MUSLIM SYIAH VS MUSLIM SUNNI MANA YANG BENAR..?
Kawan, Keyakinan hanya bisa dikalahkan dengan argumen bukan militer. Jepang dihancurkan dengan bom nuklir, tapi kejepangan kan nggak hilang. Keyakinankan tidak hanya di Iran, kalau dibom nuklir, tidak akan menghilangkan keyakinan, dan keyakinan itu ada di mana-mana.
ISLAM SUNNI GAGAL DIBIDANG FILSAFAT ISLAM
Filsafat bagi saya pergulatan hidup bukan sekedar tempelan.
Anda termasuk orang yang konsisten memperhatikan bidang Sains dan Filsafat, juga logika, Epistemologi, Agama dan Sains, Kosmologi, Filsafat Lingkungan, Filsafat Agama, perbandingan Filsafat Islam dan Barat, apa kaitan antara satu dengan lainya, dan apa benang merahnya?
“Penguasaan sains menjadi elemen niscaya bagi bangsa yang mandiri. Tuntutan agama Islam itu kan menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya semangat jihad khilafah, tapi tidak ada jihad ilmu dan Sains”
Fukuyama yakin dengan bukunya, “The End of History and The Last Man” bahwa demokrasi liberal adalah akhir evolusi sosial budaya manusia dan bentuk final pemerintahan. Ternyata Iran menganut sistem Republik Islam Iran. Politik, sosial dan hukum di Iran tunduk pada prinsip Islam dan yang mengejutkan terjadi lompatan saintifik. Islam ternyata mampu berevolusi dengan masyarakat Iran.
telah terjadi Revolusi Saintifik di Iran. Artinya, pertama, terjadi lompatan besar perkembangan sains dan teknologi di Iran selama hanya 30 tahun dari posisi yang tidak diperhitungkan. Kedua, terjadi lompatan kemajuan sains di tengah sanksi AS dan Eropa, kemajuan sains menjadi kedaulatan dan kebanggaan nasional.
Revolusi Saintifik Iran adalah antitesa Sekulerisme, menggugurkan klaim bahwa agama dan sains tidak mungkin bekerjasama.
logika diajarkan di S1 semua Fakultas UIN / IAIN , tapi karena keterbatasan pengajar jadi gagal.
Kemudian Filsafat Sains, dulu saya banyak memperhatikan program Islamisasi Sains mazhab Sunni, tokohnya Ismail Faruqi, problemnya adalah agenda Islamisasi Sains saya lihat kekurangan basis Filsafat, lebih banyak tambal sulam. Kalau ada sains lalu ditambah Al-Quran, lalu sunni bilang itu Islami.
Indonesia saya lihat kekurangan nalar diskursif, kalau saya tinggal di Amerika, mungkin saya kembangkan tasawuf Mulla Sadra. Tabatabai dan Taqi Misbah lebih menekankan Filsafat Mula Sadra dibandingkan tasawufnya. Nah di Indonesia, butuh nalar diskursifnya. Seperti ACCROS kan kita menjadikan Ibu Sina, sebagai wakil Saintis, Filsafat di dunia muslim. Bangsa Indonesia butuh budaya Sains. Seperti kata George Sarton, perkembangan sains tidak pernah kosong dari budaya, di Indonesia banyak orang mengembangkan Sains tanpa budaya Ilmiah. Salah satu budaya ilmiah, suka logika, tetapi masyarakat lebih suka budaya konsumtif.
Relasi agama dan sains itu bahasa Filsafat. Bagaimana membangun Agama dan Sains dalam satu tarikan nafas, bukan dua digabung jadi satu. Konteksnya bagaimana maju secara sains dan agama dalam sebuah negara. Yang punya kepentingan tentunya para saintis dan ulama. Signifikansinya sangat penting relasi itu. Tidak ada ulama di Iran reaksioner terhadap sains. Isu Agama dan Sains itu konteknya dalam kehidupan modern. Integrasi agama dan sains itu efek konsisten dari pandangan tauhid Islam. Maka jika dibicarakan zaman Ibnu Sina, tidak relevan karena dia pelaku integrasi. Dunia itu satu (Tauhid) bukan ada dunia; dunia agama dan dunia sains. Isu Agama dan Sains tidak hanya terjadi di Iran, tapi ada di Malaysia, Turki, Arab Saudi, Indonesia tapi hanya wacana dan harapan, kalau di Iran minimal treknya sudah ke sana.
Kita harus mendefinisikan maju itu apa, maju itu Independen, dengan kepala, otak kita sendiri. Qatar, Uni Emirat Arab tidak bisa dikatakan negara maju. Negara kaya iya, tapi hanya beli, jangankan produksi, mengoperasionalkan alat teknologi canggih saja tidak bisa, harus orang Amerika. Maju itu keberhasilan melawan hegemoni dunia yang ingin menguras kekayaan alam. Maju itu kemampuan mengambil jarak dan indepen sebagai bangsa. Dalam konteks Iran, Iran itu maju dalam mengambil jarak dan independen dari jebakan Amerika, dan perjuangan itu mempunyai nilai kemanusiaan. Maju itu menurut saya menciptakan barang-barang sendiri bukan membeli. Etos ilmiah dan petualangan imiah itu penting buat kemanusiaan. Ada masa Sains sebagai proses, dan sains pada lini terakhir sebagai produk. Kita harus mencetak ilmuan bukan membeli hasil sains.
Banyak negara-negara Timur tengah suka membeli produk teknologi, tetapi pertanyaanya, apa dengan bisa membeli produk canggih otomatis menjadi negara maju secara teknologi, apalagi maju secara kemanusiaan dan peradaban. Justru sebaliknya saya melihat malah uangnya buat membiayai terorisme.
Islam Sunni Bingung Soal Politik Islam
Negara-negara Islam Sunni melawan kodrat manusia, jadi tidak akan bisa maju.
Islam Sunni Gagal Islamisasi IPTEK
Dalam 30 tahun paska Revolusi Iran tahun 1979, menurut laporan Royal
Society Report tahun 2011, Thomas Reuters, Social Sciences Citation
Index (SCI), Science-Metrix, dan MoSRT, perkembangan Sains di Iran
tercepat di dunia dan menempati peringkat 16 di level negara maju. Iran
mengalahkan negara-negara maju seperti Swiss, Rusia, Austria, Denmark.
Iran berada pada posisi kelima setelah China, Jepang, Korea Selatan dan
Taiwan. Iran juga mengungguli semua negara regional termasuk Turki dan
teratas di dunia Islam dalam capaian Ilmiah.
Islamkan berpandangan tauhid, Sains tidak bisa lepas dari pandangan tauhid termasuk etika. Akan terjadi split personality pada seorang muslim Saintis jika masih melihat konflik relasi agama dengan sains, agama menjadi sekuler, seakan harus memilih Sains atau agama. Nah.. dibutuhkan bingkai cara berpikir bahwa mengembangkan sains bagian dari tugas agama. Ibnu Khaitam, Arrazi memandang tugas Sains itu tugas agama. Mengkaji alam, membaca kemauan Tuhan. Kita lihat di Iran, setidaknya ada indikasinya kuat mengarah ke sana. Sains berkembang di Iran. Biasanya kita hanya mendapat informasi tentang Iran dari sisi Revolusi dan Teologi, kita jarang melihat dari sisi Sainsnya.
Kita melihat dari sisi holistik, pengembangan sains itu menjadi bagian dari perjuangan mandiri sebagai bangsa. Penguasaan Sains menjadi elemen niscaya menjadi bangsa yang mandiri. Tuntutan agama Islam itu kan menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya semangat jihad khilafah, tapi tidak ada jihad ilmu dan sains. Sains menjadi elemen penting. Penguasaan sains itu tuntutan agama. Islam secara fitrah menuntut mengembangkan semua potensi termasuk Sains. Cara berpikir monokausal itu melihat, hanya karena faktor kejepit Iran maju, atau hanya karena faktor Revolusi, Sains berkembang pesat, atau hanya melihat faktor Iran punya modal budaya sejarah Sains.
Harusnya kita pakai berpikir both and, menerima banyak faktor kondisional, contohnya: kertas, udara, api itu elemen-elemen penyebab kertas kebakar. Sains maju di Iran, karena kombinasi, faktor Revolusi, faktor “kejepit”, faktor modal sejarah Sains, faktor tersedianya infrastruktur budaya dan sosio religi. Pesan jihad ilmu oleh Rahbar itu penting. Fatwa ulama Iran tentang kloning, menjadikan ilmu kloning berkembang pesat di Iran. Kalau teologinya tidak rasional itu nanti jadi penghambat kemajuan Sains.
Islamkan berpandangan tauhid, Sains tidak bisa lepas dari pandangan tauhid termasuk etika. Akan terjadi split personality pada seorang muslim Saintis jika masih melihat konflik relasi agama dengan sains, agama menjadi sekuler, seakan harus memilih Sains atau agama. Nah.. dibutuhkan bingkai cara berpikir bahwa mengembangkan sains bagian dari tugas agama. Ibnu Khaitam, Arrazi memandang tugas Sains itu tugas agama. Mengkaji alam, membaca kemauan Tuhan. Kita lihat di Iran, setidaknya ada indikasinya kuat mengarah ke sana. Sains berkembang di Iran. Biasanya kita hanya mendapat informasi tentang Iran dari sisi Revolusi dan Teologi, kita jarang melihat dari sisi Sainsnya.
Kita melihat dari sisi holistik, pengembangan sains itu menjadi bagian dari perjuangan mandiri sebagai bangsa. Penguasaan Sains menjadi elemen niscaya menjadi bangsa yang mandiri. Tuntutan agama Islam itu kan menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya semangat jihad khilafah, tapi tidak ada jihad ilmu dan sains. Sains menjadi elemen penting. Penguasaan sains itu tuntutan agama. Islam secara fitrah menuntut mengembangkan semua potensi termasuk Sains. Cara berpikir monokausal itu melihat, hanya karena faktor kejepit Iran maju, atau hanya karena faktor Revolusi, Sains berkembang pesat, atau hanya melihat faktor Iran punya modal budaya sejarah Sains.
Harusnya kita pakai berpikir both and, menerima banyak faktor kondisional, contohnya: kertas, udara, api itu elemen-elemen penyebab kertas kebakar. Sains maju di Iran, karena kombinasi, faktor Revolusi, faktor “kejepit”, faktor modal sejarah Sains, faktor tersedianya infrastruktur budaya dan sosio religi. Pesan jihad ilmu oleh Rahbar itu penting. Fatwa ulama Iran tentang kloning, menjadikan ilmu kloning berkembang pesat di Iran. Kalau teologinya tidak rasional itu nanti jadi penghambat kemajuan Sains.
Islam Syi’ah Solid Dibidang Kepemimpinan
Sulit membayangkan pengembangan sains di Iran tanpa stabilitas
politik. Terciptanya stabilitas dalam suasana ditekan itu karena peran
kepemimpinan Rahbar (pemimpi tertinggi).
Umat itukan ada kesatuan tradisi, ada kesadaran bersama, pandangan
ulama itu di dengar baik di dunia Sunni dan Syiah. Nah di Iran,
pandangan itu diinstitusionalkan dalam negara. Ulama tidak sekedar
jabatan, ulama juga mengemban tugas ilmiah, Wilayatul Faqih itu
institusionalisasi peran ulama dalam membimbing dan memajukan umat dan
bangsanya, baik dalam kontek politik, budaya dan Sains, dan itu
sebenarnya ciri khas Islam.
Bahkan Rahbarpun mencanangkan jihad ilmiah dan ekonomi. Perhatianya sampai detil, jangan sampai jual bahan-bahan mentah yang murah yang belum diolah secara teknologi, itukan ekonomi berbasis Sains. Turunan itu berupa kebijakan eksekutif, ada Wakil Presiden khusus menangani sains. Zaman Ahmadinejad dipimpin seorang wanita, Dr. Nasrin Soltankhah. Ada juga menteri kordinator yang terkait dengan semua kementrian yang terkait dengan Sains. Etos cinta ilmu (jihad Ilmu) dilembagakan dalam banyak institusi penelitian di Iran. Cinta ilmiah tidak sekedar diceramahkan. Banyak berdiri Research Center ilmu apa saja di Iran dan itu di dukung negara.
Iran diperintah oleh ulama dan Filsuf. Pemimpin itu kan ada 3 model menurut Plato, negara dipimpin manusia kepala (filsuf), negara dipimpin manusia dada (prajurit), ini berbahaya, karena maunya perang saja, negara juga dipimpin manusia kaki (pedagang) nah ini juga bahaya, negara bisa dijual. Idealnya negara dipimpin manusia kepala. Kalau masyarakat dipimpin hawa nafsu maka hancur. Dalam konteks ini, negara dipimpin oleh filsuf (ulama) itu real dan aktual di Iran sehingga Iran masuk dalam perputaran sejarah membalikan tesis Fukuyama bahwa demokrasi liberal adalah evolusi akhir manusia. Negara dipimpin wali itu mungkin dan sedang terjadi.
Kita lihat, negara dipimpin Taliban sudah, dan gagal di Afganistan, menyebabkan citra Islam malah jadi jelek. Ikhwanul Muslimin gagal di Mesir, jangankan rakyat muslim lain, sebagian besar rakyat di Mesir sendiri tidak mendukung Ikhwanul Muslimin termasuk Al-Azhar. Di saat negara-negara Islam lain sedang mencari kestabilan, setiap saat di Iran sudah mencanangkan kemajuan Iptek. Salah satu contoh, perkembangan nanoteknologi (medis, pangan, informatika, komunikasi, lingkungan pertanian, rekayasa materi, industri manufaktur) tahun 2013 menempati urutan ke-8, padahal tahun 2011, saat saya meneliti baru urutan ke 10, .. cepet sekali kan.
Artinya apa, jadi kesuksesan dalam mengembangkan sains dan teknologi di Iran memperkuat justifikasi eksistensi negara Republik Islam Iran. Premisnya, kemajuan sains penting bagi kemajuan bangsa dan martabat kemanusiaan, sedang pengembangan martabat kemanusiaan adalah tuntutan Islam. Republik Islam Iran telah terbukti mendorong kemajuan sains, berarti eksistensi Republik Islam Iran selaras dengan martabat kemanusiaan. Kemajuan sains memperkuat legitimasi eksistensi berdirinya Republik Islam Iran.
Bahkan Rahbarpun mencanangkan jihad ilmiah dan ekonomi. Perhatianya sampai detil, jangan sampai jual bahan-bahan mentah yang murah yang belum diolah secara teknologi, itukan ekonomi berbasis Sains. Turunan itu berupa kebijakan eksekutif, ada Wakil Presiden khusus menangani sains. Zaman Ahmadinejad dipimpin seorang wanita, Dr. Nasrin Soltankhah. Ada juga menteri kordinator yang terkait dengan semua kementrian yang terkait dengan Sains. Etos cinta ilmu (jihad Ilmu) dilembagakan dalam banyak institusi penelitian di Iran. Cinta ilmiah tidak sekedar diceramahkan. Banyak berdiri Research Center ilmu apa saja di Iran dan itu di dukung negara.
Iran diperintah oleh ulama dan Filsuf. Pemimpin itu kan ada 3 model menurut Plato, negara dipimpin manusia kepala (filsuf), negara dipimpin manusia dada (prajurit), ini berbahaya, karena maunya perang saja, negara juga dipimpin manusia kaki (pedagang) nah ini juga bahaya, negara bisa dijual. Idealnya negara dipimpin manusia kepala. Kalau masyarakat dipimpin hawa nafsu maka hancur. Dalam konteks ini, negara dipimpin oleh filsuf (ulama) itu real dan aktual di Iran sehingga Iran masuk dalam perputaran sejarah membalikan tesis Fukuyama bahwa demokrasi liberal adalah evolusi akhir manusia. Negara dipimpin wali itu mungkin dan sedang terjadi.
Kita lihat, negara dipimpin Taliban sudah, dan gagal di Afganistan, menyebabkan citra Islam malah jadi jelek. Ikhwanul Muslimin gagal di Mesir, jangankan rakyat muslim lain, sebagian besar rakyat di Mesir sendiri tidak mendukung Ikhwanul Muslimin termasuk Al-Azhar. Di saat negara-negara Islam lain sedang mencari kestabilan, setiap saat di Iran sudah mencanangkan kemajuan Iptek. Salah satu contoh, perkembangan nanoteknologi (medis, pangan, informatika, komunikasi, lingkungan pertanian, rekayasa materi, industri manufaktur) tahun 2013 menempati urutan ke-8, padahal tahun 2011, saat saya meneliti baru urutan ke 10, .. cepet sekali kan.
Artinya apa, jadi kesuksesan dalam mengembangkan sains dan teknologi di Iran memperkuat justifikasi eksistensi negara Republik Islam Iran. Premisnya, kemajuan sains penting bagi kemajuan bangsa dan martabat kemanusiaan, sedang pengembangan martabat kemanusiaan adalah tuntutan Islam. Republik Islam Iran telah terbukti mendorong kemajuan sains, berarti eksistensi Republik Islam Iran selaras dengan martabat kemanusiaan. Kemajuan sains memperkuat legitimasi eksistensi berdirinya Republik Islam Iran.
Orang-orang yang mengaku
sebagai pecinta Ahlul Bait ini mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih
berhak menjadi khalifah dibanding Abu Bakr Ash-Shiddiq. Mereka adalah
orang-orang Syi’ah. Uraian berikut mencoba membongkar berbagai kebenaran
yang menjadi pijakan sikap mereka.
Pertanyaan dari http://asysyariah.com ke web ini :
Imam Ali membai’at Abubakar, Imam Hasan berdamai dengan Mu’awiyah, makaitu artinya Nabi tidak mewasiatkan kekhalifahan kepada mereka !
Jawaban kami :
Rasulullah n menyatakan bahwa khalifah itu seluruhnya dari kaum Quraisy, sebagaimana dalam hadits: “Dari Jabir bin Samurah z, ia berkata: Aku masuk bersama ayahku menemui Rasulullah n, maka aku mendengar beliau berkata: “Sesungguhnya urusan ini tidak akan lenyap hingga berakhir di antara mereka dua belas khalifah”. Kemudian beliau berbicara dengan ucapan yang tersamar atasku. Maka aku bertanya kepada ayahku: “Apa yang dikatakan oleh beliau?” Ia menjawab: “Seluruhnya dari kalangan Quraisy.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
sunni sangat mengagungkan Muawiyah yang Bani Umayah yang notabene membenci bani Hasyim (lucu juga ya).
Andaikan ada seorang perampok masuk ke rumah mas. Kemudian ia mengancam akan menyakiti keluarga mas jika mas tidak bersedia menyerahkan harta-harta mas.
Maka, apa tindakan yang akan mas ambil?
Saya percaya, karena ingin melindungi keluarga mas, maka mas dengan terpaksa mengikuti permintaan si perampok untuk menyerahkan harta kekayaan mas. Begitu kan?
Pertanyaannya:
(1) Benarkah tindakan mas melindungi keluarga mas dengan menyerahkan harta kekayaan mas?
(2) Hak milik siapakah sesungguhnya harta yang sekarang di tangan si Perampok yang telah dirampas dengan zalim? Punya mas kah atau si perampok kah?
(3) Dipebolehkankah orang-orang yang cinta kepada mas untuk membela mas dan menyalahkan si perampok serta mengatakan bahwa harta kekayaan itu sesungguhnya adalah milik mas?
Ada ayat2 Alqur’an dan Hadis dimana Allah menunjuk pemimpin utk melanjutkan misi Rasul. Dibawa ini saya tunjukkan 2 ayat saja dimana Allah menunjuk pimpinan utk melanjukan misi Rasul :
1. AL ANBIYAA’ ayat 73 tentang kepemimpinan
[21:73] Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah,
2. surah / surat : As-Sajdah Ayat : 24
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar [1196]. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.
[1196] yang dimaksud dengan “sabar” ialah sabar dalam menegakkan kebenaran.
Imam atau Khalifah adalah berdasarkan penunjukan atau nash dari Nabi SAW, jadi walaupun Imam Ali secara terpaksa membai’at Abubakar dan Imam Hasan terpaksa berdamai dengan Mu’awiyah, maka hal tsb tidak menggugurkan nash !
“Jumlah Khalifah Setelah Rasulullah saw”.
Ashabiyah atau fanatisme kesukuan muncul kembali menjelang dan pasca Nabi wafat !
khalifah yang 12 artinya wakil (pengganti) Nabi Muhammad saw
setelah Nabi wafat (dl urusan negara dan agama) yg melaksanakan syariat
(hukum) Islam dl kehidupan negara;
Kaum Muslimin, di dalam kitab shahih mereka, telah sepakat (ijma’) bahwa Rasulullah saw. telah menyebutkan bahwa jumlah khalifah sesudahnya sebanyak 12 orang, sebagaimana disebutkan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Bukhari di dalam shahihnya, pada awal Kitab Al-Ahkam, bab Al-Umara min Quraisy (Para Pemimpin dari Quraisy), juz IV, halaman 144; dan di akhir Kitab Al-Ahkam, halaman 153, sedangkan dalam Shahih Muslim disebutkan di awal Kitab Ad-Imarah, juz II, halaman 79. Hal itu juga disepakati oleh Ashhab Al-Shahhahdan Ashhab Al-Sunan, bahwasanya diriwayatkan dari Rasulullah saw:
Agama masih tetap akan tegak sampai datangnya hari kiamat dan mereka dipimpin oleh 12 orang khalifah, semuanya dari Quraisy.
Diriwayatkan dasi jabir bin Samrah, dia berkata: “Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda: ‘Setelahku akan datang 12 Amir.’ Lalu
Rasulullah mengatakan sesuatu yang tidak pernah aku dengar. Beliau
bersabda: ‘Ayahku semuanya dari Quraisy’. “.
Ringkasnya, seluruh umat Islam sepakat bahwa Rasulullah saw.
membatasi jumlah para Imam setelah beliau sebanyak 12 Imam; jumlah
mereka sama dengan jumlah Nuqaba bani lsrail; jumlah mereka juga sama dengan jumlah Hawari Isa a.s
Argumen wahabi :
Pihak majalah asysyariah melontarkan dalil dalil palsu sbb:
a. Aisyah berkata dalam riwayat Muslim: “Rasulullah n tidak meninggalkan dirham; tidak pula dinar, tidak seekor kambing, tidak pula seekor unta dan tidak mewasiatkan dengan apa pun.” (HR. Muslim, dalam Kitabul Washiyyah, juz 3, hal. 256, hadits ke 18).
b. dari Aswad bin Yazid, dia berkata: “Mereka menyebutkan di sisi ‘Aisyah bahwa Ali adalah seorang yang mendapatkan wasiat. Maka beliau (Aisyah) berkata: “Kapan Rasulullah n berwasiat kepadanya, padahal aku adalah sandaran beliau ketika beliau bersandar di dadaku -atau ia berkata: pangkuanku- kemudian beliau meminta segelas air, tiba-tiba beliau terkulai di pangkuanku, dan aku tidak merasa ternyata beliau sudah meninggal, maka kapan dia berwasiat kepadanya?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
c. “Dari ‘Aisyah x, ia berkata; Rasulullah n berkata kepadaku: “Panggillah Abu Bakr, ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan, -pent.), kemudian seseorang berkata: “Aku lebih utama.” Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman tidak meridhai kecuali Abu Bakr.” (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144); Lihat Ash-Shahihah, juz 2, hal. 304, hadits no. 690).
jawaban kami :
dalil dali diatas hanyalah dalil dalil yang diakui pihak Sunni namun ditolak pihak Syi’ah !
Hadis yang disepakati sunni – syi’ah MUTLAK BENAR, namun hadis yang hanya diakui pihak sunni sendirian maka MUTLAK SALAH !
Diriwayatkan bahwa di antara keluarga Rasulullah n yaitu Ibnu Abbas c menyatakan pula kekecewaannya, karena Rasulullah n tidak sempat berwasiat disebabkan ulah keji Umar, hingga datanglah ajal beliau dalam keadaan belum sempat memberikan wasiat.
Maka Ibnu Abbas c berkata: “Sesungguhnya kerugian dari segala kerugian adalah terhalangnya Rasulullah n untuk menulis wasiat kepada mereka, karena perselisihan dan silang pendapat mereka.” (HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Maghazi, bab Maradhun Nabi; Fathul Bari, juz 8, hal. 132 no. hadits 4432; Muslim dalam Kitabul Washiyyah, bab Tarkul Wasiat Liman Laisa Lahu Syai`un Yuushi bihi, juz 3 hal. 1259, no. 22).
Saat Sang Rasulullah SAW yang mulia masih hidup maka tidak ada alasan untuk Pribadi Selain Beliau SAW untuk menjadi khalifah bagi umat Islam. Hal ini cukup jelas kiranya karena sebagai sang Utusan Tuhan maka Sang Rasul SAW lebih layak menjadi seorang Khalifah. Sang Rasul SAW adalah Pribadi yang Mulia, Pribadi yang selalu dalam kebenaran, dan Pribadi yang selalu dalam keadilan. Semua ini sudah jelas merupakan konsekuensi dasar yang logis bahwa Sang Rasulullah SAW adalah Khalifah bagi umat Islam.
Lantas bagaimana kiranya jika Sang Rasul SAW wafat? siapakah Sang Khalifah pengganti Beliau SAW? Atau justru kekhalifahan itu sendiri menjadi tidak penting. Pembicaraan ini bisa sangat panjang dan bagi sebagian orang akan sangat menjemukan. Dengan asumsi bahwa kekhalifahan akan terus ada maka Sang khalifah setelah Rasulullah SAW bisa berupa
Pihak majalah asysyariah melontarkan dalil dalil palsu sbb:
a. Aisyah berkata dalam riwayat Muslim: “Rasulullah n tidak meninggalkan dirham; tidak pula dinar, tidak seekor kambing, tidak pula seekor unta dan tidak mewasiatkan dengan apa pun.” (HR. Muslim, dalam Kitabul Washiyyah, juz 3, hal. 256, hadits ke 18).
b. dari Aswad bin Yazid, dia berkata: “Mereka menyebutkan di sisi ‘Aisyah bahwa Ali adalah seorang yang mendapatkan wasiat. Maka beliau (Aisyah) berkata: “Kapan Rasulullah n berwasiat kepadanya, padahal aku adalah sandaran beliau ketika beliau bersandar di dadaku -atau ia berkata: pangkuanku- kemudian beliau meminta segelas air, tiba-tiba beliau terkulai di pangkuanku, dan aku tidak merasa ternyata beliau sudah meninggal, maka kapan dia berwasiat kepadanya?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
c. “Dari ‘Aisyah x, ia berkata; Rasulullah n berkata kepadaku: “Panggillah Abu Bakr, ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan, -pent.), kemudian seseorang berkata: “Aku lebih utama.” Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman tidak meridhai kecuali Abu Bakr.” (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144); Lihat Ash-Shahihah, juz 2, hal. 304, hadits no. 690).
jawaban kami :
dalil dali diatas hanyalah dalil dalil yang diakui pihak Sunni namun ditolak pihak Syi’ah !
Hadis yang disepakati sunni – syi’ah MUTLAK BENAR, namun hadis yang hanya diakui pihak sunni sendirian maka MUTLAK SALAH !
Diriwayatkan bahwa di antara keluarga Rasulullah n yaitu Ibnu Abbas c menyatakan pula kekecewaannya, karena Rasulullah n tidak sempat berwasiat disebabkan ulah keji Umar, hingga datanglah ajal beliau dalam keadaan belum sempat memberikan wasiat.
Maka Ibnu Abbas c berkata: “Sesungguhnya kerugian dari segala kerugian adalah terhalangnya Rasulullah n untuk menulis wasiat kepada mereka, karena perselisihan dan silang pendapat mereka.” (HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Maghazi, bab Maradhun Nabi; Fathul Bari, juz 8, hal. 132 no. hadits 4432; Muslim dalam Kitabul Washiyyah, bab Tarkul Wasiat Liman Laisa Lahu Syai`un Yuushi bihi, juz 3 hal. 1259, no. 22).
WAFATNYA Rasulullah saw membuat sebagian umat Islam goyah iman dan
pudar ketaatan. Meskipun sudah disebutkan di Ghadir Khum bahwa yang
berhak menjadi pemimpin Islam setelah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi
Thalib, tetap menyelenggarakan pemilihan khalifah di Saqifah.
Mereka lupa bahwa Rasulullah saw sendiri dalam hadis-hadis telah
menyebutkan dua belas khalifah yang berhak memimpin dan membimbing umat
Islam. Misalnya riwayat Said bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata bahwa
Rasulullah sawbersabda,“Sesungguhnya khalifah-khalifahku dan
wasi-wasiku, hujah-hujah Allah di atas makhluk-Nya selepasku ialah dua
belas orang; yang pertama Ali dan yang akhirnya cicitku Al-Mahdi; maka
itulah Isa putra Maryam shalat di belakang Al-Mahdi.”
Bahkan, dalam hadis yang dikeluarkan Abu Al-Mu’ayyid Ibn Ahmad Al-Khawarizmi dengan sanad dari Abu Sulaiman secara rinci disebutkan nama-namanya: Ali, Fathimah, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, dan Muhammad Al-Mahdi bin Hasan.
Muslim dalam kitab Shahih Muslimmeriwayatkan dari Jabir bin Samurah bahwa, “Aku bersama bapakku berjumpa Nabi Muhammad saw. Maka aku mendengar Nabi saw bersabda, “Urusan ini tidak akan selesai sehingga berlaku pada mereka dua belas khalifah.” Dia berkata: kemudian beliau berbicara dengan perlahan kepadaku. Akupun bertanya kepada ayahku, apakah yang diucapkan oleh beliau? Dia menjawab, “Semuanya dari Quraisy.”
Dalam bagian kitab fadhl ahlulbait, Muslim menyebut dua belas orang dari kalangan Bani Hasyim. Juga Bukhari dalam Shahih Bukhari bagian kitab al-ahkam meriwayatkandari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Selepasku adalah dua belas amir (pemimpin).”Bukhari menyebutkannya dengan tiga riwayat dan Muslim sembilan riwayat serta Abu Daud tiga riwayat. Sedangkan Al-Turmudzi satu riwayat dan Al-Humaidi tiga riwayat.
Al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi’ al-Mawaddah bab 95meriwayatkan bahwa Jabir bin ‘Abdullah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Jabir! Sesungguhnya para wasiku dan para imam selepasku pertamanya Ali kemudian Hasan kemudian Husain kemudian Ali bin Husain kemudian Muhammad bin Ali Al-Baqir. Anda akan menemuinya wahai Jabir sekiranya Anda mendapatinya; maka sampailah salamku kepadanya. Kemudian Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali. Kemudian Al-Qa’im, namanya sama dengan namaku dan kunyahnya sama dengan kunyahku, anak Hasan bin Ali. Dengan beliaulah Allah akan ‘membuka’ seluruh pelosok bumi di Timur dan di Barat, dialah yang ghaib dari penglihatan. Tidak akan percaya kepada imamahnya melainkan orang yang telah diuji hatinya oleh Allah Swt.” Kemudian Jabir berkata,“Wahai Rasulullah.apakah orang-orang bisa mengambil manfaat darinya ketika ghaibnya?” Beliau menjawab,“Ya! Demi yang mengutuskan aku dengan kenabian sesungguhnya mereka mengambil cahaya daripada wilayahnya ketika ghaibnya, seperti orang mengambil faedah dari matahari sekalipun ianya ditutupi awan.”
Para muhadis dan perawi yang disebutkan tersebut orang-orang ternama dan banyak dirujuk oleh ulama-ulama. Karena itu, kebenarannya layak untuk dipegang sebelum benar-benar dipastikan terdapat kekeliruan. Sudah banyak kajian hadis dan sejarah yang membuktikan kebenaran dari riwayat-riwayat tentang adanya khalifah-khalifah Islam setelah Rasulullah saw. Namun, untuk umat Islam Indonesia kajian berkaitan dengan hadis atau riwayat tersebut belum banyak diketahui sehingga tidak jarang ada orang yang berani menolaknya.
Bahkan, dalam hadis yang dikeluarkan Abu Al-Mu’ayyid Ibn Ahmad Al-Khawarizmi dengan sanad dari Abu Sulaiman secara rinci disebutkan nama-namanya: Ali, Fathimah, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, dan Muhammad Al-Mahdi bin Hasan.
Muslim dalam kitab Shahih Muslimmeriwayatkan dari Jabir bin Samurah bahwa, “Aku bersama bapakku berjumpa Nabi Muhammad saw. Maka aku mendengar Nabi saw bersabda, “Urusan ini tidak akan selesai sehingga berlaku pada mereka dua belas khalifah.” Dia berkata: kemudian beliau berbicara dengan perlahan kepadaku. Akupun bertanya kepada ayahku, apakah yang diucapkan oleh beliau? Dia menjawab, “Semuanya dari Quraisy.”
Dalam bagian kitab fadhl ahlulbait, Muslim menyebut dua belas orang dari kalangan Bani Hasyim. Juga Bukhari dalam Shahih Bukhari bagian kitab al-ahkam meriwayatkandari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Selepasku adalah dua belas amir (pemimpin).”Bukhari menyebutkannya dengan tiga riwayat dan Muslim sembilan riwayat serta Abu Daud tiga riwayat. Sedangkan Al-Turmudzi satu riwayat dan Al-Humaidi tiga riwayat.
Al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi’ al-Mawaddah bab 95meriwayatkan bahwa Jabir bin ‘Abdullah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Jabir! Sesungguhnya para wasiku dan para imam selepasku pertamanya Ali kemudian Hasan kemudian Husain kemudian Ali bin Husain kemudian Muhammad bin Ali Al-Baqir. Anda akan menemuinya wahai Jabir sekiranya Anda mendapatinya; maka sampailah salamku kepadanya. Kemudian Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali. Kemudian Al-Qa’im, namanya sama dengan namaku dan kunyahnya sama dengan kunyahku, anak Hasan bin Ali. Dengan beliaulah Allah akan ‘membuka’ seluruh pelosok bumi di Timur dan di Barat, dialah yang ghaib dari penglihatan. Tidak akan percaya kepada imamahnya melainkan orang yang telah diuji hatinya oleh Allah Swt.” Kemudian Jabir berkata,“Wahai Rasulullah.apakah orang-orang bisa mengambil manfaat darinya ketika ghaibnya?” Beliau menjawab,“Ya! Demi yang mengutuskan aku dengan kenabian sesungguhnya mereka mengambil cahaya daripada wilayahnya ketika ghaibnya, seperti orang mengambil faedah dari matahari sekalipun ianya ditutupi awan.”
Para muhadis dan perawi yang disebutkan tersebut orang-orang ternama dan banyak dirujuk oleh ulama-ulama. Karena itu, kebenarannya layak untuk dipegang sebelum benar-benar dipastikan terdapat kekeliruan. Sudah banyak kajian hadis dan sejarah yang membuktikan kebenaran dari riwayat-riwayat tentang adanya khalifah-khalifah Islam setelah Rasulullah saw. Namun, untuk umat Islam Indonesia kajian berkaitan dengan hadis atau riwayat tersebut belum banyak diketahui sehingga tidak jarang ada orang yang berani menolaknya.
Dalam Al-Quran ada jumlah yang mendukung jumlah 12 di atas. Kata Imam dan
berbagai bentuk turunannya disebutkan sebanyak 12 kali, sama dengan
jumlah Imam kaum Muslimin yang dibatasi Rasulullah saw. Kata tersebut
terdapat pada ayat-ayat berikut:
- Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai Imam bagi seluruh manusia.”Ibrahim berkata: “Dan saya memohon juga dari keturunanku.” Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak bagi mereka yang zalim.” (Al-Baqarah: 124)
- ….. Dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum AI-Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman (imama ) dan rahmat ….. (Hud: 17)
- ….. Dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74)
- Dan sebelum Al-Quran itu telah ada Kitab Musa sebagai pedoman (imam) dan rahmat …..Al-Ahqaf: 12)
-
….. Maka Kami binasakan mereka. Dan sesungguhnya keduakota itu benar-benar terletak di jalan umum (bi imam) yang terang. (Al-Hijr: 79)
- ….. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk (Imam) yang nyata. (Yasin: 12)
- (Ingatlah) suatu hari yang (di hari itu) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya (imamihim). (AI-Isra: 17)
- ….. Maka perangilah pemimpin-pemimpin (aimmah) kaum kafir, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar mereka berhenti. (At-Taubah: 12).
- Kami telah menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami …… (AI-Anbia: 73)
- …… Dan Kami hendak menjadikan mereka sebagai pemimpin pemimpin (aimmah) dan menjadikan mereka sebagai para pewaris (bumi). (Al-Qashash: 5)
- Dan Kami jadikan mereka pemimpln-pemimpin (aimmah) yang menyeru (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. (Al-Qashash: 41).
-
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ….. (Al-Sajdah: 24)Ayat KeduabelasSaya berpendapat bahwa jumlah para Imam itu sama dengan jumlah para Nuqaba Bani Israil, yaitu sebanyak 12 orangnaqib. Di antara yang menarik perhatian ialah ketika Nuqaba itu ber jumlah 12, ia pun disebutkan pada ayat keduabelas dari surat Al-Maidah, yaitu ketika Allah berfirman:Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani lsrail dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin (naqib) ….. (AI-Maidah: 12)Duabelas Khalifah Rasul saw.Kata khalifah dan turunan kata isim-nya, yang digunakan untuk memuji, disebutkan sebanyak 12 kali. Di dalamnya dijelas kan mengenai khilafah dari Allah SWT, yaitu pada ayat-ayat berikut ini:
Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi ….. ” (Al-Baqarah: 30)
- Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu ….. (Shad: 26)
- Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (khalaif) di bumi ….. (Al-An’am: 165)
- Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti mereka (khalaif) sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat ….. (Yunus: 73).
- ….. Dan Kami jadikan mereka pemegang kekuasaan (khalaif) dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat ayat kami ….. (Yunus: 73)
- Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri ….. (Fathir: 39)
- Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa) yan,q berkuasa setelah lenyapnya Nuh ….. (Al-A’raf: 69)
- Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa) setelah lenyapnya kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi ….. (AIA’raf; 74)
- Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah-khalifah (khulafa) di muka burni …..” (Al-Nur: 55)
- Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sesungguhnya akan menjadikan mereka berkuasa (layastakhlifannahum) di muka bumi ….. (Al-Nur: 55)
- ….. Sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa (istakhlafa) orang-orang sebelum mereka ….. (Al-Nur: 55)
-
….. Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi ….. ” (AIA’raf: 129)Duabelas WashiTermasuk yang ditegaskan oleh jumlah ini (12) ialah wasiat Rasulullah saw. bahwasanya Imam sesudah beliau itu berjumlah 12 Imam, sama dengan jumlah wasiat Allah kepada para makhluk, yaitu sebanyak kata wasiat dan bentuk turunannya dari Allah kepada makhluknya sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut:
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan yang telah diwahyukan kepadamu ….. (Al-Syura: 13)
- ….. Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan (washsha) ini bagimu …… (Al-An’am: 144)
- ….. Demikian itu yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu (washshakum) supaya kamu memahami(nya) ….. (Al-An’am: 151)
- …. Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu supaya kamu ingat ….. (AI-An’am: 152)
- Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu agar kamu bertakwa ….. (Al-An’am: 153)
- ….. Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan (wash shaina) kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, dan (juga) kepadamu: “Bertakwalah kepada Allah.” (An-Nisa: 131)
- Dan Kami wajibkan (washshaina) manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada kedua ibu-bapaknya … (Al-Ankabut: 8)
- Dan Kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah ….. (Luqman: 14)
- ….. Dan apa yang telah Kami wasiatkan (washshaina) kepada Ibrahim, Musa dan lsa, yaitu: “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya ….. (Al-Syura: 13)
- Kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya ….. (Al-Ahqaf: 15)
- …… Dan Dia memerintahkan (ausha) kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup ….. (Maryam: 31)
- ….. Syariat (washiyyatan) dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 12)
Saat Sang Rasulullah SAW yang mulia masih hidup maka tidak ada alasan untuk Pribadi Selain Beliau SAW untuk menjadi khalifah bagi umat Islam. Hal ini cukup jelas kiranya karena sebagai sang Utusan Tuhan maka Sang Rasul SAW lebih layak menjadi seorang Khalifah. Sang Rasul SAW adalah Pribadi yang Mulia, Pribadi yang selalu dalam kebenaran, dan Pribadi yang selalu dalam keadilan. Semua ini sudah jelas merupakan konsekuensi dasar yang logis bahwa Sang Rasulullah SAW adalah Khalifah bagi umat Islam.
Lantas bagaimana kiranya jika Sang Rasul SAW wafat? siapakah Sang Khalifah pengganti Beliau SAW? Atau justru kekhalifahan itu sendiri menjadi tidak penting. Pembicaraan ini bisa sangat panjang dan bagi sebagian orang akan sangat menjemukan. Dengan asumsi bahwa kekhalifahan akan terus ada maka Sang khalifah setelah Rasulullah SAW bisa berupa
- Khalifah yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW
- Khalifah yang diangkat oleh Umat Islam
Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian
dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang
antara bumi dan langit, serta KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak
akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182,
Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa
hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam
Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid
jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga
disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan
beliau menyatakan hadis tersebut Shahih.).
Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah sangat beralasan
Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah sangat beralasan
Post a Comment
mohon gunakan email