Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Ban Ki Moon. Show all posts
Showing posts with label Ban Ki Moon. Show all posts

Internasional Kecam Mesir Soal Hukuman Mati Mursi


Publik internasional mengecam Mesir setelah menjatuhkan hukuman mati pada Presiden Muhammad Mursi, Selasa (16/6). Amerika Serikat mengganggap hukuman terhadap Mursi bermotif politik dan bermasalah.
 
Dilansir dari Al Jazeera, Juru Bicara Partai Kebebasan dan Keadilan Nader Oman mengatakan Ikhwanul Muslimin (IM) merupakan organisasi yang telah berlangsung selama lebih dari 80 tahun.

"Memenjarakan para pemimpin kita tidak akan menghentikan perjuangan kami dalam pertempuran," ujar Oman.

Oman terkejut karena tuduhan yang tidak berdasar. Dia juga menyayangkan tidak adanya kesempatan untuk membela diri.

Sekjen PBB dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan keprihatinannya atas putusan ini. Erdogan menganggap putusan terhadap Mursi dan pemimpin IM telah melanggar hak asasi mereka.

Putusan hukuman mati juga dianggap Erdogan sebagai tanda proses hukum yang tak adil. Dia meminta masyrakat internasional untuk memkasa Mesir untuk menarik putusan pengadilan tersebut.

PBB menentang hukuman mati dalam segala situasi. Sekjen PBB Ban Ki moon khawatir putusan tersebut dapat berefek negatif pada stabilitas Mesir dalam waktu jangka panjang.

Sebelumnya, pengadilan memvonis Mursi dan 100 terdakwa lainnya hukuman mati Mei lalu. IM memprotes putusan sidang yang dianggap ilegal.

Sumber: Republika

PBB Protes Hukuman Mati Indonesia, Tapi Tidak Protes Saudi

Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen Meutya Hafid

Pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Ban Ki Moon yang mengecam hukuman mati yang diterapkan Indonesia sangat tidak bijak.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen Meutya Hafid. Meutya mempertanyakan standar ganda yang diterapkan lembaga itu terhadap Indonesia.

“Jika Sekjen PBB melarang hukuman mati, saya mempertanyakan di mana kah pembelaan Sekjen PBB saat TKI asal Indonesia, Siti Zaenab, dihukum mati 14 April lalu oleh Arab Saudi? Di mana kah pembelaan Sekjen PBB terhadap 37 tenaga kerja Indonesia yang akan dihukum mati oleh Arab Saudi?” tanya Meutya dalam pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu 24 April 2015.

Politikus Partai Golkar itu mencurigai PBB hanya membela kepentingan negara besar saja saat mengecam hukuman mati. Dia menilai pernyataan Ban Ki Moon itu tidak bijak dengan mengungkap bahwa narkoba bukan kejahatan serius.
“Bahkan Sekjen PBB mengintervensi Pemerintah Indonesia agar membatalkan hukuman mati bagi para terdakwa yang tersangkut narkoba,” sebutnya.

Padahal, kata Mutya, saat ini Indonesia merupakan pasar narkoba yang sangat besar. Jumlah pecandu narkoba di Indonesia sudah mencapai 3,9 juta orang dan nilai transaksi perdagangan narkoba Rp 48 triliun per tahun. Setiap hari 50 orang Indonesia meninggal dan tiap tahunnya 18.000 orang Indonesia meninggal akibat narkoba, serta sekitar 4,5 Juta warga negara Indonesia masih direhabilitasi juga akibat narkoba.
“Narkoba di Indonesia sudah pada level sangat berbahaya. Kejahatan narkoba merupakan salah satu kejahatan luar biasa sehingga layak pelakunya dihukum mati,” ujar mantan wartawan ini.

Seperti dilansir kantor Berita AFP 26 April 2015, Sekjen PBB melalui juru bicaranya mengatakan eksekusi mati berdasarkan ketentuan hukum internasional hanya dapat diberikan bagi pihak yang melakukan kejahatan serius seperti mencabut banyak nyawa orang sekaligus. Sementara, narkoba tidak termasuk kategori itu.

Berdasarkan hukum internasional, hukuman mati bisa diterapkan untuk kejahatan yang sifatnya paling serius seperti pembunuhan secara disengaja. Sementara pelanggaran terkait obat, umumnya tidak dimasukkan kategori ‘kejahatan paling serius. (Tribunnews.com)

Terkait Berita: