Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label haram. Show all posts
Showing posts with label haram. Show all posts

Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?


Saya menggauli (berulang kali) seorang gadis dan saya tahu bahwa ia telah menikah dengan pria lainnya. Apa hukum dari perbuatan ini dan apa yang saya harus lakukan untuk bertaubat?
Jawaban Global
Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan menebus kesalahan-kesalahannya yang telah lalu, maka harapan pengampunan dari sisi Tuhan sangat besar.

Karena itu, apabila Anda menginginkan keselamatan dengan harapan terhadap maaf dan ampunan Ilahi maka segeralah bertaubat. Anda tidak perlu mengabarkan kepada orang lain, cukuplah Anda dan Tuhan Anda yang mengetahui perbuatan tersebut.

Kebanyakan para marja taklid memandang bahwa berzina dengan wanita seperti ini akan menyebabkan keharaman abadi bagi pria yang berzina dengannya.
Jawaban Detil
Berzina dan menjalin hubungan gelap dengan wanita merupakan salah satu keburukan besar sosial yang mengakibatkan banyak kerugian yang tidak dapat ditebus dalam masyarakat. Atas dasar itu, Islam memandangnya sebagai perbuatan haram dan melawannya dengan sengit. Allah Swt dalam al-Qur’an berfirman, Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.(Qs. Al-Isra [17]:32).

Dalam penjelasan singkat dan padat terdapat tiga poin penting yang disinggung pada ayat ini:
Pertama, tidak disebutkan bahwa Anda jangan berzina, melainkan dinyatakan bahwa jangan mendekat kepada amalan yang memalukan ini. Pernyataan redaksi ini di samping merupakan stressing terhadap kedalaman perbuatan ini juga merupakan isyarat subtil bahwa kontaminasi perbuatan zina biasanya memiliki pendahuluan-pendahuluan sehingga manusia secara perlahan mendekatinya, budaya telanjang, kondisi tanpa hijab, buku-buku berbau porno,  film-film beradegan kekerasan seksual, koran dan majalah, night club masing-masing merupakan pendahuluan bagi perbuatan tercela ini.

Demikian juga, berdua-duaan dengan orang asing (pria dan wanita non-mahram berdua-duaan di satu tempat sepi) merupakan faktor yang dapat menimbulkan was-was sehingga orang terseret untuk melakukan perbuatan zina.

Di samping itu, ketika orang-orang muda meninggalkan lembaga perkawinan, mempersulit tanpa dalil di antara kedua belah mempelai, kesemuanya merupakan faktor-faktor “yang mendekatkan kepada zina” yang dilarang pada ayat di atas dengan satu kalimat singkat. Demikian juga pada riwayat-riwayat Islam masing-masing dari yang disebutkan ini secara terpisah juga dilarang.

Kedua, kalimat “innahu kana fâhisyatan” yang mengandung tiga penegasan (inna, penggunaan bentuk kalimat lampau dan redaksi “fâhisyatan”) semakin menandaskan dosa ini.
Ketiga, kalimat, “sa’a sabila” (perbuatan zina merupakan perbuatan keji dan jalan buruk) menjelaskan kenyataan ini bahwa amalan ini merupakan jalan yang melapangkan keburukan-keburukan lainnya di dalam masyarakat.


Pengaruh Buruk Zina dalam Sabda Para Maksum
Rasulullah Saw bersabda, “Zina mengandung kerugian-kerugian duniawi dan ukhrawi. Kerugian di dunia: hilangnya cahaya dan keindahan manusia, kematian yang dekat, terputusnya rezeki. Adapun kerugian di akhirat, tidak berdaya, mendapatkan kemurkaan Tuhan pada waktu perhitungan dan keabadian dalam neraka.

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang bersabda, “Tatkala zina telah merajalela maka kematian mendadak juga akan semakin banyak. Janganlah berzina, sehingga istri-istrimu juga tidak ternodai dengan perbuatan zina. Barang siapa yang melanggar kehormatan orang lain maka kehormatannya juga akan dilanggar. Sebagaimana engkau memperlakukan orang engkau akan diperlakukan.”[1]

Imam Ali bin Abi Thalib As dalam sebuah hadis bersabda, “Aku mendengar dari Rasulullah Saw bersabda, “Pada zina terdapat enam efek buruk, tiga bagiannya di dunia dan tiga bagian lainnya di akhirat. Adapun pengaruh buruknya di dunia, pertama, akan mengambil cahaya dan keindahan dari manusia. Memutuskan rezeki, mempercepat kematian manusia. Adapun pengaruh buruknya di akhirat, kemurkaan Tuhan, kesukaran dalam perhitungan dan masuknya ke dalam neraka.”[2]

Ali memandang bahwa meninggalkan perbuatan zina akan menyebabkan kokohnya institusi keluarga dan meninggalkan perbuatan liwat (sodomi) adalah faktor terjaganya generasi manusia.

Dalam sebuah sabda Imam Ridha As telah dinyatakan sebagian keburukan zina di antaranya:
1. Terjadinya pembunuhan dengan pengguguran janin.
2. Kacaunya sistem kekeluargaan dan kekerabatan.
3. Terabaikannya pendidikan anak-anak.
4. Hilangnya warisan.

Karena pengaruh buruk dan jelek lainnya yang membuat Islam sangat mencela perbuatan zina dan memandangnya sebagai dosa besar. Namun apabila manusia melakukan perbuatan buruk ini khususnya berzina dengan wanita bersuami dan kemudian menyesali perbuatan tersebut dengan sebenarnya serta menyatakan taubat dan berjanji tidak akan mengulanginya maka jalan dan pintu taubat akan terbuka lebar baginya.
Al-Qur’an dalam mencirikan ‘ibadurrahman (hamba-hamba sejati Tuhan), salah satu ciri mereka adalah tidak melakukan perbuatan zina. Firman Tuhan, Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia menerima siksa yang sangat pedih, akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka Allah akan mengganti kejahatan mereka dengan kebaikan, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang; . dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia kembali kepada Allah dengan sebenarnya. (Qs. Al-Furqan [25]:68-71).

Pada ayat lainnya, Al-Qur’an memperkenalkan orang-orang bertakwa, Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Balasan mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (Qs. Ali Imran [3]:135-136).

Disebutkan dalam sebuah riwayat muktabar, “Seorang pemuda menangis dan bersedih hati datang ke hadirat Rasulullah Saw dan berkata bahwa ia takut kepada kemurkaan Tuhan.
Rasulullah Saw bersabda, “Apakah engkau telah melakukan syirik?” Jawabnya, “Tidak.”
Sabdanya, “Apakah engkau telah menumpahkan darah seseorang yang tidak berdosa?”
Katanya, “Tidak.”
Sabdanya, “Allah Swt akan mengampuni dosamu berapa pun besarnya.”
Katanya, “Dosaku lebih besar dari langi dan bumi, arasy dan kursi Tuhan.”
Sabdanya, “Apakah dosamu lebih besar dari Tuhan?” Katanya, “Tidak, Allah Swt lebih besar dari segalanya.”

Sabdanya, “Pergilah (Bertobatlah) sesungguhnya Allah Swt Mahabesar dan mengampuni dosa besar.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda lagi, “Katakanlah sebenarnya dosa apa yang telah kau lakukan?”
Katanya, “Wahai Rasulullah Saw, saya merasa malu mengatakannya kepada Anda.”

Sabdanya, “Ayo katakanlah apa yang telah kau lakukan?” Katanya, “Tujuh tahun saya membongkar kuburan dan mengambil kafan orang-orang mati hingga suatu hari tatkala saya membongkar kubur dan mendapatkan jasad seorang putri dari kaum Anshar kemudian saya telanjangi lalu hawa nafsu menguasai diriku…. (kemudian pemuda itu menjelaskan apa yang dilakukannya).. Ketika ucapan pemuda itu sampai di sini Rasulullah Saw bersedih luar biasa dan bersabda, “Keluarkanlah orang fasik ini dan berpaling kepada pemuda itu dan bersabda, “Alangkah dekatnya engkau kepada neraka?” Pemuda itu keluar dan menangis sejadi-jadinya, mengalihkan pandangannya ke sahara dan berkata, “Wahai Tuhan Muhammad! Apabila Engkau menerima taubatku maka kabarkanlah kepada Rasul-Mu dan apabila tidak demikian maka turunkanlah api dari langit dan membakarku serta melepaskanku dari azab akhirat. (Setelah itu) Di sinilah utusan wahyu Ilahi turun kepada Rasulullah Saw dan membacakan ayat, “Qul Yaa Ibâdiyalladzi asrafû…” bagi Rasulullah Saw.[3]  

Katakanlah (Wahai Rasul), “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Isra [17]:53)

Dengan demikian apabila Anda menginginkan keselamatan dengan harapan terhadap ampunan dan maaf ilahi maka segeralah bertaubat.  Anda tidak perlu harus mengabarkan orang lain atas apa yang terjadi. Cukup Anda dan Tuhan Andalah yang tahu apa yang telah Anda lakukan.

Sesuai dengan pandangan (fatwa) kebanyakan marja agung taklid yang memfatwakan keharaman abadi bagi wanita ini untuk menikah dengan orang yang telah berzina dengannya. Dan bahkan apabila wanita tersebut telah menerima talak dari suaminya, pria yang sebelumnnya berzina dengannya tidak dapat menikah dengannya (selamanya).[4]


[1]. Silahkan lihat, Tafsir Nur, Muhsin Qira’ati, jil. 8, hal. 193, Cetakan Kesebelas, Intisyarat Markaz Farhanggi Darsha-ye Qur’an, Teheran, 1383.  
[2]. Tafsir Nemune, Makarim Syirazi, jil. 12, hal. 102, Cetakan Pertama, Intisyarat-e Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1373.  
[3]. Ibid, jil. 19, hal. 507.  
[4]. Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 471. Masalah 2403, 2402, 2401. 

Peringatan Allah dalam Al-Quran: Mengharamkan yang Dihalalkan Allah


Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu haramkan apa saja yang baik dan telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. al-Maidah: 87)

Termasuk peringatan Allah yang termaktub dalam al-Quran kepada orang-orang mukmin adalah meninggalkan dunia secara mutlak dan menilai haram nikmat-nikmat Allah yang suci dan halal. Dalam ayat 78 surat al-Maidah, peringatan ini disampaikan secara transparan. Sementara dalam Asbab Nuzul ayat ini disebutkan bahwa ada sejumlah sahabat Nabi Muhammad Saw yang duduk bersama beliau dalam sebuah pertemuan. Ketika Nabi Saw sampai pada penjelasan tentang kiamat, mereka begitu terpengaruh dan sadar, sehingga ada yang memutuskan untuk berpuasa setiap hari. Di malam hari mereka tidak tidur dan menggantinya dengan ibadah. Mereka tidak lagi ingin mendekati istrinya dan tidak makan daging.

Mereka berhasil mengamalkan perilaku ini untuk beberapa waktu, hingga berita ini sampai ke Nabi Saw. Ketika beliau mendengar kabar ini, dengan segera para sahabatnya dikumpulkan dan menyampaikan ketidaksukaannya akan perilaku yang seperti ini. Nabi Saw berkata, "Jiwa kalian memiliki hak. Berpuasalah, tapi pada saat yang sama kalian juga harus berbuka. Sisihkan waktu di malam hari untuk istirahat dan tidur. Karena saya juga melakukan hal yang demikian. Saya juga makan daging dan mendekati istriku. Barangsiapa yang berpaling dari cara hidup yang aku lakukan, berarti itu bukan ajaranku. Mengapa ada sebagian masyarakat mengharamkan wanita, makanan, bau wangi, tidur dan kelezatan dunia? Saya tidak pernah mengeluarkan perintah seperti itu. Saya tidak ingin kalian hidup seperti para rahib dan pendeta yang meninggalkan dunia lalu hidup di sudut gereja dan tempat ibadah serta menghancurkan dirinya. Tidak makan daging dan meninggalkan istri tidak termasuk dari ajaranku. Kehidupan rahib dan pendeta di luar dari ajaran Islam. Rekreasi umatku adalah berpuasa dan hidup menyendiri mereka adalah jihad. Beribadahlah kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya. Lakukan perintah Allah untuk melakukan umrah atau haji, menunaikan shalat dan mengeluarkan zakat. Berpuasa di bulan Ramadhan dan tegar di jalan Allah, sehingga Allah Swt menjagamu di jalan kebenaran. Orang-orang terdahulu binasa akibat menyulitkan diri sendiri. Mereka melakukan hal-hal yang menyulitkan diri dan Allah akhirnya menyulitkan mereka. Kini apa yang tertinggal dari mereka dapat disaksikan di tempat-tempat ibadahnya." Setelah itu ayat ini diturunkan kepada beliau Saw.[1]

Dengan demikian, sikap ekstrim sebagian sahabat dalam meninggalkan dunia telah membuat ayat ini diturunkan dan memperingatkan umat Islam untuk tidak mengharamkan nikmat-nikmat Allah yang suci dan halal. Perlu dicamkan bahwa ayat ini ditujukan kepada mereka yang ekstrim, tapi berpuasa di siang hari dan beribadah di malam hari, selama tidak membahayakan badan, maka bukan saj tidak hara, tapi metode paling tepat untuk mensucikan diri.

Sumber: Hoshdar-ha va Tahzir-haye Qorani, Hamid Reza Habibollahi, 1387 Hs, Markaz-e Pajuhesh-haye Seda va Sima.

Perkara yang Tidak Dilakukan Nabi Muhammad, Tidak Otomatis Haram


Oleh: Ustadz Abu Hilya

Perkara Perbuatan (amaliah) yang tidak dilakukan (tidak dicontohkan) oleh Nabi Muhammad Saw, itu tidak otomatis perbuatan (amaliah) tersebut menjadi haram untuk dilakukan oleh Umat Islam. Sebagai contoh, kita berdakwah via website / blog di dunia internet, dakwah semacam ini tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad.

Apakah berdakwah via website / blog itu haram? 
Sudah pasti anda semua akan menjawab: “Tidak haram”.
Kalau begitu betapa dholimnya ada sebagian Umat Islam yang jahil-jahil itu membuat hujjah bahwa : Apa-apa yang tidak dicontohkan / tidak dikerjakan oleh Nabi Muhammad adalah Bid’ah sesat (haram).

Nah.., bagi anda yang ingin menambah ilmu tentang masalah ini, berikut kami sampaikan hal-hal yang berkaitan dengan apa-apa perbuatan / amaliah yang tidak dilakukan / tidak dicontohkan oleh nabi Muhammad saw ditinjau dari berbagai sudut pandang ilmu ulama. Selamat menyimak semoga bermanfaat untuk kesmbuhan penyakit hobbi mengharamkan amaliah kaum muslimin.

Penjelasan Tentang At-Tark  (Perkara yang tidak dikerjakan oleh Nabi Muhammadsaw)

  1. Pendahuluan
Penjelasan masalah At Tark berikut, kami sarikan dari kitab “ Husnut Tafahhumi Wad Darki Li Mas-alatit Tarki “ karya al Hafizh Abdullah bin as Shiddiq Al Ghimmari al Husaini (w. 1413 H/1993 M).

Adalah hal yang ma’lum, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mungkin melakukan semua perkara yang mubah, mengingat begitu banyaknya perkara mubah hingga sangat sulit untuk menghitung apalagi melakukan kesemuanya. Dan Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling zuhud dan meninggalkan perkara yang lebih. Maka barang siapa menyangka haram-nya sesuatu dengan argument Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallamtidak pernah melakukannya, maka argumentnya tertolak.

Adapun terhadap perkara-perkara Mandzubah, Nabi Muhammad tidak melakukannya karena beberapa alasan, diantaranya :
  • Adanya perkara lain yang lebih urgent (penting), seperti menyampaikan dakwahnya, membantah argument-argument kaum musyrik jahiliyah, berperang, mendirikan masjid, mengadakan perundingan-perundingan damai dll, yang kesemuanya banyak menghabiskan waktu beliau.
  • Adanya nash-nash umum yang menanungi kebajikan-kebajikan dan ibadah yang tak terikat.
  1. Pengertian At Tark
الترك / At Tark menurut bahasa adalah : Meninggalkan.

الترك / At Tark dalam bahasan kali ini adalah :

أَنْ يَتْرُكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ أَوْ يَتْرُكَهُ السَّلَفُ الصَّالِحُ مِنْ غَيْرِأَنْ يَأْتِيَ حَدِيْثٌ أَوْ أَثَرٌ بِالنَّهْيِ عَنْ ذَلِكَ الْمَتْرُوْكِ يَقْتَضِي تَحْرِيْمَهُ أَوْ كَرَاهَتَهُ.

Perkara yang ditinggalkan tidak dikerjakan oleh Nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam maupun para salaf as sholih tanpa adanya hadits atau atsar yang mencegah / melarang baik yang berindikasi haram atau makruh atas perkara yang ditinggal tersebut.
  1. Sebab-sebab Rosululloh shallallahu alaihi wasallam meninggalkan atau tidak mengerjakan suatu perkara.
Perkara perbuatan (amalaiah) yang ditinggalkan oleh nabi Muhammad shollallohu alaihi wasallam tidak otomatis berindikasi perkara tersebut terlarang/tercegah baik makruh maupun haram.
Adapun di antara sebab-sebab Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam mening-galkan atau tidak mengerjakan sesuatu adalah :

Ø  Rosululloh shallallahu alaihi wasallam meninggalkannya karena tidak sesuai dengan kebiasaan atau adat beliau.

Contoh dalam hal ini adalah Hadits Dhobb yang diriwayatkan Imam Bukhari :

عَنْ خَالِدِ بْنِ الْوَلِيدِأَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ مَيْمُونَةَ فَأُتِيَ بِضَبٍّ مَحْنُوذٍ فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ فَقَالَ بَعْضُ النِّسْوَةِ أَخْبِرُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا يُرِيدُ أَنْ يَأْكُلَ فَقَالُوا هُوَ ضَبٌّ يَا رَسُولَ اللهِ فَرَفَعَ يَدَهُ فَقُلْتُ أَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُولَ اللهِ فَقَالَ لَا وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي فَأَجِدُنِي أَعَافُهُ قَالَ خَالِدٌ فَاجْتَرَرْتُهُ فَأَكَلْتُهُ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ

Dari Kholid bin Walid –rodhiyallohu ‘anhu- ; sesungguhnya Kholid bersama Rosululloh shollallohu alaihi wasallam masuk ke rumah Maimunah, kemudian didatangkan (dihidangkan) biawak yang dimasak, maka Rosululloh shollallohu alaihi wasallam mengulurkan tangan beliau untuk (mengambil)nya, berkatalah beberapa wanita : “Beritakan kepada Rosululloh shollallohu alaihi wasallam apa yang hendak beliau makan”,  para sahabat pun berkata “ Ya Rosulalloh ini adalah biawak “, maka Rosululloh pun mengangkat kembali tangan beliau (mengurungkannya), “ adakah ia (biawak) haram Ya Rosulalloh “ ?tanya Kholid, Rosululloh shollallohu alaihi wasallam menjawab “ Tidak, akan tetapi tidak ada didaerah kaumku, maka aku merasa jijik (tdk terbiasa) “. Maka akupun (Kholid) memamah biawak tersebut dan memakannya, sementara Rosululloh shollallohu alaihi wasallam memperhatikan. “ (HR. Imam Bukhari).

Ø  Rosululloh shollallohu alaihi wasallam meninggalkan sesuatu karena khawatir diwajibkan.Seperti masalah jama’ah sholat tarowih.

Ø  Rosululloh shollallohu alaihi wasallam meninggalkannya karena lupa, seperti kisah sujud sahwi dalam sholat.

Ø  Rosululloh shollallohu alaihi wasallam meninggalkan sesuatu karena belum terfikir sebelumnya, seperti masalah tempat khotbah yang sebelumnya berupa pelepah korma dan kemudian direnofasi oleh para sahabat dan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam menyetujuinya karena dipandang lebih baik dan menjadikan khotbah lebih dapat didengar oleh para jama’ah.

Ø  Kebajikan yang ditinggalkan dan atau tidak dikerjakan oleh Rosululloh shollallohu alaihi wasallam berada dalam naungan nash yang bersifat ‘Am (umum) semisaldan perbuatlah kebajikan supaya mendapat kemenangan “ (QS, Al Hajj : 77) dan juga seperti ayat  Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya” (QS, Al An’am : 160) dan juga ayat dan nash-nash yang lain. Kebaikan yang dimaksud adalah seperti solat Duha dan yang lainnya.

Ø  Rosululloh shollallohu alaihi wasallam meninggalkannya dan atau tidak melaksanakannyakarena mengkhawatirkan keimanan sebagian para sahabat, seperti dalam masalah renofasi ka’bah sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا حَدَاثَةُ قَوْمِكِ بِالْكُفْرِ لَنَقَضْتُ الْبَيْتَ ثُمَّ لَبَنَيْتُهُ عَلَى أَسَاسِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام فَإِنَّ قُرَيْشًا اسْتَقْصَرَتْ بِنَاءَهُ وَجَعَلْتُ لَهُ خَلْفًاقَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ خَلْفًا يَعْنِي بَابًا

Dari Aisyah –rodhiyallohu ‘anha-, ia berkata : Rosululloh shollallohu alaihi wasallam berkata padaku ; “ Seandainya tidak karena kembalinya kaummu pada kekufuran niscaya akan aku robohkan ka’bah dan kemudian aku sungguh aku bangun lagi diatas pondasi Nabi Ibrohim ‘alaihis salam, Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengurangi bangunannya, dan akan aku jadikan untuknya pintu belakang “ (HR. Imam Bukhari).

Disamping itu masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain (jika ditelusuri dalam sunnah/hadits) yang menjadi sebab Nabi Muhammad Rosululloh shollallohu alaihi wasallam meninggalkan atau tidak mengerjakan suatu perkara, sehingga perkara yang ditinggalkan dan atau tidak dikerjakan oleh Rosululloh tidak otomatis tercegah baik makruh ataupun haram.

Adapun perkara-perkara yang ditinggalkan dan atau tidak dikerjakan oleh para sahabat, al Imam al Hafizh Ibnu Hajar al Haitsami menjelaskan dalam kitabnya Fathul Mubin Syarah Arba’in an Nawawi sebagai berikut :

وَاَخْرَجَ أَبُو دَاوُوْدَ عَنْ حُذَيْفَةَ : (كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ تَفْعَلْهَا الصَّحَابَةُ .. فَلَا تَفْعَلُوْهَا) أَيْ : إِلَّا إِنْ دَلَّ عَلَيْهَا دَلِيْلٌ أَخَرُ,وَإِلَّا..فَكَمْ مِنْ عِبَادَاتٍ صَحَّتْ عَنْهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْلًا وَفِعْلًا وَلَمْ تُنْقَلْ عَنْ اَحَدٍ مِنْهُمْ.

Abu Dawud mriwayatkan dari Hudzaifah : ( Setiap ibadah yang tidak dilakukan oleh para sahabat… maka janganlah kalian melakukannya ) maksudnya adalah : kecuali  jika ada dalil lain yang menjelaskannya, karena jika tidak demikian, maka berapa banyak ibadah yang sohih dari Rosululloh shollallohu alaihi wasallam, baik ucapan maupun perbuatan yang tidak diriwayatkan (dilakukan) dari seorangpun dari para sahabat “ (Fathul Mubin Syarah Arba’in, hlm. 229).
  1. At Tark tidak mengindikasikan keharaman
At Tark / Ditinggalkannya atau tidak dilakukannya sebuah perkara tidak otomatis mengindikasikan ke-haram-annya, dengan penjelasan sebagai berikut:
  • At Tark alias ditinggalkannya suatu perkara jika tidak disertai dalil yang menunjukkan bahwa perkara yang ditinggal tersebut adalah terlarang, maka At Tark seperti ini tidak dapat dijadikan Hujjah untuk larangan, cukup baginya dijadikan hujjah bahwa meninggalkan perkara tersebut adalah Masyru’ diakui oleh syara’ dan bukan sebuah kesalahan.
  • Seperti tentang pendapat yang menolak wiridan atau do’a setelah sholat dengan alasan hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh para Salaf as Solih kami berpendapat ; seandainya hal itu benar (tidak ada dari kalangan slaf as solih yang wiridan atau berdo’a sesudah solat) kenyataan itu tidak menghasilkan hukum apapun selain bahwa tidak wiridan atau berdo’a sesudah solat adalah boleh apapun kondisinya baik repot maupun longgar. Dan tidak akan berindikasi kemakruhan apalagi keharaman wiridan ba’da solat, terlebih jiga memperhatikan ke-mujmal-an dalil tentang dzikir dan do’a.
  • Didalam kitab Al Mahalli Imam Ibnu Hazm menuturkan hujjah para ulama’ Malikiyyah dan Hanafiyyah yang memakruhkan sholat dua rokaat sebelum maghrib dimana mereka berhujjah dengan pendapat Ibrohim an Nakho’i yang menyatakan ; “sesungguhnya Abu Bakar, Umar dan Utsman tidak melakukannya”. Ibnu Hazm menjawab ; “ seandainya hal itu benar, sungguh tidak ada (bisa dijadikan hujjah) dalam hal tersebut, karena mereka (para sahabat) tidak melarang melaksanakan sholat dua rokaat sebelum maghrib “. (Al Mahalli, 2/254 dalam kitab Itqonus Shun’ah).
Lebih jauh dalam Al Mahalli disebutkan :

وَأَمَّا حَدِيْثُ عَلِيّ، فَلَا حُجَّةَ فِيْهِ أَصْلاً، لِأَنَّهُ لَيْسَ فِيْهِ إِلَّا إِخْبَارُهُ بِمَا عَلِمَ مِنْ أَنَّهُ لَمْ يَرَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَّهُمَا، وَلَيْسَ فِي هَذَا نَهْيٌ عَنْهُمَا وَلَا كَرَاهَةٌ لَهُمَا، فَمَا صَامَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَطُّ شَهْرًا كَامِلاً غَيْرَ رَمَضَانَ وَلَيْسَ هَذَا بِمُوْجِبٍ كَرَاهِيَةَ صَوْمِ شَهْرٍ كَامِلٍ تَطَوُّعًا اهـ. فَهَذِهِ نُصُوْصٌ صَرِيْحَةٌ فِي أَنَّ التَّرْكَ لَا يُفِيْدُ كَرَاهَةً فَضْلاً عَنِ الْحُرْمَةِ.

Adapun hadits Sayyidina Ali, tidak terdapat hujjah sama sekali di dalamnya, karena Sayyidina Ali ra hanya menghabarkan bahwa beliau tidak pernah melihat Nabi Muhammad Rosululloh shollallohu alaihi wasallam sholat dua rokaat (ba’da ashar. red), dan didalamnya (perkataan Sayyidina Ali) tidak ada larangan dan kemakruhan solat dua rokaat ba’da ashar. maka (bukankah) Rosululloh tidak pernah puasa sebulan penuh kecuali dibulan Romadhon, dan ini tidak menyebabkan makruh-nya puasa sunnah sebulan penuh. (Al Mahalli, 2/271 dalam kitab Itqonus Shun’ah).

Ini adalah bukti yang jelas bahwa tidak dilakukannya atau ditinggalkan-nya suatu perkara tidaklah otomatis mengindikasikan kemakruhannya, apalagi keharamannya.

Lembaga Fatwa Mesir Mengatakan Haram Jadi Anggota Atau Simpatisan ISIS


Kairo – Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta’ al-Masriyyah) Kamis (25/9) merilis fatwa yang menyatakan haram bagi seorang Muslim menjadi anggota atau terhubung dalam bentuk apapun dengan kelompok yang menamakan dirinya Negara Islam (IS/ISIS/DAISH).

Sebagaimana dirilis situs al-Youm al-Sabea, fatwa itu dikeluarkan dengan alasan bahwa kelompok teroris takfiri tersebut telah melakukan tindakan-tindakan untuk menghancurkan banyak negara dan para hamba serta mencemarkan citra Islam melalui aksi-aksi bengis yang dikutuk oleh Islam, umat Islam dan bahkan oleh fitrah, hati nurani dan akal sehat manusia.

Lembaga Fatwa Mesir menjelaskan bahwa organisasi-organisasi seperti ISIS dengan semua fahamnya yang ekstrim telah menyesatkan banyak pemuda yang telah menjadikan ISIS sebagai kebanggaan atas nama agama, jihad dan negara Islam, padahal pada hakikatnya ISIS berusaha mencoreng citra Islam, menghancurkan negeri, dan menumpahkan darah para hamba setelah mereka (ISIS) sesat dalam istinbat dalil-dalil syariat dan menyimpang dalam memahami ayat-ayat al-Quran dan hadis.

“Mereka telah memelintir teks-teks keislaman untuk membenarkan sikap dan aksi-aksi berdarah dan ekstrim mereka. Mereka tak segan-segan menumpahkan darah hamba Allah, mengeluarkan fatwa-fatwa aneh dan munkar demi mendukung metode takfirinya yang telah menebar mafsadat di muka bumi. Dengan demikian maka ‘mereka telah menyimpang perkataan (Allah) dari kedudukan-kedudukannya (QS. Al-Maidah [5]: 13)’, menyalahi kaidah-kaidah fatwa yang muktabar berupa pengetahuan (dirayat) yang sempurna tentang ilmu-ilmu syariat dan realitas kehidupan untuk dapat melakukan istinbat hukum yang sahih. Mereka sengaja berdalil dengan suatu ayat atau penggalan ayat tanpa disertai pengetahuan terhadap segala yang ada dalam kitab suci dan sunnah mengenai tema yang dimaksud. Mereka mengartikan ayat al-Quran dengan yang bukan artinya lalu menisbatkan hukum-hukumnya secara dipaksakan, dusta dan bodoh kepada Islam,” tegas lembaga tersebut.

Darul Ifta’ al-Masriyyah juga menegaskan bahwa para pendukung ISIS, baik dalam bentuk pendanaan dan perlindungan maupun sebatas pernyataan telah ikut andil dalam kejahatan dan dosa-dosa ISIS.

Lembaga ini mengingatkan, “Apa yang dilakukan ISIS berupa pembunuhan, teror dan penghancuran sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam, karena jangankan terhadap sesama Muslim, dalam perang dengan non-Muslimpun syariat Islam bahkan mengharamkan pembunuhan kaumperempuan, anak kecil, lansia dan warga sipil, kezaliman, penganiayaan, perusakan bangunan, penebangan pepohonan dan bahkan pembunuhan hewan ternak.”

Mengenai pengusiran ISIS terhadap warga Kristen dan non-Muslim lain serta pemaksaan terhadap mereka supaya masuk Islam, Lembaga Fatwa Mesir dalam fatwanya menegaskan bahwa agama Islam adalah agama kerukunan hidup dengan sesama, tidak mengenal prinsip pemaksaan, dan tidak membenarkan kekerasan sehingga Islam tidak memaksa umat-umat agama lain agar masuk Islam. Islam justru memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih agama.

Syariat ISIS; Merokok Haram, Membunuh Halal


Korban Syariat ISIS
Gara-gara dituduh merokok di depan umum, pemuda malang ini dihukum cambuk oleh ISIS di kota Raqqa, Suriah pada Selasa, 22/04/14. Menurut ISIS, menghirup asap rokok adalah perbuatan kafir, tapi untuk pembantaian dan mutilasi yang mereka lakukan bahkan terhadap sesama satu ideologi adalah sesuatu yang halal dan diperbolehkan menurut syariat ISIS.

Halalnya pembunuhan menurut syariat ISIS, berlaku juga terhadap rival utama dari Front al-Nusra dan faksi-faksi Salafi lain di Suriah. Hal yang pernah membuat gusar para ideolog Salafi Takfiri yang kemudian berinisiatif untuk melakukan intervensi pembehanan yang justru memperdalam perpecahan di antara organ pembunuh elemen-elemen bengis ini.

Bahkan Sheikh Abdullah al-Mohisni ideolog Salafi terkenal asal Saudi pernah membentuk pengadilan arbitrase Islam antar pihak-pihak takfiri yang saling bunuh hingga detik ini supaya berdamai.
Tapi ISIS, dengan tegas menolak dan menyebut pertempuran melawan Front Islam, Front al-Nusra dan rival-rival Salafi di Suriah bukanlah dipicu keretakan antar faksi-faksi mujahidin, tapi yang terjadi adalah perang yang dilancarkan oleh faksi sesat terhadap mujahidin ISIS. [IT/Onh/Ass] Korban penerapan syariat ISIS di Suriah

Terkait Berita: