan yang ada dalam ummat. Saya menghormati pilihan orang lain yang berbeda dengan saya. Saya tidak mengklaim bahwa apa yang saya yakini menjadi satu-satunya jalan keselamatan. Bahkan lebih jauh, saya meyakini bahwa jalan-jalan yang ditempuh dengan beragam pandangan itu bermuara pada satu tujuan. Dengan demikian, bila diibaratkan sebuah jalan maka ada beragam jalan menuju ke Roma.

Sungguh tepat jika hadist yang menyebut mengikuti mereka seperti berlayar di dalam perahu Nabi Nuh as. Kalau dalam masa Nabi Nuh as para pengikutnya selamat dari hempasan ombak dan goncangannya, maka kini para pengikut Ahlil Bayt as. jika mereka komitmen berwilayah maka akan terbebaskan dari ombak dan goncangan hidup yang akan dijalani. Pertanyaannya, sudahkan kita berwilayah kepada mereka?

Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad

Sumber: http://taufiqhaddad.blogspot.com/

Terkait Berita: