MUSLIM SYIAH VS MUSLIM SUNNI MANA YANG BENAR..?
Kawan, Keyakinan hanya bisa dikalahkan dengan argumen bukan militer.
Jepang dihancurkan dengan bom nuklir, tapi kejepangan kan nggak hilang.
Keyakinankan tidak hanya di Iran, kalau dibom nuklir, tidak akan
menghilangkan keyakinan, dan keyakinan itu ada di mana-mana.
ISLAM SUNNI GAGAL DIBIDANG FILSAFAT ISLAM
Filsafat bagi saya pergulatan hidup bukan sekedar tempelan.
Anda termasuk orang yang konsisten memperhatikan bidang Sains dan
Filsafat, juga logika, Epistemologi, Agama dan Sains, Kosmologi,
Filsafat Lingkungan, Filsafat Agama, perbandingan Filsafat Islam dan
Barat, apa kaitan antara satu dengan lainya, dan apa benang merahnya?
“Penguasaan sains menjadi elemen niscaya bagi bangsa yang mandiri.
Tuntutan agama Islam itu kan menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya
semangat jihad khilafah, tapi tidak ada jihad ilmu dan Sains”
Fukuyama yakin dengan bukunya, “The End of History and The Last Man”
bahwa demokrasi liberal adalah akhir evolusi sosial budaya manusia dan
bentuk final pemerintahan. Ternyata Iran menganut sistem Republik Islam
Iran. Politik, sosial dan hukum di Iran tunduk pada prinsip Islam dan
yang mengejutkan terjadi lompatan saintifik. Islam ternyata mampu
berevolusi dengan masyarakat Iran.
telah terjadi Revolusi Saintifik di Iran. Artinya, pertama, terjadi
lompatan besar perkembangan sains dan teknologi di Iran selama hanya 30
tahun dari posisi yang tidak diperhitungkan. Kedua, terjadi lompatan
kemajuan sains di tengah sanksi AS dan Eropa, kemajuan sains menjadi
kedaulatan dan kebanggaan nasional.
Revolusi Saintifik Iran adalah antitesa Sekulerisme, menggugurkan klaim bahwa agama dan sains tidak mungkin bekerjasama.
logika diajarkan di S1 semua Fakultas UIN / IAIN , tapi karena keterbatasan pengajar jadi gagal.
Kemudian Filsafat Sains, dulu saya banyak memperhatikan program
Islamisasi Sains mazhab Sunni, tokohnya Ismail Faruqi, problemnya adalah
agenda Islamisasi Sains saya lihat kekurangan basis Filsafat, lebih
banyak tambal sulam. Kalau ada sains lalu ditambah Al-Quran, lalu sunni
bilang itu Islami.
Indonesia saya lihat kekurangan nalar diskursif, kalau saya tinggal
di Amerika, mungkin saya kembangkan tasawuf Mulla Sadra. Tabatabai dan
Taqi Misbah lebih menekankan Filsafat Mula Sadra dibandingkan
tasawufnya. Nah di Indonesia, butuh nalar diskursifnya. Seperti ACCROS
kan kita menjadikan Ibu Sina, sebagai wakil Saintis, Filsafat di dunia
muslim. Bangsa Indonesia butuh budaya Sains. Seperti kata George Sarton,
perkembangan sains tidak pernah kosong dari budaya, di Indonesia banyak
orang mengembangkan Sains tanpa budaya Ilmiah. Salah satu budaya
ilmiah, suka logika, tetapi masyarakat lebih suka budaya konsumtif.
Relasi agama dan sains itu bahasa Filsafat. Bagaimana membangun Agama
dan Sains dalam satu tarikan nafas, bukan dua digabung jadi satu.
Konteksnya bagaimana maju secara sains dan agama dalam sebuah negara.
Yang punya kepentingan tentunya para saintis dan ulama. Signifikansinya
sangat penting relasi itu. Tidak ada ulama di Iran reaksioner terhadap
sains. Isu Agama dan Sains itu konteknya dalam kehidupan modern.
Integrasi agama dan sains itu efek konsisten dari pandangan tauhid
Islam. Maka jika dibicarakan zaman Ibnu Sina, tidak relevan karena dia
pelaku integrasi. Dunia itu satu (Tauhid) bukan ada dunia; dunia agama
dan dunia sains. Isu Agama dan Sains tidak hanya terjadi di Iran, tapi
ada di Malaysia, Turki, Arab Saudi, Indonesia tapi hanya wacana dan
harapan, kalau di Iran minimal treknya sudah ke sana.
Kita harus mendefinisikan maju itu apa, maju itu Independen, dengan
kepala, otak kita sendiri. Qatar, Uni Emirat Arab tidak bisa dikatakan
negara maju. Negara kaya iya, tapi hanya beli, jangankan produksi,
mengoperasionalkan alat teknologi canggih saja tidak bisa, harus orang
Amerika. Maju itu keberhasilan melawan hegemoni dunia yang ingin
menguras kekayaan alam. Maju itu kemampuan mengambil jarak dan indepen
sebagai bangsa. Dalam konteks Iran, Iran itu maju dalam mengambil jarak
dan independen dari jebakan Amerika, dan perjuangan itu mempunyai nilai
kemanusiaan. Maju itu menurut saya menciptakan barang-barang sendiri
bukan membeli. Etos ilmiah dan petualangan imiah itu penting buat
kemanusiaan. Ada masa Sains sebagai proses, dan sains pada lini terakhir
sebagai produk. Kita harus mencetak ilmuan bukan membeli hasil sains.
Banyak negara-negara Timur tengah suka membeli produk teknologi,
tetapi pertanyaanya, apa dengan bisa membeli produk canggih otomatis
menjadi negara maju secara teknologi, apalagi maju secara kemanusiaan
dan peradaban. Justru sebaliknya saya melihat malah uangnya buat
membiayai terorisme.
Islam Sunni Bingung Soal Politik Islam
Negara-negara Islam Sunni melawan kodrat manusia, jadi tidak akan bisa maju.
Islam Sunni Gagal Islamisasi IPTEK
Dalam 30 tahun paska Revolusi Iran tahun 1979, menurut laporan Royal
Society Report tahun 2011, Thomas Reuters, Social Sciences Citation
Index (SCI), Science-Metrix, dan MoSRT, perkembangan Sains di Iran
tercepat di dunia dan menempati peringkat 16 di level negara maju. Iran
mengalahkan negara-negara maju seperti Swiss, Rusia, Austria, Denmark.
Iran berada pada posisi kelima setelah China, Jepang, Korea Selatan dan
Taiwan. Iran juga mengungguli semua negara regional termasuk Turki dan
teratas di dunia Islam dalam capaian Ilmiah.
Islamkan berpandangan tauhid, Sains tidak bisa lepas dari pandangan tauhid termasuk etika. Akan terjadi split personality
pada seorang muslim Saintis jika masih melihat konflik relasi agama
dengan sains, agama menjadi sekuler, seakan harus memilih Sains atau
agama. Nah.. dibutuhkan bingkai cara berpikir bahwa mengembangkan sains
bagian dari tugas agama. Ibnu Khaitam, Arrazi memandang tugas Sains itu
tugas agama. Mengkaji alam, membaca kemauan Tuhan. Kita lihat di Iran,
setidaknya ada indikasinya kuat mengarah ke sana. Sains berkembang di
Iran. Biasanya kita hanya mendapat informasi tentang Iran dari sisi
Revolusi dan Teologi, kita jarang melihat dari sisi Sainsnya.
Kita melihat dari sisi holistik, pengembangan sains itu menjadi
bagian dari perjuangan mandiri sebagai bangsa. Penguasaan Sains menjadi
elemen niscaya menjadi bangsa yang mandiri. Tuntutan agama Islam itu kan
menjadi bangsa yang mandiri, tidak hanya semangat jihad khilafah, tapi
tidak ada jihad ilmu dan sains. Sains menjadi elemen penting. Penguasaan
sains itu tuntutan agama. Islam secara fitrah menuntut mengembangkan
semua potensi termasuk Sains. Cara berpikir monokausal itu melihat,
hanya karena faktor kejepit Iran maju, atau hanya karena faktor
Revolusi, Sains berkembang pesat, atau hanya melihat faktor Iran punya
modal budaya sejarah Sains.
Harusnya kita pakai berpikir both and, menerima banyak
faktor kondisional, contohnya: kertas, udara, api itu elemen-elemen
penyebab kertas kebakar. Sains maju di Iran, karena kombinasi, faktor
Revolusi, faktor “kejepit”, faktor modal sejarah Sains, faktor
tersedianya infrastruktur budaya dan sosio religi. Pesan jihad ilmu
oleh Rahbar itu penting. Fatwa ulama Iran tentang kloning, menjadikan
ilmu kloning berkembang pesat di Iran. Kalau teologinya tidak rasional
itu nanti jadi penghambat kemajuan Sains.
Islam Syi’ah Solid Dibidang Kepemimpinan
Sulit membayangkan pengembangan sains di Iran tanpa stabilitas
politik. Terciptanya stabilitas dalam suasana ditekan itu karena peran
kepemimpinan Rahbar (pemimpi tertinggi).
Umat itukan ada kesatuan tradisi, ada kesadaran bersama, pandangan
ulama itu di dengar baik di dunia Sunni dan Syiah. Nah di Iran,
pandangan itu diinstitusionalkan dalam negara. Ulama tidak sekedar
jabatan, ulama juga mengemban tugas ilmiah, Wilayatul Faqih itu
institusionalisasi peran ulama dalam membimbing dan memajukan umat dan
bangsanya, baik dalam kontek politik, budaya dan Sains, dan itu
sebenarnya ciri khas Islam.
Bahkan Rahbarpun mencanangkan jihad ilmiah dan ekonomi. Perhatianya
sampai detil, jangan sampai jual bahan-bahan mentah yang murah yang
belum diolah secara teknologi, itukan ekonomi berbasis Sains. Turunan
itu berupa kebijakan eksekutif, ada Wakil Presiden khusus menangani
sains. Zaman Ahmadinejad dipimpin seorang wanita, Dr. Nasrin
Soltankhah. Ada juga menteri kordinator yang terkait dengan semua
kementrian yang terkait dengan Sains. Etos cinta ilmu (jihad Ilmu)
dilembagakan dalam banyak institusi penelitian di Iran. Cinta ilmiah
tidak sekedar diceramahkan. Banyak berdiri Research Center ilmu apa saja
di Iran dan itu di dukung negara.
Iran diperintah oleh ulama dan Filsuf. Pemimpin itu kan ada 3 model
menurut Plato, negara dipimpin manusia kepala (filsuf), negara dipimpin
manusia dada (prajurit), ini berbahaya, karena maunya perang saja,
negara juga dipimpin manusia kaki (pedagang) nah ini juga bahaya, negara
bisa dijual. Idealnya negara dipimpin manusia kepala. Kalau masyarakat
dipimpin hawa nafsu maka hancur. Dalam konteks ini, negara dipimpin oleh
filsuf (ulama) itu real dan aktual di Iran sehingga Iran masuk dalam
perputaran sejarah membalikan tesis Fukuyama bahwa demokrasi liberal
adalah evolusi akhir manusia. Negara dipimpin wali itu mungkin dan
sedang terjadi.
Kita lihat, negara dipimpin Taliban sudah, dan gagal di Afganistan,
menyebabkan citra Islam malah jadi jelek. Ikhwanul Muslimin gagal di
Mesir, jangankan rakyat muslim lain, sebagian besar rakyat di Mesir
sendiri tidak mendukung Ikhwanul Muslimin termasuk Al-Azhar. Di saat
negara-negara Islam lain sedang mencari kestabilan, setiap saat di Iran
sudah mencanangkan kemajuan Iptek. Salah satu contoh, perkembangan
nanoteknologi (medis, pangan, informatika, komunikasi, lingkungan
pertanian, rekayasa materi, industri manufaktur) tahun 2013 menempati
urutan ke-8, padahal tahun 2011, saat saya meneliti baru urutan ke 10,
.. cepet sekali kan.
Artinya apa, jadi kesuksesan dalam mengembangkan sains dan teknologi
di Iran memperkuat justifikasi eksistensi negara Republik Islam Iran.
Premisnya, kemajuan sains penting bagi kemajuan bangsa dan martabat
kemanusiaan, sedang pengembangan martabat kemanusiaan adalah tuntutan
Islam. Republik Islam Iran telah terbukti mendorong kemajuan sains,
berarti eksistensi Republik Islam Iran selaras dengan martabat
kemanusiaan. Kemajuan sains memperkuat legitimasi eksistensi berdirinya
Republik Islam Iran.
Orang-orang yang mengaku
sebagai pecinta Ahlul Bait ini mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih
berhak menjadi khalifah dibanding Abu Bakr Ash-Shiddiq. Mereka adalah
orang-orang Syi’ah. Uraian berikut mencoba membongkar berbagai kebenaran
yang menjadi pijakan sikap mereka.
Pertanyaan dari http://asysyariah.com ke web ini :
Imam Ali membai’at Abubakar, Imam Hasan berdamai dengan Mu’awiyah,
makaitu artinya Nabi tidak mewasiatkan kekhalifahan kepada mereka !
Jawaban kami :
Rasulullah n menyatakan bahwa khalifah itu seluruhnya dari kaum
Quraisy, sebagaimana dalam hadits: “Dari Jabir bin Samurah z, ia
berkata: Aku masuk bersama ayahku menemui Rasulullah n, maka aku
mendengar beliau berkata: “Sesungguhnya urusan ini tidak akan lenyap
hingga berakhir di antara mereka dua belas khalifah”. Kemudian beliau
berbicara dengan ucapan yang tersamar atasku. Maka aku bertanya kepada
ayahku: “Apa yang dikatakan oleh beliau?” Ia menjawab: “Seluruhnya dari
kalangan Quraisy.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
sunni sangat mengagungkan Muawiyah yang Bani Umayah yang notabene membenci bani Hasyim (lucu juga ya).
Andaikan ada seorang perampok masuk ke rumah mas. Kemudian ia
mengancam akan menyakiti keluarga mas jika mas tidak bersedia
menyerahkan harta-harta mas.
Maka, apa tindakan yang akan mas ambil?
Saya percaya, karena ingin melindungi keluarga mas, maka mas dengan
terpaksa mengikuti permintaan si perampok untuk menyerahkan harta
kekayaan mas. Begitu kan?
Pertanyaannya:
(1) Benarkah tindakan mas melindungi keluarga mas dengan menyerahkan harta kekayaan mas?
(2) Hak milik siapakah sesungguhnya harta yang sekarang di tangan si
Perampok yang telah dirampas dengan zalim? Punya mas kah atau si
perampok kah?
(3) Dipebolehkankah orang-orang yang cinta kepada mas untuk membela mas
dan menyalahkan si perampok serta mengatakan bahwa harta kekayaan itu
sesungguhnya adalah milik mas?
Ada ayat2 Alqur’an dan Hadis dimana Allah menunjuk pemimpin utk
melanjutkan misi Rasul. Dibawa ini saya tunjukkan 2 ayat saja dimana
Allah menunjuk pimpinan utk melanjukan misi Rasul :
1. AL ANBIYAA’ ayat 73 tentang kepemimpinan
[21:73] Kami telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah
Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu
menyembah,
2.
surah / surat : As-Sajdah Ayat : 24
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar [1196]. Dan adalah
mereka meyakini ayat-ayat Kami.
[1196] yang dimaksud dengan “sabar” ialah sabar dalam menegakkan kebenaran.
Imam atau Khalifah adalah berdasarkan penunjukan atau nash dari Nabi
SAW, jadi walaupun Imam Ali secara terpaksa membai’at Abubakar dan Imam
Hasan terpaksa berdamai dengan Mu’awiyah, maka hal tsb tidak
menggugurkan nash !
“Jumlah Khalifah Setelah Rasulullah saw”.
Ashabiyah atau fanatisme kesukuan muncul kembali menjelang dan pasca Nabi wafat !
khalifah yang 12 artinya wakil (pengganti) Nabi Muhammad saw
setelah Nabi wafat (dl urusan negara dan agama) yg melaksanakan syariat
(hukum) Islam dl kehidupan negara;
Kaum Muslimin, di dalam kitab shahih mereka, telah sepakat (ijma’) bahwa Rasulullah saw. telah menyebutkan bahwa jumlah khalifah sesudahnya sebanyak 12 orang, sebagaimana disebutkan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Bukhari di dalam shahihnya, pada awal Kitab Al-Ahkam, bab Al-Umara min Quraisy (Para Pemimpin dari Quraisy), juz IV, halaman 144; dan di akhir Kitab Al-Ahkam, halaman 153, sedangkan dalam Shahih Muslim disebutkan di awal Kitab Ad-Imarah, juz II, halaman 79. Hal itu juga disepakati oleh Ashhab Al-Shahhahdan Ashhab Al-Sunan, bahwasanya diriwayatkan dari Rasulullah saw:
Agama masih tetap akan tegak sampai datangnya hari kiamat dan mereka dipimpin oleh 12 orang khalifah, semuanya dari Quraisy.
Diriwayatkan dasi jabir bin Samrah, dia berkata: “Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda: ‘Setelahku akan datang 12 Amir.’ Lalu
Rasulullah mengatakan sesuatu yang tidak pernah aku dengar. Beliau
bersabda: ‘Ayahku semuanya dari Quraisy’. “.
Ringkasnya, seluruh umat Islam sepakat bahwa Rasulullah saw.
membatasi jumlah para Imam setelah beliau sebanyak 12 Imam; jumlah
mereka sama dengan jumlah Nuqaba bani lsrail; jumlah mereka juga sama dengan jumlah Hawari Isa a.s
Argumen wahabi :
Pihak majalah asysyariah melontarkan dalil dalil palsu sbb:
a. Aisyah berkata dalam riwayat Muslim: “Rasulullah n tidak
meninggalkan dirham; tidak pula dinar, tidak seekor kambing, tidak pula
seekor unta dan tidak mewasiatkan dengan apa pun.” (HR. Muslim, dalam
Kitabul Washiyyah, juz 3, hal. 256, hadits ke 18).
b. dari Aswad bin Yazid, dia berkata: “Mereka menyebutkan di sisi
‘Aisyah bahwa Ali adalah seorang yang mendapatkan wasiat. Maka beliau
(Aisyah) berkata: “Kapan Rasulullah n berwasiat kepadanya, padahal aku
adalah sandaran beliau ketika beliau bersandar di dadaku -atau ia
berkata: pangkuanku- kemudian beliau meminta segelas air, tiba-tiba
beliau terkulai di pangkuanku, dan aku tidak merasa ternyata beliau
sudah meninggal, maka kapan dia berwasiat kepadanya?” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim).
c. “Dari ‘Aisyah x, ia berkata; Rasulullah n berkata kepadaku:
“Panggillah Abu Bakr, ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu
tulisan (wasiat). Sungguh aku khawatir akan ada seseorang yang
menginginkan (kepemimpinan, -pent.), kemudian seseorang berkata: “Aku
lebih utama.” Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman
tidak meridhai kecuali Abu Bakr.” (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144);
Lihat Ash-Shahihah, juz 2, hal. 304, hadits no. 690).
jawaban kami :
dalil dali diatas hanyalah dalil dalil yang diakui pihak Sunni namun ditolak pihak Syi’ah !
Hadis yang disepakati sunni – syi’ah MUTLAK BENAR, namun hadis yang hanya diakui pihak sunni sendirian maka MUTLAK SALAH !
Diriwayatkan bahwa di antara keluarga Rasulullah n yaitu Ibnu Abbas c
menyatakan pula kekecewaannya, karena Rasulullah n tidak sempat
berwasiat disebabkan ulah keji Umar, hingga datanglah ajal beliau dalam
keadaan belum sempat memberikan wasiat.
Maka Ibnu Abbas c berkata: “Sesungguhnya kerugian dari segala
kerugian adalah terhalangnya Rasulullah n untuk menulis wasiat kepada
mereka, karena perselisihan dan silang pendapat mereka.” (HR. Al-Bukhari
dalam Kitabul Maghazi, bab Maradhun Nabi; Fathul Bari, juz 8, hal. 132
no. hadits 4432; Muslim dalam Kitabul Washiyyah, bab Tarkul Wasiat Liman
Laisa Lahu Syai`un Yuushi bihi, juz 3 hal. 1259, no. 22).
WAFATNYA Rasulullah saw membuat sebagian umat Islam goyah iman dan
pudar ketaatan. Meskipun sudah disebutkan di Ghadir Khum bahwa yang
berhak menjadi pemimpin Islam setelah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi
Thalib, tetap menyelenggarakan pemilihan khalifah di Saqifah.
Mereka lupa bahwa Rasulullah saw sendiri dalam hadis-hadis telah
menyebutkan dua belas khalifah yang berhak memimpin dan membimbing umat
Islam. Misalnya riwayat Said bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata bahwa
Rasulullah sawbersabda,“Sesungguhnya khalifah-khalifahku dan
wasi-wasiku, hujah-hujah Allah di atas makhluk-Nya selepasku ialah dua
belas orang; yang pertama Ali dan yang akhirnya cicitku Al-Mahdi; maka
itulah Isa putra Maryam shalat di belakang Al-Mahdi.”
Bahkan, dalam hadis yang dikeluarkan Abu Al-Mu’ayyid Ibn Ahmad
Al-Khawarizmi dengan sanad dari Abu Sulaiman secara rinci disebutkan
nama-namanya: Ali, Fathimah, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad bin
Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa, Muhammad bin
Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, dan Muhammad Al-Mahdi bin Hasan.
Muslim dalam kitab Shahih Muslimmeriwayatkan dari Jabir bin Samurah
bahwa, “Aku bersama bapakku berjumpa Nabi Muhammad saw. Maka aku
mendengar Nabi saw bersabda, “Urusan ini tidak akan selesai sehingga
berlaku pada mereka dua belas khalifah.” Dia berkata: kemudian beliau
berbicara dengan perlahan kepadaku. Akupun bertanya kepada ayahku,
apakah yang diucapkan oleh beliau? Dia menjawab, “Semuanya dari
Quraisy.”
Dalam bagian kitab fadhl ahlulbait, Muslim menyebut dua belas orang
dari kalangan Bani Hasyim. Juga Bukhari dalam Shahih Bukhari bagian
kitab al-ahkam meriwayatkandari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Muhammad
saw bersabda, “Selepasku adalah dua belas amir (pemimpin).”Bukhari
menyebutkannya dengan tiga riwayat dan Muslim sembilan riwayat serta Abu
Daud tiga riwayat. Sedangkan Al-Turmudzi satu riwayat dan Al-Humaidi
tiga riwayat.
Al-Qunduzi al-Hanafi dalam Yanabi’ al-Mawaddah bab 95meriwayatkan
bahwa Jabir bin ‘Abdullah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Wahai
Jabir! Sesungguhnya para wasiku dan para imam selepasku pertamanya Ali
kemudian Hasan kemudian Husain kemudian Ali bin Husain kemudian Muhammad
bin Ali Al-Baqir. Anda akan menemuinya wahai Jabir sekiranya Anda
mendapatinya; maka sampailah salamku kepadanya. Kemudian Ja’far bin
Muhammad, kemudian Musa bin Ja’far, kemudian Ali bin Musa, kemudian
Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali.
Kemudian Al-Qa’im, namanya sama dengan namaku dan kunyahnya sama dengan
kunyahku, anak Hasan bin Ali. Dengan beliaulah Allah akan ‘membuka’
seluruh pelosok bumi di Timur dan di Barat, dialah yang ghaib dari
penglihatan. Tidak akan percaya kepada imamahnya melainkan orang yang
telah diuji hatinya oleh Allah Swt.” Kemudian Jabir berkata,“Wahai
Rasulullah.apakah orang-orang bisa mengambil manfaat darinya ketika
ghaibnya?” Beliau menjawab,“Ya! Demi yang mengutuskan aku dengan
kenabian sesungguhnya mereka mengambil cahaya daripada wilayahnya ketika
ghaibnya, seperti orang mengambil faedah dari matahari sekalipun ianya
ditutupi awan.”
Para muhadis dan perawi yang disebutkan tersebut orang-orang ternama
dan banyak dirujuk oleh ulama-ulama. Karena itu, kebenarannya layak
untuk dipegang sebelum benar-benar dipastikan terdapat kekeliruan. Sudah
banyak kajian hadis dan sejarah yang membuktikan kebenaran dari
riwayat-riwayat tentang adanya khalifah-khalifah Islam setelah
Rasulullah saw. Namun, untuk umat Islam Indonesia kajian berkaitan
dengan hadis atau riwayat tersebut belum banyak diketahui sehingga tidak
jarang ada orang yang berani menolaknya.
Dalam Al-Quran ada jumlah yang mendukung jumlah 12 di atas. Kata Imam dan
berbagai bentuk turunannya disebutkan sebanyak 12 kali, sama dengan
jumlah Imam kaum Muslimin yang dibatasi Rasulullah saw. Kata tersebut
terdapat pada ayat-ayat berikut:
- Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu sebagai Imam bagi
seluruh manusia.”Ibrahim berkata: “Dan saya memohon juga dari
keturunanku.” Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak bagi mereka yang
zalim.” (Al-Baqarah: 124)
- ….. Dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum AI-Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman (imama ) dan rahmat ….. (Hud: 17)
- ….. Dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Furqan: 74)
- Dan sebelum Al-Quran itu telah ada Kitab Musa sebagai pedoman (imam) dan rahmat …..Al-Ahqaf: 12)
-
….. Maka Kami binasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua
kota itu benar-benar terletak di jalan umum (bi imam) yang terang. (Al-Hijr: 79)
- ….. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk (Imam) yang nyata. (Yasin: 12)
- (Ingatlah) suatu hari yang (di hari itu) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya (imamihim). (AI-Isra: 17)
- ….. Maka perangilah pemimpin-pemimpin (aimmah) kaum kafir, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar mereka berhenti. (At-Taubah: 12).
- Kami telah menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami …… (AI-Anbia: 73)
- …… Dan Kami hendak menjadikan mereka sebagai pemimpin pemimpin (aimmah) dan menjadikan mereka sebagai para pewaris (bumi). (Al-Qashash: 5)
- Dan Kami jadikan mereka pemimpln-pemimpin (aimmah) yang menyeru (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. (Al-Qashash: 41).
-
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin (aimmah) yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ….. (Al-Sajdah: 24)
Ayat Keduabelas
Saya berpendapat bahwa jumlah para Imam itu sama dengan jumlah para Nuqaba Bani Israil, yaitu sebanyak 12 orangnaqib. Di antara yang menarik perhatian ialah ketika Nuqaba itu ber jumlah 12, ia pun disebutkan pada ayat keduabelas dari surat Al-Maidah, yaitu ketika Allah berfirman:
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani lsrail dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin (naqib) ….. (AI-Maidah: 12)
Duabelas Khalifah Rasul saw.
Kata khalifah dan turunan kata isim-nya, yang digunakan
untuk memuji, disebutkan sebanyak 12 kali. Di dalamnya dijelas kan
mengenai khilafah dari Allah SWT, yaitu pada ayat-ayat berikut ini:
Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi ….. ” (Al-Baqarah: 30)
- Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu ….. (Shad: 26)
- Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa (khalaif) di bumi ….. (Al-An’am: 165)
- Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti mereka (khalaif) sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat ….. (Yunus: 73).
- ….. Dan Kami jadikan mereka pemegang kekuasaan (khalaif) dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat ayat kami ….. (Yunus: 73)
- Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir maka (akibat) kekafirannya akan menimpa dirinya sendiri ….. (Fathir: 39)
- Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa) yan,q berkuasa setelah lenyapnya Nuh ….. (Al-A’raf: 69)
- Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (khulafa) setelah lenyapnya kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi ….. (AIA’raf; 74)
- Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam
kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan
dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah-khalifah (khulafa) di muka burni …..” (Al-Nur: 55)
- Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan yang mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sesungguhnya akan menjadikan mereka berkuasa (layastakhlifannahum) di muka bumi ….. (Al-Nur: 55)
- ….. Sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa (istakhlafa) orang-orang sebelum mereka ….. (Al-Nur: 55)
-
….. Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi ….. ” (AIA’raf: 129)
Duabelas Washi
Termasuk yang ditegaskan oleh jumlah ini (12) ialah wasiat
Rasulullah saw. bahwasanya Imam sesudah beliau itu berjumlah 12 Imam,
sama dengan jumlah wasiat Allah kepada para makhluk, yaitu sebanyak
kata wasiat dan bentuk turunannya dari Allah kepada makhluknya sebagaimana terdapat pada ayat-ayat berikut:
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan yang telah diwahyukan kepadamu ….. (Al-Syura: 13)
- ….. Apakah kamu menyaksikan di waktu Allah menetapkan (washsha) ini bagimu …… (Al-An’am: 144)
- ….. Demikian itu yang diperintahkan Tuhanmu kepadamu (washshakum) supaya kamu memahami(nya) ….. (Al-An’am: 151)
- …. Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu supaya kamu ingat ….. (AI-An’am: 152)
- Yang demikian itu diperintahkan Allah (washshakum) kepadamu agar kamu bertakwa ….. (Al-An’am: 153)
- ….. Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan (wash shaina) kepada orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu, dan (juga) kepadamu: “Bertakwalah kepada Allah.” (An-Nisa: 131)
- Dan Kami wajibkan (washshaina) manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada kedua ibu-bapaknya … (Al-Ankabut: 8)
- Dan Kami perintahkan (washshaina) kepada
manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah ….. (Luqman: 14)
- ….. Dan apa yang telah Kami wasiatkan (washshaina) kepada Ibrahim, Musa dan lsa, yaitu: “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya ….. (Al-Syura: 13)
- Kami perintahkan (washshaina) kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua ibu-bapaknya ….. (Al-Ahqaf: 15)
- …… Dan Dia memerintahkan (ausha) kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup ….. (Maryam: 31)
- ….. Syariat (washiyyatan) dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 12)
Masalah Kekhalifahan adalah masalah yang sangat penting dalam Islam.
Masalah ini adalah dasar penting dalam penerapan kehidupan keislaman,
setidaknya begitu yang saya tahu
.
Kata Khalifah sendiri menyiratkan makna yang beragam, bisa sesuatu
dimana yang lain tunduk kepadanya, sesuatu yang menjadi panutan, sesuatu
yang layak diikuti, sesuatu yang menjadi pemimpin, sesuatu yang
memiliki kekuasaan dan mungkin masih ada banyak lagi
Saat Sang Rasulullah SAW yang mulia masih hidup maka tidak ada alasan
untuk Pribadi Selain Beliau SAW untuk menjadi khalifah bagi umat Islam.
Hal ini cukup jelas kiranya karena sebagai sang Utusan Tuhan maka Sang
Rasul SAW lebih layak menjadi seorang Khalifah. Sang Rasul SAW adalah
Pribadi yang Mulia, Pribadi yang selalu dalam kebenaran, dan Pribadi
yang selalu dalam keadilan. Semua ini sudah jelas merupakan konsekuensi
dasar yang logis bahwa Sang Rasulullah SAW adalah Khalifah bagi umat
Islam.
Lantas bagaimana kiranya jika Sang Rasul SAW wafat? siapakah Sang
Khalifah pengganti Beliau SAW? Atau justru kekhalifahan itu sendiri
menjadi tidak penting. Pembicaraan ini bisa sangat panjang dan bagi
sebagian orang akan sangat menjemukan. Dengan asumsi bahwa kekhalifahan
akan terus ada maka Sang khalifah setelah Rasulullah SAW bisa berupa
- Khalifah yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW
- Khalifah yang diangkat oleh Umat Islam
Kedua Premis di atas masih mungkin terjadi dan tulisan ini belum akan
membahas secara rasional premis mana yang benar atau lebih benar.
Tulisan kali ini hanya akan menunjukkan adanya suatu riwayat dimana Sang
Rasulullah SAW pernah menyatakan bahwa
Ahlul Bait adalah Khalifah bagi Umat Islam. Bagaimana sikap orang terhadap riwayat ini maka itu jelas bukan urusan penulis
Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian
dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang
antara bumi dan langit, serta KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak
akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini
diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182,
Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa
hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam
Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid
jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga
disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan
beliau menyatakan hadis tersebut Shahih.).
Hadis di atas adalah Hadis Tsaqalain dengan matan yang khusus
menggunakan kata Khalifah. Hadis ini adalah hadis yang Shahih sanadnya
dan dengan jelas menyatakan bahwa
Al Ithrah Ahlul Bait Nabi SAW adalah Khalifah bagi Umat islam. Oleh karena itu Premis bahwa
Sang Khalifah setelah Rasulullah SAW itu ditunjuk dan diangkat oleh Rasulullah SAW adalah sangat beralasan