Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Garuda. Show all posts
Showing posts with label Garuda. Show all posts

Kelabu 26 September 1997

Reruntuhan Garuda Indonesia GA 152 yang menabrak tebing dan jatuh di desa Buah Nabar, kecamatan Sibolangit, kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, 26 September 1997. 

Karena kesalahan komunikasi, pesawat penumpang Garuda Indonesia GA 152 tujuan Jakarta-Medan menabrak tebing. Tak ada yang selamat.
OLEH: RAHADIAN RUNDJAN

JUMAT, 26 September 1997, dunia penerbangan Indonesia berduka. Tepat pada 17 tahun lalu, musibah terburuk dalam sejarah penerbangan Indonesia terjadi.
Pesawat penumpang milik Garuda Indonesia bertipe Airbus A300 dengan nomor penerbangan GA 152 menabrak tebing dan jatuh di desa Buah Nabar, kecamatan Sibolangit, kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, saat hendak mendarat di bandara Polonia Medan.

Pada paruh akhir 1997, wilayah Jawa dan Sumatra diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan. Negara tetangga, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei kena dampaknyaa. Kabut asap ini mengakibatkan puluhan ribu orang masuk rumah sakit akibat infeksi pernapasan dan jutaan orang lainnya menderita.

Namun, ancaman asap baru benar-benar menyedot perhatian ketika musibah GA 152 terjadi. Pesawat berangkat dari bandara Sukarno-Hatta dengan membawa 222 penumpang dan 12 awak. Pilot Hance Rahmowiyogo yang sudah memiliki 20 tahun pengalaman terbang meminta panduan dari menara ATC (Air Traffic Control) karena jarak pandang tertutup kabut, sebelum akhirnya kontak terputus.

Dari hasil transkrip komunikasi terakhir yang dipublikasikan ke publik, seperti dikutip dari aviation-safety.net, ditengarai terjadi kesalahmengertian komunikasi dengan menara ATC sebelum GA 152 hilang kontak:
ATC: GIA 152, turn right heading 046, report established on localizer.
GIA 152: Turn right heading 040, GIA 152, check established.
ATC: Turning right sir.
GIA 152: Roger, 152.
ATC: 152, confirm you′re making turning left now?
GIA 152: We are turning right now.
ATC: 152 OK, you continue turning left now.
GIA 152: A .... confirm turning left? We are starting turning right now.
ATC: OK .... OK.
ATC: GIA 152 continue turn right heading 015.
GIA 152: Aaaaaa. Allahu Akbar!

Tim investigasi menyimpulkan bahwa menara ATC keliru memberikan panduan. GA 152 yang seharusnya berbelok ke arah kiri malah diarahkan ke kanan sehingga menabrak tebing gunung, yang jaraknya 48 km dari kota Medan. Pesawat kemudian meledak berkali-kali. Tak ada yang selamat. Mayoritas penumpang warga negara Indonesia, 17 penumpang asing berasal dari Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Malaysia, Jepang, dan Jerman.

Kontak terputus pada pukul 13.00. Laporan bahwa pesawat telah jatuh baru muncul pada pukul 14.20. Evakuasi dilakukan namun terhambat sulitnya medan dan kondisi jenazah yang tercerai-berai. Jenazah yang tidak dikenali dimakamkan secara massal di dekat lokasi jatuhnya pesawat, kini bernama Monumen Membrano, untuk mengenang musibah tersebut.

Kini, 17 tahun telah berlalu, kisah pilu tersebut mulai dilupakan. Pada tahun-tahun setelahnya, serangkaian musibah penerbangan kembali terjadi di Indonesia.

Lelaki Tak Dikenal Menyusup ke Pesawat Presiden Soekarno

Presiden Sukarno bersama Presiden Filipina Diosdado Macapagal saat tiba di Bandara Internasional Manila. Inset: Pesawat kepresidenan Jetstar C-140

Pesawat kepresidenan batal terbang. Seorang penyusup mengancam keselamatan Presiden Sukarno.
OLEH: BONNIE TRIYANA

SETELAH tujuh kali upaya pembunuhan terhadap Presiden Sukarno, akhirnya pada 6 Juni 1962 pemerintah membentuk Tjakrabirawa. Resimen khusus ini ditugaskan untuk menjaga keselamatan presiden. Tugas berat diemban oleh Tjakrabirawa agar tak kecolongan lagi.

Ancaman pembunuhan Sukarno bukan berarti tak ada sama sekali. Itulah yang membuat Maulwi Saelan, wakil komandan Tjakrabirawa, tak mau lengah sedikit pun. Kalau perlu dia turun tangan untuk mengambil keputusan apapun demi keselamatan Presiden Sukarno.

Misalnya pada saat Presiden Sukarno berkunjung ke Filipina untuk menghadiri konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina, Indonesia), 30 Juli–5 Agustus 1963. Konferensi tersebut membahas penyelesaian pembentukan federasi Malaysia yang bakal membuat Filipina kehilangan sebagian wilayahnya di Sabah.
Delegasi Indonesia menggunakan dua pesawat. Satu pesawat Jetstar C-140 dan rombongan lain, termasuk pengawal presiden Tjakrabirawa, menumpang pesawat Garuda. Seminggu sebelum kedatangan Presiden Sukarno ke Manila, tim advance Tjakrabirawa telah lebih dulu tiba dan memastikan Manila aman untuk Presiden Sukarno.

“Ketika tiba, tak sedikit pun permasalahan keamanan yang ditemui rombongan baik selama di perjalanan maupun setelah di Manila,” ujar Maulwi dalam bukunya Penjaga Terakhir Soekarno.

Masalah baru muncul sesaat sebelum Presiden Sukarno pulang ke Jakarta. Pihak bandara Manila mengabarkan kepada Tjakrabirawa tentang seorang lelaki tak dikenal kepergok memasuki pesawat kepresidenan tanpa izin. Maulwi khawatir dan segera menghubungi Brigjen. Sabur, komandan resimen Tjakrabirawa, untuk meminta izin pemeriksaan langsung ke pesawat.

Ketika pesawat diperiksa, lelaki misterius itu telah pergi. Belakangan petugas bandara Manila berhasil menangkapnya. Ternyata pria penyusup itu penderita gangguan jiwa. 

Cemas ada apa-apa, Maulwi tetap memutuskan untuk memeriksa secara teliti setiap bagian pesawat.  “Saya nggak bisa percaya begitu saja. Kita kan nggak tahu apa yang dia taruh, apa yang dia lakukan,” kenang Maulwi.

Dia pun mengambil keputusan agar Presiden Sukarno pulang ke Jakarta menggunakan pesawat Garuda. Sementara itu Maulwi, bersama beberapa anak buahnya, tetap tinggal di Manila. Memastikan pesawat kepresidenan steril dari ancaman apapun. 

“Kalau ada apa-apa, kita yang tanggung jawab,” kata lelaki yang masih terlihat bugar di usianya yang menginjak ke-88 tahun itu.  Yakin tak ada hal mencurigakan, Maulwi dan pasukannya pulang keesokan harinya ke Jakarta dengan Jetstar C-140.

Terkait Berita: