“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim,” (QS al-Baqarah [2]: 193).
Banyak orang terhenyak ketika Imam Samudra alias Abdul Aziz, tersangka utama Bom Bali (telah dieksekusi dengan cara ditembak pada tanggal 11 November 2008 di Bukit Nirbaya, Nusakambangan-red) mengeluarkan pernyataan mencengankan di hadapan wartawan. “Ini adalah perjuangan suci (jihad), bukan perjuangan hina. Insya Allah, Allahu Akbar!”.
Tentu saja pernyataan Imam Samudra tersebut menyisakan banyak pertanyaan dalam pikiran kita tentang konsep jihad dalam Islam; relevansi konsep jihad itu dipakai dalam dan diejawantahkan di era modern ini. Apakah jiwah itu? Adakah ia sama dengan terorisne? Dan seperti apakah jihad dalam al-Qur’an?
Tak bisa dipungkiri, pernyataan Imam Samudra tentang jihad menyemburkan aroma tidak sedap bahwa Islam memuat doktrin-doktrin suci untuk menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan, termasuk pemboman yang mengakibatkan korban meninggal ratusan jiwa yang tak berdosa. Berulkan seperti itu?
Perbedaan Terorisme dan Jihad
Pandangan jihad Imam Samudra jelas pandangan yang “sesat” dan “menyesatkan” (dhalla wa adhalla). Dan masyarakat yang kurang memahami akan meyakini pandangan yang salah, dengan menyamakan jihad terorisme. Bahkan, oleh kalangan yang tidak mengerti ajaran Islam yang luhur, Islam dicap sebagai agama teroris.
Kekeliruan pemahaman ini bisa disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat mengenai Islam, tetapi tidak tertutup kemungkinan karena sebagaian Muslim justru melakukan jihad melalui aksi-aksi terorisme.
Padahal antara jihad dan terorisme jelas terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusian dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan Negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat.
Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well-organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiscriminative).
Menurut Konvensi PBB tahun 1939, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.
Dalam kamus Webster’s New School and Office Dictionary dijelaskan, “Terrorism is the use of violence, intimidation, etc to gain to end; especially a system of government ruling by terror …” (terorime adalah penggunaan kekerasan, intimidasi dan sebagainya untuk merebut atau menghancurkan, terutama, system pemerintahan yang berkuasa melalaui teror…).
Dari ketiga definisi tersebut dapat dipahami bahwa terorisme adalah kejahan (crime) yang mengancam kedaulatan Negara (against state/nation) melawan kemanusia (against humanity) yang dilakukan dengan berbagai bentuk tindakan kekerasan.
RAND Corporation, sebuah lembaga penelitian dan pengembangan swasta terkemuka di Amerika Serikat, melalui sejumlah penelitian dan pengkajiannya, menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum teroris adalah tindakan criminal.
Definisi lain menyatakan bahwa: pertama, terorisme bukan bagian dari tindakan perang, sehingga seyogyanya tetap dianggap sebagai tindakan criminal, termasuk juga dalam situasi diberlakukannya hokum perang.
Kedua, sasaran sipil merupakan sasaran utama terorisme, dan dengan demikian penyerangan terhadap sasaran militer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme.
Ketiga, meskipun seringkali dilakukan untuk menyampaikan tuntutan politik, aksi terorisme tidak dapat disebut sebagai aksi politik.
Dari uraian di atas, jelas sekali terlihat perbedaan antara terorisme dengan jihad. Pertama, terorisme bersifat merusak (ifsad) dan anarkis/chaos (faudha). Kedua, terorisme bertujuan untuk menciptakan rasa takut dan atau menghancurkan pihak lain. Ketiga, terorisme dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas.
Sebaliknya, jihad bersifat perbaikan (ishlah), sekalipun, sebagian dilakukan dengan perang. Jihad bertujuan untuk menegakkan agama Allah dan atau membela pihak yang terzalimi. Jihad dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh yang jelas.
Karena itu, menurut MUI, hukum melakukan teror secara qath’i adalah haram, dengan alasan apa pun, apalagi dilakukan di negeri yang damai (dar as-shulh) dan negeri Muslim seperti Indonesia.
Hukum jihad (dalam pengertian perang-red) adalah wajib bagi yang mampu dengan beberapa syarat. Pertama, untuk membela agama dan menahan agresi musuh yang menyerang terlebih dahulu. Kedua, untuk menjaga kemaslahatan atau perbaikan, menegakkan agama Allah dan membela hak-hak orang-orang yang teraniaya. Ketiga, terikat dengan aturan hukum Islam seperti musuh yang jelas, tidak boleh membunuh orang-orang tua renta, perempuan dan anak-anak yang tidak ikut perang.
Bentuk-Bentuk Jihad
Jihad sebagai salah satu wujud pengamalan ajaran Islam dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh umat Islam. Pertama, perang (ghazwah/qital). Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan perang untuk menghilangkan fitnah atau kezaliman. Firman Allah Swt, “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim,” (QS al-Baqarah [2]: 193).
Kedua, menyampaikan kebenaran atau mengkritik penguasa yang zalim. Perintah berjihad melwan pengasa yang zalim disebutkan, antara lain, sabda Rasulullah Saw, “Susungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim” (HR Tirmidzi).
Ketiga, berbakti kepada kedua orang tua (bir al-walidaini). Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah Saw meminta izin berjihad (berperang) bersama beliau. Namun Rasulullah menyuruhnya berjihad dengan cara lain, yakni berbakti kepad kedua orang tua. Dalam al-Qur’an allah Swt berfirman, “… Hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, (QS al-Isra’ [17]: 23).
Keempat, menuntut ilmu dan mengembangkan lembaga pendidikan. Dalam sebuah hadits dijelaskan “Orang yang datang ke masjidku ini tidak lain karena kecuali karena kebaikan yang dipelajarinya atau yang diajarkannya, maka ia sama dengan orang yang berjihad (berperang) di jalan Allah,” (HR Ibnu Majah).
Kelima, membantu fakir miskin. Bentuk jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli terhadap sesame dan menyantuni kaum papa. Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah menjelaskan bahwa orang yang menolong dan memberikan perlindungan kepad janda dan roang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah.
Keenam, bekerja. Suatu ketika Rasulullah Saw dalam perjalanan keluar kota untuk berperang. Rasulullah Saw dan rombongan bertemu dengan pemuda kekar yang sedang mencangkul di sawah. Lantas seorang sahabat mengusulkan untuk mengajak pemuda tersebut berperang bersama Rasulullah Saw. Beliau menjawab, “Jika ia bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya, maka ia juga pejuang (jihad) seperti kita”.
Wallahu a’lam bis shawab.
Disarikan dari buku Nasir Abbas, Memberantas Terorisme, Memburu Noordin M. Top, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2009.
Post a Comment
mohon gunakan email