Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label jihad. Show all posts
Showing posts with label jihad. Show all posts

Gadis sokong militan IS dibawa ke mahkamah


SEPANG 31 OKT. 2014 - Umi Kalsom Bahar, 25, dituduh mengikut seksyen130J (1) (a) Kanun Keseksaan atas tuduhan cuba memberi sokongan kepada Kumpulan Negara Islam (IS) dibawa keluar dari Mahkamah Sesyen Sepang di sini hari ini. - UTUSAN/Nasirruddin Yazid
 
Advertisement
SEPANG 31 OKT. 2014 - Umi Kalsom Bahar, 25, dituduh mengikut seksyen130J (1) (a) Kanun Keseksaan atas tuduhan cuba memberi sokongan kepada Kumpulan Negara Islam (IS) dibawa keluar dari Mahkamah Sesyen Sepang di sini hari ini. - UTUSAN/Nasirruddin Yazid
 
 
 
UMMI KALSOM BAHAK ketika dihadapkan ke Mahkamah Sesyen Sepang, Selangor, semalam. – UTUSAN/Nasirruddin Yazid

SEPANG 31 Okt. - Seorang wanita dihadapkan ke Mahkamah Sesyen di sini hari ini atas pertuduhan cuba memberi sokongan serta menganggotai kumpulan militan Negara Islam (IS) di Asia Barat, awal bulan ini.

Ummi Kalsom Bahak, 25, dari Negeri Sembilan didakwa bertindak demikian dengan cuba mening-
galkan negara ini menuju ke Syria untuk berkahwin dengan seorang rakyat Malaysia yang menyertai kumpulan militan, Aqif Huessin Rahaizat.

Tertuduh didakwa melakukan kesalahan itu di kaunter Imigresen, Balai Pelepasan klia2 di sini pada kira-kira pukul 5.20 pagi, 5 Oktober lalu ketika cuba menaiki pesawat AirAsia ke Brunei dengan rancangan ke Istanbul, Turki bagi memasuki Syria.

Ummi Kalsom yang bekerja sebagai penolong pegawai kredit didakwa mengikut Seksyen 130J(1)(a) Kanun Keseksaan dibaca bersama Seksyen 511 Kanun sama dan boleh dihukum di bawah Seksyen 130J akta tersebut.

Tertuduh turut berdepan pertuduhan pilihan iaitu didakwa mengambil penerbangan pesawat AirAsia dari klia2 ke Brunei kerana cuba memberi sokongan kepada IS dengan memasuki Syria dari Brunei ke Istanbul untuk berkahwin dengan Aqif Huessin bagi manfaat kumpulan itu.

Kesalahan itu didakwa dilakukan pada waktu, tarikh dan tempat yang sama.
Tiada sebarang pengakuan direkodkan bagi kedua-dua pertuduhan itu.
Jika sabit kesalahan, tertuduh boleh dihukum penjara tidak lebih setengah daripada hukuman penjara seumur hidup atau maksimum 30 tahun atau denda dan harta mereka juga boleh dirampas sekiranya telah diniat untuk melakukan kesalahan itu.

Tiada jaminan dibenarkan kerana tertuduh yang bertudung labuh dan berjubah hitam telah ditahan di bawah Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas) 2012 (SOSMA).
Hakim Aizatul Akmal Maharani menetapkan 20 November ini sebutan semula untuk membolehkan kes itu dipindahkan ke Mahkamah Tinggi.

Pada 24 Oktober lalu, tiga lelaki turut didakwa di Mahkamah Sesyen di sini atas tuduhan sama iaitu memberi sokongan kepada IS dan kes mereka juga akan disebut semula pada 20 November bagi tujuan yang sama.

Sementara itu, menurut pihak polis, sejumlah 14 individu telah dituduh di mahkamah sejak tangkapan pertama pada Februari tahun lalu oleh Bahagian Counter Terrorism Cawangan Khas, Ibu Pejabat Polis Bukit Aman ke atas anggota-anggota yang bertanggungjawab merekrut rakyat negara ini untuk berjihad di Syria.

Daripada jumlah itu, sebanyak 12 individu didakwa mengikut kesalahan berkaitan keganasan di bawah Kanun Keseksaan manakala dua lagi di bawah Akta Senjatapi.
 
Sumber lain:
 

Muhammadiyah Jihad Konstitusi, Investor Kebingungan

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dien Syamsudin

Ketua Umum PP Muhammadiyah Dien Syamsudin mengajukan judicial review untuk membatalkan 3 undang-undang, yang disebutnya sebagai jihad konstitusi organisasi Islam di Indonesia itu.

Jihad konstitusi itu telah memukul kalangan investor di sektor minyak, gas dan air, dan langkah terakhirnya itu kembali menjadi ancaman.

Muhammadiyah, sebuah gerakan sosial berbasis keagamaan Islam di samping Nahdlatul Ulama, telah mengidentifikasi 115 undang-undang yang dinilai melanggar prinsip konstitusional, yakni bahwa sumber daya alam harus dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat Indonesia.

“Kami tidak akan berhenti selama ada undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi. Ini adalah jihad konstitusional kami, itu perjuangan sosial kita,” kata Din Syamsuddin, mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

Dia mengatakan Muhammadiyah pekan ini mengajukan permintaan untuk ulasan peradilan (judicial review) di Mahkamah Konstitusi. UU Tahun 1999 tentang valuta asing, UU Tahun 2007 tentang Investasi dan UU Tahun 2009 tentang listrik itu melanggar konstitusi.

Jika pengadilan menerima klaim ini, dasar hukum untuk konvertibilitas mata uang rupiah akan dibuang, perlindungan investor asing yang diperlakukan pada tingkat lapangan bermain akan hilang, dan hak operator swasta untuk menjalankan pembangkit listrik akan dihapus.

Bagi penganut pasar bebas, upaya kelompok ‘jihad’ ini dinilai aneh. Namun,, namun aktivisme warga mereka sudah membalikkan dua undang-undang.

Pada 2012, Muhammadiyah berhasil memangkas kemampuan pemerintah untuk berkontrak dengan perusahaan swasta di sektor minyak dan gas.

Dua bulan lalu, hukum yang mengatur penggunaan air berhasil diubah. Para pebisnis di sejumlah sector, seperti tekstil dan minuman botol, menghadapi ketidakpastian setelah aturan yang memungkinkan izin air diberikan kepada sektor swasta itu dihentikan.

Hal ini menjadi tantangan baru bagi Presiden Joko Widodo, yang memenangkan pemilu 6 bulan lalu dengan mengangkat harapan investor dari reformasi yang akan melepaskan birokrasi negara, mengatasi korupsi, dan memukul mundur kepentingan.

Di tengah keraguan bahwa ia dapat memenuhi harapan-harapan itu, Widodo mengatakan dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Jakarta pekan ini bahwa Indonesia terbuka bagi investor asing, bila mereka mengalami masalah, pemerintah akan menyelesaikannya.

Ketidakpastian dan kebingungan
Arif Budimanta, staf khusus Menteri Keuangan, mengatakan bahwa pemerintah, yang membutuhkan modal asing untuk mewujudkan ambisi infrastruktur, akan menyiapkan tim hukum untuk melawan tantangan terbaru dari Muhammadiyah.

Tapi investor asing khawatir. “Saya tidak akan bertaruh terhadap keputusan yang menguntungkan oleh pengadilan itu,” kata Arian Ardie, konsultan risiko Amerika-Indonesia dengan bisnis di sektor udang dan pembangkit listrik.

“Ini adalah perubahan mendasar dalam undang-undang dasar yang mengatur perdagangan di Indonesia,” tambahnya. “Ini pasti memberi saya jeda dalam hal membuat investasi masa depan di sini.”
Jakob Sorensen, Kepala Kamar Dagang Eropa di Jakarta, mengatakan pemerintah perlu turun tangan dan meyakinkan investor asing. “Kami benar-benar kurang jelas. Kami membutuhkan arah kebijakan yang jelas,” katanya.

Sebuah pengadilan negeri Jakarta membuat putusan yang jarang pada bulan lalu, yang mengakibatkan pembatalan kontrak dengan perusahaan swasta, termasuk satu unit Prancis Suez Environnement untuk memasok air di Ibu Kota Indonesia.

Perusahaan-perusahaan, yang kontraknya akan berlaku sementara, mengajukan banding terhadap putusan. Awalnya mereka tidak terpengaruh oleh putusan Mahkamah Konstitusi pada hukum air karena menyediakan air untuk keperluan umum.

Analis politik Kevin O’Rourke mengatakan pengadilan telah memutuskan untuk tidak memutus pada beberapa kasus dalam beberapa tahun terakhir. Ini menunjukkan “kurangnya penghargaan untuk fundamental ekonomi, serta kecenderungan untuk menerima interpretasi melengking dari konstitusi”.

Dia mengatakan bahwa jika UU tahun 1999 tentang devisa itu dibatalkan maka tidak otomatis membuat mata uang non-konversi, karena hukum belum diganti. Namun, parlemen harus melewati undang-undang baru yang memperhitungkan pandangan pengadilan kebebasan valuta asing dan kontrol.

“Sementara ini, ada ketidakpastian dan kebingungan tentang status hukum, dan sekitar konvertibilitas mata uang, ini mungkin membebani sentimen investor, menekan pasar,” kata O’Rourke dalam sebuah catatan penelitian.(Tribunnews.com)

Teriakan “Jihad” Ustadz Ilham Arifin dan Teroris

Selebritis yang sedang bahagia (i.ytimg)

Sementara sang ustadz dengan garang dah gagah, teriak-teriak “Jihad” seolah-olah pemasangan spanduk hasutan sektarian itu representatif keutuhan Islam. Pada saat yang sama sang Selebritis tetap hidup dengan tenang dan nyaman dengan kedua istri yang membahagiakan, dan menggerendel mulut rapat-rapat pada kasus pembunuhan tiga muslim di Amerika Serikat.
Kapan aksi terorisme dianggap bukan terorisme? Ketika pelaku terorisme bukan seorang Muslim. Seperti pembunuhan terbaru di AS ketika tiga orang muslim tewas dibunuh di rumah mereka di kompleks yang terkenal aman, di University of North Carolina, Chapel Hill, 10 Februari 2015 oleh teroris Amerika. Deah Shaddy Barakat (23), Istri Barakat Yusor Mohammad (21), dan adik perempuannya Razan Mohammad Abu-Salha (19) tewas ditembak teroris Craig Stephen Hicks (46).

Deah Shaddy Barakat adalah mahasiswa tahun kedua fakultas kedokteran jurusan gigi di universitas itu, sementara istrinya Yusor berencana akan masuk universitas musim gugur mendatang. Adiknya, tercatat sebagai mahasiswa di universitas yang sama tapi beda apartemen.

Sejauh ini, polisi belum merilis motif penembakan, hal yang menunjukkan ketidak seriusan dalam menangani kasus terorisme, sisi lain kurangnya pemberitaan media, benar-benar sesuatu yang mengerikan dan betapa murahnya harga, nyawa dan kehidupan Muslimin di negara itu. Bisa dibayangkan histeria media jika terdakwa teroris dalam kasus ini adalah seorang Muslim yang menembak tiga pemeluk Kristen Amerika kulit putih, misalnya.

Fox News yang selama ini menjadi komandan media Barat, pasti akan berteriak-teriak dan memegavonkan kalimat “terorisme” setiap lima detik di headline situsnya, sembari menyebarkan tuduhan semua Muslimin sebagai teroris.

Contoh terkecil adalah serangan terhadap masjid-masjid dan pusat-pusat Islam di seluruh Amerika Serikat akan diliput sebagai pemoles berita dan hanya mengikuti headline selebritis seperti yang terjadi pada berbagai kesempatan yang secara kasat mata bisa disaksikan pasca serangan Charlie Hebdo di Paris (7 Januari lalu) dan ketika Takfiri Wahabi membunuh satu warga Barat dalam tahanan mereka.

Hashtag #ChapelHillShooting seperti virus yang menjalar kemana-mana, setelah pembunuhan pertama kali dilaporkan semalam. Hampir semua tweets dan jaringan medsos menghujani kritik tajam media Barat dan AS yang nyaris tidak melaporkan pembunuhan itu.

Beberapa warga Amerika mengomentari serangan teroris itu dan mencoba membenarkannya dengan alasan sederhana, bahwa pembunuhan semacam itu sudah biasa terjadi di Amerika Serikat. Katanya, mengingat prevalensi senjata di tangan jutaan orang Amerika, namun hal ini bisa jadi benar, tetapi ada faktor lain yang diabaikan dalam dalih rekayasa ini.

Secara resmi sanksi dan boikot media dalam memberitakan aksi terorisme itu semata-mata dipicu oleh Islamophobia di Amerika Serikat. Muslimin terus-menerus digambarkan sebagai “musuh” dalam selimut. Bobby Jindal, -pendatang dari India-, Gubernur asal Louisiana, secara terbuka dan terang-terangan mengutuk Muslimin dan mengatakan jika warga muslim tidak menerima nilai-nilai Amerika, dan menyebutnya sebagai penjajah!

Jika segelintir umat Islam terlibat dalam beberapa insiden kekerasan di mana saja di dunia, agama Islam dengan lugas segera dikaitkan dengan itu. Mengabaikan kenyataan jutaan suara mayoritas muslimin berulang-ulang dengan keras mengutuk tindakan seperti itu, tetapi media korporasi hanya mengabaikan fakta dan menganggapnya sebagai retorika sampah.

Ada tuntutan konstan dari selruh Muslimin untuk mengutuk tindakan seperti itu, kepada media AS dan pemerintah Amerika Serikat. Muslimin punya tanggungjawab yang sama untuk mengutuk tindakan seperti itu ketika sekalipun hanya mendengar.

Jika umat Kristen dan Yahudi terlibat dalam serangan kekerasan dan terorisme terhadap Muslimin, agama mereka jarang dikait-kaitkan. Sebuah kesimpulan jelas bahwa ada upaya massif yang disengaja untuk menjelekkan Islam dan Muslimin. Hal ini juga berlaku ketika non-Muslim terlibat dalam aksi teroris seperti tindakan tidak baik terhadap Muslim atau orang lain, maka media serentak menggambarkan pelaku terorisme sedang mengalami gangguan emosional atau tidak waras.

Contoh yang paling mencolok dari jenis pembenaran ini adalah pembunuhan massal yang dilakukan oleh Andre Brievik di Norwegia pada tahun 2011. Dia menembak dan membunuh 77 para pemuda di sebuah kamp namun ia tidak dikecam sebagai teroris Kristen, bahkan hukumnya pun di proses bertele-tele.
Dia bahkan oleh media dan peradilan tidak disebut sebagai neo-Nazi, sementara dia secara jelas seorang neo-Nazi sejati, dan memiliki hubungan dekat dengan kelompok-kelompok neo-Nazi dan Zionis sayap kanan di Amerika Serikat dan Inggris!.

Bulan lalu, Chris Phillip ditangkap di Ottawa, Kanada, dengan bahan kimia dan bahan peledak yang berencana menyerang sejumlah bangunan Federal. Oleh media, diapun lolos dari sebutan teroris.
Label teroris akan diterapkan hanya dan hanya untuk umat Islam. Apakah dia seorang sopir Muslim yang tidak sengaja memukul pejalan kaki di jalan, atau sedang membela diri, maka serempak media korporasi akan menuding ramai-ramai sebagai aksi terorisme.

Tapi, jika seorang Kristen, Yahudi atau Hindu dengan mudah mengambil pistol dari sakunya dan kemudian menembakkanya kepada muslim yang tidak bersalah dengan darah dingin, seperti yang baru saja terjadi di University of North Carolina, Cape Hill, Amerika Serikat, media serampak bungkam dan menolak sebagai akan aksi terorisme, tetapi itu adalah tindakan individu gila.

Dan demikian juga hal ini terjadi di Indonesia, ketika sekitar 30 orang dari berbagai unsur elemen, termasuk FPI, FBR dan elemen-elemen Masyarakat lain pada Rabu 12/02/15, menurunkan spanduk provokatif di komplek perumahan mewah,- sumbangan diktator Libya, Moammar Qaddafi, ustadz selebritis Ilham Arifin di Bogor, media mainstream serentak mengasah tajam mata pena, meghujamkannya tepat diubun-ubun muslim Syiah dan pendukung Syiah. Sementara sang ustadz dengan garang dah gagah, teriak-teriak “Jihad” seolah-olah pemasangan spanduk hasutan sektarian itu representatif keutuhan Islam dan pelakunya adalah para teroris yang mesti dibinasakan.

Pada saat yang sama sang Selebritis tetap hidup dengan tenang dan nyaman dengan beberapa istri yang membahagiakan, menggerendel mulut rapat-rapat pada kasus pembunuhan tiga muslim di Amerika Serikat. [Islam Times/Onh/Ass]
Sumber : Islam Times

Tahrif Qur’an: Ayat jihad?

Diriwayatkan dari Umar dari Abdurrahman bin Auf:
“Apakah di antara apa yang telah diturunkan engkau tidak menemukan ayat ini, yang berbunyi:

جاهدوا كما جاهدتم أوَّل مرَّة

“Berjihadlah sebagaimana kalian pernah berjihad untuk pertama kalinya.”

Aku tidak menemukan ayat itu.” Abdurrahman berkata: “Ini termasuk salah satu dari ayat-ayat Qur’an yang ketinggalan da tak dicantumkan dalam Al-Qur’an.”[1]

Perlu dikatakan: Sebagaimana yang kita ketahui, menurut mereka, jika ada yang mengaku memiliki sebuah ayat yang tidak tercantum dalam Al-Qur’an yang ada, mereka memerlukan dua saksi untuk mencantumkannya. Lalu mengapa mereka berdua tidak mengaku dan menjadi saksi bahwa itu adalah ayat Qur’an sehingga dicantumkan?
Ini adalah bukti palsunya riwayat itu. Aneh sekali kalau semua qari’ dan hafidz Qur’an tidak tahu akan keberadaan ayat tersebut sedangkan yang mengetahuinya hanya Umar dan Abdurrahman bin Auf saja?!


Rujuk:
[1]. Al-Itqan: jil. 3, hal. 84; Kanzul Ummal: jil. 2, hadits 4741.

Atas Nama Jihad – Sebuah film pendek

Film ini mengisahkan seorang Muslim yang mengharapkan keridhaan Allah dengan berjihad di jalan-Nya. Namun nyatanya jihad yang dijalaninya bukanlah apa yang diinginkan hati nuraninya sebagai seorang Muslim.


Download Videonya Disini:
https://drive.google.com/?usp=folder&authuser=0#folders/0B_l0We7EQa4JV185eEdqc0pYcjg

Bentuk-Bentuk Jihad dan Padanannya


“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim,” (QS al-Baqarah [2]: 193).

Banyak orang terhenyak ketika Imam Samudra alias Abdul Aziz, tersangka utama Bom Bali (telah dieksekusi dengan cara ditembak pada tanggal 11 November 2008 di Bukit Nirbaya, Nusakambangan-red) mengeluarkan pernyataan mencengankan di hadapan wartawan. “Ini adalah perjuangan suci (jihad), bukan perjuangan hina. Insya Allah, Allahu Akbar!”.

Tentu saja pernyataan Imam Samudra tersebut menyisakan banyak pertanyaan dalam pikiran kita tentang konsep jihad dalam Islam; relevansi konsep jihad itu dipakai dalam dan diejawantahkan di era modern ini. Apakah jiwah itu? Adakah ia sama dengan terorisne? Dan seperti apakah jihad dalam al-Qur’an?
Tak bisa dipungkiri, pernyataan Imam Samudra tentang jihad menyemburkan aroma tidak sedap bahwa Islam memuat doktrin-doktrin suci untuk menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan, termasuk pemboman yang mengakibatkan korban meninggal ratusan jiwa yang tak berdosa. Berulkan seperti itu?

Perbedaan Terorisme dan Jihad
Pandangan jihad Imam Samudra jelas pandangan yang “sesat” dan “menyesatkan” (dhalla wa adhalla). Dan masyarakat yang kurang memahami akan meyakini pandangan yang salah, dengan menyamakan jihad terorisme. Bahkan, oleh kalangan yang tidak mengerti ajaran Islam yang luhur, Islam dicap sebagai agama teroris.

Kekeliruan pemahaman ini bisa disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat mengenai Islam, tetapi tidak tertutup kemungkinan karena sebagaian Muslim justru melakukan jihad melalui aksi-aksi terorisme.
Padahal antara jihad dan terorisme jelas terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusian dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan Negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat.

Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well-organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiscriminative).

Menurut Konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.

Dalam kamus Webster’s New School and Office Dictionary dijelaskan, “Terrorism is the use of violence, intimidation, etc to gain to end; especially a system of government ruling by terror …” (terorime adalah penggunaan kekerasan, intimidasi dan sebagainya untuk merebut atau menghancurkan, terutama, system pemerintahan yang berkuasa melalaui teror…).

Dari ketiga definisi tersebut dapat dipahami bahwa terorisme adalah kejahan (crime) yang mengancam kedaulatan Negara (against state/nation) melawan kemanusia (against humanity) yang dilakukan dengan berbagai bentuk tindakan kekerasan.

RAND Corporation, sebuah lembaga penelitian dan pengembangan swasta terkemuka di Amerika Serikat, melalui sejumlah penelitian dan pengkajiannya, menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum teroris adalah tindakan criminal.

Definisi lain menyatakan bahwa: pertama, terorisme bukan bagian dari tindakan perang, sehingga seyogyanya tetap dianggap sebagai tindakan criminal, termasuk juga dalam situasi diberlakukannya hokum perang.
Kedua, sasaran sipil merupakan sasaran utama terorisme, dan dengan demikian penyerangan terhadap sasaran militer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme.
Ketiga, meskipun seringkali dilakukan untuk menyampaikan tuntutan politik, aksi terorisme tidak dapat disebut sebagai aksi politik.

Dari uraian di atas, jelas sekali terlihat perbedaan antara terorisme dengan jihad. Pertama, terorisme bersifat merusak (ifsad) dan anarkis/chaos (faudha). Kedua, terorisme bertujuan untuk menciptakan rasa takut dan atau menghancurkan pihak lain. Ketiga, terorisme dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
Sebaliknya, jihad bersifat perbaikan (ishlah), sekalipun, sebagian dilakukan dengan perang. Jihad bertujuan untuk menegakkan agama Allah dan atau membela pihak yang terzalimi. Jihad dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh yang jelas.

Karena itu, menurut MUI, hukum melakukan teror secara qath’i adalah haram, dengan alasan apa pun, apalagi dilakukan di negeri yang damai (dar as-shulh) dan negeri Muslim seperti Indonesia.
Hukum jihad (dalam pengertian perang-red) adalah wajib bagi yang mampu dengan beberapa syarat. Pertama, untuk membela agama dan menahan agresi musuh yang menyerang terlebih dahulu. Kedua, untuk menjaga kemaslahatan atau perbaikan, menegakkan agama Allah dan membela hak-hak orang-orang yang teraniaya. Ketiga, terikat dengan aturan hukum Islam seperti musuh yang jelas, tidak boleh membunuh orang-orang tua renta, perempuan dan anak-anak yang tidak ikut perang.

Bentuk-Bentuk Jihad
Jihad sebagai salah satu wujud pengamalan ajaran Islam dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh umat Islam. Pertama, perang (ghazwah/qital). Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan perang untuk menghilangkan fitnah atau kezaliman. Firman Allah Swt, “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim,” (QS al-Baqarah [2]: 193).

Kedua, menyampaikan kebenaran atau mengkritik penguasa yang zalim. Perintah berjihad melwan pengasa yang zalim disebutkan, antara lain, sabda Rasulullah Saw, “Susungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim” (HR Tirmidzi).

Ketiga, berbakti kepada kedua orang tua (bir al-walidaini). Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah Saw meminta izin berjihad (berperang) bersama beliau. Namun Rasulullah menyuruhnya berjihad dengan cara lain, yakni berbakti kepad kedua orang tua. Dalam al-Qur’an allah Swt berfirman, “… Hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, (QS al-Isra’ [17]: 23).

Keempat, menuntut ilmu dan mengembangkan lembaga pendidikan. Dalam sebuah hadits dijelaskan “Orang yang datang ke masjidku ini tidak lain karena kecuali karena kebaikan yang dipelajarinya atau yang diajarkannya, maka ia sama dengan orang yang berjihad (berperang) di jalan Allah,” (HR Ibnu Majah).

Kelima, membantu fakir miskin. Bentuk jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli terhadap sesame dan menyantuni kaum papa. Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah menjelaskan bahwa orang yang menolong dan memberikan perlindungan kepad janda dan roang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah.

Keenam, bekerja. Suatu ketika Rasulullah Saw dalam perjalanan keluar kota untuk berperang. Rasulullah Saw dan rombongan bertemu dengan pemuda kekar yang sedang mencangkul di sawah. Lantas seorang sahabat mengusulkan untuk mengajak pemuda tersebut berperang bersama Rasulullah Saw. Beliau menjawab, “Jika ia bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya, maka ia juga pejuang (jihad) seperti kita”.

Wallahu a’lam bis shawab.

Disarikan dari buku Nasir Abbas, Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M. Top, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2009.

Kenapa ISIS Tak Mau Jihad ke Gaza?


Nabi menguatkan Islam dgn menyatukan ummat Islam dan membela mereka dari serangan kaum kafir.
Sedang ISIS yg menurut Snowden dibentuk AS, Inggris, dan Israel justru “jihad” membunuhi ummat Islam di Suriah, Iraq, Lebanon, Yordania, Gaza, dsb. Jutaan Muslim sudah dibantai ISIS atas nama Jihad. Tapi tidak ada satu orang Israel pun yang mati diserang ISIS. Beda dgn Hamas dan Hizbullah yang telah membantai ratusan/ribuan tentara dan orang2 Israel.
Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya diantara ummatku ada orang-orang yang membaca Alquran tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim No.1762)
Inilah Ciri-ciri Muslim Sejati :
Ummat Islam itu berkasih sayang terhadap sesama, namun keras terhadap orang-orang kafir:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al Fath 29]
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 54]
Muslim sejati tak akan memerangi sesama muslim. Tapi memerangi Yahudi yg jelas2 zalim:
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Kiamat tidak akan terjadi sehingga kaum Muslimin memerangi Yahudi, lalu kaum Muslimin akan membunuh mereka sampai-sampai setiap orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon, tetapi batu dan pohon itu berkata, ‘Wahai Muslim, wahai hamba Allah, ada orang Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia.’ Kecuali (pohon) gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.” [HR Muslim no. 2922, Imam Ahmad no. 27502 dan 10476, Bukhari no. 2926]
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.: Dari Nabi saw. bersabda: Kamu sekalian pasti akan memerangi orang-orang Yahudi, lalu kamu akan membunuh mereka, sehingga batu berkata: Hai muslim, ini orang Yahudi, kemari dan bunuhlah dia!. (Shahih Muslim No.5200)  http://kabarislamia.com/2013/07/11/zionis-yahudi-musuh-ummat-islam-yang-asli/
ISIS dari kelompok Salafi Jihadi. Sealiran dgn Arrahmah dsn Voa-islam. Oleh Salafi pro kerajsan Aran Saudi mereka difitnah sbg Syi’ah. Padahsl pembenci Syi’ah. Pemimpinnya Al Naghdadi pernah dipenjara AS namun dilepas. Kemudian dia bangun ISIS di Iraq. Anehnya AS tidak menyerangnya. Juga tak membantu PM Irak Malik shg Malik beli pesawat tempur dari Rusia. AS membiarkan Irak perang dan lemah sehingga tak mampu memerangi Israel. Suriah, Iraq, Yordania, Gaza adalah negara2 yg dulu gigih melawan Israel sekarang diperangi dan dilemahkan oleh ISIS.  http://en.m.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakr_al-Baghdadi.
ISIS diciptakan Zionis guna membuat negara2 Arab di sekeliling Israel jadi kacau, perang, dan lemah. Slogan Islam dan Jihad dipakai untuk menipu ummat Islam sehingga saling bunuh sesama Muslim.

Ini Alasan ISIS tak Mau Jihad ke Gaza

Dia pun menambahkan, ISIS butuh untuk memperluas batasnya untuk melingkupi Suriah yang lebih luas. Termasuk Irak, Suriah, Libanon, Yordania, dan kemungkinan Gaza. Dengan menguasai negara tersebut, baru ISIS akan berkonfrontasi melawan Israel.
ISIS yang dibentuk oleh bekas pimpinan Alqaeda, Abubakar Albaghdadi, disebut-sebut merupakan ciptaan spionase tiga negara, yakni Israel, Amerika Serikat, dan Inggris. Bekas pegawai Badan Keamanan Nasional (NSA) AS, Edward Snowden, menyebut jika adanya ISIS berguna untuk melindungi kepentingan Yahudi.

Snowden: ISIS Bentukan Israel, AS dan Inggris

REPUBLIKA.CO.ID,Mantan pegawai Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat Edward Snowden menyatakan jika Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) merupakan organisasi bentukan dari kerjasama intelijen dari tiga negara.
Dikutip dari Global Research, sebuah organisasi riset media independen di Kanada, Snowden mengungkapkan jika satuan intelijen dari Inggris, AS dan Mossad Israel bekerjasama untuk menciptakan sebuah negara khalifah baru yang disebut dengan ISIS.

Jihad dan Terorisme dalam Perspektif Islam

Aksis teror di dunia terus terjadi. Kesadaran baru muncul, bahwa melawan terorisme seharusnya tidak semata menggunakan kekuatan militer, tetapi sebaiknya juga menggunakan soft power atau the war of idea.


terorisme, di satu sisi memunculkan harapan akan terwujudnya kehidupan yang damai tanpa kekerasan yang menciptakan ketakutan, kesengsaraan, dan kehancuran. Tetapi, di sisi lain juga bisa memunculkan potensi kecurigaan antara komunitas yang berbeda. Bahkan, tidak mustahil bisa menjadi embrio bagi terjadinya benturan antar peradaban (the clash of civilization).

Terorisme berawal dari sebuah pemahaman yang “salah” tentang “Jihad”. Jihad yang seharusnya diartikan sebagai “pentingnya kesungguhan dan kesabaran” lalu berubah menjadi paham ideologis yang melahirkan sikap puritan. Sikap puritan yang dimaksud, setidaknya mempunyai empat ciri. Pertama, tidak toleran terhadap perbedaan. Kedua, cenderung berpikir literalis dan mengabaikan aspek lokal dan sejarah. Ketiga, memilih jalan kekerasan dan kebencian, daripada dialog dan persaudaraan. Empat, bersikap picik dan eksklusif dan melakukan sesuatu tanpa tujuan dan misi yang jelas. Puritanisme secara perlahan tapi pasti akan menumbuhkan radikalisme yang pada akhirnya memunculkan terorisme.

Kezaliman global, kesenjangan sosial berupa kemiskinan, kebodohan, dan perpecahan, serta penafsiran teks agama yang kurang tepat menjadi cikal bakal munculnya terorisme. Perbedaan cara pandang terhadap teks suci memunculkan sikap eksklusif dan perilaku destruktif serta melahirkan klaim kebenaran (truth claim) yang keras, tertutup, dan dogmatis.

Sebuah komunitas pun lalu cenderung membenarkan secara mutlak apa yang diyakininya, baik secara pragmatis maupun ideologis (agamis), serta mudah menyalahkan dan menghujat komunitas lain yang berbeda pemahaman. Setidaknya, ada tiga rencana kerja dan target yang ingin dicapai oleh para teroris. Pertama, memunculkan pertentangan dan radikalisme di tengah masyarakat. Kedua, menunjukkan kelemahan pemerintahan, mempermalukan alat-alat negara, serta memancing aparat untuk bertindak represif. Ketiga, merebut perhatian publik lewat media massa.

Etika Berperang

Islam adalah agama yang mengajak umat manusia untuk memperjuangkan keadilan, kesetaraan, kebebasan yang bertanggung jawab, kemaslahatan sosial, dan kerahmatan global. Untuk itu, dalam Islam, konsep jihad sebaiknya dimaknai secara benar dan proporsional.

Jihad, mengacu pada asal katanya juhd dan jahd, berarti kesungguhan untuk mengatasi kesulitan. Jadi, jihad tidak selalu identik dengan perang dan kekerasan, melainkan terutama berjuang mewujudkan kehidupan yang semakin baik dan manusiawi, dengan cara-cara yang damai dan bijak. Jihad bisa dimaknai sebagai perang dan pembunuhan, hanya dalam konteks tiga hal. Pertama, bertemunya dua pasukan saat berperang. Kedua, negara diduduki musuh. Ketiga, imam (presiden) memerintahkan perang.

Perang pun tidak boleh dilakukan secara brutal dan sembarangan. Ada beberapa etika berperang dalam Islam. Pertama, tidak boleh membunuh warga sipil. Kedua, tidak boleh membunuh perempuan, anak-anak, dan orangtua renta. Ketiga, tidak boleh menghancurkan rumah ibadah. Keempat, tidak boleh merusak ekosistem alam seperti tumbuhan, air, dan semacamnya. Kelima, tidak boleh merusak fasilitas umum, seperti rumah sakit, stasiun, dan lain-lain. (Oleh: Kiai Maman Imanulhaq)

[Sumber: Berita Satu]

Meninggalkan jihad (amaliyat & perang) dapat menghilangkan status mukmin


Dalam riwayat Imam Bukhari sebagaimana riwayat yang lain, di sebutkan (dalam menafsirkan ayat 249 Surat Al-Baqarah) …
وَلمَ يُجَاوَزُ مَعَه إِلاّّّ مُؤْمِن
“Dan tidaklah melewati (sungai) itu bersama (Thalut), kecuali (statusnya) sebagai mukmin,” (Riwayat Bukhari, Bab Al-Maghozy, 7/290. lihat Tafsir Baghowy, 1/302. Maktabah Syamilah, dan beberapa riwayat lain yang shahih). 
Disini jelas sekali para mujahidin yang telah bertekad berjihad di jalan Allah bersama pemimpin mereka yaitu Thalut, namun kemudian terlena, lupa dan tenggelam dengan ujian (kenikmatan) sungai. Maka Rasulullah menghukumi mereka sebagai orang yang bukan mukmin. Perhatikanlah hal ini wahai saudaraku!! …..saya sudah sampaikan!!! 
Tidak ada musibah bagi mujahid yang lebih besar melebihi hilangnya status mukmin dalam dirinya, ini hal yang sangat serius, bukan hal remeh temeh. Ingatlah wahai saudaraku, hal ini berkaitan dengan ketaatan pada syariat Allah, bahwa Allah mewajibkan kaum mukminin berjihad di jalan-Nya. Baik ringan atau berat, baik kaya maupun miskin, baik sibuk ataupun lapang, lebih-lebih pada saat jihad menjadi fardhu ain bagi setiap mukmin. 
Bahkan Allah Ta’ala akan memasukkan orang-orang yang enggan berhijrah dan berjihad ke dalam neraka jahannam. Lahaula wala quwwata ilabillah!!! 
Mereka memilih hidup yang tenang, hidup mewah dan dan segala kesenangan dunia. Mereka tidak peduli dan tidak mau menyambut seruan hijrah dan jihad setelah iman, maka tidaklah bermanfaat iman mereka. Bahkan Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka jahannam dan tidak bermanfaat (hilang) iman mereka yang selama ini mereka bangun. Allahu akbar !!! Tidak ada musibah yang lebih besar melebihi hilangnya status iman seseorang, status mukmin seseorang.
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
 (QS. An-Nisa’ 97)
Apakah kita termasuk orang yang meninggalkan hijrah dan jihad ….!???, kemudian kita selalu mengutamakan “kebijakan jama’ah”, “Qaul Qiyadah”, “manhaj jama’ah”, “belum ada instruksi”, “belum ada perintah” dan lain sebagainya diatas perintah syar’iy??? Di atas dalil yang qoth’i??? diatas jihad yang hukumya fardhu ain??? Berhati-hatilah wahai saudaraku, iman kita, status mukminnya kita, maqom kita tergadai dengan hijrah dan jihad, Wallahu alam bi showab.

Takfirisme Menurut Ahlulbait Indonesia (ABI)


Wawancara Eksklusif dengan Sekjen ABI, Drs. Ahmad Hidayat, MA

Ustaz, bagaimana sebenarnya takfirisme dalam pandangan Syiah?
Takfirisme menurut Syiah itu sebenarnya adalah gejala yang timbul dalam masyarakat Islam ketika mereka mencoba menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an terkait dengan kata-kata ‘kafir’ dan ‘pengkafiran.’
Fenomena ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru terjadi.Tapi ini sudah berjalan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Persoalannya adalah, bagaimana atau siapa semestinya yang memiliki otoritas untuk menjatuhkan vonis kekafiran seseorang.

Dalam Al-Qur’an kita tahu betul banyak ayat-ayat yang menyinggung tentang prilaku manusia yang kemudian Allah Swt sebutkan sebagai orang-orang kafir. Ayat yang suka digunakan oleh orang-orang yang kemudian merasa dirinya berhak untuk mengkafirkan misalnya dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan man lam yahkum bima anzalallahu faulaika humul kafirun. Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka dia disebut kafir.

Nah, dari pemahaman secara skriptualis terhadap ayat ini memungkinkan setiap orang untuk dengan mudah menyatakan kekafiran terhadap orang lain. Misalnya saja, ada kelompok yang sedemikian ekstremnya, hidup di sebuah negara, yang di negara itu hukum Islam tidak diberlakukan, hukum Allah tidak diberlakukan, maka negara itu adalah negara kafir. Sebagian orang yang ekstrem dalam memahami ayat ini bahkan menganggap Indonesia ini adalah negara kafir.

Tentu ini berbahya bagi kehidupan suatu tatanan budaya dan peradaban yang dibangun oleh suatu negara. Karena itu fenomena takfirisme yang muncul belakangan ini di Indonesia sungguh mengancam eksistensi bangsa dan negara. Sungguh mengancam positioning negara yang menghormati pluralitas, yang menghormati perbedaan antar pemahaman dari seluruh warganegara di Indonesia ini.

Jika fenomena mengkafirkan sudah ada sejak dulu, lantas apa yang mesti dilakukan?
Begini, kita tahu bahwa ada ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang memberi ruang kepada setiap orang di dalam menemukan sebuah sistem keyakinan dan kepercayaannya. Dan sampai pada tingkat tertentu, ketika proses dialog yang beradab yang Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa ud’u illa sabili rabbika bil hikmah wal mau’idhati hasanah wa jaddilhum billati hiya ahsan. Bahwa mengajak orang kepada kebenaran, kepada Islam, itu harus dengan cara-cara yang baik, yang bijak. Dan sampai pada tingkat ketika membicarakan dan mendialogkannya harus dengan cara-cara yang terhormat dan beradab.

Nah, ini artinya apa? Sebenarnya agama Islam memberikan kesempatan kepada setiap orang dalam mencoba mengukuhkan sistem pemahaman dan keyakinannya melalui sebuah dialog yang sepadan, beradab. Bukan hanya karena kita berbeda pendapat, maka saya serta-merta mengatakan bahwa Anda kafir. Ini yang berbahaya.

Dan ini yang menimpa sekelompok orang yang mengaku Islam, lalu mengklaim dirinya layak untuk mewakili Tuhan dan mengkafirkan orang lain. Padahal sebenarnya otoritas untuk mengkafirkan seseorang itu adalah otoritas Allah Swt dan otoritas Nabi Muhammad Saw. Karena itu kita tak boleh secara gamblang menuduh, hanya karena saya berbeda dengan Anda dalam memahamai satu teks ayat, maka Anda kafir.
Maka Anda saya kafirkan. Ini berbahaya.

Ini betul-betul akan merusak agama Islam sebagai agama yang mengedepankan dialog dengan cara beradab. Yang mengedepankan diskusi dengan cara baik-baik dengan kelompok mana pun.
Kita tahu Nabi Muhammad Saw datang di tengah-tengah masyarakat yang tidak sepenuhnya, atau semuanya bahkan, tidak mempercayai Allah Swt, kecuali orang-orang yang memelihara Baitullah, Ka’bah. Yaitu mereka yang berasal dari keturunan Nabi Ibrahim dan Ismail as, yang tak pernah musyrik dan menyembah selain Allah Swt.

Nabi memperlakukan orang-orang itu secara baik dan mengajak mereka berdialog secara baik. Sampai kita lihat sejarah Nabi di Thaif. Nabi sampai diusir, dilukai, berdarah-darah tubuhnya, lalu Jibril datang dan berkata, “Ya Muhammad ya Habiballah, kalau Engkau meminta kepada Allah Swt agar aku menghancurkan orang-orang Thaif, maka aku akan hancurkan orang Thaif”. Tapi apa kata Nabi? “Tidak, jangan ya Jibril. Seandainya mereka tahu siapa aku maka mereka akan berbondong-bondong untuk mengikuti ajaran yang aku sampaikan dari Allah Swt.”

Nah ini ajaran moral yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. Yang semestinya menghindarkan orang Islam, atau yang mengaku Islam untuk tidak serta-merta mudah mengkafirkan orang lain.
Ada tuduhan sekelompok orang bahwa Syiah juga melakukan takfirisme dengan mencela sahabat dan istri Nabi. Bagaimana tanggapan Ustaz?

Apa yang saya sebutkan tadi itu bersifat umum. Bahwa fenomena takfirisme itu fenomena manusiawi. Maksud saya, dia bisa hadir di kelompok mana pun, mau mengaku Ahlusunnah ataupun dia yang mengaku Syiah. Di dalam kelompok-kelompok Islam, ada kelompok ekstrem. Tetapi tidak boleh karena prilaku kelompok ekstrem ini kita hukumi secara sama kepada setiap penganut kelompok itu.
Jangan karena ada satu Ahlusunnah suka mengkafirkan orang lain, lalu kita mengatakan bahwa Ahlusunnah itu kelompok takfiri. Sebagaimana halnya bila ada satu atau beberapa orang dalam kelompok Syiah yang mengkafirkan orang lain lalu menganggap bahwa Syiah itu adalah kelompok yang suka mengkafirkan orang lain.

Yang harus kita lakukan adalah menelisik lebih dalam prinsip-prinsip ajaran Islam yang dijadikan sebagai keyakinan secara mu’tabar kepada seluruh ulama, baik yang ada dalam Sunni, mau pun yang ada dalam Syiah. Dan kita akan temukan bahwa dalam Sunni mau pun di Syiah menolak yang namanya takfirisme itu.
Di Syiah, para ulama Syiah mengecam orang-orang yang melakukan pengkafiran terhadap sahabat Nabi, istri Nabi, kepada orang-orang yangmenyatakan dirinya Allah Tuhanku, kiblatku adalah Ka’bah, Muhammad adalah Nabiku yang terakhir, dan Al-Qur’an adalah kitabku, haram hukumnya untuk dikafirkan. Dalam hal ini, baik Syiah mau pun Sunni mengharamkan setiap pengikutnya mengkafirkan orang-orang yang disebut sebagai Ahlul Kiblat. Syiah sendiri sangat konsisten dengan itu.

Maaf, Ustad. Lantas bagaimana pandangan Ustad dengan ulah orang yang mengaku ulama Syiah dan dia mencela sahabat serta istri-istri Nabi seperti Yasir al-Habib dari London itu? Yang tindakannya lalu dijadikan dalil oleh kelompok yang anti-Syiah bahwa Syiah itu juga suka mengkafirkan?

Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, Yasir Habib ini adalah orang yang disusupkan, masuk mengaku sebagai Syiah. Sebagaimana para orientalis. Kita di Indonesia ada Snouck Hurgronje, dia adalah seorang orientalis yang disusupkan masuk Islam, dan pekerjaannya memecah-belah umat Islam di Indonesia waktu itu. Dan terbukti berhasil waktu itu. Begitu pula yang dilakukan si Yasir Habib itu.

Dia adalah seseorang yang disusupkan masuk seakan-akan seorang Syi’i, lalu kemudian memunculkan berbagai pernyataan-pernyataan. Yang pernyataan-pernyataan itu memang ada di sebagian kitab Syiah, tetapi oleh ulama belakangan, ulama ushuli yang mu’tabar, dan sebagian yang masih hidup menyatakan bahwa itu tertolak. Artinya, apa yang ada dalam kitab-kitab itu kita nyatakan tertolak. Demi kemaslahatan dan demi persatuan Islam.

Karena itu Syiah memiliki sikap tegas, bahwa pengkafiran yang dilakukan oleh orang seperti Yasir Habib dan orang-orang yang bersamanya adalah orang-orang yang disusupkan oleh Zionisme atau oleh Amerika Serikat atau oleh orang-orang yang tidak senang dengan persatuan umat Islam. Karena umat Islam kalau bersatu, Sunni dan Syiah ini adalah sebuah kekuatan yang sangat dahsyat untuk membangun peradaban dunia yang bermartabat.

Kalau ada orang yang mengaku Syiah tapi masih mencela dan mengkafirkan sahabat dan istri Nabi, apakah dia masih bisa dianggap Syiah, Ustaz?
Tidak. Mereka sejatinya bukan Syiah. Sebagaimana orang-orang Sunni yang mengkafirkan Syiah, saya yakin mereka pun tak layak disebut sebagai pengikut Ahlusunnah sejati.


Ustaz, apa pengaruh dari takfirisme ini bagi Syiah? Terutama bagi Syiah yang ada di Indonesia?
Pertama, saya ingin mengatakan begini. Bahwa gejala takfirisme ini adalah gejala perusakan terhadap peradaban. Gejala perusakan terhadap tatanan kehidupan manusia. Gejala tentang perusakan terhadap hak-hak asasi manusia. Karena itu yang terancam dengan munculnya kelompok takfiri, bukan hanya Syiah.
Betul saya sebagai seorang penganut Islam mazhab Syiah Imamiah Itsna Atsariyah, meyakini bahwa Islam yang saya anut sama dengan Islam yang dianut oleh Islam Ahlusunnah wal Jama’ah. Yang Allah Swt yang disembah sama, Al-Qur’annya sama, Nabinya sama, kiblatnya sama, yang prinsip-prinsip teologinya juga sama, kecuali sistem penjelasnya yang berbeda dan persoalan-persoalan furu’ yang berbeda. Namun itu tidak lantas menyebabkan seseorang boleh disebut kafir.

Nah, karena itu ketika gejala takfirisme itu merebak di mana-mana, maka sungguh, yang pertama kali seharusnya merasa terancam adalah peradaban manusia yang menghargai perbedaan.
Kalau bangsa Indonesia membiarkan kelompok takfiri, ini sama dengan membiarkan kelompok vandalisme, kelompok terorisme, dan kelompok yang akan melakukan perusakan. Yang nantinya sasarannya bukan hanya Syiah, tapi sasarannya adalah siapa saja yang dianggap tidak sepaham atau tidak mengikuti pahaman yang dibangun oleh kelompok takfiri maka layak dilenyapkan dari muka bumi ini. Termasuk eksistensi NKRI.

Karena itu sebenarnya yang harus paling merasa terancam dengan ancaman takfirisme di Indonesia ini adalah negara ini. Dan siapa pun yang menjadi pejabat negaranya atau pemerintahannya bertanggung jawab untuk menertibkan kelompok takfiri ini. Karena gerakan takfirisme tidak saja bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, tapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Prinsip-prinsip ajaran kemanusiaan yang dianut oleh setiap orang yang berakal sehat.

Siapa lagi yang sebenarnya terancam oleh takfirisme ini?
Yang sebenarnya harus merasa terancam lagi adalah mayoritas masyarakat Indonesia ini, yakni Muslim Ahlusunnah wal Jama’ah, yang diwakili oleh Muhammadiyah dan NU. Kita sama tahu, sebagian besar ritual agama yang dijalankan oleh NU itu dianggap bid’ah oleh kelompok takfiri. Dan bid’ah itu ujungnya, kalau kita lihat rentetan hadis itu, ujungnya di neraka. Artinya orang yang masuk neraka itu adalah orang yang kafir.
Dan sesungguhnya ketika mereka membid’ahkan apa yang diamalkan NU, misalnya ziarah kubur, tahlilan, maulidan, dan ritual-ritual lainnya yang ada dan sudah menjadi kebiasaan umat Islam di Indonesia, yang bukan tak punya penjelasan di dalam hadis Nabi, itu dianggap bid’ah, maka itu sama saja dengan menghukumi 90% umat Islam di Indonesia ini akan masuk neraka. Dan siapa saja yang dianggap pantas masuk neraka berarti dianggap kafir juga. Karena itu saya kira kelompok kedua yang harus merasa terancam adalah mayoritas umat Islam di Indonesia.

Bagaimana sikap ABI sendiri dalam menghadapi kelompok takfiri ini?
Kami, masyarakat Muslim Syiah, sebagai bagian tak terpisah dari entitas Muslim Indonesia tentu bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan kepada bangsa ini. Kepada setiap kelompok masyarakat, termasuk kepada kelompok yang suka mengkafirkan, bahwa pengkafiran yang mereka lakukan itu keliru, itu salah paham, itu salah kaprah.

Sebaiknya takutlah kepada Allah Swt, untuk menjatuhkan tuduhan pengkafiran kepada setiap orang yang shalat menghadap kiblat, yang haji ke baitullah, yang menyembah Allah Swt, yang di rumahnya membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, yang mencintai Rasulullah Saw dan keluarga suci beliau. Kalau saudara-saudara kita yang ada di kelompok takfiri itu menyadari, insha Allah gejala-gejala itu akan hilang dari bumi Indonesia yang kita cintai.

Kami juga bersilaturahmi dengan Kiai Said Agil Siradj, ketua PBNU. Kami silaturahmi dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Din Syamsuddin, dan menyampaikan kekhawatiran yang sama. Sekaligus mengajak, ayolah sebagai bagian dari anak bangsa, kita yang sama-sama seagama Islam, kita turut bertanggung-jawab untuk menjaga stabilitas bangsa ini, keharmonisan bangsa ini. Untuk menjaga bangsa ini hidup dalam prinsip tasamuh.

Tasamuh itu adalah prinsip toleransi. Dan toleransi itu adalah ajaran agama Islam yang diakomodir oleh bangsa ini dengan Pancasila dan UUD 1945. Kita sebenanrya sangat berharap Muhammadiyah, NU, dan seluruh ormas Islam yang ada di Indonesia ini untuk duduk bareng, duduk bersama dan mengajak kelompok-kelompok yang saling mengkafirkan itu agar kita sama saling memahami, agar kita saling membangun pengertian di antara kita. Bahwa tidak ada tujuan yang kita lakukan dalam seluruh program yang kita kerjakan ini kecuali mengembalikan pandangan hidup kita, cara hidup kita, sikap kita, dan tujuan hidup kita hanya pada Allah Swt. Karena hanya dengan itulah kita selamat.

Terima kasih atas kesempatan wawancaranya, Ustaz. Sebagai penutup, mungkin ada pesan dan harapan yang ingin ABI sampaikan kepada umat Islam di Indonesia?
Ya. Harus dimengerti bahwa Syiah, dengan ABI sebagai salah satu ormasnya, tidak mengajak siapa pun masuk Syiah. Tidak juga mengajak orang masuk ABI. Tapi kami mengajak orang kembali kepada Allah Swt, pada Al-Qur’an Muhammad Saw. Kita juga berharap bahwa NU, Muhammadiyah dan ormas lain tidak mengajak orang masuk ke NU atau Muhammadiyah. Tapi mengajak orang masuk ke Islam menuju Allah Swt, untuk Rasulullah Saw, untuk Al-Qur’an.

Karena kita ini sebenarnya ‘ndak punya umat. NU ‘ndak punya umat. Yang punya umat itu hanya Muhammad Rasulullah. Ahlulbait Indonesia itu ‘ndak punya umat. ‘Ndak boleh mengklaim punya umat. Muhammadiyah juga tidak boleh mengklaim ini umat propertinya. NU jangan mengklaim ini umat propertinya. Syiah juga jangan mengklaim ini umat propertinya. Ini umat adalah umatnya Muhammad Rasulullah Saw.

Jadi kita semua berbondong-bondong lewat ormas, lewat organisasi kita masing-masing kembali kepada Nabi, kembali kepada Allah Swt. Bukan kepada Syiah, bukan kepada Muhammadiyah, bukan kepada NU, bukan kepada ormas-ormas apa pun. Ormas ini, atau sekte atau pun mazhab ini hanya sebagai media saja. Kita melihatnya sebagai sarana untuk mempelajari Al-Qur’an, untuk mempelajari tauladan hidup Nabi, yang dari itu muncul kecintaan jiwa Islami yang kuat.

Kalau prinsip ini dimiliki semua pihak, saya percaya umat Islam akan bisa hidup rukun di mana pun mereka berada.

Sumber: shabestan

Terkait Berita: