Syekh Siti Jenar lahir sekitar tahun 829 H/1348 C/1426 M di
lingkungan Pakuwuan Caruban, pusat kota Caruban Larang waktu itu, yang
sekarang lebih dikenal sebagai Astana Japura, sebelah tenggara Cirebon.
Suatu lingkungan yang multi-etnis, multi-bahasa dan sebagai titik temu
kebudayaan serta peradaban berbagai suku.
Selama ini, silsilah Syekh Siti Jenar masih sangat kabur.
Kekurangjelasan asal-usul ini juga sama dengan kegelapan tahun kehidupan
Syekh Siti Jenar sebagai manusia sejarah.
Pengaburan tentang silsilah, keluarga dan ajaran Beliau yang
dilakukan oleh penguasa muslim pada abad ke-16 hingga akhir abad ke-17.
Penguasa merasa perlu untuk “mengubur” segala yang berbau Syekh Siti
Jenar akibat popularitasnya di masyarakat yang mengalahkan dewan ulama
serta ajaran resmi yang diakui Kerajaan Islam waktu itu. Hal ini
kemudian menjadi latar belakang munculnya kisah bahwa Syekh Siti Jenar
berasal dari cacing.
Dalam sebuah naskah klasik, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “
Wondene
kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded,
sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun
Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar)
itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia
berdarah kecil saja (rakyat jelata), bertempat tinggal di desa Lemah
Abang]…
Jadi Syekh Siti Jenar adalah manusia lumrah hanya memang ia walau
berasal dari kalangan bangsawan setelah kembali ke Jawa menempuh hidup
sebagai petani, yg saat itu, dipandang sebagai rakyat kecil oleh
struktur budaya Jawa, disamping sebagai wali penyebar Islam di Tanah
Jawa.
Syekh Siti Jenar yg memiliki nama kecil San Ali dan kemudian dikenal sebagai
Syekh ‘Abdul Jalil adalah putra seorang ulama asal Malaka,
Syekh
Datuk Shaleh bin Syekh ‘Isa ‘Alawi bin Ahmadsyah Jamaludin Husain bin
Syekh ‘Abdullah Khannuddin bin Syekh Sayid ‘Abdul Malikal-Qazam.
Maulana ‘Abdullah Khannuddin adalah putra Syekh ‘Abdul Malik atau Asamat
Khan. Nama terakhir ini adalah seorang Syekh kalangan ‘Alawi kesohor di
Ahmadabad, India, yang berasal dari Handramaut. Qazam adalah sebuah
distrik berdekatan dgn kota Tarim di Hadramaut.
Syekh ‘Abdul Malik adalah putra Syekh ‘Alawi, salah satu keluarga
utama keturunan ulama terkenal Syekh ‘Isa al-Muhajir al-Bashari
al-‘Alawi, yang semua keturunannya bertebaran ke berbagai pelosok dunia,
menyiarkan agama Islam. Syekh ‘Abdul Malik adalah penyebar agama Islam
yang bersama keluarganya pindah dari Tarim ke India. Jika diurut ke
atas,
silsilah Syekh Siti Jenar berpuncak pada Sayidina Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah.
Dari silsilah yang ada, diketahui pula bahwa ada dua kakek buyutnya
yang menjadi mursyid thariqah Syathariyah di Gujarat yg sangat
dihormati, yakni Syekh Abdullah Khannuddin dan Syekh Ahmadsyah
Jalaluddin. Ahmadsyah Jalaluddin setelah dewasa pindah ke Kamboja dan
menjadi penyebar agama Islam di sana.
Adapun Syekh Maulana ‘Isa atau Syekh Datuk ‘Isa putra Syekh Ahmadsyah
kemudian bermukim di Malaka. Syekh Maulana ‘Isa memiliki dua orang
putra, yaitu Syekh Datuk Ahamad dan Syekh Datuk Shaleh. Ayah Syekh Siti
Jenar adalah Syekh Datuk Shaleh adalah ulama sunni asal Malaka yang
kemudian menetap di Cirebon karena ancaman politik di Kesultanan Malaka
yang sedang dilanda kemelut kekuasaan pada akhir tahun 1424 M, masa
transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar
Syah. Sumber-sumber Malaka dan Palembang menyebut nama Syekh Siti Jenar
dengan sebutan Syekh Jabaranta dan Syekh ‘Abdul Jalil.
Pada akhir tahun 1425, Syekh Datuk Shaleh beserta istrinya sampai
di Cirebon dan saat itu, Syekh Siti Jenar masih berada dalam kandungan
ibunya 3 bulan. Di Tanah Caruban ini, sambil berdagang Syekh Datuk
Shaleh memperkuat penyebaran Islam yg sudah beberapa lama tersiar di
seantero bumi Caruban, besama-sama dgn ulama kenamaan Syekh Datuk Kahfi,
putra Syehk Datuk Ahmad. Namun, baru dua bulan di Caruban, pada tahun
awal tahun 1426, Syekh Datuk Shaleh wafat.
Sejak itulah San Ali atau Syekh Siti Jenar kecil diasuh oleh Ki Danusela
serta penasihatnya, Ki Samadullah atau Pangeran Walangsungsang yang
sedang nyantri di Cirebon, dibawah asuhan Syekh datuk Kahfi.
Jadi walaupun San Ali adalah keturunan ulama Malaka, dan lebih jauh
lagi keturunan Arab, namun sejak kecil lingkungan hidupnya adalah kultur
Cirebon yang saat itu menjadi sebuah kota multikultur, heterogen dan
sebagai basis antarlintas perdagangan dunia waktu itu.
Saat itu Cirebon dgn Padepokan Giri Amparan Jatinya yang diasuh oleh seorang ulama asal Makkah dan Malaka,
Syekh Datuk Kahfi,
telah mampu menjadi salah satu pusat pengajaran Islam, dalam bidang
fiqih dan ilmu ‘alat, serta tasawuf. Sampai usia 20 tahun, San Ali
mempelajari berbagai bidang agama Islam dengan sepenuh hati, disertai
dengan pendidikan otodidak bidang spiritual.
Nasab Syekh Siti Jenar Bersambung Sampai ke Rasulullah saw diakui oleh Rabithah Azmatkhan
Abdul Jalil Syeikh Siti Jenar bin
1. Datuk Shaleh bin
2. Sayyid Abdul Malik bin
3. Sayyid Syaikh Husain Jamaluddin atau Jumadil Qubro atau Jamaluddin Akbar Al-Khan (Gujarat, India) bin
4. Sayyid Ahmad Shah Jalal atau Ahmad Jalaludin Al-Khan bin
5. Sayyid Abdullah AzhmatKhan (India) bin
6. Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir AzhmatKhan (Nasrabad) bin
7. Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut, Yaman) bin
8. Muhammad Sohib Mirbath (lahir di Hadhramaut, Yaman dimakamkan di Oman) bin
9. Sayyid Ali Kholi’ Qosim bin
10. Sayyid Alawi Ats-Tsani bin
11. Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin
12. Sayyid Alawi Awwal bin
13. Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah bin
14. Ahmad al-Muhajir (Hadhramaut, Yaman ) bin
15. Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi (Basrah, Iraq) bin
16. Sayyid Muhammad An-Naqib bin
17. Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin
18. Sayyidina Ja’far As-Sodiq (Madinah, Saudi Arabia) bin
19. Sayyidina Muhammad Al Baqir bin
20. Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin {menikah dengan (34.a) Fathimah
binti (35.a) Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Tholib, kakak Imam Hussain}
bin
21. Al-Imam Sayyidina Hussain bin
(22.a) Imam Ali bin (23.a)Abu Tholib dan (22.b) Fatimah Az-Zahro binti (23.b) Muhammad SAW
(Serat She Siti Jenar Ki Sasrawijaya; Atja, Purwaka Tjaruban Nagari (
Sedjarah
Muladjadi Keradjan Tjirebon), Ikatan Karyawan Museum, Jakarta, 1972;
P.S. Sulendraningrat, Purwaka Tjaruban Nagari, Bhatara, Jakarta, 1972;
H. Boedenani, Sejarah Sriwijaya, Terate, Bandung, 1976; Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil Perjalanan Rohani Syaikh Syekh Siti Jenar dan Sang Pembaharu,
LkiS, yogyakarta, 2003-2004; Sartono Kartodirjo dkk, [i]Sejarah
Nasional Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1976; Babad Banten; Olthof,
W.L., Babad Tanah Djawi. In Proza Javaansche Geschiedenis,
‘s-Gravenhage, M.Nijhoff, 1941; raffles, Th.S., The History of Java, 2
vol, 1817).
SIAPAKAH SYEH SITI JENAR
Nama
asli Syekh Siti Jenar adalah Sayyid Hasan ’Ali Al-Husaini, dilahirkan
di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul
Jalil. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara
Cirebon. Dia mendapat gelar Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang
atau Syaikh Lemah Brit.
Syaikh
Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah
Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin
Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin
bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid
'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali
Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad
Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah
bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid
Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq
bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain
Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad
Rasulullah Saw.
Syaikh
Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia
berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya.
Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.
Kemudian
ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya
berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid
Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah
pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. Kesultanan Malaka
adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani.
Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka.
Kemudian
pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad
Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti
baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin
Ahmad.
Pada
akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke
Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi
bin Sayyid Ahmad.
Setelah
wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk menggantikannya
sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dengan sanad Utsman
bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah: Muhammad
Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai,
Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain.
KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah:
1.
Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini
bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada
bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing.
Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun
Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah,
2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara
tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing,
punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya
ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti
Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia
yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah
Abang]….
2.
“Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti
Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong,
tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab
Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan
kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya
dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan
ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun
Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali
Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati,
Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.
3.
Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan
Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam
Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru
kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan mata kepala
saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan
sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari
pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir
“Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus
puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya
melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.
4.
Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar,
dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan
saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu
Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh
Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada
penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih.
Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun. Manusia lahir
dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan
riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan
yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar
meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung
Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya
saat akan melaksanakan sholat shubuh.
5.
Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah
bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita
fiktif yang ditambah-tambahi, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila
dijadikan film atau sinetron. Bantahan saya: Wali Songo adalah penegak
Syari’at Islam di tanah Jawa. Padahal dalam Maqaashidus syarii’ah
diajarkan bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal
Hayaah]. Tidak boleh membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di dalam
hatinya ada Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yang suci
dari keturunan Nabi Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan
yang sama.” Tidak bisa diterima akal sehat.
Penghancuran
sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra)
adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam agar selalu
bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at dengan
Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan umat
Islam Indonesia dengan Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah]
dengan 3 kelas:
1. Kelas Santri [diidentikkan dengan 9 Wali].
2. Kelas Priyayi [diidentikkan dengan Raden Fattah, Sultan Demak].
3. Kelas Abangan [diidentikkan dengan Syaikh Siti Jenar].
Sumber:
http://ahlulbaitnabisaw.blogspot.com/2014/08/siapakah-syeh-siti-jenar.html