Kitab-kitab ahlu sunnah dan sunni wahabbi yang ditulis untuk menyerang syi’ah.
Mereka (Nasibhi/wahabi) menggunting sebagian teks dari hadits dalam kitab shahih Bukhari.
Wahabi
terkenal dengan doktrinya yang anti takwil, hamper semua ayat-ayat dan
hadits-hadits shifat ia haramkan untuk ditakwil, menurut mereka takwil
itu ta’thil yaitu meniadakan sifat-sifat Allah. Mereka tutup mata dan
telinga dari kenyataan pentakwilan sebagian ulama salaf terhadap
ayat-ayat shifat, entah karena mempertahankan doktrin tajsimnya atau
memang sengaja menyesatkan umat muslim dari kebenaran.
Berikut salah satu redaksi hadits shahih riwayat imam Bukhari yang merupakan mutasyabih dan tak ada jalan untuk memahaminya kecuali dengan metode ulama salaf sholeh yaitu tafwidh al-ma’na bilaa kaifin walaa tasubiihin wa laa tamtsilin atau disebut takwil ijmali dan metode takwil tafsili yaitu memebrikan makna yang layak bagi sifat keagungan dan kesempurnaan Allah.
Namun hadits ini karena wahabi merasakan kebuntuan di dalam memahaminya dan dapat menyebabkan runtuhnya serta terkuaknya doktrin tajsim mereka, maka dengan sengaja mereka membuang teks tersebut.
Berikut bukti akurat yang akan saya tampilkan :
Inilah redaksi hadits aslinya :
Nabi Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda :
خَلَقَ
الله الْخَلْقَ، فَلَمَّا فَرَغَ مِنْهُ قَامَتِ الرَّحِمُ فَأَخَذَتْ
بِحَقْوِ الرحمن فَقَالَ لَهَا: مَهْ. قَالَتْ: هذا مَقَامُ الْعَائِذِ
بِكَ مِنَ الْقَطِيْعَةِ. قَالَ: أَلاَ تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ
وَصَلَكِ وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ. قَالَتْ: بَلَى يَا رَبِّ، قَالَ:
فَذَاكِ لَكِ. قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: اِقْرَءُوْا إِنْ شِئْتُمْ ((:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي اْلأَرْضِ
وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ ))
”Allah menciptakan makhluk, ketika Allah telah merampungkannya, maka berdirilah rahim, ia berpegang kepada pinggang ar-Rahman. Allah berfirman kepadanya : “Diamlah”. Ia menjawa : “Ini adalah kesempatan berlindung kepadaMu dari pemutusan”. Allah berfirman : “Apakah kamu tidak rela Aku menyambung orang yang menyam-bungmu dan memutus orang yang memutusmu?”. Ia menjawab : “Ya, ya Rabbi”. Allah berfirman : “Itu untukmu”. Abu Hurairah berkata : “’Bacalah kalau kamu mau : “Maka apakah jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Mukhtashar Shahih al-Bukhari, no. 1696, dan Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1764).
Teks asli tersebut (belum digunting) ada pada 4 terbitan :
1. Terbitan Doktor Musthofa Dib Al-Bigha.
2. Terbitan Dar Tauqun Najah.
3. Terbitan Al-Mathba’tus salafiyyah.
4. Terbitan Dar Ibn Katisr.
Dan telah ditahrif oleh terbitan Dar As-Salam Riyadh milik wahabi:
Dan berikut scan kitab yang ditahrif wahabi:
Dalam scan kitab terbitan Dar As-Salam tsb teks “ بحقو للرحمن “ telah digunting wahabi dan tidak akan ditemukan dalam terbitan itu.
Bandingkan dengan keempat terbitan milik sunni berikut :
1. Terbitan Doktor Musthofa Dib Al-Bigha:
Dalam terbitan ini teks ” “ بحقو للرحمن “ ditetapkan (tidak dibuang).
2. Terbitan Dar Tauqun Najah :
Dalam terbitan ini pun teks ” “ بحقو للرحمن “ ditetapkan (tidak dibuang).
3. Terbitan Al-Mathba’tus salafiyyah :
Dalam terbitan ini pun teks ” “ بحقو للرحمن “ ditetapkan (tidak dibuang).
4. Terbitan Dar Ibn Katsir :
Dalam terbitan Dar Ibn Katsir juga teks “ بحقو للرحمن “ juga ditetapkan (tidak dibuang).
Inilah bukti pengkhianatan ilmiyyah dan kejahatan yang sudah biasa dilakukan wahabi-salafi demi melancarkan doktrin-doktrin sesat mereka.
Tentang Kitab Suni yang Suni.
Membaca buku suni yang suni, yang judul aslinya adalah al Bayyinat fi a Radd ‘ala Abatil al Muraja’at akan ditemukan fakta yang menarik. Dalam buku yang ditulis oleh Mahmud az Zabi’ untuk di dedikasikan sebagai bantahan buku al Muraja’at tersebut pada halaman paling awal ditemukan tulisan yang membongkar jati diri kelompok ahlu sunnah serta konspirasinya dengan kelompok khawarij.
Kitab al Bayyinat fi a Radd ‘ala Abatil al Muraja’at Sudah pula di tanggapi oleh Syeikh Husen al Radhi, dalam buku berjudul “Sabil an Najaf Fi Tatimmah al Murtaja’at.
Konspirasi Ahlu Sunnah dan Khawarij.
Di awal buku suni yang sunni pada bab V (edisi cetak halaman 26-28) disitu dituliskan pendapat Dr Mustafa siba’I dan Ibnu Taimiyah, tetang mereka lebih memilih Khawarij, bahkan memuji khawarij, Maka kami wajarkan saja jika kemudian dalam hadis sahih mereka tidak membertikan ruang bagi keluarga Rasulullah saw, Berapa hadis yang diriwayatkan oleh Ali (total di seluruh kitab ahlu sunnah hanya 50 !!! bayangkan 50 saja dan di bukhori pun hanya 20 saja), Fatimah (hanya 18 hadis yang sahih hanya 2 hadis !!!) , hasan (hanya 18 hadis) dan Husain (hanya 8 hadis) , belum jika ahlu sunna ditanya berapa hadis yang diriwayatkan Imam Ahlul Ba’it ? padahal para penulis hadis seperti Imam Bukhori dan Muslim ada yang hidup sejaman dengan para Imam, mengapa mereka lebih memilih riwayat khawarij ketimbang riwayat keluarga Rasulullah jawabnya ada di halaman 26-28.
Kitab-kitab dialog sunni syi’ah.
Sebelum melihat lebih jauh fakta tersebut saya ingin mengajak membaca kitab-kitab apa saja yang ditulis ahlu sunnah untuk menyerang syi’ah, dan kitab-kitab yang menanggapi serangan tersebut.
Berikut kitab-kitab ahlu sunnah dan sunni wahabbi yang ditulis untuk menyerang syi’ah diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Karya al Khudhari, Mudharat fi Tarikh al Umam al islamiyah diterbitkan dengan judul Ceramah-ceramah tentang sejarah umat islam).
2.Karya Rasyid Ridha, As sunnah wa Asy Syi’ah diterbitkan dengan judul Sunnah dan syi’ah.
3. Karya al Qashimi, Ash Shira’ Baina watsaniyyah wa al Islam diterbitkan dengan judul Pertarungan antara paganisme dan Islam.
4.Ahmad Amin, Fajr wa Islam wa Dhuha al islam diterbitkan dengan judul Fajar islam (Belakangan penulisnya Ahmad Amin melakukan pertobatan dan permohonan maaf kepada Muslim Syi’ah, Ahmad Amin karena merasa bersalah telah menulis distorsi atas syi’ah akhirnya pada tahun 1349 Hujriah dia mendatangi najaf dan disana menyatakan permohonan maaf, diantara Ulama syi’ah yang menerimanya adalah Syeikh Muhammad Husain Kasyif al Gita.
5. Karya Musa Jarullah, Al Wasyi’ah fi Naqqd asy syi’ah diterbitkan dengan judul kumpulan kritik terhadap syi’ah.
6. Karya Muhibbudin Khatab, al Khuthuth al ‘aridhah diterbitkan dengan judl jaringan luas.
7. Karya Ihsan Illaihi zahir, Asy syi’ah wa sunnah.
8. Karya Ihsan Illaihi zahir, Asy syi’ah wa al qur’an.
9. Karya Ihsan Illaihi Zahir asy syi’ah wa ahlul ba’it.
10. Karya Ihsan Illaihi Zahir asy syi’ah wa at tasyayyu’.
11. Karya Ibnu Taimiyah, Minhaj as sunnah.
12. Karya Nshir al Ghifari, Ushul Madzhab as syi’ah.
13. Karya Abdullah Muhammad al Gharib, Wa ja’a Dawr al Majus.
14 Karya ad Dahlawi. At Tuhfah al Itsna ‘asyariyyah.
15. Karya Muhaddits Tsabit al Mishri, Jawlah fi Rubu’ asy syarq al Adna.
Dan kitab-kitab di atas ditanggapi oleh:
1. Syarif Murthadha dalam kitab asy syafi fi al Imammah (belum diterjemahkan).
2. Alamah al Hilli, Nahj al Haq wa kasyf ash shidsiq (kitab ini dikritik kelompok sunnah oleh Fadhl bin Ruzbahab, al asy’ari, Ibthal al Bathil wa ihmal kasyf al ‘athil).
3. Sayyid Nurullah al Husaini al Tusturi, Ihaqaq al Hal, kitab ini ditujukan untuk menanggapi kitab Ibthal al Bathil wa ihmal kasyf al ‘athil yang sebelumnya kitab karya Fadhl bin Ruzbahab ini di koreksi oleh Ayatullah syihabuddin al Mar’asyi an Najafi.
4. Alamah al Mudzaffar, menulis Dalail ash shiddiq, untuk menanggapi kitab Minhaj as sunnah, dan banyak menyoroti kebencian Ibnu Taimiyah pada keluarga Rasulullah saw.
5. Allamah Abdul Husain al Amini, menulis al Ghadir kitab ini di dedikasikaan untuk mengkoreksi dan membantah kitab : al ‘aqad al farid, al farq bainal fariq, al milal wa an nihal, al bidayah wa an nihayah, al mashsar, as sunnah wa asy syi’ah, ash shira’, fajr al Islam, dhuha al isalm, ‘aqidah asy syi’ah , al wasyi’ah, minhaj as sunnah.
6. Sayyid Hamid Husain Ibnu sayyid Muhammad Qili al Hindi, ‘Abaqat al Anwar fi Imamamh al Aimamah al Athhar. kitab ini untuk menjawab ath tuhfah al Itsna ‘asyariyyah, Menarik untuk di catat disini kitab ini adalah kitab pungkasan yang sampai saat ini ahlu sunnah belum ada yang mampu memberi sanggahan terhadap kitab ini.
7. Murthadha al ‘askari, Ma’alim al madrasatain.
8. Abu Ahmad bin abdun Nabi an Naisabhuri, as saif al Maslul ‘ala Mukhribi din ar Rasul.
9. Muhammad Qili, an Nazhah al Itsna ‘Asyariyyah.
10. Syeikh subhan Ali Khan al Hindi, al wafiz fi al Ushul.
11. Sayyid Muhammad sayyid al Immamah dan al Bawariq al Illahiyyah.
Al Dahlawi semula menyerang syiah lewat kitab At Tuhfah al Itsna ‘asyariyyah dan langsung ditanggapi kitab ash shawarim allahiyyah karya sayyid Deldor Ali dan Kitab sharim al Islam, kemudian kitab ini di tanggapi oleh murid al Dahlawi yang bernama Rasyidudin al Dahlawi lewat kitabnya asy syawakah al “umariyyah, kemudian kitab ini ditanggapi lagi oleh ulama ahlul ba’it Bqir Ali lewat karyanya al Hamlah al Haidariyyah dan al Mirza dengan karyanya an Niazhah al Itsna “asyariyyah dan kitab ini ditanggapi oleh ahlu sunnah lewat kitab Rujum asy syayathin. Dan kitab inipun di jawab oleh ulama syi’ah Sayyid Ja’far Musawi dalam kitabnya Mu’in as shadiqin fi Radd Rujum asy syayathin.
Kitab ad Dahlawi. At Tuhfah al Itsna ‘asyariyyah dtanggapi pula oleh Muhammad Qili lewat al ajnad al Itsna “asyariyyah al Muhammadiyyah, kemudian kitab ini ditanggapi oleh Muhammad Rasyid ad Dahlawi, dan ditanggi lagi oleh Sayyid Muhammad Qili dalam kitab al ajwibbah al Fakhirah fi ar radd ‘ala al Asya’irah. Dan seluruh polemik ini di akhiri oleh Sayyid Hamid Husain Ibnu sayyid Muhammad Qili al Hindi yang berjudul ‘Abaqat al Anwar fi Imamamh al Aimamah al Athhar. Hingga hari ini tidak kitab ahlu sunnah yang menanggapi kitab ini.
Menarik untuk dicermati beberapa sarjana-sarjana dan ulama ahlu sunnah yang mempelajari syi’ah kemudian masuk syi’ah, belakangan mereka menulis karya-karya besar yang menunjukkan kebenaran syi’ah, beriku diantaranya :
1. Muhaddis Jalil Abu Nafar Muhammad bin Mas’ud bin “iyasy, dikenal dengan al ‘iyasy dia yang menulis tafsir al m’atsur dan kitab al ‘iyasyi.
2. Syeikh Muhammad Mar’i al Amin al Anthaki, beliau menuliskan kitab Limadza Ikhtartu Madzhab asy syi’ah.
4. Syeikh Muhammad Abu Rayah. menuliskan adhwa’ ala as sunnah al muhammadiyyah dan kitab abu hurairah syeikh al mudhirah.
5. Ahmad Husain Yaqub. menuliskan Nadzariyyah al adalah ash shahabah dan kitab al khutuhath as siyasiyyah li tawhud al ummah al islamiyyah.
6 at Tijani as samawi, menuiliskan Tsamma Ihtadaitu.Li’akuna Ma’a ash shadiqin , Fas’alu ahla adz dzkr, asy syi’ah hum ahlus sunnah.
7. Sayid Idris al husaini, menulis Laqad Tasyayya’ani al husain, al Khilafah al Mughtashabah dan kitab Hakadza ‘araftu asy syi’ah.
8. Sha’ib Abdul Hamid, kItab Manhaj fi al Intima’ al Madzhabi.
9. Sa’id Ayub, ‘Aqidah al Masih ad Dajjal dan Ma’alim Fatan.
10. Shalih al Wardani, al Khuda’ah, Rihlati min as sunnah ila asy syi’ah, Harakah ahlul Bait as, asy syi’ah fi mishr, ‘aqa’id as sunnah wa ‘aqa’id asy syi’ah.
11. Muhammad abdu; Hafidz, Limadza ana ja’fari.
12. Sayyid Abdul Mun’im Muhammad al Hasan, Bi Nur Fathimah Ihtadaitu
13. Syekh Abdul Nashir, Syi’ah wa al Qur’an, asy syi’ah wa hadits, asy syi’ah wa ash shahabah, asy syi’ah at taqiyyah dan asy syi’ah wa al imammah
14. al ‘Alim al Khathib al Munadzir sayyid ali al badri, ahsan al mawahib fi haqa’iq al madzahib.
15. Sayyid Yasin al Ma’yuf al Badrani, Ya Laita Qawmi Ya’ lamun.
Mossad dan CIA memalsukan Karya Imam Khomaini.
Revolusi Islam Iran telah membuat ketakutan bagi setan besar Amerika, demikian halnya Israel, tatkala rakyat Iran menumbangkan rezim Syah Pahlevi, Jendral Israel yang memenangkan perang tujuh hari atas Arab, Moshe Dayan, menampakan kemarahan yang luar biasa. Meski sudah pensiun Jendral bermata satu tersebut merasa terusik dengan lahirnya Republik Isal baru tersebut, Moshe Dayan kemudian mencak-mencak di IDF atas kegagalan operasi Mossad dan CIA yang gagal membunuhi tokoh-tokoh revolusi Iran, sembari membanting topi ke meja moshe dayan mengatakan “ Mulai hari ini kalian harus bekerja keras, !!! masa depan Israel sedang menghadapi ancaman serius dari anak-anak Ali, hari ini Israel akan menghadapi lawan tangguh [1]
Beberapa operasi simultan kemudian digelar Amerika serikat dan Israel untuk menghancurkan Republik Islam Iran [2], salah satunya adalah perang intelijen yang menitik beratkan pada operasi disinformasi (penyesatan informasi). Israel memerintahkan LAP (Lahomah Pscichlogit) dengan tugas agar melakukan assassination character dan black campaign terhadap karya-karya Khomaini, operasi ini didukung pula oleh Joint Publications and Reserch service sebuah kompartemen milik CIA yang bertanggungjawab melakukan penerjemahan. [3] Sebagaimana disebutkan oleh Hamid Alghar, CIA dan LAP kemudian melakukan pemalsuan-pemalsuan terhadap karya-karya ulama syi’ah termasuk Imam khomaini. Semula CIA dan LAP menggunakan basis percetakanya di New York dengan memakai kedok Manor Books sebagai penerbitnya, namun belakangan mereka menggunakan percetakan yang berbasis di negara-negara sunni pro Amerika, diantaranya Arab Saudi dan Yordania. Berikut adalah sebagian kecil buku-buku yang di palsukan oleh konspirasi AS-Israel-Sunni Wahabi dan Sunni pro AS Israel [3] :
1. Kitab Hukumat- I Islami karya Imam Khomaini.
Kitab ini merupakan magnum opus imam khomaini, kitab ini berisikan catatan-catatan kuliah tentang prinsip-prinsip pemerintahan Islam yang dikumpulkan oleh murid-murid beliau dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Perancis, Arab, Turki dan Urdu. Setelah Imam Khomaini berhasil menumbangkan rezim pahlevi dan mendirikan Republik Islam Iran, kitab Hukumat I Islam ini kemudian dipalsukan oleh CIA, buku ini di palsukan dalam dua bahasa Inggris dan Arab. Kelompok sunni wahabbi menggunakan terbitan dari CIA dan LAP ini untuk menyerang syi’ah dan melakukan asasinasion character terhadap Imam Khomaini dengan buku ini. Penerbit dari Indonesia bernama Pustaka Zahra telah mencetak buku aslinya dengan judul Sistem Pemerintahan Islam. Silahkan di bandingkan antara yang buku yang diterbitkan CIA dan LAP ini dengan buku aslinya.
2. Kitab Kasyful Asrar karya Imam Khomaini.
Kitab ini ditulis untuk menanggapi buku berjudul Asrar Umruha alfu ‘Am, buku ini ditemukan telah dipalsukan oleh kelompok konspirasi (yang sudah saya sebutkan diatas) dan buku palsu ini telah dimanfaatkan secara sempurna oleh kelompok konspirasi untuk menyerang Imam Khomaini dan Syi’ah diantaranya kemudian diterbitkan buku berjudul Ma’al ‘Khomaini fi kasyfi Asrarihi karya Dr Ahmad Kamal , Sa’id Hawwa juga menulis buku berjudul Al Fitnat-ul Khumayniyah (diterbitkan pula ke bahasa Indonesia). Sa’id Hawwa juga bekerjasama dengan Dr Abdul Mun’im Namer beserta organisasi Konferensi Islam Rakyat Iraq menerbitkan buku berjudul Fadhlalh Ul Khumainiyah . Maha suci Allah, konspirasi tersebut akhirnya terbongkar dan yang membongkar justru ahlu sunnah sendiri, adalah Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata, seorang professor dan kepala bagian bahasa dan sastra timur universitas cairo, menemukan tindakan criminal kelompok konspirasi ini. Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata kemudian melakukan langkah-langkah hukum untuk memperbaiki nama baik ahlu sunnah. Temuan beliau diantaranya : Kitab Kasyful Asrar dipalsukan di Yordania oleh penerbit bernama Dar Ammar It Thaba’an wa-n ‘Nasr buku ini diterjemahkan oleh Dr. Muhammad al Bandari yang ternyata setelah diteliti nama ini tidak ada. Kemudian tercantum pula nama Sulaim al Hilalali (komentator) dan terakhir Prof Dr Muhammad Ammad al Khatib. Buku ini telah dipalsukan dari aslinya dengan sedemikian kasarnya, untuk mengetahui bagaimana kelompok konspirasi ini memalsukan kitab Imam Khomaini tersebut silahkan membaca di Kasyful Asrar Bayna if shlihi al farisy wt tarjamah al urdaniyah karya Dr Ibrahim Ad Dasuki Syata, dalam kitab itu Dr Dasuki sata menjelaskan secara detail per kata pemalsuan kelompok ahlu sunnah pro konspirasi.
Masih banyak kitab-kitab syiah yang di palsukan oleh kelompok ahlu sunnah pro konspirasi seperti sunni wahabi, seperti kitab yang ditulis alamah Hilli untuk menanggapi karya Ibnu Taimiyah, minhajul as sunnah pun tak luput dipalsukan, dan tempat pemalsuanya berpusat di Arab Saudi,
Fenomena Pencatutan Nama Ulama Syi’ah.
Selain memalsukan kelompok ahlu sunnah pro konspirasi tak segan-segan melakukan pencatutan nama, modusnya dengan menulis buku seolah-olah dilakukan oleh ulama syi’ah, diantaranya adalah :
1. Nama Ayatullah Ja’far Subhani dicatut seolah-olah penulis buku Qira’atun Rasyidah Fi Kitab Nahjil Balghah yang sebetulnya karya orang sunni bernama Abdurrahman bin Abdullah al Jami’an. Kitab ini sempat diterbitkan dalam bahasa Persia berjudul Nahjul Balaghah Ra dubareh Bekhanim. Terhadap aksi pencatutan ini Ayatullah ja’far subhani melayangkan protes ke Pemerintah Saudi.
2. Syaikh saleh darwisyi sempat menulis buku distorsi palsu tentang Nahjul Balghah yang berjudul Ta’ammulat fi Nahjul al Balghah, dan kitab ini segera diketahui oleh ulama-ulama Syiah dan kemudian diluruskan dalam kitab berjudul Hiwar ma’a as syaik saleh Darwisyi.
3. Kelompok Pro Konspirasi mencatut nama Sayyid musa Musawi cucu Ayatullah Isfahani, yang dinyatakan seolah-olah menulis kitab as syi’ah wa at tashih yang sebetulnya ditulis oleh kelompok ahlu sunnah pro konspirasi. Bahkan mereka juga mengabarkan betapa para ulama-ulama syiah melakukan pertobatan dan masuk ahlu sunnah.
Bahkan Kelompok konspirasi ini bukan hanya melakukan pemalsuan kitab Syi’ah mereka bahkan secara keji memalsukan kitab-kitab mereka sendiri, diantaranya :
1. Memalsukan kitab “Hasyiyah Al Allamah Al Showi Ala Tafsir Al Jalalain”
2. Memalsukan pernyataan Imam Syafi’i dalam kitab Mukhtashar al ‘Uluw:176
3. Memalsukan pernyataan Imama Ahmad bin Hanbal dalam kitab Mukhtashar ar Rawdhah. Dalam kitab yang sama memalsukan pernyataan Imam malik dan Imam Abu Hanifah.
Sampai hari ini mesin-mesin konspirasi terus bekerja, kami memaklumi jika kemudian kalangan ahlu sunnah melazimkan pemalsuan kitab-kitab syi’ah, sedang terhadap imamnya sendiri saja mereka gemar melakukan pemalsuan.
[1] Mossad, Penerbit Grafiti.
[2] Bagi yang berminat silahkan membaca tulisan dalam blog peminat kemeliteran dan inteleijen yang dikelola oleh Muhammad Reza Sistani, Muhammad Ivana Lee, Ar Budi Prasetyo dan Muhammad Alfred Sastranagara.
[3] Makalah Muhammad Ivana Lee yang disampaikan dalam Desk diskusi Wirakartika Ekapaksi, “Seputar Dirty Intelligen Terhadap karya-Karya Khomaini”.
[4] Untuk mengetahui lebih jelas silahkan melihat daftar yang dimiliki IPO (organisasi Penerangan Islam yang sempat melakukan penertiban buku-buku yang dipalsukan tersebut).
WAHABI MENYEBARKAN HADITS PALSU
SKANDAL PENYEBARAN HADITS DHA’IF DANRIWAYAT PALSU DI KALANGAN ULAMA WAHABISELAMA INI AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH SELALU DIPOJOKKANOLEH KAUM WAHABI, KARENA DIANGGAP PENGAMAL HADITS DHA’IF. PADAHAL DIAM-DIAMKAUM WAHABI JUGA MENYEBARKAN RIWAYAT PALSUSELAMA MENDUKUNG AJARAN WAHABI. BERIKUT DIALOGNYA.
SUNNI: “Mengapa Anda selalu membuat fitnah,menebarkan permusuhan dan kebencian dengan mebid’ahkan ajaran kami AhlussunnahWal-Jama’ah yang sudah mengakar sejak masa-masa silam, bahkan sebagian mengakarsejak masa salaf dan ahli hadits? Dan semua ajaran kami memiliki landasan darial-Qur’an dan hadits.”
WAHABI: “Ajaran yang kalian amalkan selalumenggunakan hadits-hadits lemah dan palsu.”
SUNNI: “Ajaran yang mana yang menggunakan haditspalsu dan lemah??? Justru kaum Anda sendiri yang terjebak dalam kesalahan dalammenolak peran hadits dha’if secara total. Salah karena keluar dari manhaj ahlihadits dan salah karena menyalahi ulama Anda sendiri.”
WAHABI: “Lho, kok bisa kami dikatakan keluar darimanhaj ahli hadits dan menyalahi ulama kami sendiri? Bukankah yang berjuangmenolak hadits dha’if itu ulama kami?”
SUNNI: “Lho, itu kan Anda berarti hanya taklid butakepada ustadz-ustadz Anda. Harus Anda ketahui, bahwa yang menolak peran haditsdha’if di kalangan Anda, itu Wahabi beberapa tahun kemarin, pengikut Syaikhal-Albani dari Yordania. Sementara ulama Wahabi sebelum Anda juga banyakmenyebarkan hadits dha’if, sebagaimana yang dilakukan oleh ahli hadits.”
WAHABI: “Lho, maka buktinya bahwa sebelum Syaikhal-Albani, ulama kami yang kalian sebut Wahabi menerima dan menyebarkan haditsdha’if?”
SUNNI: “Anda ini lucu, ngakunya pengagum al-Albani,tapi tidak pernah mengerti kitab-kitab tulisan al-Albani sendiri. Coba Andalihat, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul al-Kalim al-Thayyib, yang isinyamembolehkan tawasul, istighatsah dan jualan jimat. Lalu kitab tersebutdi-ikhtishar oleh al-Albani, menjadi Shahih al-Kalim al-Thayyib, denganmembuang 59 hadits dari total 252, yang dianggap dha’if oleh al-Albani. Ini kancukup membuktikan bahwa Ibnu Taimiyah tidak alergi hadits dha’if. Belum lagiMuhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi al-Qarni, menulis kitab al-Tauhid, sebagianhadits nya juga dha’if sebagaimana diakui oleh kaum Wahabi sendiri. Ini buktibahwa pendiri Wahabi juga tidak alergi hadits dha’if. Kenapa kalian alergihadits dha’if??
Kalian tahu, bahwa ulama kalian, yang sok antihadits dha’if, diam-diam juga menyebarkan akidah palsu dan riwayat dusta??”
WAHABI: “Ah, Anda keterlaluan, menuduh ulama kamisebagai penyebar akidah palsu dan riwayat dusta. Mana buktinya??? Anda janganasal ngomong. Berdosa lho, bohong itu.”
SUNNI: “Di antara riwayat palsu yang disebarluaskanoleh ulama Anda adalah akidah yang dinisbatkan kepada al-Imam al-Syafi’i.Ketika jamaah haji pulang dari Tanah Suci, mereka diberi hadiah kitab AkidahImam Empat, karya al-Khumayyis, terjemahan dari kitab I’tiqad al-Aimmahal-Arba’ah, oleh Ali Mustafa Ya’qub. Di dalamnya ada akidah yang dinisbatkankepada Imam al-Syafi’i, bahwa beliau berkata:
“Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangansaya, shahib-shahib saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan sayaambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain adalah iqrar serayabersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘arsy di langit, dan dekat dengan mahkluk-Nya terserah kehendak Allah, danAllah itu turun ke langit terdekat kapan Allah berkehendak.” (Al-Khumayyis,Akidah Imam Empat, hal. 68.).
Akidah al-Imam al-Syafi’i tersebut telahdisebarluaskan oleh kaum Wahabi dan pendahulu-pendahulu mereka seperti IbnuTaimiyah dalam al-Washiyyah al-Kubra, Ibnu al-Qayyim dalam Ijtima’ al-Juyusyal-Islamiyyah, al-Albani dalam Mukhtashar al-‘Uluw, dan al-Khumayyis dalambukunya Akidah Imam Empat.
WAHABI: “Apa alasan Anda mengatakan akidah tersebutpalsu???”
SUNNI: “Para ulama ahli hadits telah menjelaskanbahwa akidah al-Imam al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Wahabi adalahpalsu. Akidah tersebut diriwayatkan melalui perawi yang bermasalah, yaitu Abual-Hasan al-Hakkari, seorang perawi yang tidak dapat dipercaya dan pemalsuhadits. Al-Dzahabi berkata:
وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: لَمْ يَكُنْ مُوَثَّقًا فِيْ رِوَايَتِهِ.
“Ibnu Asakir berkata: “Al-Hakkari tidak dapatdipercaya dalam riwayatnya.” (Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal.174; Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 19 hal. 68, dan Mizan al-I’tidal,juz 3, hal. 112.)
Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:
وَكَانَ الْغَالِبُ عَلىَ حَدِيْثِهِ الْغَرَائِبَ وَالْمُنْكَرَاتِ وَلَمْيَكُنْ حَدِيْثُهُ يُشْبِهُ حَدِيْثَ أَهْلِ الصِّدْقِ، وَفِيْ حَدِيْثِهِمُتُوْنٌ مَوْضُوْعَةٌ مُرَكَّبَةٌ عَلىَ أَسَانِيْد َصَحِيْحَةٍ، وَرَأَيْتُبِخَطِّ بَعْضِ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ الْحَدِيْثَبِأَصْبِهَانَ، وَقَالَ أَبُوْ نَصْرٍ الْيُوْنَارْتِيُّ: لَمْ يَرْضَهُ الشَّيْخُأَبُوْ بَكْرٍ بْنُ الْخَاضِبَةِ.
“Biasanya haditsnya al-Hakkari adalah hadits-haditsyang aneh dan munkar. Haditsnya tidak menyerupai haditsnya perawi yang jujur.Dalam haditsnya terdapat matan-matan palsu yang disusun pada sanad-sanad yangshahih. Aku melihat tulisan sebagian ahli hadits, bahwa al-Hakkari telahmemalsu hadits di Ashbihan. Abu Nashr al-Yunarti berkata: “Syaikh Abu Bakar binal-Khadhibah tidak ridha terhadap al-Hakkari.” (Ibnu al-Najjar, Dzail TarikhBaghdad, juz 3, hal. 173; dan Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, juz 4, hal. 196.)
Sumber lain yang menjadi perawi akidah al-Imamal-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang jujur tetapilugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat palsu oleh orang-orangyang tidak bertanggung jawab. Al-Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata:
مُحَمَّدُ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْفَتْحِ أَبُوْ طَالِبٍ الْعَشَّارِيُّشَيْخٌ صَدُوْقٌ مَعْرُوْفٌ لَكِنْ اَدْخَلُوْا عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فَحَدَّثَبِهَا بِسَلاَمَةِ بَاطِنٍ مِنْهَا حَدِيْثٌ مَوْضُوْعٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِعَاشُوْرَاءَ وَمِنْهَا عَقِيْدَةٌ لِلشَّافِعِيِّ.
“Muhammad bin Ali bin al-Fath Abu Thalibal-‘Asysyari, seorang guru yang jujur dan dikenal. Akan tetapi orang-orangmemasukkan banyak hal (riwayat-riwayat palsu) kepadanya, lalu iamenceritakannya dengan ketulusan hati, di antaranya hadits palsu tentangkeutamaan malam Asyura, dan di antaranya akidah al-Syafi’i.” (Al-Dzahabi, Mizanal-I’tidal, juz 3, hal. 656 dan Ibnu Hajar, Lizan al-Mizan, juz 5 hal. 301.).
Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu Hajar di atasmenyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya seorang perawi yangjujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak bertanggungjawabmenyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya tanpa ia sadari, laluia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah al-Imamal-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan pendahulu mereka,adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah dan pemalsu hadits ataumelalui perawi jujur dan lugu yang tidak menyadari bahwa riwayatnya telahdisisipi riwayat palsu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”
WAHABI: “Tapi walaupun palsu, akidah tersebutmendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun palsu. Yang pentingcocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain shahih kok.”
SUNNI: “Anda ini lucu, sok anti dan alergi haditsdha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut madzhab ImamAhmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang dinisbatkan kepada ImamAhmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah al-Ishthakhri dan kitab al-Radd‘ala al-Jahamiyyah. Kedua kitab ini disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dandiklaim sebagai karangan Ahmad bin Hanbal. Padahal kitab tersebut bukankarangan Ahmad bin Hanbal, akan tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkankepada Ahmad bin Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:
لاَ كَرِسَالَةِ اْلاِصْطَخْرِيِّ، وَلاَ كَالرَّدِّ عَلىَالْجَهَمِيَّةِ الْمَوْضُوْعِ عَلىَ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ كَانَتَقِيًّا وَرِعًا لاَ يَتَفَوَّهُ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Tidak seperti Risalah-nya al-Ishthakhri, dan tidakseperti al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah yang dipalsukan kepada Abu Abdillah (Ahmadbin Hanbal), karena beliau seorang yang bertakwa, wara’ dan tidak berkataseperti itu.” (Al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, juz 11, hal. 286.)
Pernyataan al-Dzahabi tersebut diperkuat olehSyaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani, yang mengutip pernyataanal-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah al-Ishthakhri dan al-Radd ‘alaal-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.(Ibnu al-Wazir al-Yamani, al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241)Kitab al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh IbnuTaimiyah dalam menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinyaterdiri dari hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.”.
WAHABI: “Anda hanya menyebutkan tiga kitab palsu,yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga kitab. Lagi pula gak papa pakai kitabpalsu, yang penting isinya mendukung perjuangan ajaran Wahabi.”
SUNNI: “Tidak hanya tiga kitab palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Syaikh al-Jumaizi dan Syaikh al-Raddadi, ulamaWahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh al-Sunnah, dan dinisbatkankepada al-Barbahari. Padahal dalam manuskrip yang menjadi satu-satunya sumberterbitnya kitab Sayrh al-Sunnah tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwakitab Syarh al-Sunnah tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalibal-Bahili, yang populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. Halini juga diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika melakukanautentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. Dengan demikian, ketigaulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab karya Ghulam Khalil danmenisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang ulama Hanabilah ekstrem yangberpaham tajsim.”
WAHABI: “Maaf, walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadiitu ulama Wahabi, tapi mereka bukan guru kami. Dalam Wahabi, kami bergurukepada ulama Madinah, Dr. Ali bin Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yangAnda sebut Wahabi di Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, antikitab lemah dan palsu.”
SUNNI: “Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi,juga terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya. Al-Imamal-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan bermadzhabal-Syafi’i. Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh Abu Dzar al-Harawiuntuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. Pada tahun 1411 Hijriah, Salafi-Wahabi diYordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni.Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi Saudi Arabia menerbitkan kitabal-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Alial-Faqihi. Kedua naskah tersebut diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz binKadisy al-‘Ukbarawi dari Abu Thalib al-‘Asysyari.
Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz binKadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta. Al-Hafizh IbnuHajar berkata:
أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ أَقَرَّبِوَضْعِ حَدِيْثٍ وَتَابَ وَأَنَابَ انتهى قَالَ ابْنُ النَّجَّارِ: وَكَانَمُخَلِّطًا كَذَّابًا لاَ يُحْتَجُّ بِمِثْلِهِ وَلِلأَئِمَّةِ فِيْهِ مَقَالٌوَقَالَ أَبُوْ سَعْدٍ ابْنُ السَّمْعَانِيِّ كَانَ ابْنُ نَاصِرٍ سَيِّءَالْقَوْلِ فِيْهِ وَقَالَ ابْنُ اْلأَنْمَاطِيِّ كَانَ مُخَلِّطًا وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَقَالَ لِيْ أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ وَسَمِعَ رَجُلاً قَدْ وَضَعَ فِيْ حَقِّعَلِيٍّ حَدِيْثًا وَوَضَعْتُ أَنَا فِيْ حَقِّ أَبِيْ بَكْرٍ حَدِيْثًا بِاللهِأَلَيْسَ فَعَلْتُ جَيِّدًا. (الحافظ ابن حجر، لسان الميزان).
“Ahmad bin Ubaidillah Abu al-‘Izz bin Kadisy,mengaku memalsu hadits dan bertaubat.
Ibnu al-Najjar berkata: “Ia perawi yangmembingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imammembicarakannya.”
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: “Ibnu Nashirberpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy”.
Ibnu al-Anmathi berkata: “Ia perawi yangmembingungkan”.
Ibnu Asakir berkata: “Abu al-‘Izz bin Kadiysberkata kepadaku, ia mendengar seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaanAli: “Aku juga memalsu hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakahaku tidak berbuat baik”. (Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218).).
Demikian pandangan ulama ahli hadits tentang Abual-‘Izz bin Kadisy. Sedangkan pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz binKadiys telah bertaubat dari memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnyaditerima. Al-Imam al-Nawawi berkata:
تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنَ الْفِسْقِ إِلاَّ الْكَذِبَ فِيأَحَادِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلاَ تُقْبَلُ رِوَايَةُالتَّائِبِ مِنْهُ أَبَدًا وَإِنْ حَسُنَتْ طَرِيْقَتُهُ كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُبْنُ حَنْبَلٍ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيُّ شَيْخُ الْبُخَارِيِّ وَ أَبُوْبَكْرٍ الصَّيْرَفِيُّ الشَّافِعِيُّ. (الحافظ السيوطي، تدريب الراوي).
“Riwayatnya perawi yang bertaubat dari kefasikandapat diterima, kecuali berdusta dalam hadits-hadits Rasulullah , maka riwayatperawi yang bertaubat dari berdusta dalam hadits tersebut tidak dapat diterima,meskipun prilakunya telah baik. Demikian apa yang dikatakan oleh Ahmad binHanbal, Abu Bakar al-Humaidi –guru al-Bukhari-, dan Abu Bakar al-Shairafial-Syafi’i”. (Al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqribal-Nawawi (1/329).
Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yangbermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yahdan al-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karenariwayatnya melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulamamenilai kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.”
WAHABI: “Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkankebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???””
SUNNI: “Ya itu urusan Anda, yang sok anti danalergi hadits dha’if, tapi diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda jugamenyebarkan kitab yang dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi danlain-lain. Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.”
Wassalam
MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Kiriman dari Hamba Allah
Sumber: https://www.facebook.com/notes/idolaku-nabi-muhammad-saw/wahabi-menyebarkan-hadits-palsu/10151449081686082
Seharusnya seluruh tayangan di televisi harus bersifat mendidik serta memberi pencerahan kepada pemirsanya. Selain dua faktor di atas, konten tayangan pun harus bersifat objektif dan jauh dari kesan subjektif dan memojokkan salah satu kelompok/pihak. Terlebih bila itu tayangan yang berbau agama layaknya ‘Khazanah Tran7 dan khususnya Hadist-Hadist Palsu’ yang ditayangkan setiap hari selama bulan Ramadhan 1434 H di RCTI.
Selama ini hampir tak ada masalah dengan tayangan tersebut. Di tengah kekeringan umat akan tayangan agama yang bersifat mendidik dan juga menghibur, “Khazanah Tran7 atau Hadist-Hadist Palsu” datang menyapa umat dan memberikan pencerahan pada umat islam.
Namun menyimak tayangan RCTI bertajuk “Hadist-hadist palsu”, kalau tidak salah ingat pada hari ke-6 puasa kesan mendidik dan memberikan pencerahan terhadap umat menjadi hilang seketika. Alih-alih objektif tayangan “Hadist-Hadist Palsu” dengan judul tersebut justru terkesan melemahkan semangat umat islam dalam beribadah dan beramal shalih.
Hadist-hadist palsu merupakan tayangan dan program RCTI yang katanya mengungkap hadist-hadist lemah dan palsu yang tersebar dan populer di masyarakat, namun betulkah demikian realitasnya ?
Dalam judul program diatas jelas “Hadits-Hadits Palsu” (Maudhu’), tapi kenapa memasukkan di dalam tayangannya tentang hadits dho’if (Lemah). Padahal beda atara Dho’if dan Maudhu’ (lemah dan palsu).
Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dho’if banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.
Hadits Maudhu’: adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik hal itu disengaja maupun tidak.
Kata Dho’if di ambil dari kata dhu’fu atau dha’fu (Lemah) yang merupakan isim sifat dhifa yang berarti lawan dari kata (quwwah)kuat. Secara terminology hadist dhoif yaitu hadist yang tidak memiliki shifat “hasan” dah jauh dari “shahih”. Secara spesifik Hadis Dhaif adalah Setiap hadis yang tidak terhimpun padanya semua syarat hadis sahhih dan tidak pula semua syarat hadis Hassan. (Al-manhal ar-Rawiy (ms/38);Muqadimatu Ibni Ash-Shalah (ms/20); Irsyad Thullab Al-Haqaiq (1/153).
Pendapat Tentang Hadist Dho’if :
1. Syeikh Al-Qasimi : Refrensi dari kitab ’Uyun al-athar dan Fathul Mughis, di dalam kitabnya beliau berkata “Diceritakan oleh Ibnu Sayyid al-Nas didalam kitab ’Uyun al-athar dari Yahya Bin Mu’in dan dinisbahkan pula didalam karya Abi Bakr Ibni Arabi “Secara zahirnya sesungguhnya mazhab al-bukhari, Muslim mengatakan : “Tidak boleh beramal dengan mengunakan hadis Dha’if’’.
2. Syeikh Ali al-Qari : kitab Al-Maraqah jilid 2 ms/381, didalam kitab Al-Maraqah jilid 2 ms/381. Beliau berkata : “Sesungguhnya hadis Dhaif ini “boleh” diamalkan didalam perkara-perkara yang tergolong dalam amalan-amalan tambahan(fadail amal),dan sesungguhnya perkara itu merupakan hasil ijmak ulama yang sebagaimana telah dikatakan oleh Imam nawawi.Namun,yang dimaksudkan itu (fadhail a’mal) disini adalah amalan-amalan yang sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ’’
3. Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: “Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya.”
4. Ibnu Hajar Al Asqalany: ” Membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla’ilul amal dalam 3 syarat, yaitu:
a. Syarat yang pertama : Hadits dhoif itu tidak dilebih-lebihkan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla’ilul amal.
b. Syarat yang kedua : Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan)
c. Syarat yang ketiga : Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.
5. Pendapat Imam An-Nawawi Di-Syarah Arbain : Jumhur Ulama telah sepakat membolehkan mengamalkan Hadits Dhaif Untuk Keutamaan-Keutamaan Amal(fadhailul-A’mal).
Untuk mengkritisi kenapa tayangan “Hadits-Hadits Palsu” RCTI itu tidak obyektif salah satu buktinya adalah ketika narator menjelaskan tentang, “Beramallah untuk duniamu seolah-olah Anda akan hidup selama-lamanya! Dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah Anda akan meninggal dunia esok hari!” itu adalah sebuah maqolah dan bukan hadits.
Padahal salah satu ulama kondang WAHABI membahas tentang hadits dimaksud dengan menyatakan DHO’IF (lemah) bukan MAUDHU’ (palsu), sebagaimana penjelasan albani berikut ini:
” اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا , و اعمل لآخرتك كأنك تموت غدا ” .
قال الألباني في سلسلة الأحاديث الضعيفة ( 1 / 63 ) : لا أصل له مرفوعا . و
إن اشتهر على الألسنة في الأزمنة المتأخرة حتى إن الشيخ عبد الكريم
العامري الغزي لم يورده في كتابه ” الجد الحثيث في بيان ما ليس بحديث ” .
و قد وجدت له أصلا موقوفا , رواه ابن قتيبة في ” غريب الحديث ” ( 1 / 46 / 2 )
حدثني السجستاني حدثنا الأصمعي عن حماد بن سلمة عن عبيد الله بن العيزار عن عبد الله بن عمروأنه قال : فذكره موقوفا عليه إلا أنه قال : ” احرث لدنياك ” إلخ . و عبيد الله بن العيزار لم أجد من ترجمه .
حدثني السجستاني حدثنا الأصمعي عن حماد بن سلمة عن عبيد الله بن العيزار عن عبد الله بن عمروأنه قال : فذكره موقوفا عليه إلا أنه قال : ” احرث لدنياك ” إلخ . و عبيد الله بن العيزار لم أجد من ترجمه .
ثم وقفت عليها في “تاريخ البخاري ” ( 3 / 394 ) و ” الجرح و التعديل ” ( 2 / 2
/ 330 ) بدلالة بعض أفاضل المكيين نقلا عن تعليق للعلامة الشيخ عبد الرحمن
المعلمي اليماني رحمه الله تعالى و فيها يتبين أن الرجل وثقه يحيي بن سعيد القطان و أنه يروي عن الحسن البصري و غيره من التابعين فالإسناد منقطع .
و يؤكده أنني رأيت الحديث في ” زوائد مسند الحارث ” للهيثمي ( ق 130 / 2 ) من طريق أخرى عن ابن العيزار قال : لقيت شيخا بالرمل من الأعراب كبيرا فقلت : لقيت أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ? فقال : نعم , فقلت : من ? فقال : عبد الله بن عمرو بن العاص ….
/ 330 ) بدلالة بعض أفاضل المكيين نقلا عن تعليق للعلامة الشيخ عبد الرحمن
المعلمي اليماني رحمه الله تعالى و فيها يتبين أن الرجل وثقه يحيي بن سعيد القطان و أنه يروي عن الحسن البصري و غيره من التابعين فالإسناد منقطع .
و يؤكده أنني رأيت الحديث في ” زوائد مسند الحارث ” للهيثمي ( ق 130 / 2 ) من طريق أخرى عن ابن العيزار قال : لقيت شيخا بالرمل من الأعراب كبيرا فقلت : لقيت أحدا من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ? فقال : نعم , فقلت : من ? فقال : عبد الله بن عمرو بن العاص ….
ثم رأيت ابن حبان قد أورده في ” ثقات أتباع التابعين ” ( 7 / 148 ) . و
رواه ابن المبارك في ” الزهد ” من طريق آخر فقال ( 218 / 2 ) : أنبأنا محمد
ابن عجلان عبد الله بن عمرو بن العاص قال : فذكره موقوفا , و هذا منقطع و
قد روي مرفوعا , أخرجه البيهقي في سننه ( 3 / 19 ) من طريق أبي صالح حدثنا
الليث عن ابن عجلان عن مولى لعمر بن عبد العزيز عن عبد الله بن عمرو بن
العاص عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال : فذكره في تمام حديث أوله :
” إن هذا الدين متين فأوغل فيه برفق , و لا تبغض إلى نفسك عبادة ربك , فإن
المنبت لا سفرا قطع و لا ظهرا أبقى , فاعمل عمل امريء يظن أن لن يموت أبدا
, و احذر حذر ( امريء ) يخشى أن يموت غدا ” .
و هذا سند ضعيف و له علتان جهالة مولى عمر بن عبد العزيز و ضعف أبي صالح و
هو عبد الله بن صالح كاتب الليث كما تقدم في الحديث ( 6 ) . ثم إن هذا
السياق ليس نصا في أن العمل المذكور فيه هو العمل للدنيا , بل الظاهر منه
أنه يعني العمل للآخرة , و الغرض منه الحض على الاستمرار برفق في العمل
الصالح و عدم الانقطاع عنه , فهو كقوله صلى الله عليه وسلم : ” أحب الأعمال
إلى الله أدومها و إن قل ” متفق عليه والله أعلم .
هذا و النصف الأول من حديث ابن عمرو رواه البزار [ 1 / 57 / 74 ـ كشف
الأستار] من حديث جابر , قال الهيثمي في ” مجمع الزوائد ” ( 1 / 62 ) : و
فيه يحيى بن المتوكل أبو عقيل و هو كذاب . قلت : و من طريقه رواه أبو الشيخ
ابن حيان في كتابه ” الأمثال ” ( رقم 229 ) .
لكن يغني عنه قوله صلى الله عليه وسلم : ” إن هذا الدين يسر , و لن يشاد
هذا الدين أحد إلا غلبه , فسددوا و قاربوا و أبشروا … ” أخرجه البخاري في
صحيحه من حديث أبي هريرة مرفوعا.
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=23897_________________________________________
اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا
“Beramallah untuk duniamu seolah-olah Anda akan hidup selama-lamanya! Dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah Anda akan meninggal dunia esok hari!”
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani berkata dalam kitabnya “Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah” jilid pertama halaman 63-65, hadits nomor 8 :
Riwayat Hadits ini secara marfu’ tidak ada asal-usulnya, walaupun hadits ini sangat terkenal di kalangan kaum muslimin terlebih pada zaman terakhir saat ini, sampai-sampai Syaikh Abdul Karim al-Amiri al-Ghazzi tidak mencantumkan hadits ini dalam kitabnya“al-Jadd al-Hatsits fii Bayaani Maa Laisa Bihadits”.
Saya telah menemukan asal hadits ini secara mauquf. Ibnu Qutaibah meriwayatkan hadits ini dalam kitabnya “Gharibul Hadits” (1/46/2) : “as-Sijistani telah menceritakan sebuah hadits kepadaku, al-Asmu’i telah menceritakan sebuah hadits kepada kami, dari Hammad bin Salamah dari Ubaidillah bin al-‘Iizar dari Abdullah bin ‘Amru, sesungguhnya ia telah berkata : ..(kemudian ia menyebutkan hadits ini secara mauquf sampai kepada Abdullah bin ‘Amru, hanya saja lafadz hadits ini berbunyi, “Tanamlah untuk duniamu…..hingga akhir hadits.)
Adapun Ubaidillah bin al-‘Iizar, maka saya belum mendapatkan biografinya.
Kemudian saya mendapatkan biografinya dalam kitab “Tarikh al-Bukhari” (3/394) dan dalam kitab “al-Jarh wat Ta’dil” (2/330) atas petunjuk beberapa orang ahli ilmu yang tinggal di Mekkah. Mereka menukil komentar al-‘Allamah Syaikh Abdurrahman al-Mu’allimi al-Yamani rahimahullah. Ternyata orang ini (Ubaidillah bin al-‘Iizar) dianggap tsiqah oleh Yahya bin Said al-Qaththan, dan ia meriwayatkan hadits dari al-Hasan al-Bashri dan ulama lainnya dari kalangan tabi’in. Dengan demikian maka sanad hadits ini munqathi’ (terputus).
Hal ini diperkuat lagi ketika saya menemukan hadits ini dalam kitab “Zawaid Musnad al-Harits” karya al-Haitsami (Qaf 130/2) dari jalur sanad yang lain dari Ahmad Ubaidillah Zenh) bin al-‘Iizar, ia berkata, “Saya pernah bertemu dengan seorang syaikh yang sudah tua dari kalangan orang arab badui di suatu tempat yang bernama ar-Raml. Aku bertanya kepadanya, “Apakah Anda pernah bertemu dengan salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ia menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi, “Siapa?” Ia menjawab, “Abdullah bin ‘Amru bin al-Ash…”
Kemudian saya mendapati bahwa Ibnu Hibban telah menyebutkan nama Ubaidillah bin al-‘Iizar dalam kelompok “Tsiqat Atba’ut Tabi’in” (7/148).
Ibnul Mubarak juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab “az-Zuhd” dari jalur sanad yang lain. Beliau (Ibnul Mubarak) berkata (2/218), “Muhammad bin ‘Ajlan telah mengabarkan kepada kami bahwa Abdullah bin ‘Amru bin al-Ash berkata, “….(kemudian beliau menyebutkan hadits ini secara mauquf). Maka sanad hadits ini pun munqathi’ (terputus).
Hadits ini juga diriwayatkan secara marfu. Al-Baihaqi mentakhrij hadits ini dalam kitab “Sunan al-Baihaqi” (3/19) dari jalur sanad Abu Shalih, ia berkata, “al-Laits telah menceritakan suatu hadits kepada kami dari Ibnu ‘Ajlan dari seorang maula (budak yang telah dimerdekakan) Umar bin Abdul Aziz dari Abdullah bin ‘Amru bin al-‘Ash dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa sesungguhnya beliau pernah bersabda, “…” (kemudian dia menyebutkan hadits ini dengan redaksi yang lebih sempurna. Bunyi awal hadits ini :
إن هذا الدين متين فأوغل فيه برفق ، و لا تبغض إلى نفسك عبادة ربك ، فإن
المنبت لا سفرا قطع و لا ظهرا أبقى ، فاعمل عمل امريء يظن أن لن يموت أبدا ،
و احذر حذر ( امريء ) يخشى أن يموت غدا
“Sesungguhnya agama Islam ini adalah agama yang kokoh dan kuat, maka masuklah ke dalamnya dengan kelemahlembutan. Dan janganlah Anda menbenci untuk diri Anda ibadah kepada Allah. Karena sesungguhnya orang yang kekelahan, ia tidak dapat menempuh perjalanan dan tidak pula meninggalkan punggung hewan tunggangannya. Maka beramallah seperti amalnya seseorang yang meyakini bahwa ia tidak akan meninggal dunia untuk selamanya! Dan berhati-hatilah seperti kehati-hatiannya seseorang yang khawatir akan meninggal dunia esok hari.”
Sanad hadits ini juga dha’if (lemah) karena di dalam sanadnya terdapat dua ‘illat (sebab yang dapat melemahkan hadits). (Pertama) kemajhulan maula (budak yang telah dimerdekakan) Umar bin Abdul Aziz dan (ke dua) kelemahan Abu Shalih yang nama lengkapnya adalah Abdullah bin Shalih juru tulis al-Laits.
Kemudian, redaksi hadits di atas tidak menjadi nash yang menunjukkan bahwa amal yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah amal untuk dunia, bahkan sebaliknya, dhahir hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah amal untuk akhirat. Tujuan dari hadits ini adalah anjuran untuk senantiasa konsisten dalam beramal shalih secara bertahap sedikit demi sedikit tanpa terputus. Makna hadits ini sesuai dengan Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Amal yang paling dicintai Allah adalah amalan yang paling konsisten dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus meskipun amal itu sedikit.” Wallahu a’lam.
Bagian pertama dari hadits (Abdullah) Ibnu ‘Amru diriwayatkan oleh al-Bazzar (1/57/74 – Kasyful Astar) dari hadits Jabir. Al-Haitsami berkata dalam kitab “Majma az-Zawa’id” (1/62), “Dalam sanad hadits ini terdapat seorang rawi yang bernama Yahya bin al-Mutawakkil Abu ‘Uqail. Dia adalah seorang pendusta.”
Aku (al-Albani) berkata, “Hadits dengan sanad ini diriwayatkan pula oleh Abu asy-Syaikh dalam kitabnya “al-Amtsal” (nomor 229). Akan tetapi hadits (shahih) berikut ini telah cukup (untuk kita pegang daripada hadits di atas), yaitu sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,
إن هذا الدين يسر ، ولن يشاد هذا الدين أحد إلا غلبه ، فسددوا وقاربوا وأبشروا ….
“Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah. Dan tidaklah seseorang mempersulit agama ini dengan cara memaksakan dirinya untuk melakukan ibadah-ibadah yang tidak sanggup ia lakukan, melainkan agama ini akan mengembalikannya ke jalan kemudahan dan pertengahan. Maka hendaklah kalian beramal secara proporsional (pertengahan) dan berusahalah menyempurnakan amal ibadah secara optimal dan berikanlah kabar gembira…
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dari hadits Abu Hurairah secara marfu’. (terjemahan link diatas).
Maka wajar bila publik beranggapan bahwa ada “sesuatu” yang menunggangi tayangan “Hadits-Hadits Palsu” RCTI, sehingga memberi kesan tendensius, subjektif dan memojokkan salah satu kelompok yang mengamalkan hadits dho’if untuk semangat beribadah dan amal shaleh. Dan “sesuatu itu ialah “Wahabi”.
Mengapa “wahabi”? Publik punya penilaian sendiri. Selama ini dakwah yang dilontarkan oleh para penganut aliran “wahabi”-lah yang sering melemparkan panah-panah beracun terhadap amaliyah yang sedari dahulu telah dijalankan umat islam pada umumnya “Panah-panah” semacam “syirik, kufur, bid’ah, dho’if” bertebaran di situs-situs yang mengusung paham wahabi. Dan panah itu justru tanpa rasa intoleran menacap di ulu hati para pengamal “Fadhoil al-A’mal” dan semisalnya.
Terlepas dari “sesuatu” bernama wahabi di balik tayangan “Hadits-Hadits Palsu”, maka sewajarnya suatu tayangan agama lebih berimbang dalam menyajikan suatu opini. Sehingga tayangan agama tersebut benar-benar memberi pencerahan terhadap umat, dan bukan keresahan serta pendangkalan materi. Gitu aja koq repot! Wallahu a’lam bish-Shawab dan semoga bermanfa’at. Aamiin.
SKANDAL PENYEBARAN HADITS DHA’IF DANRIWAYAT PALSU DI KALANGAN ULAMA WAHABI
SELAMA INI AHLUSSUNNAH WAL-JAMA’AH SELALU DIPOJOKKANOLEH KAUM WAHABI, KARENA DIANGGAP PENGAMAL HADITS DHA’IF. PADAHAL DIAM-DIAMKAUM WAHABI JUGA MENYEBARKAN RIWAYAT PALSUSELAMA MENDUKUNG AJARAN WAHABI. BERIKUT DIALOGNYA.
SUNNI: “Mengapa Anda selalu membuat fitnah,menebarkan permusuhan dan kebencian dengan mebid’ahkan ajaran kami AhlussunnahWal-Jama’ah yang sudah mengakar sejak masa-masa silam, bahkan sebagian mengakarsejak masa salaf dan ahli hadits? Dan semua ajaran kami memiliki landasan darial-Qur’an dan hadits.”
WAHABI: “Ajaran yang kalian amalkan selalumenggunakan hadits-hadits lemah dan palsu.”
SUNNI: “Ajaran yang mana yang menggunakan haditspalsu dan lemah??? Justru kaum Anda sendiri yang terjebak dalam kesalahan dalammenolak peran hadits dha’if secara total. Salah karena keluar dari manhaj ahlihadits dan salah karena menyalahi ulama Anda sendiri.”
WAHABI: “Lho, kok bisa kami dikatakan keluar darimanhaj ahli hadits dan menyalahi ulama kami sendiri? Bukankah yang berjuangmenolak hadits dha’if itu ulama kami?”
SUNNI: “Lho, itu kan Anda berarti hanya taklid butakepada ustadz-ustadz Anda. Harus Anda ketahui, bahwa yang menolak peran haditsdha’if di kalangan Anda, itu Wahabi beberapa tahun kemarin, pengikut Syaikhal-Albani dari Yordania. Sementara ulama Wahabi sebelum Anda juga banyakmenyebarkan hadits dha’if, sebagaimana yang dilakukan oleh ahli hadits.”
WAHABI: “Lho, maka buktinya bahwa sebelum Syaikhal-Albani, ulama kami yang kalian sebut Wahabi menerima dan menyebarkan haditsdha’if?”
SUNNI: “Anda ini lucu, ngakunya pengagum al-Albani,tapi tidak pernah mengerti kitab-kitab tulisan al-Albani sendiri. Coba Andalihat, Ibnu Taimiyah menulis kitab berjudul al-Kalim al-Thayyib, yang isinyamembolehkan tawasul, istighatsah dan jualan jimat. Lalu kitab tersebutdi-ikhtishar oleh al-Albani, menjadi Shahih al-Kalim al-Thayyib, denganmembuang 59 hadits dari total 252, yang dianggap dha’if oleh al-Albani. Ini kancukup membuktikan bahwa Ibnu Taimiyah tidak alergi hadits dha’if. Belum lagiMuhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi al-Qarni, menulis kitab al-Tauhid, sebagianhadits nya juga dha’if sebagaimana diakui oleh kaum Wahabi sendiri. Ini buktibahwa pendiri Wahabi juga tidak alergi hadits dha’if. Kenapa kalian alergihadits dha’if??
Kalian tahu, bahwa ulama kalian, yang sok antihadits dha’if, diam-diam juga menyebarkan akidah palsu dan riwayat dusta??”
WAHABI: “Ah, Anda keterlaluan, menuduh ulama kamisebagai penyebar akidah palsu dan riwayat dusta. Mana buktinya??? Anda janganasal ngomong. Berdosa lho, bohong itu.”
SUNNI: “Di antara riwayat palsu yang disebarluaskanoleh ulama Anda adalah akidah yang dinisbatkan kepada al-Imam al-Syafi’i.Ketika jamaah haji pulang dari Tanah Suci, mereka diberi hadiah kitab AkidahImam Empat, karya al-Khumayyis, terjemahan dari kitab I’tiqad al-Aimmahal-Arba’ah, oleh Ali Mustafa Ya’qub. Di dalamnya ada akidah yang dinisbatkankepada Imam al-Syafi’i, bahwa beliau berkata:
“Berbicara tentang Sunnah yang menjadi pegangansaya, shahib-shahib saya, begitu pula para ahli hadits yang saya lihat dan sayaambil ilmu mereka, seperti Sufyan, Malik, dan lain-lain adalah iqrar serayabersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, serta bersaksi bahwa Allah itu diatas ‘arsy di langit, dan dekat dengan mahkluk-Nya terserah kehendak Allah, danAllah itu turun ke langit terdekat kapan Allah berkehendak.” (Al-Khumayyis,Akidah Imam Empat, hal. 68.).
Akidah al-Imam al-Syafi’i tersebut telahdisebarluaskan oleh kaum Wahabi dan pendahulu-pendahulu mereka seperti IbnuTaimiyah dalam al-Washiyyah al-Kubra, Ibnu al-Qayyim dalam Ijtima’ al-Juyusyal-Islamiyyah, al-Albani dalam Mukhtashar al-‘Uluw, dan al-Khumayyis dalambukunya Akidah Imam Empat.
WAHABI: “Apa alasan Anda mengatakan akidah tersebutpalsu???”
SUNNI: “Para ulama ahli hadits telah menjelaskanbahwa akidah al-Imam al-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Wahabi adalahpalsu. Akidah tersebut diriwayatkan melalui perawi yang bermasalah, yaitu Abual-Hasan al-Hakkari, seorang perawi yang tidak dapat dipercaya dan pemalsuhadits. Al-Dzahabi berkata:
وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ: لَمْ يَكُنْ مُوَثَّقًا فِيْ رِوَايَتِهِ.
“Ibnu
Asakir berkata: “Al-Hakkari tidak dapatdipercaya dalam riwayatnya.”
(Ibnu al-Najjar, Dzail Tarikh Baghdad, juz 3, hal.174; Al-Dzahabi, Siyar
A’lam al-Nubala’, juz 19 hal. 68, dan Mizan al-I’tidal,juz 3, hal.
112.)
Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:
Al-Hafizh Ibnu al-Najjar al-Baghdadi berkata:
وَكَانَ
الْغَالِبُ عَلىَ حَدِيْثِهِ الْغَرَائِبَ وَالْمُنْكَرَاتِ وَلَمْيَكُنْ
حَدِيْثُهُ يُشْبِهُ حَدِيْثَ أَهْلِ الصِّدْقِ، وَفِيْ حَدِيْثِهِمُتُوْنٌ
مَوْضُوْعَةٌ مُرَكَّبَةٌ عَلىَ أَسَانِيْد َصَحِيْحَةٍ،
وَرَأَيْتُبِخَطِّ بَعْضِ أَصْحَابِ الْحَدِيْثِ أَنَّهُ كَانَ يَضَعُ
الْحَدِيْثَبِأَصْبِهَانَ، وَقَالَ أَبُوْ نَصْرٍ الْيُوْنَارْتِيُّ: لَمْ
يَرْضَهُ الشَّيْخُأَبُوْ بَكْرٍ بْنُ الْخَاضِبَةِ.
“Biasanya
haditsnya al-Hakkari adalah hadits-haditsyang aneh dan munkar.
Haditsnya tidak menyerupai haditsnya perawi yang jujur.Dalam haditsnya
terdapat matan-matan palsu yang disusun pada sanad-sanad yangshahih. Aku
melihat tulisan sebagian ahli hadits, bahwa al-Hakkari telahmemalsu
hadits di Ashbihan. Abu Nashr al-Yunarti berkata: “Syaikh Abu Bakar
binal-Khadhibah tidak ridha terhadap al-Hakkari.” (Ibnu al-Najjar, Dzail
TarikhBaghdad, juz 3, hal. 173; dan Ibnu Hajar, Lisan al-Mizan, juz 4,
hal. 196.)
Sumber lain yang menjadi perawi akidah al-Imamal-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang jujur tetapilugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat palsu oleh orang-orangyang tidak bertanggung jawab. Al-Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata:
Sumber lain yang menjadi perawi akidah al-Imamal-Syafi’i adalah Abu Thalib al-‘Asysyari, seorang perawi yang jujur tetapilugu sehingga buku-bukunya mudah disispi riwayat-riwayat palsu oleh orang-orangyang tidak bertanggung jawab. Al-Dzahabi dan Ibnu Hajar berkata:
مُحَمَّدُ بْنِ عَلِيِّ بْنِ الْفَتْحِ أَبُوْ
طَالِبٍ الْعَشَّارِيُّشَيْخٌ صَدُوْقٌ مَعْرُوْفٌ لَكِنْ اَدْخَلُوْا
عَلَيْهِ أَشْيَاءَ فَحَدَّثَبِهَا بِسَلاَمَةِ بَاطِنٍ مِنْهَا حَدِيْثٌ
مَوْضُوْعٌ فِيْ فَضْلِ لَيْلَةِعَاشُوْرَاءَ وَمِنْهَا عَقِيْدَةٌ
لِلشَّافِعِيِّ.
“Muhammad bin Ali bin al-Fath Abu
Thalibal-‘Asysyari, seorang guru yang jujur dan dikenal. Akan tetapi
orang-orangmemasukkan banyak hal (riwayat-riwayat palsu) kepadanya, lalu
iamenceritakannya dengan ketulusan hati, di antaranya hadits palsu
tentangkeutamaan malam Asyura, dan di antaranya akidah al-Syafi’i.”
(Al-Dzahabi, Mizanal-I’tidal, juz 3, hal. 656 dan Ibnu Hajar, Lizan
al-Mizan, juz 5 hal. 301.).
Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu Hajar di atasmenyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya seorang perawi yangjujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak bertanggungjawabmenyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya tanpa ia sadari, laluia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah al-Imamal-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan pendahulu mereka,adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah dan pemalsu hadits ataumelalui perawi jujur dan lugu yang tidak menyadari bahwa riwayatnya telahdisisipi riwayat palsu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”
WAHABI: “Tapi walaupun palsu, akidah tersebutmendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun palsu. Yang pentingcocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain shahih kok.”
SUNNI: “Anda ini lucu, sok anti dan alergi haditsdha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut madzhab ImamAhmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang dinisbatkan kepada ImamAhmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah al-Ishthakhri dan kitab al-Radd‘ala al-Jahamiyyah. Kedua kitab ini disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dandiklaim sebagai karangan Ahmad bin Hanbal. Padahal kitab tersebut bukankarangan Ahmad bin Hanbal, akan tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkankepada Ahmad bin Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:
Pernyataan di al-Dzahabi dan Ibnu Hajar di atasmenyimpulkan bahwa Abu Thalib al-‘Asysyari pada dasarnya seorang perawi yangjujur dan dikenal. Hanya saja orang-orang yang tidak bertanggungjawabmenyisipkan riwayat-riwayat palsu ke dalam buku-bukunya tanpa ia sadari, laluia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain dengan ketulusan hati.
Paparan di atas menyimpulkan bahwa akidah al-Imamal-Syafi’i yang disebarluaskan oleh kaum Salafi-Wahabi dan pendahulu mereka,adalah palsu dan diriwayatkan melalui perawi yang lemah dan pemalsu hadits ataumelalui perawi jujur dan lugu yang tidak menyadari bahwa riwayatnya telahdisisipi riwayat palsu oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.”
WAHABI: “Tapi walaupun palsu, akidah tersebutmendukung perjuangan ajaran Wahabi. Gak papa walaupun palsu. Yang pentingcocok. Lagi pula Cuma itu yang palsu. Yang lain shahih kok.”
SUNNI: “Anda ini lucu, sok anti dan alergi haditsdha’if, tapi riwayat palsu disebarluaskan. Tidak hanya itu riwayat palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Kaum Wahabi yang mengaku pengikut madzhab ImamAhmad bin Hanbal, juga menyebarkan kitab palsu yang dinisbatkan kepada ImamAhmad bin Hanbal, antara lain kitab Risalah al-Ishthakhri dan kitab al-Radd‘ala al-Jahamiyyah. Kedua kitab ini disebarluaskan oleh Salafi-Wahabi dandiklaim sebagai karangan Ahmad bin Hanbal. Padahal kitab tersebut bukankarangan Ahmad bin Hanbal, akan tetapi karang sebagin kaum Mujassimah dan dinisbatkankepada Ahmad bin Hanbal. Al-Hafizh al-Dzahabi berkata:
لاَ كَرِسَالَةِ
اْلاِصْطَخْرِيِّ، وَلاَ كَالرَّدِّ عَلىَالْجَهَمِيَّةِ الْمَوْضُوْعِ
عَلىَ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ، فَإِنَّ الرَّجُلَ كَانَتَقِيًّا وَرِعًا لاَ
يَتَفَوَّهُ بِمِثْلِ ذَلِكَ.
“Tidak seperti Risalah-nya
al-Ishthakhri, dan tidakseperti al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah yang
dipalsukan kepada Abu Abdillah (Ahmadbin Hanbal), karena beliau seorang
yang bertakwa, wara’ dan tidak berkataseperti itu.” (Al-Dzahabi, Siyar
A’lam al-Nubala’, juz 11, hal. 286.)
Pernyataan al-Dzahabi tersebut diperkuat olehSyaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani, yang mengutip pernyataanal-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah al-Ishthakhri dan al-Radd ‘alaal-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.(Ibnu al-Wazir al-Yamani, al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241)Kitab al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh IbnuTaimiyah dalam menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinyaterdiri dari hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.”.
WAHABI: “Anda hanya menyebutkan tiga kitab palsu,yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga kitab. Lagi pula gak papa pakai kitabpalsu, yang penting isinya mendukung perjuangan ajaran Wahabi.”
SUNNI: “Tidak hanya tiga kitab palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Syaikh al-Jumaizi dan Syaikh al-Raddadi, ulamaWahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh al-Sunnah, dan dinisbatkankepada al-Barbahari. Padahal dalam manuskrip yang menjadi satu-satunya sumberterbitnya kitab Sayrh al-Sunnah tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwakitab Syarh al-Sunnah tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalibal-Bahili, yang populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. Halini juga diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika melakukanautentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. Dengan demikian, ketigaulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab karya Ghulam Khalil danmenisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang ulama Hanabilah ekstrem yangberpaham tajsim.”
WAHABI: “Maaf, walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadiitu ulama Wahabi, tapi mereka bukan guru kami. Dalam Wahabi, kami bergurukepada ulama Madinah, Dr. Ali bin Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yangAnda sebut Wahabi di Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, antikitab lemah dan palsu.”
SUNNI: “Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi,juga terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya. Al-Imamal-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan bermadzhabal-Syafi’i. Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh Abu Dzar al-Harawiuntuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. Pada tahun 1411 Hijriah, Salafi-Wahabi diYordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni.Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi Saudi Arabia menerbitkan kitabal-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Alial-Faqihi. Kedua naskah tersebut diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz binKadisy al-‘Ukbarawi dari Abu Thalib al-‘Asysyari.
Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz binKadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta. Al-Hafizh IbnuHajar berkata:
Pernyataan al-Dzahabi tersebut diperkuat olehSyaikh Muhammad bin Ibrahim al-Wazir al-Yamani, yang mengutip pernyataanal-Dzahabi tersebut bahwa kitab Risalah al-Ishthakhri dan al-Radd ‘alaal-Jahamiyyah adalah kitab palsu yang dinisbarkan kepada Imam Ahmad bin Hanbal.(Ibnu al-Wazir al-Yamani, al-‘Awashim wa al-Qawashim, juz 4, hal. 340-241)Kitab al-Radd ‘ala al-Jahamiyyah tersebut merupakan rujukan utama Syaikh IbnuTaimiyah dalam menulis kitabnya Bayan Talbis al-Jahamiyyah, padahal isinyaterdiri dari hadits-hadits palsu, lemah dan munkar.”.
WAHABI: “Anda hanya menyebutkan tiga kitab palsu,yang kami sebarluaskan. Kan hanya tiga kitab. Lagi pula gak papa pakai kitabpalsu, yang penting isinya mendukung perjuangan ajaran Wahabi.”
SUNNI: “Tidak hanya tiga kitab palsu yangdisebarkan oleh ulama Anda. Syaikh al-Jumaizi dan Syaikh al-Raddadi, ulamaWahabi dari Saudi juga menyebarkan kitab Syarh al-Sunnah, dan dinisbatkankepada al-Barbahari. Padahal dalam manuskrip yang menjadi satu-satunya sumberterbitnya kitab Sayrh al-Sunnah tersebut, pada bagian awal disebutkan bahwakitab Syarh al-Sunnah tersebut adalah karya Ahmad bin Muhammad bin Ghalibal-Bahili, yang populer dengan julukan Ghulam Khalil, wafat tahun 275 H. Halini juga diakui oleh ketiga ulama Salafi-Wahabi tersebut ketika melakukanautentisifikasi kitab tersebut kepada al-Barbahari. Dengan demikian, ketigaulama Salafi-Wahabi tersebut sengaja menerbitkan kitab karya Ghulam Khalil danmenisbatkannya kepada al-Barbahari, salah seorang ulama Hanabilah ekstrem yangberpaham tajsim.”
WAHABI: “Maaf, walaupun al-Jumaizi dan al-Raddadiitu ulama Wahabi, tapi mereka bukan guru kami. Dalam Wahabi, kami bergurukepada ulama Madinah, Dr. Ali bin Nashir al-Faqihi, pakar hadits kaum kami yangAnda sebut Wahabi di Universitas Islam Madinah. Kalau beliau dijamin OK, antikitab lemah dan palsu.”
SUNNI: “Guru Anda, Dr Ali bin Nashir al-Faqihi,juga terlibat skandal yang sama, penyebar kitab tidak jelas sanadnya. Al-Imamal-Daraquthni termasuk salah satu ulama ahli hadits terkemuka dan bermadzhabal-Syafi’i. Al-Daraquthni adalah yang mengarahkan al-Hafizh Abu Dzar al-Harawiuntuk mengikuti madzhab al-Asy’ari. Pada tahun 1411 Hijriah, Salafi-Wahabi diYordania menerbitkan kitab al-Ru’yah yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni.Beberapa tahun sebelumnya Salafi-Wahabi Saudi Arabia menerbitkan kitabal-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni dan di-tahqiq oleh Alial-Faqihi. Kedua naskah tersebut diriwayatkan melalui jalur Abu al-‘Izz binKadisy al-‘Ukbarawi dari Abu Thalib al-‘Asysyari.
Para ulama ahli hadits menilai Abu al-‘Izz binKadisy termasuk perawi yang tidak dapat dipercaya dan pendusta. Al-Hafizh IbnuHajar berkata:
أَحْمَدُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ أَبُو
الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ أَقَرَّبِوَضْعِ حَدِيْثٍ وَتَابَ وَأَنَابَ انتهى
قَالَ ابْنُ النَّجَّارِ: وَكَانَمُخَلِّطًا كَذَّابًا لاَ يُحْتَجُّ
بِمِثْلِهِ وَلِلأَئِمَّةِ فِيْهِ مَقَالٌوَقَالَ أَبُوْ سَعْدٍ ابْنُ
السَّمْعَانِيِّ كَانَ ابْنُ نَاصِرٍ سَيِّءَالْقَوْلِ فِيْهِ وَقَالَ
ابْنُ اْلأَنْمَاطِيِّ كَانَ مُخَلِّطًا وَقَالَ ابْنُ عَسَاكِرَقَالَ لِيْ
أَبُو الْعِزِّ بْنُ كَادِشٍ وَسَمِعَ رَجُلاً قَدْ وَضَعَ فِيْ
حَقِّعَلِيٍّ حَدِيْثًا وَوَضَعْتُ أَنَا فِيْ حَقِّ أَبِيْ بَكْرٍ
حَدِيْثًا بِاللهِأَلَيْسَ فَعَلْتُ جَيِّدًا. (الحافظ ابن حجر، لسان
الميزان).
“Ahmad bin Ubaidillah Abu al-‘Izz bin Kadisy,mengaku memalsu hadits dan bertaubat.
Ibnu al-Najjar berkata: “Ia perawi yangmembingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imammembicarakannya.”
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: “Ibnu Nashirberpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy”.
Ibnu al-Anmathi berkata: “Ia perawi yangmembingungkan”.
Ibnu Asakir berkata: “Abu al-‘Izz bin Kadiysberkata kepadaku, ia mendengar seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaanAli: “Aku juga memalsu hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakahaku tidak berbuat baik”. (Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218).).
Demikian pandangan ulama ahli hadits tentang Abual-‘Izz bin Kadisy. Sedangkan pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz binKadiys telah bertaubat dari memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnyaditerima. Al-Imam al-Nawawi berkata:
Ibnu al-Najjar berkata: “Ia perawi yangmembingungkan, pendusta, tidak dapat dijadikan hujjah, dan para imammembicarakannya.”
Abu Sa’ad bin al-Sam’ani berkata: “Ibnu Nashirberpendapat buruk tentang Ibnu Kadisy”.
Ibnu al-Anmathi berkata: “Ia perawi yangmembingungkan”.
Ibnu Asakir berkata: “Abu al-‘Izz bin Kadiysberkata kepadaku, ia mendengar seseorang yang memalsu hadits tentang keutamaanAli: “Aku juga memalsu hadits tentang keutamaan Abu Bakar. Demi Allah, apakahaku tidak berbuat baik”. (Al-Hafizh Ibn Hajar, Lisan al-Mizan (1/218).).
Demikian pandangan ulama ahli hadits tentang Abual-‘Izz bin Kadisy. Sedangkan pernyataan al-Dzahabi bahwa Abu al-‘Izz binKadiys telah bertaubat dari memalsu hadits, tidak menjadikan riwayatnyaditerima. Al-Imam al-Nawawi berkata:
تُقْبَلُ رِوَايَةُ التَّائِبِ مِنَ الْفِسْقِ إِلاَّ
الْكَذِبَ فِيأَحَادِيْثِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَلاَ
تُقْبَلُ رِوَايَةُالتَّائِبِ مِنْهُ أَبَدًا وَإِنْ حَسُنَتْ طَرِيْقَتُهُ
كَذَا قَالَهُ أَحْمَدُبْنُ حَنْبَلٍ وَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيُّ
شَيْخُ الْبُخَارِيِّ وَ أَبُوْبَكْرٍ الصَّيْرَفِيُّ الشَّافِعِيُّ.
(الحافظ السيوطي، تدريب الراوي).
“Riwayatnya perawi yang bertaubat
dari kefasikandapat diterima, kecuali berdusta dalam hadits-hadits
Rasulullah , maka riwayatperawi yang bertaubat dari berdusta dalam
hadits tersebut tidak dapat diterima,meskipun prilakunya telah baik.
Demikian apa yang dikatakan oleh Ahmad binHanbal, Abu Bakar al-Humaidi
–guru al-Bukhari-, dan Abu Bakar al-Shairafial-Syafi’i”. (Al-Hafizh
Jalaluddin al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi Syarh Taqribal-Nawawi (1/329).
Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yangbermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yahdan al-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karenariwayatnya melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulamamenilai kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.”
WAHABI: “Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkankebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???””
SUNNI: “Ya itu urusan Anda, yang sok anti danalergi hadits dha’if, tapi diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda jugamenyebarkan kitab yang dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi danlain-lain. Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.”
Wassalam
MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Sementara Abu Thalib al-‘Asysyari juga perawi yangbermasalah, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya.
Paparan di atas menyimpulkan, bahwa kitab al-Ru’yahdan al-Shifat, yang dinisbatkan kepada al-Daraquthni sangat meragukan, karenariwayatnya melalui perawi yang memalsu hadits. Karena itu sebagian ulamamenilai kitab tersebut palsu, bukan karya al-Daraquthni sendiri.”
WAHABI: “Ya bagaimana lagi, untuk memperjuangkankebenaran apa tidak boleh dengan menyebarkan riwayat palsu???””
SUNNI: “Ya itu urusan Anda, yang sok anti danalergi hadits dha’if, tapi diam-diam menyebarkan kitab palsu. Ulama Anda jugamenyebarkan kitab yang dipalsu kepada al-Imam al-Juwaini, al-Imam al-Nawawi danlain-lain. Itulah bukti bahwa ajaran Anda memang rapuh dan tidak kuat.”
Wassalam
MUHAMMAD IDRUS RAMLI
Kiriman dari Hamba Allah
1. Oleh: KH. Ibnu Mas'ud, Anggota Laskar Tim Sarkub.
2. Oleh Bukhori Supriyadi Yadi Buletin
3. Oleh Idolaku Nabi Muhamma
4. http://www.sarkub.com/2013/misi-wahabi-dibalik-tayangan-hadits-hadits-palsu-di-rcti/
Post a Comment
mohon gunakan email