Pesan Rahbar

Kemuliaan Akhlak Imam Sajad As

Written By Unknown on Sunday, 1 February 2015 | 01:07:00

 

Imam Keempat adalah seorang manusia sempurna dan terpilih. Beliau adalah seseorang yang telah mencapai puncak kesempurnaan dari segala dimensi moral, ritual, keilmuan. Imam Sajjad As merupakan jelmaan al-Qur’an dan Rasulullah Saw. Pada masa kelam pemerintahan Bani Umayyah nilai-nilai kemanusiaan dan keutamaan dilupakan. Alih-alih masyarakat menyaksikan kehidupan zuhud, hidup sederhana, rendah-hati (tawadhu), cinta sesama, bersikap lembut, dan mematuhi pemimpin mereka sebagai khalifah Rasulullah Saw, mereka justru menjadi saksi atas cinta dunia, aristokrasi, hidup bermegah-megahan, individualisme, takabbur. Imam Sajjad laksana surya terang bersinar dan keberadaannya menjelma sebagai penghimpun seluruh keutamaan dan nilai-nilai yang telah dilupakan itu; sedemikian sehingga kawan dan lawan menyampaikan pujian terhadap perilakunya.[1]

Muhammad bin Thalha Syafi’i menulis, “Ia adalah keindahan para abid, imam orang-orang zuhud, pemimpin orang-orang bertakwa dan imam orang-orang beriman. Sirahnya menjadi saksi bahwa ia adalah putra saleh Rasulullah Saw dan raut wajahnya melukiskan kedudukannya di sisi Allah Swt..”[2]

Pada kesempatan ini, kami akan ilustrasikan pelbagai manifestasi dan contoh keutamaan, sirah dan kemuliaan akhlak Imam Sajjad yang menjelma menjadi teladan tiada tara, tanpa tanding dan paling sempurna bagi umat manusia sebagaimana berikut:

1. Ibadah dan munajat Imam Sajjad di hadapan Allah Swt sedemikian banyak sehingga beliau mendapat julukan dan gelar sebagai keindahan para abid (sayid al-‘Âbidin, zain al-‘Âbidin) dan orang yang sangat banyak melakukan sujud (sajjâd). Imam Ali bin Husain As sedemikian meletakkan keningnya di atas tanah sehingga anggota-anggota sujud ayahku memiliki bekas-bekas yang sangat menonjol. Ia selalu memotongnya sebanyak dua kali dalam setahun. Pada setiap kalinya, ia memotong sebanyak lima potong. Oleh karena itu, ia diberi julukan Dzuts Tsafanât (Orang yang memiliki kantung-kantung).[3] Imam Sajjad As tatkala berwudhu raut wajahnya berubah menjadi pucat. Beliau ditanya mengapa demikian? Beliau menjawab, “Apakah engkau tahu di hadapan siapa gerangan aku berdiri?”[4]

Sekaitan dengan mengapa ayahnya Ali Zainul Abidin digelari al-Sajjad (Orang Yang Banyak Bersujud), Imam Baqir As berkata, “Ali bin Husain tidak mengingat sebuah nikmat Allah „Azza Wajalla kecuali ia melakukan sujud. Ia tidak membaca ayat kitab Allah „Azza Wajalla yang mengandung ayat sajdah kecuali ia melakukan sujud. Allah tidak menyelamatkannya dari kejelekan yang dikhawatirkannya kecuali ia melakukan sujud. Ketika usai mengerjakan salat wajib, ia melakukan sujud. Bekas-bekas sujud terdapat pada seluruh anggota sujudnya. Oleh karena itu, ia diberi gelar al-Sajjâd.[5]

2. Gemar memaafkan. Membalas perlakuan buruk dengan kebaikan adalah salah satu karakter utama Imam Sajjad As. Imam Ali bin Husain Zain al-Abidin menyebutkan kebaikan sifat utama ini, “Aku tidak mereguk air lebih menyegarkan daripada memendam amarah kepada orang lain.” “Memendam amarah merupakan air yang paling menyegarkan bagiku.”[6]

Suatu hari, seorang dari keturunan Bani Hasyim berlaku kurang ajar kepada Imam Sajjad As. Imam Sajjad As tidak berkata sepatah kata pun. Setelah orang itu pulang, Imam Sajjad As berkata kepada orang-orang yang hadir di tempat itu, “Apakah kalian mendengar apa yang disampaikan orang itu? Saya ingin kalian pergi bersamaku ke orang itu dan mendengarkan jawabanku.”

Imam Sajjad As melangkah menuju tempat orang ini dan membaca ayat ini, “(yaitu) orang-orang yang menginfakkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”[7]

Imam Sajjad As tiba di rumah orang itu. Orang itu menyangka bahwa beliau datang untuk menuntut balas atas ucapan yang ia sampaikan karena itu ia keluar rumah untuk mendengarkan jawaban dan berkonfrontasi dengannya. Imam Sajjad As bersabda kepadanya, “Wahai saudaraku! Beberapa menit yang lalu engkau datang kepadaku dan menyampaikan perkataaan (yang tidak benar); Semoga Allah Swt mengampuni sekiranya apa yang engkau sampaikan itu terdapat pada diriku. Dan memohon ampunan bagimu sekiranya apa yang engkau sampaikan itu tidak terdapat pada diriku.”

Mendapatkan reaksi Imam Sajjad As seperti ini, orang itu merasa malu kepadanya dan mengecup keningnya lalu berkata, “Apa yang aku katakan tidak terdapat pada diri Anda dan ketahuilah aku sebenarnya yang lebih tepat atas perkataan itu.”[8]

3. Menderma kepada orang-orang yang membutuhkan dan mengurus masalah-masalah mereka merupakan karakter utama seluruh Imam Maksum As. Teramat banyak contoh dari karakter utama ini pada kehidupan masing-masing setiap Imam Maksum As.

Imam Sajjad As banyak menyantuni keluarga-keluarga miskin.[9] Setiap malam, tanpa dikenali, beliau pergi ke rumah-rumah mereka dengan sekantung karung yang berisikan roti, korma dan lain sebagainya. Selama masa hidupnya tiada seorang pun yang mengetahui bahwa siapa gerangan orang yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Setelah kesyahidan (syahâdah) Imam Sajjad As mereka memahami bahwa orang yang tidak dikenali itu adalah Ali bin Husain As (Imam Sajjad As).[10]

Imam Keempat As tidak memakan makanan kecuali ia mendermakan semisal dengannya. Beliau bersabda, “Kamu sekali-kali tidak akan menggapai kebaikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.” (Qs. Ali Imran [3]:92)[11]

Metode Imam Zain al-Abidin dalam memberikan infak dan sedekah adalah sebelum menyerahkan sedekah tersebut kepada orang-orang membutuhkan beliau mencium sedekahan tersebut. Tatkala beliau ditanya alasanyna, Imam Sajjad As bersabda, “Aku tidak mencium tangan peminta-minta namun aku mencium tangan Tuhanku. Sedekah sampai ke tangan Tuhan sebelum ia sampai ke tangan orang yang membutuhkan.”[12]

Cara lainnya Imam Sajjad dalam bersedekah adalah beliau menyerahkanyna secara diam-diam. Imam Sajjad As bersabda, “Sedekah secara diam-diam akan memadamkan murka Tuhan.”[13]

4. Imam Keempat sebagaimana para Imam Maksum lainnya adalah pemberani, prawira dan anti kezaliman. Sikapnya yang keras dan tuturannya yang pedas di hadapan para penguasa zalim seperti Ubaidillah, Yazid dan Abdul Malik merupakan sebaik-baik bukti kekuatan mental dan keprawiraan Imam Sajjad pada peristiwa pasca tragedi Karbala dan pada masa imamah beliau. Di hadapan Ubaidillah yang mengancam membunuhnya, Imam Sajjad As bersabda, “Apakah engkau mengancam untuk membunuhku?” Tidakkah engkau tahu bahwa terbunuh (di jalan Allah) adalah kebiasaan kami dan kesyahidan adalah kemuliaan kami.”[14]

Imam Sajjad As berkata di hadapan Yazid, “Wahai Putra Muawiyah, Hind dan Sakhr! Engkau tahu bahwa datukku Ali bin Abi Thalib As adalah pemegang panji Islam pada hari Badar, Uhud dan Ahzab; namun ayah dan datukmu adalah pemegang panji orang-orang kafir.”[15]

Di hadapan Abdul Malik yang meminta Imam Sajjad As menghadap dan berkata, “Aku bukanlah pembunuh ayahmu. Lantas mengapa engkau tidak datang kepada kami?” Imam Sajjad berkata, “Meski pembunuh ayahku telah mati namun ia telah merusak akhiratnya dengan kejahatan ini; silahkan apabila engkau juga suka seperti dia!”[16]

Bersikap tegas dan berkata-kata pedas seperti ini di hadapan para penguasa zalim dan jahat seperti ini di istana dan wilayah kekuasaan mereka memerlukan keberanian ekstra.

Di samping khutbah membakar Imam Sajjad As di istana Yazid yang mengungkap pelbagai kejahatan, kezaliman dan kerusakan Dinasti Bani Umayyah dan khususnya Yazid juga menunjukkan puncak keberanian mental dan keprawiraan Imam Sajjad As.

Kesimpulan sirah akhlak, keutamaan dan kemuliaah Ahlulbait As adalah sirah dan keutamaan paling sempurna dan keutamaan akhlak dan tidak terbatas pada satu masa atau tingkatan kehidupan beliau. Keutamaan dan kesempurnaan ini senantiasa mengalir pada detik detik kehidupan beliau. Hanya saja mental dan kesempurnaan ini bergantung pada situasi dan kondisi ruang dan waktu dan berbeda-beda di hadapan setiap orang dan setiap peristiwa.

Terkadang di hadapan orang-orang lemah, susah dan miskin masyarakat beliau bersikap “walkazhimina al-ghaizh wa al-‘afina ‘an al-nas” (orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang) dan berderma, mencintai dan memaafkan memenuhi seluruh kehidupannya, dan terkadang di hadapan orang-orang zalim dan penguasa jahat Imam Sajjad adalah orang yang paling berani, prawira dan paling tegas dalam rangka menyuarakan hak orang-orang yang dianiaya dari para penganiaya.

Referensi:
[1]. Ali Rafi’i, Târikh Islâm dar Ashr-e Imâmat Imâm Sajjâd As wa Imâm Bâqir As, hal-hal 17-21. Markaz-e Tahqiqat-e Islami, 76.
[2]. Muhammad bin Thalha Syafi’I, Mathâlib al-Su’ûl, hal. 77. Diadaptasi dari Ali Rafi’i, Târikh Islâm dar Ashr-e Imâmat Imâm Sajjâd As wa Imâm Bâqir As.
[3]. Syaikh Shaduq, ‘Ilal al-Syarâ’i, jil. 1, hal. 233, Software Jâmi’ al-Ahâdits.
[4]. Ibid, hal. 232, Software Jâmi’ al-Ahâdits.
[5]. Ibid, hal. 233, Software Jami’ al-Ahadits.
[6]. Ushûl al-Kâfi, jil. 2, hal. 109. Software Jami’ al-Ahadits.

ما تَجَرَّعْتُ جُرْعَةً اَحَبَّ اِلَىَّ مِنْ جُرْعَةِ غَیْظٍ لا اُکافى بِها صاحِبَها.

[7]. (Qs. Ali Imran [3]:134)

الَّذینَ یُنْفِقُونَ فِی السَّرَّاءِ وَ الضَّرَّاءِ وَ الْکاظِمینَ الْغَیْظَ وَ الْعافینَ عَنِ النَّاسِ وَ اللهُ یُحِبُّ الْمُحْسِنینَ

[8]. Syaikh Mufid, al-Irsyâd, jil. 2, hal. 146.
[9]. Dalam sebuah riwayat yang dinukil dari Imam Baqir As disebutkan bahwa terdapat sejumlah besar keluarga yang ditanggung biaya hidupnya oleh Imam Sajjad As. Silahkan lihat, Manâqib Ibnu Syahr Asyub, jil. 4, hal. 154. Software Jâmi’ al-Ahâdits.
[10]. Syaikh Mufid, al-Irsyad, jil. 2, hal. 146. Diadaptasi dari Ali Rafi’i, Târikh Islâm dar Ashr-e Imâmat Imâm Sajjâd As wa Imâm Bâqir As.
[11]. Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 46, hal. 89. Software Jâmi’ al-Ahâdits.   (Qs. Ali Imran [3]:92)

لَنْ تَنالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَ ما تُنْفِقُوا مِنْ شَیْ‏ءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلیمٌ

[12]. Ibid, hal. 74. Software Jâmi’ al-Ahâdits.
[13]. Ibid, hal. 88. Software Jâmi’ al-Ahâdits.
[14]. A’yân al-Syiah, jil. 1, hal. 633.

اءبـِالْقـَتْلِ تُهَدِّدُنى؟ اَما عَلِمْتَ اَنَّ الْقَتْلَ لَنا عادَةٌ وَ کَرامَتُنا الشَّهادَةُ

[15]. Ibid.
[16]. Bihar al-Anwar, jil. 46, hal. 121. Software Jâmi’ al-Ahâdits.
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: