Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Tanggapan. Show all posts
Showing posts with label Tanggapan. Show all posts

Penjelasan Ulama Tentang Hadits Kullu Bid’atin Dholalah

Oleh: Ustadz Abu Hilya

Dalam memahami hadits kullu bid’atin dholalah biasa terjadi perbedaan tajam. Tak jarang dari hadits kullu bid’atin dholalah umat Islam jadi korban fitnah dari kesalahan memahami hadits kullu bid’atin dholalah ini. Untuk memahami hadits kullu bid’atin dholalah, sebaiknya kita merujuk kepada pendapat para ulama yang berkompeten, jangan sampai kita sok tahu dengan manfsiri hadits kullu ini seenak udel sendiri.

Berikut ini adalah PENJELASAN PARA ULAMA TENTANG Hadits Kullu Bid’atin Dholalah  : كل بدعة ضلالة ,dijelaskan oleh Al Imam Al Hafidz An Nawawi dalam Syarah Muslim, Al Imam Al Hafidz Ibnu Hajar al ‘Asqolani dalam Fathul Bari, Al ‘Allamah Muhammad Abdur Rouf al Manawi dalam Faidhul Qodir, dan dilanjutkan penjelasannya oleh para ulama Ahlus Sunnah yang lainnya.

Al Imam Al Hafidz An Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan:

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ هَذَا عَامٌ مَخْصُوْصٌ وَالْمُرَادُ غَالِبُ الْبِدَعِ

Adapun Sabda Rosululloh shollallahualaihi wasallam; “wa kullu bid’atin dholalah“ ini adalah dalil ‘Am Makhsush (redaksi umum dengan makna terbatas), dan yang dikehendaki adalah kebanyakan bid’ah “ (Syarah muslim, vol.6, hlm. 154)
Selanjutnya beliau berkata :

وَقَدْ أَوْضَحْتُ الْمَسْأَلَةَ بِأَدِلَّتِهَا الْمَبْسُوْطَةِ فِي تَهْذِيْبِ الْأَسْمَاءِ وَالُّلغَاتِ فَإِذَا عُرِفَ مَا ذَكَرْتُهُ عُلِمَ أَنَّ الْحَدِيْثَ مِنَ الْعَامِ الْمَخْصُوْصِ وَكَذَا مَا أَشْبَهَهُ مِنَ الْأَحَادِيْثِ الْوَارِدَةِ, وَيُؤَيِّدُ مَا قُلْنَاهُ قَوْلُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِي التَّرَاوِيْحِ نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ وَلَا يَمْنَعُ مِنْ كَوْنِ الْحَدِيْثِ عَامًّا مَخْصُوْصًا

Dan sungguh telah aku jelaskan masalah ini (Bid’ah) berikut dalil-dalinya yang luas dalam kitabTahdzibul Asma Wal Lughot, ketika telah diketahui apa yang telah kusampaikan, maka sesungguhnyahadits ini adalah hadits “al ‘Am al makhsush“ (umum yang dibatasi), begitu juga dengan hadits-hadits lain yang serupa. Dan apa yang dikatakan Umar bin khotthob –rodhiyallohu ‘anhu-, dalam masalah tarowih, yakni Ni’matil Bid’ah, menguatkan pernyataanku dan sama sekali tidak mencegah dari keberadaan hadits (Kullu Bid’atin) sebagai hadits ‘Am Makhsush (dalil umum yang dibatasi). (Syarah Nawawi ala Muslim, vol.6, hlm. 155).

Al Imam Al Hafidz Ibnu Hajar al ‘Asqolani dalam Fathul Bari :

وَالْمُرَادُ بِقَوْلِهِ كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ مَا أُحْدِثَ وَلَا دَلِيْلَ لَهُ مِنَ الشَّرْعِ بِطَرِيْقٍ خَاصٍّ وَلَا عَامٍّ

Dan yang dikehendaki dengan Hadits Kullu Bid’atin Dholalah adalah perkara yang diadakan dan baginya tidak terdapat dalil (yang bersumber) dari syara’, baik dengan jalan Khusus maupun dalil umum.(Fathul Bari Syarah Shohih Al Bukhori, vol. 13, hlm. 254).

Al ‘Allamah Muhammad Abdur Rouf al Manawi dalam Faidhul Qodir :

وَقَوْلُهُ – وَكُلُّ… إِلَى آخِرِهِ – عَامٌ مَخْصُوْصٌ

Dan adapun Sabda Rosul “Wa Kullu”‘ dst.. adalah ‘Am Makhsush  (Faidhul Qodir syarah Al Jami’us Shoghir, vol. 2, hlm. 217, Shameela)  (artikel 16).

PEMBAGIAN BID’AH
Para Ulama terutama dari kalangan Syafi’iyyah membagi bid’ah sebagai berikut:
Imam Syafi’iy dalam Manaqib As Syafi’i lil Baihaqi :

اَلمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ:مَا اُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًااَوْسُنَّةً اَوْ أثَرًا اَوْ اِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضّلالَةُ وَمَااُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَيُخَالِفُ شَيْئًامِنْ ذَالِكَ فَهَذِهِ بِدْعَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَة

Bid’ah (muhdatsat) ada dua macam; pertama, sesuatu yang baru yangmenyalahi al-Qur’an atau Sunnah atau atsar atau Ijma’, dan itu disebut bid’ah dholalah(tersesat). Kedua,sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnahatau atsar atau Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela”(Al-Baihaqi, dalam  Manaqib as-Syafi’i, 1/469).

Al Imam Al Hafidz An Nawawi dalam Tahdzibul Asma wal lughot :

هِيَ أي ألْبِدْعَةُ مُنْقَسِمَةٌ إِلىَ حَسَنَةٍ وَ قَبِيْحَةٍ (تهذيب الاسماء واللغات)

Bid’ah terbagi menjadi dua ; Bid’ah Hasanah (baik) dan Bid’ah Qobihah (buruk). (Tahdzibul Asma wal lughot, vol. 3, hlm. 22).

Al Hafidz Ibnu Hajar al ‘Asqolani dalam Fathul Bari :

وَالْبِدْعَةُ أَصْلُهَا مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ وَتُطْلَقُ فِي الشَّرْعِ فِي مُقَابِلِ السُّنَّةِ فَتَكُوْنُ مَذْمُوْمَةً وَالتَّحْقِيْقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحِسَنٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَةٌ وَإِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ وَإِلَّا فَهِيَ مِنْ قِسْمِ الْمُبَاحِ وَقَدْ تَنْقَسِمُ إِلَى الْأَحْكَامِ الْخَمْسَةِ

Bid’ah, makna asalnya adalah : sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh sebelumnya.Dalam syara’ bid’ah diucapkan sebagai lawan sunnah, sehingga bid’ah itu pasti tercela. Sebenarnya apabila bid’ah itu masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap baik menurut syara’, maka disebut bid’ahhasanah (baik). Bila masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap buruk menurut syara’, maka disebut bid’ah mustaqbahah (tercela). Bila tidak masuk dalam naungan keduanya, maka menjadi bagian mubah (boleh). Dan terkadang bid’ah itu dapat dibagi menjadi lima (hukum). (Fathul Bari Syarah Shohih Al Bukhori, vol. 4, hlm. 235).

Pendapat ini disetujui pula oleh Al Imam Muhammad bin Ali as Syaukani, salah satu Ulama Syi’ah Zaidiyyah yang dikagumi kaum Wahabi, dalam kitabnya Nailul Author 3/25.

Al Imam Badruddin Al ‘Ain dalam Umdatul Qori Syarah Shohih Bukhori :

وَالْبِدْعَةُ لُغَةً كُلُّ شَيْئٍ عُمِلَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ وَشَرْعًا إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ لَهُ أَصْلٌ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ وَهِيَ عَلَى قِسْمَيْنِ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٍ وَهِيَ الَّتِي ذَكَرْنَا وَبِدْعَةٍ حَسَنَةٍ وَهِيَ مَا رَآهُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَسَنًا وَلَا يَكُوْنُ مُخَالِفًا لِلْكِتَابِ أَوِ السُّنَّةِ أَوِ الْأَثَرِ أَوِ الْإِجْمَاعِ وَالْمُرَادُ هُنَا اَلْبِدْعَةُ الضَّلَالَةُ

Bid’ah, secara bahasa adalah setiap sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh sebelumnya. Dan dalam syara’ adalah mengadakan sesuatu yang tidak ada asal (sumber) pada masa Rosululloh. Bid’ah terbagi menjadi dua; Bid’ah Dholalah (sesat) yaitu apa yang telah kami jelaskan, dan Bid’ah Hasanah (baik) yaitu apa yang dipandang ummat Islam baik dan tidak menyalahi Kitab atau Sunnah atau Atsar atau Ijma’. Dan yang dikehendaki disini adalah Bid’ah Dholalah. (Umdatul Qori Syarah Shohih Al Bukhori, vol. 8, hlm. 396).

Al Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al Haitsami (w. 974 H) :

وَالْحَاصِلُ:أَنَّ الْبِدَعَ الْحَسَنَةَ مُتَّفَقٌ عَلَى نَدْبِهَا,وَهِيَ:مَاوَافَقَ شَيْأً مِمَّامَرَّ وَلَمْ يَلْزَمْ مِنْ فِعْلِهِ مَحْذُوْرٌ شَرْعِيٌّ,وَمِنْهَامَا هُوَفَرْضُ كِفَايَةٍ,كَتَصْنِيْفِ الْعُلُوْمِ وَنَحْوِهَامِمَّامَرَّ.

Kesimpulan : Sesungguhnya bid’ah-bid’ah hasanah adalah sesuatu yang telah disepakati atas ke-sunnahannya, dia adalah perkara yang sesuai dengan sesuatu dari apa yang telah lewat (al qur’an, as sunnah, ijma’, atau atsar) dan untuk mengerjakannya tidak berkaitan dengan apa yang dicegah oleh syara’.Sebagian ada yang fardu kifayah, seperti mengarang ilmu dan semisalnya. (Fathul Mubin Syarah Arba’in, hal 223-224).

Selanjutnya beliau berkata :

وَأَنَّ الْبِدَعَ السَّيِّئَةَ – وَهِيَ:مَا خَالَفَ شَيْأً مِنْ ذَلِكَ صَرِيْحًا أَوْ إِلْتِزَامًا– قَدْ تَنْتَهِي اِلَى مَا يُوْجِبُ التَّحْرِيْمَ تَارَةً , وَالْكَرَاهَةَ أُخْرَى , وَاِلَى مَا يُظَنُّ اَنَّهُ طَاعَةٌ وَقُرْبَةٌ

Dan sesungguhnya bid’ah-bid’ah sayyi’ah (buruk) adalah apa-apa yang menyelisihi sesuatu dari semua (al qur’an, as sunnah, ijma’, atau atsar) baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bid’ah macam ini kadang berujung pada perkara yang menyebabkan haram dan atau makruh, kadang pula berujung pada persangkaan bahwa ia adalah tho’at dan ibadah (mahdho). (Fathul Mubin Syarah Arba’in,  hlm. 224).

As Sayyid Abdulloh bin As Siddiq Al Ghimari Al Husaini ( w. 1413 H )

وَأَنَّ الْبِدْعَةَ فِي عُرْفِ الشَّرْعِ نَوْعَانِ مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ 

Dan sesungguhnya bid’ah dalam pengertian syara’ ada dua macam ; Mahmudah (terpuji) dan Madzmumah (tercela). (Itqonus Shun’ah Fi Tahqiqi Ma’nal Bid’ah).

Syaikh Taqiyyuddin Ahmad Ibnu Taymiyyah Al Harroni

وَمِنْ هُنَا يُعْرَفُ ضَلَالُ مَنْ ابْتَدَعَ طَرِيقًا أَوْ اعْتِقَادًا زَعَمَ أَنَّ الْإِيمَانَ لَا يَتِمُّ إلَّا بِهِ مَعَ الْعِلْمِ بِأَنَّ الرَّسُولَ لَمْ يَذْكُرْهُ وَمَا خَالَفَ النُّصُوصَ فَهُوَ بِدْعَةٌ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ وَمَا لَمْ يُعْلَمْ أَنَّهُ خَالَفَهَا فَقَدْ لَا يُسَمَّى بِدْعَةً قَالَ الشَّافِعِيُّ – رَحِمَهُ اللهُ – : الْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ : بِدْعَةٌ خَالَفَتْ كِتَابًا وَسُنَّةً وَإِجْمَاعًا وَأَثَرًا عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَذِهِ بِدْعَةُ ضَلَالَةٍ . وَبِدْعَةٌ لَمْ تُخَالِفْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهَذِهِ قَدْ تَكُونُ حَسَنَةً لِقَوْلِ عُمَرَ : نِعْمَتْ الْبِدْعَةُ هَذِهِ هَذَا الْكَلَامُ أَوْ نَحْوُهُ رَوَاهُ البيهقي بِإِسْنَادِهِ الصَّحِيحِ فِي الْمَدْخَلِ

Dari sisni dapat diketahui kesesatan orang yang membuat-buat cara atau keyakinan baru, dan ia berasumsi bahwa keimanan tidak akan sempurna tanpa jalan atau keyakinan tersebut, padahal ia mengetahui bahwa Rosululloh, tidak pernah menyebutnya. Pandangan yang menyalahi nash adalah bid’ah berdasar-kan kesepakatan kaum Muslimin. Sedangkan pandangan yang tidak diketahui menyalahinya, terkadang tidak dinamakan bid’ah. As Syafi’i berkata : “ Bid’ah itu ada dua ; Bid’ah yang menyalahi al qur’an, sunnah, ijma’, dan atsar sebagian sahabat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, maka ini disebut Bid’ah Dholalah. Dan Bid’ah yang tidak menyalahi hal tersebut, ini terkadang disebut Bid’ah Hasanah, berdasarkan perkataan Umar : “Inilah sebaik-baik bid’ah”. Pernyataan As Syafi’i ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang sohih dalam kitab al Madkhol.(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyyah, vol. 20, hlm. 163).

Al Imam al Hafizh Ibnu Rojab yang bermadzhab Hanbali sebagaimana disebutkan dalam Itqonus Shun’ah:

قَالَ الْحَافِظُ اِبْنُ رَجَب فِي شَرْحِهِ: “وَالْمُرَادُ بِالْبِدْعَةِ مَا أُحْدِثَ مِمَّا لَا أَصْلَ لَهُ فِي الشَّرِيْعَةِ يَدُلُّ عَلَيْهِ، وَأَمَّا مَا كَانَ لَهُ أَصْلٌ مِنَ الشَّرْعِ يَدُلُّ عَلَيْهِ فَلَيْسَ بِبِدْعَةٍ شَرْعًا، وَإِنْ كَانَ بِدْعَةً لُغَةً” اهـ.

Berkata al Hafizh Ibnu Rojab : “ Yang dikehendaki dengan bid’ah adalah perkara yang diadakan yang sama sekali tidak memiliki asal (dalil) dalam syari’at yang menunjukkan atas (kebolehan)nya. Adapun perkara yang memiliki asal (dalil) dari syara’ yang menunjukkan atasnya maka ia bukanlah bid’ah menurut syara’, meskipun bid’ah menurut bahasa.

Ada Saja Wahabi Membuat Kedustaan, Syaikh Khalid Al Wushabiy Dan Imam Mahdi Dalam Mazhab Syi’ah


Ada video menarik mengenai diskusi antara Syaikh Khalid Al Wushabiy [Sunni] dan Syauqiy Ahmad [Syi’ah] mengenai Imam Mahdiy. Para pembaca yang berminat dapat melihat penggalan video tersebut disini.

Video Ini Tidak Aktifkan karena mode keamanan/telah dihapus (Mengandung Kebohongan) sbb:




Lihat link Kedustaaan Wahabi Sbb:
http://antimajos.com/2014/11/06/saksi-mata-kelahiran-mahdi-adalah-sosok-fiktif/

Saksi Mata Kelahiran Mahdi Adalah Sosok Fiktif


Hakima, bibinya Imam Syiah ke-11 adalah sumber riwayat kelahiran Mahdi Syiah. Ternyata setelah diselidiki, ulama Syiah sendiri tidak percaya dia ada & yang percaya pun masih meragukan kebenarannya dan melarang riwayat dijadikan rujukan.


___________________________

*****
Hal menarik yang ingin dibahas disini adalah ketika Syaikh Khalid Al Wushabiy mempermasalahkan riwayat kelahiran Imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah. Syaikh Khalid Al Wushabiy menunjukkan bahwa semua riwayat [dalam mazhab Syi’ah] yang menerangkan lahirnya Imam Mahdiy berasal dari kesaksian Hakiimah binti Muhammad Al Jawaad. Dan menurut penelitian Syaikh Khalid ternyata Hakiimah ini fiktif atau mitos belaka dan seandainya pun Hakiimah benar ada maka ia majhul bukan orang yang bisa dipercaya.

Sampai disini perkara tersebut tidak menjadi masalah tetapi Syaikh Khalid kemudian menyatakan bahwa keyakinan Imam Mahdi dalam mazhab Syi’ah ternyata bersumber dari tokoh fiktif atau majhul. Ini merupakan lompatan kesimpulan yang mengagumkan. Maksudnya mungkin akan membuat kagum orang-orang awam [tertama dari kalangan pengikut Syaikh Khalid] tetapi bagi para pencari kebenaran hal ini nampak sebagai usaha menyesatkan orang-orang awam untuk merendahkan mazhab Syi’ah.

Secara kritis kalau kita ingin berbicara mengenai keyakinan Imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah maka cara yang benar adalah mengumpulkan semua riwayat dalam kitab Syi’ah yang berbicara tentang Imam Mahdiy. Kemudian dianalisis riwayat-riwayat tersebut baru ditarik kesimpulan. Kelahiran Imam Mahdiy hanya salah satu bagian dari kumpulan riwayat Imam Mahdiy dalam kitab Syi’ah. Seandainya pun tidak ada riwayat shahih mengenai kelahiran Al Mahdiy maka bukan berarti Al Mahdiy tersebut tidak pernah lahir sehingga runtuhlah keyakinan Imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah.
 
Kelahiran Imam Mahdiy adalah bagian parsial dari eksistensi Imam Mahdiy. Seseorang bisa saja tidak diketahui kapan lahirnya tetapi orang tersebut ya memang ada bukan fiktif. Hanya logika sesat yang menyatakan bahwa jika tidak ada bukti shahih kelahiran Imam Mahdiy maka runtuhlah eksistensi Imam Mahdiy [dalam mazhab Syi’ah]. Misalkan jika dalam mazhab Ahlus Sunnah tidak ditemukan riwayat-riwayat shahih mengenai kelahiran Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam], para Nabi dan para sahabat. Apakah hal itu menjadi dasar untuk menyatakan runtuhnya keyakinan tentang mereka?. Tentu saja tidak bahkan logika sesat seperti ini terkesan menggelikan.

Eksistensi Imam Mahdiy Dalam Mazhab Syi’ah
Jika kita memang berniat mencari kebenaran meneliti hakikat Imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah maka terdapat riwayat-riwayat shahih dalam kitab Syi’ah yang membuktikan eksistensinya.

محمد بن يحيى، عن أحمد بن إسحاق، عن أبي هاشم الجعفري قال: قلت لأبي محمد عليه السلام: جلالتك تمنعني من مسألتك، فتأذن لي أن أسألك؟ فقال: سل، قلت يا سيدي هل لك ولد؟ فقال: نعم، فقلت: فإن بك حدث فأين أسأل عنه؟ فقال بالمدينة

Muhammad bin Yahya dari Ahmad bin Ishaaq dari Abi Haasyim Al Ja’fariy yang berkata aku berkata kepada Abu Muhammad [‘alaihis salaam] “kemuliaanmu membuatku segan untuk bertanya kepadamu, maka izinkanlah aku untuk bertanya kepadamu?”. Beliau berkata “tanyakanlah”. Aku berkata “wahai tuanku apakah engkau memiliki anak?”. Beliau berkata “benar” aku berkata “maka jika terjadi sesuatu padamu kemana aku akan bertanya kepadanya”. Beliau berkata “di Madinah” [Al Kafiy Al Kulainiy 1/328].

Riwayat di atas sanadnya shahih, para perawinya tsiqat berdasarkan kitab Rijal Syi’ah:
  1. Muhammad bin Yahya Al Aththaar seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 353 no 946].
  2. Ahmad bin Ishaaq bin Sa’d Al Asy’ariy seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 397]
  3. Abu Haasyim Al Ja’fariy adalah Dawud bin Qaasim seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 399]
Abu Muhammad [‘alaihis salaam] yang dimaksud adalah Imam Hasan Al Askariy [‘alaihis salaam] karena Abi Haasyim Al Ja’fariy termasuk sahabat Imam Hasan Al Askariy dan Beliau dikenal dengan kuniyah Abu Muhammad. Ath Thuusiy menyebutkan dalam kitabnya judul bab “para sahabat Abu Muhammad Hasan bin Aliy bin Muhammad bin Aliy Ar Ridha [‘alaihimus salaam]” [Rijal Ath Thuusiy hal 395].

Riwayat shahih di atas membuktikan bahwa Imam Hasan Al Askariy memang memiliki seorang anak. Anak Imam Hasan Al Askariy inilah yang dikenal sebagai imam kedua belas atau imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah.

محمد بن يعقوب الكليني عن محمد بن جعفر الأسدي قال حدثنا أحمد بن إبراهيم قال دخلت على خديحة بنت محمد بن علي عليهما السلام سنة اثنين وستين ومائتين ، فكلمتها من وراء حجاب ، وسألتها عن دينها ، فسمت لي من تأتمَّ بهم ، ثم قالت فلان بن الحسن وسمته ، فقلت لها جعلت فداك معاينة أو خبراً ؟ قالت خبراً عن أبي محمد (عليه السلام) كتب إلى إمه

Muhammad bin Ya’qub Al Kulainiy dari Muhammad bin Ja’far Al Asadiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim yang berkata aku menemui Khadiijah binti Muhammad bin ‘Aliy [‘alaihimas salaam] pada tahun 262 H, maka aku berbicara dengannya dari balik tabir, aku bertanya kepadanya tentang agamanya, maka ia menyebutkan kepadaku orang yang ia ikuti kemudian berkata Fulan putra Hasan dan ia menyebutkannya, maka aku berkata kepadanya “aku menjadi tebusanmu, apakah engkau melihatnya sendiri atau mendapatkan kabar?”. Beliau berkata “kabar dari Abu Muhammad [‘alaihis salaam] yaitu surat kepada ibunya…” [Al Ghaibah Syaikh Ath Thuusiy hal 143].

Riwayat di atas memiliki sanad yang hasan berdasarkan keterangan para perawinya dalam kitab Rijal Syi’ah
  1. Muhammad bin Ya’qub Al Kulainiy dia adalah orang yang paling tsiqat dalam hadis dan paling tsabit diantara mereka [Rijal An Najasyiy hal 377 no 1026]
  2. Muhammad bin Ja’far Al Asadiy adalah Muhammad bin Ja’far bin Muhammad bin ‘Aun seorang yang tsiqat shahih al hadiits, hanya saja ia meriwayatkan dari para perawi dhaif [Rijal An Najasyiy hal 373 no 1020]
  3. Ahmad bin Ibrahiim Abu Haamid Al Maraaghiy seorang yang mamduh, agung kedudukannya [Rijal Ibnu Dawud hal 23 no 55]. Al Majlisiy juga menyatakan ia mamduh [Al Wajiizah no 62]
  4. Khadiijah binti Muhammad bin Aliy Ar Ridhaa saudara perempuan imam Aliy Al Hadiy, ia seorang yang arif jalil dan alim dalam khabar [A’yaan Asy Syi’ah Sayyid Muhsin Amin 6/313]
Sanad riwayat di atas dikatakan hasan karena terdapat dua perawi yang berpredikat mamduh [terpuji] yaitu Ahmad bin Ibrahim Al Maraaghiy dan Khadiijah binti Muhammad bin ‘Aliy Ar Ridhaa.

Matan riwayat menyebutkan kalau Khadiijah binti Muhammad bin Aliy Ar Ridhaa mengakui keberadaan putra Imam Hasan Al Askariy berdasarkan kabar dari surat Imam Hasan Al Askariy [Abu Muhammad] kepada ibunya.

محمد بن عبد الله ومحمد بن يحيى جميعا، عن عبد الله بن جعفر الحميري قال اجتمعت أنا والشيخ أبو عمرو رحمه الله عند أحمد بن إسحاق فغمزني أحمد بن إسحاق أن أسأله عن الخلف فقلت له: يا أبا عمرو إني أريد أن أسألك عن شئ وما أنا بشاك فيما أريد أن أسألك عنه، فإن اعتقادي وديني أن الأرض لا تخلو من حجة إلا إذا كان قبل يوم القيامة بأربعين يوما، فإذا كان ذلك رفعت الحجة وأغلق باب التوبة فلم يك ينفع نفسا إيمانها لم تكن آمنت من قبل أو كسبت في إيمانها خيرا، فأولئك أشرار من خلق الله عز و جل وهم الذين تقوم عليهم القيامة ولكني أحببت أن أزداد يقينا وإن إبراهيم عليه السلام سأل ربه عز وجل أن يريه كيف يحيي الموتى، قال: أو لم تؤمن قال: بلى ولكن ليطمئن قلبي، وقد أخبرني أبو علي أحمد بن إسحاق، عن أبي الحسن عليه السلام قال سألته وقلت من أعامل أو عمن آخذ، وقول من أقبل؟ فقال له: العمري ثقتي فما أدى إليك عني فعني يؤدي وما قال لك عني فعني يقول، فاسمع له وأطع، فإنه الثقة المأمون، وأخبرني أبو علي أنه سأل أبا محمد عليه السلام عن مثل ذلك، فقال له: العمري وابنه ثقتان، فما أديا إليك عني فعني يؤديان وما قالا لك فعني يقولان، فاسمع لهما وأطعمها فإنهما الثقتان المأمونان، فهذا قول إمامين قد مضيا فيك قال: فخر أبو عمرو ساجدا وبكى ثم قال: سل حاجتك فقلت له: أنت رأيت الخلف من بعد أبي محمد عليه السلام؟ فقال: إي والله ورقبته مثل ذا – وأومأ بيده – فقلت له: فبقيت واحدة فقال لي: هات، قلت: فالاسم؟ قال: محرم عليكم أن تسألوا عن ذلك، ولا أقول هذا من عندي، فليس لي أن أحلل ولا أحرم، ولكن عنه عليه السلام، فإن الامر عند السلطان، أن أبا محمد مضى ولم يخلف ولدا وقسم ميراثه وأخذه من لا حق له فيه وهوذا، عياله يجولون ليس أحد يجسر أن يتعرف إليهم أو ينيلهم شيئا، وإذا وقع الاسم وقع الطلب، فاتقوا الله وأمسكوا عن ذلك

Muhammad bin ‘Abdullah dan Muhammad bin Yahya [keduanya] dari ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy yang berkata telah berkumpul aku dan Syaikh Abu ‘Amru [rahimahullaah] di sisi Ahmad bin Ishaaq, maka Ahmad bin Ishaaq memberi isyarat kepadaku untuk bertanya kepadanya [Abu ‘Amru] mengenai pengganti [imam]. Maka aku berkata kepadanya “wahai Abu ‘Amru aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu dan tidaklah aku meragukan mengenai hal yang ingin aku tanyakan, karena dalam keyakinanku dan agamaku sesungguhnya bumi tidak akan kosong dari hujjah kecuali 40 hari sebelum hari kiamat dan pada masa itu hujjah diangkat dan pintu taubat ditutup, tidaklah bermanfaat iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau ia [belum] mengusahakan kebaikan dalam masa imannya, maka mereka orang-orang saat itu adalah makhluk Allah ‘azza wajalla yang paling buruk dan merekalah yang akan mengalami hari kiamat. Akan tetapi aku ingin menambah keyakinanku sebagaimana Ibrahim [‘alaihis salaam] bertanya kepada Rabb-nya ‘azza wajalla agar diperlihatkan kepadanya bagaimana menghidupkan orang-orang mati maka [Allah berfirman] Belum yakinkah kamu? Ibrahim menjawab “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap”. Dan sungguh telah mengabarkan kepadaku Abu ‘Aliy Ahmad bin Ishaaq dari Abu Hasan [‘alaihis salaam], aku bertanya kepadanya, aku berkata “siapakah yang akan kuikuti atau dari siapa aku mengambil dan perkataan siapa yang harus aku terima”. Maka Beliau [Abu Hasan] menjawab “Al ‘Amiriy ia adalah kepercayaanku, maka apa yang ia berikan kepadamu dariku maka itu adalah pemberianku dan apa yang ia katakan kepadamu dariku maka itu adalah perkataanku, dengarlah dan taatlah sesuangguhnya ia seorang yang tsiqat ma’mun. Dan telah mengabarkan kepadaku Abu ‘Aliy bahwa ia bertanya kepada Abu Muhammad [‘alaihis salaam] perkara yang sama, maka Beliau [Abu Muhammad] berkata “Al ‘Amiriy dan anaknya keduanya tsiqat, apa yang keduanya berikan kepadamu dariku maka itu adalah pemberianku dan apa yang keduanya katakan kepadamu dariku maka itu adalah perkataanku, dengarkanlah dan taatlah pada mereka berdua sesungguhnya keduanya tsiqat ma’mun. Inilah perkataan kedua Imam tentang dirimu. [Abdullah bin Ja’far Al Himyariy] berkata maka Abu ‘Amru bersujud dan menangis, kemudian berkata “tanyakanlah keperluanmu”. Maka aku berkata kepadanya “apakah engkau pernah melihat pengganti [imam] setelah Abu Muhammad [‘alaihis salaam]?”. Ia menjawab “ya, demi Allah dan lehernya seperti ini [ia mengisyaratkan dengan tangannya]”. Aku berkata kepadanya “tinggal satu pertanyaan lagi”. Ia berkata “tanyakanlah”. Aku berkata “siapakah namanya”. Ia menjawab “haram atas kalian menanyakan hal itu, dan tidaklah perkataan ini berasal dariku, bukan diriku yang menyatakan halal atau haram, tetapi hal itu berasal darinya [‘alaihis salaam]. Karena perkara ini di sisi sultan adalah Abu Muhammad wafat dan tidak meninggalkan anak, warisannya dibagi dan diambil oleh orang-orang yang tidak memiliki hak terhadapnya, sedangkan ahli warisnya bertebaran dan tidak seorangpun berani untuk mengungkapkan diri kepada mereka atau mengambil kembali dari mereka, jika nama [tersebut] dimunculkan maka akan dilakukan pencarian, maka takutlah kepada Allah dan diamlah terhadap perkara ini [Al Kafiy Al Kulainiy 1/329-330].

Riwayat di atas sanadnya shahih, para perawinya tsiqat berdasarkan keterangan dalam kitab Rijal Syi’ah
  1. Muhammad bin Yahya Al Aththaar seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 353 no 946].
  2. ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 400]
  3. Ahmad bin Ishaaq bin Sa’d Al Asy’ariy yaitu Abu ‘Aliy Al Qummiy seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 397]
  4. Abu ‘Amru yang dimaksud di atas adalah Utsman bin Sa’iid Al ‘Amiriy termasuk salah satu wakil Imam, seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 401] dan disebutkan dalam atsar di atas bahwa Abu ‘Amru telah dinyatakan tsiqat oleh Imam Abu Hasan Aliy Al Hadiy [‘alaihis salaam] dan Imam Abu Muhammad Hasan Al Askariy [‘alaihis salaam]
Matan riwayat di atas menyebutkan bahwa ‘Abdullah bin Ja’far berkumpul dengan Abu ‘Amru Utsman bin Sa’iid Al ‘Amiriy di sisi Abu ‘Aliy Ahmad bin Ishaaq, dan Abdullah bin Ja’far menyebutkan dari Abu ‘Aliy dari kedua imam yaitu Abu Hasan [‘alaihis salaam] dan Abu Muhammad [‘alaihis salaam] bahwa Abu ‘Amru Utsman bin Sa’iid Al ‘Amiriy seorang yang tsiqat ma’mun. Kemudian Abdullah bin Ja’far bertanya kepada Abu ‘Amru apakah ia pernah melihat pengganti Imam Hasan Al Askariy yaitu Imam Mahdiy maka Abu ‘Amru Al ‘Amiriy menyatakan bahwa ia sudah pernah melihatnya. Riwayat shahih ini dengan jelas membuktikan eksistensi Imam Mahdiy di sisi mazhab Syi’ah.

حدثنا محمد بن موسى بن المتوكل رضي الله عنه قال حدثنا عبد الله بن جعفر الحميري قال سألت محمد بن عثمان العمري رضي الله عنه فقلت له أرأيت صاحب هذا الامر؟ فقال نعم وآخر عهدي به عند بيت الله الحرام وهو يقول  اللهم أنجز لي ما وعدتني

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muusa bin Al Mutawakil [radiallahu ‘anhu] yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy yang berkata aku bertanya kepada Muhammad bin ‘Utsman Al ‘Amiriy radiallahu ‘anhu, maka aku berkata kepadanya “apakah engkau pernah melihat pemilik urusan ini [Al Mahdiy]?”. Beliau berkata “benar, dan terakhir aku melihatnya di sisi Baitullah dan ia berkata “Ya Allah penuhilah untukku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku” [Kamal Ad Diin Wa Tamaam An Ni’mah Syaikh Ash Shaduuq hal 440].

Riwayat di atas sanadnya shahih, para perawinya tsiqat berdasarkan keterangan dalam kitab Rijal Syi’ah
  1. Muhammad bin Musa bin Al Mutawakil adalah salah satu dari guru Ash Shaduq, ia seorang yang tsiqat [Khulashah Al Aqwaal Allamah Al Hilliy hal 251 no 59]
  2. ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 400]
  3. Muhammad bin ‘Utsman bin Sa’iid Al ‘Amiriy adalah salah satu dari wakil Imam, seorang yang tsiqat [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadiist no 549]
Matan riwayat shahih di atas menyebutkan bahwa Muhammad bin ‘Utsman bin Sa’iid Al Amiriy seorang yang tsiqat ma’mun [sebagaimana dikatakan oleh Imam Hasan Al Askariy] telah melihat Al Mahdiy di Baitullah. Riwayat shahih ini telah membuktikan eksistensi Imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah.

Keghaiban Imam Mahdiy Dalam Mazhab Syi’ah
Dalam mazhab Syi’ah terdapat keyakinan bahwa Imam Mahdiy akan ghaib hingga waktu yang telah Allah ‘azza wajalla tetapkan baru kemudian muncul kembali. Tidak benar anggapan bahwa keyakinan ini dalam mazhab Syi’ah hanya bersumber dari kesaksian orang yang tidak dikenal. Justru keyakinan ini telah tsabit dalam berbagai riwayat shahih dalam mazhab Syi’ah.

حدثنا محمد بن الحسن رضي الله عنه قال حدثنا سعد بن عبد الله قال حدثنا أبو جعفر محمد بن أحمد العلوي عن أبي هاشم داود بن القاسم الجعفري قال سمعت أبا الحسن صاحب العسكر عليه السلام يقول الخلف من بعدي ابني الحسن فكيف لكم بالخلف من بعد الخلف فقلت ولم جعلني الله فداك فقال لأنكم لا ترون شخصه ولا يحل لكم ذكره باسمه قلت فكيف نذكره قال قولوا الحجة من آل محمد صلى الله عليه وآله وسلم

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hasan [radiallahu ‘anhu] yang berkata telah menceritakan kepada kami Sa’d bin ‘Abdullah yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad Al ‘Alawiy dari Abi Haasyim Dawud bin Qaasim Al Ja’fariy yang berkata aku mendengar Abul Hasan shahib Al Askar [‘alaihis salaam] mengatakan “pengganti setelahku adalah anakku Hasan maka bagaimana kalian terhadap pengganti dari penggantiku?”. Aku berkata “aku menjadi tebusanmu, mengapa?”. Beliau berkata “karena kalian tidak akan melihat dirinya secara fisik dan tidak dibolehkan bagi kalian menyebutnya dengan namanya”. Aku berkata “maka bagaimana menyebutnya?”. Beliau berkata “kalian katakanlah hujjah dari keluarga Muhammad [shallallahu ‘alaihi wasallam]” [Kamal Ad Diin Wa Tamaam An Ni’mah Syaikh Ash Shaduuq hal 381].

Riwayat di atas sanadnya hasan, para perawinya tsiqat dan hasan berdasarkan keterangan dalam kitab Rijal Syi’ah:
  1. Muhammad bin Hasan bin Ahmad bin Walid adalah Syaikh Qum, faqih mereka, yang terdahulu dan terkemuka, seorang yang tsiqat tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 383 no 1042]
  2. Sa’d bin ‘Abdullah Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 135].
  3. Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad Al ‘Alawiy tidak tsabit tautsiq terhadapnya hanya saja ia hasan [Al Mufiid Min Mu’jam Rijal Al Hadiits hal 497].
  4. Abu Haasyim Al Ja’fariy adalah Dawud bin Qaasim seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 399]
Imam Aliy Al Hadiy menyebutkan bahwa pengganti dari anaknya Abu Muhammad Imam Hasan Al Askariy tidak dapat dilihat oleh sebagian pengikutnya dan tidak diperbolehkan menyebutkan namanya. Hal ini adalah isyarat akan adanya keghaiban pengganti Imam Hasan Al Askariy yaitu Imam Mahdiy.

حدثنا أحمد بن زياد بن جعفر الهمداني رضي الله عنه قال: حدثنا علي ابن إبراهيم بن هاشم، عن أبيه، عن أبي أحمد محمد بن زياد الأزدي قال: سألت سيدي موسى بن جعفر عليهما السلام عن قول الله عز وجل: ” وأسبغ عليكم نعمه ظاهرة وباطنة ”  فقال عليه السلام: النعمة الظاهرة الامام الظاهر، والباطنة الامام الغائب، فقلت له: و يكون في الأئمة من يغيب؟ قال: نعم يغيب عن أبصار الناس شخصه، ولا يغيب عن قلوب المؤمنين ذكره، وهو الثاني عشر منا، يسهل الله له كل عسير، ويذلل له كل صعب، ويظهر له كنوز الأرض، ويقرب له كل بعيد، ويبير به كل جبار عنيد ويهلك على يده كل شيطان مريد، ذلك ابن سيدة الإماء الذي تخفى على الناس ولادته، ولا يحل لهم تسميته حتى يظهره الله عز وجل فيملأ الأرض قسطا وعدلا كما ملئت جورا وظلما

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ziyaad bin Ja’far Al Hamdaaniy [radiallahu ‘anhu] yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Aliy bin Ibrahim bin Haasyim dari Ayahnya dari Abi Ahmad Muhammad bin Ziyaad Al Azdiy yang berkata aku bertanya kepada tuanku Muusa bin Ja’far [‘alaihimas salaam] tentang firman Allah ta’ala “menyempurnakan atas kalian nikmat-Nya lahir dan bathin”. Maka Beliau [‘alaihis salaam] berkata “nikmat lahir adalah imam yang nampak dan [nikmat] bathin adalah imam yang ghaib”. Maka aku berkata kepada Beliau “apakah diantara imam-imam ada yang ghaib?”. Beliau berkata “benar, dirinya [fisiknya] akan ghaib dari penglihatan orang-orang tetapi sebutannya tidak ghaib di hati orang-orang mukmin. Dia adalah yang keduabelas dari kami. Allah memudahkan baginya semua kesulitan, membantunya mengatasi semua kemalangan, menampakkan baginya harta-harta di bumi, mendekatkan baginya semua yang jauh, menghancurkan dengannya semua orang yang bertindak sewenang-wenang lagi keras kepala dan menghancurkan dengan tangannya semua pengikut setan. Dia adalah anak dari sayyidah budak wanita, ia disembunyikan kelahirannya dari orang-orang dan tidak dibolehkan bagi mereka menyebutkan namanya sampai Allah ‘azza wajalla memunculkannya dan memenuhi bumi dengan  keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan penindasan dan kezaliman [Kamal Ad Diin Wa Tamaam An Ni’mah Syaikh Ash Shaduuq hal 328-329].

Riwayat di atas sanadnya shahih, para perawinya tsiqat berdasarkan keterangan dalam kitab Rijal Syi’ah:
  1. Ahmad bin Ziyaad bin Ja’far Al Hamdaaniy, ia seorang yang tsiqat fadhl sebagaimana yang dinyatakan Syaikh Shaduq [Kamal Ad Diin Syaikh Shaduq hal 329]
  2. Aliy bin Ibrahim bin Haasyim, tsiqat dalam hadis, tsabit, mu’tamad, shahih mazhabnya [Rijal An Najasyiy hal 260 no 680]
  3. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]
  4. Abu Ahmad Muhammad bin Ziyaad Al Azdiy adalah Muhammad bin Abi Umair, ia termasuk orang yang paling terpercaya baik di kalangan khusus [Syi’ah] maupun kalangan umum [Al Fahrasat Ath Thuusiy hal 218]
Matan riwayat sangat jelas menyebutkan bahwa Imam kedua belas dari kalangan ahlul bait yaitu Imam Mahdiy akan mengalami keghaiban.

حدثنا أبي، ومحمد بن الحسن، ومحمد بن موسى المتوكل رضي الله عنهم قالوا حدثنا سعد بن عبد الله، وعبد الله بن جعفر الحميري، ومحمد بن يحيى العطار جميعا قالوا: حدثنا أحمد بن محمد بن عيسى، وإبراهيم بن هاشم، وأحمد بن أبي عبد الله البرقي، ومحمد بن الحسين بن أبي الخطاب جميعا: قالوا: حدثنا أبو علي الحسن ابن محبوب السراد، عن داود بن الحصين، عن أبي بصير، عن الصادق جعفر بن محمد عن آبائه عليهم السلام قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله: المهدي من ولدي، اسمه اسمي، وكنيته كنيتي، أشبه الناس بي خلقا وخلقا، تكون له غيبة وحيرة حتى تضل الخلق عن أديانهم، فعند ذلك يقبل كالشهاب الثاقب فيملأها قسطا وعدلا كما ملئت ظلما وجورا

Telah menceritakan kepada kami Ayahku, Muhammad bin Hasan dan Muhammad bin Muusa Al Mutawakil [radiallahu ‘anhum], mereka berkata telah menceritakan kepada kami Sa’d bin ‘Abdullah, ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy, Muhammad bin Yahya Al ‘Aththaar, mereka berkata telah menceritakan kepada kami ‘Ahmad bin Muhammad bin Iisa, Ibrahim bin Haasyim, Ahmad bin Abi ‘Abdullah Al Barqiy dan Muhammad bin Husain bin Abil Khaththaab, mereka berkata telah menceritakan kepada kami Abu ‘Aliy Hasan Ibnu Mahbuub As Saraad dari Dawud bin Hushain dari Abi Bashiir dari Ash Shaadiq Ja’far bin Muhammad dari Ayah-ayahnya [‘alaihis salaam] yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersabda “Al Mahdiy dari keturunanku, namanya sama dengan namaku, kuniyah-nya sama dengan kuniyahku, dia adalah orang yang paling menyerupaiku dalam fisik dan akhlak, dia akan mengalami keghaiban dan terjadi kebingungan hingga orang-orang tersesat dari agama mereka, maka pada masa itu ia akan datang seperti bintang yang menyala, dia akan memenuhinya [bumi] dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi oleh kezaliman dan penindasan [Kamal Ad Diin Wa Tamaam An Ni’mah Syaikh Ash Shaduuq hal 287].

Para perawi hadis di atas adalah para perawi tsiqat berdasarkan keterangan dalam kitab Rijal Syi’ah
  1. Aliy bin Husain bin Musa bin Babawaih Al Qummiy Ayah Syaikh Ash Shaaduq adalah Syaikh di Qum terdahulu faqih dan tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 261 no 684]. Muhammad bin Hasan bin Ahmad bin Walid adalah Syaikh Qum, faqih mereka, yang terdahulu dan terkemuka, seorang yang tsiqat tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 383 no 1042]. Muhammad bin Musa bin Mutawakil adalah salah satu dari guru Ash Shaduq, ia seorang yang tsiqat [Khulashah Al Aqwaal Allamah Al Hilliy hal 251 no 59]
  2. Sa’d bin ‘Abdullah Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat [Al Fahrasat Syaikh Ath Thuusiy hal 135]. ‘Abdullah bin Ja’far Al Himyariy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 400]. Muhammad bin Yahya Al Aththaar seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 353 no 946].
  3. Ahmad bin Muhammad bin Iisa Al Qummiy adalah seorang yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 351]. Ibrahim bin Haasyim Al Qummiy seorang yang tsiqat jaliil. Ibnu Thawus pernah menyatakan hadis yang dalam sanadnya ada Ibrahim bin Haasyim bahwa para perawinya disepakati tsiqat [Al Mustadrakat Ilm Rijal Al Hadis, Asy Syahruudiy 1/222]. Ahmad bin Abu ‘Abdullah Al Barqiy atau Ahmad bin Muhammad bin Khalid Al Barqiy seorang yang pada dasarnya tsiqat, meriwayatkan dari para perawi dhaif dan berpegang dengan riwayat mursal [Rijal An Najasyiy hal 76 no 182]. Muhammad bin Husain bin Abil Khaththaab seorang yang mulia, agung kedudukannya, banyak memiliki riwayat, tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 334 no 897]
  4. Abu ‘Aliy Hasan bin Mahbuub As Saraad seorang penduduk kufah yang tsiqat [Rijal Ath Thuusiy hal 354]
  5. Dawud bin Hushain meriwayatkan dari Abu ‘Abdullah [‘alaihis salaam] dan Abu Hasan [‘alaihis salaam], seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 159 no 421].
  6. Abu Bashiir adalah Abu Bashiir Al Asdiy Yahya bin Qasim seorang yang tsiqat [Rijal An Najasyiy hal 441 no 1187]
Sebagian ulama Syi’ah menetapkan hadis ini sebagai hadis shahih tetapi penilaian ini perlu ditinjau kembali karena Dawud bin Hushain memang seorang yang tsiqat tetapi dikatakan kalau ia bermazhab waqifiy.
Allamah Al Hilliy menukil dari Ath Thuusiy dan Ibnu Uqdah bahwa Dawud bin Hushain bermazhab waqifiy, dan Allamah Al Hilliy berkata “yang kuat di sisiku adalah bertawaqquf terhadap riwayatnya” [Khulashah Al Aqwaal 345 no 1366].

Berdasarkan kaidah ilmu hadis mazhab Syi’ah perawi tsiqat dengan bermazhab menyimpang seperti waqifiy tidak dinyatakan sebagai shahih hadisnya tetapi turun derajatnya menjadi muwatstsaq. Dan kedudukan hadis muwatstsaq bisa dijadikan hujjah jika tidak bertentangan dengan hadis shahih lainnya dalam mazhab Syi’ah. Hadis di atas sangat bersesuaian dengan  kedua hadis sebelumnya maka bisa dijadikan hujjah.
.
Kesimpulan:
Kami membuat tulisan ini bukan sebagai pembelaan terhadap lawan diskusi Syaikh Khalid Al Wushabiy tetapi sebagai suatu usaha untuk meluruskan distorsi atau kedustaan terhadap mazhab Syi’ah. Ada dua hal dari Syaikh Khalid Al Wushabiy yang menurut kami benar:
  1. Perkara kredibilitas Hakiimah binti Muhammad bin Aliy itu adalah benar, kami belum menemukan riwayat shahih yang menyebutkan tentangnya.
  2. Perkara hadis kelahiran Al Mahdiy yang tidak tsabit hal itu juga benar karena kami [sejauh ini] juga belum menemukan riwayat shahih yang menyebutkan kisah kelahirannya.
Tetapi jika dengan kedua poin ini dinyatakan kalau keyakinan Imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah menjadi runtuh karena hanya berdasarkan kesaksian orang yang tidak dikenal maka itu tidak lain adalah distorsi atas kebenaran atau merupakan kedustaan terhadap Syi’ah. Banyak hadis-hadis shahih dalam mazhab Syi’ah yang membuktikan keberadaan Imam Mahdiy mazhab Syi’ah dan banyak pula hadis-hadis shahih dalam kitab Syi’ah tentang keyakinan keghaiban Imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah.

Tentu saja bagi Ahlus Sunnah [dan juga bagi kami] riwayat-riwayat Syi’ah di atas tidak menjadi hujjah tetapi bukan itu inti masalahnya. Inti masalahnya adalah adanya ulama Ahlus Sunnah yang mengklaim bahwa fondasi keyakinan Imam Mahdiy dalam mazhab Syi’ah itu sangat lemah dalam kitab-kitab Syi’ah. Nah inilah yang dibahas dalam tulisan di atas. Kita boleh saja berbeda keyakinan dengan Syi’ah tetapi jika ingin berbicara tentang Syi’ah maka berbicaralah dengan kejujuran dan kebenaran bukan dengan kedustaan yang dibuat seolah-olah ilmiah. Dengan kata lain siapapun orangnya entah ia ulama atau orang awam perkataannya harus selalu ditimbang dengan standar kebenaran.

Selanjutnya Baca disini:

Dikutip dari Scondprince dan diperbaruhi oleh  AHLUL BAIT NABI SAW

Misi Wahabi Dibalik Tayangan “Hadits-Hadits Palsu” di RCTI Dan TRANS 7

Kitab-kitab ahlu sunnah dan sunni wahabbi yang ditulis untuk menyerang syi’ah.

Mereka (Nasibhi/wahabi) menggunting sebagian teks dari hadits dalam kitab shahih Bukhari.
Wahabi terkenal dengan doktrinya yang anti takwil, hamper semua ayat-ayat dan hadits-hadits shifat ia haramkan untuk ditakwil, menurut mereka takwil itu ta’thil yaitu meniadakan sifat-sifat Allah. Mereka tutup mata dan telinga dari kenyataan pentakwilan sebagian ulama salaf terhadap ayat-ayat shifat, entah karena mempertahankan doktrin tajsimnya atau memang sengaja menyesatkan umat muslim dari kebenaran.


Berikut salah satu redaksi hadits shahih riwayat imam Bukhari yang merupakan mutasyabih dan tak ada jalan untuk memahaminya kecuali dengan metode ulama salaf sholeh yaitu tafwidh al-ma’na bilaa kaifin walaa tasubiihin wa laa tamtsilin atau disebut takwil ijmali dan metode takwil tafsili yaitu memebrikan makna yang layak bagi sifat keagungan dan kesempurnaan Allah.

Namun hadits ini karena wahabi merasakan kebuntuan di dalam memahaminya dan dapat menyebabkan runtuhnya serta terkuaknya doktrin tajsim mereka, maka dengan sengaja mereka membuang teks tersebut.

Berikut bukti akurat yang akan saya tampilkan :
Inilah redaksi hadits aslinya :
Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :

خَلَقَ الله الْخَلْقَ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتِ الرَّحِمُ فَأَخَذَتْ بِحَقْوِ الرحمن فَقَالَ لَهَا: مَهْ. قَالَتْ: هذا مَقَامُ الْعَائِذِ بِكَ مِنَ الْقَطِيْعَةِ. قَالَ: أَلاَ تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ. قَالَتْ: بَلَى يَا رَبِّ، قَالَ: فَذَاكِ لَكِ. قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: اِقْرَءُوْا إِنْ شِئْتُمْ ((: فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ ))

”Allah menciptakan makhluk, ketika Allah telah merampungkannya, maka berdirilah rahim, ia berpegang kepada pinggang ar-Rahman. Allah berfirman kepadanya : “Diamlah”. Ia menjawa : “Ini adalah kesempatan berlindung kepadaMu dari pemutusan”. Allah berfirman : “Apakah kamu tidak rela Aku menyambung orang yang menyam-bungmu dan memutus orang yang memutusmu?”. Ia menjawab : “Ya, ya Rabbi”. Allah berfirman : “Itu untukmu”. Abu Hurairah berkata : “’Bacalah kalau kamu mau : “Maka apakah jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1696, dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1764).

Teks asli tersebut (belum digunting) ada pada 4 terbitan :
1. Terbitan Doktor Musthofa Dib Al-Bigha.
2. Terbitan Dar Tauqun Najah.
3. Terbitan Al-Mathba’tus salafiyyah.
4. Terbitan Dar Ibn Katisr.

Dan telah ditahrif oleh terbitan Dar As-Salam Riyadh milik wahabi:
Dan berikut scan kitab yang ditahrif wahabi:

Dalam scan kitab terbitan Dar As-Salam tsb teks “ بحقو للرحمن  “ telah digunting wahabi dan tidak akan ditemukan dalam terbitan itu.
Bandingkan dengan keempat terbitan milik sunni berikut :
1. Terbitan Doktor Musthofa Dib Al-Bigha:



Dalam terbitan ini teks ” “ بحقو للرحمن  “ ditetapkan (tidak dibuang).

2. Terbitan Dar Tauqun Najah :



Dalam terbitan ini pun teks ” “ بحقو للرحمن  “ ditetapkan (tidak dibuang).
3. Terbitan Al-Mathba’tus salafiyyah :



Dalam terbitan ini pun teks ” “ بحقو للرحمن  “ ditetapkan (tidak dibuang).
4. Terbitan Dar Ibn Katsir :



Dalam terbitan Dar Ibn Katsir juga teks “ بحقو للرحمن  “ juga ditetapkan (tidak dibuang).
Inilah bukti pengkhianatan ilmiyyah dan kejahatan yang sudah biasa dilakukan wahabi-salafi demi melancarkan doktrin-doktrin sesat mereka.

Tentang Kitab Suni yang Suni.
Membaca buku suni yang suni,   yang  judul aslinya adalah  al Bayyinat fi a Radd ‘ala Abatil al Muraja’at akan ditemukan fakta yang menarik. Dalam buku yang ditulis oleh Mahmud az Zabi’ untuk di dedikasikan sebagai bantahan buku al Muraja’at tersebut pada halaman paling awal ditemukan tulisan yang membongkar jati diri kelompok ahlu sunnah serta konspirasinya dengan kelompok khawarij.
Kitab al Bayyinat fi a Radd ‘ala Abatil al Muraja’at Sudah pula di tanggapi oleh Syeikh Husen al Radhi, dalam buku berjudul  “Sabil an Najaf Fi Tatimmah al Murtaja’at.

Konspirasi Ahlu Sunnah dan Khawarij.
Di awal buku suni yang sunni  pada bab V (edisi cetak halaman 26-28)  disitu dituliskan pendapat Dr Mustafa siba’I dan Ibnu Taimiyah, tetang mereka lebih memilih Khawarij, bahkan memuji khawarij,  Maka kami wajarkan saja jika kemudian dalam hadis sahih mereka  tidak membertikan ruang bagi keluarga Rasulullah saw,  Berapa hadis yang diriwayatkan oleh Ali (total di seluruh kitab ahlu sunnah hanya 50 !!! bayangkan 50 saja dan di bukhori pun hanya 20 saja), Fatimah (hanya 18 hadis yang sahih hanya 2 hadis !!!) , hasan (hanya 18 hadis) dan Husain (hanya 8 hadis) , belum jika ahlu sunna ditanya berapa hadis yang diriwayatkan Imam Ahlul Ba’it ? padahal para penulis hadis  seperti Imam Bukhori dan Muslim ada yang hidup sejaman dengan para Imam, mengapa mereka lebih memilih riwayat khawarij ketimbang riwayat keluarga Rasulullah jawabnya ada di halaman 26-28.

Kitab-kitab dialog sunni syi’ah.
Sebelum  melihat lebih jauh fakta tersebut saya ingin mengajak membaca kitab-kitab apa saja yang ditulis ahlu sunnah untuk  menyerang syi’ah, dan kitab-kitab yang  menanggapi  serangan tersebut.

Berikut kitab-kitab ahlu sunnah dan sunni wahabbi yang ditulis untuk menyerang syi’ah diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Karya al Khudhari, Mudharat fi Tarikh al Umam al islamiyah diterbitkan dengan judul Ceramah-ceramah tentang sejarah umat islam).
2.Karya Rasyid Ridha,  As sunnah wa Asy Syi’ah  diterbitkan dengan judul Sunnah dan syi’ah.
3. Karya al Qashimi, Ash Shira’ Baina watsaniyyah wa al Islam diterbitkan dengan judul Pertarungan antara paganisme dan Islam.
4.Ahmad Amin, Fajr wa Islam wa Dhuha al islam  diterbitkan dengan judul Fajar islam (Belakangan penulisnya Ahmad Amin melakukan pertobatan dan permohonan maaf kepada Muslim Syi’ah, Ahmad Amin  karena merasa bersalah telah menulis distorsi atas syi’ah akhirnya pada tahun 1349 Hujriah  dia mendatangi najaf dan disana menyatakan permohonan maaf, diantara Ulama syi’ah yang menerimanya adalah Syeikh Muhammad Husain Kasyif al Gita.
5. Karya Musa Jarullah, Al Wasyi’ah fi Naqqd asy syi’ah diterbitkan dengan judul kumpulan kritik terhadap syi’ah.
6. Karya Muhibbudin Khatab, al Khuthuth al ‘aridhah  diterbitkan dengan judl jaringan luas.
7. Karya Ihsan Illaihi zahir, Asy syi’ah wa sunnah.
8. Karya Ihsan Illaihi zahir, Asy syi’ah wa al qur’an.
9. Karya Ihsan Illaihi Zahir asy syi’ah wa ahlul ba’it.
10. Karya Ihsan Illaihi Zahir asy syi’ah wa at tasyayyu’.
11. Karya Ibnu Taimiyah, Minhaj as sunnah.
12. Karya Nshir al Ghifari, Ushul Madzhab as syi’ah.
13. Karya Abdullah Muhammad al Gharib, Wa ja’a Dawr al Majus.
14 Karya ad Dahlawi. At Tuhfah al Itsna ‘asyariyyah.
15. Karya Muhaddits Tsabit al Mishri, Jawlah fi Rubu’ asy syarq al Adna.

Dan kitab-kitab di atas ditanggapi oleh:
1. Syarif Murthadha dalam kitab asy syafi fi al Imammah (belum diterjemahkan).
2. Alamah al Hilli, Nahj al Haq wa kasyf ash shidsiq (kitab ini dikritik kelompok sunnah oleh Fadhl bin Ruzbahab, al asy’ari, Ibthal al Bathil wa ihmal kasyf al ‘athil).
3. Sayyid Nurullah al Husaini al Tusturi, Ihaqaq al Hal, kitab ini ditujukan untuk menanggapi kitab Ibthal al Bathil wa ihmal kasyf al ‘athil yang sebelumnya kitab karya Fadhl bin Ruzbahab ini di koreksi  oleh Ayatullah syihabuddin al Mar’asyi an Najafi.
4. Alamah al Mudzaffar, menulis Dalail ash shiddiq, untuk menanggapi kitab Minhaj as sunnah, dan banyak menyoroti kebencian Ibnu Taimiyah pada keluarga Rasulullah saw.
5. Allamah Abdul Husain al Amini, menulis al Ghadir  kitab ini di dedikasikaan untuk mengkoreksi dan membantah kitab : al ‘aqad al farid, al farq bainal fariq, al milal wa an nihal, al bidayah wa an nihayah, al mashsar, as sunnah wa asy syi’ah, ash shira’, fajr  al Islam, dhuha al isalm, ‘aqidah asy syi’ah , al wasyi’ah, minhaj as sunnah.
6. Sayyid Hamid Husain Ibnu sayyid Muhammad Qili al Hindi, ‘Abaqat al Anwar fi Imamamh al Aimamah al Athhar. kitab ini untuk menjawab  ath tuhfah al Itsna ‘asyariyyah,  Menarik untuk di catat disini kitab ini adalah kitab pungkasan yang sampai saat ini  ahlu sunnah belum ada yang mampu memberi sanggahan terhadap kitab ini.
7. Murthadha al ‘askari,  Ma’alim al madrasatain.
8. Abu Ahmad bin abdun Nabi an Naisabhuri, as saif al Maslul ‘ala Mukhribi din ar Rasul.
9. Muhammad Qili,  an Nazhah al Itsna ‘Asyariyyah.
10. Syeikh subhan Ali Khan al Hindi, al wafiz fi al Ushul.
11. Sayyid Muhammad sayyid  al Immamah  dan al Bawariq al Illahiyyah.

Al Dahlawi  semula menyerang syiah lewat kitab  At Tuhfah al Itsna ‘asyariyyah  dan langsung ditanggapi kitab ash shawarim allahiyyah karya sayyid Deldor Ali  dan Kitab sharim al Islam, kemudian kitab ini di tanggapi oleh murid al Dahlawi  yang bernama Rasyidudin al Dahlawi lewat kitabnya asy syawakah al “umariyyah, kemudian kitab ini ditanggapi lagi oleh ulama ahlul ba’it Bqir Ali lewat karyanya al Hamlah al Haidariyyah dan al Mirza  dengan karyanya  an Niazhah al Itsna “asyariyyah dan kitab ini ditanggapi oleh ahlu sunnah lewat kitab  Rujum asy syayathin.  Dan kitab inipun di jawab oleh ulama syi’ah Sayyid Ja’far Musawi dalam kitabnya Mu’in as shadiqin fi Radd Rujum asy syayathin.

Kitab ad Dahlawi. At Tuhfah al Itsna ‘asyariyyah dtanggapi pula oleh Muhammad Qili lewat al ajnad al Itsna “asyariyyah al Muhammadiyyah,  kemudian kitab ini ditanggapi  oleh Muhammad Rasyid ad Dahlawi, dan ditanggi lagi oleh Sayyid Muhammad Qili dalam kitab al ajwibbah al Fakhirah fi ar radd ‘ala al Asya’irah.  Dan seluruh polemik ini di akhiri oleh Sayyid Hamid Husain Ibnu sayyid Muhammad Qili al Hindi yang berjudul ‘Abaqat al Anwar fi Imamamh al Aimamah al Athhar. Hingga hari ini tidak kitab ahlu sunnah yang menanggapi kitab ini.

Menarik untuk dicermati beberapa sarjana-sarjana dan ulama ahlu sunnah yang mempelajari syi’ah kemudian masuk syi’ah, belakangan mereka  menulis karya-karya besar yang menunjukkan kebenaran syi’ah, beriku diantaranya :
1. Muhaddis Jalil Abu Nafar Muhammad bin Mas’ud bin “iyasy, dikenal dengan al ‘iyasy  dia yang menulis tafsir al m’atsur dan kitab al ‘iyasyi.
2. Syeikh Muhammad Mar’i al Amin al Anthaki, beliau menuliskan kitab Limadza Ikhtartu Madzhab asy syi’ah.
4. Syeikh Muhammad Abu Rayah. menuliskan adhwa’ ala as sunnah al muhammadiyyah dan kitab abu hurairah syeikh al mudhirah.
5. Ahmad Husain Yaqub. menuliskan Nadzariyyah al adalah ash shahabah dan kitab al khutuhath as siyasiyyah li tawhud al ummah al islamiyyah.
6 at Tijani as samawi, menuiliskan Tsamma Ihtadaitu.Li’akuna Ma’a  ash shadiqin , Fas’alu ahla adz dzkr, asy syi’ah hum ahlus sunnah.
7. Sayid Idris al husaini, menulis  Laqad Tasyayya’ani al husain, al Khilafah al Mughtashabah dan kitab Hakadza ‘araftu asy syi’ah.
8. Sha’ib Abdul Hamid, kItab Manhaj fi al Intima’ al Madzhabi.
9. Sa’id Ayub, ‘Aqidah al Masih ad Dajjal  dan Ma’alim Fatan.
10. Shalih al Wardani, al Khuda’ah, Rihlati min as sunnah ila asy syi’ah, Harakah ahlul Bait as, asy syi’ah fi mishr, ‘aqa’id as sunnah wa ‘aqa’id asy syi’ah.
11. Muhammad abdu; Hafidz, Limadza ana ja’fari.
12. Sayyid Abdul Mun’im Muhammad al Hasan, Bi Nur Fathimah Ihtadaitu
13. Syekh Abdul Nashir, Syi’ah wa al Qur’an, asy syi’ah wa hadits, asy syi’ah wa ash shahabah, asy syi’ah at taqiyyah  dan  asy syi’ah wa al imammah
14. al ‘Alim al Khathib al Munadzir sayyid ali al badri, ahsan al mawahib fi haqa’iq al madzahib.
15. Sayyid Yasin al Ma’yuf al Badrani, Ya Laita Qawmi Ya’ lamun.

Mossad dan CIA memalsukan Karya Imam Khomaini.
Revolusi Islam Iran telah membuat ketakutan bagi setan besar Amerika, demikian halnya Israel, tatkala rakyat Iran menumbangkan rezim Syah Pahlevi, Jendral Israel yang memenangkan perang tujuh hari atas Arab,  Moshe Dayan,  menampakan kemarahan yang luar biasa. Meski sudah pensiun Jendral bermata satu tersebut  merasa terusik dengan lahirnya Republik Isal baru tersebut, Moshe Dayan kemudian mencak-mencak di IDF atas kegagalan operasi Mossad  dan CIA  yang gagal membunuhi tokoh-tokoh revolusi Iran, sembari membanting topi ke meja moshe dayan  mengatakan “ Mulai hari ini kalian harus bekerja keras, !!! masa depan Israel sedang  menghadapi ancaman serius dari anak-anak Ali, hari ini  Israel akan menghadapi lawan tangguh [1]

Beberapa operasi  simultan kemudian digelar Amerika serikat dan Israel untuk menghancurkan Republik Islam Iran [2],  salah satunya adalah perang intelijen yang menitik beratkan pada operasi disinformasi (penyesatan informasi). Israel  memerintahkan LAP (Lahomah Pscichlogit) dengan tugas agar melakukan assassination character dan black campaign terhadap karya-karya Khomaini, operasi ini didukung pula oleh  Joint Publications and Reserch service  sebuah kompartemen milik CIA yang bertanggungjawab melakukan penerjemahan. [3] Sebagaimana disebutkan oleh Hamid Alghar, CIA dan LAP kemudian melakukan pemalsuan-pemalsuan terhadap karya-karya ulama syi’ah termasuk Imam khomaini. Semula CIA dan LAP menggunakan basis percetakanya di New York dengan memakai kedok Manor Books sebagai penerbitnya, namun belakangan mereka menggunakan percetakan yang berbasis di negara-negara sunni pro Amerika, diantaranya Arab Saudi dan Yordania. Berikut adalah sebagian kecil buku-buku yang di palsukan oleh konspirasi AS-Israel-Sunni Wahabi dan Sunni pro AS Israel [3] :

1. Kitab Hukumat- I Islami karya Imam Khomaini.
Kitab ini merupakan magnum opus imam khomaini, kitab ini berisikan catatan-catatan kuliah tentang prinsip-prinsip pemerintahan Islam yang dikumpulkan oleh murid-murid beliau dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Perancis, Arab, Turki dan Urdu. Setelah Imam Khomaini berhasil menumbangkan rezim pahlevi dan mendirikan Republik Islam Iran, kitab Hukumat I Islam ini kemudian dipalsukan oleh  CIA, buku ini di palsukan dalam dua bahasa Inggris dan Arab. Kelompok sunni wahabbi menggunakan terbitan dari CIA dan LAP ini untuk menyerang syi’ah dan melakukan asasinasion character terhadap Imam Khomaini dengan buku ini. Penerbit dari Indonesia  bernama Pustaka Zahra  telah mencetak buku aslinya dengan judul Sistem Pemerintahan Islam. Silahkan di bandingkan antara yang buku yang diterbitkan CIA dan LAP ini dengan buku aslinya.

2. Kitab Kasyful Asrar  karya Imam Khomaini.
Kitab ini ditulis untuk menanggapi buku berjudul Asrar Umruha alfu ‘Am, buku ini ditemukan telah dipalsukan oleh kelompok konspirasi (yang sudah saya sebutkan diatas)  dan buku palsu ini telah dimanfaatkan secara sempurna oleh kelompok konspirasi untuk menyerang Imam Khomaini dan Syi’ah diantaranya kemudian diterbitkan buku  berjudul Ma’al ‘Khomaini fi kasyfi Asrarihi karya Dr Ahmad Kamal ,  Sa’id Hawwa juga menulis buku berjudul Al Fitnat-ul Khumayniyah (diterbitkan pula ke bahasa Indonesia). Sa’id Hawwa juga bekerjasama dengan Dr Abdul Mun’im Namer beserta organisasi Konferensi Islam Rakyat Iraq menerbitkan buku berjudul Fadhlalh Ul Khumainiyah . Maha suci Allah, konspirasi tersebut akhirnya terbongkar dan yang membongkar justru ahlu sunnah sendiri, adalah Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata, seorang professor dan kepala bagian bahasa dan sastra timur universitas cairo, menemukan tindakan criminal kelompok konspirasi ini. Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata  kemudian melakukan langkah-langkah hukum untuk memperbaiki  nama baik ahlu sunnah. Temuan beliau diantaranya : Kitab  Kasyful Asrar  dipalsukan di Yordania  oleh penerbit bernama  Dar Ammar It Thaba’an wa-n ‘Nasr  buku ini diterjemahkan oleh Dr. Muhammad al Bandari yang ternyata setelah diteliti nama ini tidak ada. Kemudian tercantum pula nama Sulaim al Hilalali  (komentator) dan terakhir Prof Dr Muhammad Ammad al Khatib.  Buku ini telah dipalsukan dari aslinya dengan sedemikian kasarnya, untuk mengetahui bagaimana kelompok konspirasi ini memalsukan kitab Imam Khomaini tersebut silahkan membaca di Kasyful Asrar Bayna  if shlihi al farisy wt tarjamah al urdaniyah karya Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata, dalam kitab itu Dr Dasuki sata menjelaskan secara detail per kata pemalsuan kelompok ahlu sunnah pro konspirasi.

Masih banyak kitab-kitab syiah yang di palsukan oleh kelompok ahlu sunnah pro konspirasi seperti sunni wahabi, seperti kitab yang ditulis alamah Hilli untuk menanggapi karya Ibnu Taimiyah,  minhajul as sunnah  pun tak luput dipalsukan, dan tempat pemalsuanya berpusat di Arab Saudi,
Fenomena Pencatutan Nama Ulama Syi’ah.

Selain memalsukan kelompok ahlu sunnah pro konspirasi tak segan-segan melakukan pencatutan nama, modusnya dengan menulis buku seolah-olah dilakukan oleh ulama syi’ah, diantaranya adalah :
1. Nama Ayatullah Ja’far Subhani dicatut seolah-olah penulis buku Qira’atun Rasyidah Fi Kitab Nahjil Balghah  yang sebetulnya karya orang sunni bernama Abdurrahman bin Abdullah  al Jami’an. Kitab ini sempat diterbitkan dalam bahasa Persia berjudul Nahjul Balaghah Ra dubareh Bekhanim. Terhadap aksi pencatutan ini Ayatullah ja’far subhani melayangkan protes ke Pemerintah Saudi.
2. Syaikh saleh darwisyi sempat menulis buku distorsi palsu tentang Nahjul Balghah yang berjudul Ta’ammulat fi Nahjul al Balghah,  dan kitab ini segera diketahui oleh ulama-ulama Syiah dan kemudian diluruskan dalam kitab berjudul Hiwar ma’a as syaik saleh Darwisyi.
3. Kelompok Pro Konspirasi mencatut nama Sayyid musa Musawi cucu Ayatullah Isfahani, yang dinyatakan seolah-olah menulis kitab  as syi’ah wa at tashih yang  sebetulnya ditulis oleh kelompok ahlu sunnah pro konspirasi. Bahkan mereka juga mengabarkan betapa para ulama-ulama syiah melakukan pertobatan dan masuk ahlu sunnah.

Bahkan Kelompok konspirasi ini bukan hanya melakukan pemalsuan kitab Syi’ah mereka bahkan secara keji memalsukan kitab-kitab mereka sendiri, diantaranya  :
1. Memalsukan kitab “Hasyiyah Al Allamah Al Showi Ala Tafsir Al Jalalain”
2. Memalsukan pernyataan Imam Syafi’i  dalam kitab Mukhtashar al ‘Uluw:176
3. Memalsukan pernyataan Imama Ahmad bin Hanbal dalam  kitab Mukhtashar ar Rawdhah. Dalam kitab yang sama memalsukan pernyataan Imam malik dan Imam Abu Hanifah.

Sampai hari ini mesin-mesin konspirasi terus bekerja,  kami memaklumi jika kemudian kalangan ahlu sunnah melazimkan pemalsuan kitab-kitab syi’ah, sedang terhadap imamnya sendiri saja mereka gemar melakukan pemalsuan.
[1]  Mossad, Penerbit Grafiti.
[2] Bagi yang berminat silahkan membaca tulisan dalam blog  peminat kemeliteran dan inteleijen yang dikelola oleh Muhammad Reza Sistani, Muhammad Ivana Lee, Ar Budi Prasetyo dan  Muhammad Alfred Sastranagara.
[3] Makalah Muhammad Ivana Lee yang disampaikan dalam  Desk diskusi Wirakartika Ekapaksi, “Seputar Dirty Intelligen Terhadap karya-Karya Khomaini”.
[4] Untuk mengetahui lebih jelas silahkan melihat daftar yang dimiliki IPO (organisasi Penerangan Islam yang sempat melakukan penertiban buku-buku yang dipalsukan tersebut).

WAHABI MENYEBARKAN HADITS PALSU

SKANDAL PENYEBARAN HADITS DHA’IF DANRIWAYAT PALSU DI KALANGAN ULAMA WAHABI

SELAMA INI AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH SELALU DIPOJOKKANOLEH KAUM WAHABI, KARENA DIANGGAP PENGAMAL HADITS DHA’IF. PADAHAL DIAM-DIAMKAUM WAHABI JUGA MENYEBARKAN RIWAYAT PALSUSELAMA MENDUKUNG AJARAN WAHABI. BERIKUT DIALOGNYA.

SUNNI: “Mengapa Anda selalu membuat fitnah,menebarkan permusuhan dan kebencian dengan mebid’ahkan ajaran kami AhlussunnahWal-Jama’ah yang sudah mengakar sejak masa-masa silam, bahkan sebagian mengakarsejak masa salaf dan ahli hadits? Dan semua ajaran kami memiliki landasan darial-Qur’an dan hadits.”

WAHABI: “Ajaran yang kalian amalkan selalumenggunakan hadits-hadits lemah dan palsu.”

SUNNI: “Ajaran yang mana yang menggunakan haditspalsu dan lemah??? Justru kaum Anda sendiri yang terjebak dalam kesalahan dalammenolak peran hadits dha’if secara total. Salah karena keluar dari manhaj ahlihadits dan salah karena menyalahi ulama Anda sendiri.”

WAHABI: “Lho, kok bisa kami dikatakan keluar darimanhaj ahli hadits dan menyalahi ulama kami sendiri? Bukankah yang berjuangmenolak hadits dha’if itu ulama kami?”

SUNNI: “Lho, itu kan Anda berarti hanya taklid butakepada ustadz-ustadz Anda. Harus Anda ketahui, bahwa yang menolak peran haditsdha’if di kalangan Anda, itu Wahabi beberapa tahun kemarin, pengikut Syaikhal-Albani dari Yordania. Sementara ulama Wahabi sebelum Anda juga banyakmenyebarkan hadits dha’if, sebagaimana yang dilakukan oleh ahli hadits.”

WAHABI: “Lho, maka buktinya bahwa sebelum Syaikhal-Albani, ulama kami yang kalian sebut Wahabi menerima dan menyebarkan haditsdha’if?”

SUNNI: “Anda ini lucu, ngakunya pengagum al-Albani,tapi tidak pernah mengerti kitab-kitab tulisan al-Albani sendiri. Coba Andalihat, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul al-Kalim al-Thayyib, yang isinyamembolehkan tawasul, istighatsah dan jualan jimat. Lalu kitab tersebutdi-ikhtishar oleh al-Albani, menjadi Shahih al-Kalim al-Thayyib, denganmembuang 59 hadits dari total 252, yang dianggap dha’if oleh al-Albani. Ini kancukup membuktikan bahwa Ibnu Taimiyah tidak alergi hadits dha’if. Belum lagiMuhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi al-Qarni, menulis kitab al-Tauhid, sebagianhadits nya juga dha’if sebagaimana diakui oleh kaum Wahabi sendiri. Ini buktibahwa pendiri Wahabi juga tidak alergi hadits dha’if. Kenapa kalian alergihadits dha’if??

Kalian tahu, bahwa ulama kalian, yang sok antihadits dha’if, diam-diam juga menyebarkan akidah palsu dan riwayat dusta??”

WAHABI: “Ah, Anda keterlaluan, menuduh ulama kamisebagai penyebar akidah palsu dan riwayat dusta. Mana buktinya??? Anda janganasal ngomong. Berdosa lho, bohong itu.”

SUNNI: “Di antara riwayat palsu yang disebarluaskanoleh ulama Anda adalah akidah yang dinisbatkan kepada al-Imam al-Syafi’i.Ketika jamaah haji pulang dari Tanah Suci, mereka diberi hadiah kitab AkidahImam Empat, karya al-Khumayyis, terjemahan dari kitab I’tiqad al-Aimmahal-Arba’ah, oleh Ali Mustafa Ya’qub. Di dalamnya ada akidah yang dinisbatkankepada Imam al-Syafi’i, bahwa beliau berkata:

“Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangansaya, shahib-shahib saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan sayaambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain adalah iqrar serayabersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘arsy di langit, dan dekat dengan mahkluk-Nya terserah kehendak Allah, danAllah itu turun ke langit terdekat kapan Allah berkehendak.” (Al-Khumayyis,Akidah Imam Empat, hal. 68.).

Akidah al-Imam al-Syafi’i tersebut telahdisebarluaskan oleh kaum Wahabi dan pendahulu-pendahulu mereka seperti IbnuTaimiyah dalam al-Washiyyah al-Kubra, Ibnu al-Qayyim dalam Ijtima’ al-Juyusyal-Islamiyyah, al-Albani dalam Mukhtashar al-‘Uluw, dan al-Khumayyis dalambukunya Akidah Imam Empat.

WAHABI: “Apa alasan Anda mengatakan akidah tersebutpalsu???”

SUNNI: “Para ulama ahli hadits telah menjelaskanbahwa akidah al-Imam al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Wahabi adalahpalsu. Akidah tersebut diriwayatkan melalui perawi yang bermasalah, yaitu Abual-Hasan al-Hakkari, seorang perawi yang tidak dapat dipercaya dan pemalsuhadits. Al-Dzahabi berkata:

وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: لَمْ يَكُنْ مُوَثَّقًا فِيْ رِوَايَتِهِ.

“Ibnu Asakir berkata: “Al-Hakkari tidak dapatdipercaya dalam riwayatnya.” (Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal.174; Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 19 hal. 68, dan Mizan al-I’tidal,juz 3, hal. 112.)

Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:

وَكَانَ الْغَالِبُ عَلىَ حَدِيْثِهِ الْغَرَائِبَ وَالْمُنْكَرَاتِ وَلَمْيَكُنْ حَدِيْثُهُ يُشْبِهُ حَدِيْثَ أَهْلِ الصِّدْقِ، وَفِيْ حَدِيْثِهِمُتُوْنٌ مَوْضُوْعَةٌ مُرَكَّبَةٌ عَلىَ أَسَانِيْد َصَحِيْحَةٍ، وَرَأَيْتُبِخَطِّ بَعْضِ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ الْحَدِيْثَبِأَصْبِهَانَ، وَقَالَ أَبُوْ نَصْرٍ الْيُوْنَارْتِيُّ: لَمْ يَرْضَهُ الشَّيْخُأَبُوْ بَكْرٍ بْنُ الْخَاضِبَةِ.
“Biasanya haditsnya al-Hakkari adalah hadits-haditsyang aneh dan munkar. Haditsnya tidak menyerupai haditsnya perawi yang jujur.Dalam haditsnya terdapat matan-matan palsu yang disusun pada sanad-sanad yangshahih. Aku melihat tulisan sebagian ahli hadits, bahwa al-Hakkari telahmemalsu hadits di Ashbihan. Abu Nashr al-Yunarti berkata: “Syaikh Abu Bakar binal-Khadhibah tidak ridha terhadap al-Hakkari.” (Ibnu al-Najjar, Dzail TarikhBaghdad, juz 3, hal. 173; dan Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, juz 4, hal. 196.)

Sumber lain yang menjadi perawi akidah al-Imamal-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang jujur tetapilugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat palsu oleh orang-orangyang tidak bertanggung jawab. Al-Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata:

مُحَمَّدُ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْفَتْحِ أَبُوْ طَالِبٍ الْعَشَّارِيُّشَيْخٌ صَدُوْقٌ مَعْرُوْفٌ لَكِنْ اَدْخَلُوْا عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فَحَدَّثَبِهَا بِسَلاَمَةِ بَاطِنٍ مِنْهَا حَدِيْثٌ مَوْضُوْعٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِعَاشُوْرَاءَ وَمِنْهَا عَقِيْدَةٌ لِلشَّافِعِيِّ.

“Muhammad bin Ali bin al-Fath Abu Thalibal-‘Asysyari, seorang guru yang jujur dan dikenal. Akan tetapi orang-orangmemasukkan banyak hal (riwayat-riwayat palsu) kepadanya, lalu iamenceritakannya dengan ketulusan hati, di antaranya hadits palsu tentangkeutamaan malam Asyura, dan di antaranya akidah al-Syafi’i.” (Al-Dzahabi, Mizanal-I’tidal, juz 3, hal. 656 dan Ibnu Hajar, Lizan al-Mizan, juz 5 hal. 301.).

Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu Hajar di atasmenyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya seorang perawi yangjujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak bertanggungjawabmenyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya tanpa ia sadari, laluia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah al-Imamal-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan pendahulu mereka,adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah dan pemalsu hadits ataumelalui perawi jujur dan lugu yang tidak menyadari bahwa riwayatnya telahdisisipi riwayat palsu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”

WAHABI: “Tapi walaupun palsu, akidah tersebutmendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun palsu. Yang pentingcocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain shahih kok.”

SUNNI: “Anda ini lucu, sok anti dan alergi haditsdha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut madzhab ImamAhmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang dinisbatkan kepada ImamAhmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah al-Ishthakhri dan kitab al-Radd‘ala al-Jahamiyyah. Kedua kitab ini disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dandiklaim sebagai karangan Ahmad bin Hanbal. Padahal kitab tersebut bukankarangan Ahmad bin Hanbal, akan tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkankepada Ahmad bin Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:

لاَ كَرِسَالَةِ اْلاِصْطَخْرِيِّ، وَلاَ كَالرَّدِّ عَلىَالْجَهَمِيَّةِ الْمَوْضُوْعِ عَلىَ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ كَانَتَقِيًّا وَرِعًا لاَ يَتَفَوَّهُ بِمِثْلِ ذَلِكَ.

“Tidak seperti Risalah-nya al-Ishthakhri, dan tidakseperti al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah yang dipalsukan kepada Abu Abdillah (Ahmadbin Hanbal), karena beliau seorang yang bertakwa, wara’ dan tidak berkataseperti itu.” (Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 11, hal. 286.)

Pernyataan al-Dzahabi tersebut diperkuat olehSyaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani, yang mengutip pernyataanal-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah al-Ishthakhri dan al-Radd ‘alaal-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.(Ibnu al-Wazir al-Yamani, al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241)Kitab al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh IbnuTaimiyah dalam menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinyaterdiri dari hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.”.

WAHABI: “Anda hanya menyebutkan tiga kitab palsu,yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga kitab. Lagi pula gak papa pakai kitabpalsu, yang penting isinya mendukung perjuangan ajaran Wahabi.”

SUNNI: “Tidak hanya tiga kitab palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Syaikh al-Jumaizi dan Syaikh al-Raddadi, ulamaWahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh al-Sunnah, dan dinisbatkankepada al-Barbahari. Padahal dalam manuskrip yang menjadi satu-satunya sumberterbitnya kitab Sayrh al-Sunnah tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwakitab Syarh al-Sunnah tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalibal-Bahili, yang populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. Halini juga diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika melakukanautentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. Dengan demikian, ketigaulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab karya Ghulam Khalil danmenisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang ulama Hanabilah ekstrem yangberpaham tajsim.”

WAHABI: “Maaf, walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadiitu ulama Wahabi, tapi mereka bukan guru kami. Dalam Wahabi, kami bergurukepada ulama Madinah, Dr. Ali bin Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yangAnda sebut Wahabi di Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, antikitab lemah dan palsu.”

SUNNI: “Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi,juga terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya. Al-Imamal-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan bermadzhabal-Syafi’i. Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh Abu Dzar al-Harawiuntuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. Pada tahun 1411 Hijriah, Salafi-Wahabi diYordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni.Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi Saudi Arabia menerbitkan kitabal-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Alial-Faqihi. Kedua naskah tersebut diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz binKadisy al-‘Ukbarawi dari Abu Thalib al-‘Asysyari.

Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz binKadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta. Al-Hafizh IbnuHajar berkata:

أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ أَقَرَّبِوَضْعِ حَدِيْثٍ وَتَابَ وَأَنَابَ انتهى قَالَ ابْنُ النَّجَّارِ: وَكَانَمُخَلِّطًا كَذَّابًا لاَ يُحْتَجُّ بِمِثْلِهِ وَلِلأَئِمَّةِ فِيْهِ مَقَالٌوَقَالَ أَبُوْ سَعْدٍ ابْنُ السَّمْعَانِيِّ كَانَ ابْنُ نَاصِرٍ سَيِّءَالْقَوْلِ فِيْهِ وَقَالَ ابْنُ اْلأَنْمَاطِيِّ كَانَ مُخَلِّطًا وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَقَالَ لِيْ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ وَسَمِعَ رَجُلاً قَدْ وَضَعَ فِيْ حَقِّعَلِيٍّ حَدِيْثًا وَوَضَعْتُ أَنَا فِيْ حَقِّ أَبِيْ بَكْرٍ حَدِيْثًا بِاللهِأَلَيْسَ فَعَلْتُ جَيِّدًا. (الحافظ ابن حجر، لسان الميزان).

“Ahmad bin Ubaidillah Abu al-‘Izz bin Kadisy,mengaku memalsu hadits dan bertaubat.
Ibnu al-Najjar berkata: “Ia perawi yangmembingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imammembicarakannya.”
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: “Ibnu Nashirberpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy”.
Ibnu al-Anmathi berkata: “Ia perawi yangmembingungkan”.
Ibnu Asakir berkata: “Abu al-‘Izz bin Kadiysberkata kepadaku, ia mendengar seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaanAli: “Aku juga memalsu hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakahaku tidak berbuat baik”. (Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218).).

Demikian pandangan ulama ahli hadits tentang Abual-‘Izz bin Kadisy. Sedangkan pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz binKadiys telah bertaubat dari memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnyaditerima. Al-Imam al-Nawawi berkata:

تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنَ الْفِسْقِ إِلاَّ الْكَذِبَ فِيأَحَادِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلاَ تُقْبَلُ رِوَايَةُالتَّائِبِ مِنْهُ أَبَدًا وَإِنْ حَسُنَتْ طَرِيْقَتُهُ كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُبْنُ حَنْبَلٍ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيُّ شَيْخُ الْبُخَارِيِّ وَ أَبُوْبَكْرٍ الصَّيْرَفِيُّ الشَّافِعِيُّ. (الحافظ السيوطي، تدريب الراوي).

“Riwayatnya perawi yang bertaubat dari kefasikandapat diterima, kecuali berdusta dalam hadits-hadits Rasulullah , maka riwayatperawi yang bertaubat dari berdusta dalam hadits tersebut tidak dapat diterima,meskipun prilakunya telah baik. Demikian apa yang dikatakan oleh Ahmad binHanbal, Abu Bakar al-Humaidi –guru al-Bukhari-, dan Abu Bakar al-Shairafial-Syafi’i”. (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqribal-Nawawi (1/329).

Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yangbermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yahdan al-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karenariwayatnya melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulamamenilai kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.”

WAHABI: “Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkankebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???””

SUNNI: “Ya itu urusan Anda, yang sok anti danalergi hadits dha’if, tapi diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda jugamenyebarkan kitab yang dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi danlain-lain. Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.”

Wassalam
MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Kiriman dari Hamba Allah


Sumber:  https://www.facebook.com/notes/idolaku-nabi-muhammad-saw/wahabi-menyebarkan-hadits-palsu/10151449081686082



Seharusnya seluruh tayangan di televisi harus bersifat mendidik serta memberi pencerahan kepada pemirsanya. Selain dua faktor di atas, konten tayangan pun harus bersifat objektif dan jauh dari kesan subjektif dan memojokkan salah satu kelompok/pihak. Terlebih bila itu tayangan yang berbau agama layaknya ‘Khazanah Tran7 dan khususnya Hadist-Hadist Palsu’ yang ditayangkan setiap hari selama bulan Ramadhan 1434 H di RCTI.
Selama ini hampir tak ada masalah dengan tayangan tersebut. Di tengah kekeringan umat akan tayangan agama yang bersifat mendidik dan juga menghibur, “Khazanah Tran7 atau Hadist-Hadist Palsu” datang menyapa umat dan memberikan pencerahan pada umat islam.

Namun menyimak tayangan RCTI bertajuk “Hadist-hadist palsu”, kalau tidak salah ingat pada hari ke-6 puasa kesan mendidik dan memberikan pencerahan terhadap umat menjadi hilang seketika. Alih-alih objektif tayangan “Hadist-Hadist Palsu” dengan judul tersebut justru terkesan melemahkan semangat umat islam dalam beribadah dan beramal shalih.

Hadist-hadist palsu merupakan tayangan dan program RCTI yang katanya mengungkap hadist-hadist lemah dan palsu yang tersebar dan populer di masyarakat, namun betulkah demikian realitasnya ?
Dalam judul program diatas jelas “Hadits-Hadits Palsu” (Maudhu’), tapi kenapa memasukkan di dalam tayangannya tentang hadits dho’if (Lemah). Padahal beda atara Dho’if dan Maudhu’ (lemah dan palsu).

Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dho’if banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.

Hadits Maudhu’: adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
Kata Dho’if di ambil dari kata dhu’fu atau dha’fu (Lemah) yang merupakan isim sifat dhifa yang berarti lawan dari kata (quwwah)kuat. Secara terminology hadist dhoif yaitu hadist yang tidak memiliki shifat “hasan” dah jauh dari “shahih”. Secara spesifik Hadis Dhaif adalah Setiap hadis yang tidak terhimpun padanya semua syarat hadis sahhih dan tidak pula semua syarat hadis Hassan. (Al-manhal ar-Rawiy (ms/38);Muqadimatu Ibni Ash-Shalah (ms/20); Irsyad Thullab Al-Haqaiq (1/153).

Pendapat Tentang Hadist Dho’if :
1. Syeikh Al-Qasimi : Refrensi dari kitab ’Uyun al-athar dan Fathul Mughis, di dalam kitabnya beliau berkata “Diceritakan oleh Ibnu Sayyid al-Nas didalam kitab ’Uyun al-athar dari Yahya Bin Mu’in dan dinisbahkan pula didalam karya Abi Bakr Ibni Arabi “Secara zahirnya sesungguhnya mazhab al-bukhari, Muslim mengatakan : “Tidak boleh beramal dengan mengunakan hadis Dha’if’’.
2. Syeikh Ali al-Qari : kitab Al-Maraqah jilid 2 ms/381, didalam kitab Al-Maraqah jilid 2 ms/381. Beliau berkata : “Sesungguhnya hadis Dhaif ini “boleh” diamalkan didalam perkara-perkara yang tergolong dalam amalan-amalan tambahan(fadail amal),dan sesungguhnya perkara itu merupakan hasil ijmak ulama yang sebagaimana telah dikatakan oleh Imam nawawi.Namun,yang dimaksudkan itu (fadhail a’mal) disini adalah amalan-amalan yang sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ’’
3. Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: “Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya.”
4. Ibnu Hajar Al Asqalany: ” Membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla’ilul amal dalam 3 syarat, yaitu:
a. Syarat yang pertama : Hadits dhoif itu tidak dilebih-lebihkan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla’ilul amal.
b. Syarat yang kedua : Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
c. Syarat yang ketiga : Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.
5. Pendapat Imam An-Nawawi Di-Syarah Arbain : Jumhur Ulama telah sepakat membolehkan mengamalkan Hadits Dhaif Untuk Keutamaan-Keutamaan Amal(fadhailul-A’mal).

Untuk mengkritisi kenapa tayangan “Hadits-Hadits Palsu” RCTI itu tidak obyektif salah satu buktinya adalah ketika narator menjelaskan tentang, “Beramallah untuk duniamu seolah-olah Anda akan hidup selama-lamanya! Dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah Anda akan meninggal dunia esok hari!” itu adalah sebuah maqolah dan bukan hadits.

Padahal salah satu ulama kondang WAHABI membahas tentang hadits dimaksud dengan menyatakan DHO’IF (lemah) bukan MAUDHU’ (palsu), sebagaimana penjelasan albani berikut ini:

” اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا , و اعمل لآخرتك كأنك تموت غدا ” .
قال الألباني في سلسلة الأحاديث الضعيفة ( 1 / 63 ) : لا أصل له مرفوعا . و إن اشتهر على الألسنة في الأزمنة المتأخرة حتى إن الشيخ عبد الكريم العامري الغزي لم يورده في كتابه ” الجد الحثيث في بيان ما ليس بحديث ” .
و قد وجدت له أصلا موقوفا , رواه ابن قتيبة في ” غريب الحديث ” ( 1 / 46 / 2 )
حدثني السجستاني حدثنا الأصمعي عن حماد بن سلمة عن عبيد الله بن العيزار عن عبد الله بن عمروأنه قال : فذكره موقوفا عليه إلا أنه قال : ” احرث لدنياك ” إلخ . و عبيد الله بن العيزار لم أجد من ترجمه .
ثم وقفت عليها في “تاريخ البخاري ” ( 3 / 394 ) و ” الجرح و التعديل ” ( 2 / 2
/ 330 ) بدلالة بعض أفاضل المكيين نقلا عن تعليق للعلامة الشيخ عبد الرحمن
المعلمي اليماني رحمه الله تعالى و فيها يتبين أن الرجل وثقه يحيي بن سعيد القطان و أنه يروي عن الحسن البصري و غيره من التابعين فالإسناد منقطع .
و يؤكده أنني رأيت الحديث في ” زوائد مسند الحارث ” للهيثمي ( ق 130 / 2 ) من طريق أخرى عن ابن العيزار قال : لقيت شيخا بالرمل من الأعراب كبيرا فقلت : لقيت أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ? فقال : نعم , فقلت : من ? فقال : عبد الله بن عمرو بن العاص ….
ثم رأيت ابن حبان قد أورده في ” ثقات أتباع التابعين ” ( 7 / 148 ) . و رواه ابن المبارك في ” الزهد ” من طريق آخر فقال ( 218 / 2 ) : أنبأنا محمد ابن عجلان عبد الله بن عمرو بن العاص قال : فذكره موقوفا , و هذا منقطع و قد روي مرفوعا , أخرجه البيهقي في سننه ( 3 / 19 ) من طريق أبي صالح حدثنا الليث عن ابن عجلان عن مولى لعمر بن عبد العزيز عن عبد الله بن عمرو بن العاص عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال : فذكره في تمام حديث أوله : ” إن هذا الدين متين فأوغل فيه برفق , و لا تبغض إلى نفسك عبادة ربك , فإن المنبت لا سفرا قطع و لا ظهرا أبقى , فاعمل عمل امريء يظن أن لن يموت أبدا , و احذر حذر ( امريء ) يخشى أن يموت غدا ” .
و هذا سند ضعيف و له علتان جهالة مولى عمر بن عبد العزيز و ضعف أبي صالح و هو عبد الله بن صالح كاتب الليث كما تقدم في الحديث ( 6 ) . ثم إن هذا السياق ليس نصا في أن العمل المذكور فيه هو العمل للدنيا , بل الظاهر منه أنه يعني العمل للآخرة , و الغرض منه الحض على الاستمرار برفق في العمل الصالح و عدم الانقطاع عنه , فهو كقوله صلى الله عليه وسلم : ” أحب الأعمال إلى الله أدومها و إن قل ” متفق عليه والله أعلم .
هذا و النصف الأول من حديث ابن عمرو رواه البزار [ 1 / 57 / 74 ـ كشف الأستار] من حديث جابر , قال الهيثمي في ” مجمع الزوائد ” ( 1 / 62 ) : و فيه يحيى بن المتوكل أبو عقيل و هو كذاب . قلت : و من طريقه رواه أبو الشيخ ابن حيان في كتابه ” الأمثال ” ( رقم 229 ) .
لكن يغني عنه قوله صلى الله عليه وسلم : ” إن هذا الدين يسر , و لن يشاد هذا الدين أحد إلا غلبه , فسددوا و قاربوا و أبشروا … ” أخرجه البخاري في صحيحه من حديث أبي هريرة مرفوعا.

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=23897
_________________________________________

اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا

“Beramallah untuk duniamu seolah-olah Anda akan hidup selama-lamanya! Dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah Anda akan meninggal dunia esok hari!”
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata dalam kitabnya “Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah” jilid pertama halaman 63-65, hadits nomor 8 :
Riwayat Hadits ini secara marfu’ tidak ada asal-usulnya, walaupun hadits ini sangat terkenal di kalangan kaum muslimin terlebih pada zaman terakhir saat ini, sampai-sampai Syaikh Abdul Karim al-Amiri al-Ghazzi tidak mencantumkan hadits ini dalam kitabnya“al-Jadd al-Hatsits fii Bayaani Maa Laisa Bihadits”.

Saya telah menemukan asal hadits ini secara mauquf. Ibnu Qutaibah meriwayatkan hadits ini dalam kitabnya “Gharibul Hadits” (1/46/2) : “as-Sijistani telah menceritakan sebuah hadits kepadaku, al-Asmu’i telah menceritakan sebuah hadits kepada kami, dari Hammad bin Salamah dari Ubaidillah bin al-‘Iizar dari Abdullah bin ‘Amru, sesungguhnya ia telah berkata : ..(kemudian ia menyebutkan hadits ini secara mauquf sampai kepada Abdullah bin ‘Amru, hanya saja lafadz hadits ini berbunyi, “Tanamlah untuk duniamu…..hingga akhir hadits.)

Adapun Ubaidillah bin al-‘Iizar, maka saya belum mendapatkan biografinya.
Kemudian saya mendapatkan biografinya dalam kitab “Tarikh al-Bukhari” (3/394) dan dalam kitab “al-Jarh wat Ta’dil” (2/330) atas petunjuk beberapa orang ahli ilmu yang tinggal di Mekkah. Mereka menukil komentar al-‘Allamah Syaikh Abdurrahman al-Mu’allimi al-Yamani rahimahullah. Ternyata orang ini (Ubaidillah bin al-‘Iizar) dianggap tsiqah oleh Yahya bin Said al-Qaththan, dan ia meriwayatkan hadits dari al-Hasan al-Bashri dan ulama lainnya dari kalangan tabi’in. Dengan demikian maka sanad hadits ini munqathi’ (terputus).

Hal ini diperkuat lagi ketika saya menemukan hadits ini dalam kitab “Zawaid Musnad al-Harits” karya al-Haitsami (Qaf 130/2) dari jalur sanad yang lain dari Ahmad Ubaidillah Zenh) bin al-‘Iizar, ia berkata, “Saya pernah bertemu dengan seorang syaikh yang sudah tua dari kalangan orang arab badui di suatu tempat yang bernama ar-Raml. Aku bertanya kepadanya, “Apakah Anda pernah bertemu dengan salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ia menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi, “Siapa?” Ia menjawab, “Abdullah bin ‘Amru bin al-Ash…”

Kemudian saya mendapati bahwa Ibnu Hibban telah menyebutkan nama Ubaidillah bin al-‘Iizar dalam kelompok “Tsiqat Atba’ut Tabi’in” (7/148).
Ibnul Mubarak juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab “az-Zuhd” dari jalur sanad yang lain. Beliau (Ibnul Mubarak) berkata (2/218), “Muhammad bin ‘Ajlan telah mengabarkan kepada kami bahwa Abdullah bin ‘Amru bin al-Ash berkata, “….(kemudian beliau menyebutkan hadits ini secara mauquf). Maka sanad hadits ini pun munqathi’ (terputus).

Hadits ini juga diriwayatkan secara marfu. Al-Baihaqi mentakhrij hadits ini dalam kitab “Sunan al-Baihaqi” (3/19) dari jalur sanad Abu Shalih, ia berkata, “al-Laits telah menceritakan suatu hadits kepada kami dari Ibnu ‘Ajlan dari seorang maula (budak yang telah dimerdekakan) Umar bin Abdul Aziz dari Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa sesungguhnya beliau pernah bersabda, “…” (kemudian dia menyebutkan hadits ini dengan redaksi yang lebih sempurna. Bunyi awal hadits ini :

إن هذا الدين متين فأوغل فيه برفق ، و لا تبغض إلى نفسك عبادة ربك ، فإن المنبت لا سفرا قطع و لا ظهرا أبقى ، فاعمل عمل امريء يظن أن لن يموت أبدا ، و احذر حذر ( امريء ) يخشى أن يموت غدا

“Sesungguhnya agama Islam ini adalah agama yang kokoh dan kuat, maka masuklah ke dalamnya dengan kelemahlembutan. Dan janganlah Anda menbenci untuk diri Anda ibadah kepada Allah. Karena sesungguhnya orang yang kekelahan, ia tidak dapat menempuh perjalanan dan tidak pula meninggalkan punggung hewan tunggangannya. Maka beramallah seperti amalnya seseorang yang meyakini bahwa ia tidak akan meninggal dunia untuk selamanya! Dan berhati-hatilah seperti kehati-hatiannya seseorang yang khawatir akan meninggal dunia esok hari.”

Sanad hadits ini juga dha’if (lemah) karena di dalam sanadnya terdapat dua ‘illat (sebab yang dapat melemahkan hadits). (Pertama) kemajhulan maula (budak yang telah dimerdekakan) Umar bin Abdul Aziz dan (ke dua) kelemahan Abu Shalih yang nama lengkapnya adalah Abdullah bin Shalih juru tulis al-Laits.

Kemudian, redaksi hadits di atas tidak menjadi nash yang menunjukkan bahwa amal yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah amal untuk dunia, bahkan sebaliknya, dhahir hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah amal untuk akhirat. Tujuan dari hadits ini adalah anjuran untuk senantiasa konsisten dalam beramal shalih secara bertahap sedikit demi sedikit tanpa terputus. Makna hadits ini sesuai dengan Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Amal yang paling dicintai Allah adalah amalan yang paling konsisten dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus meskipun amal itu sedikit.” Wallahu a’lam.

Bagian pertama dari hadits (Abdullah) Ibnu ‘Amru diriwayatkan oleh al-Bazzar (1/57/74 – Kasyful Astar) dari hadits Jabir. Al-Haitsami berkata dalam kitab “Majma az-Zawa’id” (1/62), “Dalam sanad hadits ini terdapat seorang rawi yang bernama Yahya bin al-Mutawakkil Abu ‘Uqail. Dia adalah seorang pendusta.”

Aku (al-Albani) berkata, “Hadits dengan sanad ini diriwayatkan pula oleh Abu asy-Syaikh dalam kitabnya “al-Amtsal” (nomor 229). Akan tetapi hadits (shahih) berikut ini telah cukup (untuk kita pegang daripada hadits di atas), yaitu sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,

إن هذا الدين يسر ، ولن يشاد هذا الدين أحد إلا غلبه ، فسددوا وقاربوا وأبشروا ….

“Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah. Dan tidaklah seseorang mempersulit agama ini dengan cara memaksakan dirinya untuk melakukan ibadah-ibadah yang tidak sanggup ia lakukan, melainkan agama ini akan mengembalikannya ke jalan kemudahan dan pertengahan. Maka hendaklah kalian beramal secara proporsional (pertengahan) dan berusahalah menyempurnakan amal ibadah secara optimal dan berikanlah kabar gembira…
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dari hadits Abu Hurairah secara marfu’. (terjemahan link diatas).

Maka wajar bila publik beranggapan bahwa ada “sesuatu” yang menunggangi tayangan “Hadits-Hadits Palsu” RCTI, sehingga memberi kesan tendensius, subjektif dan memojokkan salah satu kelompok yang mengamalkan hadits dho’if untuk semangat beribadah dan amal shaleh. Dan “sesuatu itu ialah “Wahabi”.

Mengapa “wahabi”? Publik punya penilaian sendiri. Selama ini dakwah yang dilontarkan oleh para penganut aliran “wahabi”-lah yang sering melemparkan panah-panah beracun terhadap amaliyah yang sedari dahulu telah dijalankan umat islam pada umumnya “Panah-panah” semacam “syirik, kufur, bid’ah, dho’if” bertebaran di situs-situs yang mengusung paham wahabi. Dan panah itu justru tanpa rasa intoleran menacap di ulu hati para pengamal “Fadhoil al-A’mal” dan semisalnya.

Terlepas dari “sesuatu” bernama wahabi di balik tayangan “Hadits-Hadits Palsu”, maka sewajarnya suatu tayangan agama lebih berimbang dalam menyajikan suatu opini. Sehingga tayangan agama tersebut benar-benar memberi pencerahan terhadap umat, dan bukan keresahan serta pendangkalan materi. Gitu aja koq repot! Wallahu a’lam bish-Shawab dan semoga bermanfa’at. Aamiin.



SKANDAL PENYEBARAN HADITS DHA’IF DANRIWAYAT PALSU DI KALANGAN ULAMA WAHABI

SELAMA INI AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH SELALU DIPOJOKKANOLEH KAUM WAHABI, KARENA DIANGGAP PENGAMAL HADITS DHA’IF. PADAHAL DIAM-DIAMKAUM WAHABI JUGA MENYEBARKAN RIWAYAT PALSUSELAMA MENDUKUNG AJARAN WAHABI. BERIKUT DIALOGNYA.

SUNNI: “Mengapa Anda selalu membuat fitnah,menebarkan permusuhan dan kebencian dengan mebid’ahkan ajaran kami AhlussunnahWal-Jama’ah yang sudah mengakar sejak masa-masa silam, bahkan sebagian mengakarsejak masa salaf dan ahli hadits? Dan semua ajaran kami memiliki landasan darial-Qur’an dan hadits.”

WAHABI: “Ajaran yang kalian amalkan selalumenggunakan hadits-hadits lemah dan palsu.”

SUNNI: “Ajaran yang mana yang menggunakan haditspalsu dan lemah??? Justru kaum Anda sendiri yang terjebak dalam kesalahan dalammenolak peran hadits dha’if secara total. Salah karena keluar dari manhaj ahlihadits dan salah karena menyalahi ulama Anda sendiri.”

WAHABI: “Lho, kok bisa kami dikatakan keluar darimanhaj ahli hadits dan menyalahi ulama kami sendiri? Bukankah yang berjuangmenolak hadits dha’if itu ulama kami?”

SUNNI: “Lho, itu kan Anda berarti hanya taklid butakepada ustadz-ustadz Anda. Harus Anda ketahui, bahwa yang menolak peran haditsdha’if di kalangan Anda, itu Wahabi beberapa tahun kemarin, pengikut Syaikhal-Albani dari Yordania. Sementara ulama Wahabi sebelum Anda juga banyakmenyebarkan hadits dha’if, sebagaimana yang dilakukan oleh ahli hadits.”

WAHABI: “Lho, maka buktinya bahwa sebelum Syaikhal-Albani, ulama kami yang kalian sebut Wahabi menerima dan menyebarkan haditsdha’if?”

SUNNI: “Anda ini lucu, ngakunya pengagum al-Albani,tapi tidak pernah mengerti kitab-kitab tulisan al-Albani sendiri. Coba Andalihat, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul al-Kalim al-Thayyib, yang isinyamembolehkan tawasul, istighatsah dan jualan jimat. Lalu kitab tersebutdi-ikhtishar oleh al-Albani, menjadi Shahih al-Kalim al-Thayyib, denganmembuang 59 hadits dari total 252, yang dianggap dha’if oleh al-Albani. Ini kancukup membuktikan bahwa Ibnu Taimiyah tidak alergi hadits dha’if. Belum lagiMuhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi al-Qarni, menulis kitab al-Tauhid, sebagianhadits nya juga dha’if sebagaimana diakui oleh kaum Wahabi sendiri. Ini buktibahwa pendiri Wahabi juga tidak alergi hadits dha’if. Kenapa kalian alergihadits dha’if??

Kalian tahu, bahwa ulama kalian, yang sok antihadits dha’if, diam-diam juga menyebarkan akidah palsu dan riwayat dusta??”

WAHABI: “Ah, Anda keterlaluan, menuduh ulama kamisebagai penyebar akidah palsu dan riwayat dusta. Mana buktinya??? Anda janganasal ngomong. Berdosa lho, bohong itu.”

SUNNI: “Di antara riwayat palsu yang disebarluaskanoleh ulama Anda adalah akidah yang dinisbatkan kepada al-Imam al-Syafi’i.Ketika jamaah haji pulang dari Tanah Suci, mereka diberi hadiah kitab AkidahImam Empat, karya al-Khumayyis, terjemahan dari kitab I’tiqad al-Aimmahal-Arba’ah, oleh Ali Mustafa Ya’qub. Di dalamnya ada akidah yang dinisbatkankepada Imam al-Syafi’i, bahwa beliau berkata:

“Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangansaya, shahib-shahib saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan sayaambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain adalah iqrar serayabersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘arsy di langit, dan dekat dengan mahkluk-Nya terserah kehendak Allah, danAllah itu turun ke langit terdekat kapan Allah berkehendak.” (Al-Khumayyis,Akidah Imam Empat, hal. 68.).

Akidah al-Imam al-Syafi’i tersebut telahdisebarluaskan oleh kaum Wahabi dan pendahulu-pendahulu mereka seperti IbnuTaimiyah dalam al-Washiyyah al-Kubra, Ibnu al-Qayyim dalam Ijtima’ al-Juyusyal-Islamiyyah, al-Albani dalam Mukhtashar al-‘Uluw, dan al-Khumayyis dalambukunya Akidah Imam Empat.

WAHABI: “Apa alasan Anda mengatakan akidah tersebutpalsu???”

SUNNI: “Para ulama ahli hadits telah menjelaskanbahwa akidah al-Imam al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Wahabi adalahpalsu. Akidah tersebut diriwayatkan melalui perawi yang bermasalah, yaitu Abual-Hasan al-Hakkari, seorang perawi yang tidak dapat dipercaya dan pemalsuhadits. Al-Dzahabi berkata:

وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: لَمْ يَكُنْ مُوَثَّقًا فِيْ رِوَايَتِهِ.
“Ibnu Asakir berkata: “Al-Hakkari tidak dapatdipercaya dalam riwayatnya.” (Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal.174; Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 19 hal. 68, dan Mizan al-I’tidal,juz 3, hal. 112.)

Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:
وَكَانَ الْغَالِبُ عَلىَ حَدِيْثِهِ الْغَرَائِبَ وَالْمُنْكَرَاتِ وَلَمْيَكُنْ حَدِيْثُهُ يُشْبِهُ حَدِيْثَ أَهْلِ الصِّدْقِ، وَفِيْ حَدِيْثِهِمُتُوْنٌ مَوْضُوْعَةٌ مُرَكَّبَةٌ عَلىَ أَسَانِيْد َصَحِيْحَةٍ، وَرَأَيْتُبِخَطِّ بَعْضِ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ الْحَدِيْثَبِأَصْبِهَانَ، وَقَالَ أَبُوْ نَصْرٍ الْيُوْنَارْتِيُّ: لَمْ يَرْضَهُ الشَّيْخُأَبُوْ بَكْرٍ بْنُ الْخَاضِبَةِ.

“Biasanya haditsnya al-Hakkari adalah hadits-haditsyang aneh dan munkar. Haditsnya tidak menyerupai haditsnya perawi yang jujur.Dalam haditsnya terdapat matan-matan palsu yang disusun pada sanad-sanad yangshahih. Aku melihat tulisan sebagian ahli hadits, bahwa al-Hakkari telahmemalsu hadits di Ashbihan. Abu Nashr al-Yunarti berkata: “Syaikh Abu Bakar binal-Khadhibah tidak ridha terhadap al-Hakkari.” (Ibnu al-Najjar, Dzail TarikhBaghdad, juz 3, hal. 173; dan Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, juz 4, hal. 196.)

Sumber lain yang menjadi perawi akidah al-Imamal-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang jujur tetapilugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat palsu oleh orang-orangyang tidak bertanggung jawab. Al-Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata:
مُحَمَّدُ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْفَتْحِ أَبُوْ طَالِبٍ الْعَشَّارِيُّشَيْخٌ صَدُوْقٌ مَعْرُوْفٌ لَكِنْ اَدْخَلُوْا عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فَحَدَّثَبِهَا بِسَلاَمَةِ بَاطِنٍ مِنْهَا حَدِيْثٌ مَوْضُوْعٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِعَاشُوْرَاءَ وَمِنْهَا عَقِيْدَةٌ لِلشَّافِعِيِّ.
“Muhammad bin Ali bin al-Fath Abu Thalibal-‘Asysyari, seorang guru yang jujur dan dikenal. Akan tetapi orang-orangmemasukkan banyak hal (riwayat-riwayat palsu) kepadanya, lalu iamenceritakannya dengan ketulusan hati, di antaranya hadits palsu tentangkeutamaan malam Asyura, dan di antaranya akidah al-Syafi’i.” (Al-Dzahabi, Mizanal-I’tidal, juz 3, hal. 656 dan Ibnu Hajar, Lizan al-Mizan, juz 5 hal. 301.).

Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu Hajar di atasmenyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya seorang perawi yangjujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak bertanggungjawabmenyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya tanpa ia sadari, laluia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah al-Imamal-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan pendahulu mereka,adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah dan pemalsu hadits ataumelalui perawi jujur dan lugu yang tidak menyadari bahwa riwayatnya telahdisisipi riwayat palsu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”

WAHABI: “Tapi walaupun palsu, akidah tersebutmendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun palsu. Yang pentingcocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain shahih kok.”

SUNNI: “Anda ini lucu, sok anti dan alergi haditsdha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut madzhab ImamAhmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang dinisbatkan kepada ImamAhmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah al-Ishthakhri dan kitab al-Radd‘ala al-Jahamiyyah. Kedua kitab ini disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dandiklaim sebagai karangan Ahmad bin Hanbal. Padahal kitab tersebut bukankarangan Ahmad bin Hanbal, akan tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkankepada Ahmad bin Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:
لاَ كَرِسَالَةِ اْلاِصْطَخْرِيِّ، وَلاَ كَالرَّدِّ عَلىَالْجَهَمِيَّةِ الْمَوْضُوْعِ عَلىَ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ كَانَتَقِيًّا وَرِعًا لاَ يَتَفَوَّهُ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Tidak seperti Risalah-nya al-Ishthakhri, dan tidakseperti al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah yang dipalsukan kepada Abu Abdillah (Ahmadbin Hanbal), karena beliau seorang yang bertakwa, wara’ dan tidak berkataseperti itu.” (Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 11, hal. 286.)

Pernyataan al-Dzahabi tersebut diperkuat olehSyaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani, yang mengutip pernyataanal-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah al-Ishthakhri dan al-Radd ‘alaal-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.(Ibnu al-Wazir al-Yamani, al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241)Kitab al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh IbnuTaimiyah dalam menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinyaterdiri dari hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.”.

WAHABI: “Anda hanya menyebutkan tiga kitab palsu,yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga kitab. Lagi pula gak papa pakai kitabpalsu, yang penting isinya mendukung perjuangan ajaran Wahabi.”

SUNNI: “Tidak hanya tiga kitab palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Syaikh al-Jumaizi dan Syaikh al-Raddadi, ulamaWahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh al-Sunnah, dan dinisbatkankepada al-Barbahari. Padahal dalam manuskrip yang menjadi satu-satunya sumberterbitnya kitab Sayrh al-Sunnah tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwakitab Syarh al-Sunnah tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalibal-Bahili, yang populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. Halini juga diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika melakukanautentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. Dengan demikian, ketigaulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab karya Ghulam Khalil danmenisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang ulama Hanabilah ekstrem yangberpaham tajsim.”

WAHABI: “Maaf, walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadiitu ulama Wahabi, tapi mereka bukan guru kami. Dalam Wahabi, kami bergurukepada ulama Madinah, Dr. Ali bin Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yangAnda sebut Wahabi di Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, antikitab lemah dan palsu.”

SUNNI: “Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi,juga terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya. Al-Imamal-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan bermadzhabal-Syafi’i. Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh Abu Dzar al-Harawiuntuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. Pada tahun 1411 Hijriah, Salafi-Wahabi diYordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni.Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi Saudi Arabia menerbitkan kitabal-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Alial-Faqihi. Kedua naskah tersebut diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz binKadisy al-‘Ukbarawi dari Abu Thalib al-‘Asysyari.

Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz binKadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta. Al-Hafizh IbnuHajar berkata:
أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ أَقَرَّبِوَضْعِ حَدِيْثٍ وَتَابَ وَأَنَابَ انتهى قَالَ ابْنُ النَّجَّارِ: وَكَانَمُخَلِّطًا كَذَّابًا لاَ يُحْتَجُّ بِمِثْلِهِ وَلِلأَئِمَّةِ فِيْهِ مَقَالٌوَقَالَ أَبُوْ سَعْدٍ ابْنُ السَّمْعَانِيِّ كَانَ ابْنُ نَاصِرٍ سَيِّءَالْقَوْلِ فِيْهِ وَقَالَ ابْنُ اْلأَنْمَاطِيِّ كَانَ مُخَلِّطًا وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَقَالَ لِيْ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ وَسَمِعَ رَجُلاً قَدْ وَضَعَ فِيْ حَقِّعَلِيٍّ حَدِيْثًا وَوَضَعْتُ أَنَا فِيْ حَقِّ أَبِيْ بَكْرٍ حَدِيْثًا بِاللهِأَلَيْسَ فَعَلْتُ جَيِّدًا. (الحافظ ابن حجر، لسان الميزان).
“Ahmad bin Ubaidillah Abu al-‘Izz bin Kadisy,mengaku memalsu hadits dan bertaubat.
Ibnu al-Najjar berkata: “Ia perawi yangmembingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imammembicarakannya.”
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: “Ibnu Nashirberpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy”.
Ibnu al-Anmathi berkata: “Ia perawi yangmembingungkan”.
Ibnu Asakir berkata: “Abu al-‘Izz bin Kadiysberkata kepadaku, ia mendengar seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaanAli: “Aku juga memalsu hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakahaku tidak berbuat baik”. (Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218).).

Demikian pandangan ulama ahli hadits tentang Abual-‘Izz bin Kadisy. Sedangkan pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz binKadiys telah bertaubat dari memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnyaditerima. Al-Imam al-Nawawi berkata:
تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنَ الْفِسْقِ إِلاَّ الْكَذِبَ فِيأَحَادِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلاَ تُقْبَلُ رِوَايَةُالتَّائِبِ مِنْهُ أَبَدًا وَإِنْ حَسُنَتْ طَرِيْقَتُهُ كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُبْنُ حَنْبَلٍ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيُّ شَيْخُ الْبُخَارِيِّ وَ أَبُوْبَكْرٍ الصَّيْرَفِيُّ الشَّافِعِيُّ. (الحافظ السيوطي، تدريب الراوي).
“Riwayatnya perawi yang bertaubat dari kefasikandapat diterima, kecuali berdusta dalam hadits-hadits Rasulullah , maka riwayatperawi yang bertaubat dari berdusta dalam hadits tersebut tidak dapat diterima,meskipun prilakunya telah baik. Demikian apa yang dikatakan oleh Ahmad binHanbal, Abu Bakar al-Humaidi –guru al-Bukhari-, dan Abu Bakar al-Shairafial-Syafi’i”. (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqribal-Nawawi (1/329).

Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yangbermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yahdan al-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karenariwayatnya melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulamamenilai kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.”

WAHABI: “Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkankebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???””

SUNNI: “Ya itu urusan Anda, yang sok anti danalergi hadits dha’if, tapi diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda jugamenyebarkan kitab yang dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi danlain-lain. Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.”

Wassalam
MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Kiriman dari Hamba Allah

Sumber:
1. Oleh: KH. Ibnu Mas'ud, Anggota Laskar Tim Sarkub.
2. Oleh Bukhori Supriyadi Yadi Buletin
3. Oleh Idolaku Nabi Muhamma
4. http://www.sarkub.com/2013/misi-wahabi-dibalik-tayangan-hadits-hadits-palsu-di-rcti/

Terkait Berita: