Pesan Rahbar

Berlayar dalam Naungan Perahu Nabi Nuh : Sekelumit Pencarian Teologis

Written By Unknown on Wednesday, 26 November 2014 | 18:21:00


Di bulan yang mulia ini saya mencoba membaca kembali buku 40 hadits (Arbau'na Haditsan) yang dipaparkan Imam Khomeini qs (quddisa ruh-semoga Allah SWT mensucikan ruhnya) dari koleksi buku lama saya. Saya mengibaratkan penulis best seller seperti Anthony Robbins, Napoleon Hill, Dale Carnegie, Stephen R. Covey, Edward D. Bono, Ron Holland, Warren Bennings, dll dibandingkan dengan tulisan Imam Khomeini ibarat yang satu mengurusi bagian-bagian luar, sementara Imam mengupasnya dari dalam sisi halus manusia, yang pada akhirnya memberikan perubahan besar pada sisi luarnya. Psikologi modern menyebut pendekatan Imam dengan istilah spiritual quitoent (kecerdasan spiritual) seperti yang dipopulerkan Donna Zohar vis a vis dengan emotional intelegence (kecerdasan emosi) seperti yang dipaparkan Dale Goleman. Sebenarnya saya ingin sekali berbagi disini mengenai kesan saya tiap kali membaca karya ulama besar ini, namun biarlah dilain kesempatan.

Buku itu sendiri seingat saya menjadi buku pertama yang memperkenalkan saya dengan karya Imam Khomeini. Buku itu pula yang membukakan pikiran saya terhadap mazhab Ahlil Bayt. Sebuah mazhab yang sebelumnya ditanamkan kepada saya sebagai paham yang sesat, pada saat aktif dalam kelompok pengajian tertentu. Kelompok pengajian itu sendiri mengklaim berafiliasi dengan gerakan Ikhwanul Muslimin, Mesir, yang didirikan oleh Syekh Hasan Al Banna, dengan sistem sel atau jaringan.

Terus-terang saja sejujurnya saya tidak yakin kalau apa yang mereka lakukan mewarisi sikap-sikap seperti gerakan al-Ikhwan. Setahu saya, Syekh Hasan Al Banna, selaku pendiri al-Ikhwan di Mesir, adalah pribadi mulia yang amat mementingkan persaudaraan muslim daripada perbedaan pandangan dalam umat Islam. Itulah sebabnya Zionisme amat tidak menyukainya, dan bisa jadi hal inilah yang mungkin menjadi sebab alasan mengapa beliau harus disingkirkan-gugur sebagai syahid.

Kisah yang sering dijadikan contoh akan sikap toleransi yang tinggi Syekh Hasan al-Banna adalah pada saat beliau melihat keributan ummat yang memperdebatkan jumlah rakaat sholat tarawih di sebuah perkampungan di Mesir. Pada saat ditanya mengenai pendapatnya mengenai hal tersebut, secara bijaksana ia mengatakan bahwa sholat tarawih adalah hal yang sunnah dalam agama, sementara bertengkar dan berpecah belah diantara ummat adalah hal yang haram. Mengapa meributkan sesuatu yang sunnah jika pada saat yang sama hal yang wajib saja kita tinggalkan-ukhuwwah islamiyyah. Tidak heran dari al-Ikhwan ini lahirlah para pejuang Islam yang sangat heroik seperti Sayyid Qutb, Muhammad al-Ghazali, Zaenab al-Ghazali, Ali Garishah, dll.

Saat di pengajian usroh tersebut dalam sebuah kesempatan, saya berdebat cukup panjang dengan pembimbing saya (murabbi). Seingat saya, saat itu saya tidak setuju dengan sikapnya yang menghakimi paham tertentu tanpa memiliki bukti-bukti yang akurat mengenai paham tersebut. Saya benar-benar tertekan. Tanpa pikir panjang saya tinggalkan kelompok yang selama hampir tiga tahun memberikan pemahaman baru mengenai keberagaman sejak saya duduk di kelas dua SMA.

Selama mengikuti kelompok tersebut saya sempat under pressure, dan amat tertekan. Saya pusing dan bingung menjalani hidup. Cukup sering saya harus banyak mengorbankan waktu untuk sekedar kumpul-kumpul mengkaji agama dalam kelompok tersebut, yang menurut saya sangat kering nuansa spiritualitasnya. Pengajian-mereka menyebutnya tarbiyah- haruslah diprioritaskan dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Saya masih ingat betul kami harus datang pada malam hari untuk mabit-menginap bersama, membuat training merekrut anggota baru, pertemuan rutin mingguan dll.

Pada akhirnya, dengan berat hati setelah tiga tahun bergabung, saya harus tinggalkan pula rekan-rekan yang telah menjalin hubungan persaudaraan yang cukup erat tersebut. Perbedaan pandangan akhirnya membuat kami harus saling menjauh. Saat itu saya dengar bahwa teman-teman dilarang berkomunikasi dan dekat dengan saya karena khawatir mereka akan terpengaruh dan meninggalkan kelompok yang telah cukup solid ia bangun. Namun bersyukur alhamdulillah, tetap saja salah satu rekan saya, Hartawan Hari Permadi, akhirnya mengikuti jejak saya berwilayah Ahlil Bayt as.

Khusus untuk Hari, sahabat saya hingga kini, dalam kesempatan yang baik ini saya ingin mengucapkan selamat atas pernikahan yang dilangsungkan tepat di hari mulia, kelahiran Imam Mahdi as. 1425 H, kemarin. Mudah-mudahan langkah-langkahnya mendekatkan diri kepada Allah kian dimudahkan, begitupun kita semua.

Kabar terakhir yang sempat saya dengar tentang murabbi, ia sempat menjadi orang yang hilang ingatan untuk beberapa saat. Sempat jatuh dan ditemukan di salah satu rel kereta api di salah satu daerah Jakarta Selatan. Saya sungguh sedih mendengar hal itu. Saya berharap dengan segala peristiwa yang dialaminya itu ia dapat berfikir lebih terbuka dan bijaksana.

Sementara teman saya yang lain, tetap berpendirian bahwa apa yang saya jalani merupakan jalan yang tidak jelas dan masih diragukan. Kadang saya sering tertawa lucu mendengar hal ini. Apakah dia tahu dan sudah membuka tabir-tabir jalan Allah sehingga yakin bahwa jalan ini benar, sementara jalan lainnya meragukan. Menurut saya pernyataan itu seharusnya, sejauh yang ia yakini, bahwa jalan yang ia tempuh adalah yang paling benar, sementara jalan lainnya ia belum dan tidak berminat mengetahuinya lebih jauh-ini pernyataan yang lebih tepat menurut saya. Bagi saya jalan menuju Allah seperti yang sering kita dengar dari hadits adalah sebanyak nafasnya manusia. Masing-masing kita diberikan potensi yang beragam untuk mendekati dan berbakti kepada-Nya.

Dalam satu sisi saya bersimpati dengan al-Ikhwan, tapi saya harus menentukan pilihan kepada satu model alternatif yang tidak saja memiliki basis teologis yang kuat namun dapat menjawab tuntutan zaman dan memuasi kedahagaan saya terhadap spiritualitas.

Sejauh ini perjalanan saya untuk mendapatkan kepuasan mengenai penjelasan agama telah mempertemukan saya dengan mazhab Ahlil Bayt. Entah jika dalam perjalanan hidup selanjutnya nanti ada orang-orang yang secara argumentatif dapat menunjukan kelemahan mazhab ini, saya pun akan menentukan sikap. Ada banyak orang yang dilandasi ketidaktahuan dan kebencian berusaha mengingatkan saya agar menjauhi dan meninggalkan ini, setelah cukup lama saya berinteraksi. Tapi karena tidak memiliki argumen yang memadai dan dilandasi sikap-sikap yang tidak rasional-kebencian, saya abaikan saja.

Diluar itu, bagi saya mazhab atau kelompok bukanlah tolak ukur sebuah kebenaran dan merupakan hal yang penting,. Sebaliknya konsistensi antara keyakinan yang telah kita yakini dengan sikap hidup kita sehari-harilah yang lebih penting daripada memperbincangkan relativitas kebenaran atas teks atau dogma agama. Betapapun kita mengklaim pendapat kita adalah yang paling benar, hal itu tetap dalam kerangka relativitas, paling tidak atas sumber-sumber ajaran agama.

Sejauh ia telah berusaha mengetahui pandangan tertentu dan ia konsisten terhadap yang ia yakini,bagi saya itu sudah cukup. Kalaupun nantinya dia salah, saya yakin Allah akan memaafkan karena ia telah berusaha keras untuk memahami dan mencari keyakinan tersebut. Apalah artinya orang yang hanya membanggakan sebagai pengikut mazhab tertentu tetapi perilakunya sangat jauh dari nilai-nilai yang diperjuangkan atau diyakini. Saya juga banyak menyaksikan bahwa ada orang-orang yang mengaku sebagai pencinta Ahlil Bayt namun dalam hal-hal syariat saja yang diwajibkan oleh Allah SWT dilalaikan. Pada akhirnya kita semua akan mempertanggungjawabkan seluruh pilihan yang telah kita tentukan berikut konsekuensinya dihadapan-Nya nanti. Saya berlindung kepada Allah SWT dari sikap-sikap yang mendua (ambivalen) seperti itu.

Dalam mazhab Ahlil Bayt, terus terang sejauh ini saya tidak dapat menyangkal hujjah maupun argumen teologis yang disampaikan, yang menurut saya sangat kuat. Dengan pengetahuan yang sangat terbatas, saya terlalu minim untuk menjelajahi mazhab ini. Saya merasakan kebodohan yang amat sangat untuk mengatakan bahwa saya telah mengetahuinya dengan seksama. Masih begitu banyak hal yang tidak saya ketahui dalam ajaran mulia ini. Namun dari semuanya, yang jelas, mazhab ini berdiri atau didasari atas kecintaan dan keberpihakan kepada Ahlil Bayt yang secara literatur dalam sumber-sumber Islam merupakan sosok yang paling representatif menjadi penerus ajaran Rasulullah Saaw. Meruntuhkan argumen ini amatlah sulit ditengah banyaknya keterangan-keterangan dalam al-Quran dan hadis mengenai kedudukan dan kemuliaan mereka.

Secara spiritual saya pun terpuaskan dengan muatan dalam mutiara-mutiara do’anya terutama dalam ash-Shahiffah as-Sajjadiyyah, yang merupakan rintihan dari Imam Ali Zaenal Abidin, putra al-Hussein yang menyaksikan langsung pembantaian keluarganya di Karbala. Perhatikan saja misalnya terjemahan dari do’a Kumayl, Munajat Sya’baniyyah, Arafah, Abu Hamzah ats-Tsimali dll. Seandainya saja saya memiliki akses akan bahasa Arab, tentu saya akan lebih dapat memaknai pesan yang terkandung dalam do’a tersebut. Menurut salah satu guru saya, do’a-do’a tersebut bukan saja sebagai berisi permohonan semata, namun juga berisi tuntunan akan ajaran-ajaran tauhid yang amat tinggi, yang hanya diketahui oleh orang-orang yang benar-benar berusaha keras memahaminya.

Saya pun tergoncang dengan kemampuan mereka dalam menjawab persoalan-persoalan yang dialami masyarakat modern. Pribadi seperti Imam Khomeini misalnya merupakan produk dari madrasah Ahlil Bayt as yang selama bertahun-tahun melahirkan ulama-ulama besar, walaupun mendapatkan tekanan dan pelarangan. Dalam surat terbukanya kepada Gorbachev, presiden Uni Sovyet pada saat masih berdiri, Imam mengundang para pemikir atau filosof cerdik pandai dari Uni Sovyet untuk datang ke Hauzah Qum mendiskusikan persoalan mengenai atheisme dll. Ini menunjukan keluasan dan keterbukaannya akan disiplin ilmu lain semisal filsafat dll. Salah satu bukti yang tidak terbantahkan masyarakat di abad 20 ini adalah keberhasilan revolusi Islam di Iran yang dipimpinnya, yang kini dilanjutkan oleh Sayyidul Qo’id, Imam Ali Khamenei, semoga Allah SWT memanjangkan umur dan selalu menganugerahkan kesehatan kepadanya.

Pada awalnya sebenarnya saya ingin menulis mengenai kesan saya dalam membaca buku Imam Khome’ini, ternyata saya malah menuliskan sedikit cerita mengenai pengalaman dalam pencarian teologis saya yang tak pernah henti.

Di mazhab ini justru saya malah menjadi lebih moderat dan toleransi dalam melihat perbedaan yang ada dalam ummat. Saya menghormati pilihan orang lain yang berbeda dengan saya. Saya tidak mengklaim bahwa apa yang saya yakini menjadi satu-satunya jalan keselamatan. Bahkan lebih jauh, saya meyakini bahwa jalan-jalan yang ditempuh dengan beragam pandangan itu bermuara pada satu tujuan. Dengan demikian, bila diibaratkan sebuah jalan maka ada beragam jalan menuju ke Roma.

Sungguh tepat jika hadist yang menyebut mengikuti mereka seperti berlayar di dalam perahu Nabi Nuh as. Kalau dalam masa Nabi Nuh as para pengikutnya selamat dari hempasan ombak dan goncangannya, maka kini para pengikut Ahlil Bayt as. jika mereka komitmen berwilayah maka akan terbebaskan dari ombak dan goncangan hidup yang akan dijalani. Pertanyaannya, sudahkan kita berwilayah kepada mereka?

Allahumma Shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad

Sumber: http://taufiqhaddad.blogspot.com/
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: