Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Brunei Darussalam. Show all posts
Showing posts with label Brunei Darussalam. Show all posts

Agenda Tersembunyi Amerika di Laut China Selatan


Ketegangan di Laut China Selatan kian memanas. Pekan lalu pesawat pengintai Amerika Serikat P8-A Poseidon terbang di atas ketinggian 4.500 meter di atas kepulauan Spratly.
Militer China tentu tidak tinggal diam. Kapal perang mereka memberi delapan peringatan kepada pesawat Amerika untuk segera pergi.

"Wahai pesawat asing. Ini Angkatan Laut China. Anda mendekati wilayah militer kami. Segera pergi," kata kapal

Setelah pilot Amerika mengatakan dia sedang terbang di wilayah udara internasional, operator radio dari kapal China itu menjawab tegas, "Ini Angkatan Laut China. Kalian pergilah!"

Selama ini China berupaya mengklaim sejumlah wilayah di Laut China Selatan dengan menciptakan pulau buatan di kawasan Kepulauan Spratly.

Di pulau yang tengah dibangun itu disinyalir China tengah membangun pangkalan militer khusus.

Juru bicara militer China Yang Yujun mengatakan pembangunan di Laut China Selatan sama seperti pembangunan jalan dan jembatan di daratan China yang lain untuk kedaulatan negara.

Dia juga menuding Amerika Serikat punya ambisi tersembunyi dengan mengirimkan pesawat pengintai itu pekan lalu.

"Sejak lama, militer Amerika mengamati dari dekat keadaan China dan pihak militer China sudah merespon dengan cukup profesional," kata dia dalam jumpa pers kemarin, seperti dilansir stasiun televisi CNN, Selasa (26/5).

Washington selama ini khawatir, pembangunan China di perairan sengketa itu adalah bagian dari perluasan kekuatan militer China untuk menggembosi pengaruh Amerika di kawasan Asia itu.

Laut China Selatan adalah lokasi yang kaya dengan ikan dan potensi sumber daya alam bawha laut. China, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam selama ini mengklaim sejumlah bagian wilayah Laut China Selatan.

Dalam rentang waktu dua tahun, China sudah memperluas pulau di sana.

Sumber: Merdeka.com

Gadis sokong militan IS dibawa ke mahkamah


SEPANG 31 OKT. 2014 - Umi Kalsom Bahar, 25, dituduh mengikut seksyen130J (1) (a) Kanun Keseksaan atas tuduhan cuba memberi sokongan kepada Kumpulan Negara Islam (IS) dibawa keluar dari Mahkamah Sesyen Sepang di sini hari ini. - UTUSAN/Nasirruddin Yazid
 
Advertisement
SEPANG 31 OKT. 2014 - Umi Kalsom Bahar, 25, dituduh mengikut seksyen130J (1) (a) Kanun Keseksaan atas tuduhan cuba memberi sokongan kepada Kumpulan Negara Islam (IS) dibawa keluar dari Mahkamah Sesyen Sepang di sini hari ini. - UTUSAN/Nasirruddin Yazid
 
 
 
UMMI KALSOM BAHAK ketika dihadapkan ke Mahkamah Sesyen Sepang, Selangor, semalam. – UTUSAN/Nasirruddin Yazid

SEPANG 31 Okt. - Seorang wanita dihadapkan ke Mahkamah Sesyen di sini hari ini atas pertuduhan cuba memberi sokongan serta menganggotai kumpulan militan Negara Islam (IS) di Asia Barat, awal bulan ini.

Ummi Kalsom Bahak, 25, dari Negeri Sembilan didakwa bertindak demikian dengan cuba mening-
galkan negara ini menuju ke Syria untuk berkahwin dengan seorang rakyat Malaysia yang menyertai kumpulan militan, Aqif Huessin Rahaizat.

Tertuduh didakwa melakukan kesalahan itu di kaunter Imigresen, Balai Pelepasan klia2 di sini pada kira-kira pukul 5.20 pagi, 5 Oktober lalu ketika cuba menaiki pesawat AirAsia ke Brunei dengan rancangan ke Istanbul, Turki bagi memasuki Syria.

Ummi Kalsom yang bekerja sebagai penolong pegawai kredit didakwa mengikut Seksyen 130J(1)(a) Kanun Keseksaan dibaca bersama Seksyen 511 Kanun sama dan boleh dihukum di bawah Seksyen 130J akta tersebut.

Tertuduh turut berdepan pertuduhan pilihan iaitu didakwa mengambil penerbangan pesawat AirAsia dari klia2 ke Brunei kerana cuba memberi sokongan kepada IS dengan memasuki Syria dari Brunei ke Istanbul untuk berkahwin dengan Aqif Huessin bagi manfaat kumpulan itu.

Kesalahan itu didakwa dilakukan pada waktu, tarikh dan tempat yang sama.
Tiada sebarang pengakuan direkodkan bagi kedua-dua pertuduhan itu.
Jika sabit kesalahan, tertuduh boleh dihukum penjara tidak lebih setengah daripada hukuman penjara seumur hidup atau maksimum 30 tahun atau denda dan harta mereka juga boleh dirampas sekiranya telah diniat untuk melakukan kesalahan itu.

Tiada jaminan dibenarkan kerana tertuduh yang bertudung labuh dan berjubah hitam telah ditahan di bawah Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas) 2012 (SOSMA).
Hakim Aizatul Akmal Maharani menetapkan 20 November ini sebutan semula untuk membolehkan kes itu dipindahkan ke Mahkamah Tinggi.

Pada 24 Oktober lalu, tiga lelaki turut didakwa di Mahkamah Sesyen di sini atas tuduhan sama iaitu memberi sokongan kepada IS dan kes mereka juga akan disebut semula pada 20 November bagi tujuan yang sama.

Sementara itu, menurut pihak polis, sejumlah 14 individu telah dituduh di mahkamah sejak tangkapan pertama pada Februari tahun lalu oleh Bahagian Counter Terrorism Cawangan Khas, Ibu Pejabat Polis Bukit Aman ke atas anggota-anggota yang bertanggungjawab merekrut rakyat negara ini untuk berjihad di Syria.

Daripada jumlah itu, sebanyak 12 individu didakwa mengikut kesalahan berkaitan keganasan di bawah Kanun Keseksaan manakala dua lagi di bawah Akta Senjatapi.
 
Sumber lain:
 

Kelabu 26 September 1997

Reruntuhan Garuda Indonesia GA 152 yang menabrak tebing dan jatuh di desa Buah Nabar, kecamatan Sibolangit, kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, 26 September 1997. 

Karena kesalahan komunikasi, pesawat penumpang Garuda Indonesia GA 152 tujuan Jakarta-Medan menabrak tebing. Tak ada yang selamat.
OLEH: RAHADIAN RUNDJAN

JUMAT, 26 September 1997, dunia penerbangan Indonesia berduka. Tepat pada 17 tahun lalu, musibah terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia terjadi.
Pesawat penumpang milik Garuda Indonesia bertipe Airbus A300 dengan nomor penerbangan GA 152 menabrak tebing dan jatuh di desa Buah Nabar, kecamatan Sibolangit, kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, saat hendak mendarat di bandara Polonia Medan.

Pada paruh akhir 1997, wilayah Jawa dan Sumatra diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan. Negara tetangga, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei kena dampaknyaa. Kabut asap ini mengakibatkan puluhan ribu orang masuk rumah sakit akibat infeksi pernapasan dan jutaan orang lainnya menderita.

Namun, ancaman asap baru benar-benar menyedot perhatian ketika musibah GA 152 terjadi. Pesawat berangkat dari bandara Sukarno-Hatta dengan membawa 222 penumpang dan 12 awak. Pilot Hance Rahmowiyogo yang sudah memiliki 20 tahun pengalaman terbang meminta panduan dari menara ATC (Air Traffic Control) karena jarak pandang tertutup kabut, sebelum akhirnya kontak terputus.

Dari hasil transkrip komunikasi terakhir yang dipublikasikan ke publik, seperti dikutip dari aviation-safety.net, ditengarai terjadi kesalahmengertian komunikasi dengan menara ATC sebelum GA 152 hilang kontak:
ATC: GIA 152, turn right heading 046, report established on localizer.
GIA 152: Turn right heading 040, GIA 152, check established.
ATC: Turning right sir.
GIA 152: Roger, 152.
ATC: 152, confirm you′re making turning left now?
GIA 152: We are turning right now.
ATC: 152 OK, you continue turning left now.
GIA 152: A .... confirm turning left? We are starting turning right now.
ATC: OK .... OK.
ATC: GIA 152 continue turn right heading 015.
GIA 152: Aaaaaa. Allahu Akbar!

Tim investigasi menyimpulkan bahwa menara ATC keliru memberikan panduan. GA 152 yang seharusnya berbelok ke arah kiri malah diarahkan ke kanan sehingga menabrak tebing gunung, yang jaraknya 48 km dari kota Medan. Pesawat kemudian meledak berkali-kali. Tak ada yang selamat. Mayoritas penumpang warga negara Indonesia, 17 penumpang asing berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Malaysia, Jepang, dan Jerman.

Kontak terputus pada pukul 13.00. Laporan bahwa pesawat telah jatuh baru muncul pada pukul 14.20. Evakuasi dilakukan namun terhambat sulitnya medan dan kondisi jenazah yang tercerai-berai. Jenazah yang tidak dikenali dimakamkan secara massal di dekat lokasi jatuhnya pesawat, kini bernama Monumen Membrano, untuk mengenang musibah tersebut.

Kini, 17 tahun telah berlalu, kisah pilu tersebut mulai dilupakan. Pada tahun-tahun setelahnya, serangkaian musibah penerbangan kembali terjadi di Indonesia.

Kebocoran Dokumen Mulai Gilchrist Sampai WikiLeaks


Kebocoran dokumen rahasia selalu membuat gusar penguasa. Baik dulu maupun sekarang.
OLEH: BONNIE TRIYANA

ETHAN Hunt menerima pesan yang dibungkus dalam sebuah mortir tanpa hulu ledak yang ditembakkan beberapa meter di depannya. Sebuah kacamata hitam yang tersimpan dalam selongsong mortir dipakainya untuk membaca instruksi misi rahasia yang harus dilakukan Hunt. Di akhir pesan, Hunt diminta untuk menjaga kerahasiaan misinya. Kalau bocor, Kementerian Luar Negeri akan menyangkal semua aksinya.
Cuplikan adegan itu diambil dari film Mission Impossible I (1996) di mana aktor Tom Cruise memerankan jadi Ethan Hunt, agen rahasia andalan dinas intelijen Amerika Serikat (AS). Sebagaimana judul filmnya, misi Ethan Hunt selalu berakhir sukses dan tak pernah mendapatkan penyangkalan dari Kementerian Luar Negeri AS.

Hal yang dipertontonkan dalam film itu sebetulnya tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi belakangan ini, terutama soal penyangkalan informasi yang termuat di dalam data intelijen yang dibocorkan oleh WikiLeaks. Seperti diberitakan oleh koran The Age dan Sydney Morning Herald, WikiLeaks menguak penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Para petinggi Indonesia ramai-ramai membantahnya. Bahkan Presiden SBY pun pada 14 Maret 2011 secara resmi meminta agar media dan masyarakat menghentikan semua polemik tentang WikiLeaks. “Tidak perlu kita terus menerus ikut dalam kegaduhan ini. Banyak yang lebih penting soalnya,” kata SBY seperti dikutip dari laman berita Vivanews.com.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS sendiri tak pernah secara resmi menyampaikan penyangkalan atas informasi yang termuat di dalam data yang dibocorkan oleh WikiLeaks kepada dua koran besar di Australia itu. Alih-alih menyangkal isi dokumen, Duta Besar AS Scot Marciel malah memberikan keterangan bagaimana mereka mendapatkan informasi. “Tak hanya pejabat pemerintah setempat, tapi juga cendekiawan, jurnalis, politisi, masyarakat awam dan lain-lain. Kami berbicara dan bertukar pikiran atas segala hal yang menjadi perhatian masing-masing pihak,” kata Marciel, beberapa waktu lalu seperti dikutip dari Vivanews.com.

Kontroversi kebocoran informasi intelijen ini bukanlah yang pertama dalam sejarah di Indonesia. Pada 16 September 1963 sejumlah massa yang mendemo dukungan Inggris terhadap Federasi Malaysia (Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak) menyerbu Kedutaan Besar Inggris di Jakarta. Mereka mengobrak-abrik dan menjarah kedutaan Inggris yang terletak tak jauh dari Bundaran Hotel Indonesia itu. Pada saat itulah ditemukan dokumen yang memuat informasi strategis hasil kajian Kedubes Inggris di Jakarta tentang friksi internal Angkatan Darat.

“Tetapi, paling mengejutkan, Kartono Kadri dan Rubijono menemukan analisis pribadi dari Dubes Sir Andrew Gilchrist, “...posisi Presiden Soekarno sekarang bagaikan tikus terpojok,” tulis Julius Pour dalam bukunya, Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan dan Petualang.

Kartono Kadri adalah petinggi di Badan Pusat Intelijen (BPI) sedangkan Rubijono yang disebut oleh Julius Pour adalah Rubijono Kertapati, dokter pribadi Presiden Sukarno. Temuan itu mereka laporkan kepada Perdana Menteri I Djuanda Kartawidjaja, namun dia tak melaporkannya pada Presiden Sukarno karena khawatir presiden marah.

Pada Mei 1965 sejumlah anggota Pemuda Rakyat yang menyerbu vila milik Bill Palmer, distributor film Amerika di Puncak, Bogor, Jawa Barat yang diduga jadi mata-mata CIA.  Saat itu para pemuda juga menemukan dokumen yang  memuat telegram rahasia Sir Andrew Gilchrist kepada atasannya di Kementerian Luar Negeri Inggris tentang kemungkinan kerjasama antara Inggris dengan Angkatan Darat Indonesia (Our local Army friends) serta rencana gabungan Inggris-AS untuk mengintervensi Indonesia. Dokumen itu kemudian dikenal sebagai “Dokumen Gilchrist”.

Dokumen terakhir menyingkapkan keterlibatan segelintir perwira Angkatan Darat yang dianggap tak loyal kepada Presiden Sukarno dalam soal konfrontasi dengan Malaysia. Dokumen yang sempat diragukan keasliannya itu dilaporkan oleh Kepala BPI Soebandrio kepada Presiden Sukarno. Presiden Sukarno panik dan memanggil seluruh panglima angkatan. Dalam pertemuan itu seluruh pimpinan angkatan menyangkal tuduhan yang disebutkan dalam dokumen Gilchrist.

Seiring waktu, isu itu menggelinding bak bola liar dan memunculkan dugaan adanya Dewan Jenderal yang berencana mengudeta Presiden Sukarno. Situasi politik pun semakin memanas dan kemudian berujung pada peristiwa G.30.S/1965. Sukarno disebut-sebut akan dikudeta pun terjungkal dari kursi kepresidenannya. Secara perlahan Soeharto mengambilalih kekuasaan sampai akhirnya diangkat sebagai presiden definitif pada 27 Maret 1968.

Pada saat Dokumen Gilchrist itu ditemukan dan menjadi bahan pemberitaan di media massa, tak sedikit orang yang meragukan keaslian informasi di dalamnya. Sejumlah keraguan muncul karena susunan tata bahasa Inggris yang digunakan dalam dokumen itu tak mencerminkan gaya bahasa seorang diplomat Inggris. Bahkan Soebandrio sendiri sempat meragukan validitas dokumen tersebut dan meminta Kepala Staff BPI Soetarto untuk membandingkan jenis kertas dokumen dengan kertas yang biasa digunakan oleh Kedubes Inggris.

Tapi sejarah punya cerita lain. Dokumen Gilchrist yang menyebutkan adanya kerjasama beberapa perwira Angkatan Darat dengan pihak Inggris dalam urusan konfrontasi Malaysia itu kelak terbukti dengan adanya fakta bahwa perwira tinggi di Angkatan Darat tak berminat menjalankan instruksi Sukarno secara serius. Jamie Mackie dalam bukunya, Konfrontasi: The Indonesia-Malaysia Dispute 1963-1966 menulis tentang kekhawatiran Brigjend. Supardjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat, yang merasa ada upaya sabotase dalam operasi itu untuk tak meningkatkan eskalasi konflik dengan pihak Malaysia.

Dugaan adanya upaya kudeta dari segelintir perwira Angkatan Darat terhadap Sukarno, bila merujuk pada apa yang terjadi, pun terbukti di kemudian hari. Struktur kekuasaan Orde Baru di bawah Soeharto, sebagaimana digambarkan oleh David Jenkins dalam Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975-1983, hampir sepenuhnya didominasi oleh para jenderal. Usaha untuk mengambilalih kekuasaan lewat penyingkiran kekuatan politik pendukung Sukarno, seperti PKI, dengan sendirinya “terkesan” membenarkan apa yang pernah disebut-sebut dalam dokumen itu. 

Dugaan keterlibatan asing dalam penggulingan kekuasaan Sukarno semakin menguat ketika pada April 2001 pemerintah AS memublikasi dokumen Departemen Luar Negeri AS yang selama 30 tahun lebih dirahasiakan. Dokumen itu menguak peran AS pada periode transisi kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto. Uniknya dokumen yang sempat terpublikasi lewat situs resmi National Security Archieve itu tiba-tiba ditarik kembali atas campur tangan CIA begitu Megawati Sukarnoputri dilantik menjadi Presiden Indonesia akhir Juli 2001. Kabarnya Pemerintah AS tak enak pada Megawati dan khawatir relasi Indonesia-Amerika akan terganggu.

Namun dokumen bertajuk Foreign Relations of the United States (FRUS) 1964-1968: Indonesia, Malaysia, Singapore, Philippines, Volume XXVI itu terlanjur tersebar luas. Bahkan penerbit Hasta Mitra menerjemahkannya dan menerbitkan bundel dokumen itu dengan judul yang provokatif: Dokumen CIA: Melacak Penggulingan Soekarno dan Konspirasi G30S 1965 dengan kata pengantar dari Joesoef Isak, wartawan yang pernah ditahan Pemerintah Soeharto selama sepuluh tahun tanpa pengadilan. Tidak ada penyangkalan dari pihak pemerintah Amerika atas informasi yang terdapat di dalam dokumen-dokumen itu, kecuali beberapa bagian yang mereka hitamkan, menunjukkan tingkat kerahasiaan informasi.

Dari dokumen itu juga Tim Weiner menulis buku Legacy of Ashes: A History of CIA yang sempat menghebohkan publik di Indonesia pada pengujung 2008 karena menyebut-nyebut nama Adam Malik sebagai agen CIA di Indonesia. Banyak tokoh membantah tulisan Tim Weiner, termasuk Jusuf Kalla yang saat itu masih menjabat wakil presiden.

Pemerintah AS sendiri memiliki peraturan untuk membolehkan dibukanya arsip-arsip penting (dan rahasia) setelah berumur 30 tahun (declassified). Arsip-arsip itu dianggap telah bersifat statis karena peristiwanya sudah lama berlalu dan sebagian besar orang-orang yang terlibat dalam peristiwa itu sudah meninggal dunia. Sementara itu arsip yang masih bersifat dinamis, di mana proses dan kontinuitas peristiwanya masih berlanjut, diberi label Top Secret dan tak mungkin dibuka untuk umum. Masuk akal bila sekarang, saat WikiLeaks membocorkan dokumen-dokumen rahasia milik Pemerintah AS yang masih bersifat dinamis, ada upaya untuk menutupinya.

Seperti sebuah gosip, informasi intelijen yang dibocorkan oleh WikiLeaks itu terletak di wilayah abu-abu. “Informasi itu bisa disebut sebagai hoax (isapan jempol-red) kalau sudah terbukti bohong. Tapi yang sekarang terjadi adalah tak ada pihak yang bisa membuktikan kalau itu bohong atau benar adanya,” kata antropolog LIPI Dr. Fadjar Ibnu Thufail.

Mantan Gundik Sultan: Bagaimana Sultan Brunei Melanggar Hukum Syariah denganku !!

How the Sultan of Brunei Violated His Sharia Law With Me


Hasan-Bolkiah


 
As a teenager, I was the mistress of his brother—who ‘gave’ me as a gift to the sultan. And in just one night, we committed at least two offenses under his newly implemented penal code.
 
On Tuesday, I was greeted by a familiar face when I read through the morning’s news: the sultan of Brunei. He looks older now than when I knew him, of course, his face doughier and more careworn.
When I was still a teenager, I was the mistress of the sultan’s brother, the prince of Brunei. My usual stance is that they weren’t bad guys, really. Just human and impossibly rich. I have often wondered what I would have done in their place, given all the power and money in the world. I’ve never come up with a satisfactory answer. 

Now the sultan is making headlines for implementing Sharia law in Brunei, including a new penal code that includes stoning to death for adultery, cutting off limbs for theft, and flogging for violations such as abortion, alcohol consumption, and homosexuality. There’s also capital punishment for rape and sodomy.
I am no expert in international human rights. My only qualification in commenting on this issue is that one drunken evening in the early ’90s, the sultan and I committed at least two of the aforementioned offenses as we looked down on the lights of Kuala Lumpur from a penthouse suite.

Let me back up a bit.
I had barely turned 18 when I found myself at a “casting call” at the Ritz-Carlton in New York for what I was told would be a position at a nightclub in Singapore. When I got the job, I learned that the job wasn’t in Singapore at all. Instead, it was an invitation to be the personal guest of the notorious playboy Prince Jefri Bolkiah, the youngest brother of the sultan of Brunei. At the time, the sultan was the wealthiest man in the world. I was a wild child consumed with wanderlust. I was hardly an innocent, but I was—when I accepted the invitation—very, very young.



Terkait Berita: