Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Ilmuwan. Show all posts
Showing posts with label Ilmuwan. Show all posts

SUMBANGAN ILMUWAN ISLAM DALAM ILMU GEOGRAFI


ILMU geografi di dunia Islam mulai berkembang pada masa era kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Ketika itu,
Khalifah Harun Ar-Rasyid mendorong para sarjana Muslim menerjemahkan naskah-naskah kuno dari Yunani ke dalam bahasa Arab.

Diantara buku yang diterjemahkan adalah Alemagest dan Geographia. Kedua buku ini membahas tentang ilmu geografi. Dari sinilah kemudian banyak pelajar yang mempelajari ilmu tersebut sehingga dalam waktu yang tidak lama lahir para pakar geografi.

Ketertarikan kaum Muslimin terhadap geografi diawali dengan kegandrungannya kepada astronomi. Dari ilmu inilah kemudian membawa mereka menggeluti ilmu bumi. Peta yang dibuat bangsa Yunani dan Romawi menarik minat pelajar Muslim untuk mempelajarinya.

Bangsa Yunani adalah bangsa yang pertama dikenal secara aktif menjelajahi geografi. Beberapa tokoh Yunani yang berjasa mengeksplorasi geografi sebagai ilmu dan filosofi antara lain; Thales dari Miletus, Herodotus, Eratosthenes, Hipparchus, Aristotle, Dicaearchus dari Messana, Strabo, dan Ptolemy. Sedang bangsa Romawi turut memberi sumbangan pada pemetaan setelah mereka banyak menjelajahi negeri dan menambahkan teknik baru. Salah satu tekniknya adalah periplus, deskripsi pada pelabuhan, dan daratan sepanjang garis pantai yang bisa dilihat pelaut di lepas pantai.

Namun para sarjana Muslim tidak hanya menerjemahkan dan mempelajari karya-karya Yunani tetapi juga mengkombinasikannya dengan pengetahuan yang telah berkembang di pusat kebudayaan di Mesir, India, dan Persia.

Inilah yang membuat ilmu geografi di tangan kaum Muslimin maju pesat. Demikian pula ilmu-ilmu yang berhubungan dengan geografi seperti perpetaan dan kosmografi mengalami kemajuan yang besar. Dari sinilah kemudian muncul istilah mil untuk mengukur jarak. Sedangkan orang Yunani menggunakan istilah stadion.
Dalam hal ini seorang sarjana Barat seperti Gustave Le Bon dalam bukunya Arabs Civilization hal 468 mengatakan bahwa meski geografi sebagai ilmu pengetahuan dimulai sebelum Islam, namun kontribusi umat Islam sangatlah besar. “Meski kaum Muslimin belajar geografi kepada ilmuwan Yunani seperti Ptolemy, namun ilmu mereka melampaui guru mereka,” jelas Gustave.

Sederet geografer Muslim telah banyak memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu bumi. Al-Kindi diakui begitu berjasa sebagai geografer pertama yang memperkenalkan percobaan ke dalam ilmu bumi. Sedangkan, Al-Biruni didapuk sebagai ‘bapak geodesi’ yang banyak memberi kontribusi terhadap geografi dan juga geologi.

John J O’Connor dan Edmund F Robertson menuliskan pengakuannya terhadap kontribusi Al-Biruni dalam MacTutor History of Mathematics. Menurut mereka, ‘’Al-Biruni telah menyumbangkan kontribusi penting bagi pengembangan geografi dan geodesi. Dialah yang memperkenalkan teknik pengukuran bumi dan jaraknya dengan menggunakan triangulation.’’

Al-Biruni-lah yang menemukan radius bumi mencapai 6.339,6 km. Hingga abad ke-16 M, Barat belum mampu mengukur radius bumi seperti yang dilakukan Al-Biruni.Bapak sejarah sains, George Sarton, juga mengakui kontribusi sarjana Muslim dalam pengembangan geografi dan geologi.

‘’Kita menemukan dalam tulisannya metedo penelitian kimia, sebuah teori tentang pembentukan besi.’’
Salah satu kekhasan yang dikembangkan geografer Muslim adalah munculnya bio-geografi. Hal itu didorong oleh banyaknya orang Arab di era kekhalifahan yangtertarik untuk mendistribusi dan mengklasifikasi tanaman, binatang, dan evolusi kehidupan. Para sarjana Muslim mencoba menganalisis beragam jenis tanaman.

Dukungan Penguasa
Geliat mempelajari ilmu geografi semakin besar ketika Khalifah Al-Mam’un, penerus Harul Al-Rasyid memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur kembali jarak bumi. Untuk mendukung proyek tersebut, Al-Ma’mun juga membiayai semua perjalanan yang dilakukan dalam menjelajahi dunia.
Tentu saja dukungan ini mendapat sambutan yang luar biasa dari para sarjana islam. Apalagi mereka melakukan ekespedisi juga dalam rangka menyebarkan dakwah Islam.

Tak pelak umat Islam pun mulai mengarungi lautan dan menjelajah daratan untuk menyebarkan agama Allah Subhanahu Wata’ala. Seiring meluasnya ekspansi dan ekspedisi rute-rute perjalanan melalui darat dan laut pun mulai bertambah. Tak heran, jika sejak abad ke-8 M, kawasan Mediterania telah menjadi jalur utama umat Islam.

Atas upaya dan kerja keras para geografer Muslim, akhirnya apa yang diharapkan Al-Ma’mun bisa terwujud. Para sarjana Muslim mampu menghitung volume dan keliling bumi. Berbekal keberhasilan itu, Khalifah Al-Ma’mun memerintahkan untuk menciptakan peta bumi yang besar. Adalah Musa Al-Khawarizmi bersama 70 geografer lainnya mampu membuat peta globe pertama pada tahun 830 M.

Khawarizmi juga berhasil menulis kitab geografi yang berjudul Surah Al- Ard (Morfologi Bumi) sebuah koreksi terhadap karya Ptolemaeus. Kitab itu menjadi landasan ilmiah bagi geografi Muslim tradisional.
Pada abad yang sama, Al-Kindi juga menulis sebuah buku bertajuk ‘Keterangan tentang Bumi yang Berpenghuni’.

Sejak saat itu, geografi pun berkembang pesat. Sejumlah geografer Muslim berhasil melakukan terobosan dan penemuan penting.

Di awal abad ke-10 M, secara khusus, Abu Zayd Al-Balkhi yang berasal dari Balkh mendirikan sekolah di kota Baghdadyang secara khusus mengkaji dan membuat peta bumi.

Di abad ke-11 M, seorang geografer termasyhur dari Spanyol, Abu Ubaid Al- Bakri berhasil menulis kitab di bidang geografi, yakni Mu’jam Al-Ista’jam (EksiklopediGeografi) dan Al-Masalik wa Al-Mamalik (Jalan dan Kerajaan).

Buku pertama berisi nama-nama tempat di Jazirah Arab. Sedangkan yang kedua berisi pemetaan geografis dunia Arab zaman dahulu.

Pada abad ke-12, geografer Muslim, Al-Idrisi berhasil membuat peta dunia. Al-Idrisi yang lahir pada tahun 1100 di Ceuta Spanyol itu juga menulis kitab geografi berjudul Kitab Nazhah Al- Muslak fi Ikhtira Al-Falak (Tempat Orang yang Rindu MenembusCakrawala). Kitab ini begitu berpengaruh sehingga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Geographia Nubiensis.

Seabad kemudian, dua geografer Muslim yakni, Qutubuddin Asy-Syirazi (1236 M -1311 M) dan Yaqut Ar-Rumi (1179 M -1229 M) berhasil melakukan terobosan baru. Qutubuddin mampu membuat peta Laut Putih/Laut Tengah yang dihadiahkan kepada Raja Persia.

Sedangkan, Yaqut berhasil menulis enam jilid ensiklopedi bertajuk Mu’jam Al-Buldan (Ensiklopedi Negeri-negeri).


Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu Battuta di abad ke-14 M memberi sumbangan dalam menemukan rute perjalanan baru. Hampir selama 30 tahun, Ibnu Battuta menjelajahi daratan dan mengarungi lautan untuk berkeliling dunia. Penjelajah Muslim lainnya yang mampu mengubah rute perjalanan laut adalah Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok. Dia melakukan ekspedisi sebanyak tujuh kali mulai daritahun 1405 hingga 1433 M.Dengan menguasai geografi, di era keemasan umat Islam mampu menggenggam dunia.

Tak pelak, Islam banyak memberi kontribusi bagi pengembangan geografi. Sumbangan dunia Islam meliputi pengetahuan klimatologi (termasuk angin munson), morfologi, proses geologi, sistem mata pencaharian, organisasi kemasyarakatann, mobilitas penduduk, serta koreksi akan kesalahan yang tertulis pada buku yang ditulis ptolomeus.

Karya-karya sarjana Muslim seperti Al-Biruni, Ibnu Sina, Ai Istakhiri, Al Idrisi, Ibn Khaldun dan Ibn Batuta telah menjadi dasar pemicu kembalinya perkembangan ilmu pengetahuan. Bukan hanya geografi namun juga dalam berbagai ilmu lain. Karena demikian besar jasanya dalam geografi dan Kartografi, Al-Idrisi diangkat diangkat sebagai penasihat dan pengajar di istana raja Sicilia, Roger II (1154), dan akhir-akhir ini namanya (Idrisi) diabadikan untuk nama perangkat lunak yang dikembangkan Universitas Clark di Worcester (Amerika Serikat) untuk alat bantu analsisis geografi, citra digital, kartografi, dan sistem informasi geografis.*


Ilmuwan Yang Menjadi Seorang Muslim Setelah Melakukan Riset Penelitian

1. Maurice Bucaille, masuk Islam karena jasad Fir’aun.


Prof Dr Maurice Bucaille adalah adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Kisah di balik keputusannya masuk Islam diawali pada tahun 1975.
Pada saat itu, pemerintah Prancis menawari bantuan kepada pemerintah Mesir untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Bucaille lah yang menjadi pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian.

Ternyata, hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan. Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet. Namun penemuan yang dilakukan Bucaille menyisakan pertanyaan: Bagaimana jasad tersebut bisa terjaga dan lebih baik dari jasad-jasad yang lain (tengkorak bala tentara Firaun), padahal telah dikeluarkan dari laut?

Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul ‘Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern’, dengan judul aslinya, ‘Les Momies des Pharaons et la Midecine’.

Saat menyiapkan laporan akhir, salah seorang rekannya membisikkan sesuatu di telinga Bucaille seraya berkata: “Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”.

Dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Namun, ia masih bertanya-tanya tentang kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut.

Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa as, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya terhadap Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.

Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).

Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: “Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.

2. Jacques Yves Costeau, di lautan terdalam menemukan Islam





Mr Jacques Yves Costeau adalah seorang ahli Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis yang lahir pada 11 Juni 1910. Sepanjang hidupnya ia menghabiskan waktu dengan menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton oleh seluruh dunia melalui stasiun tv Discovery Channel.

Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba Costeau menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur atau tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya. Sehingga seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.

Fenomena ganjil itu mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan.

Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim dan menceritakan fenomena ganjil itu kepadanya. Profesor tersebut lalu teringat ayat Alquran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez.

Ayat itu berbunyi: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing”.

Kemudian dibacakan surat Al-Furqan ayat 53 : “Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”

Terpesonalah Mr Costeau mendengar ayat-ayat Alquran itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Costeau pun berkata bahwa Alquran memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Tak lama, Mr Costeau memeluk Islam.

3. Demitri Bolykov, meyakini matahari akan terbit dari Barat


Sebagai seorang ahli fisika asal Ukraina, Demitri Bolykov mengatakan bahwa pintu masuk ke Islam baginya adalah fisika. Demitri tergabung dalam sebuah penelitian ilmiah yang dipimpin oleh Prof Nicolai Kosinikov, yang juga merupakan pakar fisika.

Teori yang dikemukan oleh Prof Kosinov merupakan teori yang paling baru dan paling berani dalam menafsirkan fenomena perputaran bumi pada porosnya. Kelompok peneliti ini merancang sebuah sampel berupa bola yang diisi penuh dengan papan tipis dari logam yang dilelehkan, ditempatkan pada badan bermagnit yang terbentuk dari elektroda yang saling berlawanan arus.

Ketika arus listrik berjalan pada dua elektroda tersebut maka menimbulkan gaya magnet dan bola yang dipenuhi papan tipis dari logam tersebut mulai berputar pada porosnya fenomena ini dinamakan “Gerak Integral Elektro Magno-Dinamika”. Gerak ini pada substansinya menjadi aktivitas perputaran bumi pada porosnya.

Pada tingkat realita di alam ini, daya matahari merupakan “kekuatan penggerak” yang bisa melahirkan area magnet yang bisa mendorong bumi untuk berputar pada porosnya. Kemudian gerak perputaran bumi ini dalam hal cepat atau lambatnya seiring dengan daya intensitas daya matahari.

Atas dasar ini pula posisi dan arah kutub utara bergantung. Telah diadakan penelitian bahwa kutub magnet bumi hingga tahun 1970 bergerak dengan kecepatan tidak lebih dari 10 km dalam setahun, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini kecepatan tersebut bertambah hingga 40 km dalam setahun.

Bahkan pada tahun 2001 kutub magnet bumi bergeser dari tempatnya hingga mencapai jarak 200 km dalam sekali gerak. Ini berarti bumi dengan pengaruh daya magnet tersebut mengakibatkan dua kutub magnet bergantian tempat. Artinya bahwa “gerak” perputaran bumi akan mengarah pada arah yang berlawanan. Ketika itu matahari akan terbit (keluar) dari Barat.

Ilmu pengetahuan dan informasi seperti ini tidak didapati Demitri dalam buku-buku atau didengar dari manapun, akan tetapi ia memperoleh kesimpulan tersebut dari hasil riset dan percobaan serta penelitian.

Ketika ia menelaah kitab-kitab samawi lintas agama, ia tidak mendapatkan satupun petunjuk kepada informasi tersebut selain dari Islam. Ia mendapati informasi tersebut dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, maka Allah akan menerima taubatnya.”

4. Dr.Fidelma O’Leary, menemukan rahasia sujud dalam salat



Dr Fidelma, ahli neurologi asal Amerika Serikat mendapat hidayah saat melakukan kajian terhadap saraf otak manusia. Ketika melakukan penelitian, ia menemukan beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan suplai darah yang cukup agar dapat berfungsi secara normal.
Penasaran dengan penemuannya, ia mencoba mengkaji lebih serius. Setelah memakan waktu lama, penelitiannya pun tidak sia-sia. Akhirnya dia menemukan bahwa ternyata darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak manusia secara sempurna kecuali ketika seseorang tersebut melakukan sujud dalam salat. Artinya, kalau manusia tidak menunaikan ibadah shalat, otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal.

Rupanya memang urat saraf dalam otak tersebut hanya memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat otak dengan mengikuti waktu salat.
Dengan kata lain, sujud yang tumakninah dan kontinyu dapat memacu kecerdasan. Karena posisi sujud akan mengalirkan darah yang kaya oksigen secara maksimal dari jantung ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang.

Setelah penelitian mengejutkan tersebut, Fidelma mencari tahu tentang Islam melalui buku-buku Islam dan diskusi dengan rekan-rekan muslimnya. Setelah mempelajari dan mendiskusikannya, ia malah merasa bahwa ajaran Islam sangat logis. Hatinya begitu tenang ketika mengkaji dan menyelami agama samawi ini.
 
5. Profesor William, menemukan tumbuhan yang bertasbih

Sebuah majalah sains terkenal, Journal of Plant Molecular Biologies, mengungkapkan hasil penelitian yang dilakukan sebuah tim ilmuwan Amerika Serikat tentang suara halus yang tidak bisa didengar oleh telinga biasa (ulstrasonik), yang keluar dari tumbuhan. Suara tersebut berhasil disimpan dan direkam menggunakan alat perekam canggih.
Dari alat perekam itu, getaran ultrasonik kemudian diubah menjadi menjadi gelombang elektrik optik yang dapat ditampilkan ke layar monitor. Dengan teknologi ini, getaran ultrasonik tersebut dapat dibaca dan dipahami, karena suara yang terekam menjadi terlihat pada layar monitor dalam bentuk rangkaian garis.
Para ilmuwan ini lalu membawa hasil penemuan mereka ke hadapan tim peneliti Inggris di mana salah seorangnya adalah peneliti muslim.

Yang mengejutkan, getaran halus ultrasonik yang tertransfer dari alat perekam menggambarkan garis-garis yang membentuk lafadz Allah dalam layar. Para ilmuwan Inggris ini lantas terkagum-kagum dengan apa yang mereka saksikan.

Peniliti muslim ini lalu mengatakan jika temuan tersebut sesuai dengan keyakinan kaum muslimin sejak 1400 tahun yang lalu. Para ilmuwan AS dan tim peneliti Inggris yang mendengar ucapan itu lalu memintanya untuk menjelaskan lebih dalam maksud yang dikatakannya.

Sang peneliti muslim kemudian membaca ayat dalam Alquran yang berbunyi:
“Bertasbih kepada-Nya langit yang tujuh, dan bumi (juga), dan segala yang ada di dalamnya. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun, lagi Maha Pengampun,” (QS Isra: 44).

Setelah menjelaskan tentang Islam dan ayat tersebut, sang peneliti muslim itu memberikan hadiah berupa mushaf Alquran dan terjemahanya kepada Profesor William, salah satu anggota tim peneliti Inggris.

Selang beberapa hari setelah peristwa itu, Profesor William berceramah di Universitas Carnegie Mellon. Ia mengatakan:
“Dalam hidupku, aku belum pernah menemukan fenomena semacam ini selama 30 tahun menekuni pekerjaan ini, dan tidak ada seorang ilmuwan pun dari mereka yang melakukan pengkajian yang sanggup menafsirkan apa makna dari fenomena ini. Begitu pula tidak pernah ditemukan kejadian alam yang bisa menafsirinya. Akan tetapi, satu-satunya tafsir yang bisa kita temukan adalah dalam Alquran. Hal ini tidak memberikan pilihan lain buatku selain mengucapkan Syahadatain,” demikian ungkapan William.

Terkait Berita: