Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label takfiri. Show all posts
Showing posts with label takfiri. Show all posts

Sekretaris Politik Majelis Persatuan Mulsim: Urgensitas Tindakan Serius Pemerintah Untuk Merepresi Kelompok Takfiri Pakistan


PAKISTAN - Hari ini, Pakistan dalam kondisi kritis antara mati dan hidup dan jika pemerintah tidak bersikap tegas dengan kelompok pendukung takfiri dan masalah ini tidak terselesaikan untuk selamanya, maka negara tidak akan pernah terbebas dari anarki ini. 

Menurut laporan IQNA, Nasir Abbas Shirazi, Sekretaris Politik Majelis Persatuan Muslim Pakistan dengan mengafirmasikan urgensitas persatuan antara Syiah dan Ahlus Sunnah menambahkan, kami menegaskan persatuan sedari awal dan kami sangat mengecam negosiasi dengan kelompok takfiri dan para pengayomnya, sekarang ini pelbagai partai sampai pada keyakinan bahwa tidak dapat bernegoisasi lagi dengan kelompok takfiri dan ini menjelaskan intelek kami.

Dia dalam pertemuan persnya di Quetta-Pakistan menegaskan, majelis persatuan muslim memiliki pelbagai progam untuk solidaritas antar mazhab Islam dan secepatnya kami akan saling bertukar pendapat dengan partai-partai lainnya dalam ranah ini.

Sekretaris Politik Majelis Persatuan Muslim dengan dukungan pasti kelompok ini atas tindakan anti kelompok ekstrem dan mengatakan, sekarang ini negara dalam kondisi kritis antara mati dan hidup dan jika pemerintah tidak bersikap tegas dengan kelompok para pengayom takfiri dan masalah ini tidak terselesaikan untuk selamanya, maka negara tidak akan pernah terbebas dari anarki ini.

Dimulainya Aktivitas Festival Internasional Tilawah Al-Quran Keenam di Sulaymaniyah, Irak


SULAYMANIYAH - Aktivitas festival tilawah Al-Quran Al-Karim keenam telah dimulai Selasa (20/1/2015) dua hari yang lalu, di propinsi Sulaymaniyah, Irak. 

“Festival internasional ini diselenggarakan dalam rangka menginstitusionalisasikan Ulumul Quran dan lebih mengenalkan Al-Quran di kalangan masyarakat,” demikian laporan IQNA, seperti dikutip dari Al-Sumaria News.

Telah diumumkan bahwa festival kali ini, baik dari tingkat penyelenggaraan dan pemberitaan medianya akan sangat lebih tinggi ketimbang tahun-tahun sebelumnya,  dan para partisipan tingkat tinggi dari negara Mesir, Bangladesh, Kuwait dan Sulaymaniyah, dalam ranah tilawah dan tartil Al-Quran Al-Karim akan saling berkompetisi satu sama lainnya.

Festival internasional yang diselenggarakan dengan diprakarsai oleh markas aktivitas Al-Quran al-Shabab (Pemuda), mencakup aktivitas-aktivitas seperti, penyelenggaraan pertemuan riset, musabaqoh tajwid dan hafalan juga majelis-majelis Al-Quran yang bekerjasama dengan sebagian yayasan kebudayaan, para peneliti dan akademik.

Kocher Omar Ali, penanggung jawab koordinasi festival menegaskan, festival keenam ini jika dibanding tahun-tahun sebelumnya, baik dalam ranah penyelenggaraan teknisi musabaqoh atau penyiaran media dan juga dari aspek partisipasi para qari dari pelbagai negara, diselenggarakan dengan tingkat tinggi.

Demikian juga, Mahdi Mahmoud, Anggota Dewan Propinsi Sulaymaniyah dengan mengisyaratkan nuansa ruhani dan irfan yang melingkupi musabaqoh mengintroduksikan, penyelenggaraan festival semacam ini menghidupkan kenang-kenangan pelbagai pejabat Al-Quran untuk selama-lamanya.

Para partisipan dan juga para peminat yang hadir dalam festival ini sangat mengafirmasikan peran fundamental dan urgen ulama agama dalam memublikasikan keadilan, moderat dan juga memangkas ekstremisme religi dan mazhab serta mendukung para remaja dari ketergelinciran di lembah pemikiran-pemikiran takfiri.

Pemalsuan Kitab Hasyiyah ash-Shawi Oleh Wahabi

Hasyiyah Tafsir al-Jalalain Karya ash-Shawi Dirusak Oleh Wahhabi Karena Sejarah Hitam Mereka Telah Dibongkar.

Bismillah, Wa al Hamdu Lillah, ash Shalat Wa as Salam Ala Rasulillah,

Saudaraku, silahkan anda lihat dengan mata kepala sendiri.....!!!
Di antara kitab Ahlussunnah adalah Hasyiyah ash-Shawi Ala Tafsir al Jalalain karya Syaikh Ahmad bin Muhammad ash-Shawi al-Maliki (w 1214 H).
Kitab Tafsir ini telah direduksi kaum Wahhabi oleh karena penulisnya telah membongkar sejarah hitam mereka. Perhatikan berikut ini !!

1. Scan Kitab Asli yang diterbitkan oleh Dar Ihya at-Turats al-Arabi.


Perhatikan isi naskah aslinya:


Terjemah tulisan yang ditandai dengan warna adalah sebagai berikut:

Menurut satu pendapat; ayat ini turun tentang kaum Khawarij yang telah merusak takwil al-Qur'an dan Sunnah, yang untuk tujuan itu mereka menghalalkan darah orang-orang Islam dan harta-hata mereka. Kenyataan ini sebagaimana terbukti di masa sekarang, sebuah kelompok yang sama persis dengan kaum Khawarij tersebut; mereka adalah kelompok yang berada di negeri Hijaz, mereka dinamakan dengan kelompok Wahhabiyyah, mereka menganggap diri mereka di atas kebenaran, padahal sesungguhnya mereka adalah orang-orang pendusta. Mereka telah dijerumuskan oleh setan, hingga setan itu telah menjadikan mereka lupa dari mengingat Allah. Mereka itu adalah golongan setan, dan sesungguhnya golongan setan adalah golongan yang merugi, kita minta kepada Allah semoga Allah menghancurkan mereka.
lalu, silahkan anda lihat..... naskah kitab yang diterbitkan oleh wahabi.

2. Scan Kitab yang dipalsukan oleh Wahabi diterbitkan oleh Dar al Kutub al Ilmiyyah;




Terjemah tulisan yang ditandai dengan warna adalah sebagai berikut:

“Menurut satu pendapat; ayat ini turun tentang kaum Khawarij yang telah merusak takwil al-Qur’an dan Sunnah, yang untuk tujuan itu mereka menghalalkan darah orang-orang Islam dan harta-hata mereka.

[[[[[[[ .........teks di sini hilang entah kemana digerogoti oleh Wahabi........... ]]]]]]]]]

Mereka telah dijerumuskan oleh setan, hingga setan itu telah menjadikan mereka lupa dari mengingat Allah. Mereka itu adalah golongan setan, dan sesungguhnya golongan setan adalah golongan yang merugi”.

Hasbunallah…………………….!!!!!

Referensi:
[1] http://www.facebook.com/note.php?note_id=153873444629573

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat, Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas Bagian 2

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat, Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (4)

Sebagaimana mereka menyeru Allah Swt siang dan malam. Kemudian di antara mereka ada yang menyeru para malaikat karena kedekatan mereka di sisi Allah agar memintakan maghfiraah/ampunan untuknya. Atau menyeru seorang hamba shaleh, seperti Lata, atau seorang nabi seperti Isa as., dan Anda mengetahui bahwa Rasulullah Saw memerangi mereka atas dasar kesyirikan ini dan mengajak mereka untuk memurnikan ibadah hanya untuk Allah Swt semata. Sebagaimana Allah Swt berfirman:


فَلا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَداً

Maka janganlah kalian seru seseorang selaian Allah.” (Al-Jin: 18)

Dan firman-Nya yang lain,

لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَ الَّذينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لا يَسْتَجيبُونَ لَهُمْ بِشَيْءٍ

Dia memiliki seruan yang benar, dan mereka yang menyeru selain Allah maka mereka tidak akan pernah dikabulkan permohonannya sedikitpun.(Ar-Ra’d: 14)

Dan jika telah terbukti bahwa Rasulullah Saw memerangi mereka agar supaya semua seruan dan doa hanya untuk Allah semata, pengorbanan, nazar, permohonan bantuan dan semua jenis dan macam ibadah hanya untuk-Nya.
Dan Anda telah mengetahui bahwa pengakuan mereka terhadap tauhid Rububiyah (keesaan sang pencipta) tidak memasukkan mereka kepada Islam, dan tujuan mereka dari para malaikat, para Nabi dan para wali untuk mendapatkan syafa’at mereka dan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengannya, itulah yang membuat halal darah dan harta mereka. Dengan demikian Anda mengetahui bahwa tauhid merupakan hal yang diseru oleh para nabi dan yang enggan diikrarkan oleh kaum musyrikin.
__________
Catatan 4:
Ini adalah upaya lain Syeikh dalam menggabarkan keindahan daan kebaikan prilaku kaum Musyrik.
Saya tidak habis pikir, bagaimana Syeikh mengatakan bahwa kaum Musyrikun itu “menyeru Allah SWT siang dan malam” ! Dalam ayat Al-Qur’an yang mana Allah menyebutkan bahwa kaum Musyrikun itu selalu, siang dan malam memanjatkan doa dan menyeru Allah SWT. Bukankaah yang mereka seru adalah arca dan berhala Hubal, Lâta, Uzza dan Manât. Andai mereka itu seperti yang digambarkan Syeikh Pendiri sekte Wahhâbi itu mengapakah Allah melarang Nabi-Nya untuk menyeru apa yang mereka seru?!
Allah SWT berfirman:

قُلْ إِنِّي نُهيتُ أَنْ أَعْبُدَ الَّذينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ قُلْ لا أَتَّبِعُ أَهْواءَكُمْ قَدْ ضَلَلْتُ إِذاً وَ ما أَنَا مِنَ الْمُهْتَدينَ

“Katakanlah: ”Sesungguhnya aku dilarang menyembah tuhan- tuhan yang kamu sembah selain Allah”. Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah( pula )aku termasuk orang- orang yang mendapat petunjuk.”(QS. Al An’am;56)
Dan Allah berfirman menjelaskan kondisi kaum Musyrikun di saat menjelang maut:

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرى عَلَى اللَّهِ كَذِباً أَوْ كَذَّبَ بِآياتِهِ أُولئِكَ يَنالُهُمْ نَصيبُهُمْ مِنَ الْكِتابِ حَتَّى إِذا جاءَتْهُمْ رُسُلُنا يَتَوَفَّوْنَهُمْ قالُوا أَيْنَ ما كُنْتُمْ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ قالُوا ضَلُّوا عَنَّا وَ شَهِدُوا عَلى أَنْفُسِهِمْ أَنَّهُمْ كانُوا كافِرينَ

“Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat- ayat- Nya Orang- orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfûz); hingga bila datang kepada mereka utusan- utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya:” Di mana (berhala- berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah” Orang- orang musyrik itu menjawab:” Berhala- berhala itu semuanya telah lenyap dari kami,” dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang- orang yang kafir.” (QS. Al A’râf;37)

إِنَّ الَّذينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ عِبادٌ أَمْثالُكُمْ فَادْعُوهُمْ فَلْيَسْتَجيبُوا لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صادِقينَ

“Sesungguhnya berhala- berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk ( yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka serulah berhala- berhala itu lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang- orang yang benar.” (QS. Al A’râf;194).

Dan juga tentang kaum kafir:

وَ إِذا رَأَى الَّذينَ أَشْرَكُوا شُرَكاءَهُمْ قالُوا رَبَّنا هؤُلاءِ شُرَكاؤُنَا الَّذينَ كُنَّا نَدْعُوا مِنْ دُونِكَ فَأَلْقَوْا إِلَيْهِمُ الْقَوْلَ إِنَّكُمْ لَكاذِبُونَ

“Dan apabila orang- orang yang mempersekutukan (Allah ) melihat sekutu- sekutu mereka, mereka berkata: “Ya Tuhan kami mereka inilah sekutu- sekutu kami yang dahulu kami sembah selain dari Engkau.” Lalu sekutu-sekutu mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya kamu benar- benar orang- orang yang dusta.”(QS. An Nahl;86).

Dan banyak lainnya, sengaja tidak kami sebutkan di sini. Bukankah ayat-ayat tersebut mengabarkan kepada kita gambaran yang bertolak belakang dengan gambaran yaang disajikan Ibnu Abdil Wahhâb. Sebab difirmankan Allah bahwa seruan kaum Musyrikun itu dialamatkan untuk arca dan berhala-berhala mereka persekutukan dengan Allah. Jadi di manakah kita dapat menemukan bukti bahwa kaum Musyrikun itu menyeru Allah siang dan malam?.
Semua gambaran itu diperindah oleh Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb dengan tujuan membangun opini adanya kesamaan antara kaum Musyrikun dan umat Islam di masanya bahkan hendak meyakinkan bahwa kaum Musyrikun lebih unggul di banding umat Islam, kemudian atas dasar ini ia membangun vonis pengafiran atas umat Islam tersebut!

Di sini, perlu ditegaskan kembali bahwa Nabi Muhammad saw. memerangi kaum Kuffâr Quraisy dan selainya dikarenakan banyak sebab, yang paling mendasar adalah: Kemusyrikan, syirk akbar, mendeportasi umat Islam daari rumah-rumah dan kampung halaman mereka, mengingkari kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad saw. dan berbagai kezaliman yang mereka lakukan terhadap kaum Musslimin.

Apa yang disebutkan Syeikh sebagai sebab diperanginya kaum Kuffâr adalah tidak lengkap dan cenderung menyebutkan sebab sepeleh yang kurang akurat dengan tujuan memberikan peluang baginya untuk mengambil kesimpulan sepihak.

Lagi pula, dalam ayat Al Qur’an yang mana kita dapat menemukan keterangan bahwa Nabi saw. Memerangi kaum Kuffâr “agar supaya semua seruan dan doa hanya untuk Allah semata, pengorbanan, nazar, permohonan bantuan hanya untuk-Nya.”!!

Di sini Syeikh hanya menyebutkan sebab yang samar, atau justru ia sengaja mengelabui pengikutnya. Apa yang ia sebutkan tidak akan pernah ditemukan dalam nash-nash keislaman dan tidak pasti apakah ia sebab yang karenanya Nabi saw. memerangi mereka?! Sementara itu ia menutup mata dari menyebut sebab yang pasti yang disepakati seluruh umat Islam dan telah ditegaskan Al Qur’an dalam berbagai ayatnya.

Dari sikap mengedepankan “yang belum pasti dan meninggalkan yang pasti” seperti inilah para “Ekstrimisme Islam” mendasarkan kegilaan sikapnya dalam menghalalkan darah-darah sesama kaum Muslimin dari golongan lain!!

Jadi anggapannya bahwa “tujuan mereka dari para malaikat, para nabi dan para wali untuk mendapatkan syafa’at mereka dan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengannya, itulah yang membuat halal darah dan harta mereka.” Adalah kepalsuan belaka daan kebohongan atas nama Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya yang menhalalkan darah-darah mereka adalah karena mereka telah merusak agama Ibrahim as., mengingkarii kenabian Nabi Muhammd saw. setelah tegas dan nyata bukti dan mu’jizat di hadapan mereka, serta penyembahan terhadap arca-arca dan berhala-berhala. Bukan sekedar memohon syafa’at dari para malaikat atau tawassul mereka dengan kaum Shâlihin.

Dari sini dapat dipastikan bahwa bangunan pemikiran yang ditegakkan Syeikh telah runtuh daari pondasinya dan dengannya dapat dipastikan pula bahwa penafsiran Kalimatut Tauhid yang ditandaskan Nabi Muhammad saw. dengan apa yang ia pahami adalah rapuh dan fâsid. Karena pengertian Kalimatut Tauhid tidak semata bahwa kata Ilâh maknanya ialah Allah sebagai Dzat Maha Pencipta, Maha Pemberi Rizki dan Maha Pengatur dan darinya ia menyimpulkan bahwa beristighatsah dan memohon syafa’at kepada Allah dengan bantuan hamba-hamba pilihan-Nya adalah sama dengan menjadikan mereka sebagai âlihah (jamak ilâh) dan itu artinya menyembah mereka. Anggapan seperti itu akan Anda ketahui di bawah ini adalah jelas-jelas keliru dan menyimpang! Dan menyamakan kaum Muslimin yang bertawassul dan beristighatsah dengan para penyembah bintang-bintang, penyembah Isa dan Maryam as., penyembah malaikat adalah kejahilan belaka atau penentangan terhadap bukti nyata!

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat, Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (5), (6), (7) dan (8)

Kitab Kasyfu asy Sybubuhât Doktrin Takfîr Wahhâbi Paling Ganas (5).

Tauhid yang diseru Nabi ini adalah arti perkataan Anda: Lailaha Illallah, karena Ilâh (tuhan) menurut mereka adalah apa yang mereka tuju baik dari para malaikat, nabi, wali, pohon, kuburan, atau jin. Mereka tidak bermaksud bahwa Ilâh itu adalah pencipta, pemberi rizki dan pengatur alam semesta, karena mereka mengetahui bahwa ketiga-tiganya milik Allah saja sebagaimana telah saya sebutkan tadi. Akan tetapi Ilâh/tuhan yang dimaksudkan oleh mereka adalah sosok yang oleh kaum Musyrikin di masa kami disebut dengan kata Sayyid.
_____________________
Catatan 5:
Dalam paragraf ini terdapat pengafiran yang terang-terangan terhadap kaum Muslimin yang hidup di masa Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb. Sebab istilah Sayyid yang secara harfiyah beratikan tuan telah digunakan kaum Muslimin di sepanjang sejarah Islam sebagai sebutan/gelar bagi seorang dari keturunan/Ahlulbait Nabi saw. dan tidak sedikit umum kaum Muslimin memakainya untuk seorang shaleh yang diyakini akan keberkahanya, ia memberikan doa untuk keberkahan, kesembuhan atau keselamatan dll. Dan menggunakan kata Sayyid untuk arti di atas tidak sediktipun mengandung kemusyrikan atau kekafiran, bahkan tidak makruh apalagi haram hukumnya!

Hadis yang menyebut adanya larangan menggunakan kata tersebut untuk selain Allah SWT. masih diperdebatkan kesahihannya. Bahkan terbutki bahwa Khalifah Umar bin al Khaththab berkata:

أبوبكر سيِّدُنَا أعتَقَ بِلاَلا سيِّدَنَا

“Abu Bakar Sayyid kami telah memerdekakan sayyid kami Bilal.”

Lebih dari itu Al Qur’an juga telah menggunakan kata tersebut untuk seorang Rasul utusan-Nya. Allah SWT berfriman:

فَنادَتْهُ الْمَلائِكَةُ وَ هُوَ قائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيى مُصَدِّقاً بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَ سَيِّداً وَ حَصُوراً وَ نَبِيًّا مِنَ الصَّالِحينَ

“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab (katanya): ”Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, dan menjadi sayyidan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang- orang saleh.” (QS. Âlu ‘Imrân [3]; 39)

Ketika menafsirkan kata سَيِّداً dalam ayat di atas, Ibnu Katsir mengutip berbagai komentar para mufassir Salaf yang semuanya mengarah kepada makna adanya kemulian dan keistimewaan di sisi Allah SWT.

Mujahid dan lainnya berkata, “Sayyidan maknanya karîm, mulia di sisi Allah –Azza wa Jalla-” [1]

Dan dalam sepenjang penggunaannya oleh kaum Muslimin, kata Sayyid tidak pernah dipergunakan untuk makna yang menyalai kemurnian Tauhid dan penghambaan. Kata itu dipergunakan kaum Muslimin untuk seseorang yang diyakini memiliki kedudukan dan keistimewaan di sisi Allah SWT. dengannya ia diisitimewakan dari orang lain dan karena kedudukan dan keistimewaannya itu maka permohonannya untuk seorang yang menjadikannya perantara dalam pengabulan doa dan permohonan diperkenankan Allah SWT. Jadi apa yang diyakin kaum Muslimin adalah apa yang telah ditetapka Allah SWT.
Adapun kaum Wahhâbiyah, mereka menafikan kedudukan yang ditetapkan Allah SWT untuk hamba-hamba pilihan-Nya dan menisbahkan kepada kaum Muslimin sesuatu yang tidak mereka yakini, dan kemudian menyebut kaum Muslimin dengan sebutan kaum Musyrikin. Apa yang mereka lakukan mirip dengan apa yang dilakukan kaum kafir yang menentang Allah dan Rasul-Nya kemudian menisbahkan kepada para Rasul dan pengikut setia mereka apa-apa yang tidak mereka yakini dan mereka perbuat!

Dan tidak ada larangan dalam penggunaan kata sayyid seperti juga kata rab untuk selain Allah SWT selama ia dipergunakan dalam arti yang tidak menyalai kemurnian penghambaan dan Tauhid. Dan tentunya perlu diyakini bahwa tidak seorang pun dari kaum Muslimin yang mengunakannya untuk makna yang menyalai kemurnian penghambaan.

Tidak Semua Kaum Musyrik Mengakui Allah Sebagai Khaliq.
Kemudian adalah tidak berdasar ucapan Syeikh bahwa kaum Musyrikun di zaman Nabi saw. seluruhnya telah mengatahui bahwa “Allah-lah Dzat Maha Pencipta, Maha Pemberi rizki dan Maha pengatur alam semesta” sebab yang mengetahuinya hanya sebagian dari mereka saja, sementara sebagian lainnya adalah kaum dahriyyûn, yang tidak percaya akan ketiga prinsip itu dan tidak mempercayai adanya hari kebangkitan.
Allah SWT berfirman menceritakan mereka:

وَ قالُوا ما هِيَ إِلاَّ حَياتُنَا الدُّنْيا نَمُوتُ وَ نَحْيا وَ ما يُهْلِكُنا إِلاَّ الدَّهْرُ وَ ما لَهُمْ بِذلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلاَّ يَظُنُّونَ.

“Dan mereka berkata:” Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali- kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga- duga saja.”(QS.al Jâtsiyah [45] :24)
________________________

[1] Tafsir Ibnu Katsir,1/361.

Kitab Kasyfu asy Sybubuhât Doktrin Takfîr Wahhâbi Paling Ganas (6).

Maka Nabi saw. datang menyeru mereka kepada Kalimat Tauhid, La ilaha Illallah. Dan yang dimaksudkan oleh kalimat ini adalah maknanya, bukan sekedar melafazkannya. Orang-orang kafir yang dungu mengetahui bahwa maksud Nabi dari kalimat ini adalah meng-esakan Allah dengan hanya bergantung kepada-Nya dan mengingkari sesembahan selain Allah serta berlepas diri darinya, hal itu terungkap saat mereka diminta untuk mengucapkannya kalimat Lailaha Illallah, mereka menjawab:


أَ جَعَلَ الْآلِهَةَ إِلهاً واحِداً إِنَّ هذا لَشَيْءٌ عُجابٌ

Apakah tuhan-tuhan dapat dijadikan menjadi tuhan yang satu? Sesungguhnya ini benar- benar suatu hal yang sangat mengherankan. (QS.Shad: 5)
_______________________
Catatan 6:

Pertama-tama, perlu kami tegaskan di sini bahwa Nabi Muhammad saw. menerima dan memberlakukan hukum dzahir Islam atas sesiapa yang melafadzkan Kalimah Tauhid sekalipun ia berpura-pura dan tidak tulus dalam mengucapkannya. Dengannya, seseorang dapat dibentengi dari dikafirkan dan dicucurkan darahnya. Sementara, Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb mengabaikan ketetapan itu, ia tidak segan-segan menghukum kafir dan halal darah-darah kaum Muslimin yang hidup sezaman dengannya, padahal mereka mengucapkannya dengan penuh ketulusan.

Kaum Munafiqin yang hidup di zaman Nabi saw. mengucapkan dua kalimah Syahâdatain dengan lisan mereka, tanpa meyakininya, dan Nabi saw. pun mengetahui hal itu, namun demikian beliau tidak menghukumi mereka secara dzahir dengan hukum kaum kafir dan menghalalkan darah-darah mereka. Adapun kaum Muslimin yaang hidup se zaman dengan “Syeikh” (Ibnu Abdul Wahab), darah-darah dan harta mereka tidak dihormati…. kalimah Syahâdatain yang mereka ucapkan tidak digubris oleh Syeikh… rukun-rukun Islam yang mereka tegakkan belum dianggap cukup untuk mencegah jiwa dan harta untuk dihalalkan!

Kedua, Sepertinya Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb sedang berboros-boros kata-kata untuk sesuatu yang tidak perlu diperpanjang. Sebab tidak ada relefansinya apa yang ia katakan dengan klaim awalnya yang mengatakan bahwa kau Muslimin telah menyekutukan Allah dengaan sesembahan lainnya!
Kaum Muslimin memahami dengan baik bahwa inti seruan Rasulullah saw. adalah mengesakan Allah dalam penghambaan dan penyembahan. Tidak ada seorang pun dari umat Islam yang tidak memahami inti dasar seruan beliau itu! Hanya saja Syeikh ingin memperlebar cakupan makna penghambaan sehingga mencakup banyak hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan penghambaan, namun Syeikh beranggapan bahwa hal-hal tersebut adalah bagian inti dari penghambaan, kemudian atas dasar anggapan dan pahamannya yang menyimpang dan tidak berdasar itu ia menuduh umat Islam telah menyembah selain Allah SWT.

Ketiga, Semua mengetahui bahwa inti seruan Rasulullah saw. adalah menerima dengan sepenuh jiwa Kalimah Tauhid, tidak hanya sekedar mengucapkannya. Lalu apa maksudnya Syeikh mengatakan: “Dan yang dimaksudkan oleh kalimat ini adalah maknanya, bukan sekedar melafazkannya” kalau bukan hendak menuduh bahwa kaum Muslimin di zaman beliau telah menyekutukan Allah SWT dalam penyembahan, dan mereka tidak mengerti dari konsekuensi Kalimah Tauhid itu selain mengucapkannya belaka! Mereka tidak mengerti bahwa makna Kalimah Tauhid yang diminta untuk diimani dan dijalankan adalah: “Tiada sesembahan, ma’bûd yang berhak disembah melainkan Allah.” Sementara itu, kaum Musyrikun yang jahiliyah itu justru telah memahaminya! Seperti ia tegaskan dalam paragrap di bawah ini.

Jika Anda mengetahui bahwa orang-orang yang jahil dari kalangan kaum Kuffâr itu memahami hal tersebut, maka yang sangat menherankan adalah ketidaktahuan orang-orang yang mengaku sebagai seorang muslim terhadap tafsir dari kalimat ini yang dapat dipahami oleh orang-orang yang jahil dari kalangan kaum Kuffâr. Bahkan ia (yang mengaku Muslim itu) beranggapan bahwa makna Kalimah itu hanya sekedar pengucapannya tanpa dibarengi oleh keyakinan hati nurani terhadap maknanya.
______________________
Catatan 7:

Apa yang dikatakan Syeikh di sini adalah murni kebohongan. Tidak ada seorang pun dari kaum Muslimin, serendah apapun pendidikannya berpendapat bahwa makna Kalimah Tauhid sekedar mengucapkannya saja tanpa harus diyakini dalam jiwa dan diwujudkan konsekuensinya dalam tindakan!
Umat Islam tanpa terkecuali, baik awam apalagi para ulama meyakini bahwa Kalimah Syahâdatain itu tidak cukup sekedar diucapkan dengan lisan tanpa dibarengi dengan keyakinan dalam jiwa. Dan mereka tidak ragu barang sedikitpun bahwa sekedar mengucapkannya tanpa dibarengi dengan keyakinan dalam jiwa adalah kemunafikan yaang mereka kecam! Umat Islam sepakat mengecam sesiapa yang ucapannya bertentangan dengan keyakinan hatinya. Bahkan kaum kafir sakali pun mengecam hal itu!

Lalu bagaimana Syeikh beranggapan bahwa kaum Muslimin yang hidup di zamannya berpendapat bahwa dengan sekedar mengucapkan Kalimat Tauhid saja tanpa dibarengi dengan meyakininya itu sudah cukup menjamin kebahagian dunia dan akhirat!

Bagaimana Syeikh beranggapan bahwa kaum Muslimin yang hidup di zamannya membolehkan untuk kita, misalnya untuk mengatakan: Lâ Ilâha Illa Allah, sementara pada waktu yang sama kita menyembah selain Allah… kita mengatakan: “Muhammad Rasulullah” dan pada waktu yang sama kita mengingkari kenabian dan kerasulannya?!

Apakah Syeikh mengangap mereka senaif dan sedungu itu?! Atau jangan-jangan itu hanya khayalan Syeikh belaka, atau bisikan dari qarîn-nya!
Jika praktik tabarruk, tawassul, tasyaffu’ dan istightsah yang dilakukan umat Islam sejak zaman Salaf Shaleh; para sahabat dan tabi’în yang dimaksud oleh Syeikh sebagai penyembahan dan penghambaan kepada selain Allah SWT dan itu dalam hemat Syeikh artinya umat Islam membolehkan menyembah selain Allah, maka anggapan itu sangat keliru. Sebab, paling tidak, dia harus menyadari bahwa umat Islam; para ulama dan awamnya yang melakukan praktik-praktik tersebut di atas memiliki banyak bukti yang membenarkan dan melegalkannya! Atau paling tidak, dalam hemat mereka praktik-praktik itu tidak menyalai prinsip Tauhid. Buku-buku yang mereka tulis untuk membuktikan di-syari’at-kannya apa yang mereka praktikan dipenuhi dengan dalil-dalil akurat dan kuat… Dan sekalipun Syeikh tidak menyetujuinya dan tidak menganggapnya dalil yang berarti, maka paling tidak hal itu dapat diangap sebagai syubhat dan ta’wil dalam melegalkan praktik mereka yang tentunya, jika diuji kualitas, ia tidak kalah kuat dengan syubhat dan alasan-alasan Syeikh dan kaum Wahhabiyah dalam mengafirkan kaum Muslimin! dan menggolongkan mereka lebih kafir dari kaum kafir Quraisy!
Tetapi, sulit rasanya beribicara dengan orang yang berani mengada-ngada kebohongan atas nama kaum Muslimin!

Kitab Kasyfu asy Sybubuhât Doktrin Takfîr Wahhâbi Paling Ganas (7).

Yang cerdas dari mereka (yang mengaku Muslim dari kalangan ulama Islam) menyangka bahwa maknanya adalah: “Tidak ada yang mencipta, memberi rizki, mengatur segala urusan selain Allah SWT.” Maka dari itu tidak ada kebaikan pada seorang, yang orang jahil dari kalangan Kuffâr saja lebih pandai darinya tentang makna Kalimah Lailaha Illallah.

_______________
Catatan 8:
Telah lewat kami jawab, bahwa tidak seorang pun dari ulama Islam, baik di zaman Syeikh maupun sebelumnya yang menafsirkan Kalimah Syahâdatain dengan apa yang disebutkan oleh Syeikh!

Entah dari mana Syeikh mengambil penafsiran itu?! Yang pasti di sepanjang sejarah umat Islam tidak pernah ada seorang ulama yang mengatakan bahwa tafsir Kalimah: Lailaha Illallah adalah “Tidak ada yang mencipta, memberi rizki, mengatur segala urusan selain Allah SWT.” Apalagi disertai dengan anggapan bahwa boleh saja seorang hamba mengalamatkan penghambaan dan penyembahannya kepada selain Allah SWT! Kami yakin tidak ada orang waras mengatakan seperti itu! Jika Syeikh menuduhnya demikian maka, ia wajib membuktikannya! Jika tidak, berarrti ia mengada-ngada kebohongan kemudian ia nisbahkan kepada ulama Islam!

Dan yang mengherankan dari Syeikh ialah tidak cukup mengada-ngada kepalsuan, ia menambahkan arogansinya dengan mengatakan, “Maka dari itu tidak ada kebaikan pada seorang, yang orang jahil dari kalangan Kuffâr saja lebih pandai darinya tentang makna Kalimah Lailaha Illallah.”!!!

Ini adalah bukti baru bahwa Syeikh lebih mengutamakan kaum Musyrikun atas kaum Muslimin! Dan menganggap kaum jahil dari kalangan kaum Kuffâr telah memahami dengan baik makna Kalimah Lailaha Illallah sementara itu ulama Islam gagal dalamm memaknainya!!

Kitab Kasyfu asy Sybubuhât Doktrin Takfîr Wahhâbi Paling Ganas (8).

Jika Anda memahami apa yang saya sampaikan dengan sebenar-benarnya dan Anda memahami bahwa menyekutukan Allah yang disebut sebagai dosa yang tak dapat terampuni.

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَ يَغْفِرُ ما دُونَ ذلِكَ لِمَنْ يَشاءُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa’: 48).

Dan memahami bahwa agama Allah yang dibawa oleh para Rasul dari yang pertama hingga yang terakhir, agama yang tidak diterima oleh-Nya selain agama itu, dan Anda mengetahui bahwa betapa banyak orang-orang yang bodoh terhadap hal ini. Maka ada dua poin yang dapat diberikan,

pertama, bahagia terhadap anugerah dan rahmat Allah, sebagaimana firman-Nya:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَ بِرَحْمَتِهِ فَبِذلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah:” Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS.Yunus: 58).

Dan poin selanjutnya (kedua) adalah ketakutan yang hebat.

Karena jika Anda memahami bahwa seseorang menjadi kafir karena ucapan yang dikeluarkan dari mulutnya dan dia tidak tahu, maka kebodohan/ketidaktahuannya tidak dapat dijadikan alasan. Dan terkadang dia mengatakan sesuatu yang dianggapnya dapat mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana yang dikhayalkan oleh kaum musyrikin, terlebih jika Anda menyimak saat Allah mengisahkan cerita kaum Musa a.s. yang dengan ilmu dan keutamaan yang mereka miliki, mereka mendatangi Musa seraya berkata:

اجْعَلْ لَنا إِلهاً كَما لَهُمْ آلِهَةٌ

“Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” (Al-A’raf: 138)
Dengan demikian makin besarlah ketakutan Anda dan makin besar pula keinginan untuk memurnikan diri dari hal tersebut dan semisalnya.
________________
Cacatan 9:
Dalam pernyataannya di atas, Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb menvonis kafir seseorang karena perkataan yang ia katakan padahal ia mengatakannya dalam keadaan tidak mengetahui bahwa yang ia ucapkan itu berkonsekuensi kekafiran! Kajahilan itu tidak menjadi uzur untuk dielakkannya status kafir atasnya!

Jika Anda mengetahui bahwa memanggil Nabi Muhammad saw. dengan ucapan, “Ya Rasulullah, isyfa’ lî ‘indallahi/Wahai Rasulullah mohonkan untukku syafa’at dari Allah” itu digolongkan syirik, maka dapat dipastikan bahwa orang yang mengucapkan kata-kata tersebut di atas, dihukumi kafir, walaupun ia tidak mengerti di mana letak kemusyrikan dari kata-kata yang ia ucapkan itu, andai benar anggapan Ibnu Abdil Wahhâb tentangnya!!

Ketegasan kata-kata Ibnu Abdil Wahhâb dalam vonis kafirnya atas pengucap kata-kata kekufuran walaupun tidak mengetahui apa yang ia ucapkan itu telah membuat para juru dakwah Sekte Wahhâbiyah belakangan ini agak kerepotan. Pasalnya pandangan demikian itu terbilang dangkal, menyimpang dan memilih sisi ekstrim dalam memamahi agama! Karenanya Syeikh al-Utsaimin –Khalifah Abdul Aziz ibn Bâz, Mufti Tertinggi sekte Wahhâbiyah di masanya- terpaksa berpanjang-panjang dalam memberikan arahan.
Dan sikap keras Syeikh dalam masalah ini seperti sikap kerasnya dalam masalah-masalah lain. Takfîr adalah senjata andalannya.

Al Jahl, Ketidak-tahuan Adalah Uzur Dihindarkannya Status Kafir Dari Seseorang!
Para ulama menyebutkan bahwa bisa jadi perbuatan tertentu atau meninggalkan sebuah perbuatan tertentu itu adalah merupakaan kekafiran, dan pelakunya adalah dijatuhi hukuman sebagai kafir. Akan tetapi ketika akan dijatuhkan atas pekalu tertentu (mu’ayyan), maka harus dilakukan prosedur panjang. Di antaranya:
A) Adakah bukti kuat yaang membenarkan ditetapkannya hukum itu atas orang tersebut? Dalam istilah ulama hal ini disebut dengan muqtadhi.
B) Tidak adanya penghalang untuk diterapkannya hukuman itu. Dalam istilah ulama hal ini disebut dengan tidak adanya mâni’.
Apabila terbukti bahwa muqtadhi belum lengkap atau tidak cukup… atau terdapat mâni’ tertentu maka ketetapan status hukuman itu tidak dapat ditetapkan.

Di antara mawâni’ (bentuk jamak kata mâni’) yang akan menghalangi ditetapkannya status kafir tersebut atas seseorang adalah kejahilan/ketidak-tahuan. Bahkan al jahl adalah mâni’ terpenting yang harus selalu diperhatikan sebelum menjatuhkan vonis kafir tersebut.

Hendaknya orang yang akan divonis itu mengetahui dengan pasti pelanggarannya. Allah berfirman:

وَ مَنْ يُشاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ ما تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدى وَ يَتَّبِعْ غَيْرَ سَبيلِ الْمُؤْمِنينَ نُوَلِّهِ ما تَوَلَّى وَ نُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَ ساءَتْ مَصيراً.

“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang- orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk- buruk tempat kembali.” ( QS. An Nisâ’ [4];115).

Dalam ayat di atas ditegaskan, ditetapkannya siksa neraka bagi yaang menentang Allah dan Rasul-Nya itu setelah jelas baginya petunjuk. Itu artinya kejahilan telah terangkat darinya.

Ibnu Katsir menerangkan ayat di atas sebagai berikut, “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya” barang siapa menempuh selain jalan Syari’at yang dibawa Rasulullah saw. dan menjadi berada din sisi sementara Syari’at di sisi lain dengan kesengajaan setelah tampak dan jelas serta gamblang baginya al haq, kebenaran…. ” [1]

Dalam hal ini, al-Utsaimin berseberangaan dengan pendiri Sekte Wahhâbiyah. Setelah panjang lebar memberikan arahan agar imamnya tidak terlihat menyimpang, ia berkata menyimpulkan, “Al hasil, seorang yang jahil punya uzur tentang apa yang ia katakan atau lakukan yang merupakan kekafiran, sebagaimana ia diberi uzur atas apa yang ia katakan atau lakukan yang merupakan kefasikan. Hal itu berdasarkan dalil Al Qur’an dan Sunnah serta i’tibâr dan pendapat para ulama.” [2] Semoga fatwa ini adalah bentuk perlunakan doktrin ekstrim Wahhâbiyah!

Selain kejahilan, ta’wîl atau syubhat dalam memahami nash agama juga menjadi mâni’. Sebagai contoh, para ulama menyebutkan kasus kaum Khawârij, di mana seperti kita ketahui bersama bahwa mereka telah mengafirkan banyak sahabat besar seperti Sayyidina Ali ra., menghalalkan darah-darah kelompok Muslimin selain mereka, menghalalkan harta mereka… namun demikin mereka tidak divonis kafir oleh para ulama, sebab dalam hemat mereka, kaum Khawârij itu berpendapat dan bersikap demikian karena syubhat ta’wil dalam memahami nash-nash agama, walaupun jelas-jelas salah fatal!

Bahaya Mengafirkan Tanpa Dasar dan Bukti.
Mengapa begitu serius masalah pengafiran person, mu’ayyan atau bahkan yang bersifat umum? Karena hukum awal bagi kaum Muslimin adalah dihormatinya status keislaman mereka, dan kita harus senantiasa menetapkan bagi mereka status tersebut sehingga ada bukti nyata dan pasti bahwa statsu itu telah gugur. Di sini, dalam hal ini, kita tidak boleh semberono dan gegabah dalam menvonis kafir seseorang. Sebab dalam pengafiran itu terdapat dua bahaya yang bisa menghadang.

Pertama, Mengada-ngada atas nama Allah SWT dalam menetapkan hukum/status.
Hal ini jelas, karena kita telah menetapkan status atas seseorang yang tidak ditetapkan oleh Allah SWT. Kita mengafirkan seseoraang yang tidak dihukum kafir oleh Allah SWT. Tindakan itu sama dengan mengharamkan apa-apa yang dihalalkan Allah SWT., atau sebaliknya… .
Kedua, Mengada-ngada dalam penetapan status atas orang yang divonis.

Hal itu juga berbahaya, mengingat menetapkan status kafir atas seorang Muslim itu artinya kita menetapkan status yang berlawanan dengan status yang sebenarnya sedang ia sandang. Seorang Muslim kita sebut ia sebagai Kafir! Jika ada orang yang mengafirkan orang lain yang tidak berhak ia kafirkan maka vonis itu akan kembali kepadanya, seperti ditegaskan dalam banyak hadis shahih.
Imam Muslim meriwayatkaan dari Abdullah ibn Amr, ia berkata, “Nabi saw. bersabda, ‘Jika seorang mengafirkan orang lain, maka ia (status kafir itu) telah tetap bagi salah satunya.” [3]

Dalam redaksi lain disebutkan, “ Jika memang seperti yang ia katakan (ya tidak masalah), tetapi jika tidak, maka ia akan kembali kepadanya.” [4]
Karenanya perlu berhati-hati dalam menetapkan vonis kafir atas mu’ayyan, atau bahkan atas keyakinan tertentu atau pekerjaan tertentu yang dipraktikan kaum Muslimin, generasi demi generasi dan didasarkan atas dalil-dalil yang diyakini kesahihannya. Sebab boleh jadi menvonis secara gegabah praktik tertentu sebagai kemusyrikan atau kekafiran termasuk mengada-ngada atas nama Allah dan Rasul-Nya.

*****
___________________
Rujuk:
[1] Tafsir Ibnu Katsir,1/554-555.
[2] Syarah Kasyfu asy Syubuhât:38.
[3] Muslim, Kitab al Imân:60.
[4] Ibid.

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (9), (10), dan (11)

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (9)

Dan ketahuilah sesungguhnya termasuk dari hikmah Allah Swt adalah Dia tidak mengutus seorang nabi dengan tauhid ini kecuali dia telah menjadikan musuh-musuh baginya, sebagaimana firmannya:

وَ كَذلِكَ جَعَلْنا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَياطينَ الْإِنْسِ وَ الْجِنِّ يُوحي بَعْضُهُمْ إِلى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوراً

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap- tiap nabi itu musuh, yaitu setan- setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan- perkataan yang indah- indah untuk menipu (manusia). (Al-An’am: 112).

Dan terkadang para musuh-musuh tauhid memiliki ilmu yang begitu banyak, buku-buku dan berbagai argumentasi, sebagaimana firman Allah Swt:

فَلَمَّا جاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّناتِ فَرِحُوا بِما عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ

Maka tatkala datang kepada mereka rasul- rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan- keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka… (Al-Ghafir: 83).

Jika Anda mengetahui hal tersebut dan mengetahui bahwa jalan menuju Allah Swt senantiasa dipenuhi oleh musuh-musuh yang merintangi; mereka Ahli-Ahli bahasa (fasih), pemilik ilmu dan argumentasi, maka wajib bagi Anda untuk mempelajari agama yang dapat anda gunakan sebagai senjata untuk memerangi mereka; para setan yang pemimpin dan senior mereka telah berkata kepada Allah Swt:


لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِراطَكَ الْمُسْتَقيمَ. ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْديهِمْ وَ مِنْ خَلْفِهِمْ وَ عَنْ أَيْمانِهِمْ وَ عَنْ شَمائِلِهِمْ وَ لا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شاكِرينَ

Saya benar-benar akan (menghalang- halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur ( taat ). (Al-A’raf: 16-17).

Akan tetapi jika Anda menghadap kepada Allah dan mendengarkan hujjah-hujjah dan penjelasan-Nya maka janganlah merasa takut dan bersedih.

إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطانِ كانَ ضَعيفاً

“sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. (An-Nisa’: 76).
________________
Catatan 10:
Dari keterangan Syeikh di atas terlihat jelas bahwa sebenarnya pertentangannya adalah dengan para ulama, -bukan dengan kaum awam-, yang memiliki kefasihan dalam berbahasa, banyak ilmu pengetahuan dan hujjahnya. Pernyataan ini adalah sebuah pengakuan bahwa ia sedang mengalamatkan pembicaraan dan dakwahnya kepada para ulama di wilayah Najd, Hijaz, dan Syam…. namun anehnya, beberapa lembar sebelum ini ia mengatakan bahwa mereka itu tidak memiliki pengetahuan tentang makna Kalimah Tauhid; Lâ ilâha Illa Allah!!

Jika dalam banyak kesempatan ia menyebut kaum Muslimin sebagai Musyrikûn yang menyekutukan Allah SWT, maka kali ini Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb menyebut para ulama Islam yang bertentangan dengannya sebagai musuh-musuh para Rasul… mereka adalah setan-setan dan pengikut setia Iblis… kerja mereka hanya menghalang-halangi umat manusia dari mengenal dan tunduk kepada Allah SWT.

Dalam banyak kesempatannya, Syeikh juga selalu menyebut bahwa sesiapa yang menentang dakwahnya berarti menentang ajaran Tauhid murni yang dibawa para Rasul….

Mungkin Anda beranggapan bahwa yang dimaksud olehnya adalah kaum Kuffâr; Yahudi, Nashrani, Ateis dll. Merekalah musuh-musuh para Rasul….
merekalah setan-setan itu! Akan tetepi anggapan itu segera terbukti naif, setelah Anda mengetahui bahwa di sepanjang aktifitas dakwahnya, Syeikh tidak pernah berdakwah selain kepada kaum Muslimin sendiri… hanya mereka yang menjadi fokus garapannya…
semua kegiatannya hanya dialamatkan kepada kaum Muslimin (yang tentunya ia vonis musyrik)….
sebagaimana peperangan dan jihadnya juga hanya melawan sesama kaum Muslimin !!

Jadi jelaslah bahwa yang ia maksud adalah ulama Islam! Merekalah dalam pandangan Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb sebagai musuh-muusuh para Rasul dan setan, bala tentara Iblis!! Seperti akan ia pertegas dalam lembar-lembar berikutnya bahwa “setan-setan, musuh-musuh Tauhid, dan ulama Musyirikûn” itu berhujjah dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. dalam menetapkan keyakinan mereka akan kebenaran konsep Syafa’at, Istighâtsah dll. Adakah yang berhujjah dalam masalah tersebut di atas dengan Al Qur’an selain ulama Islam?! Jadi jelaslah bagi kita bahwa yang di maksud dengan Musyrikûn dan setan-setan bala tentara Iiblis adalah ulama Islam!!

Setelah ia menasihati para pengikutnya agar mempersenjatai diri dengan ilmu dan memperhatikan hujjah-hujjah Allah, ia berusaha mayakinkan mereka (dan juga kita semua) bahwa seorang awam dari pengikutnya pasti mampu mengalahkan seribu ulama Islam yaang ia sebut sebagai ulama kaum Musyrikin!

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (10).

Dan seorang awam dari Ahli tauhid akan mengalahkan seribu (1000) dari orang musyrik. Sebagaimana firman Allah Swt:

وَ إِنَّ جُنْدَنا لَهُمُ الْغالِبُونَ

Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. (As-Shaffat: 176).

Maka tentara-tentara Allah itu menang dengan hujjah dan argumentasi sebagaimana (lawan-lawan) mereka menang dengan pedang. Akan tetapi ketakutan itu hanya dirasakan oleh seorang Ahli tauhid yang menapaki jalan tanpa senjata.

Allah Swt telah menganugerahkan kepada kami sebuah kitab yang dijadikannya sebagai:

تِبْياناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَ هُدىً وَ رَحْمَةً وَ بُشْرى لِلْمُسْلِمينَ

Untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang- orang yang berserah diri. (An-Nahl: 89).

Maka tidak ada Ahli batil yang mendatangkan hujjahnya kecuali al-Qur’an telah membantah dan merusaknya.


وَ لا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاَّ جِئْناكَ بِالْحَقِّ وَ أَحْسَنَ تَفْسيراً

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Al-Furqan: 33).

Sebagian Ahli tafsir berkata bahwa ayat ini umum mencakup setiap hujjah yang diajukan oleh Ahli batil pada hari kiamat.
_________________
Catatan 11:
Pernyataan di atas tegas-tegas memuat pengafiran jumlah yang tidak sedikti dari ulama Islam. Adalah mustahil dalam kebiasaan terdapat 1000 ilmuan kafir seperti yang ia sebut dalam satu kota, misalnya. Ini adalah bukti kuat bahwa Syeikh sedang mengalamatkan vonisnya kepada ulama Islam yang tidak sependapat dengnnya.

Sementara itu yang selalu kita dengar dari Syeikh sendiri maupun para pengikutnya mereka mebela diri dengan mengtakan, “Ma’âdzallah, kami berlindung kepada Allah dari mengafirkan kaum Muslimin!”. Ini adalah ucapan bersifat umum. Akan tetapi permasalahannya terletak pada, siapa sejatinya “Muslim” dalam pandangan kaum Wahhâbiyah?. “Muslim” dalam pandangan mereka berbeda dengan “Muslim” dalam pandangan para ulama Islam lainnya.

Dalam pandangan Syeikh dan para pengikutnya, “Muslim” itu harus memenuhi banyak syarat yang tidak pernah disyaratkan oleh para ulama Islam di sepanjang masa….
mengucapkan Syahâdatain/dua kalimah Syahadat belum cukup untuk mengeluarkan seseorang dari kekafiran…
Mengetahui sebagian syarat saja sementara syarat-syarat lain tidak diketahuinya juga tidak menyelamatkannya dari vonis kafir! Kemudian dalam pemahaman terhadap makna sebagian syarat diharuskan menuruti pemahaman Syeikh…
maka dengan demikain hampir tidak ada yang terjaring ke dalam kelompok “Ahli Tauhid” (yang mengesakan Allah SWT) selain Syeikh dan pengikutnya.

Al hasil, di sini Syeikh menjamin bahwa seorang awam dari pengikutnya pasti akan mampu mengalahkan seribu ulama kaum Musyrikîn (baca Muslimin)! Dan seorang awam dari Ahli tauhid akan mengalahkan seribu dari orang musyrik. Sebab para pengikutnya adalah “Tentara Allah” yang dijamin kemenangannya baik dalam hujjah dan argumentasi maupun dalam peperangan…
demikian, Syeikh menanamkan kepercayaan diri dalam jiwa-jiwa pengikutnya…
dan sekaligus mempersiapkan mental mereka agar bersemangat dalam memerangi kaum Muslimin yang telah diperkenalkan kepada para pengikutnya (yang dewasa itu kebanyakan dari kalangan awam dan arab-arab Baduwi yang jauh dari pemahaman agama yang cukup).
Setelah itu, Syeikh mulai mengurai argumentasi yang dianggapnya mampu mempersenjati para pengikutnya.

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (11).

Saya akan menyebutkan untuk Anda hal-hal yang disebut oleh Allah Swt di dalam kitab-Nya yang merupakan jawaban dari sanggahan kaum musyrikin di zaman kami yang ditujukan kepada kami.
Kami dapat menjawab sanggahan Ahli batil itu melalui dua bentuk: secara global dan secara terperinci. Yang global itu merupakan hal yang dapat memberi faedah besar bagi mereka yang memahaminya. Allah berfirman:

هُوَ الَّذي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتابَ مِنْهُ آياتٌ مُحْكَماتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتابِ وَ أُخَرُ مُتَشابِهاتٌ فَأَمَّا الَّذينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ ما تَشابَهَ مِنْهُ ابْتِغاءَ الْفِتْنَةِ وَ ابْتِغاءَ تَأْويلِهِ وَ ما يَعْلَمُ تَأْويلَهُ إِلاَّ اللَّهُ

Dia- lah yang menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat- ayat yang muhkamaat itulah pokok- pokok isi Al Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang- orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat- ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari- cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. (Al-Imran: 7).

Telah disebutkan sebuah hadis sahih bahwa jika kalian melihat sekelompok orang mengikuti hal-hal yang mutasyabih dari al-Quran, maka mereka adalah orang-orang yang disebut oleh Allah sebagai orang-orang yang patut diwaspadai.

Sebuah contoh: jika sebagian orang musyrikin berkata kepada Anda:

أَلا إِنَّ أَوْلِياءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَ لا هُمْ يَحْزَنُونَ

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak ( pula )mereka bersedih hati. (Yunus: 62)
Dan syafaat adalah sebuah kebenaran dan para nabi memiliki posisi di sisi Allah atau si musyrik membawakan sabda-sabda nabi sebagai dalil atas kebatilan pendapatnya, sedang Anda tidak memahami arti ungkapan yang disebutnya maka jawablah: “sesungguhnya mereka yang di hatinya ada kemunafikan maka mereka meninggalkan yang muhkam dan mengikuti yang muthasyabih.”

Dan apa yang saya sebutkan kepada Anda bahwa Allah Swt menyebut orang-orang musyrikin sebagai orang-orang yang mengakui tauhid rububiyah dan kekafiran mereka akibat hubungan mereka dengan para malaikat, para nabi dan para wali:

هؤُلاءِ شُفَعاؤُنا عِنْدَ اللَّهِ

” Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah”. (Yunus: 18).

Hal ini merupakan hal yang muhkam dan jelas yang tidak bisa diubah artinya oleh siapapun.
______________

Catatan 12:
Wahai pembaca, siapa gerangan yang Ibnu Abdil Wahhâb maksud dengan: “kaum musyrikin dan “sebagian orang musyrikin” dalam kalimat yang ia tulis di atas, yang mana mereka menyelami dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw. dan memiliki kefashihan, ilmu dan hujjah-hujjah?! Bukankah mereka itu adalah ulama Islam yang sedang ia selisihi dalam klaim kekafiran dan kemusyrikan?

Siapakah yang meyakini adanya hak syafa’at bagi para nabi, khususnya Nabi Muhammad saw. dan mereka memohonnya dari beliau saw. dengan mengatakan misalnya, ‘wahai Rasulullah, berilah aku syafa’at’ (yang oleh Ibnu Abdil Wahhâb dituduh sebagai telah menyekutukan Allah SWT.)
Siapa sebenarnya yang sedang berhadap-hadapan dengan kaum Wahhâbi dan sedang dihadapi kaum Wahhâbi? Sejarah tidak pernah mencatat bahwa kaum Wahhâbi di masa awal kemunculannya hingga sekarang berhadapan dengan selain kaum Muslimin dalam persengketaan seputar masalah syafa’at, tawassul, istighâtsah dll?!

Tidak syak lagi bahwa stitmen di atas adalah sebuah bukti nyata pengafiran terang-terangan terhadap umat Islam selain kaum Wahhâbi yang selalu mereka tuduh sebagai a’dâ’u al Islâl, a’dâ’u at Tauhîd dan khushûm ad da’wah/musuh-musuh Islam, musuh-musuh Tauhid dan lawan-lawan da’wah.
Kenyaatan ini harus diakui sebagai sebuah kezaliman, sebab, seperti telah disinggug bahwa Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb dalam seluruh kegiatannya hanya sedang membantah arugumentasi kuam Muslimin dan tidak sedang membantah kaum kafir atau kaum Musyrik. Jika Anda ragu akan hal itu, bacalah surat-surat yang dilayangkan atau buku-buku yang ditulis oleh Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb, Anda tidak akan menemukan satupun dari nama orang kafir (Yahudi dan atau Nashrani) atau seorang Musyrik (penyembah acra, matahari, atau sesembahan lainnya). Yang akan Anda temukan hanya nama-nama ulama Islam di masanya, seperti:
· Muhammad ibnu Fairûz al Ahsâ’i (seorang ulama dari suku bani Tamîm, suku yang sama dengan suku Syeikh, dan beliau hijrah ke kota Bashrah meninggalkan al Ahsâ’ setelah kota tersebut jatuh ke tangan kaum Wahhâbiyah).
· Marbad ibn Ahmad at Tamîmi (mufti pengikut mazhab Syafi’i di Madinah al Munawarah, beliaulah yang menceritakan apa adanya akidah Syeikh kepada al Amîr ash Shan’âni yang kemudian berbalik menghujat Syeikh karena sikap takfîr-nya yang melampaui batas, Syeikh Marbad dibunuh kaum Wahhâbiyah di kota Raghbah tahun 1171 H.).
· Abdullah ibn Sahîm (seorang faqih kota Qashîm, seorang qadhi bermazhab Hanbali untuk daerah Sudair).
· Sulaiman ibn Sahîm al Hanbali (ulama dan faqih penduduk kota Riyâdh, ia hijrah ke kota az Zubair meninggalkan kota Sudair setelah kaum Wahhâbiyah mendudukinya. Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb telah mengafirkannya dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama Islam).
· Abdullah ibn Abdul Lathîf (salah seorang guru Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb yang sangat menentang seruannya).
· Muhammad ibn Sulaiman al Madani, Abdullah ibn Daud al Zubairi (seorang ulama Ahlusunnah asal Iraq).
· Sayyid Alawi ibn Ahmad al Haddâd al Hadhrami (seorang ulama besar Ahlusunnah dari Hadhramaut).
· Sulaiman ibn Abdil Wahhâb (saudaranya sendiri).
· Muhammad ibn Abdur Rahman ibn ‘Afâliq al Hanbali al Najdi (seorang ulama kota al Ahsâ’).
· Al Qâdhi Thâlib al Humaishi.
· Syeikh Ahmad ibn Yahya.
· Syeikh Shaleh ibn Abdullah ash Shâigh (seorang ahli fikih dan qadhi kota ‘Unaizah) .
dan puluhan lainnya yang disebut oleh Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb sebagai “Kaum Musyrikûn di zaman kita” !!

Dan sebagai bukti kesetiaan kaum Wahhâbiyah terhadap Doktrin Takfîr imam mereka, hingga sekarang mereka menapak-tilasi jalan Ibnu Abdil Wahhâb dalam mencoreng kaum Muslimin, awam dan ulama dengan tuduhan musyrik, kafir atau paling ringan tuduhan bid’ah yang hampir mencapai batas kafir (!), seperti yang mereka lakukan terhadap banyak ulama di antaranya, Ibnu Sallûm, Utsman ibn Sanad, Ibnu Manshûr, Ibnu Humaid, Syeikh Ahmad Zaini Dahlân (mufit mazhab Syafi’i di kota suci Makkah), Daud ibn Jirjîs dkk.

Dan sekarang di Abad ke- 14 dan 15 Hijriyah kegemaraan mengafirkan dan atau menuduh sebagai pembid’ah yang sesat itu masih sering kita dengar dan kita baca, seperti vonis mereka atas al Kautsari, Abu Ghuddah, Sayyid Muhammad Alawi al Maliki (guru besar para ulama dan Kyai Ahlusunnah Indonesia), ad Dajûri, Syeikh Syaltût (Rektor Universitas Al Azhar), Abu Zuhrah, Syeikh Muhammad Ghazzali, Syeikh Yusuf al Qardhâwi, Syeikh Sa’îd Ramadhan al Bûthi, Abdullah al Ghimâri dan Ahmad al Ghimâri, Sayyid Hasan ibn Ali as Seqaf (seorang ulama keturunan Sayyid yang tinggal di Yordania), Habîbur Rahman al A’dzumi dan masih banyak lannya dan mungkin, karena tulisan ini, nama Abu Salafy juga akan mereka sandingkan dengan nama-nama para ulama “Ahli Bid’ah” di atas!

Dan seperti telah saya singggung, -dan hal ini sangat disayangkan- bahwa kaum Wahhâbiyah tak menghentikan “aksi teror pengafiran” itu kecuali ketika mereka dalam kondisi lemah karena jumlah mereka sedikit atau ketika ada kekuatan pemerintahan yang mencegah mereka melakukan “aksi teror pengafiran” itu. Andai bukan karena dua sebab itu, pastilah tidak ada seorang pun yang selamat dari “aksi teror pengafiran” mereka!!

Ibnu Abdil Wahhab Mempersenjatai Pengikutnya Dengan Senjata Kebodohan.
Seperti diketahui semua orang, bahwa pada awal kemunculan ajakannya, Ibnu Abdil Wahhab telah ditentang keras para ulama Islam, sementara kaum awam menyambut dan menerima ajakan dan seruannya. Sementara itu, seperti ia janjikan (dan telah kami sebeutkan sebelumnya, bahwa satu dari pengikutnya yang awam saja pasti mampu mengalahkan seribu ulama kaum Musyrikun -Muslimun maksudnya-), maka di sini ia perlu mempersenjatai para pengikutnya yan rata-rata awam itu dengan senjata yang dengannya pasti mereka menang dalam menghadapi siapa saja yang menentangnya dan menyalahkan akidah dan pandangannya dan dalam situasi apapun.

Apa senjata yaang dipersiapkan Ibnu Abdil Wahhab untuk para pengikutnya?
Karena Ibnu Ibnu Abdil Wahhab itu adalah seorang pemimpi yang “bijak” maka ia pasti akan memberikan senjata yan tepat untuk mereka. Ia mengerti benar kadar ilmu para pengikutnya yang awam, karenanya ia mempersenjatai mereka dengan senjata: asal inkar dan menggolonkkan dalil apapun yang dibawa lawan ajakan tauhidnya sebagai hal yangg mutasyâbih!

Apapun bukti yang akan diajukan lawan-lawan kalian, yang tidak kalian menerti, maka jabablah dengan:
  • Senjata Inkar: “Dan apa yang Anda sebut wahai musyrik dari al-Quran dan sabda Nabi saw. tidak saya mengerti artinya.” (Kasyfu asy Syubuhât:48).
  • Senjata Dalil Kamu Mutasyabih: Jika sebagian orang musyrikin berkata kepada Anda: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)mereka bersedih hati. (Yunus: 62) Dan sesungguhnya syafa’at adalah itu haq (pasti adanya) dan para nabi memiliki kedudukan di sisi Allah atau si musyrik itu membawakan sabda-sabda Nabi saw. sebagai dalil atas kebatilan pendapatnya (tentangg syafa’at), sedang Anda tidak memahami arti ucapan yang ia sebutkan maka jawablah dengan: “Sesungguhnya Allah menyebutkan dalam Kitab-Nya bahwa mereka yang di hatinya ada kecenderungan kepada kebatilan maka mereka meninggalkan yang muhkam (tegas dan pasti maknanya) dan mengikuti yang muthasyabih (saram).” (Kasyfu asy Syubuhât:46).
Sungguh luar biasa senjata akal-akalan Imam Wahhabi yang satu ini…. ia mempersenjati para pengikutnya dengan senjata kebodohan, setiap kali ulama atau seorang awam kaum Muslimin membawakan dalil tantang syafa’at, misalnya, bahwa Nabi Muhammad saw. memiliki hak memberikan syafa’at untuk umatnya, dan kami memohon dari beliau agar memberikan syafa’at untuk kami, maka di sini Ibnu Abdil Wahhab mendoktrin pengikutnya dengan: “Katakan bahwa masalah itu adalah tergolongg mutasyâbih dalil yan kamu bawakan juga mutasyâbih, dan kegemaran orang yang sesat dan menyimpang hanya mengikuti ayat-ayat yang mutasyâbih!” dan “Ayat dan sabda Nabi saw. yang kamu uraikan itu saya tidak mengerti, tapi yang pasti bukan begitu!”

Demi Allah yang menciptakan akal sehat dan memberi hidayah para pencarinya, adakah senjata kebodohan dan sikap akal-akalan yang mengunguli apa yang didoktrinkan Imam Wahhabi ini?!
  • Ayat-ayat Syafa’at Bukan Mutasyâbih.
Seperti pernah saya jelaskan bahwa untuk mengolonkan sebuah ayat itu mutasyâbih atau muhkam, tidak dapat ditetapkan oleh selera kita dan atau asal-asalan. Kesamaran makna yang menyebabkan sebuah ayat digolongkan mutasyâbih itu harus ada sebabnya. Sementara kata-perkata dan kalimat perkalimat dalam ayat syafa’at itu sangat gamblang, tidak ada kesamaran sedikitpun. Lalu mengapakah Syeikh Ibnu Abdil Wahhab menggolongkannya sebagai ayat mutasyâbihât? Sisi mana dari, misalnya:
A) Para awliya’ Allah tidak ada khawf/rasa takut dan tidak sedih,
B) Para awliya’ Allah memiliki kedudukan di sisi Allah SWT,

yang menggandung unsur kemutasyâbihan?

Demikianlah doktrin untuk mengatakan kepada lawan-lawan da’wah Wahhabiyah bahwa “faham/dalil yan kamu sebutkan itu mutasyâbih sedang yang kami yakini adalah muhkam (pasti/tegas), maka tidak benar meningalkan yang muhkam demi mengikuti yang mutasyâbih atau melawan yang muhkan dengan dalil yang mutasyâbih” diajarkan kepada para pengikutnya, akan tetapi ini adalah metode keliru dalam mengajarkan cara berdiskusi atau berdabat, dan semua orang bisa mempersenjatai diri dengan senjata seperti itu setiap kali terpojokkan. Kemutasyâbihan itu tidak dapat ditetapkan dengan sekendak kaum awam Wahhabi, ada aturan dan kaidahnya yang dihabas panjang lebar oleh para ulama.

Jadi adalah aneh, kebanggaan yang dipampakkan Imam Wahhabi setelah mengajarkan dalil dan cara berdebat di atas: Hal ini merupakan hal yang muhkam dan jelas yang tidak bisa diubah artinya oleh siapapun. ….
Akan tetapi jawaban ini tidak mungkin dipahami kecuali oleh orang yang telah diberi taufik oleh Allah.

Bersambung .....

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas Bagian 1

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (1)

Sekilas Tentang Kitab Kasyfu asy-Sybubuhat.
Kitab Kasyfu asy-Sybubuhat adalah karya Syeikh Muhammad ibn Abdi Wahhâb yang ia tulis untuk mendektekan “hujjah-hujjah dan bukti-bukti” dan menjelaskan inti pikiran ajarannya. Kitab ini menjadi rujukan utama sekte Wahhabiyah dalam menanamkan doktrin ajarannya, ia tersebar dengan luas di kalangan para santri, pelajar, mahasiswa dan kaum awam Wahhabi sekalipun. Kemasyhuran kitab tersebut tidak kalah dengan kemasyhuran kitab at Tauhid karyanya.

Kitab tersebut, baik terjemahan maupun aslinya telah menyebar di tanah air nusantara yang kita cintai.


Kitab Kasyfu asy-Sybubuhat.
Kitab Kasyfu asy-Sybubuhât adalah sarat dengan doktrin pengafiran atas kaum Muslimin selain kelompok Wahhabi (yang tunduk menerima ajakan Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb). Ia telah mengkategorikan banyak hal yang bukan syirik ke dalam daftar kesyirikan! Dan atas dasar itu ia mengafirkann dan menvonis musyrik selain kelompoknya.


Dalam buku kecil itu, Ibnu Abdil Wahhâb telah menyebut umat Islam, seluruh umat Islam, baik awam maupun ulamanya dari berbagai mazhab dan golongan selain kelompoknya dengan sebutan musyrikan tidak kurang dari dua puluh empat kali. Sementara itu, lebih dari dua puluh lima kali ia menyebut kaum Muslimin dengan sebutan:
Kafir,
Para penyembah berhala-berhala,
Orang-orang munafikun,
Orang-orang murtad,
Para penentang Tauhid,
Musuh-musuh Tauhid,
Musuh-musuh Allah,
Orang-orang yang mengaku-ngaku Islam secara palsu,
Pengemban kebatilan,
Orang-orang yang dalam hati mereka terdapat kecendurngan kepada kebatilan,
Kaum jahil,
Setan-setan,
Dan sesungguhnya orang-orang bodoh dari kalangan kaum kafir dan para penyembah berhala-berhala lebih pandai dari mereka …
Dan kata-kata keji lainnya.
Sebuah kenyataan yang membuat kitab tersebut sebagai kitab Pedoman Doktrin Takfîr paling berbahaya dan sekaligus sebagai saksi nyata bahwa ajaran Wahhâbiyah ditegakkan di atas pondasi pengafiran yang sulit dielak oleh para pengikutnya sekarang!
Dan untuk melihat dari dekat kitab tersebut, maka kami tertarik untuk menerjemahkannya dengan disertai catatan yang akan membantu pembaca mengenal dengan baik pikiran inti Pendiri Setke Wahhâbiyah dan sekaligus akan menggaris-bawai beberapa kekeliruannya.
Naskah yang kami terjemahkan adalah terbitan Dâr al-Kutub al-Ilmiah Beirut – Lebanon dengan disertai syarah Syeikh Ibnu Utsaimin dan dicetak bersama kitab al-Ushûl as -Sittah juga karya Ibnu Ibdil Wahhâb. Tebal halaman berikut syarh-nya adalah 83.
Di bawah ini mari kita ikuti terjemahan dan catatan komentar atasnya…
Selamat membaca..!

Berkata Ibnu Abdil Wahhab –pendiri sekte Wahhâbiyah- dalam kitabnya Kasyfu asy Syubuhât.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ketahuilah wahai yang ingin dirahmati oleh Allah Swt, sesungguhnya tauhid adalah mengesakan Allah dengan ibadah. Di mana hal tersebut merupakan agama dan tuntunan duta-duta Allah untuk para hamba-Nya; dimulai oleh nabi Nuh a.s. yang diutus kepada kaumnya ketika mereka telah melampaui batas (gluluw) orang-orang yang saleh; Wudda, Suwa’a, Yaghuts, Ya’uq dan Nasra.
_______________
Catatan: 1
Awal pembicaraan di atas adalah benar, akan tetapi bagian akhirnya tidak berdasar. Tidak semetinya berpanjang-panjang dalam menjelaskan masalah yang telah diketahui dan disepakati semua umat Islam, bahwa para nabi saw. diutus untuk mengajarkan konsep Tauhid yaitu mengesakan Allah SWT dalam penyembahan dan meninggalkan penyembahan selain-Nya. Nabi Nuh as. diutus kepada kaum yang menyembah arca-arca dan berhala-berhala dan bukan sekedar ber-ghuluw (berlebihan) terhadap para shalîhîn seperti yang dikatakan Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb. Secara bahasa kata ghuluw artinya sikap melampaui batas, kata ini dapat memiliki konotasi yang luas dan dapat diseret kepada makna yang disalah-gunakan. Benar, terkadang sikap ghuluw itu mencapai puncaknya yaitu kekafiran, walaupun itu jarang… mencium tangan seorang shaleh atau wali dan ber-tabarruk terhadap kaum shâlîhîn dalam pandangan Ibnu Abdil Wahhâb termasuk sikap guluw… akan tetapi semua itu tidak benar dikategorikan sebagai syirik!
Sepertinya Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb hendak mengesankan kepada kita bahwa ajakannya adalah kelanjutan dari ajakan para Nabi as. Atau ia ingin membangun opini bahwa para Nabi dan Rasul as. itu tidak diutus oleh Allah SWT kecuali kepada kaum yang berg-huluw kepada kaum shâlîhîn semata! Atau bahwa kesalahan terbesar yang menjerumuskan mereka ke dalam lembah kemusyrikan hanyalah berghuluw kepada kaum shâlîhîn! Seperti yang ia tegaskan dalam kitab at Tauhid-nya dengan menulis sebuah bab dengan judul, “Bab bukti-bukti yang datang bahwa sebab yang membawa bani Adam kepada kekufuran dan meninggalkan agama mereka adalah ghuluw terhadap. kaum shâlîhîn.” (Syarah Ibnu Utsaimin atas Kasyfu asy-Syubuhât:15).
Ini semua tidak benar dan tidak berdasar, sebab pada kenyataannya mereka menyekutukan Allah dan menyembah berhala-berhala. Dan ini sudah cukup untuk menjadi alasan kemusyrikan mereka. Sementara itu, lawan-lawan ajakan Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb yang membantah alasan-alasannya dan yang ia kafirkn serta ia perangi adalah kaum Muslimin yang mengesakan Allah dan tidak menyembah selain-Nya, akan tetapi mereka berkeyakinan bahwa ber-tabarruk dengan para shâlîhîn, yang sementara ini divonis syirik olehnya. Karenanya, Syeikh banyak mengulang poin ini dalam banyak kesempatan.

Makna Ibadah.
Seperti telah diketahui bersama bahwa tidaklah semua bentuk pengagungan dan ketundukan dapat diketegorikan sebagai ibadah (penyembahan/penghambaan). Jadi mengagungkan terhadap seorang Nabi misalnya, atau seorang wali atau ulama atau mengagungkan kuburan mereka dengan bentuk pengagungan tertentu atau ber-tabarruk dengan mereka tidak serta-merta disebut sebagai menyembah mereka dan atau kuburan mereka, atau menyamakannya dengan menyembah berhala dan karenanya divonis musyrik/kafir.

Memuji Kebaikan Kaum Musyrikin!
Seperti telah disinggung bahwa lawan-lawan yang dikafirkan dan diperangi Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb adalah kaum Muslimin yang menegakkan shalat, menjalankan puasa dan haji, oleh sebab itu ia mesti perlu membubarkan tanda tanya yang terus-menerus membayangi pengikutnya bahwa mereka itu benar-benar telah musyrik agar para pengikutnya itu tetap bersemangat mengafirkan dan kemudian memerangi mereka. Dari sini dapat dimengerti rahasia mengapa ia berlebih-lebihan dalam menekankan hal itu, seperti tampak dari kata-katanya di atas. Dan dari sini pula dapat dimengerti mengapa Syeikh begitu bersemangat memaparkan mahâsin (sisi baik) kaum kafir Quraisy, pengikut Musailamah al-Kadzdzâb dan kaum munafikin di zaman Nabi saw. Dalam banyak kali Syeikh mengunggulkan mereka atas kaum Muslimin; baik ulama maupun awamnya! Semua itu ia lakukan dengan maksud mengajukan bukti bahwa orang-orang yang ia perangi adalah orang-orang yang secara kualitas di bawah kaum kafir Quraisy dan kaum munafikin serta pengikut Musailamah al-Kadzdzâb!

Ini jelas salah besar, sebab ia hanya memaparkan sisi baik (jika kita terima anggapannya bahwa itu adalah kebaikan) kaum Musyrikun dan sengaja melupakan keburukan mereka. Sementara itu, ketika memaparkan kondisi kaum Muslimin yang sedang ia bandingkan dengan kaum kafir itu ia lupakan sisi-sisi positif yang ada dan hanya berfokus pada sisi negatif saja! Seperti akan disebutkan nanti.

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (2)

Dan diakhiri oleh penghulu mereka Nabi Muhammad Saw. Beliau (juga demikian) telah menghancurkan arca-arca berupa hamba-hamba saleh. Beliau diutus oleh Allah SWT kepada umat manusia yang juga beribadah, berhaji, bersedekah dan selalu berdzikr mengingat Allah, namun mereka menjadikan sebagian makhluk sebagai sarana dan perantara di antara mereka dan Allah SWT, dengan sarana-sarana tersebut mereka berharap dapat mendekatkan diri kepada-Nya, mengharap syafa’at di sisi-Nya, seperti Malaikat, Isa, Maryam dan sosok-sosok saleh yang lain.
Kemudian Allah SWT mengutus Muhammad Saw dalam rangka memperbaharui agama ayahnya, Ibrahim a.s. seraya mengabarkan kepada mereka bahwa mendekatkan diri itu murni hak Allah dan tidak layak untuk selain-Nya, bukan untuk para malaikat dan seorang nabi yang diutus apalagi selain keduanya.

___________
Catatan:2
Demikianlah, Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb melukiskan potret indah tetapi tidak riil tentang orang-orang kafir Quraisy untuk dijadiknnya pijakan dalam mengafirkan umat Islam. Kata Syeikh kaum kafir Quraisy itu adalah orang-orang yang rajin menyembah Allah, melaksanakan haji, bersedekah dan banyak berzikir menyebut dan mengingat Allah SWT.!! Jelas ini adalah pembandingan yang tidak riil, seperti akan kami jelaskan sebentar lagi.
Setelahnya, Syeikh menjelaskan sifat/kondisi yang karenanya Rasulullah saw. memerangi kaum kafir Quraisy, ia mengatakan, “Akan tetapi??? “ itu artinya, mereka berhak diperangi, maka kami juga berhak memerangi mereka yang menyandang sifat dan berada dalam kondisi yng sama dengan alasan yang sama pula!!

Subhanallah! Demikianlah pendiri Sekte Wahhabiyah itu menyamakkan kaum Muslimin dengan kaum kafir Quraisy…. Dan semua keterangan yang ia obral dan atasnya ia membangun vonis sesatnya tentang kekafiran dan kemudian dihalalkannya memerangi kaum Muslimin adalah palsu dan hanya tipuan belaka, sebab:

Pertama: Pantaskan ia menyebut kaum kafir Quraisy itu sebagai kaum yang “menyembah Allah…. “ sementara ibadah dan penyembahan mereka itu telah digambarkan Allah dengan firmannya:

وَ ما كانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكاءً وَ تَصْدِيَةً.

“Dan tidaklah shalat mereka di sekitar baitullah itu, melainkan hanya siualan dan tepuk tangan.” (QS. Al Anfâl [8];35).

Kata mukâ’ adalah bersiul dan tashdiyah artinya bertepuk tangan.
Dalam tasfir al-Kkasysyâf-nya az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa: ”Mereka itu thawâf mengelili Ka’bah sambil telanjang bulat, baik wanita maupun pria, mereka menyilangkan jari jemari mereka sambil bersiul dan bertepuk.” Mereka menyembah dan sujud kepada arca dan berhala yang jelas-jelas dilarang keras Allah SWT. Mereka memberikan sesajen kepada arca-arca dan berhala-berhala itu. Mereka mengucapkan talbiah dengan menyebut nama-nama berhala-berhala mereka, kemudian mereka melumurkan darah sembelihan mereka ke badan mereka. Inilah ibadahnya kaum kaum kafir Quraisy yang dibanggakan dan dipuji-puji Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb.

Mereka berhaji tetapi dengan memasukkan bid’ah dan berbagai kekejian dan penyimpangan, di antaranya, mereka thawaf sambil telanjang bulat seperti telah disinggung, dengan aurat terbuka dan tak tertutupi oleh sehelai benang pun! Dengannya mereka beranggapan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kisah wanita yang datang ke kota Mekkah untuk ibadah haji yang dipaksa menanggalkan seluruh baju yang melekat di badannya adalah kisah masyhur di kalangan para sejarawan, dan kemudian ketika ia melakukan thawaf dengan telanjang, para penduduk kota Mekkah berkerumun menonton adegan thawaf bugil yang diperagakan wanita asing yang molek itu. Ia sambil malu berkeling mengitari Ka’bah seraya menggubah syair:

Hari ini tanpak sebagian atau seluruhnya…
Dan yang tanpak tak kuhalalkan untuk ditonton.

Inikah kaum, yang kata Ibnu Abdil Wahhâb kekafiran dan kemusyrikan mereka hanya terbatas pada tasyaffu’ (meminta syafa’at) kepada kaum shâliîhîn saja!
Kata Syeikh, “mereka bersedekah”, akan tetapi apakah ia lupa bahwa mereka itu mengingkari kerasulan para Nabi dan Rasul as. Dapatkah berguna sedakah mereka itu?!
Mereka kadang-kadang berdzikir menyebut Allah, namun dalam hampir seluruh kondisinya tidak mengingat Allah, bahkan berpaling dari menyebut Allah dan hanya menyebut-nyebut nama-nama berhala sesembahan mereka! Mereka menyebut-nyebut, “U’lu Hubal (berjayalah tuhan Hubal).” Disamping itu mereka menyebut nama-nama berhala-berhala ketika menyembelih hewan ternak mereka tanpa menyebut nama Allah SWT.

Abu Salafy berkata:
Sepertinya Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb lupa untuk melengkapi khayalannya dengan menambahkan kata-kata, ‘dan mereka (kaum kafir Quraisy) itu rajin menegakan shalat, mengeluarkan zakat… mereka tidak berzina, tidak menikahi mantan istri ayah-ayah mereka… mereka tidak meminum arak, tidak berjudi bentuk maisir, anshâb, azlâm… mereka tidak bermu’amalah secara ribâ, tidak mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka….

Ringkas kata, mereka telah dengan sempurna melaksanakan syarat-syarat Islam, termasuk shalat tarâwih… kesalahan yang muncul dari mereka hanya satu yaitu meminta syafa’at kepada hamba-hmba yang berkedudukan tinggi di sisi Allah seperti malaikat, Nabi Isa dll., dan menjadikan mereka sebagai perantara! Atas dasar itu Nabi saw. memerangi mereka dan menvonis mereka sebagai Musyrikûn! Apa bukan demikian wahai pembaca yang arif?!

Pembandingan yang tidak Jujur.
Seperti telah disinggung di atas, bahwa Syeikh menyebut beberapa sifat dan kondisi yang karenanya Nabi saw. menvonis mereka sebagai Musyrikûn dan karenanya pula halal bagi Nabi saw. untuk memerangi mereka! Dan kemudian membandingkannya dengan kondisi keagamaan yang sedang dijalani umat Islam di masa Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb, yang tentunya dengan alasan yang sama pula ia berhak memerangi mereka!

Akan tetapi pembandingan yang ia sebutkan itu tidak jujur dan tidak adil serta tidak berdasar! Sebab:
Kaum kafir Quraisy ingkar Lâ ilâha Illallah, dan tidak rela menjadikan Allah sebagai Tuhan mereka! Tidak mengimani hari kebangkitan, surga dan neraka! Tidak mengimani kerasulan Nabi Muhammaad saw.! Mereka menyembah berhala-berhala, berbuat zalim, membunuh, meminum arak, berzina dll. Lalu apakah mereka berhak disamakan dengan kaum Muslimin yang rajin shalat, berpuasa, mengeluarkan zakat melaksanakan haji, bersedekah dan menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT dan melazimkan diri berprilaku baik dan berbudi pekerti luhur?

أَ فَنَجْعَلُ الْمُسْلِمينَ كَالْمُجْرِمينَ

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang- orang Islam itu sama dengan orang- orang yang berdosa ( orang kafir ).”(QS. Al Qalam [68];35).

Demi Allah yang Maha Adil tidaklah sama antara mereka. Umat Islam tidak mungkin sama dengan kaum kafir… Andai kita terima sekalipun apa yang dituduhkan Syeikh bahwa mereka telah melakukan kesyirikan dengan ber-tabarruk dan ber-tawassul misalnya, tetapi tidak berdasar jika kita menyamakan kaum Muslimin dengan kaum Kafir, sebab pintu ta’wîl dihadapan praktik para ulama dan awam kaum Muslimin terbuka lebar. Dan ber-ta’wil adalah satu asalan kuat yang menghalangi dibolehkannya menjaktuhkan vonis kafir atas pelaku praktik tertentu tersebut! Apapun alasannya adalah sebuah kekeliruan fatal ketika Syeikh menyamakan antara umat Islam dengan kaum Kafir Quraisy! Antara yang menjalankan rukun-rukun Islam dengan yang mengingkarinya!

Tidaklah sama kaum yang mengimani Nabi Muhammad saw. dengan yang mengingkari dan memeranginya!
Tidaklah sama antara kaum yang ber-tawassul kadapa Nabi saw. dan ber-tabarruk kepada para shâlihîn, -andai mereka itu salah- dengan kaum yang melempari Nabi saw. dengan batu dan membunuh para shâlihîn!

Tidakkah sama antara kaum yang beriman kepada hari akhir, surga dan neraka dengan kaum yang mengatakan:

وَ قالُوا ما هِيَ إِلاَّ حَياتُنَا الدُّنْيا نَمُوتُ وَ نَحْيا وَ ما يُهْلِكُنا إِلاَّ الدَّهْرُ

“Dan mereka berkata:” Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” (QS. Al Jatsiyah [45];24).

Akan samakah antara kaum yang berikrar dengan Lâ ilâha Illallah dengan kaum yang berikrar, “apakah engkau akan jadikan tuhan-tuhan ini menjadi satu Tuhan saja?.”?
Samakah antara yang beriman dengan yang kafir?!
Akan samakah antara yang membenarkan kedatangan para Rasul saw. dengan yang mengingkari mereka?
Akan samakah antara yang beriman dengan hari akhir dengan yang kufur kapadanya?
Akan samakah antara yang meminta syafa’at dari para nabi dan para shâlihîn dengaan orang menyembah dan mengharap bantuan dari bebatuan?
Samakah antara kaum yang meminta syafa’at para nabi as. dengan kesadaran penuh bahwa mereka adalah hamba-hamba pilihan Allah dengan kaum yang meminta syafa’at dari berhala dan menjadikan mereka sekutu Allah dalam Ulûhiyah?
Pasti tidak hai Syeikh!!… Adalah perbedaan yang tak pernah ketemu titik kesamaannya!

Para Ulama Islam Membolehkan Ber-tabarruk.
Bukan maksud kami menguraikan masalah ini, akan tetapi sekedar sebagai singgungan saja bahwa mayorits [1] ulama Islam sejak zaman sebelum Syeikh hingga zaman Syeikh membolehkan ber-tabarruk dan bert-awassul dengan kaum shâlihîn, termasuk Imam Ahmad ibn Hanbal, dan para pembesar mazhab Hanbali. Apakah kaum Wahhhâbiyah sekarang mengafirkan mereka semua?! Atau sekedar menyalahkan mereka saja?!

Jika para pengikut Sekte Wahhâbiyah sekarang mengafirkan mereka, pastilah akan menuai protes keras dari ulama di luar keluaga Mazhab Wahhâbiyah, khususnya dari luar Kerajaan Dinasti Sa’ud dan akan langsung menuding mereka sebagai Islam Ekstirm! dan berlebihan dalam mengafirkan umat Islam!

Jika para pengikut Sekte Wahhâbiyah sekarang tidak mengafirkan mereka, itu artinya mereka (pengikut Wahhâbiyah) telah menolak mentah-mentah doktrin Syeikh Imam dan Pendiri Sekte mereka, yang dengan terang-terangan telah mengafirkaan kaum Muslimin, awam dan ulama mereka! Bukankah umat Islam yang divonis kafir dan musyrik oleh Syeikh di zamannya itu sama dengan kaum Muslimin zaman kita sekarang?!

Jika mereka mengada-ngada dengan mengatakan bahwa berbeda antara kaum Muslimin di zaman Syeikh yang ia kafirkan dengan kaum Muslimin zaman kita sekarang, maka semestinya, perbedaan antara kaum kafir Quraisy dengan ulama dan awam kaum Muslimin di zaman Syeikh lebih nyata!!!
Sebenarnya apa yang diprotes Syeikh dari praktik para ulama dan awam kaum Muslimin berupa: tawassul, tabarruk, memohon syafa’at kepada Nabi saw., ziarah kubur, dll itu semua masih juga ada dan dipraktikkan umat Islam, hingga sekarang, baik awam maupun ulama di berbagai belahan dunia Islam; Mesir, Meroko, Syam, Hijaz, Yaman, Irak, Iran dan tentunya tidak ketinggalan umat Islam di tanah air tercinta; Indonesia (tentunya selain yang berfaham Wahhâbi).

Jika sebagian pengikut sekte Wahhâbiyah mengafirkaan mereka semua, maka ia harus memprotes dan bersungguh-sungguh dalam menegakkan hujjah dan bukti kekfiran itu di hadapan para ulama dan penguasa di Arab Saudi, sebab mereka sekaarang sudah tidak lagi mengafirkan kaum Muslimin yang ber-tabarruk …. Dan apabila hujjah mereka yang mengafirkan telah sampai dan didengar oleh mereka, akan tetapi mereka tetap saja tidak mau mengafirkan juga maka mereka semua (ulama Wahhabiyah dan penguasa kerajaan Arab Saudi) harus divonis kafir, sebab berdasarkan kaidah dasar Da’wah Salafiyah bahwa “Siapa yang tidak mau mengafirkan orang kafir atau ragu akan kekafirannya maka ia kafir juga!!!”
Setelah pajang lebar pembicaraan kita, mari kita kembali ke asal permasalahan kita.

Kedua:
Membatasi kamusyrikan dan kekafiran kaum yang Nabi Muhammad saw. diutus kepada mereka hanya pada menjadikan sebagian hamba sebagai perantara dan pemegang hak syafa’at di sisi Allah SWT adalah sebuah kebodohan atau justru penipuan! Sebab kenyataannya mereka tidak seperti yang digambarkan syeikh:

A) Adapun kaum Musyrikûn Quraisy, walaupun mereka itu meyakini bahwa Pemberi rizki, Pencipta, yang mematikan dan menghidupkan, Pengatur dan Pemilik apa yang ada di langit dan di bumi adalah Allah SWT seperti dalam beberapa ayat yang telah disebutkaan Syeikh di atas, akan tetapi perlu dicermati, bahwa tidak ada pula bukti yang dapat diajukan untuk menolak bahwa mereka juga tidak meyakini bahwa berhala-berhala dan sesembahan-sesembahan mereka, baik berupa jin, manusia maupun malaikat juga memiliki pengaruh di jagat raya ini dan bahwa pengaruh sepenuhnya di bawah kendali Allah SWT! Sebab tidak tertutup kemungkinan bahwa mereka juga meyakini bahwa sesembahan mereka itu dapat menyembuhkan yang sakit, menolong dari musuh, mengusir mudharrat, dll, dan bahwa sesembahan mereka itu akan memberi syafa’at di sisi Allah dan syafa’at mereka pasti diterima dan tidak bisa ditolak oleh Allah dan sesungguhnya Allah telah menyerahkan sebagian urusan pengurusan alam kepada mereka.

Tidak sedikit ayat Al Qur’an yang menerangkan kenyataan itu, coba perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

قُلِ ادْعُوا الَّذينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَ لا تَحْويلاً

“Katakanlah:” Panggillah mereka yang kamu anggap ( tuhan ) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya.”.(QS. Al Isra’ [17];56).

وَ إِذا قيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمنِ قالُوا وَ مَا الرَّحْمنُ أَ نَسْجُدُ لِما تَأْمُرُنا وَ زادَهُمْ نُفُوراً

“Dan apabila dikatakan kepada mereka:” Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang”, mereka menjawab:” Siapakah yang Maha Penyayang itu Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami ( bersujud kepada-Nya )”, dan ( perintah sujud itu ) menambah mereka jauh ( dari iman ).” (QS. Al Furqan [25];60).

Bahkan dzahir dari ayat di atas ini jelas sekali bahwa mereka tidak mau sujud selain kepada arca dan berhala mereka, dan hanya berhala-berhala itu yang mereka yakini sebagai tuhan dan tiada tuhan selainnya!

قالُوا وَ هُمْ فيها يَخْتَصِمُونَ* تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفي ضَلالٍ مُبينٍ * إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعالَمينَ

“Mereka berkata sedang mereka bertengkar di dalam neraka* demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata,* karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam”.(QS. Asy Syu’ara’ [26];96-98)…..

Ayat di atas jelas menginformasikan kepada kita bahwa kaum kafir Quraisy itu berkeyakinan bahwa sesembahan mereka itu sama dengan Allah Rabbul ‘Alâmiîn, kendati tidak dari seluruh sisinya. Dan itu sudah cukup alasan dan bukti akan kemusyrikan dan kekafiran mereka!!

Dan semua ayat yang menyebut bahwa mereka menjadikan sesembahan-sesembahan mereka sebagai sekutu Allah juga menunjukkan keyakinan bahwa mereka meyamakan sekutu-sekutu itu dengan Allah SWT., seperti ayat:

إِنْ كادَ لَيُضِلُّنا عَنْ آلِهَتِنا لَوْ لا أَنْ صَبَرْنا عَلَيْها وَ سَوْفَ يَعْلَمُونَ حينَ يَرَوْنَ الْعَذابَ مَنْ أَضَلُّ سَبيلاً

“Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan- sembahan kita, seandainya kita tidak sabar ( menyembah ) nya” Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalannya.” (QS. Al Furqaan [25];42).

وَ يَقُولُونَ أَ إِنَّا لَتارِكُوا آلِهَتِنا لِشاعِرٍ مَجْنُونٍ

“Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan- sembahan kami karena seorang penyair gila.”(QS. Ash Shaffat [37];36 ).

أَ جَعَلَ الْآلِهَةَ إِلهاً واحِداً إِنَّ هذا لَشَيْءٌ عُجابٌ

Mengapa ia menjadikan tuhan- tuhan itu Tuhan Yang satu saja Sesungguhnya ini benar- benar suatu hal yang sangat mengherankan.(QS. Ash Shâd [38];5 ).

dan lain sebagiannya. Maka dengan demikian bagaimana Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb membatasi kemusyrikan dan kekafiran mereka itu hanya pada menjadikan hamba-hamba sebagai perantaan dan pemilik syafa’at di sisi Allah SWT?! Sementara mereka adalah mengingkari kenabian dan karasulan Rasulullah saw. dan menuduhnya sebagai sâhir, penyihir dan mengingkari semua yang beliau bawa dari Allah; hukum dan syari’at kendati telah tegak mu’jizat kenabian beliau! Dan mereka bersikukuh berpegang kepada ajaran jahiliiyah yang mereka warisi dari nenek moyang mereka!

Tidakkah semua ini sudah cukup untuk kemusyrikan dan kekafiran mereka?! Lalu apa manfa’at mengikrarkan keberadaan Allah dan menjalankan beberapa ritual ibadah, berdzikir, bersedekah, haji dll. (jika kita akui itu)?! Akankah berguna semua itu sementara mereka mengingkari kerasulan Nabi Muhammad saw.!

Bagaimana Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb membatasi kemusyrikan dan kekafiran mereka itu hanya pada menjadikan hamba-hamba sebagai perantaan dan pemilik syafa’at, sementara mereka telah merusak agama Allah yang dibawa Nabi Ibrahim as., mereka mengada tentang buhaira, sâibah, waashîlah, hâmi, nasî’u dll. Hal ini saja sudah cukup sebagai bukti kekafiran mereka! Apalagi ditambah mereka menyembah berhala dan arca serta para malaikat yang mereka jadikan sebagai sekutu Allah SWT. Penghambaan (ibadah) mereka itu tidak terbatas hanya pada meminta syafa’at daan bertawssul kepada hamba-hamba yang diberi hak syafa’at, seperti ucapan menipu yang ditebar Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb.

Ibadah dan penyembahan kaum Musyrikîn terhadap arca dan berhala yang mereka buat dari batu, tembaga, kayu atau bahan-bahan lainnya dengan tangan-tangan mereka sendiri atau mereka menyembah pepohonan dengan bersujud, atau memberi sesajen dengan menyembelih binatang ternak dengan menyebut nama-nama arca sesembahan mereka… Mereka memohon darinya apa-apa yang semestinya mereka mohon dari Allah SWT. dan mereka berpaling dari menyembah Allah dengan anggapan bahwa mereka tidak mampu menyembah Allah, jadi sesembahan inilah yang mereka sembah untuk mendekatkan diri kepada Allah…

Ini semua bukti bahwa penyembahan kaum Musyrikûn itu bukan sekedar meminta syafa’at dari arca-arca atau sesembahan mereka! Mereka telah menentang perintah Allah WST. dan para rasul-Nya yang tegas-tegas melarang penyembahan selain Allah SWT. Dan juga menyimpang dari petunjuk akal sehat mereka jika mereka mau bertahkim kepadanya, bahwa semua yang mereka sembah itu tidak dapat memberi manfaa’at atau mudharrat.
Semua yang mereka lakukan itu tidak sedikitpun dikerjakan oleh kaum Muslimin terhadap seorang nabi atau wali atau kuburan atau lainnya. Apa yang dilakukan kaum Muslimin adalah memohon syafa’at kepada pribadi mulia yang diberi hak syafa’at… mereka bertawassul kepada pribadi mulia yang dijadikan baginya wasîlah… dan memohon syafa’at, tasyaffu’ tiada lain adalah doa yaang dipanjatkan kepada Allah agar permohonan sang nabi itu dikabulkan. Demikian juga dengan istighâtsah, semua itu hanya doa yang dipanjatkan agar Allah berkenan mengabulkan permohonan sang nabi atau wali!

Begitu juga dengan menghadiahkaan pahala kurban sembelihan untu nabi atau wali, itu artinya pahala perbuatan itu dihadiahkan kepada sang nabi atau sang wali. Dalam prosesi penyembelihan itu hanya nama Allah–lah yang disebut, bukan nama sang nabi atau wali!
Jadi keyakinan-keyakinan menyimpang, amal-amal serta penentangan kepada Nabi saw. lah yang menyebabkan mereka diperangi oleh Nabi Muhammad saw. dan bukaan sekedar ber-tasyaffu’ atau ber-tawassul dengan seorang nabi atau wali.

Sedangkan penyembahan mereka kepaada para malaikat yaitu dengan menjadikan mereka sebaagai arbâb (tuhan-tuhan) selain Allah SWT. seperti disebutkan dalam firman Allah:

ما كانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتابَ وَ الْحُكْمَ وَ النُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِباداً لي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَ لكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِما كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتابَ وَ بِما كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ *وَ لا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَ النَّبِيِّينَ أَرْباباً أَ يَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:” Hendaklah kamu menjadi penyembah- penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi ( dia berkata ):” Hendaklah kamu menjadi orang- orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Dan ( tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah ( patut ) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam.” (QS. Âlu Imrân [3]; 80).

Ayat di atas adalah bukti nyata bahwa kaum Musyrikûn telah memposisikan para malaikat sebagai Tuhan. Mereka melakukan terhadapnya apa yang menjadi kekhususan sifat Ketuhanan, Rubûbiyah yang tidak selayaknya dilakukan selain kepada Allah, seperti sujud dan bentuk-bentuk ibadah atu keyakinan lainnya. Tidak ada bukti yang dapat diajukan untuk menunjukkan bahwa apa yang mereka perbuat itu hanya sekedar memohon syafa’at kepada Allah melalui perantaraan para malaikat!

Bukti Lain.
Selain itu banyak ayat yang tegas-tegas bahwa kaum Msuryikûn telah benar-benar menyembah, a’badû malaikat. Coba perhatina ayat-ayat di bawah ini:

وَ جَعَلُوا لَهُ مِنْ عِبادِهِ جُزْءاً إِنَّ الْإِنْسانَ لَكَفُورٌ مُبينٌ * أَمِ اتَّخَذَ مِمَّا يَخْلُقُ بَناتٍ وَ أَصْفاكُمْ بِالْبَنينَ * وَ إِذا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِما ضَرَبَ لِلرَّحْمنِ مَثَلاً ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَ هُوَ كَظيمٌ * أَ وَ مَنْ يُنَشَّؤُا فِي الْحِلْيَةِ وَ هُوَ فِي الْخِصامِ غَيْرُ مُبينٍ * وَ جَعَلُوا الْمَلائِكَةَ الَّذينَ هُمْ عِبادُ الرَّحْمنِ إِناثاً أَ شَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهادَتُهُمْ وَ يُسْئَلُونَ * وَ قالُوا لَوْ شاءَ الرَّحْمنُ ما عَبَدْناهُمْ ما لَهُمْ بِذلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلاَّ يَخْرُصُونَ .

“Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba- hamba- Nya sebagai bahagian daripada- Nya. Sesungguhnya manusia itu benar- benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah) * Patutkah Dia mengambil anak perempuan dari yang diciptakan- Nya dan Dia mengkhususkan buat kamu anak laki- laki. * Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih. * Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. * Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. * Dan mereka menjadikan malaikat- malaikat yang mereka itu adalah hamba- hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang- orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaikat- malaikat itu Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung jawab. * Dan mereka berkata: ”Jika Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat).” Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka.” (QS. Az Zukhruf [43];15-20).

Ayat-ayat di atas jelas sekali bahwa apa yang dilakukan kaum Quriasy adalah menyembah malaikat, khususnya ayat 20 “Dan mereka berkata: ”Jika Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)” dan tidak ada petunjuk bahwa apa yang mereka lakukan hanya sekedar bertasyaffu’ atau beristighatsah. Bahkan sebaaliknya, tegas ayat di atas bahwa yaang mereka lakukan adalah penyembahan, ibadah!

Bahkan ayat 17: “Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah” di atas tegas mengatakan bahwa mereka menjadikan malaikat itu serupa, matsalan dengan Allah, sebab anak adalah bagian yang serupa dan sejenis dengan ayahnya.
Dalam hal ini mereka telah mengada-ngada kepalsuan atas nama Allah dengan:
1) Menisbahkan anak untuk Allah SWT.
2) Mereka menisbahkan kepada Allah anak dari jenis terendah yang mereka sendiri enggan memilikinya.
3) Mereka mengklaim bahwa Allah meridhai apa yang mereka yakini.

Dari sini dapat disaksikan bahwa kekafiran dan kemusyrikaan mereka bukan disebabkan mereka meminta syafa’at melalui perantaraan para malaikat atau beristighatsah kepada mereka.
Adapun keyakinan mereka yang menyimpang bahwa para malaikat dapat mencipta, memberi rizki dan mengatur alam raya dengan Allah SWT. Tidak dengan sendirinya dapat menjadi bukti bahwa kekafiran dan kemusyrikan mereka itu disebabkan permohonan mereka kepada malaikat atau istighatsah dan bertawassul kepadaa mereka. Sebab syirik itu dapat terjadi dengaan selaain hal-hal tersebut di atas.

Kayakinan Kaum Nashrani.
Adapun keyakinan kaum Nashrani tentang Nabi Isa as. sudah sangat jelas bahwa mereka mempertuhankan Isa dan Siti Maryam; ibunda Isa as. Apa yaang mereka yakini dan mereka lakukan tidak sekedar istighatsah atau tawassul atau meminta syafa’at. Mereka benar-benar menjadikaan Isa sebagai Tuhan yang menyandang seluruh sifat KeTuhanan.

Adapun kaum Nabi Nuh as., mereka telah melakukan seperti apa yang dilakukan kaum kafir Quriasy dan bangsa Arab pada umumnya, yaitu menentang para rasul, mengingkari apa yang mereka bawa dari sisi Allah SWT. Dan menyembaah selain-Nya, seperti yang dikisahkan dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an. Dan semua itu sudah cukup alasan untuk kekafiran mereka! Dan tidak ada dalil, baik yang lemah apalagi yang kuat menunjukkan bahwa apa yang merekla lakukan itu sekedar ber-tasyaffu’, atau ber-tawassul dengan kaum Shâlihîn, sementara mereka masih konsisiten menjalankan syari’at/ajaran agama… dan sebenarnya Nuh as. diutus Allah untuk mencegah mereka dari dari praktik-praktik tersebut (ber-tasyaffu’ dll).

Yang pasti bahwa mereka telah bersikap ghuluw (berlebihan) terhadap kaum Shâlihîn dengan menyembah mereka. Jadi apa yang mereka lakukan tidaklah sama dengan apa yang dilakukan berupa bertawassul, beristighatsah dan meminta syafa’at kepada kaum Shâlihîn seperti yaang dikatakan Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb!

Demikian pula dengaan kaum-kaum para nabi as. Mereka meyakini bahwa arca dan sesembahan mereka memikili kemandirian dalam ta’tsîr (memberikan pengaruh) baik atau buruk dengan tanpa bergantung kepada Allah SWT.

Khulashatul Kalam.
Dari semu ketarangan di atas jelaslah bahwa ibadah (penyembahan) kaum Musyrikûn terhadap arca-arca dan berhala-berhala bukanlah sekedar ber-tasyaffu’, atau ber-tawassul dengan kaum Shâlihîn atau meminta syafa’at kepada mereka!!

Tujuan Inti Diutusnya Nabi Muhammad saw.
Adapun tujuan diutusnya Nabi Muhaammd saw. buakanlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Abdil Wahhâb dengan kata-katanya, “Kemudian Allah Swt mengutus Muhammad Saw dalam rangka memperbaharui agama ayahnya, Ibrahim as. seraya mengabarkan kepada mereka bahwa mendekatkan diri itu murni hak Allah dan tidak layak untuk selain-Nya, bukan untuk para malaikat dan seorang nabi yang diutus apalagi selain keduanya.”

Diutusnya Nabi saw. adalah bukanlah untuk melarang manusia meminta syafa’at dari kaum Shâlihîn. Agama Ibrahim as. yang diperbaharui oleh Nabi Muhammad saw. adalah pemalsuan dan kerusakan serta penyimpangan yang diperbuat oleh kaum Musyrikûn seperti telah lewat disebutkan sebagiannya pada lembaran sebelumnya, dan juga praktik menikahi istri-istri ayah-ayah mereka, mengkonsumsi khamer, berjudi, mempekerjakan para budak wanita dalam dunia prostituisi, mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka, bersujud kepada arca dan berhala, menyebut namanya ketika menyembelih binatang ternak, meninggalkan shalat dan menggantinya dengan bersiul dan tepuk tangan, mukâan wa tashdiyah, dan lain sebagainya… inilah yang mereka rusak dari ajaran agama Ibrahim as. dan untuk memperbaiki perusakan inilah Nabi Muhammad saw. diutus Allah SWT.

Adapaun larangan meminta syafa’at dari para malaikat atau nabi atau wali atau ber-tawassul dengan mereka tidaklah masuk dalam meteri da’wah Nabi saw. apalagi ia katakan sebagai tujuan utama dan inti! Justru Nabi saw. membenarkan praktik meminta syafa’at dan ber-tawssul yang pada intinya adalah memohon doa dari kaum Mukminin, seperti telah disinggung.

Adapun apa yang ia katakan, bahwa “(Nabi) mengabarkan kepada mereka bahwa mendekatkan diri itu murni hak Allah dan tidak layak untuk selain-Nya, bukan untuk para malaikat dan seorang nabi yang diutus apalagi selain keduanya.” adalah kepalsuan belaka atas nama Allah dan atas nama Nabi Ibrahim as.!

Kapan Allah memerintah Nabi Muhammad saw. agar mengabarkan kepada umatnya bahwa tidak boleh meminta syafa’at dari pribadi yang diberi hak memberi syafa’at?! Dan memintanya adalah hak khusus Allah dan tidak dibolehkan meminta dari selain-Nya?!
Kapan Nabi Muhammad sw. Mengabarkan kepada umatnya bahwa agar mereka tidak meminta syafa’at drinya?!
Justru yang terjadi adalah kebalikannya. Nabi Muhammad saw. mengabarkaan kepada umatnya bahwa beliau adalah syafî’ musyaffa’ (pemilik hak syafa’at dan syafa’atnya akan diperkenankan), pemilik wasîlah! Dan itu artinya agar kita memohon kepada beliau syafa’at; sebuah hak yang Allah anugerahkan untuknya.

Ketika Nabi Muhammad saw. mengabarkan pemberian anugerah itu, beliau tidak mengatakan kepada umatnya bahwa memohon syafa’at darinya adalah syirik dan kekafiran!
_______________________
Rujuk:
[1] Seluruh ulama Islam kecuali Ibnu Taimiyah membolekan ber-tabarruk dan ber-tawaassul dengan para nabi dan para shâlihîn.

Kitab Kasyfu asy-Syubuhat Doktrin Takfir Wahhabi Paling Ganas (3)

Karena, orang-orang musyrik juga bersaksi bahwa Allah merupakan satu-satunya pencipta, tidak ada sekutu bagi-Nya, tiada yang memberi rizki selain-Nya, tiada yang menghidupkan dan mematikan selain-Nya, tidak ada sesuatu yang dapat mengatur kecuali Dia, dan sesungguhnya langit, bumi dan seisinya, semuanya hamba dan di bawah kekuasaan dan pengaturan-Nya.

Jika anda mengharapkan bukti dan argumentasi bahwa yang diperangi oleh Rasulullah Saw adalah mereka yang bersaksi akan hal tersebut. Maka bacalah firman Allah ini:


قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّماءِ وَ الْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَ الْأَبْصارَ وَ مَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَ يُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَ مَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَ فَلا تَتَّقُونَ.

Katakanlah:” Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab:” Allah”. Maka katakanlah:” Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya ).” (Yunus, 31).

Dan firman-Nya:

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَ مَنْ فيها إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ .سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَ فَلا تَذَكَّرُونَ. قُلْ مَنْ رَبُّ السَّماواتِ السَّبْعِ وَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظيمِ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَ فَلا تَتَّقُونَ. قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَ هُوَ يُجيرُ وَ لا يُجارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ.

Katakanlah:” Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”. Mereka akan menjawab:” Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?”. Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya Arasy yang besar”. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa”. Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari ( azab )-Nya, jika kamu mengetahui”. Mereka akan menjawab:” Kepunyaan Allah.” Katakanlah:” (Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu”. (Al-Mukminun, 84-89).

Dan beberapa ayat yang lain.
Jika memang demikian, bahwa mereka itu telah berikrar dengan hal-hal tersebut namun tetap saja itu semua tidak memasukkan mereka kedalam tauhid yang diseru oleh Rasulullah Saw, dan saat anda mengetahui bahwa tauhid yang mereka ingkari adalah tauhid dalam ibadah yang disebut-sebut oleh orang-orang musyrik di masa kami dengan I’tiqad.
_______________________
Catatan 3:
Sekali lagi di sini Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb memberikan gambaran menarik tentang kaum Musyrikûn. Ia tidak menyebutkan berbagai keburukan kaum Musyrikûn. Di sini ia hanya menyebut ayat-ayat yang menunjukkan kepercayaan global kaum Musyrikûn bahwa Allah Pencipta dan Pemberi rizki.

Sementara itu pernyataan mereka itu bisa saja mereka sampaikan dalam rangka membela diri di hadapan hujatan tajam Al Qur’an, bukan muncul dari i’tiqâd dan keimanan. Sebab jika benar keyakinan mereka itu, pastilah meniscayakan mereka menerima keesaan Allah dan karasulan Nabi Muhammad saw. serta konsistensi dalam menjalankan berbagai ibadah yang diajarkannya. Karenanya, Allah SWT memerintah Nabi-Nya agar mengingatkan mereka akan konsekuansi dari apa yang mereka nyatakan itu; Maka katakanlah: ”Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).” dan. Katakanlah: ”(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu.”?!

Seakan Allah SWT mengecam mereka bahwa mereka bebohong dalam apa yang mereka nyatakan dengan lisan mereka! Dan sesungghunya mereka tidak beriman kepada Allah sebagai Dzat Maha Pencipta, Khâliq, Maha Pemberi rizki, Râziq. Sementara pada waktu yang sama mereka juga tidak dapat memngatakan bahwa berhala-berhala sesembahan mereka itulah yang menciptakan langit dan bumi.

Demikian sebagian ulama Islam memahami ayat-ayat di atas. Dan andai pemahaman di atas ini tidak disetujui dan dianggap lemah, dan apa yang dinyatakan kaum Musyrikûn itu adalah sesuai apa yang mereka yakini, maka perlu diketahui bahwa sekadar mengimani Allah sebagai Dzat Maha Pencipta, Khâliq, Maha Pemberi rizki, Râziq tidaklah cukup alasan dikelompokkan sebagai kaum beriman jika mereka menyembah selain Allah SWT. seperti yang dilakukan kaum Musyrikûn.

Dan tidaklah adil apabila Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb hanya berfokus menyebut berbagi ayat yang mengesankan adanya sisi positif pada kaum kafir, sementara itu ia melupakan ayat-ayat yang menyebut terang-terangan sisi-sisi buruk kaum kafir; kekafiran, penentangan kepada Rasul dan hari akhir, kazaliman dll. Kemudian ketika menyoroti kaum Muslimin, yang menjadi fokus bidikan adalah sisi kelam dan buruknya, sementara sisi-sisi positif dan terpujinya dilupakan.

Tidak benar! Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb melakukan hal itu sebagai pijakan awal untuk melegetimasi memerangi kaum Muslimin yang rajin bersembah sujud di hadapan Allah SWT dengan alasan bahwa mereka sama seperti kaum kafir/musyrik Arab di zaman Nabi saw. yang ia gambarkan dengaan kata-kata menipunya: “Beliau diutus oleh Allah kepada umat manusia yang juga beribadah, berhaji, bersedekah dan selalu berdzikr mengingat Allah.” Jadi, dalam logika Ibnu Abdil Wahhâb, salahkah bila ia juga melakukan persis seperti apa yang dilakukan Nabi Muhammad saw.?! menghalalkan darah-darah dan memerangi mereka!

Catatan:
Coba Anda perhatikan akhir pernyataan Syeikh di atas. Ia tegas-tegas menyebut kaum Msulimin yang berbeda dengannya degang sebutan kaum Musyrikûn; “Anda mengetahui bahwa tauhid yang mereka ingkari adalah tauhid dalam ibadah yang disebut-sebut oleh orang-orang musyrik di masa kami dengan I’tiqad.”.

Dan ini adalah bukti nyata doktrin pengafiran yang ditekankan Syeikh untuk para pengikutnya.

Doktrin Pengafiran Ala Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb.
Seperti telah kami sebutkan sebelumnya bahwa dalam tidak kurang dari dua puluh kesempatan, Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb -pendiri Sekte Wahhâbiyah- ini menyebut umat Islam selain dirinya dan pengikutnya sebagai kaum Musyrikûn. Pernyataan di atas adalah teks tegas dalam pengafiran kaum Muslimin; para ulama di zamannya atau paling tidak kebanyakan ulama di zamannya!

Sebab, jika mereka yang ia maksud dengan pernyataan di atas adalah semua ulama’ yang menggunakan kata dan istilah i’tiqâd untuk menunjuk pada arti keyakinan yang telah dirangkum dalam kitab-kitab akidah, maka itu artinya jelas bahwa Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb benar-benar telah menvonis musyrik para ulama di zamannya. Jika yang ia maksud adalah i’tiqâd di sini adalah i’tiqâd khusus yaitu i’tiqâd kaum Sufi misalnya, maka itu artinya ia telah mengafirkan satu kelompok besar dari ulama Islam tanpa terlebih dahulu memperhatikan dalil dan alasan mereka dan tanpa mempelajari ta’wîl mereka. Bukankah ta’wîl itu dapat menjadi alasan dielakkannya vonis kafir atas sesorang?!

Al hasil, pernyataan di atas adalah bukti kuat bahwa Syeikh sedang mengafirkan kaum Muslimin di luar kelompoknya sendiri!
Di sini perlu diperhatikan, bahwa hujjah dan argumentsi kaum Sufi itu telah diterima kebenarannya oleh banyak ulama Islam. Seperti keyakinan bahwa waktu dan tempat tertentu itu memiliki kekhususan dalam memberikan pengaruh diijabahkannya doa seorang hamba lebih dari waktu dan tempat lain.

Di antara waktu-waktu itu adalah sepertiga malam akhir, Lailatul Qadar, Hari Arafah, Lailah Nishfu Sya’ban dll. -baik hadis tentangnya kita shahihkan atau tidak-. Dan di antara tempat-tempat tersebut adalah masjid-masjid, tempat-tempat pelaksanaan manasik haji, Arafah, Mina, Muzdalifah, kota suci Madinah al Munawarrah, makam-makam para Nabi as. dan orang-orang Shâlihin, -baik kita terima atau kita tolak argumentasi mereka-, yang pasti mereka adalah orang-orang Muslim yang beriman kepada Allah, kenabian dan hari akhir.

Dan pada masalah terakhir ini telah terjadi perbedaan pendapat sejak masa silam, ada yag melarangnya… dan ada pula yang membolehkannya dengan keyakinan bahwa seorang yang dikebumikan di dalam makam itu adalah orang shâleh, dan ruhnya akan mendengar -sebab dalam keyakinan mereka bahwa mayyit dapat mendengar, dan masalah ini menjadi bahan perselisihan di antara para ulama-.

Dan karena ia hidup di alam kuburnya dan ruhnya dapat mendengar doa yang kita panjatkan kepada Allah, maka dengan demikian harapan di-ijabah-kannya doa itu lebih kuat, jika dibacakan di dekat makamnya. Para peziarah itu memohon syafa’at/bantuan darinya agar meng-amin-kan doa yaang mereka panjatkan! Dan praktik seperti ini dibenarkan oleh banyak ulama. Bahkan Ibnu Hazm telah melaporkaan adanya ijmâ’ atasnya, sebagaimana tidak sedikit ulama yang diakui ke-salafiyah-annya oleh kaum Wahhabi seperti adz-Dzahabi dan asy-Syawkani yang juga membolehkannya. Jadi rasanya sangat tidak tepat apabila kemudian kaum Wahhabi menvonis kafir dan musyrik para pelaku praktik seperti tersebut di atas.

Dan apabila kita cermati dengan seksama, berbagai alasan yang dijadikan pijakan untuk vonis ‘galak’ pengafiran kaum Muslimin oleh Ibnu Abdil Wahhâb, kita dapati adalah perkara-perkata yang bukan tergolong mukaffirah (yang menyebabkan kafirnya seseorang), bahkan ia adalah praktik-praktik yang dibolehkan banyak ulama tidak terkecuali tokoh-tokoh andalan Wahhâbi dan imam mereka, seperti Imam Ahmad dan murid-murid terdekatnya seperti Ibrahim al Harbi al Hanbali.

Benarkan Kaum Muslimin Menyembah Kaum Shâlihîn?
Dalam pernyataan Ibnu Abdil Wahhâb di atas tersirat tuduhan bahwa umat Islam adalah menuyembah kaum Shâlihîn. Dan ini jelas tidak berdasar. Umat Islam, baik dari kelompok Shufi, Ulama Ahli Fikih dan kaum awam sekalipun tidak menyembah selain Alllah Dzat Yang Maha Esa. Berbeda dengan kaum Musyrikin, baik kaum Quraisy maupun lainnya yang telah sujud kepada arca dan berhala!!

Jika hal ini belum juga jelas bagi kita, pastilah untuk membedakan hal yang lebih rumit dan samar. Di antara hal yang samar adalah tuduhan yang dilontarkan para ulama Islam bahwa Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb dan jama’ahnya adalah gerombolan kaum Khawarij Modern. Sebab dalam hemat para ulama itu hampir seluruh ciri negatif kaum Khawarij Klasik telah terkumpul pada penganut Sekte ini, seperti:
1) Mengafirkan kaum Muslimin selain kelompok mereka.
2) Menghalalkan darah-darah kaum Muslimin.
3) Mereka membaca Al Qur’an tetapi hanya sampai di kerongkongan saja, tidak meresap dalam jiwa, karenanya mereka tidak mengindahkan ayat-ayat Al Qur’an yang mengafirkan kaum Muslimin dan mengalirkan darah-darah mereka.
4) Mereka mengetrapkan ayat-ayat yang turun berkaitan dengan kaum kafir kepada kaum Muslimin.
5) Mereka getol mengerjakan ritual-ritual formal. dll.

Dan apabila menyamakan pengikut Wahhâbiyah dengan kaum Khawârij mereka tolak dan mereka anggap sebagai perlakuakn zalim,- sementara kesamaan dan kemiripannya sangat kental-, maka menyamakan kaum Msulimin dengan kaum Musyrikin yang dilakukan oleh kaum Wahhâbi jauh lebih zalim dan jauh dari kebenaran.

Dan jika Syeikh Ibnu Abdil Wahhâb dapat ditoleransi dalam vonis penyamaan itu maka para ulama Islam yang menyamakan Ibnu Abdil Wahhâb dan jama’ahnya dengan kaum Khawârij lebih berhak menerima toleransi itu! Sebab kaum Khawârij masih digolongkan sebagai kaum Muslimin oleh banyak ulama Islam, sedangkan kaum Musyrik Quraisy tidak ada satupun yang meragukan kekafiran mereka!
Bersambung .....

Terkait Berita: