Oleh: Ustadz Ahmad Samanhudi – Ustadz Imam Mustofa Mukhtar
Kaum Salafi & Wahabi dalam Memahami DALIL LARANGAN ZIARAH KUBUR RASULULLAH SAW.
Ada satu lagi
dalil khusus
dari ulama salaf yang juga sering digunakan oleh kaum Salafi &
Wahabi, yaitu perkataan Imam Malik bin Anas (perintis Mazhab Maliki)
tentang
ziarah ke kuburan Rasulullah Saw. Bahkan
Ibnu Taimiyah
di dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah juz 27 hal. 111-112 sangat
mengandalkan ungkapan Imam Malik ini. Ibnu Taimiyah berkata:
بل
قد كره مالك وغيره أن يقال: زرت قبر النبي صلى الله عليه وسلم، ومالك أعلم
الناس بهذا الباب، فإن أهل المدينة أعلم أهل الأمصار بذلك، ومالك إمام أهل
المدينة. فلو كان في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: فيها لفظ
«زيارة قبره» لم يخف ذلك على علماء أهل مدينته وجيران قبره ـ بأبي هو وأمي.
“…
bahkan Imam Malik dan yang lainnya membenci kata-kata, ‘Aku menziarahi
kubur Nabi Saw.’ sedang Imam Malik adalah orang paling alim dalam bab
ini, dan penduduk Madinah adalah paling alimnya wilayah dalam bab ini,
dan Imam Malik adalah imamnya penduduk Madinah. Seandainya terdapat
sunnah dalam hal ini dari
Rasulullah Saw yang di
dalamnya terdapat lafaz ‘menziarahi kubur-nya’, niscaya tidak akan
tersembunyi (tidak diketahui) hal itu oleh para ulama ahli Madinah dan
penduduk sekitar makam beliau – demi bapak dan ibuku .”
Kaum Salafi & Wahabi, bahkan imam mereka yaitu
Ibnu Taimiyah
tampaknya salah paham terhadap ungkapan Imam Malik tersebut. Imam Malik
adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah Saw., sampai-sampai ia
enggan naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh
Rasulullah Saw dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan, “Aku malu kepada Allah ta’ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah Saw. dengan kaki hewan (kendaraan-red)” (lihat
Syarh Fath al-Qadir, Muhammad bin Abdul Wahid As-Saywasi, wafat 681 H, Darul Fikr, Beirut, juz 3, hal. 180).
Bagaimana mungkin sikap yang sungguh luar biasa itu dalam memuliakan
jasad Rasulullah Saw seperti menganggap seolah beliau masih hidup,
membuatnya benci kepada orang yang ingin menziarahi
makam Rasulullah Saw? Sungguh ini adalah sebuah pemahaman yang keliru.
Imam
Ibnu Hajar al-Asqallani, di dalam kitab Fathul-Bari juz 3 hal. 66,
menjelaskan, bahwa Imam Malik membenci ucapan “aku menziarahi kubur Nabi
saw.” adalah karena semata-mata dari sisi adab, bukan karena membenci
amalan ziarah kuburnya. Hal tersebut dijelaskan oleh para muhaqqiq
(ulama khusus) mazhabnya. Dan ziarah kubur Rasulullah Saw. adalah
termasuk amalan yang paling afdhal dan pensyari’atannya jelas, dan hal
itu merupkan ijma’ para ulama.
Artinya, kita bisa berkesimpulan, setelah mengetahui betapa Imam
Malik memperlakukan jasad Rasulullah Saw. yang dikubur di Madinah itu
dengan akhlak yang luar biasa, seolah seperti menganggap beliau masih
hidup, maka ia pun lebih suka ungkapan “aku menziarahi Rasulullah Saw.”
dari pada ungkapan “aku menziarahi kubur Rasulullah Saw.” berhubung
banyak hadis mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw di dalam kuburnya dapat
mengetahui, melihat, dan mendengar siapa saja yang menziarahinya dan
mengucapkan salam dan shalawat kepadanya. Sepertinya Imam Malik tidak
suka
Rasulullah Saw yang telah wafat itu diperlakukan seperti orang mati pada umumnya, dan asumsi ini dibenarkan oleh dalil-dalil yang sah.
Bila
alasan pelarangan ziarah kubur Rasulullah Saw. itu kemudian dikaitkan
dengan larangan mengupayakan perjalanan (syaddur-rihal) kecuali kepada
tiga masjid (Masjidil-Haram,
Masjid Nabawi, & Masjidil-Aqsha) yang terdapat di dalam hadis Rasulullah Saw.,
maka makin terlihatlah kejanggalannya. Karena dengan begitu, segala
bentuk perjalanan (termasuk silaturrahmi kepada orang tua atau famili,
menuntut ilmu, menunaikan tugas atau pekerjaan, berdagang, dan
lain-lain) otomatis termasuk ke dalam perkara yang dilarang, kecuali
perjalanan hanya kepada ke
tiga masjid tersebut.
Di
sinilah para ulama meluruskan pengertiannya, bahwa pada hadis tersebut
terdapat ‘illat (benang merah) yang membuatnya tidak mencakup
keseluruhan bentuk perjalanan, yaitu adanya kata “
masjid“.
Sehingga dengan begitu, yang dilarang adalah mengupayakan dengan
sungguh-sungguh untuk melakukakan perjalanan kepada suatu masjid selain
dari
tiga masjid yang utama tersebut, karena nilai ibadah di selain
tiga masjid itu sama saja atau tidak ada keistimewaannya.