Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Saddam Hussein. Show all posts
Showing posts with label Saddam Hussein. Show all posts

Menteri Luar Negeri ISIS Tewas di Hasaka

Tentara Suriah, berhasil memukul mundur ISIL.
Menteri luar negeri kelompok teroris Takfiri ISIS tewas di Hasaka pada Rabu (3/6).
Pasukan Suriah dilaporkan berhasil membunuh Muhammad Ghalab Al-Moghair bersama saudaranya dan dua teroris lain dalam serangan besar di timur laut Suriah.

Pada Mei silam, tentara Suriah juga membunuh Menteri Perminyakan ISIS di Deir Ezzur.

Izzat Ibrahim al-Douri, tangan kanan Saddam Hussein dan komandan senior ISIS, juga tewas dalam operasi pasukan relawan Irak di provinsi Salahuddin di Irak beberapa bulan yang lalu.

Kelompok teroris ISIS yang kini menguasai beberapa wilayah Irak menyerang negara itu pada Juni tahun lalu.

Pejabat senior Irak menyalahkan Arab Saudi, Qatar, dan beberapa negara Teluk Persia Arab atas pertumbuhan terorisme di negara itu.

ISIS diyakini berhubungan dengan intelijen Saudi dan secara tidak langsung didukung oleh rezim Israel.

(Source)

Noam Chomsky: Kebijakan Amerika untuk Suriah Tragis dan Absurd

Noam Chomsky
Berikut adalah sebagian wawancara ahli bahasa, filsuf sekaligus pengamat politik Amerika Profesor Noam Chomsky dengan Frank Barat dari Ceasefire Magazine http://ceasefiremagazine.co.uk/noam-chomsky-syria-descends-suicide-israel-enjoying-spectacle/ . Seperti biasa, Profesor Chomsky sangat kritis terhadap pemerintahan di Washington dengan pernyataan-pernyataannya yang faktual sekaligus sarkastis. Islam Indonesia menerjemahkannya secara ringkas untuk Anda.

Tentang apa yang terjadi di Suriah saat ini, dan apa akibatnya bagi kawasan secara lebih luas? 
“Well, Suriah kian merosot ke arah “bunuh diri”. Ini sebuah kisah horor yang makin buruk dan buruk saja dari hari ke hari. Tak ada setitik cahaya pun di sana saat ini. Kalau ini terus terjadi, mungkin Suriah akan terbagi ke dalam tiga kawasan: kawasan Kurdi—yang saat ini sudah mulai terbentuk—yang akan memisahkan diri dan bergabung dengan berbagai cara dengan Kurdi Irak yang semi otonom, atau mungkin mereka bersepakat dengan Turki.

Sisanya akan terbagi menjadi kawasan yang didominasi rezim Assad—rezim yang brutal dan mengerikan—dan bagian lain didominasi oleh berbagai kelompok militan, yang merentang dari kelompok keras militan hingga kelompok sekuler dan demokrat.  Sementara itu, Israel akan dengan senang menikmati pemandangan itu. Di koran New York Times Anda pasti membaca kutipan seorang pejabat Israel yang menyatakan kegembiraannya melihat warga Arab saling bunuh satu sama lain. http://www.nytimes.com/2013/09/06/world/middleeast/israel-backs-limited-strike-against-syria.html?pagewanted=all&_r=1&

Amerika Serikat juga tampak tak menginginkan adanya penyelesaian. Kalau saja Amerika dan Israel ingin membantu pemberontak—pada kenyataannya tidak—mereka bisa melakukannya, bahkan tanpa intervensi militer. Sebagai contoh, Israel bisa saja memobilisasi tentara di Dataran Tinggi Golan (betul, ini Dataran Tinggi Golan milik Suriah, tetapi dunia sekarang cenderung menoleransi pendudukan Israel yang ilegal). Kalau mereka lakukan itu, kubu Assad akan terdesak ke selatan dan mengurangi tekanan pada pihak pemberontak. Tapi tak ada tanda-tanda soal itu. Amerika juga tak melakukan upaya bantuan kemanusiaan kepada pengungsi yang berjumlah demikian besar, tak melakukan bahkan hal sederhana yang dapat mereka lakukan untuk meringankan penderitaan orang-orang malang itu.

Semua ini menunjukkan Amerika dan Israel sama-sama menyukai situasi sekarang ini. Sementara itu Israel dapat merayakan status mereka yang mereka sebut sebagai sebuah “Villa di Tengah Hutan”. Ada artikel menarik oleh editor Haaretz (surat kabar Israel), Aluf Benn, yang menulis tentang bagaimana warga Israel pergi ke pantai dan bersenang-senang, saling  memberi selamat satu sama lain karena mereka menikmati tinggal di “Villa di Tengah Hutan”  sementara hewan-hewan liar di luar sana saling cakar dan bunuh. Tentu saja dalam gambaran ini Israel tak melakukan apa pun kecuali mempertahankan diri. Mereka menyukai gambaran itu, dan Amerika pun tampaknya tak keberatan. Hal-hal lain yang terjadi ya semacam “bertinju dengan bayangan”.

Tentang Serangan Amerika ke atas Suriah:
Pengeboman? Ya, itu menjadi debat menarik di Amerika. Kalangan ultra kanan, para ekstremis sayap kanan yang kehilangan spktrum internasional, menentang rencana serangan itu, meskipun dengan alasan yang tak terlalu saya sukai. Mereka menentang serangan itu karena: “Mengapa kita mau bersusah-susah menyelesaikan masalah orang lain, menggunakan sumber daya kita sendiri?” Itu berarti mereka mempertanyakan, “Siapa yang akan membela kita karena kita membantu orang lain?” Itulah kalangan ultra kanan. Kalangan kanan moderat lebih suka agar Amerika menarik tentaranya dari kawasan (Timur Tengah) dan tak usah ikut campur atau mengambil peran penengah. Menurut kalangan ini, saat tentara Amerika di kawasan tersebut, terjadi mereka dapat menjadi penengah yang memperbaiki keadaan, misalnya, di Irak. Namun saat tentara ditarik, maka upaya sebagai penengah itu tak bisa dilakukan dan kita tak bisa membuat keadaan lebih baik. Itulah pandangan standar para tokoh kanan moderat-intelektual.

Banyak yang harus kita diskusikan menyangkut  “apakah kita harus melatih “Tanggung Jawab Kita Untuk Melindungi” (Responsibility to Protect)?”  Coba lihat bagaimana catatan Amerika dalam hal ‘Responsibility to Protect’ ini. Fakta bahwa istilah itu muncul saja sudah membuktikan sesuatu yang luar biasa tentang kultur intelektual dan moral Amerika—serta Dunia Barat, sebenarnya.

Ini jauh berbeda dengan fakta bahwa hal itu merupakan pelanggaran keras terhadap hukum internasional. Kata-kata termutakhir Obama menyatakan dia tak menetapkan sebuah “garis merah” namun dunialah yang melakukan itu melalui konvensi tentang perang kimia. Well, memang dunia puny aperjanjian soal itu, di mana Israel TIDAK menandatangani dan Amerika mengabaikannya semisal saat mendukung penggunaan senjata kimia oleh Saddam Hussein. Kini fakta itu digunakan untuk mengecam Saddam Hussein, mengabaikan fakta bahwa ketika itu bukan hanya penggunaan senjata kimia Saddam ditoleransi oleh Pemerintahan Reagan, tetapi juga didukung. Dan, tentu saja, seperti biasa, konvensi senjata kimia itu tak memiliki mekanisme implementasi dan kontrol.

“Responsibility to Protect” itu omong kosong, ia hanyalah semacam tipuan yang menyusup ke dalam budaya Barat. Ada sebuah catatan tentang hal ini, atau malah dua catatan, pertama yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB, yang tidak bicara tentang “Responsibility to Protect” tetapi justru melarang segala bentuk intervensi kecuali yang diperintahkan oleh piagam PBB. Ada versi lain, yang diadopsi oleh Barat, Amerika dan sekutunya, yang bersifat unilateral dan mengatakan bahwa “Responsibility to Protect”  mengizinkan “intervensi militer oleh organisasi regional di kawasan yang menjadi otoritas mereka tanpa perlu izin Dewan Keamanan.”

Well, terjemahan sederhananya, hal itu memungkinkan Amerika dan NATO menggunakan kekerasan sekehendak hati mereka tanpa perlu minta izin Dewan Keamanan. Itulah yang disebut “Responsibility to Protect” dalam wacana Barat.  Kalau tak boleh dibilang tragis, ini sungguh absurd. (pn/ceasefiremagazine)

Sumber: http://www.islamindonesia.co.id/index.php/wawancara/1674-noam-chomsky-kebijakan-amerika-untuk-suriah-tragis-dan-absurd

Memahami dan Menangkal Laju ISIS


Oleh: Novriantoni Kahar

Dari apa yang saya baca soal perkembangan sepak terjang ISIS (Islamic State of Iraq and Syam), rasa merasa fenomena gerakan ini akan bertahan lama, dan mungkin akan lebih dahsyat dari pendahulunya, al-Qaidah. Jelas pula bahwa saat ini ISIS sudah lebih besar dari al-Qaidah dengan beberapa pencapaian fantastis seperti penguasaan wilayah, kontrol terhadap sumber daya dan dana yang lebih besar dan pasti, serta jumlah relawan dan simpatisan yang kian bertambah. Jadi, sangat wajar bila banyak negara yang kini ekstra waspada dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan dan kejutan-kejutan ISIS, para pengikut, dan simpatisannya. 

Dari bacaan saya pula saya menyimpulkan beberapa hal penting menyangkut ISIS. Yang kentara, kuatnya ISIS tidak terlepas dari banyak faktor. Kegagalan transisi demokrasi di Irak, Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah telah menyebabkan kondisi yang tidak stabil, menimbulkan konflik sektarian, bahkan kecamuk perang saudara di kawasan Timur Tengah. Jelas sekali, kini daerah-daerah perbatasan di kawasan banyak yang menjadi tanah air para jihadis. Kecuali Mesir, Iran, dan Turki, hampir semua daerah perbatasan Timur Tengah rentan sekali berganti tuan. 

Inilah yang menjelaskan kenapa Mesir sangat ketat menjaga dan mengawasi dinamika di perbatasan seperti di Rafah, hal yang sangat ironis bagi rakyat Gaza yang digempur Israel. Kegagalan Musim Semi Arab di Suriah juga telah menyebabkan negeri Syam itu menjadi lahan terbuka bagi persengketaan regional kekuatan dominan kawasan seperti Saudi, Iran, dan Turki. Lemahnya pemerintahan Irak sejak jatuhnya Saddam Husein ikut menggenapkan perbatasan Irak-Suriah sebagai ibukota terorisme sebagaimana perbatasan Afganistan-Pakistan di tahun 1980-1990an. 

Di daerah inilah kaum salafi-jihadi semacam ISIS dan lainnya menemukan pangkalan yang aman (qaidah aminah) untuk bertunas dan berkecambah. Bukan kebetulan pula mereka berkumpul di sana karena mereka sesungguhnya difasilitasi secara masif, sistematis, dan terstruktur, oleh negara-negara yang ingin melepaskan diri dari ekstremisme kaum salafi. Negara-negara ini mengekspor kaum salafi-jihadi untuk berjihad di luar negeri dengan mengibarkan panji-panji perseteruan sektarian Sunni-Syiah guna menumbangkan rezim Bashar Assad yang dibekeng Iran dan Hizbullah. Di pihak lain, rezim Assad pun senang hati masuk ke kancah perang melawan terorisme, bahkan melepaskan banyak kaum salafi-jihadi di saat-saat kencangnya tuntutan perubahan rezim karena itu untuk sementara waktu menyelamatkan eksistensi rezimnya. 

Namun ISIS tak akan sekuat sekarang jika tidak terjalinnya koalisi tidak biasa (unorthodox coalition) dengan banyak pihak seperti centeng-centeng dan suku-suku lokal yang terpinggirkan, kaum pragmatis dan oportunis dari berbagai negara, bahkan bekas elit rezim Saddam Hussein yang menaruh dendam terhadap pemerintahan Irak saat ini. Koalisi tidak biasa inilah yang memudahkan ISIS untuk menguasai kota terbesar kedua Irak, Mosul, setelah bermarkas lama di Raqqa, Suriah, ibukota kekhilafahan ISIS yang sesungguhnya. Jangan pula heran dengan kekuatan ISIS karena mereka pun telah menguasai beberapa ladang minyak Suriah dan Irak dan sempat pula berdagang minyak dengan rezim Assad yang sedang dalam prahara. 

Sumber pendapatan lain mereka antara lain dari aksi-aksi penculikan warga asing dan tuntutan tebusan. Selama empat tahun terakhir, setidaknya ISIS dan kelompok-kelompok sejenisnya paling kurang telah mendapatkan 70 juta dolar Amerika dari uang tebusan dari hasil penyanderaan. Lalu apa yang membedakan ISIS dari pendahulunya, al-Qaidah, yang sampai kini masih menganggap ISIS sebagai anak bawang mereka walau sesungguhnya ISIS telah jauh lebih kuat? 

Pertama, karena kemunculan ISIS sangat dipicu oleh nuansa persengketaan sektarian Sunni-Syiah di Suriah dan kawasan, maka permusuhan internal mereka terhadap sesama umat Islam jauh lebih radikal dibandingkan al-Qaidah sekalipun. Lihatlah betapa bangganya mereka membantai warga Syiah yang mereka tahan di Mosul dan tempat-tempat lainnya. Karena itu, berbeda dari al-Qaidah yang lebih banyak melampiaskan retorika dan amarah mereka kepada Amerika dan Barat, ISIS kini justru menganggap aksi jihad mereka bertujuan untuk membebaskan diri dari penjajahan Persia dan Dinasti Safawi terhadap tanah Irak pasca runtuhnya rezim Saddam di tahun 2003. 

Jadi, walau sesama varian kaum salafi-jihadi, al-Qaidah lebih banyak menyasar kepentingan dan fasilitas musuh jauh (far enemy) seperti Amerika dan sekutunya, sedangkan ISIS lebih mencanangkan perang melawan musuh terdekat lebih dulu (near enemy first), baik itu Syiah, muslim tradisional dan kaum sufi (yang mereka anggap tidak cukup murni keislamannya), serta umat Kristen dan agama lokal. Kedua, dengan kemunculan ISIS, pemuka salafi-jihadi tradisional semacam bos al-Qaidah, Ayman al-Zawahiri, pun tampak kurang ekstrem. Berkali-kali al-Zawahiri mengingatkan ISIS untuk bertindak moderat, menghindari konfrontasi terhadap sesama muslim seperti Syiah, menghormati warga sipil, hak-hak tawanan dan etika perang, serta hanya menculik warga asing demi menuntut pembebasan rekan jihadis yang mendekam di tahanan. 

Namun ISIS, dari berbagai publikasi mereka justru dengan bangga mempertontonkan aksi-aksi brutal mereka terhadap musuh-musuh dekat mereka. Mereka meledakkan rumah ibadah yang dianggap kurang sesuai standar salafi, membunuh warga Syiah, mengultimatum, mengintimidasi dan menghabisi ribuah umat Kristen Irak dan dan pengikut agama lokal seperti kaum Yazidis. Ketiga, dibandingkan al-Qaidah, magnet ISIS untuk mendapat pendukung akan jauh lebih kuat. Ini tak lepas dari impian—kalau bukan ilusi lama umat Islam—akan perlunya menegakkan kembali kekhilafahan Islam universal yang sudah runtuh 80 tahun lalu. 

Dengan mendeklarasikan tegaknya Khilafah, ISIS memang dianggap gegabah oleh sebagian, tapi justru dianggap selangkah lebih maju oleh sebagian lain dibandingkan gerakan Islam radikal lainnya. Dan itu menambah daya pikat mereka di kalangan jihadis seluruh dunia. Inilah yang menjelaskan mengapa banyak kelompok salafi-jihadi yang berbaiat kepada mereka, baik di Indonesia, Thailand Selatan, maupun Filipina Selatan. Kita belum lagi tahu sejauh apa peluang Khilafah ala ISIS akan bertahan. Yang jelas, slogan—dan mungkin juga doa mereka—tiada lain adalah agar kekhilafah yang sudah tegak ini dapat kekal dan bertahan (baqiyah). 

Prediksi saya, besar kemungkinan ekspansinya akan tertahan di seputar Irak, Suriah, dan mungkin saja Libanon, dan ke depan mungkin hanya akan menjadi negara ultra-puritan yang dapat melampaui kekolotan Kerajaan Wahabi Saudi. Namun begitu, apa yang harus kita perbuat demi membendung ekspansi ideologis dan menahan jumlah follower ISIS di kalangan muslim Indonesia? Satu, pemerintah jangan pernah lagi mengaggap enteng letupan-leputan sektarian yang bernuansa agama yang pernah marak semasa rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. ISIS adalah makhluk semacam belut yang akan hidup dan bertumbuh di air keruh ketegangan dan ketidakstabilan. 

Semakin kuat letupan sosial dan konflik sektarian yang disertai oleh lemahnya kontrol kekuasaan terhadap keadaan, akan kian aman mereka berkembang. Dalam banyak laporan, menguatnya retorika-retorika anti-Syiah maupun anti-Kristen seperti di Indonesia dan Malaysia tidak lepas dari pengaruh ISIS secara khusus dan imbas konflik Timur Tengah secara umum. Dua, musuh terbesar perkembangan ISIS adalah kaum muslim kultural yang ingin mengamalkan agama secara bersahaja seperti warga NU, kaum sufi, maupun muslim kebanyakan. Umat Islam tradisional yang mayoritas ini harus bangga mengamalkan corak Islam yang rahmatan lil alamin itu dan jangan sekali-kali tergiur dan tergoda oleh propaganda sektarian kaum salafi yang merasa keislaman mereka lebih murni. 

Saya membayangkan, asalkan muslim tradisional dan muslim yang mengamalkan Islam yang ramah ini masih kuat, akan sulit bagi ideologi ISIS untuk tumbuh dan mengakar di Indonesia. Tiga, selain mengharapkan muslim Indonesia tetap ramah dan menjadi rahmat bagi sesama, pemerintah dan kita semua juga perlu pro-aktif dalam mempromosikan dan menanamkan ajaran dan amalam keagamaan yang toleran sejak dini. Kita misalnya perlu mengajarkan Islam cinta di sekolah-sekolah, entah lewat kurikulum formal atau pun pelajaran ekstra kurikuler. Tidak sulit melakukannya kalau pemerintah mau. Misalkan dengan mengenalkan dan meresapi sajak-sajak pendek dan manis dari Jalaluddin Rumi. 

Saya membayangkan, ideologi dan persebaran Islam kebencian dan amarah semacam ISIS akan membentur anti-virus yang kokok jika kita semua pro-aktif dalam mempromosikan Islam cinta dan merahmati sesama. Empat, sebagaimana umumnya dunia Islam, Indonesia memerlukan undang-undang khusus yang dengan tegas melakuan pembatasan terhadap syiar-syiar kebencian yang selama ini marak dan secara vulgar dilancarkan oleh kaum salafi dan kaum ekstremis lainnya. 

Di negara-negara maju dan beradab, syiar-syiar kebencian seperti penistaan, ancaman fisik dan pelenyapan nyawa, otomatis akan langsung ditindak oleh aparat penegak hukum. Namun di negeri ini, pelaku syiar-syiar semacam itu, baik di dunia maya maupun dunia nyata, dengan ringannya melenggang dan memenuhi ruang publik kita. Di negeri yang demokratis ini, kita memang wajib menjamin hak dan kebebasan berpendapat dan berserikat, tapi kita juga perlu membatasi hak dan kebebasan itu hanya untuk mereka-mereka yang cinta damai dan bersedia menghargai dan mensyukuri keragaman hayati ini. Tulisan dimuat di satuharapan.com tanggal 11 Agustus 2014. 

Eksekusi Saddam Hussein musuh Imam Khomeini

DETIK-DETIKKEMATIAN SADDAMHUSAIN(KALIGANEYA).mpg Video – WittySparks

videos.wittysparks.com/id/547936479
.
following the execution of saddam hussein, his executioners danced on his body.
WARNING – GRAPHIC

http://video.google.com/googleplayer.swf?docId=-7149571913425775858&hl=en

klik video diatas ya !!!!.
 
Saddam menolak untuk ditutupi wajahnya dan mulai berdoa, salah seorang saksi meneriakkan “Muqtada, Muqtada, Muqtada,” merujuk kepada Muqtada al-Sadr, seorang ulama syiah radikal yang ayahnya diyakini dibunuh oleh rezim Saddam.
 
Imam Khomeini lah yang pertama meramalkan bahwa Saddam Hussein akan mati dalam keadaan hina…
Ucapan itu ketika PERANG IRAK – IRAN
……………….

‘Hati-hati dengan Amerika dalam Sekejap Bisa Jadi Musuh,’ Tulis Saddam

Saddam Hussein, mantan diktator Irak dalam suratnya kepada pemimpin Arab Saudi mengakui bahwa dirinya boneka Amerika Serikat (AS). Dalam suratnya Saddam menyebutkan, Amerika yang menyatakan keinginannya untuk berkoalisi dengannya ternyata malah memanfaatkan dirinya untuk menjalankan kepentingan Washington, tulis Kantor BeritaISNAmengutipan-Nakhil.

Saddam menambahkan, 25 Juli tahun 1990 saya bertemu dengan dubes AS di Irak dan Washington melalui dubesnya ini memberikan saya lampu hijau untuk menduduki Kuwait. Dubes AS sambil tersenyum kepada saya mengatakan, kami tidak memiliki sikap soal friksi antara kamu dengan bangsa Arab seperti yang terjadi dengan Kuwait. Saya sendiri menyadari bahwa kami memiliki kepentingan yang sama.

Dalam suratnya Saddam menambahkan, awalnya saya berpendapat bahwa Washington adalah sekutu dan mitra, oleh karena itu satu pekan kemudian saya langsung menyerang Kuwait. Namun ternyata AS berpaling dan malah menyerang saya. Amerika dengan buas membakar kamp al-Imarah dan membantai wanita serta anak-anak yang berlindung di sana. Washington pun merusak total infrastruktur Irak.

Selanjutnya AS memboikot Irak dan membantai ratusan ribu anak-anak. Tahun 2003 akhirnya AS menduduki Irak dan menangkap saya. Amerika memberikan Irak kepada musuh-musuh saya. Saddam menambahkan, saya menulis surat ini untuk kamu (Raja Arab Saudi), karena kamu adalah satu-satunya pemimpin Arab yang layak menerima surat ini. Adapun pemimpin Arab lainnya jika mereka bukan menjadi boneka AS, pasti sangat memusuhi Islam.

Abdul Aziz, saya memperingatkan kamu untuk berhati-hati menghadapi AS karena kamu menyaksikan bagaimana Washington mengkhianati diriku. Meski mereka mendukung saya menyerang Iran, namun sekejap kemudian Gedung Putih berubah menjadi musuh.

Kini anda tengah bersekutu dengan AS, padahal Washington tidak serius. Kapanpun kamu bisa dicampakkan dan dianggap musuh oleh AS jika mereka menghendaki. Jika hal ini kamu teruskan maka kamu akan bernasib sama seperti saya. Sebagaimana AS membunuh saya, maka mereka pun akan melakukan hal serupa kepada kamu. Rakyat pun akan memusuhi dirimu, minyak melimpah di negerimu pun akan dikuras habis oleh mereka dan istri serta keluargamu akan dihinakan.

Surat ini saya tulis karena kamu memiliki pengaruh di kalangan pemuda, oleh karena itu dekatilah kaum muda jika musuh sewaktu-waktu datang para pemuda negerimu dapat menghadapinya. Jangan melakukan korupsi dan kebejatan lainnya, para pemuda ini adalah amanat yang diletakkan di atas pundakmu. Mereka adalah harta karun yang tidak dimiliki oleh pemimpin Arab lainnya.

Saddam Digantung, Kaum Syiah Menari.

Sabtu, 30 Desember 2006 12:34:33
Mantan Presiden Iraq, Saddam Hussein akhirnya benar-benar digantung sesaat menjelang fajar guna menghindari eksekusi di hari raya Idul Adha 1427 Hijriyah. Eksekusi dilakukan setelah pengadilan tingkat pertama Iraq menyatakan Saddam bersalah atas kejahatan kemanusiaan pada 1982.

 Jaringan televisi BBC dan CNN melaporkan bahwa berita eksekusi Saddam ini pertamakali disiarkan jaringan televisi Al-Hura.

Kantor Berita Agence France-Presse (AFP) melaporkan, eksekusi hukuman mati Saddam dilaksanakan pada pukul 07.00 waktu setempat atau menjelang pukul 10.00 WIB. Saddam divonis hukuman mati dengan cara digantung oleh pengadilan tingkat pertama pada 5 November silam. Ia dinyatakan bersalah atas dalam pembantaian 148 warga Kurdi di Dujail pada tahun 1982.

Hukuman ini lalu diperkuat oleh Mahkamah Agung Iraq pada Kamis silam. MA Iraq bahkan memerintahkan eksekusi hukuman mati Saddam maksimal 29 hari, terhitung mulai Jumat kemarin. Pengadilan Tertinggi Iraq memperkuat vonis hukuman mati bagi mantan Presiden Iraq tersebut dan dua terpidana lainnya dalam kasus Dujail.

Padahal sebelumnya, kementerian Kehakiman Iraq membantah pernyataan yang menyebut Saddam Hussein akan digantung hari Sabtu (30/12).

Di Bagdad, kaum Syiah menari gembira di jalan-jalan mendengar mantan orang nomor satu Iraq ini digantung. Sementara warga Syiah lainnya menembakkan senjata ke udara menandai kegembiraanya.
Ali Hamza, seorang warga Syiah di kota Baghdad, segera keluar rumah dan menembakkan senjata ke udara berkali-kali sesaat mendengar Saddam sudah di eksekusi.

Beda lagi dengan Jawad Abdul-Aziz, ia menganggap, kematian Saddam berarti habisnya sejarah buruk di masa lalu. Jawab mengaku, ia telah kehilangan ayahnya, tiga saudara, 22 kemenakan yang terbunuh di Dujail di saat Saddam masih berkuasa.

Berbeda dengan warga Sunni, menganggap kematian Saddam adalah sebuah martir. “Presiden Saddam Hussein adalah martir dan Tuhan akan menempatkan bersama pahlawan lainnya”, ujar Syeikh Yahya al-Attawi.

Sementara Presiden Bush mengatakan, pasca pengadilan Saddam rakyat Iraq akan memulai demokrasi. Bush juga mengatakan, dengan dieksekusinya Saddam, bukan berarti kekerasaan di Negeri 1001 mimpin itu akan berhenti.
Sebagaimana diketahui, pengadilan Saddam ini penuh dengan rekayasa dari pihak Amerika Serikat (AS).

Bush Sedang Tidur Saat Saddam Digantung.

Januari 3, 2007 pukul 10:58 pm


CRAWFORD, SABTU-
Presiden Amerika Serikat (AS), George W. Bush, diberitahu pada pukul 18:15 malam waktu setempat, (Sabtu 00.15 GMT) bahwa mantan Presiden Irak Saddam Hussein akan digantung beberapa jam lagi.
Namun saat eksekusi dilaksanakan, Bush tengah terlelap dalam tidurnya. “Presiden mengakhiri harinya dengan mengetahui bahwa tahap akhir mengadili Saddam sedang dilakukan,” kata Deputi Sekretaris Pers Gedung Putih, Scott Stanzel.

Ketika ditanya apakah Bush sedang tidur ketika eksekusi dilakukan? Stanzel menjawab “Itu benar.” Stanzel mengatakan Bush akan dibangunkan jika ada yang tidak sesuai rencana namun eksekusi berjalan sesuai rencana.

Penasehat Keamanan Gedung Putih Stephen Hadley lewat telepon pukul 6:15 malam (Sabtu 0015 GMT) memberitahu Bush tentang “seluruh proses” membawa Saddam ke tiang gantung, kata Stanzel.
Hadley sendiri mengetahui hal tersebut dari Dubes AS untuk Irak, Zalmay Khalilzad, yang mendapat informasi dari Perdana Menteri Irak Nuri al-maliki bahwa “eksekusi akan dilakukan beberapa jam ke depan,” katanya.

Saat dihukum gantung di kota Baghdad, Saddam tidak sendirian. Bersama dia juga telah dihukum mati saudara tengahnya Barzan Ibrahim dan mantan Kepala Dewan Revolusi Awad Hamed al Bandar saat pemerintahan Saddam Husein. Stasiun televisi Iraqiya dalam pengumumannya, Sabtu (30/12/2006) menyebutkan, Saddam telah dihukum gantung setelah dilakukan eksekusi juga terhadap Barzan dan kemudian Awad al-Bandar. Eksekusi terhadap Saddam Husein dilakukan setelah 56 hari, keputusan pengadilan untuk menghukum mati Saddam Hussein atas kasus pembunuhan 148 warga Syiah. Mahkamah Agung Irak menolak upaya banding yang dilakukan Saddam bersama kuasa hukumnya.

Mahkamah Agung juga menyatakan eksekusi Saddam Hussein harus dilakukan dalam waktu 30 hari. Badie Aref salah satu pengacara Saddam Husein seperti dikutip CNN.com menyatakan, sebelum dieksekusi Saddam telah ditemui oleh kedua saudaranya. Saddam menyampaikan pesan khusus kepada keluarganya yang dititipkan kepada keluarganya. Dua saudaranya yang menemui Saddam adalah Sabawi dan Wathban Ibrahim Hassan al-Tikriti. Namun Aref mengaku tidak tahun pesan apa yang disampaikan Saddam kepada keluarganya itu.

ALASAN AMERiKA MENYERANG IRAK:

Alasan 1:
Amerika Serikat tidak menyerang Iraq untuk minyak. Kenyataannya mereka telah menghabiskan miliaran dolar untuk perang ini dan yang paling banter mereka dapatkan ketika keluar dari Iraq adalah untuk mendapatkan uang mereka kembali. Jadi minyak hanyalah sebagai kompensasi besar saja.Yang benar adalah bahwa sama seperti Israel yang menyerang Libanon untuk membuat Hizbullah terlihat seperti pahlawan, AS menyerang Iraq sebenarnya untuk membuat Muqtada al-Sadr sebagai pahlawan Iraq. 
 
Lihatlah, sejak Pemerintah Saddam Hussein dihancurkan oleh AS, Moqtada al-Sadr didudukkan untuk mengambil alih Iraq. Inilah sebabnya mengapa kita melihat bahwa media mainstream (yang dikendalikan oleh orang yang sama yang mengontrol Pemerintah) berbicara tentang menentang perang dan pertentangan itu dikendalikan oleh begitu banyak golongan kiri palsu.

Perang di Afghanistan dibungkam oleh media kiri palsu dan mengatur protes yang mengabaikan Afganistan, dan hampir seluruhnya berkonsentrasi ke Iraq sebagai gantinya.

Kita juga melihat bagaimana penyiksaan Abu Ghurayb tersebar di semua surat kabar utama dan TV. Ini adalah surat kabar dan saluran TV yang sama yang telah menyensor 99% kebenaran tentang peristiwa dunia dan menutupi sebagian besar kejahatan Pemerintah barat. Semua orang tiba-tiba tampaknya berbalik melawan perang Iraq.

Kita juga melihat bagaimana Pemerintah AS menuduh Iraq memiliki WMDs (Weapon Of Mass Destruction), tapi sampai saat ini tak pernah terbukti.

Ini adalah pemerintah yang sama yang telah menutupi apa yang sebenarnya terjadi pada 9 / 11. Setelah serangan WTC, Pemerintah Amerika Serikat segera menyalahkan Al-Qaeda, dan Osama bin Laden. Segala cara dilakukan untuk mencoba dan meyakinkan orang bahwa bin Laden bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Tetapi sekali lagi, ketika menyangkut masalah Iraq, hal-hal itu menjadi berbeda. Para politisi AS baru saja keluar dan mengakui bahwa mereka tidak menemukan WMDs, sehingga dengan sengaja dan kebetulan membuat perang tidak populer.

Bush juga menuduh Saddam terlibat dalam 9 / 11, tapi aneh, ia kemudian menyangkalnya. Kenapa dia menyangkal? Jika dia berbohong di fase pertama, mengapa ia tidak terus berbohong? Jika ia tidak punya bukti di fase pertama, mengapa tidak ia terus berbohong tanpa bukti? Atau mungkinkah bahwa dia dengan sengaja ingin dilihat sebagai pembohong, sehingga perang Iraq dan sayap kanan AS akan dilihat sebagai sesuatu yang lebih tidak populer lagi.

Collin Powell mengakui bahwa Iraq sama sekali tidak memili WMDs. Dan pertanyaan yang sebenarnya adalah, mengapa Amerika Serikat khawatir tentang senjata Kimia dan bom Hayati Iraq, ketika justru sebaliknya Iran telah lama diduga membuat bom nuklir?
Tentu senjata nuklir harus menjadi perhatian yang lebih besar. Tapi anehnya Amerika dan media Barat hanya berbalik mata terhadap Iran setelah jelas bagi seluruh dunia bahwa Iraq tidak memiliki WMDs.
Dengan kata lain, jika sekarang Amerika Serikat menuduh Iran membuat WMDs, tidak ada yang percaya karena mereka telah berbohong tentang Iraq.

Tetapi pertanyaan sebenarnya adalah mengapa mereka tidak menyerang Iran sebelum Iraq? Padahal, menurut kabar entah darimana, Iran konon adalah musuh terbesar AS saat ini terbesar di Timur Tengah, dan sementara Saddam bekas sekutu AS.

Iran juga merupakan tetangga Afghanistan, sehingga lebih mudah bagi AS untuk memindahkan pasukan dari Iran ke Afghanistan dan begitu pula sebaliknya dari Afghanistan ke Iran.

Sekarang media berlomba-lomba memberitakan kepada kita agar berpikir bahwa Amerika ingin menyerang Iran setelah Iraq. Mungkin dalam hal ini sebenarnya ada sesuatu yang lain. AS tidak menyerang Iran karena mereka sama sekali tidak ingin menyerang Iran.

Jika kita masih ingat, mungkin kita akan ingat bahwa ketika pertama AS menyerang Iraq, seorang ulama Syiah dengan nama Moqtada al-Sadr muncul, dan mengklaim bahwa rakyat bangkit melawan penjajah dan membebaskan Irak.

Media tiba-tiba berkonsentrasi pada dirinya, meskipun ia dan pasukannya telah melakukan sangat sedikit usaha dalam memerangi tentara Amerika. Tentara Moqtada al-Sadr, yang ia sebut sebagai “Tentara Mahdi,” terlihat sebagai kekuatan yang serius yang harus diperhitungkan. Mereka dipandang sebagai “Hizbullah” dari Iraq. Kenyatannya, mereka erat bersekutu dengan “Hizbullah” dan mereka selalu memuji Hasan Nasrallah.
Tidak diragukan lagi bahwa Moqtada al-Sadr dimaksudkan untuk menjadi Nasrallah dari Iraq. Dengan kata lain, rencananya bahwa ia akan bangkit melawan AS, dan AS kemudian akan meninggalkan Iraq dengan tiba-tiba. Sadr kemudian akan dianggap sebagai pahlawan dan penyelamat Iraq, dan dengan perginya Saddam pergi, Sadr akan mengambil alih Irak dan akhirnya menyerahkannya kepada Iran. Inilah skenario terburuk yang pernah dibayangkan oleh semua pengamat politik.
Alasan 2:
 
 
Inilah sebabnya mengapa Ayad Allawi berada di urutan pertama yang ditunjuk sebagai Presiden Iraq. Walaupun Allawi dilahirkan dalam sebuah keluarga Syiah, ia tidak dipandang sebagai seorang Syiah, karena ia tidak mempraktikkan “agamanya” dengan cara apapun. Syiah—di Iraq—disebut sebagai agama yang lain, bahkan bukan merupakan sempalan dari Islam. Allawi dilihat hanya sekadar boneka AS, dan ini dilakukan untuk membuat pendudukan AS lebih tidak populer dan meningkatkan dukungan untuk Sadr.Ini juga yang melatarbelakangi mengapa jumlah sesungguhnya tentara Amerika yang tewas di Iraq tidak dilaporkan.
 
Dalam peperangan, pemerintah selalu mengklaim bahwa hanya sedikit sekali tentaranya yang tewas daripada klaim musuh. Namun dalam perang ini, Amerika Serikat melaporan korban tewas seminimal mungkin, tidak seperti yang lainnya. Tentara Rashideen (Jaysharrashedeen, salah satu kelompok nasionalis Islam sebelum perlawanan di Iraq) membuat film dokumenter di mana mereka memberikan gambaran tentang korban tentara AS yang tewas yang tidak dilaporkan. 
 
Ketika mereka memfilmkan serangan perlawanan mereka terhadap terhadap pasukan AS, media-media mainstream (dan bahkan Al-Jazeera sekalipun) mencoba semua cara yang mereka bisa untuk menutupi kebenaran tentang jumlah orang Amerika yang mati. Sebagai contoh, ada satu serangan di mana Tentara Rashideen sendirian membunuh 4 orang Amerika, namun media barat dan (bahkan) Al-Jazeera mengklaim bahwa hanya 1 tentara yang tewas! 
 
Kelompok-kelompok perlawanan seperti Angkatan Darat Rashideen mengklaim bahwa mereka telah menewaskan lebih dari 30.000 tentara Amerika dan mereka melihat angka yang diberikan oleh Pemerintah AS sebagai sebuah lelucon. Dalam film dokumenter mereka, Tentara Rashideen mengajukan pertanyaan yang menarik; mereka bertanya kepada Bush bagaimana ia menutupi kematian yang begitu banyak?
Seperti diketahui, Amerika Serikat mengklaim jumlah tentara Amerika tewas kurang dari 10% dari yang sebenarnya.

Jadi mengapa hal ini terjadi?
Dan kenapa juga media mainstream internasional tampaknya benar-benar mengabaikan Afghanistan dan hampir tidak pernah menurupkan laporan korban pasukan Amerika di sana?
Banyak orang di Barat sebenarnya tidak banyak tahu apa yang terjadi di Afghanistan—itu sebabnya mengapa banyak tentara Amerika sendiri mengatakan bahwa perang di Afghanistan jauh lebih serius dan jauh lebih mematikan daripada perang di Iraq.

Pemerintah AS akhirnya melaporkan jumlah korban yang benar, atau setidaknya mereka harus mengungkapkan lebih dari 10%, tetapi ini hanya dilakukan setelah Sadr muncul. Dengan kata kemunculan Sadr dengan klaim 20 atau 30 ribu tentara Amerika yang tewas akan memberikan stigma dengan keberadaan Pasukan Mahdi yang dipunyai oleh Sadr. Lalu ketika orang-orang di Barat mendengar tentang ini, akan ada keributan dan protes besar. Bush kemudian akan memiliki alasan untuk mundur dari Iraq, membuatnya seolah-olah Sadr dan tentaranya tiba-tiba bangkit dan memperoleh kemenangan yang luar biasa.

Puluhan ribu tentara AS yang telah dibunuh oleh Al-Qaeda (jika ada), Ansar Sunnah, Tentara Rashideen dan kelompok-kelompok perlawanan Sunni lainnya, semua akan dihubungkan dengan Sadr. Dengan kata lain, Sadr dan pasukannya akan bangkit setelah kekalahan kaum Sunni. Kemudian akan segera muncul klaim bahwa “Tentara Mahdi” telah mendapatkan kemenangan yang luar biasa dan telah membunuh ribuan tentara Amerika dalam waktu singkat, walaupun pada kenyataannya hanya ada pertempuran sungguhan yang sangat sedikit.

Namun satu hal yang terjadi di Iraq dan di luar perhitungan AS adalah kaum Muslim Sunni membentuk kelompok-kelompok mereka sendiri yang ternyata jauh lebih kuat daripada tentara Mahdi Sadr, meskipun Tentara Mahdi memiliki banyak anggota.

Jelas, Amerika sadar betul bahwa Sunni akan bangkit, namun kenyataan bahwa kaum ini akan begitu kuat dan mendapatkan begitu banyak dukungan rakyat Iraq, jauh di luar perkiraan mereka. Sunni bahkan berubah menjadi resistensi yang paling besar terhadap kaum asing di Iraq.

Awalnya AS hanya mencoba untuk menghancurkan kelompok perlawanan Sunni, tapi itu sama sekali bukanlah sesuatu yang mudah. Para konspirator yang telah merencanakan perang ini dilanda ketakutan karena jika kaum Sunni berhasil mengalahkan Amerika Serikat maka mereka akan dianggap sebagai pahlawan Iraq dan semua rencana mereka akan berantakan.
Alasan 3:
Kemudian kita melihat bagaimana Pemerintah Iraq telah diubah dan dibuat agar terlihat lebih religius dan ulama Syiah masuk dan mengendalikan Pemerintah. Pemerintah baru Iraq kemudian menjadi populer di kalangan Syiah di Iraq dan orang-orang kemudian tertarik bergabung dengan “Tentara Nasional Iraq.”Dalam rangka mendorong lebih banyak orang untuk bergabung dengan Tentara Nasional, AS dan Pemerintah baru Iraq menghajar daerah sipil, membunuh laki-laki, perempuan dan anak-anak, dan kemudian menyalahkan “pemberontak” Sunni. Jangan heran, jika sekarang banyak ulama Sunni yang digantung di Iraq—sesuatu yang pada zaman Saddam Hussein hanya terjadi di negara tetangganya, Iran.
 
Para ulama Syiah seperti “Ayatullah” Ali Sistani dan bahkan Pemerintah Iran mengulangi kebohongan Amerika dan Pemerintah baru Iraq, menuduh apa yang disebut “ekstrimis Sunni” atas serangan terhadap berbagai masjid dan sekolah.

Sistani bahkan menyeru kepada pengikutnya agar bergabung dengan Tentara Nasional untuk melawan “teroris”—yang di kemudian hari berubah menjadi arena balas dendam Syiah kepada kaum Sunni.
Tapi walau sedikit dan perlahan, kaum Sunni Iraq juga tidak tinggal diam. Mereka berhasil mengambil alih beberapa lokasi utama di Iraq, termasuk Fallujah.

Para konspirator ingin benar-benar menghancurkan “kelompok perlawanan Sunni” dan mereka tidak mau mengambil risiko sehingga mereka membom Fallujah dan daerah lainnya yang dikuasai oleh kelompok-kelompok perlawanan Sunni tanpa belas kasihan.

Mereka bahkan menggunakan bom kimia ilegal termasuk Fosfor Putih. Bom ini membunuh seluruh masyarakat dan sepenuhnya menghancurkan beberapa daerah. Ribuan warga sipil Sunni tewas dalam pemboman yang dimaksudkan untuk benar-benar menghabisi perlawanan Sunni dan melapangkan jalan untuk “tentara Mahdi Moqtada al-Sadr.”

Tapi bukannya musnah, para pejuang Sunni bergerak di bawah tanah, seperti yang dijelaskan oleh pemimpin ar Jaysh-Raashideen (salah satu kelompok perjuangan). Dia menyatakan bahwa setelah banyak diserang, kaum pejuang justru menjadi lebih kuat, dan musuh mereka sulit menemukan mereka karena tidak mengetahui keberadaan mereka, sementara kelompok pejuang itu tahu di mana Amerika berada.

Perlawanan Sunni terus berlanjut dan Sadr dipaksa untuk mengatakan kepada pasukannya untuk menghentikan memerangi Amerika, dan inilah sebabnya: jika kita mempelajari semua hal yang dilakukan oelh Moqtada al-Sadr, kita akan melihat bahwa ia telah terus-menerus berseru kepada pengikutnya untuk berhenti melawan pendudukan asing. Setiap kali pasukannya masuk ke dalam pertempuran dengan Amerika atau Inggris atau Pemerintah, ia segera meminta gencatan senjata.

Sebagian besar pengikutnya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia benar-benar mengatakan kepada mereka untuk menghentikan pertempuran karena ia ingin Amerika untuk menyingkirkan perlawanan Sunni dahulu.

Namun itu tidak cukup baginya untuk meyakinkan para pengikutnya untuk tidak melawan pendudukan. Moqtada al-Sadr bahkan menyerukan sesuatu yang lebih “gila” lagi yaitu membantu pendudukan! Kali ini dengan ‘cover’ (kedok) besar memerangi Al-Qaidah. Karena sekarang ini Pemerintah Iraq diserahkan kepada golongan Syiah, sehingga Sadr bisa mengklaim bahwa ia membela “Muslim” dari “Nasibis” (“Nasibi” adalah istilah yang digunakan kaum Syiah melawan Sunni kapan saja mereka ingin memerangi mereka).

“Tentara Mahdi” Moqtada al-Sadr kemudian bekerja sama dengan Tentara Nasional Iraq, melawan kelompok perlawanan Sunni! Mereka bahkan melindungi pasukan Inggris di Basrah seperti yang dilaporkan oleh Peter Oborne dalam film dokumenternya—Iraq Reckoning.


Saddam kemudian ditutupi wajahnya, memo mengatakan bahwa Saddam mati dengan cepat dan tubuhnya dimasukkan ke dalam sebuah kantong. Seorang pemuka agama kemudian memandikan mayatnya dan melakukan prosedur pemakaman sesuai agama Islam.


http://video.google.com/googleplayer.swf?docId=-3322737103277359075&hl=en
<img class=”thumbnail” title=”saddam-hussein-execution.jpg ” src=”http://www.documentingreality.com/forum/uploadedimages/1/22173.thumb?d=1222137292″ alt=”saddam-hussein-execution.jpg ” border=”0″ /> 
 
 
 


Kematian Saddam Husein masih meninggalkan kehebohan yang mungkin buntutnya akan panjang. Sejumlah pejabat pemerintah Irak menyingkap informasi mengejutkan perihal menyusupnya milisi Syiah ke dalam lokasi eksekusi mati Saddam Husein. Tak hanya itu, mereka bahkan yang menggantikan para eksekutor resmi yang seharusnya melakukan hukuman mati atas Saddam Husein.
Pemberitaan ini dilansir olehReutershari Rabu (3/1), mengutip pernyataan pejabat keamanan terkenal Irak di kementerian Dalam Negeri. “Eksekusi mati Saddam harusnya dilakukan tim eksekutor yang berada di bawah Menteri Dalam Negeri. Tapi milisi itu menyusup dan menggantikan tim eksekutor yang menghukum mati Saddam,” ujar sumber tersebut. Ia menambahkan, tim eksekutor hukum mati kementerian dalam negeri telah meninggalkan lokasi saat pelaksanaan hukuman mati Saddam.
Sementara itu, Shadiq Rikabi, pembantu PM Nouri Al-Maliky mengatakan, “Sejumlah penjaga penjara telah diinterogasi. Ada satu orang secara spesifik tertuduh sebagai pelaku perekam prosesi kematian Saddam secara ilegal. Rekaman itulah yang lalu mengobarkan kemarahan besar di kalangan Arab Sunni yang juga menjadi aliran Islam Saddam.”
Seperti diberitakan, isi rekaman detik-detik terakhir Saddam Husein itu menampilkan rekaman saat tali gantungan melilit leher Saddam, terdengar sejumlah kata-kata yang mengandung pelecehan etnik dari sebagian pemimpin Syiah yang hadir menyaksikan tragedi kematian Saddam itu. Menurut Muafiq Ar Rabii, konsultan keamanan nasional Irak, siapapun yang mencuri rekaman itu adalah orang yang ingin memunculkan bahaya bagi perdamaian nasional di Irak dan bisa memicu pertikaian lebih hebat antara Sunni dan Syiah. Ar Rabi’i adalah salah satu dari 20 orang petinggi Irak dan saksi mata yang hadir menyaksikan hukuman mati atas Saddam Husein. Dia juga mengakui bahwa memang kamar pelaksanaan hukuman mati Saddam Husein tersebut telah disusupi.
Di sisi lain, militer AS masih tetap menyampaikan penolakannya atas tudingan turut campur tangan dalam hukuman mati atas Saddam Husein. Menurut sejumlah sumber AS, AS punya cara yang berbeda bila Saddam harus menjalani hukuman mati. Saddam sendiri sebelumnya telah ditahan oleh pasukan AS selama empat tahun lamanya sebelum akhirnya ia diserahkan kepada orang-orang Irak beberapa saat sebelum pelaksanaan hukuman.
Surat Saddam Hussein: Para Penguasa Arab Termasuk Dirinya adalah Antek AS PDF Print E-mail
Thursday, 05 May 2011 13:20


“Adapun pemimpin Arab lainnya jika mereka bukan menjadi boneka AS, pasti sangat memusuhi Islam.‘” Tulis Saddam Hussein kepada Raja Saudi.
 
mediaumat.com- Saddam Hussein, mantan diktator Irak dalam suratnya kepada pemimpin Arab Saudi mengakui bahwa dirinya boneka Amerika Serikat (AS). Dalam suratnya Saddam menyebutkan, Amerika yang menyatakan keinginannya untuk berkoalisi dengannya ternyata malah memanfaatkan dirinya untuk menjalankan kepentingan Washington, tulis Kantor Berita ISNA mengutip an-Nakhil.

Saddam menambahkan, 25 Juli tahun 1990 saya bertemu dengan dubes AS di Irak dan Washington melalui dubesnya ini memberikan saya lampu hijau untuk menduduki Kuwait. Dubes AS sambil tersenyum kepada saya mengatakan, kami tidak memiliki sikap soal friksi antara kamu dengan bangsa Arab seperti yang terjadi dengan Kuwait. Saya sendiri menyadari bahwa kami memiliki kepentingan yang sama.

Dalam suratnya Saddam menambahkan, awalnya saya berpendapat bahwa Washington adalah sekutu dan mitra, oleh karena itu satu pekan kemudian saya langsung menyerang Kuwait. Namun ternyata AS berpaling dan malah menyerang saya. Amerika dengan buas membakar kamp al-Imarah dan membantai wanita serta anak-anak yang berlindung di sana. Washington pun merusak total infrastruktur Irak.

Selanjutnya AS memboikot Irak dan membantai ratusan ribu anak-anak. Tahun 2003 akhirnya AS menduduki Irak dan menangkap saya. Amerika memberikan Irak kepada musuh-musuh saya. Saddam menambahkan, saya menulis surat ini untuk kamu (Raja Arab Saudi), karena kamu adalah satu-satunya pemimpin Arab yang layak menerima surat ini. Adapun pemimpin Arab lainnya jika mereka bukan menjadi boneka AS, pasti sangat memusuhi Islam.

Abdul Aziz, saya memperingatkan kamu untuk berhati-hati menghadapi AS karena kamu menyaksikan bagaimana Washington mengkhianati diriku. Meski mereka mendukung saya menyerang Iran, namun sekejap kemudian Gedung Putih berubah menjadi musuh.

Kini anda tengah bersekutu dengan AS, padahal Washington tidak serius. Kapanpun kamu bisa dicampakkan dan dianggap musuh oleh AS jika mereka menghendaki. Jika hal ini kamu teruskan maka kamu akan bernasib sama seperti saya. Sebagaimana AS membunuh saya, maka mereka pun akan melakukan hal serupa kepada kamu. Rakyat pun akan memusuhi dirimu, minyak melimpah di negerimu pun akan dikuras habis oleh mereka dan istri serta keluargamu akan dihinakan.

Surat ini saya tulis karena kamu memiliki pengaruh di kalangan pemuda, oleh karena itu dekatilah kaum muda jika musuh sewaktu-waktu datang para pemuda negerimu dapat menghadapinya. Jangan melakukan korupsi dan kebejatan lainnya, para pemuda ini adalah amanat yang diletakkan di atas pundakmu. Mereka adalah harta karun yang tidak dimiliki oleh pemimpin Arab lainnya.

Terkait Berita: