Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Ikhwanul Muslimin. Show all posts
Showing posts with label Ikhwanul Muslimin. Show all posts

Internasional Kecam Mesir Soal Hukuman Mati Mursi


Publik internasional mengecam Mesir setelah menjatuhkan hukuman mati pada Presiden Muhammad Mursi, Selasa (16/6). Amerika Serikat mengganggap hukuman terhadap Mursi bermotif politik dan bermasalah.
 
Dilansir dari Al Jazeera, Juru Bicara Partai Kebebasan dan Keadilan Nader Oman mengatakan Ikhwanul Muslimin (IM) merupakan organisasi yang telah berlangsung selama lebih dari 80 tahun.

"Memenjarakan para pemimpin kita tidak akan menghentikan perjuangan kami dalam pertempuran," ujar Oman.

Oman terkejut karena tuduhan yang tidak berdasar. Dia juga menyayangkan tidak adanya kesempatan untuk membela diri.

Sekjen PBB dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan keprihatinannya atas putusan ini. Erdogan menganggap putusan terhadap Mursi dan pemimpin IM telah melanggar hak asasi mereka.

Putusan hukuman mati juga dianggap Erdogan sebagai tanda proses hukum yang tak adil. Dia meminta masyrakat internasional untuk memkasa Mesir untuk menarik putusan pengadilan tersebut.

PBB menentang hukuman mati dalam segala situasi. Sekjen PBB Ban Ki moon khawatir putusan tersebut dapat berefek negatif pada stabilitas Mesir dalam waktu jangka panjang.

Sebelumnya, pengadilan memvonis Mursi dan 100 terdakwa lainnya hukuman mati Mei lalu. IM memprotes putusan sidang yang dianggap ilegal.

Sumber: Republika

Tanggapi Qaradawi, Mesir Nyatakan Banyak Pemuda Ikut ISIS Justru Karena Sikap Qatar


Kairo – Menteri Wakaf Mesir Syekh Mohamed Mukhtar Gomaa menilai kebergabungan banyak pemuda Qatar dengan kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sebagai hasil yang alami dari tindakan pemerintah Qatar melindungi para teroris dan pimpinan organisasi transnasional Ikhwanul Muslimin.
Hal ini dikemukakan Gomaa saat mengomentari pernyataan ulama Qatar Syek Yusuf Qaradawi yang mengaku prihatin atas keterlibatan para pemuda Qatar dan beberapa negara lain dalam ISIS.

Qaradawi yang berasal dari Mesir dan dikenal sebagai “bapak spiritual” kelompok Ikhwanul Muslimin dalam wawancara dengan TV al-Jazeera yang berbasis di Qatar mengatakan, “Ada para pemuda dari Qatar dan sebagian negara non-Arab yang bergabung dengan kelompok ISIS… Mereka mengafirkan orang-orang Islam lainnya dan membunuh ahli dzimmah yang tidak boleh dibunuh.”

Menanggapi pernyataan Qaradawi ini, al-Syekh Mohamed Mukhtar Gomaa, sebagaimana dilansir al-Sharq al-Awsat, Akhbar Masr, dan Almesryoon Jumat (29/8/2013), mengatakan, “Fenomena ini adalah hasil alami tindakan mengayomi para teroris dan para pemimpin organisasi transnasional Ikhwanul Muslimin… Padahal teroris tetaplah teroris… Sudah berulang kali kami menegaskan bahwa teroris pasti akan memangsa pendukung dan pengayomnya sendiri, entah hari ini ataupun besok.”

Dia menambahkan, “Ini bukan kali terakhir. Setiap kali kawanan teroris menguat di suatu negara maka saat itu pula mereka akan memusnahkan apa dan siapapun yang di sana… Seandainya masih ada kebaikan pada para teroris, tidak mungkin mereka mengingkari negeri mereka sendiri dan mendatangkan kerusakan di sana.”

Pemerintah Mesir akhir tahun lalu mengumumkan kelompok Ikhwanul Muslimin telah bermutasi menjadi organisasi teroris sejak peristiwa kudeta Presiden Mohamed Morsi oleh militer pada Juli 2013.

Berlayar dalam Naungan Perahu Nabi Nuh : Sekelumit Pencarian Teologis


Di bulan yang mulia ini saya mencoba membaca kembali buku 40 hadits (Arbau'na Haditsan) yang dipaparkan Imam Khomeini qs (quddisa ruh-semoga Allah SWT mensucikan ruhnya) dari koleksi buku lama saya. Saya mengibaratkan penulis best seller seperti Anthony Robbins, Napoleon Hill, Dale Carnegie, Stephen R. Covey, Edward D. Bono, Ron Holland, Warren Bennings, dll dibandingkan dengan tulisan Imam Khomeini ibarat yang satu mengurusi bagian-bagian luar, sementara Imam mengupasnya dari dalam sisi halus manusia, yang pada akhirnya memberikan perubahan besar pada sisi luarnya. Psikologi modern menyebut pendekatan Imam dengan istilah spiritual quitoent (kecerdasan spiritual) seperti yang dipopulerkan Donna Zohar vis a vis dengan emotional intelegence (kecerdasan emosi) seperti yang dipaparkan Dale Goleman. Sebenarnya saya ingin sekali berbagi disini mengenai kesan saya tiap kali membaca karya ulama besar ini, namun biarlah dilain kesempatan.

Buku itu sendiri seingat saya menjadi buku pertama yang memperkenalkan saya dengan karya Imam Khomeini. Buku itu pula yang membukakan pikiran saya terhadap mazhab Ahlil Bayt. Sebuah mazhab yang sebelumnya ditanamkan kepada saya sebagai paham yang sesat, pada saat aktif dalam kelompok pengajian tertentu. Kelompok pengajian itu sendiri mengklaim berafiliasi dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, Mesir, yang didirikan oleh Syekh Hasan Al Banna, dengan sistem sel atau jaringan.

Terus-terang saja sejujurnya saya tidak yakin kalau apa yang mereka lakukan mewarisi sikap-sikap seperti gerakan al-Ikhwan. Setahu saya, Syekh Hasan Al Banna, selaku pendiri al-Ikhwan di Mesir, adalah pribadi mulia yang amat mementingkan persaudaraan muslim daripada perbedaan pandangan dalam umat Islam. Itulah sebabnya Zionisme amat tidak menyukainya, dan bisa jadi hal inilah yang mungkin menjadi sebab alasan mengapa beliau harus disingkirkan-gugur sebagai syahid.

Kisah yang sering dijadikan contoh akan sikap toleransi yang tinggi Syekh Hasan al-Banna adalah pada saat beliau melihat keributan ummat yang memperdebatkan jumlah rakaat sholat tarawih di sebuah perkampungan di Mesir. Pada saat ditanya mengenai pendapatnya mengenai hal tersebut, secara bijaksana ia mengatakan bahwa sholat tarawih adalah hal yang sunnah dalam agama, sementara bertengkar dan berpecah belah diantara ummat adalah hal yang haram. Mengapa meributkan sesuatu yang sunnah jika pada saat yang sama hal yang wajib saja kita tinggalkan-ukhuwwah islamiyyah. Tidak heran dari al-Ikhwan ini lahirlah para pejuang Islam yang sangat heroik seperti Sayyid Qutb, Muhammad al-Ghazali, Zaenab al-Ghazali, Ali Garishah, dll.

Saat di pengajian usroh tersebut dalam sebuah kesempatan, saya berdebat cukup panjang dengan pembimbing saya (murabbi). Seingat saya, saat itu saya tidak setuju dengan sikapnya yang menghakimi paham tertentu tanpa memiliki bukti-bukti yang akurat mengenai paham tersebut. Saya benar-benar tertekan. Tanpa pikir panjang saya tinggalkan kelompok yang selama hampir tiga tahun memberikan pemahaman baru mengenai keberagaman sejak saya duduk di kelas dua SMA.

Selama mengikuti kelompok tersebut saya sempat under pressure, dan amat tertekan. Saya pusing dan bingung menjalani hidup. Cukup sering saya harus banyak mengorbankan waktu untuk sekedar kumpul-kumpul mengkaji agama dalam kelompok tersebut, yang menurut saya sangat kering nuansa spiritualitasnya. Pengajian-mereka menyebutnya tarbiyah- haruslah diprioritaskan dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Saya masih ingat betul kami harus datang pada malam hari untuk mabit-menginap bersama, membuat training merekrut anggota baru, pertemuan rutin mingguan dll.

Pada akhirnya, dengan berat hati setelah tiga tahun bergabung, saya harus tinggalkan pula rekan-rekan yang telah menjalin hubungan persaudaraan yang cukup erat tersebut. Perbedaan pandangan akhirnya membuat kami harus saling menjauh. Saat itu saya dengar bahwa teman-teman dilarang berkomunikasi dan dekat dengan saya karena khawatir mereka akan terpengaruh dan meninggalkan kelompok yang telah cukup solid ia bangun. Namun bersyukur alhamdulillah, tetap saja salah satu rekan saya, Hartawan Hari Permadi, akhirnya mengikuti jejak saya berwilayah Ahlil Bayt as.

Khusus untuk Hari, sahabat saya hingga kini, dalam kesempatan yang baik ini saya ingin mengucapkan selamat atas pernikahan yang dilangsungkan tepat di hari mulia, kelahiran Imam Mahdi as. 1425 H, kemarin. Mudah-mudahan langkah-langkahnya mendekatkan diri kepada Allah kian dimudahkan, begitupun kita semua.

Kabar terakhir yang sempat saya dengar tentang murabbi, ia sempat menjadi orang yang hilang ingatan untuk beberapa saat. Sempat jatuh dan ditemukan di salah satu rel kereta api di salah satu daerah Jakarta Selatan. Saya sungguh sedih mendengar hal itu. Saya berharap dengan segala peristiwa yang dialaminya itu ia dapat berfikir lebih terbuka dan bijaksana.

Sementara teman saya yang lain, tetap berpendirian bahwa apa yang saya jalani merupakan jalan yang tidak jelas dan masih diragukan. Kadang saya sering tertawa lucu mendengar hal ini. Apakah dia tahu dan sudah membuka tabir-tabir jalan Allah sehingga yakin bahwa jalan ini benar, sementara jalan lainnya meragukan. Menurut saya pernyataan itu seharusnya, sejauh yang ia yakini, bahwa jalan yang ia tempuh adalah yang paling benar, sementara jalan lainnya ia belum dan tidak berminat mengetahuinya lebih jauh-ini pernyataan yang lebih tepat menurut saya. Bagi saya jalan menuju Allah seperti yang sering kita dengar dari hadits adalah sebanyak nafasnya manusia. Masing-masing kita diberikan potensi yang beragam untuk mendekati dan berbakti kepada-Nya.

Dalam satu sisi saya bersimpati dengan al-Ikhwan, tapi saya harus menentukan pilihan kepada satu model alternatif yang tidak saja memiliki basis teologis yang kuat namun dapat menjawab tuntutan zaman dan memuasi kedahagaan saya terhadap spiritualitas.

Sejauh ini perjalanan saya untuk mendapatkan kepuasan mengenai penjelasan agama telah mempertemukan saya dengan mazhab Ahlil Bayt. Entah jika dalam perjalanan hidup selanjutnya nanti ada orang-orang yang secara argumentatif dapat menunjukan kelemahan mazhab ini, saya pun akan menentukan sikap. Ada banyak orang yang dilandasi ketidaktahuan dan kebencian berusaha mengingatkan saya agar menjauhi dan meninggalkan ini, setelah cukup lama saya berinteraksi. Tapi karena tidak memiliki argumen yang memadai dan dilandasi sikap-sikap yang tidak rasional-kebencian, saya abaikan saja.

Diluar itu, bagi saya mazhab atau kelompok bukanlah tolak ukur sebuah kebenaran dan merupakan hal yang penting,. Sebaliknya konsistensi antara keyakinan yang telah kita yakini dengan sikap hidup kita sehari-harilah yang lebih penting daripada memperbincangkan relativitas kebenaran atas teks atau dogma agama. Betapapun kita mengklaim pendapat kita adalah yang paling benar, hal itu tetap dalam kerangka relativitas, paling tidak atas sumber-sumber ajaran agama.

Sejauh ia telah berusaha mengetahui pandangan tertentu dan ia konsisten terhadap yang ia yakini,bagi saya itu sudah cukup. Kalaupun nantinya dia salah, saya yakin Allah akan memaafkan karena ia telah berusaha keras untuk memahami dan mencari keyakinan tersebut. Apalah artinya orang yang hanya membanggakan sebagai pengikut mazhab tertentu tetapi perilakunya sangat jauh dari nilai-nilai yang diperjuangkan atau diyakini. Saya juga banyak menyaksikan bahwa ada orang-orang yang mengaku sebagai pencinta Ahlil Bayt namun dalam hal-hal syariat saja yang diwajibkan oleh Allah SWT dilalaikan. Pada akhirnya kita semua akan mempertanggungjawabkan seluruh pilihan yang telah kita tentukan berikut konsekuensinya dihadapan-Nya nanti. Saya berlindung kepada Allah SWT dari sikap-sikap yang mendua (ambivalen) seperti itu.

Dalam mazhab Ahlil Bayt, terus terang sejauh ini saya tidak dapat menyangkal hujjah maupun argumen teologis yang disampaikan, yang menurut saya sangat kuat. Dengan pengetahuan yang sangat terbatas, saya terlalu minim untuk menjelajahi mazhab ini. Saya merasakan kebodohan yang amat sangat untuk mengatakan bahwa saya telah mengetahuinya dengan seksama. Masih begitu banyak hal yang tidak saya ketahui dalam ajaran mulia ini. Namun dari semuanya, yang jelas, mazhab ini berdiri atau didasari atas kecintaan dan keberpihakan kepada Ahlil Bayt yang secara literatur dalam sumber-sumber Islam merupakan sosok yang paling representatif menjadi penerus ajaran Rasulullah Saaw. Meruntuhkan argumen ini amatlah sulit ditengah banyaknya keterangan-keterangan dalam al-Quran dan hadis mengenai kedudukan dan kemuliaan mereka.

Secara spiritual saya pun terpuaskan dengan muatan dalam mutiara-mutiara do’anya terutama dalam ash-Shahiffah as-Sajjadiyyah, yang merupakan rintihan dari Imam Ali Zaenal Abidin, putra al-Hussein yang menyaksikan langsung pembantaian keluarganya di Karbala. Perhatikan saja misalnya terjemahan dari do’a Kumayl, Munajat Sya’baniyyah, Arafah, Abu Hamzah ats-Tsimali dll. Seandainya saja saya memiliki akses akan bahasa Arab, tentu saya akan lebih dapat memaknai pesan yang terkandung dalam do’a tersebut. Menurut salah satu guru saya, do’a-do’a tersebut bukan saja sebagai berisi permohonan semata, namun juga berisi tuntunan akan ajaran-ajaran tauhid yang amat tinggi, yang hanya diketahui oleh orang-orang yang benar-benar berusaha keras memahaminya.

Saya pun tergoncang dengan kemampuan mereka dalam menjawab persoalan-persoalan yang dialami masyarakat modern. Pribadi seperti Imam Khomeini misalnya merupakan produk dari madrasah Ahlil Bayt as yang selama bertahun-tahun melahirkan ulama-ulama besar, walaupun mendapatkan tekanan dan pelarangan. Dalam surat terbukanya kepada Gorbachev, presiden Uni Sovyet pada saat masih berdiri, Imam mengundang para pemikir atau filosof cerdik pandai dari Uni Sovyet untuk datang ke Hauzah Qum mendiskusikan persoalan mengenai atheisme dll. Ini menunjukan keluasan dan keterbukaannya akan disiplin ilmu lain semisal filsafat dll. Salah satu bukti yang tidak terbantahkan masyarakat di abad 20 ini adalah keberhasilan revolusi Islam di Iran yang dipimpinnya, yang kini dilanjutkan oleh Sayyidul Qo’id, Imam Ali Khamenei, semoga Allah SWT memanjangkan umur dan selalu menganugerahkan kesehatan kepadanya.

Pada awalnya sebenarnya saya ingin menulis mengenai kesan saya dalam membaca buku Imam Khome’ini, ternyata saya malah menuliskan sedikit cerita mengenai pengalaman dalam pencarian teologis saya yang tak pernah henti.

Di mazhab ini justru saya malah menjadi lebih moderat dan toleransi dalam melihat perbedaan yang ada dalam ummat. Saya menghormati pilihan orang lain yang berbeda dengan saya. Saya tidak mengklaim bahwa apa yang saya yakini menjadi satu-satunya jalan keselamatan. Bahkan lebih jauh, saya meyakini bahwa jalan-jalan yang ditempuh dengan beragam pandangan itu bermuara pada satu tujuan. Dengan demikian, bila diibaratkan sebuah jalan maka ada beragam jalan menuju ke Roma.

Sungguh tepat jika hadist yang menyebut mengikuti mereka seperti berlayar di dalam perahu Nabi Nuh as. Kalau dalam masa Nabi Nuh as para pengikutnya selamat dari hempasan ombak dan goncangannya, maka kini para pengikut Ahlil Bayt as. jika mereka komitmen berwilayah maka akan terbebaskan dari ombak dan goncangan hidup yang akan dijalani. Pertanyaannya, sudahkan kita berwilayah kepada mereka?

Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad

Sumber: http://taufiqhaddad.blogspot.com/

Fitnah Media Ikhwanul Muslimin terhadap Syekh Al Azhar


Kalau petinggi Ikhwanul Muslimin yang dijelek2i, pasti disuruh: Tabayyun… Tabayyun… Tabayyun… Meski berbagai Media memberitakannya.
Tapi terhadap para Ulama yang berlawanan pendapat dgn IM, meski Ulama Al Azhar pun Fitnah segera disebar tanpa perlu Tabayyun meski sumbernya hanya dari seorang fasiq.

Adilkah itu? Sesuaikah itu dgn Surat Al Hujuraat ayat 6?
Di sini Media Jaringan Ikhwanul Muslimin, Dakwatuna memfitnah Syeikh Al Azhar, Dr Ahmad Thayyib sebagai tidak pernah mengimami sholat tanpa tabayyun kepada pihak yang difitnah. Padahal ternyata pernah:



بالصور.. شيخ الأزهر يؤم السلفيين والصوفيين فى صلاة الظهر


http://www.youm7.com/News.asp?NewsID=683182


Dibilang tidak pernah Khutbah juga rasanya banyak orang sering mendengar Syekh Dr. Ahmad Thayyeb berkhutbah. Apa itu bukan fitnah?



أمّ الإمام الأكبر الدكتور أحمد الطيب، شيخ الأزهر، علماء السلفيين والصوفيين والأشراف والأزهر، لصلاة الظهر، عقب انتهاء الاجتماع العلمى بشأن الحسينيات بمصر، وحرص الحضور على أن يؤمهم الإمام الأكبر الدكتور أحمد الطيب، شيخ الأزهر، حيث اجتمع فى الصلاة الصوفى والسلفى بإمامة الأزهرى الذى أجمع الجميع على أنه المرجعية الوحيدة للإسلام بمصر.

http://www.youm7.com/News.asp?NewsID=683182

Memang foto2 Syekh Dr. Ahmad Thayyeb memimpin sholat dan khutbah mungkin tidak sebanyak “ulama” Ikhwanul Muslimin. Tapi bisa jadi itu tanda ke-wara’an / kerendahan hati beliau. Tidak ingin riya’/pamer.

Ini beda dengan sikap beberapa tokoh IM / Tarbiyyah / PKS yang mendominasi Imam / Khotib sehingga dikabarkan menyerobot posisi Imam sholat meski dibantah.

Syeikh Made in Perancis

dakwatuna.com – Kairo. Mesir adalah negara yang agamis. Ketika melakukan kudeta, As-Sisi tidak lupa dengan hal ini. Dia melibatkan para pemuka keagamaan dalam memuluskan agendanya.

Setelah tertekan dengan demonstrasi besar-besaran di Rab’ah, Nahdha, dan tempat-tempat yang lain, As-Sisi menggunakan kekuatan fatwa untuk membubarkannya. Mulai dari fatwa larangan mendemo pemerintah yang sah, hingga fatwa membolehkan membunuh para demonstran.
Mungkin banyak orang bertanya-tanya, mengapa ulama sekaliber Syeikhul Azhar dan mantan mufti bisa diperalat mereka? Shabir Masyhur dalam situs elsyaab.org Ahad 25 Agustus kemarin menulis sebuah artikel berjudul “Paus Al-Azhar, Seorang Sekular Bikinan Perancis”

Di awal artikelnya, Shabir mempertanyakan keanehan nama imam dan syeikh bagi Dr. Ahmad Thayyib, “Beliau digelari imam akbar, tapi tidak pernah mengimami shalat. Beliau juga digelari syeikh akbar, tapi tidak pernah khutbah. Oleh karena itu, sebenarnya beliau adalah seorang sekular yang diimpor dari Perancis lalu diberi pakaian Al-Azhar dan disebut sebagai seorang Syeikhul Azhar.”

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/08/26/38528/syeikh-made-in-perancis

Berita Tifatul Sembiring menyerobot posisi Imam Sholat:

Tifatul Sembiring Serobot Imam Shalat Idul Fitri.

Gardo Kabar Washliyah PB Al Washliyah.
MEDAN – Ikatan Persaudaraan Qari-qariah dan Hafizh dan hafizah (IPQAH) Kota Medan, Sumatera Utara, mengecam sikap Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring, yang menyerobot Imam Shalat Idul Fitri 1434 Hijriah di Lapangan Benteng, Medan, Kamis (8/8/2013) pagi lalu. Pemko Medan telah menetapkan Drs. H. Darwin Hasibuan yang bertindak sebagai Imam Shalat dan Tifatul sebai Khatib, namun pada praktiknya, Imam Shalat dan Khatib diborong oleh Tifatul Sembiring.

Sebagaimana lazimnya Shalat Ied, Imam Shalat Drs. H. Darwin Hasibuan telah duduk di sajadah Imam dan telah pula membelakangi makmum, namun lebih kurang 30 menit sebelum waktu shalat, Drs. H. Darwin Hasibuan diminta mundur di barisan makmum. Saat itu Plt. Walikota Medan, T. Dzulmi Eldin S seakan tidak kuasa untuk menolak keinginan Tifatul Sembiring.

“Ini keterlaluan. Tidak biasanya seperti itu. Seperti biasa-biasanya, tidak pernah ada penggantian secara mendadak. Mengapa seorang Menteri begitu cerobohnya mengambil alih posisi Imam Shalat,” kata Ketua Bidang Kesenian IPQAH Medan, Drs. Gamal Abdul Naser Lubis kepada kabarwashliyah.com, Senin (12/8/2013).

http://kabarwashliyah.com/2013/08/12/tifatul-sembiring-melecehkan-imam-shalat-idul-fitri-1434

IPQAH Kecam Tifatul Sembiring Karena Serobot Imam Shalat Idul Fitri.

http://www.muslimedianews.com/2013/08/ipqah-kecam-tifatul-sembiring-karena.html
Bantahan Tifaful Sembiring / PKS:

Difitnah Serobot Imam Sholat ‘Ied, ini Jawaban Tifatul.

KabarPKS.com – Jakarta – “Shalat Ied adalah ibadah, mohon tidak dicampuradukkan dengan politik, dan sebagainya. Semoga kita terhindar dari fitnah dan perpecahan. Amien.”
Begitu bagian akhir dari kultwit Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring dalam menjawab kabar mengenai dirinya menyerobot posisi imam dan khatib shalat Idul Fitri di Lapangan Banteng, Medan (Kamis, 8/8).

Tifatul menegaskan tidak ada penyerobotan seperti informasi yang beredar belakangan ini. Seharusnya pihak-pihak yang menuduh dia menyerobot lebih dahulu mengajaknya untuk bicara dan meminta penjelasan sebelum melemparkan tuduhan.
“Posisi imam itu di satu pondok dengan khatib. Tidak benar sudah ada imam duduk disitu,” katanya.

http://www.kabarpks.com/2013/08/difitnah-serobot-imam-sholat-ied-ini.html

Klarifikasi Tifatul Sembiring : Tidak ada Penyerobotan Imam dan khatib shalat Idul Fitri.

http://www.islamedia.web.id/2013/08/klarifikasi-tifatul-sembiring-tidak-ada.html

Pandangan dari Ikhwanul Muslimin dan Syi’ah


Di bawah ini akan kami ungkapkan pandangan beberapa tokoh organisasi Ikhwanul Muslimin terhadap upaya pendekatan dan persatuan di antara mazhab Ahlulsunnah dan Syi’ah.
 
Asy-Syahid Hasan Al-Banna telah menghidupkan pemikiran untuk mempersatukan Ahlulsunnah dan Syi’ah. Ia sendiri adalah peserta aktif Jama’ah Taqrib. Sehubungan dengan itu, Imam Hasan Al-Banna pernah berjumpa dengan pemimpin Syi’ah, Ayatullah Abdul Qasim Kasyani pada musim haji tahun 1948, dan terjadilah saling pengertian di antara mereka, seperti yang dinyatakan Abdul Muta’al Al-Jabri dalam bukunya Limadza Yuqtalu Hasan (Mengapa Hasan Al-Banna Dibunuh?). Al-Jabri, seorang murid Al-Banna, mengutip kata-kata Robert Jackson: ”Apabila laki-laki ini berusia lebih panjang, mungkin ia akan membawa banyak manfaat bagi negeri ini, terutama sehubungan dengan persetujuan antar Al-Banna dengan Ayatullah Kasyani, seorang ulama besar Iran, untuk mencabut akar-akar perpecahan antara Sunni dan Syi’ah. Mereka bertemu di Hijaz (Saudi Arabia) tahun 1948. Nampaknya mereka telah mengadakan pembicaraan-pembicaraan dan telah mencapai suatu pengertian dasar, tetapi Al-Banna segera dibunuh.” (Edisi I, hal.33).
 
Salim AL-Bahansawi, seorang pemikiran Ikhwanul Muslimin, dalam bukunya Al-Sunnah al-Muftara ’alayha (Sunnah yang Dipalsukan), menulis: ”Sejak terbentuknya Jama’ah at-Taqrib baynal Madzahib al-Islamiyyah yang di dalamnya Imam Al-Banna dan Imam Al-Qummi ( ulama Syi’ah Iran) turut serta, terjadilah kerjasama antara Ikhwanul Muslimin yang menghasilkan kunjungan Nawab Safawi (Pemimpin gerakan Fida’iyyin Islam Iran) ke Kairo dalam tahun 1954.” Ia juga mengatakan, ”Kerja sama semacam itu tidaklah mengherankan, tidak merupakan sesuatu yang aneh, karena kepercayaan-kepercayaan dari kedua kalangan (Sunni dan Syi’ah) itu memang mengantarkan ke sana.” (hal. 57, lihat juga hal.151).
 
Dr. Ishaq Musa Al-Husaini menulis buku al-Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Muslimin), tentang gerakan Islam modern yang berpusat di Mesir itu. Di dalamnya ia menunjukkan bahwa beberapa orang Syi’ah yang sedang belajar di Mesir telah bergabung dalam organisasi itu. Juga sudah diketahui secara luas bahwa di antara para pemuka ikhwan di Iraq terdapat banyak orang Syi’ah. Demikian juga bahwa pemimpin Ikhwanul Muslimin di Yaman Utara sampai tahun 1981, Abdul Majid Al-Zindani, adalah seorang Muslim Syi’ah. Di sana pun banyak Muslimin Syi’i menjadi anggota Ikhwanul Muslimin.
 
Ketika Nawab Safawi seorang pejuang Muslim dari Iran mengunjungi Sirya, ia bertemu dengan Dr. Mustafa Al-Siba’i, pemimpin Ikhwanul Muslimin di sana. Tatkala Al-Siba’i mengeluh kepada Safawi tentang beberapa pemuda Syi’ah yang telah bergabung dengan gerakan-gerakan nasional yang sekuler (bersifat duniawiah), pejuang dari Iran itu berkata dalam ceramahnya kepada sekelompok besar orang Syi’ah dan Sunnah: ”Barangsiapa hendak menjadi seorang (Syi’ah) Ja’fari sejati, hendaklah dia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin.
 
Muhammad Ali Al-Dhanawi, dalam bukunya Kubra Al-Harakat al-Islamiyyah fil ’Ashr al-Hadits (Gerakan-gerakan Islam terbesar di jaman modern) mengutip kata-kata Bernad Lewis: ”Walaupun mereka (Fida’iyyin Islam) bermazhab Syi’ah, mereka percaya pada kesatuan Islam, sama besarnya kepercayaan kaum Muslimin Mesir, dan di antara mereka terjalin komunikasi yang sangat lancar. (hal. 150).
 
Ketika menyimpulkan beberapa prinsip Fida’iyyin Islam, Al-Dhanawi mengatakan: ”Islam merupakan suatu sistem kehidupan yang komprehensif (luas dan lengkap). Tidak ada sektarianisme (fanatik mazhab), antara Sunni dan Syi’ah, di kalangan kaum Muslimin.” Kemudian ia mengutip kata-kata Nawab Safawi: ”Marilah kita bekerja sama untuk Islam, marilah kita lupakan segala sesuatu selain perjuangan kita demi kehormatan Islam. Belum tibakah saatnya bagi kaum Muslimin untuk sadar dan menghilangkan perpecahan di antara Sunni dan Syi’i?”
 
Fat-hi Yakan menulis, dalam bukunya Mausuu’ah al-Harakah al-Islamiyyah (Ensiklopedia Pergerakan Islam), tentang kunjungan Nawab Safawi ke Kairo serta sambutan hangat yang penuh gairah dari Ikhwanul Muslimin. Tentang hukuman mati yang dijatuhkan pada Nawab Safawi oleh Syah Iran, ia menulis: ”Timbul reaksi keras terhadap keputusan hukum yang tidka adil itu. Massa Muslimin merasa terpukul ketika mendengar berita itu, karena mereka sangat menghargai perjuangan dan tindakan-tindakan heroik mujahid dari Iran ini. Kaum Muslimin berdemonstrasi menentang dan mengutuk keputusan hukum yang dzalim terhadap pejuang dan pahlawan yang mukhlis itu. Kematiannya dipandang sebagai suatu kerugian besar di jaman moderen ini.” (hal.163).
 
Nawab Safawi yang bermazhab Syi’ah itu oleh Ikhwanul Muslimin itu dicatat sebagai seorang syahid dari Ikhwanul Muslimin. Fat-hi Yakan memandang Nawab dan kawan-kawannya yang gugur dalam perjuangan Islam itu sebagai orang-orang yang ”tergabung dalam barisan para syuhada’ yang abadi”, dan bahwa ”darah mereka yang suci akan menjadi suluh yang menerangi jalan bagi generasi kesyahidan dan kemerdekaan yang datang.”
 
Dalam bukunya al-Islam, Fikr wa Harakah wa Inqilab (Islam, Pikiran, Gerakan, dan Revolusi), ia menulis: ”Sekarang, setelah Syah Iran mengakui Negara Zionis itu pada tanggal 23 Juli 1960 menjadi kwajiban bagi orang Arab untuk menyadari adanya Nawab dan saudara-saudara Nawab di Iran. Sayang, para penguasa Arab belum berbuat demikian, sehingga gerakan Islam sekarang mencari sokongan untuk menopang perjuangannya dari luar dunia Islam sendiri. Adakah Nawab lain di Iran sekarang?” (hal.56).
 
Dikutip dari Buletin Suluh, Edisi Khusus Menyambut Bulan Ramadhan, Terbitan Majlis Ilmu dan Zikir ”Al-Huda”, Gedong Sonorejo.

http://ressay.wordpress.com/2007/12/11/ikhwanul-muslimin-dan-syi%E2%80%99ah/ 

Aku Berpikir, Aku Syiah





Memang Tuhan sudah menakdirkan manusia mana yang berakhir dengan husnul khatimah dan mana yang berakhir dengan buruk. Namun, manusia dikaruniai akal untuk membantu mereka menemukan bimbingan cahaya ajaran Islam dan menghindari jalan kesesatan. Sekali mereka menemukan cahaya Islam, bukan berarti manusia tidak perlu lagi menggunakan akal mereka. Akal tetap diperlukan bagi manusia dalam membantu tetap konsisten menjalani praktek amalan beribadah sehari-hari. Dengan demikian manusia dapat terhindar dari tipu muslihat dan talbis setan baik dari golongan jin maupun manusia berjenggot yang menggoda.

Lihat bagaimana jalan hidup sang master al-Ghazaly dalam menemukan metode tepat untuk menggapai Tuhan. Ia menapaki jalan aliran batiniyah, fikih, kalam, dan filsafat. Beliau mempelajari masing-masing aliran tersebut dan memahami kekurangan masing-masing sehingga puncaknya beliau menemukan jalan tasawuf yang mengobati kehausan jiwanya. Sikap inilah yang seharusnya dijalani setiap muslim dalam penggembaraan agamanya. Sikap logis dan kritis terhadap amalan ajaran agamanya tanpa meninggalkan pedoman sucinya. 

Aku terlahir Sunni dan bangga telah menjadi bagian dari Sunni, dan aku bukan, naudzubillah, kelompok Islam yang dengan mudah mengkafirkan dan meyesatkan  sesama muslim lainnya, kelompok turunan dari Khawarij pasukan Dajjal LA sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad saww dan Imam Ali as. Kesunnianku tak diragukan lagi dengan biasanya aku bertabarruk, tawasul dan sebagainya yang galib ditradisikan Sunni/NU Indonesia. Pertama kali aku berkenalan dengan yang namanya Syiah secara objektif adalah dari buku al-Murajaat yang dipinjam kakak saya dari kampus. Sebuah buku besar yang tidak hanya secara fisik tapi juga secara psikologis mampu menggerakkan jiwa untuk bersikap kritis dan logis terhadap apa yang kita anut. 




Ada beberapa poin dasar yang bisa dikatakan keliru dalam pandangan Sunni secara umum, dan itu tidak hanya menjangkit di kalangan awam saja namun juga di tingkat ulama pemberi pencerahan umat. Beberapa poin inilah yang menyebabkan aku tidak lagi merasa menjadi bagian dari sunni tulen atau deles dalam bahasa saya. Kalau dalam standar takfiri mungkin aku sudah dikategorikan sebagai rafidhah ekstrim, boleh dibunuh, :) mengutip sabda Imam Husein as: “Jika tubuh dirancang untuk berakhir, kenapa harus takut kehilangan”.  

Pertama; hadis wasiat Nabi Muhammad saww. Biasanya di Sunni yang terdengar adalah riwayat “berpegangteguhlah pada al-Quran dan Sunnahku”. Hampir semua sunni pasti akan menganggap hadis ini yang benar dan tidak ada hadis lain selain ini. Adapun hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan Ahlu baitku” adalah hadis  lemah dan tidak diajarkan dalam dunia akademis. Bahkan KH. AN pengasuh bahsul masail di majalah AULA terbitan Maret 2012 yang membahas tentang Kontoversi Pusaka Islam, Mana yang Benar?, majalahnya umat Sunni Indonesia pun keliru ketika ada pertanyaan tentang hadis wasiat atau yang biasa disebut hadis tsaqalain. Beliau gegabah dengan mengatakan kalau hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan ahli baitku” sebagai hadis lemah dan tidak ada dalam kitab standar hadis Sunni yang enam dan mensahihkan hadis “berpeganglah pada al-Quran dan sunnahku”. 

Aku bertaruh di antara kedua hadis tersebut pasti hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan ahli baitku” yang sahih. Bahkan seorang blogger wahabi AJ saja mengakui bahwa hadis berpegangteguhlah pada al-Quran dan sunnahku adalah hadis dhaif dengan seluruh jalannya. Kedua hadis tersebut jika ditakhrij dengan standar yang paling ketat pun niscaya yang sahih adalah hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan ahli baitku”. Jika ini adalah kebenaran seharusnya umat Islam mengikuti wasiat tersebut, bukannya menutupinya, pura-pura tidak tahu, bahkan mengabaikannya karena hanya akan memberikan justifikasi atas benarnya madzhab Syiah. “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 

Sikap lain yang saya rasakan tentang terlalu cenderungnya mereka akan kesunniannya adalah sekalipun mereka mensahihkan “berpegangteguhlah pada al-Quran dan ahli baitku” namun mereka menafsirkan bahwa kepada ahli bait Nabi saww kita harus menghormati hak-hak mereka, menyayangi mereka, dll. Alangkah naifnya, ketika mereka tidak sadar kedhaifan hadis “berpegangteguhlah pada al-Quran dan sunnahku” mereka berkoar-koar tentang berpegang teguh dan menjadikan rujukan keduanya. Namun ketika tahu bahwa rujukan mereka bukanlah sebuah hadis yang  tidak dapat dijadikan landasan hidup, mereka menafsirkan secara berbeda. Padahal secara tekstual lafal keduanya sama hanya berbeda dalam poin kedua, yaitu Ahli bait Nabi saww atau Sunnah Nabi saww. Seharusnya umat Islam mengikuti sahabat Hudzaifah bin Yamani yang mewasiatkan kedua putranya untuk selalu mengikuti Ali as.

Kedua; siapakah ahlul bait Nabi Muhammad saww yang harus kita ikuti itu? Kita tidak perlu melihat KTP untuk mengetahui tersebut, toh zaman itu tidak ada KTP. Hehe. Orang Arab mana yang tidak tahu suku Quraisy dengan Bani Hasyimnya. Orang Arab mana yang tidak kenal dengan Nabi saww yang dijuluki al-Amin. Hampir semua orang Arab pasti mengenalnya termasuk dengan istri dan keluarga besarnya dan semuanya pasti tahu itu termasuk keluarga ahli bait Nabi saww. Namun yang dikhususkan untuk diikuti adalah ahli bait yang dijelaskan dalam potongan ayat terakhir surah al-Ahzab ayat 33. Kenapa harus ada pembedaan, toh mereka semua adalah ahli bait Nabi saww? Jika anda disuruh memilih pemimpin, apakah anda memilih tokoh yang terbaik, biasa atau tokoh yang buruk. Inilah alasan Syiah memilih Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam Hasan, Imam Husein as. Karena merekalah yang terpilih dalam potongan ayat terakhir surah al-Ahzab 33. Dalam riwayat sahih manapun baik di kitab Sunni maupun Syiah, potongan ayat tersebut turun pada kelima pribadi tersebut, yang di kalangan habaib dikenal dengan ahlul kisa’. Kenapa para istri Nabi saww tidak dimasukkan dalam ayat tersebut? Pertanyaan tersebut juga pernah ditanyakan oleh istri Nabi saww, Ummu Salamah yang pada waktu turunnya ayat tersebut berada di rumahnya. Nabi saww tidak memasukkan beliau dalam selimut, beliau hanya mendoakannya dengan kebaikan. Jika riwayat sahih asbab nuzul ayat tersebut jelas khusus menyebutkan kelima pribadi tersebut tanpa memasukkan istri Nabi saww, kenapa harus mengeneralisasi pada semua ahli bait Nabi saww tanpa ada dalil yang menguatkan hal tersebut? Disinilah akar kesalahpahaman antara Sunni dan Syiah.


Seandainya Sunni memahami alur pikir Syiah ini niscaya mereka memaklumi kenapa Syiah getol membela Imam Ali, Sayyidah Fatimah, dan dua cucu Nabi saww daripada yang lainnya ketika terjadi konflik, baik dengan sahabat maupun istri Nabi saww. Berbeda dengan cara pandang Sunni yang menganggap semua sahabat adil, mereka umat terbaik, dan sebagainya. Ketika para sahabat saling caci maki, berperang bagaimana sikap Sunni? Kami harus diam, tidak boleh membicarakan mereka, mereka semua berijtihad dan baik yang benar maupun salah mendapat pahala, biarkan yang sudah terjadi berlalu, bahkan adapula yang mengatakan jangan ceritakan sejarah kelam para sahabat. Jika demikian apa gunanya sejarah?! 

Ketiga; masalah keadilan sahabat. Memang ada beberapa pengertian tentang apa itu keadilan sahabat, mulai dari yang ekstrim sampai yang rendah. Namun yang pasti dalam standar Sunni pengertian keadilan sahabat adalah seluruh sahabat dapat diterima riwayatnya dalam menyampaikan sabda Nabi saww. Allah swt memerintahkan umat Islam untuk selalu memperhatikan sejarah, terutama sejarah umat dan generasi terdahulu. Memperhatikan sejarah bukan dalam arti pasif, diam dan biarkan berlalu namun aktif dengan memilah mana sejarah yang patut kita teladani dan ambil pelajaran dan mana yang harus kita jauhi.

Menyangkut sejarah para sahabat, Sunni dan Syiah memandang berbeda, terutama ahli hadis Sunni. Namun hampir semua pakar sejarah Islam sepakat adanya perselisihan, pertengkaran, caci maki bahkan saling bunuh-membunuh antar sahabat. Bagi Syiah semua sahabat bukanlah malaikat atau manusia yang tidak bisa dikritik apalagi disentuh. Mereka hanyalah manusia biasa yang mempunyai kekurangan dan kelebihan. Syiah memandang lebih baik hanya mengikuti langkah-langkah sahabat yang baik dan track recordnya teruji daripada mengikuti jejak semua sahabat, baik yang baik maupun yang buruk, yang dipuji Allah dan dilaknat Allah. Dan ini adalah sebuah tindakan yang logis daripada pasif dan membiarkan persoalan sahabat menggantung di langit. Seandainya kita hidup di zaman Imam Ali as yang sedang bertarung dengan Aisyah, Khawarij dan Muawiyah kemudian kita memilih non-blok, diam saja dan mengasingkan diri. Apakah itu tindakan yang tepat? Apakah Islam mengajarkan demikian? Jelas tidak. Islam mengajarkan kita untuk hidup bersosial dan untuk selalu mencari kebenaran yang hakiki bukan dengan membenarkan tindakan semua sahabat dan atau membenarkan berlandaskan ketokohan seorang pemimpin. Karena itulah Syiah memilih mengikuti jalur ahlul kisa’, jalur yang benar dalam pertarungan para sahabat dilihat dari semua aspek.


Bagi saya baik Sunni dan Syiah berhak mendapatkan kenikmatan surgawi  kelak. Mereka lahir sebagai korban sejarah yang harus disikapi dengan arif dan bijaksana, bukan dengan saling menyalahkan. Sebenarnya beberapa persoalan yang laris manis sebagai bahan adu domba Sunni dan Syiah hanyalah masalah-masalah sepele namun besar bagi orang kebanyakan bahkan tokoh NU sekelas Ust. IR, seperti pemikiran generalisasi yang menyamakan semua orang hanya dengan pendapat aneh dan salah beberapa oknum, perbedaan pemahaman tentang istilah suatu kelompok dan persoalan fikhiyah yang bisa didamaikan secara ilmiah dan akal terbuka. Sebagai contoh tentang nikah Mut’ah, Sunni bersikeras nikah mut’ah itu haram setelah dihalalkan Nabi saww. Namun dalam prakteknya bahkan setelah Nabi saww, Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali wafat pun nikah mut’ah masih dipraktekkan dan dihalalkan sebagian umat Islam, dalam hal ini adalah para tokoh Sunni dan ini direkam dalam kitab-kitab Sunni. Nikah Mut’ah merupakan salah satu dari beberapa masalah fikhiyah yang tidak perlu jadi bahan pertengkaran antar umat sebagaimana sebagian ulama Sunni menghalalkan nabidz yang memabukkan. Jika anda mempelajari fikih, anda akan menemukan hampir semua madzhab fikih mempunyai beberapa produk hukum fikih yang “aneh” yang bisa dijadikan dasar saling salah-menyalahkan dan sesat-menyesatkan.


Akhirnya tulisan ini bukanlah ajakan untuk meng-iran-kan Indonesia, mensyiahkan Sunni atau mensunnikan Wahabi tapi mempererat persaudaraan Sunni dan Syiah bahkan Wahabi yang diadu domba Dajjal Zionis dan sebagai ajang  saling tukar pikiran tentang akar persoalan perbedaan Susyi. Titik persatuan dan persaudaraan Islam didapat dengan sikap arif bijaksana bukan dengan sikap merasa benar sendiri. Salam Keselamatan :)

Terkait Berita: