Kitab-kitab ahlu sunnah dan sunni wahabbi yang ditulis untuk menyerang syi’ah.
Mereka (Nasibhi/wahabi) menggunting sebagian teks dari hadits dalam kitab shahih Bukhari.
Wahabi
terkenal dengan doktrinya yang anti takwil, hamper semua ayat-ayat dan
hadits-hadits shifat ia haramkan untuk ditakwil, menurut mereka takwil
itu ta’thil yaitu meniadakan sifat-sifat Allah. Mereka tutup mata dan
telinga dari kenyataan pentakwilan sebagian ulama salaf terhadap
ayat-ayat shifat, entah karena mempertahankan doktrin tajsimnya atau
memang sengaja menyesatkan umat muslim dari kebenaran.
Berikut salah satu redaksi hadits shahih riwayat imam Bukhari yang
merupakan mutasyabih dan tak ada jalan untuk memahaminya kecuali dengan
metode ulama salaf sholeh yaitu tafwidh al-ma’na bilaa kaifin walaa
tasubiihin wa laa tamtsilin atau disebut takwil ijmali dan metode takwil
tafsili yaitu memebrikan makna yang layak bagi sifat keagungan dan
kesempurnaan Allah.
Namun hadits ini karena wahabi
merasakan kebuntuan di dalam memahaminya dan dapat menyebabkan runtuhnya
serta terkuaknya doktrin tajsim mereka, maka dengan sengaja mereka
membuang teks tersebut.
Berikut bukti akurat yang akan saya tampilkan :
Inilah redaksi hadits aslinya :
Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :
خَلَقَ
الله الْخَلْقَ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتِ الرَّحِمُ فَأَخَذَتْ
بِحَقْوِ الرحمن فَقَالَ لَهَا: مَهْ. قَالَتْ: هذا مَقَامُ الْعَائِذِ
بِكَ مِنَ الْقَطِيْعَةِ. قَالَ: أَلاَ تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ
وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ. قَالَتْ: بَلَى يَا رَبِّ، قَالَ:
فَذَاكِ لَكِ. قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: اِقْرَءُوْا إِنْ شِئْتُمْ ((:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ
وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ ))
”Allah menciptakan
makhluk, ketika Allah telah merampungkannya, maka berdirilah rahim, ia
berpegang kepada pinggang ar-Rahman. Allah berfirman kepadanya :
“Diamlah”. Ia menjawa : “Ini adalah kesempatan berlindung kepadaMu dari
pemutusan”. Allah berfirman : “Apakah kamu tidak rela Aku menyambung
orang yang menyam-bungmu dan memutus orang yang memutusmu?”. Ia menjawab
: “Ya, ya Rabbi”. Allah berfirman : “Itu untukmu”. Abu Hurairah berkata
: “’Bacalah kalau kamu mau : “Maka apakah jika kamu berkuasa, kamu akan
membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?”
(HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih
al-Bukhari, no. 1696, dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1764).
Teks asli tersebut (belum digunting) ada pada 4 terbitan :
1. Terbitan Doktor Musthofa Dib Al-Bigha.
2. Terbitan Dar Tauqun Najah.
3. Terbitan Al-Mathba’tus salafiyyah.
4. Terbitan Dar Ibn Katisr.
Dan telah ditahrif oleh terbitan Dar As-Salam Riyadh milik wahabi:
Dan berikut scan kitab yang ditahrif wahabi:
Dalam scan kitab terbitan Dar As-Salam tsb teks “ بحقو للرحمن “
telah digunting wahabi dan tidak akan ditemukan dalam terbitan itu.
Bandingkan dengan keempat terbitan milik sunni berikut :
1. Terbitan Doktor Musthofa Dib Al-Bigha:
Dalam terbitan ini teks ” “ بحقو للرحمن “ ditetapkan (tidak dibuang).
2. Terbitan Dar Tauqun Najah :
Dalam terbitan ini pun teks ” “ بحقو للرحمن “ ditetapkan (tidak dibuang).
3. Terbitan Al-Mathba’tus salafiyyah :
Dalam terbitan ini pun teks ” “ بحقو للرحمن “ ditetapkan (tidak dibuang).
4. Terbitan Dar Ibn Katsir :
Dalam terbitan Dar Ibn Katsir juga teks “ بحقو للرحمن “ juga ditetapkan (tidak dibuang).
Inilah
bukti pengkhianatan ilmiyyah dan kejahatan yang sudah biasa dilakukan
wahabi-salafi demi melancarkan doktrin-doktrin sesat mereka.
Tentang Kitab Suni yang Suni.
Membaca
buku suni yang suni, yang judul aslinya adalah al Bayyinat fi a
Radd ‘ala Abatil al Muraja’at akan ditemukan fakta yang menarik. Dalam
buku yang ditulis oleh Mahmud az Zabi’ untuk di dedikasikan sebagai
bantahan buku al Muraja’at tersebut pada halaman paling awal ditemukan
tulisan yang membongkar jati diri kelompok ahlu sunnah serta
konspirasinya dengan kelompok khawarij.
Kitab al Bayyinat fi a Radd
‘ala Abatil al Muraja’at Sudah pula di tanggapi oleh Syeikh Husen al
Radhi, dalam buku berjudul “Sabil an Najaf Fi Tatimmah al Murtaja’at.
Konspirasi Ahlu Sunnah dan Khawarij.
Di
awal buku suni yang sunni pada bab V (edisi cetak halaman 26-28)
disitu dituliskan pendapat Dr Mustafa siba’I dan Ibnu Taimiyah, tetang
mereka lebih memilih Khawarij, bahkan memuji khawarij, Maka kami
wajarkan saja jika kemudian dalam hadis sahih mereka tidak membertikan
ruang bagi keluarga Rasulullah saw, Berapa hadis yang diriwayatkan oleh
Ali (total di seluruh kitab ahlu sunnah hanya 50 !!! bayangkan 50 saja
dan di bukhori pun hanya 20 saja), Fatimah (hanya 18 hadis yang sahih
hanya 2 hadis !!!) , hasan (hanya 18 hadis) dan Husain (hanya 8 hadis) ,
belum jika ahlu sunna ditanya berapa hadis yang diriwayatkan Imam Ahlul
Ba’it ? padahal para penulis hadis seperti Imam Bukhori dan Muslim ada
yang hidup sejaman dengan para Imam, mengapa mereka lebih memilih
riwayat khawarij ketimbang riwayat keluarga Rasulullah jawabnya ada di
halaman 26-28.
Kitab-kitab dialog sunni syi’ah.
Sebelum
melihat lebih jauh fakta tersebut saya ingin mengajak membaca
kitab-kitab apa saja yang ditulis ahlu sunnah untuk menyerang syi’ah,
dan kitab-kitab yang menanggapi serangan tersebut.
Berikut kitab-kitab ahlu sunnah dan sunni wahabbi yang ditulis untuk menyerang syi’ah diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Karya al Khudhari, Mudharat fi Tarikh al Umam al islamiyah diterbitkan
dengan judul Ceramah-ceramah tentang sejarah umat islam).
2.Karya Rasyid Ridha, As sunnah wa Asy Syi’ah diterbitkan dengan judul Sunnah dan syi’ah.
3. Karya al Qashimi, Ash Shira’ Baina watsaniyyah wa al Islam diterbitkan dengan judul Pertarungan antara paganisme dan Islam.
4.Ahmad
Amin, Fajr wa Islam wa Dhuha al islam diterbitkan dengan judul Fajar
islam (Belakangan penulisnya Ahmad Amin melakukan pertobatan dan
permohonan maaf kepada Muslim Syi’ah, Ahmad Amin karena merasa bersalah
telah menulis distorsi atas syi’ah akhirnya pada tahun 1349 Hujriah
dia mendatangi najaf dan disana menyatakan permohonan maaf, diantara
Ulama syi’ah yang menerimanya adalah Syeikh Muhammad Husain Kasyif al
Gita.
5. Karya Musa Jarullah, Al Wasyi’ah fi Naqqd asy syi’ah diterbitkan dengan judul kumpulan kritik terhadap syi’ah.
6. Karya Muhibbudin Khatab, al Khuthuth al ‘aridhah diterbitkan dengan judl jaringan luas.
7. Karya Ihsan Illaihi zahir, Asy syi’ah wa sunnah.
8. Karya Ihsan Illaihi zahir, Asy syi’ah wa al qur’an.
9. Karya Ihsan Illaihi Zahir asy syi’ah wa ahlul ba’it.
10. Karya Ihsan Illaihi Zahir asy syi’ah wa at tasyayyu’.
11. Karya Ibnu Taimiyah, Minhaj as sunnah.
12. Karya Nshir al Ghifari, Ushul Madzhab as syi’ah.
13. Karya Abdullah Muhammad al Gharib, Wa ja’a Dawr al Majus.
14 Karya ad Dahlawi. At Tuhfah al Itsna ‘asyariyyah.
15. Karya Muhaddits Tsabit al Mishri, Jawlah fi Rubu’ asy syarq al Adna.
Dan kitab-kitab di atas ditanggapi oleh:
1. Syarif Murthadha dalam kitab asy syafi fi al Imammah (belum diterjemahkan).
2.
Alamah al Hilli, Nahj al Haq wa kasyf ash shidsiq (kitab ini dikritik
kelompok sunnah oleh Fadhl bin Ruzbahab, al asy’ari, Ibthal al Bathil wa
ihmal kasyf al ‘athil).
3. Sayyid Nurullah al Husaini al Tusturi,
Ihaqaq al Hal, kitab ini ditujukan untuk menanggapi kitab Ibthal al
Bathil wa ihmal kasyf al ‘athil yang sebelumnya kitab karya Fadhl bin
Ruzbahab ini di koreksi oleh Ayatullah syihabuddin al Mar’asyi an
Najafi.
4. Alamah al Mudzaffar, menulis Dalail ash shiddiq, untuk
menanggapi kitab Minhaj as sunnah, dan banyak menyoroti kebencian Ibnu
Taimiyah pada keluarga Rasulullah saw.
5. Allamah Abdul Husain al
Amini, menulis al Ghadir kitab ini di dedikasikaan untuk mengkoreksi
dan membantah kitab : al ‘aqad al farid, al farq bainal fariq, al milal
wa an nihal, al bidayah wa an nihayah, al mashsar, as sunnah wa asy
syi’ah, ash shira’, fajr al Islam, dhuha al isalm, ‘aqidah asy syi’ah ,
al wasyi’ah, minhaj as sunnah.
6. Sayyid Hamid Husain Ibnu sayyid
Muhammad Qili al Hindi, ‘Abaqat al Anwar fi Imamamh al Aimamah al
Athhar. kitab ini untuk menjawab ath tuhfah al Itsna ‘asyariyyah,
Menarik untuk di catat disini kitab ini adalah kitab pungkasan yang
sampai saat ini ahlu sunnah belum ada yang mampu memberi sanggahan
terhadap kitab ini.
7. Murthadha al ‘askari, Ma’alim al madrasatain.
8. Abu Ahmad bin abdun Nabi an Naisabhuri, as saif al Maslul ‘ala Mukhribi din ar Rasul.
9. Muhammad Qili, an Nazhah al Itsna ‘Asyariyyah.
10. Syeikh subhan Ali Khan al Hindi, al wafiz fi al Ushul.
11. Sayyid Muhammad sayyid al Immamah dan al Bawariq al Illahiyyah.
Al
Dahlawi semula menyerang syiah lewat kitab At Tuhfah al Itsna
‘asyariyyah dan langsung ditanggapi kitab ash shawarim allahiyyah karya
sayyid Deldor Ali dan Kitab sharim al Islam, kemudian kitab ini di
tanggapi oleh murid al Dahlawi yang bernama Rasyidudin al Dahlawi lewat
kitabnya asy syawakah al “umariyyah, kemudian kitab ini ditanggapi lagi
oleh ulama ahlul ba’it Bqir Ali lewat karyanya al Hamlah al Haidariyyah
dan al Mirza dengan karyanya an Niazhah al Itsna “asyariyyah dan
kitab ini ditanggapi oleh ahlu sunnah lewat kitab Rujum asy syayathin.
Dan kitab inipun di jawab oleh ulama syi’ah Sayyid Ja’far Musawi dalam
kitabnya Mu’in as shadiqin fi Radd Rujum asy syayathin.
Kitab
ad Dahlawi. At Tuhfah al Itsna ‘asyariyyah dtanggapi pula oleh Muhammad
Qili lewat al ajnad al Itsna “asyariyyah al Muhammadiyyah, kemudian
kitab ini ditanggapi oleh Muhammad Rasyid ad Dahlawi, dan ditanggi lagi
oleh Sayyid Muhammad Qili dalam kitab al ajwibbah al Fakhirah fi ar
radd ‘ala al Asya’irah. Dan seluruh polemik ini di akhiri oleh Sayyid
Hamid Husain Ibnu sayyid Muhammad Qili al Hindi yang berjudul ‘Abaqat al
Anwar fi Imamamh al Aimamah al Athhar. Hingga hari ini tidak kitab ahlu
sunnah yang menanggapi kitab ini.
Menarik untuk dicermati beberapa
sarjana-sarjana
dan ulama ahlu sunnah yang mempelajari syi’ah kemudian masuk syi’ah,
belakangan mereka menulis karya-karya besar yang menunjukkan kebenaran
syi’ah, beriku diantaranya :
1. Muhaddis Jalil Abu Nafar
Muhammad bin Mas’ud bin “iyasy, dikenal dengan al ‘iyasy dia yang
menulis tafsir al m’atsur dan kitab al ‘iyasyi.
2. Syeikh Muhammad Mar’i al Amin al Anthaki, beliau menuliskan kitab Limadza Ikhtartu Madzhab asy syi’ah.
4. Syeikh Muhammad Abu Rayah. menuliskan adhwa’ ala as sunnah al muhammadiyyah dan kitab abu hurairah syeikh al mudhirah.
5.
Ahmad Husain Yaqub. menuliskan Nadzariyyah al adalah ash shahabah dan
kitab al khutuhath as siyasiyyah li tawhud al ummah al islamiyyah.
6
at Tijani as samawi, menuiliskan Tsamma Ihtadaitu.Li’akuna Ma’a ash
shadiqin , Fas’alu ahla adz dzkr, asy syi’ah hum ahlus sunnah.
7.
Sayid Idris al husaini, menulis Laqad Tasyayya’ani al husain, al
Khilafah al Mughtashabah dan kitab Hakadza ‘araftu asy syi’ah.
8. Sha’ib Abdul Hamid, kItab Manhaj fi al Intima’ al Madzhabi.
9. Sa’id Ayub, ‘Aqidah al Masih ad Dajjal dan Ma’alim Fatan.
10.
Shalih al Wardani, al Khuda’ah, Rihlati min as sunnah ila asy syi’ah,
Harakah ahlul Bait as, asy syi’ah fi mishr, ‘aqa’id as sunnah wa ‘aqa’id
asy syi’ah.
11. Muhammad abdu; Hafidz, Limadza ana ja’fari.
12. Sayyid Abdul Mun’im Muhammad al Hasan, Bi Nur Fathimah Ihtadaitu
13.
Syekh Abdul Nashir, Syi’ah wa al Qur’an, asy syi’ah wa hadits, asy
syi’ah wa ash shahabah, asy syi’ah at taqiyyah dan asy syi’ah wa al
imammah
14. al ‘Alim al Khathib al Munadzir sayyid ali al badri, ahsan al mawahib fi haqa’iq al madzahib.
15. Sayyid Yasin al Ma’yuf al Badrani, Ya Laita Qawmi Ya’ lamun.
Mossad dan CIA memalsukan Karya Imam Khomaini.
Revolusi
Islam Iran telah membuat ketakutan bagi setan besar Amerika, demikian
halnya Israel, tatkala rakyat Iran menumbangkan rezim Syah Pahlevi,
Jendral Israel yang memenangkan perang tujuh hari atas Arab, Moshe
Dayan, menampakan kemarahan yang luar biasa. Meski sudah pensiun
Jendral bermata satu tersebut merasa terusik dengan lahirnya Republik
Isal baru tersebut, Moshe Dayan kemudian mencak-mencak di IDF atas
kegagalan operasi Mossad dan CIA yang gagal membunuhi tokoh-tokoh
revolusi Iran, sembari membanting topi ke meja moshe dayan mengatakan “
Mulai hari ini kalian harus bekerja keras, !!! masa depan Israel
sedang menghadapi ancaman serius dari anak-anak Ali, hari ini Israel
akan menghadapi lawan tangguh [1]
Beberapa operasi simultan
kemudian digelar Amerika serikat dan Israel untuk menghancurkan Republik
Islam Iran [2], salah satunya adalah perang intelijen yang menitik
beratkan pada operasi disinformasi (penyesatan informasi). Israel
memerintahkan LAP (Lahomah Pscichlogit) dengan tugas agar melakukan
assassination character dan black campaign terhadap karya-karya
Khomaini, operasi ini didukung pula oleh Joint Publications and Reserch
service sebuah kompartemen milik CIA yang bertanggungjawab melakukan
penerjemahan. [3] Sebagaimana disebutkan oleh Hamid Alghar, CIA dan LAP
kemudian melakukan pemalsuan-pemalsuan terhadap karya-karya ulama syi’ah
termasuk Imam khomaini. Semula CIA dan LAP menggunakan basis
percetakanya di New York dengan memakai kedok Manor Books sebagai
penerbitnya, namun belakangan mereka menggunakan percetakan yang
berbasis di negara-negara sunni pro Amerika, diantaranya Arab Saudi dan
Yordania. Berikut adalah
sebagian kecil buku-buku yang di palsukan oleh konspirasi AS-Israel-Sunni Wahabi dan Sunni pro AS Israel [3] :
1. Kitab Hukumat- I Islami karya Imam Khomaini.
Kitab
ini merupakan magnum opus imam khomaini, kitab ini berisikan
catatan-catatan kuliah tentang prinsip-prinsip pemerintahan Islam yang
dikumpulkan oleh murid-murid beliau dan kemudian diterbitkan dalam
bahasa Perancis, Arab, Turki dan Urdu. Setelah Imam Khomaini berhasil
menumbangkan rezim pahlevi dan mendirikan Republik Islam Iran, kitab
Hukumat I Islam ini kemudian dipalsukan oleh CIA, buku ini di palsukan
dalam dua bahasa Inggris dan Arab. Kelompok sunni wahabbi menggunakan
terbitan dari CIA dan LAP ini untuk menyerang syi’ah dan melakukan
asasinasion character terhadap Imam Khomaini dengan buku ini. Penerbit
dari Indonesia bernama Pustaka Zahra telah mencetak buku aslinya
dengan judul Sistem Pemerintahan Islam. Silahkan di bandingkan antara
yang buku yang diterbitkan CIA dan LAP ini dengan buku aslinya.
2. Kitab Kasyful Asrar karya Imam Khomaini.
Kitab
ini ditulis untuk menanggapi buku berjudul Asrar Umruha alfu ‘Am, buku
ini ditemukan telah dipalsukan oleh kelompok konspirasi (yang sudah saya
sebutkan diatas) dan buku palsu ini telah dimanfaatkan secara sempurna
oleh kelompok konspirasi untuk menyerang Imam Khomaini dan Syi’ah
diantaranya kemudian diterbitkan buku berjudul Ma’al ‘Khomaini fi
kasyfi Asrarihi karya Dr Ahmad Kamal , Sa’id Hawwa juga menulis buku
berjudul Al Fitnat-ul Khumayniyah (diterbitkan pula ke bahasa
Indonesia). Sa’id Hawwa juga bekerjasama dengan Dr Abdul Mun’im Namer
beserta organisasi Konferensi Islam Rakyat Iraq menerbitkan buku
berjudul Fadhlalh Ul Khumainiyah . Maha suci Allah, konspirasi tersebut
akhirnya terbongkar dan yang membongkar justru ahlu sunnah sendiri,
adalah Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata, seorang professor dan kepala bagian
bahasa dan sastra timur universitas cairo, menemukan tindakan criminal
kelompok konspirasi ini. Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata kemudian melakukan
langkah-langkah hukum untuk memperbaiki nama baik ahlu sunnah. Temuan
beliau diantaranya : Kitab Kasyful Asrar dipalsukan di Yordania oleh
penerbit bernama Dar Ammar It Thaba’an wa-n ‘Nasr buku ini
diterjemahkan oleh Dr. Muhammad al Bandari yang ternyata setelah
diteliti nama ini tidak ada. Kemudian tercantum pula nama Sulaim al
Hilalali (komentator) dan terakhir Prof Dr Muhammad Ammad al Khatib.
Buku ini telah dipalsukan dari aslinya dengan sedemikian kasarnya, untuk
mengetahui bagaimana kelompok konspirasi ini memalsukan kitab Imam
Khomaini tersebut silahkan membaca di Kasyful Asrar Bayna if shlihi al
farisy wt tarjamah al urdaniyah karya Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata, dalam
kitab itu Dr Dasuki sata menjelaskan secara detail per kata pemalsuan
kelompok ahlu sunnah pro konspirasi.
Masih banyak
kitab-kitab syiah yang di palsukan oleh kelompok ahlu sunnah pro
konspirasi seperti sunni wahabi, seperti kitab yang ditulis alamah Hilli
untuk menanggapi karya Ibnu Taimiyah, minhajul as sunnah pun tak
luput dipalsukan, dan tempat pemalsuanya berpusat di Arab Saudi,
Fenomena Pencatutan Nama Ulama Syi’ah.
Selain
memalsukan kelompok ahlu sunnah pro konspirasi tak segan-segan
melakukan pencatutan nama, modusnya dengan menulis buku seolah-olah
dilakukan oleh ulama syi’ah, diantaranya adalah :
1. Nama
Ayatullah Ja’far Subhani dicatut seolah-olah penulis buku Qira’atun
Rasyidah Fi Kitab Nahjil Balghah yang sebetulnya karya orang sunni
bernama Abdurrahman bin Abdullah al Jami’an. Kitab ini sempat
diterbitkan dalam bahasa Persia berjudul Nahjul Balaghah Ra dubareh
Bekhanim. Terhadap aksi pencatutan ini Ayatullah ja’far subhani
melayangkan protes ke Pemerintah Saudi.
2. Syaikh saleh darwisyi
sempat menulis buku distorsi palsu tentang Nahjul Balghah yang berjudul
Ta’ammulat fi Nahjul al Balghah, dan kitab ini segera diketahui oleh
ulama-ulama Syiah dan kemudian diluruskan dalam kitab berjudul Hiwar
ma’a as syaik saleh Darwisyi.
3. Kelompok Pro Konspirasi mencatut
nama Sayyid musa Musawi cucu Ayatullah Isfahani, yang dinyatakan
seolah-olah menulis kitab as syi’ah wa at tashih yang sebetulnya
ditulis oleh kelompok ahlu sunnah pro konspirasi. Bahkan mereka juga
mengabarkan betapa para ulama-ulama syiah melakukan pertobatan dan masuk
ahlu sunnah.
Bahkan
Kelompok konspirasi ini bukan
hanya melakukan pemalsuan kitab Syi’ah mereka bahkan secara keji
memalsukan kitab-kitab mereka sendiri, diantaranya :
1. Memalsukan kitab “Hasyiyah Al Allamah Al Showi Ala Tafsir Al Jalalain”
2. Memalsukan pernyataan Imam Syafi’i dalam kitab Mukhtashar al ‘Uluw:176
3.
Memalsukan pernyataan Imama Ahmad bin Hanbal dalam kitab Mukhtashar ar
Rawdhah. Dalam kitab yang sama memalsukan pernyataan Imam malik dan
Imam Abu Hanifah.
Sampai hari ini mesin-mesin
konspirasi terus bekerja, kami memaklumi jika kemudian kalangan ahlu
sunnah melazimkan pemalsuan kitab-kitab syi’ah, sedang terhadap imamnya
sendiri saja mereka gemar melakukan pemalsuan.
[1] Mossad, Penerbit Grafiti.
[2]
Bagi yang berminat silahkan membaca tulisan dalam blog peminat
kemeliteran dan inteleijen yang dikelola oleh Muhammad Reza Sistani,
Muhammad Ivana Lee, Ar Budi Prasetyo dan Muhammad Alfred Sastranagara.
[3]
Makalah Muhammad Ivana Lee yang disampaikan dalam Desk diskusi
Wirakartika Ekapaksi, “Seputar Dirty Intelligen Terhadap karya-Karya
Khomaini”.
[4] Untuk mengetahui lebih jelas silahkan melihat daftar
yang dimiliki IPO (organisasi Penerangan Islam yang sempat melakukan
penertiban buku-buku yang dipalsukan tersebut).
WAHABI MENYEBARKAN HADITS PALSU
SKANDAL PENYEBARAN HADITS DHA’IF DANRIWAYAT PALSU DI KALANGAN ULAMA WAHABI
SELAMA
INI AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH SELALU DIPOJOKKANOLEH KAUM WAHABI, KARENA
DIANGGAP PENGAMAL HADITS DHA’IF. PADAHAL DIAM-DIAMKAUM WAHABI JUGA
MENYEBARKAN RIWAYAT PALSUSELAMA MENDUKUNG AJARAN WAHABI. BERIKUT
DIALOGNYA.
SUNNI: “Mengapa Anda selalu membuat fitnah,menebarkan
permusuhan dan kebencian dengan mebid’ahkan ajaran kami
AhlussunnahWal-Jama’ah yang sudah mengakar sejak masa-masa silam, bahkan
sebagian mengakarsejak masa salaf dan ahli hadits? Dan semua ajaran
kami memiliki landasan darial-Qur’an dan hadits.”
WAHABI: “Ajaran yang kalian amalkan selalumenggunakan hadits-hadits lemah dan palsu.”
SUNNI:
“Ajaran yang mana yang menggunakan haditspalsu dan lemah??? Justru kaum
Anda sendiri yang terjebak dalam kesalahan dalammenolak peran hadits
dha’if secara total. Salah karena keluar dari manhaj ahlihadits dan
salah karena menyalahi ulama Anda sendiri.”
WAHABI: “Lho, kok
bisa kami dikatakan keluar darimanhaj ahli hadits dan menyalahi ulama
kami sendiri? Bukankah yang berjuangmenolak hadits dha’if itu ulama
kami?”
SUNNI: “Lho, itu kan Anda berarti hanya taklid butakepada
ustadz-ustadz Anda. Harus Anda ketahui, bahwa yang menolak peran
haditsdha’if di kalangan Anda, itu Wahabi beberapa tahun kemarin,
pengikut Syaikhal-Albani dari Yordania. Sementara ulama Wahabi sebelum
Anda juga banyakmenyebarkan hadits dha’if, sebagaimana yang dilakukan
oleh ahli hadits.”
WAHABI: “Lho, maka buktinya bahwa sebelum
Syaikhal-Albani, ulama kami yang kalian sebut Wahabi menerima dan
menyebarkan haditsdha’if?”
SUNNI: “Anda ini lucu, ngakunya
pengagum al-Albani,tapi tidak pernah mengerti kitab-kitab tulisan
al-Albani sendiri. Coba Andalihat, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul
al-Kalim al-Thayyib, yang isinyamembolehkan tawasul, istighatsah dan
jualan jimat. Lalu kitab tersebutdi-ikhtishar oleh al-Albani, menjadi
Shahih al-Kalim al-Thayyib, denganmembuang 59 hadits dari total 252,
yang dianggap dha’if oleh al-Albani. Ini kancukup membuktikan bahwa Ibnu
Taimiyah tidak alergi hadits dha’if. Belum lagiMuhammad bin Abdul
Wahhab an-Najdi al-Qarni, menulis kitab al-Tauhid, sebagianhadits nya
juga dha’if sebagaimana diakui oleh kaum Wahabi sendiri. Ini buktibahwa
pendiri Wahabi juga tidak alergi hadits dha’if. Kenapa kalian
alergihadits dha’if??
Kalian tahu, bahwa ulama kalian, yang sok antihadits dha’if, diam-diam juga menyebarkan akidah palsu dan riwayat dusta??”
WAHABI:
“Ah, Anda keterlaluan, menuduh ulama kamisebagai penyebar akidah palsu
dan riwayat dusta. Mana buktinya??? Anda janganasal ngomong. Berdosa
lho, bohong itu.”
SUNNI: “Di antara riwayat palsu yang
disebarluaskanoleh ulama Anda adalah akidah yang dinisbatkan kepada
al-Imam al-Syafi’i.Ketika jamaah haji pulang dari Tanah Suci, mereka
diberi hadiah kitab AkidahImam Empat, karya al-Khumayyis, terjemahan
dari kitab I’tiqad al-Aimmahal-Arba’ah, oleh Ali Mustafa Ya’qub. Di
dalamnya ada akidah yang dinisbatkankepada Imam al-Syafi’i, bahwa beliau
berkata:
“Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangansaya,
shahib-shahib saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan
sayaambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain adalah iqrar
serayabersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, serta bersaksi bahwa
Allah itu diatas ‘arsy di langit, dan dekat dengan mahkluk-Nya terserah
kehendak Allah, danAllah itu turun ke langit terdekat kapan Allah
berkehendak.” (Al-Khumayyis,Akidah Imam Empat, hal. 68.).
Akidah
al-Imam al-Syafi’i tersebut telahdisebarluaskan oleh kaum Wahabi dan
pendahulu-pendahulu mereka seperti IbnuTaimiyah dalam al-Washiyyah
al-Kubra, Ibnu al-Qayyim dalam Ijtima’ al-Juyusyal-Islamiyyah, al-Albani
dalam Mukhtashar al-‘Uluw, dan al-Khumayyis dalambukunya Akidah Imam
Empat.
WAHABI: “Apa alasan Anda mengatakan akidah tersebutpalsu???”
SUNNI:
“Para ulama ahli hadits telah menjelaskanbahwa akidah al-Imam
al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Wahabi adalahpalsu. Akidah
tersebut diriwayatkan melalui perawi yang bermasalah, yaitu Abual-Hasan
al-Hakkari, seorang perawi yang tidak dapat dipercaya dan pemalsuhadits.
Al-Dzahabi berkata:
وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: لَمْ يَكُنْ مُوَثَّقًا فِيْ رِوَايَتِهِ.
“Ibnu
Asakir berkata: “Al-Hakkari tidak dapatdipercaya dalam riwayatnya.”
(Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal.174; Al-Dzahabi, Siyar
A’lam al-Nubala’, juz 19 hal. 68, dan Mizan al-I’tidal,juz 3, hal.
112.)
Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:
وَكَانَ
الْغَالِبُ عَلىَ حَدِيْثِهِ الْغَرَائِبَ وَالْمُنْكَرَاتِ وَلَمْيَكُنْ
حَدِيْثُهُ يُشْبِهُ حَدِيْثَ أَهْلِ الصِّدْقِ، وَفِيْ حَدِيْثِهِمُتُوْنٌ
مَوْضُوْعَةٌ مُرَكَّبَةٌ عَلىَ أَسَانِيْد َصَحِيْحَةٍ،
وَرَأَيْتُبِخَطِّ بَعْضِ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ
الْحَدِيْثَبِأَصْبِهَانَ، وَقَالَ أَبُوْ نَصْرٍ الْيُوْنَارْتِيُّ: لَمْ
يَرْضَهُ الشَّيْخُأَبُوْ بَكْرٍ بْنُ الْخَاضِبَةِ.
“Biasanya
haditsnya al-Hakkari adalah hadits-haditsyang aneh dan munkar. Haditsnya
tidak menyerupai haditsnya perawi yang jujur.Dalam haditsnya terdapat
matan-matan palsu yang disusun pada sanad-sanad yangshahih. Aku melihat
tulisan sebagian ahli hadits, bahwa al-Hakkari telahmemalsu hadits di
Ashbihan. Abu Nashr al-Yunarti berkata: “Syaikh Abu Bakar
binal-Khadhibah tidak ridha terhadap al-Hakkari.” (Ibnu al-Najjar, Dzail
TarikhBaghdad, juz 3, hal. 173; dan Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, juz 4,
hal. 196.)
Sumber lain yang menjadi perawi akidah
al-Imamal-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang
jujur tetapilugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat
palsu oleh orang-orangyang tidak bertanggung jawab. Al-Dzahabi dan Ibnu
Hajar berkata:
مُحَمَّدُ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْفَتْحِ أَبُوْ
طَالِبٍ الْعَشَّارِيُّشَيْخٌ صَدُوْقٌ مَعْرُوْفٌ لَكِنْ اَدْخَلُوْا
عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فَحَدَّثَبِهَا بِسَلاَمَةِ بَاطِنٍ مِنْهَا حَدِيْثٌ
مَوْضُوْعٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِعَاشُوْرَاءَ وَمِنْهَا عَقِيْدَةٌ
لِلشَّافِعِيِّ.
“Muhammad bin Ali bin al-Fath Abu
Thalibal-‘Asysyari, seorang guru yang jujur dan dikenal. Akan tetapi
orang-orangmemasukkan banyak hal (riwayat-riwayat palsu) kepadanya, lalu
iamenceritakannya dengan ketulusan hati, di antaranya hadits palsu
tentangkeutamaan malam Asyura, dan di antaranya akidah al-Syafi’i.”
(Al-Dzahabi, Mizanal-I’tidal, juz 3, hal. 656 dan Ibnu Hajar, Lizan
al-Mizan, juz 5 hal. 301.).
Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu
Hajar di atasmenyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya
seorang perawi yangjujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak
bertanggungjawabmenyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya
tanpa ia sadari, laluia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain
dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah
al-Imamal-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan
pendahulu mereka,adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah
dan pemalsu hadits ataumelalui perawi jujur dan lugu yang tidak
menyadari bahwa riwayatnya telahdisisipi riwayat palsu oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab.”
WAHABI: “Tapi walaupun palsu,
akidah tersebutmendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun
palsu. Yang pentingcocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain
shahih kok.”
SUNNI: “Anda ini lucu, sok anti dan alergi
haditsdha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat
palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut
madzhab ImamAhmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang
dinisbatkan kepada ImamAhmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah
al-Ishthakhri dan kitab al-Radd‘ala al-Jahamiyyah. Kedua kitab ini
disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dandiklaim sebagai karangan Ahmad bin
Hanbal. Padahal kitab tersebut bukankarangan Ahmad bin Hanbal, akan
tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkankepada Ahmad bin
Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:
لاَ كَرِسَالَةِ
اْلاِصْطَخْرِيِّ، وَلاَ كَالرَّدِّ عَلىَالْجَهَمِيَّةِ الْمَوْضُوْعِ
عَلىَ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ كَانَتَقِيًّا وَرِعًا لاَ
يَتَفَوَّهُ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Tidak seperti Risalah-nya
al-Ishthakhri, dan tidakseperti al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah yang
dipalsukan kepada Abu Abdillah (Ahmadbin Hanbal), karena beliau seorang
yang bertakwa, wara’ dan tidak berkataseperti itu.” (Al-Dzahabi, Siyar
A’lam al-Nubala’, juz 11, hal. 286.)
Pernyataan al-Dzahabi
tersebut diperkuat olehSyaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani,
yang mengutip pernyataanal-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah
al-Ishthakhri dan al-Radd ‘alaal-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang
dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.(Ibnu al-Wazir al-Yamani,
al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241)Kitab al-Radd ‘ala
al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh IbnuTaimiyah dalam
menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinyaterdiri dari
hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.”.
WAHABI: “Anda hanya
menyebutkan tiga kitab palsu,yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga
kitab. Lagi pula gak papa pakai kitabpalsu, yang penting isinya
mendukung perjuangan ajaran Wahabi.”
SUNNI: “Tidak hanya tiga
kitab palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Syaikh al-Jumaizi dan Syaikh
al-Raddadi, ulamaWahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh
al-Sunnah, dan dinisbatkankepada al-Barbahari. Padahal dalam manuskrip
yang menjadi satu-satunya sumberterbitnya kitab Sayrh al-Sunnah
tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwakitab Syarh al-Sunnah
tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalibal-Bahili, yang
populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. Halini juga
diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika
melakukanautentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. Dengan
demikian, ketigaulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab
karya Ghulam Khalil danmenisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang
ulama Hanabilah ekstrem yangberpaham tajsim.”
WAHABI: “Maaf,
walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadiitu ulama Wahabi, tapi mereka bukan
guru kami. Dalam Wahabi, kami bergurukepada ulama Madinah, Dr. Ali bin
Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yangAnda sebut Wahabi di
Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, antikitab lemah dan
palsu.”
SUNNI: “Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi,juga
terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya.
Al-Imamal-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan
bermadzhabal-Syafi’i. Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh
Abu Dzar al-Harawiuntuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. Pada tahun 1411
Hijriah, Salafi-Wahabi diYordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang
dinisbatkan kepada al-Daraquthni.Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi
Saudi Arabia menerbitkan kitabal-Shifat, yang dinisbatkan kepada
al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Alial-Faqihi. Kedua naskah tersebut
diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz binKadisy al-‘Ukbarawi dari Abu
Thalib al-‘Asysyari.
Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz
binKadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta.
Al-Hafizh IbnuHajar berkata:
أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ أَبُو
الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ أَقَرَّبِوَضْعِ حَدِيْثٍ وَتَابَ وَأَنَابَ انتهى
قَالَ ابْنُ النَّجَّارِ: وَكَانَمُخَلِّطًا كَذَّابًا لاَ يُحْتَجُّ
بِمِثْلِهِ وَلِلأَئِمَّةِ فِيْهِ مَقَالٌوَقَالَ أَبُوْ سَعْدٍ ابْنُ
السَّمْعَانِيِّ كَانَ ابْنُ نَاصِرٍ سَيِّءَالْقَوْلِ فِيْهِ وَقَالَ
ابْنُ اْلأَنْمَاطِيِّ كَانَ مُخَلِّطًا وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَقَالَ لِيْ
أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ وَسَمِعَ رَجُلاً قَدْ وَضَعَ فِيْ
حَقِّعَلِيٍّ حَدِيْثًا وَوَضَعْتُ أَنَا فِيْ حَقِّ أَبِيْ بَكْرٍ
حَدِيْثًا بِاللهِأَلَيْسَ فَعَلْتُ جَيِّدًا. (الحافظ ابن حجر، لسان
الميزان).
“Ahmad bin Ubaidillah Abu al-‘Izz bin Kadisy,mengaku memalsu hadits dan bertaubat.
Ibnu al-Najjar berkata: “Ia perawi yangmembingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imammembicarakannya.”
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: “Ibnu Nashirberpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy”.
Ibnu al-Anmathi berkata: “Ia perawi yangmembingungkan”.
Ibnu
Asakir berkata: “Abu al-‘Izz bin Kadiysberkata kepadaku, ia mendengar
seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaanAli: “Aku juga memalsu
hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakahaku tidak berbuat
baik”. (Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218).).
Demikian
pandangan ulama ahli hadits tentang Abual-‘Izz bin Kadisy. Sedangkan
pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz binKadiys telah bertaubat dari
memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnyaditerima. Al-Imam al-Nawawi
berkata:
تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنَ الْفِسْقِ إِلاَّ
الْكَذِبَ فِيأَحَادِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلاَ
تُقْبَلُ رِوَايَةُالتَّائِبِ مِنْهُ أَبَدًا وَإِنْ حَسُنَتْ طَرِيْقَتُهُ
كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُبْنُ حَنْبَلٍ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيُّ
شَيْخُ الْبُخَارِيِّ وَ أَبُوْبَكْرٍ الصَّيْرَفِيُّ الشَّافِعِيُّ.
(الحافظ السيوطي، تدريب الراوي).
“Riwayatnya perawi yang bertaubat
dari kefasikandapat diterima, kecuali berdusta dalam hadits-hadits
Rasulullah , maka riwayatperawi yang bertaubat dari berdusta dalam
hadits tersebut tidak dapat diterima,meskipun prilakunya telah baik.
Demikian apa yang dikatakan oleh Ahmad binHanbal, Abu Bakar al-Humaidi
–guru al-Bukhari-, dan Abu Bakar al-Shairafial-Syafi’i”. (Al-Hafizh
Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqribal-Nawawi (1/329).
Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yangbermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan
di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yahdan al-Shifat, yang
dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karenariwayatnya
melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulamamenilai
kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.”
WAHABI: “Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkankebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???””
SUNNI:
“Ya itu urusan Anda, yang sok anti danalergi hadits dha’if, tapi
diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda jugamenyebarkan kitab yang
dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi danlain-lain.
Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.”
Wassalam
MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Kiriman dari Hamba Allah
Sumber:
https://www.facebook.com/notes/idolaku-nabi-muhammad-saw/wahabi-menyebarkan-hadits-palsu/10151449081686082
Seharusnya seluruh tayangan di televisi harus bersifat mendidik serta
memberi pencerahan kepada pemirsanya. Selain dua faktor di atas, konten
tayangan pun harus bersifat objektif dan jauh dari kesan subjektif dan
memojokkan salah satu kelompok/pihak. Terlebih bila itu tayangan yang
berbau agama layaknya ‘Khazanah Tran7 dan khususnya Hadist-Hadist Palsu’
yang ditayangkan setiap hari selama bulan Ramadhan 1434 H di RCTI.
Selama ini hampir tak ada masalah dengan tayangan tersebut. Di tengah
kekeringan umat akan tayangan agama yang bersifat mendidik dan juga
menghibur, “Khazanah Tran7 atau Hadist-Hadist Palsu” datang menyapa umat
dan memberikan pencerahan pada umat islam.
Namun
menyimak tayangan RCTI bertajuk “Hadist-hadist palsu”, kalau tidak
salah ingat pada hari ke-6 puasa kesan mendidik dan memberikan
pencerahan terhadap umat menjadi hilang seketika. Alih-alih objektif
tayangan “Hadist-Hadist Palsu” dengan judul tersebut justru terkesan
melemahkan semangat umat islam dalam beribadah dan beramal shalih.
Hadist-hadist palsu merupakan tayangan dan program RCTI yang katanya
mengungkap hadist-hadist lemah dan palsu yang tersebar dan populer di
masyarakat, namun betulkah demikian realitasnya ?
Dalam judul
program diatas jelas “Hadits-Hadits Palsu” (Maudhu’), tapi kenapa
memasukkan di dalam tayangannya tentang hadits dho’if (Lemah). Padahal
beda atara Dho’if dan Maudhu’ (lemah dan palsu).
Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari
syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dho’if banyak
macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan
yang tidak dipenuhinya.
Hadits Maudhu’: adalah
hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka
katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun
tidak.
Kata Dho’if di ambil dari kata dhu’fu atau dha’fu (Lemah)
yang merupakan isim sifat dhifa yang berarti lawan dari kata
(quwwah)kuat. Secara terminology hadist dhoif yaitu hadist yang tidak
memiliki shifat “hasan” dah jauh dari “shahih”. Secara spesifik Hadis
Dhaif adalah Setiap hadis yang tidak terhimpun padanya semua syarat
hadis sahhih dan tidak pula semua syarat hadis Hassan. (Al-manhal
ar-Rawiy (ms/38);Muqadimatu Ibni Ash-Shalah (ms/20); Irsyad Thullab
Al-Haqaiq (1/153).
Pendapat Tentang Hadist Dho’if :
1. Syeikh Al-Qasimi : Refrensi dari kitab ’Uyun al-athar dan Fathul
Mughis, di dalam kitabnya beliau berkata “Diceritakan oleh Ibnu Sayyid
al-Nas didalam kitab ’Uyun al-athar dari Yahya Bin Mu’in dan dinisbahkan
pula didalam karya Abi Bakr Ibni Arabi “Secara zahirnya sesungguhnya
mazhab al-bukhari, Muslim mengatakan : “Tidak boleh beramal dengan
mengunakan hadis Dha’if’’.
2. Syeikh Ali al-Qari : kitab
Al-Maraqah jilid 2 ms/381, didalam kitab Al-Maraqah jilid 2 ms/381.
Beliau berkata : “Sesungguhnya hadis Dhaif ini “boleh” diamalkan didalam
perkara-perkara yang tergolong dalam amalan-amalan tambahan(fadail
amal),dan sesungguhnya perkara itu merupakan hasil ijmak ulama yang
sebagaimana telah dikatakan oleh Imam nawawi.Namun,yang dimaksudkan itu
(fadhail a’mal) disini adalah amalan-amalan yang sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ’’
3. Ahmad bin
hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: “Apabila kami meriwayatkan
hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan
kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang
keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak
rawi-rawinya.”
4. Ibnu Hajar Al Asqalany: ” Membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla’ilul amal dalam 3 syarat, yaitu:
a. Syarat yang pertama : Hadits dhoif itu tidak dilebih-lebihkan. Oleh
karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta,
tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun
untuk fadla’ilul amal.
b. Syarat yang kedua : Dasar amal yang
ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang
dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
c.
Syarat yang ketiga : Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau
menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi,
tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath
(hati-hati) belaka.
5. Pendapat Imam An-Nawawi Di-Syarah Arbain :
Jumhur Ulama telah sepakat membolehkan mengamalkan Hadits Dhaif Untuk
Keutamaan-Keutamaan Amal(fadhailul-A’mal).
Untuk
mengkritisi kenapa tayangan “Hadits-Hadits Palsu” RCTI itu tidak
obyektif salah satu buktinya adalah ketika narator menjelaskan tentang,
“Beramallah untuk duniamu seolah-olah Anda akan hidup selama-lamanya!
Dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah Anda akan meninggal dunia
esok hari!” itu adalah sebuah maqolah dan bukan hadits.
Padahal salah satu ulama kondang WAHABI membahas tentang hadits
dimaksud dengan menyatakan DHO’IF (lemah) bukan MAUDHU’ (palsu),
sebagaimana penjelasan albani berikut ini:
” اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا , و اعمل لآخرتك كأنك تموت غدا ” .
قال الألباني في سلسلة الأحاديث الضعيفة ( 1 / 63 ) : لا أصل له مرفوعا . و
إن اشتهر على الألسنة في الأزمنة المتأخرة حتى إن الشيخ عبد الكريم
العامري الغزي لم يورده في كتابه ” الجد الحثيث في بيان ما ليس بحديث ” .
و قد وجدت له أصلا موقوفا , رواه ابن قتيبة في ” غريب الحديث ” ( 1 / 46 / 2 )
حدثني السجستاني حدثنا الأصمعي عن حماد بن سلمة عن عبيد الله بن العيزار
عن عبد الله بن عمروأنه قال : فذكره موقوفا عليه إلا أنه قال : ” احرث
لدنياك ” إلخ . و عبيد الله بن العيزار لم أجد من ترجمه .
ثم وقفت عليها في “تاريخ البخاري ” ( 3 / 394 ) و ” الجرح و التعديل ” ( 2 / 2
/ 330 ) بدلالة بعض أفاضل المكيين نقلا عن تعليق للعلامة الشيخ عبد الرحمن
المعلمي اليماني رحمه الله تعالى و فيها يتبين أن الرجل وثقه يحيي بن سعيد
القطان و أنه يروي عن الحسن البصري و غيره من التابعين فالإسناد منقطع .
و يؤكده أنني رأيت الحديث في ” زوائد مسند الحارث ” للهيثمي ( ق 130 / 2 )
من طريق أخرى عن ابن العيزار قال : لقيت شيخا بالرمل من الأعراب كبيرا
فقلت : لقيت أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ? فقال : نعم ,
فقلت : من ? فقال : عبد الله بن عمرو بن العاص ….
ثم رأيت ابن حبان قد أورده في ” ثقات أتباع التابعين ” ( 7 / 148 ) . و
رواه ابن المبارك في ” الزهد ” من طريق آخر فقال ( 218 / 2 ) : أنبأنا محمد
ابن عجلان عبد الله بن عمرو بن العاص قال : فذكره موقوفا , و هذا منقطع و
قد روي مرفوعا , أخرجه البيهقي في سننه ( 3 / 19 ) من طريق أبي صالح حدثنا
الليث عن ابن عجلان عن مولى لعمر بن عبد العزيز عن عبد الله بن عمرو بن
العاص عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال : فذكره في تمام حديث أوله :
” إن هذا الدين متين فأوغل فيه برفق , و لا تبغض إلى نفسك عبادة ربك , فإن
المنبت لا سفرا قطع و لا ظهرا أبقى , فاعمل عمل امريء يظن أن لن يموت أبدا
, و احذر حذر ( امريء ) يخشى أن يموت غدا ” .
و هذا سند ضعيف و له علتان جهالة مولى عمر بن عبد العزيز و ضعف أبي صالح و
هو عبد الله بن صالح كاتب الليث كما تقدم في الحديث ( 6 ) . ثم إن هذا
السياق ليس نصا في أن العمل المذكور فيه هو العمل للدنيا , بل الظاهر منه
أنه يعني العمل للآخرة , و الغرض منه الحض على الاستمرار برفق في العمل
الصالح و عدم الانقطاع عنه , فهو كقوله صلى الله عليه وسلم : ” أحب الأعمال
إلى الله أدومها و إن قل ” متفق عليه والله أعلم .
هذا و النصف الأول من حديث ابن عمرو رواه البزار [ 1 / 57 / 74 ـ كشف
الأستار] من حديث جابر , قال الهيثمي في ” مجمع الزوائد ” ( 1 / 62 ) : و
فيه يحيى بن المتوكل أبو عقيل و هو كذاب . قلت : و من طريقه رواه أبو الشيخ
ابن حيان في كتابه ” الأمثال ” ( رقم 229 ) .
لكن يغني عنه قوله صلى الله عليه وسلم : ” إن هذا الدين يسر , و لن يشاد
هذا الدين أحد إلا غلبه , فسددوا و قاربوا و أبشروا … ” أخرجه البخاري في
صحيحه من حديث أبي هريرة مرفوعا.
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=23897
_________________________________________
اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا
“Beramallah
untuk duniamu seolah-olah Anda akan hidup selama-lamanya! Dan
beramallah untuk akhiratmu seolah-olah Anda akan meninggal dunia esok
hari!”
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata dalam
kitabnya “Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah” jilid pertama
halaman 63-65, hadits nomor 8 :
Riwayat Hadits ini secara marfu’
tidak ada asal-usulnya, walaupun hadits ini sangat terkenal di kalangan
kaum muslimin terlebih pada zaman terakhir saat ini, sampai-sampai
Syaikh Abdul Karim al-Amiri al-Ghazzi tidak mencantumkan hadits ini
dalam kitabnya“al-Jadd al-Hatsits fii Bayaani Maa Laisa Bihadits”.
Saya telah menemukan asal hadits ini secara mauquf. Ibnu Qutaibah
meriwayatkan hadits ini dalam kitabnya “Gharibul Hadits” (1/46/2) :
“as-Sijistani telah menceritakan sebuah hadits kepadaku, al-Asmu’i telah
menceritakan sebuah hadits kepada kami, dari Hammad bin Salamah dari
Ubaidillah bin al-‘Iizar dari Abdullah bin ‘Amru, sesungguhnya ia telah
berkata : ..(kemudian ia menyebutkan hadits ini secara mauquf sampai
kepada Abdullah bin ‘Amru, hanya saja lafadz hadits ini berbunyi,
“Tanamlah untuk duniamu…..hingga akhir hadits.)
Adapun Ubaidillah bin al-‘Iizar, maka saya belum mendapatkan biografinya.
Kemudian saya mendapatkan biografinya dalam kitab “Tarikh al-Bukhari”
(3/394) dan dalam kitab “al-Jarh wat Ta’dil” (2/330) atas petunjuk
beberapa orang ahli ilmu yang tinggal di Mekkah. Mereka menukil komentar
al-‘Allamah Syaikh Abdurrahman al-Mu’allimi al-Yamani rahimahullah.
Ternyata orang ini (Ubaidillah bin al-‘Iizar) dianggap tsiqah oleh Yahya
bin Said al-Qaththan, dan ia meriwayatkan hadits dari al-Hasan
al-Bashri dan ulama lainnya dari kalangan tabi’in. Dengan demikian maka
sanad hadits ini munqathi’ (terputus).
Hal ini
diperkuat lagi ketika saya menemukan hadits ini dalam kitab “Zawaid
Musnad al-Harits” karya al-Haitsami (Qaf 130/2) dari jalur sanad yang
lain dari Ahmad Ubaidillah Zenh) bin al-‘Iizar, ia berkata, “Saya pernah
bertemu dengan seorang syaikh yang sudah tua dari kalangan orang arab
badui di suatu tempat yang bernama ar-Raml. Aku bertanya kepadanya,
“Apakah Anda pernah bertemu dengan salah seorang sahabat Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ia menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi,
“Siapa?” Ia menjawab, “Abdullah bin ‘Amru bin al-Ash…”
Kemudian saya mendapati bahwa Ibnu Hibban telah menyebutkan nama
Ubaidillah bin al-‘Iizar dalam kelompok “Tsiqat Atba’ut Tabi’in”
(7/148).
Ibnul Mubarak juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab
“az-Zuhd” dari jalur sanad yang lain. Beliau (Ibnul Mubarak) berkata
(2/218), “Muhammad bin ‘Ajlan telah mengabarkan kepada kami bahwa
Abdullah bin ‘Amru bin al-Ash berkata, “….(kemudian beliau menyebutkan
hadits ini secara mauquf). Maka sanad hadits ini pun munqathi’
(terputus).
Hadits ini juga diriwayatkan secara
marfu. Al-Baihaqi mentakhrij hadits ini dalam kitab “Sunan al-Baihaqi”
(3/19) dari jalur sanad Abu Shalih, ia berkata, “al-Laits telah
menceritakan suatu hadits kepada kami dari Ibnu ‘Ajlan dari seorang
maula (budak yang telah dimerdekakan) Umar bin Abdul Aziz dari Abdullah
bin ‘Amru bin al-‘Ash dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
bahwa sesungguhnya beliau pernah bersabda, “…” (kemudian dia menyebutkan
hadits ini dengan redaksi yang lebih sempurna. Bunyi awal hadits ini :
إن هذا الدين متين فأوغل فيه برفق ، و لا تبغض إلى نفسك عبادة ربك ، فإن
المنبت لا سفرا قطع و لا ظهرا أبقى ، فاعمل عمل امريء يظن أن لن يموت أبدا ،
و احذر حذر ( امريء ) يخشى أن يموت غدا
“Sesungguhnya
agama Islam ini adalah agama yang kokoh dan kuat, maka masuklah ke
dalamnya dengan kelemahlembutan. Dan janganlah Anda menbenci untuk diri
Anda ibadah kepada Allah. Karena sesungguhnya orang yang kekelahan, ia
tidak dapat menempuh perjalanan dan tidak pula meninggalkan punggung
hewan tunggangannya. Maka beramallah seperti amalnya seseorang yang
meyakini bahwa ia tidak akan meninggal dunia untuk selamanya! Dan
berhati-hatilah seperti kehati-hatiannya seseorang yang khawatir akan
meninggal dunia esok hari.”
Sanad hadits ini juga
dha’if (lemah) karena di dalam sanadnya terdapat dua ‘illat (sebab yang
dapat melemahkan hadits). (Pertama) kemajhulan maula (budak yang telah
dimerdekakan) Umar bin Abdul Aziz dan (ke dua) kelemahan Abu Shalih yang
nama lengkapnya adalah Abdullah bin Shalih juru tulis al-Laits.
Kemudian, redaksi hadits di atas tidak menjadi nash yang menunjukkan
bahwa amal yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah amal untuk dunia,
bahkan sebaliknya, dhahir hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud
adalah amal untuk akhirat. Tujuan dari hadits ini adalah anjuran untuk
senantiasa konsisten dalam beramal shalih secara bertahap sedikit demi
sedikit tanpa terputus. Makna hadits ini sesuai dengan Sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Amal yang paling dicintai Allah adalah
amalan yang paling konsisten dilakukan secara terus-menerus tanpa
terputus meskipun amal itu sedikit.” Wallahu a’lam.
Bagian pertama dari hadits (Abdullah) Ibnu ‘Amru diriwayatkan oleh
al-Bazzar (1/57/74 – Kasyful Astar) dari hadits Jabir. Al-Haitsami
berkata dalam kitab “Majma az-Zawa’id” (1/62), “Dalam sanad hadits ini
terdapat seorang rawi yang bernama Yahya bin al-Mutawakkil Abu ‘Uqail.
Dia adalah seorang pendusta.”
Aku (al-Albani)
berkata, “Hadits dengan sanad ini diriwayatkan pula oleh Abu asy-Syaikh
dalam kitabnya “al-Amtsal” (nomor 229). Akan tetapi hadits (shahih)
berikut ini telah cukup (untuk kita pegang daripada hadits di atas),
yaitu sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
إن هذا الدين يسر ، ولن يشاد هذا الدين أحد إلا غلبه ، فسددوا وقاربوا وأبشروا ….
“Sesungguhnya
agama (Islam) ini mudah. Dan tidaklah seseorang mempersulit agama ini
dengan cara memaksakan dirinya untuk melakukan ibadah-ibadah yang tidak
sanggup ia lakukan, melainkan agama ini akan mengembalikannya ke jalan
kemudahan dan pertengahan. Maka hendaklah kalian beramal secara
proporsional (pertengahan) dan berusahalah menyempurnakan amal ibadah
secara optimal dan berikanlah kabar gembira…
Hadits ini
diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dari hadits Abu
Hurairah secara marfu’. (terjemahan link diatas).
Maka
wajar bila publik beranggapan bahwa ada “sesuatu” yang menunggangi
tayangan “Hadits-Hadits Palsu” RCTI, sehingga memberi kesan tendensius,
subjektif dan memojokkan salah satu kelompok yang mengamalkan hadits
dho’if untuk semangat beribadah dan amal shaleh. Dan “sesuatu itu ialah
“Wahabi”.
Mengapa “wahabi”? Publik punya
penilaian sendiri. Selama ini dakwah yang dilontarkan oleh para penganut
aliran “wahabi”-lah yang sering melemparkan panah-panah beracun
terhadap amaliyah yang sedari dahulu telah dijalankan umat islam pada
umumnya “Panah-panah” semacam “syirik, kufur, bid’ah, dho’if” bertebaran
di situs-situs yang mengusung paham wahabi. Dan panah itu justru tanpa
rasa intoleran menacap di ulu hati para pengamal “Fadhoil al-A’mal” dan
semisalnya.
Terlepas dari “sesuatu” bernama
wahabi di balik tayangan “Hadits-Hadits Palsu”, maka sewajarnya suatu
tayangan agama lebih berimbang dalam menyajikan suatu opini. Sehingga
tayangan agama tersebut benar-benar memberi pencerahan terhadap umat,
dan bukan keresahan serta pendangkalan materi. Gitu aja koq repot!
Wallahu a’lam bish-Shawab dan semoga bermanfa’at. Aamiin.
SKANDAL PENYEBARAN HADITS DHA’IF DANRIWAYAT PALSU DI KALANGAN ULAMA WAHABI
SELAMA
INI AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH SELALU DIPOJOKKANOLEH KAUM WAHABI, KARENA
DIANGGAP PENGAMAL HADITS DHA’IF. PADAHAL DIAM-DIAMKAUM WAHABI JUGA
MENYEBARKAN RIWAYAT PALSUSELAMA MENDUKUNG AJARAN WAHABI. BERIKUT
DIALOGNYA.
SUNNI: “Mengapa Anda selalu membuat fitnah,menebarkan
permusuhan dan kebencian dengan mebid’ahkan ajaran kami
AhlussunnahWal-Jama’ah yang sudah mengakar sejak masa-masa silam, bahkan
sebagian mengakarsejak masa salaf dan ahli hadits? Dan semua ajaran
kami memiliki landasan darial-Qur’an dan hadits.”
WAHABI: “Ajaran yang kalian amalkan selalumenggunakan hadits-hadits lemah dan palsu.”
SUNNI:
“Ajaran yang mana yang menggunakan haditspalsu dan lemah??? Justru kaum
Anda sendiri yang terjebak dalam kesalahan dalammenolak peran hadits
dha’if secara total. Salah karena keluar dari manhaj ahlihadits dan
salah karena menyalahi ulama Anda sendiri.”
WAHABI: “Lho, kok
bisa kami dikatakan keluar darimanhaj ahli hadits dan menyalahi ulama
kami sendiri? Bukankah yang berjuangmenolak hadits dha’if itu ulama
kami?”
SUNNI: “Lho, itu kan Anda berarti hanya taklid butakepada
ustadz-ustadz Anda. Harus Anda ketahui, bahwa yang menolak peran
haditsdha’if di kalangan Anda, itu Wahabi beberapa tahun kemarin,
pengikut Syaikhal-Albani dari Yordania. Sementara ulama Wahabi sebelum
Anda juga banyakmenyebarkan hadits dha’if, sebagaimana yang dilakukan
oleh ahli hadits.”
WAHABI: “Lho, maka buktinya bahwa sebelum
Syaikhal-Albani, ulama kami yang kalian sebut Wahabi menerima dan
menyebarkan haditsdha’if?”
SUNNI: “Anda ini lucu, ngakunya
pengagum al-Albani,tapi tidak pernah mengerti kitab-kitab tulisan
al-Albani sendiri. Coba Andalihat, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul
al-Kalim al-Thayyib, yang isinyamembolehkan tawasul, istighatsah dan
jualan jimat. Lalu kitab tersebutdi-ikhtishar oleh al-Albani, menjadi
Shahih al-Kalim al-Thayyib, denganmembuang 59 hadits dari total 252,
yang dianggap dha’if oleh al-Albani. Ini kancukup membuktikan bahwa Ibnu
Taimiyah tidak alergi hadits dha’if. Belum lagiMuhammad bin Abdul
Wahhab an-Najdi al-Qarni, menulis kitab al-Tauhid, sebagianhadits nya
juga dha’if sebagaimana diakui oleh kaum Wahabi sendiri. Ini buktibahwa
pendiri Wahabi juga tidak alergi hadits dha’if. Kenapa kalian
alergihadits dha’if??
Kalian tahu, bahwa ulama kalian, yang sok antihadits dha’if, diam-diam juga menyebarkan akidah palsu dan riwayat dusta??”
WAHABI:
“Ah, Anda keterlaluan, menuduh ulama kamisebagai penyebar akidah palsu
dan riwayat dusta. Mana buktinya??? Anda janganasal ngomong. Berdosa
lho, bohong itu.”
SUNNI: “Di antara riwayat palsu yang
disebarluaskanoleh ulama Anda adalah akidah yang dinisbatkan kepada
al-Imam al-Syafi’i.Ketika jamaah haji pulang dari Tanah Suci, mereka
diberi hadiah kitab AkidahImam Empat, karya al-Khumayyis, terjemahan
dari kitab I’tiqad al-Aimmahal-Arba’ah, oleh Ali Mustafa Ya’qub. Di
dalamnya ada akidah yang dinisbatkankepada Imam al-Syafi’i, bahwa beliau
berkata:
“Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangansaya,
shahib-shahib saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan
sayaambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain adalah iqrar
serayabersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, serta bersaksi bahwa
Allah itu diatas ‘arsy di langit, dan dekat dengan mahkluk-Nya terserah
kehendak Allah, danAllah itu turun ke langit terdekat kapan Allah
berkehendak.” (Al-Khumayyis,Akidah Imam Empat, hal. 68.).
Akidah
al-Imam al-Syafi’i tersebut telahdisebarluaskan oleh kaum Wahabi dan
pendahulu-pendahulu mereka seperti IbnuTaimiyah dalam al-Washiyyah
al-Kubra, Ibnu al-Qayyim dalam Ijtima’ al-Juyusyal-Islamiyyah, al-Albani
dalam Mukhtashar al-‘Uluw, dan al-Khumayyis dalambukunya Akidah Imam
Empat.
WAHABI: “Apa alasan Anda mengatakan akidah tersebutpalsu???”
SUNNI:
“Para ulama ahli hadits telah menjelaskanbahwa akidah al-Imam
al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Wahabi adalahpalsu. Akidah
tersebut diriwayatkan melalui perawi yang bermasalah, yaitu Abual-Hasan
al-Hakkari, seorang perawi yang tidak dapat dipercaya dan pemalsuhadits.
Al-Dzahabi berkata:
وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: لَمْ يَكُنْ مُوَثَّقًا فِيْ رِوَايَتِهِ.
“Ibnu
Asakir berkata: “Al-Hakkari tidak dapatdipercaya dalam riwayatnya.”
(Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal.174; Al-Dzahabi, Siyar
A’lam al-Nubala’, juz 19 hal. 68, dan Mizan al-I’tidal,juz 3, hal.
112.)
Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:
وَكَانَ
الْغَالِبُ عَلىَ حَدِيْثِهِ الْغَرَائِبَ وَالْمُنْكَرَاتِ وَلَمْيَكُنْ
حَدِيْثُهُ يُشْبِهُ حَدِيْثَ أَهْلِ الصِّدْقِ، وَفِيْ حَدِيْثِهِمُتُوْنٌ
مَوْضُوْعَةٌ مُرَكَّبَةٌ عَلىَ أَسَانِيْد َصَحِيْحَةٍ،
وَرَأَيْتُبِخَطِّ بَعْضِ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ
الْحَدِيْثَبِأَصْبِهَانَ، وَقَالَ أَبُوْ نَصْرٍ الْيُوْنَارْتِيُّ: لَمْ
يَرْضَهُ الشَّيْخُأَبُوْ بَكْرٍ بْنُ الْخَاضِبَةِ.
“Biasanya
haditsnya al-Hakkari adalah hadits-haditsyang aneh dan munkar.
Haditsnya tidak menyerupai haditsnya perawi yang jujur.Dalam haditsnya
terdapat matan-matan palsu yang disusun pada sanad-sanad yangshahih. Aku
melihat tulisan sebagian ahli hadits, bahwa al-Hakkari telahmemalsu
hadits di Ashbihan. Abu Nashr al-Yunarti berkata: “Syaikh Abu Bakar
binal-Khadhibah tidak ridha terhadap al-Hakkari.” (Ibnu al-Najjar, Dzail
TarikhBaghdad, juz 3, hal. 173; dan Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, juz 4,
hal. 196.)
Sumber lain yang menjadi perawi akidah
al-Imamal-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang
jujur tetapilugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat
palsu oleh orang-orangyang tidak bertanggung jawab. Al-Dzahabi dan Ibnu
Hajar berkata:
مُحَمَّدُ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْفَتْحِ أَبُوْ
طَالِبٍ الْعَشَّارِيُّشَيْخٌ صَدُوْقٌ مَعْرُوْفٌ لَكِنْ اَدْخَلُوْا
عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فَحَدَّثَبِهَا بِسَلاَمَةِ بَاطِنٍ مِنْهَا حَدِيْثٌ
مَوْضُوْعٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِعَاشُوْرَاءَ وَمِنْهَا عَقِيْدَةٌ
لِلشَّافِعِيِّ.
“Muhammad bin Ali bin al-Fath Abu
Thalibal-‘Asysyari, seorang guru yang jujur dan dikenal. Akan tetapi
orang-orangmemasukkan banyak hal (riwayat-riwayat palsu) kepadanya, lalu
iamenceritakannya dengan ketulusan hati, di antaranya hadits palsu
tentangkeutamaan malam Asyura, dan di antaranya akidah al-Syafi’i.”
(Al-Dzahabi, Mizanal-I’tidal, juz 3, hal. 656 dan Ibnu Hajar, Lizan
al-Mizan, juz 5 hal. 301.).
Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu
Hajar di atasmenyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya
seorang perawi yangjujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak
bertanggungjawabmenyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya
tanpa ia sadari, laluia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain
dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah
al-Imamal-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan
pendahulu mereka,adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah
dan pemalsu hadits ataumelalui perawi jujur dan lugu yang tidak
menyadari bahwa riwayatnya telahdisisipi riwayat palsu oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab.”
WAHABI: “Tapi walaupun palsu,
akidah tersebutmendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun
palsu. Yang pentingcocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain
shahih kok.”
SUNNI: “Anda ini lucu, sok anti dan alergi
haditsdha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat
palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut
madzhab ImamAhmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang
dinisbatkan kepada ImamAhmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah
al-Ishthakhri dan kitab al-Radd‘ala al-Jahamiyyah. Kedua kitab ini
disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dandiklaim sebagai karangan Ahmad bin
Hanbal. Padahal kitab tersebut bukankarangan Ahmad bin Hanbal, akan
tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkankepada Ahmad bin
Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:
لاَ كَرِسَالَةِ
اْلاِصْطَخْرِيِّ، وَلاَ كَالرَّدِّ عَلىَالْجَهَمِيَّةِ الْمَوْضُوْعِ
عَلىَ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ كَانَتَقِيًّا وَرِعًا لاَ
يَتَفَوَّهُ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Tidak seperti Risalah-nya
al-Ishthakhri, dan tidakseperti al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah yang
dipalsukan kepada Abu Abdillah (Ahmadbin Hanbal), karena beliau seorang
yang bertakwa, wara’ dan tidak berkataseperti itu.” (Al-Dzahabi, Siyar
A’lam al-Nubala’, juz 11, hal. 286.)
Pernyataan al-Dzahabi
tersebut diperkuat olehSyaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani,
yang mengutip pernyataanal-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah
al-Ishthakhri dan al-Radd ‘alaal-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang
dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.(Ibnu al-Wazir al-Yamani,
al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241)Kitab al-Radd ‘ala
al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh IbnuTaimiyah dalam
menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinyaterdiri dari
hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.”.
WAHABI: “Anda hanya
menyebutkan tiga kitab palsu,yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga
kitab. Lagi pula gak papa pakai kitabpalsu, yang penting isinya
mendukung perjuangan ajaran Wahabi.”
SUNNI: “Tidak hanya tiga
kitab palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Syaikh al-Jumaizi dan Syaikh
al-Raddadi, ulamaWahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh
al-Sunnah, dan dinisbatkankepada al-Barbahari. Padahal dalam manuskrip
yang menjadi satu-satunya sumberterbitnya kitab Sayrh al-Sunnah
tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwakitab Syarh al-Sunnah
tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalibal-Bahili, yang
populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. Halini juga
diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika
melakukanautentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. Dengan
demikian, ketigaulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab
karya Ghulam Khalil danmenisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang
ulama Hanabilah ekstrem yangberpaham tajsim.”
WAHABI: “Maaf,
walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadiitu ulama Wahabi, tapi mereka bukan
guru kami. Dalam Wahabi, kami bergurukepada ulama Madinah, Dr. Ali bin
Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yangAnda sebut Wahabi di
Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, antikitab lemah dan
palsu.”
SUNNI: “Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi,juga
terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya.
Al-Imamal-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan
bermadzhabal-Syafi’i. Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh
Abu Dzar al-Harawiuntuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. Pada tahun 1411
Hijriah, Salafi-Wahabi diYordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang
dinisbatkan kepada al-Daraquthni.Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi
Saudi Arabia menerbitkan kitabal-Shifat, yang dinisbatkan kepada
al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Alial-Faqihi. Kedua naskah tersebut
diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz binKadisy al-‘Ukbarawi dari Abu
Thalib al-‘Asysyari.
Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz
binKadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta.
Al-Hafizh IbnuHajar berkata:
أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ أَبُو
الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ أَقَرَّبِوَضْعِ حَدِيْثٍ وَتَابَ وَأَنَابَ انتهى
قَالَ ابْنُ النَّجَّارِ: وَكَانَمُخَلِّطًا كَذَّابًا لاَ يُحْتَجُّ
بِمِثْلِهِ وَلِلأَئِمَّةِ فِيْهِ مَقَالٌوَقَالَ أَبُوْ سَعْدٍ ابْنُ
السَّمْعَانِيِّ كَانَ ابْنُ نَاصِرٍ سَيِّءَالْقَوْلِ فِيْهِ وَقَالَ
ابْنُ اْلأَنْمَاطِيِّ كَانَ مُخَلِّطًا وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَقَالَ لِيْ
أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ وَسَمِعَ رَجُلاً قَدْ وَضَعَ فِيْ
حَقِّعَلِيٍّ حَدِيْثًا وَوَضَعْتُ أَنَا فِيْ حَقِّ أَبِيْ بَكْرٍ
حَدِيْثًا بِاللهِأَلَيْسَ فَعَلْتُ جَيِّدًا. (الحافظ ابن حجر، لسان
الميزان).
“Ahmad bin Ubaidillah Abu al-‘Izz bin Kadisy,mengaku memalsu hadits dan bertaubat.
Ibnu al-Najjar berkata: “Ia perawi yangmembingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imammembicarakannya.”
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: “Ibnu Nashirberpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy”.
Ibnu al-Anmathi berkata: “Ia perawi yangmembingungkan”.
Ibnu
Asakir berkata: “Abu al-‘Izz bin Kadiysberkata kepadaku, ia mendengar
seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaanAli: “Aku juga memalsu
hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakahaku tidak berbuat
baik”. (Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218).).
Demikian
pandangan ulama ahli hadits tentang Abual-‘Izz bin Kadisy. Sedangkan
pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz binKadiys telah bertaubat dari
memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnyaditerima. Al-Imam al-Nawawi
berkata:
تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنَ الْفِسْقِ إِلاَّ
الْكَذِبَ فِيأَحَادِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلاَ
تُقْبَلُ رِوَايَةُالتَّائِبِ مِنْهُ أَبَدًا وَإِنْ حَسُنَتْ طَرِيْقَتُهُ
كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُبْنُ حَنْبَلٍ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيُّ
شَيْخُ الْبُخَارِيِّ وَ أَبُوْبَكْرٍ الصَّيْرَفِيُّ الشَّافِعِيُّ.
(الحافظ السيوطي، تدريب الراوي).
“Riwayatnya perawi yang bertaubat
dari kefasikandapat diterima, kecuali berdusta dalam hadits-hadits
Rasulullah , maka riwayatperawi yang bertaubat dari berdusta dalam
hadits tersebut tidak dapat diterima,meskipun prilakunya telah baik.
Demikian apa yang dikatakan oleh Ahmad binHanbal, Abu Bakar al-Humaidi
–guru al-Bukhari-, dan Abu Bakar al-Shairafial-Syafi’i”. (Al-Hafizh
Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqribal-Nawawi (1/329).
Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yangbermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan
di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yahdan al-Shifat, yang
dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karenariwayatnya
melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulamamenilai
kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.”
WAHABI: “Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkankebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???””
SUNNI:
“Ya itu urusan Anda, yang sok anti danalergi hadits dha’if, tapi
diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda jugamenyebarkan kitab yang
dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi danlain-lain.
Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.”
Wassalam
MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Kiriman dari Hamba Allah
Sumber:
1. Oleh: KH. Ibnu Mas'ud, Anggota Laskar Tim Sarkub.
2. Oleh Bukhori Supriyadi Yadi Buletin
3. Oleh Idolaku Nabi Muhamma
4. http://www.sarkub.com/2013/misi-wahabi-dibalik-tayangan-hadits-hadits-palsu-di-rcti/