Tidak ada seorangpun di dunia yang
selalu hidup nyaman tanpa pernah menghadapi masalah dan kesulitan. Orang
bijak mengatakan, jika dalam kehidupan engkau hanya meniru gaya hidup
orang lain dan mengikuti apa yang dilakukan kebanyakan orang, maka tak
akan ada sisi kehidupannya yang bisa dibanggakan. Sebagian pakar
pendidikan meyakini bahwa setiap manusia punya karakter, bakat dan
potensi khas dirinya yang harus ia aktualisasikan. Jarang ada orang yang
mampu mengaktualisasikan potensi dan bakat alamiahnya dengan baik.
Salah satu yang berhasil dalam hal ini adalah Allamah Sayid Mohammad
Hossein Thabathabai. Beliau adalah ulama besar yang mampu melahirkan
perubahan fundamental pada dunia pemikiran. Tak syak, Allamah layak
masuk ke dalam jajaran ilmuan dan ulama Islam yang paling menonjol di
dunia modern.
Allamah Sayid Mohammad Hossein
Thabathabai adalah mufassir besar, filosof teras atas dan sufi yang
arif. Beliau getol memarakkan dunia pemikiran filsafat dan irfan serta
aktif dalam mengajar tafsir al-Quran. Selain menulis banyak buku, beliau
juga mendidik murid-murid yang di kemudian hari menjadi tokoh dan
ilmuan besar Islam seperti Ayatullah Murtadha Muthahhari yang
membentengi Islam dari serangan pemikiran-pemikiran asing dan ateis.
Meski sudah banyak buku dan makalah yang
ditulis untuk mengenalkan sosok ulama besar ini, namun belum ada yang
bisa mengungkap kepribadian agung yang namanya akan selalu abadi di
dunia pemikiran dan tafsir al-Quran ini.
Allamah Thabathabai terlahir dengan nama
Mohammad Hossein di keluarga yang taat di kota Tabriz, barat laut Iran
pada penghujung bulan Dzulhijjah tahun 1321 Hijriah bertepatan dengan
tahun 1904 Masehi. Di Tabriz, keluarga Thabathabai dikenal sebagai
keluarga terpandang dari keturunan Nabi Saw. Beliau adalah keturunan
Sirajuddin Abdul Wahhab yang dikenal karena perannya yang berhasil
menghentikan peperangan besar antara Iran dan pemerintahan Ottoman pada
tahun 920 Hijriah.
Sejak usia lima tahun Sayid Mohammad
Hossein Thabathabai sudah kehilangan kasih sayang ibundanya yang wafat
meninggalkannya untuk selama-lamanya. Derita itu lengkap saat berusia
sembilan tahun dengan wafatnya ayah beliau. Sejak itulah, Sayid Mohammad
Hossein hanya hidup bersama adik lak-lakinya. Namun demikian, Allah Swt
tak pernah membiarkan hamba-Nya hidup tanpa pengawasan. Perlindungan
dan inayah Allah ibarat atap yang selalu menaungi hidupnya.
Mengenai masa-masa sulit itu, Allamah
bercerita, "Sejak kanak-kanak, aku sudah merasakan derita menjadi anak
yatim. Tapi Allah Swt berkenan memberikan anugerah-Nya kepada kami. Dia
telah memudahkan urusan ekonomi untuk kami. Pengemban wasiat ayahku
menjalankan wasiat beliau, mengasuh aku dan adikku dan memperlakukan
kami dengan perlakuan akhlak Islam."
Allamah Thabathabai mengawali jenjang
pendidikannya dengan belajar al-Quran, bahasa Persia dan
pelajaran-pelajaran yang umumnya didapatkan anak-anak seusianya. Periode
itu berlangsung selama enam tahun sebelum melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Mengenai jenjang pendidikan ini, beliau bercerita:
"Pada mulanya ketika masih belajar ilmu
Sharaf, aku tidak bernafsu untuk melanjutkan sekolah. Karena itu semua
yang diajarkan di kelas tidak bisa aku cerna dengan baik. Empat tahun
berlalu begitu saja. Tapi Allah Swt menurunkan inayah-Nya kepadaku dan
mengubah diri ini sehingga aku berubah menjadi orang yang tidak bisa
lepas dari belajar dan selalu haus untuk memperoleh kesempurnaan. Sejak
saat itu sampai proses pendidikanku berakhir yang kurang lebih
berlangsung selama 17 tahun aku tak pernah merasa letih dan jenuh dari
belajar, menelaah dan berpikir…
Kutinggalkan semua persahabatan dengan
orang-orang yang bukan ahli ilmu. Akupun merasa cukup dengan makan,
tidur dan kehidupan ala kadarnya, dan sisa waktu kugunakan untuk
belajar. Sering aku lewatkan malam sampai pagi dengan belajar dan
membaca, khususnya di musim panas. Setiap hari, pelajaran besok pagi
sudah aku pelajari malam sebelumnya sehingga saat berada di kelas, aku
sudah menguasai pelajaran yang disampaikan guru. Aku selalu berusaha
memecahkan masalah pelajaran dengan cara apapun. Karena itu, di kelas,
tak ada pertanyaan yang aku sampaikan kepada guru berkenaan dengan
pelajaran."
Dengan keuletan dan ketekunan yang tiada
tara, Sayid Mohammad Hossein Thabathabai mempelajari fiqih, ushul,
filsafat dan ilmu kalam dengan berguru kepada para ulama di kota
kelahirannya. Selain mengasah otak dengan tekun belajar, beliau juga
berhasil menguasai seni tulis dan kaligrafi. Tahun 1925, Sayid Mohammad
Hossein yang baru berusia 21 tahun sudah menguasai berbagai ilmu
keislaman.
Melihat kecerdasan dan ketekunannya,
Sayid Mohammad Hossein dianjurkan oleh guru-gurunya untuk melanjutkan
pendidikan di kota Najaf. Di kota itu dia bisa berguru kepada para ulama
besar di hauzah ilmiah Najaf. Di Najaf, beliau bertemu dengan sufi dan
arif besar Ayatullah Sayid Ali Qadhi Thabathabai. Melihat pemuda yang
haus ilmu itu, sang alim menasehatinya, untuk menyertakan tahdzibun nafs
atau penyucian jiwa dalam proses belajar. Nasehat dan bimbingan ruhani
Ayatullah Qadhi sangat membekas pada diri dan jiwa Sayid Mohammad
Hossein. Di situlah, pemuda yang kelak menjadi ulama besar ini mulai
meniti jalan suluk dan irfan.
Allamah Thabathabai berada di Najaf
selama sebelas tahun. Selama itu, beliau berguru kepada para ulama untuk
melengkapi pendidikannya di berbagai disiplin ilmu Islam. Dari sekian
banyak guru, pengaruh Ayatollah Qadhi pada diri Allamah sangat besar.
Mengenai gurunya ini, Allamah mengatakan, "Apa yang aku punya kudapatkan
dari almarhum Qadhi."
Tahun 1935, Allamah Thabathabai kembali
ke Iran karena masalah ekonomi yang melilit keluarganya di Tabriz.
Beliau terpaksa meninggalkan Najaf dan kembali ke kampung halamannya
untuk bertani di ladang peninggalan ayahnya. Semua itu dilakukan demi
membantu perekonomian keluarga. Namun jauh dari dunia ilmu sangat
menyiksa Allamah. Pada tahun 1946, beliau pergi ke kota Qom. Di kota
inilah beliau menyewa sebuah kamar untuk diri dan keluarganya demi
memulai satu periode kehidupan yang sangat sederhana. Meski hidup sulit,
namun berada di lingkungan hauzah ilmiah Qom memberinya kesempatan emas
untuk ikut memarakkan dunia keilmuan disana.
Allamah mencermati kekosongan yang ada
di lingkungan hauzah ilmiah Qom dan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Muslim. Pada tahap berikutnya, beliau membuka kelas
pengajaran filsafat dan tafsir al-Quran. Dua cabang ilmu itu sengaja
beliau pilih karena panggilan tugas dan kewajiban yang dirasakannya.
Berkat ketulusan dan keuletannya, beliau berhasil merampungkan karya
besarnya di bidang tafsir al-Quran yaitu kitab tafsir al-Mizan.
Sementara, dalam mengajar filsafat beliau mendapatkan kendala besar
karena adanya penentangan dari sebagian kalangan akan materi pelajaran
ini. Namun berkat kesopanan dirinya dan dukungan para ulama besar, satu
persatu rintangan berhasil disingkirkan. Kelas-kelas pelajaran filsafat
yang dibuka oleh Allamah menjadi pusat penempaan pemikiran. Kelas itulah
yang mencetak para ilmuan pemikiran seperti Ayatullah Muthahhari. Di
forum-forum filsafat itu, pemikiran filsafat Barat khususnya marxisme
dan materialisme menjadi bahan kajian dan kritik.
Nama Allamah Thabathabai sebagai ilmuan
dan filosof dikenal bukan hanya di Iran tapi juga di manca negara.
Banyak pemikir Barat yang datang ke Iran untuk bertemu dan mengadakan
dialog dengan ulama besar ini, di antaranya adalah Henry Corbin,
cendekiawan besar asal Perancis.
Akhirnya pada tanggal 15 November 1981,
rakyat Iran dan dunia keilmuan dikejutkan oleh berita duka wafatnya
Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai. Prosesi pemakaman ulama,
mufassir, filosof dan sufi besar ini dihadiri oleh ribuan orang termasuk
para ulama dan cendekiawan hauzah dan universitas.
Sebagian orang tak ubahnya bagai pelita
benderang yang menerangi dan memberi kehangatan bagi orang lain.
Orang-orang seperti ini tak pernah mengenal kata lesu, bodoh, dan jumud.
Mereka ibarat mentari yang memberi kehidupan dan menyuburkan bunga dan
tanaman. Allamah Sayid Mohammad Hossein Thabathabai adalah salah satu
figur yang menerangi umat manusia dengan cahaya keilmuan dan
makrifatnya. Beliau bukan hanya filsuf dan mufassir besar dunia Islam,
tapi juga memberi keteladanan kepada masyarakat dan umat lewat budi
pekerti, perangai dan perbuatannya.
Hubungan Allamah dengan istri,
anak-anak, masyarakat dan para ulama mengandung pelajaran yang sangat
berharga. Beliau mementaskan kehidupan seorang insan mulia yang
sebenarnya di depan umat.
Allamah Sayid Mohammad Hossein
Thabathabai, ulama yang saleh dan arif ini melewatkan setiap malam untuk
beribadah dan bermunajat dengan Tuhannya sampai tiba waktu subuh. Di
bulan Ramadhan, sejak terbenamnya matahari hingga waktu sahur beliau
asyik beribadah. Mulutnya tak pernah berhenti berzikir dan perhatiannya
selalu tertuju kepada Sang Khaliq.
Aktivitas keilmuan yang menyita banyak
waktunya tak membuat ulama yang bersahaja dan tulus ini lupa akan
tawasul kepada Nabi Saw dan Ahlul Bait AS. Menurut beliau, semua
keberhasilan yang berhasil dicapainya adalah berkat bimbingan
manusia-manusia suci itu dan tawasul kepada mereka. Ketika nama Nabi
atau salah seorang maksum disebut, ekspresi wajah beliau menunjukkan
rasa hormat kepada nama itu, terlebih kepada Imam Mahdi af. Beliau
menyebut Nabi Saw dan Fatimah Zahra as sebagai manusia-manusia agung
dengan kedudukan maknawi yang tak terbayangkan.
Putri Allamah Thabathabai saat
menceritakan akhlak ayahnya mengatakan, "Beliau benar-benar
mempraktekkan akhlak Nabi Saw di dalam rumah. Beliau tak pernah marah.
Kami tak pernah mendengar suara beliau yang tinggi. Meski lemah lembut
tapi beliau tegas. Ayah sangat memperhatikan shalat di awal waktu… Tak
pernah beliau menolak memberi kepada orang yang memerlukan. Beliau
sangat disiplin dan semua pekerjaan dilakukannya dengan rapi dan
terprogram. Sebab, ayah meyakini bahwa tertib dan disiplin akan membantu
meninggikan jiwa seseorang. Di rumah, beliau tidak melimpahkan
pekerjaan pribadinya kepada orang lain. Meski sangat sibuk, setiap hari
beliau selalu menyisihkan waktu satu jam di siang hari untuk bersama
keluarga. Allamah sangat penyayang kepada anak-anaknya terutama kepada
anak perempuan. Menurut beliau, anak perempuan adalah nikmat dan hadiah
Ilahi yang sangat berharga. Di rumah, beliau membaca al-Quran dengan
suara keras supaya anak-anak terbiasa mendengar bacaan wahyu Allah…"
Putri Allamah melanjutkan, "Ayah
memperlakukan ibuku dengan penuh hormat dan kasih sayang. Seakan beliau
selalu merindukan ibuku. Tak pernah aku melihat mereka bertengkar.
Mereka berdua benar-benar seperti dua sahabat yang akrab. Mengenai
ibuku, ayah mengatakan, ‘Tanpa dukungannya aku tak akan bisa menulis
buku dan mengajar... Ketika aku sedang berpikir atau menulis, istriku
tak pernah mengajakku berbicara agar tidak membuyarkan konsentrasiku.
Untuk menghilangkan keletihanku, setiap jam dia mengetuk pintu kamarku
dan membawakan secangkir teh untukku… Dialah yang membuatku berhasil.
Dia benar-benar sahabatku… Setengah dari pahala setiap buku yang kutulis
adalah miliknya."
Ketika istrinya jatuh sakit tahun 1965,
Allamah tak mengizinkannya bangkit dari pembaringan untuk melakukan
pekerjaan rumah. Putri Allamah bercerita, "27 hari sebelum wafatnya,
ibuku jatuh sakit. Selama itu, ayah meliburkan semua kegiatannya untuk
dengan setia menemani ibu dan merawatnya."
Salah satu sifat menonjol yang ada pada
orang-orang saleh dan bertakwa adalah tawadhu dan rendah hati.
Kerendahan hati Allamah nampak dari caranya berjalan dan pakaiannya yang
sangat sederhana. Meski terkenal dan sangat dihormati oleh masyarakat
tapi beliau tetap menempatkan diri seperti orang lain dan tak segan
berdiri di antrian untuk membeli roti. Salah seorang murid beliau
menceritakan, "30 tahun lamanya aku menyertai Allamah. Beliau sangat
peduli dengan siapa saja yang menunjukkan minat belajar. Dengan semua
santri, beliau sangat ramah sehingga masing-masing merasa sebagai orang
yang paling dekat dengan beliau."
Budi pekerti dan perangainya yang luhur
menarik hati semua orang. Allamah tak pernah merasa dirinya unggul di
atas orang lain. Beliau bahkan tak pernah menyebut penemuan ilmiahnya
sebagai hasil pemikirannya sendiri. Salah seorang murid beliau
mengatakan, "Allamah menerangkan hasil penemuan ilmiahnya dengan bahasa
yang sangat sederhana sehingga kami menyangkanya sebagai masalah yang
biasa. Tapi setelah merujuk dan menelaah buku-buku di bidang ini kami
baru sadar bahwa apa yang disampaikan Allamah ternyata buah pemikiran
beliau sendiri."
Dalam mengajar dan berhubungan dengan
murid-muridnya, Allamah tak pernah bersikap kasar. Kata-katanya selalu
lembut. Beliau bahkan tak suka disebut ‘guru' oleh murid-muridnya. Dalam
kaitan ini beliau mengatakan, "Aku tidak menyukai sebutan itu. Sebab
kita berkumpul di sini untuk bersama-sama dan saling membantu memahami
hakikat dan ilmu Islam."
Ayatullah Javadi Amoli, salah seorang
ulama besar Iran dan murid Allamah Thabathabai yang menonjol
menceritakan,"Tahun 1971, ketika hendak menunaikan ibadah haji, aku
mendatangi Allamah untuk meminta restu. Kepada beliau aku meminta
nasehat yang bisa menjadi bekal dalam perjalanan ini. Beliau menyebutkan
ayat al-Quran, Fadzkuruunii adzkurkum, yaitu, ‘Ingatlah Aku maka Aku
akan selalu mengingat kalian'. Lalu beliau berkata, ‘Jika Allah
mengingat manusia, maka Dia akan membebaskannya dari kebodohan. Jika dia
menghadapi kebuntuan Allah akan membukakan jalan baginya. Jika dia
menemukan masalah dalam akhlak, Allah yang memiliki Asmaul Husna dan
sifat-sifat yang mulia akan mengingatnya."
Salah seorang tokoh Marxisme yang masuk
Islam setelah berdialog dengan Allamah Thabathabai mengatakan, "Allamah
Thabathabai telah menjadikanku insan yang bertauhid. Kami berdialog
selama delapan jam. Beliau telah membuat seorang komunis menjadi orang
yang beragama dan seorang marxis menjadi insan yang bertauhid. Beliau
mendengar berbagai kata hinaan dari orang kafir tapi tak terusik dan tak
terbawa emosi."
Suatu hari seorang ulama di hauzah
ilmiah Qom memuji kitab tafsir al-Mizan karya Allamah Thabathabai di
depan beliau. Allamah melirik ulama itu dan mengatakan, "Jangan kau puji
seperti itu. Aku takut pujianmu membuatku senang sehingga menghilangkan
keikhlasan dan niat mendekatkan kepada Allah."
Salah seorang ulama menyodorkan makalah
ilmiah kepada Allamah untuk mendapat koreksian beliau. Setelah menelaah
makalah itu, Allamah berkata, "Mengapa kau menulis doa untuk dirimu
sendiri ‘Ya Allah beri aku taufik memahami ayat-ayat Ilahi? Mengapa kau
tidak menyertakan orang lain di jamuan Ilahi?"
Sejak lama, Allamah mempunyai hubungan
yang erat dan akrab dengan Imam Khomeini. Beliau mendukung penuh gerakan
revolusi Islam di Iran. Allamah tak pernah melalaikan masalah politik.
Beliau merasa tersiksa dengan kondisi yang ada di masa sebelum revolusi
dan sangat membenci rezim Pahlevi. Suatu ketika pemerintah AS mengundang
Allamah untuk mengajar filsafat Timur di negara itu. Washington meminta
Shah untuk menyampaikan undangan tersebut. Shah bahkan menjanjikan
gelar doktor honorer untuk ulama ini. Namun Allamah dengan tegas menolak
undangan AS dan menampik pemberian gelar doktoral dari Shah. Jawaban
itu membuat istana berang, dan Allamahpun ditekan. Menghadapi tekanan,
Allamah Thabathabai mengatakan, "Aku tak pernah takut menghadapi Shah
dan tak akan pernah bersedia menerima pemberian gelar doktoral darinya."
Kelebihan lain yang ada pada diri
Allamah adalah jiwa seninya yang menggelora dan tersalurkan lewat puisi.
Beliau banyak meninggalkan karya-karya puisi diantaranya Mara Tanha Bord, Payam-e Nasim, dan Honar-e Eshq.
Ilmu merupakan bekal paling penting
dalam kehidupan yang memberi manusia kekuatan dan kemampuan. Untuk
memperoleh ilmu dan menyingkap tabir-tabir rahasia alam, para ilmuan
telah menanggung jerih payah dan bekerja tanpa mengenal lelah.Allamah
Sayid Mohammad Hossein Thabathabai adalah salah satu ilmuan pemikir yang
telah bersusah payah dan menanggung banyak kesulitan dalam menimba ilmu
dan mengembangkan pemikirannya.
Allamah Thabathabai sangat menghargai
pemikiran, dan beliau juga suka berpikir. Beliau sendiri mengatakan,
"Setiap hari aku menghabiskan masa enam jam sehari untuk makan, tidur
dan ibadah. 18 jam sisanya kugunakan untuk berpikir. Terkadang di tengah
berpikir aku terlelap tidur. Saat terjaga, kulanjutkan berpikir dari
saat terlelap."
Islam menganjurkan umatnya untuk
berpikir. Nabi Saw dalam sebuah hadis menyebutkan bahwa berpikir sesaat
lebih utama dari ibadah selama tujuh puluh tahun. Al-Quran al-Karim
dalam banyak ayat sucinya juga menyeru manusia untuk berpikir. Berpikir
akan alam penciptaan akan menambah pengetahuan manusia dan membawanya
menuju ke arah kesempurnaan maknawiyah.
Meski sangat mementingkan perenungan dan
pemikiran, Allamah Thabathabai menyatakan bahwa berpikir saja tidak
cukup membawa manusia kepada kesempurnaan dan kesejahteraan hakiki.
Sebab, manusia harus terlebih dahulu mengikuti ajaran kitabullah dan
Sunnah Nabi Saw. Allamah mengatakan, "Hikmah yang tidak mengajak kepada
syariat bukan hikmah yang hakiki." Karena itu, beliau tidak menyukai
orang yang secara lahirnya suci namun asing dari perenungan dan tidak
pula orang yang logis dan gemar berargumentasi tapi tidak patuh kepada
ajaran agama.
Menurut Allamah, agama dan akal selalu
berjalan beriringan. Namun demikian, ketika pendekatan nalar tak mampu
mengungkap masalah agama, hakikat ajaran agama harus diterima dengan
lapang dada dan penuh kepasrahan. Sebab, agama datang dari Yang Maha
Mengetahui dan Akal Yang Tak Terbatas. Kegemaran kepada masalah
pemikiran mendorong Allamah Thabathabai untuk menyelami ilmu pemikiran
khususnya filsafat. Filfasat mengajak manusia untuk menenungkan alam dan
terbang di alam pemikiran.
Selain pakar filsafat Islam, Allamah
Sayid Mohammad Hossein Thabathabai juga menguasai filsafat Barat dan
mengenal dengan baik pemikiran para filsuf Barat. Menurutnya, filsafat
adalah salah satu alat terbaik untuk memahami ayat-ayat al-Quran dan
hadis dengan lebih baik. Karena itu, beliau meyakini bahwa filsafat
sangat berhubungan dengan agama. Allamah bisa disebut sebagai filsuf
Muslim pertama yang mengkomparasikan filsafat Islam dengan filsafat
materialis. Sebab, sebelum beliau, jarang ditemukan filsuf yang
menguasai filsafat Islam dan Barat sekaligus. Berkat usahanya, filsafat
hidup kembali di dunia keilmuan. Bisa dikata bahwa Allamah adalah filsuf
yang membuka lembaran baru dalam sejarah filsafat Islam.
Allamah Thabathabai meyakini bahwa
antara agama dan filsafat Ilahiyah bukan hanya tak ada pertentangan tapi
justeru ada hubungan yang tak terpisahkan antara keduanya. Beliau
mengatakan, "Adalah kezaliman besar ketika orang memisahkan antara
filsafat ilahi dan agama Ilahi… Adakah jalan untuk memperoleh
pengetahuan kecuali dengan berargumentasi dan berdalil? Jika
satu-satunya jalan menuju pengetahuan adalah dengan berargumentasi dan
berdalil, bagaimana mungkin para nabi menyeru manusia kepada hal yang
bertentangan dengan fitrah dan naluri mereka dan mengajak mereka untuk
menerima apa saja tanpa dalil?" Allamah melanjutkan, "Yang benar adalah
bahwa metode para nabi dalam mengajak manusia kepada kebenaran tidak
terpisah dari argumentasi dan logika."
Menurut Allamah, pelajar agama mesti
membekali diri dengan filsafat dan mantiq untuk membantunya memahami
agama dengan baik. Salah seorang murid Allamah mengatakan, "Di sekolah
agama ada kepercayaan umum bahwa seorang pelajar lebih baik mempelajari
dengan hadis-hadis dari para maksumin terlebih dahulu sebelum belajar
filsafat. Tapi Allamah berpandangan lain. Menurut beliau, hadis-hadis
banyak mengandung masalah logika yang mendalam dan argumentasi filsafat.
Bagaimana orang bisa memasuki lautan hadis yang luas dan dalam tanpa
terlebih dahulu mempelajari filsafat dan mantiq yang mengasah otak dan
akal manusia?"
Dapat dikata bahwa ada dua hal yang
mendorong Allamah mementingkan filsafat. Pertama, karena filsafat
membantu memahami hakikat agama dengan lebih baik, dan kedua, menjawab
serangan kritik para pemikir materialis terhadap Islam. Mengenai hal
ini, Allamah menceritakan, "Ketika tiba di kota Qom, kau melihat bahwa
masyarakat kita perlu mengenal Islam dari sumber-sumber aslinya yang
dengan masyarakat bisa membela ajaran agama. Karena itu, di lingkungan
hauzah kita harus punya mata pelajaran yang membekali santri dan pelajar
agama dengan kemampuan berargumentasi logis sehingga bisa membela
hakikat ajaran agama dan menjawab kritik yang ada. Tak ada jalan untuk
mewujudkannya kecuali dengan filsafat."
Allamah punya metode yang mendasar dalam
mengajarkan filsafat. Salah satu karya besar beliau di bidang filsafat
adalah buku "Ushul Falsafeh va Raveshe Realism'. Buku ini menjelaskan
filsafat Islam secara singkat tapi padat. Selain memaparkan filsafat
Islam, buku ini juga menjelaskan pandangan para pemikir besar Eropa.
Buku tersebut diberi penjalasan secara panjang lebar oleh salah satu
murid Allamah yang menonjol, yaitu Syahid Muthahhari. Penjelasan itu
sekaligus membuat buku karya Allamah ini menjadi salah satu karya ilmiah
besar.
Henry Corbin, pemikir dan filsuf
Perancis tertarik memperdalam filsafat Timur setelah membaca ‘Hikmah
al-Isyraq' karya Suhrawardi. Ketika mendengar tentang keberadaan ulama
dan filsuf Islam bernama Allamah Thabathabai di Iran, Corbin datang ke
Iran untuk menemui sang ulama. Dia menanyakan banyak hal kepada Allamah,
khususnya tentang ajaran Islam. Lewat Henry Corbin, Allamah mengenalkan
Islam ke dunia Barat. Dalam hal ini, beliau mengatakan, "Adalah
kemurahan Allah yang telah mengenalkan ajaran Islam ke dunia lewat
ilmuan ini." Yang dimaksud adalah Henry Corbin. Corbin dan timnya,
menerbitkan majalah di Perancis yang mengenalkan Islam dan mazhab Syiah
ke dunia Barat.
Suatu hari Allamah terlibat pembicaraan
dengan Henry Corbin. Kepadanya beliau mengatakan, "Dalam ajaran Islam,
seluruh tempat di dunia ini tanpa kecuali adalah tempat ibadah. Jika
seseorang ingin melaksanakan shalat, berdoa atau bersujud dia bisa
melakukannya di mana saja. Tapi dalam ajaran Kristen tidak demikian.
Orang Kristen harus melakukan ibadah di tempat yang khusus dan di waktu
yang khusus pula. Karena itu jika seorang penganut agama Kristen
menghadapi kondisi spiritual yang mengajaknya untuk beribadah, misalnya
di tengah malam, apa yang bisa dilakukannya? Dia harus menunggu hari
Minggu ketika pintu gereja terbuka. Ini berarti terputusnya hubungan
manusia dengan Tuhannya." Corbin membenarkan kata-kata Allamah dan
mengatakan, "Kritik ini tepat. Alhamdulillah agama Islam telah menjaga
hubungan antara manusia dengan Tuhannya kapanpun dan di manapun juga."
Allamah Thabathabai dalam filsafat
sosial dan politik Islam punya pandangan yang menarik. Mengenai
pemerintahan yang kejam dan despotik, beliau mengatakan, "Rezim
kekuasaan yang bobrok melahirkan kekacauan dan kebejatan di tengah
masyarakat manusia. Orang yang baik akan terpaksa harus terjun ke tengah
medan untuk memperbaiki kondisi dan menyingkirkan rezim penguasa itu.
Dan ini adalah misi para nabi dan wali yang paling suci dan penting.
Fakta inilah yang bisa dilihat dari sejarah kehidupan manusia-manusia
agung itu."
Allamah meyakini bahwa keadilan sosial
dan interaksi yang sehat antara manusia serta penghormatan kepada
martabat manusia hanya bisa terwujud di bawah naungan hukum Ilahi.
Terkait masa kegaiban Imam Maksum Allamah beliau meyakini kepemimpinan
Islami seorang fakih sebagai satu keharusan. Masalah ini dikupas oleh
beliau dalam bukunya berjudul ‘Risalah al-Wilayah'.
Salah satu kelebihan yang ada pada diri
Allamah Thabathabai adalah penguasaannya atas berbagai bidang ilmu.
Ketekunan dalam belajar telah membawanya menjadi salah satu ulama dan
tokoh besar. Selain filsafat Islam dan Barat, beliau juga menguasai
pendapat berbagai mazhab dan agama lain. dalam diskusi dengan para tokoh
berbagai mazhab dan agama Allamah selalu menguasai medan pembicaraan.
Beliau bahkan cukup piawai dalam menafsirkan teks-teks rujukan utama
agama-agama dan mazhab-mazhab lain.
Salah seorang murid Allamah
menceritakan, "Selain kedalaman ilmunya terkait agama dan budaya Islam,
ada satu hal yang sangat mengagumkan bagiku pada diri Allamah
Thabathabai, yaitu kelapangan hati beliau untuk mendengar semua
pendapat. Beliau dengan seksama mendengarkan perkataan orang. Allamah
sangat peduli dengan ilmu. Mungkin pengalaman yang kami dapatkan bersama
beliau tak bisa ditemukan di tempat lain. Bersama beliau kami
mempelajari terjemahan Injil, Upanishad Hindu, Sutta Budha dan Tao Te
Ching. Beliau menafsirkan kitab-kitab itu sedemikian mendalam seakan
ikut terlibat dalam penulisannya."
Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi
Saw bersabda, "Tuntutlah ilmu walaupun sampai di negeri Cina."
Penyebutan negeri Cina adalah untuk menunjukkan tempat terjauh yang
mesti didatangi untuk mengejar ilmu. Artinya, lewat hadis ini Nabi Saw
mendorong umatnya untuk menimba ilmu dengan menanggung segala kesulitan
dan kesusahan. Allamah setiap hari selalu memperkaya diri dengan ilmu
lewat penelaahannya pada pemikiran agama-agama lain. Beliau menguasai
ajaran agama-agama Asia Timur. Beliau meyakini bahwa kebenaran yang
murni ada pada al-Quran. Meski demikian, agama-agama yang lain pun juga
tak kosong dari kebenaran dan hakikat. Karena itu beliau menghormati
ajaran agama-agama lain.
Kecintaannya yang luar biasa kepada
kitab suci al-Quran telah mendorong ulama besar ini untuk menulis kitab
tafsir al-Mizan, sebuah kitab tafsir yang sangat mendalam. Metode
penulisannya adalah menafsirkan ayat dengan bantuan ayat lain. Faker
Meibadi, salah satu murid Allamah menyebut metode khas tafsir ini
sebagai keistimewaan al-Mizan seraya mengatakan, "Tafsir al-Mizan
ditulis dengan metode al-Quran dengan al-Quran, metode yang mengikuti
cara para Imam Maksum as menafsirkan kitab suci ini. Dengan cara ini
Allamah menghidupkan kembali metode penafsiran para Imam di zaman ini."
Meski menggunakan metode menafsirkan
ayat dengan ayat lain, tapi Allamah juga tidak melupakan hadis-hadis
dari Nabi dan Ahli Bait dalam al-Mizan. Mengenai metode Ahli Bait dalam
menafsirkan al-Quran, Allamah mengatakan, "Meskipun al-Quran menegaskan
bahwa Nabi Saw dan Ahli Bait as adalah penjelas dan penafsir makna dan
kandungan al-Quran, tapi metode yang mereka gunakan adalah menafsirkan
al-Quran dengan al-Quran dan inilah yang diajarkan al-Quran sendiri.
Dari banyak riwayat dapat kita fahami bahwa dalam menafsirkan al-Quran
Nabi dan Ahlul Bait hanya menggunakan ayat-ayat al-Quran saja."
Allamah dalam tafsir al-Mizan membahas
banyak hal terkait masalah-masalah kontemporer dan ideologi-ideologi
masa kini secara mendalam. Beliau menyebut berbagai kritik yang datang
dari Timur dan Barat terhadap Islam lalu menjawabnya dengan sempurna.
Singkatnya, tafsir al-Mizan adalah kitab tafsir yang menjadikan al-Quran
sebagai poros bahasan dan landasan dalam menafsirkan ayat-ayat Ilahi.
Kitab ini juga menyebutkan berbagai pandangan dan pemikiran yang ada
lalu menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah.
Syahid Muthahhari terkait kitab al-Mizan
mengatakan, "Dalam menulis tafsirnya, Allamah Thabathabai mendapat
inayah dan ilham dari Allah."
Allamah sendiri menjelaskan, "Ada satu
fakta dalam Al-Quran yang tidak terbantahkan yaitu bahwa setiap kali
seorang manusia masuk ke dalam naungan kepasrahan dan wilayah Ilahi dia
akan semakin mendekat ke lembah kesucian dan keagungan. Saat itu
pintu-pintu langit akan terbuka baginya dan dia akan mampu melihat
hakikat di balik ayat-ayat Allah dan nur Ilahi yang tak bisa disaksikan
oleh orang lain."
Kitab tafsir ini juga membahas masalah
akhlak dan irfan secara mendalam. Dengan ungkapan-ungkapan yang singkat
tapi padat, Allamah mengajak pembaca kepada penyucian diri dan liqaullah.
Al-Mizan membahas pula masalah sastra dan tata bahasa Arab dengan
detil. Tak heran jika pembaca tak merasa bahwa penulisnya adalah seorang
berkebangsaan Iran, bukan penulis Arab.
Selain tafsir al-Mizan, Allamah
Thabathabai juga meninggalkan banyak tulisan berbobot lainnya.
Diantaranya adalah Bidayatul Hikmah. Buku ini mengajarkan dasar-dasar
filsafat. Bidayatul Hikmah menjadi buku panduan pelajaran filsafat di
hauzah ilmiah dan perguruan tinggi di Iran. Setelah buku ini, santri
atau mahasiswa bisa melanjutkan pendidikan filsafat dengan mempelajari
Nihayatul Hikmah yang juga ditulis oleh Allamah. Kitab kedua ini
membahas filsafat lebih mendalam dari kitab Bidayatul Hikmah.
Allamah juga menulis buku ushul fiqih
yaitu Hasyiyah atau catatan untuk kitab Kifayatul Ushul. Buku beliau
yang lain adalah ‘Shie dar Islam' yang sudah diterjemahkan ke dalam
banyak bahasa, ‘Kholase-ye Taalim-e Islam' dan ‘Ravabet-e Ejtemai'e
Islam'. dalam upaya mengenalkan agama Islam secara singkat beliau
menulis buku Amuzesh'e Din yang mengulas apa saja yang berhubungan
dengan Islam dan hal-hal yang paling mendasar dalam agama ini. Ada pula
buku-buku lainnya yang membahas tentang teologi seperti Rasail
Tauhidiyah terdiri atas 26 risalah yang membahas tentang ketuhanan,
sifat Allah dan perbuatan Allah. Allamah juga meninggalkan menulis
kumpulan puisi yang ditulisnya dalam bahas Persia. Selain itu beliau
juga menulis buku tentang sejarah biografi Nabi Saw berjudul Sunan
al-Nabi dan buku akhlak berjudul Lubbul Lubab yang merupakan kumpulan
materi pelajaran akhlak beliau.
Allamah Thabathabai adalah sosok ulama
yang menguasai ilmu fikih, ushul, matematika dan astronomi secara
mendalam. Beliau belajar matematika dari ulama Najaf bernama Sayid Abul
Qasim Khonsari yang dikenal sebagai pakar matematika di zaman itu. Dalam
tata bahasa dan sastra Arab, Allamah punya kepandaian yang luar biasa.
Selain itu, beliau juga tergolong sebagai arsitek Islam yang ulung.
Sejumlah bangunan dan gedung dibuat dengan rancangan beliau. Ketika tiba
di kota Qom, Allamah masuk ke madrasah Hujjatiyah. Pengurus Hujjatiyah
berencana melakukan perluasan sekolah agama tersebut yang saat itu
tergolong kecil dengan bangunannya yang sangat sederhana. Menurut
rencana Hujjatiyah akan diperluas dengan sejumlah kamar, kelas,
perpustakaan dan masjid.
Banyak insinyur dan arsitek dari Tehran
dan sejumlah kota lainnya yang mengajukan rancangan bangunan. Tak ada
satupun yang menarik hati pengurus madrasah. Akhirnya, Allamah
Thabathabai membuat denah bangunan dengan rancangannya. Melihat denah
dan rancangan bangunan itu, pengurus Hujjatiyah menyatakan setuju.
Akhirnya, Madrasah atau pusat sekolah agama itupun di bangun berdasarkan
rancangan Allamah Thabathabai. Beliau pula yang menjadi pengawas
pembangunannya.
Ayatullah Javadi Amoli, salah seorang
murid Allamah yang paling menonjol mengatakan, "Allamah Thabathabai
memiliki ruh dan spiritualitas yang sangat tinggi. Ketika masuk ke
pembahasan tentang Allah, nampak sekali beliau tenggelam dalam suasana
spiritual yang mengagumkan." Apa yang dikatakan oleh Ayatollah Javadi
diakui oleh banyak ulama. Mereka mengagumi keadaan spiritual Allamah
Thabathabai yang sangat istimewa. Dalam hal irfan, beliau sangat
menguasai kitab al-Futuhat al-Makkiyah karya Ibnu Arabi.
Tentang Allamah Thabathabai, Ayatullah
al-Udzma Khamenei mengatakan, "Paras maknawiyah Allamah Thabathabai
menampilkan gambaran seorang manusia berbobot dengan iman kuat dan irfan
hakiki yang diiringi dengan ilmu yang luas dan mendalam. Kombinasi
semua itu pada diri Allamah membuktikan bahwa Islam bisa menggabungkan
antara gelora cinta yang dalam dengan logika yang kuat pada diri seorang
ulama."