Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Pria. Show all posts
Showing posts with label Pria. Show all posts

Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?


Saya menggauli (berulang kali) seorang gadis dan saya tahu bahwa ia telah menikah dengan pria lainnya. Apa hukum dari perbuatan ini dan apa yang saya harus lakukan untuk bertaubat?
Jawaban Global
Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan menebus kesalahan-kesalahannya yang telah lalu, maka harapan pengampunan dari sisi Tuhan sangat besar.

Karena itu, apabila Anda menginginkan keselamatan dengan harapan terhadap maaf dan ampunan Ilahi maka segeralah bertaubat. Anda tidak perlu mengabarkan kepada orang lain, cukuplah Anda dan Tuhan Anda yang mengetahui perbuatan tersebut.

Kebanyakan para marja taklid memandang bahwa berzina dengan wanita seperti ini akan menyebabkan keharaman abadi bagi pria yang berzina dengannya.
Jawaban Detil
Berzina dan menjalin hubungan gelap dengan wanita merupakan salah satu keburukan besar sosial yang mengakibatkan banyak kerugian yang tidak dapat ditebus dalam masyarakat. Atas dasar itu, Islam memandangnya sebagai perbuatan haram dan melawannya dengan sengit. Allah Swt dalam al-Qur’an berfirman, Dan janganlah kalian mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.(Qs. Al-Isra [17]:32).

Dalam penjelasan singkat dan padat terdapat tiga poin penting yang disinggung pada ayat ini:
Pertama, tidak disebutkan bahwa Anda jangan berzina, melainkan dinyatakan bahwa jangan mendekat kepada amalan yang memalukan ini. Pernyataan redaksi ini di samping merupakan stressing terhadap kedalaman perbuatan ini juga merupakan isyarat subtil bahwa kontaminasi perbuatan zina biasanya memiliki pendahuluan-pendahuluan sehingga manusia secara perlahan mendekatinya, budaya telanjang, kondisi tanpa hijab, buku-buku berbau porno,  film-film beradegan kekerasan seksual, koran dan majalah, night club masing-masing merupakan pendahuluan bagi perbuatan tercela ini.

Demikian juga, berdua-duaan dengan orang asing (pria dan wanita non-mahram berdua-duaan di satu tempat sepi) merupakan faktor yang dapat menimbulkan was-was sehingga orang terseret untuk melakukan perbuatan zina.

Di samping itu, ketika orang-orang muda meninggalkan lembaga perkawinan, mempersulit tanpa dalil di antara kedua belah mempelai, kesemuanya merupakan faktor-faktor “yang mendekatkan kepada zina” yang dilarang pada ayat di atas dengan satu kalimat singkat. Demikian juga pada riwayat-riwayat Islam masing-masing dari yang disebutkan ini secara terpisah juga dilarang.

Kedua, kalimat “innahu kana fâhisyatan” yang mengandung tiga penegasan (inna, penggunaan bentuk kalimat lampau dan redaksi “fâhisyatan”) semakin menandaskan dosa ini.
Ketiga, kalimat, “sa’a sabila” (perbuatan zina merupakan perbuatan keji dan jalan buruk) menjelaskan kenyataan ini bahwa amalan ini merupakan jalan yang melapangkan keburukan-keburukan lainnya di dalam masyarakat.


Pengaruh Buruk Zina dalam Sabda Para Maksum
Rasulullah Saw bersabda, “Zina mengandung kerugian-kerugian duniawi dan ukhrawi. Kerugian di dunia: hilangnya cahaya dan keindahan manusia, kematian yang dekat, terputusnya rezeki. Adapun kerugian di akhirat, tidak berdaya, mendapatkan kemurkaan Tuhan pada waktu perhitungan dan keabadian dalam neraka.

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw yang bersabda, “Tatkala zina telah merajalela maka kematian mendadak juga akan semakin banyak. Janganlah berzina, sehingga istri-istrimu juga tidak ternodai dengan perbuatan zina. Barang siapa yang melanggar kehormatan orang lain maka kehormatannya juga akan dilanggar. Sebagaimana engkau memperlakukan orang engkau akan diperlakukan.”[1]

Imam Ali bin Abi Thalib As dalam sebuah hadis bersabda, “Aku mendengar dari Rasulullah Saw bersabda, “Pada zina terdapat enam efek buruk, tiga bagiannya di dunia dan tiga bagian lainnya di akhirat. Adapun pengaruh buruknya di dunia, pertama, akan mengambil cahaya dan keindahan dari manusia. Memutuskan rezeki, mempercepat kematian manusia. Adapun pengaruh buruknya di akhirat, kemurkaan Tuhan, kesukaran dalam perhitungan dan masuknya ke dalam neraka.”[2]

Ali memandang bahwa meninggalkan perbuatan zina akan menyebabkan kokohnya institusi keluarga dan meninggalkan perbuatan liwat (sodomi) adalah faktor terjaganya generasi manusia.

Dalam sebuah sabda Imam Ridha As telah dinyatakan sebagian keburukan zina di antaranya:
1. Terjadinya pembunuhan dengan pengguguran janin.
2. Kacaunya sistem kekeluargaan dan kekerabatan.
3. Terabaikannya pendidikan anak-anak.
4. Hilangnya warisan.

Karena pengaruh buruk dan jelek lainnya yang membuat Islam sangat mencela perbuatan zina dan memandangnya sebagai dosa besar. Namun apabila manusia melakukan perbuatan buruk ini khususnya berzina dengan wanita bersuami dan kemudian menyesali perbuatan tersebut dengan sebenarnya serta menyatakan taubat dan berjanji tidak akan mengulanginya maka jalan dan pintu taubat akan terbuka lebar baginya.
Al-Qur’an dalam mencirikan ‘ibadurrahman (hamba-hamba sejati Tuhan), salah satu ciri mereka adalah tidak melakukan perbuatan zina. Firman Tuhan, Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah, tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia menerima siksa yang sangat pedih, akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka Allah akan mengganti kejahatan mereka dengan kebaikan, dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang; . dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia kembali kepada Allah dengan sebenarnya. (Qs. Al-Furqan [25]:68-71).

Pada ayat lainnya, Al-Qur’an memperkenalkan orang-orang bertakwa, Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Balasan mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (Qs. Ali Imran [3]:135-136).

Disebutkan dalam sebuah riwayat muktabar, “Seorang pemuda menangis dan bersedih hati datang ke hadirat Rasulullah Saw dan berkata bahwa ia takut kepada kemurkaan Tuhan.
Rasulullah Saw bersabda, “Apakah engkau telah melakukan syirik?” Jawabnya, “Tidak.”
Sabdanya, “Apakah engkau telah menumpahkan darah seseorang yang tidak berdosa?”
Katanya, “Tidak.”
Sabdanya, “Allah Swt akan mengampuni dosamu berapa pun besarnya.”
Katanya, “Dosaku lebih besar dari langi dan bumi, arasy dan kursi Tuhan.”
Sabdanya, “Apakah dosamu lebih besar dari Tuhan?” Katanya, “Tidak, Allah Swt lebih besar dari segalanya.”

Sabdanya, “Pergilah (Bertobatlah) sesungguhnya Allah Swt Mahabesar dan mengampuni dosa besar.” Kemudian Rasulullah Saw bersabda lagi, “Katakanlah sebenarnya dosa apa yang telah kau lakukan?”
Katanya, “Wahai Rasulullah Saw, saya merasa malu mengatakannya kepada Anda.”

Sabdanya, “Ayo katakanlah apa yang telah kau lakukan?” Katanya, “Tujuh tahun saya membongkar kuburan dan mengambil kafan orang-orang mati hingga suatu hari tatkala saya membongkar kubur dan mendapatkan jasad seorang putri dari kaum Anshar kemudian saya telanjangi lalu hawa nafsu menguasai diriku…. (kemudian pemuda itu menjelaskan apa yang dilakukannya).. Ketika ucapan pemuda itu sampai di sini Rasulullah Saw bersedih luar biasa dan bersabda, “Keluarkanlah orang fasik ini dan berpaling kepada pemuda itu dan bersabda, “Alangkah dekatnya engkau kepada neraka?” Pemuda itu keluar dan menangis sejadi-jadinya, mengalihkan pandangannya ke sahara dan berkata, “Wahai Tuhan Muhammad! Apabila Engkau menerima taubatku maka kabarkanlah kepada Rasul-Mu dan apabila tidak demikian maka turunkanlah api dari langit dan membakarku serta melepaskanku dari azab akhirat. (Setelah itu) Di sinilah utusan wahyu Ilahi turun kepada Rasulullah Saw dan membacakan ayat, “Qul Yaa Ibâdiyalladzi asrafû…” bagi Rasulullah Saw.[3]  

Katakanlah (Wahai Rasul), “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. Al-Isra [17]:53)

Dengan demikian apabila Anda menginginkan keselamatan dengan harapan terhadap ampunan dan maaf ilahi maka segeralah bertaubat.  Anda tidak perlu harus mengabarkan orang lain atas apa yang terjadi. Cukup Anda dan Tuhan Andalah yang tahu apa yang telah Anda lakukan.

Sesuai dengan pandangan (fatwa) kebanyakan marja agung taklid yang memfatwakan keharaman abadi bagi wanita ini untuk menikah dengan orang yang telah berzina dengannya. Dan bahkan apabila wanita tersebut telah menerima talak dari suaminya, pria yang sebelumnnya berzina dengannya tidak dapat menikah dengannya (selamanya).[4]


[1]. Silahkan lihat, Tafsir Nur, Muhsin Qira’ati, jil. 8, hal. 193, Cetakan Kesebelas, Intisyarat Markaz Farhanggi Darsha-ye Qur’an, Teheran, 1383.  
[2]. Tafsir Nemune, Makarim Syirazi, jil. 12, hal. 102, Cetakan Pertama, Intisyarat-e Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1373.  
[3]. Ibid, jil. 19, hal. 507.  
[4]. Taudhi al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 471. Masalah 2403, 2402, 2401. 

Menonton film-film porno dengan maksud mempelajarinya guna memuaskan pasangan pada malam pertama


Apakah boleh menonton film-film porno dengan maksud mempelajarinya guna memuaskan pasangan pada malam pertama?
Pertanyaan:
Apakah dosa orang yang menonton film porno dengan maskud dapat memasuki malam pertama dengan lebih siap? Apakah amalan-amalan yang dilakukan dalam film berseberangan dengan amalan-amalan yang dianjurkan dalam Islam? Apakah bermasalah saya menonton film atau foto porno yang hanya memancing syahwat saya dan apakah saya harus mandi wajib?
Jawaban Global:
Malam pertama atau yang disebut sebagai zafâf adalah malam ketika dua pasangan yang telah dikat oleh hubungan suami-istri tidur seranjang dan sepembaringan untuk pertama kalinya.  Malam ini merupakan malam yang sangat penting dan penuh berkah serta banyak menyisakan pengaruh pada kehidupan dan masa depan kedua pasangan. Karena itu, sebaiknya kedua pasangan suami-istri mempelajari adab-adab yang sesuai dengan tradisi Islam dan apa yang disebutkan pada sebagian riwayat dan sebagian literatur Islam. Kedua pasangan yang baru saja melepas masa lajangnya ini harus sedapat mungkin menghindari dosa dan maksiat untuk melaksanakan amalan-amalan pada malam istimewa ini seperti menonton film-film porno dengan dalih ingin mempelajari praktik-praktik yang harus dilakukan pada malam ini.

Amat sering terjadi akibat dari menonton film-film seperti ini banyak orang terjerat perangkap setan sehingga terjadi penyimpangan pada mereka dan juga pada keluarga.

Imam Khamenei dalam menjawab pertanyaan, “Apa hukumnya menonton film-film yang mengajarkan tata cara menggauli istri yang sedang hamil bagi suami, supaya mereka tidak terjerembab dalam perbutan haram (lainnya)? Jawabnya, “Tidak dibenarkan menonton film-film seperti ini karena senantiasa disertai dengan pandangan penuh syahwat dan membangkitkan birahi.”[1]

Demikian juga dalam menjawab pertanyaan, “Apakah menonton film-film yang membangkitkan syahwat dibolehkan bagi pria yang telah beristri?” Imam Khameni menjawab, “Tidak dibolehkan apabila mereka  menonton dengan tujuan untuk mengundang syahwat atau membangkitkan birahi mereka.”[2]

Karena itu, menonton film-film seperti ini bahkan dengan dalih ingin memperlajari bagiamana melewati malam pertama (zafâf) dan orang yang menonton juga tidak akan melakukan dosa tetap tidak dibolehkan karena menonton film-film seperti ini selalu disertai dengan pandangan penuh syahwat. Lain halnya bagi bagi orang-orang yang cacat pikiran dan orang-orang yang termasuk terbelakang dari sisi akal sehat dan jasmaninya dan mereka hanya dapat mengetahui bagaimana menggauli pasangan dengan cara seperti ini.

Adapun jawaban Ayatullah Mahdi Hadawi (Semoga Allah Swt Melanggengkan Keberkahannya) terkait dengan pertanyaan sepert iini adalah sebagai berikut:
"Anda harus menghindari melihat film-film dan foto-foto seperti ini. Dan mandi tidak wajib bagi Anda selama sperma tidak keluar.".

Referensi:
[1]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ lil Imâm al-Khomeini), jil. 2, hal. 974, Pertanyaan 1200.
[2]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ lil Imâm al-Khomeini), jil. 2, hal. 974, Pertanyaan 1199.

Persamaan lelaki dan perempuan


Tanya: Apakah dalam ajaran Islam wanita dan lelaki memilki kedudukan yang sama?
Apakah para wanita dapat ikut campur dalam urusan-urusan politik negara dan bekerja sama dengan para pria?

Jawab: Di permulaan masa disebarkannya risalah Islam, umat manusia waktu itu memiliki dua pandangan khusus mengenai wanita. Sebagian orang memperlakukan kaum wanita bak hewan piaraan yang sudah jinak. Bagi mereka kaum wanita tidak termasuk anggota masyarakat; akan tetapi dengan adanya kaum wanita, mereka dapat mempergunakannya sebagai alat berkuasa dan mencari keuntungan. Sebagian yang lain, lebih berpikiran maju dari pada kelompok yang pertama; mereka menganggap kaum wanita sebagai anggota masyarakat akan tetapi tidak seperti kaum lelaki, yakni mereka tidak memiliki martabat sempurna. Bagi mereka kaum wanita tak ubahnya seperti anak-anak kecil atau para budak yang hanya memiliki hak-hak yang sedikit dalam hidupnya; dan hak-hak itu pun berada di tangan kaum lelaki. Islam adalah ajaran pertama kali yang menegaskan kepada mereka bahwa kaum wanita adalah bagian dari masyarakat manusia yang memiliki martabat dan kehormatan mulia. Allah Swt berfirman:
“Saya tidak mensia-siakan amal perbuatan kalian, baik lelaki maupun perempuan…”[1]
Islam hanya membatasi aktifitas kaum wanita untuk tidak berperan dalam tiga perkara: pemerintahan, kehakiman, dan peperangan yang dalam artian “pembuhuhan”. Kaum wanita tidak layak untuk memerintah, karena sebagaimana yang dijelaskan oleh ajaran-ajaran agama ini, mereka adalah makhluk yang sensitif dan lembut; lain dengan para pria yang bersifat logis dan selalu mendahulukan akal dari perasaannya. Ketiga perkara di atas semuanya berkenaan dengan akal yang selalu didahulukan oleh kaum lelaki, bukan perasaan yang dimiliki oleh kaum wanita. Dan jelas sekali seorang wanita yang berperasaan lembut dan baik hati tidak pantas untuk ikut serta dalam urusan-urusan yang melibatkan kejantanan, keberakalan, dan keberanian. Jika seorang wanita memaksakan diri untuk terlibat dalam perkara-perkara di atas, niscaya ia tidak dapat berkembang dan bekerja dengan baik.

Salah satu bukti daripada kenyataan ini adalah pengalaman yang dimiliki orang-orang barat. Mereka selama ini telah memberikan posisi yang sama kepada para lelaki dan wanita dalam bidang pendidikan dan lain sebagainya. Realitanya, sampai saat ini masih belum ada bukti bahwa kaum wanita mampu membawakan prestasi yang lebih tinggi dari kaum lelaki dalam urusan-urusan politik, pengadilan, dan peperangan. Di antara urutan nama-nama orang yang jenius, jarang sekali ditemukan nama seorang wanita. Lain halnya dalam urusan-urusan yang lain; banyak sekali wanita yang dapat beraktifitas dan meraih keberhasilan dalam dunia musik, tari menari, perfilman, dan lain sebagainya.

Rujuk:
[1] QS. Al Imran: 195.

Dari buku Islam, Dunia dan Manusia

Soal: Apa Hukumnya Mendengarkan Suara Perempuan Bagi Laki-laki?


Soal: Apa hukumnya mendengarkan suara perempuan bagi laki-laki?
 
Jawab:

Imam Khomeini ra:
Tidak masalah, kecuali menimbulkan syahwat dan mafsadah
(Istiftaat, jilid 3, hal 274, soal 65)

Ayatullah Araki:
Tidak masalah mendengar suara perempuan tanpa menimbulkan syahwat.
(Istiftaat, hal 255, soal 6)


Ayatullah Behjat:
Tidak boleh bila menimbulkan syahwat dan pada dasarnya lebih baik meninggalkan kondisi yang semacam ini.
(Istiftaat ada pada departemen menjawab soalan syar'i)

Ayatullah Tabrizi:
Tidak masalah bila bukan nyanyian, tidak termasuk musik yang melupakan manusia kepada Allah dan tidak menimbulkan syahwat. Wallahu A'lam.
(Istiftaat ada pada departemen menjawab soalan syar'i)

Ayatullah Khamenei:
Soal: Apa hukumnya suara perempuan, apakah itu membaca al-Quran dan kasidah, di hadapan orang yang non muhrim?
Jawab: Bismilah. Tidak boleh bila menimbulkan syahwat dan perhatian non muhrim.
(Istiftaat ada pada departemen menjawab soalan syar'i)

Ayatullah Sistani:
Tidak masalah bila tidak menimbulkan syahwat dan tidak khawatir terjatuh dalam dosa.
(Istiftaat ada pada departemen menjawab soalan syar'i)

Ayatullah Safi Golpaygani:
Bismillahirrahmanirrahim. Ini tidak boleh karena berakibat mafsadah.
(Istiftaat ada pada departemen menjawab soalan syar'i)

Ayatullah Fazel Lankarani:
Bismillah. Dalam kondisi saat ini yang biasanya berujung mafsadah maka hukumnya tidak boleh. Tapi bila suara perempuan itu berupa nyanyian, maka hukumnya haram.
(Istiftaat ada pada departemen menjawab soalan syar'i)

Ayatullah Golpaygani:
Tidak boleh.
(Ahkam Ravabet Zan va Mard, hal 215, masalah 311)

Ayatullah Makarem Shirazi:
Tidak boleh.
(Istiftaat ada pada departemen menjawab soalan syar'i)

Ayatullah Nouri Hamedani:
Mendengar suara perempuan non muhrim bagi seorang pria tidak boleh, sekalipun itu membaca syair. Karena hal ini mendatangkan mafsadah.
(Ahkam Javanan, hal 236, masalah 588).

Pria yang mengakui melakukan zina


Diriwayatkan dalam buku Man La Yahdhuruhu al-Faqih dalam bab kasus-kasus yang di beri ta’zir, had dan rajam dari Saad bin Tarif dari al-Ashbagh berkata:
“Seorang laki-laki mendatangi Imam Ali as dan berkata: “Saya telah melakukan zina. Sucikan saya!”

Imam Ali as menolehkan kepalanya ke arah lain dan tidak memandangnya. Imam Ali as kemudian meminta kepadanya untuk duduk dan kemudian melihat ke arah orang banyak sambil berkata: “Apakah seseorang dari kalian, yang telah melakukan dosa, tidak ada yang mampu menyembunyikan dosanya sebagaimana Allah menutupnutupinya?”

Lelaki tadi berkata: “Wahai Amir mukminin! Aku telah berbuat zina, sucikan aku!”
Imam Ali as bertanya: “Apa alasan yang membuat engkau mengucapkan hal ini?”
Ia menjawab: “Harapan untuk suci kembali”.

Imam Ali as menjawab: “Kesucian apa yang lebih baik dari taubat?”
Imam Ali as kemudian melihat para sahabatnya dan berbicara dengan mereka.
Pria tadi kembali mengulangi ucapannya kepada Imam Ali as: “Wahai Amir mukminin! Aku telah berzina, sucikan aku!”

Imam Ali as bertanya padanya: “Apakah engkau mengetahui sesuatu dari al-Quran?”
Ia menjawab: “Iya”.
Imam berkata: “Bacalah!”

Ia kemudian membaca ayat al-Quran dan benar bacaannya.
Imam Ali as kemudian menanyainya kembali: “Apakah engkau tahu apa kewajibanmu terkait dengan hak-hak Allah dalam salat dan zakat yang engkau lakukan?”
Ia menjawab: “Iya”

Imam menanyainya dan ia mampu menjawab dengan benar.
Imam kembali bertanya padanya: “Apakah engkau punya penyakit; sakit kepala atau badan dan dadamu sesak karena masalah?”
Ia menjawab: “Tidak, wahai Amir mukmini”.

Imam Ali as berkata: “Celakalah engkau! Pergilah engkau sampai dipanggil dalam pertemuan tertutup sebagaimana secara terang-terangan aku menanya masalah padamu. Jangan kembali sebelum kami memanggilmu”.

Ketika pria tadi telah pergi jauh, Imam Ali as bertanya kepada sahabat-sahabatnya tentang pria tadi. Mereka mengatakan bahwa orang tadi sehat dan kondisinya baik.
Setelah beberapa waktu berlalu, pemuda tadi kembali menemui Imam Ali as dan mengucapkan kata-kata yang sama.

Imam Ali as berkata: “Bila engkau tidak kembali, kami tidak akan memanggilmu. Saat ini, engkau telah mengucapkan pengakuan yang keempat kalinya. Dengan demikian, hukum Allah harus dilaksanakan atasmu. Engkau tidak akan dilepaskan lagi”.

Setelah mengucapkan hal itu, Imam Ali as menghadap orang-orang yang berada di hadapannya: “Kalian yang hadir saat ini cukup untuk melakukan hukum Allah dengan merajamnya, tidak perlu diumumkan untuk yang lainnya. Demi Allah! Kalian datang keesokan pagi, matahari belum naik, dengan menutup wajah kalian dengan kain. Usahakan sedemikian rupa sehingga kalian tidak saling mengenal.
Keesokannya, semua telah hadir dengan wajah tertutup. Imam Ali as berkata: “Demi Allah! Siapa saja dari kalian yang punya kesalahan yang hukumnya adalah rajam tidak boleh melakukan itu. Ketika ia punya pertanggungjawaban yang sama di hadapan Allah, ia tidak punya hak untuk menuntut orang lain”.

Setelah mengucapkan perkataannya, sejumlah besar dari mereka pulang. Perawi menyebutkan: “Demi Allah sampai saat itu saya tidak tahu siapa mereka. Imam Ali as kemudian melempar pria tadi dengan empat batu dan kemudian diikuti oleh yang lainnya”.

Sumber: Allamah Muhammad Taqi at-Tustari, Qadhau Amiril Mukminin Ali bin Abi Thalib as, Qom, 1408 HQ, cetakan ke-2.

Terkait Berita: