Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Makam. Show all posts
Showing posts with label Makam. Show all posts

Salafi Wahabi & Dalil Larangan Ziarah Kubur Rasulullah Saw

Oleh: Ustadz Ahmad Samanhudi – Ustadz Imam Mustofa Mukhtar

Kaum Salafi & Wahabi dalam Memahami DALIL LARANGAN ZIARAH KUBUR RASULULLAH SAW.

Ada satu lagi dalil khusus dari ulama salaf yang juga sering digunakan oleh kaum Salafi & Wahabi, yaitu perkataan Imam Malik bin Anas (perintis Mazhab Maliki) tentang ziarah ke kuburan Rasulullah Saw. Bahkan Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah juz 27 hal. 111-112 sangat mengandalkan ungkapan Imam Malik ini. Ibnu Taimiyah berkata:

بل قد كره مالك وغيره أن يقال: زرت قبر النبي صلى الله عليه وسلم، ومالك أعلم الناس بهذا الباب، فإن أهل المدينة أعلم أهل الأمصار بذلك، ومالك إمام أهل المدينة. فلو كان في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: فيها لفظ «زيارة قبره» لم يخف ذلك على علماء أهل مدينته وجيران قبره ـ بأبي هو وأمي.

“… bahkan Imam Malik dan yang lainnya membenci kata-kata, ‘Aku menziarahi kubur Nabi Saw.’ sedang Imam Malik adalah orang paling alim dalam bab ini, dan penduduk Madinah adalah paling alimnya wilayah dalam bab ini, dan Imam Malik adalah imamnya penduduk Madinah. Seandainya terdapat sunnah dalam hal ini dari Rasulullah Saw yang di dalamnya terdapat lafaz ‘menziarahi kubur-nya’, niscaya tidak akan tersembunyi (tidak diketahui) hal itu oleh para ulama ahli Madinah dan penduduk sekitar makam beliau – demi bapak dan ibuku .”

Kaum Salafi & Wahabi, bahkan imam mereka yaitu Ibnu Taimiyah tampaknya salah paham terhadap ungkapan Imam Malik tersebut. Imam Malik adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah Saw., sampai-sampai ia enggan naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh Rasulullah Saw dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan, “Aku malu kepada Allah ta’ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah Saw. dengan kaki hewan (kendaraan-red)” (lihat Syarh Fath al-Qadir, Muhammad bin Abdul Wahid As-Saywasi, wafat 681 H, Darul Fikr, Beirut, juz 3, hal. 180).

Bagaimana mungkin sikap yang sungguh luar biasa itu dalam memuliakan jasad Rasulullah Saw seperti menganggap seolah beliau masih hidup, membuatnya benci kepada orang yang ingin menziarahi makam Rasulullah Saw? Sungguh ini adalah sebuah pemahaman yang keliru.

Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, di dalam kitab Fathul-Bari juz 3 hal. 66, menjelaskan, bahwa Imam Malik membenci ucapan “aku menziarahi kubur Nabi saw.” adalah karena semata-mata dari sisi adab, bukan karena membenci amalan ziarah kuburnya. Hal tersebut dijelaskan oleh para muhaqqiq (ulama khusus) mazhabnya. Dan ziarah kubur Rasulullah Saw. adalah termasuk amalan yang paling afdhal dan pensyari’atannya jelas, dan hal itu merupkan ijma’ para ulama.


Artinya, kita bisa berkesimpulan, setelah mengetahui betapa Imam Malik memperlakukan jasad Rasulullah Saw. yang dikubur di Madinah itu dengan akhlak yang luar biasa, seolah seperti menganggap beliau masih hidup, maka ia pun lebih suka ungkapan “aku menziarahi Rasulullah Saw.” dari pada ungkapan “aku menziarahi kubur Rasulullah Saw.” berhubung banyak hadis mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw di dalam kuburnya dapat mengetahui, melihat, dan mendengar siapa saja yang menziarahinya dan mengucapkan salam dan shalawat kepadanya. Sepertinya Imam Malik tidak suka Rasulullah Saw yang telah wafat itu diperlakukan seperti orang mati pada umumnya, dan asumsi ini dibenarkan oleh dalil-dalil yang sah.

Bila alasan pelarangan ziarah kubur Rasulullah Saw. itu kemudian dikaitkan dengan larangan mengupayakan perjalanan (syaddur-rihal) kecuali kepada tiga masjid (Masjidil-Haram, Masjid Nabawi, & Masjidil-Aqsha) yang terdapat di dalam hadis Rasulullah Saw., maka makin terlihatlah kejanggalannya. Karena dengan begitu, segala bentuk perjalanan (termasuk silaturrahmi kepada orang tua atau famili, menuntut ilmu, menunaikan tugas atau pekerjaan, berdagang, dan lain-lain) otomatis termasuk ke dalam perkara yang dilarang, kecuali perjalanan hanya kepada ke tiga masjid tersebut.

Di sinilah para ulama meluruskan pengertiannya, bahwa pada hadis tersebut terdapat ‘illat (benang merah) yang membuatnya tidak mencakup keseluruhan bentuk perjalanan, yaitu adanya kata “masjid“. Sehingga dengan begitu, yang dilarang adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk melakukakan perjalanan kepada suatu masjid selain dari tiga masjid yang utama tersebut, karena nilai ibadah di selain tiga masjid itu sama saja atau tidak ada keistimewaannya.

Jejak Islam di Sulawesi Selatan; Menemukan Jejak Syekh Jamaluddin al Husaini

Makam Sayyid Jamaluddin Al Akbar Al Husaini di Wajo. Sayang, makam ini kini tak terawat sama sekali, padahal beliau adalah salah satu penyebar Islam yang paling awal di Sulawesi Selatan

Oleh: Mubarak Idrus*

Sejarah masuknya Islam di Sulawesi Selatan hampir pasti selalu dikaitkan dengan datangnya tiga ulama dari Minangkabau; Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro dan Datuk ri Patimang. Ini dapat dimaklumi karena titik pijaknya adalah ketika Islam secara resmi diakui sebagai agama negara oleh kerajaan Gowa. Kalau ini dijadikan dasar pijakan, maka Islam datang ke Sulawesi Selatan pada tahun 1605 setelah kedatangan tiga orang ulama tersebut.

Tetapi kalau titik pijaknya adalah kedatangan para sayyid atau cucu turunan dari nabi maka jejak-jejak keislaman di Sulawesi Selatan sudah ada jauh sebelum itu yaitu pada tahun 1320 dengan kedatangan sayyid pertama di Sulawesi Selatan yakni Sayyid Jamaluddin al-Akbar Al-Husaini.


Siapa Jamaluddin al-Akbar al-Husaini? Dia adalah cucu turunan nabi atau ahl al-bayt yang pertama kali datang ke Sulawesi Selatan. Dia juga merupakan kakek kandung dari empat ulama penyebar Islam di Jawa yang lebih dikenal dengan wali songo yaitu Sayyid Maulana Malik Ibrahim, Sayyid Ainul Yaqin atau Sunan Giri, Sayyid Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel dan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Padahal memelihara peninggalan para 'auliya Allah sama dengan meninggikan ayat-ayat Allah

Seperti dijelaskan oleh salah seorang ulama yang tergabung dalam Rabithatul Ulama (RU), cikal bakal NU di Sulawesi Selatan, KH. S. Jamaluddin Assagaf dalam bukunya, Kafaah dalam Perkawinan dan Dimensi Masyarakat Sulsel bahwa Jamaluddin al-Akbar al-Husaini datang dari Aceh atas undangan raja Majapahit, Prabu Wijaya. Setelah menghadap Prabu Wijaya, ia beserta rombongannya sebanyak 15 orang kemudian melanjutkan perjalanannya ke Sulawesi Selatan, tepatnya di Tosora kabupaten Wajo melalui pantai Bojo Nepo kabupaten Barru. Kedatangan Jamaluddin al-Husaini di Tosora Wajo diperkirakan terjadi pada tahun 1320. Tahun ini kemudian dianggap sebagai awal kedatangan Islam di Sulawesi Selatan.

Kiai Jamaluddin lalu mengutip keterangan dari kitab Hadiqat al-Azhar yang ditulis Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fattany, mufti kerajaan Fathani (Malaysia) bahwa dari isi daftar yang diperoleh dari Sayyid Abd. Rahman al-Qadri, Sultan Pontianak dinyatakan bahwa raja di negeri Bugis yang pertama-tama masuk Islam bernama La Maddusila, raja ke 40 yang memerintah pada tahun 800 H/1337 M. Sayangnya tidak dijelaskan di daerah Bugis mana dia memerintah dan siapa yang mengislamkan. Namun penulis kitab tersebut menduga bahwa tidaklah mustahil bila yang mengislamkan raja yang dimaksud adalah Sayyid Jamaluddin al-Husaini. Mengingat kedatangan ulama tersebut di daerah Bugis persis dengan masa pemerintahan raja itu. (KH. S. Jamaluddin Assagaf, tt: 26).

Keterangan serupa juga diberikan oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bahwa sebelum para wali songo yang dipimpin oleh Sunan Ampel menduduki Majapahit, Sayyid Jamaluddin al-Husaini yang mula-mula tinggal di daerah Cepu Bojonegoro telah lebih dulu masuk ke ibukota Majapahit dan kemudian mendapat tanah perdikan. Dengan kemampuan yang tinggi dalam mengorganisasikan pertanian, Jamaluddin al-Husaini berhasil menolong banyak orang Majapahit yang akhirnya masuk Islam. Dari situ ia naik ke gunung Kawi. Kemudian melanjutkan perjalanannya ke Sengkang, ibukota kabupaten Wajo saat ini (Abdurrahman Wahid, 1998: 161).

Lalu mengapa nama Jamaluddin al-Husaini tak pernah ditemukan jejaknya dalam sejarah. Padahal perannya cukup penting dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan. Bahkan sebelum para wali songo menyebarkan Islam di Jawa, Jamaluddin al-Husaini telah memulainya dan konon wali songo sempat berguru kepadanya. Nah, ketika Datuk ri Bandang hendak memenuhi undangan raja Gowa untuk menyebarkan Islam di kerajaannya, terlebih dahulu meminta pertimbangan gurunya Sayyid Ainul Yaqin atau Sunan Giri. Sang guru tentu saja gembira mengingat agama Islam telah di bawa lebih dahulu oleh kakeknya, Sayyid Jamaluddin al-Husaini pada tahun 1320 M di daerah Bugis Sulawesi Selatan (KH. Jamaluddin, op. cit: 31).

Boleh jadi karena Jamaluddin al-Husaini tidak pernah bersentuhan langsung dengan kerajaan Gowa-Tallo yang diketahui merupakan salah satu kerajaan yang terbesar saat itu di Sulawesi Selatan sehingga proses islamisasi di Sulawesi Selatan tidak dikaitkan dengan dirinya. Yang jelas, sejarah Islamisasi di Sulawesi Selatan sesungguhnya tidaklah tunggal.

Yang menarik kemudian, dalam beberapa versi “resmi” tentang masuknya Islam di kerajaan Gowa-Tallo disebutkan bahwa sebelum Datuk ri Bandang tiba di Tallo, raja Tallo Sultan Abdullah diberitakan telah memeluk Islam dan yang mengislamkan adalah nabi sendiri. Konon nabi menampakkan dirinya dan menemui Sultan Abdullah. Nabi lalu menuliskan kalimat syahadatain lalu meminta kepada sang raja untuk memperlihatkan kepada tamunya yang datang dari jauh. Setelah tamunya datang ke Tallo, Sultan pun menemui tamu itu yang tak lain adalah Datuk ri Bandang. Dia lalu memperlihatkan tulisan yang ada di tangannya kepada tamunya. Tamu itu pun heran. Ternyata, Islam sudah ada di sini sebelum kami datang, kata sang tamu. Lalu raja mengisahkan hal ihwal pertemuannya dengan nabi. Karena itu, ada ungkapan yang berbunyi mangkasaraki nabbiya. Ungkapan tersebut menyatakan bahwa nabi telah menampakkan dirinya di Makassar. Dan asal-usul dinamakannya daerah ini dengan Makassar besar kemungkinan dari ungkapan tersebut. Sayangnya oleh beberapa sejarawan seperti J. Noorduyn yang menulis tentang Islamisasi di Makassar, cerita ini dianggap dongeng dan harus berhati-hati mengutipnya (Noorduyn, 1972: 31).

Ini kemudian menjadi menarik karena bukan sekedar perbedaan pendapat mengenai sejarah islamisasi di Nusantara atau Sulawesi secara khusus. Tapi bagaimana akar polarisasi keberagamaan sampai pada nalar agama, itu bisa dilacak dari proses islamisasi itu. Misalnya, ada perbedaan model dakwah yang dikembangkan oleh Jamaluddin al-Husaini dengan Datuk ri Bandang dkk. Ketika tiba di Tosora Wajo, dia dan para pengikutnya justru tidak mendakwahkan Islam. Sayyid Jamaluddin justru mengadakan pencak silat secara tertutup dengan para pengikutnya. Masyarakat sekitar pun ingin mengetahui pertemuan apa gerangan yang diadakan tiap sore itu. Akhirnya tersiarlah kabar bahwa yang dilakukan tamu-tamu itu adalah permainan langka yang dalam bahasa Bugis berarti suatu permainan gerakan yang bisa menjadi pembelaan diri bila mendapatkan serangan musuh. Karena yang memainkan permainan langka itu orang Arab (keturunan Arab) sehingga masyarakat setempat menamainya dengan langka arab.

Masyarakat pun kemudian memohon menjadi anggota agar dapat ikut dalam permainan langka itu. Karena permainan latihan berlanjut hingga malam hari, selepas magrib, Sayyid Jamaluddin dan rombongannya shalat. Masyarakat setempat yang ikut latihan juga turun shalat meskipun sekedar sebagai latihan. Meskipun pada akhirnya peserta latihan itu banyak yang mengucapkan syahadatain.

Masjid yang sedianya dibangun di areal pemakaman, namun terbengkalai

Belakangan, arena latihan yang bernama langka arab menjadi langkara. Kata ini yang kemudian menjadi langgara, lalu berubah menjadi mushallah dan masjid. (KH. Jamaluddin, op. cit: 28). Berbeda dengan Datuk ri Bandang dkk, ketika datang ke Makassar, sistem dakwah yang dikembangkan selain mengajarkan syahadatain mereka langsung mengajarkan sembahyang lima waktu, puasa ramadhan dan melarang perbuatan dosa besar seperti zina, menyembah berhala, membunuh, mencuri dan minum khamar. Dua tahun setelah kedatangan Datuk ri Bandang dkk diadakanlah shalat jum’at di masjid kerajaan Tallo setelah diumumkannya oleh raja Gowa bahwa agama Islam adalah agama resmi yang dianut kerajaan. (Ibid: 35).

Islam yang dikembangkan oleh Datuk ri Bandang dkk inilah yang di kemudian hari lekat dengan negara. Dan memang dalam sejarah mainstream, hampir semua penyebar atau pendakwah Islam dekat dengan kerajaan.
Wali songo pun sangat akrab dengan kerajaan. Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro dan Datuk ri Patimang adalah orang-orang yang akrab dengan kerajaan. Karena itu, dapat dimaklumi kalau nalar keislaman yang dikembangkan oleh para pengikutnya adalah nalar-nalar negara. Jadi agama ya sekaligus negara. Dan nalar keislaman yang dikembangkan ini yang nantinya melahirkan nalar atau praktik keagamaan yang formalistik dan “tidak ramah” pada budaya setempat. Bahkan hancurnya beberapa aliran tarekat diduga karena dibabat habis oleh tokoh agama yang mengembangkan nalar formalistik yang berkolaborasi dengan kekuasaan.

Lain halnya dengan yang dikembangkan oleh Sayyid Jamaluddin al-Husaini atau yang seperti beliau. Hampir semua penganjur Islam model terakhir ini menjaga jarak dengan kekuasaan. Mereka pun tidak mendapat ruang dalam sejarah. Mereka adalah orang-orang yang sesat. Lihat saja bagaimana Hamzah Fansuri yang dianggap sesat oleh Ar-Raniri karena dianggap menyebarkan paham wihdatul wujud. Hak serupa dialami Siti Jenar, Syekh Mutamakkin dsb. Mereka adalah orang yang dianggap sesat oleh ulama-ulama kerajaan saat itu. Begitu pun di Sulawesi. Sebutlah misalnya Latola seorang wali di Desa Samaenre Pinrang, kecamatan Mattiro Sompe, yang bergelar Ipua Walie Pallipa Putewe Matinroe Massiku’na (Tuan Wali yang Bersarung Putih Dan Yang Tidur dengan berbaring pada sikutnya), oleh orang-orang luar dianggap sebagai biang keladi kemusyrikan dan bid’ah di desa tersebut. Padahal dia penganjur Islam yang justru dianggap wali oleh penduduk setempat. Atau Sayyid Jamaluddin al-Husaini yang sama sekali tidak dikenal dalam sejarah sebagai penganjur Islam. Padahal, perannya sangat vital karena tokoh ini adalah penyebar Islam generasi pertama. Tidak hanya di Sulawesi Selatan tapi justru wali songo pernah berguru kepadanya.

Ada yang menarik dari proses islamisasi di Luwu. Sebelum Datuk ri Patimang sampai di Luwu untuk mengislamkan raja Luwu, dia lebih dahulu singgah di daerah Bua. Di daerah itu, Datuk ri Patimang mengadakan singkarume atau dialog tentang Islam dengan Madika Bua Tandi Pau, pemimpin adat daerah Bua dan beberapa anggota hadat lainnya. Dalam singkarume itu Madika Bua memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang apa itu Islam. Bahkan Madika Bua mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya oleh Datuk ri Patimang dianggap pertanyaan waliyullah tingkat ketiga.

Akhirnya Datuk Sulaiman atau Datuk ri Patimang mengakui bahwa Madika Bua sesungguhnya telah Islam. Setelah dialog, Madika Bua dan Datuk ri Patimang saling uji kesaktian dan tidak satu pun ada yang kalah atau menang. Tapi pada akhirnya Madika Bua mau mengucapkan syahadatain dan mengikuti Datuk ri Patimang. Setelah Madika Bua mengucapkan syahadatain, barulah Madika Bua bersama Datuk ri Patimang menghadap ke raja Luwu untuk mengislamkan raja Luwu. Nah, jangan-jangan, Madika Bua mendapatkan pengetahuan keislamannya dari Jamaluddin al-Husaini. (SS-Jib)

*Penulis; Staf Divisi Agama dan Kebudayaan Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel.

Masjid Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra di Jalan Masjid Tua, Desa Teroja,Kacamatan Manjeuleng, Kabupaten Wajo, Propensi Sulawesi Selatan.

Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Amir Abdullah bin Abdul Malik Azmatkhan adalah anak ke-1 dari Al-Imam Ahmad Syah Jalaluddin Azmatkhan, dia adalah seorang Raja Ke-4 di Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, naik tahta setelah wafatnya sang ayah, yaitu pada tahun 1310 M.

NASAB LENGKAP

Nasab lengkapnya adalah Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Amir Abdullah  bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shohib Marbath bin Ali Khali' Qasam bin Alwi Shohib Bait Jubair bin Muhammad Maula Ash-Shouma'ah bin Alwi Al-Mubtakir bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Imam Ja'far Shodiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib Wa Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad.  

JABATAN

Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra adalah Raja/ Sultan Ke-4 Kesultanan Islam Nasarabad India Lama, sekaligus muballigh yang bekeliling hingga ke Nusantara.  

NAMA GELAR HUSAIN JAMALUDDIN AKBAR JUMADIL KUBRO
  1. Sayyid Husain Jamaluddin
  2. Syekh Maulana Akbar
  3. Syekh Maulana Jumadil Kubra I
  4. Syekh Maulana Jumadil Kubra Wajo
  5. Maulana Jamaluddin Akbar Gujarat
  6. Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar Jumadil Kubra

NAMA ISTERI HUSAIN JAMALUDDIN AKBAR JUMADIL KUBRO


Al-Imam Maulana Husain Jamaluddin Jumadil Kubro dikenal sebagai seorang muballigh terkemuka, di mana sebagian besar penyebar Islam di Nusantara (Wali Songo), berasal dari keturunannya. Beliau dilahirkan pada tahun 1270 M di negeri Nasarabad, dan wafat di Wajo tahun 1453 M. Jadi usianya 183 tahun.

Syekh Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra, beliau tercatat memiliki isteri 9 orang (pada tahun yang berbeda-beda), yaitu :

1. Amira Fathimah binti Amir Husain bin Muhammad Taraghay (Pendiri Dinasti Timuriyyah, Raja Uzbekistan, Samarkand), (Menikah tahun 1295 M), melahirkan 5 anak. yaitu: Ibrahim Zainuddin Al-Akbar As-Samarqandiy (Ibrahim Asmoro) saat berdakwah di Samarqand (yaitu antara tahun 1295M-1308 M), Ibrahim Zainuddin Asmaraqandi lahir tahun 1297 M. kemudian lahir putra-putra yang lain yaitu: Pangeran Pebahar As-Samarqandiy (lahir di Samarkan 1300 M), Fadhal As-Samarqandiy (Sunan Lembayung) (lahir di Samarqand tahun 1302 M), Sunan Kramasari As-Samarqandiy (Sayyid Sembahan Dewa Agung) (lahir di Samarkand pada tahun 1305 M), Syekh Yusuf Shiddiq As-Samarqandiy (lahir di Samarkand pada tahun 1307 M), 

2. Puteri Nizamul Muluk bin Sultan Nizamul Muluk dari Delhi (India) (menikah tahun 1309 M), Pernikahan ini dilakukan saat Maulana Husain Jamaluddin kembali dari dakwahnya dari Samarkand ke India, dari isteri ini memiliki 3 anak yaitu: Maulana Muhammad Jumadil Kubra (lahir di Nasarabad India, tahun 1311 M), Maulana Muhammad 'Ali Akbar (lahir di Nasarabad, tahun 1312 M), Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir, Lahir di Nasarabad India, tahun 1314 M), Syaikh Maulana Wali Islam (lahir di Nasarabad, tahun 1317 M)

3. Lalla Fathimah binti Hasan bin Abdullah Al-Maghribi Al-Hasani (Morocco) (Menikah tahun 1319 M), pernikahan ini dilakukan Husain Jamaluddin saat adanya hubungan diplomatik antara Kesultanan India dengan Kerajaan Marokko, dari pernikahan ini memiliki 1 anak yaitu: Maulana Muhammad Al-Maghribi (lahir di Maghrib (Morocco), tahun 1321 M)

4. Fathimah binti Hasan At-Turabi bin 'Ali bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam Al-Hadrami Al-Husaini (menikah tahun 1323 M) melahirkan seorang anak laki-laki bernama Maulana Ibrahim Al-Hadrami Azmatkhan (leluhur Azmatkhan di Yaman) lahir di Hadramaut pada tahun 1325 M.

5. Puteri Linang Cahaya binti Raja Sang Tawal/ Sultan Baqi Syah/ Sultan Baqiuddin Syah (Malaysia)/ Raja Langka suka (menikah pada tahun 1350 M), melahirkan 1 anak, yaitu: Puteri Siti Aisyah (Putri Ratna Kusuma) (lahir pada tahun 1351 M) yang kemudian menjadi isteri Syeikh Khalid Al Idrus (Adipati Jepara)

6. Puteri Ramawati binti Sultan Zainal Abidin I Diraja Champa (Menikah tahun 1355 M) memiliki 1 anak laki-laki, yang diberi nama Ibrahim Zainuddin Asghar Champa yang bergelar Sultan Zainal Abidin II Diraja Champa (lahir di Champa, tahun 1357 M).

7. Puteri Syahirah atau Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II) binti Sultan Baki Shah ibni al-Marhum Sultan Mahmud, Raja of Chermin dari Kelantan Malaysia (menikah tahun 1390M), melahirkan 2 anak. yaitu Sayyid 'Ali Nurul Alam bin Husain Jamadi al-Kubra, alias Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II menjabat antara 1432-1467 M (lahir pada tahun 1402 M) dan Sayyid Muhammad Kebungsuan alias (Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya) lahir pada tahun 1410 M.

8. Puteri Jauhar binti Raja Johor Malaysia, menikah tahun 1399 M melahirkan 2 anak. yaitu 'Abdul Malik (lahir di Johor, 1404 M) dan Sultan Berkat Zainul Alam (lahir di Johor, tahun 1406 M).

9. Pada tahun 1411 Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra menikah dengan Putri Raja Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna (Raja Gowa Sulawesi Selatan), dan melahirkan beberapa anak, yaitu : 1. Sayyid Hasan Jumadil Kubra lahir tahun 1413 M (Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, tahun 1453 M, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra, dan wafat tahun 1591 M, berusia 138 tahun). 2. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar, lahir tahun 1443 M.

* Sayyid Hasan Jumadil Kubra bin Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra, menikah dengan Sepupunya yaitu Puteri Tunggal Halimah binti I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (Raja Gowa, berkuasa 1590 -1593), melahirkan:
1. Sultan Gowa Islam Pertama (I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna), kemudian ia melahirkan putera bernama:
2. Sultan Gowa Islam Kedua (I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna), kemudian ia melahirkan putera bernama:
3. Sultan Gowa Islam Ketiga (I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana) , bergelar SULTAN HASANUDDIN alias AYAM JANTAN DARI TIMUR, (PAHLAWAN NASIONAL). Dan keturunannya sampai sekarang terdata di Kitab Al-Mausu'ah Li Ansabi Al-Imam Al-Husaini.

* Adapun Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar, lahir tahun 1443 M, Pada tahun 1473 M menikah dengan Puteri Wajo binti La Tadampare Puangrimaggalatung (Raja Wajo), pada tahun 1483 M melahirkan putera bernama Sulaiman alias Dato Sulaiman (Qadhi & Mufti Kesultanan Wajo Pertama). Dato Sulaiman ini keturunannya banyak di Wajo dan di Pasuruan dan Bangil, Jawa timur.

NAMA ANAK HUSAIN JAMALUDDIN AKBAR JUMADIL KUBRA

Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra Azmatkhan memiliki 19 anak dari 9 isteri, yaitu:
  1. Ibrahim Zainuddin Asmaraqandi lahir tahun 1297 M. 
  2. Pangeran Pebahar As-Samarqandiy (lahir di Samarkan 1300 M), 
  3. Fadhal As-Samarqandiy (Sunan Lembayung) (lahir di Samarqand tahun 1302 M), 
  4. Sunan Kramasari As-Samarqandiy (Sayyid Sembahan Dewa Agung) (lahir di Samarkand pada tahun 1305 M), 
  5. Syekh Yusuf Shiddiq As-Samarqandiy (lahir di Samarkand pada tahun 1307 M), 
  6. Maulana Muhammad Jumadil Kubra (lahir di Nasarabad India, tahun 1311 M), 
  7. Maulana Muhammad 'Ali Akbar (lahir di Nasarabad, tahun 1312 M), 
  8. Maulana Muhammad Al-Baqir (Syekh Subaqir, Lahir di Nasarabad India, tahun 1314 M), 
  9. Syaikh Maulana Wali Islam (lahir di Nasarabad, tahun 1317 M)
  10. Maulana Muhammad Al-Maghribi (lahir di Maghrib (Morocco), tahun 1321 M)
  11. Maulana Ibrahim Al-Hadrami Azmatkhan (leluhur Azmatkhan di Yaman) lahir di Hadramaut pada tahun 1325 M.
  12. Puteri Siti Aisyah (Putri Ratna Kusuma) (lahir pada tahun 1351 M) yang kemudian menjadi isteri Syeikh Khalid Al Idrus (Adipati Jepara)
  13. Ibrahim Zainuddin Asghar Champa yang bergelar Sultan Zainal Abidin II Diraja Champa (lahir di Champa, tahun 1357 M)
  14. Sayyid 'Ali Nurul Alam bin Husain Jamadi al-Kubra, (bergelar Maulana 'Abdul Malik Israil / Sultan Qanbul) alias Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II menjabat antara 1432-1467 M (lahir pada tahun 1402 M) 
  15. 'Abdul Malik (lahir di Johor, 1404 M) d
  16. Sultan Berkat Zainul Alam (lahir di Johor, tahun 1406 M)
  17. Sayyid Muhammad Kebungsuan alias (Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya) lahir pada tahun 1410 M.
  18. Sayyid Hasan Jumadil Kubra lahir tahun 1413 M (Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, tahun 1453 M, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra, dan wafat tahun 1591 M, berusia 138 tahun). 
  19. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar, lahir tahun 1443 M.
WAFAT
Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra Azmatkhan meninggal dunia tahun 1453 M dan dimakamkan di hadapan masjid beliau di Jalan Masjid Tua, Desa Teroja,Kacamatan Manjeuleng, Kabupaten Wajo, Propensi Sulawesi Selatan.

Makam Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra Azmatkhan

Makam Sayyid Husain Jamaluddin Akbar Jumadil Kubra Azmatkhan

DAFTAR PUSTAKA:
As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Al-Mausuu'ah Li Ansaab Itrati Al-Imam Al-Husaini, Jakarta: Penerbit.Madawis, Cetakan 1, 2011.

Mengunjungi Sahabat : Ziarah ke Makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus, Kramat Luar Batang


Minggu lalu, tanggal 17 Agustus 2004, bertepatan dengan HUT RI ke 59, saya berkesempatan berkunjung ke makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus, Kramat Luar Batang. Saya beranggapan bahwa kunjungan saya ini sebenarnya adalah kunjungan pencinta dengan yang dicintainya. Dalam hati kecil, saya selalu merasa memiliki hubungan yang cukup dekat dengan pribadi mulia ini. Walaupun jarak waktu yang memisahkan kami cukup jauh, sekitar tiga abad. Habib Husein hidup di abad 17, sementara saya di milennium baru. Namun hati saya selalu tertaut dengan beliau. Makam beliau adalah simbol dari keberadaannya. Sementara banyaknya pengunjung yang hadir tiap hari selama bertahun – tahun adalah indikasi kemuliaan pribadi penghuni makam tersebut.

Awalnya hubungan itu berlangsung sederhana saja. Sejak nenek saya wafat, 1997 yang lalu, saya selalu mengusahakan untuk mengirimkan al – Fatihah dan membaca Yaa Sin kepada nenek dan orang – orang yang saya cintai, termasuk Habib Husein, setiap hari. Sehingga tiap kali saya mengalami situasi yang tegang dan lelah menghadapi problem keseharian, saya selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi makamnya. Mengunjungi seorang sahabat. Biasanya disana saya merenung dan mencoba keluar dari rutinitas harian.

Menurut cerita yang berkembang, beliau adalah salah satu dari keturunan Rasulullah SAW yang kehidupannya dihiasi dengan ahlak Nabi Saw. Ada beragam cerita yang berkembang mengenai keajaiban (karamah) yang dimilikinya sebagai sebuah anugerah dari Allah SWT. Banyak orang yang berkunjung, seperti saya, untuk mendapatkan keberkahan dari penghuni makam ini. Bagi saya beliau tidak mati seperti yang orang pahami. Tidak ada kematian dalam ruh. Yang ada hanyalah perpindahan alam ruh. Kalau diri saya suci dari dosa - dosa dan memiliki mata batin (basyirah), saya meyakini bahwa saya dapat berkomunikasi dengan para kekasih Allah SWT, termasuk Habib Husein.

Saya meyakini bahwa Habib Husein menyaksikan kehadiran dan mendengarkan saya, serta dapat membantu memecahkan permasalahan yang saya hadapi, tiap kali saya mengunjungi makamnya. Karenanya saya berwasilah dengan pribadi mulia ini memohon kepada Allah untuk membantu dan memelihara agar diri saya ini selalu dalam kasih sayang dan kelembutan dari – Nya. Konkritnya, saya memohon bantuan kepada Habib Husein yang dalam perspektif saya adalah salah satu manusia yang mendapatkan kedudukan mulia disisi – Nya untuk mendoa’kan saya kepada Allah SWT. Bukankah Allah SWT pasti akan mengabulkan do’a orang yang berdo’a kepada – Nya, apalagi do’a dari para kekasih –kekasih – Nya (awliya’)?. Betapa seringnya dalam dunia nyata kita meminta bantuan kepada orang lain atas kebutuhan – kebutuhan yang tidak dapat kita penuhi, misalnya saja kita meminta bantuan kepada polisi untuk menangkap orang yang mengganggu kita dll. Dalam dunia spiritual kebutuhan kita terhadap orang yang dapat membantu kita mendekatkan diri kepada – Nya jauh lebih besar daripada kebutuhan dalam dunia materi.

Dalam perspektif seperti inilah saya memahami kunjungan ziarah ke makam orang – orang suci yang telah mendedikasikan dirinya untuk berbakti kepada sang pemilik alam. Mereka – merekalah yang telah berhasil mengemban misi memakmurkan dan mengelola alam sebagaimana sang Pemilik perintahkan. Merekalah yang mendapatkan predikat sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, bukan seperti kita yang hanya sering mengotori dengan perbuatan – perbuatan tercela. Karena mereka pula bumi ini mendapatkan karunia berupa kekayaan alam yang tidak berhingga dari Tuhan Yang Maha Kaya.

Saya termasuk orang yang tidak pernah dikecewakan dengan Habib Husein bin Abubakar Alaydrus. Tiap kali saya mengunjunginya dan menyampaikan kesulitan – kesulitan yang saya alami, beberapa hari kemudian saya mendapatkan jalan keluarnya. Kebutuhan – kebutuhan saya selalu terpenuhi dari arah yang tidak saya pernah duga. Salam untuk mu wahai Habib Husein, bantulah kami dengan do’a – do’a mu dihadapan kekasihmu Allah SWT.

Seandainya saja makam para kekasih Allah SWT terutama makam Rasulullah SAW dan para Ahlil Bayt, serta para Imam as. berdekatan dengan kami, niscaya kami akan sangat sering mengunjunginya. Bayangkan saja dengan penghuni makam Kramat Luar Batang saja saya mendapatkan manfaat, tidak saja material namun juga kekayaan hati, apatah lagi dengan makam para insan suci Ahlil Bayt dan para Imam suci. Salam untuk mu sekalian, salam nan kekal abadi dari kami. Bantulah agar kami dapat mengunjungi kalian di tahun ini. Ya Ilahi sampaikan kami untuk mengunjungi makam mereka.

Saya yakin pandangan ini tidak populer bagi kita yang terbiasa mengukur sesuatu dengan rasionalitas empirik. Saya tidak akan membantahnya. Saya tidak berpretensi untuk membahas seputar itu disini. Saya hanya ingin berbagi pengalaman dari kunjungan saya ke makam yang mulia ini.

Kalau anda ingin mengetahui kehidupan pribadi yang mulia ini, cobalah di internet dengan search engine seperti Yahoo atau Google dengan kata kunci “Kramat Luar Batang”. Anda akan banyak mendapatkan informasi dari pribadi mulia ini.

Wahabi menghancurkan dan meratakan tanah makam keluarga Nabi Saw dan para sahabat di pemakaman Baqi, Madinah

Pada tanggal 8 Syawal 1344 Hijriyah (1926 M), Wahabi menghancurkan dan meratakan tanah makam keluarga Nabi Saw dan para sahabat di pemakaman Baqi, Madinah. Peristiwa itu melukai perasaan ratusan juta Muslim pecinta Ahlul Bait Nabi Saw di seluruh dunia.


Dewasa ini tidak banyak warisan budaya Islam yang tersisa di wilayah Hijaz. Padahal begitu banyak peninggalan berharga yang berada di daerah itu, terutama berkaitan dengan jejak awal kedatangan Islam. Tapi fanatisme Wahabi menyebabkan berbagai warisan budaya itu nyaris tanpa bekas. Contoh paling jelas adalah pemakaman Baqi. Padahal ini adalah buku besar sejarah umat Islam dunia. Betapa tidak, pemakaman Baqi bukan hanya sebuah kuburan semata. Tapi lebih dari itu merupakan warisan sejarah Islam yang perlu dilestarikan dari generasi ke generasi Muslim. Di pemakaman Baqi pula dikebumikan empat Ahlul Bait Rasulullah Saw. Tidak hanya itu, para istri Nabi Muhammad Saw dan sejumlah sahabat serta tabiin Rasulullah yang diperkirakan mencapai 10 ribu orang juga dimakamkan di sekitarnya. Dalam riwayat disebutkan, Rasulullah Saw atas perintah Allah swt berada di sekitar tanah yang menjadi pemakaman Baqi dan menyampaikan salam serta mendoakan mereka.

Sejak dinasti Saud menguasai Hijaz, Wahabi melakukan penghancuran berbagai warisan budaya Islam, termasuk merusak pemakaman Baqi. Pada tanggal 8 Syawal 1344 Hijriyah (1926 M), Wahabi menghancurkan dan meratakan tanah makam keluarga Nabi Saw dan para sahabat di pemakaman Baqi, Madinah. Peristiwa itu melukai perasaan ratusan juta Muslim pecinta Ahlul Bait Nabi Saw di seluruh dunia.
Wahabi tidak hanya menghancurkan makam keluarga Nabi, tapi juga seluruh warisan bersejarah di Kota Mekah dan Madinah, yang merupakan bukti otentik keagungan Islam. Padahal, semua agama dan peradaban berusaha melindungi peninggalan-peninggalan sejarah mereka sebagai sebuah identitas meski harus mengeluarkan biaya besar. Akan tetapi, Wahabi justru menghancurkan warisan-warisan penting sejarah dan peradaban Islam dengan tindakan-tindakan yang tidak rasional dan memalukan. Mereka membuat dunia Islam kehilangan mutiara berharga dan dampak kerugiannya tidak akan pernah bisa ditebus dengan apapun.

Pada abad ke-12 Hijriyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab dengan dukungan Dinasti Saudi mempromosikan pemikiran Ibnu Taimiyyah, dan menganggap ibadah murni Islam seperti, ziarah kubur, tawassul kepada para auliya, dan berdoa di kuburan sebagai perbuatan syirik. Muhammad ibn Saud dengan pendukungnya menyerang berbagai wilayah untuk meneror masyarakat agar mengikuti paham Wahabi. Pada masa itu, mereka melakukan aksi perusakan besar-besaran dan pembantaian luas dalam lembaran hitam sejarah Wahabi.

Muhammad ibn Abdul Wahhab dengan pemikiran sesatnya mengharamkan ziarah kubur dan membuka jalan bagi penghancuran makam dan situs-situs suci lainnya. Namun, dosa-dosanya tidak berakhir di situ, ia juga mencap kafir dan halal untuk dibunuh orang-orang yang menentang paham Wahabi. Jika membaca fakta sejarah, Rasul Saw sendiri melakukan ziarah kubur, khususnya makam ibunya Sayidah Aminah dan menangis di samping pusaranya. (Al Mustadrak, Juz 1, Hal 357. Tarikh al-Madinah, Juz 1, Hal 118).

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Ziarahilah kubur, karena ia dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.” Di hadis lain, beliau bersabda, “Ziarahilah kuburan karena di sana kalian akan memperoleh pelajaran.” Dengan berziarah orang akan menyadari kelemahan diri serta tidak kekalnya kekuatan dan kekuasaan materi yang ia miliki. Dengan melihat kubur, seorang Muslim akan cepat menyadari bahwa ia tidak semestinya menyia-nyiakan kehidupan dunia yang fana ini dengan kelalaian. Dia mesti membangun kehidupan akhirat dan mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan di alam baka nanti.

Perusakan makam keluarga Nabi Saw di Baqi terjadi dua kali dalam sejarah kelam Wahabi. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1221 Hijriyah setelah runtuhnya pemerintahan pertama Saudi oleh Dinasti Usmaniyah. Setelah 1,5 tahun pengepungan, mereka berhasil menaklukkan Kota Madinah dan kemudian menjarah peninggalan-peninggalan berharga di Makam Nabi Saw dan merusak pemakaman Baqi. Setelah kejadian itu, Muslim Syiah dan Sunni sepakat untuk merekonstruksi tempat-tempat yang dirusak oleh Wahabi.

Peristiwa kedua terjadi pada tanggal 8 Syawal 1344 Hijriyah oleh kelompok Wahabi Arab Saudi. Seorang ulama Wahabi, Ibnu Qayyim al-Jauzi mengatakan, “Penghancuran bangunan yang didirikan di atas kubur adalah keharusan yang tidak boleh ditunda meskipun hanya untuk satu hari.” Fatwa ini kemudian diimplementasikan dalam bentuk aksi-aksi brutal oleh pengikut Wahabi. Setiap kali menyerang tempat-tempat suci, kelompok Wahabi selalu melakukan penghancuran situs-situs penting yang dihormati oleh umat Islam. Salah satu tindakan paling biadab yang mereka lakukan adalah penghancuran makam keluarga Nabi Saw dan para sahabat di pemakaman Baqi.

Dalam serangan ke Madinah, Wahabi membongkar dan menjarah pagar baja yang memagari makam-makam keturunan Nabi Saw yaitu, Imam Hasan al-Mujtaba as, Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as, Imam Jakfar Shadiq as, dan Imam Muhammad al-Baqir as. Tidak hanya itu, Wahabi juga meratakan dengan tanah semua kuburan yang ada di Baqi termasuk, makam ayah Nabi, Abdullah dan makam putra beliau, Ibrahim. Umat Islam mengenang peristiwa memilukan ini sebagai “Yaum al-Hadm” atau Hari Penghancuran.

Berdasarkan bukti-bukti sejarah, Wahabi Saudi telah berkali-kali berusaha merusak makam Nabi Saw, yang menuai reaksi keras Muslim dunia. Kelompok Internasional Warisan Sejarah Hijaz yang bermarkas di London, mengumumkan bahwa peninggalan Rasul Saw, para sahabat, dan tabiin di Arab Saudi hanya tersisa lima persen. Dengan kata lain, kelompok Wahabi hingga sekarang telah memusnahkan 95 persen dari peninggalan-peninggalan Islam di Kota Makkah dan Madinah. Anehnya, peninggalan-peninggalan Yahudi dan Nasrani di Arab Saudi malah tidak disentuh oleh Wahabi.

Situs-situs bersejarah Islam adalah bukti akan kebenaran risalah kenabian yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Jika warisan-warisan bersejarah itu dilestarikan, umat Islam bisa dengan bangga mengatakan kepada dunia, inilah rumah sederhana tempat Nabi Saw dulu tinggal bersama keluarganya. Sayangnya, kelompok Wahabi tidak lagi menyisakan situs bersejarah itu dan tidak menghormatinya. Padahal, sebelum munculnya aliran Wahabi, umat Islam berlomba-lomba menjaga dan melestarikan apa saja yang berhubungan dengan Nabi Saw dan para auliya Ilahi. Sekarang dari semua benda yang sangat bernilai itu, hanya sedikit yang masih tersisa.

Kini sepak terjang Wahabi Saudi diikuti oleh para pendukungnya di berbagai negara dunia. Kelompok takfiri menghancurkan berbagai warisan budaya dan peradaban Islam di sejumlah negara Muslim seperti Suriah, Libya dan Irak. Tidak hanya itu, mereka juga merusak makam Nabi dan para sahabat Rasulullah Saw. Dengan pemikiran fanatismenya yang buta, kelompok takfiri saat ini berupaya membumihanguskan makam Ahlul Bait Rasulullah Saw seperti makam Imam Ali bin Abu Thalib di Najaf, makam Imam Husein di Karbala dan makam Sayidah Zainab di Suriah. Tapi kelompok takfiri itu lupa, umat Islam yang mencintai Ahlul Bait Rasulullah swt tidak akan membiarkan sepak terjang mereka menghancurkan makam orang-orang suci yang berada dalam hati setiap Muslim.

(Source)

ARRAHMAH.COM anjing Wahabi yang menjadi corong media Salafi Wahabi ternyata Pendukung Penghancuran Makam!

Astaghfirullah, Ternyata ARRAHMAH Pendukung Penghancuran Makam!


Situs berita islam di Indonesia, ARRAHMAH, yang menjadi corong media Salafi Wahabi di Indonesia ternyata merupakan pendukung penghancuran situs-situs bersejarah islam dan penghancuran makam. Mereka menganggap bahwa pelaku penghancuran, perusakan, dan pengeboman makam-makam ulama dan sahabat Nabi yang dikeramatkan itu sebagai Mujahid. Itu adalah sebuah kesalahan pemahaman yang mendorong terbentuknya perilaku radikal beragama.

Setiap kali ada peristiwa penghancuran, perusakan, dan pemboman makam-makam keramat, maka seketika itu pula media ARRAHMAH bersuka cita, dan bangga atas tindakan tersebut seperti diberitakan melalui websitenya. Berikut ini adalah beberapa berita yang dimuat oleh media ARRAHMAH pendukung penghancuran Makam:
Membom makam ulama setempat yang dihormati oleh warga disebut Mujahidin?. Sejak kapan gelar “Mujahidin” diberikan kepada para Islam Radikal?
Media Arrahmah juga sangat sinis terhadap ‘Sufi’ yang menurutnya musyrik. Itulah akibatnya jika tidak memahami apa itu Sufi apa itu Tasawuf. Mereka hanya memandang sebelah mata terhadap tasawuf dan pelakunya yang seorang Sufi disamaratakan sebagai pelaku syirik.
Arrahmah juga menganggap orang-orang yang marah ketika situs kuno dan makam wali dihancurkan itu orang-orang kafir dan munafik. Sebuah tuduhan yang keji bagi mayoritas umat Indonesia yang sebagian besar berfaham Ahlussunnah Wal Jama’ah dan sangat menghormati keberadaan makam ulama atau wali, tidak seperti Arrahmah yang berfaham Wahabi.
Pelaku penghancuran tersebut tidak memahami hakikat ajaran Islam, meski perlakuan tersebut atas nama pemurnian ajaran tauhid dan pemusnahan praktik syirik namun hanya sebatas pengakuan semata. Mereka menganggap tempat-tempat yang dikeramatkan seperti kuburan wali dan sahabat Nabi itu sebagai tempat yang berpotensi mengandung kemusyrikan. Kalau demikian maka seharusnya tidak hanya makam saja yang berpotensi sebagai tempat musyrik, seluruh tempat yang ada di muka bumi ini pun bisa berpotensi sebagai tempat kemusyrikan. Sebagaimana ada yang menyembah matahari, maka harusnya ‘mujahidin’ tersebut juga berupaya menghancurkan matahari karena berpotensi musyrik. 
Demikian pula bangunan Ka’bah di mekkah, kalau kita ikut alur pemikiran radikalnya mereka maka bisa saja Ka’bah berpotensi musyrik karena tidak boleh kita menyembah Ka’bah. Akan tetapi tentunya tidaklah demikian. Pun demikian dengan rumah sakit, dokter, dan obat-obatan yang menjadi tempat meminta kesembuhan seharusnya dihancurkan juga, sebab meminta itu hanyalah kepada Allah SWT saja, meminta kesembuhan pada dokter, rumah sakit, dan obat-obatan bisa berpotensi musyrik. Itu apabila mereka konsisten memakai pola pikir radikal seperti itu.
Yang lebih parah lagi sejumlah orang menyerang makam Hujr bin Adi di Rif, Damaskus. Jasad sahabat Nabi SAW yang menurut keterangan beberapa situs berita masih utuh seperti awalnya itu dipindahkan ke tempat tak diketahui. Kaum Salafi memanfaatkan kenyataan bahwa pejabat keamanan sedang sibuk meredakan bentrokan dan mereka menghancurkan tempat suci. Hujr bin Adi adalah salah seorang shahabat Nabi Muhammad SAW yang ikut dalam Perang Al Qadisiyah di masa Khalifah Umar bin Khatthab dan berhasil menaklukkan daerah Maraj Al’ Adzra, daerah Persia.
Sebenarnya tidak perlu berhujan dalil bergerimis hujjah dan berbanjir Ayat untuk mengatakan para pembongkar Makam itu adalah BIADAB. Mereka yang tidak buta mata dan hati tentunya tahu dan melihat bahwa Sayyidina wa Nabiyyina Muhammadin Shollallahu ‘alaihi wa Sallam dikuburkan dalam sebuah bangunan, disusul pula oleh kedua Sahabatnya yang mulia Sayyidina Abi Bakrin dan Sayyidina ‘Umar Rodliyallahu ‘anhuma. Apakah ketiganya memang sengaja dikuburkan agar bangunan yang melindunginya dihancurkan?
Sayyidina ‘Ali Karromallahu wajhah yang mengemban perintah dari Nabi yang katanya diutus untuk meratakan kuburan dan menghapus Gambar (bernyawa) juga ternyata tidak bertindak menghancurkan bangunan itu. Apakah Sayyidina ‘Ali kalian tuduh sebagai pembangkang perintah Nabi? 
Atau beliau kalian tuduh sebagai pecundang yang tak sanggup melaksanakan perintah Kekasihnya? 

Dari Abu Al-Hayyaj Al-Asadi dia berkata: Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku:

أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ

“Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan gambar-gambar kecuali kamu hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan kecuali kamu ratakan.” (HR. Muslim no. 969).

Okelah, mungkin saking hormatnya terhadap orang orang yang dikubur di dalam bangunan itu sehingga Sayyidina ‘Ali membuat pengecualian, tetapi sebutkan satu riwayat saja bahwa Sayyidina ‘Ali dan para Sahabat yang lebih memahami Sabda Nabinya pernah menghancurkan sebuah makam.

Apakah para pengaku pejuang sunnah itu lebih memahami inti dari perintah Nabi seperti yang tersebut didalam riwayat diatas?
Dan sebutkan satu penaklukan oleh para salaf yang dimulai dengan penghancuran Makam, jika memang alasan yang mereka pakai adalah menciptakan pemerintahan yang Syar,i.

 

Biadab! Teroris Wahabi Menghancurkan Makam Sahabat Nabi SAW

TERORIS BERKEDOK MUJAHID HANCURAN MAKAM SHAHABAT NABI HIJR BIN ADI 
Ekstremis Wahhabi-Salafi Takfiri merusak makam kerabat dan sahabat Nabi Shallallohu Alaihi wasallam yang sangat dihormati di Yordania pada Ahad ( 05 Mei 13) setelah sebelumnya menghancurkan makam sahabat Nabi Shallallohu Alaihi wasallam di Suriah. 
Wahhabi-Salafi Takfiri dukungan Arab Saudi, Qatar, Turki, AS dan Eropa itu menyerang makam Jakfar at-Tayyar, sahabat setia Nabi Muhammad (saw) dan membakar makamnya di provinsi Karak di utara Jordan hari kamis (03 Mei 2013). Serangan serupa juga dilakukan kemarin dan hari ini mereka membakar kubur Sayidina Jakfar at-Tayyar.

Panghancuran makam Jakfar al-Tayyar dilakukan beberapa hari setelah Wahhabi-Salafi  Front al-Nusra menyerang makam Hojr ibn Uday di pinggiran Damaskus, di Adra dan menggali kuburnya kemudian mengambil jenazahnya ke lokasi yang tidak diketahui. Hojr adalah sahabat dekat Nabi Muhammad Shallallohu Alaihi wasallam dan juga sahabat Imam Ali karaomallohu Wajhah.

Foto - Foto Di Sini Tidak Ada Satupun Makam Sayyidati Fatimah Az Zahra, Yang Ada Adalah Bibi Fatimah

Bukti Foto-foto Rumah Rasulullah Saw dan Sayyidah Khadijah Yang Telah Dihancurkan Wahabi-Salafy.

Foto-foto yang membuktikan tentang kaum Wahabi-Salafy yang telah menghancurkan Rumah Nabi Saw dan isteri tercintanya, Sayyidah Khadijah as, yang merupakan peninggalan bersejarah, yang semestinya dirawat dan dijaga dengan baik.
 
 
Ini adalah foto Rumah Nabi Saw dan Sayyidah Khadijah as, tempat mereka berdua tinggal selama 28 tahun. Inilah bukti penghancuran yang dilakukan oleh Wahabi-Salafy terhadap situs-situs sejarah Islam.
 
 Di atas ini foto sisa reruntuhan rumah Nabi Saw & Sayyidah Khadijah as yang dilihat lebih dekat.

Foto di atas ini adalah reruntuhan pintu masuk ke kamar Rasul Saw di rumah Sayyidah Khadijah as.

 Foto di atas adalah sisa reruntuhan kamar Rasul Saw dan Sayyidah Khadijah as.

 Di atas ini adalah foto reruntuhan tempat Sayyidah Fatimah as, putri kesayangan Rasulullah Saw dilahirkan.

Di atas ini adalah foto reruntuhan mihrab tempat Rasulullah saw biasa melakukan shalat.

Foto di atas ini adalah makam Sayyidah Khadijah as (yang besar) dan putranya, Qasim (yang kecil) di sudut.

Catatan:
Sebahagian besar foto-foto tersebut diperolehi dari kitab : Ummul Mu’minin, Khadijah binti Khuwaylid, Sayyidah Fie Qalby al-Mushtafa karya DR. Muhammad Abduh Yamani.
-----*****-----

Foto-foto Maqam Keluarga Rasulullah SAW & Para Pejuang Islam

Apakah pahlawan Islam juga patut mendapat kemuliaan seperti itu atau sebaliknya? Kita, kaum Muslim tidak perlu membaik pulih makam-makam mereka kerana khuatir akan terkena bahaya syirik! Benarkah pemikiran seperti ini? Sanggupkah kita membiarkan makam pahlawan-pahlawan Islam, seperti para pejuang perang Badar, para pejuang perang Uhud dan sebagainya dibiarkan tanpa membaikpulih hanya kerana alasan syirik?

Inilah yang dilakukan oleh kaum Wahabi terhadap pahlawan-pahlawan Islam yang telah berjuang membela agama dengan mengorbankan harta dan nyawa mereka kerana mengharapkan redha Allah semata.

Ini adalah makam bapa saudara Rasulullah Saw, Abbas bin Abdul Muthalib yang tidak terurus sama sekali.
 
Ini adalah makam-makam isteri Rasulullah Saww, Ummu Salamah dan yang lainnya (kecuali Khadijah al-Kubra as) di Jannatul Baqi.

Lihatlah bagaimana terlantarnya makam-makam isteri-isteri Nabi Saw. Kita takkan pernah menemui kekejian dan kebodohan seperti yang telah dilakukan oleh Wahabi-Salafy ini.
 
Ini adalah makam Halimah, seorang wanita yang telah menyusui Rasulullah saw pada masa beliau masih bayi. 
 
Lihatlah beginikah cara penghormatan kaum Muslim terhadap orang-orang yang dicintai Rasulullah saw?
 
Ini adalah makam putera kesayangan Rasulullah Saw dari isterinya Maryam al-Qibtiyyah , Ibrahim bin Muhammad, yang meninggal dunia ketika dia masih bayi.
 
Makam cucu Rasulullah Saw yang sangat beliau cintai, Imam Hasan as, salah satu dari dua pemuda penghulu surga. 
 
Makamnya pun tidak diurus oleh kaum Wahabi-Salafy yang lebih suka memperbagus gedung-gedung dan pusat perbelanjaan mewah di Makkah maupun di Madinah.

Ini adalah makam sang syahid pahlawan Islam, Ja’far bin Abu Thalib as yang dijuluki Rasulullah Saw : Ja’far al-Thayyar, Ja’far yang memiliki dua sayap. Dia mendapat julukan seperti itu kerana tanpa kenal takut dan tanpa menyerah terus melawan tentara Romawi di perang Mu’tah sehingga kedua tangannya terputus akibat pedang musuh.

Namun pahlawan besar ini tidak mendapat penghormatan dan penghargaan yang sedikit pun dari kaum Wahabi-Salafy. Makamnya dibiarkan tak terurus tanpa nama. Mereka memang tidak memerlukankan penghormatan kita, tetapi adalah wajib bagi kita menghormati dan menghargai pahlawan-pahlwan, ulama Islam dan orang-orang suci yang memang pantas mendapat kehormatan dari generasi selanjutnya agar kita menjadikan mereka tauladan yang selalu ada di hati kita.

Makam ibu saudara Rasulullah saw, kakak dari ayah baginda, Safiyyah binti Abdul Muthalib.

 Makam yang paling kiri adalah makam Safiyyah binti Abdul Muthalib di lihat dari dekat dan yang paling kanan adalah makam Ummul Baiza yang juga bibi Rasulullah Saw. Dan yang tengah adalah makam Atikah.

Dan yang terakhir ini adalah makam Imam Ali Zainal Abidin, putra Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Dia adalah satu-satunya keturunan Rasulullah saw (laki-laki) yang selamat dari pembantaian di Karbala yang dititahkan oleh Yazid bin Mu’awiyyah. 

-----*****-----

Maqam Imam Jaafar Al Sadiq.

Jenazah Imam al-Sadiq AS dikebumikan di perkuburan al-Baqi’, Madinah iaitu bersebelahan dengan makam al-Hasan AS, makam ayahnya al-Baqir AS, dan makam datuknya Imam Ali Zainal Abidin AS.

-----*****-----

Di mana Maqam Fatimah Az Zahra.

Sejarah Perselisihan Antara Fatimah Az Zahra, Anak Kesayangan Rasulullah dan Abu Bakar
Masalah ini juga telah disepakati kebenarannya oleh dua mazhab, Sunnah dan Syi'ah. Orang yang insaf dan berakal tidak akan dapat lari kecuali harus mengatakan bahwa Abu Bakar berada pada posisi yang keliru dalam perselisihannya dengan Fatimah, dan ia tidak bisa menolak fakta bahwa Abu Bakar pernah menzalimi Penghulu Alam semesta ini. Mereka yang menelaah sejarah ini dan mengetahui seluk-beluknya secara rinci akan tahu pasti bahwa Abu Bakar pernah mengganggu Siti Fatimah az-Zahra' dan mendustakannya secara sengaja, agar Fatimah tidak mempunyai alasan untuk berhujjah dengan nash-nash al-Ghadir dan lainnya akan keabsahan hak khilafah suaminya dan putra-pamannya, yakni Ali bin Abi Thalib. Kami telah temukan bukti-bukti yang cukup kuat dalam hal ini.
Diantaranya adalah, seperti dikatakan oleh ahli sejarah bahwa Fatimah az-Zahra', (semoga Allah melimpahkan padanya kesejahteraan) pernah keluar mendatangi tempat-tempat pertemuan kaum Anshar dan minta mereka membantu dan membai'at Ali. Mereka menjawab: "Wahai putri Rasulullah, kami telah berikan bai'at kami pada orang ini (Abu Bakar). Seandainya suamimu dan putra pamanmu mendahului Abu Bakar niscaya kami tidak akan berpaling darinya." Ali berkata: "Apakah aku harus tinggalkan Nabi di rumahnya dan tidak kuurus jenazahnya, lalu keluar berdebat tentang kepemimpinan ini?" Fatimah menyahut, "Abul Hasan telah melakukan apa yang sepatutnya beliau lakukan, sementara mereka telah melakukan sesuatu yang hanya Allah sajalah akan menjadi Penghisab dan Penuntutnya."1
Seandainya Abu Bakar memang berniat baik dan keliru maka kata-kata Fatimah telah cukup untuk menyadarkannya. Tetapi Fatimah masih tetap marah padanya dan tidak berbicara dengannya sampai beliau wafat. Karena Abu Bakar telah menolak setiap tuntutan Fatimah dan tidak menerima kesaksiannya, bahkan kesaksian suaminya sekalipun, akhirnya Fatimah murka pada Abu Bakar sampai beliau tidak mengizinkannya hadir dalam pemakaman jenazahnya, seperti yang dia wasiatkan pada suaminya Ali. Fatimah juga berwasiat agar jasadnya dikuburkan secara rahasia di malam hari tanpa boleh diketahui oleh mereka yang menentangnya.2 Untuk pembuktian ini saya sendiri telah berangkat ke Madinah untuk memastikan kebenaran fakta sejarah ini. Di sana kudapati bahwa pusaranya memang masih tidak diketahui oleh siapa pun. Sebagian berkata ada di Kamar Nabi, dan sebagian lain berkata ada di rumahnya yang berhadapan dengan Kamar Nabi. Ada juga yang berpendapat bahwa pusaranya terletak di Baqi', di tengah-tengah pusara keluarga Nabi yang lain. Tapi tiada satupun pendapat yang berani memastikan dimana letaknya.
Alhasil, aku berkesimpulan bahwa Fatimah az-Zahra' sebenarnya ingin melaporkan kepada generasi muslimin berikutnya tentang tragedi yang disaksikannya pada zamannya, agar mereka bertanya-tanya kenapa Fatimah sampai memohon pada suaminya agar dikebumikan di malam hari secara sembunyi dan tidak dihadiri oleh siapa pun. Hal ini juga memungkinkan seorang muslim untuk sampai pada sebuah kebenaran lewat telaah-telaahnya yang intensif dalam bidang sejarah.
Aku juga mendapati bahwa penziarah yang ingin berziarah ke kuburan Utsman bin Affan terpaksa harus menempuh jalan yang cukup jauh agar bisa sampai ke sudut akhir dari wilayah tanah pekuburan Jannatul Baqi'. Di sana dia juga akan dapati bahwa kuburan Utsman berada persis di bawah sebuah dinding, sementara kebanyakan sahabat lain dikuburkan di tempat yang berhampiran dengan pintu masuk Baqi'. Hatta Malik bin Anas, imam mazhab Maliki, seorang tabi'it-tabi'in (generasi keempat setelah Nabi) juga dikuburkan dekat dengan istri-istri Nabi.
Hal ini bagiku bertambah jelas apa yang dikatakan oleh ahli sejarah bahwa Utsman dikuburkan di Hasy Kaukab, sebidang tanah milik seorang Yahudi. Pada mulanya kaum muslimin melarang jasad Utsman dikebumikan di Baqi'. Ketika Mua'wiyah menjabat sebagai khalifah dia beli tanah milik si Yahudi, kemudian memasukkannya sebagai bagian dari wilayah Baqi', agar kuburan Utsman juga termasuk di dalamnya. Mereka yang ziarah ke Baqi' pasti akan dapat melihat hakekat ini dengan jelas sekali.
Aku semakin heran ketika kuketahui bahwa Fatimah az-Zahra' AS adalah orang pertama yang menyusul kepergian ayahnya. Antara wafat Rasul dengan wafat Fatimah hanya dipisahkan selang waktu enam bulan saja. Demikian pendapat sebagian ahli sejarah. Tapi anehnya beliau tidak dikuburkan disisi makam ayahnya!
Apabila Fatimah Zahra' berwasiat agar dikebumikan secara rahasia, dan beliau tidak dikuburkan dekat dengan pusara ayahnya seperti yang disebutkan di atas, lalu apa pula gerangan yang terjadi dengan jenazah putranya Hasan yang tidak dikuburkan dekat dengan pusara datuknya Muhammad SAW? Ummul-mukminin Aisyah melarang jasad Hasan dikebumikan di sana. Ketika Husain datang untuk mengebumikan saudaranya Hasan di sisi pusara datuknya, Aisyah datang dengan menunggangi baghalnya sambil berteriak, "jangan kuburkan di rumahku orang yang tidak kusukai!" Bani Umaiah dan Bani Hasyim nyaris perang. Tetapi Imam Husain kemudian berkata bahwa dia hanya membawa jenazah saudaranya untuk "tabarruk" pada pusara datuknya, kemudian dikuburkan di Baqi'. Imam Hasan pernah berpesan agar jangan tertumpah setetes pun darah karenanya.
Dalam konteks ini Ibnu Abbas mendendangkan syairnya kepada Aisyah:
Kau tunggangi onta3
Kau tunggangi baghal4
Kalau kau terus hidup
kau akan tunggangi gajah
Sahammu kesembilan dari seperdelapan
tapi telah kau ambil semuanya
Ini adalah contoh dari rangkaian fakta yang sungguh mengherankan. Bagaimana Aisyah mewarisi semua rumah Nabi sementara istri-istri beliau berjumlah sembilan, seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Abbas di atas?

Apabila Nabi tidak meninggalkan harta waris seperti yang disaksikan oleh Abu Bakar kerananya dia melarangnya dari Fatimah, lalu bagaimana Aisyah dapat mewarisi pusaka Nabi? Apakah ada dalam AlQuran suatu ayat yang memberikan hak waris pada isteri tapi melarangnya dari anak perempuan? Ataukah politik yang telah merobah segala sesuatu sehingga anak perempuan diharamkan dari menerima segala sesuatu dan si isteri diberi segala sesuatu?
Saya akan membawakan suatu kisah yang diceritakan oleh sebagian ahli sejarah. Cerita ini ada kaitannya dengan hak pusaka ini.
Ibnu Abil-Hadid al-Mu'tazili dalam bukunya Syarhu Nahjil Balaghah pernah berkata: "Suatu hari Aisyah dan Hafshah datang kepada Utsman pada periode pemerintahannya. Mereka minta agar pusaka Nabi tersebut diberikan kepada mereka. Sambil membetulkan cara duduknya, Utsman berkata kepada Aisyah:" Engkau bersama orang yang duduk ini pernah datang membawa seorang badui yang masih hadas menyaksikan Nabi SAW bersabda: "Kami para Nabi tidak meninggalkan harta pusaka." Jika memang benar bahwa Nabi tidak meninggalkan sebarang warisan, lalu apa yang kalian minta ini? Dan jika memang Nabi meninggalkan warisan pusaka, kenapa kalian larang haknya Fatimah? Lalu Aisyah keluar dari rumah Utsman sambil marah-marah dan berkata: "Bunuh si naâtsal. Sungguh, dia telah kufur." 5

[1] Tarikh al-Khulafa jil. 1 hal.19; Syarh Nahjul Balaghah Oleh Ibnu Abil Hadid.
[2] Shahih Bukhori jil.3 hal.36; Shahih Muslim jil. 2 hal. 72.
[3] Mengimbas peperangan Jamal ketika beliau menunggangi onta.
[4] Mengimbas ketika beliau menunggangi baghal dalam usaha menghalangi Hasan dari dikuburkan dekat pusara datuknya.
[5] Syarh Nahjul Balaghah Ibnu Abil Hadid jil. 16 hal. 220-223.
 
Terbunuhnya Muhsin (putra Imam Ali berusia 6 bulan yang tengah dikandung Fatimah), dan sakit parahnya Fatimah pasca penyerbuan Umar bin Khattab.

 
 
Rumah Saidatina Fatimah A.S.


Beliau merupakan anak kepada Nabi Muhammad SAW dan isteri kepada Saidina Ali RA.


 Bibi Fatimah

Bibi Fatimah

Bibi Fatimah

Bibi Fatimah

Bibi Fatimah

Bibi Fatimah

Rumah Saidatina Fatimah A.S.

Rumah Saidatina Fatimah A.S.

Rumah Saidatina Fatimah A.S.

Rumah Saidatina Fatimah A.S.

Rumah Saidatina Fatimah A.S.

Rumah Saidatina Fatimah A.S.

Rumah Saidatina Fatimah A.S.

Rumah Saidatina Fatimah A.S.   
     
SERANGAN KE RUMAH FATHIMAH.
Kekhalifahan Abu Bakar merupakan ijma ulama yang wajib diterima bagi setiap Muslim. Pertama-tama perlu dijelaskan bahwa kita percaya ijma bersifat mengikat. oleh sebab itu Ahlu Sunnah wal Jam’ah menentukan WAJIB mengikuti ijma’ apapun konsekuensinya hingga penentangan Thd kekhalifahan hasil ijma’ HARUS diterima bahkan jika diperlukan bisa dipaksakan diterima .

Tidak semua sahabat sepakat bahwa keempat khalifah ini adalah pengganti Nabi Muhammad yang sah. Kaum Muslimin sepakat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dipilih oleh sejumlah orang yang terbatas dan merupakan hal yang mengejutkan bagi sahabat lainnya. Oleh sejumlah orang terbatas artinya mayoritas sahabat Nabi Muhammad yang utama tidak mengetahui pemilihan ini. Ali, Ibnu Abbas, Utsman, Thalhah, Zubair, Sa’d bin Abi Waqqash, Salman Farisi, Abu Dzar, Ammar bin Yasir, Miqdad, Abdurrahman bin Auf adalah di antara sahabat-sahabat yang tidak diajak berunding bahkan diberitahu. Bahkan Umar sendiri mengakui, pemilihan Abu Bakar dilakukan tanpa perundingan dengan kaum Muslimin.( l )

Hadis Tsaqalain ditinggalkan “KPU Tsaqifah”.

Dari Zaid bin Tsabit RA yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian dua Khalifah yaitu Kitab Allah yang merupakan Tali yang terbentang antara bumi dan langit, serta KeturunanKu Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah sampai menemuiKu di Telaga Surga Al Haudh. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad jilid 5 hal 182, Syaikh Syuaib Al Arnauth dalam Takhrij Musnad Ahmad menyatakan bahwa hadis ini shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir jilid 5 hal 154, Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid jilid 1 hal 170 berkata “para perawi hadis ini tsiqah”. Hadis ini juga disebutkan oleh As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir hadis no 2631 dan beliau menyatakan hadis tersebut Shahih).

Kita tidak dapat menutup mata pada kenyataan yang tidak dapat disangkal yang bahkan dicatat oleh ulama-ulama Sunni dan meskipun telah menjadi ijma. Setelah Nabi Muhammad wafat, orang-orang yang melaksanakan apa yang diperintahkan Nabi Muhammad seperti Ammar bin Yasir, Abu Dzar Ghiffari, Miqdad, Salman Farisi, Ibnu Abbas, dan sahabat-sahabat lain seperti Abbas, Utbah bin Abi Lahab, Bara bin Azib, Ubay bin Ka’b, Sa’d bin Abi Waqqash, dan lain-lain berkumpul di rumah Fathimah.

Demikian juga dengan Thalhah dan Zubair yang awalnya setia kepada Ali dan bergabung dengan yang lainnya di rumah Fathimah. Mereka berkumpul di rumah Fathimah sebagai tempat berlindung karena mereka menentang mayoritas orang-orang. Berdasarkan hadis Shahih Bukhari, Umar mengakui bahwa Ali dan pengikutnya menentang Abu Bakar.

Bukhari meriwayatkan bahwa Umar berkata,
“Tidak diragukan lagi setelah Rasul wafat, kami diberi tahu bahwa kaum Anshar tidak sepakat dengan kami dan berkumpul di balairung Bani Saidah. Ali dan Zubair dan orang – orang yang bersama mereka menentang kami.”(2)

Hadis lain meriwayatkan bahwa Umar berkata pada hari Saqifah,
“Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan orang-orang yang bersama mereka berpisah dari kami dan berkumpul di rumah Fathimah, putri Nabi Muhammad.”(3)

Selain itu, mereka meminta persetujuan baiat tersebut, tetapi Ali dan Zubair meninggalkannya. Zubair menghunuskan pedang dan berkata, “Aku tidak akan menyarungkan pedang ini sebelum sumpah setia diberikan kepada Ali.” Ketika kabar ini sampai kepada Abu Bakar dan Umar, Umar berkata, “Lempar ia dengan batu dan rampas pedangnya!” Diriwayatkan bahwa Umar bergegas (menuju ke depan pintu Fathimah) dan menggiring mereka dengan paksa sambil mengatakan bahwa mereka harus memberikan sumpah setia secara sukarela ataupun paksa.(4)

Pemilihan seperti apakah itu? Pemilihan menyiratkan suatu pilihan dan kebebasan, dan setiap kaum Muslimin berhak memilih wakilnya. Barang-siapa yang memilihnya tidak menentang Allah atau Rasulnya karena baik Allah atau Rasulnya tidak menunjuk orang dari pilihan umat. Pemilihan, secara fitrah, tidak memaksa setiap kaum Muslimin untuk memilih wakil khususnya. Apabila tidak, pemilihan tersebut berarti paksaan. Artinya pemilihan itu akan kehilangan fitrahnya dan menjadi tindakan pemaksaan. Ucapan Nabi yang terkenal menyatakan, “Tidak ada sumpah setia yang sah jika diperoleh dengan paksaan.”
Mari kita lihat apa yang dilakukan Umar pada saat itu.

Sejarahwan Sunni meriwayatkan bahwa ketika Umar sampai di depan pintu rumah Fathimah, ia berkata,
“Demi ,Allah, aku akan membakar (rumah ini) jika kalian tidak keluar dan berbaiat kepada (Abu Bakar)!”(5)

Selain itu, Umar bin Khattab datang ke rumah Ali. Talhah dan Zubair serta beberapa kaum Muhajirin lain juga berada di rumah itu.

Umar berteriak,
“Demi Allah, keluarlah kalian dan baiat Abu Bakar jika tidak akan kubakar rumah ini.” Zubair keluar dengan pedang terhunus, karena ia terjatuh (kakinya tersandung sesuatu), pedangnya lepas dari tangannya, merekapun menerkamnya dan membekuknya.(6)

Abu Bakar, berdasarkan sumber riwayat yang shahih, berkata bahwa ketika umat telah berbaiat padanya setelah Nabi Muhammad wafat, Ali dan Zubair sering pergi ke Fathimah Zahra, putri Nabi Muhammad, untuk bertanya.

Ketika berita ini diketahui Umar, ia pergi ke rumah Fathimah dan berkata,
“Wahai putri Rasulullah! Aku tidak mencintai seorang pun sebanyak cintaku pada ayahmu, dan tidak ada seorang pun setelahnya yang lebih aku cintai selain engkau. Tetapi, Demi Allah, sekiranya orang-orang ini berkumpul bersamamu, kecintaan ini tidak akan mencegahku untuk membakar rumahmu.”(7)

Diriwayatkan pula bahwa Umar berkata kepada Fathimah (yang berada di belakang pintu),
“Aku mengetahui bahwa Rasulullah tidak mencintai siapa pun lebih dari cintanya padamu. Tetapi kehendakku tidak akan menghentikanku melaksanakan keputusanku. Jika orang-orang ini berada di rumahmu, aku akan membakar pintu ini di hadapanmu.”(8)

Sebenarnya Syilbi Numani sendiri menyaksikan peristiwa di atas dengan kata-kata berikut:
“Dengan sifat Umar yang pemarah, perbuatan tersebut sangat tidak mungkin dilakukan.”(9)
Diriwayatkan pula bahwa Abu Bakar berkata menjelang kematiannya,
“Andai saja aku tidakpergi ke rumah Fathimah dan mengirim orang-orang untuk menyakitinya, meskipun hal itu akan menimbulkan peperangan jika rumah tersebut tetap digunakan sebagai tempat berlindung.”(10)

Sejarahwan menyebutkan nama-nama berikut adalah orang-¬orang yang menyerang rumah Fathimah untuk membakar orang-orang yang berlindung di dalamnya; Umar bin Khatab, Khalid bin Walid, Abdurrahman bin Auf, Tsabit bin Shammas, Ziyad bin Labid, Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Salim bin Waqqash, Salamah bin Aslam, Usaid bin Huzair, Zaid bin Tsabit.

Ulama Sunni yang ditakzimkan, Abu Muhammad bin Muslim bin Qutaibah Dainuri dalam kitab al-Imamah wa as-Siyasah meriwayatkan bahwa Umar meminta sebatang kayu dan berkata kepada orang orang yang berada di dalam rumah, “Aku bersumpah demi Allah yang menggenggam jiwaku, jika kalian tidak keluar, akan aku bakar rumah ini!” Seseorang memberitahu Umar bahwa Fathimah berada di dalam. Umar berteriak, “Sekalipun! Aku tidak peduli siapa pun yang berada di dalam rumah itu.”(11)

Baladzuri, seorang sejarahwan lain meriwayatkan bahwa Abu Bakar meminta Ali untuk memberi dukungan kepadanya tetapi Ali menolak. Kemudian Umar berjalan ke rumah Ali sambil membawa kayu bakar di tangannya. Ia bertemu Fathimah di muka pintu. Fathimah berkata, “Engkau berniat membakar pintu rumahku?” Umar menjawab, “Ya, karena hal ini akan menguatkan agama yang diberikan kepada kami dari ayahmu.”(12)

Dalam kitabnya, Jauhari berkata bahwa Umar dan beberapa kaum Muslimin pergi ke rumah Fathimah untuk membakar rumahnya dan orang-orang di dalamnya yang menentang. Ibnu Shahna menambahkan, “Membakar rumah serta penghuninya.”

Lebih jauh lagi diriwayatkan bahwa ketika Ali dan Abbas sedang duduk di dalam rumah Fathimah, Abu Bakar berkata kepada Umar, “Pergi dan bawalah mereka, jika mereka menentang, bunuh mereka!” Umar membawa sepotong kayu bakar untuk membakar rumah tersebut. Fathimah keluar dari pintu dan berkata, “Hai putra Khattab, apakah kamu datang untuk membakar rumah yang di dalamnya terdapat aku dan anak¬-anakku?” Umar menjawab, “Ya, demi Allah, hingga mereka keluar berbaiat kepada khalifah Rasul.”(13)

Semua orang keluar dari rumah kecuali Ali. Ia berkata, “Aku bersumpah akan tetap berada di rumahku sampai aku selesai mengumpulkan Quran.”

Umar tidak terima tetapi Fathimah membatahnya hingga ia berbalik. Umar menghasut Abu Bakar untuk menyelesaikan masalah tersebut. Abu Bakar kemudian mengirim Qunfiz (budaknya) tetapi selalu menerima jawaban negatif setiap kali ia menemui Ali. Akhirnya, Umar pergi dengan sekelompok orang ke rumah Fathimah.

Ketika Fathimah mendengar suara mereka, ia berteriak keras,
“Duhai ayahku, Rasulullah! Lihatlah bagaimana Umar bin Khattab dan Abu Bakar memperlakukan kami setelah engkau tiada! Lihatlah bagaimana cara mereka menemui kami!”
Ulama-ulama Sunni seperti Ahmad bin Abdul Aziz Jauhari dalam bukunya Saqifah, Abu Wahid Muhibuddin Muhammad Syahnah Hanafi dalam bukunya Syarh al-Nahj, dan lainnya telah meriwayatkan peristiwa yang sama.

Lihat juga sejarahwan terkemuka Sunni, Abdul Hasan, Ali bin Husain Mas’udi dalam bukunya Ishabat al-Wasiyyah, menjelaskan peristiwa tersebut secara terperinci dan meriwayatkan, “Mereka mengelilingi Ali dan membakar pintu rumahnya, melemparkannya serta mendorong penghulu seluruh perempuan (Fathimah) ke dinding yang menyebabkan terbunuhnya Muhsin (putra berusia 6 bulan yang tengah dikandungnya).

Shalahuddin Khalil Safadi, ulama Sunni lain, dalam kitabnya Wafi al-Wafiyyat, pada surat ‘A’ ketika mencatat pandangan/pendapat Ibrahim bin Sayar bin Hani Basri, yang terkenal dengan nama Nidzam mengutip bahwa ia berkata,
“Pada hari pembaiatan, Umar memukul perut Fathimah sehingga bayi dalam kandungannya meningggal.”

Menurut anda mengapa perempuan muda berusia 18 tahun harus terpaksa berjalan ditopang tongkat? Kekerasan serta tekanan yang sangat hebat menyebabkan Sayidah Fathimah Zahra senantiasa menangis, “Bencana itu telah menimpaku sehingga sekiranya bencana itu datang di siang hari, hari akan menjadi gelap.” Sejak itu Fathimah jatuh sakit hingga wafatnya akibat bencana dan sakit yang menimpanya, padahal usianya baru 18 tahun.

Seperti yang dikutip oleh Ibnu Qutaibah menjelang hari–hari terakhirnya, Fathimah selalu memalingkan wajahnya ke dinding, ketika Umar dan Abu Bakar datang membesuknya menjawab ucapan mereka yang mendoakan kesembuhannya, Fathimah mengingatkan Umar dan Abu Bakar tentang pernyataan Nabi Muhammad bahwa barang siapa yang membuat Fathimah murka, maka ia telah membuat murka Nabi.

Fathimah berkata,
“Allah dan malaikat menjadi saksiku bahwa engkau membuatku tidak ridha, dan kalian telah membuatku murka. Apabila aku ber¬temu ayahku, akan kuadukan semua perbuatan kalian berdua!”(14)

Karena alasan yang sama, Fathimah ingin agar kedua orang yang telah menyakitinya jangan sampai hadir di pemakamannya dan oleh karenanya ia dimakamkan malam hari. Bukhari, dalam kitabnya menegaskan bahwa Ali menuruti keinginan istrinya. Bukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa Fathimah sangat marah kepada Abu Bakar sehingga ia menjauhinya, tidak berbicara dengannya sampai wafatnya. Fathimah hidup selama 6 bulan setelah Nabi Muhammad wafat. Ketika Fathimah wafat, suaminya Ali menguburkannya di malam hari tanpa memberitahukan Abu Bakar dan melakukan shalat jenazah sendiri.(l5)

Usaha apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak dapat menemukan makamnya. Makam Fathimah hanya diketahui oleh keluarga Ali. Hingga saat ini makam putri Nabi Muhammad yang tersembunyi merupakan tanda-tanda ketidaksukaannya kepada beberapa sahabat.

Pendapat Nabi Muhammad terhadap Orang-orang yang Menyakiti Fathimah
Nabi Muhammad sudah berulang kali mengatakan,
“Fathimah adalah bagian dari diriku. Barangsiapa membuatnya murka, ia telah membuatku murka!”(16)

PENUTUP:
ORANG GILA MANA YANG BERANI MAIN2 DENGAN MURKANYA NABI SAWW  TAPI NGGA PUNYA MALU NGAKU CINTA NABI ?

Catatan Kaki :
1. Lihat Shahih Bukhari, versi Arab-Inggris, jilid 8, hadis 8.17.
2. Referensi hadis Sunni: Bukhari, Arab-Inggris, vol. 8, hadis 8.17.
3. Referensi hadis Sunni: Musnad Ahmad ibn Hanbal, jilid 1, hal. 55; Sirah aai-Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam, jilid 4, ha1.309; Tarikh ath-Thabari, jilid 1, hal. 1822; Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, hal. 192.
4. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.188-189.
5. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari (bahasa Arab), jilid 1, hal. 1118-1120; Tarikh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 325; al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr, jilid 3, hal. 975; Tarikh al-Khulafa oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 20; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Qutaibah, jilid 1, ha1.19-20.
6. Referensi hadis: Tarikh ath-Thabari, versi bahasa Inggris, jilid 9, ha1.186¬187. Pada catatan kaki di halaman yang sama (ha1.187) penerjemahnya memberi komentar, “Meskipun waktunya tidak jelas, nampaknya Ali dan kelompoknya mengetahui tentang peristiwa di Saqifah setelah apa yang terjadi di sana. Para pendukungnya berkumpul di rumah Fathimah. Abu Bakar dan Umar sangat menyadari tuntutan Ali. Karena takut ancaman serius dari pendukung Ali, Umar mengajaknya ke masjid untuk memberi sumpah setia. Ali menolak, sehingga rumah tersebut dikelilingi oleh pasukan pimpinan Abu Bakar-Umar, yang mengancam akan membakar rumah sekiranya Ali dan pengikutnya tidak keluar dan memberi sumpah setia kepaLta Abu Bakar. Keadaan bertambah panas dan Fathimah marah. Lihat Ansab Asyraf oleh Baladzuri dalam kitabnya jilid 1, ha1.582-586; Tarikh Ya’qubi, jilid 1, ha1.116, al-Imamah wn as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 19-20.
7. Referensi hadis Sunni: Tarikh ath-Thabari, pada peristiwa tahun 11 H; al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, pengantar isi, dan ha1.19-20; Izalat al-Khalifah oleh Syah Wahuilah Muhaddis Dehlavi, jilid 2, hal. 362; Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah Malik, jilid 2, bab Saqifah.
8. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, jilid 3, hal. 140.
9. Referensi hadis Sunni: al-Faruq oleh Syibli Numani, hal. 44.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh al-Ya’qubi, jilid 2, ha1.115-116; Asab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, hal. 582, 586.
11. Referensi hadis Sunni: al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal. 3, 19-20.
12. Referensi hadis Sunni: al-Ansab Asyraf oleh Baladzuri, jilid 1, ha1.582, 586.
13. Referensi hadis Sunni: Iqd al-Farid oleh Ibnu Abdurrabbah, bagian 3, ha1.63; al-Ghurar oleh Ibnu Khazaben, bersumber dari Zaid Ibnu Aslam.
14. Al-Imamah wa as-Siyasah oleh Ibnu Qutaibah, jilid 1, hal.4.
15. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, bab Perang Khaibar, Arab ¬Inggris jilid 5; Tarikh Thabari, jilid IX, ha1.196 (peristiwa tahun 11, versi bahasa Inggris); Tabaqat ibn Sa’d, jilid. VIII, ha1.29; Tarikh, Ya’qubi, jilid II, hal.117; Tanbih, Mas’udi, hal. 250 (kalimat ketiga terakhir disebutkan di catatan kaki kitab Thabari); Baihaqi, jilid 4, hal. 29; Musnad, Ibnu Hanbal, jilid 1, hal. 9; Tarikh, Ibnu Katsir, jilid 5, hal. 285-86; Syarh ibn al-Hadid, jilid 6, hal. 46. 546, hal. 381-383 juga pada jilid 4, hadis 325.
16. Referensi hadis Sunni: Shahih Bukhari, Arab-Inggris, jilid 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim, bab Keutamaan Fathimah, jilid 4, ha1.1904-5.


Gambar di atas ini adalah gambar reruntuhan tempat Sayyidah Fatimah, Putri Rasulullah SAW di lahirkan.
Apakah orang yang menyakiti Sayidah Fatimah AS dijamin masuk syurga? Apakah orang yang menzolimi keluarga Nabi (Ahlul Bait) dijamin masuk surga? orang yg menyakiti Ahlul Bait sangat gak pantes masuk surga.. Banyak sejarah yang telah dimanipulasi untuk mengangkat derjat dan keutamaan beberapa “sahabat” Nabi…

Kenabian Nabi Muhammad sama dengan kenabian Nabi Musa.
Alkisah Nabi Musa pernah dikhianati oleh Samiriy. Samiriy artinya adalah berbisik-bisik atau sekolompok orang yang berbisik-bisik untuk bermakar ria. Nabi Harun AS diam karena takut terjadi perpecahan seperti yang telah dicantumkan oleh mas Quito.

Hal Ini juga sama terjadi pada diri Nabi Muhammad yang dimana beberapa orang sahabatnya berbisik-bisik di saqifah untuk merebut kekuasaan Imam ‘Ali AS ketika Nabi sedang menghadapi hari-hari terakhirnya. Imam ‘Ali mengetahui hal tersebut tapi diam saja, semata-mata agar tidak terjadi perpecahan dikalangan umat, hal ini sangat sesuai dengan sikap Nabi Harun AS.

Dan adalah fakta bahwa kedudukan Imam ‘Ali AS sama dengan kedudukan Nabi Harun As disisi Nabi Musa AS.

Banyak sejarah yang telah dimanipulasi untuk mengangkat derjat dan keutamaan beberapa “sahabat” Nabi. Sedangkan keluarga Nabi direndahkan. Seperti ucapan Ibnu Taymiah yang menyatakan bahwa Imam ‘Ali AS bukan saudara Nabi Muhammad SaaW, sedangkan fakta menyatakan bahwa Imam ‘Ali AS memang saudara Nabi Muhammad AS.

Apakah orang yang menyakiti Sayidah Fatimah AS dijamin masuk syurga? Apakah orang yang menzolimi keluarga Nabi (Ahlul Bait) dijamin masuk surga? Hadits 10 sahabat tersebut masih perlu dikaji ulang
orang yg menyakiti Ahlul Bait sangat gak pantes masuk surga.

smoga knak adab yg perih bgi rang yg menyakiti/ n menganiaya kluarga NABI MUHAMMAD SAWW. amin……

Alkisah Nabi Musa pernah dikhianati oleh Samiriy. Samiriy artinya adalah berbisik-bisik atau sekolompok orang yang berbisik-bisik untuk bermakar ria. Nabi Harun AS diam karena takut terjadi perpecahan ….

Hal Ini juga sama terjadi pada diri Nabi Muhammad yang dimana beberapa orang sahabatnya berbisik-bisik di saqifah untuk merebut kekuasaan Imam ‘Ali AS ketika Nabi sedang menghadapi hari-hari terakhirnya. Imam ‘Ali mengetahui hal tersebut tapi diam saja, semata-mata agar tidak terjadi perpecahan dikalangan umat, hal ini sangat sesuai dengan sikap Nabi Harun AS…

Dan adalah fakta bahwa kedudukan Imam ‘Ali AS sama dengan kedudukan Nabi Harun As disisi Nabi Musa AS.

Tidak ada yang aneh. Apakah aneh seorang Nabi Harun as terpaksa membiarkan kaum Musa as menyembah berhala sapi emas buatan Samiri, sehingga sepulangnya Musa as dari bukit Tursina, Musa as menarik janggutnya lantas “Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah mendurhakai perintahku?” Harun menjawab’ “Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata : “Kamu telah memecah antara Bani Israil dan kamu tidak memelihara amanatku”. (QS Thaha ayat 92-94 ; Baca lebih seksama teks al-Quran ini dan renungkan kaitannya dengan kasus yg anda anggap aneh!).

Fadak adalah nama desa di Hijaz yang didapat secara damai oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tahun 7 H, berjarak 2 atau 3 hari dari Madinah. Di sana ada mata air yang deras dan pohon kurma yang banyak. Foto-foto di atas adalah: gapura menuju Fadak, bukit kecil di antara bukit Fadak; sumur tua di Fadak; pohon-pohon kurma kering; pohon kurma yang kering.

Mereka bahkan mengatakan kalau Abu Bakar mencaplok tanah Fadak. Mereka menggambarkan bahwa Abu Bakar benci Fatimah dan Fatimah benci Abu Bakar sampai mati. Benarkan demikian? Benarkah Abu Bakar serendah itu/ Benarkah Fatimah penghulu wanita surga itu serendah itu? Bagaimana yang sebenarnya?

Jawaban yang benar:
Semoga Allah melindungi setiap pmikiran n apa yg seharusnya kita ketahui…
dalam buku yang berjudul FATIMAH..memang secara jelas dtuliskan bahwa tidak ada 1 orang pun yg boleh mengetahui makamnya selain para pengubur…Ali bahkan membuat 7 kubur untuk mengecoh Abu n Umar…ketika Abu n Umar ingin mbongkar semua makam tuk dapat memandikan dan mensholati lagi jenazah Fatimah, Ali menjaga Baqi dengan membawa Zulfikar dan menyatakan akan terjadi pertumpahan darah bila tetap dlakukan pbongkaran.

Abubakar dan Umar pada akhirnya mengalah agar tidak terjadi pertumpahan darah walau mereka terus bersedih dan menangis atas penolakan Fatimah…bahkan Abu meminta semua membatalkan baiat atas dirinya…namun semua itu sudah tidak berlaku…fatimah telah murka…smua wasiat dilakukan karna rasa marah yg luar biasa terhadap abu n umar (Hanya Allah yang tahu kebenarannya)…

dan alasan kenapa fatimah, dan juga al-Hasan yang sungguh ingin dmakamkan di samping makam rosul tidak dapat terwujud karena penolakan dari Aisyah bahkan sampai jenazah al-Hasan yang merupakan ahlul bait..cucu kebanggaan Rosul…dihujani dengan panah dan tombak…(Semoga Allah menunjukkan jalan yang benar pada kita).

sungguh di luar apa yg telah saya ketahui apa yg terdapat dalam buku tersebut…jika selama ini dalam buku2 plajaran kbanyakan mengagungkan Abu Bakar n Umar…mbaca buku ini benar2 mbuat saya dalam keadaan bingung n berusaha mcari jawab…sbgian besar teman bdiskusi menyatakan itu buku dari kelompok yg tlalu mengagungkan Ali….n ingin memecah belah Islam..tapi smakin saya mcari jawaban…hampir semua buku dengan judul berbeda memiliki alur cerita yang sama hanya beda cara penyampaian…pada beberapa buku dijelaskan alasan Abu Bakar n Umar btindak demikian…

tapi…patutkah juga keluarga Rosul dperlakukan sperti tu??sedang Rosul mengatakan pada mereka bahwa Fatimah adalah penghulu wanita di surga??ali adalah suami penghuni surga…hasan dan husein adalah cucu yang dikasihinya…malah kaum muslim juga yang membunuh husein dengan sangat biadab..pbunuhan terkeji pertama yg ada di muka bumi..hingga seluruh binatang dan malaikat mengutuk perbuatan tersebut..bahkan jika boleh memilih mereka tidak ingin lagi berada di dunia..Maha Besar Allah…semoga apa yg kita ketahui bukanlah suatu kesesatan…

benar2 bingung….sgala yg awalnya stau qt baik..kok jadi buruk??
Sejarah, riwayat dan hadis Nabi SAW telah banyak dipalsukan dan diputar belitkan, sehingga ummat Muslim percaya yg tersurat itulah sebenarnya. Sedangkan kisahnya yg tersirat terpendam ditelan zaman, maka dinamakan ianya Fitnah Awal Zaman. Yg mengetahui sejarah sebenar yg tersirat itu, adalah dikalangan Ahlul Bait Nasab sejati warisan Nabi Muhammad SAW itu sendiri. Maka antaranya Ahlul Bait Imam 12 Syiah, adalah Generasi Ke3, dari nasab Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Hussein, yg selalu diburuk2kan oleh mereka itu….

Di Mata Imam Ali as. Dan Abbas ra. Abu Bakar&Umar adalah Pembohong, Pendosa, Penipu dan Pengkhianat!

Pendahuluan:
Di antara perkara menarik untuk dikaji adalah sikap dan penilaian Imam Bukhari dan Imam Muslim terhadap kedudukan Abu Bakar dan Umar. Mengakaji sikap dan pandangan mereka terhadap kedua tokoh sahabat itu dapat ditelusuri melalui hadis-hadis/riwayat-riwayat yang mereka abadikan dalam kitab Shahih mereka setelah menyeleksinya dari ratusan ribu hadis shahih yang mereka berdua hafal atau riwayatkan dari syeikh-syeikh/guru-guru mereka berdua!

Dalam kajian ini pembaca kami ajak meneliti sikap Imam Bukhari dan Muslim terhadap Abu Bakar dan Umar, baik di masa hidup Nabi saw. ataupun setelah wafat beliau dalam sikap mereka ketika menjabat selaki Khalifah!

Sengketa Antara Abu Bakar dan Fatimah as. –Putri Tercinta Rasulullah saw. –
Di antara lembaran hitam sejarah umat Islam yang tak dapat dipungkiri adalah terjadinya sengketa antara Fatimah as. –selaku ahli waris Nabi saw.dan Abu Bakar selaku penguasa terkait dengan tanah Fadak dan beberapa harta waris yang ditinggalkan Nabi saw.

Menolak adanya sengketa dalam masalah ini bukan sikap ilmiah! Ia hanya sikap pengecut yang ingin lari dari kenyataan demi mencari keselamatan dikarenakan tidak adanya keberanian dalam menentukan sikap membela yang benar dan tertindas dan menyalahkan yang salah dan penindas!

Data-data akurat telah mengabadikan sengketa tersebut! Karena deras dan masyhurnya kenyataaan itu sehingga alat penyaring Imam Bukhari dan Muslim tak mampu menyaringnya! Atau bisa jadi sangking shahihnya hadis tentangnya sehingga Imam Bukhari dan Muslim –sebagai penulis kitab hadis paling selektif pun- menshahihkannya dan kemudian mengoleksinya dalam kedua kitab hadis Shahih mereka!

Dalam kali ini kami tidak hendak membicarakan kasus sengketa tanah Fadak secara rinci. Akan tetapi kami hanya akan menyoroti “argumentasi dadakan” yang diajukan Abu Bakar secara spontan demia melegalkan perampasan tanah Fadak! Argumentas Abu Bakar tersebut adalah “hadis Nabi” yang kemudian menjadi sangat masyhur di kalangan para pembela Abu Bakar! Hadis tersebut adalah hadis “Kami para nabi tidak diwarisi, apa-apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.”[1]

Setelah dilontarkan pertama kali oleh Abu Bakar secara dadakan di hadapan argumentasi qur’ani yang diajukan putri kenabian; Fatimah az Zahra as., hadis itu menerobos mencari posisi sejajar dengan sabda-sabda suci Nabi saw. lainnya. Tidak penting sekarang bagi kita untuk menyimak penilaian para pakar hadis atau lainnya tentang status hadis tersebut! Apakah ia benar sabda suci Nabi saw. atau ia sekedar akala-akalan Abu Bakar saja demi melegetimasi perampasan tanah Fadak!

Yang penting bagi kita sekarang bagaimana sikap Imam Ali as. dalam menyikapi Abu Bakar yang membawa-bawa nama Nabi saw. dalam hadis itu!

Abu Bakar Kâdzib!
Imam Bukhari dan Imam Muslim keduanya melaporkan dengan beberapa jalur yang meyakinkan bahwa segera setalah Abu Bakar melontarkan hadis itu dan dengannya ia melegalkan perampasan tanah Fadak, Imam Ali as. menegaskan bahwa Abu Bakar telah berbohong atas nama Rasulullah saw. dalam hadis tersebut!

Di bawah ini kami sebutkan hadis panjang riwayat Bukhari dan Muslim yang melaporkan pengaduan/sengketa antara Abbas dan Imam Ali as. di hadapan Umar –semasa menjabat sebagai Khalifah:

فلما توفي رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم قال أبو بكر: أنا وليُّ رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم، فجئتما تطلب ميراثك كن ابن أخيك و يطلب هذا ميراث إمرأته من أبيها فقال أبو بكر: قال رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏قال: ما نورث ما تركنا صدقة! فرأيتماه كاذبا آثما غادرا خائنا والله يعلم أنه فيها صادق بار راشد تابع للحق…..

“… Dan ketika Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar berkata, ‘Aku adalah walinya Rasulullah, lalu kalian berdua (Ali dan Abbas) dating menuntut warisanmu dari anak saudaramu dan yang ini menuntut bagian warisan istrinya dari ayahnya. Maka Abu Bakar berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda: “Kami tidak diwarisi, apa- apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah.”, lalu kalian berdua memandangnya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat. Demi Allah ia adalahseorang yang jujur, bakti, terbimbing dan mengikuti kebenaran. Kemudian Abu Bakar wafat dan aku berkata, ‘Akulah walinya Rasulullah saw. dan walinya Abu Bakar, lalu kalian berdua memandangku sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat…. “ (HR. Muslim, Kitab al Jihâd wa as Sair, Bab Hukm al Fai’,5/152)
Imam Bukhari Merahasiakan Teks Sabda Nabi saw.!
Dalam hadis shahih di atas jelas sekali ditegaskan bahwa Imam Ali as. dan Abbas ra. paman Nabi saw. telah menuduh Abu Bakar dan Umar yang merampas seluruh harta warisan Nabi saw. dari ahli waris belaiu dengan membawa-bawa hadis palsu atas nama Nabi saw. sebagai:
  1. Pembohong/Kâdziban.
  2. Pendosa/Atsiman.
  3. Penipu/Ghadiran.
  4. Pengkhianat/Khâinan.
Kenyataan ini sangat lah jelas, tidak ada peluang untuk dita’lilkan dengan makna-makna pelesetan yang biasa dilakukan sebagian ulama ketika berhadapaan dengan redaksi yang agak semu! Karenanya Imam Bukhari dengan terpaksa, -agar kaum awam, mungkin termasuk Anda yang sedang membaca artikel ini tidak menodai kesucian fitrahnya dengan mengetahui kenyataan mengerikan ini; yaitu kejelekan pandangan Imam Ali as. dan Abbas ra. terhadap Abu Bakar dan Umar- maka ia (Bukhari) merahasiakan data yang dapat mencoreng nama harum Abu Bakar dan Umar!

Mungkin niat Imam Bukhari baik! Demi menjaga kemantapan akidah Anda agar tidak diguncang oleh waswasil khanâs!

Ketika sampai redaksi ini:

…. ثم توفى الله نبيه ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏فقال ‏ ‏أبو بكر ‏ ‏أنا ولي رسول الله فقبضها ‏ ‏أبو بكر ‏ ‏يعمل فيها بما عمل به فيها رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏وأنتما حينئذ وأقبل على ‏ ‏علي ‏ ‏وعباس ‏ ‏تزعمان أن ‏ ‏أبا بكر ‏ ‏كذا وكذا والله يعلم أنه فيها صادق بار راشد تابع للحق ثم توفى الله ‏ ‏أبا بكر ‏ ‏فقلت أنا ولي رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏وأبي بكر ‏ ‏فقبضتها سنتين أعمل فيها بما عمل رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏وأبو بكر ‏ ‏ثم جئتماني وكلمتكما واحدة وأمركما جميع جئتني تسألني نصيبك من ابن أخيك وأتى هذا يسألني نصيب امرأته من أبيها فقلت إن شئتما دفعته إليكما على أن عليكما عهد الله وميثاقه لتعملان فيها بما عمل به رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏وبما عمل به فيها ‏ ‏أبو بكر ‏ ‏وبما عملت به فيها منذ وليتها وإلا فلا تكلماني فيها فقلتما ادفعها إلينا بذلك فدفعتها إليكما بذلك أنشدكم بالله هل دفعتها إليهما بذلك فقال الرهط نعم قال فأقبل على ‏ ‏علي ‏ ‏وعباس ‏ ‏فقال أنشدكما بالله هل دفعتها إليكما بذلك قالا نعم قال أفتلتمسان مني قضاء غير ذلك فوالذي بإذنه تقوم السماء والأرض لا أقضي فيها قضاء غير ذلك حتى تقوم الساعة فإن عجزتما عنها فادفعاها فأنا أكفيكماها ‏

… lalu kalian berdua memandangnya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat, Imam Bukhari –dan tentunya setelah shalat dua rakaat mencari wangsit dari Allah SWT. ia menghapus redaksi tersebut dan mengantinya dengan: lalu kalian berdua memandangnya sebagai begini dan begitu![2]
Sebuah teka teki yang pasti membuat Anda bertanya-tanya, apa ya seperti itu dahulu ketika Umar mengatakannya?!
(HR. Bukhari,6/191, Kitab an Nafaqât/Nafkah, Bab Habsu ar Rajuli Qûta Sanatihi/ Seorang menahan kebuhutan pangan setahunya).

Dan dalam banyak tempat lainnya, secara total Imam Bukahri menghapus penegasan sikap Imam Ali as. dan Abbas ra., ia tidak menyebut-nyebutnya sama sekali! Seperti dalam:
1) Bab Fardhu al Khumus/Kewajiban Khumus,4/44.
2) Kitab al Maghâzi/peperangan, Bab Hadîts Bani an Nadhîr,5/24.
3) Kitab al Farâidh/warisan, Bab Qaulu an Nabi saw. Lâ Nûrats Mâ Taraknahu Shadaqah/Kami tidak diwarisi, apa yang kami tinggalkan adalah shadaqah,8/4.
4) Kitab al I’tishâm/berpegang teguh, Bab Mâ Yukrahu min at Ta’ammuq wa at Tanâzu’/larangan berdalam-dalam dan bersengketa,8/147.

Tapi sayangnya, Imam Bukhari masih meninggalkan jejak dan dapat menjadi petunjuk yaitu pembelaan Umar atas dirinya dan juga atas Abu Bakar! Bukhari menyebutkan kata-kata Umar: Allah mengetahui bahwa ia adalah seorang yang jujur, bakti, terbimbing dan mengikuti kebenaran! Dan kata-kata itu dapat menjadi petunjuk awal bahwa apa yang dikatakan Ali dan Abbas paling tidak kebalikan darinya atau yang mendekati kebalikan darinya! Sebab apa latar belakang yang mengharuskan Umar mengatakan kata-kata tersebut andai bukan karena adanya tuduhan Ali dan Abbas ra. atas Abu Bakar dan Umar?!

Para Pensyarah Bukhari Membongkar Apa Yang Dirahasiakannuya!
Akan tetapi, kendati demikian para pensyarah Shahih Bukhari, seperti Khatimatul Huffâdz; Ibnu Hajar al Asqallani membongkar apa yang dirahasiakan Bukhari![3] Maka gugurlah usaha Bukhari agar kaum Muslimin tidak mengetahui kenyataan pahit di atas! Dan ini adalah salah satu bukti keunggulan kebenaran/al Haq! Betapa pun ditutup-tutupi tetap Allah akan membongkarnya!

Ibnu Jakfari Berkata:
Dalam kesempatan ini kami tidak akan memberikan komentar apa-apa! Sepenuhnya kami serahkan kepada para ulama, pemikir, cendikiawan dan santri Ahlusunnah wal Jama’ah untuk menentukan sikap dan tanggapanya atas sikap Imam Ali as. dan Abbas ra. terhadap Abu Bakar dan Umar!

Kami hanya hendak mengatakan kepada pembaca yang terhormat: Jika ada bertanya kepada Anda, jika Imam Ali as. benar-benar telah mengetahui bahwa hadis yang disampaikan Abu Bakar itu benar sabda Nabi suci saw., mungkinkah Ali as. menuduh Abu Bakar berbohong?!

Mungkinkah Ali as. –sebagai pintu kota ilmu Nabi saw.- tidak mengatahui sabda itu? Bukankah yang lebih pantas diberitahu Nabi saw. adalah Ali dan Fatimah? Lalu mengapakah mereka berdua tidak diberi tahu hukum itu, sementara Abu Bakar yang bukan apa-apa; bukan ahli waris Nabi saw. diberi tahu?

Anggap Imam Ali as.dan Abbas ra. tidak diberti tahu oleh Nabi saw. dan Abu Bakar lah yang diberi tahu, pantaskah Imam Ali as. membohongkan sesuatu yang belum ia ketahui? Bukankah sikap arif menuntut Ali agar berhati-hati dalam mendustakan sabda suci Nabi saw. dengan mencari tahu, dari para sahabat lain?! Namun mengapa, hingga zaman Umar berkuasa pun Ali as. dan Abbas ra. masih saja tetap pada pendiriannya bahwa Abu Bakar berbohong dalam meriwayatkan hadis Nabi saw. tersebut!!

Bukankah dengan mencantumkan riwayat-riwayat seperti itu dalam kedua kitab Shahihnya, Syeikhân (khususnya Imam Muslim) hendak mengecam dan menuduh Abu Bakar dan Umar sebagai: pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat?

Atau jangan-jangan kitab nomer wahid kaum Ahlusunnah ini telah tercemari dengan kepalsuan kaum Syi’ah Rafidhah?!

Kami dapat memaklumi bahwa dengan riwayat-riwayat shahih seperti di atas saudara-saudara kami Ahlusunnah dibuat repot dan kebingungan menetukan sikap!
(A) Apakah harus menuduh Imam Bukhari dan Muslim telah mengada-ngada dan memalsu hadis? Dan itu artinya kesakralan kitab Shahih Bukhari dan Muslim akan runtuh dengan sendirinya!!
(B) Atau menerima keshahihan hadis-hadis shahih yang diriwayatkan dari banyak jalur di atas dan itu artinya Abu Bakar dan Umar di mata Imam Ali as. dan Abbas ra. adalah: pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat!! Maka jika demikian adanya, mungkinkah para imam dan tokoh ulama dari keturunan Imam Ali as. akan menyanjung Abu Bakar dan Umar, meyakininya sebagai dua imam pengemban hidayah, sebagai Shiddîq dan Fârûq dan memandang keduanya dengan pandangan yang berbeda dengan ayah mereka?
(C) Atau menuduh Ali as. dan Abbas ra. sebagai telah menyimpang dari kebenaran dan mengatakan sebuah kepalsuan tentang Abu Bakar dan Umar ketita menuduh keduanya sebagai pembohong, pendosa, penipu dan pengkhianat?
(D) Atau jangan-jangan para ulama Ahlusunnah telah meramu sebuah formula khusus yang akan memberi mereka jalan keluar yang aman?!
(E) Atau sebagian ulama Ahlusunnah akan menempuh jalan pintas dengan  membuang redaksi tersebut dari hadis shahih itu, tawarru’an/sebagai bukti kewara’an, seperti yang dilakukan Bukhari dan sebagian lainnya.[4] Dan tentunya ini adalah sebuah cara aman untuk keluar dari kemelut yang mengguncang kemapanan doqma mazhab! Hadis seshahih apapun harus disinggkirkan dari arena jika membuat repot para Pembela Mazhab dan akan membukan pintu keresahan kaum awam atau bahkan setengah awam, setengah alim!

Semoga Allah memberi kemudahan bagi saudara-saudara kami Ahlusunnah untuk menumukan jalan keluar ilmiah yang bertanggung jawab dari kemelut di atas. Amîn Ya Rabbal Alamîn.

[1]Para ulama Ahlusunnah sendiri menegaskan bahwa hanya Abu Bakar seorang yang meriwayatkannya uacapan itu atas nama Nabi saw.! Tidak seorang pun dari shabat atau Ahlulbait Nabi saw. yang pernah mendengar hadis itu dari Nabi saw.!! Semenatara Fatimah –putri tercita Nabi saw.- tidak mengakuinya sebagai hadis, beliau menudh Abu Bakar telah bertdusta atas nama Nabi saw. karenanya beliau as. tetap bersikeras menuntut hak waris beliau dari ayahnya. Demikian juga dengan Imam Ali dan Abbas, keduanya, seperti akan Anda ketahui di sini menuduh Abu Bakar telah berdusta atas nama Nabi saw.
[2] Demi meringkas tulisan ini, sengaja kami tidak cantumkan riwayat secara lengkap dan tidak juga terjemahkan secara total potongan hadis di atas!
[3] Fathu al Bâri, ketika menysarahi hadis tersebut pada Bab Kewajiban Khumus,13/238.
[4] Baca syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi,12/72.
“Seseorang tidaklah dicela karena menuntut haknya, tetapi seseorang menjadi tercela karena merampas hak orang lain.”.


FADAK DI DALAM KITAB KITAB SUNNI.
Untuk membuktikan bahwa kasus Fadak tercatat di dalam kitab-kitab Sunni, saya akan mendasari kasus ini dari 3 kitab Sunni :
1. Mu’jam al-Buldan-nya Yaquut al-Hamawi Jil. 14, hlm. 238.
2. Tarikh al-Khamis, Jil. 2, hlm. 88.
3. Wafa al-Wafa-nya Nuruddin al-Samhuudi, Jil. 4, hlm. 1480
.

Pada ketiga kitab itu tertulis :
“Fadak adalah sebuah kota, yang jaraknya 2-3 hari perjalanan dari Madinah. Di sana banyak sumur-sumur air dan pohon-pohon kurma. Fadak juga merupakan tanah yang dikatakan Fathimah kepada Abu Bakar, “Ayahku (Rasulullah SAW) menghadiahkan kepadaku Fadak sebagai hadiah.” Abu Bakar lalu meminta mengajukan Fathimah saksi-saksi atas persoalan ini.”

Sebenarnya sangat aneh jika Abu Bakar meminta saksi kepada Fathimah, karena kita semua tahu bahwa Aisyah, putrinya sendiri mengatakan tentang Fathimah :
“Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih jujur dari Fathimah, kecuali Rasulullah.” Lalu ada orang bertanya, “Apakah ada sesuatu (cerita) tentang dia?” Aisyah lalu berkata, “Ya. Rasulullah menyayanginya (Fathimah), karena dia tidak pernah berdusta.”.

Dan di dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abdul Barr dikatakan bahwa Aisyah berkata, “Aku tidak pernah melihat seorangpun yang ucapannya lebih benar dari Fathimah, kecuali seseorang yang menjadi orang tuanya.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam Mustradak-nya Jil. 3, hlm. 160-161 dan ditetapkan sebagai hadits shahih menurut kriteria yang dipakai oleh Imam Muslim dan disepakati pula oleh Adz-Dzahabi.

Apakah Anda juga meragukan Sayyidah Fathimah? Na’udzubillah min dzalik!
Jika Anda mengatakan tidak layak Fathimah meminta-minta haknya seperti itu. Layakkah? Tentu saja layak! Mengapa tidak!

Seseorang tidak menjadi terhina atau menjadi hina karena dia menuntut haknya, tetapi seseorang menjadi terhina ketika dia merampas hak orang lain.

Pada peristiwa tersebut (penuntutan hak Fadak), Sayyidah Fathimah membacakan ayat Quran : “Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan itu. Maka kesabaran itulah yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS Yusuf [12] ayat 83).

PENDAPATAN YANG DIPEROLEH DARI TANAH FADAK
Di dalam kitab hadis Ahlus Sunnah, yaitu Sunan Abu Dawud, Jil. 3, hlm. 144, Dzikr Fa’i, tertulis : “Abu Dawud mengatakan bahwa ketika Umar bin Abdul ‘Aziz menjadi khalifah, pendapatan yang diperoleh dari tanah fadak adalah 40.000 Dinar.”.

Di dalam Syarah Ibn Abil Hadid, Jil. 4, hlm. 108 tertulis :
“Umar (bin Khaththab) mengeluarkan orang-orang Yahudi dari tanah Fadak. Dan nilai tanah tersebut berikut kurmanya adalah 50.000 Dirham.”
BERKAH YANG DATANG DARI KURMA-KURMA FADAK
Ibn Abi Al-Hadiid di dalam Syarah Nahjul Balaghah-nya pada Jil. 4, hlm. 108
menulis : “Ada 11 macam pohon buah-buahan yang tumbuh di Fadak, yang Rasulullah Saw tanam lewat tangan beliau sendiri. Anak-anak Fathimah biasa menghadiahkan hasil kebun Fadak tersebut kepada orang-orang yang pergi hajji dan mereka (para hajji dan hajjah) memberikan kepada anak-anak Fathimah beberapa dinar dan dirham atas pelayanan mereka.”

PENDAPATAN DARI FADAK DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN MILITER.
Kita bisa juga membaca di dalam kitab yang ditulis oleh seorang alim dari Ahlus Sunnah wal Jamaah: Insanul Ayun fi Siirah al-Halabiyah Jil. 3, hlm. 487-488, Bab Wafatnya Rasulullah Saw :
“Umar marah kepada Abu Bakar, lalu berkata, “Jika Anda mengembalikan Fadak kepada Fathimah, (maka hal itu akan menjatuhkan Anda) padahal (hasil keuntungan Fadak) itu bisa digunakan untuk angkatan perang dan pertahanan. Saat ini semua bangsa Arab sedang bangkit melawan Anda!” (maka) Dia (Abu Bakar) mengambil dokumen Fadak dari Fathimah dan merobek-robeknya menjadi potongan-potongan kecil.”.

Kita telah melihat bahwa fakta sejarah ini telah menunjukkan secara jelas bahwa kepemilikkan sah tanah Fadak ada di tangan Sayyidah Fathimah, namun dengan alasan untuk pertahanan dan angkatan perang, tanah tersebut “terpaksa diambil alih”. Dengan demikian kita juga memperoleh data yang menunjukkan bahwa hasil yang sedeemikian besar yang diperoleh dari Fadak telah digunakan untuk kepentingan pertahanan kekuasaan. Bisa dipahami jika beberapa sejarawan yang menduga ada ketakutan tersembunyi dari beberapa sahabat Nabi jika tanah Fadak digunakan oleh Imam Ali bin Abi Thalib as dan sahabat-sahabat setianya untuk melawan mereka, yaitu orang-orang yang tidak menyetujui kekhalifahan berada di tangan Imam Ali as.

PERBEDAAN GHANIMAH DENGAN FA’I.
Ada perbedaan yang sangat mendasar antara Ghanimah dan Fa’i.
Di dalam Tafsir Kabir, Jil. 8, hlm. 125, dan Tafsir Maraghi, tentang tafsir Surah al-Hasyr : “Ghanimah adalah harta yang untuk memperolehnya kaum Muslim mesti berkerja keras (bertempur) untuk itu. Sementara Fa’i adalah harta yang diperoleh kaum Muslim tanpa harus mengendarai kuda dan unta (artinya tanpa harus bertempur).”.

Adapun tanah Fadak adalah rampasan perang yang diperoleh dari Fa’i (kemenangan perang yang didapat tanpa pertempuran.).
Mari kita lihat ayat Quran yang berhubungan dengan ini :
“Dan apa saja harta rampasan (afaa-i)yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan seekor untapun (seperti Fadak), tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada RasulNya terhadap apa saja yang dikehendakiNya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Al-Hasyr [59] ayat 6).

Fakhruddin al-Razi di dalam Tafsir Kabir-nya mengatakan :
“Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Fadak, yang mana Rasulullah Saw memeprolehnya dari penaklukan tanpa pertempuran.” (Tafsir al-Kabir, Jil. 10, hlm. 506).
- Tafsir Mazhari, hlm. 238.
– Tafsir Ruh Al-Ma’ani, Tafsir Surah Hashr.
– Tafsir Maraghi, Tafseer Surah Hashr.
– Tafsir Durr al-Mantsur, Tafsir Surah Hashr.
– Tafsir Jawahir li al-Tanthawi, Tafsir Surah Hashr
.

Dari tafsir-tafsir Quran ini telah jelas bahwa Fadak diperoleh dari Fa’i, yang kemudian menjadi milik Rasulullah Saw dan selanjutnya diberikan beliau kepada putri tercintanya Sayyidah Fathimah as. sebagai hadiah. Namun setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar mengambilnya secara paksa dari Sayyidah Fathimah as. Inilah salah satu penyebab tertekannya batin Sayyidah Fathimah as dan menjadi beban deritanya sepeninggal ayahnya, Rasulullah Saw.
“Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS Al-Israa’ [17] ayat 82).

BAGAIMANA SEJARAH FADAK SAMPAI MENJADI MILIK EKSKLUSIF RASULULLAH SAW.
Di dalam kitab-kitab Sunni berikut ini :
1. Abi al-Hassan Baladzuri, Fathul Buldan, hlm. 46.
2. Majmu’ al-Buldan, Jil. 14, hlm.139.
3. Tarikh al-Thabari, Jil. 3, hlm. 1583.
4. Ibn Atsir, Tarikh al-Kamil, Jil. 2, hlm. 108.
5. Husayn Diyar Bakari, Tarikh al-Khamiis, Jil. 2, hlm. 58.


Semua kitab di atas mencatat bahwa :
“Ketika Rasulullah Saw kembali dari Khaybar, beliau mengirim Muhisa bin Mas’ud untuk mendakwahkan Islam ke penduduk Khaybar. Pemimpin Yahudi Khaybar saat itu adalah Yusya bin Nun. Penduduk Fadak menolak menerima Islam, namun memberikan separuh dari tanah Fadak mereka. Rasulullah Saw mengambil separuh tanah itu dan mengijinkan mereka untuk tetap tinggal di separuh lagi dari tanah itu. Sejak saat itu setengah tanah Fadak teresebut menjadi kekayaan milik Rasulullah Saw, yang diperoleh kaum Muslim tanpa harus mengendarai kuda dan unta.
“Dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata terbelalak.” (Al-Quran Surah Ibrahim [14] ayat 42).

RASULULLAH SAW AKHIRNYA MENDAPATKAN KESELURUHAN TANAH FADAK.
Di dalam kitab-kitab yang ditulis para alim dari Ahlus Sunnah di bawah ini :
1. al-Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim, Jil. 2, hlm.92.
2. Sunan al-Nasaai, Jil. 7, hlm. 137.
3. Wafa’ al-Wafa’, Jil. 4, hlm. 1280.
4. Ibn Hisyam, Sirah al-Nabi, Jil. 3, hlm. 353.
5. Tarikh Abul Fida, hlm. 140, Dzikr Ghazwah al-Khaybar.


Kelima kitab di atas mencatat bahwa :
“Setelah kesepakatan damai (dengan kaum Yahudi Khaybar), separuh tanah Fadak yang telah diberikan orang-orang Yahudi, akhirnya seluruhnya menjadi milik Rasulullah Saw. Sec1/3 lembah Qari dan 2 kastil Khaybar menjadi eksklusif milik Rasulullah Saw dan tak seorang pun yang memperoleh bagian dari ini.”.

Hanya orang-orang bebal seperti Ibn Taymiyah dan kaum Wahabi sajalah yang menolak bahwa Fadak adalah milik eksklusif Rasul Saw. Dan memang pantas jika Sayyidah Fathimah as mengatakan : “Dan kami meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta!” (QS Ali Imran [3] ayat 61).

Ayat di atas (QS 3 : 61)
adalah ayat MUBAHALAH, yang mana Sayyidah Fathimah as adalah salah satu yang diajak oleh Rasulullah Saw untuk ikut saling mengutuk dengan orang-orang yang tidak beriman. Lalu mungkinkah Sayyidah Fathimah as yang pernah diajak oleh Rasulullah Saw bermubahalah melakukan dusta tentang tanah Fadak? Tentu saja tidak. Maka semoga laknat Allah Swt, Rasul-Nya dan seluruh Imam Ahlul Bait Nabi as bagi mereka yang mendustakanfakta-fakta sejarah yang juga telah dicatat oleh para alim Ahlus Sunnah!

UMAR BIN KHATHTHAB JUGA MENGANGGAP BAHWA FADAK ADALAH KEKAYAAN EKSKLUSIF MILIK RASULULLAH SAW
Syibli Numani di dalam bukunya al-Faruq menulis :
“…setelah penaklukkan Sirian dan Irak, Umar memanggil para sahabat; dia mengumumkan dengan dasar al-Quran bahwa penaklukan wilayah-wilayah bukanlah milik siapa pun, tetapi semuanya menjadi kekayaan negara, seperti yang telah diabahs tentang Fa’i. Bagaimanapun, dari ayat Quran sendiri muncul bahwa tanah Fadak adalah milik pribadi Rasulullah saw, dan Umar sendiri pun memahami bahwa ayat itu mengimplikasikan demikian. Apa yang Allah perbuat atas orang-orang ini (Bani Nadhir) dengan mengirim Rasul-Nya untuk penaklukkan yang kamu tidak mengerahkan seekor kudapun dan seekor untapun (seperti Fadak), tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada RasulNya terhadap apa saja yang dikehendakiNya.” (QS Al-Hasyr [59] ayat 6) Sambil membaca ayat ini, Umar menyatakan bahwa tanah itu memang diberikan untuk Nabi Saw. Hal ini juga tercantum di dalam Shahih Bukhari secara rinci pada Bab Khums al-Maghazi dan al-Mirats.” (Syibli Numani, Al-Faruq, Jil. 2, hlm. 289-290).

APA YANG DIBELANJAKAN RASULULLAH SAW DARI FADAK?
Seorang penulis buku Qishash al-Anbiya’, Ahmad Jawdat Pasha menyatakan bahwa Abu Bakar menggunakan Fadak untuk kepentingan para tamu dari luar kota atau negeri, para pelancong, para duta besar. Benarkah? Lalu apakah Rasulullah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Abu Bakar?

Mari kita buka kitab Shahih Muslim Bab al-Fa’i, Bab 19, hadis no. 4347 :
“Diriwayatkan dari Umar, bahwa ia berkata : “Harta benda (tanah) Bani Nadhir adalah termasuk kekayaan fai` yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, yang diperoleh kaum Muslimin tanpa perang dengan menunggang kuda atau unta. Harta rampasan itu khusus untuk Nabi saw. lalu menafkahkan untuk keluarga beliau (ahlihi) selama setahun, sisanya beliau pergunakan untuk membeli hewan angkutan serta persenjataan perang di jalan Allah.(Jika masih meragukan hadis2 yang saya kutip di sini silahkan Anda melihat sendiri pada situs resmi kerajaan Saudi Arabia di sini : http://hadith.al-islam.com/bayan/display.asp?Lang=ind&ID=1019).


Umar sendiri mengatakan bahwa harta yang diperoleh dari Bani Nadhir atau Fadak adalah diberikan khusus untuk Nabi Saw secara eksklusif dan digunakan oleh Rasulullah Saw untuk kebutuhan keluarganya dan membeli persenjataan. Jadi sangat berbeda dengan apa yang ditulis oleh Ahmad Jawdat Pasha! Dan jika Umar mengatakan bahwa Fadak adalah anugerah Allah Swt yang khusus sepenuhnya diberikan kepada Rasulullah Saw, lalu mengapa dia dan Abu Bakar berani lancang merampasnya dari Sayyidah Fathimah as?


“Apa saja harta rampasan yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kerabat (li dzil qurba), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS al-Hasyr [59] ayat 7).


Fatimah Az Zahra As berpesan pada Imam ‘Ali AS agar memakamkan jenazahnya pada malam hari karena tidak mau dishalatkan oleh “kedua sahabat” Nabi yang menzolimi beliau perihal tanah fadak dan ke-pemimpinan Imam ‘Ali AS selepas wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Rasa sakit hati beliau semakin memuncak ketika sahabat Umar ibn Khattab RA menyerbu rumah beliau dan menyeret Imam ‘Ali AS selayaknya seekor anjing yang hina. Sayidah Fatimah yang ketika itu sedang hamil tua berusaha menolong suaminya, namun atas perintah Umar untuk mencegahnya. Pencegahan tersebut menggunakan kekerasan dengan memukul perut (sebagian riwayat rusuk) sayidah Fatimah AS sehingga beliau terjatuh dan keguguran.

Karena protesnya tidak digubris, dalam keadaan berdarah karena keguguran, ia mengambil dan memakai mantel pemberian Nabi Muhammad dan mengutuk para penyerangnya. Namun Imam ‘ Ali AS dengan segala kemulian dan kebijaksanaannya mencegah hal tersebut, karena beliau tahu kutukan Fatimah AS akan disegerakan di dunia.

Abu Bakr RA yang mengetahui hal ini segera meminta maaf di hari-hari terakhir Sayidah AS Fatimah karena takut akan kutukan tersebut. Namun sampai di akhir hayatnya, Sayidah Fatimah tetap bersikeras pada prinsipnya. Dan penyesalan Abu Bakr RA dan Umar ibn Khttab RA adalah karena tidak beroleh maaf dari Sayidah Fatimah.

Coba baca kembali sengketa tanah Fadak mas, semuanya terbuka.
Sayyidah Fatimah Az-Zahra (as) wafat 6 bulan setelah ayahnya, Rasulullah Saw wafat. Sedangkan Abu Bakar wafat 2 1/2 tahun setelahnya dan Umar wafat pada 24 Hijriyah. Meskipun Abu Bakar dan Umar wafat jauh setelah wafatnya Sayyidah Fatimah (as) tetapi mengapa jasad Sayyidah Fatimah tidak dikuburkan di sebelah makam ayahnya yang sangat dicintainya, namun mengapa kedua sahabat ini justru bisa dimakamkan di samping Rasulullah Saw? Apakah mungkin Sayyidah Fatimah sendiri yang meminta agar dia dimakamkan jauh dari ayah yang sangat dicintainya itu? Jika benar begitu, mengapa?

Bukankah Rasulullah Saw teramat sangat mencintai putrinya ini, sampai-sampai Rasulullah Saw bersabda, “Fatimah adalah bagian dari diriku. Maka barangsiapa yang membuatnya marah berarti ia telah membuat marah diriku!” (Shahih Bukhari) 1]
 
Dalam hadits lainnya Rasulullah saw bersabda, “Fatimah adalah belahan jiwaku, aku menjadi susah karena sesuatu yang membuatnya susah dan aku berbahagia karena sesuatu yang membuatnya bahagia..” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal dan Al-Hakim) 2]

Dalam hadits lainnya Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Fatimah adalah darah dagingku. Barangsiapa yang menyakitinya berarti ia menyakitku.” (H.R Al-Hakim).

Hadits lainnya yang juga populer di mana Rasul Saw bersabda, “Sesungguhnya Fatimah merupakan bagian dari diriku, aku merasa sakit sebab sesuatu yang menyakitinya. Dan aku akan marah karena sesutu yang membuatnya marah pula.” (H.R. Ahmad, Turmidzi, Al-Hakim dan Al-Thabrani, dengan sanad-sanad yang shahih).

Apakah pernyataan-pernyataan Nabi saw ini sekadar ungkapan sentimen personal beliau? Tentu saja tidak, karena Allah SwT berfirman, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Al-Quran Surah Al-Najm [53]: 3).

Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada putri tercintanya, Fatimah : “Sesungguhnya Allah ridha karena keridhaanmu dan Allah murka karena kemarahanmu!” (H.R Al-Thabrani) 3]
Lalu mengapa putri tercinta Nabi Saw ini tidak dikuburkan di samping makam ayahnya, Rasulullah Saw, padahal Sayyidah Fatimah sendiri sangat mencintai ayahnya? Lalu mengapa Abu Bakar & Umar bisa dimakamkan disamping makam Rasulullah Saw, padahl mereka wafat jauh setelah Sayyidah Fatimah wafat? Ada apa? Apa yang telah terjadi di masa itu? (Coba Anda lihat hadits : Shahih al-Bukhari Jilid 5, hadits nomor: 546).

Catatan Kaki:
1] Shahih Bukhari, Jil. 5, hadits no. 61.
2] Thabrani juga meriwayatkan hadits yang serupa dengan lafadz yang sedikit berbeda.
3] Sanad hadits ini hasan.

Terkait Berita: