Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Ustadz Firanda. Show all posts
Showing posts with label Ustadz Firanda. Show all posts

Wahabi Dalam Pandangan Empat Imam Mazhab Ahlul Sunnah


WAHABI DALAM PANDANGAN ULAMA 4 MADZHAB. INTI SARINYA MBAW DAN PARA PENGIKUTNYA MULAI DARI AL-BANI, UTSAIMIN, BIN BAZZ, FIRANDA, SHOLIH FAUZAN, ABD. MUHSIN JAWWAS, SERTA PARA WAHHABERISASI LAINNYA ADALAH SESAT.

Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar tantang Wahhabi sebagai berikut:

مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْخَوَارِجِ فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا وَقَعَ فِيْ زَمَانِنَافِيْ أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ نَجْدٍ وَتَغَلَّبُوْا عَلَى الْحَرَمَيْنِ وَكَانُوْايَنْتَحِلُوْنَ مَذْهَبَ الْحَنَابِلَةِ لَكِنَّهُمْ اِعْتَقَدُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَأَنَّ مَنْ خَالَفَاعْتِقَادَهُمْ مُشْرِكُوْنَ وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلِكَ قَتْلَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلَمَائِهِمْ حَتَى كَسَرَ اللهُشَوْكَتَهُمْ وَخَرَبَ بِلاَدَهُمْ وَظَفِرَ بِهِمْ عَسَاكِرُ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَ ثَلاَثٍ وَثَلاَثِيْنَ وَمِائَتَيْنِوَأَلْفٍ.” اهـ (ابن عابدين، حاشية رد المحتار، ٤/٢٦٢).

“Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).

Dari kalangan ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut:

هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).

“Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).

Dari kalangan ulama madzhab Syafi’i, al-Imam al-Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan al-Makki, guru pengarang I’anah al-Thalibin, kitab yang sangat otoritatif (mu’tabar) di kalangan ulama di Indonesia, berkata tentang Wahhabi :

وَكَانَ السَّيِّدُ عَبْدُ الرَّحْمنِ الْأَهْدَلُ مُفْتِيْ زَبِيْدَ يَقُوْلُ: لاَ يُحْتَاجُ التَّأْلِيْفُ فِي الرَّدِّ عَلَى ابْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ، بَلْ يَكْفِي فِي الرَّدِّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ صلى الله عليه وسلم سِيْمَاهُمُ التَّحْلِيْقُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَفْعَلْهُ أَحَدٌ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ اهـ (السيد أحمد بن زيني دحلان، فتنة الوهابية ص/٥٤).

“Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid berkata: “Tidak perlu menulis bantahan terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam cukup sebagai bantahan terhadapnya, yaitu “Tanda-tanda mereka (Khawarij) adalah mencukur rambut (maksudnya orang yang masuk dalam ajaran Wahhabi, harus mencukur rambutnya)”. Karena hal itu belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari kalangan ahli bid’ah.” (Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, hal. 54).

Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut:

عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ سُلَيْمَانَ التَّمِيْمِيُّ النَّجْدِيُّ وَهُوَ وَالِدُ صَاحِبِ الدَّعْوَةِ الَّتِيْ انْتَشَرَشَرَرُهَا فِي اْلأَفَاقِ لَكِنْ بَيْنَهُمَا تَبَايُنٌ مَعَ أَنَّ مُحَمَّدًا لَمْ يَتَظَاهَرْ بِالدَّعْوَةِ إِلاَّ بَعْدَمَوْتِ وَالِدِهِ وَأَخْبَرَنِيْ بَعْضُ مَنْ لَقِيْتُهُ عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ عَمَّنْ عَاصَرَ الشَّيْخَ عَبْدَالْوَهَّابِ هَذَا أَنَّهُ كَانَ غَاضِبًا عَلىَ وَلَدِهِ مُحَمَّدٍ لِكَوْنِهِ لَمْ يَرْضَ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالْفِقْهِكَأَسْلاَفِهِ وَأَهْلِ جِهَتِهِ وَيَتَفَرَّسُ فِيْه أَنَّهُ يَحْدُثُ مِنْهُ أَمْرٌ .فَكَانَ يَقُوْلُ لِلنَّاسِ: يَا مَا تَرَوْنَ مِنْ مُحَمَّدٍ مِنَ الشَّرِّ فَقَدَّرَ اللهُ أَنْ صَارَ مَاصَارَ وَكَذَلِكَ ابْنُهُ سُلَيْمَانُ أَخُوْ مُحَمَّدٍ كَانَ مُنَافِيًا لَهُ فِيْ دَعْوَتِهِ وَرَدَّ عَلَيْهِ رَدًّا جَيِّداًبِاْلآَياَتِ وَاْلآَثاَرِ وَسَمَّى الشَّيْخُ سُلَيْمَانُ رَدَّهُ عَلَيْهِ ( فَصْلُ الْخِطَابِ فِي الرَّدِّ عَلىَمُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ ) وَسَلَّمَهُ اللهُ مِنْ شَرِّهِ وَمَكْرِهِ مَعَ تِلْكَ الصَّوْلَةِ الْهَائِلَةِ الَّتِيْأَرْعَبَتِ اْلأَبَاعِدَ فَإِنَّهُ كَانَ إِذَا بَايَنَهُ أَحَدٌ وَرَدَّ عَلَيْهِ وَلَمْ يَقْدِرْ عَلَى قَتْلِهِ مُجَاهَرَةًيُرْسِلُ إِلَيْهِ مَنْ يَغْتَالُهُ فِيْ فِرَاشِهِ أَوْ فِي السُّوْقِ لَيْلاً لِقَوْلِهِ بِتَكْفِيْرِ مَنْ خَالَفَهُوَاسْتِحْلاَلِ قَتْلِهِ. اهـ (ابن حميد النجدي، السحب الوابلة على ضرائح الحنابلة، ٢٧٥).

“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat, “Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi. Demikian pula putra beliau, Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan membantahnya dengan bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya, dan membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada malam hari karena pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang yang menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).

Belakangan, dari Kaum Wahhabi kontemporer tidak sedikit terlontar pernyataan tokoh-tokoh mereka yang menistakan generasi salaf secara parsial (juz’i). Contoh :
Syaikh Nashir al-Albani dalam fatwanya mengkafirkan al-Imam al-Bukhari karena melakukan ta’wil terhadap ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an. Dalam kitab al-Tawassul Ahkamuhu wa Anwa’uhu, al-Albani juga mencela Sayyidah ‘Aisyah, dan menganggapnya tidak mengetahui kesyirikan.

Syaikh Ahmad bin Sa’ad bin Hamdan al-Ghamidi, menganggap al-Imam al-Hafizh al-Lalika’i, pengarang kitab Syarh Ushul I’tiqad Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, tidak bersih dari kesyirikan. Demikian sekelumit contoh penistaan tokoh-tokoh Wahhabi terhadap generasi salaf dan para ulama terkemuka secara parsial.
Demikian pernyataan ulama terkemuka dari empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, yang menegaskan bahwa golongan Wahhabi termasuk Khawarij bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Tentu saja masih terdapat ratusan ulama lain dari madzhab Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menyatakan bahwa Wahhabi itu Khawarij dan tidak mungkin kami kutip semuanya.

Pesan buat sahabat… berhati2lah wahai saudara ku,dengan kelicikan kaum penyesat ummat itu, jangan mudah tertipu dengan kata2 manis mereka, tapi lihatlah dulu maksud dari nya ,karena kebusukan2 mereka semua di balut dengan kata2/istilah yang menggugah hati.

Akidah Salafi Wahhâbi Tentang Ketinggian Fisikal Allah SWT Adalah Mereka Warisi Dari Akidah Sesat Yahudi!

Persembahan Untuk Ustadz Firanda Dan Para Mujassimûn.


Dalam mengusung dan mempropagandakan akidah sesat tentang Ketinggian Fisikal Allah di atas langit para penganut Sekte Sempalan Salafi Wahhâbi tidak terkecuali “Sarjana Awam” kebanggaan para pemuda Salafi lokalan; Ustadz Firanda selalu membanggakan sajian para Mujassimah Musyabbihah seperti adz Dzahabi, Ibnu Qayyim al Jauziyah dan guru besar mereka Ibnu Taimiyah
dan apabila Anda kaji dan teliti ternyata argumentasi yang mereka banggakan adalah pemahaman kekanak-kanakan terhadap ayat-ayat Al Qur’an atau hadis-hadis lemah dan bahkan palsu atau hadis-hadis yang tidak ada sangkut pautnya dengan klaim mereka.

Dan yang paling istimewa dari argumentasi mereka adalah bahwa mereka sangat membanggakan dan mengandalkan ucapan dan penukilan para pendeta Yahudi dari kitab mereka; Taurat yang tentunya telah terkontaminasi dan mengalami tahrîf baik dari sisi teks maupun maknanya.

Inilah yang dilakukan oleh adz Dzahabi dalam kitab al ‘Uluw-nya yang menjadi kebanggaan Ustadz Firanda pada bagian pertama dari atsar/kutipan dari kalangan Tabi’în adalah atsar dari Ka’ab al Ahbâr, seorang pendeta Yahudi yang mengaku memeluk Islam di masa kekhalifahan Umar bin Khaththâb ra.

Walaupun banyak sahabat dan Tabi’în yang meragukan kejujuran keislamannya!
Adz- Dzahabi menulis sub bab dengan judul: Dzikru Ma ittashala binâ ‘an at Tâbi’în Fî Masalati al ‘Uluw/sebutan tentang apa yang bersambung kepada kami dari para tabi’în tentang ketinggian. dalam sub bab ini ia banyak menyajikan penukilan dari kalangan Yahudi dan tentunya ia mengawalinya dengan menyebut penukilan gembong isrâiliyyât yaitu Ka’ab al Ahbâr!

Adz Dzahabi berkata:

280. Berkata Abu Shafwân al Umawi Abdullah bin Sa’îd bin Abdul Malik bin Marwân, Yunus bin Yazid menyampaikan hadis kepada kami dari Zuhri dari Ibnu Musayyib dari Ka’ab al Ahbâr, ia berkata, “Allah berfirman dalam Taurat:

أنا اللهُ فوقَ عبادي ، و عرشِي فوقَ جميعِ خلقِي، و أنا على عرشِي أدَبِّرُ عبادي و لا يخفى عليَّ شيئٌ في السماء و لا في الأرضِ.

“Akulah Allah di atas hamba-hamba-Ku dan Arsy-Ku di atas seluruh makhluk-Ku dan Aku berada di atas Asry-Ku mengatur hamba-hamba-Ku dan tidaklah samar atas-Ku sesuatu apapun di langit maupun di bumi.

Adz Dzahabi berkata, “Para parawinya adalah tsiqat/jujur terpercaya.”.

Abu Salafy berkata:
Inilah akidah kebanggan kaum Mujassimah yang sekarang diwarisi oleh para penganut sekte Wahhâbi Salafi yang atasnya mereka tak segan-segan mengkafirkan siapapun yang tidak berakidah seperti akidah mereka!
Ternyata akidah itu adalah diambil dari seorang pendeta Yahudi yang siang malam aktif meracuni umat Islam dengan ocehan kesesatan ajaran Yahudi yang diatas-namakan Taurat!

Tentu para penbaca masih ingat bagaimana Ustadz Firanda bangkit bak Arab Baduwi kesurupan setan gurun pasir Najd ketika saya (abusalafy) membawakan atsar dari Imam Ali bin Abi Thalir ra., Imam Ali bin Husain ra. dan Imam Ja’far ash Shadiq ra. ia segera mengelaknya dengan mempertnyakan sanadnya dan juga dengan menuduh abusalafy sebagai agen Syi’ah Rafidhah yang menukil dari kitab doa amalan kaum Syi’ah yaitu ash Shahifah as Sajjâdiyah… 
Padahal semua juga mengetahui bahwa atasr-atsar itu saya ambil dari kitab-kitab Ahlusunnah! 
Tetapi anehnya, justeru terbukti bahwa kaum Mujassimah dan rujukan utama mereka adz Dzahabi dalam kitab al ‘Uluw lah yang membangun akidah sesatnya tentang ketinggian Allah di atas langit/Arsy berdasarkan penukilan dari seorang pendeta Yahudi!

Terlepas dari Ka’ab sebagai seorang yang masih diragukan kejujuran dan kesucian imannya…
Ucapannya sama sekali bukan sumber agama. Sebab sumber agama adalah al Qur’an, As Sunnah, Ijmâ’ dan akal sehat! Adapun ucapan manusia biasa yang tidak ma’shum, walaupun ia seorang Sahabat, apalagi seorang mantan pendeta, maka ia bukan hujjah dalam agama! Khususnya dalam masalah-masalah yang sedang diperselisihkan di antara mereka sendiri!!

Bahaya Penukilan Kaum Yahudi.

Dalam banyak ayat Al Qur’an, Allah telah memperingatkan kita akan bahaya dusta dan kecurangan kaum Yahudi yang sering memutar balikkan firman dan merubah-rubahnya dan kemudian menyajikan firman palsu sebagai firman suci Tuhan. Saya benar-benar heran menyaksikan sikap adz Dzahabi bagaimana ia sudi menjadikan nukilan seorang pendeta Yahudi dari taurat (yang sangat kuat adalah telah mengalami perubahan dalam firman ini) sebagai dalil andalan yang dia banggakan, seperti ia katakan di awal kitabnya setelah membawakan ayat-ayat yang dianggapnya mendukung klaimnya,

“Maka jika kamu, wahai hamba Allah berminat untuk obyektif maka berhentilah bersama nash-nash Al Qur’an dan Sunnah, kemudian perhatikan apa yang diucapkan oleh para sahabat dan tabi’în serta para imam tafsir tentang ayat-ayat di atas, dan apa yang mereka kisahkan dari mazhab-mazhab Salaf…

Dan kamu akan menyaksikan ucapan para imam masing-masing berdasarkan tingkatannya setelah menyebutkan hadis-hadis Nabi“.

Apakah ucapan dan penukilan Ka’ab al Ahbâr ini yang ia katakan sebagai ucapan para pembesar Tabi’în dan imam Ahli Tafsir? Sungguh memilukan logika kaum Mujassimah yang diwakili oleh adz Dzahabi saat itu dan oleh kaum Wahhâbi dewasa ini!

Apakah mereka tidak mengindahkan firman Allah SWT dalam Al Qur’an suci-Nya:
.

وَ إِنَّ مِنْهُمْ لَفَريقاً يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتابِ وَ ما هُوَ مِنَ الْكِتابِ وَ يَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَ ما هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَ يَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَ هُمْ يَعْلَمُونَ


Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan:” Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.(QS.Âlu ‘Imrân [3];78).

Dan:

فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَناً قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُوْنَ


Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri lalu mereka berkata, “Kitab ini berasal dari sisi Allah” (dengan tujuan) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka celaka besarlah mereka akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri dan karena (hasil yang) mereka dapatkan (dari jalan ini).” (SQ. 2;79).


Tentu apa yang dibawakan oleh adz Dzahabi dari Ka’ab al Ahbâr termasuk darinya!
Dari kutipan di atas jelaslah bagi kita bagaimana proses menyusupnya isrâiliyyât ke dalam bangunan ideologi Islam dan jelas pula siapa lakon yang berperan aktif menyusupkannya! 
Yang kemudian melahirkan fahan Tajsîm dan Tasybîh yang sekarang diyakini sebagai akidah Islam oleh Wahhâbi Salafi! 
Para lakon yang berperang aktif itu tidak lain adalah mantan para pendeta. Seperti Ka’ab al Ahbâr dan kawan-kawan yang berpura-pura memeluk Islam dengan tujuan agar mereka dengan leluasa dapat menyebarkan kesesatan ajaran Yahudi di tengah-tengah kaum Msulimin!

Adalah aneh jika memang benar Ka’ab al Ahbâr tulus dalam mengimani agama Islam dan menerima kenabian Rasulullah Muhammad saw., lalu mengapakah ia masih menyebarkan ajaran Yahudinya dan membacakan taurat palsunya kepada kaum Muslimin?!
Mengapakah dia sok menjadi Guru Besar umat Islam dengan mengajarkan poin-poin penting dalam akidah?! Bukankah sebagai seorang muallaf sudah seharusnya ia tawâdhu’ dan tau diri untuk mau belajar dan mempelajari ajaran Islam dari para sahabat dan ulama Tabi’în?!
Tapi yang kita saksikan dalam sejarah Ka’ab justeru sebaliknya, ia tidak pernah mau belajar ajaran Islam! Dan ia hanya sok jadi Maha Guru dengan mendektekan kitab agama lamanya!!
Bukankah ini semua sudah cukup menjadikan kita paling tidak mencurigai motif dibalik ia memeluk Islam secara formal?!
Mengapakah ia tidak menjadi seperti sahabat Salman al Farisi yang sejak memeluk Islam dan beriman kepada Nabi Muhammad saw. ia terus bersemanhgat belajar dan secara sungguh-sungguh telah meninggalkan agama lamanya dan tidak mau lagi menoleh ke belakang dengan mengingat-ngingat apalagi mengajarkan agama lamanya kepada kaum Muslimin!!

Selain itu, seperti telah saya singgung, tidak sedikit sahabat Nabi saw. yang meragukan keislamannya!
Sebelum saya akhiri catatan ini saya ingin mengajak Anda merenungkan pernyataan Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika ia menafsirkan ayat 41-44 surah an Naml setelah menukil sebuah riwayat tentang Nabi Saulaiman as. dari riwayat Ibnu Abi Syaibah dan setelah menyebutkan komentar Ibnu Abi Syaibah tentangnya yang berkata, “Alangkah indahnya hadis ini”. Maka Ibnu Katsir berkata,

“Aku berkata, ‘Bahkan ia adalah hadis yang sangat munkar lagi gharîb. Mungkin ia termasuk kesalahan-kesalahan ‘Athâ’ bin Saîb dalam menukilnya dari Ibnu Abbas. Allah-lah yang Maha Mengetahui. Dan yang lebih dekat dalam konteks kisah-kisah seperti itu adalah diambil dari Ahlil Kitab dari apa yang ia temukan dalam lembaran-lembaran mereka, seperti riwayat Ka’ab dan Wahb (bin Munabbih) -semoga saja Allah mengampuni mereka- yang mereka berdua nukil kepada umat Islam dari berita-berita bani Israil berupa kekacauan berat dan berita-berita ganjil serta aneh-aneh dari apa saja yang tidak pernah terjadi dan dari apa-apa yang telah diubah-ubah dan dirusak-rusak serta telah dihapus (dari kitab Taurat). Dan Allah telah mencukupkan kita dari semua kepalsuan itu dengan apa-apa yang lebih shahih dan lebih manfaat serta lebih jelas dan lebih gamblang. Segala puji bagi Allah!” [1]

Abu Salafy:
Apa yang dikatakan Ibnu Katsir di atas adalah tepat sekali dan patut kita renungkan dan acungi jempol, khususnya dari seorang Ibnu Katsir!
Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya telah menulis sebuah bab dalam Kitabul I’tishâm bil Kitâb wa as Sunnah/kitab tentang berpegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah dengan judul: Bab Qaul an Nabi Shallallahu Alaihi wa Alihi Wa Sallama, Lâ tasalû Ahlal Kitâb ‘An Syai’in/Bab Sabda Nabi saw. ‘Jangan kalian bertanya kepada Ahli Kitab tentang sesuatu apapun!

Dan setelah ini semua adalah sangat mengherankan ketika kita saksikan adz Dzahabi menukil dan mengandalkan nukilan seorang Ka’ab yang jelas-jelas menukil dari kitab yang ia sebut dengan taurat (sebab kita umat Islam telah meyakini bahwa taurat yang beredar dewasa itu dan apalagi sekarang adalah telah mengalami perubahan mendasar!) dan yang lebih mengherakan lagi adalah ucapan dan keyakinan az Dzahabi sendiri di akhir keterangannya ketika ia menyebut biodata Ka’ab dalam kitab Siyar A’lâm an Nubalâ’-nya,3/494: “Maka siapakah sekarang yang berani menghalalkan/ membolehkan berhujjah dengan sesuatu nash dari taurat dengan meyakini bahwa ia benar-benar memang dari taurat yang diturunkan?! Tidak! Sama sekali tidak! Demi Allah!”

Abu Salafy:
Di sini saya pun berkata kepada adz Dzahabi dan para Masyâikh dan sarjana Wahhâbi Salafi, Tidak! Sekali-kali tidak! Tidak berhujjah dengannya kecuali kaum bangkrut! Dan engkau hai adz Dzahabi serta siapa saja yang berakidah dan berpendapat seperti pendapatmu dan bangga berhujjah dengan bualan para pendeta Yahudi, mengapakah kalian jadi penjaja kesesatan ajaran Yahudi atas nama Islam dan akidah Tauhid?!

Begitu juga tuanmu, Syeikh Islamnya kaum Mujassimah; Ibnu Taimiyah juga berdalil dan berhujjah dalam menshahihkan hadis dengan bersandar kepada nash palsu taurat! Saya tidak mengatahui apakah kalain mengetahui kenyataan ini atau tidak?!

Begitu juga dengan para mukallid buta pandahulu kaum Mujassimah, maka seorang Syeikh Wahhâbi Mujassima kental telah menulis sebuah buku konyol dengan judul: ‘Aqîdatu Ahlil Îmân Fî Khalqi Âdam ‘Alâ Shûratir Rahmân/Akidah Ahli Iman (kaum Mukminin) tentang Diciptakannya (Nabi) Adam sesuai bentuk Tuhan Yang Maha Rahman!
Di dalamnya pada halaman 76 ia berusaha menetapkan adanya shûrah/bentuk bagi Dzat Allah SWT berdasarkan fatwa Syeikh Islam mereka; Ibnu Taimiyah. Ia berkata, “Dan juga (sebagai bukti lain kebenaran bahwa Allah punya bentuk_pen) adalah bahwa makna ini (bahwa Allah berbentuk) ada di kalangan Ahli Kitab dari kitab-kitab yang mereka warisi dari para nabi seperti kitab Taurat. Maka di dalam as Sifr pertama dikatakan, “Kami (Allah) akan menciptakan manusia sesuai bentuk kami dan menyerupainya… “ 

Abu Salafy:
Wahai umat Islam, coba perhatikan dan renungkan bagaimana kaum Wahhâbi Salafi membangun akidah mereka!

Bani Umayyah Di Balik Peluang Ka’ab Menyebarkan Kesesatan Yahudiyah-nya!
Satu catatan lain yang ingin saya katakan di sini adalah bahwa dengan memperhatikan nama-nama perawi bualan Ka’ab di atas adalah nama-nama keluarga besar bani Umayyah –pohon terkutuk dalam Al Qur’an-!

Dari sini kita juga dapat mengerti mengapa para penguasa bani Umayyah sangat antusias menyebarkan kepalsuan akidah Yahudi dan memberikan peluang seluas-luasnya kepada para pendeta seperti Ka’ab agar menyebarkan racun kesesatannya di tengah-tengah umat Islam!
Mu’awiyah sangat membanggakan kedalaman ilmu Ka’ab dan menyesal karena umat Islam kurang memberikan perhatian selayaknya kepada warisan intelektual Ka’ab!

Demikian juga dengan Abdul Malik bin Marwan ketika disebutkan di hadapannya Shakhr/batu yang ada di Baitul Maqdis ia berkata, Ia adalah batu yang Allah meletakkan kaki-Nya di atas batu itu!”
Jadi para penguasa bani Umayyah-lah yang berada di balik penyebaran akidah Tajsim dan Tasybîh yang diwarisi para tokoh Mujassimah seperti Ibnu Taimiyah dan kemudian sekarang diwarisi dan diperjuangkan oleh pengakut Sekte Wahhâbi Salafi!
Renungkan kenyataan ini jika Anda menginkan kebenaran!

Riwayat Kedua Ka’ab al Ahbâr.
Selain riwayat konyol di atas yang menjadi kebanggan pengikut sekte Wahhâbi, adz Dzahabi juga menukil dengan bangga riwayat penukilan lain dari Ka’ab yng jauh lebih konyol dan menunjukkan kesesatan akidah Tajsîm dan Tasybîh yang menjadi akidah unggulan Sekte Wahhâbi, yang sampai-sampai demikian “gilanya” riwayat itu, adz Dzahabi sendiri terpaksa menyensor bagian “gila” itu dari riwayat tersebut dan dengan terpaksa ia pun mengakui kemunkaran dan dan “kegilaan” teks dan kandungannya.

Dalam riwayat dengan nomer: 281:

Abu Syeikh meriwayatkan dalam kitab al ‘Adzamah-nya[2], …. bahwa Zaid bin Aslam menyampaikan hadis kepadanya dari ‘Athâ’ bin Yasâr, ia berkata, “Datang seorang menemui Ka’ab ketika ia bersama sekumpulan orang lalu ia berkata, ‘Wahai Abu Ishaq (sapaan Ka’ab_pen), sampaikan kepadaku tentang Dzat Yang Maha Jabbâr/Perkasa -Azza wa jalla-, maka orang-orang pun menganggap besar apa yang ia minta dari Ka’ab. Maka Ka’ab berkata, ‘Biarkan orang itu! Sesungguhnya jika ia seorang yang jahil maka ia akan belajar dan jika ia seorang yang alim maka ilmunya akan bertambah!

Aku akan beritahu kepadamu. Sesungguhnya Allah menciptakan langit-langit dan sejumlah itu pula Allah mencipta bumi. Lalu Dia menjadikan jarak antara setiap dua langit seperti jarak antara langit dunia dan bumi. Dan Dia menjadikan tebalnya seperti itu. Kemudian Dia mengangkat Arsy lalu Dia bersemayam di atasnya. Dan tiada satu langit pun dari langit-langit itu melainkan berbunyi seperti bunyi rahl/kursi/tempat duduk yang di letakkan di atas punggung onta atau kuda) ketika awal dinaiki….

Sampai di sini adz Dzahabi menyensor perkataan Ka’ab dan mengatakan: Dan Ka’ab menyebut kalimat yang munkar yang tidak pantas bagi kita. Sanad riwayat ini bersih….

Abu Salafy:
Subhanallah!
 Inilah akhir dari seorang yang dalam akidahnya mengandalkan ajaran peninggalan para pendeta Yahudi seperti Ka’ab. Para pendeta itu pasti akan meracuni pikiran umat Islam dengan kepalsuan dan sampah akidah sesat agama Yahudi yang telah dipalsukan para pendetanya!
Tahukan Anda wahai sahabat Abu Salafy, kalimat apa yang disebarkan Ka’ab –si pendeta Yahudi yang berpura-pura memeluk Islam itu-? Yang sampai-sampai adz Dzahabi sendiri malu menyebutkannya?!

Ka’ab mengatakan bahwa suara yang terdengar dari langit-langit itu yang menyerupai suara kursi atau tempat duduk yang karena beratnya beban berbunyi krieeet… krieeet! 
Ya suara itu akibat bobot berat Dzat Allah! Ka’ab melanjutkan:

مِنْ ثِقَلِ الجبارِ فَوقَهُنَّ    

“… dikarenakan beratnya Dzat Yang Maha Jabbâr yang duduk/bersemayam di atasnya!”

Inilah akidah kalian wahai Wahhâbi Salafi betapapun kalian berusaha mengelabui umat Islam, namun tetap saja kalian tidak mampu menyembunyikan akidah sesat ini, karena memang sudah sangat kental dengan bangun akidah kalian!

Abu Salafy menyarankan mestinya dahulu, para Tabi’în segera setelah mendengar mulut busuk Ka’ab menyebarkan virus beracun akidah Yahudi ini, atau bahkan sebelum ia sempat menyelasaikan bualan sesatanya itu mereka langsung memukul mulut pembual itu dengan batu karas sehingga ia mendapat pelajaran yang tak akan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya!

Saya tidak habis pikir bagaimana generasi Tabi’în yang sangat dibanggakan para Wahhâbi Salafi itu memberikan peluang bagi si Pendeta Yahudi itu untuk menjajakan ajaran sesatnya di tengah-tengah mereka sementara Al Qur’an dengan tegas memperingatkan umat Islam agar hati-hati dari kesesatan kaum Yahudi! Dan di tengah-tengah mereka ada para sahabat dan anak-anak para sahabat yang telah menerima akidah suci dari sumber terpercaya yaitu Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw.?!

Sungguh mengherankan bagaimana mereka mengizinkan Ka’ab dan para pendeta lainnya untuk meracuni pikiran umat Islam sementara mereka melarang umat Islam untuk mengucapkan radhiyallah ‘anhu/semoga Allah meridhainya untuk Sayyidina Ali –karramallahu wajhahu-

Sungguh akidah sesat ini sama sekali tidak layak diabadikan oleh seorang Muslim berakal waras, apalagi mengandalkannya dalam membangun akidah yang mereka namakan dengan akidah Islam!!

Dan inilah kualitas atsar dan dalil andalan adz Dzahabi dan kaum Wahhabi Mujassim yang dibanggakan Ustadz Firanda dan ia wasiatkan agar kaum Muslimin membaca dan menelannya mentah-mentah!

Semoga kenyataan ini dapat menyadarkan kita akan bahayanya isrâiliyyât yang banyak tersebar dalam kitab-kitab khususnya dalam kitab-kitab akidah kaum Mujassimah Musyabbihah yang dibanggakan kaum Wahhâbi Salafi termasuk sarjana-sarjana awam setengah intelek yang hanya pandai menelan mentah-mentah sajian beracum para masyâikh Wahhâbi Arab sana!

Semoga kita semua diselamatkan dari kesesatan akidah Tajsîm Tasybîh kaum Wahhâbi Salafi!

Rujuk:

[1] Tafsir Ibnu Katsîr,3/379.

[2] Riwayat ini dapat Anda baca dalam kitab al ‘Adzamah:91 riwayat nomer:236.  

Terkait Berita: