Dan
diakhiri oleh penghulu mereka Nabi Muhammad Saw. Beliau (juga demikian)
telah menghancurkan arca-arca berupa hamba-hamba saleh. Beliau diutus
oleh Allah SWT kepada umat manusia yang juga beribadah, berhaji,
bersedekah dan selalu berdzikr mengingat Allah, namun mereka menjadikan
sebagian makhluk sebagai sarana dan perantara di antara mereka dan Allah
SWT, dengan sarana-sarana tersebut mereka berharap dapat mendekatkan
diri kepada-Nya, mengharap syafa’at di sisi-Nya, seperti Malaikat, Isa,
Maryam dan sosok-sosok saleh yang lain.
Kemudian Allah SWT
mengutus Muhammad Saw dalam rangka memperbaharui agama ayahnya, Ibrahim
a.s. seraya mengabarkan kepada mereka bahwa mendekatkan diri itu murni
hak Allah dan tidak layak untuk selain-Nya, bukan untuk para malaikat
dan seorang nabi yang diutus apalagi selain keduanya.
___________
Catatan:2
Demikianlah,
Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb melukiskan potret indah tetapi tidak riil
tentang orang-orang kafir Quraisy untuk dijadiknnya pijakan dalam
mengafirkan umat Islam. Kata Syeikh kaum kafir Quraisy itu adalah
orang-orang yang rajin menyembah Allah, melaksanakan haji, bersedekah
dan banyak berzikir menyebut dan mengingat Allah SWT.!! Jelas ini adalah
pembandingan yang tidak riil, seperti akan kami jelaskan sebentar lagi.
Setelahnya, Syeikh menjelaskan sifat/kondisi yang karenanya Rasulullah saw. memerangi kaum kafir Quraisy, ia mengatakan,
“Akan tetapi??? “
itu artinya, mereka berhak diperangi, maka kami juga berhak memerangi
mereka yang menyandang sifat dan berada dalam kondisi yng sama dengan
alasan yang sama pula!!
Subhanallah! Demikianlah
pendiri Sekte Wahhabiyah itu menyamakkan kaum Muslimin dengan kaum kafir
Quraisy…. Dan semua keterangan yang ia obral dan atasnya ia membangun
vonis sesatnya tentang kekafiran dan kemudian dihalalkannya memerangi
kaum Muslimin adalah palsu dan hanya tipuan belaka, sebab:
Pertama: Pantaskan ia menyebut kaum kafir Quraisy itu sebagai kaum yang
“menyembah Allah…. “ sementara ibadah dan penyembahan mereka itu telah digambarkan Allah dengan firmannya:
وَ ما كانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكاءً وَ تَصْدِيَةً.
“Dan tidaklah shalat mereka di sekitar baitullah itu, melainkan hanya siualan dan tepuk tangan.” (QS. Al Anfâl [8];35).
Kata
mukâ’ adalah bersiul dan
tashdiyah artinya bertepuk tangan.
Dalam tasfir
al-Kkasysyâf-nya az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa:
”Mereka
itu thawâf mengelili Ka’bah sambil telanjang bulat, baik wanita maupun
pria, mereka menyilangkan jari jemari mereka sambil bersiul dan
bertepuk.” Mereka menyembah dan sujud kepada arca dan berhala yang
jelas-jelas dilarang keras Allah SWT. Mereka memberikan sesajen kepada
arca-arca dan berhala-berhala itu. Mereka mengucapkan
talbiah
dengan menyebut nama-nama berhala-berhala mereka, kemudian mereka
melumurkan darah sembelihan mereka ke badan mereka. Inilah ibadahnya
kaum kaum kafir Quraisy yang dibanggakan dan dipuji-puji Syeikh Ibnu
Abdil Wahhâb.
Mereka berhaji tetapi dengan memasukkan
bid’ah dan berbagai kekejian dan penyimpangan, di antaranya, mereka
thawaf sambil telanjang bulat seperti telah disinggung, dengan aurat
terbuka dan tak tertutupi oleh sehelai benang pun! Dengannya mereka
beranggapan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kisah wanita yang
datang ke kota Mekkah untuk ibadah haji yang dipaksa menanggalkan
seluruh baju yang melekat di badannya adalah kisah masyhur di kalangan
para sejarawan, dan kemudian ketika ia melakukan thawaf dengan
telanjang, para penduduk kota Mekkah berkerumun menonton adegan thawaf
bugil yang diperagakan wanita asing yang molek itu. Ia sambil malu
berkeling mengitari Ka’bah seraya menggubah syair:
Hari ini tanpak sebagian atau seluruhnya…
Dan yang tanpak tak kuhalalkan untuk ditonton.
Inikah kaum, yang kata Ibnu Abdil Wahhâb kekafiran dan kemusyrikan mereka hanya terbatas pada
tasyaffu’ (meminta syafa’at) kepada kaum
shâliîhîn saja!
Kata Syeikh,
“mereka bersedekah”,
akan tetapi apakah ia lupa bahwa mereka itu mengingkari kerasulan para
Nabi dan Rasul as. Dapatkah berguna sedakah mereka itu?!
Mereka
kadang-kadang berdzikir menyebut Allah, namun dalam hampir seluruh
kondisinya tidak mengingat Allah, bahkan berpaling dari menyebut Allah
dan hanya menyebut-nyebut nama-nama berhala sesembahan mereka! Mereka
menyebut-nyebut,
“U’lu Hubal (berjayalah tuhan Hubal).” Disamping itu mereka menyebut nama-nama berhala-berhala ketika menyembelih hewan ternak mereka tanpa menyebut nama Allah SWT.
Abu Salafy berkata:
Sepertinya
Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb lupa untuk melengkapi khayalannya dengan
menambahkan kata-kata, ‘dan mereka (kaum kafir Quraisy) itu rajin
menegakan shalat, mengeluarkan zakat… mereka tidak berzina, tidak
menikahi mantan istri ayah-ayah mereka… mereka tidak meminum arak, tidak
berjudi bentuk
maisir, anshâb, azlâm… mereka tidak bermu’amalah secara ribâ, tidak mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka….
Ringkas
kata, mereka telah dengan sempurna melaksanakan syarat-syarat Islam,
termasuk shalat tarâwih… kesalahan yang muncul dari mereka hanya satu
yaitu meminta syafa’at kepada hamba-hmba yang berkedudukan tinggi di
sisi Allah seperti malaikat, Nabi Isa dll., dan menjadikan mereka
sebagai perantara! Atas dasar itu Nabi saw. memerangi mereka dan
menvonis mereka sebagai
Musyrikûn! Apa bukan demikian wahai pembaca yang arif?!
Pembandingan yang tidak Jujur.
Seperti
telah disinggung di atas, bahwa Syeikh menyebut beberapa sifat dan
kondisi yang karenanya Nabi saw. menvonis mereka sebagai
Musyrikûn
dan karenanya pula halal bagi Nabi saw. untuk memerangi mereka! Dan
kemudian membandingkannya dengan kondisi keagamaan yang sedang dijalani
umat Islam di masa Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb, yang tentunya dengan alasan
yang sama pula ia berhak memerangi mereka!
Akan tetapi pembandingan yang ia sebutkan itu tidak jujur dan tidak adil serta tidak berdasar! Sebab:
Kaum kafir Quraisy ingkar
Lâ ilâha Illallah,
dan tidak rela menjadikan Allah sebagai Tuhan mereka! Tidak mengimani
hari kebangkitan, surga dan neraka! Tidak mengimani kerasulan Nabi
Muhammaad saw.! Mereka menyembah berhala-berhala, berbuat zalim,
membunuh, meminum arak, berzina dll. Lalu apakah mereka berhak disamakan
dengan kaum Muslimin yang rajin shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat
melaksanakan haji, bersedekah dan menjauhkan diri dari hal-hal yang
diharamkan Allah SWT dan melazimkan diri berprilaku baik dan berbudi
pekerti luhur?
أَ فَنَجْعَلُ الْمُسْلِمينَ كَالْمُجْرِمينَ
“Maka
apakah patut Kami menjadikan orang- orang Islam itu sama dengan orang-
orang yang berdosa ( orang kafir ).”(QS. Al Qalam [68];35).
Demi
Allah yang Maha Adil tidaklah sama antara mereka. Umat Islam tidak
mungkin sama dengan kaum kafir… Andai kita terima sekalipun apa yang
dituduhkan Syeikh bahwa mereka telah melakukan kesyirikan dengan ber
-tabarruk dan ber-
tawassul misalnya, tetapi tidak berdasar jika kita menyamakan kaum Muslimin dengan kaum Kafir, sebab pintu
ta’wîl dihadapan praktik para ulama dan awam kaum Muslimin terbuka lebar. Dan ber
-ta’wil adalah
satu asalan kuat yang menghalangi dibolehkannya menjaktuhkan vonis
kafir atas pelaku praktik tertentu tersebut! Apapun alasannya adalah
sebuah kekeliruan fatal ketika Syeikh menyamakan antara umat Islam
dengan kaum Kafir Quraisy! Antara yang menjalankan rukun-rukun Islam
dengan yang mengingkarinya!
Tidaklah sama kaum yang mengimani Nabi Muhammad saw. dengan yang mengingkari dan memeranginya!
Tidaklah sama antara kaum yang ber-
tawassul kadapa Nabi saw. dan ber
-tabarruk kepada para
shâlihîn, -andai mereka itu salah- dengan kaum yang melempari Nabi saw. dengan batu dan membunuh para
shâlihîn!
Tidakkah sama antara kaum yang beriman kepada hari akhir, surga dan neraka dengan kaum yang mengatakan:
وَ قالُوا ما هِيَ إِلاَّ حَياتُنَا الدُّنْيا نَمُوتُ وَ نَحْيا وَ ما يُهْلِكُنا إِلاَّ الدَّهْرُ
“Dan
mereka berkata:” Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia
saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita
selain masa.” (QS. Al Jatsiyah [45];24).
Akan samakah antara kaum yang berikrar dengan
Lâ ilâha Illallah dengan kaum yang berikrar,
“apakah engkau akan jadikan tuhan-tuhan ini menjadi satu Tuhan saja?.”?
Samakah antara yang beriman dengan yang kafir?!
Akan samakah antara yang membenarkan kedatangan para Rasul saw. dengan yang mengingkari mereka?
Akan samakah antara yang beriman dengan hari akhir dengan yang kufur kapadanya?
Akan samakah antara yang meminta syafa’at dari para nabi dan para
shâlihîn dengaan orang menyembah dan mengharap bantuan dari bebatuan?
Samakah
antara kaum yang meminta syafa’at para nabi as. dengan kesadaran penuh
bahwa mereka adalah hamba-hamba pilihan Allah dengan kaum yang meminta
syafa’at dari berhala dan menjadikan mereka sekutu Allah dalam
Ulûhiyah?
Pasti tidak hai Syeikh!!… Adalah perbedaan yang tak pernah ketemu titik kesamaannya!
Para Ulama Islam Membolehkan Ber-tabarruk.
Bukan
maksud kami menguraikan masalah ini, akan tetapi sekedar sebagai
singgungan saja bahwa mayorits [1] ulama Islam sejak zaman sebelum
Syeikh hingga zaman Syeikh membolehkan ber
-tabarruk dan ber
t-awassul dengan kaum
shâlihîn,
termasuk Imam Ahmad ibn Hanbal, dan para pembesar mazhab Hanbali.
Apakah kaum Wahhhâbiyah sekarang mengafirkan mereka semua?! Atau sekedar
menyalahkan mereka saja?!
Jika para pengikut Sekte
Wahhâbiyah sekarang mengafirkan mereka, pastilah akan menuai protes
keras dari ulama di luar keluaga Mazhab Wahhâbiyah, khususnya dari luar
Kerajaan Dinasti Sa’ud dan akan langsung menuding mereka sebagai Islam
Ekstirm! dan berlebihan dalam mengafirkan umat Islam!
Jika
para pengikut Sekte Wahhâbiyah sekarang tidak mengafirkan mereka, itu
artinya mereka (pengikut Wahhâbiyah) telah menolak mentah-mentah doktrin
Syeikh Imam dan Pendiri Sekte mereka, yang dengan terang-terangan telah
mengafirkaan kaum Muslimin, awam dan ulama mereka! Bukankah umat Islam
yang divonis kafir dan musyrik oleh Syeikh di zamannya itu sama dengan
kaum Muslimin zaman kita sekarang?!
Jika mereka
mengada-ngada dengan mengatakan bahwa berbeda antara kaum Muslimin di
zaman Syeikh yang ia kafirkan dengan kaum Muslimin zaman kita sekarang,
maka semestinya, perbedaan antara kaum kafir Quraisy dengan ulama dan
awam kaum Muslimin di zaman Syeikh lebih nyata!!!
Sebenarnya apa yang diprotes Syeikh dari praktik para ulama dan awam kaum Muslimin berupa:
tawassul, tabarruk,
memohon syafa’at kepada Nabi saw., ziarah kubur, dll itu semua masih
juga ada dan dipraktikkan umat Islam, hingga sekarang, baik awam maupun
ulama di berbagai belahan dunia Islam; Mesir, Meroko, Syam, Hijaz,
Yaman, Irak, Iran dan tentunya tidak ketinggalan umat Islam di tanah air
tercinta; Indonesia (tentunya selain yang berfaham Wahhâbi).
Jika
sebagian pengikut sekte Wahhâbiyah mengafirkaan mereka semua, maka ia
harus memprotes dan bersungguh-sungguh dalam menegakkan hujjah dan bukti
kekfiran itu di hadapan para ulama dan penguasa di Arab Saudi, sebab
mereka sekaarang sudah tidak lagi mengafirkan kaum Muslimin yang ber
-tabarruk
…. Dan apabila hujjah mereka yang mengafirkan telah sampai dan didengar
oleh mereka, akan tetapi mereka tetap saja tidak mau mengafirkan juga
maka mereka semua (ulama Wahhabiyah dan penguasa kerajaan Arab Saudi)
harus divonis kafir, sebab berdasarkan kaidah dasar Da’wah Salafiyah
bahwa
“Siapa yang tidak mau mengafirkan orang kafir atau ragu akan kekafirannya maka ia kafir juga!!!”
Setelah pajang lebar pembicaraan kita, mari kita kembali ke asal permasalahan kita.
Kedua:
Membatasi
kamusyrikan dan kekafiran kaum yang Nabi Muhammad saw. diutus kepada
mereka hanya pada menjadikan sebagian hamba sebagai perantara dan
pemegang hak syafa’at di sisi Allah SWT adalah sebuah kebodohan atau
justru penipuan! Sebab kenyataannya mereka tidak seperti yang
digambarkan syeikh:
A) Adapun kaum Musyrikûn Quraisy,
walaupun mereka itu meyakini bahwa Pemberi rizki, Pencipta, yang
mematikan dan menghidupkan, Pengatur dan Pemilik apa yang ada di langit
dan di bumi adalah Allah SWT seperti dalam beberapa ayat yang telah
disebutkaan Syeikh di atas, akan tetapi perlu dicermati, bahwa tidak ada
pula bukti yang dapat diajukan untuk menolak bahwa mereka juga tidak
meyakini bahwa berhala-berhala dan sesembahan-sesembahan mereka, baik
berupa jin, manusia maupun malaikat juga memiliki pengaruh di jagat raya
ini dan bahwa pengaruh sepenuhnya di bawah kendali Allah SWT! Sebab
tidak tertutup kemungkinan bahwa mereka juga meyakini bahwa sesembahan
mereka itu dapat menyembuhkan yang sakit, menolong dari musuh, mengusir
mudharrat, dll, dan bahwa sesembahan mereka itu akan memberi syafa’at di
sisi Allah dan syafa’at mereka pasti diterima dan tidak bisa ditolak
oleh Allah dan sesungguhnya Allah telah menyerahkan sebagian urusan
pengurusan alam kepada mereka.
Tidak sedikit ayat Al Qur’an yang menerangkan kenyataan itu, coba perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
قُلِ ادْعُوا الَّذينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَ لا تَحْويلاً
“Katakanlah:”
Panggillah mereka yang kamu anggap ( tuhan ) selain Allah, maka mereka
tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu
dan tidak pula memindahkannya.”.(QS. Al Isra’ [17];56).
وَ إِذا قيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمنِ قالُوا وَ مَا الرَّحْمنُ أَ نَسْجُدُ لِما تَأْمُرُنا وَ زادَهُمْ نُفُوراً
“Dan
apabila dikatakan kepada mereka:” Sujudlah kamu sekalian kepada Yang
Maha Penyayang”, mereka menjawab:” Siapakah yang Maha Penyayang itu
Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (
bersujud kepada-Nya )”, dan ( perintah sujud itu ) menambah mereka jauh (
dari iman ).” (QS. Al Furqan [25];60).
Bahkan
dzahir dari ayat di atas ini jelas sekali bahwa mereka tidak mau sujud
selain kepada arca dan berhala mereka, dan hanya berhala-berhala itu
yang mereka yakini sebagai tuhan dan tiada tuhan selainnya!
قالُوا وَ هُمْ فيها يَخْتَصِمُونَ* تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفي ضَلالٍ مُبينٍ * إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعالَمينَ
“Mereka berkata sedang mereka bertengkar di dalam neraka* demi
Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata,*
karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam”.(QS. Asy
Syu’ara’ [26];96-98)…..
Ayat
di atas jelas menginformasikan kepada kita bahwa kaum kafir Quraisy itu
berkeyakinan bahwa sesembahan mereka itu sama dengan Allah Rabbul
‘Alâmiîn, kendati tidak dari seluruh sisinya. Dan itu sudah cukup alasan
dan bukti akan kemusyrikan dan kekafiran mereka!!
Dan
semua ayat yang menyebut bahwa mereka menjadikan sesembahan-sesembahan
mereka sebagai sekutu Allah juga menunjukkan keyakinan bahwa mereka
meyamakan sekutu-sekutu itu dengan Allah SWT., seperti ayat:
إِنْ
كادَ لَيُضِلُّنا عَنْ آلِهَتِنا لَوْ لا أَنْ صَبَرْنا عَلَيْها وَ
سَوْفَ يَعْلَمُونَ حينَ يَرَوْنَ الْعَذابَ مَنْ أَضَلُّ سَبيلاً
“Sesungguhnya
hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan- sembahan kita, seandainya
kita tidak sabar ( menyembah ) nya” Dan mereka kelak akan mengetahui di
saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya.” (QS. Al
Furqaan [25];42).
وَ يَقُولُونَ أَ إِنَّا لَتارِكُوا آلِهَتِنا لِشاعِرٍ مَجْنُونٍ
“Dan
mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-
sembahan kami karena seorang penyair gila.”(QS. Ash Shaffat [37];36 ).
أَ جَعَلَ الْآلِهَةَ إِلهاً واحِداً إِنَّ هذا لَشَيْءٌ عُجابٌ
Mengapa
ia menjadikan tuhan- tuhan itu Tuhan Yang satu saja Sesungguhnya ini
benar- benar suatu hal yang sangat mengherankan.(QS. Ash Shâd [38];5 ).
dan
lain sebagiannya. Maka dengan demikian bagaimana Syeikh Ibnu Abdil
Wahhâb membatasi kemusyrikan dan kekafiran mereka itu hanya pada
menjadikan hamba-hamba sebagai perantaan dan pemilik syafa’at di sisi
Allah SWT?! Sementara mereka adalah mengingkari kenabian dan karasulan
Rasulullah saw. dan menuduhnya sebagai
sâhir, penyihir dan
mengingkari semua yang beliau bawa dari Allah; hukum dan syari’at
kendati telah tegak mu’jizat kenabian beliau! Dan mereka bersikukuh
berpegang kepada ajaran jahiliiyah yang mereka warisi dari nenek moyang
mereka!
Tidakkah semua ini sudah cukup untuk
kemusyrikan dan kekafiran mereka?! Lalu apa manfa’at mengikrarkan
keberadaan Allah dan menjalankan beberapa ritual ibadah, berdzikir,
bersedekah, haji dll. (jika kita akui itu)?! Akankah berguna semua itu
sementara mereka mengingkari kerasulan Nabi Muhammad saw.!
Bagaimana
Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb membatasi kemusyrikan dan kekafiran mereka itu
hanya pada menjadikan hamba-hamba sebagai perantaan dan pemilik
syafa’at, sementara mereka telah merusak agama Allah yang dibawa Nabi
Ibrahim as., mereka mengada tentang
buhaira, sâibah, waashîlah, hâmi, nasî’u
dll. Hal ini saja sudah cukup sebagai bukti kekafiran mereka! Apalagi
ditambah mereka menyembah berhala dan arca serta para malaikat yang
mereka jadikan sebagai sekutu Allah SWT. Penghambaan (
ibadah) mereka itu tidak terbatas hanya pada meminta syafa’at daan ber
tawssul kepada hamba-hamba yang diberi hak syafa’at, seperti ucapan menipu yang ditebar Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb.
Ibadah
dan penyembahan kaum Musyrikîn terhadap arca dan berhala yang mereka
buat dari batu, tembaga, kayu atau bahan-bahan lainnya dengan
tangan-tangan mereka sendiri atau mereka menyembah pepohonan dengan
bersujud, atau memberi sesajen dengan menyembelih binatang ternak dengan
menyebut nama-nama arca sesembahan mereka… Mereka memohon darinya
apa-apa yang semestinya mereka mohon dari Allah SWT. dan mereka
berpaling dari menyembah Allah dengan anggapan bahwa mereka tidak mampu
menyembah Allah, jadi sesembahan inilah yang mereka sembah untuk
mendekatkan diri kepada Allah…
Ini semua bukti bahwa
penyembahan kaum Musyrikûn itu bukan sekedar meminta syafa’at dari
arca-arca atau sesembahan mereka! Mereka telah menentang perintah Allah
WST. dan para rasul-Nya yang tegas-tegas melarang penyembahan selain
Allah SWT. Dan juga menyimpang dari petunjuk akal sehat mereka jika
mereka mau bertahkim kepadanya, bahwa semua yang mereka sembah itu tidak
dapat memberi manfaa’at atau mudharrat.
Semua yang mereka lakukan
itu tidak sedikitpun dikerjakan oleh kaum Muslimin terhadap seorang
nabi atau wali atau kuburan atau lainnya. Apa yang dilakukan kaum
Muslimin adalah memohon syafa’at kepada pribadi mulia yang diberi hak
syafa’at… mereka bertawassul kepada pribadi mulia yang dijadikan baginya
wasîlah… dan memohon syafa’at,
tasyaffu’ tiada lain adalah doa
yaang dipanjatkan kepada Allah agar permohonan sang nabi itu dikabulkan.
Demikian juga dengan istighâtsah, semua itu hanya doa yang dipanjatkan
agar Allah berkenan mengabulkan permohonan sang nabi atau wali!
Begitu
juga dengan menghadiahkaan pahala kurban sembelihan untu nabi atau
wali, itu artinya pahala perbuatan itu dihadiahkan kepada sang nabi atau
sang wali. Dalam prosesi penyembelihan itu hanya nama Allah–lah yang
disebut, bukan nama sang nabi atau wali!
Jadi keyakinan-keyakinan
menyimpang, amal-amal serta penentangan kepada Nabi saw. lah yang
menyebabkan mereka diperangi oleh Nabi Muhammad saw. dan bukaan sekedar
ber
-tasyaffu’ atau ber-
tawassul dengan seorang nabi atau wali.
Sedangkan penyembahan mereka kepaada para malaikat yaitu dengan menjadikan mereka sebaagai
arbâb (tuhan-tuhan) selain Allah SWT. seperti disebutkan dalam firman Allah:
ما
كانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتابَ وَ الْحُكْمَ وَ
النُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِباداً لي مِنْ دُونِ
اللَّهِ وَ لكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِما كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ
الْكِتابَ وَ بِما كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ *وَ لا يَأْمُرَكُمْ أَنْ
تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَ النَّبِيِّينَ أَرْباباً أَ يَأْمُرُكُمْ
بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab,
hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:” Hendaklah kamu
menjadi penyembah- penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi ( dia
berkata ):” Hendaklah kamu menjadi orang- orang rabbani, karena kamu
selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Dan ( tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para
nabi sebagai tuhan. Apakah ( patut ) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di
waktu kamu sudah (menganut agama) Islam.” (QS. Âlu Imrân [3]; 80).
Ayat
di atas adalah bukti nyata bahwa kaum Musyrikûn telah memposisikan para
malaikat sebagai Tuhan. Mereka melakukan terhadapnya apa yang menjadi
kekhususan sifat Ketuhanan,
Rubûbiyah yang tidak selayaknya
dilakukan selain kepada Allah, seperti sujud dan bentuk-bentuk ibadah
atu keyakinan lainnya. Tidak ada bukti yang dapat diajukan untuk
menunjukkan bahwa apa yang mereka perbuat itu hanya sekedar memohon
syafa’at kepada Allah melalui perantaraan para malaikat!
Bukti Lain.
Selain
itu banyak ayat yang tegas-tegas bahwa kaum Msuryikûn telah benar-benar
menyembah, a’badû malaikat. Coba perhatina ayat-ayat di bawah ini:
وَ جَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبادِهِ جُزْءاً إِنَّ الْإِنْسانَ لَكَفُورٌ مُبينٌ * أَمِ
اتَّخَذَ مِمَّا يَخْلُقُ بَناتٍ وَ أَصْفاكُمْ بِالْبَنينَ * وَ إِذا
بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِما ضَرَبَ لِلرَّحْمنِ مَثَلاً ظَلَّ وَجْهُهُ
مُسْوَدًّا وَ هُوَ كَظيمٌ * أَ وَ مَنْ يُنَشَّؤُا فِي الْحِلْيَةِ وَ
هُوَ فِي الْخِصامِ غَيْرُ مُبينٍ * وَ جَعَلُوا الْمَلائِكَةَ الَّذينَ
هُمْ عِبادُ الرَّحْمنِ إِناثاً أَ شَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ
شَهادَتُهُمْ وَ يُسْئَلُونَ * وَ قالُوا لَوْ شاءَ الرَّحْمنُ ما
عَبَدْناهُمْ ما لَهُمْ بِذلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ .
“Dan
mereka menjadikan sebahagian dari hamba- hamba- Nya sebagai bahagian
daripada- Nya. Sesungguhnya manusia itu benar- benar pengingkar yang
nyata (terhadap rahmat Allah) * Patutkah Dia mengambil anak perempuan
dari yang diciptakan- Nya dan Dia mengkhususkan buat kamu anak laki-
laki. * Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar
gembira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha
Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih. *
Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam
keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang
dalam pertengkaran. * Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang
dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi
alasan yang terang dalam pertengkaran. * Dan mereka menjadikan
malaikat- malaikat yang mereka itu adalah hamba- hamba Allah Yang Maha
Pemurah sebagai orang- orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan
penciptaan malaikat- malaikat itu Kelak akan dituliskan persaksian
mereka dan mereka akan dimintai pertanggung jawab. * Dan mereka berkata:
”Jika Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah
mereka (malaikat).” Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun
tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka.” (QS. Az
Zukhruf [43];15-20).
Ayat-ayat di atas jelas sekali bahwa apa yang dilakukan kaum Quriasy adalah menyembah malaikat, khususnya ayat 20
“Dan mereka berkata: ”Jika Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)”
dan tidak ada petunjuk bahwa apa yang mereka lakukan hanya sekedar
bertasyaffu’ atau beristighatsah. Bahkan sebaaliknya, tegas ayat di atas
bahwa yaang mereka lakukan adalah penyembahan, ibadah!
Bahkan ayat 17: “
Padahal
apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa
yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah” di atas tegas mengatakan bahwa mereka menjadikan malaikat itu serupa,
matsalan dengan Allah, sebab anak adalah bagian yang serupa dan sejenis dengan ayahnya.
Dalam hal ini mereka telah mengada-ngada kepalsuan atas nama Allah dengan:
1) Menisbahkan anak untuk Allah SWT.
2) Mereka menisbahkan kepada Allah anak dari jenis terendah yang mereka sendiri enggan memilikinya.
3) Mereka mengklaim bahwa Allah meridhai apa yang mereka yakini.
Dari
sini dapat disaksikan bahwa kekafiran dan kemusyrikaan mereka bukan
disebabkan mereka meminta syafa’at melalui perantaraan para malaikat
atau beristighatsah kepada mereka.
Adapun keyakinan mereka yang
menyimpang bahwa para malaikat dapat mencipta, memberi rizki dan
mengatur alam raya dengan Allah SWT. Tidak dengan sendirinya dapat
menjadi bukti bahwa kekafiran dan kemusyrikan mereka itu disebabkan
permohonan mereka kepada malaikat atau istighatsah dan bertawassul
kepadaa mereka. Sebab syirik itu dapat terjadi dengaan selaain hal-hal
tersebut di atas.
Kayakinan Kaum Nashrani.
Adapun
keyakinan kaum Nashrani tentang Nabi Isa as. sudah sangat jelas bahwa
mereka mempertuhankan Isa dan Siti Maryam; ibunda Isa as. Apa yaang
mereka yakini dan mereka lakukan tidak sekedar istighatsah atau tawassul
atau meminta syafa’at. Mereka benar-benar menjadikaan Isa sebagai Tuhan
yang menyandang seluruh sifat KeTuhanan.
Adapun kaum
Nabi Nuh as., mereka telah melakukan seperti apa yang dilakukan kaum
kafir Quriasy dan bangsa Arab pada umumnya, yaitu menentang para rasul,
mengingkari apa yang mereka bawa dari sisi Allah SWT. Dan menyembaah
selain-Nya, seperti yang dikisahkan dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an.
Dan semua itu sudah cukup alasan untuk kekafiran mereka! Dan tidak ada
dalil, baik yang lemah apalagi yang kuat menunjukkan bahwa apa yang
merekla lakukan itu sekedar ber
-tasyaffu’, atau ber-
tawassul
dengan kaum Shâlihîn, sementara mereka masih konsisiten menjalankan
syari’at/ajaran agama… dan sebenarnya Nuh as. diutus Allah untuk
mencegah mereka dari dari praktik-praktik tersebut (ber
-tasyaffu’ dll).
Yang pasti bahwa mereka telah bersikap
ghuluw
(berlebihan) terhadap kaum Shâlihîn dengan menyembah mereka. Jadi apa
yang mereka lakukan tidaklah sama dengan apa yang dilakukan berupa
bertawassul, beristighatsah dan meminta syafa’at kepada kaum Shâlihîn
seperti yaang dikatakan Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb!
Demikian pula dengaan kaum-kaum para nabi as. Mereka meyakini bahwa arca dan sesembahan mereka memikili kemandirian dalam
ta’tsîr (memberikan pengaruh) baik atau buruk dengan tanpa bergantung kepada Allah SWT.
Khulashatul Kalam.
Dari
semu ketarangan di atas jelaslah bahwa ibadah (penyembahan) kaum
Musyrikûn terhadap arca-arca dan berhala-berhala bukanlah sekedar ber-
tasyaffu’, atau ber-
tawassul dengan kaum Shâlihîn atau meminta syafa’at kepada mereka!!
Tujuan Inti Diutusnya Nabi Muhammad saw.
Adapun tujuan diutusnya Nabi Muhaammd saw. buakanlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Wahhâb dengan kata-katanya,
“Kemudian
Allah Swt mengutus Muhammad Saw dalam rangka memperbaharui agama
ayahnya, Ibrahim as. seraya mengabarkan kepada mereka bahwa mendekatkan
diri itu murni hak Allah dan tidak layak untuk selain-Nya, bukan untuk
para malaikat dan seorang nabi yang diutus apalagi selain keduanya.”
Diutusnya Nabi saw. adalah bukanlah untuk melarang manusia meminta syafa’at dari kaum
Shâlihîn.
Agama Ibrahim as. yang diperbaharui oleh Nabi Muhammad saw. adalah
pemalsuan dan kerusakan serta penyimpangan yang diperbuat oleh kaum
Musyrikûn seperti telah lewat disebutkan sebagiannya pada lembaran
sebelumnya, dan juga praktik menikahi istri-istri ayah-ayah mereka,
mengkonsumsi khamer, berjudi, mempekerjakan para budak wanita dalam
dunia prostituisi, mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka, bersujud
kepada arca dan berhala, menyebut namanya ketika menyembelih binatang
ternak, meninggalkan shalat dan menggantinya dengan bersiul dan tepuk
tangan,
mukâan wa tashdiyah, dan lain sebagainya… inilah yang
mereka rusak dari ajaran agama Ibrahim as. dan untuk memperbaiki
perusakan inilah Nabi Muhammad saw. diutus Allah SWT.
Adapaun larangan meminta syafa’at dari para malaikat atau nabi atau wali atau ber
-tawassul
dengan mereka tidaklah masuk dalam meteri da’wah Nabi saw. apalagi ia
katakan sebagai tujuan utama dan inti! Justru Nabi saw. membenarkan
praktik meminta syafa’at dan ber
-tawssul yang pada intinya adalah memohon doa dari kaum Mukminin, seperti telah disinggung.
Adapun apa yang ia katakan, bahwa “(Nabi)
mengabarkan
kepada mereka bahwa mendekatkan diri itu murni hak Allah dan tidak
layak untuk selain-Nya, bukan untuk para malaikat dan seorang nabi yang
diutus apalagi selain keduanya.” adalah kepalsuan belaka atas nama Allah dan atas nama Nabi Ibrahim as.!
Kapan
Allah memerintah Nabi Muhammad saw. agar mengabarkan kepada umatnya
bahwa tidak boleh meminta syafa’at dari pribadi yang diberi hak memberi
syafa’at?! Dan memintanya adalah hak khusus Allah dan tidak dibolehkan
meminta dari selain-Nya?!
Kapan Nabi Muhammad sw. Mengabarkan kepada umatnya bahwa agar mereka tidak meminta syafa’at drinya?!
Justru yang terjadi adalah kebalikannya. Nabi Muhammad saw. mengabarkaan kepada umatnya bahwa beliau adalah
syafî’ musyaffa’
(pemilik hak syafa’at dan syafa’atnya akan diperkenankan), pemilik
wasîlah! Dan itu artinya agar kita memohon kepada beliau syafa’at;
sebuah hak yang Allah anugerahkan untuknya.
Ketika Nabi
Muhammad saw. mengabarkan pemberian anugerah itu, beliau tidak
mengatakan kepada umatnya bahwa memohon syafa’at darinya adalah syirik
dan kekafiran!
_______________________
Rujuk:
[1] Seluruh ulama Islam kecuali Ibnu Taimiyah membolekan ber-
tabarruk dan ber
-tawaassul dengan para nabi dan para
shâlihîn.
Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (3)
Karena,
orang-orang musyrik juga bersaksi bahwa Allah merupakan satu-satunya
pencipta, tidak ada sekutu bagi-Nya, tiada yang memberi rizki
selain-Nya, tiada yang menghidupkan dan mematikan selain-Nya, tidak ada
sesuatu yang dapat mengatur kecuali Dia, dan sesungguhnya langit, bumi
dan seisinya, semuanya hamba dan di bawah kekuasaan dan pengaturan-Nya.
Jika
anda mengharapkan bukti dan argumentasi bahwa yang diperangi oleh
Rasulullah Saw adalah mereka yang bersaksi akan hal tersebut. Maka
bacalah firman Allah ini:
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّماءِ وَ الْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَ الْأَبْصارَ وَ مَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَ
يُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَ مَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَ فَلا تَتَّقُونَ.
Katakanlah:”
Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?”
Maka mereka akan menjawab:” Allah”. Maka katakanlah:” Mengapa kamu tidak
bertakwa (kepada-Nya ).” (Yunus, 31).
Dan firman-Nya:
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَ مَنْ فيها إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ .سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَ فَلا تَذَكَّرُونَ. قُلْ مَنْ رَبُّ السَّماواتِ السَّبْعِ وَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظيمِ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَ فَلا تَتَّقُونَ. قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَ هُوَ يُجيرُ وَ لا يُجارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ.
Katakanlah:”
Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu
mengetahui?”. Mereka akan menjawab:” Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka
apakah kamu tidak ingat?”. Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit
yang tujuh dan Yang Empunya Arasy yang besar”. Mereka akan menjawab:
“Kepunyaan Allah” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa”.
Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi
dari ( azab )-Nya, jika kamu mengetahui”. Mereka akan menjawab:”
Kepunyaan Allah.” Katakanlah:” (Kalau demikian), maka dari jalan manakah
kamu ditipu”. (Al-Mukminun, 84-89).
Dan beberapa ayat yang lain.
Jika
memang demikian, bahwa mereka itu telah berikrar dengan hal-hal
tersebut namun tetap saja itu semua tidak memasukkan mereka kedalam
tauhid yang diseru oleh Rasulullah Saw, dan saat anda mengetahui bahwa
tauhid yang mereka ingkari adalah tauhid dalam ibadah yang disebut-sebut
oleh orang-orang musyrik di masa kami dengan I’tiqad.
_______________________
Catatan 3:
Sekali
lagi di sini Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb memberikan gambaran menarik
tentang kaum Musyrikûn. Ia tidak menyebutkan berbagai keburukan kaum
Musyrikûn. Di sini ia hanya menyebut ayat-ayat yang menunjukkan
kepercayaan global kaum Musyrikûn bahwa Allah Pencipta dan Pemberi
rizki.
Sementara itu pernyataan mereka itu bisa
saja mereka sampaikan dalam rangka membela diri di hadapan hujatan tajam
Al Qur’an, bukan muncul dari i’tiqâd dan keimanan. Sebab jika benar
keyakinan mereka itu, pastilah meniscayakan mereka menerima keesaan
Allah dan karasulan Nabi Muhammad saw. serta konsistensi dalam
menjalankan berbagai ibadah yang diajarkannya. Karenanya, Allah SWT
memerintah Nabi-Nya agar mengingatkan mereka akan konsekuansi dari apa
yang mereka nyatakan itu;
Maka katakanlah: ”Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).” dan.
Katakanlah: ”(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu.”?!
Seakan
Allah SWT mengecam mereka bahwa mereka bebohong dalam apa yang mereka
nyatakan dengan lisan mereka! Dan sesungghunya mereka tidak beriman
kepada Allah sebagai Dzat Maha Pencipta,
Khâliq, Maha Pemberi rizki,
Râziq.
Sementara pada waktu yang sama mereka juga tidak dapat memngatakan
bahwa berhala-berhala sesembahan mereka itulah yang menciptakan langit
dan bumi.
Demikian sebagian ulama Islam memahami
ayat-ayat di atas. Dan andai pemahaman di atas ini tidak disetujui dan
dianggap lemah, dan apa yang dinyatakan kaum Musyrikûn itu adalah sesuai
apa yang mereka yakini, maka perlu diketahui bahwa sekadar mengimani
Allah sebagai Dzat Maha Pencipta,
Khâliq, Maha Pemberi rizki,
Râziq
tidaklah cukup alasan dikelompokkan sebagai kaum beriman jika mereka
menyembah selain Allah SWT. seperti yang dilakukan kaum Musyrikûn.
Dan
tidaklah adil apabila Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb hanya berfokus menyebut
berbagi ayat yang mengesankan adanya sisi positif pada kaum kafir,
sementara itu ia melupakan ayat-ayat yang menyebut terang-terangan
sisi-sisi buruk kaum kafir; kekafiran, penentangan kepada Rasul dan hari
akhir, kazaliman dll. Kemudian ketika menyoroti kaum Muslimin, yang
menjadi fokus bidikan adalah sisi kelam dan buruknya, sementara
sisi-sisi positif dan terpujinya dilupakan.
Tidak
benar! Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb melakukan hal itu sebagai pijakan awal
untuk melegetimasi memerangi kaum Muslimin yang rajin bersembah sujud di
hadapan Allah SWT dengan alasan bahwa mereka sama seperti kaum
kafir/musyrik Arab di zaman Nabi saw. yang ia gambarkan dengaan
kata-kata menipunya:
“Beliau diutus oleh Allah kepada umat manusia yang juga beribadah, berhaji, bersedekah dan selalu berdzikr mengingat Allah.”
Jadi, dalam logika Ibnu Abdil Wahhâb, salahkah bila ia juga melakukan
persis seperti apa yang dilakukan Nabi Muhammad saw.?! menghalalkan
darah-darah dan memerangi mereka!
Catatan:
Coba
Anda perhatikan akhir pernyataan Syeikh di atas. Ia tegas-tegas
menyebut kaum Msulimin yang berbeda dengannya degang sebutan kaum
Musyrikûn; “Anda mengetahui bahwa tauhid yang mereka ingkari adalah tauhid dalam ibadah yang disebut-sebut
oleh orang-orang musyrik di masa kami dengan I’tiqad.”.
Dan ini adalah bukti nyata doktrin pengafiran yang ditekankan Syeikh untuk para pengikutnya.
Doktrin Pengafiran Ala Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb.
Seperti
telah kami sebutkan sebelumnya bahwa dalam tidak kurang dari dua puluh
kesempatan, Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb -pendiri Sekte Wahhâbiyah- ini
menyebut umat Islam selain dirinya dan pengikutnya sebagai kaum
Musyrikûn. Pernyataan di atas adalah teks tegas dalam pengafiran kaum
Muslimin; para ulama di zamannya atau paling tidak kebanyakan ulama di
zamannya!
Sebab, jika mereka yang ia maksud dengan pernyataan di atas adalah semua ulama’ yang menggunakan kata dan istilah
i’tiqâd
untuk menunjuk pada arti keyakinan yang telah dirangkum dalam
kitab-kitab akidah, maka itu artinya jelas bahwa Syeikh Ibnu Abdil
Wahhâb benar-benar telah menvonis musyrik para ulama di zamannya. Jika
yang ia maksud adalah
i’tiqâd di sini adalah
i’tiqâd khusus yaitu
i’tiqâd
kaum Sufi misalnya, maka itu artinya ia telah mengafirkan satu kelompok
besar dari ulama Islam tanpa terlebih dahulu memperhatikan dalil dan
alasan mereka dan tanpa mempelajari
ta’wîl mereka. Bukankah
ta’wîl itu dapat menjadi alasan dielakkannya vonis kafir atas sesorang?!
Al hasil, pernyataan di atas adalah bukti kuat bahwa Syeikh sedang mengafirkan kaum Muslimin di luar kelompoknya sendiri!
Di
sini perlu diperhatikan, bahwa hujjah dan argumentsi kaum Sufi itu
telah diterima kebenarannya oleh banyak ulama Islam. Seperti keyakinan
bahwa waktu dan tempat tertentu itu memiliki kekhususan dalam memberikan
pengaruh diijabahkannya doa seorang hamba lebih dari waktu dan tempat
lain.
Di antara waktu-waktu itu adalah sepertiga malam akhir,
Lailatul Qadar, Hari Arafah, Lailah Nishfu Sya’ban
dll. -baik hadis tentangnya kita shahihkan atau tidak-. Dan di antara
tempat-tempat tersebut adalah masjid-masjid, tempat-tempat pelaksanaan
manasik haji, Arafah, Mina, Muzdalifah, kota suci Madinah al Munawarrah,
makam-makam para Nabi as. dan orang-orang Shâlihin, -baik kita terima
atau kita tolak argumentasi mereka-, yang pasti mereka adalah
orang-orang Muslim yang beriman kepada Allah, kenabian dan hari akhir.
Dan
pada masalah terakhir ini telah terjadi perbedaan pendapat sejak masa
silam, ada yag melarangnya… dan ada pula yang membolehkannya dengan
keyakinan bahwa seorang yang dikebumikan di dalam makam itu adalah orang
shâleh, dan ruhnya akan mendengar -sebab dalam keyakinan mereka bahwa
mayyit dapat mendengar, dan masalah ini menjadi bahan perselisihan di
antara para ulama-.
Dan karena ia hidup di alam
kuburnya dan ruhnya dapat mendengar doa yang kita panjatkan kepada
Allah, maka dengan demikian harapan di-
ijabah-kannya doa itu lebih kuat, jika dibacakan di dekat makamnya. Para peziarah itu memohon syafa’at/bantuan darinya agar meng
-amin-kan
doa yaang mereka panjatkan! Dan praktik seperti ini dibenarkan oleh
banyak ulama. Bahkan Ibnu Hazm telah melaporkaan adanya ijmâ’ atasnya,
sebagaimana tidak sedikit ulama yang diakui ke
-salafiyah-annya
oleh kaum Wahhabi seperti adz-Dzahabi dan asy-Syawkani yang juga
membolehkannya. Jadi rasanya sangat tidak tepat apabila kemudian kaum
Wahhabi menvonis kafir dan musyrik para pelaku praktik seperti tersebut
di atas.
Dan apabila kita cermati dengan seksama,
berbagai alasan yang dijadikan pijakan untuk vonis ‘galak’ pengafiran
kaum Muslimin oleh Ibnu Abdil Wahhâb, kita dapati adalah perkara-perkata
yang bukan tergolong
mukaffirah (yang menyebabkan kafirnya
seseorang), bahkan ia adalah praktik-praktik yang dibolehkan banyak
ulama tidak terkecuali tokoh-tokoh andalan Wahhâbi dan imam mereka,
seperti Imam Ahmad dan murid-murid terdekatnya seperti Ibrahim al Harbi
al Hanbali.
Benarkan Kaum Muslimin Menyembah Kaum Shâlihîn?
Dalam
pernyataan Ibnu Abdil Wahhâb di atas tersirat tuduhan bahwa umat Islam
adalah menuyembah kaum Shâlihîn. Dan ini jelas tidak berdasar. Umat
Islam, baik dari kelompok Shufi, Ulama Ahli Fikih dan kaum awam
sekalipun tidak menyembah selain Alllah Dzat Yang Maha Esa. Berbeda
dengan kaum Musyrikin, baik kaum Quraisy maupun lainnya yang telah sujud
kepada arca dan berhala!!
Jika hal ini belum juga
jelas bagi kita, pastilah untuk membedakan hal yang lebih rumit dan
samar. Di antara hal yang samar adalah tuduhan yang dilontarkan para
ulama Islam bahwa Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb dan jama’ahnya adalah
gerombolan kaum Khawarij Modern. Sebab dalam hemat para ulama itu hampir
seluruh ciri negatif kaum Khawarij Klasik telah terkumpul pada penganut
Sekte ini, seperti:
1) Mengafirkan kaum Muslimin selain kelompok mereka.
2) Menghalalkan darah-darah kaum Muslimin.
3)
Mereka membaca Al Qur’an tetapi hanya sampai di kerongkongan saja,
tidak meresap dalam jiwa, karenanya mereka tidak mengindahkan ayat-ayat
Al Qur’an yang mengafirkan kaum Muslimin dan mengalirkan darah-darah
mereka.
4) Mereka mengetrapkan ayat-ayat yang turun berkaitan dengan kaum kafir kepada kaum Muslimin.
5) Mereka getol mengerjakan ritual-ritual formal. dll.
Dan
apabila menyamakan pengikut Wahhâbiyah dengan kaum Khawârij mereka
tolak dan mereka anggap sebagai perlakuakn zalim,- sementara kesamaan
dan kemiripannya sangat kental-, maka menyamakan kaum Msulimin dengan
kaum Musyrikin yang dilakukan oleh kaum Wahhâbi jauh lebih zalim dan
jauh dari kebenaran.
Dan jika Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb
dapat ditoleransi dalam vonis penyamaan itu maka para ulama Islam yang
menyamakan Ibnu Abdil Wahhâb dan jama’ahnya dengan kaum Khawârij lebih
berhak menerima toleransi itu! Sebab kaum Khawârij masih digolongkan
sebagai kaum Muslimin oleh banyak ulama Islam, sedangkan kaum Musyrik
Quraisy tidak ada satupun yang meragukan kekafiran mereka!