Presiden Sukarno bersama Presiden Filipina Diosdado Macapagal saat tiba
di Bandara Internasional Manila. Inset: Pesawat kepresidenan Jetstar
C-140
Pesawat kepresidenan batal terbang. Seorang penyusup mengancam keselamatan Presiden Sukarno.
OLEH: BONNIE TRIYANA
SETELAH tujuh
kali upaya pembunuhan terhadap Presiden Sukarno, akhirnya pada 6 Juni
1962 pemerintah membentuk Tjakrabirawa. Resimen khusus ini ditugaskan
untuk menjaga keselamatan presiden. Tugas berat diemban oleh
Tjakrabirawa agar tak kecolongan lagi.
Ancaman pembunuhan Sukarno bukan berarti
tak ada sama sekali. Itulah yang membuat Maulwi Saelan, wakil komandan
Tjakrabirawa, tak mau lengah sedikit pun. Kalau perlu dia turun tangan
untuk mengambil keputusan apapun demi keselamatan Presiden Sukarno.
Misalnya pada saat Presiden Sukarno
berkunjung ke Filipina untuk menghadiri konferensi Maphilindo (Malaysia,
Philipina, Indonesia), 30 Juli–5 Agustus 1963. Konferensi tersebut
membahas penyelesaian pembentukan federasi Malaysia yang bakal membuat
Filipina kehilangan sebagian wilayahnya di Sabah.
Delegasi Indonesia menggunakan dua
pesawat. Satu pesawat Jetstar C-140 dan rombongan lain, termasuk
pengawal presiden Tjakrabirawa, menumpang pesawat Garuda. Seminggu
sebelum kedatangan Presiden Sukarno ke Manila, tim advance Tjakrabirawa
telah lebih dulu tiba dan memastikan Manila aman untuk Presiden Sukarno.
“Ketika tiba, tak sedikit pun
permasalahan keamanan yang ditemui rombongan baik selama di perjalanan
maupun setelah di Manila,” ujar Maulwi dalam bukunya Penjaga Terakhir Soekarno.
Masalah baru muncul sesaat sebelum
Presiden Sukarno pulang ke Jakarta. Pihak bandara Manila mengabarkan
kepada Tjakrabirawa tentang seorang lelaki tak dikenal kepergok memasuki
pesawat kepresidenan tanpa izin. Maulwi khawatir dan segera menghubungi
Brigjen. Sabur, komandan resimen Tjakrabirawa, untuk meminta izin
pemeriksaan langsung ke pesawat.
Ketika pesawat diperiksa, lelaki
misterius itu telah pergi. Belakangan petugas bandara Manila berhasil
menangkapnya. Ternyata pria penyusup itu penderita gangguan jiwa.
Cemas ada apa-apa, Maulwi tetap
memutuskan untuk memeriksa secara teliti setiap bagian pesawat. “Saya
nggak bisa percaya begitu saja. Kita kan nggak tahu apa yang dia taruh,
apa yang dia lakukan,” kenang Maulwi.
Dia pun mengambil keputusan agar
Presiden Sukarno pulang ke Jakarta menggunakan pesawat Garuda. Sementara
itu Maulwi, bersama beberapa anak buahnya, tetap tinggal di Manila.
Memastikan pesawat kepresidenan steril dari ancaman apapun.
“Kalau ada apa-apa, kita yang tanggung
jawab,” kata lelaki yang masih terlihat bugar di usianya yang menginjak
ke-88 tahun itu. Yakin tak ada hal mencurigakan, Maulwi dan pasukannya
pulang keesokan harinya ke Jakarta dengan Jetstar C-140.
Post a Comment
mohon gunakan email