Berikut saya jabarkan 9 persamaan aspek kenabian Nabi Musa dan nabi Muhammad SAW.
Aspek Kenabian Musa as
1 . Nabi, Rasul & Imam
2 . Membawa Kitab Taurat untuk Bangsa Israel.
3. Bermigrasi/Hijrah
4. Menghadap Tuhan untuk menerima perintah-Nya bagi bangsa Israel
5. Mengangkat Mantan Hamba Sahayanya menjadi Panglima Militer sebelum wafat- nya.
6. Mengangkat seorang anggota Keluarga-nya menjadi Penggantinya (Wasiy) dan sebagai Imam Pertama bagi umatnya
7. Mempunyai 12 orang Imam, dan salah satunya yang menjadi Imam Besar berasal dari keturunan Penggantinya
8. Penggantinya dan keturunannya di sucikan untuk menjadi Imam Besar Bangsa Israel
9. Kepemimpinan Penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.
Aspek kenabian Nabi Muhammad sebagai mesiah universal
1. Nabi, Rasul, Imam dan Tuan para Nabi & Rasul/Nabi Penutup
2. Membawa Kitab Baru dari Tuhan sebagai Perjanjian Baru untuk seluruh umat manusia
3. Bermigrasi/Hijrah
4. Menghadap Tuhan untuk menerima PerintahNya bagi seluruh umat manusia.
5. Mengangkat Mantan Hamba Sahayanya menjadi Panglima Militer sebelum wafat nya.
6. Mengangkat serang anggota keluarganya sebagai penggantinya dan sebagai imam pertama bagi umatnya
7. Mempunyai 12 orang Imam dari keturunan Penggantinya
8. Penggantinya dan keturunannya di sucikan untuk menjadi Imam Universal.
9. Kepemimpinan Penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.
Dikarenakan adanya perbedaan pandangan antara kedua golongan Islam
(Sunni dan Syi’ah), maka umat Islam hanya sepakat bulat dalam pemenuhan
Aspek ke-1 s/d ke-5 dari persamaan antara Nabi Muhammad SAW dan Nabi
Musa as, yaitu:
Aspek-1 : Muhammad SAW adalah Nabi, Rasul, Imam dan Tuan para Nabi & Rasul/Nabi Penutup.
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS. Al Ahzab [33] : 40).
Aspek-2 : Nabi Muhammad SAW membawa Al Qur’an yang bersisikan hukum/ perjanjian baru bagi seluruh umat Manusia.
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, (QS. Al Furqon [25] : 1)
Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan,….(QS. An Nahl [16]: 44).
Aspek-3 : Nabi Muhammad SAW berhijrah dari Mekkah ke Madinah.
Hai Nabi, …………..…… yang turut hijrah bersama kamu ………… Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al Ahzab [33]: 50).
Aspek-4 : Nabi Muhammad SAW menghadap langsung Allah SWT di dalam peristiwa Isra Mi’raj.
Aspek-5 : Nabi Muhammad SAW beberapa saat menjelang kewafatannya mengangkat mantan hamba sahayanya yaitu
“Zayd bin Haritzah” sebagai Panglima Pasukan, tetapi didalam
pertempuran awal Zayd bin Haritzah gugur/syahid, kemudian didalam
keadaan sakit yang semakin parah, Beliau SAW mengangkat Usamah bin Zayd
(anak laki-2 Zayd bin Haritzah) yang masih berumur 18 tahun sebagai
Panglima Pasukan menggantikan bapaknya yang mantan hamba sahaya Nabi
Muhammad SAW.
Tindakan Nabi Muhammad SAW mengangkat Zayd bin Haritzah maupun Usamah
bin Zayd mengundang tanda-tanya besar (kalau tidak bisa dikatakan
sebagai protes halus) dikalangan para Sahabat Beliau SAW, karena masih
banyak di antara para Sahabat yang berdasarkan kemampuan berperang
berada jauh di atas kemampuan Zayd dan Usamah. Apalagi mengingat usia
Usamah masih sangat muda untuk diangkat sebagai Panglima Pasukan.
Ke-engganan umat Islam untuk bergabung kedalam pasukan Usamah,
sampai2 menyebabkan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan sakit yang semakin
parah dan hanya beberapa hari saja menjelang Beliau SAW dipanggilan ke
Rahmatullah, terpaksa keluar dari kamarnya dengan dipapah dan naik ke
mimbar masjid untuk berpidato menegaskan kembali akan keputusan-nya
mengangkat Usamah sebagai Panglima dan memerintahkan agar pasukan Usamah
segera berangkat
.
Banyak sekali umat Islam, bahkan sampai masa kini, tidak memahami latar
belakang keputusan Nabi Muhammad SAW untuk mengangkat Zayd bin Haritzah
dan Usamah bin Zayd sebagai Panglima Pasukan Islam, sampai2 Beliau SAW
dalam keadaan sakit yang semakin parah dan hanya beberapa hari saja
menjelang kewafatannya, bersikap sangat gigih mempertahankan
keputusannya itu.
Tetapi jika masalah ini dilihat dari sisi Nubuat Mesianistik,
khususnya berkaitan dengan Aspek Ke-5 kesamaan dengan Nabi Musa as, maka
sesungguhnya sangat jelas latar belakang keputusan Nabi Muhammad SAW di
dalam mengangkat Zayd bin Haritzah dan Usamah bin Zayd, yaitu Nabi
Muhammad SAW se-mata2 ingin menyatakan dan membuktikan bahwa Beliau
adalah sama seperti Nabi Musa as, yang menjelang kewafatannya juga
mengangkat mantan hamba sahayanya menjadi Panglima Pasukan, yaitu Yusya
bin Nun (Yoshua bin Nun/Nabi Dzulkifli).
Aspek -6 :Mengangkat seorang anggota Keluarganya menjadi Penggantinya/ Penerusnya (Wasiy) dan sebagai Imam Pertama bagi umatnya.
Golongan Suni :
Sekalipun mengakui adanya hadisth Nabi Muhammad SAW yang berbunyi : “Hai
Ali !, Tidakkah kamu menyukai (kedudukanmu) dariku seperti kedudukan
Harun as dari Musa?”
Namun hadist ini tidak dimaknai sebagai pengangkatan Ali bin Abi Thalib
(sepupu dan menantu Nabi SAW) menjadi Pengganti/Penerus (Wasiy) Nabi
Muhammad SAW. Golongan Suni sama sekali tidak mengakui kedudukan Ali Bin
Abi Thalib sebagai Wasiy Nabi SAW, bahkan menurut mereka Wasiy Nabi SAW
adalah seseorang yang dipilih/diangkat atas kesepakatan umat, dan yang
pertama adalah Abu Bakar yang dipilih/diangkat di Balai Pertemuan Bani
Saidah di Saqifah. Dengan demikian secara tidak disadari mereka telah
menolak kemesiahan universal Nabi Muhammad Saaw.
Golongan Syi’ah:
Hadisth Nabi Muhammad SAW yang berbunyi : “Hai Ali !, Tidakkah kamu
menyukai (kedudukanmu) dariku seperti kedudukan Harun as dari Musa?”,
dimaknai sebagai isyarat dari Nabi Muhammad SAW bahwa Ali bin Abi Thalib
adalah merupakan Penerus/Pengganti (wasiy) Beliau SAW untuk memimpin
umat sebagai Imam Pertama.
Isyarat hadist di atas kemudian diwujudkan oleh Nabi Muhammad SAW
sepulangnya dari Haji Wada ditengah perjalanan menuju Madinah disuatu
perempatan yang dinamakan Gadhir Khum, pada tanggal 18 Dzulhijjah 10 H,
dihadapan 120.000 umat Islam, berupa pengangkatan resmi Ali bin Abi
Thalib sebagai Penerus/Pengganti (Wasiy) Nabi SAW sebagai pemimpin umat
(Imam) setelah Nabi SAW.
Peristiwa Ghadir Khum di riwayatkan oleh 110 perawi hadist dan dimuat
oleh ratusan kitab hadist baik dari Golongan Suni maupun Golongan
Syi’ah. Tetapi anehnya tidak termuat di dalam 6 Kitab Hadist (Kuttubus
Sittah) yang diakui oleh Golongan Suni sebagai kitab2 hadist yang sahih
dan boleh dijadikan pegangan. Padahal Hadist Gadhir Khum ini merupakan
Hadist Sahih yang Muttawatir (artinya kebenaran-nya dianggap mutlak
karena diriwayatkan oleh banyak jalur perawi yang dipercaya).
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka
Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-6 dari persamaan dengan Nabi
Musa, karena Beliau SAW tidak mengangkat anggota keluarganya sebagai
Pemimpim/Imam umat Islam. Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah
justru sebaliknya, bahwa Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-6
dari persamaan dengan Nabi Musa, dengan mengangkat Ali bin Abi Thalib
sebagai Wasiy Beliau SAW.
Bahwasanya Golongan Suni tidak mengakui pengangkatan Ali bin Abi
Thalib tersebut, tidaklah menjadikan pengangkatan itu menjadi tidak ada.
Karena bukti hadist dan sejarah tetap menunjukkan Nabi Muhammad SAW
telah mengangkat salah seorang anggota keluarga-nya sebagai
Penerus/Pengganti/Wasiy dan Imam Pertama bagi umatnya.
Aspek-7: Mempunyai 12 orang Imam dari keturunan Penggantinya
Golongan Suni :
Sekalipun mengakui adanya Hadisth tentang 12 Imam sebagai hadist yang
sahih dan muttawatir, tetapi berpendapat bahwa pengangkatan ke-12 Imam
ini adalah berdasarkan pemilihan/kesepakatan umat Islam.
Tetapi kemudian Golongan Suni mengalami kesulitan karena tidak bisa
menyebutkan/menetapkan siapakah ke duabelas Imam itu, bahkan sampai ada
yang nekat memasukkan yazid bin muawiyah sebagai salah satu dari 12 imam
padahal ia termasuk orang yang zalim. Akhirnya Hadist 12 Imam ini tidak
pernah lagi dimunculkan dalam syariat maupun aqidah Suni.
Golongan Syi’ah :
Sebaliknya Golongan Syi’ah mengakui adanya 12 Imam setelah Nabi Muhammad
SAW sebagai pemimpin umat. Hanya saja berbeda dengan 12 Imam pada Nabi
Musa as (Bani Israel) yang keberadaannya sekaligus 12 Imam (horizontal)
pada setiap masa, maka 12 Imam pada Nabi Muhammad SAW adalah berurut
kebawah (vertikal), sesuai dengan ruang-lingkup waktu misi Nabi Muhammad
SAW sebagai Mesiah Universal di akhir jaman.
Adapun ke 12 Imam menurut pandangan Syiah adalah :
1. Imam ‘Ali bin Abu Thalib as – Amirul mukminin Ash Shidiq Al Faruq
2. Imam Hasan as – Al Mujtaba
3. Imam Husein as – Sayyidu Syuhada
4. Imam ‘Ali bin Husein as – As Sajjad Zainal Abidin
5. Imam Muhammad bin ‘Ali as – Al Baqir
6. Imam Ja’far bin Muhammad as – Ash Shadiq
7. Imam Musa bin Ja’far as – Al Kadzim
8. Imam ‘Ali bin Musa as – Ar Ridha
9. Imam Muhammad bin ‘Ali as – Al Jawad At Taqi
10. Imam ‘Ali bin Muhammad as – Al Hadi At Taqi
11. Imam Hasan bin ‘Ali as – Az Zaki Al Askari
12. Imam Muhammad bin Hasan as – Al Mahdi Al Qoim Al hujjah Al Muntadzar Sohib Al Zaman Hujjatullah.
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka
Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-7 dari persamaan dengan Nabi
Musa, karena Beliau SAW tidak mempunyai 12 Pemimpim/Imam yang berasal
dari keturunannya Penggantinya (Wasiy).
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa
Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-7 dari persamaan dengan Nabi
Musa, karena Beliau SAW mempunyai 12 Pemimpim/Imam yang berasal dari
keturunannya Penggantinya (Wasiy), yaitu dari keturunan Ali bin Abi
Thalib dan Fatimah Az-Zahra Binti Muhammad SAW.
Aspek-8: Penggantinya dan keturunannya di sucikan untuk menjadi Imam Universal.
Golongan Suni :
Sekalipun mengakui bahwa bahwa ayat pada QS. Al Ahzab [33]: 33 adalah
berkenaan dengan penyucian, tetapi yang disucikan adalah anggota
keluarga (Ahlul Bayt) Nabi Muhammad SAW, yang terdiri dari Nabi SAW
sendiri, semua isteri Beliau, anaknya (Fatimah Az-Zahra), menantunya
(Ali bin Abi Thalib) dan kedua cucunya (Hasan & Husein).
Dan penyucian tersebut se-mata2 bertujuan untuk menyucikan Ahlul Bayt Nabi SAW dari semua dosa, tidak ada tujuan lainnya.
Golongan Syi’ah :
Penyucian yang dimaksud pada QS. Al Ahzab [33]: 33 hanya berkena-an
dengan anggota keluarga (Ahlul Bayt) Nabi Muhammad SAW, yang terdiri
dari Nabi SAW sendiri, anaknya (Fatimah Az-Zahra), menantu-nya (Ali bin
Abi Thalib) dan kedua cucunya (Hasan & Husein). Sedang-kan isteri2
Nabi SAW tidak termasuk didalamnya. Asbabun Nuzul ayat ini diperkuat
dengan Hadist Al Kisa yang diakui oleh seluruh umat Islam sebagai Hadist
Muttawatir.
Mengapa isteri2 Nabi SAW tidak termasuk didalam “Ahlul Bayt” yang disucikan ?
Pertama, karena penyucian ini adalah dalam rangka persiapan anggota
keluarga Nabi SAW untuk menduduki jabatan Imam bagi seluruh Umat Manusia
(lihat : penyucian Nabi Harun as dan anak-2nya yang akan menjabat
kedudukan Imam Besar umat Israel pada Tanakh/Injil Perjanjian Lama Kitab
Keluaran 40: 12-15).
Kedua, adalah aneh jika isteri2 Nabi SAW yang ada pada saat QS. Al
Ahzab [33]: 33 diturunkan di sucikan, tetapi isteri Nabi SAW yang paling
utama dan merupakan salah satu dari 4 wanita utama umat manusia, yaitu
Khadijah Al Kubra tidak ikut di sucikan, karena telah jauh sebelumnya
wafat.
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka
Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-8 persamaan dengan Nabi Musa,
karena penyucian terhadap anggota keluarga Nabi SAW tidak ada kaitannya
dengan pengangkatan Pemimpin/Imam.
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa
Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-6 dari persamaan dengan Nabi
Musa, karena penyucian anggota keluarga Nabi SAW adalah justru dalam
rangka persiapan menjadi Imam bagi Penggantinya (Wasiy) yaitu Ali bin
Abi Thalib beserta anak2nya.
Aspek-9: Kepemimpinan Penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya
Golongan Suni :
Karena tidak mengakui pengangkatan Imam ‘Ali bin Abi Thalib sebagai
Penerus/Pengganti Nabi Muhammad SAW dengan kedudukan Imam (pemimpin)
bagi umat Islam, maka Golongan Suni berpandangan tidak ada perbuatan
penghianatan terhadap kepemimpinan Penerus/-Pengganti Nabi Muhammad saw.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah setelah wafatnya Nabi
Muhammad saw adalah sah menurut golongan sunni karena didasarkan pada
kesepakatan (musyawarah) umat Islam yang dilaksanakan di Saqifah, Balai
Pertemuan Bani Saidah.
Golongan Syi’ah:
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Imam (pemimpin) umat Islam
(setelah Nabi SAW) oleh Nabi Muhammad SAW sendiri di Gadhir Khum adalah
merupakan ketetapan Nabi SAW yang wajib di taati. Jika kemudian
segelintir umat Islam yang berkumpul di Balai Pertemuan Saqifah Bani
Saidah, memilih Abu Bakar sebagai Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi
SAW, maka perbuatan itu merupakan pembangkangan terhadap Ketetapan Nabi
Muhammad SAW serta merupakan pengkhianatan terhadap Ali bin Abi Thalib
yang telah diangkat sebagai Pemimpin/Imam Umat Islam. (Lihat Peristiwa
Penolakan Bani Israel terhadap Pengangkatan Nabi Harun as sebagai
Pengganti/Penerus Nabi Musa as pada Kemah Pertemuan Bani Korah, pada
halam 32 s/d 36 ).
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka
Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek ke-9 persamaan dengan Nabi Musa
as, karena tidak ada perbuatan penghianatan terhadap Pemimpin/Imam,
sebab memang Beliau SAW tidak pernah mengangkat anggota keluarganya (Ali
bin Abi Thalib as) sebagai Pemimpin/Imam umat Islam sepeninggal Nabi
Muhammad SAW.
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah justru sebaliknya, bahwa
Nabi Muhammad SAW telah memenuhi Aspek ke-9 dari persamaan dengan Nabi
Musa, karena pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah pertama di Saqifah
Bani Saidah jelas merupakan tindakan penghianatan terhadap Ali bin Abi
Thalib yang telah diangkat oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Pemimpin/Imam
Umat Islam di Gadhir Khum pada tanggal 18 Dzulhijjah 10 H.
Perbedaan pandangan diantara Golongan Suni dan Golongan Syi’ah di
atas, membawa implikasi terhadap pemenuhan kriteria Nabi Muhammad SAW
sebagai Sang Mesiah Universal, khususnya dalam dalam kriteria “sama
seperti Nabi Musa as” .
Apabila mengikuti pandangan Golongan Suni, maka tentunya akan sulit
meyakinkan umat beragama lainnya tentang keabsahan Nabi Muhammad SAW
sebagai Sang Mesiah Universal, karena pandangan Golongan Suni menafikan
(menolak) adanya kesamaan antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as,
khususnya berkaitan dengan Aspek Kenabian Ke-6 s/d Ke-9
.
Sedangkan menurut pandangan Golongan Syi’ah, keseluruhan Aspek Kenabian
(9 Aspek) pada Nabi Muhammad SAW adalah sesuai/sama seperti Nabi Musa
as, sehingga menurut pandangan Golongan Syi’ah, tidak ada keraguan
sedikitpun dan sepenuhnya dapat dibuktikan tentang keabsahan Nabi
Muhammad SAW sebagai Sang Mesiah Universal.
Adanya dua pandangan yang berbeda di antara umat Islam tentang
pemenuhan persyaratan kesamaan 9 aspek kenabian antara Nabi Muhammad SAW
dengan Nabi Musa as sebagaimana di uraikan di atas, sesungguhnya tidak
membawa konsekwensi apapun terhadap keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai
Sang Mesiah Universal.
Sebagaimana dapat dimisalkan dengan 3 (tiga) orang buta yang
berkumpul pada sebuah tanah lapang di siang hari. Ketiganya tidak bisa
melihat matahari yang sedang bersinar terang. Tetapi ketidak mampuan
mereka untuk melihat matahari, tidaklah berarti atau tidaklah
mengakibatkan matahari tersebut menjadi tidak ada. Keberadaan Matahari
tidak tergantung dari mampu atau tidak mampunya manusia melihatnya.
Demikian juga kebenaran dan keabsahan Nabi Muhammad SAW sebagai Sang
Mesiah Universal tidaklah tergantung pada pandangan golongan-2 umat
Islam yang menafikan adanya unsur2/faktor2 persyaratan sebagai Mesiah
Universal pada diri Nabi Muhammad SAW, sekalipun mereka itu merupakan
golongan yang mayoritas dari umat Islam.
Dalam kontek inilah hendaknya dipahami firman Allah SWT berikut ini :
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah). (QS. Al An’am [6]: 116).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi
pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan
permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab
sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan
bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang
beriman.(QS. Al Maidah [5]: 57).
Sekalipun pandangan Golongan Suni seperti yang diuraikan di atas
mengakibat-kan sebahagian aspek kenabian Nabi Muhammad SAW menjadi
“tidak seperti Nabi Musa as”, yaitu aspek ke-6 s/d ke-9, namun hal ini
bukan berarti Golongan Suni tidak mempercayai/meyakini bahwasanya Nabi
Muhammad SAW adalah “Pembawa Rahmat bagi Alam Semesta” yang bermakna
juga sebagai Mesiah Universal. Hanya saja keyakinan tersebut se-mata2 di
dasarkan pada Al Qur’an, tanpa didukung pembuktian yang terukur dengan
alat ukur yang telah ditentukan berdasarkan Nubuat2 Mesianistik,
sehingga keyakinan termaksud tidak dapat dijadikan hujjah (argumentasi)
untuk menyakinkan umat non-Islam (yang tidak mempercayai Al Qur’an)
tentang aspek kenabian Nabi Muhammad SAW yang “sama seperti Nabi Musa
as”.
Dilain pihak, pandangan Golongan Suni yang berkaitan dengan Nubuat
Mesianistik ini justru menguntungkan umat agama lainnya, terutama Umat
agama Yahudi. Mengapa ?
Aqidah agama Yahudi sepenuhnya bertumpu pada harapan kedatangan Sang
Mesiah Universal yang akan mengangkat derajat bangsa Israel pada tingkat
yang paling tinggi di antara semua bangsa yang ada di dunia. Tanpa
adanya harapan ini, maka umat Yahudi akan tercerai-berai mengikuti
agama-agama lainnya.
Apabila ternyata Sang Mesiah Universal (yang di-tunggu2) sudah datang
dan derajat Bangsa Israel tidak terangkat sampai puncak yang paling
tinggi di antara umat manusia, maka tentunya kenyataan itu akan
menghapuskan harapan umat Yahudi, dan pada gilirannya akan menghancurkan
sendi2 ke-imanan mereka akan kebenaran agama Yahudi.
Oleh karena itu selama harapan umat Yahudi belum terwujud, maka
mereka akan dan harus menolak semua klaim atas kemunculan Mesiah
Universal yang tidak sejalan dengan harapan2 mereka.
Sebenarnya para pemimpin agama Yahudi (Rabi2) sejak awal kelahiran
Nabi Muhammad SAW telah mengetahui bahwa Beliau SAW merupakan Mesiah
Universal yang ditunggu2 dan dikhabarkan di dalam Nubuat2 Mesianistik
pada Kitab2 Suci terdahulu. Hal inilah yang dikatakan di dalam Al Qur’an
:
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab
(Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal
anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka
menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.(QS. Al Baqarah [2] :
146).
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di
sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang
mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala
yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an),
mereka itulah orang-orang yang beruntung.(QS. Al A’raf [7]: 157).
Keberadaan komunitas Yahudi di Semenanjung Arab (Madinah dan Khaibar)
sebenarnya dilatar belakangi oleh pengetahuan mereka tentang kedatangan
Mesiah Universal dari wilayah ini. Umat Yahudi memang me-nunggu2
kedatangan Sang Mesiah Universal tetapi bukan untuk mengikutinya,
melainkan untuk menggagalkan baik kedatangan maupun misi Sang Mesiah
Universal ini. Karena kedatangan Mesiah Universal dari tanah Arab yang
bukan berasal dari keturunan Nabi Ishak as dan bukan pula dari garis
keturunan Nabi Daud as (Suku Yehuda), akan membuka rahasia kepalsuan
nubuat2 mesianistik yang mereka buat2 sendiri dan pada gilirannya akan
memporak-porandakan sendi-2 aqidah dan keimanan agama Yahudi.
Sejarah Islam meriwayatkan hal-2 yang berkaitan dengan aktivitas
umat Yahudi di Semenanjung Arab guna menggagalkan kedatangan dan misi
Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal, di antaranya :
1. Dimasa kanak2 nya Nabi Muhammad SAW diriwayatkan adanya peringatan
tentang usaha pembunuhan atas Nabi Muhammad SAW oleh orang2 Yahudi ;
2. Selama Nabi Muhammad SAW berada di Madinah, sejak awal sampai
akhir umat Yahudi baik secara terang2an maupun sembunyi2 (bekerja sama
dengan kaum Musyrik Mekkah) senantiasa berupaya menggagalkan misi Nabi
Muhammad SAW.
3. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, umat Yahudi tetap berupaya
merusak agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dari dalam dengan
cara membuat hadist2 palsu, yang dikenal sebagai “Hadist Israiliyat”,
bekerjasama dengan beberapa unsur umat Islam (munafiqun).
Pandangan dikalangan mayoritas umat Islam sendiri yang secara
langsung berakibat (se-olah2) aspek kenabian Nabi Muhammad SAW tidak
sama seperti aspek kenabian Nabi Musa as, sangat sejalan dengan
keinginan dan kepentingan umat Yahudi sejak awal, dengan demikian para
pemimpin agama Yahudi dapat mengatakan kepada umatnya :
“Hai Bani Israel !!! Lihatlah mayoritas umat Islam sendiri tidak
mengakui bahwa Nabi mereka “sama seperti Nabi Musa”, artinya Nabi mereka
(Nabi Muhammad SAW) bukanlah Sang Mesiah Universal yang kita tunggu.
Mesiah Universal dari keturunan Nabi Ishak dan Nabi Daud belum datang !”
Keselarasan antara pandangan Golongan Suni dengan
keinginan/kepentingan umat Yahudi berkenaan dengan Ke-Mesiah-an Nabi
Muhammad SAW, mungkin hanya kebetulan saja. Tetapi mungkin juga bukan
hal yang kebetulan.
Bukankah Sejarah Islam juga meriwayatkan keberadaan figur Kaab
Al-Akhbar, seorang ulama Yahudi yang kemudian masuk Islam dimasa pasca
wafatnya Nabi Muhammad SAW ? Kedekatan Kaab Al-Akhbar dengan beberapa
tokoh puncak umat Islam di masa itu, yaitu Khalifah Umar bin Khattab ra,
Khalifah Utsman bin Affan ra , serta Abu Hurairah ra (perawi hadist
terbanyak dilingkungan Golongan Suni) juga banyak diriwayatkan di dalam
kitab2 sejarah Islam.
Melihat kenyataan bahwa pandangan Golongan Suni yang sejalan dan
selaras dengan keinginan/kepentingan agama/kaum Yahudi, bukankah cukup
alasan untuk berspekulasi, bahwa Kaab Al-Akhbar mungkin telah berhasil
memasukan pemikirannya kedalam pandangan Golongan Suni melalui hadist2
Israiliyatnya, seperti hadist di bawah ini :
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: “Dua orang bercaci maki, seorang dari
kaum Muslim dan seorang dari Yahudi. Orang Muslim itu berkata:
……………………………………….., lalu Nabi SAW bersabda: “Janganlah kalian memilih aku
atas Musa karena besok pada hari Qiyamat manusia pingsan dan akupun
pingsan bersama mereka, Aku adalah orang yang mula pertama sadar,
tiba-tiba Musa memegang pada satu segi Arasy, maka aku tidak tahu apakah
ia termasuk orang yang pingsan dan sadar sebelum aku, atau ia termasuk
orang yang dikecualikan Allah”.
Pada hadist yang diriwayat oleh Abu Hurairah ra (yang sangat erat
hubungannya dengan Kaab Al Akhbar) di atas, menjelaskan bahwa Nabi Musa
as dibangunkan Allah SWT lebih dahulu dahulu daripada Nabi Muhammad SAW
di Hari Kiamat, halmana menunjukan bahwa kedudukan Nabi Musa as lebih
utama dibandingkan dengan kedudukan Nabi Muhammad SAW.
DUA SUMBER PERBEDAAN Mazhab Islam.
Kepemimpinan Penggantinya di khianati oleh sebagian umatnya.
Golongan Suni :
Karena tidak mengakui
pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Penerus/Pengganti Nabi Muhammad
SAW dengan kedudukan Imam (pemimpin) bagi umat Islam, maka Golongan Suni
berpandangan tidak ada perbuatan penghianatan terhadap kepemimpinan
Penerus/-Pengganti Nabi Muhammad saw.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah setelah wafatnya Nabi
Muhammad saw adalah sah karena didasarkan pada kesepakatan (musyawarah)
umat Islam yang dilaksanakan di Saqifah, Balai Pertemuan Bani Saidah.
Golongan Syi’ah:
Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Imam (pemimpin) umat Islam
(setelah Nabi SAW) oleh Nabi Muhammad SAW sendiri di Gadhir Khum adalah
merupakan ketetapan Nabi SAW yang wajib di taati. Jika kemudian
segelintir umat Islam yang berkumpul di Balai Pertemuan Saqifah Bani
Saidah, memilih Abu Bakar sebagai Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi
SAW, maka perbuatan itu merupakan pembangkangan terhadap Ketetapan Nabi
Muhammad SAW serta merupakan pengkhianatan terhadap Ali bin Abi Thalib
yang telah diangkat sebagai Pemimpin/Imam Umat Islam.
(Lihat Peristiwa Penolakan Bani Israel terhadap Pengangkatan Nabi
Harun as sebagai Pengganti/Penerus Nabi Musa as pada Kemah Pertemuan
Bani Korah).
Dengan demikian jika berpegang pada pandangan Golongan Suni, maka
Nabi Muhammad SAW tidak memenuhi Aspek persamaan dengan Nabi Musa as,
karena tidak ada perbuatan penghianatan terhadap Pemimpin/Imam, sebab
memang Beliau SAW tidak pernah mengangkat anggota keluarganya (Ali bin
Abi Thalib as) sebagai Pemimpin/Imam umat Islam sepeninggal Nabi
Muhammad SAW.
Kendati tak henti-hentinya Nabi saw. menasihati para sahabat dan umat
Islam akan besarnya hak Ahlulbait as. atas mereka… kendati pesan demi
pesan telah beliau sampaikan agar umat bersikap baik, mendukung, membela
dan menerima kepemimpinan Ahlulbait as., namun pesan-pesan dan
wasiat-wasiat Nabi saw itu sepertinya tidak mendapat sambutan
semestinya.
mereka makin memebenci Imam Ali dan Ahlulbait Nabi saw.,
sampai-sampai seakan, andai Nabi saw. memerintahkan mereka untuk
membencinya.
Memahami Kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah Universal.
Ketidakpahaman mayoritas umat Islam (Golongan Suni) terhadap
kedudukan dan fungsi Nabi Muhammad SAW selaku Mesiah Universal/Juru
Selamat Umat Manusia/Pembawa Rahmat bagi Alam Semesta, yang berpangkal
pada penolakan persamaan aspek kenabian ke-6 s/d ke-6 antara Nabi
Muhammad SAW dengan Nabi Musa as, kemudian mempengaruhi pandangan
mayoritas umat Islam terhadap sosok dan kepribadian Nabi Muhammad SAW,
yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi aqidah dan syariat
ke-Islam-an mereka.
Sebagai konsekwensinya, maka selama mayoritas umat Islam belum mampu
memahami kedudukkan dan fungsi Nabi Muhammad SAW sebagai Mesiah
Universal, maka selama itu pula mayoritas umat Islam tidak akan mampu
memahami ajaran agamanya secara utuh.
Sebagai Rahmatan lil Alamin, Nabi Muhammad SAW tidaklah sama seperti
semua manusia lainnya yang pernah di ciptakan Allah SWT, Beliau SAW
adalah se-mulia2-nya manusia yang pernah diciptakan oleh Allah SWT.
Sehubungan dengan ini Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.
QS. Al Ahzab [33]: 56.
Tidak ada satupun manusia sejak Nabi Adam as sampai Hari Kiamat nanti
yang memperoleh kehormatan dari Allah SWT sedemikian tingginya kecuali
terhadap Nabi Muhammad SAW. Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk
mendirikan shalat, melaksanakan puasa, berzakat, beramal-soleh dan
sebagainya, tetapi tentunya Allah SWT sendiri tidaklah
melakukan/mengerjakan apa2 yang diperintahkanNya kepada umat manusia
itu.
Namun berkenaan dengan Nabi Muhammad SAW, sebelum Allah SWT
memerintahkan umat manusia untuk memberikan salam penghormatan
(ber-shalawat) kepada Beliau SAW, Allah SWT sendiri beserta seluruh
Malaikat telah terlebih dahulu dan terus senantiasa memberikan salam
penghormatan (ber-shalawat) kepada Nabi Muhammad SAW.
Apakah Nabi SAW “maksum”?
Jikalau Para Imam Bani Israel dari keturunan Nabi Harun as dan para
Imam dari ke-12 Suku Bani Israel saja disucikan oleh Allah SWT, yang
artinya “maksum” yaitu setiap saat dicegah dari perbuatan melakukan
kesalahan/dosa. Maka tentunya Nabi Muhammad SAW dan Para Imam Penerus
(Wasiy) Beliau SAW yang berlingkup untuk seluruh umat manusia
(Universal) lebih dapat dipastikan “ke-maksuman-nya”, sebagaimana telah
ditetapkan oleh Allah SWT di dalam QS. Al Ahzab [33] : 33.
Sementara ini kalangan mayoritas umat Islam mengakui bahwa Nabi
Muhammad SAW hanya “maksum” pada saat menerima dan memberitakan wahyu Al
Qur’an, sedangkan diluar itu Beliau SAW adalah seperti manusia biasa
lainnya, yang dapat berbuat salah dan dosa. Sebagai akibat pemahaman ini
sering kali terdengar ucapan di antara umat Islam: “Ah tidak apa2 koq
berbuat salah, karena Nabi Muhammad SAW juga acapkali berbuat salah,
Beliau kan hanya manusia biasa seperti kita”.
Jika benar Nabi Muhammad SAW bisa berbuat salah dan dosa (diluar saat
menerima dan memberitakan wahyu Al Qur’an), maka bagaimana mungkin umat
Islam diwajibkan berpegang pada Sunnah Beliau SAW? Bukankah dengan
demikian di antara sunah2 Nabi SAW itu terbuka kemungkinan mencakup pula
perkataan atau perbuatan Beliau SAW yang salah dan mengandung dosa? Dan
jika Nabi Muhammad SAW adalah seperti manusia biasa yang bisa berbuat
salah dan dosa, bagaimana mungkin Allah SWT justru memerintahkan seluruh
umat manusia sampai Hari Kiamat untuk menjadikan Beliau SAW sebagai
suri tauladan yang baik, sebagaimana firman Allah SWT :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al Ahzab
[33] : 21).
Ucapan di atas sungguh2 merendahkan derajat dan kedudukan Nabi
Muhammad SAW sebagai Rahmatan lil Alamin (Mesiah Universal), bagaimana
mungkin kedudukan Nabi Muhammad SAW ditempatkan di bawah Para Imam Bani
Israel yang dijamin Allah SWT tidak akan melakukan kesalahan/dosa karena
mereka telah di sucikan (maksum).
Padahal dilain pihak mayoritas umat Islam mengakui adanya Hadist yang
berbunyi: “Ulama2 dari umatku kedudukannya lebih tinggi dari nabi2 Bani
Israel”. Para Imam Bani Israel itu kedudukannya lebih rendah dari nabi2
Bani Israel, dan Nabi Muhammad SAW ditempatkan dibawah para Imam Bani
Israel, tetapi dilain pihak ulama2 umat Islam berada di atas nabi2 Bani
Israel. Jadinya kedudukan Nabi Muhammad SAW berada jauh dibawah ulama2
umatnya sendiri ?
Cara berpikir mayoritas umat Islam yang kontradiktif di atas se-mata2
dikarenakan ketidakpahaman mereka terhadap kedudukan Nabi Muhammad SAW
sebagai Mesiah Universal, Juru Selamat dan Pembawa Rahmat bagi seluruh
umat Manusia. (Rahmatan lil Alamin).
Nabi SAW “bermuka masam” ??
Perendahan/pelecehan kedudukan Nabi Muhammad SAW oleh mayoritas umat
Islam tidak saja terjadi pada tingkatan pembicaraan2 ringan se-hari2,
melainkan lebih jauh lagi, yaitu dalam menafsirkan ayat2 Al Qur’an
menisbahkan (melekatkan) hal2 yang tercela kepada Beliau SAW, seperti
terjadi pada penafsiran yang umum atas Surat Abasa [80] : 1-2, yang
merupakan Surat Makkiyah Ke-24 :
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya,
Padahal pada Surat Al Qalam [68] : 4, yang merupakan Surat Makkiyah Ke-2, Allah SWT berfirman :
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Bagaimana mungkin dapat dipahami oleh akal yang sehat bahwa Nabi
Muhammad SAW yang Allah SWT sendiri telah mengatakan “berbudi pekerti
yang agung”, malah bermuka masam dan berpaling ketika seorang
pengikutnya yang saleh lagi buta menemuinya (Abdullah bin Ummi Maktum).
Disamping itu wahyu Al Qur’an itu diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW, halmana artinya komunikasi yang terjadi adalah antara
Allah SAW (melalui Malaikat Jibril as) dan Nabi Muhammad SAW.
Dalam komunikasi dua pihak, maka tentunya kata ganti orang yang
digunakan adalah kata ganti orang kedua (kamu, engkau dsb), bukan kata
ganti orang ketiga (dia, mereka), karena kata orang ketiga mengandung
arti yang bersangkutan tidak termasuk didalam komunikasi dua pihak.
Karena QS. Abasa [80]: 1 ditafsirkan : “Dia (Muhammad)….”, maka
berarti Nabi Muhammad SAW merupakan orang ketiga yang tidak termasuk di
dalam komunikasi antara Allah SWT dengan orang yang menerima wahyu Al
Qur’an termaksud. Jadi kepada siapakah wahyu Surat Abasa ini diturunkan ?
Atau berarti juga wahyu Al Qur’an ditafsirkan tidak saja turun kepada
Nabi Muhammad SAW tetapi juga ada orang lain?
Nabi SAW “kena sihir” ??
Kalangan mayoritas umat Islam mempercayai bahwa di Madinah Nabi
Muhammad SAW terkena sihir yang dilakukan orang orang Yahudi, sehingga
selama 3 hari Beliau SAW menjadi “linglung”, berdasarkan hadist yang di
riwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah ra dan dimuat pada Kitab Sahih
Bukhari.
Hadist ini jelas Dhaif (palsu), karena :
1. Jika benar Nabi SAW terkena sihir, maka benarlah tuduhkan kaum
kaum musyrik yang mengatakan Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang yang
kena sihir, sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an :
Kami lebih mengetahui dalam keadaan bagaimana mereka mendengarkan
sewaktu mereka mendengarkan kamu, dan sewaktu mereka berbisik-bisik
(yaitu) ketika orang-orang zalim itu berkata: “Kamu tidak lain hanyalah
mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir”.(QS. Al Isra [17]: 47).
atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau
(mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)
nya?” Dan orang-orang yang zalim itu berkata: “Kamu sekalian tidak lain
hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.”
(QS. Al Furqon [25]: 8).
2. Sihir adalah perbuatan syaitan, dan syaitan tidak bisa menggangu
orang2 yang mukhlas, sedangkan Nabi Muhammad SAW pastilah lebih lagi
dari sekedar orang yang mukhlas.
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan
sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya
syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia ……….(QS. Al Baqarah [2]: 102).
Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka
semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.(QS.
Shaad [38]: 82-83).
Hadist Dhaif tentang Nabi Muhammad SAW terkena sihir yang
diriwayatkan oleh Aisyah ra (Kitab Sahih Bukhari) ini kemudian diperkuat
lagi dengan hadist2 lainnya (seperti pada Kitab Hadist Al Baihaqi),
yang meriwayatkan ketika Nabi SAW terkena sihir inilah Allah SWT
menurunkan Surat Al Falaq dan Surat An Nas (Surat Al Mu’awwidzatain),
padahal kedua surat tersebut turun di Mekkah sebagai Surat Makkiyah
Ke-20 dan Ke-22, sedangkan menurut riwayat hadistnya Nabi SAW terkena
sihir ketika di Madinah.
Ketiga contoh di atas tentang rendahnya pandangan dan penghargaan
mayoritas Umat Islam terhadap Nabi Muhammad SAW, hanya sekedar mewakili
dari banyak lagi contoh2 lainnya yang sejenis, dimana jika dijelaskan
satu persatu, niscaya dapat disusun ke dalam sebuah buku tebal
tersendiri.
Pandangan dan penghargaan mayoritas umat Islam terhadap Nabi Muhammad
SAW sebagaimana digambarkan di atas jelas sekali bertentangan dengan
kedudukan dan fungsi Beliau SAW sebagai Mesiah Universal/Juru Selamat
dan Pembawa Rahmat bagi umat manusia serta seluruh alam semesta.
Dengan keadaan seperti ini bagaimana mungkin umat Islam mampu
menyakinkan umat agama lainnya tentang kebenaran ajaran Agama Islam,
karena syarat utama kebenaran ajaran agama samawi di akhir jaman adalah
bahwa Nabi Pembawa Risalahnya haruslah memenuhi persyaratan sebagai Sang
Mesiah Universal.
Dan sebaliknya, rendahnya penghargaan umat Islam terhadap Nabi
Muhammad SAW, justru dapat dijadikan senjata oleh umat agama lainnya,
dimana mereka akan mengatakan, “lihat ! umat Islam sendiri mengakui
bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai banyak kelemahan seperti layaknya
manusia biasa, jadi mana mungkin Nabi Muhammad SAW bisa di akui sebagai
Sang Mesiah Universal”.
Kesimpulan/Penutup:
1. Ditinjau dari aspek ajarannya, maka pada hakekatnya semua agama
samawi mengandung ajaran yang sama, baik pada segi Tauhid maupun
Aqidahnya, yang berbeda adalah pada segi syariatnya saja, karena
disesuaikan dengan kondisi ruang dan waktunya.
Semua agama samawi mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa, Tuhan itu adalah
Maha Pencipta Alam Semesta berserta Isinya, sembahlah Tuhan Yang Esa
jangan menduakanNya, berlombalah berbuat kebaikan dan janganlah
berbuatan kejahatan. Perbedaannya hanyalah berkaitan dengan muatan
materi ajarannya yang disesuaikan dengan kemampuan umat manusia pada
kurun waktunya untuk memahami ajaran agama yang bersangkutan.
Mungkin tahapan perkembangan muatan materi ajaran agama2 samawi ini
dapat di ibaratkan seperti pelajaran pada jenjang pendidikan formal yang
ada.
Ajaran agama (pesan Ilahiyah) yang dibawakan oleh Nabi Nuh as sampai
Nabi Saleh as (Kaum Tsamud), dapat di umpamakan seperti pelajaran bagi
tingkat Taman Kanak2 dan Sekolah Dasar.
Ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as sampai Nabi Yunus as,
dapat di umpamakan seperti pelajaran bagi tingkat Sekolah Dasar.
Kemudian ajaran agama yang dibawakan oleh Nabi Musa as sampai Nabi
Zakaria as & Nabi Yahya as, dapat di umpamakan seperti pelajaran
bagi tingkat Sekolah Lanjutan Pertama. Sedangkan ajaran agama yang
dibawakan oleh Nabi Isa as diumpamakan seperti pelajaran bagi Sekolah
Lanjutan Atas, dan sekaligus mempersiapkan Bani Israel untuk memasuki
jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi. Akhirnya, ajaran agama yang
dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW adalah untuk tingkatan pendidikan yang
terakhir, yaitu tingkat Perguruan Tinggi sampai mencapai gelar akademis
yang tertinggi, yaitu Tingkat S-3. Seluruh ajaran agama yang dibawa
sejak Nabi Adam as sampai ke Nabi Muhammad SAW merupakan satu paket
pelajaran pendidikan formal yang terpadu, selaras dan sejalan sesuai
dengan tingkatannya, dan paket ajaran ini namanya “Islam”.
2. Agama-2 Samawi pada hakekatnya bertumpu pada dua aspek, yaitu
aspek ajaran (aqidah dan syariat) dan aspek sosok/figur Pembawa Risalah
Agama yang bersangkutan (Nabi/Rasul) berkaitan dengan kedudukan dan
fungsi Juru Selamat/Pembawa Rahmat bagi Kaum tertentu atau bagi seluruh
Umat Manusia (Mesiah Universal). Kedua aspek agama samawi ini merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam rangka memperoleh
pemahaman yang seutuhnya atas masing2 agama samawi yang bersangkutan.
Oleh karena itu ajaran Agama Yahudi tidaklah mungkin dapat dipahami
secara utuh tanpa memahami kedudukan dan fungsi Nabi Musa as, Pembawa
Risalah Agama Yahudi dengan Kitab Tauratnya (dan juga Nabi Daud as
dengan Kitab Zaburnya) sebagai Juru Selamat Bani Israel (Mesiah Bani
Israel).
Demikian juga, Agama Nasrani/Kristen tidaklah mungkin dapat dipahami
secara utuh tanpa memahami kedudukan dan fungsi Nabi Isa as (Yesus),
Pembawa Risalah Agama Nasrani dengan Kitab Injilnya, sebagai Nabi
Terakhir/Penutup Bani Israel dan sekaligus Juru Selamat Bani Israel,
yang dikirim oleh Allah SWT guna memberikan peringatan kepada Bani
Israel atas penyelewengan2 yang telah mereka dilakukan dan sekaligus
mempersiapkan Bani Israel untuk menyongsong kehadiran Sang Juru
Selamat/Pembawa Rahmat bagi seluruh umat manusia (Sang Mesiah
Universal).
Dan terlebih lagi tentunya dengan Agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW bagi seluruh umat manusia. Ajaran Agama Islam mutlak hanya
mungkin dipahami secara utuh dan benar dengan bertitik pangkal pada
pemahaman tentang kedudukan dan fungsi Nabi Muhammad SAW sebagai Juru
Selamat/Pembawa Rahmat bagi seluruh umat manusia dan alam semesta
(Rahmatan lil Alamin), yaitu sebagai Sang Mesiah Universal.
3. Kehadiran Mesiah Universal yang dijanjikan menjadi “Thema Sentral”
agama2 samawi, dimana hampir semua Nabi yang di utus oleh Allah SWT
memberitakan tentang ciri2 dari Sang Mesiah Universal tersebut. Berita2
atau Riwayat2 tentang Mesiah yang terdapat pada Kitab2 Suci Agama Samawi
disebut pula sebagai “Nubuat Mesianistik”.
Adapun ciri utama Sang Mesiah Universal menurut Nubuat Mesianistik yang diakui oleh semua agama samawi adalah:
1). Sang Mesiah Universal berasal dari keturunan anaknya Nabi Ibrahim as yang dikorbankan,
2). Sang Mesiah Universal itu memiliki kesamaan dalam aspek kenabian dengan Nabi Musa as.
4. Di dalam perkembangan sejarahnya agama2 samawi ternyata tidak
dapat bebaskan dirinya dari pengaruh2 kepentingan umatnya untuk
mengaku/-mengklaim bahwa masing2 agama merupakan satu2nya agama yang
benar dan Nabi Pembawa Risalah Agamnya adalah Sang Mesiah Universal yang
ditunggu oleh segenap penganut agama samawi.
Untuk memperkuat klaim tersebut tidak segan2 pula para pemuka agama
samawi, dalam hal ini Agama Yahudi, merubah bagian2 tertentu dari Kitab
Suci Taurat (Tanakh), agar ciri2 Sang Mesiah Universal sesuai dan
sejalan dengan apa yang mereka kehendaki.
Akhirnya, dapat kiranya disimpulkan bahwa perbedaan agama yang ada
diantara agama2 samawi adalah bersumber dari persoalan siapakah anak
Nabi Ibrahim yang dikorban itu, Ismail-kah atau Ishak-kah dan persoalan
Nabi siapakah yang memiliki kesamaan dalam aspek kenabiannya dengan Nabi
Musa as.
Kedua persoalan yang nampaknya sangat simpel, tetapi tidak mampu diselesaikan oleh umat manusia.
Dan kedua persoalan ini semata-mata membuktikan betapa benarnya firman Allah SWT,
…………..Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu,(QS. Al Maidah [5]: 48).
Dari ayat QS. Al Maidah [5]: 48 di atas sebenarnya sangat terang dan
jelas, dimana melalui ayat tersebut Allah SWT menyatakan sesungguhnya
sangat mudah bagi Allah SWT untuk menjadikan umat manusia seluruhnya
sepakat terhadap siapakah yang sebenarnya Mesiah Universal itu
(‘pemberian-Nya”), tetapi Allah SWT justru menjadikan “pemberian-Nya
kepadamu” yaitu Sang Mesiah Universal untuk seluruh umat manusia itu
sebagai ujian bagi umat manusia apakah mampu mengenali dan mengimani
Sang Mesiah Universal itu.
Tetapi pada akhirnya, ketika umat manusia kembali kepada Allah SWT,
maka Dia akan memberitahukan siapakah yang sebenarnya Sang Mesiah
Universal itu, yang selalu diperselisihkan oleh umat manusia.
Sebagaimana layaknya suatu ujian, maka pemberitahuan Allah SWT
tentang siapakah sebenarnya Sang Mesiah Universal adalah juga merupakan
jawaban yang berfungsi untuk menilai keberhasilan ujian termaksud.
Bilamana selama hidup di dunia ternyata seseorang telah mengenali dan
mengimani Mesiah Universal yang salah, maka artinya yang bersangkutan
tidak berhasil lulus dari ujian Allah SWT, dan sebagai akibatnya yang
bersangkutan tidak akan memperoleh keselamatan dan keberkatan pada
kehidupan di dunia dan di akherat.
Tetapi sebaliknya, jika selama hidup di dunia ternyata seseorang
telah mengenali dan mengimani Mesiah Universal yang benar, maka artinya
yang bersangkutan berhasil lulus dari ujian Allah SWT, dan sebagai
ganjarannya yang bersangkutan akan memperoleh keselamatan dan keberkatan
pada kehidupan di dunia dan di akherat.
Orang nasrani kemudian menganggap Nabi Isa as sebagai juru
selamatnya dan menganggap Nabi Muhammad Saw sbg mesiah dan Nabi palsu.
Tapi setelah diselidiki Nabi Isa as tidak memiliki ciri kesamaan apapun
dgn Nabi Musa as.
Bukankah di Al-Quran dikatakan bahwa nama Nabi Muhammad tertulis di
alkitab? Coba anda cari ga bakalan ada, dan itulah senjata nasrani. Tapi
setelah di cek dalam alkitab bahasa Ibrani, ternyata ditemukan, tapi
bukan dgn nama “Ahmad” namun dgn tulisan “HMD” atau “Hamda” yang artinya
adalah terpuji. Tapi “Hamda” juga bisa berarti “barang yang indah”, bah
terjemahan kedualah yang diambil dan dijadikan patokan alkitab, namun
itulah kelemahan kita karena tidak ada bukti lain.
Oleh ahli sejarah kemudian ditelusuri kembali, dan ditemukan bahwa
ciri2 yang sama seperti musa as ternyata ada pada diri nabi muhammad
saw. dan umat nasrani ga berkutik ketika disodorkan bukti terebut.
Ingat bung, bukti2 di atas lah yang disembunyikan oleh bangsa israil
pada masa kenabian Nabi Muhammad Saw, karena bukti itulah mereka hendak
membunuh Nabi Muhammad Saw.
Tentu anda tahu hadits 12 imam, 12 khalifah, Hadits kedudukan Imam
‘Ali dalam kitab2 sunni, sekarang saya tanya siapa saja 12 imam/khalifah
versi sunni?
Apabila mengikuti pandangan Golongan Suni, maka tentunya akan sulit
meyakinkan umat beragama lainnya tentang keabsahan Nabi Muhammad SAW
sebagai Sang Mesiah Universal, karena pandangan Golongan Suni menafikan
(menolak) adanya kesamaan antara Nabi Muhammad SAW dengan Nabi Musa as,
khususnya berkaitan dengan Aspek Kenabian Ke-6 s/d Ke-9.
PERSAMAAN SAHABAT NABI SAW DAN SAHABAT MUSA AS.
Jika sesetengah (bukannya semua) sahabat
Nabi Muhammad Saw diterangkan oleh al-Quran sebagai orang yang lari
dari medan perang (Uhud dan Hunain), munafik, meninggalkan Nabi ketika
khutbah Jumaat dan sebagainya, maka bagaimanakah pula sikap sahabat/kaum
Nabi Musa as.? Al-Quran dalam Surah al-Maidah ayat 20-26 menjelaskan sikap mereka seperti berikut:
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Wahai kaumku,
ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di
antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka (setelah kamu
diperhamba oleh Firaun dan orang-orangnya), dan diberikan-Nya kepadamu
apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara
umat-umat yang lain”.QS. al-Mai’dah (5) : 20.
Wahai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina- Baitul Muqaddis) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. QS. al-Mai’dah (5) : 21.
Mereka berkata: “Wahai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada
orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan
memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar
daripadanya, pasti kami akan memasukinya.” QS. al-Mai’dah (5) : 22.
Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada
Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka
dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya
niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu
bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. QS. al-Mai’dah (5) : 23.
Mereka berkata: “Wahai Musa, kami sekali-sekali tidak akan
memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu
pergilah kamu (berperang) bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. QS. al-Mai’dah (5) : 24.
Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku
sendiri dan saudaraku (Nabi Harun). Sebab itu pisahkanlah antara kami
dengan orang-orang yang fasik itu”.
QS. al-Mai’dah (5) : 25.
Allah berfirman: ” (Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu
diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka
akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka
janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik
itu.” QS. al-Mai’dah (5) : 26.
Kesimpulannya:
1. Sebagian sahabat Nabi Musa (Bani Israil) telah ingkar dengan
arahan Nabi Musa supaya memasuki tanah suci Palestin kerana takut
berperang.
2. Mereka yang ingkar itu mengarahkan Nabi Musa agar berperang bersama Tuhan manakala mereka hanya menunggu sahaja.
3. Mereka disifatkan sebagai sahabat/kaum yang fasiq oleh al-Quran.
4. Akibat ingkar dengan arahan Nabi Musa mereka disesatkan oleh Allah swt selama 40 tahun di tengah padang pasir Tiih (sekarang terletak di wilayah Mesir).
Justeru itu, sebagian sahabat Nabi Musa yang ingkar dengan
arahannya bukanlah sahabat yang layak dijadikan contoh dan mereka
bukanlah sahabat yang adil.
Kini Umat Mengkhianati Sang Imam as.!
Pengkhiatan itu begitu menyakitkan…. Karena ia akan membawa
kesengsaraan dunia akhirat …. Pengkhianatan yang akan menghalangi sang
Imam meberikan bimbingan keselamatan dan menghindarkan mereka dari
kebinasaan… Karenanya, Imam Ali as. berulang kali mengatakan:
إنّه ممّا عهد إليّ النبي (صلى الله عليه وآله وسلم) أنّ الاُمّة ستغدر بي بعده
“Termasuk yang dijanjikan Nabi kepadaku bahwa umat akan mengkhianatiku sepeninggal beliau.”
Sumber Hadis:
Hadis ini telah diriwayatkan dan dishahihkan al Hakim dan adz Dzahabi. Ia berkata:
صحيح الاسناد
“Hadis ini sahih sanadnya.”
Adz Dzahabi pun menshahihkannya. Ia berkata:
صحيح
“Hadis ini shahih.” [1]
Sebagaimana juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, al Bazzâr, ad Dâruquthni, al Khathib al Baghdâdi, al Baihaqi dkk.
Nabi saw. Mengabarkan Bahwa Umat Akan Menuangkan Kedengkian Mereka Kepada Imam Ali as.
Pengkhianatan itu akan mereka tuangkan dalam bentuk dendam kusumat
terlaknat ke atas Imam Ali as. dan Ahlulbait Nabi saw. sepeninggal
beliau.
Demikianlah, mereka yang memendam dendam kusumat dan kebencian kepada
Nabi saw. akan menuangkannya kepada Imam Ali as., dan puncaknya akan
mereka lakukan sepeninggal Nabi saw.
Kenyataan itu telah diberitakan Nabi saw. kepada Ali as. Para ulama
meriwayatkan banyak hadis tentangnya, di antaranya adalah hadis di bawah
ini:
Imam Ali as. berkata:
بينا رسول الله (صلى الله عليه وسلم) آخذ بيدي ونحن نمشي في
بعض سكك المدينة، إذ أتينا على حديقة، فقلت: يا رسول الله ما أحسنها من
حديقة ! فقال: إنّ لك في الجنّة أحسن منها، ثمّ مررنا بأُخرى فقلت: يا رسول
الله ما أحسنها من حديقة ! قال: لك في الجنّة أحسن منها، حتّى مررنا بسبع
حدائق، كلّ ذلك أقول ما أحسنها ويقول: لك في الجنّة أحسن منها، فلمّا خلا
لي الطريق اعتنقني ثمّ أجهش باكياً، قلت: يا رسول الله ما يبكيك ؟ قال:
ضغائن في صدور أقوام لا يبدونها لك إلاّ من بعدي، قال: قلت يا رسول الله في
سلامة من ديني ؟ قال: في سلامة من دينك
“Ketika Rasulullah saw. memegang tanganku, ketika itu kami sedang
berjalan-jalan di sebagian kampong kota Madinah, kami mendatangi sebuah
kebun, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah alangkah indahnya kebun ini!’ Maka
beliau bersabda, ‘Untukmu di surga lebih indah darinya.’ Kemudian kami
melewati tujuh kebun, dan setiap kali aku mengatakannya, ‘Alangkah
indahnya’ dan nabi pun bersabda, ‘Untukmu di surga lebih indah darinya.’
Maka ketika kami berda di tempat yang sepi, Nabi saw. memelukku dan
sepontan menangis. Aku berkata, ‘Wahai Rrasulullah, gerangan apa yang
menyebabkan Anda menangis?’ Beliau menjawab, ‘
Kedengkian-kedengkian yang ada di dada-dada sebagian kaum yang tidak akan mereka tampakkan kecuali setelah kematianku.’ Aku berkata, ‘Apakah dalam keselamatan dalam agamaku?’ Beliau menjawab, ‘Ya. Dalam keselamatan agamamu.’”
Sumber Hadis:
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la, al Bazzâr dengan sanad shahih, al Hakim dan adz Dzahabi dan mereka menshahihkannya,
[2] Ibnu Hibbân dkk.
[3]
Ia juga disebutkan oleh asy Syablanji dalam kitab Nûr al Abshârnya:88
Jadi jelaslah bagi kita apa yang sedang dialami oleh Imam Ali as. dari sebagian umat ini!
Imam Ali as. Mengeluhkan Pengkhianat Sahabat Dari Suku Quraisy dan Para Pendukungnya
Dalam banyak pernyataannya, Imam Ali as. mengeluhkan kedengkian,
kejahatan dan pengkhianatan tokoh-tokoh suku Quraisy terhadap Nabi saw.
yang kemudian, ketika mereka tidak mendapatkan jalan untuk meluapkannya
kepada beliau saw., mereka meluapkan dendanm kusumat kekafiran dan
kemunafikan kepadanya as.
Di bawah ini akan saya sebutkan sebuah kutipan pernyataan beliau as. tersebut.
اللهمّ إنّي أستعديك على قريش، فإنّهم أضمروا لرسولك (صلى الله عليه
وآله وسلم) ضروباً من الشر والغدر، فعجزوا عنها، وحُلت بينهم وبينها، فكانت
الوجبة بي والدائرة عليّ، اللهمّ احفظ حسناًوحسيناً، ولا تمكّن فجرة قريش
منهما ما دمت حيّاً، فإذا توفّيتني فأنت الرقيب عليهم وأنت على كلّ شيء
شهيد
“Ya Allah, aku memohon dari Mu agar melawan Quraisy, karena mereka
telah memendam bermacam sikpa jahat dan pengkhianatan kepada Rasul-Mu
saw., lalu mereka lemah dari meluapkannya, dan Engkau menghalang-halangi
mereka darinya, maka dicicipkannya kepadaku dan dialamatkannya ke
atasku. Ya Allah peliharalah Hasan dan Husain, jangan Engkau beri
kesempatan orang-orang durjana dari Quraisy itu membinasakan keduanya
selagi aku masih hidup. Dan jika Engkau telah wafatkan aku, maka
Engkau-lah yang mengontrol mereka, dan Engkau Maha Menyaksikan segala
sesuatu.”
[4]
Coba Anda perhatikan pernyataan Imam Ali as. di atas, bagaimana
dendam dan pengkhianatan Quraisy terhadap Nabi saw. akan mereka luapkan
kepadanya! Dan di dalamnya juga terdapat penegasan bahwa mereka tidak
segan-segan akan menghabisi nyawa bocah-bocah mungil kesayangan
Rasulullah saw.; Hasan dan Husain as. yang akan meneruskan garis
keturunan kebanian sebagai melampiasan dendam mereka kepada Nabi saw.!
Dalam salah sebuah pidatonya yang lain, Imam Ali as. mempertegas hal tersebut, beliau berkata:
وقال قائل: إنّك يا ابن أبي طالب على هذا الامر لحريص، فقلت: بل أنتم ـ
والله ـ أحرص وأبعد، وأنا أخص وأقرب، وإنّما طلبت حقّاً لي وأنتم تحولون
بيني وبينه، وتضربون وجهي دونه، فلما قرّعته بالحجة في الملا الحاضرين هبّ
كأنه بهت لا يدري ما يجيبني به.
اللهم إني استعديك على قريش ومن أعانهم، فانهم قطعوا رحمي، وصغّروا
عظيم منزلتي، وأجمعوا على منازعتي أمراً هو لي، ثم قالوا: ألا إنَّ في الحق
أنْ تأخذه وفي الحق أن تتركه .
“Ada seorang berkata, ‘Hai putra Abu, Sesungguhnya engkau rakus
terhadap urusan (Kekhalifahan) ini!’ Maka aku berkata, “Demi Allah,
kalian-lah yang lebih rakus dan lebih jauh, adapun aku lebih khusus dan
lebih dekat. Aku hanya meminta hakku, sedangkan kalian
menghalang-halangiku darinya, dan menutup wajahku darinya. Dan ketika
aku bungkam dia dengan bukti di hadapan halayak ramai yang hadir, ia
terdiam, tidak mengerti apa yang harus ia katakan untuk membantahku.
Ya Allah, aku memohon pertolongan-Mu atas Quraisy dan sesiapa yang
membela mereka, karena sesungguhnya mereka telah memutus tali
kekerabatanku, menghinakan keagungan kedudukanku dan bersepakat merampas
sesuatu yang menjadi hakku. Mereka berkata, ‘Ketahuilah bahwa adalah
hak kamu untuk menuntut dan hak kamu pula untuk dibiarkan.”
[5]
Coba Anda perhatikan pengkhianatan apa yang mereka lakukan… ketika
Imam Ali as. berusaha mengambil kembali hak beliau yang mereka rampas,
jusretu mereka menuduhnya rakus dan gila kekuasaan… sementara mereka
yang merampas haknya merasa benar dan menjalanlan apa yang seharusnya
mereka lakukan! Karenanya, kemudian beliau membungkam mulut khianat
mereka dengan hujjah yang tak terbantahkan….
[1] Mustadrak al Hakim,3/140 dan 142.
[2] Al
Mustadrak,3/139 hanya saja bagian akhir radaksi hadis ini terpotong,
sepertinya ada “tangan-tangan terampil” yang sengaja menyensor hadis di
atas.
[3]Teks hadis di atas sesuai dengan yang terdapat Majma’ az Zawâid,9/118.
[4] Syarah Nahjul Balaghhah, 20/298.
[5] Nahjul Balaghah, kuthbah ke.172.
Dialog Ibnu Abbas ra. Dan Sayyidina Umar Seputar Perampasan Hak Imamah Ali as.
Banyak spekulasi yang dipaksakan para ulama Sunni dalam menyikapi apa
yang terjadi sesa’at setelah Nabi saw. wafat ketika para sahabat
menyingkirkan Imam Ali as. dari hak kepemimpinan tertinggi umat Islam..
Mereka terpaksa mendustakan atau memalingkan ketegasan makna nash-nash
penunjukan Imam Ali as. khususnya sabda Nabi saw. di Ghadir Khum, hanya
karena satu alasan yaitu jika diterima kenyataan baahwa Nabi saw. telah
menunjuk Ali sebagai Imam dan pemimpin tertinggi umat Islam sepeninggal
beliau, mana mungkin para sahabat itu sepakat menentangnya?! Itu artinya
kita menuduh para sahabat itu sebagai yang fasik karena terang-terangan
menentang wasiat Nabi saw.
Tetapi jika kita mau jujur dalam melihat masalah ini, kita akan
menyaksikan bahwa telah ada kesepakatan di balik meja antara para
pembesar Quraisy (termasuk di antara mereka adalah para tokoh kafir
Quraisy yang baru memeluk Islam karena terpaksa setelah kota Mekkah
ditaklukkan dan juga sebagian sahabat lama dari suku Quraisy) yang akan
berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan Imam Ali as. dan bahkan
siapapun dari suku bani Hasyim (sukunya Nabi saw.) dari tampuk kekuasaan
khilafah… mereka hanya akan menggilir khilafah ini pada suku-suku
Quraisy selain bani Hasyim.
Dialoq di bawah ini akan menjelaskan kenyataan adanya persekongkolan
jahat tokoh-tokoh Quraisy… Dan dokumen ini sangat bernilai mengingat ia
memuat pengakuan dari arsitek pembaiatan Saqifah yaitu sayyidina Umar
ibn al-Khaththab…. Dan yang juga menentang penulisan wasiat keselamatan
abadi yang hendak dituliskan Nabi saw di hari-hari akhir sebelum beliau
meninggalkan umat Islam untuk selamanya.
Sayyidina Umar Membongkar Persekongkolan Quraisy Dalam Menyingkirkan Imam Ali as.
Ibnu Abil Hadid Al Mu’tazili dalam Syahr Nahjul Balaghah-nya dan Ibnu Al Atsir dalam al Kamil-nya menriwayatkan dialog panjang antara Sayyidinna Umar dan Ibnu Abbas ra. sebagai berikut:
Umar, “Hai Ibnu Abbas, tahukah kamu apa yang mendorong kaum Quraisy menolak kepemimpinan Ahlulbait sepeningal Muhammad?”
Ibnu Abbas, “Maka aku tidak ingin berterus terang
dalam menjawab, lalu aku katakan kepada Umar, ‘Kalau saya tidak
mengetahuinya, tentu Amirul Mu’minin mengetahuinya.’
Umar, “Karena mereka (kaum Quraisy) tidak menyukai berkumpul kenabian dan kekhilafahan pada kalian (Bani Hasyim), sebab
kalian akan menjadi congkak dan semena-mena tehadap kaum kalian. Oleh
sebab itu kaum Quraisy memilih untuk mereka seorang pemimpin dan langkah
itu benar dan sesuai ….. .
Ibnu Abbas, “Apakah Amirul Mukminin bersedia menjauhkan dariku amarahnya lalu mendengarkan pembicaraan saya?”
Umar, “Ucapkan terserah kamu!”
Ibnu Abbas, “Adapun ucapan Amirul Mukminin bahwa
Quraiys membenci (berkumpulnya kenabian dan kekhilafahan pada bani
Hasyim), maka sesungguhnya Allah –Ta’ala- telah berfirman :“Yang
demikian itu adalah kerena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di
turunkan Allah lalu Allah menghapus (pahal-pahala) amal –amal mereka ”
(QS:47;9).
Adapun ucapan Anda, ‘Bahwa kami akan congkak. Maka jika kami
bakal congkak dikarenakan jabatan khilafah maka sesungguhnya kami akan
congkak dikarenakan kekerabatan kami (dengan Nabi saww), akan tetapi
kami adalah kaum yang akhlak kami terbelah dari akhlak Rasulullah yang
Allah berfirman tentangnya: “Dan sesungguhnya kamu berada di atas akhlak(budi pekerti) yang agung”(QS:68;4) dan Allah berfirman kepadanya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu,yaitu orang-orang yang beriman “(QS:26;215).
Adapun ucapan Anda bahwa kaum Quraiys memilih …, maka Allah telah berfirman : “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilih. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka”. (QS:28;68).
Dan Anda –wahai Amirul Mukminin- mengetahui sesungguhnya Allah telah
memilih dari hambaNya untuk jabatan itu .Dan andai kaum Quraisy
berpendapat seperti yang ditetapkan Allah niscaya mereka tepat dan benar
.
Umar, “Tunggu, hai Ibnu Abbas, memang
hati kalian Bani Hasyim enggan kecuali kebencian yang tiada padam dan
kedengkian yang tiada berubah terhadap urusan kaum Quraisy.”
Ibnu Abbas, “Tenang wahai Amurul
Mukminin, jangan Anda menuduh hati Bani Hasyim dengan kedengkian, sebab
hati mereka dari hati Rasulullah yang disucikan dari noda, mereka adalah
Ahlulbait yang Allah berfirman kepada mereka: “Sesungguhnya Kami
berkehendak untuk menghilangkan dari kalian rijs –wahai Ahlul-Bait dan
mensucikan kalian sesuci-sucinya” .
Adapun ucapan Anda, “Mereka sakit hati. Maka benar, bagaimana
seseorang yang miliknya dirampas dan melihat miliknya di tangan orang
lain ia tidak sakit hati?!”
Umar, “Adapun kamu hai Ibnu Abbas telah sampai
kepada saya ucapanmu yang saya tidak suka memberitahukannya kepadamu,
sebab akan menjatuhkan kedudukanmu disisiku.”
Ibnu Abbas, “Apa itu wahai Amirul Mukminin,
beritahukan kepadaku, kalua ia kebatilan maka orang seperti saya layak
menjauhkan kebatilan dari dirinya dan jika ia haq maka kedudukanku
disisi Anda tidak sepatutnya akan jatuh.”
Umar, “Telah sampai kepadaku bahwa kamu
senantiasa mengatakan: Perkara ini di rampas dari kami karena kedengkian
(rasa hasut) dan dengan kezaliman.”
Ibnu Abbas, “Adapun ucapan Anda ‘karena
rasa hasut’, maka sesungguhnya Iblis telah mengahsut Adam sehingga
mengeluarkannya dari surga dan kami adalah anak turun Adam yang di
hasuti.
Adapun ucaapan Anda ‘dengan kezaliman’, maka sesungguhnya Amirul Mukminin mengatahui pemilik hak ini, siapa dia?
Kemudian Ibnu Abbas berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah
bangsa Arab berhujjah atas orang ajam (non Arab) dengan kedudukan
Rasulullah, dan suku Quraisy berhujjah atas seluruh bangsa Arab dengan
kedudukan Rasulullah saww, maka kami lebih berhak terhadap Rasulullah
dari seluruh Quraiys.”
Umar, “Berdirilah sekarang dan pulanglah kerumahmu!”
Maka Ibnu Abbas berdiri dan ketika ia berjalan Umar memanggilnya,
“Hai orang yang sedang berpaling, saya tetap seperti dulu, memelihara
hakmu. Lalu Ibnu Abbas menoleh dan berkata, “Sesungguhnya saya punya hak
atas Anda, wahai Amirul Mukminin dan atas seluruh kaum Muslimin dengan
kedudukan Rasulullah saw., maka barang siapa memeliharanya berarti ia
memelihara hak dirinya sendiri dan barang siapa menyia-nyiakannya maka
ia menyia-nyiakannya. Kemudian ia berlalu, maka Umar berkata kepada
mereka yang duduk bersamanya, “Aduh, Ibnu Abbas, tiada saya melihat ia berdebat dengan seorang kecuali ia mengalahkannya.”[1]
Analisa Ringkas terhadap Dialoq diatas.
Dari dialoq panjang antara Sayyidina Umar; arsitek pembaiatan Saqifah
dan Ibnu Abbas ra. salah seorang keluarga besar Bani Hasyim yang
dirampas hak kepemipimnanya oleh mereka yang merampasnya dapat Anda
saksikan beberapa poin penting, di antaranya:
- Umar berterus terang bahwa suku Quraisy benci pengaturan Tuhan yang
menggabungkan kenabian dan khilafah pada keluarga Muahammad saww.
- Pengaturan Tuhan mengandung arti menzalimi hak suku Quraisy –selain
Bani Hasyim-, sebab Dia memberikan kepada Bani Hasyim kenabian dan
khilafah, sementara yang lainnya tidak kebagian keutamaan tersebut.
- Kendati hal itu adalah ketetapan Tuhan akan tetapi kalangan Quraisy
menolak penggabungan kenabian dan khilafah dengan alasan bahwa ketetapan
itu akan menyebabkan Bani Hasyim akan merasa congkak dan angkuh.
- Khalifah Umar membekukan ketentuan Tuhan yang menetapkan hak
kenabian dan khilafah bagi Bani Hasyim dan menyajikan konsep alternatif
yang mencabut dari mereka hak khilafah dan ia menyebutnya sebagai
tindakan benar dan lurus.
- Khalifah menuduh banwa Bani Hasyim curang dan dengki terhadap
suku-suku Quraisy lain, sebab mereka berusaha mengambil kembali khilfaha
dari Quraisy.
- Khalifah memposisikan dirinya sebagai jubir resmi pihak Quraisy dan sekaligus sebagai pembela kepentingan-kepentingannya.
- Orang pertama dari kalangan Quraisy yang melahirkan alasan-alasan
tersebut dan menyatakannya serta merancang kekuasaan Quraisy adalah Umar
bin Khaththab. jadi beliau adalah anak Quraisy yang bakti dan perancang
konsep alternatif.
- Khalifah Umar selalu mewaspadai semua keluarga besar Bani Hasyim dan
khawatir mereka mengambil kembali kekuasaan khilafah dari Quraisy.
Adapun sikap akrabnya terhadap Ibnu Abbas adalah mata rantai sikap
politis yang bertujuan memecah belah kesatuan Bani Hasyim yang selalu
setia mendukung Imam Ali as., sebagaimana sebelumnya mereka lakukan
terhadap Abbas dengan menawarkan jabatan agar ia meninggalkan Ali as
akan tetapi tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh Abbas paman Nabi
tersebut.
.
Tanggapan Ibnu Abbas ra. Terhadap Sikap Sayyidina Umar.
- Sesungguhnya suku-suku Quraisy, diantara mereka adalah Umar sendiri
benci terhadap ketetapan Allah Swt.dengan dipilihnya Ahlulbait as.
sebagai pemimpin umat Islam.
- Sesungguhnya suku-suku Quraisy menyimpang dari kebenaran syar’iyah dan salah karena memilih selain yang di pilihkan Allah.
- Sesungguhnya kekhawatiran Quraisy terhadap kecongkakan Bani Hasyim
apabila kenabian dan khilafah ditangan meraka, walau hal itu adalah
ketetapan Allah, sama sekali tidak beralasan, baik alasan syar’iyah
maupun berdasar logika.
- Suku-suku Quraisy dalam sikap politis mereka dengan meninggalkan
pilihan Allah dan menentukan pilihan mereka sendiri adalah bertentangan
dengan ketetapan syar’iyah. Meraka mengatakan bahwa sikap itu benar dan
menuduh Ahlulbait as.yang disucikan Allah sesuci-sucinya yang berusaha
mengambil kembali hak mereka yang terampas sebagai berbuat curang dan
memendam rasa hasut.
- Ibnu Abbas ra. menjelaskan bahwa Umar telah mengetahui siapa
sebenarnya pemilik hak khilafah itu, yaitu Ali as. namun kendati
demikian mereka merampasnya.
- Sesungguhnya suku Quraisy mendengki dan menzalimi Ahlul-Bait as dengan merampas hak khilafah dari mereka.
- Sesungguhnya mereka yang menyia-nyiakan hak Ahlulbait as dalam
kepemimpinan umat sebenarnya meraka menzalimi diri mereka sendiri!
Ketidak Sukaan Suku Quraisy Terhadap Kepemiminan Ali as. Didasari Oleh Kebencian!
Dokumen dan ketarangan di bawah akan memperjelas kenyataan di atas
dan sekaligus mengungkap latar belakang perampasan hak kepemimpinan Imam
Ali as. yang dilakukan ooleh tokoh-tokoh Quraisy.
Kebencian bangsa Arab dan khususnya suku Quraisy terhadap Imam Ali
as. adalah dikarenakan pembelaan beliau terhadap Nabi saww. dan agama
Islam, sehingga dengan ketajaman pedang Ali as., musuh-musuh Islam
dikalahkan, dan korban dari kalangan merekapun berjatuhan, sehingga
walaupun di kemudian hari mereka memeluk Islam rasa dengki dan dendam
tersebut masih ada dalam hati mereka. Apalagi mereka yang memeluk Islam
bukan karena ketulusan akan tetapi karena tujuan-tujuan lain seperti:
karena ikut-ikutan, menginginkan mendapatkan materi, takut terhadap
kejayaan Islam dan lain lain .
Ibnu Abi al Hadid mengatakan,
“Ketahuilah bahwa semua darah yang
ditumpahkan Rasulullah saw. dengan pedang Ali as. dan dengan pedang yang
lainnya maka orang-orang Arab sepeninggal Nabi saw. hanya akan menuntut
balas semua itu kepada Ali as., dan itu adalah kebiasaan bangsa Arab
apabila ada seorang dari mereka terbunuh mereka menuntut balas kepada si
pembunuhnya dan apabila ia telah mati atau ada halangan untuk
membalasnya maka mereka akan membalas keluarga yang paling sepadan
dengan si pembunuh dari keluargnya.” [2]
Dan selain itu kedengkian itu pada sebagain mereka di kerenakan rasa
iri dan hasut terhadap berbagai keistimewaan dan keutamaan Imam Ali as.
yang selalu diutarakan dan di tablighkan Nabi Muhammad saww. serta
kedudukan sentral yang di berikan kepada beliau as. Dan perlu di ketahui
bahwa suku Quraisy adalah terkenal dengan rasa hasut dan iri serta
kompetisi tidak sehat diantara mereka, sebagaimana di tegaskan oleh
Khalifah Umar kepada Abu Musa al-’Asy’ari dan Mughirah bin Syu’bah.
[3]
.
Bukti-bukti Adanya Kedengkian Suku Quraisy Terhadap Imam Ali as. dan Ahlulbait as.
Dalam sebuah hadis dari Abu Utsman an Nahdi dari Ali as. beliau berkata,
“Pada
suatu hari Nabi saww. memelukku sambil menangis tersedu-sedu, maka saya
bertanya kepada beliau: Gerangan apa yang menyebabkan Anda menangis,
wahai Rasulullah? Beliau bersabda, ‘Kedengkian terhadapmu yang ada di dada-dada beberapa kaum yang tidak akan mereka tampakkan kecuali setelah kematianku.’
Saya bertanya,
‘Wahai Rasulullah, apakah dalam keselamatan agamaku?’
Beliau menjawab, ‘Ya, dalam keselamatan agamamu.’”
[4]
Ibnu Abi al Hadid setelah membenarkan sikap Imam Ali as.
bergabung dengan dewan syura yang di bentuk oleh Umar kendati beliau
tahu bahwa tidak akan terpilih dan Abbas pun telah menyarankan agar
beliau tidak terlibat dalam dewan tersebut, karena menurut hemat
Ibnu Abi al Hadid dengan tidak ikut sertanya beliau dalam dewan itu akan menggembirakan hati kaum Quraisy sebab,
“Quraisy sangat membenci Ali as.”[5]
Dalam kesempatan lain ia mengemukakan,
“Ketahuilah bahwa keadaan
Ali dalam hal ini (kebencian bangsa Arab terhadapnya) sangat masyhur dan
tidak perlu di perpanjang lagi , tidakkah Anda menyaksikan bagaiamana
pemberontakan bangsa Arab dari berbagai penjuru ketika beliau di baiat
sebagai khialifah setelah dua puluh lima tahun dari wafat Nabi saw. dan
semestinya dalam kurun waktu kurang dari itu kedengkian itu sudah
terlupakan, tuntutan balas dendam sudah padam dan hati-hati yang
membara meredah serta terhibur, berlalunya sebuah generasi dan datangnya
generasi baru dan tidak tersisa dari generasi menyandang dendam kecuali
sebagaian kecil, namun demikian keadaan beliau dengan suku Quraisy
setelah kurun waktu yang panjang itu seperti keadaan beliau apabila
menerima jabatan khilafah langsung sepeninggal anak pamannya (Nabi)
saww. dalam sisi penampakan apa yang terpendam dalam jiwa dan gejolak
hati, sehingga generasi pelanjut Quraisy dan para pemuda yang tidak ikut
serta menyaksikanperistiwa-peristiwa yang dilakuakan Ali as.dan
penghunusan pedang terhadap pendahulu dan ayah-ayah mereka juga
melakukan apa-apa yang seandainya para pendahulu itu masih hidup tidak
akan melakukan seperti itu. Lalu apa bayangan kita kalau beliau duduk di
kursi khilafah sementara pedang beliau masih bercucuran darah bangsa
Arab, khususnya Quraisy… [6]
Dan inilah salah satu bentuk penghianatan umat terhadap beliau seperti yang di sabdakan Nabi saww. kepada Ali as.
Habib bin Tsa’labah bin Yazid berkata :
Saya mendengar
Ali berkata ketika dipaksa memberi baiat untuk Abu Bakar, “Demi Tuhan
langit dan bumi (beliau ucapkan tiga kali), sesungguhnya ini adalah
janji Nabi yang ummi kepadaku, “Bahwa umat akan berkhianat terhadapmu sepeninggalku.”
[7]
Beberapa bukti adanya kebencian sahabat terhadap Imam Ali as.
Dalam banyak riwayat dapat kita temukan bukti adanya rasa dengki
dan kebencian sebagian sahabat Nabi saww. terhadap Imam Ali as. walaupun
Nabi saww. dalam banyak kesempatan telah menegaskan bahwa kebencian
terhadap Imam Ali as. adalah kemunafikan. Dibawah ini akan kami sebutkan beberapa riwayat hadis yang membuktikan adanya kebencian itu .
Para muhadis seperti
at-Turmudzi, ath-Thabarani, an-Nasa’i dan lain-lain meriwayatkan
beberapa
hadis yang menyebutkan bahwa ada sekelompok sahabat yang bersekongkol
menyampaikan keluhan tentang sikap Ali as. kepada Nabi saww. ketika
menjadi komandan pasukan yang di kirim ke negri Yaman dengan tujuan
menjatuhkan kedudukan Ali as. di hadapan Nabi saww., melihat
tindakan mereka Nabi saww. marah dan menegur mereka agar tidak membenci
Ali as. seraya menegaskan bahwa Ali adalah wali mereka sepeninggal Nabi
saww.
Setiap kali mereka mengeluhkan tetntang Ali as. Nabi saww. mengatakan kepada mereka dengan nada marah :
Apa yang kalian maukan dari Ali? Apa yang kalian maukan dari Ali? Dia adalah pemimpin kalian setelahku . [8]
Dalam riwayat lain di katakan:
“Maka Khalid bin walid [9] menulis
sepucuk surat kepada Nabi saww. dan memerintah saya (Buraidah) untuk
mengecam Ali, maka saya serahkan surat itu dan saya kecam Ali ra. maka
tiba–tiba berubahlah wajah Rasulullah saww. dan bersabda: Janganlah kamu
membenci Ali sesungguhnya Ali dariku dan aku dari Ali dan dia adalah
wali(pemimpin) kalian setelahku.” [10]
Dalam riwayat lain disebutkan:
“Buraidah berkata: Maka Khalid
memanggilku dan mengatakan manfa’atkan kesempatan ini dan beritakan
kepada Nabi saww apa yang ia lakukan, maka saya berangkat kembali ke
Madinah dan sesampainya di madinah saya menuju masjid dan ketika itu
Rasulullah saww. sedang berada dirumahnya sementara sekelompok sahabat
beliau di hadapan pintu rumah beliau. Mereka bertanya: Ada berita apa
hai Buraidah? Saya menjawab: baik, Allah memenangkan kaum muslimin.
Mereka bertanya lagi, “Lalu apa yang membawamu pulang? Saya menjawab :
Ali mengambil seorang tawanan wanita dari bagaian khumus dan saya datang
untuk melaporkan hal itu kepada Nabi saw.”.
Mereka serempak menjawab, “Ya, beritahukan kepada Nabi saw. agar ia jatuh di mata Nabi saw. Sementara
itu Rasulullah mendenganrkan pembicaraan mereka, lalu beliau keluar
dengan muka marah dan bersabda: Mengapakah gerangan ada sekelompok kaum
mencela-cela Ali? Barang siapa mencela-cela Ali berarti ia mencela saya
dan barang siapa meninggalkan Ali berarti telah meninggalkan saya
.Sesungguhnya Ali dariku dan aku dari Ali … .”[11]
[1] Syarah Nahj: jilidIII\12\107, Tarikh Thabari: 4\223 dan Al Kamil Fit Tarikh: 3\62 (peristiwa tahun 23).
[2] Syarah Najh :jilid III\juz:13 hal:283.
[3] Baca
dialoq lengkap mereka dalam Syarah Nahjul Balaghah :jilid:I juz
2\125-126, dan dalam dialoq tersebut Umar menegaskan bahwa yang paling
hasut diantara suku Quraisy adalah Abu Bakar.
[4] Nuur al-Abshar (asy-Syablanji asy-Syafi’i):88.Cetakan Daar al-Fikr.
[5] Syarah Najh :jilid III\juz:13 hal:283.
[6] Syarah Najh :jilid III\juz:13 hal:38.
[7] Syarah Najh :jilid II\juz6 hal:18 .
[8] Hadis
riwayat an-Nasa’i dalam Khashaish(dengan komentar Abu Ishaq al-hawaini)
diterbitkan Daar al-Baaz Makkah ,hadis nomer 84 dengan sanad Shahih .
[9] dalam
espedisi tersebut Nabi saww. mengirim dua pasukan ,satu di bawah
pimpinan Khalid dan yang lain di bawah pimpinan Imam Ali as. dan Nabi
saww.mengatakan : Jika kalian bertemu maka Alilah pimpinan tunggal atas
pasukan itu dan jika kalian berpisah maka setiap pasukan di bawah
pimpinan masing-masing ,dan sesampainya di Yaman mereka bertemu
.(An-Nasa’i: hadis ke 85).
[10] Ibid. hadis nomer:85 denagn sanad hasan .
[11] Majma’ az Zawaid ;al-Haitsami,9\18 dari riwayat ath-Thabarani dalam Mu’jam Ausath.