Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Filsafat. Show all posts
Showing posts with label Filsafat. Show all posts

Filsafat dari Nama Rasulullah Saw


Ketika Rasuulluh Saw belum dilahirkan, nabi-nabi terdahulu, mulai Nabi Adam sampai Nabi Isa telah memberi kabar kepada umatnya akan datangnya nabi akhir zaman dengan ciri-ciri yang tertentu. Yaitu, dilahirkan di kota Makkah, hijrah di kota Madinah dan wafatnya juga di kota Madinah, dan kekuasaannya membentang sampai di kota Syam. Nama Rasulullah Saw kalau di Kitab Injil adalah Ahmad. Allah berfirman
"Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata." (QR. As-Shaf : 6).

Perlu diketahui, bahwa nama yang dikemukam oleh Nabi Isa tadi, itu bukan sekedar nama. Akan tetapi merupakan pemberian dari Allah Swt yang tentunya ada makna yang terkandung. Di dalam nama Ahmad jika ditulis dengan huruf Arab tanpa dipisah-pisah ada filsuf tentang adanya gerakan salat. Huruf alif (ا) menunjukan simbol tentang orang yang berdiri. Huruf ha (ح) menggambarkan tentang orang yang sedang rukuk. Huruf mim (م) menggambarkan tentang orang yang sedang sujud. Huruf dal (د)  menunjukan gambaran orang yang sedang duduk tahiyat salat.

Selain makna tersebut, ada juga makna yang tersembunyi di balik nama Ahmad. Yaitu, secara Gramatika Arab, kata Ahmad itu termasuk sighat mubalaghah (bentuk yang mempunyai arti banyak) dari kata Hamdu (memuji). Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi Ahmad, nama dari Nabi Muhammad Saw mempunyai arti orang yang paling banyak memuji Allah. 

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Aku adalah Ahmad tanpa mim (م)” Ahmad tanpa mim (م) akan mempunyai arti Ahad (Esa), yang merupakan sifat Allah yang sangat unik. Mim (م) yang merupakan simbol personafikasi dan manifestasi Allah dalam diri Nabi Muhammad Saw pada hakikatnya adalah bayangan Ahad yang ada di alam semesta. Mim adalah wasilah antara makhluk dengan Khaliqnya. Mim adalah jembatan yang menghubungkan para kekasih Allah dengan sang kekasihnya yang mutlak. Dengan kata lain, Nabi Muhammad Saw merupakan mediator antara makhluk dengan Allah Swt. 

Menurut Iqbal, "Muhammad benar-benar berfungsi “mim” yang  “membumikan” Allah dalam kehidupan manusia. Dialah “Zahir”nya Allah; dialah Syafi’ (yang memberikan syafaat, pertolongan dan rekomendasi) antara makhluk dengan Tuhannya. Ketika anda ingin merasakan kehadiran Allah dalam diri anda, hadirkan Muhammad. Ketika anda ingin disapa oleh Allah, sapalah Muhammad. Ketika anda ingin dicintai Allah, cintailah Muhammad. Qul inkuntum tuhibbunallah fat tabi’uni yuhbibkumullah, “Apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Muhammad) kelak Allah akan cinta kepada kalian.” Kepada orang seperti inilah kita diwajibkan cinta, berkorban dan bermohon untuk selalu bersamanya, di dunia dan akhirat. Sebab seperti kata Nabi, “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya.”

Selain nama Ahmad, Rasulullah Saw juga mempunyai nama Muhammad. Nama ini pemberian dari kakeknya, Abdul Muthalib. Nama ini diilhami atas  harapan besar  Abdul Muthalib agar kelak cucunya ini dipuji oleh makhluk seantero dunia karena sifatnya yang terpuji. Adapun nama tersebut kalau ditinjau secara Gramatika Arab berstatus sebagai Isim Maful (obyek) dari asal kata Hammada. Menurut kiai Maksum bin Ali dalam kitab Amsilatut Tasrifiyah menyebutkan bahwa penambahan tasdid mempunyai faidah Taksir (banyak). Jadi, artinya adalah orang yang banyak dipuji. Sebab semua makhluk di dunia ini memuji Rasulullah Saw dengan membaca shalawat untuknya. Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab :56).

Yang heboh lagi, dari nama Muhammad, di situ ada makna yang terkandung. Yaitu, jika kita mau mengangan-angan kerangka huruf Muhammad apabila ditulis dengan hurup Arab ternyata menunjukan kerangka manusia. Sebab, mim (م) yang bundar dari kata Muhammad (محمد) itu menunjukan kepala manusia, karena kepala manusia itu bundar. Huruf  ha (ح) kalau kita dobelkan menjadi dua akan menunjukan dua tangan manusia. Huruf  mim (م) yang kedua menunjukan tentang perut manusia. Huruf dal (د) menunjukan kedua kaki manusia.

Selain itu, ada juga makna-makna yang tersembunyi lagi. Yaitu, huruf mim menunjukan kata Minnah yang berarti anugerah. Sebab, Allah memberi anugerah kepada Rasulullah Saw dengan anugerah yang sangat luar biasa melebihi apa yang telah diberikan kepada yang lainnya. Huruf ha menunjukan kata Hubbun (cinta). Sebab, Allah mencintai Nabi Muhammad Saw dan umatnya melebihi cintanya kepada nabi-nabi yang lain beserta umatnya. Huruf mim yang kedua menunjukan kata Maghfirah yang berarti ampunan. Sebab, Allah mengampuni segala dosa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw, baik yang sudah lampau atau yang akan datang. Nabi Muhammad Saw adalah nabi yang maksum (terjaga dari melakukan dosa). Adapun jika disandarkan untuk umatnya, maka  Allah akan mengampuni dosa-dosa umat Nabi Muhammad Saw jikalau mereka mau bertaubat. Tidak seperti umat-umat terdahulu yang apabila melakukan dosa langsung mendapat siksa dan teguran dari Allah. Huruf dal menunjukan kata Dawaamuddin. Artinya, abadinya agama Islam. Sebab, agama Islam akan tetap ada sampai akhir zaman. Apabila agama Islam sudah lenyap karena ditinggal oleh manusia, maka tunggulah kehancuran dunia ini.

Kesimpulan dari semua ini adalah, kalau orang itu sudah mengaku agamanya Islam, maka kerjakanlah salat. Sebab, salat merupakan tiang agama dan merupakan ajaran nabi-nabi terdahulu yang disempurnakan oleh Nabi Muhammad Saw. Jika seseorang sudah menjalankan salat dan ajaran Islam yang lainnya, maka dia termasuk orang yang bertaqwa yang akan dimasukkan Allah ke dalam surga-Nya. Karena umat Nabi Muhammad Saw yang masuk ke surga itu akan dirupakan manusia. Mengapa demikian? Ini kembalinya kepada keagungan nama Nabi Muhammad saw yang menunjukkan kerangka manusia. Apabila  manusia masih berbentuk manusia, maka dia tidak akan masuk neraka. Adapun mengenai orang kafir, ada ulama yang berpendapat bahwa mereka di neraka itu berwujud babi.

*Penulis Adalah Esais dan ketua Website PP. Al Anwar Sarang Rembang Jateng asal Pati.
Disadur dari:  www.nu.or.id

Apa saja tingkatan yakin dan apa tolak ukurnya bagi seorang manusia

 

Mengenai hakekat yakin ? dan tingkatan nya dan bagaimana seseorang di nyatakan memiliki keyakinan

Jawaban Global:
Yakin dalam Logika dan Filsafat memiliki dua istilah: yang pertama, yakin dalam istilah umumnya yang berarti "tahu secara pasti" dan yang lain memiliki arti yang lebih khusus, yakni: "pengetahuan pasti yang sesuai dengan kenyataan" atau "pengetahuan yang pasti terhadap sesuatu dan yakin bahwa segala yang bertentangan dengan pengetahuannya adalah tidak benar." Yakin dengan artian khusus ini memiliki dua kriteria, yang mana segala pengetahuan yang memiliki dua kriteria tersebut dapat disebut "yakin". Kedua kriteria itu adalah: yakin terhadap suatu yang diketahui dan yakin bahwa yang bertengan dengan keyakinan itu adalah salah. Adapun yakin menurut para ahli Irfan, memiliki tiga tingkatan: ‘Ilm al-Yaqin, ‘Ain al-Yaqin dan Haqq al-Yaqin.

Jawaban Detil:
Yaqin dalam bahasa berarti tidak memiliki keraguan dalam suatu perkara dan terjadinya perkara tersebut secara nyata.[1]

Dalam Logika dan Filsafat, yakin memiliki dua istilah: yang pertama, yakin dengan artian umum, yakni yakin (tidak ragu) akan sesuatu, dan yang kedua yakin dengan makna khusus: "pengetahuan pasti yang sesuai dengan kenyataan"[2] atau "pengetahuan akan sesuatu dengan yakin dan yakin bahwa yang bertentangan dengan pengetahuan itu adalah salah"[3] Di hadapan yakin dengan artian umum itu, ada sangkaan di atas 50% dan di bawah 50% serta keraguan, yang mana semua itu ada kemungkinan salahnya.[4] Dalam sangkaan di atas 50% kemungkinan salah sedikit, dan sangkaan di bawah 50% sebaliknya, banyak kemungkinan salahnya, sedangkan dalam keraguan kemungkinan benar dan salah adalah 50-50. Yakin dengan artian khusus memiliki dua kriteria yang mana setiap ilmu yang memiliki dua kriteria itu bisa dikatakan dengan "yakin". Dua kriteria itu adalah: yang pertama yakin dengan sesuatu yang diketahui itu, dan yang kedua adalah yakin bahwa segala yang bertentangan dengan keyakinan tersebut adalah salah. Jadi, yakin dengan artian khusus tersusun dari dua pengetahuan: pengetahuan terhadap sesuatu dan pengetahuan akan kebenaran pengetahuan itu (atau salahnya segala yang bertentangan dengan pengetahuan itu).

Cara untuk mendapatkan yakin seperti itu dalam Logika adalah menggunakan Burhan (demonstrasi dan argumen). Burhan adalah Qiyas (silogisme) yang premis-permisnya adalah proposisi-proposisi yang meyakinkan (yaqini), atau istilahnya Yaqiniyat. Yaqiniyat adalah dalil dan pengetahuan-pengetahuan yang selain hal itu meyakinkan, tidak ada juga kemungkinan salahnya sedikitpun. Mereka adalah: Awwâliyât, Musyahadât, Mujarrabat, Mutawatirât, Hadsiyât dan Fitriyât.[5]

Karena itu, yaqiniyat dalam istilah ilmu Logika dan Filsafat memiliki bagian-bagian dan tingkatan yang tidak sama. Karena Badihiyât Awwâli bagi ahli Logika memiliki tingkatan yakin (meyakinkan) yang tertinggi; karena ilmu Logika adalah ilmu cara berfikir dengan benar, maka ilmu tersebut berusaha untuk mengkategorikan dalil-dalil sedemikian rupa sehingga manusia dengan merujuk padanya bisa mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang benar dan meyakinkan. Karena Yaqiniyât Nazhari kembalinya adalah kepada awwâliyât dan semua awwâliyât bisa dikata kembalinya kepada "berkumpulnya dua hal yang bertentangan" (ijtimâ' al-naqidhain), maka para ahli Logika meletakkannya di tingkatan paling atas.

Adapun berdasarkan menurut pendapat para ahli Irfan tentang yakin,[6] yakin memiliki tiga tingkatan, yang mana yakin tingkat terendah tidak mempunyai kriteria-kriteria yakin tingkat yang paling tinggi. Tiga tingkatan tersebut adalah ‘Ilm al-Yaqin, ‘Ain al-Yaqin dan Haqq al-Yaqin.

Untuk menjelaskan tiga tingkatan yakin ini perlu dijelaskan bahwa: Terkadang seorang manusia menyaksikan tanda-tanda atau indikasi-indikasi tertentu atau dengan menggunakan argumentasi ia menemukan suatu hakikat yang tetap; terkadang selain hanya menggunakan argumentasi, ia juga mendapatkan hakikat itu dengan ruh dan jiwanya; dan kadang tak hanya begitu saja, ia merasa fana dan menyatu dengan hakikat tersebut. Misalnya, tentang wujud Tuhan Swt, manusia awal mulanya membuktikan keberadaan Tuhan dengan argumentasi dan pemikirannya, lalu menyaksikan tanda-tanda kebesaran-Nya, yang mana dalam tahap ini dikatakan ia telah mendapatkan ‘Ilm al-Yaqin. Lalu dalam tahapan kedua, dengan pensucian jiwa ia dapat menggapai hakikat wujud-Nya dengan batin dan jiwanya. Ia bisa menyaksikan Tuhan dengan mata batinnya. Dalam tahap ini disebut ‘Ain al-Yaqin. Kemudian di tahapan yang paling tertinggi, ia mencapai hakikat Tuhannya dengan seluruh wujudnya, yang istilahnya ia telah fana dan menyatu dengan wujud Tuhan. Di tingkatan inilah ia mencapai Haqq al-Yaqin.

Dalam teks-teks agama kita sering disinggung hal tersebut. Misalnya dalam berdoa kita berkata: "Ya Tuhan, cahayai lahirku dengan taat-Mu, batinku dengan kecintaan-Mu, hatiku dengan ma'rifat-Mu, ruhku dengan penyaksian terhadap-Mu dan seluruh wujudku dengan bersatu dengan-Mu."[7] Kalimat pertama mengisyarahkan amal ibadah dan menjalankan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Allah serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya, yang istilahnya adalah Tajliyah; kalimat kedua mengisyarahkan tingkatan awal dalam suluk; kalimat ketiga mengisyarahkan ‘Ilm al-Yaqin; kalimat keempat mengisyarahkan ‘Ainul Yaqin dan kalimat terakhir mengisyarahkan Haqq al-Yaqin, yakni fana secara total dalam wujud-Nya yang Maha Tinggi.[8]

Perlu diketahui pula bahwa setiap dari tiga tingkatan tersebut juga memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri di dalamnya[9] yang mana di berbagai tingkatan yang berbeda-beda itulah para nabi dan wali-wali Allah melakukan sair wa suluk, yang dengan demikian setiap satu dari mereka memiliki tingkatan dan derajat yang berbeda dengan yang lainnya. Mengenai hal ini disebutkan dalam riwayat:
Imam Ali As berkata: "Yakin memiliki empat cabang: memandang dengan jeli dan cerdik, mencapai hikmah dan kebijakan, mengambil pelajaran dari masa yang telah lalu dan memanfaatkan cara-cara orang yang telah mendahului. Orang yang melihat dengan jeli bakal mencapai hikmah dan kebijaksanaan, lalu dapat mengambil pelajaran dari masa lalu, kemudian menjalankan tradisi umat sebelumnya dan jika demikian ia bagai hidup dengan mereka."[10]

Imam Shadiq As berkata: "Yakin dapat mengantar manusia ke tempat yang sangat tinggi dan menakjubkan. Saat berbicara tentang kriteria-kriteria Nabi Isa As, khususnya tentang kemampuannya berjalan di atas air, Rasulullah Saw berkata: ‘Seandainya keyakinannya lebih dari itu, dia juga bisa berjalan di atas udara.' Dengan perkataannya itu, Rasulullah Saw memahamkan kepada kita bahwa para nabi memiliki tingkatan-tingkatan keistimewaan yang berbeda sesuai dengan keyakinan (yaqin) yang mereka punya, bukan dikarenakan hal lainnya."[11]

Pada suatu hari Rasulullah saw bertemu dengan Haritsah bin Malik bin Nu'man Anshari dan berkata kepadanya: "Bagaimana keadaanmu?" Ia berkata: "Wahai Rasulullah, aku adalah mu'min hakiki yang telah mencapai tingkat yaqin." Rasulullah Saw bertanya: "Segala sesuatu ada hakikatnya. Apa hakikat perkataanmu?" Ia menjawab: "Wahai Rasulullah, aku telah kehilangan selera terhadap dunia. Aku bangun di malam hari untuk ibadah dan aku kehausan di siang hari karena berpuasa. Seakan-akan aku melihat lebarnya ‘Arsy Ilahi, seakan aku menyaksikan hisab, seakan aku melihat penduduk surga yang saling bertemu di antara taman-tamannya, seakan aku melihat penduduk neraka tersiksa di dalamnya." Rasulullah Saw bersabda: "Haritsah adalah hamba yang telah Allah Swt terangi hatinya." Lalu beliau berkata kepada Haritsah: "Engkau telah mendapatkan bashirah (suatu keistimewaan dalam pemahaman)" maka tetaplah dalam keadaan itu." Lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah Saw, doakan untukku agar aku bisa syahid di bawah benderamu." Beliau menjawab: "Ya Allah, karuniakan ia kesyahidan." Tak lama kemudian Rasulullah mengirimkan pasukan untuk berperang dan Haritsah ada di antara pasukan-pasukan itu lalu ia mati setelah membunuh beberapa musuh Allah dalam peperangan."[12]

Tanda orang yang yakinnya kuat adalah ia tidak lagi mempedulikan selain kekuasaan Allah dan kekuatan-Nya, teguh dalam menjalankan perintah-perintah-Nya dan setia menjadi hambanya baik secara dhahir maupun batin. Ada dan tidak ada, sedikit atau banyak, pujian atau celaan, penghormatan atau penghinaan, semuanya adalah sama baginya. Namun orang yang yakinnya lemah, selalu berusaha mencari solusi dari makhluk-makhluk Allah (tanpa mengingat pencipta-Nya). Dalam dunia selalu mempedulikan komentar dan perkataan orang lain tanpa melihat apa hakikat sejati dari hidup ini. Selalu berusaha keras mengumpulkan harta duniawi dan menjaganya meski dengan lidahnya berkata bahwa tiada yang memberi rizki selain Allah, dan hamba-hamba-Nya mendapatkan rizki sesuai pengaturan-Nya serta usaha dan jerih payah hamba tidak mempengaruhi banyak dan sedikitnya rizki; namun secara praktek ia tidak meyakininya. Allah swt berfirman: "Mereka menyatakan apa yang tidak mereka yakini dengan hati. Sedangkan Allah maha tahu apa yang ada di dalam hati."[13]

Dalam sebuah riwayat ditanyakan kepada Imam Shadiq As tentang iman dan Islam. Beliau menjawab dengan menukil perkataan Imam Baqir As: "Sesungguhnya agama adalah Islam dan iman satu tingkat lebih tinggi darinya, ketakwaan setingkat lebih tinggi dari iman, yaqin juga setingkat lebih tinggi dari taqwa. Tidak ada yang lebih sedikit dari yaqin yang dibagikan kepada manusia."[14]

Adapun tolak ukur menentukan yakin (dalam pengertian irfani dan riwayat) dapat dikatakan bahwa setiap tingkatan yakin memiliki kriteria dan tanda-tandanya tersendiri. Beberaba tanda yakin seperti tidak peduli dengan kesenangan-kesenangan dunia, tidak terikat dengan harta benda, perhatian dengan alam akherat, berada dalam tingkat tawakal dan pasrah kepada Allah Swt, menyerahkan segala perkara kepada-Nya dan lain sebagainya.

Referensi:
[1]. Farahidi, Khalil bin Ahmad, Kitâb Al-‘Ain, Riset dan edit oleh Makhzumi, Mahdi, Samara'i, Ibrahim, jil. 5, hal. 220, Intesyarat Hijrat, Qum, Cetakan Kedua, 1410 H.
[2]. Silahkan lihat, Muhaqqiq, Mahdi, Toshihiko Izutsu, Manthiq wa Mabâhitsh Alfâz (kumpulan artikel dan makalah), hal. 313, Intesyarat Danesygah Teheran, 1370 S.; Shaliba, Jamil, Shanei Dare Bidi, Manucehr, Farhangg Falsafi, hal. 682, Intisyarat Hikmat, Teheran, Cetakan Pertama, 1366 S.
[3]. Thusi, Khajah Nashiruddin, Ta'dil al-Mi'yâr fi Naqd Tanzil al-Afkâr, hal. 226, Intisyarat Danesygah Teheran, Cetakan Pertama, 1358 S.
[4]. Thabathabai, Sayid Muhammad Husain, Burhân, hal. 11, Moasasah Bustan Kitab, Qum, Cetakan Kedua, 1387 S.
[5]. Silahkan lihat Ta'rif Maqbulât dar Ilm Mantiq, Pertanyaan 26405.
[6]. Pengetahuan ada dua macam: Yang pertama, ilmu yang dengan sendirinya merupakan tujuan dan maksud, yang mana itu adalah cahaya yang muncul di dalam hati; sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat: "Ilmu bukanlah apa yang didapat dari banyak belajar, namun ilmu adalah cahaya yang diletakkan Allah Swt di hati siapapun yang Ia kehendaki." (dinisbatkan kepada Imam Shadiq As, Mishbah Al-Syari'ah, hal. 16, Al-A'lami, Beirut, cetakan pertama, 1400 H.) Berkat ilmu inilah hal-hal ghaib dapat disaksikan oleh sang arif. Ilmu ini adalah ilmu yang paling mulia dan tujuan utama.
Yang kedua, ilmu yang tujuan dari mengetahuinya adalah amal atau mengamalkan sesuai dengan pengetahuan tersebut. Yakni ilmu dan pengetahuan tentang apa saja yang dapat mendekatkan diri seorang hamba kepada Tuhannya dan yang dapat menjauhkannya dari-Nya. Yang jelas ilmu ini masih ada kaitannya dengan ilmu pertama. Ilmu yang pertama disebut dengan ilmu batin dan ilmu hakikat, sedangkan yang kedua disebut dengan ilmu dhohir dan ilmu syari'at. Ketika keduanya disatukan, disebut dengan Hikmat (hikmah). Namun tak ada satupun ilmu yang hakiki kecuali ia telah mencapai derajat yakin. (Naraqi, Mulla Ahmad, Khazâin, hal. 484, Nasyr Kongre Buzurghdasyt Muhaqiqan Naraqi, Cetakan Pertama, Qum, 1380 S)
[7]. Syaikh Baha'i, Muhammad bin Husain, Busthami, Ali bin Thaifur, Minhaj Al-Najah fi Tarjumah Mafatih Al-Falah, mukadimah 2, hal. 49, Hikmat, Tehran, cetakan keenam, 1384 H.S.
[8]. Silahkan rujuk: Hasan Zade Amuli, Hasan, Nushush Al-Hikam bar Fushush Al-Hikam, hal. 158, Entesharat e Raja', Tehran, cetakan kedua, 1375 H.S.
[9]. Karena kesempurnaan itu tidak terbatas dan jumlah manzilah (tingkatan) kesempurnaan pun pasti bermacam-macam. Jadi di setiap tingkatan yakin pasti ada kriteria tersendiri yang di tingkatan lainnya tak dapat ditemukan.
[10]. Tsaqafi, Ibrahim bin Muhammad, Al-Gharât (Al-Istinfar wa Al-Gharaat), Riset dan edit oleh Husaini, Abduzzahra, jil. 1, hal. 84, Darul Kitab Al-Islami, Qum, Cetakan Pertama, 1410 H.
[11]. Mishbah Al-Syari'ah, hal. 177.
[12]. Kulaini, Muhammad bin Ya'qub, al-Kâfi, jil. 3, hal. 138-139, Dar Al-Hadith, Qom, Cetakan Pertama, 1429 H.
[13]. Mishbâh Al-Syari'ah, hal. 177-178.
[14]. Al-Kâfi, jil. 3, hal. 134-135.

Kisah Allamah Thabathabai


Tidak ada seorangpun di dunia yang selalu hidup nyaman tanpa pernah menghadapi masalah dan kesulitan. Orang bijak mengatakan, jika dalam kehidupan engkau hanya meniru gaya hidup orang lain dan mengikuti apa yang dilakukan kebanyakan orang, maka tak akan ada sisi kehidupannya yang bisa dibanggakan. Sebagian pakar pendidikan meyakini bahwa setiap manusia punya karakter, bakat dan potensi khas dirinya yang harus ia aktualisasikan. Jarang ada orang yang mampu mengaktualisasikan potensi dan bakat alamiahnya dengan baik. Salah satu yang berhasil dalam hal ini adalah Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai. Beliau adalah ulama besar yang mampu melahirkan perubahan fundamental pada dunia pemikiran. Tak syak, Allamah layak masuk ke dalam jajaran ilmuan dan ulama Islam yang paling menonjol di dunia modern.

Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai adalah mufassir besar, filosof teras atas dan sufi yang arif. Beliau getol memarakkan dunia pemikiran filsafat dan irfan serta aktif dalam mengajar tafsir al-Quran. Selain menulis banyak buku, beliau juga mendidik murid-murid yang di kemudian hari menjadi tokoh dan ilmuan besar Islam seperti Ayatullah Murtadha Muthahhari yang membentengi Islam dari serangan pemikiran-pemikiran asing dan ateis.

Meski sudah banyak buku dan makalah yang ditulis untuk mengenalkan sosok ulama besar ini, namun belum ada yang bisa mengungkap kepribadian agung yang namanya akan selalu abadi di dunia pemikiran dan tafsir al-Quran ini.

Allamah Thabathabai terlahir dengan nama Mohammad Hossein di keluarga yang taat di kota Tabriz, barat laut Iran pada penghujung bulan Dzulhijjah tahun 1321 Hijriah bertepatan dengan tahun 1904 Masehi. Di Tabriz, keluarga Thabathabai dikenal sebagai keluarga terpandang dari keturunan Nabi Saw. Beliau adalah keturunan Sirajuddin Abdul Wahhab yang dikenal karena perannya yang berhasil menghentikan peperangan besar antara Iran dan pemerintahan Ottoman pada tahun 920 Hijriah.

Sejak usia lima tahun Sayid Mohammad Hossein Thabathabai sudah kehilangan kasih sayang ibundanya yang wafat meninggalkannya untuk selama-lamanya. Derita itu lengkap saat berusia sembilan tahun dengan wafatnya ayah beliau. Sejak itulah, Sayid Mohammad Hossein hanya hidup bersama adik lak-lakinya. Namun demikian, Allah Swt tak pernah membiarkan hamba-Nya hidup tanpa pengawasan. Perlindungan dan inayah Allah ibarat atap yang selalu menaungi hidupnya.

Mengenai masa-masa sulit itu, Allamah bercerita, "Sejak kanak-kanak, aku sudah merasakan derita menjadi anak yatim. Tapi Allah Swt berkenan memberikan anugerah-Nya kepada kami. Dia telah memudahkan urusan ekonomi untuk kami. Pengemban wasiat ayahku menjalankan wasiat beliau, mengasuh aku dan adikku dan memperlakukan kami dengan perlakuan akhlak Islam."

Allamah Thabathabai mengawali jenjang pendidikannya dengan belajar al-Quran, bahasa Persia dan pelajaran-pelajaran yang umumnya didapatkan anak-anak seusianya. Periode itu berlangsung selama enam tahun sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mengenai jenjang pendidikan ini, beliau bercerita:
"Pada mulanya ketika masih belajar ilmu Sharaf, aku tidak bernafsu untuk melanjutkan sekolah. Karena itu semua yang diajarkan di kelas tidak bisa aku cerna dengan baik. Empat tahun berlalu begitu saja. Tapi Allah Swt menurunkan inayah-Nya kepadaku dan mengubah diri ini sehingga aku berubah menjadi orang yang tidak bisa lepas dari belajar dan selalu haus untuk memperoleh kesempurnaan. Sejak saat itu sampai proses pendidikanku berakhir yang kurang lebih berlangsung selama 17 tahun aku tak pernah merasa letih dan jenuh dari belajar, menelaah dan berpikir…

Kutinggalkan semua persahabatan dengan orang-orang yang bukan ahli ilmu. Akupun merasa cukup dengan makan, tidur dan kehidupan ala kadarnya, dan sisa waktu kugunakan untuk belajar. Sering aku lewatkan malam sampai pagi dengan belajar dan membaca, khususnya di musim panas. Setiap hari, pelajaran besok pagi sudah aku pelajari malam sebelumnya sehingga saat berada di kelas, aku sudah menguasai pelajaran yang disampaikan guru. Aku selalu berusaha memecahkan masalah pelajaran dengan cara apapun. Karena itu, di kelas, tak ada pertanyaan yang aku sampaikan kepada guru berkenaan dengan pelajaran."

Dengan keuletan dan ketekunan yang tiada tara, Sayid Mohammad Hossein Thabathabai mempelajari fiqih, ushul, filsafat dan ilmu kalam dengan berguru kepada para ulama di kota kelahirannya. Selain mengasah otak dengan tekun belajar, beliau juga berhasil menguasai seni tulis dan kaligrafi. Tahun 1925, Sayid Mohammad Hossein yang baru berusia 21 tahun sudah menguasai berbagai ilmu keislaman.

Melihat kecerdasan dan ketekunannya, Sayid Mohammad Hossein dianjurkan oleh guru-gurunya untuk melanjutkan pendidikan di kota Najaf. Di kota itu dia bisa berguru kepada para ulama besar di hauzah ilmiah Najaf. Di Najaf, beliau bertemu dengan sufi dan arif besar Ayatullah Sayid Ali Qadhi Thabathabai. Melihat pemuda yang haus ilmu itu, sang alim menasehatinya, untuk menyertakan tahdzibun nafs atau penyucian jiwa dalam proses belajar. Nasehat dan bimbingan ruhani Ayatullah Qadhi sangat membekas pada diri dan jiwa Sayid Mohammad Hossein. Di situlah, pemuda yang kelak menjadi ulama besar ini mulai meniti jalan suluk dan irfan.

Allamah Thabathabai berada di Najaf selama sebelas tahun. Selama itu, beliau berguru kepada para ulama untuk melengkapi pendidikannya di berbagai disiplin ilmu Islam. Dari sekian banyak guru, pengaruh Ayatollah Qadhi pada diri Allamah sangat besar. Mengenai gurunya ini, Allamah mengatakan, "Apa yang aku punya kudapatkan dari almarhum Qadhi."

Tahun 1935, Allamah Thabathabai kembali ke Iran karena masalah ekonomi yang melilit keluarganya di Tabriz. Beliau terpaksa meninggalkan Najaf dan kembali ke kampung halamannya untuk bertani di ladang peninggalan ayahnya. Semua itu dilakukan demi membantu perekonomian keluarga. Namun jauh dari dunia ilmu sangat menyiksa Allamah. Pada tahun 1946, beliau pergi ke kota Qom. Di kota inilah beliau menyewa sebuah kamar untuk diri dan keluarganya demi memulai satu periode kehidupan yang sangat sederhana. Meski hidup sulit, namun berada di lingkungan hauzah ilmiah Qom memberinya kesempatan emas untuk ikut memarakkan dunia keilmuan disana.

Allamah mencermati kekosongan yang ada di lingkungan hauzah ilmiah Qom dan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Muslim. Pada tahap berikutnya, beliau membuka kelas pengajaran filsafat dan tafsir al-Quran. Dua cabang ilmu itu sengaja beliau pilih karena panggilan tugas dan kewajiban yang dirasakannya. Berkat ketulusan dan keuletannya, beliau berhasil merampungkan karya besarnya di bidang tafsir al-Quran yaitu kitab tafsir al-Mizan. Sementara, dalam mengajar filsafat beliau mendapatkan kendala besar karena adanya penentangan dari sebagian kalangan akan materi pelajaran ini. Namun berkat kesopanan dirinya dan dukungan para ulama besar, satu persatu rintangan berhasil disingkirkan. Kelas-kelas pelajaran filsafat yang dibuka oleh Allamah menjadi pusat penempaan pemikiran. Kelas itulah yang mencetak para ilmuan pemikiran seperti Ayatullah Muthahhari. Di forum-forum filsafat itu, pemikiran filsafat Barat khususnya marxisme dan materialisme menjadi bahan kajian dan kritik.

Nama Allamah Thabathabai sebagai ilmuan dan filosof dikenal bukan hanya di Iran tapi juga di manca negara. Banyak pemikir Barat yang datang ke Iran untuk bertemu dan mengadakan dialog dengan ulama besar ini, di antaranya adalah Henry Corbin, cendekiawan besar asal Perancis.

Akhirnya pada tanggal 15 November 1981, rakyat Iran dan dunia keilmuan dikejutkan oleh berita duka wafatnya Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai. Prosesi pemakaman ulama, mufassir, filosof dan sufi besar ini dihadiri oleh ribuan orang termasuk para ulama dan cendekiawan hauzah dan universitas.
Sebagian orang tak ubahnya bagai pelita benderang yang menerangi dan memberi kehangatan bagi orang lain. Orang-orang seperti ini tak pernah mengenal kata lesu, bodoh, dan jumud. Mereka ibarat mentari yang memberi kehidupan dan menyuburkan bunga dan tanaman. Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai adalah salah satu figur yang menerangi umat manusia dengan cahaya keilmuan dan makrifatnya. Beliau bukan hanya filsuf dan mufassir besar dunia Islam, tapi juga memberi keteladanan kepada masyarakat dan umat lewat budi pekerti, perangai dan perbuatannya.

Hubungan Allamah dengan istri, anak-anak, masyarakat dan para ulama mengandung pelajaran yang sangat berharga. Beliau mementaskan kehidupan seorang insan mulia yang sebenarnya di depan umat.
Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai, ulama yang saleh dan arif ini melewatkan setiap malam untuk beribadah dan bermunajat dengan Tuhannya sampai tiba waktu subuh. Di bulan Ramadhan, sejak terbenamnya matahari hingga waktu sahur beliau asyik beribadah. Mulutnya tak pernah berhenti berzikir dan perhatiannya selalu tertuju kepada Sang Khaliq.

Aktivitas keilmuan yang menyita banyak waktunya tak membuat ulama yang bersahaja dan tulus ini lupa akan tawasul kepada Nabi Saw dan Ahlul Bait AS. Menurut beliau, semua keberhasilan yang berhasil dicapainya adalah berkat bimbingan manusia-manusia suci itu dan tawasul kepada mereka. Ketika nama Nabi atau salah seorang maksum disebut, ekspresi wajah beliau menunjukkan rasa hormat kepada nama itu, terlebih kepada Imam Mahdi af. Beliau menyebut Nabi Saw dan Fatimah Zahra as sebagai manusia-manusia agung dengan kedudukan maknawi yang tak terbayangkan.

Putri Allamah Thabathabai saat menceritakan akhlak ayahnya mengatakan, "Beliau benar-benar mempraktekkan akhlak Nabi Saw di dalam rumah. Beliau tak pernah marah. Kami tak pernah mendengar suara beliau yang tinggi. Meski lemah lembut tapi beliau tegas. Ayah sangat memperhatikan shalat di awal waktu… Tak pernah beliau menolak memberi kepada orang yang memerlukan. Beliau sangat disiplin dan semua pekerjaan dilakukannya dengan rapi dan terprogram. Sebab, ayah meyakini bahwa tertib dan disiplin akan membantu meninggikan jiwa seseorang. Di rumah, beliau tidak melimpahkan pekerjaan pribadinya kepada orang lain. Meski sangat sibuk, setiap hari beliau selalu menyisihkan waktu satu jam di siang hari untuk bersama keluarga. Allamah sangat penyayang kepada anak-anaknya terutama kepada anak perempuan. Menurut beliau, anak perempuan adalah nikmat dan hadiah Ilahi yang sangat berharga. Di rumah, beliau membaca al-Quran dengan suara keras supaya anak-anak terbiasa mendengar bacaan wahyu Allah…"

Putri Allamah melanjutkan, "Ayah memperlakukan ibuku dengan penuh hormat dan kasih sayang. Seakan beliau selalu merindukan ibuku. Tak pernah aku melihat mereka bertengkar. Mereka berdua benar-benar seperti dua sahabat yang akrab. Mengenai ibuku, ayah mengatakan, ‘Tanpa dukungannya aku tak akan bisa menulis buku dan mengajar... Ketika aku sedang berpikir atau menulis, istriku tak pernah mengajakku berbicara agar tidak membuyarkan konsentrasiku. Untuk menghilangkan keletihanku, setiap jam dia mengetuk pintu kamarku dan membawakan secangkir teh untukku… Dialah yang membuatku berhasil. Dia benar-benar sahabatku… Setengah dari pahala setiap buku yang kutulis adalah miliknya."

Ketika istrinya jatuh sakit tahun 1965, Allamah tak mengizinkannya bangkit dari pembaringan untuk melakukan pekerjaan rumah. Putri Allamah bercerita, "27 hari sebelum wafatnya, ibuku jatuh sakit. Selama itu, ayah meliburkan semua kegiatannya untuk dengan setia menemani ibu dan merawatnya."

Salah satu sifat menonjol yang ada pada orang-orang saleh dan bertakwa adalah tawadhu dan rendah hati. Kerendahan hati Allamah nampak dari caranya berjalan dan pakaiannya yang sangat sederhana. Meski terkenal dan sangat dihormati oleh masyarakat tapi beliau tetap menempatkan diri seperti orang lain dan tak segan berdiri di antrian untuk membeli roti. Salah seorang murid beliau menceritakan, "30 tahun lamanya aku menyertai Allamah. Beliau sangat peduli dengan siapa saja yang menunjukkan minat belajar. Dengan semua santri, beliau sangat ramah sehingga masing-masing merasa sebagai orang yang paling dekat dengan beliau."
Budi pekerti dan perangainya yang luhur menarik hati semua orang. Allamah tak pernah merasa dirinya unggul di atas orang lain. Beliau bahkan tak pernah menyebut penemuan ilmiahnya sebagai hasil pemikirannya sendiri. Salah seorang murid beliau mengatakan, "Allamah menerangkan hasil penemuan ilmiahnya dengan bahasa yang sangat sederhana sehingga kami menyangkanya sebagai masalah yang biasa. Tapi setelah merujuk dan menelaah buku-buku di bidang ini kami baru sadar bahwa apa yang disampaikan Allamah ternyata buah pemikiran beliau sendiri."

Dalam mengajar dan berhubungan dengan murid-muridnya, Allamah tak pernah bersikap kasar. Kata-katanya selalu lembut. Beliau bahkan tak suka disebut ‘guru' oleh murid-muridnya. Dalam kaitan ini beliau mengatakan, "Aku tidak menyukai sebutan itu. Sebab kita berkumpul di sini untuk bersama-sama dan saling membantu memahami hakikat dan ilmu Islam."

Ayatullah Javadi Amoli, salah seorang ulama besar Iran dan murid Allamah Thabathabai yang menonjol menceritakan,"Tahun 1971, ketika hendak menunaikan ibadah haji, aku mendatangi Allamah untuk meminta restu. Kepada beliau aku meminta nasehat yang bisa menjadi bekal dalam perjalanan ini. Beliau menyebutkan ayat al-Quran, Fadzkuruunii adzkurkum, yaitu, ‘Ingatlah Aku maka Aku akan selalu mengingat kalian'. Lalu beliau berkata, ‘Jika Allah mengingat manusia, maka Dia akan membebaskannya dari kebodohan. Jika dia menghadapi kebuntuan Allah akan membukakan jalan baginya. Jika dia menemukan masalah dalam akhlak, Allah yang memiliki Asmaul Husna dan sifat-sifat yang mulia akan mengingatnya."

Salah seorang tokoh Marxisme yang masuk Islam setelah berdialog dengan Allamah Thabathabai mengatakan, "Allamah Thabathabai telah menjadikanku insan yang bertauhid. Kami berdialog selama delapan jam. Beliau telah membuat seorang komunis menjadi orang yang beragama dan seorang marxis menjadi insan yang bertauhid. Beliau mendengar berbagai kata hinaan dari orang kafir tapi tak terusik dan tak terbawa emosi."

Suatu hari seorang ulama di hauzah ilmiah Qom memuji kitab tafsir al-Mizan karya Allamah Thabathabai di depan beliau. Allamah melirik ulama itu dan mengatakan, "Jangan kau puji seperti itu. Aku takut pujianmu membuatku senang sehingga menghilangkan keikhlasan dan niat mendekatkan kepada Allah."
Salah seorang ulama menyodorkan makalah ilmiah kepada Allamah untuk mendapat koreksian beliau. Setelah menelaah makalah itu, Allamah berkata, "Mengapa kau menulis doa untuk dirimu sendiri ‘Ya Allah beri aku taufik memahami ayat-ayat Ilahi? Mengapa kau tidak menyertakan orang lain di jamuan Ilahi?"
Sejak lama, Allamah mempunyai hubungan yang erat dan akrab dengan Imam Khomeini. Beliau mendukung penuh gerakan revolusi Islam di Iran. Allamah tak pernah melalaikan masalah politik. Beliau merasa tersiksa dengan kondisi yang ada di masa sebelum revolusi dan sangat membenci rezim Pahlevi. Suatu ketika pemerintah AS mengundang Allamah untuk mengajar filsafat Timur di negara itu. Washington meminta Shah untuk menyampaikan undangan tersebut. Shah bahkan menjanjikan gelar doktor honorer untuk ulama ini. Namun Allamah dengan tegas menolak undangan AS dan menampik pemberian gelar doktoral dari Shah. Jawaban itu membuat istana berang, dan Allamahpun ditekan. Menghadapi tekanan, Allamah Thabathabai mengatakan, "Aku tak pernah takut menghadapi Shah dan tak akan pernah bersedia menerima pemberian gelar doktoral darinya."

Kelebihan lain yang ada pada diri Allamah adalah jiwa seninya yang menggelora dan tersalurkan lewat puisi. Beliau banyak meninggalkan karya-karya puisi diantaranya Mara Tanha Bord, Payam-e Nasim, dan Honar-e Eshq.

Ilmu merupakan bekal paling penting dalam kehidupan yang memberi manusia kekuatan dan kemampuan. Untuk memperoleh ilmu dan menyingkap tabir-tabir rahasia alam, para ilmuan telah menanggung jerih payah dan bekerja tanpa mengenal lelah.Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai adalah salah satu ilmuan pemikir yang telah bersusah payah dan menanggung banyak kesulitan dalam menimba ilmu dan mengembangkan pemikirannya.

Allamah Thabathabai sangat menghargai pemikiran, dan beliau juga suka berpikir. Beliau sendiri mengatakan, "Setiap hari aku menghabiskan masa enam jam sehari untuk makan, tidur dan ibadah. 18 jam sisanya kugunakan untuk berpikir. Terkadang di tengah berpikir aku terlelap tidur. Saat terjaga, kulanjutkan berpikir dari saat terlelap."

Islam menganjurkan umatnya untuk berpikir. Nabi Saw dalam sebuah hadis menyebutkan bahwa berpikir sesaat lebih utama dari ibadah selama tujuh puluh tahun. Al-Quran al-Karim dalam banyak ayat sucinya juga menyeru manusia untuk berpikir. Berpikir akan alam penciptaan akan menambah pengetahuan manusia dan membawanya menuju ke arah kesempurnaan maknawiyah.

Meski sangat mementingkan perenungan dan pemikiran, Allamah Thabathabai menyatakan bahwa berpikir saja tidak cukup membawa manusia kepada kesempurnaan dan kesejahteraan hakiki. Sebab, manusia harus terlebih dahulu mengikuti ajaran kitabullah dan Sunnah Nabi Saw. Allamah mengatakan, "Hikmah yang tidak mengajak kepada syariat bukan hikmah yang hakiki." Karena itu, beliau tidak menyukai orang yang secara lahirnya suci namun asing dari perenungan dan tidak pula orang yang logis dan gemar berargumentasi tapi tidak patuh kepada ajaran agama.

Menurut Allamah, agama dan akal selalu berjalan beriringan. Namun demikian, ketika pendekatan nalar tak mampu mengungkap masalah agama, hakikat ajaran agama harus diterima dengan lapang dada dan penuh kepasrahan. Sebab, agama datang dari Yang Maha Mengetahui dan Akal Yang Tak Terbatas. Kegemaran kepada masalah pemikiran mendorong Allamah Thabathabai untuk menyelami ilmu pemikiran khususnya filsafat. Filfasat mengajak manusia untuk menenungkan alam dan terbang di alam pemikiran.

Selain pakar filsafat Islam, Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai juga menguasai filsafat Barat dan mengenal dengan baik pemikiran para filsuf Barat. Menurutnya, filsafat adalah salah satu alat terbaik untuk memahami ayat-ayat al-Quran dan hadis dengan lebih baik. Karena itu, beliau meyakini bahwa filsafat sangat berhubungan dengan agama. Allamah bisa disebut sebagai filsuf Muslim pertama yang mengkomparasikan filsafat Islam dengan filsafat materialis. Sebab, sebelum beliau, jarang ditemukan filsuf yang menguasai filsafat Islam dan Barat sekaligus. Berkat usahanya, filsafat hidup kembali di dunia keilmuan. Bisa dikata bahwa Allamah adalah filsuf yang membuka lembaran baru dalam sejarah filsafat Islam.

Allamah Thabathabai meyakini bahwa antara agama dan filsafat Ilahiyah bukan hanya tak ada pertentangan tapi justeru ada hubungan yang tak terpisahkan antara keduanya. Beliau mengatakan, "Adalah kezaliman besar ketika orang memisahkan antara filsafat ilahi dan agama Ilahi… Adakah jalan untuk memperoleh pengetahuan kecuali dengan berargumentasi dan berdalil? Jika satu-satunya jalan menuju pengetahuan adalah dengan berargumentasi dan berdalil, bagaimana mungkin para nabi menyeru manusia kepada hal yang bertentangan dengan fitrah dan naluri mereka dan mengajak mereka untuk menerima apa saja tanpa dalil?" Allamah melanjutkan, "Yang benar adalah bahwa metode para nabi dalam mengajak manusia kepada kebenaran tidak terpisah dari argumentasi dan logika."

Menurut Allamah, pelajar agama mesti membekali diri dengan filsafat dan mantiq untuk membantunya memahami agama dengan baik. Salah seorang murid Allamah mengatakan, "Di sekolah agama ada kepercayaan umum bahwa seorang pelajar lebih baik mempelajari dengan hadis-hadis dari para maksumin terlebih dahulu sebelum belajar filsafat. Tapi Allamah berpandangan lain. Menurut beliau, hadis-hadis banyak mengandung masalah logika yang mendalam dan argumentasi filsafat. Bagaimana orang bisa memasuki lautan hadis yang luas dan dalam tanpa terlebih dahulu mempelajari filsafat dan mantiq yang mengasah otak dan akal manusia?"

Dapat dikata bahwa ada dua hal yang mendorong Allamah mementingkan filsafat. Pertama, karena filsafat membantu memahami hakikat agama dengan lebih baik, dan kedua, menjawab serangan kritik para pemikir materialis terhadap Islam. Mengenai hal ini, Allamah menceritakan, "Ketika tiba di kota Qom, kau melihat bahwa masyarakat kita perlu mengenal Islam dari sumber-sumber aslinya yang dengan masyarakat bisa membela ajaran agama. Karena itu, di lingkungan hauzah kita harus punya mata pelajaran yang membekali santri dan pelajar agama dengan kemampuan berargumentasi logis sehingga bisa membela hakikat ajaran agama dan menjawab kritik yang ada. Tak ada jalan untuk mewujudkannya kecuali dengan filsafat."

Allamah punya metode yang mendasar dalam mengajarkan filsafat. Salah satu karya besar beliau di bidang filsafat adalah buku "Ushul Falsafeh va Raveshe Realism'. Buku ini menjelaskan filsafat Islam secara singkat tapi padat. Selain memaparkan filsafat Islam, buku ini juga menjelaskan pandangan para pemikir besar Eropa. Buku tersebut diberi penjalasan secara panjang lebar oleh salah satu murid Allamah yang menonjol, yaitu Syahid Muthahhari. Penjelasan itu sekaligus membuat buku karya Allamah ini menjadi salah satu karya ilmiah besar.

Henry Corbin, pemikir dan filsuf Perancis tertarik memperdalam filsafat Timur setelah membaca ‘Hikmah al-Isyraq' karya Suhrawardi. Ketika mendengar tentang keberadaan ulama dan filsuf Islam bernama Allamah Thabathabai di Iran, Corbin datang ke Iran untuk menemui sang ulama. Dia menanyakan banyak hal kepada Allamah, khususnya tentang ajaran Islam. Lewat Henry Corbin, Allamah mengenalkan Islam ke dunia Barat. Dalam hal ini, beliau mengatakan, "Adalah kemurahan Allah yang telah mengenalkan ajaran Islam ke dunia lewat ilmuan ini." Yang dimaksud adalah Henry Corbin. Corbin dan timnya, menerbitkan majalah di Perancis yang mengenalkan Islam dan mazhab Syiah ke dunia Barat.

Suatu hari Allamah terlibat pembicaraan dengan Henry Corbin. Kepadanya beliau mengatakan, "Dalam ajaran Islam, seluruh tempat di dunia ini tanpa kecuali adalah tempat ibadah. Jika seseorang ingin melaksanakan shalat, berdoa atau bersujud dia bisa melakukannya di mana saja. Tapi dalam ajaran Kristen tidak demikian. Orang Kristen harus melakukan ibadah di tempat yang khusus dan di waktu yang khusus pula. Karena itu jika seorang penganut agama Kristen menghadapi kondisi spiritual yang mengajaknya untuk beribadah, misalnya di tengah malam, apa yang bisa dilakukannya? Dia harus menunggu hari Minggu ketika pintu gereja terbuka. Ini berarti terputusnya hubungan manusia dengan Tuhannya." Corbin membenarkan kata-kata Allamah dan mengatakan, "Kritik ini tepat. Alhamdulillah agama Islam telah menjaga hubungan antara manusia dengan Tuhannya kapanpun dan di manapun juga."

Allamah Thabathabai dalam filsafat sosial dan politik Islam punya pandangan yang menarik. Mengenai pemerintahan yang kejam dan despotik, beliau mengatakan, "Rezim kekuasaan yang bobrok melahirkan kekacauan dan kebejatan di tengah masyarakat manusia. Orang yang baik akan terpaksa harus terjun ke tengah medan untuk memperbaiki kondisi dan menyingkirkan rezim penguasa itu. Dan ini adalah misi para nabi dan wali yang paling suci dan penting. Fakta inilah yang bisa dilihat dari sejarah kehidupan manusia-manusia agung itu."

Allamah meyakini bahwa keadilan sosial dan interaksi yang sehat antara manusia serta penghormatan kepada martabat manusia hanya bisa terwujud di bawah naungan hukum Ilahi. Terkait masa kegaiban Imam Maksum Allamah beliau meyakini kepemimpinan Islami seorang fakih sebagai satu keharusan. Masalah ini dikupas oleh beliau dalam bukunya berjudul ‘Risalah al-Wilayah'.

Salah satu kelebihan yang ada pada diri Allamah Thabathabai adalah penguasaannya atas berbagai bidang ilmu. Ketekunan dalam belajar telah membawanya menjadi salah satu ulama dan tokoh besar. Selain filsafat Islam dan Barat, beliau juga menguasai pendapat berbagai mazhab dan agama lain. dalam diskusi dengan para tokoh berbagai mazhab dan agama Allamah selalu menguasai medan pembicaraan. Beliau bahkan cukup piawai dalam menafsirkan teks-teks rujukan utama agama-agama dan mazhab-mazhab lain.

Salah seorang murid Allamah menceritakan, "Selain kedalaman ilmunya terkait agama dan budaya Islam, ada satu hal yang sangat mengagumkan bagiku pada diri Allamah Thabathabai, yaitu kelapangan hati beliau untuk mendengar semua pendapat. Beliau dengan seksama mendengarkan perkataan orang. Allamah sangat peduli dengan ilmu. Mungkin pengalaman yang kami dapatkan bersama beliau tak bisa ditemukan di tempat lain. Bersama beliau kami mempelajari terjemahan Injil, Upanishad Hindu, Sutta Budha dan Tao Te Ching. Beliau menafsirkan kitab-kitab itu sedemikian mendalam seakan ikut terlibat dalam penulisannya."

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Saw bersabda, "Tuntutlah ilmu walaupun sampai di negeri Cina." Penyebutan negeri Cina adalah untuk menunjukkan tempat terjauh yang mesti didatangi untuk mengejar ilmu. Artinya, lewat hadis ini Nabi Saw mendorong umatnya untuk menimba ilmu dengan menanggung segala kesulitan dan kesusahan. Allamah setiap hari selalu memperkaya diri dengan ilmu lewat penelaahannya pada pemikiran agama-agama lain. Beliau menguasai ajaran agama-agama Asia Timur. Beliau meyakini bahwa kebenaran yang murni ada pada al-Quran. Meski demikian, agama-agama yang lain pun juga tak kosong dari kebenaran dan hakikat. Karena itu beliau menghormati ajaran agama-agama lain.

Kecintaannya yang luar biasa kepada kitab suci al-Quran telah mendorong ulama besar ini untuk menulis kitab tafsir al-Mizan, sebuah kitab tafsir yang sangat mendalam. Metode penulisannya adalah menafsirkan ayat dengan bantuan ayat lain. Faker Meibadi, salah satu murid Allamah menyebut metode khas tafsir ini sebagai keistimewaan al-Mizan seraya mengatakan, "Tafsir al-Mizan ditulis dengan metode al-Quran dengan al-Quran, metode yang mengikuti cara para Imam Maksum as menafsirkan kitab suci ini. Dengan cara ini Allamah menghidupkan kembali metode penafsiran para Imam di zaman ini."

Meski menggunakan metode menafsirkan ayat dengan ayat lain, tapi Allamah juga tidak melupakan hadis-hadis dari Nabi dan Ahli Bait dalam al-Mizan. Mengenai metode Ahli Bait dalam menafsirkan al-Quran, Allamah mengatakan, "Meskipun al-Quran menegaskan bahwa Nabi Saw dan Ahli Bait as adalah penjelas dan penafsir makna dan kandungan al-Quran, tapi metode yang mereka gunakan adalah menafsirkan al-Quran dengan al-Quran dan inilah yang diajarkan al-Quran sendiri. Dari banyak riwayat dapat kita fahami bahwa dalam menafsirkan al-Quran Nabi dan Ahlul Bait hanya menggunakan ayat-ayat al-Quran saja."

Allamah dalam tafsir al-Mizan membahas banyak hal terkait masalah-masalah kontemporer dan ideologi-ideologi masa kini secara mendalam. Beliau menyebut berbagai kritik yang datang dari Timur dan Barat terhadap Islam lalu menjawabnya dengan sempurna. Singkatnya, tafsir al-Mizan adalah kitab tafsir yang menjadikan al-Quran sebagai poros bahasan dan landasan dalam menafsirkan ayat-ayat Ilahi. Kitab ini juga menyebutkan berbagai pandangan dan pemikiran yang ada lalu menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah.

Syahid Muthahhari terkait kitab al-Mizan mengatakan, "Dalam menulis tafsirnya, Allamah Thabathabai mendapat inayah dan ilham dari Allah."

Allamah sendiri menjelaskan, "Ada satu fakta dalam Al-Quran yang tidak terbantahkan yaitu bahwa setiap kali seorang manusia masuk ke dalam naungan kepasrahan dan wilayah Ilahi dia akan semakin mendekat ke lembah kesucian dan keagungan. Saat itu pintu-pintu langit akan terbuka baginya dan dia akan mampu melihat hakikat di balik ayat-ayat Allah dan nur Ilahi yang tak bisa disaksikan oleh orang lain."
Kitab tafsir ini juga membahas masalah akhlak dan irfan secara mendalam. Dengan ungkapan-ungkapan yang singkat tapi padat, Allamah mengajak pembaca kepada penyucian diri dan liqaullah. Al-Mizan membahas pula masalah sastra dan tata bahasa Arab dengan detil. Tak heran jika pembaca tak merasa bahwa penulisnya adalah seorang berkebangsaan Iran, bukan penulis Arab.

Selain tafsir al-Mizan, Allamah Thabathabai juga meninggalkan banyak tulisan berbobot lainnya. Diantaranya adalah Bidayatul Hikmah. Buku ini mengajarkan dasar-dasar filsafat. Bidayatul Hikmah menjadi buku panduan pelajaran filsafat di hauzah ilmiah dan perguruan tinggi di Iran. Setelah buku ini, santri atau mahasiswa bisa melanjutkan pendidikan filsafat dengan mempelajari Nihayatul Hikmah yang juga ditulis oleh Allamah. Kitab kedua ini membahas filsafat lebih mendalam dari kitab Bidayatul Hikmah.

Allamah juga menulis buku ushul fiqih yaitu Hasyiyah atau catatan untuk kitab Kifayatul Ushul. Buku beliau yang lain adalah ‘Shie dar Islam' yang sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, ‘Kholase-ye Taalim-e Islam' dan ‘Ravabet-e Ejtemai'e Islam'. dalam upaya mengenalkan agama Islam secara singkat beliau menulis buku Amuzesh'e Din yang mengulas apa saja yang berhubungan dengan Islam dan hal-hal yang paling mendasar dalam agama ini. Ada pula buku-buku lainnya yang membahas tentang teologi seperti Rasail Tauhidiyah terdiri atas 26 risalah yang membahas tentang ketuhanan, sifat Allah dan perbuatan Allah. Allamah juga meninggalkan menulis kumpulan puisi yang ditulisnya dalam bahas Persia. Selain itu beliau juga menulis buku tentang sejarah biografi Nabi Saw berjudul Sunan al-Nabi dan buku akhlak berjudul Lubbul Lubab yang merupakan kumpulan materi pelajaran akhlak beliau.

Allamah Thabathabai adalah sosok ulama yang menguasai ilmu fikih, ushul, matematika dan astronomi secara mendalam. Beliau belajar matematika dari ulama Najaf bernama Sayid Abul Qasim Khonsari yang dikenal sebagai pakar matematika di zaman itu. Dalam tata bahasa dan sastra Arab, Allamah punya kepandaian yang luar biasa. Selain itu, beliau juga tergolong sebagai arsitek Islam yang ulung. Sejumlah bangunan dan gedung dibuat dengan rancangan beliau. Ketika tiba di kota Qom, Allamah masuk ke madrasah Hujjatiyah. Pengurus Hujjatiyah berencana melakukan perluasan sekolah agama tersebut yang saat itu tergolong kecil dengan bangunannya yang sangat sederhana. Menurut rencana Hujjatiyah akan diperluas dengan sejumlah kamar, kelas, perpustakaan dan masjid.

Banyak insinyur dan arsitek dari Tehran dan sejumlah kota lainnya yang mengajukan rancangan bangunan. Tak ada satupun yang menarik hati pengurus madrasah. Akhirnya, Allamah Thabathabai membuat denah bangunan dengan rancangannya. Melihat denah dan rancangan bangunan itu, pengurus Hujjatiyah menyatakan setuju. Akhirnya, Madrasah atau pusat sekolah agama itupun di bangun berdasarkan rancangan Allamah Thabathabai. Beliau pula yang menjadi pengawas pembangunannya.

Ayatullah Javadi Amoli, salah seorang murid Allamah yang paling menonjol mengatakan, "Allamah Thabathabai memiliki ruh dan spiritualitas yang sangat tinggi. Ketika masuk ke pembahasan tentang Allah, nampak sekali beliau tenggelam dalam suasana spiritual yang mengagumkan." Apa yang dikatakan oleh Ayatollah Javadi diakui oleh banyak ulama. Mereka mengagumi keadaan spiritual Allamah Thabathabai yang sangat istimewa. Dalam hal irfan, beliau sangat menguasai kitab al-Futuhat al-Makkiyah karya Ibnu Arabi.
Tentang Allamah Thabathabai, Ayatullah al-Udzma Khamenei mengatakan, "Paras maknawiyah Allamah Thabathabai menampilkan gambaran seorang manusia berbobot dengan iman kuat dan irfan hakiki yang diiringi dengan ilmu yang luas dan mendalam. Kombinasi semua itu pada diri Allamah membuktikan bahwa Islam bisa menggabungkan antara gelora cinta yang dalam dengan logika yang kuat pada diri seorang ulama."

SUMBANGAN ILMUWAN ISLAM DALAM ILMU GEOGRAFI


ILMU geografi di dunia Islam mulai berkembang pada masa era kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Ketika itu,
Khalifah Harun Ar-Rasyid mendorong para sarjana Muslim menerjemahkan naskah-naskah kuno dari Yunani ke dalam bahasa Arab.

Diantara buku yang diterjemahkan adalah Alemagest dan Geographia. Kedua buku ini membahas tentang ilmu geografi. Dari sinilah kemudian banyak pelajar yang mempelajari ilmu tersebut sehingga dalam waktu yang tidak lama lahir para pakar geografi.

Ketertarikan kaum Muslimin terhadap geografi diawali dengan kegandrungannya kepada astronomi. Dari ilmu inilah kemudian membawa mereka menggeluti ilmu bumi. Peta yang dibuat bangsa Yunani dan Romawi menarik minat pelajar Muslim untuk mempelajarinya.

Bangsa Yunani adalah bangsa yang pertama dikenal secara aktif menjelajahi geografi. Beberapa tokoh Yunani yang berjasa mengeksplorasi geografi sebagai ilmu dan filosofi antara lain; Thales dari Miletus, Herodotus, Eratosthenes, Hipparchus, Aristotle, Dicaearchus dari Messana, Strabo, dan Ptolemy. Sedang bangsa Romawi turut memberi sumbangan pada pemetaan setelah mereka banyak menjelajahi negeri dan menambahkan teknik baru. Salah satu tekniknya adalah periplus, deskripsi pada pelabuhan, dan daratan sepanjang garis pantai yang bisa dilihat pelaut di lepas pantai.

Namun para sarjana Muslim tidak hanya menerjemahkan dan mempelajari karya-karya Yunani tetapi juga mengkombinasikannya dengan pengetahuan yang telah berkembang di pusat kebudayaan di Mesir, India, dan Persia.

Inilah yang membuat ilmu geografi di tangan kaum Muslimin maju pesat. Demikian pula ilmu-ilmu yang berhubungan dengan geografi seperti perpetaan dan kosmografi mengalami kemajuan yang besar. Dari sinilah kemudian muncul istilah mil untuk mengukur jarak. Sedangkan orang Yunani menggunakan istilah stadion.
Dalam hal ini seorang sarjana Barat seperti Gustave Le Bon dalam bukunya Arabs Civilization hal 468 mengatakan bahwa meski geografi sebagai ilmu pengetahuan dimulai sebelum Islam, namun kontribusi umat Islam sangatlah besar. “Meski kaum Muslimin belajar geografi kepada ilmuwan Yunani seperti Ptolemy, namun ilmu mereka melampaui guru mereka,” jelas Gustave.

Sederet geografer Muslim telah banyak memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu bumi. Al-Kindi diakui begitu berjasa sebagai geografer pertama yang memperkenalkan percobaan ke dalam ilmu bumi. Sedangkan, Al-Biruni didapuk sebagai ‘bapak geodesi’ yang banyak memberi kontribusi terhadap geografi dan juga geologi.

John J O’Connor dan Edmund F Robertson menuliskan pengakuannya terhadap kontribusi Al-Biruni dalam MacTutor History of Mathematics. Menurut mereka, ‘’Al-Biruni telah menyumbangkan kontribusi penting bagi pengembangan geografi dan geodesi. Dialah yang memperkenalkan teknik pengukuran bumi dan jaraknya dengan menggunakan triangulation.’’

Al-Biruni-lah yang menemukan radius bumi mencapai 6.339,6 km. Hingga abad ke-16 M, Barat belum mampu mengukur radius bumi seperti yang dilakukan Al-Biruni.Bapak sejarah sains, George Sarton, juga mengakui kontribusi sarjana Muslim dalam pengembangan geografi dan geologi.

‘’Kita menemukan dalam tulisannya metedo penelitian kimia, sebuah teori tentang pembentukan besi.’’
Salah satu kekhasan yang dikembangkan geografer Muslim adalah munculnya bio-geografi. Hal itu didorong oleh banyaknya orang Arab di era kekhalifahan yangtertarik untuk mendistribusi dan mengklasifikasi tanaman, binatang, dan evolusi kehidupan. Para sarjana Muslim mencoba menganalisis beragam jenis tanaman.

Dukungan Penguasa
Geliat mempelajari ilmu geografi semakin besar ketika Khalifah Al-Mam’un, penerus Harul Al-Rasyid memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi. Untuk mendukung proyek tersebut, Al-Ma’mun juga membiayai semua perjalanan yang dilakukan dalam menjelajahi dunia.
Tentu saja dukungan ini mendapat sambutan yang luar biasa dari para sarjana islam. Apalagi mereka melakukan ekespedisi juga dalam rangka menyebarkan dakwah Islam.

Tak pelak umat Islam pun mulai mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menyebarkan agama Allah Subhanahu Wata’ala. Seiring meluasnya ekspansi dan ekspedisi rute-rute perjalanan melalui darat dan laut pun mulai bertambah. Tak heran, jika sejak abad ke-8 M, kawasan Mediterania telah menjadi jalur utama umat Islam.

Atas upaya dan kerja keras para geografer Muslim, akhirnya apa yang diharapkan Al-Ma’mun bisa terwujud. Para sarjana Muslim mampu menghitung volume dan keliling bumi. Berbekal keberhasilan itu, Khalifah Al-Ma’mun memerintahkan untuk menciptakan peta bumi yang besar. Adalah Musa Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya mampu membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.

Khawarizmi juga berhasil menulis kitab geografi yang berjudul Surah Al- Ard (Morfologi Bumi) sebuah koreksi terhadap karya Ptolemaeus. Kitab itu menjadi landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional.
Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku bertajuk ‘Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni’.

Sejak saat itu, geografi pun berkembang pesat. Sejumlah geografer Muslim berhasil melakukan terobosan dan penemuan penting.

Di awal abad ke-10 M, secara khusus, Abu Zayd Al-Balkhi yang berasal dari Balkh mendirikan sekolah di kota Baghdadyang secara khusus mengkaji dan membuat peta bumi.

Di abad ke-11 M, seorang geografer termasyhur dari Spanyol, Abu Ubaid Al- Bakri berhasil menulis kitab di bidang geografi, yakni Mu’jam Al-Ista’jam (EksiklopediGeografi) dan Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan).

Buku pertama berisi nama-nama tempat di Jazirah Arab. Sedangkan yang kedua berisi pemetaan geografis dunia Arab zaman dahulu.

Pada abad ke-12, geografer Muslim, Al-Idrisi berhasil membuat peta dunia. Al-Idrisi yang lahir pada tahun 1100 di Ceuta Spanyol itu juga menulis kitab geografi berjudul Kitab Nazhah Al- Muslak fi Ikhtira Al-Falak (Tempat Orang yang Rindu MenembusCakrawala). Kitab ini begitu berpengaruh sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Geographia Nubiensis.

Seabad kemudian, dua geografer Muslim yakni, Qutubuddin Asy-Syirazi (1236 M -1311 M) dan Yaqut Ar-Rumi (1179 M -1229 M) berhasil melakukan terobosan baru. Qutubuddin mampu membuat peta Laut Putih/Laut Tengah yang dihadiahkan kepada Raja Persia.

Sedangkan, Yaqut berhasil menulis enam jilid ensiklopedi bertajuk Mu’jam Al-Buldan (Ensiklopedi Negeri-negeri).


Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu Battuta di abad ke-14 M memberi sumbangan dalam menemukan rute perjalanan baru. Hampir selama 30 tahun, Ibnu Battuta menjelajahi daratan dan mengarungi lautan untuk berkeliling dunia. Penjelajah Muslim lainnya yang mampu mengubah rute perjalanan laut adalah Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok. Dia melakukan ekspedisi sebanyak tujuh kali mulai daritahun 1405 hingga 1433 M.Dengan menguasai geografi, di era keemasan umat Islam mampu menggenggam dunia.

Tak pelak, Islam banyak memberi kontribusi bagi pengembangan geografi. Sumbangan dunia Islam meliputi pengetahuan klimatologi (termasuk angin munson), morfologi, proses geologi, sistem mata pencaharian, organisasi kemasyarakatann, mobilitas penduduk, serta koreksi akan kesalahan yang tertulis pada buku yang ditulis ptolomeus.

Karya-karya sarjana Muslim seperti Al-Biruni, Ibnu Sina, Ai Istakhiri, Al Idrisi, Ibn Khaldun dan Ibn Batuta telah menjadi dasar pemicu kembalinya perkembangan ilmu pengetahuan. Bukan hanya geografi namun juga dalam berbagai ilmu lain. Karena demikian besar jasanya dalam geografi dan Kartografi, Al-Idrisi diangkat diangkat sebagai penasihat dan pengajar di istana raja Sicilia, Roger II (1154), dan akhir-akhir ini namanya (Idrisi) diabadikan untuk nama perangkat lunak yang dikembangkan Universitas Clark di Worcester (Amerika Serikat) untuk alat bantu analsisis geografi, citra digital, kartografi, dan sistem informasi geografis.*


Falsafah Sindiran Montaigne


Ratusan tahun silam, di sebuah ruang perpustakaan kastil indah di Bordeaux, seperti yang diceritakan kembali oleh Alain de Botton, Michel de Montaigne menulis tentang Thales, yang terdengar sebagai sebuah sindiran dengan jalan memuji sahabat sang filsuf, ketimbang filsuf itu sendiri: “Aku selalu merasa senang pada gadis dari Miletus yang memandangi sang filsuf, ketika sang filsuf dengan matanya yang menerawang ke atas mengukur kubah langit, seolah hendak mengingatkan sang filsuf bahwa sudah cukup waktu untuk menentukan sesuatu di atas awan bila ia telah menghitung segala sesuatu yang berada di depan kakinya”, ujar Montaigne dalam Essays-nya, “Kau pun dapat melakukan celaan yang sama sebagaimana gadis dari Miletus itu melakukannya kepada Thales, untuk menghadapi setiap orang yang mendalami filsafat dalam pelupaan, orang yang gagal melihat dan menyaksikan kenyataan yang terletak di depan kakinya”, lanjut Montaigne.
Orang yang membaca fragmen yang ditulis Montaigne tersebut tanpa terlebih dahulu mengetahui siapa sesungguhnya Montaigne, mungkin akan terlalu dini menilainya sebagai orang yang anti-teori atau pun anti-pemikiran. Tetapi Montaigne sendiri tentulah tidak demikian, ekstremitas kejujuran Montaigne biar bagaimana pun lahir dari seseorang yang cukup lama menggeluti dunia baca dan pemikiran. Di usia tujuh tahun ia telah menamatkan Metamorphoses-nya Publius Ovidius Naso alias Ovid, dan sejak usia enam belas tahun, ia telah menamatkan seri lengkap karya-karya Publius Virgilius Maro alias Virgil si penulis Aeneid. 

Dengan demikian, skeptisisme Montaigne tetaplah didasarkan pada pengalaman pembacaan dan empirisisme perjalanan hidupnya yang memang kemudian menggemari petualangan dan bepergian ke daerah-daerah terpencil dan pegunungan. Masa-masa muda Montaigne dijalani dengan membaca karya-karya Plautus, Homer, Plutarch, dan tentu saja al Kitab terutama Kitab Si Pengchotbah alias Ecclesiastes. 
Montaigne memang ingin menginstropeksi pemikiran yang malah menjauhkan manusia dari kehidupan dan hasratnya untuk bebas dari penderitaan yang tidak produktif. Meski demikian, kesangsian dan instrospeksi Montaigne itu tetap merupakan ikhtiar dan kerja intelektual demi mencari perspektif dan paradigma baru pemikiran dan kerja-kerja intelektual, memberinya relevansi pragmatis dan kesepadanan dengan kenyataan keseharian yang dijalani manusia, hingga dapat mengurangi kesenjangan antara ilmu pengetahuan dan kehidupan keseharian manusia itu sendiri. Dan kita tahu, bertahun-tahun kemudian, esei-esei yang ditulis Montaigne itu, di kemudian hari dibaca dan disuarakan kembali oleh Nietzsche. 
Dalam Essays-nya itu, Montaigne memang seringkali berbicara tentang celah, kerentanan, dan bahkan ketidakmemadaian ilmu pengetahuan yang terlampau menjauhkan diri dari kenyataan kehidupan manusia itu sendiri: paradigma yang kadang sepihak, perspektif yang kadang memilih dan semena-mena. Instropesksi dan kritik Montaigne itu mengingatkan saya pada Epicurus dalam hal penekanannya untuk mempertimbangkan dan tidak mengabaikan sisi manusiawi dari ilmu pengetahuan dan kerja intelektual. Sebuah anjuran yang belakangan ini menjadi wawasan filosofis-nya Richard Rorty dalam konteks masyarakat demokratis-liberal. 
Dalam esei-esei yang ditulisnya itu, Montaigne bertanya: “Apakah kita berani mengakui bahwa manfaat akal yang kita junjung tinggi dan karenanya kita menganggap diri kita sebagai penguasa segala makhluk? Apakah manfaat pengetahuan, jika demi dirinya sendiri, kita kehilangan ketenangan dan kepercayaan diri yang mestinya kita miliki? Apa guna akal jika sikap kita tak lebih baik dari babi yang diceritakan Pyrrho?”. 

Seberapa pun ekstrem dan kekanakkannya pertanyaan-pertanyaan Montaigne tersebut, tetaplah merupakan kejujuran untuk mengakui unsur-unsur yang begitu akrab dengan kondisi manusiawi kita: “Kita telah menunjukkan ketidakkonsistenan, kekhawatiran, keraguan, kepedihan, takhayul, ketakutan mengenai apa yang terjadi”, tulisnya. 
Seperti kita tahu, esei-esei Montaigne salah-satunya merupakan upayanya untuk mengkritik pandangan-pandangan konvensional yang dia baca dan yang dia alami dalam keseharian yang dia saksikan dan yang dia dengar. Bahkan menurutnya apa yang dipercayai orang-orang semasa hidupnya tak lebih merupakan sejumlah kekeliruan yang diiyakan begitu saja tanpa pemeriksaan. Bahkan pada konteks-konteks esei-eseinya yang lain, Montaigne berbicara layaknya seorang antropolog-naturalis bahwa kehidupan manusia seperti halnya makhluk-makhluk hidup lainnya dapat juga dipahami sebagai sejumlah adaptasi-adaptasi yang berkesinambungan, dan pemikiran hanyalah salah-satu caranya. Nada-nada yang disuarakan Montaigne tersebut di kemudian hari kembali didengungkan dalam esei-esei pendeknya Nietzsche yang aforistis, yang adalah salah-seorang pengagum kecerdasan Montaigne sebagai pengamat dan penulis yang nakal dan tangkas dalam mencerap pemikiran dan kenyataan keseharian. 
Setelah beberapa tahun menghabiskan waktu-waktu kesehariannya di ruang perpustakaan pribadinya itu, Montaigne yang ingin mengisi masa-masa pensiunnya dengan membaca dan mendedikasikan dirinya demi ilmu pengetahuan, merasa gelisah dan tak puas dengan buku-buku yang dibacanya, lalu mengekspresikan kejengkelan dan kegelisahannya dengan menulis esei, mengkritik Cicero yang menurutnya kurang memperhatikan hal-hal remeh dalam keseharian kehidupan manusia itu sendiri: “Lelaki adalah makhluk celaka yang cuma mendengar dirinya sendiri dengan angkuh”, keluhnya, “Pada kenyataannya, ribuan perempuan desa hidup lebih cerdas dan bahagia, lebih meyakinkan dan lebih konsisten ketimbang Cicero”. 
Di ruang perpustakaan pribadi yang terletak di lantai tiga kastil indah miliknya itu, Montaigne tiba-tiba dibanjiri skeptisisme setelah melahap buku-buku kanon yang dibacanya selama berjam-jam di hampir setiap hari kehidupan masa pensiunnya itu, ia meragukan keabsahan dan relevansi tulisan-tulisan para pemikir dan filsuf yang dikaguminya, dan ia berusaha menengok ke aspek-aspek manusiawi itu sendiri, hingga ia pun sempat menulis sebuah puisi yang sarkastis: “Di atas singgasana tertinggi di dunia, kita bertahta, tetapi tetap di atas anus kita” 

(Sulaiman Djaya)

Eureka

galileo galilei

Kata ini yang diucapkan oleh Galileo pertama kali saat ia menemukan bahwa sesungguhnya bukanlah bumi yang menjadi sumber atau pusat tata surya, namun sebaliknya mataharilah yang menjadi pusat tata surya. Bumi pula yang mengililingi matahari selama sekitar 365 hari (revolusi) dan berputar pada sumbunya selama 24 jam (rotasi).

Penemuan ini pula yang menghantarkan dia berhadapan dengan para borjuis agama pada saat itu yang mengendalikan seluruh opini publik tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan sesuatu yang berada diluar jangkauan manusia pada saat itu. Para agamawan yang menjadi penguasa baru untuk menafsirkan seluruh fenomena alam. Pada akhirnya penemuan inipula yang akhirnya mengakhiri hidup cemerlangnya berhadap-hadapan dengan kekuasaan pemuka agama yang sangat kuat saat itu dan yang menjadi titik tolak renaissance (abad pencerahan) di Eropa yang memicu revolusi industri. Setelah penemuan Galileo ini kemudian menyusul penemuan-penemuan brilian lainnya dari bangsa Eropa, yang menandakan pula runtuhnya regim rohaniawan.

Apakah potensi eureka ini dapat juga kita miliki?. Jawabannya tentu saja. Ron Holland, seorang ahli komunikasi dan marketing, dalam bukunya Talk and and Grow Rich, seperti yang pernah saya singgung pada tulisan sebelumnya (lihat: Biarkan Saja Mengalir) menyebut ini sebagai proses akumulasi dari pemanfaatan energi alam bawah sadar kita. Ia juga mengatakan bahwa seandainya manusia mampu memanfaatkan energi ini maka akan banyak masalah yang dapat terselesaikan. Bahkan ekstremnya ia membiarkan energi ini bekerja sendiri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh manusia. “Biarkan saja alam bawah sadar yang akan menyelesaikannya.. “ demikian katanya menyarankan dalam buku tersebut.

Ia menyebut contoh bahwa pada saat kita sedang mengalami tekanan kerja yang demikian berat, dan pada saat yang sama kita bersegera meluangkan waktu untuk berlibur, maka banyak persoalan terselesaikan dengan sendirinya. Kita yang biasanya suntuk dan jenuh dengan banyak persoalan yang dihadapi, ketika sehabis liburan tiba-tiba saja persoalan seolah-olah telah terselesaikan. Kita pun menjadi lebih rileks dan bersemangat untuk menyelesaikannya.

Apa hubungan eureka ini dengan tulisan saya selanjutnya. Saya merasa ada kesamaan sistem yang bekerja ini dengan proses alam bawah sadar yang bekerja dipikiran saya beberapa hari terakhir ini. Ini masih sebuah asumsi saja.

Berkaitan dengan hal ini, dalam kesempatan ini saya hanya ingin berbagi cerita yang agak mengherankan saya. Apakah efek-efek yang saya alami ini akibat proses bekerjanya alam bawah sadar saya-seperti eureka Galileo-ataukah memang hanya sebuah kebetulan. Dibawah ini saya akan tuturkan peristiwa itu satu per satu.

Dalam dua minggu terahir ini saya mengalami dua peristiwa yang cukup mengherankan saya. Peristiwa pertama berkaitan dengan tokoh Munir SH, aktivis demokrasi pendiri Kontras dan direktur Imparsial, sebuah LSM yang bergerak dibidang advokasi terhadap korban-korban kekerasan dan penegakan supremasi hukum, HAM dll. Seperti kita ketahui, tokoh besar ini, meninggal Selasa, 7 September, 2004 yang lalu. Menurut media ia meninggal saat akan transit menuju Amsterdam dari bandara Schippol, Belanda, tempat dimana ia mendapatkan beasiswa S-2 nya di Belanda. Munir mendapatkan program beasiswa tersebut dari organisasi geraja– geraja.

Beasiswa yang diperoleh oleh Munir SH dari gereja mengindikasikan kepada kita bahwa dunia gereja telah bergerak cukup jauh dalam aktivitas keagamaannya, bukan sekedar hanya berkaitan dengan kegiatan agama secara formal. Beberapa aktivitas dari mereka juga berkaitan dengan kemanusiaan, seperti pencegahan HIV AIDS, serikat pekerja dll. Lepas setuju atau tidak setuju saya amat memuji langkah dewan gereja yang sangat perhatian dengan persoalan kemanusiaan dengan memberikan beasiswa kepada seorang non-Kristen untuk belajar dan membiayai pendidikan kepada para pejuang kemanusiaan seperti Munir SH. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan kita umat Islam. Bantuan yang ada dari kaum muslimin lebih terfokus pada bantuan-bantuan berupa pembangunan fisik seperti masjid dll. Saya tidak antipati dengan cara ini, tetapi menurut saya pembangunan manusia jauh lebih penting daripada pembangunan fisik seperti masjid. Masjid dan lain sebagainya hanya akan bernilai oleh orang – orang yang memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang dirinya dan tanggungjawabnya kepada Sang Pencipta. Dari lembaga bantuan (yang saya ketahui) sangat sedikit dari mereka yang mengalokasikan dana bantuannya untuk pemberdayaan kepada orang-orang yang memiliki perhatian kepada rakyat miskin dan yang tertindas. Membiayai mereka untuk menjadi pemimpin, dan penggerak bagi para orang–orang tertindas di seluruh dunia. Dunia Islam kini adalah didominasi oleh penindasan dimana-mana. Padahal Nabi Saw dan nabi-nabi sebelumnya selalu bersama dan berpihak pada orang-orang tertindas. Kebetulan saya pernah mendapatkan pelatihan yang cukup memadai mengenai aktivitas serikat pekerja dari salah satu lembaga gereja. Pada saat menerima pelatihan tersebut, saya tidak peduli dengan siapa yang memberi dan mendanai saya. Bahwa mereka memiliki kepentingan yang sama untuk mengangkat dan memberdayakan pekerja, maka saya akan dukung dan terima, dari siapapun dana itu diperoleh. Mungkin saya terlalu praktis dan berfikir jangka pendek melihat ini. Bagi saya kebenaran bukanlah monopoli Islam saja. Kebenaran tidak identik dengan simbol agama tertentu. Kebenaran seperti Muthahhari jelaskan dalam bukunya Keadilan Ilahi, memiliki hakikatnya sendiri. Bahkan Imam Ali as pernah mengatakan,…”lihatlah pembicaraannya jangan kamu lihat siapa yang berbicara”. Ditempat lain ia mengatkan, …”ambilan ilmu darimana saja ia berasal”. Nabi kita pun menganjurkan kita untuk belajar ke negeri Cina yang nota bene mayoritas penganut Budha atau Konfusianisme (Kong Hu Chu).
Seorang Munir SH adalah orang yang sangat berani melawan arus menentang bentuk penindasan dan kezaliman khususnya di zaman orde baru. Ia adalah tokoh yang dipilih oleh majalah Ummat sebagai tokoh untuk tahun 1998 dengan segenap kiprahnya ditahun itu.

Majalah Ummat adalah majalah Islam modern perkotaan yang dulu cukup berani menyajikan berita–berita tentang politik dll. Kini majalah itu tidak lagi terbit. Banyak awaknya kini menjadi wartawan di beberapa media besar seperti Tempo, Gatra dll.
Ia mendirikan Kontras dimana saat itu banyak aktivis gerakan pro demokrasi diculik dan dihilangkan nyawanya. Lembaga ini menjadi corong yang paling nyaring menyuarakan kepentingan para aktivis yang diculik saat itu. Mudahan-mudahan Munir SH mendapatkan syafaat dari Rasulullah Saw dengan perjuangan heroiknya tersebut. Ia telah membasahi tanah negeri ini dengan sikap-sikapnya yang sangat ksatria, yang akan tetap dikenang dan dijadikan panutan bagi para pejuang demokrasi selanjutnya. Sekali lagi ini pandangan pribadi saya yang sangat subjektif. Mungkin ada banyak pihak tidak sependapat dengan penilaian saya ini. Ini alam demokrasi. Orang sah-sah saja berbeda pendapat.

Mudah-mudahan nantinya kami akan menyusul langkah-langkah anda bung Munir SH. Menjadi syahid, dan menjadi saksi kepada generasi selanjutnya tentang kegigihan dalam membela kebenaran adalah cita-cita pengikut Rasulullah Saw dan Imam Husein as.

Kesyahidan Imam Husein as di Karbala menjadi saksi bagi seluruh pengikut Rasulullah selanjutnya untuk mendambakan gugur dalam membela kebenaran. Kesayhidannya ini menginspirasi jutaan rakyat Iran meruntuhkan regim Syah yang didukung AS dan Isreal (dawn with America and Israel). Ia juga membakar para pejuang Hizbullah sehingga mereka mampu mengusir tentara Israel pulang ke kampungnya dengan tertunduk malu.

Lalu dimana cerita yang mengherankan itu terjadi? Saya mengatakan kepada rekan saya di kantor sekitar dua minggu yang lalu, bahwa saya akan bersikap golput untuk tidak memilih capres yang tersedia, antara Mega dan SBY pada putaran kedua 20 September 2004, nanti. Buat saya keduanya tidak memiliki track record yang mumpuni. Walaupun salah satunya SBY nampak memiliki performance yang lebih unggul daripada Mega, tapi dengan melihat komposisi team sukses kepresidenannya, saya jadi agak meragukan jika nantinya SBY terpilih, ia dapat membuktikan janji-janjinya tersebut. Kabinet adalah sebuah lembaga eksekutif untuk menjalankan roda pemerintahan. Diperlukan team work dan komitmen yang tinggi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Saya tidak melihat orang–orang yang bergelut dan concern terhadap rakyat miskin pada kedua team mereka.

Keputusan golput saya tarik jika salah satu dari keduanya mengangkat Munir SH menjadi jaksa agung. Artinya saya tidak akan golput jika salah satu dari kedua calon tersebut mengumumkan bahwa Munir SH adalah calon jaksa agung mereka pada kabinet kepriesidenan mendatang. Dan ternyata memang saya harus tetap golput, karena Munir SH tidak akan pernah menjadi jaksa agung seperti yang saya harapkan. Munir SH telah menemui Tuhannya yang lebih mencintainya. Walaupun Munir SH mati muda tapi semangatnya akan tetap menyala bagi para pejuang kebenaran. Selamat jalan bung Munir SH.

Peristiwa kedua terjadi malam yang lalu. Sehabis hadir pada kuliah umum mengenai kewirausahaan untuk mata kuliah pengantar bisnis, di FE Ekstension yang diselenggarakan oleh BEM FE Ekstensi, yang menampilkan dua pembicara, yang pertama pimpinan dari Holding Company Easco Group Bp. Emil dan Sdr. Dandosi Mahram alumnus FE Ekstensi UI tahun 1990, yang merupakan pengamat dan praktisi pasar modal ternama di Indonesia. Saya sempat mampir sekitar 30 menit di sentra pasar modal milik Danareksa Sekuritas, tepatnya dipojok dekat ATM BCA di sudut FE UI. Saya berdiskusi dengan sdr. Satrio yang juga alumnus FE UI tahun 1991 seputar pasar modal. Terus terang saya masih sangat awam dengan pasar modal.

Kami berdiskusi panjang lebar hingga masuk pada persoalan yang sangat penting untuk diketahui oleh orang–orang yang ingin berinvestasi di pasar modal. Persoalannya adalah kapan kita akan masuk untuk membeli saham dan kapan saat kita harus menjual. Ini pengetahuan penting yang harus diketahui sebagai starting point masuk dunia pasar modal.

Kita tidak dapat membeli saham sendiri namun harus melalui melalui perusahaan sekuritas yang telah terdaftar di Bapepam dengan dikenai biaya (fee) sekitar 0.3% dari nilai transaksi. Transaksi berlangsung real time dan penyerahan uangnya untuk membeli adalah H+3 sementara untuk menjual H+4.

Menurut Satrio, dunia pasar modal adalah dunia yang mengharuskan kita untuk tidak saja memahami angka–angka yang tercantum dalam laporan keuangan, namun kita juga harus dapat memahami peristiwa ekonomi dan politik skala globa maupun isyu regional. Para pialang harus menjadi demikian aware terhadap seluruh proses yang terjadi di dunia ini. Karena seluruh efek dari peristiwa global akan sangat mempengaruhi perdagangan saham. Dunia telah sedemikian interdependensi. Saat itu Satrio menyebut bahwa saham dapat saja mudah jatuh jika besok hari ternyata terjadi bom meledak atau ada peristiwa force majeur lainnya.

Ternyata pada siang hari keesokan harinya, tepatnya pukul 10:30 WIB terjadi bom yang sangat dahsyat (huge explosive) di Kedutaan Australia di Jl. H. R. Rasuna Said. Bom berkekuatan besar itu dalam tayangan TV terlihat mampu menjebol pintu pagar gedung kedutaan Australia. Tidak itu saja, bom itu juga memecahkan kaca–kaca gedung yang berdekatan dengan lokasi kejadian dalam radius 500 m. Diperkirakan kekuatan bom ini jauh melebihi apa yang terjadi di Bali dan Hotel J. W. Marriot. Satu peristiwa kelabu kembali mewarnai Republik yang baru saja berulangtahun ke 59 ini. Indonesia menjadi salah satu ladang subur terjadi peristiwa teroris di seluruh dunia. SCTV menyebutnya sebagai “Indonesia Menangis”. Kita mengutuk peristiwa seperti itu dan jauh dari nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam.

Saya sendiri agak heran dengan kedua peristiwa yang secara tidak sengaja dan sadari saya ketahui sebelum terjadinya sebuah peristiwa. Apakah ini kebetulan? Tapi beberapa kali sering kita mengalami hal ini. Apa arti fenomena ini? Ini masih rahasia besar buat saya. Ada yang bisa bantu?

Source

MUSLIM SYIAH VS MUSLIM SUNNI MANA YANG BENAR..? Sunni- syiah siapa yang benar ??


MUSLIM SYIAH VS MUSLIM SUNNI MANA YANG BENAR..?
Kawan, Keyakinan hanya bisa dikalahkan dengan argumen bukan militer. Jepang dihancurkan dengan bom nuklir, tapi kejepangan kan nggak hilang. Keyakinankan tidak hanya di Iran, kalau dibom nuklir, tidak akan menghilangkan keyakinan, dan keyakinan itu ada di mana-mana.

ISLAM  SUNNI  GAGAL  DIBIDANG  FILSAFAT  ISLAM

Filsafat bagi saya pergulatan hidup bukan sekedar tempelan.
Anda termasuk orang yang konsisten memperhatikan bidang Sains dan Filsafat, juga logika, Epistemologi, Agama dan Sains, Kosmologi, Filsafat Lingkungan, Filsafat Agama, perbandingan Filsafat Islam dan Barat, apa kaitan antara satu dengan lainya, dan apa benang merahnya?
“Penguasaan sains menjadi elemen niscaya bagi bangsa yang mandiri. Tuntutan agama Islam itu kan menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya semangat jihad khilafah, tapi tidak ada jihad ilmu dan Sains”

Fukuyama yakin dengan bukunya, “The End of History and The Last Man” bahwa demokrasi liberal adalah akhir evolusi sosial budaya manusia dan bentuk final pemerintahan. Ternyata Iran menganut sistem Republik Islam Iran. Politik, sosial dan hukum di Iran tunduk pada prinsip Islam dan yang mengejutkan terjadi lompatan saintifik. Islam ternyata mampu berevolusi dengan masyarakat Iran.

telah terjadi Revolusi Saintifik di Iran. Artinya, pertama, terjadi lompatan besar perkembangan sains dan teknologi di Iran selama hanya 30 tahun dari posisi yang tidak diperhitungkan. Kedua, terjadi lompatan kemajuan sains di tengah sanksi AS dan Eropa, kemajuan sains menjadi kedaulatan dan kebanggaan nasional.

Revolusi Saintifik Iran adalah antitesa Sekulerisme, menggugurkan klaim bahwa agama dan sains tidak mungkin bekerjasama.

logika diajarkan di S1 semua Fakultas  UIN / IAIN , tapi karena keterbatasan pengajar jadi gagal.
Kemudian Filsafat Sains, dulu saya banyak memperhatikan program Islamisasi Sains mazhab Sunni, tokohnya Ismail Faruqi, problemnya adalah agenda Islamisasi Sains saya lihat kekurangan basis Filsafat, lebih banyak tambal sulam. Kalau ada sains lalu ditambah Al-Quran, lalu sunni bilang itu Islami.

Indonesia saya lihat kekurangan nalar diskursif, kalau saya tinggal di Amerika, mungkin saya kembangkan tasawuf Mulla Sadra. Tabatabai dan Taqi Misbah lebih menekankan Filsafat Mula Sadra dibandingkan tasawufnya. Nah di Indonesia, butuh nalar diskursifnya. Seperti ACCROS kan kita menjadikan Ibu Sina, sebagai wakil Saintis, Filsafat di dunia muslim. Bangsa Indonesia butuh budaya Sains. Seperti kata George Sarton, perkembangan sains tidak pernah kosong dari budaya, di Indonesia banyak orang mengembangkan Sains tanpa budaya Ilmiah. Salah satu budaya ilmiah, suka logika, tetapi masyarakat lebih suka budaya konsumtif.

Relasi agama dan sains itu bahasa Filsafat. Bagaimana membangun Agama dan Sains dalam satu tarikan nafas, bukan dua digabung jadi satu. Konteksnya bagaimana maju secara sains dan agama dalam sebuah negara. Yang punya kepentingan tentunya para saintis dan ulama. Signifikansinya sangat penting relasi itu. Tidak ada ulama di Iran reaksioner terhadap sains. Isu Agama dan Sains itu konteknya dalam kehidupan modern. Integrasi agama dan sains itu efek konsisten dari pandangan tauhid Islam. Maka jika dibicarakan zaman Ibnu Sina, tidak relevan karena dia pelaku integrasi. Dunia itu satu (Tauhid) bukan ada dunia; dunia agama dan dunia sains. Isu Agama dan Sains tidak hanya terjadi  di Iran, tapi ada di Malaysia, Turki, Arab Saudi, Indonesia tapi hanya wacana dan harapan, kalau di Iran minimal treknya sudah ke sana.

Kita harus mendefinisikan maju itu apa, maju itu Independen, dengan kepala, otak kita sendiri. Qatar, Uni Emirat Arab tidak bisa dikatakan negara maju. Negara kaya iya, tapi hanya beli, jangankan produksi, mengoperasionalkan alat teknologi canggih saja tidak bisa, harus orang Amerika. Maju itu keberhasilan melawan hegemoni dunia yang ingin menguras kekayaan alam. Maju itu kemampuan  mengambil jarak dan indepen sebagai bangsa. Dalam konteks Iran, Iran itu maju dalam mengambil jarak dan independen dari jebakan Amerika, dan perjuangan itu mempunyai nilai kemanusiaan.  Maju itu menurut saya menciptakan barang-barang sendiri bukan membeli. Etos ilmiah dan petualangan imiah itu penting buat kemanusiaan. Ada masa Sains sebagai proses, dan sains pada lini terakhir sebagai produk. Kita harus mencetak ilmuan bukan membeli hasil sains.

Banyak negara-negara Timur tengah suka membeli produk teknologi, tetapi pertanyaanya, apa dengan bisa membeli produk canggih otomatis menjadi negara maju secara teknologi, apalagi maju secara kemanusiaan dan peradaban. Justru sebaliknya saya melihat malah uangnya buat membiayai terorisme.

Tidak ada negara maju dengan syariat Islam
Islam Sunni  Bingung  Soal  Politik  Islam
Negara-negara Islam Sunni melawan kodrat manusia, jadi tidak akan bisa maju.

Islam Sunni  Gagal  Islamisasi  IPTEK
Dalam 30 tahun paska Revolusi Iran tahun 1979, menurut laporan Royal Society Report tahun 2011,  Thomas Reuters, Social Sciences Citation Index (SCI), Science-Metrix, dan MoSRT, perkembangan Sains di Iran tercepat di dunia dan menempati  peringkat 16 di level negara maju. Iran mengalahkan negara-negara maju seperti Swiss, Rusia, Austria, Denmark.  Iran berada pada posisi kelima setelah China, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Iran juga  mengungguli semua negara regional termasuk Turki dan teratas di dunia Islam dalam capaian Ilmiah.

Islamkan berpandangan tauhid, Sains tidak bisa lepas dari pandangan tauhid termasuk etika. Akan terjadi split personality pada seorang muslim Saintis jika masih melihat konflik relasi agama dengan sains, agama menjadi sekuler, seakan harus memilih Sains atau agama. Nah.. dibutuhkan bingkai cara berpikir bahwa mengembangkan sains bagian dari tugas agama. Ibnu Khaitam, Arrazi memandang tugas Sains itu tugas agama. Mengkaji alam, membaca kemauan Tuhan. Kita lihat di Iran, setidaknya ada indikasinya kuat mengarah ke sana. Sains berkembang di Iran. Biasanya kita hanya mendapat informasi tentang  Iran dari sisi Revolusi dan Teologi, kita jarang melihat dari sisi Sainsnya.

Kita melihat dari sisi holistik, pengembangan sains itu menjadi bagian dari perjuangan mandiri sebagai bangsa. Penguasaan Sains menjadi elemen niscaya menjadi bangsa yang mandiri. Tuntutan agama Islam itu kan menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya semangat jihad khilafah, tapi tidak ada jihad ilmu dan sains. Sains menjadi elemen penting. Penguasaan sains itu tuntutan agama. Islam secara fitrah menuntut mengembangkan semua potensi termasuk Sains. Cara berpikir monokausal itu melihat, hanya karena faktor kejepit Iran maju, atau hanya karena faktor Revolusi, Sains berkembang pesat, atau hanya melihat faktor Iran punya modal budaya sejarah Sains.

Harusnya kita pakai berpikir both and, menerima banyak faktor kondisional, contohnya: kertas, udara, api itu elemen-elemen penyebab kertas kebakar. Sains maju di Iran, karena kombinasi, faktor Revolusi, faktor “kejepit”, faktor modal sejarah Sains, faktor tersedianya infrastruktur budaya dan sosio religi.  Pesan jihad ilmu oleh Rahbar itu penting. Fatwa ulama Iran tentang kloning, menjadikan ilmu kloning berkembang pesat di Iran. Kalau teologinya tidak rasional itu nanti jadi penghambat kemajuan Sains.

Islam  Syi’ah  Solid  Dibidang  Kepemimpinan
Sulit membayangkan pengembangan sains di Iran tanpa stabilitas politik. Terciptanya stabilitas dalam suasana ditekan itu karena peran kepemimpinan Rahbar (pemimpi tertinggi).
Umat itukan ada kesatuan tradisi, ada kesadaran bersama, pandangan ulama itu di dengar baik di dunia Sunni dan Syiah. Nah di Iran, pandangan itu diinstitusionalkan dalam negara. Ulama tidak sekedar jabatan, ulama juga mengemban tugas ilmiah, Wilayatul Faqih itu institusionalisasi peran ulama dalam membimbing dan memajukan umat dan bangsanya, baik dalam kontek politik, budaya dan Sains, dan itu sebenarnya ciri khas Islam.

Bahkan Rahbarpun mencanangkan jihad ilmiah dan ekonomi. Perhatianya sampai detil, jangan sampai jual bahan-bahan mentah yang murah yang belum diolah secara teknologi, itukan ekonomi berbasis Sains. Turunan itu berupa kebijakan eksekutif, ada Wakil Presiden khusus menangani sains. Zaman Ahmadinejad dipimpin seorang wanita, Dr. Nasrin Soltankhah.  Ada juga menteri  kordinator yang terkait dengan semua kementrian yang terkait dengan Sains. Etos cinta ilmu (jihad Ilmu) dilembagakan dalam banyak institusi penelitian di Iran. Cinta ilmiah tidak sekedar diceramahkan. Banyak berdiri Research Center ilmu apa saja di Iran dan itu di dukung negara.

Iran diperintah oleh ulama dan Filsuf. Pemimpin itu kan ada 3 model menurut Plato,  negara dipimpin manusia kepala (filsuf), negara dipimpin manusia dada (prajurit), ini berbahaya, karena  maunya perang saja, negara juga dipimpin manusia kaki (pedagang) nah ini juga bahaya, negara bisa dijual. Idealnya negara dipimpin manusia kepala. Kalau masyarakat dipimpin hawa nafsu maka hancur. Dalam konteks ini, negara dipimpin oleh filsuf (ulama) itu real dan aktual di Iran sehingga Iran masuk dalam perputaran sejarah membalikan tesis Fukuyama bahwa demokrasi liberal adalah evolusi akhir manusia. Negara dipimpin wali itu mungkin dan sedang terjadi.

Kita lihat, negara dipimpin Taliban sudah, dan gagal di Afganistan, menyebabkan citra Islam malah jadi jelek. Ikhwanul Muslimin gagal di Mesir, jangankan rakyat muslim lain, sebagian besar rakyat di Mesir sendiri tidak mendukung Ikhwanul Muslimin termasuk Al-Azhar. Di saat negara-negara Islam lain sedang mencari kestabilan, setiap saat di Iran sudah mencanangkan kemajuan Iptek. Salah satu contoh, perkembangan nanoteknologi (medis, pangan, informatika, komunikasi, lingkungan pertanian, rekayasa materi, industri manufaktur)  tahun 2013 menempati urutan ke-8, padahal tahun 2011, saat saya meneliti baru urutan ke 10, .. cepet sekali kan.

Artinya apa, jadi kesuksesan dalam mengembangkan sains dan teknologi di Iran memperkuat justifikasi eksistensi negara Republik Islam Iran. Premisnya, kemajuan sains penting bagi kemajuan bangsa dan martabat kemanusiaan, sedang pengembangan martabat kemanusiaan adalah tuntutan Islam. Republik Islam Iran telah terbukti mendorong kemajuan sains, berarti eksistensi Republik Islam Iran selaras dengan martabat kemanusiaan. Kemajuan sains memperkuat legitimasi eksistensi berdirinya Republik Islam Iran.

Orang-orang yang mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait ini mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih berhak menjadi khalifah dibanding Abu Bakr Ash-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang Syi’ah. Uraian berikut mencoba membongkar berbagai kebenaran yang menjadi pijakan sikap mereka.

Pertanyaan dari  http://asysyariah.com  ke web ini :
Imam Ali membai’at Abubakar, Imam Hasan berdamai dengan Mu’awiyah, makaitu artinya Nabi tidak mewasiatkan kekhalifahan kepada mereka !

Jawaban kami :
Rasulullah n menyatakan bahwa  khalifah itu seluruhnya dari kaum Quraisy, sebagaimana dalam hadits: “Dari Jabir bin Samurah z, ia berkata: Aku masuk bersama ayahku menemui Rasulullah n, maka aku mendengar beliau berkata: “Sesungguhnya urusan ini tidak akan lenyap hingga berakhir di antara mereka dua belas khalifah”. Kemudian beliau berbicara dengan ucapan yang tersamar atasku. Maka aku bertanya kepada ayahku: “Apa yang dikatakan oleh beliau?” Ia menjawab: “Seluruhnya dari kalangan Quraisy.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

sunni sangat mengagungkan Muawiyah yang Bani Umayah yang notabene membenci bani Hasyim (lucu juga ya).
Andaikan ada seorang perampok masuk ke rumah mas. Kemudian ia mengancam akan menyakiti keluarga mas jika mas tidak bersedia menyerahkan harta-harta mas.

Maka, apa tindakan yang akan mas ambil?

Saya percaya, karena ingin melindungi keluarga mas, maka mas dengan terpaksa mengikuti permintaan si perampok untuk menyerahkan harta kekayaan mas. Begitu kan?

Pertanyaannya:
(1) Benarkah tindakan mas melindungi keluarga mas dengan menyerahkan harta kekayaan mas?
(2) Hak milik siapakah sesungguhnya harta yang sekarang di tangan si Perampok yang telah dirampas dengan zalim? Punya mas kah atau si perampok kah?
(3) Dipebolehkankah orang-orang yang cinta kepada mas untuk membela mas dan menyalahkan si perampok serta mengatakan bahwa harta kekayaan itu sesungguhnya adalah milik mas?


Ada ayat2 Alqur’an dan Hadis dimana Allah menunjuk pemimpin utk melanjutkan misi Rasul. Dibawa ini saya tunjukkan 2 ayat saja dimana Allah menunjuk pimpinan utk melanjukan misi Rasul :

1. AL ANBIYAA’ ayat 73 tentang kepemimpinan


[21:73] Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah,

2. surah / surat : As-Sajdah Ayat : 24
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar [1196]. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.
[1196] yang dimaksud dengan “sabar” ialah sabar dalam menegakkan kebenaran.

Imam atau Khalifah adalah berdasarkan penunjukan atau nash dari Nabi SAW, jadi walaupun Imam Ali secara terpaksa membai’at Abubakar dan Imam Hasan terpaksa berdamai dengan Mu’awiyah, maka hal tsb tidak menggugurkan nash !

“Jumlah Khalifah Setelah Rasulullah saw”.

Ashabiyah atau fanatisme kesukuan muncul kembali menjelang dan pasca Nabi wafat !
khalifah yang 12 artinya wakil (pengganti) Nabi Muhammad saw  setelah Nabi wafat (dl urusan negara dan agama) yg melaksanakan syariat (hukum) Islam dl kehidupan negara;
Kaum Muslimin, di dalam kitab shahih mereka, telah sepakat (ijma’) bahwa Rasulullah saw. telah menyebutkan bahwa jumlah khalifah sesudahnya sebanyak 12 orang, sebagaimana disebutkan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Bukhari di dalam shahihnya, pada awal Kitab Al-Ahkam, bab Al-Umara min Quraisy (Para Pemimpin dari Quraisy), juz IV, halaman 144; dan di akhir Kitab Al-Ahkam, halaman 153, sedangkan dalam Shahih Muslim disebutkan di awal Kitab Ad-Imarah, juz II, halaman 79. Hal itu juga disepakati oleh Ashhab Al-Shahhahdan Ashhab Al-Sunan, bahwasanya diriwayatkan dari Rasulullah saw:
Agama masih tetap akan tegak sampai datangnya hari kiamat dan mereka dipimpin oleh 12 orang khalifah, semuanya dari Quraisy.
Diriwayatkan dasi jabir bin Samrah, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: ‘Setelahku akan datang 12 Amir.’ Lalu Rasulullah mengatakan sesuatu yang tidak pernah aku dengar. Beliau bersabda: ‘Ayahku semuanya dari Quraisy’. “.
Ringkasnya, seluruh umat Islam sepakat bahwa Rasulullah saw. membatasi jumlah para Imam setelah beliau sebanyak 12 Imam; jumlah mereka sama dengan jumlah Nuqaba bani lsrail; jumlah mereka juga sama dengan jumlah Hawari Isa a.s
Argumen wahabi :
Pihak majalah asysyariah melontarkan dalil dalil palsu sbb:
a. Aisyah berkata dalam riwayat Muslim: “Rasulullah n  tidak meninggalkan dirham; tidak pula dinar, tidak seekor kambing, tidak pula seekor unta dan tidak mewasiatkan dengan apa pun.” (HR. Muslim, dalam Kitabul Washiyyah, juz 3, hal. 256, hadits ke 18).
b. dari Aswad bin Yazid, dia berkata: “Mereka menyebutkan di sisi ‘Aisyah bahwa Ali adalah seorang yang mendapatkan wasiat. Maka beliau (Aisyah) berkata: “Kapan Rasulullah n berwasiat kepadanya, padahal aku adalah sandaran beliau ketika beliau bersandar di dadaku -atau ia berkata:  pangkuanku- kemudian beliau meminta segelas air, tiba-tiba beliau terkulai di pangkuanku, dan aku tidak merasa ternyata beliau sudah meninggal, maka kapan dia berwasiat kepadanya?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
c. “Dari ‘Aisyah x, ia berkata; Rasulullah n berkata kepadaku: “Panggillah Abu Bakr, ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang menginginkan (kepemimpinan, -pent.), kemudian seseorang berkata: “Aku lebih utama.” Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman tidak meridhai kecuali Abu Bakr.” (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144); Lihat Ash-Shahihah, juz 2, hal. 304, hadits no. 690).

jawaban kami :
dalil dali diatas hanyalah dalil dalil yang diakui pihak Sunni namun ditolak pihak Syi’ah !
Hadis yang disepakati sunni – syi’ah MUTLAK BENAR, namun hadis yang hanya diakui pihak sunni sendirian maka MUTLAK SALAH !

Diriwayatkan  bahwa di antara keluarga Rasulullah n yaitu Ibnu Abbas c menyatakan pula kekecewaannya, karena Rasulullah n tidak sempat berwasiat disebabkan ulah keji Umar, hingga datanglah ajal beliau dalam keadaan belum sempat memberikan wasiat.

Maka Ibnu Abbas c berkata: “Sesungguhnya kerugian dari segala kerugian adalah terhalangnya Rasulullah n untuk menulis wasiat kepada mereka, karena perselisihan dan silang pendapat mereka.” (HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Maghazi, bab Maradhun Nabi; Fathul Bari, juz 8, hal. 132 no. hadits 4432; Muslim dalam Kitabul Washiyyah, bab Tarkul Wasiat Liman Laisa Lahu Syai`un Yuushi bihi, juz 3 hal. 1259, no. 22).

Tidak ada negara maju dengan syariat Islam
WAFATNYA Rasulullah saw membuat sebagian umat Islam goyah iman dan pudar ketaatan. Meskipun sudah disebutkan di Ghadir Khum bahwa yang berhak menjadi pemimpin Islam setelah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib, tetap menyelenggarakan pemilihan khalifah di Saqifah.
Mereka lupa bahwa Rasulullah saw sendiri dalam hadis-hadis telah menyebutkan dua belas khalifah yang berhak memimpin dan membimbing umat Islam. Misalnya riwayat Said bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah sawbersabda,“Sesungguhnya khalifah-khalifahku dan wasi-wasiku, hujah-hujah Allah di atas makhluk-Nya selepasku ialah dua belas orang; yang pertama Ali dan yang akhirnya cicitku Al-Mahdi; maka itulah Isa putra Maryam shalat di belakang Al-Mahdi.”

Bahkan, dalam hadis yang dikeluarkan Abu Al-Mu’ayyid Ibn Ahmad Al-Khawarizmi dengan sanad dari Abu Sulaiman secara rinci disebutkan nama-namanya: Ali, Fathimah, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, dan Muhammad Al-Mahdi bin Hasan.

Muslim dalam kitab Shahih Muslimmeriwayatkan dari Jabir bin Samurah bahwa, “Aku bersama bapakku berjumpa Nabi Muhammad saw. Maka aku mendengar Nabi saw bersabda, “Urusan ini tidak akan selesai sehingga berlaku pada mereka dua belas khalifah.” Dia berkata: kemudian beliau berbicara dengan perlahan kepadaku. Akupun bertanya kepada ayahku, apakah yang diucapkan oleh beliau? Dia menjawab, “Semuanya dari Quraisy.”

Dalam bagian kitab fadhl ahlulbait, Muslim menyebut dua belas orang dari kalangan Bani Hasyim. Juga Bukhari dalam Shahih Bukhari bagian kitab al-ahkam meriwayatkandari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Selepasku adalah dua belas amir (pemimpin).”Bukhari menyebutkannya dengan tiga riwayat dan Muslim sembilan riwayat serta Abu Daud tiga riwayat. Sedangkan Al-Turmudzi satu riwayat dan Al-Humaidi tiga riwayat.

Al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi’ al-Mawaddah bab 95meriwayatkan bahwa Jabir bin ‘Abdullah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Wahai Jabir! Sesungguhnya para wasiku dan para imam selepasku pertamanya Ali kemudian Hasan kemudian Husain kemudian Ali bin Husain kemudian Muhammad bin Ali Al-Baqir. Anda akan menemuinya wahai Jabir sekiranya Anda mendapatinya; maka sampailah salamku kepadanya. Kemudian Ja’far bin Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali. Kemudian Al-Qa’im, namanya sama dengan namaku dan kunyahnya sama dengan kunyahku, anak Hasan bin Ali. Dengan beliaulah Allah akan ‘membuka’ seluruh pelosok bumi di Timur dan di Barat, dialah yang ghaib dari penglihatan. Tidak akan percaya kepada imamahnya melainkan orang yang telah diuji hatinya oleh Allah Swt.” Kemudian Jabir berkata,“Wahai Rasulullah.apakah orang-orang bisa mengambil manfaat darinya ketika ghaibnya?” Beliau menjawab,“Ya! Demi yang mengutuskan aku dengan kenabian sesungguhnya mereka mengambil cahaya daripada wilayahnya ketika ghaibnya, seperti orang mengambil faedah dari matahari sekalipun ianya ditutupi awan.”

Para muhadis dan perawi yang disebutkan tersebut orang-orang ternama dan banyak dirujuk oleh ulama-ulama. Karena itu, kebenarannya layak untuk dipegang sebelum benar-benar dipastikan terdapat kekeliruan. Sudah banyak kajian hadis dan sejarah yang membuktikan kebenaran dari riwayat-riwayat tentang adanya khalifah-khalifah Islam setelah Rasulullah saw. Namun, untuk umat Islam Indonesia kajian berkaitan dengan hadis atau riwayat tersebut belum banyak diketahui sehingga tidak jarang ada orang yang berani menolaknya.

 Tidak ada negara maju dengan syariat Islam
Dalam Al-Quran ada jumlah yang mendukung jumlah 12 di atas. Kata Imam dan berbagai bentuk turunannya disebutkan sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah Imam kaum Muslimin yang dibatasi Rasulullah saw. Kata tersebut terdapat pada ayat-ayat berikut:
  1. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai Imam bagi seluruh manusia.”Ibrahim berkata: “Dan saya memohon juga dari keturunanku.” Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak bagi mereka yang zalim.” (Al-Baqarah: 124)
  2. ….. Dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum AI-Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman (imama ) dan rahmat ….. (Hud: 17)
  3. ….. Dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74)
  4. Dan sebelum Al-Quran itu telah ada Kitab Musa sebagai pedoman (imam) dan rahmat …..Al-Ahqaf: 12)
  5. ….. Maka Kami binasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua
    kota itu benar-benar terletak di jalan umum (bi imam) yang terang. (Al-Hijr: 79)
  6. ….. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk (Imam) yang nyata. (Yasin: 12)
  7. (Ingatlah) suatu hari yang (di hari itu) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya (imamihim). (AI-Isra: 17)
  8. ….. Maka perangilah pemimpin-pemimpin (aimmah) kaum kafir, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar mereka berhenti. (At-Taubah: 12).
  9. Kami telah menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami …… (AI-Anbia: 73)
  10. …… Dan Kami hendak menjadikan mereka sebagai pemimpin pemimpin (aimmah) dan menjadikan mereka sebagai para pewaris (bumi). (Al-Qashash: 5)
  11. Dan Kami jadikan mereka pemimpln-pemimpin (aimmah) yang menyeru (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. (Al-Qashash: 41).
  12. Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ….. (Al-Sajdah: 24)
     Tidak ada negara maju dengan syariat Islam
    Ayat Keduabelas
    Saya berpendapat bahwa jumlah para Imam itu sama dengan jumlah para Nuqaba Bani Israil, yaitu sebanyak 12 orangnaqib. Di antara yang menarik perhatian ialah ketika Nuqaba itu ber jumlah 12, ia pun disebutkan pada ayat keduabelas dari surat Al-Maidah, yaitu ketika Allah berfirman:
    Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani lsrail dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin (naqib) ….. (AI-Maidah: 12)
     Tidak ada negara maju dengan syariat Islam
    Duabelas Khalifah Rasul saw.
    Kata khalifah dan turunan kata isim-nya, yang digunakan untuk memuji, disebutkan sebanyak 12 kali. Di dalamnya dijelas kan mengenai khilafah dari Allah SWT, yaitu pada ayat-ayat berikut ini:
Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi ….. ” (Al-Baqarah: 30)
  1. Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu ….. (Shad: 26)
  2. Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (khalaif) di bumi ….. (Al-An’am: 165)
  3. Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti mereka (khalaif) sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat ….. (Yunus: 73).
  4. ….. Dan Kami jadikan mereka pemegang kekuasaan (khalaif) dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat ayat kami ….. (Yunus: 73)
  5. Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri ….. (Fathir: 39)
  6. Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa) yan,q berkuasa setelah lenyapnya Nuh ….. (Al-A’raf: 69)
  7. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa) setelah lenyapnya kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi ….. (AIA’raf; 74)
  8. Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah-khalifah (khulafa) di muka burni …..” (Al-Nur: 55)
  9. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sesungguhnya akan menjadikan mereka berkuasa (layastakhlifannahum) di muka bumi ….. (Al-Nur: 55)
  10. ….. Sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa (istakhlafa) orang-orang sebelum mereka ….. (Al-Nur: 55)
  11. ….. Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi  ….. ” (AI­A’raf: 129)
     Tidak ada negara maju dengan syariat Islam
    Duabelas Washi
    Termasuk yang ditegaskan oleh jumlah ini (12) ialah wasiat Rasulullah saw. bahwasanya Imam sesudah beliau itu berjumlah 12 Imam, sama dengan jumlah wasiat Allah kepada para makhluk, yaitu sebanyak kata wasiat dan bentuk turunannya dari Allah kepada makhluknya sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut:
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan yang telah diwahyukan kepadamu ….. (Al-Syura: 13)
  1. …..  Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan (washsha) ini bagimu  …… (Al-An’am: 144)
  2. ….. Demikian itu yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu (washshakum) supaya kamu memahami(nya) ….. (Al-An’am: 151)
  3. …. Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu supaya kamu ingat ….. (AI-An’am: 152)
  4. Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu agar kamu bertakwa ….. (Al-An’am: 153)
  5. ….. Dan sesungguhnya      Kami telah memerintahkan         (wash shaina) kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, dan (juga) kepadamu: “Bertakwalah kepada Allah.” (An-Nisa: 131)
  6. Dan Kami wajibkan (washshaina) manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada kedua ibu-bapaknya … (Al-Ankabut: 8)
  7. Dan Kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah ….. (Luqman: 14)
  8. …..  Dan apa yang telah Kami wasiatkan (washshaina) kepada Ibrahim, Musa dan lsa, yaitu: “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya …..  (Al-Syura: 13)
  9. Kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya …..  (Al-Ahqaf: 15)
  10. …… Dan Dia memerintahkan (ausha) kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup ….. (Maryam: 31)
  11. ….. Syariat (washiyyatan) dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 12)
Masalah Kekhalifahan adalah masalah yang sangat penting dalam Islam. Masalah ini adalah dasar penting dalam penerapan kehidupan keislaman, setidaknya begitu yang saya tahu :mrgreen: . Kata Khalifah sendiri menyiratkan makna yang beragam, bisa sesuatu dimana yang lain tunduk kepadanya, sesuatu yang menjadi panutan, sesuatu yang layak diikuti, sesuatu yang menjadi pemimpin, sesuatu yang memiliki kekuasaan dan mungkin masih ada banyak lagi ;)

Saat Sang Rasulullah SAW yang mulia masih hidup maka tidak ada alasan untuk Pribadi Selain Beliau SAW untuk menjadi khalifah bagi umat Islam. Hal ini cukup jelas kiranya karena sebagai sang Utusan Tuhan maka Sang Rasul SAW lebih layak menjadi seorang Khalifah. Sang Rasul SAW adalah Pribadi yang Mulia, Pribadi yang selalu dalam kebenaran, dan Pribadi yang selalu dalam keadilan. Semua ini sudah jelas merupakan konsekuensi dasar yang logis bahwa Sang Rasulullah SAW adalah Khalifah bagi umat Islam.

Lantas bagaimana kiranya jika Sang Rasul SAW wafat? siapakah Sang Khalifah pengganti Beliau SAW? Atau justru kekhalifahan itu sendiri menjadi tidak penting. Pembicaraan ini bisa sangat panjang dan bagi sebagian orang akan sangat menjemukan. Dengan asumsi bahwa kekhalifahan akan terus ada maka Sang khalifah setelah Rasulullah SAW bisa berupa
  • Khalifah yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW
  • Khalifah yang diangkat oleh Umat Islam
Kedua Premis di atas masih mungkin terjadi dan tulisan ini belum akan membahas secara rasional premis mana yang benar atau lebih benar. Tulisan kali ini hanya akan menunjukkan adanya suatu riwayat dimana Sang Rasulullah SAW pernah menyatakan bahwa Ahlul Bait adalah Khalifah bagi Umat Islam. Bagaimana sikap orang terhadap riwayat ini maka itu jelas bukan urusan penulis :mrgreen:
Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau menyatakan hadis tersebut Shahih.).

Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya dan dengan jelas menyatakan bahwa Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah sangat beralasan :mrgreen:

Terkait Berita: