Forum Solidaritas Pekerja Indonesia Luar Negeri (FSPILN) mendesak
Pemerintah Indonesia untuk melobi pemerintah China terkait ancaman
hukuman mati TKI asal Indramayu, Wanipah.
"Kita desak Pemerintah
RI lobi pemerintah China untuk selamatkan Wanipah," tegas Ketua Umum
FSPILN, Iskandar Zulkarnaen dalam keterangan di
Jakarta, Minggu (17/5).
Menurut
Iskandar, sejauh ini FSPILN masih mendalami kasus tersebut. FSPILN,
lanjutnya, akan mendampingi Keluarga Wanipah menemui Komisi IX DPR,
Kemlu, dan Kemenkopolhukam untuk meminta bantuan penyelamatan Wanipah
dari hukuman mati.
"Kalau Presiden Filipina Benigno Aquino saja
menghubungi Jokowi di menit-menit terakhir eksekusi mati Mary Jane, masa
kita tidak bisa. Jangan sampai saat hari eksekusi Wanipah, Presiden
Jokowi baru melobi," tegasnya.
Wanipah, TKI asal Indramayu, Jawa
Barat, kini tengah menanti hukuman mati di China. Dia dituduh membawa
narkoba jenis heroin seberat 99,72 gram. Meski begitu, hingga kini pihak
keluarga belum mendapatkan salinan putusan pengadilan setempat. Mereka
hanya mendapat informasi tersebut dari media.
Kasus itu bermula
saat Wanipah hendak pulang ke Indonesia pada Desember 2010. Dia
ditangkap karena dituduh kedapatan membawa heroin seberat 99,72 gram.
Dia pun kemudian divonis hukuman mati oleh pengadilan setempat. Hukuman
itu dengan masa penundaan 2 tahun sejak 2012.
Menurut pengakuan
keluarga, Wanipah dititipkan barang oleh seseorang di Bandara Xiaoshan,
Hangzhou, China. Orang tersebut mengatakan barang itu akan diambil
seseorang di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Iskandar menduga
Wanipah merupakan korban trafficking. Hal ini dibuktikan dengan adanya
pemalsuan dokumen milik Wanipah. "Bisa jadi (dia korban) trafficking.
Minimal dari data umur. Pemalsuan itu dari awal," ujarnya.
Dalam
kartu keluarga, ucap Iskandar, tertulis bahwa Wanipah binti Jaya lahir
pada 17 April 1987. Namun dalam paspornya, data itu berbeda. Wanipah
dalam paspor disebutkan lahir pada 1 Mei 1978. "Paspor itu dikeluarkan
pada 2004. Usianya dituakan," katanya.
Iskandar menuturkan
Wanipah pernah bekerja di sejumlah negara, yaitu Bahrain, Singapura, dan
terakhir ke Hong Kong. Namun ia mengaku heran ketika Kemlu menyebut ada
WNI yang ditangkap di China dengan identitas Wanipah.
Sementara
Rusmini, sepupu Wanipah berharap Presiden Jokowi bisa selamatkan Wanipah
dari ancaman hukuman mati di China. "Saya berharap sekali pak Jokowi
bisa bantu selesaikan adik saya, Wanipah," ucap Rusmini.
Menurut
Rusmini, pihak keluarga tidak ada yang tahu kabar Wanipah. Penuturan
Rusmini, sekitar tahun 2011, dirinya mengetahui kabar bahwa Wanipah
terkena hukuman mati melalui Lurah, Tohirin. Saat itu, tuturnya, Tohirin
memanggil keluarga Wanipah ke rumahnya. Tohirin sebagaimana penuturan
Rusmini, menyampaikan bahwa ada surat untuk keluarga Wanipah. Surat
tersebut dari Kemenlu RI Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler.
"Setelah
membaca isi surat itu, keluarga trauma, nangis. Ya Allah, anak saya
ngapain di sana, bagaimana kabarnya," ucap Nusriah, ibunda Wanipah.
Pengakuan
Nusriah, anaknya berkirim surat untuk keluarga kira-kira 7 kali. Isi
surat itu, ucap Nusriah, Wanipah mengabarkan bahwa kondisinya sehat,
tambah gemuk meski di penjara. "Wanipah selalu mendoakan agar emak dan
bapak selalu sehat," tutur Nusriah.
Keluarga berharap agar
Wanipah segera kembali ke Tanah Air, dan tidak usah bekerja kembali ke
luar negeri. "Saya berharap pak Jokowi bisa membebaskan anak kami.
Seenggak-enggaknya hukumannya lebih ringan supaya Wanipah bisa kembali
ke Indonesia dan bertemu dengan keluarga," ucap Nusriah.
(
Source)